Sindrom Horner Satya

Preview:

DESCRIPTION

sindrom horner

Citation preview

Sindrom Horner

Oleh: dr. Ida Bagus Kade SatyagrahaPembimbing: dr. I Made Oka Adnyana Sp.S (K)

SEMINAR

PENDAHULUAN

Sindrom Horner• Kumpulan gejala klinis akibat

terganggunya suplai persarafan okulosimpatis di antara hipotalamus hingga mata

• Secara klinis didapatkan gejala klasik: miosis, ptosis dan tampak enoftalmus, anhidrosis

• Dapat disebabkan oleh kelainan yg perlu mendapat perhatian khusus (keganasan, diseksi carotis)

JALUR SIMPATIS & PARASIMPATIS PUPIL

(Posner, 2007)

PATOFISIOLOGI

•Inervasi simpatis yang menuju ke mata mempunyai 3 lintasan

•Lintasan pertama (neuron orde I) : berasal dari bagian posterolateral hipotalamus.

•Serabut ini berjalan turun melalui batang otak dan berakhir pada pusat siliospinal di C8-T2

Lintasan kedua (neuron order II)

•Disebut serabut preganglionik•Keluar dari radiks T1 dan berjalan dekat dengan apeks paru melalui rantai simpatis paravertebral dan ganglion stelata

•Berakhir pada ganglion servikal superior

•Tumor yang terdapat pada paru lobus atas dan thoracic outlet penyebab gangguan jalur simpatis pada level ini

Lintasan ke tiga (neuron orde III)

• Serabut postganglionik• Keluar dari ganglion, membentuk

pleksus mengelilingi arteri karotis interna

• Pleksus kemudian beranjak ke atas menuju sinus kavernosus, berjalan singkat bersama n.VI kemudian mengikuti perjalanan n.V 1 (oftalmikus) menuju mata, dan mensarafi m.dilator iris dan otot polos pada kelopak mata atas dan bawah

• Serabut untuk vasomotor dan kelenjar keringat stlh meninggalkan ganglion, mengikuti perjalanan a. karotis eksterna mensarafi setengah wajah ipsilateral

http://www.physio-pedia.com/Horner's_Syndrome

(Agarwal, 2008)

•Sindrom horner dapat terjadi pada interupsi pada level manapun dari perjalanan serabut saraf simpatis tersebut

•Dalam sebuah serial kasus dari 450 org dgn sindrom horner, 60% (270 org) penyebabnya dapat diidentifikasi,•13 % lesi neuron orde I•43% lesi neuron orde II•44% lesi neuron orde III

MANIFESTASI KLINIS

•Miosis•Parsial Ptosis dan enoftalmus semu

•Anhidrosis•Heterokromia iris

MIOSIS

•Akibat hilangnya inervasi simpatis ke otot dilator iris konstriksi pupil (efek parasimpatis dominan)

•Penting : periksa pasien pada ruang dengan cahaya ambiens dan gelap

•Pada saat penerangan dipadamkan: •pupil normal akan dilatasi dgn cepat•pupil dgn sindrom horner “dilatation lag” (dilatasi lambat, 15-20dtk)

(Kong YX, 2007)

PARSIAL PTOSIS & ENOFTALMUS SEMU

•Otot Müller otot polos yg ikut membantu elevasi kelopak mata atas ( 2mm) saat membuka mata

•Ada otot serupa (tdk bernama) pada kelopak mata bawah, yg juga disarafi oleh serabut simpatis.

•Hilangnya suplai simpatis ke mata parsial ptosis dari kelopak mata atas dan elevasi kelopak mata bawah enoftalmus semu

MULLER’S MUSCLE

emedicine.medscape.com/article/834932

ANHIDROSIS

•Serabut saraf yang melayani kelenjar keringat pada bagian medial dahi bercabang dari neuron orde III, sedangkan yang melayani setengah area wajah lainnya bercabang lebih proksimal

•Lesi pada sentral dan pre ganglionik anhidrosis pada seluruh wajah ipsilateral

•Lesi post ganglionik anhidrosis area medial dahi dan hidung

ANHIDROSIS

(Liu, 2010)

HETEROKROMIA IRIDIS

• Interupsi jalur simpatis okular gangguan dr pembentukan neurotropik melanosit iris perbedaan warna iris (kongenital)

• Pada trauma pleksus brakial saat lahir• Pada individu dgn iris coklat yg

abnormal warna iris lbh muda• Pada individu dgn iris biru yg abnormal

warna iris lbh gelap • Jarang : depigmentasi iris pada dewasa

dgn trauma saraf simpatis

HETEROKROMIA IRIDIS

(Liu, 2010)

DIAGNOSIS HORNER SYNDROME

• Diagnosis dgn anamnesis dan klinis

• Pd kasus yg meragukan dilakukan

Tes farmakologis:o Tes Kokain 4-10% o Tes Apraklonidin 0,5%(iopidin) o Tes Hydroxyamphetamineo Tes Phenylephrine 1%

TES KOKAIN

• Tujuan : memastikan sindrom horner pada pasien dgn anisokor

• Larutan kokain 4–10% diteteskan pada mata menghambat re-uptake noradrenalin pada nerve ending

• Lihat hasil stlh 50-60 menit• Normal : pupil dilatasi, Sindrom horner : pupil

tidak dilatasi• Kekurangan :o Tidak dapat memastikan lokasi kerusakan

pada jalur okulosimpatis o Ketersediaan obat terbatas (restriksi) dan

sulit diperoleh

TES KOKAIN

(Lee JH, 2007)

TES APRAKLONIDIN (IOPIDIN)

•Alternatif dari tes kokain•Gunakan : apraklonidin 0,5%•Biasa dipakai utk pencegahan hipertensi okular post op

•Dilatasi pada pupil abnormal akan lbh besar krn supersensitivitas thdp adrenergik (akibat post denervasi reseptor adrenergik dari otot dilator)

•Lebih banyak tersedia dibanding kokain dan aman utk anak2

TES HIDROXYAMPHETAMINE

•Dilakukan 24-48 jam setelah tes kokain

•Menyebabkan dilatasi pupil dgn stimulasi pelepasan nor adrenalin dari saraf post ganglionik

•Dapat membedakan lesi pre dan post ganglion

•Lesi pre ganglionik : dilatasi pupil (+)

•Lesi post ganglionik : dilatasi pupil (-)

TES FENILEPRIN

•Merupakan agonis reseptor -adrenergik

•Gunakan fenilefrin 1% (dilarutkan 10% dengan NS) diteteskan lokal pada mata

•Pada hipersensitivitas akibat denervasi gangguan pada neuron orde III pupil dilatasi 2mm (pupil normal : dilatasi < 0,5mm)

TES FENILEPRIN

(Smit DP, 2010)

ETIOLOGI SINDROM HORNER

(Liu, 2010)

PENDEKATAN DIAGNOSTIK Lesi neuron orde I (Sentral) :

Relatif jarangUmumnya disertai gejala gangguan batang otak yg lain spt : disfagia, disartria, ataksia, vertigo, nistagmus dan hemihipestesia

Penyebab paling sering : infark pada PICA (posterior inferior cerebellar artery) sindrom medula lateral (Wallenberg)

Penyebab lain : lesi pada medula spinalis servikal (siringomyelia, tumor, trauma)

Tes farmakologis kurang membantu perlu CT scan/MRI kepala leher

WALLENBERG SYNDROME

http://img.medscape.com/article/730/607/730607-fig2.jpg

Lesi neuron orde II (pre ganglionik)

• Paling sering : tumor apeks paru (pancoast)

• Sindrom Pancoast (sindrom horner ipsilateral + nyeri bahu dan lengan persisten dan lumpuh pleksus brakialis)

• Diagnostik awal : x-ray dan CT scan thorak MRI leher dan thorak

• Gold standard : biopsi jarum dgn tuntunan imaging

• Perlu CT scan dan MRI otak sblm terapi –> sering metastasis ke otak

• Terapi : umumnya dgn kemo-radioterapi sblm pembedahan

• Penyebab sindrom horner preganglionik yg lain iatrogenik (trauma pleksus brakhial, riwayat operasi thorak atau leher yang baru,insersi CVC dan chest tube

PANCOAST SYNDROME

BRACHIAL PLEXUS INJURY

Lesi neuron orde III (post ganglionik)diseksi arteri karotis

50% dgn sindrom hornerGejala : sindrom horner

+ nyeri akut pada wajah atau leher, amourosis fugax, kelumpuhan saraf kranial

Diseksi dapat terjadi pada trauma minor atau spontan pada pasien dgn gangguan jaringan ikat (connective tissue disorder) atau sifilis

•Gold standard : angiografi karotis•Pemeriksaan lain (tidak invasif) : Carotid duplex Sonography, MRI pembuluh darah karotis, MRI angiografi atau CT angiografi

•Terapi : antikoagulasi dan atau antiplatelet selama 3 – 6 bln

•Intervensi bedah : bila terapi obat gagal atau kontraindikasi antikoagulan

•Penyebab sindrom horner pada lesi post ganglionik yg lain :•Berkaitan dengan nyeri kepala tipe Cluster

•Trombosis arteri karotis•Lesi pada sinus kavernosus atau pada orbita

•Sindrom horner + hilangnya penglihatan curiga SOL pada apeks orbita

TATA LAKSANA SINDROM HORNER

•Pengobatan HS tergantung etiologinya.•Tujuan pengobatan (kuratif) untuk menghilangkan etiologi dasar

•Pd kebanyakan kasus tdk diketahui terapi yg efektif

•Terapi non medikamentosa dipertimbangkan sesuai etiologi tertentu misalnya anurisme, diseksi carotis

•Refferal ke TS Pulmo, IPD, Neurountervensi, Bedah/Bedah saraf/bedah onkologi

SINDROM HORNER PADA ANAK

•Penyebab : •Umumnya : idiopati•Dapat terjadi akibat trauma saat lahir•Akibat agenesis arteri karotis interna•Tumor (sering : neuroblastoma)

•Perlu MRI kepala, leher dan thorak •Cek kadar katekolamin urin ( 95% meningkat pada neuroblastoma)

•Deteksi dan terapi dini pada neuroblastoma mediastinum –> penyembuhan hampir 100%

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal A. 2008. Manual of Neuro-ophtalmology.India: Jaypee Brothers Medical Publishers Crick RP. 2003. A Textbook of Clinical Opthalmology. 3rd ed. Singapore: World Scientific

Publishing Co. Darrof RB, Cox TA. 2004. Pupillary and Eyelid Abnormality. Neurology in Clinical Practice.

4th ed. Philadelphia: Elsevier. Duus, P. 2005. Topical Diagnosis in Neurology. Anatomy Physiology Signs Symptoms. 4th

ed. New York: Thieme. Gurwood AS. 1999. Optometry journal. Philadelphia. Lang GK. 2000. Opthalmology. New York: Thieme Lee JH,Lee HK et al. 2007. Neuroimaging Strategies for Three Types of Horner Syndrome

with Emphasis on Anatomic Location. American Journal of Radiology. Kong YX, Wright G, et al. 2007. Horner syndrome. Journal Compilation Optometrist

Association Australia. PosnerJB, Plum F, et al. 2007. Plum and Posner’s Diagnosis of Stupor and Coma. 4th ed.

Oxford: Oxford University Press. Ropper AH, Brown RH. 2005. Adam and Victor’s Principles of Neurology. 8th ed. New York:

McGraw Hill. Smit DP. 2010. Pharmacological Testing in Horner’s syndrome-a new paradigma. S Afr Med

2010; 100: 738-740.

THANK YOU

Recommended