View
297
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
keren lohhh
Citation preview
PRESENTASI KASUS
TB PARU KASUS PUTUS OBAT
Disusun Oleh :
REZA ERVANDA ZILMI
1102009241
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
Pembimbing
dr. Dewi , SpP
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD Kab BEKASI
1
Kata Pengantar
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat,
inayah, taufik, hinayah, dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk menyusun dan menyelesaikan tugas presentasi kasus yang berjudul TB Paru Kasus
Putus Obat dengan Suspect Efusi Pleura dan Diabetes Melitus Tipe II. Penyusunan makalah
ini masih jauh dari sempurna baik dalam hal isi maupun penyajiaannya, sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak agar pada kesempatan
yang akan datang penulis dapat membuat makalah yang lebih baik lagi. Shalawat dan salam
semoga penulis curahkan kepada baginda tercinta nabi Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Dewi, SpP ,
sebagai pembimbing yang telah membantu menyempurnakan presentasi kasus ini. Semoga
tugas ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
2
BAB 1
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. T Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 60 tahun Suku bangsa : Sunda
Status perkawinan : Sudah Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga Pendidikan : SMA
Alamat : Cibitung
Tanggal masuk RS : 12 Agustus 2013
Tanggal Pemeriksaan : 23 Agustus 2013
II. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis dan alloanamnesis (anak pasien)
Tanggal : 23 Agustus 2013
Keluhan Utama: Sesak napas sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke RSUD Kabupaten Bekasi dengan sesak napas sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sesak dirasakan tiba-tiba. Keluhan dirasakan membaik ketika pasien
dalam keadaan duduk. Pasien mengaku sesak yang dirasakan datang ketika sedang
beraktivitas dan istirahat. Sesak berkurang disangkal pada saaat posisi pasien miring ke kiri
maupun miring ke kanan. Pasien juga mengaku tidur dengan 2-3 bantal.
Keluhan tersebut disertai dengan adanya batuk. Batuk dirasakan pasien sejak 3 bulan
yang lalu dan mengaku lebih dahulu merasakan batuk sebelum adanya sesak. Batuk disertai
adanya dahak yang berwarna hijau. Batuk dirasakan setiap saat, dan sering menggangu
tidurnya. Pasien tidak merasakan adanya batuk berdarah. Pasien merasakan adanya keringat
pada malam hari yang tidak disertai adanya demam. Pasien juga mengaku berat badannya
3
turun sejak menderita batuk. Mual, muntah, dan pusing juga dirasakan pasien. Pasien
mengaku tidak merokok dan tidak berada pada lingkungan yang banyak asap (seperti asap
kayu bakar, polusi,dll) Pasieng mengaku tidak ada kelainan pada buang air kecil dan buang
air besarnya.
Pasien mengaku pernah menderita TB paru dan sedang dalam pengobatan TB paru
sejak 2½ bulan yang lalu, tetapi selama ½ bulan pasien mengeluh muntah-muntah dan sering
mengeluh nyeri kepala setelah minum obat tersebut, sehingga pasien berhenti menkonsusmsi
obat TB paru tersebut. Pasien juga mengeluh adanya nyeri pada perut bagian atas selama
minum obat TB.
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien mengaku memiliki riwayat penyakit gula. Pasien juga mengaku memiliki
riwayat hipertensi. Riwayat asma disangkal.
Riwayat penyakit keluarga:
Suami dan Anak pasien pernah menderita TB paru.
Riwayat Alergi :
Pasien tidak mempunyai alergi terhadap makanan, udara atau obat-obatan tertentu.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
o Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
o Kesadaran : Compos mentis
o GCS : E4 V5 M6 , jumlah 15
o Berat badan : 52 kg
Tanda-tanda vital
o TD : 130/80 mmHg
o Nadi : 100 x/menit reguler
4
o Respirasi : 28 x/menit
o Suhu : 36,7 ˚C
o Sianosis : tidak ada
o Edema Umum : tidak ada
Kepala
o Rambut : Tebal, tidak mudah patah .
Mata
o Konjungtiva : tidak anemis
o Sklera : tidak ikterik
o Refleks cahaya : positif
Telinga
o Bentuk Normal, tidak ada cairan sekret dari telinga
Mulut
o Tonsil : T1-T1
o Faring : tidak hiperemis
o Lidah : tidak deviasi
o Perdarahan gusi : (-)
Leher
o Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran
o Kelenjar Limfe : Tidak ada pembesaran
o Trachea tidak deviasi.
o JVP : 5 + 2 cm
5
Toraks
o Inspeksi
Pergerakan dinding dada dalam keadaan statis
Ukuran hemithoraks kanan dan kiri simetris dengan perbandingan anterposterior
dengan lateral 2:1
Iktus kordis terlihat di sela iga V, linea midclavicularis sinistra
o Palpasi
Fremitus taktil dan fremitus vokal simetris hemitorak kanan dan kiri.
Teraba pulsasi iktus kordis di sela iga V, linea midclavicularis sinistra
Tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas thoraks.
Tidak teraba krepitasi pada costae.
o Perkusi
Sonor pada hemitorak kanan-kiri depan-belakang.
Batas paru hati di ICS VI linea midklavikula dekstra
Batas pinggang jantung di ICS III linea parasternalis sinistra
Batas kiri jantung di ICS VI linea midklavikularis sinistra
Batas kanan jantung di Sela iga V linea parasternalis dekstra
o Auskultasi
Vesikuler breathing sound kanan = kiri, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Bunyi jantugn S1dan S2 murni, reguler.
Abdomen
o Inspeksi : Sedikit membuncit, tidak ada benjolan, tidak ada sikatrik
o Auskultasi : Bising Usus (+) normal
6
o Perkusi : Timpani di ke 4 kuadran abdomen, undulasi (-), shifting dullness (-).
o Palpasi : Terdapat nyeri tekan epigastrium (+), nyeri lepas (-)
Hati : Tidak teraba membesar
Limpa : Tidak teraba membesar
Ginjal : Tidak teraba, ballotment (-)
Extremitas
o Superior :
Akral teraba hangat, Edema : -/-
o Inferioir
Akral teraba hangat, Edema : -/-
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium (12 Agustus 2013)
Hasil Laboratorium Hematologi
Haemoglobin : 10,7 gr/dl (P: 14-16gr/dl, W: 12-16 gr/dl )
Hematokrit : 31,7% (35-50)
LED : 128 (P: <10, W:<20)
Leukosit : 15.600/mm (3.500 – 10.000/mm)
Trombosit : 319.000/mm3 (150.000-400.000/mm3)
Basofil : 0 (0-0 %)
Eusinofil : 1 (0-3%)
Batang : 2 (2-6%)
Segmen : 85 (50-70%)
7
Limfosit : 10 (20-40%)
Monosit : 2 (2-7%)
Eritrosit : 3,8 (3,8-5,8 jl/mm3)
Hasil Laboratorium Kimia darah
AST ( SGOT) : 21 U/L ( P: < 38, W:< 32 U/L )
ALT (SGPT) : 21 U/L ( P: < 41, W:< 31 U/L )
Ureum : 24 mg/dL ( 15 – 45 mg/dl )
Kreatinin : 0,8 mg/dL ( 0,7 – 1,2 mg/dl )
2. Pemeriksaan Foto Rontgen Thoraks (12 Agustus 2013)
8
Hasil Foto Rontgen Thoraks :
1. Kulitas Foto : Kurang Baik
a. Terdapat marker dan indentitas.
b. Foto dalam Keadaan Simetris : Proceccus Spinosus berada diantara kedua kaput
clavicula.
c. Keadaan Inspirasi samar terlihat : Costae Posterior Sinistra : 8 buah, Costae Posterior
Dekstra : 7 buah.
d. Kekerasan foto kurang : Vertebrae Thoracalis 3 samar terlihat.
e. Scapula berada diluar lapangan paru.
2. Gambaran Jantung
a. Pembesaran Jantung sulit dinilai.
b. Aorta : tampak membesar.
3. Gambaran Paru :
a. Pulmo Dekstra : terdapat infiltrat dan fibrosis pada bagian apeks.
b. Pulmo Sinistra : normal.
4. Gambaran Diafragma :
a. Diafragma kanan dan kiri sulit dinilai
b. Sinus costofrenicus dekstra dan sinistra tidak lancip.
V. Resume
Pasien datang ke RSUD Kabupaten Bekasi dengan sesak napas sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sesak dirasakan tiba-tiba. Keluhan dirasakan membaik ketika pasien
dalam keadaan duduk. Sesak berkurang disangkal pada saaat posisi pasien miring ke kiri
9
maupun miring ke kanan. Pasien juga mengaku tidur dengan 2-3 bantal. Keluhan tersebut
disertai dengan adanya batuk. Batuk dirasakan pasien sejak 3 bulan yang lalu dan mengaku
lebih dahulu merasakan batuk sebelum adanya sesak. Batuk disertai adanya dahak yang
berwarna hijau. Pasien merasakan adanya keringat pada malam hari yang tidak disertai
adanya demam. Pasien juga mengaku berat badannya turun sejak menderita batuk. Pasien
mengaku pernah menderita TB paru dan sedang dalam pengobatan TB paru sejak 2½ bulan
yang lalu, tetapi selama ½ bulan pasien mengeluh muntah-muntah dan sering mengeluh nyeri
kepala setelah minum obat tersebut, sehingga pasien berhenti menkonsusmsi obat TB paru
tersebut. Pasien juga mengeluh adanya nyeri pada perut bagian atas selama minum obat TB.
Pasien mengaku memiliki riwayat penyakit gula. Pasien juga mengaku memiliki riwayat
hipertensi. Riwayat asma disangkal. Suami dan Anak pasien pernah menderita TB paru.
Pasien tidak mempunyai alergi terhadap makanan, udara atau obat-obatan tertentu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital tekanan darah : 130/80 mmHg,
Nadi : 100 x/menit reguler, Respirasi : 28 x/menit, Suhu : 36,7 ˚C, Sianosis : tidak ada,
Edema Umum : tidak ada. Pada pemeriksaan thoraks tidak didapatkan adanya kelainan.
Suara rhonki dan whezzing tidak terdengar. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan adanya
nyeri tekan epigastrium.
Pada Pemeriksaan Laboratorium didapatkan adanya penurunan Hb dan Ht juga
peningkatan Leukosit dan LED. Pada pemeriksaean rontgen thoraks didapatkan gambaran
foto yang kurang baik. Adanya gambaran infiltrat dan fibrosis pada paru kanan.
VI. Diagnosa Klinis
Suspect TB paru Kasus Putus Obat + Dispepsia ec Obat TB + Hipertensi
VII. Differential Diagnosis
Gagal jantung Kiri
VIII. Rencana Pemeriksaan
1. Cek BTA 3x
2. EKG
3. Periksa Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, Billirubin total, SGOT dan SGPT , ureum dan
kreatinin, GDS setiap Hari.
4. Kultur Sputum
5. Ulangi Foto Rontgen Thoraks
10
IX. Rencana Penatalaksanaan
1. Infus Ring Asetat 20 tts/menit
2. Neurosanbe drip 2 amp
3. Ranitidin 2x1 amp IV
4. Ondansentron IV 1amp
5. Ambroxol 3 x 1 sendok makan
6. Ceftriaxone 1 x 2 gr.
7. Amlodipine 1 x 5 mg
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanasionam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal Pemeriksaan
13 Agustus
2013
Keluhan : batuk, sesak nafas
TD : 150/0 mmHg, Nadi : 90 x/menit, Pernafasan : 26 x/menit, Suhu: 370
GDS : 78 , BTA I : +3
14 Agustus
2013
Keluhan : batuk, sesak nafas, mual (-)
TD : 140/90 mmHg, Nadi : 84 x/menit, Pernafasan : 25 x/menit, Suhu: 36,00
GDS : 280
15 Agustus
2013
Keluhan : batuk, mual (+), muntah (-)
TD : 150/90 mmHg, Nadi : 84x/menit, Pernafasan : 22 x/menit, Suhu: 360
GDS : 306, Glukosa Puasa : 186. BTA II : +3
11
16 Agustus
2013
Keluhan : batuk, mual (+), muntah(-)
TD : 140/70 mmHg, Nadi : 80 x/menit, Pernafasan : 20 x/menit, Suhu: 360
GDS : 321,BTA III : +3
Diagnosa Kerja : TB Paru Kasus Putus Obat BTA (+)
Terapi RHES 450/300/1000/750
17 Agustus
2013
Keluhan : batuk, Sesak nafas, BAB mencret 4x.
TD : 140/70 mmHg, Nadi : 86 x/menit, Pernafasan : 25 x/menit, Suhu: 36,20
GDS : 230
18 Agustus
2013
Keluhan : batuk, mencret (+), mual (+), muntah (+)
TD : 140/90 mmHg, Nadi : 83 x/menit, Pernafasan : 24 x/menit, Suhu: 36,30
GDS :196
19 Agustus
2013
Keluhan : batuk, mual (+), muntah (+)
TD : 130/80 mmHg, Nadi : 96 x/menit, Pernafasan : 22 x/menit, Suhu: 36,50
GDS : 160
OAT tunda dulu
20 Agustus
2013
Keluhan : batuk, mual, muntah (-)
TD : 140/90 mmHg, Nadi : 90 x/menit, Pernafasan : 24 x/menit, Suhu: 360
GDS : 238
21 Agustus
2013
Keluhan : batuk,mual(-), muntah (-)
TD : 130/90 mmHg, Nadi : 84 x/menit, Pernafasan : 24 x/menit, Suhu: 360
GDS : 89, SGOT : 48, SGPT : 20
Terapi : HES 300/1000/750
22 Agustus Keluhan : batuk, mual, muntah (-), setelah minum OAT berdebar-debar.
12
2013 TD : 130/80 mmHg, Nadi : 80 x/menit, Pernafasan : 22 x/menit, Suhu: 360
GDS: 157
23 Agustus
2013
Keluhan : -
TD : 140/90 mmHg, Nadi : 90 x/menit, Pernafasan : 24 x/menit, Suhu: 360
Pulang.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacteriu
Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainnya.1 Tuberkulosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah
sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal didaerah
urban, lingkungan yang padat.3
Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai
saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia.1 Prevalensi TB di Indonesia dan
negaranegara sedang berkembang lainnya cukup tinggi.2 Pada tahun 2006, kasus baru di
Indonesia berjumlah >600.000 dan sebagian besar diderita oleh masyarakat yang berada
dalam usia produktif (15–55 tahun). Angka kematian karena infeksi TB berjumlah sekitar
300 orang per hari dan terjadi >100.000 kematian per tahun.3 Hal tersebut merupakan
tantangan bagi semua pihak untuk terus berupaya mengendalikan infeksi ini. Salah satu
upaya penting untuk menekan penularan TB dimasyarakat adalah dengan melakukan
diagnosis dini yang definitif.2
Patogenesis
Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau
afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda
14
dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran
kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan
limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan
mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik,
sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a) Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus
lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan
obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman
tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus
yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis
tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya atau tertelan
c) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat
sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis
milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga
dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,
ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini
mungkin berakhir dengan :
i. Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau
ii. Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis
primer.
Tuberkulosis Postprimer
15
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis
primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai
nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis,
tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama
menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan.
Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen
apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu
sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai
berikut :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh
dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan
keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan
menjadi:
a) meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni
ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas
b) memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif
kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
c) bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan
berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan
seperti bintang (stellate shaped)
16
Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan
penyembuhannya
Masalah : Mengapa M. Tuberculosis sering menginfeksi paru orang dewasa pada bagian apeks?
Jawab : Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob, oleh karena itu pada kasus TBC biasanya mereka ditemukan pada daerah yang banyak udaranya, dan bagian apeks paru merupakan tempat yang kaya akan oksigen.
Klasifikasi Tuberkulosis
a. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura5
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif
17
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis
dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
tuberculosis
2. Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa
tipe pasien yaitu :
a. Kasus baru : Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps) : Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif
tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala
klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll
TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten
menangani kasus tuberkulosis
c. Kasus defaulted atau drop out Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan >
1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum
masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
atau akhir pengobatan
e. Kasus kronik Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik
18
f. Kasus Bekas TB
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran
radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat
akan lebih mendukung
Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi
b. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan
lain-lain. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari
tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka
diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.
19
Gambar 2. Skema klasifikasi tuberkulosis
Diagnosis
Manifestasi Klinik
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya Gejala
klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik,
bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal
sesuai organ yang terlibat)
1. Gejala respiratorik :
batuk > 2 minggu
batuk darah
sesak napas
nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat
medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus,
dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
20
Demam
gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri
dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan
kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior
(S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik,
suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di
daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”
Pemeriksaan Bakteriologik
21
Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti
yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL),
urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Pagi ( keesokan harinya )
Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari
berturut-turut
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung
dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir,
tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat
dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau
untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml
sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada
gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium,
harus dipastikan telah tertulis identiti pasien yang sesuai dengan formulir
permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh
dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas
saring melalui jasa pos. Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:
- Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian
tengahnya
- Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari
kertas saring sebanyak + 1 ml
- Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung
yang tidak mengandung bahan dahak
22
- Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman,
misal di dalam dus
- Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong
plastik kecil
- Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan
sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi
- Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak
- Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat
laboratorium.
Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL,
urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara
Mikroskopik
Biakan
Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk
screening)
Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
- 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif
- 1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali, kemudian bila 1 kali positif, 2
kali negatif ® BTA positif
- bila 3 kali negatif ® BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO).
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negative
Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :
23
- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
Pemeriksaan biakan kuman:
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :
- Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh
- Agar base media : Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan
dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than
tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara,
baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji
niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang
timbul
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,
top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai
lesi TB aktif :
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
24
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
Fibrotik
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung ) :
Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya
secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari
atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti
lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut
Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakit
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan
sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :
Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal
junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau
korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti
Lesi luas,
Bila proses lebih luas dari lesi minimal
Pemeriksaan khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu
yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam
perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman
tuberkulosis secara lebih cepat.
1. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini
dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu
25
menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan (dikutip dari 13)Bentuk lain
teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth Indicator Tube
(MGIT).
2. Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini
adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai,
kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis
sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai
standar internasional.
Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang
ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk
diagnosis TB Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen
pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstraparu sesuai dengan organ yang
terlibat.
3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi
respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa
masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap
dalam waktu yang cukup lama.
b. ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji
serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT
merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang
berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38
kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada
membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1
26
garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml
diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati
garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap
M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk
garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit
terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada
membran.
c. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji
ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada
suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan
ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi
spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti
penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi
dengan mudah
d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang
terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh,
para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar
antibodi yang terdeteksi.
e. Uji serologi yang baru / IgG TB
Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi
antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji
IgG berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16
kDa dan kombinasi lainnya akan menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti
yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode imunodiagnosis
ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak
cukup baik untuk diagnosis TB pada anak. Saat ini pemeriksaan serologi
belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.
27
Pemeriksaan Penunjang lain
1. Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan
pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil
analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan
cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan
glukosa rendah
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat
diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :
- Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
- Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan
Veen Silverman)
- Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan
bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka).·
- Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan
ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta
sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan
sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif,
tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun
kurang spesifik.
28
4. Uji tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia
dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik
penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila
didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan dari uji yang didapat besar sekali.
Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.
Gambar 4. Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa
Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan
29
a. Obat Anti Tuberkulosis
Obat yang dipakai,:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: INH, Rifampisin, Pirazinamid,
Streptomisin , Etambutol
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin, Amikasin, Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat
Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain : Kapreomisin ,
Sikloserino, PAS (dulu tersedia), Derivat rifampisin dan INH, Thioamides
(ethionamide dan prothionamide)
Kemasan
Obat tunggal, Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin,
pirazinamid dan etambutol.
Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC) Kombinasi dosis
tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet
Dosis OAT Tabel 2. Jenis dan dosis OAT
Obat
Dosis
(Mg/Kg
BB/Hari)
Dosis yg dianjurkan DosisMaks (mg)
Dosis (mg) / berat badan (kg)
Harian (mg/ kgBB / hari)
Intermitten (mg/Kg/BB/kali)
< 40 40-60
>60
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 7501000
1500
E 15-20 15 30 7501000
1500
S 15-18 15 15 1000 Sesua 750 100
30
i BB 0
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting
untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant
tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB
merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal
dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis
obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel
3. Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:
1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan
pengobatan yang tidak disengaja
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar
dan standar
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan
penggunaan monoterapi
Tabel 3. Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap
Fase intensif Fase lanjutan
2 bulan 4 bulan
BB Harian Harian 3x/minggu Harian 3x/minggu
RHZE
150/75/400/275
RHZ
150/75/400
RHZ
150/150/500
RH
150/75
RH
150/150
30-37
38-54
55-70
>71
2
3
4
5
2
3
4
5
2
3
4
5
2
3
4
5
2
3
4
5
31
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis
yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk
dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi
dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah
sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya.
b. Panduan Obat Anti Tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi TB paru (kasus baru), BTA positif atau
pada foto toraks: lesi luas Paduan obat yang dianjurkan :
- 2 RHZE / 4 RH atau
- 2 RHZE/ 6HE atau
- 2RHZE/4R3H3
Paduan ini dianjurkan untuk
- TB paru BTA (+), kasus baru
- TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh
paru)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji
resistensi
- TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal
Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau
: 6 RHE atau 2 RHZE/ 4R3H3
- TB paru kasus kambuh Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2
RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak
terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan
- TB Paru kasus gagal pengobatan Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya
diberikan obat lini 2 (contoh paduan: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid,
sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam
keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1
RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil
uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
32
a. Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan
hasil yang optimal
b. Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru
- TB Paru kasus putus berobat Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai
pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
a. Berobat > 4 bulan
1) BTA saat ini negatif Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada
perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi
aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB
dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain.
Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
2) BTA saat ini positif Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
b. Berobat < 4 bulan
1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan
diteruskan Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi
terhadap OAT
- TB Paru kasus kronik
a. Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan
RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat
lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan.
b. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
c. Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan
d. Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru
Tabel 4. Ringkasan paduan obat
33
Kategori
Kasus Paduan obat yang diajurkan Keterangan
I - TB paru BTA +,
BTA - , lesi luas
2 RHZE / 4 RH atau
2 RHZE / 6 HE
*2RHZE / 4R3H3
II - Kambuh
- Gagal pengobatan
-RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / 5 RHE
-3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin / 15-18 ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES / 1RHZE / 5RHE
Bila streptomisin alergi, dapat diganti kanamisin
II - TB paru putus berobat
Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan klinis, bakteriologi dan radiologi saat ini (lihat uraiannya) atau
*2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3
III -TB paru BTA neg. lesi minimal
2 RHZE / 4 RH atau
6 RHE atau
*2RHZE /4 R3H3
IV - Kronik RHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan)
IV - MDR TB
Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup
Catatan : * Obat yang disediakan oleh Program Nasional TB5
Efek Samping Obat
34
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.
Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan
kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek
samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping ringan
dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH)
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.
Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu
pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan
selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT
dapat dilanjutkan.
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simptomatis ialah
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang-kadang diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop
dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah
satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan
diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas Rifampisin dapat
menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur.
Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
35
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka
mengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman
TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan
kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan
disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang
terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian
keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi
bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali
seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu
setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena
risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat
seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko
tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal.
Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan
kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera
dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka
kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan
keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai
sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan
(jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging
dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat
dikurangi 0,25gr
Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada
perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
36
Tabel 5. Efek samping OAT dan Penatalaksanaannya
Efek samping Kemungkinan Penyebab
Tatalaksana
Minor
OAT diteruskan
Tidak nafsu makan, mual, sakit perut Rifampisin Obat diminum malam sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin /allopurinol
Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki INH Beri vitamin B6 (piridoksin) 1 x 100 mg perhari
Warna kemerahan pada air seni Rifampisin Beri penjelasan, tidak perlu diberi apa-apa
Mayor
Hentikan obat
Gatal dan kemerahan pada kulit
Semua jenis OAT Beri antihistamin dan dievaluasi ketat
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan
Gangguan keseimbangan (vertigo dan nistagmus)
Streptomisin Streptomisin dihentikan
Ikterik / Hepatitis Imbas Obat (penyebab lain disingkirkan)
Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT sampai ikterik menghilang dan boleh diberikan hepatoprotektor
37
Muntah dan confusion (suspected drug-induced pre-icteric hepatitis)
Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT dan lakukan uji fungsi hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol
Kelainan sistemik, termasuk syok dan purpura
RimpafisinHentikan Rimpafisin
Pengobatan suportif dan simtomatik
Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik
dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu
pengobatan tambahan atau suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau
mengatasi gejala/keluhan.
1. Pasien rawat jalan
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan
(pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk
penyakit komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau
keluhan lain
2. Pasien rawat inap
Indikasi rawat inap :
- TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
- Batuk darah masif
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
38
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
- TB paru milier
- Meningitis TB
Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan
indikasi rawat
Terapi Pembedahan
lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap
positif
b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif
2. lndikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap.
Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)
· Bronkoskopi
· Punksi pleura
· Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
Pengobatan TB Pada Keadaan Khusus5
39
1. Kehamilan Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk
kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan
karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang
menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa
keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat
berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.
2. Ibu menyusui dan bayinya Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak
berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu
menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT
secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah
penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi
tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada
bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.
3. Pasien TB pengguna kontrasepsi Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi
hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas
kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-
hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).
4. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien
dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada
pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS.
Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB.
Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai
dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus memperhatikan
Prinsip- prinsip Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan Universal)
Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu sarana
pelayanan kesehatan untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur. Pasien TB
yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary
Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIV).
40
5. Pasien TB dengan hepatitis akut Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis
akut dan atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami
penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb sangat diperlukan dapat
diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya
menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.
6. Pasien TB dengan kelainan hati kronik Bila ada kecurigaan gangguan faal hati,
dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT
meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan,
harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat
dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati,
Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah
2RHES/6RH atau 2HES/10HE.
7. Pasien TB dengan gagal ginjal Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z)
dapat di ekskresi melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang
tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien
dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh
karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila
fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat
diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk
pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.
8. Pasien TB dengan Diabetes Melitus Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin
dapat mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat
anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula
darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Pada
pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena
itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan
tersebut.
9. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid Kortikosteroid hanya
digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa pasien seperti: •
Meningitis TB • TB milier dengan atau tanpa meningitis • TB dengan Pleuritis
eksudativa • TB dengan Perikarditis konstriktiva. Selama fase akut prednison
diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkan secara bertahap.
Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.
41
Komplikasi
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan
atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang
mungikin timbul adalah :
- Batuk darah
- Pneumotoraks
- Luluh paru
- Gagal napas
- Gagal jantung
- Efusi pleura
Prognosis
Jika berobat teratur sembuh total (95%)
Jika dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1 % yang mungkin relaps
Terapi yang cepat dan legeartis akan sembuh baik
Bila daya tahan baik dapat sembuh sendiri.4
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaannya di Indonesia. 2011
2. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Dalam: Sudoyo et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. 4th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 2230-2231.
3. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB) ;
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364/MENKES/SK/V/2009.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Edisi 2, 2006.
42
Recommended