View
675
Download
11
Category
Preview:
Citation preview
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STROKE
DIHUBUNGKAN DENGAN LIFESTYLE DI RSUD WONOSOBO
TAHUN 2011
Oleh :AGUS HASAN
A2100……
PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2011
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STROKE
DIHUBUNGKAN DENGAN LIFESTYLE DI RSUD WONOSOBO
TAHUN 2011
PROPOSAL SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Untuk Mencapai Derajat Sarjana
Diajukan Oleh :AGUS HASAN
A2100…….
PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Era globalisasi ini pola hidup masyarakat mulai berubah, begitu pula pada
gaya hidup dan pola makan. Masyarakat lebih cenderung menjalani gaya hidup
yang lebih praktis berhubungan dengan keterbatasan waktu istirahat yang mereka
miliki, begitu pula dengan pola makanan yang mereka konsumsi. Masyarakat
cenderung menkonsumsi makanan cepat saji serta tidak mempertimbangkan
kandungan dari makanan tersebut, begitu pula dengan bertambahnya masyarakat
yang menkonsumsi alkohol dan rokok, hal tersebut juga merupakan faktor-faktor
timbulnya berbagai macam penyakit termasuk stroke (Junaidi, 2007)
Stroke merupakan kegawatan neurologis yang serius, menduduki peringkat
tinggi penyebab kematian. Di Amerika Serikat stroke menduduki peringkat
ketiga sebagai penyebab kematian setelah jantung dan kanker. Setiap tahunnya
500.000 orang Amerika terserang stroke 400.000 orang terkena stroke iskemik
dan 100.000 orang terkena stroke haemoragic, termasuk perdarahan intraserebral
dan sub arahnoid, dengan 175.000 mengalami kematian.Stroke merupakan
penyebab kecacatan yang utama. Laporan WSO (World Stroke Organization,
2009) memperlihatkan bahwa stroke adalah penyebab utama hilangnya hari kerja
dan kualitas hidup yang buruk. Kecacatan akibat stroke tidak hanya berdampak
bagi para penyandangnya, namun juga bagi para anggota keluarganya. Beban
ekonomi yang ditimbulkan akibat stroke juga sedemikian beratnya (Junaidi,
2007 ).
Sroke adalah salah satu penyakit yang mengintai dan bisa membunuh
seseorang kapan saja. Stroke adalah serangan otak yang timbulnya mendadak
akibat tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak. Penyakit ini biasanya
disebabkan oleh beragam faktor mulai dari yang sifatnya bisa dikendalikan
hingga yang sifatnya tidak dapat dikendalikan (Sutrisno, 2007).
Di Indonesia misalnya, diperkirakan setiap tahunnya ada sekitar 500 ribu
penduduk terkena serangan stroke dan masih merupakan pembunuh utama (first
killer) di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit. Menurut Data Riset Kesehatan
Dasar tahun 2010, prevalensi jumlah penderita stroke mencapai 8,3 per 1.000
populasi di Indonesia. Dengan jumlah populasi sekitar 211 juta jiwa, berarti
terdapat sekitar 1,7 juta penderita stroke. Jumlah itu dari tahun ke tahun
diperkirakan terus bertambah (Anna, 2011).
Rata-rata kasus Stroke di Jawa Tengah pada tahun 2010 adalah 635.60
kasus sedangkan pada tahun 2010 angka kejadian stoke di kabupaten wonosobo
yang tercatat di RSUD Wonosobo adalah sebanyak..............kasus.
Untuk mencegah terjadinya stroke, para ahli melalui hasil riset terbarunya
merekomendasikan lima kebiasaan atau gaya hidup sehat yang harus dijalani
secara disiplin. Dengan menerapkan lima gaya hidup ini, risiko mengalami
stroke dapat menurun drastis hingga 80 persen. Lima kebiasaan hidup sehat
tersebut adalah tidak merokok, memelihara bobot ideal, olahraga, disiplin
dengan diet dengan menu seimbang dan tidak mengkonsumsi alkohol.
Wonosobo merupakan kota dibawah kaki gunung yang dingin, dan
merupakan penghasil tembakau utama didaerah Jawa Tengah, jadi
kecenderungan masyarakat Wonosobo terutama yang berjenis kelamin laki-laki
adalah perokok, bahkan biasanya mulai dari SD kelas 4 sudah merokok, dan
sebagian besar merokok lintingan dengan kadar tembakau dengan kadar nikotin
yang tinggi, dicampur dengan cengkeh, klembak, dan kemenyan dan hampir
dipastikan setiap orang dewasa laki-laki adalah perokok (90%). Demikian pula
halnya beberapa wanita juga menjadi perokok, baik itu aktif maupun pasif.
Kebiasaan merokok ini biasa ditemui pada saat kumpulan RT, pengajian, atau
bertamu. Sehingga mempunyai efek yang tidak baik, baik bagi perokok aktif
maupun bagi perokok pasif.
Selain kebiasaan merokok, masyarakat Wonosobo penggemar daging
koyor (lemak sapi) yang merupakan makanan favorit, mengingat harga daging
sapi yang amat mahal, maka biasanya masyarakat didaerah Wonosobo lebih
memilih koyor(lemak sapi) yang tentu saja lebih murah harganya. Atau kalau
tidak lemak yang di bakso hal ini mengingat Wonosobo adalah daerah yang
berhawa dingin, sehingga lebih menyukai makanan hangat, dan merupakan
makanan favorit masyarakat Wonosobo. Dan orang Wonosobo penggemar ikan
asin dikarenakan Wonosobo jauh dari laut sehingga ketersediaan ikan laut segar
jarang dan biasanya sudah diawetkan misalnya "ikan asin", pindang (bandeng
kranjangan) yang diawetkan dengan tidak hygienis, dan tentu saja mengandung
garam yang tinggi, bahkan mungkin mengandung zat pengawet yang berbahaya,
missal; Borax, Formalin, dan sebagainya. Kebiasaan yang lain adalah masakan
khas wonosobo lebih berasa rasa gurih asin yang didapat dari penyedap rasa dan
garam.
Kebiasaan-kebiasaan tersebut di atas merupakan faktor yang dapat memicu
kejadian stroke, berdasar uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stroke
dihubungkan dengan lifestyle di RSUD Wonosobo tahun 2011”.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang masalah, maka diperoleh rumusan masalah
dalam penelitian sebagai berikut : “Apa sajakah faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian stroke dihubungkan dengan lifestyle di RSUD Wonosobo tahun
2011?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stroke
dihubungkan dengan lifestyle di RSUD Wonosobo tahun 2011.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Mengetahui hubungan kebiasaan merokok terhadap kejadian stroke di
RSUD Wonosobo tahun 2011.
1.3.2.2. Mengetahui hubungan faktor obesitas (kegemukan) terhadap kejadian
stroke di RSUD Wonosobo tahun 2011.
1.3.2.3. Mengetahui hubungan kebiasaan berolah raga terhadap kejadian stroke di
RSUD Wonosobo tahun 2011.
1.3.2.4. Mengetahui hubungan diet yang tidak baik dengan terhadap kejadian
stroke di RSUD Wonosobo tahun 2011.
1.3.2.5. Mengetahui hubungan minum alkohol terhadap kejadian stroke di RSUD
Wonosobo tahun 2011.
1.4. Manfaat Penelitian
1. 4.1. Bagi Peneliti
a. Menerapkan ilmu metodologi penelitian yang telah didapat di bangku
perkuliahan pada kenyataan sesungguhnya.
b. Memperoleh pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian stroke dihubungkan dengan lifestyle.
1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan STIKes
a. Sebagai tambahan pustaka dalam meningkatkan ilmu pengetahuan khususnya
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stroke dihubungkan
dengan lifestyle.
b. Sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya khususnya tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian stroke dihubungkan dengan lifestyle
1.4.3. Bagi tempat penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan data tentang faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian stroke dihubungkan dengan lifestyle
di RSUD Wonosobo tahun 2011.
1.5. Keaslian Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh Sri Andriyani Sinaga (2007) dengan judul
Karakteristik Pendarahan Stroke di Rawat Inap RS Haji Medan Tahun 2002 –
2006. Jenis penelitian deskriptif denan pesain case series. Populasi sebanyak 942
dan sampel sebanyak 281 yang diambil secara systemic random sampling.
Karakteristik yang diambil yaitu umur, jenis kelamin, ras, agama dan pendidikan.
Persamaan dengan penelitian ini yaitu jenis penelitian analitik Pendekatan
penelitian menggunakan cross-sectional
Perbedaan:
a. Variabel penelitian berbeda karena penelitian terdahulu meneliti karakteristik
perdarahan stroke sementara penelitian ini meneliti faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian stroke dihubungkan dengan lifestyle.
b. Tempat penelitian, penelitian oleh Sinaga dilakukan di desa Rawat Inap RS
Haji Medan sedangkan penelitian ini dilakukan di RSUD Wonosobo.
c. Waktu penelitian yang dilakukan oleh Sinaga Tahun 2002-2006 sedangkan
penelitian ini dilakukan pada tahun 2011.
d. Penelitian yang dilakukan oleh Yuliaji Siswanto (2009) dengan judul
Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stroke Berulang (Studi kasus
di RS. Karyadi Semarang). Rancangan penelitian menggunakan case control
dengan jumlah sampel 100 yang dilakukan secara consective sampling. Alat
analisis bivariate menggunakan chi-square.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1. Pengertian Stroke
Strok (bahasa Inggris: stroke) adalah suatu kondisi yang terjadi ketika
pasokan darah ke suatu bagian otak tiba – tiba terganggu dikarenakan
berkurangnya atau terhentinya penyediaan darah secara tiba – tiba. “Stroke juga
bisa diartikan sebagai gejala – gejala defisit fungsi susunan saraf yang di
akibatkan penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh lainnya” (M. Adib, 2009).
Stroke (berasal dari kata strike) berarti pukulan pada sel otak. Biasanya
terjadi karena adanya gangguan distribusi oksigen ke sel otak. Hal ini disebabkan
gangguan aliran darah pada pembuluh darah otak, mungkin karena aliran yang
terlalu perlahan, atau karena aliran yang terlalu kencang sehingga pecah
(perdarahan), akhirnya sel-sel otak yang diurus oleh pembuluh darah tersebut mati
( Yatim F, 2005 ).
Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika sebagian sel-sel otak mengalami
kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh
darah di otak. Aliran darah yang terhenti membuat suplai oksigen dan zat makanan
ke otak juga terhenti, sehingga sebagian otak tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya ( Utami P, 2009 ).
Gambar 2.1. Susunan Saraf Dan Pembuluh Darah Di Otakwww.medicastro.com
2.1.2. Klasifikasi
Berdasarkan atas jenisnya, stroke dibagi menjadi :
2.1.2.1. Stroke Iskemik / Non Hemorogik
Stroke iskemik terjadi karena aliran darah ke otak terhenti karena
aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah.
Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini. Pada
stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri
yang menuju ke otak. Darah ke otak di sediakan oleh dua arteria karotis internal dan
dua arteri vertebralis. Arteri – arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta
jantung (Harsono, 2003).
Gambar 2.2. Jenis Stroke Iskemik (Terjadi Penyumbatan Pembuluh Darah)www.medicastro.com
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan
manifestasi klinik dan proses patologik (kausal) (Harsono, 2003) :
a. Berdasarkan manifestasi klinik:
1) Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2) Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic
Neurological Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam
waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3) Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4) Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak
berkembang lagi.
b. Berdasarkan Kausal :
1) Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan
pada pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada
pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil.
Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat
aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan
darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh
tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density
Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil,
trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah
arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan
merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
2) Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari
jantung atau lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi
penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah
tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
2.1.2.2. Stroke Hemorogik
Diakibatkan karena pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran
darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
merusaknya. ( Fatimah Detty N, 2009 ). Pada stroke hemoragik, pembuluh darah
pecah sehingga menghambat aliran darah normal dan darah merembes ke dalam
suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya. Hampir 70% kasus stroke
hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.
Gambar 2.3. Jenis Stroke Iskemik (Terjadi Penyumbatan Pembuluh Darah)www.medicastro.com
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of
Diseases and Related Health Problem 10th Revision, stroke
hemoragik dibagi atas (Sutrisno, 2007) :
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang
primer berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan
bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak
disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya
adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah
seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian
antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh
cepat, amiloidosis serebrovaskular.
b. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan
terdapatnya/masukny darah ke dalam ruangan subarakhnoidal.
Perdarahan ini terjadi karen pecahnya aneurisma (50%),
pecahnya malformasi arteriovena atau MAV (5%), berasal dari
PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.
c. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi
akibat robeknya vena jembatan ( bridging veins) yang
menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di
dalam durameter atau karena robeknya araknoidea.
2.1.3. Gejala Stroke
2.1.3.1. Gejala Stroke Non Hemoragik
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan
peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah
(Price, 2005 ; Harsono, 2003 dan Sugianto, 2001) :
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
1) Buta mendadak (amaurosis fugaks).
2) Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa
lisan (disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.
3) Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi
sumbatan.
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
1)Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol.\
2)Gangguan mental
3)Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
4)Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
5)Bisa terjadi kejang-kejang.
c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
1)Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang
lebih ringan.
2)Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
3)Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
4)Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
1)Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
2)Meningkatnya refleks tendon.
3)Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
4)Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor),
kepala
5)berputar (vertigo).
6)Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
7)Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara
sehingga pasien sulit bicara (disatria).
8)Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan
kesadaran secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan
daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap lingkungan
(disorientasi).
9)Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia),
gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus),
penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak
mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan
kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim).
10)Gangguan pendengaran.
11)Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
1)Koma
2)Hemiparesis kontra lateral.
3)Ketidakmampuan membaca (aleksia).
4)Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
1)Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa.
Aphasia dibagi dua yaitu Aphasia motorik adalah
ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran
melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya
untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia sensorik
adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang
lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan
lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti,
tergantung dari luasnya kerusakan otak.
2)Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena
kerusakan otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada
secara kongenital), yaitu Verbal alexia adalah
ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca
huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca
huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi
ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.
3)Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat
adanya kerusakan otak.
4)Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan
mengenal angka setelah terjadinya kerusakan otak.
5)Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah
sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti
penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah
atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering
bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh
menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita
tidak boleh melihat jarinya).
6)Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya
kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang
berhubungan dengan ruang.
7)Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah
laku akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari
hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya
gangguan bicara.
8)Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi
pada trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca
operasi pengangkatan massa di otak.
9)Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup
sejumlah kemampuan.
2.1.3.2. Gejala Stroke Hemoragik
Gejala stroke hemoragik antara lain yaitu (Lumbantobing,
2003) :
a. Gejala Perdarahan Intraserebral (PIS)
Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral
adalah: nyeri kepala berat, mual, muntah dan adanya darah di
rongga subarakhnoid pada pemeriksaan pungsi lumbal
merupakan gejala penyerta yang khas. Serangan sering kali di
siang hari, waktu beraktivitas dan saat emosi/marah. Kesadaran
biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang
dari setengah jam, 23% antara 1/2-2 jam, dan 12% terjadi
setelah 3 jam).
b. Gejala Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Pada penderita PSA dijumpai gejala: nyeri kepala yang
hebat, nyeri di leher dan punggung, mual, muntah, fotofobia.
Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan pemeriksaan
kaku kuduk, Lasegue dan Kernig untuk mengetahui kondisi
rangsangan selaput otak, jika terasa nyeri maka telah terjadi
gangguan pada fungsi saraf. Pada gangguan fungsi saraf
otonom terjadi demam setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi
ulkus pepticum karena pemberian obat antimuntah disertai
peningkatan kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan
perubahan pada EKG.
c. Gejala Perdarahan Subdural
Pada penderita perdarahan subdural akan dijumpai
gejala: nyeri kepala, tajam penglihatan mundur akibat
edema papil yang terjadi, tanda-tanda defisit neurologik
daerah otak yang tertekan. Gejala ini timbul berminggu-
minggu hingga berbulan-bulan setelah terjadinya trauma
kepala.
2.1.4. Diagnosis Stroke
2.1.4.1. Diagnosis stroke Non Hemoragik
Diagnosis didasarkan atas hasil (Harsono, 2003) :
a. Penemuan Klinis
1) Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang
mendadak. Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko
stroke.
2) Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko
seperti hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh
darah lainnya.
3) Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
(a) Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat
membantu diagnosis dan membedakannya dengan
perdarahan terutama pada fase akut. Angiografi serebral
(karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran
yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu,
atau bila scan tak jelas. Pemeriksaan likuor
serebrospinalis, seringkali dapat membantu
membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan
intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid
(PSA).
(b) Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti:
pemeriksaan darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit,
eritrosit), hitung jenis dan bila perlu gambaran darah.
Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler,
Elektrokardiografi (EKG).
2.1.4.2. Diagnogsis Stroke Hemoragik
Diagnosis stroke hemoragik ((Harsono, 2003) terdiri dari :
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda-tanda klinis dari
hasil pemeriksaan. Untuk pemeriksaan tambahan dapat
dilakukan dengan Computerized Tomography Scanning (CT-
Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Elektrokardiografi
(EKG), Elektroensefalografi (EEG), Ultrasonografi (USG), dan
Angiografi cerebral.
b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Diagnosis didasarkan atas gejala-gejala dan tanda klinis.
Pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan Multislices CT-
Angiografi, MR Angiografi atau Digital Substraction Angiography
(DSA).
c. Perdarahan Subdural
Diagnosis didasarkan atas pemeriksaan yaitu dilakukan foto
tengkorak anteroposterior dengan sisi daerah trauma. Selain itu,
dapat juga dilakukan dengan CT-Scan dan EEG.
2.1.5. Faktor Resiko Stroke
Stroke erat kaitannya dengan gangguan pembuluh darah. Stroke terjadi
karena ada gangguan aliran darah ke bagian otak. Bila ada daerah otak yang
kekurangan penyediaan darah secara tiba – tiba dan penderitanya mengalami
gangguan persyarafan sesuai daerah otak yang terkena. Bentuknya dapat berupa
lumpuh sebelah (hemiplegia), berkurangnya kekuatan sebelah anggota tubuh
(hemiparesis), gangguan bicara, gangguan rasa (sensasi) di kulit sebelah wajah,
lengan atau tungkai.
Faktor resiko mayor (faktor dominan) biasanya merupakan penyakit dan gangguan
lain yang memang sudah bersarang di tubuh penderita stroke. Faktor – faktor tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi
meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin tinggi
tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena terjadinya kerusakan
pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya
penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak 70% dari orang yang terserang stroke
mempunyai tekanan darah tinggi (Bambang, 2003).
b. Penyakit jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah
fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya
penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh
darah di otak. Di samping itu juga penyakit jantung koroner, kelainan katup
jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi jantung juga memperbesar risiko
stroke (Bambang, 2003). Fibrilasi atrium yang tidak diobati meningkatkan risiko
stroke 4-7 kali (Feigin, 2006)
c. Sudah ada manifestasi aterosklerosis secara klinis (gejala – gejala pengerasan
pembuluh darah), gangguan pembuluh darah koroner, gangguan pembuluh darah
karatis, klaudikasio intermiten (nyeri yang hilang timbul), denyut nadi perifer
tidak ada, dan lain – lain
d. Diabetes mellitus (kencing manis)
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak
sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap
terjadinya stroke (Shimberg, 2000). Menurut penelitian Siregar F (2002) di
RSUP Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, penderita diabetes
melitus mempunyai risiko terkena stroke dengan OR: 3,39. Artinya risiko
terjadinya stroke pada penderita diabetes mellitus 3,39 kali dibandingkan dengan
yang tidak menderita diabetes mellitus (Siregar, 2002)
e. Polisitemia (banyak sel – sel darah)
f. Pernah terserang stroke
g. Hiperlipidemia (peninggian kadar lipid dalam darah)
h. Tingginya sel darah merah
i. Gangguan pembuluh darah
j. Penyakit pada katup jantung atau otot jantung yang disebut endocarditis
k. Mengerasnya pembuluh arteri (atersklerosis, atau penumpukan kolesterol
pada dinding arteri)
l. Ketidaknormalan irama jantung seperti atrial fibrillation
Ada pun faktor resiko minor adalah faktor yang biasanya terjadi karena
faktor gaya hidup dan pola makanan dari penderita yang tidak memperhatikan
berbagai akibat negatif dari pola dan gaya hidup tersebut. Namun, selain itu,
faktor budaya dan lingkungan juga menjadi faktor resiko minor ini. Faktor resiko
minor ini antara lain :
a. Kadar lemak darah yang tinggi
Salah satu bagian yang ada dalam makanan kita sehari-hari adalah
lemak. Lemak memang sangat dibutuhkan terutama dalam pengolahan
pembuatan hormon, dan pemeliharaan jaringan syaraf dalam tubuh. Tapi bila
kadar lemak dalam darah berlebihan akan memberikan akibat pengaruh yang
buruk bagi tubuh yaitu merusak pembuluh darah jantung dan otak serta
pembuluh darah lainnya. Khususnya kolesterol, salah satu bagian lemak tubuh
yang memang sangat penting peranannya dalam terjadinya pengapuran
dinding pembuluh darah. Kadar lemak dalam darah dipengaruhi oleh lemak
yang dikonsumsi. Kolesterol dalam makanan akan diserap oleh dinding usus
dan diangkut ke seluruh tubuh oleh darah. Karena sifatnya yang tidak larut
air, maka kolesterol harus diangkut secara kombinasi oleh protein yang larut
dalam air, yaitu lipoprotein.
Lipoprotein dibedakan menurut berat jenisnya yaitu HDL, LDL, dan
VLDL. Jenis LDL dan VLDL dikenal sebagai kolesterol “jahat” karena dapat
menimbulkan endapan dalam pembuluh darah. Sementara HDL sikenal
sebagai kolesterol “baik”, karena justru menggusur kolesterol ke dalam hati
untuk dipecah dalam empedu dan dibuang oleh tubuh. Para penderita stroke
biasanya mempunyai kadar HDL dibawah normal dan LDL maupun VLDL
diatas normal (Bambang, 2003).
c. Merokok
Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam Malik
Medan dengan desain case control, kebiasaan merokok meningkatkan risiko
terkena stroke sebesar 4 kali (Siregar, 2002). Merokok menyebabkan
penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh tubuh (termasuk yang ada di
otak dan jantung), sehingga merokok mendorong terjadinya aterosklerosis,
mengurangi aliran darah, dan menyebabkan darah mudah menggumpal
(Feigin, 2006).
d. Kegemukan (obesitas)
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus (Bambang, 2003). Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%.
Obesitas dapat meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan aterosklerosis
yang semuanya akan meningkatkan kemungkinan terkena serangan stroke
(Feigin, 2006).
Cara penentuan status gizi yang lain adalah dengan menggunakan
rumus. Cara ini digunakan misalnya kalau baku yang ada tidak dapat dipakal
misalnya baku WHO-NCHS hanya berlaku sampai usia 18 tahun, sehingga
untuk menentukan status gizi orang dewasa diatas 18 tahun digunakan rumus.
Langkahnya ialah dengan melakukan pengukuran antropometri yang meliputi
berat badan dan tinggi badan, kemudian dihitung dengan menggunakan rumus
lain dikategorikan berdasarkan klasifikasi yang ada. Cara ini dikenal rumus
Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu :
Tabel 2.1. Batas ambang IMT untuk orang Indonesia
Kategori Keterangan IMT
Kurus Kekurangan BB tingkat berat < 17,0
Kekurangan BB tingkat ringan 17 – 18,5
Normal 18,5-25,0
Gemuk Kelebihan BB tingkat ringan 25 – 27
Kelebihan BB tingkat berat > 27
e. Kadar asam urat tinggi
f. Kurang gerak badan / olahraga
g. Fibrinogen tinggi
h. Diet yang tidak baik
i. Suku bangsa (yang lebih dominan Negro/Spanyol)
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulit
putih. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup
(Bambang, 2003). Pada tahun 2004 di Amerika terdapat penderita stroke pada
laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1% dan yang berkulit hitam sebesar
62,9% sedangkan pada wanita yang berkulit putih sebesar 41,3% dan yang
berkulit hitam sebesar 58,7% (Americant Heart, 2004)
j. Jenis kelamin (pria)
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata laki-laki banyak
menderita stroke dibandingkan perempuan (Bambang, 2003). Insiden stroke
1,25 kali lebih besar pada laki-laki dibanding perempuan (Lumbantobing,
2003)
k. Penyalahgunaan obat-obatan (narkoba)
Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis suntikan
akan mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi dan kerusakan
dinding pembuluh darah otak. Di samping itu, zat narkoba itu sendiri akan
mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga mudah terserang stroke. Hasil
pengumpulan data dari rumah sakit Jakarta tahun 2001 yang menangani
narkoba, didapatkan bahwa lebih dari 50% pengguna narkoba dengan
suntikan berisiko terkena stroke (Bambang, 2003)
Selain faktor resiko mayor dan minor di atas, ada juga faktor lain yang bisa
mengakibatkan kemungkinan serangan stroke, misalnya penyakit sifilis, malaria
otak, penyakit darah yang menyebabkan kekentalan darah meningkat, dan lain –
lain.
2.1.6. Gaya Hidup (Lifestyle) Sehat Hindari Stroke
Untuk mencegah terjadinya stroke, para ahli melalui hasil riset terbarunya
merekomendasikan lima kebiasaan atau gaya hidup sehat yang harus dijalani secara
disiplin. Dengan menerapkan lima gaya hidup ini, risiko Anda mengalami stroke dapat
menurun drastis hingga 80 persen. Rekomendasi yang diberikan ini adalah hasil dari
suatu riset kesehatan yang dilakukan ilmuwan Harvard School of Public Health
terhadap 43.685 pria dan 71.243 wanita. Rata-rata usia partisipan pada saat riset
dimulai yakni 54 tahun pada pria dan 50 tahun pada wanita.
Ketika riset ini berjalan, tak seorangpun partisipan yang mengalami penyakit
kardiovaskular atau pun kanker. Setiap partisipan selalu didata mengenai kebiasaan
atau gaya hidup serta kondisi medisnya sejak 1986 hingga 2002. Selama penelitian
bergulit, tercatat 1.559 kasus stroke terjadi pada wanita dan 994 stroke terjadi pada
pria.
Dari hasil riset yang dimuat jurnal Circulation ini, para peneliti mendefinisikan
5 kebiasaan yang menekan risiko stroke sebagai berikut:
a. Tidak merokok.
b. Memelihara bobot badan ideal. Ini berarti bahwa body mass index (BMI)-nya
kurang dari 25. Angka BMI yang berkisar antara 25 hingga 29,9 dipertimbangkan
dalam kategori normal, sedangkan lebih dari 30 dipertimbangkan sebagai obesitas
atau kegemukan.
c. Lakukan olahraga atau gerakan fisik selama minimal setengah jam selama setiap
hari.
d. Disiplin dalam menjalani diet menu seimbang termasuk di antaranya menghindari
lemak jahat dan rajin mengonsumsi buah dan sayuran, daging rendah lemak seperti
ayam dan ikan, serat, kacang dan polong-polongan.
e. Batasi atau hentikan konsumsi alkohol.
Dari riset terungkap, para wanita yang disiplin menjalani lima gaya hidup di
atas memiliki risiko 79 persen lebih rendah mengidap semua jenis stroke dan 81 persen
lebih rendah risikonya mengalami risiko stroke iskemik ketimbang wanita yang tidak
menjalani gaya hidup sehat.
Sementara pria yang melewati kesehariannya dengan lima panduan gaya hidup
tersebut mencatat 69 persen risiko lebih rendah dari semua jenis stroke dan 80 persen
risiko lebih rendah mengidap stroke iskemik, dibandingkan pria yang tak menjalani
lima pola gaya hidup sehat tersebut.
“Lebih dari 50 persen kasus stroke iskemik dapat dicegah melalui kedisiplinan
pada gaya hidup yang sehat. Sedangkan untuk kasus stroke secara keseluruhan, 47
kasusnya pada wanita dan 35 persen kasus pada pria dapat dicegah (Luma, 2010).
2.1.7. Pencegahan Stroke
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke (1999) di Indonesia,
upaya yang dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:
a. Pencegahan Primordial
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya
faktor risiko stroke bagi individu yang belum mempunyai faktor
risiko. Pencegahan primordial dapat dilakukan dengan cara
melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang
bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau
poster yang dapat menarik perhatian masyarakat. Selain itu,
promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program
pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi
tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media
elektronik dan billboard (Bustan, 2000).
b. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya
faktor risiko stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko
dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara
lain (Lumbantobing, 2003 dan Feigin, 2006) :
1) Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi
garam berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain
dan sejenisnya.
2) Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.
3) Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya
fibrilasi atrium, infark miokard akut, penyakit jantung
reumatik), dan penyakit vaskular aterosklerotik lainnya.
4) Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan
banyak sayuran, buah-buahan, ikan terutama ikan salem
dan tuna, minimalkan junk food dan beralih pada makanan
tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan susu
rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara teratur.
c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah
menderita stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan
terhadap penderita stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi
kronis. Tindakan yang dilakukan adalah (Lumbantobing, 2003):
1)Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat)
digunakan sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan
pertama dengan dosis berkisar antara 80-320 mg/hari,
antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor
resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut,
kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang lain. Clopidogrel
dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi
trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau
mempunyai kontra indikasi terhadap asetosal (aspirin).
2)Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya
mengkonsumsi obat antihipertensi yang sesuai pada
penderita hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik pada
penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi
obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti
merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan
berat badan dan kurang gerak.
d. Pencegahan Tertier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah
menderita stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak
bertambah berat dan mengurangi ketergantungan pada orang
lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi
fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh tim
yang terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi
wicara dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan peran
serta keluarga (Feigin, 2006).
1) Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi
yang dapat membantu proses pemulihan secara fisik.
Adapun terapi yang diberikan yaitu yang pertama adalah
fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan
dan sensoris penderita seperti masalah kekuatan otot,
duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan
serta mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua adalah
terapi okupasional (Occupational Therapist atau OT),
diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam
melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai
baju, makan dan buang air. Terapi yang ketiga adalah
terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih
kemampuan penderita dalam menelan makanan dan
minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi dengan
orang lain.
2)Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah
emosional yang dapat mempengaruhi mental mereka,
misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia,
murung dan depresi. Masalah emosional yang mereka
alami akan mengakibatkan penderita kehilangan motivasi
untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu,
penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan
melakukan konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi
klinis.
3)Rehabilitasi Sosial
Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk
membantu penderita stroke menghadapi masalah sosial
seperti, mengatasi perubahan gaya hidup, hubungan
perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain itu,
petugas sosial akan memberikan informasi mengenai
layanan komunitas lokal dan badan-badan bantuan sosial.
2.2. Kerangka Teori
vete
Kejadian Stroke
Jenis Stroke :1. Stroke Iskemik2. Stroke Hemarogik
Faktor yang menyebabkan kejadian stroke :
1. Faktor mayor (Faktor penyakit dan gangguan lain yang bersarang di tubuh penderita)a. Hipertensib. Penyakit jantungc. Diabetes Mellitusd. Pernah terserang stroke
2. Faktor minor (gaya hidup dan pola makan)a. Kadar gula darah yang tinggib. Merokokc. Kegemukand. Kurang gerak badan/olahragae. Diet yang tidak baikf. Kadar asam urat tinggig. Suku bangsa h. Jenis kelamin
Gejala stroke iskemik :a. Gejala akibat penyumbatan kerotis eternalb. Gejala akibat penyumbatan serebri
anteriorc. Gejala akibat penyumbatan system
vertebra basilard. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri
media e. Gejala akibat penyumbatan serebri
posteriorf. Gejala akibat penyumbatan fungsi luhurGejala stroke hemarogik :a. Gejala Perdarahan Intracelebral (PIS)b. Gejala Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Diagnosis :a. Stroke iskemik
1. Penemuan klinis2. Pemeriksaan tambahan
b. Stroke hemarogik1. Perdarahan intraserebral (PIS)2. Perdarahan subarachnoid (PSA)3. Perdarahan Subdural
Pencegahan :1. Pencegahan primordial2. Pencegahan primer3. Pencegahan sekunder4. Pencegahan tertier
Bagan 2.1. Kerangka Teori
2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan landasan teori tersebut, maka kerangka konsep penelitian ini
adalah :
Variabel Independent (bebas) Variabel dependent (terikat)
Variabel pengganggu
Bagan 2.2. Kerangka Teori
Faktor-faktor yang menyebabkan stroke :
1. Merokok2. Obesitas/kegemukan3. Kurang gerak
badan/olahraga4. Diet yang tidak baik5. Minum alkohol
Kejadian Stroke
Faktor-faktor lain :
1. Hipertensi2. Diabetes Mellitus3. Penyakit jantung4. Pernah terkena stroke5. Kadar gula darah yang
tinggi6. Kadar asam urat tinggi7. Suku bangsa 8. Jenis kelamin
2.4. Hipotesis Penelitian
2.4.1. Ada hubungan antara kebiasaan merokok terhadap kejadian stroke di RSUD
Wonosobo tahun 2011.
2.4.2. Ada hubungan antara faktor obesitas (kegemukan) terhadap kejadian stroke di
RSUD Wonosobo tahun 2011.
2.4.3. Ada hubungan antara kebiasaan berolah raga terhadap kejadian stroke di RSUD
Wonosobo tahun 2011.
2.4.4. Ada hubungan diet yang tidak baik dengan terhadap kejadian stroke di RSUD
Wonosobo tahun 2011.
2.4.5. Ada hubungan antara minum alkohol terhadap kejadian stroke di RSUD
Wonosobo tahun 2011.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu deskriptif analitik. Deskriptif yaitu suatu
metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau
deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif sedangkan analitik adalah penelitian
yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa
variabel (Arikunto, 2010).
Penelitian menggunakan pendekatan cross sectional. Cross sectional yaitu data
yang menunjukkan titik waktu tertentu atau pengumpulannya dilakukan dalam waktu
bersamaan (Riwidigdo, 2009).
3.2. Populasi dan Sampel
3.2.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2005).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang berobat di Poli syaraf
RSUD Wonosobo. Jumlah pasien pada bulan Oktober 2011 adalah ......orang.
3.2.2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005).
Apabila ukuran populasi lebih dari 100, maka jumlah sampel sekurang-
kurangnya 10-15% dari ukuran populasi (Arikunto, 2010). Pada penelitian ini sampel
yang digunakan adalah 10% dari total sampel. Jadi sampel yang digunakan adaklah
. Jadi sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu …. responden.
Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan accidental
sampling. Accidental sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan kepada
responden yang kebetulan ada di tempat penelitian (Notoatmodjo, 2005).
Sampel yang diambil dengan kriteria :
a. Inklusia dalah kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi, suatu target dan terjangkau akan diteliti (Nusalam, 2003). Adapun kriteria
inklusi sampel yang akan diliti adalah :
1) Pasien yang berobat di poli syaraf RSUD Wonosobo
2) Bersedia untuk menjadi responden
3) Bisa membaca dan menulis
b. Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subyek memenuhi kriteria
inklusi namun tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian (Nursalam, 2003). Kriteria
ekslusi sampel yang akan diteliti adalah pasien yang berobat dengan stroke berat.
3.3. Lokasi dan Waktu Pengambilan Data
3.3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Poli Syaraf RSUD Wonosobo Kabupaten
Wonosobo.
3.3.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Desember tahun 2011.
3.4. Variabel Penelitian
Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus dalam penelitian. Variabel
menunjukkan atribut dari sekelompok orang atau objek yang mempunyai variasi antara
satu dengan yang lainnya dalam kelompok itu (Riwidikdo, 2007).
Variabel dalam penelitian ini menggunakan :
3.4.1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu merokok, obesitas, olahraga, diet menu
seimbang dan minum alkohol.
3.4.2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu kejadian stroke.
3.5. Definisi Operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional
No Variabel Definisi operasional
Cara ukur Parameter Skala Data
1 Stroke Sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak
Kuesioner Skor 1 = Jika ya strokeSkor 0 = Jika tidak stroke
Nominal
2 Merokok Yaitu kebiasaan merokok yang dilakukan oleh responden
Kuesioner Skor 1 = Jika ya merokokSkor 0 = Jika tidak merokok
Nominal
3 Obesitas Berat badan dibandingkan dengan tinggi badan
Kuesioner Skor 1 = Jika ya obesitasSkor 0 = Jika tidak obesitas
Nominal
4 Olahraga Kebiasaan olahraga yang dilakukan oleh responden
Kuesioner Skor 1 = Jika ya suka olahraga Skor 0 = Jika suka olahraga
Nominal
5 Diet yang tidak baik
Kebiasaan diet yang tidak baik yang dilakukan oleh responden
Kuesioner Skor 1 = Jika ya diet Skor 0 = Jika tidak diet
Nominal
6 Minum alkohol
Kebiasaan minum alkohol yang dilakukan oleh responden
Kuesioner Skor 1 = Jika ya suka minum alkohol Skor 0 = Jika tidak suka minum alkohol
Nominal
3.6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dengan cara membagikan kuesioner pada pasien
mata. Sebelum kuesioner dibagikan peneliti meminta persetujuan responden untuk
mengisi kuesioner kemudian terlebih dahulu dijelaskan cara pengisiannya. Setelah
itu peneliti memberikan kuesioner untuk diisi oleh responden kemudian
dikumpulkan pada saat itu juga.
3.7. Instrumen Penelitian
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah
kuesioner dengan pertanyaan tertutup. Pertanyaan tertutup yaitu pertanyaan yang sudah
disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilihnya (Arikunto, 2010).
Sebelum kuesioner digunakan dalam hasil penelitian terlebih dahulu dilakukan uji
coba instrument (uji validitas dan reliabilitas).
3.7.1. Uji validitas
Uji validitas instrumen adalah keadaan yang mcnggambarkan instrument
tersebut benar-benar mengukur apa yang ingin diukur (Notoatmodjo, 2002).
Instrumen dikatakan valid apabila r-hitung > r tabel dengan taraf signifikan 5 %
dan tingkat kepercayaan 95%.
Untuk menguji validitas dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
korelasi product moment (Notoatmodjo, 2002), yaitu :
R =
Keterangan :
R : angka korelasi
N : jumlah responden
x : nilai dari setiap point pernyataan
y : skor total
xy : nilai dari pernyataan dikali skor total
3.7.2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukan bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya
untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah
baik. Instrumen yang reliabel dapat menghasilkan data yang dipercaya. Jika
datanya benar sesuai dengan kenyataan, maka berapa kali pun diambil, hasilnya
tetap sama (Arikunto, 2002). Instrumen dikatakan reliabel apabila r-hitung > r
tabel dengan taraf signifikan 5 % dan tingkat kepercayaan 95%.
Sedangkan formula untuk menguji reliabilitas tingkat pengetahuan,
digunakan rumus Alfa cronbach yaitu :
Keterangan :
r : reliabilits instumen
k : banyaknya butir pernyataan atau banyaknya soal
: jumlah varian butir
St2 : varian total
3.8. Mekanisme Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara cross sectional
(catatan mengambil data dari sampel satu kali saja) dimana responden mengisi secara
langsung kuesioner berupa lembaran chekclis untuk mengisi faktor-faktor yang
menyebabkan kejadian stroke diantaranya yaitu : merokok, obesitas, olahraga, diet menu
seimbang dan minum alkohol.
3.9. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data
3.9.1. Teknik Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah pengolahan data.
Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi disajikan dalam bentuk tabel dan
dipresentasikan dengan langkah-langkah sebagai berikut (Budiarto, 2002) :
3.9.1.1. Editing
Editing Memeriksa data yang sudah terkumpul untuk meneliti
kelengkapan jawaban responden dengan kuesioner yang diberikan yang
bertujuan untuk menghitung banyaknya lembaran daftar pertanyaan yang telah
diisi untuk mengetahui apakah sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.
3.9.1.2. Coding
Memberikan kode angka pada alat penelitian untuk memudahkan dalam
analisa data. Meskipun pemberian kode dapat mempermudah pengolahan,
tetapi pekerjaan ini harus dilakukan seteliti mungkin karena mudah
menimbulkan kesalahan dalam pemberian kode atau dalam memasukkan data.
3.9.1.3. Tabulating
Penyusunan data merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa
agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun dan ditata untuk disajikan dan
dianalisis.
3.9.2. Analisis Data
3.9.2.1. Analisis Univariate
Analisis univariate yaitu analisis yang dilakukan untuk satu variabel
atau per variabel. Dalam analisis data penulis menggunakan analisis non
statistik atau disebut sebagai analisis statistik sederhana. Untuk mencari
presentase faktor dihitung dengan menggunakan rumus menurut (Budiarto,
2002).
Keterangan :
P = Prosentase
F = Frekuensi
N = Jumlah sampel
3.9.2.2. Analisis Bevariate
Untuk menguji hipotesis tentang hubungan antar dua variabel
digunakan Uji Korelasi Spearman Rank (Rho) . Uji ini digunakan untuk
mengukur tingkat atau eratnya hubungan antara dua variabel yang berskala
ordinal, caranya adalah sebagai berikut (Hidayat, 2009) :
a. Membuat hipotesis
a. Membuat tabel penolong untuk menghitung rangking
b. Menentukan rs hitung dengan rumus :
Keterangan :
rs : nilai korelasi Spearman Rank
d2 : selisih setiap pasangan Rank
n : Jumlah pasangan rank untuk spearman (5<n<30)
c. Menentukan nilai r s tabel Spearman
d. Menentukan Z hitung dengan rumus :
e. Membuat kesimpulan
Apabila Z hitung > Z tabel maka Ho ditolak artinya signifikan.
Apabila Z hitung < Z tabel maka Ho ditolak artinya tidak signifikan.
Tabel 3.2. Pedoman interpretasi terhadap koefisien korelasi
Interval koefisien Tingkat hubungan0,80 – 1,0000,60 – 0,7990,40 – 0,5990,20 - 0,3950,00 – 0,199
Sangat kuatKuatCukup kuatRendahSangat rendah
DAFTAR PUSTAKA
Anna. 2011. Stroke Bayangi Belasan Juta Jiwa Kaum Muda. http://health.kompas.com/read/2011/10/31/06480744/Stroke.Bayangi.Belasan.Juta.Jiwa.Kaum.Muda (diakses pada tanggal 5 November 2011)
Americant Heart, 2004. Stroke Statistic. http://www.americantheart.org/
Bustan, Mn, 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Bambang, M, Suhartik, K.S., 2003. Pencegahan Stroke Dan Jantung Pada Usia Muda. Balai Pustaka FKUI, Jakarta
Budiarto, E. 2002. Biostatistika Untuk Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Buku Kedokteran: EGC.
Feigin, V, 2006. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan Dan Pemulihan Stroke. PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
Henderson, L, 2002. Stroke Panduan Perawatan. Penerbit Arcan, Jakarta.
Hidayat, A. 2009. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Surabaya: Salemba Medika.
Harsono, 2003. Kapita Selekta Neurologi. Edisi Kedua, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Harsono, 2000. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi Pertama, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Lumbantobing, S.M, 2003. Neurogeriatri. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Notoatmodjo. S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.
Notoatmodjo. S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sutrisno, A, 2007. Stroke Sebaiknya Anda Tahu Sebelum Anda Terserang Stroke. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sugianto, P, 2001. Gangguan Fungsi Luhur Pada Penderita Stroke. Berkala Ilmiah Kesehatan Fatmawati, Vol.3 No.8.
Siregar, FA, 2002 . Determinan Kejadian Stroke Pada Penderita Rawat Inap RSUP Haji Adam Malik Medan. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Shimberg, EF, 1998. Stroke petunjuk Penting Bagi Keluarga. Alih Bahasa Anne Rozana. PT. Pustaka Delapratasa, Jakarta.
Recommended