View
53
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
bn n
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Thalassemia adalah kelainan bawaan dari sintesis hemoglobin. Presentasi
klinisnya bervariasi dari asimtomatik sampai berat hingga mengancam jiwa.
Dahulu dinamakan sebagai Mediterannian anemia, diusulkan oleh Whipple,
namun kurang tepat karena sebenarnya kondisi ini dapat ditemukan di mana saja
di seluruh dunia. Seperti yang akan dijelaskan selanjutnya, beberapa tipe berbeda
dari thalassemia lebih endemik pada area geografis tertentu.1
Pada tahun 1925, Thomas Cooley, seorang spesialis anak dari Detroit,
mendeskripsikan suatu tipe anemia berat pada anak-anak yang berasal dari Italia.
Beliau menemukan adanya nukleasi sel darah merah yang masif pada sapuan apus
darah tepi, yang mana awalnya beliau pikir sebagai anemia eritroblastik, suatu
keadaan yang disebutkan oleh Von Jaksh sebelumnya. Namun tak lama kemudian,
Cooley menyadari bahwa eritroblastemia tidak spesifik dan esensial pada temuan
ini sehingga istilah anemia eritroblastik tidak dapat dipakai. Meskipun Cooley
curiga akan adanya pengaruh genetik dari kelainan ini, namun beliau gagal dalam
menginvestigasi orangtua sehat pada anak-anak yang mengidap kelainan ini.1
Di Eropa, Riette mendeskripsikan mengenai adanya anemia mikrositik
hipokromik ringan yang tak terjelaskan pada anak-anak keturunan Italia pada
tahun yang sama saat Cooley melaporan adanya bentuk anemia berat yang
akhirnya dinamakan mengikutinya namanya. Sebagi tambahan, Wintrobe di
1
Amerika Serikat melaporkan adanya anemia ringan pada kedua orangtua dari anak
yang mengidap anemia Cooley. Anemia ini sangat mirip dengan kelainan yang
ditemukan Riette. Baru setelah itu anemia Cooley dinyatakan sebagai bentuk
homozigot dari anemia hipokromik mikrositik ringan yang dideskripsikan oleh
Riette dan Wintrobe. Bentuk anemia berat ini kemudian dilabelisasi sebagai
thalassemia mayor dan bentuk ringannya dinamakan sebagai thalassemia minor.
Kata thalassemia berasal dari bahasa Yunani yaitu thalassa yang berarti ‘laut’
(mengarah ke Mediterania), dan emia, yang berarti ‘berhubungan dengan darah’.
2
BAB II
THALASSEMIA
2.1 Definisi Thalassemia
Thalassemia adalah sekelompok anemia hipokromik herediter dengan
berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi
total atau parsial gen globin dan substitusi, delesi, atau insersi nukleotida.
Akibat dari berbagai perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya
mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau pembentukan mRNA yang
cacat secara fungsional. Akibatnya adalah penurunan dan supresi total sintesis
rantai polipeptida Hb. Kira-kira 100 mutasi yang berbeda telah ditemukan
mengakibatkan fenotip thalassemia; banyak di antara mutasi ini adalah unik
untuk daerah geografi setempat. Pada umumnya, rantai globin yang disintesis
dalam eritrosit thalassemia secara struktural adalah normal. Pada bentuk
thalassemia-α yang berat, terbentuk hemoglobin hemotetramer abnormal (β4
atau γ4) tetapi komponen polipeptida globin mempunyai struktur normal.
Sebaliknya, sejumlah Hb abnormal juga menyebabkan perubahan hemotologi
mirip thalassemia.
Gen thalassemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini
merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama
meliputi daerah-daerah perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika,
Timur Tengah, sub-benua India, dan Asia Tenggara. Dari 3% sampai 8%
orang Amerika keturunan Itali atau Yunani dan 0,5 % dari kulit hitam
3
Amerika membawa gen untuk thalassemia-β. Di beberapa daerah Asia
Tenggara sebanyak 40 % dari populasi mempunyai satu atau lebih gen
thalassemia.2
2.2 Epidemiologi
Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari
thalassemia. Fakta ini mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit
turunan yang terbanyak; menyerang hampir semua golongan etnik dan
terdapat pada hampir seluruh negara di dunia.
Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu di
dunia. Thalassemia-β lebih sering ditemukan di negara-negara Mediteraniam
seperti Yunani, Itali, dan Spanyol. Banyak pulau-pulau Mediterania seperti
Ciprus, Sardinia, dan Malta, memiliki insidens thalassemia-β mayor yang
tinggi secara signifikan. Thalassemia-β juga umum ditemukan di Afrika
Utara, India, Timur Tengah, dan Eropa Timur. Sebaliknya, thalassemia-α
lebih sering ditemukan di Asia Tenggara, India, Timur Tengah, dan Afrika.3
2.2.1 Mortalitas dan Morbiditas
Thalassemia-α mayor adalah penyakit yang mematikan, dan
semua janin yang terkena akan lahir dalam keadaan hydrops fetalis
akibat anemia berat. Beberapa laporan pernah mendeskripsikan adanya
neonatus dengan thalassemia-α mayor yang bertahan setelah mendapat
transfusi intrauterin. Penderita seperti ini membutuhkan perawatan
medis yang ekstensif setelahnya, termasuk transfusi darah teratur dan
4
terapi khelasi, sama dengan penderita thalassemia-β mayor. Terdapat
juga laporan kasus yang lebih jarang mengenai neonatus dengan
thalassemia-α mayor yang lahir tanpa hydrops fetalis yang bertahan
tanpa transfusi intrauterin. Pada kasus ini, tingginya level Hb Portland,
yang merupakan Hb fungsional embrionik, diperkirakan sebagai
penyebab kondisi klinis yang jarang tersebut.4
Pada pasien dengan berbagai tipe thalassemia-β, mortalitas dan
morbiditas bervariasi sesuai tingkat keparahan dan kualitas perawatan.
Thalassemia-β mayor yang berat akan berakibat fatal bila tidak diterapi.
Gagal jantung akibat anemia berat atau iron overload adalah penyebab
tersering kematian pada penderita. Penyakit hati, infeksi fulminan, atau
komplikasi lainnya yang dicetuskan oleh penyakit ini atau terapinya
termasuk merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas pada bentuk
thalassemia yang berat.
Mortalitas dan morbiditas tidak terbatas hanya pada penderita
yang tidak diterapi; mereka yang mendapat terapi yang dirancang
dengan baik tetap berisiko mengalami bermacam-macam komplikasi.
Kerusakan organ akibat iron overload, infeksi berat yang kronis yang
dicetuskan transfusi darah, atau komplikasi dari terapi khelasi, seperti
katarak, tuli, atau infeksi, merupakan komplikasi yang potensial.
2.2.2 Usia
Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia
saat timbulnya gejala bervariasi secara signifikan. Dalam talasemia,
5
kelainan klinis pada pasien dengan kasus-kasus yang parah dan temuan
hematologik pada pembawa (carrier) tampak jelas pada saat lahir.
Ditemukannya hipokromia dan mikrositosis yang tidak jelas
penyebabnya pada neonatus, digambarkan di bawah ini, sangat
mendukung diagnosis.2
Gambar 1. Sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H pada neonatus
Namun, pada thalassemia-β berat, gejala mungkin tidak jelas
sampai paruh kedua tahun pertama kehidupan; sampai waktu itu,
produksi rantai globin γ dan penggabungannya ke Hb Fetal dapat
menutupi gejala untuk sementara.
Bentuk thalassemia ringan sering ditemukan secara kebetulan
pada berbagai usia. Banyak pasien dengan kondisi thalassemia-β
homozigot yang jelas (yaitu, hipokromasia, mikrositosis, elektroforesis
negatif untuk Hb A, bukti bahwa kedua orang tua terpengaruh)
mungkin tidak menunjukkan gejala atau anemia yang signifikan selama
beberapa tahun. Hampir semua pasien dengan kondisi tersebut
6
dikategorikan sebagai thalassemia-β intermedia. Situasi ini biasanya
terjadi jika pasien mengalami mutasi yang lebih ringan.
2.3 Patofisiologi
Thalassemia adalah kelainan herediter dari sintesis Hb akibat dari
gangguan produksi rantai globin. Penurunan produksi dari satu atau lebih
rantai globin tertentu (α,β,γ,δ) akan menghentikan sintesis Hb dan
menghasilkan ketidakseimbangan dengan terjadinya produksi rantai globin
lain yang normal.
Karena dua tipe rantai globin (α dan non-α) berpasangan antara satu
sama lain dengan rasio hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal, maka akan
terjadi produksi berlebihan dari rantai globin yang normal dan terjadi
akumulasi rantai tersebut di dalam sel menyebabkan sel menjadi tidak stabil
dan memudahkan terjadinya destruksi sel. Ketidakseimbangan ini merupakan
suatu tanda khas pada semua bentuk thalassemia. Karena alasan ini, pada
sebagian besar thalassemia kurang sesuai disebut sebagai hemoglobinopati
karena pada tipe-tipe thalassemia tersebut didapatkan rantai globin normal
secara struktural dan juga karena defeknya terbatas pada menurunnya
produksi dari rantai globin tertentu.
Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari rantai yang tereduksi.
Reduksi bervariasi dari mulai sedikit penurunan hingga tidak diproduksi sama
sekali (complete absence). Sebagai contoh, apabila rantai β hanya sedikit
diproduksi, tipe thalassemia-nya dinamakan sebagai thalassemia-β+,
7
sedangkan tipe thalassemia-β° menandakan bahwa pada tipe tersebut rantai β
tidak diproduksi sama sekali. Konsekuensi dari gangguan produksi rantai
globin mengakibatkan berkurangnya deposisi Hb pada sel darah merah
(hipokromatik). Defisiensi Hb menyebabkan sel darah merah menjadi lebih
kecil, yang mengarah ke gambaran klasik thalassemia yaitu anemia
hipokromik mikrositik. Hal ini berlaku hampir pada semua bentuk anemia
yang disebabkan oleh adanya gangguan produksi dari salah satu atau kedua
komponen Hb : heme atau globin. Namun hal ini tidak terjadi pada silent
carrier, karena pada penderita ini jumlah Hb dan indeks sel darah merah
berada dalam batas normal.
Pada tipe trait thalassemia-β yang paling umum, level Hb A2 (δ2/α2)
biasanya meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
rantai δ oleh rantai α bebas yang eksesif, yang mengakibatkan terjadinya
kekurangan rantai β adekuat untuk dijadikan pasangan. Gen δ, tidak seperti
gen β dan α, diketahui memiliki keterbatasan fisiologis dalam kemampuannya
untuk memproduksi rantai δ yang stabil; dengan berpasangan dengan rantai α,
rantai δ memproduksi Hb A2 (kira-kira 2,5-3% dari total Hb). Sebagian dari
rantai α yang berlebihan digunakan untuk membentuk Hb A2, dimana sisanya
(rantai α) akan terpresipitasi di dalam sel, bereaksi dengan membran sel,
mengintervensi divisi sel normal, dan bertindak sebagai benda asing sehingga
terjadinya destruksi dari sel darah merah. Tingkat toksisitas yang disebabkan
oleh rantai yang berlebihan bervariasi berdasarkan tipe dari rantai itu sendiri
8
(misalnya toksisitas dari rantai α pada thalassemia-β lebih nyata dibandingkan
toksisitas rantai β pada thalassemia-α).
Dalam bentuk yang berat, seperti thalassemia-β mayor atau anemia
Cooley, berlaku patofisiologi yang sama dimana terdapat adanya substansial
yang berlebihan. Kelebihan rantai α bebas yang signifikan akibat kurangnya
rantai β akan menyebabkan terjadinya pemecahan prekursor sel darah merah
di sumsum tulang (eritropoesis inefektif).
2.3.1 Produksi Rantai Globin
Untuk memahami perubahan genetik pada thalassemia, kita perlu
mengenali dengan baik proses fisiologis dari produksi rantai globin
pada orang sehat atau normal. Suatu unit rantai globin merupakan
komponen utama untuk membentuk Hb : bersama-sama dengan Heme,
rantai globin menghasilkan Hb. Dua pasangan berbeda dari rantai
globin akan membentuk struktur tetramer dengan Heme sebagai intinya.
Semua Hb normal dibentuk dari dua rantai globin α (atau mirip-α) dan
dua rantai globin non-α. Bermacam-macam tipe Hb terbentuk,
tergantung dari tipe rantai globin yang membentuknya. Masing-masing
tipe Hb memiliki karakteristik yang berbeda dalam mengikat oksigen,
biasanya berhubungan dengan kebutuhan oksigen pada tahap-tahap
perkembangan yang berbeda dalam kehidupan manusia.3
Pada masa kehidupan embrionik, rantai ζ(rantai mirip-α)
berkombinasi dengan rantai γ membentuk Hb Portland (ζ2γ2) dan
dengan rantai ε untuk membentuk Hb Gower-1 (ζ2ε2). Selanjutnya,
9
ketika rantai α telah diproduksi, dibentuklah Hb Gower-2, berpasangan
dengan rantai ε (α2ε2). Hb Fetal dibentuk dari α2γ2 dan Hb dewasa
primer (Hb A) dibentuk dari α2β2. Hb fisiologis yang ketiga, Hb A2,
dibentuk dari rantai α2δ2.
Gambar 2. Gen rantai α yang berduplikasi pada kromosom 16
berpasangan dengan rantai-rantai non-α untuk memproduksi bermacam-
macam Hb normal.
2.3.2 Patofisiologi seluler
Kelainan dasar dari semua tipe thalassemia adalah
ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Namun, konsekuensi
akumulasi dari produksi rantai globin yang berlebihan berbeda-beda
pada tiap tipe thalassemia. Pada thalassemia-β, rantai α yang
berlebihan, tidak mampu membentuk Hb tetramer, terpresipitasi di
dalam prekursor sel darah merah dan, dengan berbagai cara,
menimbulkan hampir semua gejala yang bermanifestasi pada sindroma
thalassemia-β; situasi ini tidak terjadi pada thalassemia-α.
10
Rantai globin yang berlebihan pada thalassemia-α adalah rantai γ
pada tahun-tahun pertama kehidupan, dan rantai β pada usia yang lebih
dewasa. Rantai-rantai tipe ini relatif bersifat larut sehingga mampu
membentuk homotetramer yang, meskipun relatif tidak stabil, mampu
tetap bertahan (viable) dan dapat memproduksi molekul Hb seperti Hb
Bart (γ4) dan Hb H (β4). Perbedaan dasar pada dua tipe utama ini
mempengaruhi perbedaan besar pada manifestasi klinis dan tingkat
keparahan dari penyakit ini.
Rantai α yang terakumulasi di dalam prekursor sel darah merah
bersifat tidak larut (insoluble), terpresipitasi di dalam sel, berinteraksi
dengan membran sel (mengakibatkan kerusakan yang signifikan), dan
mengganggu divisi sel. Kondisi ini menyebabkan terjadinya destruksi
intramedular dari prekursor sel darah merah. Sebagai tambahan, sel-sel
yang bertahan yang sampai ke sirkulasi darah perifer dengan
intracellular inclusion bodies (rantai yang berlebih) akan mengalami
hemolisis; hal ini berarti bahwa baik hemolisis maupun eritropoesis
inefektif menyebabkan anemia pada penderita dengan thalassemia-β.
Kemampuan sebagian sel darah merah untuk mempertahankan
produksi dari rantai γ, yang mampu untuk berpasangan dengan sebagian
rantai α yang berlebihan untuk membentuk Hb F, adalah suatu hal yang
menguntungkan. Ikatan dengan sebagian rantai berlebih tidak diragukan
lagi dapat mengurangi gejala dari penyakit dan menghasilkan Hb
tambahan yang memiliki kemampuan untuk membawa oksigen.
11
Selanjutnya, peningkatan produksi Hb F sebagai respon terhadap
anemia berat, menimbulkan mekanisme lain untuk melindungi sel darah
merah pada penderita dengan thalassemia-β. Peningkatan level Hb F
akan meningkatkan afinitas oksigen, menyebabkan terjadinya hipoksia,
dimana, bersama-sama dengan anemia berat akan menstimulasi
produksi dari eritropoetin. Akibatnya, ekspansi luas dari massa eritroid
yang inefektif akan menyebabkan ekspansi tulang berat dan deformitas.
Baik penyerapan besi dan laju metabolisme akan meningkat,
berkontribusi untuk menambah gejala klinis dan manifestasi
laboratorium dari penyakit ini. Sel darah merah abnormal dalam jumlah
besar akan diproses di limpa, yang bersama-sama dengan adanya
hematopoesis sebagai respon dari anemia yang tidak diterapi, akan
menyebabkan splenomegali masif yang akhirnya akan menimbulkan
terjadinya hipersplenisme.
Apabila anemia kronik pada penderita dikoreksi dengan transfusi
darah secara teratur, maka ekspansi luas dari sumsum tulang akibat
eritropoesis inefektif dapat dicegah atau dikembalikan seperti semula.
Memberikan sumber besi tambahan secara teori hanya akan lebih
merugikan pasien. Namun, hal ini bukanlah masalah yang sebenarnya,
karena penyerapan besi diregulasi oleh dua faktor utama : eritropoesis
inefektif dan jumlah besi pada penderita yang bersangkutan.
Eritropoesis yang inefektif akan menyebabkan peningkatan absorpsi
besi karena adanya downregulation dari gen HAMP, yang
12
memproduksi hormon hepar yang dinamakan hepcidin, regulator utama
pada absorpsi besi di usus dan resirkulasi besi oleh makrofag. Hal ini
terjadi pada penderita dengan thalassemia intermedia.
Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif
dapat diperbaiki, dan terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin;
sehingga penyerapan besi akan berkurang dan makrofag akan
mempertahankan kadar besi.2
Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis),
absorpsi besi menurun akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun,
hal ini tidak terjadi pada penderita thalassemia-β berat karena diduga
faktor plasma menggantikan mekanisme tersebut dan mencegah
terjadinya produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung
meskipun penderita dalam keadaan iron overload.
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja
hormon lain bernama ferroportin, yang mentransportasikan besi dari
enterosit dan makrofag menuju plasma dan menghantarkan besi dari
plasenta menuju fetus. Ferroportin diregulasi oleh jumlah penyimpanan
besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga menjelaskan mengapa
penderita dengan thalassemia-β yang memiliki jumlah besi yang sama
memiliki jumlah ferritin yang berbeda sesuai dengan apakah mereka
mendapat transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai contoh, penderita
thalassemia-β intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah
memiliki jumlah ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan
13
penderita yang mendapatkan transfusi darah secara teratur, meskipun
keduanya memiliki jumlah besi yang sama.
Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan
kuat dengan protein pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron
overload, seperti pada thalassemia berat, transferrin tersaturasi, dan besi
bebas ditemukan di plasma. Besi ini cukup berbahaya karena memiliki
material untuk memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan
terakumulasi pada organ-organ, seperti jantung, kelenjar endokrin, dan
hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organ-organ tersebut
(organ damage).
2.3.3 Hipotesa Malaria
Pada tahun 1949, Haldane menyatakan adanya suatu keuntungan
selektif untuk bertahan hidup pada individu dengan trait thalassemia
pada daerah endemik malaria. Hardane berpendapat bahwa penyakit sel
darah merah letal seperti pada thalassemia, anemia sel sabit, dan
defisiensi G6PD terdapat hampir secara eksklusif pada daerah tropis
dan subtropis. Insidens dari mutasi genetik ini pada populas tertentu
merefleksikan adanya keseimbangan antara kematian dini pada
penderita homozigot dengan peningkatan kesehatan pada penderita
heterozigot.
Mekanisme proteksi terhadap malaria pada penderita trait
thalassemia belum jelas. Sel Hb F telah didemonstrasikan dapat
menghambat pertumbuhan parasit malaria, dan, berdasarkan tingginya
14
level Hb F tersebut pada bayi dengan trait thalassemia-β, malaria
serebral fatal yang diketahui dapat menyebabkan kematian pada bayi
tersebut dapat dicegah. Sel darah merah pada penderita Penyakit Hb H
juga memiliki semacam efek supresif terhadap pertumbuhan parasit.
Namun efek ini tidak ditemukan pada penderita dengan trait
thalassemia-α.
2.4 Klasifikasi Thalassemia dan Presentasi Klinisnya
Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalasemia; masing-masing
melibatkan penurunan produksi satu atau lebih rantai globin, yang
membentuk bermacam-macam jenis Hb yang ditemukan pada sel darah
merah. Jenis yang paling penting dalam praktek klinis adalah sindrom yang
mempengaruhi baik atau sintesis rantai α maupun β.6
2.4.1 Thalassemia-α
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis
globin-α banyak ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania,
dan sebagian besar Asia. Delesi gen globin-α menyebabkan sebagian
besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin-α pada individu normal,
dan empat bentuk thalassemia-α yang berbeda telah diketahui sesuai
dengan delesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen ini.
15
Tabel 1. Thalassemia-α
Genotip Jumlah gen α Presentasi KlinisHemoglobin Elektroforesis
Saat Lahir > 6 bulanαα/αα 4 Normal N N-α/αα 3 Silent carrier 0-3 % Hb Barts N
--/αα atau –α/-α
2 Trait thal-α 2-10% Hb Barts N
--/-α 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb Bart Hb H--/-- 0 Hydrops fetalis >75% Hb Bart -
Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Bart’s = γ4, HbH = β4
a. Silent carrier thalassemia-α
o Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum,
biasanya ditemukan secara kebetulan diantara populasi, seringnya
pada etnik Afro-Amerika. Seperti telah dijelaskan sebelumnya,
terdapat 2 gen α yang terletak pada kromosom 16.
o Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16
menghilang, menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita
sehat secara hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah
eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam beberapa
pemeriksaan.
o Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan
pemeriksaan elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain
yang lebih canggih. Bisa juga dicari akan adanya kelainan
hematologi pada anggota keluarga ( misalnya orangtua) untuk
mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu
orangtua yang menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis
tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang cukup kuat
menuju diagnosis thalasemia.
16
b. Trait Thalassemia-α
o Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel
darah merah yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya
2 gen α pada satu kromosom 16 atau satu gen α pada masing-
masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia
Tenggara, subbenua India, dan Timur Tengah.
o Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4)
dapat ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan,
Hb Barts tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas
normal.
Gambar 3. Thalassemia alpha menurut hukum Mendel
c. Penyakit Hb H
o Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α,
merepresentasikan thalassemia-α intermedia, dengan anemia
17
sedang sampai berat, splenomegali, ikterus, dan jumlah sel darah
merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang
diwarnai dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah
merah yang diinklusi oleh rantai tetramer β (Hb H) yang tidak
stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga menampilkan
gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz
bodies.
Gambar 4. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit
Hb H yang menunjukkan Heinz-Bodies
d. Thalassemia-α mayor
o Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua
gen globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali.
o Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka
tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada
bayi yang menderita, dan karena γ4 memiliki afinitas oksigen yang
tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga
18
mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2),
yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen.
o Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi
yang lahir hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat
hidropik, dengan gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat.
Yang dapat hidup dengan manajemen neonatus agresif juga nantinya
akan sangat bergantung dengan transfusi.
e. Thalassemia-β
Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari
thalassemia-β; antara lain :
1) Silent carrier thalassemia-β
a) Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai
eritrosit yang rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan
merepresentasikan suatu thalassemia-β+.
b) Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan
yang dapat diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk
keadaan ini, jika diwariskan bersama-sama dengan gen untuk
thalassemia-β°, menghasilkan sindrom thalassemia intermedia.
19
Gambar 5. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel
2) Trait thalassemia-β
Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan
elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb
A2, Hb F, atau keduanya
Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah
sebagai anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak
tepat dengan preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90%.
20
individu dengan trait thalassemia-β mempunyai peningkatan Hb-A2
yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai
sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang
benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar
dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ. Thalassemia-
β yang terkait dengan variasi struktural rantai β.
Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media
hingga seberat thalassemia-β mayo. Ekspresi gen homozigot
thalassemia (β+) menghasilkan sindrom mirip anemia Cooley yang tidak
terlalu berat (thalassemia intermedia). Deformitas skelet dan
hepatosplenomegali timbul pada penderita ini, tetapi kadar Hb mereka
biasanya bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa transfusi. Kebanyakan bentuk
thalassemia-β heterozigot terkait dengan anemia ringan. Kadar Hb khas
sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai normal menurut umur.
Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis,
ovalositosis, dan seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin
juga ditemukan tapi biasanya tidak mencolok dan tidak spesifik untuk
thalassemia. MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan MCH juga rendah (<26
pg). Penurunan ringan pada ketahanan hidup eritrosit juga dapat
diperlihatkan, tetapi tanda hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi
serum normal atau meningkat. Thalassemia-β° homozigot (Anemia
Cooley, Thalassemia Mayor).
21
Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama
6 bulan kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada
penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal
jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita
meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.
Ada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang
menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan
eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-
tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi
masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk
wajah yang khas.
Gambar 6. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor
(Facies Cooley)
22
Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan
coklat kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis
ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa
mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan
ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.
Gambar 7. Splenomegali pada thalassemia
Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua, pubertas
terlambat atau tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder.
Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin
terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung
kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering
merupakan kejadian terminal.
Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β°
homozigot yang tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping
hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit yang
23
terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah besar eritrosit
yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi
intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan rantai α, juga
terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5
gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan
saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran
biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi
dalam eritrosit.
2.5 Stadium Thalassemia
Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan
jumlah kumulatif transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk
menentukan tingkat gejala yang melibatkan kardiovaskuler dan untuk
memutuskan kapan untuk memulai terapi khelasi pada pasien dengan
thalassemia-β mayor atau intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi
tiga kelompok, yaitu :
2.5.1 Stadium I
Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit
Packed Red Cells (PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada
echokardiogram (ECG) hanya ditemukan sedikit penebalan pada
dinding ventrikel kiri, dan elektrokardiogram (EKG) dalam 24 jam
normal.
2.5.2 Stadium II
24
Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit
PRC dan memiliki keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan
penebalan dan dilatasi pada dinding ventrikel kiri. Dapat ditemukan
pulsasi atrial dan ventrikular abnormal pada EKG dalam 24 jam
2.5.3 Stadium III
Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif,
menurunnya fraksi ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam
ditemukan pulsasi prematur dari atrial dan ventrikular.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
2.6.1 Darah Tepi :
Hb rendah dapat sampai 2-3 g%, Gambaran morfologi eritrosit :
mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan
makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling,
benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih
kurang khas. Retikulosit meningkat.
2.6.2 Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis
asidofil. Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
2.6.3 Pemeriksaan khusus :
a. Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
b. Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb .
2.6.4 Pemeriksaan pedigree
25
Kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait
(carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
2.6.5 Pemeriksaan lain :
a. Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis,
diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
Thalassemia. Lateral skull radiograph. Widening of the calvarium is
present; the outer table overlying the frontal region is obliterated and
new bone formation can be seen in the diploë, producing a "hair-on-
end" appearance. Note that the occipital bone is uninvolved. The
impressions of the calvarial vessels are enlarged.
26
Thalassemia. Overgrowth of the marrow in the facial bones and
calvaria has impeded the pneumatization of the paranasal sinuses and
mastoids. Only the ethmoidal sinus are well developed.
b. Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum
tulang sehingga trabekula tampak jelas.
27
2.7 Terapi
Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan
lanjut setelah diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak
diberikan kecuali memang dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera
dihentikan apabila nilai Hb yang potensial pada penderita tersebut telah
tercapai. Diperlukan konseling pada semua penderita dengan kelainan
genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko
untuk terkena penyakit thalassemia berat.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen
transfusi darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup.
Transfusi darah harus dimulai pada usia dini ketika anak mulai mengalami
gejala dan setelah periode pengamatan awal untuk menilai apakah anak dapat
mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi.
2.7.1 Transfusi Darah
a. Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap
pada level 9-9.5 gr/dL sepanjang waktu.
b. Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka
dibutuhkan suatu studi lengkap untuk keperluan pretransfusi.
Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi
hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis.
c. Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg
PRC dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya
28
merupakan regimen yang adekuat untuk mempertahankan nilai Hb
yang diinginkan.
d. Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin
sebelum transfusi untuk mencegah demam dan reaksi alergi.
2.7.2 Komplikasi Transfusi Darah
Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan
transmisi bahan infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita
thalassemia mayor biasanya lebih mudah untuk terkena infeksi
dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi.
Beberapa tahun lalu, 25% pasien yang menerima transfusi
terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insidens
tersebut sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan
penyebab utama hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan
thalassemia. Infeksi oleh organisme opurtunistik dapat menyebabkan
demam dan enteriris pada penderita dengan iron overload, khususnya
mereka yang mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO).
Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan
Gentamisin dan Trimetoprim-Sulfametoksazol.
2.7.3 Terapi Khelasi (Pengikat Besi)
a. Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi
dapat menunda onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa
pasien, bahkan dapat mencegah kelainan jantung tersebut.
29
b. Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan
kompleks hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute
pemberiannya sangat penting untuk mencapai tujuan terapi, yaitu
untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih banyak diekskresi
dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka
rute pemberiannya harus melalui parenteral (intravena,
intramuskular, atau subkutan).
c. Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan
selama 8-12 jam saat pasien tidur selama 5 hari/minggu.
2.7.4 Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)
TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk
thalassemia yang saat ini diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH
berhubungan dengan adanya hepatomegali, fibrosis portal, dan terapi
khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan. Prognosis bagi
penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%, sedangkan
pada penderita yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Meskipun
transfusi darah tidak diperlukan setelah transplantasi sukses dilakukan,
individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk
menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk
memulai pengobatan tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis
jangka panjang pasca transplantasi , termasuk fertilitas, tidak diketahui.
Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi daripada
30
biaya transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus
dipertimbangkan.
2.7.5 Terapi Bedah
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang
digunakan pada pasien dengan thalassemia. Limpa diketahui
mengandung sejumlah besar besi nontoksik (yaitu, fungsi
penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah merah
dan distribusi besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan
sebelum memutuskan melakukan splenektomi.. Limpa berfungsi
sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga melindungi
seluruh tubuh dari besi tersebut. Pengangkatan limpa yang terlalu dini
dapat membahayakan.
Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi
hiperaktif, menyebabkan penghancuran sel darah merah yang
berlebihan dan dengan demikian meningkatkan kebutuhan transfusi
darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi besi.
Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan
lebih dari 200-250 mL / kg PRC per tahun untuk mempertahankan
tingkat Hb 10 gr / dL karena dapat menurunkan kebutuhan sel darah
merah sampai 30%.
31
Gambar 8. Splenektomi
Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak
prosedur sekarang dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur
ditunda bila memungkinkan sampai anak berusia 4-5 tahun atau lebih.
Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu diberikan untuk
setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah
Aspirin® setiap hari juga bermanfaat jika platelet meningkat menjadi
lebih dari 600.000 / μL pasca splenektomi.
2.7.6 Diet
Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen
sebagai berikut : asam folat, asam askorbat dosis rendah, dan alfa-
tokoferol. Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya
32
akan zat besi juga dihindari. Kopi dan teh diketahui dapat membantu
mengurangi penyerapan zat besi di usus.
2.8 Skrining
Dapat dilakukan skrining premarital dengan menggunakan pedigree.
Atau bisa juga dilakukan pemeriksaan terhadap setiap wanita hamil berdasar
ras, melalui ukuran eritrosit, kadar Hb A2 (meningkat pada thalassemia-β).
Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis rantai
α.
2.9 Prognosis
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia.
Seperti dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat
bervariasi dari ringan bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa.
33
SIMPULAN
Thalassemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan.
Thalassemia ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah,
India sampai Asia Tenggara. Thalassemia memiliki dua tipe utama berdasarkan
rantai globin yang hilang pada hemoglobin individu yaitu Thalassemia-α dan
thalassemia-β, yang nantinya akan dibagi lagi menjadi beberapa subtipe
berdasarkan derajat mutasi (secara genetik) ataupun berat ringannya gejala.
Thalassemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan.
Heterozigot biasanya tanpa gejala, sedangkan homozigot atau gabungan
heterozigot gejalanya lebih berat dari thalassemia α dan β. Terapi thalassemia
antara lain adalah terapi transfusi, terapi pengikat besi (khelasi), splenektomi, dan
transplantasi sumsum tulang. Masing-masing terapi memiliki kriteria dan efek
samping tertentu sehingga perlu dipertimbangkan secara seksama. Konseling
mengenai thalassemia sangat diperlukan untuk skrining dan pemahaman terhadap
penderita. Sampai saat ini, penderita thalassemia yang berat biasanya tidak dapat
bertahan hingga mencapai usia dewasa normal meskipun kemungkinan ini tidak
tertutup sama sekali.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. Edisi
ke-15. Jakarta : EGC ; 1996
2. Erythropoesis. November 4, 2009 (cited December 6, 2009) Available at
http://en.wikipedia.org/wiki/Erythropoiesis
3. Hemoglobine. December 9, 2009 (cited December 12, 2009). Available at
http://en.wikipedia.org/wiki/Hemoglobin
4. Hay WW, Levin MJ. Current Diagnosis and Treatment in Pediatrics. 18th
Edition. New York : Lange Medical Books/ McGraw Hill Publishing
Division ; 2007
5. Permono B, Sutaryo, dkk. Buku Ajar Hemotologi-Onkologi Anak Cetakan
Kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia ; 2006
6. Yaish HM. Thalassemia. July 29, 2009 (cited December 5, 2009). Available
at : http://emedicine.medscape.com/article/958850-followups
35
Recommended