View
261
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI
DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan salah satu dari rangkaian penelitian yang berguna
untuk mengetahui sejauh mana penelitian mengenai strategi pengembangan baik
itu pengembangan suatu daerah atau kawasan menjadi destinasi pariwisata serta
penelitian–penelitian yang berkaitan dengan strategi pengembangan lainnya
seperti pengembangan daya tarik wisata maupun destinasi pariwisata, terutama
yang berkaitan dengan pembangunan atau pengembangan pariwisata
berkelanjutan.
Sejak dilakukan langkah-langkah untuk pengembangan pariwisata di
Indonesia, maka kegiatan-kegiatan terencana dan terprogram yang dilakukan oleh
pemerintah pada hakekatnya memang bertujuan untuk ‘berkelanjutan’ khususnya
di bidang pariwisata misalnya, apa yang dimaksud dengan pembagunan pariwisata
berkelanjutan pada intinya berkelanjutan dengan usaha menjamin agar sumber
daya alam, sosial dan budaya yang dimanfaatkan untuk pembagunan pariwisata
agar dilestarikan untuk generasi mendatang (Ardika, 2003).
Beberapa penelitian sebelumnya seperti; Suya Wirawan (2009), Darsana
(2011), Kartimin (2011), Aryasih (2012), dan Jumail (2011) merupakan
penelitian–penelitian yang dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi serta yang
relevan dengan penelitian tentang strategi pengembangan Kuta Lombok menjadi
14
15
destinasi pariwisata berkelanjutan diantaranya adalah penelitian oleh Surya
Wirawan (2009) dengan judul penelitian ”Pengembangan Daya Tarik Wisata
Bahari Secara Berkelanjutan Di Nusa Lembongan Kabupaten Klungkung”. Hasil
penelitian tersebut menunjukan bahwa bentuk pengembangan daya tarik wisata
bahari Nusa Lembongan adalah menitikberatkan pada penataan dan
pengembangan infrastruktur dasar, diversifikasi aktivitas dan paket wisata serta
fasilitas sanitasi yang mengacu pada ketentuan lingkungan dan berkelanjutan
yaitu; dengan merancang sistem zonasi yang dibagi ke dalam beberapa daerah
peruntukan (zoning), yaitu: Zona Inti (Zona Konservasi Alam), Zona Buffer
(Zona Penerimaan), Zona Pengembangan (Zona Aktivitas Wisata).
Selain oleh Surya Wirawan (2009), penelitian serupa juga di lakukan oleh
Darsana (2011) dengan judul “Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata
Kawasan Barat Pulau Nusa Penida Kabupaten Klungkung”. Penelitian tersebut
ditemukan bahwa potensi yang terdapat di kawasan barat Pulau Nusa Penida yang
dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata adalah potensi keindahan alam
seperti: pantai, dengan hamparan pasir putihnya dan pemandangan bawah lautnya,
wisata relegi dan spiritual, serta pembudidayaan rumput laut. Berdasarkan analisis
lingkungan internal dan eksternal pariwisata berada pada posisi sedang oleh sebab
itu perlu dipelihara dan dipertahankan, adapun strategi umum yang perlu
diterapkan adalah strategi penetrasi pasar dan strategi pengembangan produk.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kartimin (2011) dengan judul
penelitian “Strategi Pengembangan Pantai Berawa Sebagai Daya Tarik Wisata
Berbasis Kerakyatan Di Kabupaten Badung”. Hasil penelitian Kartimin
16
menunjukan bahwa potensi - potensi yang ada di Pantai Brawa harus memenuhi
komponen pariwisata yang dikenal 4A (accessibility, attraction, amenity, dan
ancilliary), setelah itu di buatkan strategi pengembangannya dengan
menggunakan analisis SWOT dan menentukan program pengembangannya.
Penelitian Kartimin adalah pengembangan pantai sebagai daya tarik wisata, tetapi
sama-sama menuju pariwisata alam yang dilakukan dengan memanfaatkan
sumber daya alam dan sumber daya lokal. Adapun manfaat dari penelitian
Kartimin tersebut adalah bagaimana menerapkan strategi pengembangan daya
tarik wisata dengan pendekatan 4A yang meliputi pengembangan produk,
peningkatan keamanan, pengembangan sarana dan prasarana pariwisata,
melakukan promosi, strategi pembentukan badan pengelola, dan strategi
pengembangan sumber daya manusia untuk mendukung pengembangan daya tarik
wisata di kawasan barat Pulau Nusa Penida.
Selain itu, penelitian ini juga relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Aryasih (2012) dengan judul “Strategi Pengembangan Pantai Matahari Terbit
Sanur sebagai Destinasi Pariwisata”. Hasilnya menyebutkan bahwa, faktor
eksternal mampu memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman. Sedangkan
strategi alternatif yang dirumuskan dalam penelitian Aryasih tersebut diantaranya
sebagai berikut: pengembangan paket atraksi wisata berbasisi kerakyatan dan
rancangan pariwisata alternatif, berbasis sosial budaya, kerjasama penataan
kawasan berdasarkan kriteria zona-zona peruntukan, penertiban dan pengelolaan
kawasan serta meningkatkan dan menjaga citra (image) kawasan, pengembangan
kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) dari masyarakat lokal,
17
pengembangan sarana pendukung aktivitas pengunjung/ wisatawan, promosi
kawasan berkerjasama dengan pemerintah setempat (Kota Denpasar), stakeholder
pariwisata, saluran distribusi promosi (media cetak dan elektronik), peningkatan
mutu lingkungan fisik dan strategi menjadikan tempat outbound bagi wisatawan
dan masyarakat (team building). Untuk mempercepat tercapainya tujuan
pengembangan Pantai Matahari Terbit Sanur sebagai Destinasi Pariwisata, perlu
adanya sinergi antara pemerintah, masyarakat lokal dan para pelaku pariwisata
lainnya.
Hasil penelitian–penelitian tersebut di atas, merupakan acuan yang relevan
dengan penelitian ini, karena memiliki kesamaan terutama dalam hal
pengembangan dengan tetap fokus pada prinsip pariwisata berkelanjutan, karena
setiap kawasan ataupun destinasi pariwisata memerlukan perencanaan yang baik
tanpa kecuali Kuta Lombok untuk menjadi destinasi pariwisata berkelanjutan.
Salah satu upaya untuk mewujudkan Kuta Lombok menjadi destinasi pariwisata
maka perlu adanya sinergi antara pengembangan dan pencitraan Kuta Lombok itu
sendiri agar dapat meningkatkan daya saing suatu daerah dan destinasi pariwisata.
Penelitian terkait pencitraan kawasan pariwisata Kuta Lombok telah di
lakukan oleh Jumail pada tahun 2011 dengan Judul “Pencitraan Kawasan Wisata
Kuta Lombok Tengah”. Ditemukan bahwa, pencitraan wisatawan (selama-
sebelum-setelah) kunjungan menunjukkan adanya trend positif, pencitraan positif
mengalami peningkatan dan penurunan terhadap pencitraan negatif. Ternyata,
komponen fungsional-psikologis menjadi pola dominan pencitraan kawasan
wisata Kuta Lombok Tengah dengan atribut unik-holistik oleh sebagian besar
18
wisatwan asing, sedangkan komponen psikologis-fungsional dengan atribut yang
sama ditemukan pada pencitraan wisatawan nusantara. Berdasarkan formasi
pencitraan, kawasan wisata Kuta Lombok Tengah banyak dibentuk oleh formasi
organic sebagai pencitraan actual sedangkan pencitraan formasi modifikasi belum
memberikan kontribuasi signifikan. Aspek yang dijadikan prioritas puncak untuk
perbaikan pencitraan adalah aksesibilitas, fasilitas pendukung, kebersihan pantai
dan prilaku agrsif pedagang asongan. Penelitian Jumail (2011) dapat dijadikan
sebagai kajian pustaka dalam peneltian ini meskipun penelitian Jumail tersebut
hanya fokus pada sebatas pencitraan di kawasan wisata Kuta Lombok Tengah,
sedangkan penelitian ini fokus pada strategi pengembangan Kuta Lombok sebagai
destinasi pariwisata berkelanjutan namun, perlu memperhatikan citra (image) juga
sebagai pertimbangan dalam memformulasikan strategi pengembangan sesuai
dengan konsep, lanadasan teori dan model penelitian yang relevan.
2.2 Konsep
Dalam suatu penelitian perlu penegasan definisi atau batasan operasional
dari setiap istilah atau konsep yang terdapat baik dalam judul penelitian, rumusan
masalah penelitian, atau dalam tujuan penelitian. Pemberian definisi atau batasan
operasional suatu istilah berguna sebagai sarana komunikasi agar tidak terjadi
salah tafsir dan juga mempermudah dalam proses penelitian.
2.2.1 Strategi Pengembangan
Menurut Marpaung (2000:52) strategi merupakan suatu proses penentuan
nilai pilihan dan pembuatan keputusan dalam pemanfaatan sumber daya yang
menimbulkan suatu komitmen bagi organisasi yang bersangkutan kepada
19
tindakan-tindakan yang mengarah pada masa depan. Sama halnya dengan
Chandler dalam Rangkuti (2002:3) bahwa strategi merupakan alat untuk mencapai
tujuan perusahaan dalam jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas
alokasi sumber daya. Strategi dapat pula diartikan sebagai rencana umum yang
integratif yang dirancang untuk memberdayakan organisasi pariwisata untuk
mencapai tujuan melalui pemanfaatan sumber daya dengan tepat walaupun
menemukan banyak rintangan dari pihak pesaing (Puspa, 2006:18).
Pengembangan merupakan suatu proses, cara, perbuatan menjadikan sesuatu
menjadi lebih baik, maju, sempurna dan berguna. Pengembangan merupakan
suatu proses/aktivitas memajukan sesuatu yang dianggap perlu untuk ditata
sedemikian rupa dengan meremajakan atau memelihara yang sudah berkembang
agar menjadi lebih menarik dan berkembang (Alwi, et al. dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2005:538).
Menurut Wilson (2001) ada 10 faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pengembangan pariwisata di daerah pedesaan (rural areas) yaitu: (1) A complete
tourism package (paket wisata lengkap), (2). Good leadership (kepemimpinan
yang baik), (3). Support and participation of local government (dukungan dan
partisipasi, pemerintah lokal), (4). Sufficient funds for tourism development (dana
pengembangan pariwisata yang cukup), (5). Strategic planning (perencanaan
strategis), (6). Coordination and cooperation between businesspersons and local
leadership (kerjasama antara pengusaha dan pemimpin lokal), (7). Coordination
and cooperation between rural tourism entrepreneurs (kerjasama antara
pengusaha pariwisata), (8). Information and technical assistance for tourism
20
development and promotion (bantuan informasi dan teknis untuk pengembangan
dan promosi pariwisata), (9). Good convention and visitors bureaus (adanya biro
konvensi dan pengunjung yang baik), dan (10). Widespread community support
for tourism (adanya dukungan seluruh masyarakat terhadap pariwisata).
Gunn (1994:5-9) menyatakan bahwa dalam pengembangan pariwisata harus
melibatkan tiga sektor, yaitu Business Sector (sektor bisnis), Non-profit Sector
(sektor non profit) dan Governmental Sector (sektor pemerintah), dan semakin
baik pemahaman dan keterlibatan tiga sektor tersebut maka pengembangan
pariwisata akan semakin baik. Bisnis Sector adalah sektor usaha yang
menyediakan segala keperluan wisatawan seperti jasa transportasi, perhotelan,
makanan dan minuman, laundry, hiburan dan sebagainya. Nonprofit Sector
merupakan organisasi seperti organisasi pemuda, organisasi profesi, etnis yang
tidak berorientasi pada keuntungan (non-profit organisation) namun memiliki
peran dan perhatian besar terhadap pengembangan pariwisata. Governmental
Sector adalah sektor yang berperan untuk mengeluarkan dan menerapkan Undang-
undang dan peraturan. Dalam bidang pariwisata sektor pemerintah telah
melakukan banyak peran penting selain regulasi. Dalam pengadaan taman
nasional, disamping melindungi alam dan budaya juga telah banyak menarik
kunjungan wisatawan.
Berdasarkan beberapa konsep tersebut, maka yang dimaksud dengan strategi
pengembangan dalam penelitian ini adalah suatu kesatuan rencana yang sifatnya
komprehensif dan terpadu dari unsur pemerintah, swasta, masyarakat dan
akademisi untuk mengkaji kendala, kondisi lingkungan internal dan eksternal
21
Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan sehingga dapat
memformulasikan strategi yang tepat untuk mewujudkan Kuta Lombok menjadi
destinasi pariwisata berkelanjutan serta berdaya saing tinggi.
2.2.2 Destinasi Pariwisata
Dalam Undang–undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang
kepariwisataan pasal 1 ayat 6 menyebutkan bahwa daerah tujuan wisata yang
selanjutnya disebut destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang berada
dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik
wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang
saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
Destinasi merupakan suatu tempat yang dikunjungi dengan waktu yang
signifikan selama perjalanan seseorang dibandingkan dengan tempat lain yang
dilalui selama perjalanan (seperti daerah transit). Suatu tempat pasti memiliki
batas-batas tertentu baik secara actual maupun hukum. Menurut Ricardson dan
Fluker (2004:48), destinasi pariwisata didefinisikan sebagai;
“A significant place visited on a trip, with some form of actual or perceived boundary. The basic geographic unit for the production of tourism statistics”
Destinasi pariwisata dapat digolongkan atau dikelompokkan berdasarkan
ciri-ciri destinasi tersebut, diantaranya sebagai berikut (1) Destinasi sumber daya
alam, seperti iklim, pantai, hutan; (2) Destinasi sumber daya budaya, seperti
tempat bersejarah, museum, teater, dan masyarakat lokal; (3) Fasilitas rekreasi,
seperti taman hiburan; (4) Event, seperti pesta kesenian Bali, pesta danau toba,
pasar malam; (5) Aktivitas spesifik, seperti Kasino di Genting Highland Malaysia,
22
wisata belanja di Hongkong; dan (6) Daya tarik psikologis, seperti petualangan,
perjalanan romantis, keterpencilan (Kusdianto,1996:8).
Terkait dengan uarain definisi destinasi di atas, maka strategi
pengembangan suatu daerah menjadi destinasi pariwisata hendaknya
memperhatikan hal-hal yang menjadi kendala, kondisi lingkungan internal dan
eksernalnya dalam pengembangannya. Selaian itu, berdasarkan hasil studi
beberapa pihak mengenai urutan pentingnya sifat atau ciri dari destinasi menurut
wisatawan terangkum dalam Tabel 2.1.
Tabel: 2.1. Daftar Urutan Pentingnya Sifat Destinasi Menurut Wisatawan
Urutan Pentingnya Sifat Destinasi (dari terpenting ke kurang penting)
Hasil Studi Menurut
PATA (1967) American
Express (1977)
PATA (1984) di Hongkong
Dirjen Pariwisata
(1993)
1 Masyarakat yang ramah tamah dan hangat
Pemandangan alam yang indah
Pemandangan alam yang indah
Pemandangan alam yang indah
2 Akomodasi nyaman
Sikap ramah penduduk lokal
Masyarakat yang ramah dan hormat
Kehidupan alam yang indah
3 Pemandangan indah
Akomodasi layak
Akomodasi yang baik dan modern
Kebudayaan masyarakat tradisional
4 Harga-harga layak
Istirahat dan santai
Tidak mahal untuk dikunjungi
Kerajinan dan kesenian
5 Adat-istiadat kehidupan masyarakat
Tarif penerbangan
Stabilitas politik Negara yang dikunjungi
Pantai
Sumber: diadaptasi dari Kusdiantoro (1996:20)
23
Tabel 2.1 menunjukkan bahwa pemandangan alam yang indah menempati
urutan pertama terpenting dari destinasi pariwisata. Demikian halnya juga dalam
pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan, perlu
mempertimbangkan unsur keindahan alamnya sebagai potensi dan daya tarik yang
dapat mendukung pengembangannya termasuk yang menjadi kendala, serta
kondisi lingkungan internal dan eksternalnya.
2.2.3 Pariwisata Berkelanjutan
Pariwisata berkelanjutan merupakan pengembangan pariwisata yang sangat
diharapkan pembangunan serta pengembangannya baik itu oleh pemerintah, para
pelaku wisata (stakeholder) maupun masyarakat itu sendiri. Berbagai kajian
tentang pariwisata berkelanjutan telah dilakukan seperti; Milazi (1996: 31),
Joemail (2011:20), Dodds and Butler (2010 : 38-39), Cascante, dkk ( 2010: 738),
Farsari (2005:4), Wen Wu (2009 : 10), Arida (2009: 16), dan masih banyak lagi
para ahli lainya. Namun, dapat disimpulkan bahwa pariwisata berkelanjutan
adalah pariwisata harus ramah lingkungan dan dapat dinikmati oleh generasi yang
akan datang.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh United Nation (2007 : 29-30) pada
Komisi Pengembangan Berkelanjutan memberikan beberapa indikator-indikator
penting untuk pembangunan secara berkelanjutan diantaranya sebagai berikut: (1)
Terutama dalam ruang lingkup nasional, (2) Relevan untuk menilai pembangunan
berkelanjutan, (3) Terbatas dalam jumlah dan tetap terbuka, (4) Disesuaikan
dengan kebutuhan masa depan, (5) Mencakup semua aspek pada agenda abad 21
untuk pebangunan berkelanjutan, (6) Bisa dimengerti, jelas dan tidak ambigu, (7)
24
Konsepnya jelas, (8) Sedapat mungkin mewakili konsesus internasional, (9)
Kemampuan pemerintah nasional untuk mengembangkanya, dan (10) Sangat
tergantung pada biaya dan kualitas data yang dimiliki.
Pariwisata berkelanjutan pada hakekatnya adalah kegiatan kepariwisataan
dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan sumber daya alam (ekologi) dan
sosial budaya pada destinasi pariwisata tersebut. Undang–undang No. 10 tahun
2009 Tentang Kepariwisataan pada pasal 2 menyatakan bahwa kepariwisataan
diselenggarakan berdasarkan asas keberlanjutan, asas kelestarian, dan asas
partisipatif.
Ada tiga (3) aspek penting dalam pembangunan berkelanjutan, yaitu: aspek
ekonomi mengenai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan mengubah
pola produksi serta konsumsi ke arah yang seimbang. Aspek sosial budaya
mengenai upaya penyelesaian masalah kependudukan, perbaikan pelayanan
masyarakat, kesehatan masyarakat, pendidikan dan lain-lain. Aspek lingkungan
mengenai upaya konservasi dan preservasi sumber daya alam, serta pengurangan
dan pencegahan polusi maupun limbah (Ridwan, 2012:40).
Brundtland (1987) dalam Ridwan (2012) menyimpulkan bahwa,
pembangunan harus diorientasikan pada keberlanjutan agar pembangunan tidak
hanya dinikmati oleh generasi saat ini, tetapi juga untuk generasi selanjutnya, dan
harus mengupayakan kerjasama yang baik dikarenakan bahwa pembangunan
berkelanjutan tidak bisa ditangani secara single authority, begitu juga halnya
dengan pengembangan atau pembangunan pariwisata berkelanjutan termasuk di
dalamnya destinasi pariwisata.
25
2.2.4 Potensi dan Daya Tarik Wisata
1 Potensi
Potensi menurut beberapa penulis seperti Pendit (1999: 21) menerangkan
bahwa potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang terdapat di sebuah daerah
tertentu yang bisa dikembangkan menjadi atraksi wisata, dengan kata lain potensi
wisata adalah berbagai sumber daya yang dimiliki oleh suatu tempat dan dapat
dikembangkan menjadi suatu atraksi wisata (tourist attraction) yang dimanfaatkan
untuk kepentingan ekonomi dengan tetap memperhatikan aspek-aspek lainnya.
Potensi menurut Kamus Besar Bahasa indonesia (2007: 890) adalah kemampuan
yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan; kesanggupan; kekuatan;
daya.
Menurut Suarka (2010:23) potensi wisata adalah segala sesuatu yang
terdapat disuatu daerah yang dikembangkan menjadi daya tarik wisata, potensi
tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu;
1 Potensi Budaya, yang dimaksud dengan potensi budaya merupakan
potensi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat seperti adat – istiadat,
mata pencaharian dan kesenian.
2 Potensi Alamiah, merupakan potensi yang ada di masyarakat yang berupa
potensi fisik dan geografis alam.
Selain itu, Wisnawa (2011) juga menjelaskan bahwa potensi wisata adalah
sesuatu yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik sebuah obyek wisata. Dalam
penelitian tersebut, potensi wisata dibagi menjadi tiga macam, yaitu: potensi alam,
potensi kebudayaan dan potensi manusia, sebagaimana yang diuraikan berikut:
26
1 Potensi Alam.
Yang dimaksud dengan potensi alam adalah keadaan dan jenis flora dan
fauna suatu daerah, bentang alam suatu daerah, misalnya pantai, hutan, dan
lain-lain (keadaan fisik suatu daerah). Kelebihan dan keunikan yang
dimiliki oleh alam jika dikembangkan dengan memperhatikan keadaan
lingkungan sekitarnya niscaya akan menarik wisatawan untuk berkunjung
ke obyek (daya tarik wisata) tersebut.
2 Potensi Kebudayaan
Potensi budaya adalah semua hasil cipta, rasa dan karsa manusia baik
berupa adat istiadat, kerajinan tangan, kesenian, peninggalan bersejarah
nenek moyang berupa bangunan, monument, dan lain-lain.
3 Potensi Manusia
Manusia juga memiliki potensi yang dapat digunakan sebagai daya tarik
wisata baik itu potensi yang langsung atau tidak langsung berdampak pada
pengembangan pariwisata berkelanjutan.
Oleh sebab itu, potensi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah potensi
fisik dan potensi non fiisik Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata
berkelanjutan termasuk di dalamnya adalah potensi sumber daya maunusia (SDM)
yang mendukung pengembangan tersebut agar sesuai harapan.
2 Daya Tarik Wisata
Undang-undang Republik Indonesia (RI) nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, pasal 1 ayat 5 menyebutkan bahwa daya tarik wisata adalah
segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa
27
keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi
sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Keadaan alam, flora dan fauna, sebagai
karunia Tuhan Yang Maha Esa, serta peninggalan purbakala, peninggalan sejarah,
seni dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan
modal pembangunan kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat sebagaimana terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan
Undang–undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Daya tarik atau atraksi wisata menurut Yoeti (2002:5) adalah segala sesuatu
yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung pada suatu daerah tujuan wisata
seperti; (a) Atraksi Alam: pemandangan, pemandangan laut, pantai, cuaca dan
keadaan geografis destinasi tersebut (Natural attraction: landscape, seascape,
beaches, climate and other geographical features of the destinations), (b) Atraksi
Budaya: sejarah dan folklore, agama, kesenian dan kegiatan khusus, festival
(Cultural attraction: history and folklore, religion, art and special events,
festivals), (c) Atraksi Sosial: tradisi (cara hidup), populasi penduduk, bahasa,
kesempatan berbaur dalam kehidupan sosial (Social attractions: the way of life,
the resident populations, languages, opportunities for social encounters), (d)
Aktraksi Buatan: gedung bersejarah dan arsitektur modern, monumen, taman,
kebun, pelabuhan dan sebagainya (Built attraction: building, historic, and modern
architecture, monument, parks, gardens,marina,etc).
Sebagai sebuah kawasan wisata ataupun destinasi pariwisata yang akan
dikembangankan menuju pembanguanan pariwisata berkelajutan tentu harus
melihat potensi dan daya tariwk wisata yang ada. Potensi dan daya tarik dalam
28
kepariwsataan dapat diartikan sebagai modal atau aset yang dimiliki suatu daerah
tujuan wisata (destinasi pariwisata) dan dieksploitasi untuk kepentingan-
kepentingan ekonomi yang secara ideal terangkum di dalamnya perhatian
terhadap aspek-aspek budaya.
Menurut Yoeti (2006:55-56) daya tarik wisata dibagi menjadi empat (4)
bagian yaitu;
1 Daya Tarik Wisata Alam, yang meliputi pemandangan alam, laut, pantai
dan pemandangan alam lainnya.
2 Daya Tarik Wisata dalam bentuk Bangunan, yang meliputi arsitektur
bersejarah dan modern, monumen, peninggalan arkeologi, lapangan golf,
toko dan tempat-tempat perbelanjaan lainnya.
3 Daya Tarik Wisata Budaya, yang meliputi sejarah, foklor, agama, seni,
teater, hiburan, dan museum.
4 Daya Tarik Wisata Sosial, yang meliputi cara hidup masyarakat setempat,
bahasa, kegiatan sosial masyarakat, fasilitas dan pelayanan masyarakat.
Selain 4 (empat) komponen tersebut, daya tarik wisata juga harus memiliki
komponen aksesibilitas dan amenitas (Damanik dan Weber, 2006:12).
Aksesibilitas mencakup sarana dan prasarana transportasi yang menghubungkan
daya tarik wisata yang satu dengan daya tarik wisata yang lain di daerah tujuan
wisata mulai dari transportasi darat, laut dan udara. Aksesibilitas juga mencakup
peraturan atau regulasi pemerintah yang mengatur tentang rute dan tarif angkutan.
Amenitas adalah infrastruktur yang menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan
29
seperti fasilitas akomodasi, restoran, bank, penukaran uang, telekomunikasi, usaha
penyewaan (rental), olahraga, informasi, dan lain sebagainya.
Menurut Damanik dan Weber (2006:13) daya tarik wisata yang baik sangat
terkait dengan empat hal, yakni memiliki keunikan, orijinalitas, otentisitas, dan
keragaman. Keunikan diartikan sebagai kombinasi kelangkaan dan kekhasan yang
melekat pada suatu daya tarik wisata. Orijinalitas (keaslian) mencerminkan
keaslian atau kemurnian, yakni seberapa jauh suatu produk tidak terkontaminasi
atau tidak mengadopsi nilai yang berbeda dengan nilai aslinya. Otentisitas
mengacu pada keaslian. Bedanya dengan orijinalitas, otentisitas lebih sering
dikaitkan dengan tingkat keantikan atau eksotisme budaya sebagai daya tarik
wisata. Otentisitas merupakan kategori nilai yang memadukan sifat alamiah,
eksotis, dan bersahaja
2.3 Landasan Teori
Dalam mengkaji permasahan yang berkaitan dengan penelitian strategi
pengembangan destinasi pariwisata, diperlukan berbagai teori yang ada
relevansinya dengan penelitian tersebut, adapun teori yang diaplikasikan dalam
penelitian ini adalah teori perencanaan dan siklus hidup destinasi.
2.3.1 Teori Perencanaan
Perencanaan merupakan pengorganisasian masa depan untuk mencapai
tujuan tertentu (Inskeep, 1991). Menurut Sujarto (1986) dalam Paturusi, definisi
perencanaan adalah suatu usaha untuk memikirkan masa depan (cita-cita) secara
rasional dan sistematik dengan cara memanfaatkan sumber daya yang ada serta
seefesien dan se-efektif mungkin.
30
Suatu perencanaan memiliki syarat-syarat sebagai berikut; (a) Logis, yaitu
bisa dimengerti dan sesuai dengan kenyataan yang berlaku, (b) Luwes, yaitu dapat
mengikuti perkembangan, dan (c) Obyektif, yaitu didasarkan pada tujuan dan
sasaran yang dilandasi pertimbangan yang sistematis dan ilmiah (Paturusi, 2008).
Selain itu juga Paturusi (2008) mengemukakan orientasi perencanaan ada
dua bentuk yaitu;
1 Perencanaan berdasarkan pada kecenderungan yang ada (trend oriented
planning) yaitu suatu perencanaan untuk mencapai tujuan dan sasaran di
masa yang akan datang, dilandasi oleh pertimbangan dan tata laku yang
ada dan berkembang saat ini.
2 Perencanaan berdasarkan pertimbangan target (target oriented planning)
yaitu suatu perencanaan yang mana tujuan dan sasaran yang ingin dicapai
di masa yang akan datang merupakan merupakan faktor penentu.
Menurut Yoeti (1997), komponen dasar pengembangan pariwisata di dalam
proses perencanaan adalah sebagai berikut; (a) Atraksi wisata dan aktivitasnya, (b)
Fasilitas akomodasi dan pelayanan, (c) Fasilitas wisatawan lainnya dan jasa
seperti : operasi perjalanan wisata, tourism information, restoran, retail shopping,
bank, money changer, medical care, public safety dan pelayanan pos, (d) Fasilitas
dan pelayanan transportasi, (e) Infrastruktur lainnya meliputi persediaan air,
listrik, pembuangan limbanh dan telekomunikasi, dan (f) Elemen kelembagaan
yang meliputi program pemasaran, pendidikan dan pelatihan, perundang-
undangan dan peraturan, kebijakan investasi sektor swasta, organisasi struktural
private dan public serta program sosial ekonomi dan lingkungan.
31
Perencanaan pariwisata merupakan suatu proses pembuatan keputusan yang
berkaitan dengan masa depan suatu daerah tujuan wisata atau atraksi wisata yang
merupakan suatu proses dinamis penentuan tujuan, yang secara sistematis
mempertimbangkan berbagai alternatif tindakan untuk mencapai tujuan,
implementasi terhadap alternatif terpilih dan evaluasi. Proses perencanaan
pariwisata dengan melihat lingkungan (fisik, ekonomi, sosial, politik) sebagai
suatu komponen yang saling terkait dan saling tergantung satu dengan lainnya
(Paturusi, 2008).
Perencanaan adalah suatu proses pembuatan keputusan yang berkaitan
dengan masa depan suatu destinasi atau atraksi wisata. Ini merupakan suatu proses
dinamis dalam penentuan tujuan, yang secara bersistem mempertimbangkan
berbagai alternatif tindakan untuk mencapai tujuan serta implementasinya
terhadap alternatif yang dipilih dan evaluasinya. Proses perencanaan
mempertimbangkan lingkungan politik, fisik, sosial, dan ekonomi sebagai suatu
komponen yang saling terkait dan tergantung dengan yang lainnya (Paturusi,
2008:26).
Menurut Inskeep (1991:29), ada beberapa pendekatan yang digunakan
dalam perencanaan pariwisata:
1 Pendekatan Berkelanjutan, Meningkat, dan Fleksibel.
Walaupun masih berupa kebijakan dan rencana, pariwisata harus dilihat
sebagai suatu proses yang berkelanjutan dengan melakukan penyesuaian-
penyesuaian sesuai kebutuhan dan berdasarkan monitor dan umpan balik
32
(feedback) dalam rangka mempertahankan tujuan dan kebijakan
pengembangan pariwisata.
2 Pendekatan Sistem.
Pariwisata dipandang sebagai suatu sistem yang saling berhubungan dan
harus dikembangkan dengan menggunakan teknik analisis sistem.
3 Pendekatan Komprehensif.
Semua aspek pengembangan pariwisata termasuk lembaga, dampak
lingkungan dan sosial-ekonomi harus dianalisa dan direncanakan secara
komprehensif atau holistik.
4 Pendekatan Terintegrasi.
Pariwisata direncanakan dan dikembangkan sebagai suatu sistem yang
terintegrasi dengan perencanaan dan pengembangan wilayah secara
keseluruhan.
5 Pendekatan Pengembangan Lingkungan yang Berkelanjutan.
Pariwisata dikembangkan dengan terencana dan dikelola dengan baik
sehingga tidak mengakibatkan degradasi sumber daya alam dan budaya,
tetapi sebaliknya pariwisata dapat menjaga keberkelanjutan sumber daya
secara permanen. Dalam hal ini teknik analisis daya dukung sangat penting
digunakan untuk mengukur tingkat keberlanjutan tersebut.
6 Pendekatan masyarakat.
Keterlibatan dan partisipasi masyarakat lokal dalam proses perencanaan,
pengambilan keputusan dan pengelolaan pariwisata secara maksimum
mutlak dilakukan.
33
7 Pendekatan Implementasi.
Kebijakan, perencanaan, dan rekomendasi pengembangan pariwisata
direalisasikan secara realistis dengan teknik-teknik implementasi melalui
program pengembangan atau strategi yang tepat.
8 Aplikasi proses Perencanaan yang Sistematis.
Proses perencanaan ini diterapkan dalam perencanaan pariwisata
berdasarkan atas urutan yang logis.
Menurut Gunn (1994:60) ada beberapa konsep yang perlu diperhatikan
dalam perencanaan daya tarik wisata, di antaranya;
1 Penciptaan dan Pengelolaan Daya Tarik Wisata.
Suatu kesalahan yang sering terjadi dalam pengelolaan daya tarik wisata
adalah penetapan daya tarik wisata yang terlalu prematur. Sebelum ada
pengelolaan yang baik daya tarik wisata belum dapat difungsikan dan
dipromosikan karena dengan kunjungan wisatawan yang membludak akan
dapat merusak sumber-sumber daya yang ada. Selain daya tarik wisata,
perlu juga diperhitungkan pengelolaan terhadap sarana pariwisata yang
lain seperti tempat parkir, tour dan interpretasi.
2 Pengelompokan Daya Tarik Wisata.
Sebuah data tarik wisata yang lokasinya jauh memerlukan banyak waktu
dan biaya untuk mencapainya sehingga menjadi kurang diminati
wisatawan.
Sistem pariwisata masal seperti kereta api cepat dan transportasi udara
mengharuskan wisatawan berhenti dan melanjutkan perjalanan sebelum
34
puas menikmati daya tarik wisata yang sedang dikunjungi dengan baik.
Alat-alat transportasi ini juga mendorong perencanaan beberapa daya tarik
wisata harus berdekatan. Karena itu kunjungan ke daya tarik wisata utama
sebaiknya dikelompokkan atau digabung dengan daya tarik wisata
pelengkap yang lain. Misalnya adalah kunjungan ke Taman Nasional
sebagai atraksi utama, menawarkan banyak atraksi wisata alam pelengkap
seperti pemandangan, hiking, konservasi kehidupan liar, topografi yang
menantang dan tempat rekreasi di luar ruangan.
3 Gabungan Atraksi dan Pelayanan.
Meskipun daya tarik wisata merupakan porsi utama dalam sebuah
pengalaman perjalanan, tetapi daya tarik wisata tetap memerlukan
dukungan pelayanan. Misalnya, dalam perencanaan sebuah taman terasa
kurang lengkap apabila tidak memperhitungkan pelayanan pendukung
seperti akomodasi dan restauran, dan pelayanan pelengkap seperti
penjualan film, obat-obatan dan cinderamata. Oleh karena itu, daya tarik
wisata yang agak jauh atau terpencil minimal menyediakan pelayanan
makanan, toilet dan pusat-pusat pelayanan pengunjung (visitor centers).
4 Lokasi Daya Tarik Wisata ada di Daerah Pedesaan dan Perkotaan.
Daerah terpencil dan kota-kota kecil memiliki aset yang dapat mendukung
pengembangan daya tarik wisata karena beberapa segmen pasar ada yang
lebih menyukai suasana kedamaian dan ketenangan di daerah pedesaan,
karena itu ke depan perlu dilakukan perencanaan dan kontrol terhadap
daya tarik wisata yang masih alami seperti perkebunan dan jalan-jalan
35
pelosok pedesaan yang masih alami. Tempat–tempat ini cocok untuk
pengembangan pariwisata alam maupun budaya, selain itu perlu
penggabungan daya tarik wisata perkotaan dan pedesaan menjadi sebuah
paket perjalanan.
Menurut Ridwan (2012:39-52) mengemukakan bahwa ada 5 (lima)
pendekatan perencanaan pengembangan pariwisata yang perlu diketahui dan
diaplikasikan dalam pembangunan dan pengembangan pariwisata, yaitu: (1)
Pendekatan pemberdayaan masyarakat lokal, (2) Pendekatan berkelanjutan, (3)
Pendekatan kesisteman, (4) Pendekatan kewilayahan, dan (5) Pendekatan dari sisi
Penawaran (supply) dan Permintaan (demand).
Salah satu pendekatan yang perlu daplikasikan dalam pengembangan Kuta
Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan adalah pendekatan penawaran
dan permintaan (supply and demand) selain beberapa pendekatan yang seperti
yang diuraikan diatas. Pendekatan tersebut diperlukan untuk menunjang
keberlanjutannya. Sebab, dalam pengembangan destinasi pariwisata pada
dasarnya adalah mencari titik temu anatara penawaran dan permintaan. Oleh
karena itu, dalam melakukan perencanaan dalam pengembangan destinasi
pariwisata seharusnya terlebih dahulu mengidentifikasikan produk wisata
(Penawaran) yang ada di destinasi dan pasar wisatawan (Permintaan), baik yang
aktual maupun potensial kemudian dilakukan suatu analisis terhadap kedua aspek
tersebut, sehingga titik temu dari kedua aspek tersebut tercapai. Maka dengan
demikian produk wisata yang akan dijual sesuai dengan permintaan (kebutuhan
dan keinginan wisatawan).
36
Gambar: 2.1. Pendekatan Kesesuaian Penawaran dan Permintaan
Richardson dan Fluker (2004) dalam Pitana (2005:66) mengatakan bahwa
keputusan seseorang untuk melakukan perjalanan wisata dipengaruhi oleh kuatnya
faktor-faktor pendorong (push factors) dan faktor-faktor penarik (pull factors).
Faktor pendorong dan penarik ini merupakan faktor internal dan eksternal yang
memotivasi wisatawan untuk melakukan perjalanan. Faktor pendorong umumnya
bersifat sosial-psikologis (person-specific motivation), sedangkan faktor penarik
merupakan destination-specific attributes.
Menurut Damanik dan Weber (2006:2-14), dari sisi ekonomi, pariwisata
muncul dari unsur permintaan dan penawaran antara wisatawan dan daerah tujuan
wisata (destinasi pariwisata). Kedua unsur ini ibarat mata uang yang memiliki dua
sisi yang tidak bisa dipisahkan. Tanpa permintaan wisatawan, segala macam daya
tarik wisata yang ada tidak akan ada gunanya, dan sebaliknya tanpa daya tarik
wisata, wisatawan tidak akan ada tempat untuk melakukan perjalanan wisata.
Awalnya permintaan wisatawan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
ketersediaan waktu luang dan peningkatan pendapatan. Semakin banyaknya waktu
PENAWARAN PERMINTAAN
KEPUASAN KUALITAS NILAI JUAL
KONSEP STRATEGIS PENGEMBANGAN DESTINASI PARIWISATA
WISATAWAN • MOTIVASI • KEINGINAN • KEBUTUHAN
PRODUK WISATA • ATRAKSI • AKSESIBILITAS • AMENITAS
37
luang dan pendapatan akan meningkatkan keinginan wisatawan untuk melakukan
perjalanan wisata. Diikuti dengan kemajuan teknologi tranportasi darat, laut dan
udara yang semakin aman, nyaman dan murah dapat meningkatkan kemampuan
masyarakat kelas bawah dan menengah masuk ke dalam pasar transportasi udara.
Hal ini sangat sesuai dengan teori permintaan dan penawaran yang menyatakan
bahwa semakin rendah harga suatu produk maka semakin banyak produk yang
dibeli oleh konsumen (Tasman dan Aima, 2005:12). Sebagai dampaknya, saat ini
pariwisata bukan hanya konsumsi eksklusif para pengusaha, petinggi negara dan
daerah, kalangan elit dan selebritis, tetapi juga konsumsi orang-orang desa yang
memiliki distribusi pekerjaan dan pendapatan yang semakin baik.
Permintaan wisatawan tanpa ada penawaran dan pelayanan dari daerah
tujuan wisata belum cukup menjamin perjalanan wisata. Penawaran wisata adalah
menyangkut semua produk yang ditawarkan kepada wisatawan, sedangkan jasa
adalah layanan yang diterima wisatawan ketika mereka memanfaatkan atau
menkonsumsi produk tersebut. Pelayanan pariwisata biasanya tidak tampak
(intangible), bahkan seringkali tidak dirasakan. Mulai dari pembersihan kamar
hotel yang dilakukan oleh staf room service, aneka hidangan dan cara
penyajiannya yang dilakukan oleh staf food and beverage sampai penyediaan
informasi di Tourist Information Centre, semuanya merupakan bentuk jasa
penawaran pariwisata (Damanik dan Weber, 2006:11).
Menurut Gunn (1994:57), daya tarik wisata (attraction) merupakan
komponen yang paling kuat dalam penawaran daerah tujuan wisata. Daya tarik
wisata merupakan energi yang dapat memberikan kekuatan dan dorongan
38
terhadap wisatawan untuk melakukan perjalanan ke daerah tujuan wisata. Selain
itu, daya tarik wisata dapat memberikan daya pikat atau stimulus terhadap
motivasi perjalanan wisata dan memberikan kepuasan atau hadiah atas perjalanan
yang dilakukan wisatawan. Di lain pihak, pelayanan pariwisata hanya merupakan
fasilitator dan bukan sebagai alasan utama perjalanan wisatawan karena tanpa
daya tarik wisata, pelayanan pariwisata mungkin tidak akan dibutuhkan.
2.3.2 Siklus Hidup Destinasi
Siklus hidup destinasi terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap pengenalan
(introduction) hingga peremajaan (rejuvenation). Richardson dan Fluker
(2004:51) mengemukakan bahwa;
“A model that characterises each stage in the lifecycle of a destination (and destination areas and resort area) including introduction, growth, maturity, and decline and/ or rejuvenation”
Destinasi berjalan menurut siklus evolusi yang terdiri dari tahap pengenalan
(introduction), pertumbuhan (growth), pendewasaan (maturity), penurunan
(decline) dan atau peremajaan (rejuvenation). Tujuan utama dari penggunaan
model siklus hidup destinasi (destination lifecycle model) adalah sebagai alat
untuk memahami evolusi dari produk dan destinasi pariwisata sekaligus untuk
mengetahui tahapan pengembangan destinasi pariwisata itu sendiri.
Butler (1980) mengemukakan bahwa terdapat 6 (enam) tahapan
pengembangan pariwisata berkelanjuatan yang membawa implikasi serta dampak
yang berbeda terhadap pariwisata sebagai berikut:
1 Tahap Explorasi , pertumbuhan spontan dan penjajakan (Exploration)
Pada tahap ini jumlah wisatawan masih relatif kecil. Mereka cenderung
dihadapkan pada kondisi alam yang masih alami dan budaya masyarakat
39
yang masih alami pada daerah tujuan wisata. Atraksi wisata belum
berubah dan kontak masyarkat relative tinggi.
2 Tahap Keterlibatan (Involment)
Pada tahap ini mulai adanya inisiatif masyarakat lokal untuk menyediakan
fasilitas wisata, kemudian promosi daerah wisata dimulai yang dibantu
oleh pemerintah derah setempat. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah
kunjungan wisatawan.
3 Tahap Pengembangan dan Pembangunan (Development)
Pada tahap ini jumlah kunjungan wisatawan meningkat tajam, pada musim
puncak wisatawan biasanya menyamai bahkan melebihi jumlah penduduk
lokal. Investor luar berdatangan memperbaharui fasilitas. sejalan dengan
meningkatnya jumlah dan pupularitas daerah wisata, masalah-masalah
rusaknya fasilitas mulai terjadi. Perencanaan dan kontrol secara nasional
dan regional dibutuhkan , bukan hanya untuk memecahkan masalah yang
terjadi, tetapi juga untuk pemasaran internasional.
4 Tahap Konsolidasi (Consolidation)
Pada tahap ini tingkat pertumbuhan wisatawan mulai menurun, wlaupun
total jumlah wisatawan masih relative meningkat. Daerah pariwisata
belum berpengalaman mengatasi masalah dan kecendrungan terjadinya
monopoli yang sangat kuat.
5 Tahap Ketidakstabilan (Stagnation)
Pada tahap ini jumlah wisatawan yang datang pada puncaknya, wisatawan
sudah tidak mampu lagi dilayani oleh daerah tujuan wisata. Ini didasari
bahawa kunjungan ulang wisatawan dan pemamfaatan bisnis dan
40
komponen-komponen pendukungnya adalah dibutuhkan untuk
mempertahankan jumlah wisatawan yang berkunjung. Daerah tujuan
wisata mungkin mengalami masalah-masalah lingkungan, sosial dan
budaya serta ekonomi.
6 Tahap Penurunan Kualitas (Decline) dan Kelahiran Baru (Rejuvenation)
Pada tahap Decline, pengunjung kehilangan daerah tujuan wisata yang
diketahui semula menjadi “resort” baru. Resort menjadi tergantung pada
sebuah daerah tangkapan secara geografi lebih kecil untuk perjalanan
harian dan kunjungan berakhir pekan. Kepemilikan berpeluang kuat untuk
berubah dan fasilitas–fasilitas pariwisata, seperti akomodasi dan akan
berubah pemamfaatanya. Akhirnya pengambilan kebijakan mengakui
tingkatan ini dan memutuskan untuk dikembangkan sebagai”kelahiran
baru”. Selanjutnya terjadinya kebijaksanaan baru dalam berbagai bidang,
seperti pemafaatan, pemasaran, saluran distribusi dan meninjau kembali
posisi daerah tujuan wisata (destinasi pariwisata) tersebut.
Gambar. 2.2. A Tourism Area Cycle Of Evolution Sumber: Butler, 1980
41
Selain itu, sebagai penjelasan tambahan dalam siklus hidup destinasi
sebagaimana yang dikemukakan oleh Butler (1980) dalam siklus hidup destinasi
(destination life cycle), pada siklus ke-6 (enam) yaitu tahap yang disebut juga
sebagai tahap Post-stagnation selanjutnya dapat diklasifikasikan menjadi 2 lagi
yaitu; tahap Decline dan Rejuvenation (Pitana dan Diarta, 2009: 132-133).
Pada tahap Decline, wisatawan tertarik dengan destinasi lain yang baru.
Fasilitas pariwisata digantikan oleh fasilitas non-pariwisata. Atraksi wisata
menjadi semakin kurang menarik dan fasilitas pariwisata menjadi kurang
bermanfaat. Keterlibatan masyarakat lokal mungkin meningkat seiring penurunan
harga fasilitas pariwisata dan penurunan pasar wisatawan. Daerah destinasi
menjadi terdegradasi kualitasnya, kumuh dan fasilitasnya tidak berfungsi
sebagaimana mestinya sebagai penunjang aktivitas pariwisata.
Sedangkan pada tahap Rejuvenation, terjadi perubahan dramatis dalam
penggunaan dan pemanfaatan sumber daya pariwisata. Terjadi penciptaan
seperangkat atraksi wisata artifisial baru atau penggunaan sumber daya alam yang
tidak tereksploitasi sebelumnya.
Berdasarkan beberapa tahapan siklus hidup destinas tersebut (destination
life cycle) posisi Kuta Lombok berada pada tahap keterlibatan (involment) artinya
bahwa kepariwisataan di Kuta Lombok masih belum berkembang. Pada
keterlibatan tersebut ditandai dengan adanya inisiatif masyarakat lokal untuk
menyediakan fasilitas pariwisata dan adanya peningkatan jumlah kunjungan
wisatawan meskipun hal tersebut tidak signifikan.
42
2.4 Model Penelitian
Pengembagan suatu daerah atapun kawasan harus berdasarkan potensi yang
ada, seperti potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan potensi dalam
bentuk daya tarik wisata baik berupa daya tarik wisata alam maupun sosial budaya
yang dimilki oleh suatu daerah atau kawasan tersebut. Penelitian tentang strategi
pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan, di Desa
Kuta Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat
dapat memberikan suatu solusi untuk memecahan permasalahan–permasalahan
terkait.
Untuk melakukan analisis atapun kajian terhadap masalah tersebut, maka
faktor yang menjadi kendala dalam pengembangan tersebut perlu dikaji, aspek
serta kondisi lingkungan internal dan eksternal terhadap potensi daya tarik wisata
yang ada di Kuta Lombok. Seperti halnya sebuah daerah atau kawasan pada
umumnya, tentunya memiliki faktor lingkungan yang dapat dipisahkan menjadi 2
dua bagian yaitu; (1) lingkungan bagian dari kawasan yang disebut lingkungan
internal, dan (2) lingkungan bagian luar kawasan yang disebut lingkungan
eksternal. Lingkungan internal terdiri dari kekuatan (strength) dan kelemahan
(weakness), dan lingkungan eksternal terdiri dari peluang (opportunity) dan
ancaman (treath).
Masing–masing kekuatan dan kelemahan pada lingkungan internal serta
peluang dan ancaman pada lingkungan eksternal jika diidentifikasi terdiri atas
faktor–faktor. Selanjutnya dengan bantuan alat analisis matrik SWOT, maka
dapat dibuatkan kombinasi faktor–faktor internal dan eksternal serta apa saja
43
potensi dan daya tarik serta kendala dalam pengembangannya, dalam bentuk
matrik SWOT, dari matrik ini dapat dirumuskan berbagai alternatif strategi
pengembangan di Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan.
Menurut Kottler (1996) dari alternatif strategi dapat dirumuskan program –
program yang merupakan operasionalisasi dari setiap strategi umum (grand
strategy). Mengacu kepada pendekatan pariwisata berkelanjutan akhirnya dari
strategi umum atau pun program pengembangan dapat dibuat rekomendasi kepada
instansi berwenang atau para pemangku kepentingan (stakeholder) yang bergerak
di bidang kepariwisataan serta keterlibatan masyarakat lokal dalam usaha
menunjang pemerataan pembangunan kepariwisataan di Desa Kuta (Kuta
Lombok), Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah, sebagai destinasi
pariwisata berkelanjutan dan berdaya saing tinggi.
44
Gambar: 2.3. Model Penelitian
Keterangan: = Arah hubungan
= Saling mempengaruhi
Strategi Pengembangan
Potensi Kuta Lombok
Pariwisata Global
Pariwisata Nusa Tenggara Barat
Pariwisata Nasional
Pariwisata di Kuta Lombok belum Optimal
Pengembangan Kuta Lombok sebagai Destinasi Pariwisata Berkelanjutan
Kendala dalam Pengembangan
Teori; 1. Perencanaan 2. Siklus Hidup Destinasi
Recommended