View
497
Download
8
Category
Preview:
DESCRIPTION
ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN PERTAMBANGAN(Studi Kasus : Pertambangan Kapur dan Tanah Liat PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. di Kecamatan Kayen dan Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah)
Citation preview
ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN PERTAMBANGAN
(Studi Kasus : Pertambangan Kapur dan Tanah Liat PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. di
Kecamatan Kayen dan Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah)
Oleh :
1 Ajeng Swariyanatar Putri_19310853
2 Diah Tri Budi Lestari_19310869
3 Ginas Septian Nurfakhri_19310883
Sarmag Teknik Sipil Universitas Gunadarma
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu kabupaten yang memiliki
potensi sumberdaya pertambangan di Jawa
Tengah adalah Kabupaten Pati. Beberapa
potensi pertambangan yang ada di Kabupaten
Pati antara lain adalah bahan galian atau
tambang Trass, Phospat, Batugamping,
Lempung, Kalsit, Sirtu Batugamping,
Batugamping pasiran, Andesit, Sirtu Andesit,
Andesit pasir dan Pasir Besi. Besarnya
perkiraan cadangan masing-masing potensi
tambang tersebut adalah tambang Trass
12.117.600 ton, Phospat 1.878.310 ton,
Batukapur 3.975.570.000 ton, Tanah Liat atau
Lempung 1.790.768.000 ton, Kalsit 1.620 ton,
Sirtu Batugamping 907.000 ton,
Batugamping Pasiran 655.820.000 ton,
Andesit 10.923.000.000 ton, Sirtu Batuan
Beku 4.899.840 ton, Andesit pasir
227.470.000 ton dan Pasir Besi 54.250 ton.
Kecamatan Kayen dan Kecamatan Sukolilo di
Kabupaten Pati, Jawa Tengah, menyimpan
dua jenis barang tambang yang didayagunakan
oleh PT. Semen Gresik yaitu tanah liat dan
batu kapur. Lokasi Kuasa Pertambangan (KP)
itu sendiri terletak di daerah kawasan
Pegunungan Kendeng Utara.
PT Semen Gresik (Persero) Tbk.
merupakan perusahaan yang bergerak di
bidang industri semen. Diresmikan di Gresik
pada tanggal 7 Agustus 1957 oleh Presiden RI
pertama dengan kapasitas terpasang 250.000
ton semen per tahun. Pad atanggal 8 Juli 1991
Semen Gresik tercatat di Bursa Efek Jakarta
dan Bursa Efek Surabaya serta merupakan
BUMN pertama yang go public dengan
menjual 40 juta lembar saham kepada
masyarakat. Komposisi pemegang sahamnya
adalah Negara RI 73% dan masyarakat 27%.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 54 tahun 1971 tanggal 8
September 1971, Pabrik Semen Tonasa
ditetapkan sebagai Badan Usaha Milik Negara
yang berbentuk Perusahaan Umum (Perum).
Kemudian, dengan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 1 tahun 1975 tanggal
9 Januari 1975 bentuk Perum tersebut diubah
menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).
Dalam rangka memenuhi kebutuhan
semen yang semakin meningkat, berdasarkan
persetujuan Bappenas No. 032/XC-LC/B.V/76
dan No. 2854/D.1/IX/76 tanggal 2 September
1976 dibangun pabrik Semen Tonasa Unit II.
Pabrik yang merupakan hasil kerjasama
Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah
Kanada ini beroperasi pada 1980 dengan
kapasitas 510.000 ton semen/tahun dan
dioptimalisasi menjadi 590.000 ton
semen/tahun pada 1991.
1.2. Rumusan Masalah
Dampak apa saja yang ditimbulkan dari
pertambangan kapur oleh PT. Semen Gresik
(Persero) Tbk.
Solusi apa saja yang dapat dilakukan
untuk meminimalisir dampak yang terjadi
akibat pertambangan kapur oleh PT. Semen
Gresik (Persero) Tbk.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pertambangan
Pertambangan adalah rangkaian kegiatan
dalam rangka upaya pencarian, penambangan
(penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan
penjualan bahan galian (mineral, batubara,
panas bumi, migas).
Paradigma baru kegiatan industri
pertambangan ialah mengacu pada konsep
Pertambangan yang berwawasan Lingkungan
dan berkelanjutan, yang meliputi :
Penyelidikan Umum (prospecting)
Eksplorasi : eksplorasi pendahuluan,
eksplorasi rinci
Studi kelayakan : teknik, ekonomik,
lingkungan (termasuk studi amdal)
Persiapan produksi (development,
construction)
Penambangan (Pembongkaran,
Pemuatan,Pengangkutan, Penimbunan)
Reklamasi dan Pengelolaan Lingkungan
Pengolahan (mineral dressing)
Pemurnian / metalurgi ekstraksi
Pemasaran
Corporate Social Responsibility (CSR)
Pengakhiran Tambang (Mine Closure)
2.2. Semen
Semen adalah zat yang digunakan untuk
merekat batu, bata, batako, maupun bahan
bangunan lainnya. Sedangkan kata semen
sendiri berasal dari caementum (bahasa
Latin), yang artinya "memotong menjadi
bagian-bagian kecil tak beraturan". Meski
sempat populer di zamannya, nenek moyang
semen made in Napoli ini tak berumur
panjang. Menyusul runtuhnya Kerajaan
Romawi, sekitar abad pertengahan (Tahun
1100-1500 M) resep
ramuan pozzuolana sempat menghilang dari
peredaran.
3. DAMPAK YANG TIMBUL
3.1. Dampak Lingkungan
Perusakan yang terjadi adalah berubahnya
fungsi lahan yang semula masih terdapat
variasi tanaman menjadi lahan yang tidak
beraturan akibat bekas penambangan yang
tidak dikembalikan pada posisi sebenarnya
dalam arti menjadi lahan yang produktif.
Gangguan pada masyarakat hanya terjadi
pada saat pengangkutan bahan galian
kapur tersebut untuk di bawa ke
pengumpul yaitu timbulnya kebisingan
dan pencemaran udara yang diakibatkan
oleh lalu lalangnya kendaraan/armada
pengangkut kapur tersebut.
Dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan
pengangkutan bahan tambang kapur antara
lain gangguan pernapasan saluran atas
yang ditimbulkan dari debu atau asap serta
gangguan pendengaran yang ditimbulkan
dari knalpot kendaraan pengangkut.
Mereka kembali mengkhawatirkan
rusaknya lingkungan akibat pendirian
pabrik semen yang mengandalkan bahan
baku dari penambangan batu kapur.
Mereka juga mengkhawatirkan hilangnya
sumber air yang sangat diperlukan untuk
lahan pertanian.
Rusaknya jalan penghubung antar dusun
sepanjang 5 km untuk kepentingan
pertambangan dan memaksa warga
memutar melalui jalan alternatif yang
panjangnya 3 kali lipat dari jalan
sebelumnya.
Masyarakat sekitar menilai, eksploitasi
akan menjadi awal rusaknya lahan.
3.2. Dampak Sosial
Perpindahan tempat tinggal yang berarti
tergusurnya masyarakat lokal dan
digantikan oleh masyarakat pendatang
yang memiliki modal lebih besar.
Hilangnya mata pencaharian sebagian
besar masyarakat wilayah Pati Selatan
yang menggantungkan hidupnya pada
keberadaan lahan pertanian.
Hilangnya semangat kebersamaan
dikarenakan tenaga kerja yang diserap
oleh industri semen jelas tidak akan
menampung seluruh tenaga kerja yang
telah kehilangan lahan pertanian. Kondisi
ini jelas akan memicu persaingan yang
menjurus pada konflik pada masyarakat
sekitar lokasi pabrik semen.
Rusaknya tatanan sosial dan budaya
karena proses industrialisasi jelas akan
memunculkan banyaknya tempat-tempat
hiburan yang cenderung menuju ke arah
kemaksiatan.
4. ANALISIS PERMASALAHAN
Operasional penambangan galian C
terutama kapur di Kabupaten Pati tidak
terlepas dari perijinan yang dikeluarkan oleh
pemeritah Kabupaten Pati. Sementara itu, ijin
pertambangan daerah kawasan Pegunungan
Kendeng Utara yang tercatat PT. Semen
Gresik menduduki peringkat terbanyak ijin
penambangan galian C berupa tanah liat dan
batu kapur. Daerah Kuasa Pertambangan
PT.Semen Gresik bukan merupakan daerah
yang subur karena termasuk lahan gersang
karena mempunyai jenis tanah campuran
antara kapur dan phospat.
Pada awal kegiatan penambangan kapur
dilaksanakan, akan terjadi perusakan lahan
yang diakibatkan oleh penggalian bahan
tambang tersebut. Perusakan yang terjadi
adalah berubahnya fungsi lahan yang semula
masih terdapat variasi tanaman menjadi lahan
yang tidak beraturan akibat bekas
penambangan yang tidak dikembalikan pada
posisi sebenarnya dalam arti menjadi lahan
yang produktif.
Sesuai anjuran United Nations
Environmental Programme (UNEP, 1999)
menggolongkan dampak yang timbul dari
kegiatan pertambangan antara lain:
Perlindungan ekosistem/habitat/biodiversity di
sekitar lokasi pertambangan. Untuk itu perlu
perlindungan dengan upaya pengembalian
fungsi lahan dengan memberikan
tanggungjawab kepada pemilik penambangan
baik perusahaan maupun perorangan untuk
tetap memperhatikan lingkungan hidup. Bekas
penambangan perlu dilakukan pengurugan
kembali kemudian dilakukan pemadatan serta
penanaman pohon sehingga nantinya kondisi
pada wilayah tersebut tetap terjaga.
Upaya tersebut di atas harus tetap
dilakukan dengan maksimal agar tidak
menganggu sumber daya lingkungan yang ada
terutama sumber daya air. Sumber daya air
harus tetap dijaga kelestariannya agar tetap
dapat digunakan oleh generasi sekarang
maupun generasi yang akan datang, upaya
seperti ini adalah salah satu upaya dalam
pembangunan berwawasan lingkungan.
Untuk mengantisipasi kondisi lingkungan
agar tetap terjaga maka perlu dilakukan
pemantauan lingkungan oleh pihak terkait
secaa konsisten sehingga upaya pengelolaan
tidak berhenti begitu saja. Pemantauan
lingkungan lahan ini dapat dilakukan setiap
enam (6) bulan sekali. Sesuai saran Otto
(1991) bahwa apabila hubungan timbal balik
antara manusia dengan komponen-komponen
alam terlaksana tidak seimbang, maka akan
mengakibatkan adanya kerusakan lingkungan
fisik, ekonomi, sosial dan budaya.
Berdasarkan hasil pengukuran (Bappeda,
2008) menunjukkan bahwa kualitas udara
ambien pada kondisi rona awal di tapak
proyek dan sekitarnya secara umum masih
baik dan masih memenuhi nilai ambang batas
baku mutu kualitas udara ambien menurut
Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 8
tahun 2001, Tentang Baku Mutu Udara
Ambien di Jawa Tengah. Berdasarkan hasil
pengukuran kebisingan menunjukkan bahwa
tingkat bising di tapak proyek dan sekitarnya
antara 65.69 dBA – 69,26 dBA. Tingkat
bising ini masih memenuhi baku tingkat
kebisingan menurut Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun
1996 dengan peruntukan kawasan wisata (70
dBA).
Hal sesuai dengan United Nations
Environmental Programme (UNEP,
1999) menggolongkan dampak yang timbul
dari kegiatan pertambangan antara lain limbah
tambang dan pembuangan tailing yang pada
ujungnya terjadi pencemaran air dan
lingkungan hidup. Hal ini perlu diantisipasi
sesuai dengan pendapat Zein (2005)
bahwa hubungan timbal balik antara manusia
dengan komponen-komponen alam harus
berlangsung dalam batas keseimbangan.
Dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan
penambangan phospat diperkirakan tidak
memberikan dampak yang berbahaya karena
letak/lokasi penambangan cukup jauh dari
permukiman warga sehingga dampak yang
ditimbulkan akibat kegiatan penambangan
tidak begitu dirasakan oleh masyarakat.
Gangguan pada masyarakat hanya terjadi pada
saat pengangkutan bahan galian kapur tersebut
untuk di bawa ke pengumpul yaitu timbulnya
kebisingan dan pencemaran udara yang
diakibatkan oleh lalu lalangnya
kendaraan/armada pengangkut kapur tersebut.
Gangguan tersebut akan sangat terasa jika
armada yang lewat cukup banyak setiap
harinya..
Dampak dari aktivitas pengangkutan
tersebut jika tidak ditangani dengan maksimal
maka dapat memberikan dampak negatif pada
masyarakat yang dilalui oleh aktifitas tersebut.
Dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan
pengangkutan bahan tambang kapur antara
lain gangguan pernapasan saluran atas yang
ditimbulkan dari debu atau asap serta
gangguan pendengaran yang ditimbulkan dari
knalpot kendaraan pengangkut. Kondisi
seperti ini jika tidak segera ditangani dengan
baik dan maksimal maka dalam jangka
panjang nantinya dapat merugikan masyarakat
sekitar yang dilewati oleh armada tersebut
yaitu menurunnya tingkat kesehatan
masyarakat sehingga dapat berpengaruh
terhadap mata pencaharian sehari-hari. Hal ini
sama dengan pandangan United Nations
Environmental Programme (UNEP, 1999)
menggolongkan dampak yang timbul dari
kegiatan pertambangan, antara lain kesehatan
masyarakat dan pemukiman di sekitar
tambang.
5. SOLUSI
5.1. Usaha yang Dilakukan PT. Semen
Gresik (Persero) Tbk.
Dalam melakukan pengelolaan
lingkungan, PT. Semen Gresik membuat
program CSR (Corporate Social
Responsibility) yang bertujuan menunjang
pembangunan masyarakat yang berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan hidup.
PT. Semen Gresik mengambil inisiatif
untuk memadukan berbagai fungsi pelestarian
lingkungan hidup yang terintegrasi ke dalam
kebijaksanaan perusahaan, penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan,
pemulihan, dan pengendalian lingkungan
hidup.
Berikut merupakan beberapa usaha
yang dilakukan PT. Semen Gresik, yaitu:
1. Penghijauan
Mendukung program penghijauan yang
dicanangkan pemerintah, PT. Semen Gresik
dengan menggunakan dana TJSL telah
mengeluarkan dana sebesar Rp. 2,7 milyar
yang berupa pemberian bibit pepohonan jenis
Mahoni, Trembesi, Sengon, Matoa, dan Jambu
Mente yang diperuntukkan bagi penghijauan
dibeberapa wilayah kabupaten di Jawa Timur,
Kabupaten Rembang dan Kabupaten Pati –
Jawa Tengah.
Gambar 3.1 Pabrik PT. Semen Gresik di
Kabupaten Pati Sumber: http://csrsemengresik.com, 2011
2. Program Green Belt
Peningkatan Greenhouse Gases (GHG)
emissions atau emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
akibat pertumbuhan ekonomi dan penduduk
selama dua abad terakhir telah memperburuk
dampak dari pemanasan global, yang dapat
mengarah pada perubahan iklim yang tidak
dapat dipulihkan.
Sabuk Hijau (Green Belt), merupakan
upaya untuk menjaga kualitas lingkungan,
salah satu syarat dalam Clean Development
Mechanism (CDM). Clean Development
Mechanism (CDM) project atau Proyek
Mekanisme Pembangunan Bersih merupakan
suatu upaya/usaha dalam rangka mengurangi
dampak dari pemanasan global. Salah satu
penyebab dari pemanasan global adalah
adanya emisi CO2 yang dihasilkan dari
berbagai proses dalam industri.
Indonesia meratifikasi Perubahan Iklim
melalui UU No. 6 Tahun 1994. Sedangkan
ratifikasi Protokol Kyoto disetujui oleh DPR
tanggal 28 Juni 2004. Di Indonesia Komisi
Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih
(KOMNAS MPB) merupakan lembaga yang
memiliki otoritas memberikan persetujuan
proyek CDM. Ada beberapa program di SGG
dalam upaya mengurangi dampak dari
pemanasan global (Global Warming) yaitu:
1. Pemakaian bahan bakar alternatif, yaitu
biomass (sekam padi) yang berbasis nabati
2. Efisiensi energy, semakin kecil listrik
yang dibangkitkan maka semakin kecil
pula pemakaian bahan bakar, sehingga
mampu mereduksi emisi CO2.
3. CDMÂ (Clean Development Mechanism)
Gambar 3.2 Hasil Uji Rata-rata Konsentrasi di
Cerobong Pabrik Tahun 2010 Sumber: http://csrsemengresik.com, 2011
Area green belt yang menempati sekeliling
area terluar selebar 50 meter di area sepanjang
penambangan ini ditanami dengan beberapa
jenis pepohonan, yaitu pohon mangga,
nangka, dan mahoni.
Tanaman tersebut dipilih, selain karena
manfaatnya juga karena pertimbangan
kesesuaian dengan kondisi tanahnya.
Pepohonan itu tak hanya menciptakan
lingkungan menjadi lebih sejuk sehingga
tanah yang dahulu kering dan gersang kini
berubah menjadi tempat yang nyaman untuk
hunian, dan sekaligus menjaga keseimbangan
alam, menahan debu akibat penambangan,
sebagai pengamanan area, serta menimbulkan
nilai ekonomis bagi masyarakat disekitar
pabrik.
Sementara itu, tanah bekas penambangan,
baik di Gresik maupun Tuban, dimanfaatkan
sebagai telaga buatan seperti di daerah Ngipik
Gresik, yang dapat dimanfaatkan untuk tempat
wisata. Sedangkan dibekas penambangan
tanah liat di Tuban juga dimanfaatkan untuk
pembudidayaan ikan air tawar sistem jala
apung ataupun keramba.
Aktivitas yang dilakukan dalam
mewujudkan hal itu melalui kegiatan
penghijauan / green belt, bantuan penyediaan
air bersih / sumur, pembuatan wisata air dan
pembuatan real estate bekas daerah tambang
dan juga penggunaan teknologi ramah
lingkungan antara lain electrostatic
precipitator (EP), pengelolaan air bersih
(water treatment) dan penampungan air hujan
berupa waduk yang dapat dipergunakan untuk
berbagai keperluan.
3. Efisiensi Pemakaian Air
Beberapa dekade silam, proses produksi
semen hanya mengenal teknologi berbasis
proses basah yang semua bahan bakunya
dicampur dengan air, untuk kemudian
dihancurkan dan diuapkan, lalu dibakar
hingga menghasilkan semen. Proses basah
tentu saja menyisakan persoalan pelik yang
berdampak langsung pada kelestarian
lingkungan, karena memanfaatkan air dalam
jumlah besar.
Gambar 3.3 Kolam Penampungan Air Hujan
Sumber: http://csrsemengresik.com, 2011
Seiring pengembangan teknologi yang
dilakukan para pelaku industri semen, kini
dikenal teknologi proses kering. Dengan
teknologi ini maka tidak lagi diperlukan
penggunaan air karena semua material
diproses menggunakan teknik penggilingan
dan blending, kemudian dibakar hingga
menghasilkan semen. Proses kering
mengandung keunggulan terutama terkait
pelestarian lingkungan, karena tidak lagi
menggunakan air dalam proses produksi
semen.
Namun, PT. Semen Gresik mengakui,
secara terbatas masih memanfaatkan air yang
bersumber dari air permukaan dan air tanah,
yang digunakan terutama untuk pendinginan
serta kebutuhan domestik. Air tanah yang
digunakan berasal dari sumur artesis dengan
memanfaatkan keberadaan pompa. Sedangkan
air permukaan yang digunakan PT Semen
Gresik (Persero) Tbk berasal dari telaga atau
temandang dalam bahasa daerah setempat,
yang merupakan tampungan air tadah hujan.
Selain itu temandang juga menampung air dari
proses pendinginan yang telah diolah lebih
dulu.
Untuk meminimalisasi dampak yang dapat
ditimbulkan akibat pemanfaatan air, maka
diupayakan memanfaatkan kembali air yang
telah digunakan dalam proses pendinginan
dengan menerapkan sistem sirkulasi tertutup.
Secara keseluruhan jumlah air yang digunakan
dalam proses pendinginan dialirkan ke dalam
kolam penampungan untuk penurunan
temperatur dan pengendapan suspensi. Setelah
temmperatur air normal barulah dialirkan ke
waduk atau temandang sehingga bisa
digunakan kembali untuk proses pendinginan.
Gambar 3.4 Jumlah Air Tanah dan Jumlah Air
Permukaan yang Digunakan oleh PT. Semen
Gresik pada Tahun 2010 Sumber: http://csrsemengresik.com, 2011
4. Penggunaan Bahan Daur Ulang
Upaya optimalisasi penggunaan material
dilaksanakan dengan mendaur ulang atau
menggunakan kembali beberapa material
bahan pembantu di dalam proses produksi.
Material yang didaur ulang dalam proses
produksi semen di PT Semen Gresik (Persero)
Tbk adalah copper slug, gypsum, fly ash,
valley ash, dan return dust. Jumlah material
daur ulang tersebut mencapai 827.960 ton atau
6,25% dari seluruh material yang digunakan
selama tahun 2010.
Material cooper slag merupakan bahan
limbah dari pengolahan tembaga PT Freeport
Indonesia di Timika, Provinsi Papua,
sedangkan gipsum didapat dari bahan daur
ulang limbah industri PT Petrokimia di
Gresik, dan fly ash diperoleh dari limbah
pembakaran batubara.
Gambar 3.4 Material Digunakan dan Material
Didaur Ulang di Tahun 2010 Sumber:http//csrsemengresik.com, 2011
5. Pengendalian Emisi
Selama periode pelaporan, PT. Semen
Gresik telah melakukan perhitungan total
emisi karbon dalam bentuk CO2 sekitar
7.043.500 ton (gross absoulut CO2 emission),
yang secara berpotensi menimbulkan efek
rumah kaca pemicu pemanasan global dan
perubahan iklim. Sebagian besar CO2
dihasilkan dari proses penggunaan bahan
bakar fosil dalam proses produksi maupun
kegiatan pendukung lainnya.
Menyadari besarnya dampak yang
diakibatkan emisi gas rumah kaca, maka
dilakukan beberapa inisiatif yang ditujukan
untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Di
antaranya dengan konservasi energi untuk
menggantikan pemakaian bahan bakar fosil
termasuk batubara, dengan pemakaian sekam
padi yang lebih ramah lingkungan karena
mengeluarkan CO2 lebih sedikit. Selain itu
kami juga memastikan setiap kendaraan
bermotor, baik untuk keperluan penambangan
maupun pengangkutan produk, selalu
menjalani uji emisi yang dilakukan berkala
setiap enam bulan, bekerjasama dengan Dinas
Perhubungan setempat.
Secara terbatas PT. Semen Gresik telah
melakukan pendataan peralatan berbasis
penggunaan gas chloroflourocarbon (CFC),
penyebab utama penipisan dan rusaknya
lapisan ozon di atmosfer karena radikal
bebasnya mampu menguraikan ikatan O3 di
udara. Secara bertahap dan berkesinambungan
masing-masing Perseroan telah memulai
penggantian peralatan berbasis penggunaan
CFC dengan teknologi yang ramah
lingkungan, sehingga pelepasan CFC ke udara
bisa diminimalkan bahkan ditiadakan.
Secara ringkas, aktivitas yang terkait
langsung dengan upaya mengurangi efek
pemanasan global (global warming) adalah :
a) Implementasi CDM (Clean Development
Mechanism)
b) Melakukan peningkatan dan rekondisi
peralatan pabrik serta pengendalian
operasi pabrik dalam rangka penghematan
energi.
c) Meningkatkan kapasitas produksi sehingga
indeks kebutuhan bahan bakar/produk
menjadi lebih kecil.
d) Meningkatkan produksi blended cement
dan optimalisasi penggunaan substitusi
terak.
e) Pemasangan filter harmoni untuk efisiensi
penerimaan listrik dari PLN.
f) Pemanfaatan bahan bakar alternatif.
g) Penggantian halon atau BCF sebagai
bahan pengisi APAR (alat pemadam api
ringan) dengan AF11, AF11e dan dry
powder.
h) Penggantian secara bertahap freon AC
kantor dan kendaraan dari R11, R12, R22
menjadi hidrokarbon R134.
6. Biodiversitas
Pengaruh paling besar adalah perubahan
kontur tanah permukaan yang diikuti
hilangnya vegetasi di atas tanah beserta
ekosistem yang menyertainya. Guna
meminimalisasi dampak signifikan akibat
kegiatan penambangan terhadap
keanekaragaman hayati, maka PT. Semen
Gresik menetapkan luasan tertentu sebagai
zona penyangga (buffer zone). Untuk
perlindungan kawasan di sekitar daerah
pertambangan, area ini disebut sebagai sabuk
hijau (green belt) yang mencakup kawasan
sekeliling daerah terluar kegiatan
penambangan dengan luas 50 hektar. Pada
zona ini dinyatakan tidak boleh ada kegiatan
produksi, sehingga menjadi semacam kawasan
terlindungi. Dengan demikian, habitat yang
ada di lokasi tempat kegiatan penambangan
dilaksanakan, tetap dapat dijaga keasliannya
dan keanekaragaman hayati di dalamnya ikut
terlindungi.
Gambar 3.5 Zona Green Belt di Lokasi KP
Kecamatan Sukolilo Sumber:http//csrsemengresik.com, 2011
PT. Semen Gresik mensyaratkan adanya
pendataan terhadap berbagai habitat di dalam
wilayah KP pada masing-masing Perseroan,
guna memetakan keanekaragaman hayati yang
ada sekaligus mengidentifikasi keberadaan
spesies flora maupun fauna yang dilindungi.
Selanjutnya data pemetaan yang ada
dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan
reklamasi atau pemulihan lahan pascatambang
melalui penanaman kembali, sehingga
keanekaragaman hayati yang ada bisa
mendekati kondisi semula. Sementara bila
ditemukan spesies flora maupun fauna yang
dilindungi, selanjutnya dilakukan relokasi ke
tempat lain yang bukan menjadi kawasan
kegiatan penambangan.
7. Pengelolaan dan Pengolahan Limbah
Untuk limbah yang tergolong B3 yang
umumnya berbentuk pelumas bekas,
dilakukan prosedur penanganan dan
pengelolaan yang ketat. Sebagian besar
pelumas bekas dikelola dengan pemanfaatan
kembali untuk pelumasan peralatan pabrik,
yang tidak memerlukan minyak pelumas
berkualitas bagus dalam prosedur
perawatan/pemeliharaan. Sedangkan pelumas
bekas yang tidak dapat digunakan kembali dan
grease atau minyak gemuk bekas pakai, akan
dicampur dengan oil sludge untuk dibakar dan
digunakan sebagai alternatif bahan bakar.
5.2. Saran
Untuk mengatasi upaya pencemaran udara
dan kebisingan yang diakibatkan oleh
kegiatan pengangkutan tersebut sebaiknya
truk pembawa bahan galian kapur dan
tanah liat tersebut perlu ditutup dengan
terpal yang cukup kuat, mengingat kondisi
lahan yang naik turun dikhawatirkan akan
terdapat ceceran kapur sepanjang jalan
sehingga dapat menimbulkan pencemaran
udara dilingkungan sekitar.
Melakukan pemantauan lingkungan secara
konsisten sehingga upaya pengelolaan
tidak berhenti.
Menaati peraturan hukum yang berlaku
termasuk perijinan dalam menambang dan
memperhatikan lingkungan sekitar.
Menggunakan alat yang sesuai dengan
standart , dan jangan menambang dengan
sistem tradisional yaitu dengan cara
”ngerong”, karena cara ini membahayakan
dan mengakibatkan kerusakan lingkungan
sekitar.
5.3. Kesimpulan
Setiap kegiatan pastilah menghasilkan
suatu akibat, begitu juga dengan kegiatan
eksploitasi bahan tambang, pastilah
membawa dampak yang jelas terhadap
lingkungan dan juga kehidupan di
sekitarnya, dampak tersebut dapat bersifat
negatif ataupun positif, namun pada setiap
kegiatan eksploitasi pastilah terdapat
dampak negatifnya, hal tersebut dapat
diminimalisir apabila pihak yang
bersangkutan bertanggung jawab terhadap
pengolahan sumber daya alamnya dan juga
memanfaatkannya secara bijaksana.
6. Referensi
Bappeda Pati. 2008. Studi Kelayakan
Peluang Investasi Sumber Daya Pertambangan
Kab. Pati. Pati.
De Genevraye ,P. , Samuel , Luki . 1972.
Geology of the Kendeng Zone (Central and
East Java). Indonesian Petroleum
Association. Harsono, Pringgroprawiro. 1983.
Stratigrafi daerah Mandala Rembang dan
sekitarnya. Jakarta
Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 10
Tahun 2002 Tentang Usaha Pertambangan
Daerah Bahan Galian C.
Rahardjo, Wartono. 2004. Buku Panduan
Ekskursi Geologi Regional Pegunungan
Selatan dan Zona Kendeng. Jurusan Teknik
Geologi. Fakultas Teknik Universitas Gadjah
Mada
Subagyo, P. Joko. 2002. Hukum
Lingkungan Masalah dan
Penanggulangannya. Rineka Cipta. Jakarta.
Sumarwoto, Otto. 1989. Mengenal Hukum
Lingkungan Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta.
Undang-Undang No.11 Tahun 1967 Tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan
Zein, M.T. Editor. 1985. Menuju
Kelestarian Lingkungan Hidup.
http://csrsemengresik.com, 2011
http://csrsemengresik.com, 2012
http://csrsemengresik.com, 2013
http://gresikkab.go.id, 2013
http://id.wikipedia.org/wiki/Pertambangan
http://id.wikipedia.org/wiki/Semen, 2013
http://id.wikipedia.org/wiki/Semen_Indonesia
http://ptbudie.wordpress.com, 2013
http://www.esdm.go.id, 2013
http://www.semengresik.com, 2011
http://www.semengresik.com, 2013
Recommended