View
121
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
REVISI
Citation preview
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA
5.1 Karakteristik Populasi
Penelitian ini menggunakan hewan coba tikus jantan strain wistar (Rattus
novergicus). Populasi dalam penelitian ini memiliki karakteristik yang dapat
dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik \ Kelompok K1 K2 K3 K4 K5
BB awal (gram) 145-150 145-150 145-150 145-150 145-150
Jenis Kelamin Jantan Jantan Jantan Jantan Jantan
Usia Awal (minggu) 9 9 9 9 9
Lama Adaptasi (minggu) 1 1 1 1 1
Usia Akhir (minggu) 12 12 12 12 12
Rute Pemberian Induksi STZ (75 mg/kgBB)
- ip ip ip Ip
Rute Pemberian Ekstrak sirsak - - Sonde Sonde Sonde
Jumlah Tikus per kelompok (ekor) 4 4 4 4 4
Dosis ekstrak/Kelompok (%) - - 6,25 12,5 25Keterangan:Kelompok 1 : kontrol negatif Kelompok 2 : kontrol positif , induksi STZ 75 mg/KgBBKelompok 3 : induksi STZ 75 mg/KgBB + Ekstrak daun sirsak dosis 6,25%Kelompok 4 : induksi STZ 75 mg/KgBB + Ekstrak daun sirsak dosis 12,5%Kelompok 5 : induksi STZ 75 mg/KgBB + Ekstrak daun sirsak dosis 25%
41
42
5.2 Efek Induksi Streptozotosin (STZ) Terhadap Kadar Insulin Serum
Efek induksi streptozotosin (STZ) terhadap kadar Insulin serum dapat
dilihat pada Tabel 5.2. Tabel dibawah ini menggambarkan kadar insulin serum
dari kelompok kontrol negatif dan kelompok kontrol positif yang telah diinduksi
Streptozotosin (STZ) 75 mg/kgBB melalui intraperitonial.
Tabel 5.2 Rerata Kadar Insulin Serum Tikus Kelompok Kontrol Pasca Induksi Streptozotosin (STZ)
No.
Kelompok N Kadar Insulin Serum (mg/mL)
1. Kontrol negatif(tanpa induksi STZ )
4 155.77±9.33
2. Kontrol positif(dengan induksi STZ)
4 113.08±6.53*
*: p<0.05 berbeda signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif
Berdasarkan Tabel 5.2, tampak rerata kadar insulin serum dari kelompok
kontrol negatif sebesar 155.77±9.33 mg/mL sedangkan rerata kadar insulin serum
dari kelompok kontrol positif yang diinduksi Streptozotosin (STZ) sebesar
113.08±6.53mg/mL.
Kontrol Negative Kontrol Positif0
20406080
100120140160180
Kadar Insulin Serum
Kada
r Ins
ulin
Ser
um (m
g/m
L)
155.77±9.33 113.08±6.53
*
*: p<0.05 berbeda signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif
Gambar 5.1 Rerata Kadar Insulin Serum Tikus Kelompok Kontrol Negatif dan Kontrol Positif.
43
Grafik diatas menunjukkan rerata kadar Insulin serum tikus kelompok
kontrol positif menurun signifikan dibanding kelompok kontrol negatif.
Berdasarkan LSD post hoc test ANOVA yang telah dilakukan, kelompok kontrol
negatif jika dibandingkan kelompok kontrol positif memiliki angka signifikansi
p=0.007. Terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata kadar insulin serum
kelompok kontrol negatif dan kelompok kontrol positif. Pada kelompok kontrol
positif terdapat penurunan dari kadar insulin serum, sehingga dapat disimpulkan
bahwa induksi STZ mampu untuk menurunkan kadar insulin serum tikus secara
signifikan.
5.3 Efek Ekstrak Etanol 70% Daun Sirsak (Annona muricata linn)
terhadap Kadar Insulin Serum Tikus yang Diinduksi Streptozotosin
(STZ)
Efek Tikus wistar yang diinduksi Streptozotosin (STZ) 75 mg/kgBB secara
intraperitoneal dan diberi ekstrak daun sirsak (Annona muricata Linn) dengan
konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25% yang diberikan secara personde lambung selama
14 hari terhadap kadar Insulin serum tikus dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Rerata Kadar Insulin Serum Tikus Wistar yang diinduksi Streptozotosin (STZ) dan diberi ekstrak daun sirsak (Annona muricata linn)
No Kelompok N Rerata (mg/mL) ± SD1. Kontrol Negatif (K1) 4 155.77±9.33 #2. Kontrol Positif (K2) /
(Induksi Streptozotosin 75 mg/KgBB)4 113.08±6.53 *
3. Perlakuan 1 (P1)(Induksi Streptozotosin 75 mg/KgBB + ekstrak daun sirsak 6,25%)
4 138.65±14.37
4. Perlakuan 2 (P2)(Induksi Streptozotosin 75 mg/KgBB + ekstrak daun sirsak 12,5%)
4 149.42±28.35 #
44
5. Perlakuan 3 (P3)(Induksi Streptozotosin 75 mg/KgBB + ekstrak daun sirsak 25%)
4 153.65±26.67 #
* : p ≤ 0.05 berbeda signifikan (LSD test post hoc ANOVA) dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (K1)
# : p ≤ 0.05 berbeda signifikan (LSD test post hoc ANOVA) dibandingkan dengan kelompok kontrol positif (K2)
Berdasarkan Tabel 5.3 diketahui terjadi peningkatan kadar insulin serum
tikus pada kelompok perlakuan yang diberi ekstrak daun sirsak dosis 6,25%,
12,5%, dan 25% bila dibandingkan dengan kelompok kontrol positif.
Kontrol Negatif Kontrol Positif Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3100
110
120
130
140
150
160155.77±9.33 #
113.08±6.53 *
138.65±14.37
149.42±28.35 #153.65±26.67 #
Kadar Insulin Serum
Kada
r Ins
ulin
Ser
um (m
g/m
L)
* : p ≤ 0.05 berbeda signifikan (LSD test post hoc ANOVA) dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (K1)
# : p ≤ 0.05 berbeda signifikan (LSD test post hoc ANOVA) dibandingkan dengan kelompok kontrol positif (K2)
Gambar 5.2 Rerata Kadar Insulin Serum Tikus dengan Induksi Streptozotosin (STZ) dan diberi Ekstrak Daun Sirsak.
Grafik diatas menunjukkan peningkatan kadar Insulin serum tikus pada
kelompok yang diberi ekstrak daun sirsak dengan dosis 6,25%,12,5%, dan 25%
dibandingkan dengan kelompok kontrol positif. Peningkatan kadar insulin serum
45
yang berbeda signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol positif didapat
pada kelompok perlakuan yang diberi ekstrak daun sirsak dosis 12,5% dengan
angka signifikasi p=0.017 dan dosis 25% dengan angka signifikansi p=0.009,
sedangkan dosis 6,25% belum dikatakan signifikan karena angka signifikansinya
p=0.080 terhadap kontrol positif. Dari Tabel 5.3 dan Gambar 5.2 juga dapat
diketahui bahwa kelompok perlakuan yang diberi ekstrak daun sirsak dosis 25%
merupakan dosis yang paling optimal untuk meningkatkan kadar insulin serum
pada tikus.
46
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Pada penelitian ini digunakan hewan coba tikus Wistar jantan (Rattus
novergicus) dalam kondisi sehat, berumur 2-2,5 bulan, dengan berat badan 145-
150 gram. Hewan coba berupa tikus wistar dalam penelitian ini digunakan dengan
alasan tikus wistar merupakan hewan mamalia yang dapat berkembang biak
dengan cepat sehingga mudah didapat, mudah beradaptasi, tahan terhadap kondisi
stres dan berbagai perlakuan. Tikus wistar memiliki ukuran tubuh yang kecil
sehingga reaksi obat relatif lebih cepat terlihat dibandingkan dengan hewan coba
lainnya. Alasan lainnya yang mendasari pemilihan tikus wistar sebagai hewan
coba adalah struktur DNA dan anatomis dari tikus wistar yang mirip dengan
manusia. Sedangkan jenis kelamin tikus yang dipilih jantan karena tikus jantan
tidak mengalami siklus hormonal yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.
Pemilihan umur 2-2,5 bulan dengan pertimbangan bahwa tikus sudah mencapai
umur dewasa, sedangkan berat badan dapat menggambarkan kesehatan hewan
coba (Wattimena, et al. 1993 dalam Hairrudin, 2006).
Tikus wistar yang telah sesuai dengan kriteria kemudian diinduksi dengan
streptozotosin (STZ) secara intraperitoneal dengan harapan akan terjadi
kerusakan dari sel β pankreas tikus. Streptozotosin (STZ) digunakan karena
sifatnya yanag selektif terhadap sel β pankreas dan relatif lebih efektif untuk
menyebabkan kondisi hiperglikemi pada tikus wistar dibandingkan dengan bahan
lainnya.
47
Setelah diinduksi dengan streptozotosin (STZ), sebagian dari tikus wistar
akan diberikan ekstrak etanol 70% daun sirsak yang dilakukan secara per sonde
lambung. Proses ekstraksi dilakukan secara maserasi menggunakan etanol 70%
sebagai pelarut karena sifatnya yang mampu melarutkan hampir semua zat, baik
yang bersifat polar, semi polar dan non polar serta kemampuannya untuk
mengendapkan protein dan menghambat kerja enzim sehingga dapat terhindar
proses hidrolisis dan oksidasi (Harborne, 2005). Senyawa metabolik yang
diharapkan dapat diektraksi dari daun sirsak oleh etanol 70% ini antara lain adalah
golongan triterpenoid/steroid yang bersifat non- polar, golongan alkaloid yang
termasuk senyawa semipolar, dan yang termasuk senyawa polar yaitu senyawa
flavonoid dan tanin.
Ekstrak etanol 70% daun sirsak yang telah dibuat diberikan secara per
sonde lambung. Hal ini dilakukan bertujuan agar dosis yang diberikan dalam
satu kelompok seragam dan dapat ditentukan, serta mengoptimalkan proses
absorbsi dari senyawa-senyawa zat aktif yang terkandung. Kerugian dari metode
ini adalah kemungkinan dapat menstimulasi kondisi stres pada tikus dan terjadi
aspirasi akibat kesalahan prosedur. Jumlah ekstrak etanol 70% daun sirsak yang
diberikan disesuaikan dengan volume lambung tikus wistar yakni sebanyak 2cc.
Ekstrak daun sirsak diberikan pada tikus selama 14 hari dengan pertimbangan
bahan aktif dari senyawa metabolik sekunder yang dikandung sudah dapat
memberikan efek perubahan pada kadar insulin serum tikus.
Dosis ekstrak daun sirsak yang diberikan pada tikus terdiri dari dosis
6,25%, 12,5%, dan 25% yang ditentukan berdasarkan proses eksplorasi dosis
ekstrak daun sirsak sebelumnya. Pada proses eksplorasi dosis, dosis ekstrak
48
dibagi dalam beberapa kelompok yakni kelompok tikus dengan pemberian dosis
ekstrak 6,25%, 12,5%, 25%, dan 50%. Selama 7 hari pemberian ekstrak, pada
kelompok dengan pemberian ekstrak daun sirsak dosis 50% diketahui sebagian
besar tikus mengalami kematian, sehingga dianggap sebagai dosis toksik. Dari
pemberian berbagi macam dosis tersebut diharapkan akan diketahui dosis yang
paling optimal untuk menyebabkan peningkatan kadar insulin serum.
6.2 Efek Induksi Streptozotosin (STZ) Terhadap Kadar Insulin Serum
Streptozotosisn (STZ) merupakan derivat nitrosouria yang diisolasi dari
Streptomyces achromogenes yang mempunyai aktivitas anti-neoplasma dan
antibiotik spektrum luas. Streptozotosin merupakan senyawa diabetogenik yang
bersifat spesifik terhadap sel β pankreas, dimana efek yang ditimbulkan hanya
akan merusak sel β pankreas saja, sedangkan sel α dan δ tidak dipengaruhi.
Streptozotosin yang diinduksikan ke dalam tubuh tikus secara intraperitoneal akan
masuk ke dalam sirkulasi darah. Melalui sirkulasi darah STZ akan dibawa menuju
organ pankreas.
Struktur STZ cukup mirip dengan glukosa sehingga dapat
ditransportasikan ke dalam sel β pankreas melalui protein transporter glukosa
GLUT2. Intraseluler proses alkilasi DNA melalui gugus nitrosouria akan
menyebabkan kerusakan pada sel β pankreas. Pemindahan gugus metil dari STZ
ke molekul DNA akan menyebabkan kerusakan DNA melalui peningkatan
fragmentasi dari DNA sehingga terjadi disfungsi atau abnormalitas dari DNA.
Kerusakan DNA akibat STZ dapat menyebabkan hiperaktivasi dari Poly(ADP-
ribose) Polymerase (PARP) yang kemudian mengakibatkan penekanan
49
nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+) seluler, selanjutnya akan
menimbulkan penurunan dari jumlah adenosine triphospate (ATP) atau dengan
kata lain terjadi peningkatan proses defosforilasi. Adenosine triphospate
merupakan sumber energi yang digunakan oleh sel dalam melakukan fungsi
fisiologisnya, jika terjadi deplesi dari jumlah ATP maka akan menyebabkan
gangguan dari fungsi fisiologis sel yang akhirnya akan menyebakan terjadinya
nekrosis dari sel itu sendiri dalam hal ini adalah sel β pankreas.
Nitric oxide (NO) dan oksigen reaktif adalah penyebab utama dari
kerusakan sel β pankreas. Peningkatan defosforilasi ATP akan menghambat
fungsi fisiologis sel β pankreas dalam proses sekresi dan sintesa insulin serta akan
memacu peningkatan substrat untuk reaksi katalisis xantin oksidase yang
menyebakan meningkatnya produksi asam urat. Proses oksidasi dari xantin
menjadi hipoxantin dan asam urat akan mengkatalisis reaksi pembentukan anion
superoksida. Dari pembentukan anion superoksida, terbentuk hidrogen peroksida
dan radikal superoksida yang menyebabkan kerusakan sel β pankreas.
Streptozotosin juga merupakan donor NO yang dihasilkan STZ setelah melalui
metabolisme intraseluler. Nitric oxide yang dihasilkan mempunyai kontribusi dari
kerusakan sel β pankreas melalui peningkatan aktivitas guanilil siklase dan
pembentukan cGMP serta membangkitkan oksigen reaktif.
Reactive Oxygen Species (ROS) yang dibentuk oleh STZ menyebabkan
terjadinya stress oxidatif, dimana tingkat ROS yang toksik melebihi pertahanan
anti-oksidan endogen. Ketidakseimbangan prooksidan ini dapat menyebabkan
oksidasi makromolekul meliputi peroksidasi lemak, kerusakan protein dan asam
amino dan serta kerusakan DNA (Sukandar, 2009). Reactive Oxygen Species /
50
radikal bebas merupakan spesies kimia dengan satu elektron tak berpasangan di
orbital terluar. Keadaan kimia tersebut sangat tidak stabil dan mudah bereaksi
dengan zat kimia anorganik atau organik, saat dibentuk ROS/radikal bebas segera
menyerang dan mendegradasi asam nukleat serta berbagi molekul membran.
Selain itu, radikal bebas menginisiasi reaksi autokatilitik, sebaliknya molekul
yang bereaksi dengan radikal bebas diubah menjadi radikal bebas, semakin
memperbanyak rantai kerusakan (Robbins dan Kumar, 2007)
Streptozotosin juga menyebabkan kerusakan dari sel β pankreas melalui
proses aktifasi dari sitem imun. Streptozotosin akan menginduksi respon imun
melalui aktivasi sel-sel imun seperti makrofag. Dalam proses aktivasi magrofag,
magrofag akan menghasilkan senyawa ROS untuk mengeliminasi dari faktor
pemicu respon imun STZ. Secara seluler didalam magrofag akan diaktifasi NF-
κB yang merupakan faktor transkripsi dari sitokin-sitokin pro inflamasi yang akan
menyebabkan dikeluarkannya sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-6, IL-8,
TNF-α dan INF-γ. Lebih lanjut akan menyebabkan stimulasi dan agregasi dari
sel-sel imun lainnya yang memicu terjadinya proses inflamasi (insulitis). Proses
inflamasi merupakan salah satu mekanisme tubuh sebagai pertahanan terhadap
zat/benda yang dianggap asing. Proses ini baik jika terjadi secara terkontrol atau
dengan kata lain tidak terjadi secara berlebih. Jika proses inflammasi ini terjadi
secara berlebihan atau kronis maka akan berdampak sebaliknya, aggreagasi dari
sel-sel imun akan melepaskan senyawa-senyawa ROS. Proses fagositosis
merangsang suatu pembakaran oksidatif yang ditandai dengan peningkatan
konsumsi oksigen tiba-tiba, katabolisme glikogen (glikogeno-lisis), peningkatan
oksidasi glukosa, dan produksi metabolit oksigen reaktif. Pembentukan metabolit
51
oksigen terjadi karena aktivasi cepat suatu NADPH oksidase leukosit, yang
mengoksidasi NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate tereduksi)
dan, selama prosesnya, mengubah oksigen menjadi ion nsuperoksida (O2-)
(Robbins dan Kumar, 2007). Proses induksi sel-sel fagosit akan menyebabkan
aktivasi dari inducible nitric oxide (iNOS) sehingga dihasilkan senyawa NO yang
berkontribusi terhadap kerusakan sel β pankreas di jaringan.
Proses kerusakan pada sel β pankreas oleh STZ seperti yang telah
dijabarkan diatas baik melalui peningkatan ROS ataupun melalui proses inflamasi
yang tidak terkontrol atau berjalan secara kronis akan menyebabkan terjadinya
penurunan fungsi dari sel β pankreas yakni dalam hal memproduksi / mensintesa
insulin. Terbukti dalam percobaan ini STZ yang diinduksikan pada tikus wistar
mampu menyebabkan penurunan dari kadar insulin serum. Berdasarkan LSD post
hoc test ANOVA yang telah dilakukan terhadap kelompok kontrol negatif dan
kelompok kontrol positif (Tabel 5.2 ; Gambar 5.1) diketahui terdapat perbedaan
kadar insulin serum yang signifikan. Jika dibandingkan antara kelompok kontrol
negatif dengan kelompok kontrol positif didapatkan angka signifikansi p=0.007.
6.3 Efek Ekstrak Etanol 70% Daun Sirsak (Annona muricata Linn)
terhadap Kadar Insulin Serum Tikus yang Diinduksi Streptozotosin
(STZ)
Pada penelitian ini didapatkan peningkatan kadar insulin serum pada
kelompok tikus yang diberi ekstrak etanol 70% daun sirsak. Peningkatan kadar
insulin serum tikus kemungkinan disebabkan oleh efek farmakologis dari senyawa
zat aktif yang terkandung di dalam ekstrak etanol 70% daun sirsak. Zat aktif
52
yang tekandung dalam daun sirsak seperti isoquinon, alkaoid, tanin, laton, dan
flavonoid merupakan senyawa yang memiliki kemampuan sebagai anti oksidan.
Induksi Streotozotosin (STZ) dapat menyebabkan kerusakan sel β pangkreas, baik
melalui proses alkilasi DNA, donor NO, produksi senyawa radikal bebas/Reaktvie
Oxgen Species (ROS) ataupun melalui proses inflamasi yang yang tidak terkontrol
(bersifat kronis).
Interaksi antara obat dengan tubuh dibagi atas dua golongan. Kerja obat
pada tubuh disebut proses farmakodinamik, dan pengaruh tubuh pada obat disebut
proses farmakokinetik, dalam hal ini obat harus diarbsorbsi ke dalam darah dari
tempat pemberiannya dan didistribusikan ke tempatnya bekerja, melalui permeasi
berbagai penghambat yang memisahkan kompartement. Akhirnya sesudah
memberikan efek, obat harus dikeluarkan dengan kecepatan tertentu melalui
inaktifasi metabolik, melalui eskresi dari tubuh atau gabungan kedua proses
(katzung,1998). Pada umumnya, obat-obat bekerja dengan cara berhubungan
dengan makromolukul spesifik yang mengubah aktifitas biokimia atau
biofisikanya. Pemikiran ini sekarang sudah berlangsung satu abad, dikenal
dengan istilah receptive substance dan reseptor : suatu komponen sel atau
organisme yang berinteraksi dengan obat dan memulai rangkaian peristiwa
biokimiawi yang menghasilkan efek-efek obat yang dapat dilihat (katzung,1998)
Semua respons farmakologik harus memiliki suatu efek maksimum
(Emax). Tidak peduli berapa konsentrasi obat yang dicapai, akan didapat suatu
titik dimana tidak ada lagi suatu respons (katzung,1998). Semakin banyak suatu
reseptor obat diduduki oleh obat maka akan semakin meningkat efek yang
ditimbulkan, dan efek mencapai maksimal jika seluruh reseptor diduki oleh obat.
53
Penggunaan dosis bertingkat pada penelitian ini membuktikan bahwa
ekspresi insulin pada sel β pankreas semakin membaik sejalan dengan
peningkatan dosis ekstrak etanol 70% daun sirsak yang diberikan. Pada
pemberian ekstrak etanol 70% daun sirsak dengan dosis 6,25% belum mampu
untuk menyebabkan terjadinya peningkatan kadar insulin tikus secara signifikan
(p=0.080), diduga disebabkan oleh konsentrasi dari senyawa zat aktif yang
terkandung belum cukup untuk menimbulkan efek pada proses penghambatan
kerusakan dari sel β pankreas. Pada pemberian ekstrak etanol 70% dengan dosis
6,25% diduga jumlah senyawa anti oksidan yang terkandung dalam ekstrak daun
sirsak belum cukup untuk menghambat senyawa radikal bebas/Reaktvie Oxgen
Species (ROS) yang ditimbulkan dan dibentuk oleh streptozotosin (STZ) secara
penuh sehingga kondisi stress oksidatif dimana jumlah senyawa prooksidan lebih
tinggi masih tetap terjadi meskipun mengarah ke dalam kondisi yang lebih baik.
Dosis antioksidan yang diberikan (terkandung dalam ekstrak etanol 70%
daun sirsak) berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi aktivitas
antioksidan sering lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan. Jika
telah menjadi prooksidan maka fungsi antioksidan tersebut menjadi tidak berguna
lagi. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa laju oksidasi
depengaruhi oleh besarnya konsentrasi antioksidan yang ditambahkan. Pada
konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan sering lenyap bahkan antioksidan tersebut
menjadi prooksidan (Gordon,1990).
AH + O2 A* + HOO*
AH + ROOH RO* + H2O + A*
Gambar 1. Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi (gordon,1990)
54
Pada pemberian ekstrak etanol 70% daun sirsak dengan dosis 12,5% dan
25% didapatkan hasil peningkatan yang signifikan jika dibandingkan dengan
kelompok kontrol positif (p ≤ 0.05), namun dosis paling maksimal/efektif
didapat pada pemberian ekstrak etanol 70% dengan dosis 25%. Diduga kadar
dosis/konsentrasi dari senyawa fitokimia berupa antioksidan yang terkandung
dalam kelompok tikus tersebut cukup atau tidak berlebih, sehingga efek positif
dari senyawa antioksidan dapat timbul secara maksimal.
Adapun efek yang ditimbulkan lebih efektif pada pemberian ekstrak etanol
70% daun sirsak dengan dosis 25% karena kadar antioksidan yang terkandung
juga lebih tinggi dari kelompok lain, dengan kata lain kondisi keseimbangan
antara prooksidan dan antioksidan lebih didapat pada kelompok tersebut.
Senyawa antioksidan yang terkandung dalam daun sirsak dapat bersifat
sebagai scavenger radikal bebas/Reaktvie Oxgen Species (ROS) sehingga
efek/dampak yang dapat ditimbulkan dari senyawa radikal bebas/Reaktvie Oxgen
Species (ROS) dapat dihambat. Antioksidan dapat bereaksi dengan radikal
bebas/Reaktvie Oxgen Species (ROS) dengan cara mendonorkan elektronnya
sehingga terbentuk produk yang lebih stabil. Antioksidan dapat memberikan
atom hidrogennya secara cepat pada radikal bebas/Reaktvie Oxgen Species (ROS),
sementara radikal antioksidan yang terbentuk memiliki keadaan yang lebih stabil
dibanding radikal bebas tersebut (Sa’ad,2009).
Proses regenerasi pada sel β pankreas menjadi maksimal, selain disebabkan
melalui penghambatan radikal bebas/Reaktvie Oxgen Species (ROS) oleh
senyawa-senyawa antioksidan yang terkandung dalam daun sirsak juga diketahui
melalui inhibisi atau penghambatan dari proses inflamasi yang terjadi sehingga
55
menjadi terkontrol dan tidak berlebih. Senyawa–senyawa flavonoid yang
terkandung dalam daun sirsak diketahui memiliki efek potensial sebagai anti
inflamasi. Senyawa flavonoid mempunyai aktifitas antiinflamasi karena dapat
menghambat beberapa enzim seperti aldose reduktase, xanthine oxidase,
phosphodiestrase, lipoxygenase dan cyclooxygenase (Narayana et al., 2001). Hal
ini disebabkan karena flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik
sehingga akan menghambat reaksi oksidasi (Robinson, 1995). Senyawa-senyawa
flavonoid seperti flavonols, quercetin, dan cathechin juga terbukti menghambat
produksi TNF-α dan NO oleh magrofag yang teraktivasi, supresi TNF-α diduga
melalui penghambatan aktivasi NFκB (Al-Qattan et al,1999).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dapat disimpulkan bahwa senyawa
aktif (fitokimia) yang terkandung dalam ekstrak etanol 70% dapat menghambat
faktor pencetus kerusakan dari sel β pankreas, sehingga proses regenerasi menjadi
maksimal. Secara umum, jumlah sel yang ada pada suatu jaringan merupakan
fungsi kumulatif antara masuknya sel baru dan keluarnya sel yang ada pada
populasi. Masuknya sel baru ke dalam populasi jaringan sebagian besar
ditentukan oleh kemampuan proliferasinya, sementara sel dapat dapat
meninggalkan populasinya karena kematian sel ataupun berdiferensiasi menadi sel
lain. Proliferasi sel dapat dirangsang oleh faktor pertumbuhan intrinsik, jejas,
kematian sel, atau bahkan oleh deformasi jaringan (Robbins dan Kumar, 2007).
Kemampuan atau potensi sel untuk berproliferasi pada jaringan pankreas
tergolong dalam sel stabil, dimana dalam keadaan normalnya, sel ini dianggap
istirahat (tau hanya mempunyai kemampuan replikasi yang rendah), tetapi mampu
membelah diri dengan cepat dalam hal merespon cedera (Robbins dan Kumar,
56
2007). Dengan terjadi proses regenerasi/proliferasi dari sel β pankreas yang
maksimal tentunya akan menyebabkan peningkatan dari fungsi sel β pankreas
sehingga kadar insulin yang dihasilkan juga dapat meningkat.
57
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Induksi streptozotosin (STZ) secara intraperitoneal dapat menyebabkan
terjadinya penurunan kadar insulin tikus yang signifikan.
2. Pemberian ekstrak etanol 70% daun sirsak mampu untuk meningkatkan kadar
insulin serum tikus. Dosis optimal peningkatan kadar insulin tikus dalam
penelitian ini didapat pada kelompok tikus dengan pemberian ekstrak etanol
70% dosis 25%.
7.2 Saran
Untuk peningkatan dan pengembangan penelitian lebih lanjut, peneliti
menyarankan:
1. Melakukan penelitian dengan variasi dosis dan pelarut yang berbeda.
2. Melakukan penelitian efek dari ekstrak etanol 70% daun sirsak dengan pemicu
senyawa diabetogenik yang lain
3. Melakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui keefektifan yang lebih
maksimal dengan cara membandingkan bentuk sedian ekstrak etanol 70%
dengan bentuk sediaan yang lainnya.
4. Melakukan penelitian untuk mengetahui jumlah dari konsentrasi senyawa zat
aktif yang terkandung di dalam dau sirsak (Annona muricata Linn).
Recommended