View
9
Download
4
Category
Preview:
DESCRIPTION
hh
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi merupakan masalah yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-
hari. Penyakit infeksi ini masih sangat dominan menyerang negara-negara
berkembang. Hal ini dipicu baik oleh tingkah laku masyarakat itu sendiri maupun
lingkungan sekitarnya. Kondisi ini sering disebabkan oleh mikroba patogen,
contohnya seperti Escherichia coli.
Bakteri ini termasuk kelompok famili Enterobacteriaceae.
Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri gram negatif berbentuk batang
yang paling umum dibiakkan dalam laboratorium klinis dan merupakan bakteri
yang paling umum menyebabkan penyakit. Escherichia coli adalah bagian flora
normal gastrointestinal pada manusia dan dapat menyebabkan diare akut, serta
penyebab utama infeksi saluran kemih ( Jawetz et al, 2005).
Diare karena E.coli sering kali dianggap remeh oleh masyarakat kita, padahal
angka kejadian diare di Indonesia cukup tinggi. Berdasarkan data dari Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, angka kejadian diare pada tahun 2010 dengan
jumlah penderita 4204 dan kematian sebanyak 73 orang (Depkes RI, 2011).
Selain menyebabkan diare, E.coli juga menjadi penyebab utama Infeksi
Saluran Kemih (ISK) dan diperkirakan sekitar 90% infeksi saluran kemih pada
wanita muda disebabkan oleh E.coli (Dzen dkk, 2004).
Di kota Palu sendiri berdasarkan laporan dari puskesmas, jumlah penemuan
penderita diare pada tahun 2008 sebanyak 7. 148 (55,66%) , dan jumlah penderita
yang meninggal sebanyak 3 orang yang terjadi pada kelompok umur balita. Hal
ini dikarenakan perilaku hidup bersih dan sehat yang relatif masih rendah (Dinkes
Kota Palu, 2009).
Tidak hanya itu, bakteri E. coli ini ternyata juga mulai lebih sulit dalam
penanganannya. Padahal hampir sebagian besar obat anti mikroba cukup sensitif
terhadap bakteri ini. Beberapa penelitian telah mengemukakan sejumlah obat
antibakteri yang mulai resisten terhadap bakteri ini. Seorang dokter di India
1
2
melakukan percobaan resistensi bakteri E.coli pada beberapa obat antimikroba,
dan hasilnya menunjukkan bahwa bakteri ini sudah resisten terhadap ampicilin,
cotrimoxazole, dan nalidixic acid (Winarsih, 2009).
Adanya resistensi ini dapat menimbulkan banyak masalah dalam pengobatan
penyakit infeksi, sehingga diperlukan usaha untuk mengembangkan obat
tradisional berbahan herbal yang dapat membunuh bakteri untuk menghindari
terjadinya resistensi tersebut. Jumlah tanaman obat Indonesia yang digunakan
sebagai alternatif obat sangatlah banyak. Salah satu contoh tanaman obat yang
sudah lama digunakan adalah kelor atau Moringa oleifera Lam (Tedjo, 2011).
Kelor (Moringa oleifera Lam) adalah spesies monogenarik famili
moringaceae yang paling luas ditanam, dan merupakan tanaman asli untuk lahan
tanah di India sub-himalaya, Pakistan, Bangladesh, dan Afganistan (Fahey, 2005).
Pada penelitian sebelumnya ditemukan bahwa kelor (Moringa oleifera Lam)
mengandung asam amino, kalsium, antioksidan, antibakteri, seperti 4 (a-L-
rhamnosyloxy) benzyl isothiocyanate serta zat-zat yang lain seperti alkaloid,
flavonoid, tanin, dan saponin (Goyal, 2007).
Hampir semua bagian dari tanaman kelor dijadikan bahan antibakteri.
Bagian-bagian tanaman kelor yang telah terbukti sebagai bahan antibakteri
diantaranya daun, biji, minyak, bunga, akar, dan kulit kayu tanaman kelor (Fahey,
2009). Namun, dari berbagai macam bagian tumbuhan itu, biji kelor terbukti lebih
efektif sebagai bahan antimikroba pada penelitian yang dilakukan oleh Bukar
(Bukar, 2010).
Berdasarkan fakta tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Efek Antibakteria Ekstrak Biji Kelor (Moringa oleifera Lam) pada
bakteri Escherichia coli” di dalam laboratorium dengan mengukur zona hambat
pada cakram disk.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka dapat dirumuskan
permasalahannya, yaitu: “Apakah Ekstrak Biji Kelor (Moringa oleifera Lam)
Memiliki Efek Antibakteri Terhadap Bakteri Escherichia coli?”
3
C. Tujuan Penelitian
1. Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak biji kelor
(Moringa oleifera Lam) terhadap bakteri Escherichia coli.
2. Khusus
Mengetahui Kadar Hambat Minimal (KHM) ekstrak biji kelor (Moringa
oleifera Lam) terhadap bakteri Escherichia coli.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti:
a. Dapat memenuhi syarat pembuatan skripsi sebagai tugas akhir
perkuliahan
b. Dapat mengetahui efek antibakteri biji kelor (Moringa oleifera Lam)
terhadap bakteri Escherichia coli.
2. Bagi masyarakat dan pemerintah:
a. Dapat mengetahui manfaat biji kelor sebagai obat-obatan herbal
b. Dapat dijadikan sebagai referensi sehingga biji kelor dapat menjadi obat
herbal standar yang khasiatnya diakui.
3. Bagi penelitian selanjutnya:
Dapat di jadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.
E. Keaslian Penelitian
Keaslian dari penelitian ini dapat diketahui dari penelitian serupa dengan
yang penulis lakukan, yaitu:
Petter (2011) telah melakukan penelitian untuk melihat efektifitas
antimikroba dari ekstrak biji kelor pada bakteri Streptococcus pyogenes secara in
vitro. Penelitian ini merupakan jenis penelitian true experimental design dengan
rancangan penelitian post test only control group design dengan menggunakan
metode dilusi tabung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak biji kelor
memiliki efek antimikroba terhadap bakteri Streptococcus pyogenes dengan nilai
Kadar Bunuh Minimal (KBM) terlihat pada konsentrasi ekstrak 13,75%.
4
Perbedaan antara penelitian yang dilakukan sebelumnya dengan yang akan
peneliti lakukan saat ini yaitu terletak pada bakteri yang akan diuji (sampel),
perlakuan yang diberikan, dan tempat dilakukannya eksperimen.
Penelitian yang dilakukan oleh Irmudita (2008) untuk melihat aktivitas
antibakteri ekstrak bawang putih pada bakteri Escherichia coli secara in vitro.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan post test only
control group design dengan menggunakan metode dilusi yang meliputi dua
tahap, yaitu penentuan Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh
Minimal (KBM). Hasil penelitian menunjukkan ekstrak bawang putih memiliki
efek antimikroba terhadap bakteri Escherichia coli dengan nilai Kadar Hambat
Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM) terlihat pada konsentrasi
ekstrak 50%.
Perbedaan antara penelitian yang dilakukan Irmudita dengan yang akan
peneliti lakukan saat ini yaitu terletak pada ekstrak yang digunakan, perlakuan
yang diberikan, dan tempat dilakukannya penelitian.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Tanaman Kelor
a. Taksonomi Tumbuhan Kelor
Kingdom : Plantae (Tanaman)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/ dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Capparales
Famili : Moringaceae
Genus : Moringa
Spesies : Moringa Oleifera Lam (Tilong, 2012)
b. Nama Daerah
Kelor dikenal dengan nama berbeda di berbagai negara, seperti
moringa, dan drumstick plant (Inggris). Sedangkan di Indonesia sendiri
kelor memiliki beberapa macam nama sebagai berikut: kerol (Pulau Buru);
maranggih (Madura); moltong (Flores); kelo (Gorontalo); keloro (Bugis);
kawano (Sumba); ongge (Bima); hau fo (Timor). Sementara di dalam
bahasa Indonesia termasuk dalam bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan
Lampung, penduduk setempat lebih mengenalnya dengan sebutan kelor.
Sementara di Sulawesi Tengah sendiri tumbuhan kelor dikenal dengan
nama kelo (Jonni, 2008).
c. Morfologi
Tumbuhan yang mempunyai nama latin Moringa oleifera ini tumbuh
dalam bentuk pohon, berumur panjang (perenial) dengan tinggi 7-12 m.
6
Batang : Batang berkayu (lignosus), tegak, berwarna putih kotor, kulit
tipis, permukaan kasar. Percabangan simpodial, arah cabang
tegak atau miring, cenderung tumbuh lurus dan memanjang.
Daun : Daun majemuk, bertangkai panjang, tersusun berseling
(alternate), beranak daun gasal (imparipinnatus), helai daun
saat muda berwarna hijau muda – setelah dewasa hijau tua,
bentuk helai daun bulat telur, panjang 1-2 cm, tipis lemas,
ujung dan pangkal tumpul (obtusus), tepi rata, susunan
pertulangan menyirip (pinnate), permukaan atas dan bawah
halus.
Bunga : Bunga muncul diketiak daun (axillaris), bertangkai panjang,
kelopak berwarna putih agak krem, menebar aroma khas.
Buah : Buah kelor berbentuk panjang bersegi tiga, panjang 20 – 60
cm, buah muda berwarna hijau- setelah tua menjadi cokelat,
bentuk biji bulat – berwarna cokelat kehitaman, berbuah
setelah berumur 12-18 bulan.
Akar : Akar tunggang, berwarna putih, membesar seperti lobak.
Biji : berbentuk bulat dan berwarna coklat kehitaman, terdapat
lapisan seperti selaput di bagian luar biji.
Tumbuhan kelor dapat diperbanyak secara generatif (biji) maupun
vegetatif (setek batang). Tumbuh didataran rendah maupun dataran
tinggi sampai di ketinggian ± 1.000 m di atas permukaan laut (Ashari,
2010).
Gambar 2.1 Tanaman kelor (Moringa oleifera)
Sumber: Jonni, 2008
7
d. Sifat Kimia dan Kandungan Tanaman Moringa Oleifera
Moringa oleifera kaya dengan berbagai kandungan kimia yang sudah
diketahui, antara lain: Biji: Minyak “behen”. Kulit akar: Minyak atsiri.
Senyawa lain: myrosine, emulsine, alkaloid pahit tidak beracun, vitamin
A, B1, B2 dan C (Ashari, 2010).
Selain yang disebutkan diatas, Moringa oleifera mengandung banyak
zat kimia lain seperti alkaloid moringin, moringinan, dan pteringospermin.
Bijinya mengandung linoleat, olleat, lignoserat, dan asam palminat
(Thilong, 2012).
e. Khasiat dan pemanfaatan tanaman Moringa oleifera
Dalam farmakologi Cina dan pengobatan tradisional lain disebutkan
bahwa tanaman kelor memiliki sifat: rasa agak pahit, netral, antiinflamasi,
antipiretik, antiskorbut, dan tidak beracun (Ashari, 2010). Sedangkan
menurut Thilong, manfaat dan khasiat kelor antara lain sebagai anti
epilepsi, antispasmodik, diuretik, menurunkan kolesterol, antioksidan,
antidiabetes, antibakteri, dan anti jamur (Thilong, 2012).
Biji kelor sendiri memiliki khasiat mengatasi muntah/mual, biji kelor
yang masak dan kering mengandung pterigospermin yang lebih pekat
sampai bersifat germisida. Hasil penelitian Madsen dan Dchlundt serta
Grabow dan kawan-kawan menunjukkan bahwa serbuk biji kelor mampu
menumpas bakteri Escherichia coli, Streptococcus faecalis dan Salmonella
typhy. Karena itu di Afrika, biji kelor dimanfaatkan untuk mendeteksi
pencemaran air oleh bakteri-bakteri seperti yang disebut diatas (Ashari,
2010).
f. Struktur fitokimia dari Moringa oleifera
Fitokimia berasal dari kata phytochemical. Phyto berarti tumbuhan
atau tanaman dan chemical sama dengan zat kimia, berarti fitokimia
adalah zat kimia yang terdapat pada tanaman. Senyawa fitokimia tidak
8
termasuk kedalam zat gizi karena bukan karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, mineral maupun air. Senyawa fitokimia merupakan zat kimia
alami yang terdapat di dalam tumbuhan dan dapat memberikan rasa,
aroma, atau warna pada tumbuhan itu dan dapat memberikan dampak pada
kesehatan. Pada penelitian sebelumnya ditemukan bahwa kelor (Moringa
oleifera Lam) mengandung asam amino, kalsium, antioksidan, antibakteri,
seperti 4 (a-L-rhamnosyloxy) benzyl isothiocyanate (Goyal, 2007).
Gambar 2.2 struktur fitokimia Moringa oleifera 4 (a-L-rhamnosyloxy)
benzyl isothiocyanate
(Sumber: Fahey, 2005)
Kelor juga mengandung beberapa senyawa lain, yaitu:
a. Flavonoid
Menurut (Dwidjoseputro, 1994 dalam Vonny, 2013) flavonoid
merupakan senyawa fenol yang bersifat sebagai koagulator protein. Salah
satu fungsi flavonoid adalah sebagai antibakteri yang bekerja dengan cara
membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraselular yang
mengganggu integritas sel bakteri.
b. Alkaloid
Alkaloid memiliki fungsi sebagai antibakteri dengan cara
mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga
lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian
sel tersebut (Vonny, 2013).
9
c. Tanin
Tanin berfungsi sebagai antibakteri dengan cara mengerutkan dinding
sel atau membran sel sehingga sel tidak dapat melakukan aktifitas hidup
sehingga pertumbuhannya terhambat atau mati (Vonny, 2013).
d. Saponin
Saponin merupakan senyawa yang larut dalam air dan etanol, tetapi
tidak larut dalam eter. Sebagai antibakteri, saponin bekerja dengan
mengganggu stabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel
bakteri lisis dan menyebabkan keluarnya komponen penting di dalam sel
bakteri yaitu protein, asam nukleat, dan nukleotida (Vonny, 2013).
2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan secara kimia dan fisika kandungan zat
simplisia menggunakan pelarut yang sesuai. Hal-hal yang penting
diperhatikan dalam melakukan ekstrasi yaitu pemilihan pelarut yang sesuai
dengan sifat-sifat polaritas senyawa yang ingin diekstraksi ataupun sesuai
dengan sifat kepolaran kandungan kimia yang diduga dimiliki simplisia
tersebut, hal lain yang perlu diperhatikan adalah ukuran simplisia harus
diperkecil dengan cara perajangan untuk memperluas sudut kontak pelarut dan
simplisia, tapi jangan terlalu halus karena dikhawatirkan menyumbat pori-pori
saringan menyebabkan sulit dan lamanya poses ekstraksi.
Metode ektraksi di bagi menjadi dua:
1. Cara dingin
a) Maserasi: metode ekstrasi dengan prinsip pencapaian kesetimbangan
konsentrasi, menggunakan pelarut yang direndamkan pada simplisia
dalam suhu kamar, bila dibantu pengadukan secara konstan maka
disebut maserasi kinetik. Remaserasi adalah penambahan pelarut
kedalam simplisia yang diekstraksi, maserat (hasil maserasi) pertama
disaring, sisa simplisia (residu) diekstraksi dengan menambahkan
10
pelarut yang baru dengan cara yang sama seperti diatas. kekurangan
metode ini, butuh waktu yang lama dan memerlukan pelarut dalam
jumlah yang banyak.
Prinsip ekstraksi dengan cara paserasi yaitu penyarian zat aktif yang
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari yang sesuai pada temperatur kamar, terlindung dari cahaya.
Cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel
akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam
sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan
terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi
rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.
b) Perkolasi: ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru
hingga semua pelarut tertarik dengan sempurna (exhaustive
extraction), umunya dilakukan pada suhu kamar. tahapan perkolasi
penetesan pelarut serta penampungan perkolatnya hingga didapat
volume 1 sampai 5 kali jumlah bahan. Proses keberhasilan ekstraksi
dengan cara perkolasi dipengaruhi selektifitas pelarut, kecepatan alir
pelarut dan suhunya, ukuran simplisia tidak boleh terlalu halus, karna
dapat menyumbat pori-pori saringan perkolator (Ansel, 1989)
2. Cara panas
a) Refluks: proses ekstraksi dengan pelarut yang dididihkan beserta
simplisia selama waktu tertentu dan jumlah pelarutnya konstan, karna
pelarut terus bersirkulasi didalam refluks (menguap, didinginkan,
kondensasi, kemudian menetes kembali ke menstrum (campuran
pelarut dan simplisia) di dalam alat). Umumnya dilakukan
pengulangan pada residu pertama, hingga didapat sebanyak 3-5 kali
hingga didapat proses ekstraksi sempurna (exhaustive extraction).
b) Soxhletasi: proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu
baru dengan menggunakan soxhlet. ekstrasi terjadi secara
kontinyu,dengan jumlah pelarut yang relatif konstan.
11
c) Digesti: maserasi kinetik (maserasi dengan pengadukan konstan) yang
dilakukan pada suhu temperatur yang lebih tinggi, umumnya 40-50
Celcius.
d) Infus: ekstraksi dengan menggunakan air yang mendidih pada suhu
96-98 C, dalam waktu tertentu sekitar 15-20 menit.
e) Dekok: proses infus yang terjadi selama skitar 30 menit lebih, untuk
dekok sekarang sudah sangat jarang digunakan (Ansel, 1989).
3. Escherchia coli
Escherichia coli adalah kuman oportunistik yang banyak ditemukan di
dalam usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena
dapat menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak.
E.coli merupakan bakteri yang dapat hidup pada lingkungan yang berbeda.
Bakteri ini dapat ditemukan di tanah, air, tanaman, hewan, dan manusia
(Karsinah, 2010).
a. Klasifikasi ilmiah
Kingdom : Bacteria
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Escherchia
Spesies : Escherchia coli (Jawetz et.al, 2007)
b. Morfologi
Kuman berbentuk batang pendek (kokobasil), gram negatif, ukuran
0,4-0,7 µm x 1,4 µm, sebagian besar bergerak positif (motil) dan beberapa
strain mempunyai kapsul (Karsinah, 2010).
12
Gambar 2.3 Tampakan mikroskopik bakteri Escherichia coli
c. Faktor-faktor patogenesis
Antigen permukaan
Escherichia coli mempunyai antigen O, H, dan K. Pada saat ini telah
ditemukan 150 tipe antigen O, 90 tipe antigen K dan 50 tipe antigen H.
Antigen K dibedakan lagi berdasarkan sifat-sifat fisiknya menjadi tiga
tipe yaitu: L, A dan B (Karsinah, 2010).
a) Antigen O adalah bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel
dan terdiri dari unit polisakarida yang berulang. Antigen O
resisten terhadap panas dan alkohol.
b) Antigen K terletak di luar antigen O pada beberapa
Enterobacteriaceae tetapi tidak semuanya. Antigen K pada E.coli
menyebabkan perlekatan bakteri pada sel epitel sebelum invasi ke
saluran cerna dan saluran kemih
c) Antigen H terdapat di flagela dan didenaturasi atau dirusak oleh
panas atau alkohol (Brooks, 2007).
Enterotoksin
Ada dua macam enterotoksin yang telah berhasil diisolasi dari E. Coli:
a. Toksin LT (termolabil)
b. Toksin ST (termostabil)
Toksi LT bekerja merangsang enzim adenil siklase yang terdapat
didalam sel epitel mukosa usus halus, menyebabkan peningkatan aktivitas
13
enzim tersebut dan terjadinya peningkatan permeabilitas sel epitel usus.
Sehingga terjadi akumulasi cairan didalam usus dan berakhir dengan diare.
Toksin ST adalah asam amino dengan berat molekul 1970 dalton,
mempunyai satu atau lebih ikatan disulfida, yang penting untuk mengatur
stabilitas PH dan suhu. Toksin ST bekerja dengan cara mengaktivasi
enzim guanilat siklase menghasilkan siklik guanosin monofosfat,
menyebabkan gangguan absorpsi klorida dan natrium, selain itu ST
menurunkan motilitas usus halus (Karsinah, 2010).
Hemolisin
Pembentukan hemolisis diatur oleh plasmid yang berukuran 41 mega
dalton, bersifat toksik terhadap sel pada biakan jaringan. Peranan
hemolisin pada infeksi E. coli tidak jelas tetapi strain hemolitik E. coli
ternyata lebih patogen daripada strain yang nonhemolitik (Karsinah,
2010).
4. Antibakteri
Antibekteri adalah obat pembasmi bakteri, khususnya bakteri yang
merugikan manusia. Dalam hal ini yang dimaksud dengan bakteri terbatas
pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit (Setiabudy, 2007).
Berdasarkan toksisitas selektif, antibakteri dapat digolongkan menjadi
dua yaitu: antibakteri yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri,
dikenal sebagai aktivitas bakteriostatika; dan ada yang bersifat membunuh
bakteri, dikenal sebagai aktivitas antibakterisid (Setiabudy, 2007)
A) Mekanisme kerja antibakteri
a. Menghambat metabolisme sel bakteri
Antibakteri yang tergolong dalam kelompok ini ialah sulfonamid,
trimetropim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon.
Bakteri membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya.
Kuman patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari luar asam
amino benzoat (PABA) untuk kebutuhan hidupnya. Apabila
14
sulfonamid atau sulfon menang bersaing dengan PABA untuk
diikutsertakan dalam pembentukan asam folat, maka terbentuk analog
asam folat yang nonfungsional. Akibatnya, kehidupan bakteri akan
terganggu (Setiabudy, 2007).
b. Menghambat sintesis dinding sel bakteri.
Dinding sel bakteri, terdiri dari peptidoglikan yaitu suatu kompleks
polimer mukopeptida (glikopeptida). Sikloserin menghambat reaksi
yang paling dini dalam proses sintesis dinding sel; diikuti berturut-
turut oleh basitrasin, vankomisin, dan diakhiri oleh penisilin dan
sefalosporin, yang menghambat reaksi terakhir (transpeptisida) dalam
rangkaian reaksi tersebut. Oleh karena tekanan osmotik dalam sel
kuman lebih tinggi daripada diluar sel maka kerusakan dinding sel
kuman akan menyebabkan terjadinya lisis, yang merupakan dasar efek
bakterisidal pada kuman yang peka (Setiabudy, 2007).
c. Merusak membran sel bakteri
Membran sel menjaga komposisi internal dari sel dengan cara
berfungsi didalam permeabilitas selektif dan proses transport aktif.
Rusaknya membran sel dapat menyebabkan keluarnya metabolit
penting didalam sel yang berakibat pada kematian sel. Contoh
antibakteri yang merusak membran sel bakteri adalah: polimiksin-B,
golongan poliene (amfoterisisn-B), golongan azol (klotrimazol,
mikonazole, dan ketokonazol) (Gunawan, 2009).
d. Menghambat sintesis protein sel bakteri
Sel bakteri harus mensintesis berbagai protein untuk kehidupannya.
Sintesis protein berlangsung didalam ribosom dengan bantuan mRNA
dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas dua subunit, yang
berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 3OS
dan 5OS. Untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua kompunen ini
15
akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 7OS.
Streptomisin berikatan dengan komponen ribososm 3OS dan
menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca ole tRNA pada waktu
sintesis protein. Akibatnya terbentuk protein yang abnormal dan
nonfungsional bagi sel bakteri. Eritromisin berikatan dengan ribososm
5OS dan menghambat translokasi kompleks tRNA-peptida dari lokasi
asam amino ke lokasi peptida. Akibatnya, rantai polipeptida tidak
dapat diperpanjang karena lokasi asam amino tidak dapat menerima
kompleks tRNA-asam amino yang baru. Dan tetrasiklin berikatan
dengan ribososm 3OS dan menghalangi masuknya kompleks tRNA-
asam amino pada lokasi asam amino (Setiabudy, 2007)
e. Menghambat sintesis asam nukleat
Yang termasuk dalam golongan ini ialah rifampisin, dan golongan
kuinolon. Antibakteri ini bekerja pada proses transkripsi, misalnya
rifampisin menghambat replikasi deoksiribosa Nukleutida Acid (DNA)
pada proses pembelahan sel. Rifampisin bekerja dengan cara mengikat
kuat DNA-dependent RNA polimerase sehingga menghambat sintesis
ribosa Nukleutida Acid (RNA) bakteri (Setiabudy, 2007).
B) Pengukuran Aktifitas Antibakteri
Penentuan kerentanan patogen bakteri terhadap obat-obatan antibakteri
dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode utama di bawah ini,
yaitu:
1. Metode dilusi
Pada metode ini, sejumlah zat antibakteri dimasukkan ke dalam
medium bakteriologi padat atau cair. Biasanya digunakan pengenceran dua
kali lipat zat antibakteri. Kemudian medium diinokulasi dengan bakteri
yang diuji dan diinkubasi. Tujuan akhirnya ialah untuk mengetahui
seberapa banyak jumlah zat antibakteri yang dibutuhkan untuk
16
menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri yang diuji . kekurangan
uji kerentanan dilusi agar ini adalah membutuhkan waktu yang banayak,
dan kegunaannya terbatas pada keadaan-keadaan tertentu (Brooks et.al,
2007).
2. Metode difusi
Metode ini merupakan metode yang paling luas digunakan yaitu dengan
uji difusi cakram. Cakram kertas filter yang mengandung obat tertentu
ditempatkan diatas permukaan medium padat yang telah diinokulasi pada
permukaan dengan organisme uji. Setelah inkubasi, diameter zona jernih
inhibisi di sekitar cakram diukur sebagai ukuran kekuatan inhibisi obat
melawan organisme uji tertentu (Brooks et.al, 2007).
17
5. Kerangka teori
Gambar 2.4 Keangka Teori
Sumber: Vonny, 2013; Setiabudy, 2007
antibakteri
cefotaxim(kontrol positif)
Biji kelor
alkaloid taninsaponin flavonoid
Gangguan struktur bakteri
Menghambat metabolisme sel bakteri
Meng-hambat sintesis dinding sel bakteri
Merusak membran sel bakteri
Menghambat sintesis
protein sel bakteri
Menghambat sintesis asam nukleat
Kematian sel bakteri
Zona inhibisi
18
6. Kerangka konsep
Gambar 2.5 Kerangka Konsep
B. Landasan Teori
Biji kelor sendiri memiliki khasiat mengatasi muntah/mual, biji kelor yang
masak dan kering mengandung pterigospermin yang lebih pekat sampai bersifat
germisida. Hasil penelitian Madsen dan Dchlundt serta Grabow dan kawan-kawan
menunjukkan bahwa serbuk biji kelor mampu menumpas bakteri Escherchia coli,
Streptococcus faecalis dan Salmonella typhy. Karena itu di Afrika, biji kelor
dimanfaatkan untuk mendeteksi pencemaran air oleh bakteri-bakteri seperti yang
disebut diatas (Ashari, 2010). Tanaman kelor mengandung senyawa seperti
flavonoid, alkaloid, saponin, dan tanin yang memiliki potensi sebagai antibakteri
dan antifungal (Farooq et.al, 2012).
Alkaloid memiliki fungsi sebagai antibakteri dengan cara mengganggu
komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel
tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut. Saponin
bekerja dengan mengganggu stabilitas membran sel bakteri sehingga
menyebabkan sel bakteri lisis dan menyebabkan keluarnya komponen penting di
dalam sel bakteri yaitu protein, asam nukleat, dan nukleotida (Vonny, 2013).
Variabel bebas
Ekstrak biji kelor
Variabel terikat
Escherchia coli
Variabel perancu (terkontrol)
- Lama waktu inkubasi- Temperatur inkubasi- Jumlah tetesan larutan uji
19
Escherchia coli adalah kuman oportunistik yang banyak ditemukan di dalam
usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat
menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak. E. Coli
merupakan bakteri yang dapat hidup pada lingkungan yang berbeda. Bakteri ini
dapat ditemukan di tanah, air, tanaman, hewan, dan manusia (Karsinah, 2010).
C. Hipotesis
H1: ekstrak biji kelor (Moringa oleifera) memiliki efek antibakteri terhadap
bakteri Escherchia coli
H0: ekstrak biji kelor (Moringa oleifera) tidak memiliki efek antibakteri terhadap
bakteri Escherchia coli.
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium dengan
desain posttest-only control group untuk mengetahui adanya perbedaan yang
signifikan antara grup kontrol dan grup yang diberikan perlakuan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan pada bulan April 2014 di
Laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Tadulako Kota Palu untuk pembuatan ekstrak, dan dilanjutkan di
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Tadulako.
C. Populasi, Sampel, dan Besar Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah bakteri Escherchia coli, dan sampel
dalam penelitian ini adalah biakan Escherchia coli yang berasal dari Balai
Laboratorium Kesehatan Kota Palu. Pada penelitian ini menggunakan 4 kelompok
perlakuan, yaitu:
a. Kelompok 1: Ekstrak Biji kelor 100%
b. Kelompok 2: Ekstrak biji kelor 50%
c. Kelompok 3: Ekstrak biji kelor 25%
d. Kelompok 4: ekstrak biji kelor 12.5%
e. Cefotaxim sebagai kontrol positif
f. Aquadest sebagai kontrol negatif
Karena terdapat 4 kelompok perlakuan, sehingga untuk menentukan jumlah
sampel minimal yang akan digunakan, maka digunakan rumus federer (Hanafiah
2000, dalam Hayati, 2009):
21
Dimana:
t = jumlah perlakuan
n = jumlah sampel
karena t = 4, maka:
(4-1) (n-1) ≥ 15
3 (n-1) ≥ 15
n-1 ≥ 15
n ≥ 6
minimal jumlah sampel = 6
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, jumlah sampel yang digunakan pada
penelitian ini adalah ≥ 6 sampel per kelompok perlakuan. Jumlah kelompok
perlakuan adalah 4, maka sampel yang digunakan adalah ≥ 24 sampel.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak biji kelor dengan
berbagai konsentrasi pengenceran.
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung dari penelitian ini adalah efek antibakteri yang dilihat
dari diameter zona hambat pada cakram (disk)
E. Definisi Operasional
1. Antibakteri
Adalah senyawa organik sintetik atau yang terdapat secara alami yang dapat
menghambat atau menghancurkan bakteri tertentu, biasanya pada konsentrasi
rendah (Brooks et. al, 2007).
2. Ekstrak etanol biji kelor
Adalah cairan kental yang diperoleh dengan melakukan kegiatan penarikan
kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak
(t-1) (n-1) ≥ 15
22
larut dengan pelarut cair dari biji Moringa oleifera Lam yang telah
dikeringkan dan dihaluskan dengan pelarut cair etanol 96% dan diuapkan
dengan rotary evaporator.
3. Diameter zona hambat
Adalah area bening di sekitar cakram (disk) yang menunjukkan ukuran
kekuatan dari bahan uji untuk melawan bakteri uji yang diukur dengan
menggunakan satuan milimeter.
diameter zonaha mbat=diameter vertikal+diameter horizontal2
Zona hambat tampak sebagai area bersih atau jernih yang mengelilingi
cakram tempat zat dengan aktivitas antibakteri terdifusi. Diameter zona
hambat dapat diukur dengan penggaris. Diameter zona hambat dibagi menjadi
tiga kategori yaitu sensitif, intermediet, dan resisten yang mana berpedoman
pada National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS).
Cara ukur : Menggunakan penggaris
Hasil ukur terdiri dari tiga kategori, yaitu:
- sensitif ≥ 20 mm
- intermediet 11-19 mm, dan
- resisten ≤ 10 mm.
Skala ukur : Ordinal
F. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan adalah
a. Timbangan
b. Blender
c. Ose steril
d. Rotary evaporator
e. Gelas ukur
f. Tabung reaksi
g. Inkubator
23
h. Kertas saring
i. Gelas beaker
j. Mikropipet
k. Mistar
l. Pinset
m. Cawan petri
2. Bahan yang dipakai dalam penelitian
a. Biji kelor
b. cefotaxime
c. Aluminium foil
d. Aquadest
e. Benzena
f. Amonia
g. Petri disk
h. Etanol
i. Biakan Escherchia coli
G. Prosedur dan Alur Penelitian
1. Pembuatan ekstrak biji kelor
Biji kelor yang baik digunakan merupakan biji kelor yang kulit luarnya
berwarna hijau kecoklatan sampai coklat muda dengan bagian dalam inti biji
berwarna putih (Nasir, 2010).
Tahap pembuatan ekstrak biji kelor, yaitu:
1. Biji kelor dengan berat 3 kg di cuci sampai bersih dengan menggunakan
air keran.
2. Kupas kulit biji kelor, dan keringkan di bawah sinar matahari dengan
ditutup kain hitam
3. Setelah kering, biji kelor di haluskan sampai menjadi serbuk.
4. Setelah itu, serbuk biji kelor di rendam dengan pelarut etanol 96% selama
3x24 jam
24
5. Setelah 3x24 jam, larutan kemudian disaring menggunakan kertas saring
steril.
6. Setelah disaring, ekstrak cair yang diperoleh kemudian dikentalkan
dengan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental
sebanyak 30 ml.
2. Uji fitokimia
a. Saponin
Sampel sebanyak 0,5 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan 10 ml aquadest lalu dikocok selama 30 detik, kemudian
amati perubahan yang terjadi. Apabila terbentuk busa dan tidak hilang
selama 30 detik maka menunjukkan adanya saponin.
b. Alkaloid
0,5 gram sampel di masukkan kedalam tabung reaksi, kemudian
tambahkan 5 ml larutan asam klorida 2 N dan dipanaskan selama 2 menit
dan tambahkan larutan dragendorff. Apabila terbentuk endapan kuning,
orange, dan merah bata maka menunjukkan adanya alkaloid pada sampel.
3. Pembagian konsentrasi ekstrak
Ekstrak kental biji kelor di bagi dalam 4 konsentrasi yaitu konsentrasi 100%,
50%, 25%, dan 12,5%. Pengenceran ekstrak menggunakan aquabidest dengan
perbandingan sebagai berikut:
- Konsentrasi 100% menggunakan ekstrak sebanyak 5 ml
- Konsentrasi 50% menggunakan ekstrak sebanyak 2,5 ml + aquadest
sebanyak 2,5 ml
- Konsentrasi 25% menggunakan ekstrak sebanyak 1,25 ml + aquadest
sebanyak 3,75 ml
- Konsentrasi 12,5% menggunakan ekstrak sebanyak 0,625 + aquadest
sebanyak 4,375 ml
4. Uji efektivitas antibakteri
1. Siapkan cawan petri yang telah berisi Nutrien Agar.
2. Membuat inokulum bakteri dengan standar mcfarland
25
3. Meletakkan atau menggoreskan bakteri uji diatas Nutrian Agar pada
cawan petri
4. Buat sumuran pada agar dengan menggunakan pelubang yang sesuai
(diameter 5 mm)
5. Masukkan ekstrak dengan berbagai konsentrasi pada sumuran yang telah
dibuat.
6. Masukkan cawan petri yang telah selesai di isi bakteri dan ekstrak
kedalam inkubator pada suhu 370C selama 24 jam.
7. Setelah 24 jam, amati zona hambat yang terbentuk. Jika ada, ukur
menggunakan penggaris.
8. Dalam melakukan penelitian dibutuhkan ketelitian, sehingga tidak
terjadinya kesalahan terutama akibat “Human error”
Gambar 3.1 Alur penelitian
Sumber: (Brooks et. al, 2007; Hayati, 2009: Marliana et. al, 2005; Arini, 2013)
Pengumpulan Biji Kelor (Moringa
oleifera Lam)
Pembuatan Ekstrak Biji
Kelor
Uji fitokimia alkaloid dan
saponin
Uji efektivitas antibakteri
Membagi konsentrasi ekstrak
menjadi 100%, 50%, 25%, 12,5%
26
Gambar 3.2 Rancangan Penelitian Posttest-only control group
Keterangan :
K1 : Kelompok uji ekstrak konsentrasi 1
K2 : Kelompok uji ekstrak konsentrasi 2
K3 : Kelompok uji ekstrak konsentrasi 3
K4 : Kelompok uji ekstrak konsentrasi 4
K5 : Kelompok kontrol positif
K2 : Kelompok kontrol negatif
E1 : Pemberian ekstrak biji kelor 100%
E2 : Pemberian ekstrak biji kelor 50%
E3 : Pemberian ekstrak biji kelor 25%
E4 : Pemberian ekstrak biji kelor 12,5%
E5 : Pemberian antibiotik cefotaxime
E6 : Pemberian aquadest
ZH : Pengukuran zona hambat
A : Analisis data menggunakan Uji one-way ANOVA dan uji Duncan’s
Multiple Range Test
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K1E1
K2E2
K3E3
K4E4
K5E5
K6E6
ZH
ZH
ZH
ZH
ZH
ZH
A
27
H. Analisis Data
Analisis data untuk mengetahui adanya efek antibakteri dari berbagai
kelompok perlakuan maka digunakan uji one way ANOVA dan dilanjutkan
dengan uji Duncan’s Multiple Range Test atau sering disebut uji DMRT atau uji
jarak berganda duncan untuk mengetahui konsentrasi perlakuan yang terbaik,
analisa data ini dilakukan dengan menggunakan program Statistical Product and
Service Solution (SPSS).
28
BAB III
METODE PENELITIAN
I. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium dengan
desain posttest-only control group untuk mengetahui adanya perbedaan yang
signifikan antara grup kontrol dan grup yang diberikan perlakuan.
J. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan pada bulan April 2014 di
Laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Tadulako Kota Palu untuk pembuatan ekstrak, dan dilanjutkan di
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Tadulako.
K. Populasi, Sampel, dan Besar Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah bakteri Escherchia coli, dan sampel
dalam penelitian ini adalah biakan Escherchia coli yang berasal dari Balai
Laboratorium Kesehatan Kota Palu. Pada penelitian ini menggunakan 4 kelompok
perlakuan, yaitu:
g. Kelompok 1: Ekstrak Biji kelor 100%
h. Kelompok 2: Ekstrak biji kelor 50%
i. Kelompok 3: Ekstrak biji kelor 25%
j. Kelompok 4: ekstrak biji kelor 12.5%
k. Cefotaxim sebagai kontrol positif
l. Aquadest sebagai kontrol negatif
Karena terdapat 4 kelompok perlakuan, sehingga untuk menentukan jumlah
sampel minimal yang akan digunakan, maka digunakan rumus federer (Hanafiah
2000, dalam Hayati, 2009):
29
Dimana:
t = jumlah perlakuan
n = jumlah sampel
karena t = 4, maka:
(4-1) (n-1) ≥ 15
3 (n-1) ≥ 15
n-1 ≥ 15
n ≥ 6
minimal jumlah sampel = 6
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, jumlah sampel yang digunakan pada
penelitian ini adalah ≥ 6 sampel per kelompok perlakuan. Jumlah kelompok
perlakuan adalah 4, maka sampel yang digunakan adalah ≥ 24 sampel.
L. Variabel Penelitian
3. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak biji kelor dengan
berbagai konsentrasi pengenceran.
4. Variabel tergantung
Variabel tergantung dari penelitian ini adalah efek antibakteri yang dilihat
dari diameter zona hambat pada cakram (disk)
M. Definisi Operasional
4. Antibakteri
Adalah senyawa organik sintetik atau yang terdapat secara alami yang dapat
menghambat atau menghancurkan bakteri tertentu, biasanya pada konsentrasi
rendah (Brooks et. al, 2007).
5. Ekstrak etanol biji kelor
Adalah cairan kental yang diperoleh dengan melakukan kegiatan penarikan
kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak
(t-1) (n-1) ≥ 15
30
larut dengan pelarut cair dari biji Moringa oleifera Lam yang telah
dikeringkan dan dihaluskan dengan pelarut cair etanol 96% dan diuapkan
dengan rotary evaporator.
6. Diameter zona hambat
Adalah area bening di sekitar cakram (disk) yang menunjukkan ukuran
kekuatan dari bahan uji untuk melawan bakteri uji yang diukur dengan
menggunakan satuan milimeter.
diameter zonahambat=diameter vertikal+diameter horizontal2
Zona hambat tampak sebagai area bersih atau jernih yang mengelilingi
cakram tempat zat dengan aktivitas antibakteri terdifusi. Diameter zona
hambat dapat diukur dengan penggaris. Diameter zona hambat dibagi menjadi
tiga kategori yaitu sensitif, intermediet, dan resisten yang mana berpedoman
pada National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS).
Cara ukur : Menggunakan penggaris
Hasil ukur terdiri dari tiga kategori, yaitu:
- sensitif ≥ 20 mm
- intermediet 11-19 mm, dan
- resisten ≤ 10 mm.
Skala ukur : Ordinal
N. Alat dan Bahan
3. Alat yang digunakan adalah
n. Timbangan
o. Blender
p. Ose steril
q. Rotary evaporator
r. Gelas ukur
s. Tabung reaksi
t. Inkubator
31
u. Kertas saring
v. Gelas beaker
w. Mikropipet
x. Mistar
y. Pinset
z. Cawan petri
4. Bahan yang dipakai dalam penelitian
j. Biji kelor
k. cefotaxime
l. Aluminium foil
m. Aquadest
n. Benzena
o. Amonia
p. Petri disk
q. Etanol
r. Biakan Escherchia coli
O. Prosedur dan Alur Penelitian
5. Pembuatan ekstrak biji kelor
Biji kelor yang baik digunakan merupakan biji kelor yang kulit luarnya
berwarna hijau kecoklatan sampai coklat muda dengan bagian dalam inti biji
berwarna putih (Nasir, 2010).
Tahap pembuatan ekstrak biji kelor, yaitu:
7. Biji kelor dengan berat 3 kg di cuci sampai bersih dengan menggunakan
air keran.
8. Kupas kulit biji kelor, dan keringkan di bawah sinar matahari dengan
ditutup kain hitam
9. Setelah kering, biji kelor di haluskan sampai menjadi serbuk.
10. Setelah itu, serbuk biji kelor di rendam dengan pelarut etanol 96% selama
3x24 jam
32
11. Setelah 3x24 jam, larutan kemudian disaring menggunakan kertas saring
steril.
12. Setelah disaring, ekstrak cair yang diperoleh kemudian dikentalkan
dengan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental
sebanyak 30 ml.
6. Uji fitokimia
c. Saponin
Sampel sebanyak 0,5 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan 10 ml aquadest lalu dikocok selama 30 detik, kemudian
amati perubahan yang terjadi. Apabila terbentuk busa dan tidak hilang
selama 30 detik maka menunjukkan adanya saponin.
d. Alkaloid
0,5 gram sampel di masukkan kedalam tabung reaksi, kemudian
tambahkan 5 ml larutan asam klorida 2 N dan dipanaskan selama 2 menit
dan tambahkan larutan dragendorff. Apabila terbentuk endapan kuning,
orange, dan merah bata maka menunjukkan adanya alkaloid pada sampel.
7. Pembagian konsentrasi ekstrak
Ekstrak kental biji kelor di bagi dalam 4 konsentrasi yaitu konsentrasi 100%,
50%, 25%, dan 12,5%. Pengenceran ekstrak menggunakan aquabidest dengan
perbandingan sebagai berikut:
- Konsentrasi 100% menggunakan ekstrak sebanyak 5 ml
- Konsentrasi 50% menggunakan ekstrak sebanyak 2,5 ml + aquadest
sebanyak 2,5 ml
- Konsentrasi 25% menggunakan ekstrak sebanyak 1,25 ml + aquadest
sebanyak 3,75 ml
- Konsentrasi 12,5% menggunakan ekstrak sebanyak 0,625 + aquadest
sebanyak 4,375 ml
8. Uji efektivitas antibakteri
9. Siapkan cawan petri yang telah berisi Nutrien Agar.
10. Membuat inokulum bakteri dengan standar mcfarland
33
11. Meletakkan atau menggoreskan bakteri uji diatas Nutrian Agar pada
cawan petri
12. Buat sumuran pada agar dengan menggunakan pelubang yang sesuai
(diameter 5 mm)
13. Masukkan ekstrak dengan berbagai konsentrasi pada sumuran yang telah
dibuat.
14. Masukkan cawan petri yang telah selesai di isi bakteri dan ekstrak
kedalam inkubator pada suhu 370C selama 24 jam.
15. Setelah 24 jam, amati zona hambat yang terbentuk. Jika ada, ukur
menggunakan penggaris.
16. Dalam melakukan penelitian dibutuhkan ketelitian, sehingga tidak
terjadinya kesalahan terutama akibat “Human error”
Gambar 3.1 Alur penelitian
Sumber: (Brooks et. al, 2007; Hayati, 2009: Marliana et. al, 2005; Arini, 2013)
Pengumpulan Biji Kelor (Moringa
oleifera Lam)
Pembuatan Ekstrak Biji
Kelor
Uji fitokimia alkaloid dan
saponin
Uji efektivitas antibakteri
Membagi konsentrasi ekstrak
menjadi 100%, 50%, 25%, 12,5%
34
Gambar 3.2 Rancangan Penelitian Posttest-only control group
Keterangan :
K1 : Kelompok uji ekstrak konsentrasi 1
K2 : Kelompok uji ekstrak konsentrasi 2
K3 : Kelompok uji ekstrak konsentrasi 3
K4 : Kelompok uji ekstrak konsentrasi 4
K5 : Kelompok kontrol positif
K2 : Kelompok kontrol negatif
E1 : Pemberian ekstrak biji kelor 100%
E2 : Pemberian ekstrak biji kelor 50%
E3 : Pemberian ekstrak biji kelor 25%
E4 : Pemberian ekstrak biji kelor 12,5%
E5 : Pemberian antibiotik cefotaxime
E6 : Pemberian aquadest
ZH : Pengukuran zona hambat
A : Analisis data menggunakan Uji one-way ANOVA dan uji Duncan’s
Multiple Range Test
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K1E1
K2E2
K3E3
K4E4
K5E5
K6E6
ZH
ZH
ZH
ZH
ZH
ZH
A
35
P. Analisis Data
Analisis data untuk mengetahui adanya efek antibakteri dari berbagai
kelompok perlakuan maka digunakan uji one way ANOVA dan dilanjutkan
dengan uji Duncan’s Multiple Range Test atau sering disebut uji DMRT atau uji
jarak berganda duncan untuk mengetahui konsentrasi perlakuan yang terbaik,
analisa data ini dilakukan dengan menggunakan program Statistical Product and
Service Solution (SPSS).
36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Ekstrak biji kelor memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Escherichia
coli.
2. Kadar Hambat Minimal (KHM) ekstrak biji kelor terhadap bakteri
Escherichia coli terlihat pada konsentrasi ekstrak 100%.
3. Bakteri Escherichia coli memiliki tingkat resistensi terhadap ekstrak biji
kelor sesuai dengan standar NCCLS.
4. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Madsen dan Dchlundt serta Grabow dan kawan-kawan
B. Saran
1. Peneliti berharap adanya penelitian lanjut tentang efek antibakteri ekstrak
biji kelor dengan menggunakan spesies bakteri yang lain.
2. Peneliti berharap adanya penelitian lanjut tentang efek antibakteri ekstrak
biji kelor dengan menggunakan pelarut lain yang bersifat non-polar
3. Peneliti menyarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang efek
antibakteri ekstrak biji kelor dengan teknik dan metode ektraksi yang lain.
37
DAFTAR PUSTAKA
Ansel Hc. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Ed.4. UI Press. Jakarta
Ashari, B.J.A., 2010. Mengenal Lebih Dekat Tumbuhan Kelor. Tadulako
University Press. Sulawesi Tengah.
Brooks, G.F., Butel, J.S., Morse, S.A., 2007. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23.
EGC. Jakarta.
Bukar, A, Uba, A. And Oyeyi, T.I. 2010. Antimicrobial Profile of Moringa
Oleifera Lam. Extracts Against Some Foodborne Microorganisms. Bayero
journal of pure and applied sciences. Diakses pada tanggal 23 desember 2013.
Depkes RI. 2011. Profil kesehatan Indonesia. Jakarta
Dinas Kesehatan Kota Palu. 2009. Profil Dinas Kesehatan Kota Palu tahun 2008.
Palu: Dinkes Kota
Dzen, S.M., Roeksitingsih, Santoso S., Winarsih S., Sumarno, Islam S., dkk.
2004. Bakteriologik Medik. Malang: Bayu Media Publishing.
Edberg, C dan Berger, AS. 1986. Antibiotika dan Infeksi. (Terjemahan dr.
Chandra Sanusi). Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Fahey, J. W. 2005. Moringa oleifera: A Nutrional, Therapeutic, and Prophylatic
Properties Part 1. Trees for life journal.
Farooq, F., Rai, M., Tiwari, A., Khan, A.A., Farooq, S., 2012. Medicinal
Properties of Moringa Oleifera: An Overview of Promising Healer, Journal
of Medicinal Plants Reasearch Vol 6 (27). Diakses desember 2013. Dari
http://www.academicjournals.org/jmpr.
38
Guandalini S. 2004. Acute diarrhea. In: Walker WA, editor. Pediatric
gastrointestinal disease, pathophysiology, diagnosis, management. 4th ed.
Ontario: Decker, Inc
Gunawan, S.G., 2009. Framakologi dan Terapi Edisi 5. Balai penerbit FKUI.
Jakarta
Goyal, Bhoomika R, et al. 2007. Phytopharmacology of Moringa Oleifera Lam.
An overview. Natural product Radiance.
Hayati, K., 2009. Efek Anti Bakteri Lidah Buaya (Aloe Vera) Terhadap
Staphylococcus Aureus yang Diisolasi Dari Denture Stomatitis (Penelitian In
Vitro). Diakses: 25 Desember 2013 dari http://www.respiratory.usu.acid.
Jawetz, ernest., joseph L. Malnick., Edward A. Adelberg. 2005. Mikrobiologi
Kedokteran. Penerbit salemba medika. Jakarta.
Jonni, M.S., Sitorus, M., Katharina, Nelly., 2008. Cegah Malnutrisi Dengan
Kelor. Penerbit Kanisius. Jogjakarta.
Karsinah, Lucky H.M., Suharto, Mardiastuti H.W., 2010. Buku Ajar Mikrobiologi
Kedokteran. Binarupa Aksara. Tanggerang.
Maharani, Vonny., Nuryastuti, Titik., Munir, Ardi., Diana, Vera., 2013. Efek
Antibakteri Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam) terhadap
Escherchia coli dan Staphylococcus aureus. Palu.
Nasir, Subriyer., Soraya, Delfi fatina., Pratiwi, Dewi., 2010. Pemanfaatan Ekstrak
Biji Kelor (Moringa Oleifera) Untuk Pembuatan Bahan Bakar Nabati. Jurnal
Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17. Diakses pada tanggal 23 juni 2014. Dari <
http://jtk.unsri.ac.id/index.php/jtk/article/viewFile/115/113>
Nuria, Maulita Cut., Faizatun, Arvin., Sumantri., 2009. UJI AKTIVITAS
ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN JARAK PAGAR (Jatropha curcas
L) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia
coli ATCC 25922, Dan Salmonella typhi ATCC 1408. Diakses pada tanggal 3
39
Juli 2014. Dari <http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=134433&val=5639&title=>
Setiabudy, Rianto., 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.
Tedjo, Petter., dkk. 2011. Uji efektifitas ekstrak metanol biji kelor (moringa
oleifera) sebagai antimikroba sreptococcus pyogenes secara in vitro.
www.old.fk.ub.ac.id. Diakses pada tanggal 21 november 2013.
Thilong, A.D., 2012. Ternyata, Kelor Penakluk Diabetes!. Diva Press. Jogjakarta
Wayne, Pa:NCCLS. 2001. National Committee for Clinical Laboratory Standards
(NCCLS) Performance standards for antimicrobial disk susceptibility testing.
Approved standard M100-S11.
Winarsih, sri., dkk. 2009. Uji efektifitas ekstrak etanol gel lidah buaya sebagai
antimikroba terhadap bakteri escherchia coli secara in vitro. (online)
http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/kedokteran/alfian%20reddy
%20sagala%20_0710710001_.pdf.
Yusnita, R dan Rahayu, S.F., 2011. Metode Pembuatan Kairomon. Diakses 25
juni 2014. Dari
<http://ditjenbun.deptan.go.id/bbp2tpsur/images/stories/proteksi/kairomoon.p
df>
40
LAMPIRAN
1. Proses ekstraksi
2.
Proses uji efek antibakteri
Recommended