View
6
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
KONFLIK BATIN TOKOH SASANA DAN JAKA
DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI
DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA
DI SMA KELAS XII SEMESTER 1
(SUATU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh
Anne Septi Yunisa
101224015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada :
Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu mendampingi dan melindungi saya
Kedua orang tua saya Bapak Wijaya dan Ibu Siwi yang selalu mendoakan,
memberikan semangat, dan mendukung saya dalam pembuatan skripsi.
Kakakku Leo Agung Bayu Wijanarko dan adikku tersayang Agnes Titah Miranti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTO
PEMENANG bukanlah mereka yang tidak pernah
KALAH tetapi mereka yang tidak pernah
MENYERAH.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 21 Mei 2015
Saya yang menyatakan,
Anne Septi Yunisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Anne Septi Yunisa
Nomor Mahasiswa : 101224015
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
KONFLIK BATIN TOKOH SASANA DAN JAKA
DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI
DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA
DI SMA KELAS XII SEMESTER 1
(SUATU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)
Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas,
dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk keperluan akademis
tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 21 Mei 2015
Yang menyatakan
Anne Septi Yunisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Yunisa, Anne Septi.2015. Konflik Batin Tokoh Sasana dan Jaka dalam Novel
Pasung Jiwa Karya Okky Madasari dan Relevansinya dengan
Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XII Semester 1 (Suatu Tinjauan
Psikologi Sastra). Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata
Dharma.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan konflik batin yang dialami oleh
dua tokoh utama dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari. Peneliti
mengumpulkan data dengan cara membaca sekaligus menandai setiap kalimat
yang mengandung konflik batin yang dialami kedua tokoh utama, lalu
menuliskannya pada kartu data. Peneliti menganalisis data dengan mengamati
dengan teliti bagian kalimat yang menunjukkan konflik batin.
Dalam novel ini terdapat 2 tokoh utama, yaitu Sasana dan Jaka serta 7
tokoh tambahan, yaitu Ibu, Ayah, Cak, Man, Masita, Banua, Elis, dan Kalina.
Peristiwa terjadi ketika Sasana kecil antara tahun 1993 sampai 1999 di daerah
Jakarta, Malang, Sidoarjo, dan Batam. Latar sosial menggambarkan sikap
masyarakat yang masih susah menerima adanya transgender di lingkungan
mereka, pelecehan seksual, adanya organisasi massa yang meresahkan warga,
buruh yang diperlakukan tidak adil, aborsi, dan budaya dangdut. Alur yang
digunakan adalah alur kronologis atau alur maju.
Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa konflik batin tokoh
Sasana dan Jaka adalah timbulnya perasaan takut, tidak percaya diri, emosional,
frustasi, dan sedih yang disebabkan dari tidak terpenuhinya kebutuhan fisiologis,
kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan memiliki dan cinta, kebutuhan akan
penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri tidak terpenuhi pada Sasana
maupun Jaka. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyusun silabus yang meng-
hubungkan konflik batin dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
dalam pembelajaran sastra di kelas XII SMA semester 1.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bagi para guru agar
dapat mengambil nilai moral yang terkandung dalam novel Pasung Jiwa untuk
diajarkan kepada peserta didiknya. Bagi para mahasiswa, diharapkan penelitian ini
dapat dijadikan reverensi dalam penyusunan skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Yunisa, Anne Septi. 2015. Jaka and Sasana’s Intrapersonal Conflicts Portrayed
in Okky Madasari’s Pasung Jiwa and Its Relevance to Literature
Learning in Senior High School Grade XII Semester I (A Psychological
Approach Literature Research). Thesis. Yogyakarta: PBSI, FKIP,
Universitas Sanata Dharma.
This research aimed to describe intrapersonal conflicts faced by the two
main characters in Okky Madasari’s novel entitled Pasung Jiwa. The researcher
collected the data by reading and examining every sentence which contains
intrapersonal conflicts experienced by both of main characters then wrote the data
on data card. The researcher analyzed the data by examining carefully every
sentence which contains intrapersonal conflicts.
There are two main characters in the novel, they are Jaka and Sasana. The
seven additional characters in the novel are Mother, Father, Cak, Man, Masita,
Banua, Elis, and Kalina. The story took places in Batam, Malang, Sidoarjo, and
Jakarta in year 1993-1998 when Sasana was a child. The social background of the
story is a society which is intolerant with transgender issue, a sexual abuse
atmosphere, a society frightening mass organisation, unfair treatment to working
class, abortion, and dangdut culture. The plot of the story is chronological plot.
From psychological approach analysis, it can be concluded that Jaka and
Sasana’s intrapersonal conflicts are anxieties, inferiority, emotional
characteristics, frustrations, and deep sadness. Their intrapersonal conflicts are the
consequences of their unfulfilled physiological needs, needs to feel safe, needs to
posses and love, need to be respected, and needs of self actualization.bBased on
analysis result, the researcher developed a syllabus that connected the
intrapersonal conflicts with the literature learning in Senior High School grade XII
semester I and put it into the basic competence and core competence in the
learning design.
Based on this research, the researcher suggested the teacher to teach the
good values from the story of this novel to their students. For the university
students who want to conduct a research, this study is suggested as a reference.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
berkat rahmat dan kasih-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Sasana dan Jaka dalam Novel Pasung
Jiwa Karya Okky Madasari dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di
SMA Kelas XII Semester 1 (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra)” diajukan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana.
Berkat doa, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya skripsi
ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd. selaku Ketua Program Studi PBSI
yang selalu memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi.
2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum. selaku dosen pembimbing pertama yang
dengan sabar dan teliti memberikan pengarahan dalam penyusunan
skjripsi ini.
3. Dr. Y. Karmin, M.Pd. selaku dosen pembimbing kedua yang dengan
teliti membimbing peneliti dalam penyusunan skripsi ini.
4. Semua dosen PBSI yang telah membantu peneliti dalam belajar di
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.
5. Robertus Marsidiq yang telah membantu kelancaran penulis dalam
mengurus segala keperluan yang digunakan untuk keperluan skripsi.
6. Kedua orangtua, Ignatius Wijaya Hadi dan Fransiska Marti Sasiwi
yang selalu mendoakan dan memberi dukungan kepada peneliti.
7. Kakak dan adik peneliti, Leo Agung Bayu Wijanarko yang selalu
memberikan semangat serta Agnes Titah Miranti yang selalu
mengingatkan peneliti untuk segera menyelesaikan skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
8. Sahabat-sahabat, Cicilia Ingga Kusuma dan Silviana Yudi Apsari yang
selalu membagikan tawa dan candanya untuk peneliti agar lebih
bersemangat lagi untuk mengerjakan skripsi.
9. Simbah putri yang selalu menginspirasi peneliti untuk tidak pernah
putus asa dengan apa yang sedang peneliti perjuangkan, yaitu skripsi.
10. Seluruh teman seperjuangan PBSI 2010 yang selalu memberi
dukungan.
11. Semua pihak yang telah membantu dan tidak disebutkan satu persatu
pada kesempatan ini.
Akhir kata peneliti berharap skripsi ini memberi manfaat bagi
pembelajaran sastra.
Yogyakarta, 21 Mei 2015
Peneliti,
Anne Septi Yunisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………................. . ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………... iv
MOTO .. .......................................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ….. ................................................. vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS . ................................... vii
ABSTRAK .. ................................................................................................... viii
ABSTRACT …. ................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR ................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................. 4
1.5 Batasan Istilah ..................................................................... 5
1.6 Sistematika Penyajian ......................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................. 8
2.1 Penelitian yang Relevan ............................................... 8
2.2 Landasan Teori ............................................................. 10
2.2.1 Hakikat Novel …………………………………… 10
2.2.2 Struktur Karya Sastra …………………………… 11
2.2.2.1 Tokoh dan Penokohan ........................... 12
2.2.2.2 Latar ..................................................... 14
2.2.2.3 Alur ...................................................... 15
2.2.3 Psikologi Sastra ..................................................... 17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
2.2.4 Psikologi Abraham Maslow .................................. 18
2.2.5 Konflik… ............................................................... 21
2.2.6 Konflik Batin ......................................................... 22
2.2.7 Pembelajaran Sastra di SMA ................................. 23
2.2.8 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) .... 25
2.2.9 Silabus ............................................................... 26
2.2.10 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ........... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 30
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian ......................................... 30
3.2 Sumber Data ........................................................................ 31
3.3 Instrumen Penelitian ........................................................... 31
3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................. 31
3.5 Teknik Analisis Data .......................................................... 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 33
4.1 Deskripsi Data .................................................................... 33
4.2 Analisis Tokoh dan Penokohan ........................................... 34
4.2.1 Tokoh Utama ......................................................... 34
4.2.2 Tokoh Tambahan .................................................. 46
4.3 Analisis Latar ....................................................................... 57
4.3.1 Latar Tempat ......................................................... 57
4.3.2 Latar Waktu ........................................................... 65
4.3.3 Latar Sosial ............................................................ 72
4.4 Analisis Alur ....................................................................... 78
4.4.1 Paparan .................................................................. 78
4.4.2 Rangsangan ........................................................... 79
4.4.3 Gawatan ................................................................. 80
4.4.4 Tikaian ................................................................... 82
4.4.5 Rumitan ................................................................. 83
4.4.6 Klimaks ................................................................. 85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
4.4.7 Leraian ................................................................... 85
4.4.8 Selesaian ................................................................ 86
4.5 Analisis Konflik Batin Menggunakan Teori Psikologi
Abraham Maslow ............................................................... 86
4.5.1 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Fisiologis ............ 86
4.5.2 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Rasa Aman 88
4.5.3 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Cinta dan
Keberadaan ............................................................ 92
4.5.4 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan
Penghargaan .......................................................... 94
4.5.5 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Aktualisasi
Diri ........................................................................ 96
4.6 Konflik Batin Aibat Tidak Terpenuhi Kebutuhan-kebutuhan
Dasar Tokoh Sasana ........................................................... 98
4.6.1 Rasa Takut ............................................................. 98
4.6.2 Tidak Percaya Diri ................................................ 98
4.6.3 Emosional .............................................................. 99
4.6.4 Frustasi .................................................................. 100
4.6.5 Kesedihan .............................................................. 100
4.7 Konflik Batin Aibat Tidak Terpenuhi Kebutuhan-kebutuhan
Dasar Tokoh Jaka ............................................................... 101
4.7.1 Rasa Takut ............................................................. 101
4.7.2 Tidak Percaya Diri ................................................ 102
4.7.3 Frustasi .................................................................. 102
4.7.4 Emosional .............................................................. 103
4.8 Relevansi Hasil Analisis Konflik Batin Dua Tokoh Utama
dalam Pembelajaran Sastra di SMA kelas XII semester 1 . 103
4.8.1 Aspek Bahasa ........................................................ 104
4.8.2 Aspek Perkembangan Psikologis Siswa ................ 105
4.8.3 Aspek Latar Belakang Budaya .............................. 106
4.9 Silabus ................................................................................ 107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
4.10 RPP ..................................................................................... 107
4.11 Pembahasan ........................................................................ 108
BAB V PENUTUP .................................................................................. 110
5.1 Kesimpulan ......................................................................... 110
5.2 Implikasi ............................................................................. 112
5.3 Saran ................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 113
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. 115
LAMPIRAN SILABUS ................................................................................. 116
LAMPIRAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) 119
LAMPIRAN LEMBAR SOAL .................................................................... 126
LAMPIRAN PENILAIAN ........................................................................... 133
LAMPIRAN MATERI ................................................................................. 138
LAMPIRAN PENGGALAN NOVEL ......................................................... 141
BIODATA ...................................................................................................... 153
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia merupakan individu yang berbeda dengan individu
lainnya. Namun, manusia tetaplah makhluk sosial. Setiap pertemuan antarmanusia
seringkali menimbulkan konflik, baik antarindividu maupun antarkelompok.
Peristiwa atau kejadian seperti itu pun telah banyak yang diangkat menjadi sebuah
karya sastra. Menurut Faruk, karya sastra sendiri adalah objek manusiawi, fakta
kemanusiaan, atau fakta kultural sebab merupakan hasil ciptaan manusia.
Meskipun demikian, karya itu mempunyai eksistensi yang khas yang
membedakannya dari fakta kemanusiaan lainnya seperti sistem sosial dan sistem
ekonomi dan yang menyamakannya dengan sistem seni rupa, seni suara, dan
sebagainya (Faruk, 2012: 77).
Karya sastra khususnya novel selalu menampilkan tokoh yang memiliki
karakter sehingga novel juga menggambarkan kejiwaan manusia walaupun
gambaran tokohnya hanyalah fiksi. Dengan kenyataan itu, karya sastra terlibat
dalam aspek kehidupan manusia termasuk ilmu jiwa atau psikologi. Penelitian
yang menggunakan pendekatan psikologi terhadap karya sastra merupakan bentuk
pemahaman karya sastra dari sisi psikologi karena setiap tokoh dalam karya sastra
khusunya novel selalu diberi jiwa dan raga kemanusiaan dalam kehidupannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Seperti yang dikatakan oleh Rahmanto (1988: 15), apabila karya-karya
sastra tidak bermanfaat lagi untuk menafsirkan masalah-masalah dunia nyata,
pembelajaran sastra sudah tidak ada gunanya. Namun, jika sastra itu dapat
ditunjukkan mempunyai relevansi dengan masalah dunia nyata, pembelajaran
sastra harus dipandang sebagai sesuatu yang penting. Untuk itulah secara khusus
peneliti melakukan penelitian terhadap konflik batin tokoh utama dalam novel
agar pesan-pesan moral yang terkandung dalam ceritanya dapat dijadikan panutan.
Novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari yang merupakan novel
pemenang Khatulistiwa Literary Award 2012 sangat menarik untuk dibaca dan
dijadikan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Adapun yang menarik untuk
diteliti dari novel ini adalah konflik batin dua tokoh utama, yaitu Sasana dan Jaka
yang dihadirkan dalam pergulatan manusia mencari kebebasan dan melepaskan
diri dari segala kungkungan, dari kungkungan tubuh dan pikiran, kungkungan
tradisi dan keluarga, kungkungan norma dan agama, hingga dominasi ekonomi
dan belenggu kekuasaan.
Berdasarkan fenomena itu peneliti terdorong untuk menganalisis konflik
batin tokoh dari segi psikologi dalam mengahadapi realitas yang bertentangan
dengan hati nuraninya. Analisis ini didorong pula oleh adanya alasan bahwa
belum ada penelitian terhadap novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari, terutama
penelitian dari sudut psikologi. Persoalan-persoalan psikologi yang mendalam
dalam novel Pasung jiwa ini juga mendorong peneliti untuk menggunakan
pendekatan psikologi sastra dalam mengkajinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Sebelum menganalisis persoalan yang dialami oleh tokoh utama, peneliti
akan terlebih dahulu menganalisis unsur intrinsik dalam novel Pasung Jiwa.
Menurut Sukada (1987: 47), analisis aspek intrinsik, yaitu analisis mengenai
unsur-unsur yang secara keseluruhan membangun struktur karya sastra. Unsur-
unsur itu terdiri dari insiden, perwatakan, plot, teknik cerita, komposisi cerita, dan
gaya bahasa. Penelitian ini hanya akan membahas empat unsur intrinsik, yaitu
alur, tokoh, penokohan, dan latar karena keempat unsur tersebut memiliki kaitan
dengan permasalahan psikologi tokoh utama.
Hasil dari analisis konflik batin ini akan digunakan sebagai bahan
pembelajaran sastra di SMA. Tujuan pembelajaran ini adalah untuk
meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra dan memperluas
kritik sastra.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dipecahkan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Bagaimanakah deskripsi unsur tokoh, penokohan, latar, dan alur dalam
novel Pasung jiwa karya Okky Madasari ?
2. Bagaimanakah konflik batin yang dialami oleh dua tokoh utama dalam novel
Pasung Jiwa karya Okky Madasari ?
3. Bagaimanakah relevansi hasil analisis konflik batin dua tokoh utama dalam
novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari dengan pembelajaran sastra di
SMA kelas XII semester 1?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan tiga rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Mendeskripsikan unsur tokoh, penokohan, latar, dan alur dalam novel
Pasung Jiwa karya Okky Madasari.
2. Mendeskripsikan konflik batin yang dialami oleh dua tokoh utama dalam
novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari.
3. Mendeskripsikan relevansi hasil analisis konflik batin dua tokoh utama
dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari dengan pembelajaran sastra
di SMA kelas XII semester 1.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti sastra,
bidang ilmu psikologi, dan pembelajaran bahasa dan sastra di SMA.
1. Bagi peneliti sastra
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta
dapat memberikan sumbangan dalam pemahaman mengenai karya sastra,
khususnya novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari..
2. Bagi bidang ilmu psikologi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai sikap dan perwatakan manusia yang secara langsung maupun
tidak langsung berkaitan dengan hal-hal yang terjadi di sekitarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
3. Bagi pembelajaran bahasa dan sastra di SMA
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif bahan
pembelajaran sastra di SMA dan dapat memberikan informasi tentang novel
Pasung Jiwa karya Okky Madasari.
1.5 Batasan Istilah
Dalam penelitian ini diberikan beberapa definisi istilah yang memudahkan
pembaca memahami penelitian ini yaitu sebagai berikut
a. Novel
Novel adalah proses rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh
dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun.
(Sudjiman, 1990: 55)
b. Psikologi
Psikologi adalah ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari
tingkah laku manusia (Atkinson dalam Minderop, 2010: 3).
c. Psikologi Sastra
Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan
proses dan aktivitas kejiwaan (Minderop, 2010: 55).
d. Konflik
Konflik merupakan suatu hal yang bertentangan antarindividu atau suatu
kelompok karena adanya kesalahpahaman atau perbedaan pendapat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
e. Konflik Batin
Konflik batin adalah pertarungan individual yang terjadi dalam batin
manusia itu sendiri (Tjahjono, 1987: 113).
f. Tokoh
Tokoh adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama,
yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral, dan kecenderungan
tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan
dalam tindakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007: 165).
1.6 Sistematika Penyajian
Penelitian ini terdiri dari enam bab. Bab I, yaitu pendahuluan, yang berisi
latar belakang masalah yang akan diteliti, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Bab II berisi
landasan teori, yang terdiri dari penelitian terdahulu dan kajian teori. Bab ini
memuat teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini. Bab III adalah
metodologi penelitian, yang berisi uraian tentang pendekatan dan jenis penelitian,
metode, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, sumber data, dan teknik
analisis data.
Bab IV berisi analisis unsur tokoh, penokohan, latar, alur dan hasil
pembahasan konflik batin tokoh Sasana dan Jaka dalam novel Pasung Jiwa karya
Okky Madasari beserta relevansi hasil analisis konflik batin tokoh Sasana dan
Jaka dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari dalam pembelajaran sastra
di SMA. Pada bab V dipaparkan kesimpulan tentang penelitian yang dilakukan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
implikasi dari penelitian tersebut, dan saran terhadap penelitian yang akan
dilakukan selanjutnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
]BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian yang Relevan
Berdasarkan permasalahan yang diteliti, peneliti menemukan tiga
penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu penelitian Prabaningtyas
(2013), Bukit Shintawati (2010), dan Suryadi (2011). Berikut ini pemaparan
tentang tiga penelitian terdahulu tersebut.
Penelitian Prabaningtyas (2013) berjudul Konflik Batin Tokoh Setadewa
dalam Novel Burung-burung Manyar Karya YB. Mangunwijaya dan
implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA (Suatu Tinjauan Psikologi
Sastra). Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan alur, latar, karakteristik
tokoh dan konflik batin yang dialami oleh tokoh Setadewa, serta implementasinya
dalam pembelajaran sastra di SMA. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan memiliki dan
cinta, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri tidak
terpenuhi dari Setadewa. Akibat dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar tersebut
timbul rasa takut, tidak percaya diri, emosional, dan frustasi.
Penelitian Bukit Shintawati (2010) berjudul “Konflik Batin Tokoh Dimas
dalam Menghadapi Kemelut Hidup pada Novel Pacarku Ibu Kosku Karya Wiwik
Karyono (Suatu Tinjauan Psikologis) dan Implementasinya dalam Pembelajaran
Sastra SMA”. Tujuan penelitian ini adalah memaparkan konflik batin yang
dialami oleh tokoh Dimas dalam menghadapi kemelut hidup, yaitu jatuh cinta
kepada ibu kosnya, dan akibat psikis yang muncul berkaitan dengan perbuatannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
itu serta mendeskripsikan implementasi novel Pacarku Ibu Kosku karya Wiwik
Karyono sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA.
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa untuk menentukan sikap dalam
perbuatannya, Dimas tidak lepas dari konflik-konflik batin. Keteguhan Dimas
untuk mempertahankan super ego atau hati nuraninya beberapa kali harus
mengalami ujian, dan Dimas harus mengalami akibatnya yaitu kehilangan prinsip
hidup yang telah ia pertahankan.
Penelitian Suryadi (2011) berjudul “Konflik Batin Tokoh Utama dalam
Cerpen “Jaring Laba-laba” karya Ratna Indraswari Ibrahim dan
Implementasinya dalam pembelajaran di SMA Kelas XII”. Tujuan penelitian ini
adalah mendeskripsikan apa saja konflik batin yang dialami tokoh utama dalam
cerpen “Jaring Laba-Laba” karya Ratna Indraswari Ibrahim dan bagaimana
konflik batin tersebut terjadi dan mendeskripsikan bagaimana implementasi
cerpen “Jaring Laba-Laba” karya Ratna Indraswari Ibrahim dalam pembelajaran
sastra di SMA kelas XII. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat konflik
batin yang dialami oleh tokoh utama. Konflik tersebut terjadi beberapa kali dan
merupakan akibat dari adanya pertentangan antara dua kekuatan yang berbeda
dalam diri tokoh utama. Penyebabnya adalah dorongan id begitu besar dan tidak
mampu diimbangi oleh ego.
Setelah meninjau hasil penelitian yang terdahulu dapat dikatakan bahwa
penelitian dalam skripsi ini merupakan penelitian yang sejenis. Penelitian konflik
batin dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra sudah pernah dilakukan.
Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan oleh penulis masih relevan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
bermanfaat untuk dikembangkan. Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti dua
tokoh utama sekaligus, yaitu Sasana dan Jaka Wani dalam novel Pasung Jiwa
karya Okky Madasari. Dalam penelitian sebelumnya, belum ada peneliti terdahulu
yang meneliti dua tokoh utama sekaligus dalam penelitiannya Selain itu, novel
Pasung Jiwa karya Okky Madasari mengandung banyak pesan moral dan nilai
perjuangan yang bermanfaat untuk pembelajaran sastra di SMA.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Hakikat Novel
Novel adalah cerita yang mengisahkan bagian penting dari episode
kehidupan manusia (misalnya masa remajanya saja, masa tuanya saja, dan
sebagainya) dan diikuti perubahan nasib (Tjahjono, 1987: 159). Menurut (KBBI,
2008: 969) novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian
cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dan menonjolkan watak
dan sifat pelaku.
Rahmanto (1988: 70) mengatakan bahwa novel, seperti halnya bentuk
prosa cerita yang lain, sering memiliki struktur yang kompleks dan biasanya
dibangun dari unsur-unsur yang dapat didiskusikan seperti Latar, Perwatakan,
Cerita, Teknik cerita, Bahasa, dan Tema
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa novel merupakan
cerita yang menyajikan tentang kehidupan manusia dan segala tingkah laku
manusia. Penceritaan di dalamnya biasanya menceritakan seputar kehidupan
sosial, politik, religiusitas, ekonomi, dan lain sebagainya serta memiliki struktur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
yang kompleks dan dibangun dari unsur-unsur, seperti latar, perwatakan, cerita,
teknik cerita, bahasa, dan tema.
2.2.2 Struktur Karya Sastra
Teori struktural termasuk dalam pendekatan objektif, yaitu pendekatan
yang menganggap karya sastra sebagai “makhluk” yang berdiri sendiri,
menganggap bahwa karya sastra bersifat otonom, terlepas dari alam sekitarnya,
baik pembaca, bahkan pengarangya sendiri. Analisis struktural merupakan bagian
yang utama sebelum menerapkan analisis yang lain. Tanpa analisis struktural
kebulatan makna yang digali dari karya tersebut tidak dapat ditangkap
(Wahyuningtyas & Santoso, 2011: 1).
Sejalan dengan teori di atas Wiyatmi (2006: 89) menyatakan bahwa dalam
penerapannya pendekatan struktural ini memahami karya sastra secara close
reading (membaca karya sastra secara tertutup tanpa melihat pengarangnya,
hubungannya dengan realitas, dan pembaca). Menurut Nurgiyantoro (2007: 37),
analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi,
mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik yang
bersangkutan. Berdasarkan beberapa pengertian mengenai struktur karya sastra di
atas dapat disimpulkan bahwa analisis struktur sastra merupakan proses pertama
dalam analisis karya sastra yang harus dilakukan sebelum diterapkan analisis lain
agar terjadi kebulatan makna intrinsik dari karya sastra tersebut.
Unsur intrinsik menurut Nurgiyantoro (2007: 23) adalah unsur-unsur yang
secara langsung membangun cerita. Unsur yang dimaksud terdiri atas peristiwa,
cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
bahasa. Unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam penelitian ini terbatas pada
tokoh dan penokohan, latar, dan alur karena unsur-unsur intrinsik tersebut yang
dibutuhkan peneliti untuk menganalisis konflik batin tokoh Sasana dan Jaka Wani
dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari.
2.2.2.1 Tokoh dan Penokohan
Tokoh cerita (character), menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2007:
165) adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau
drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan
tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan. Selain itu, tokoh juga merupakan individu yang berkesan hidup,
memiliki ciri-ciri kejiwaan, dan ciri-ciri kemasyarakatan (Hariyanto, 2000: 34).
Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat
dikategorikan ke dalam tiga jenis, yaitu berdasarkan tingkat pentingnya tokoh
dalam sebuah cerita, berdasarkan fungsi penampilan tokoh, dan berdasarkan
perwatakannya.
Menurut Nurgiyantoro (2007: 176), berdasarkan tingkat pentingnya tokoh dalam
sebuah cerita, tokoh dibedakan menjadi :
a. Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam prosa
yang bersangkutan (Wahyuningtyas & Santosa, 2011: 3). Sayuti (dalam Wiyatmi,
2006: 31) mengungkapkan bahwa ada tiga cara untuk menentukan tokoh utama
atau sentral. Pertama, tokoh itu yang paling terlibat dengan makna atau tema.
Kedua, paling banyak berhubungan dengan tokoh lain. Ketiga, paling banyak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
memerlukan waktu penceritaan. Tokoh utama dalam sebuah novel mungkin saja
lebih dari seorang, meskipun kadar keutamaannya tidak selalu sama. Keutamaan
mereka ditentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya
terhadap perkembangan plot secara keseluruhan.
b. Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam
cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama
(Wahyunintyas & Santoso, 2011: 3).
Tokoh-tokoh cerita sebagaimana dikemukakan di atas, tidak akan begitu
saja hadir kepada pembaca. Mereka memerlukan “sarana” yang memungkinkan
kehadirannya. Ada dua cara menggambarkan watak tokoh yaitu secara langsung
(telling, analitik) dan tak langsung (showing, dramatik) (Nurgiyantoro, 2007: 195-
210). Berikut penjelasan kedua teknik tersebut :
a) Teknik Langsung (telling, analitik)
Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang kehadapan pembaca
secara tidak berbelit-belit dan disertai deskripsi kehadirannya, yang mungkin
berupa sikap, watak, tingkah laku, atau juga ciri fisiknya.
b) Teknik tak langsung (showing, dramatik)
Pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat serta tingkah laku
tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kehadirannya
sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan.
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2007: 165). Sedangkan menurut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Wahyuningtyas & Santosa (2011: 5), penokohan mengacu pada teknik
perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita. Jadi dapat
disimpulkan bahwa pengertian dari tokoh adalah orang yang memainkan suatu
adegan dalam cerita, sedangkan penokohan adalah watak atau karakter yang ada
dalam setiap tokoh.
2.2.2.2 Latar
Latar atau setting disebut juga landasan tumpu, menyaran pada pengertian
tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007: 216). Menurut
Wiyatmi (2006:40), latar memiliki fungsi untuk memberi konteks cerita. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa sebuah cerita terjadi dan dialami oleh tokoh
disuatu tempat tertentu, pada suatu masa, dan lingkungan masyarakat tertentu.
Menurut Nurgiyantoro (2007: 227-234), unsur latar dapat dibedakan ke
dalam tiga unsur pokok, yaitu latar tempat, waktu, dan sosial.
a. Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi.
b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan denga masalah “kapan” terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
c. Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup
yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
keyakinan, pandangan hidup, cara berbikir dan bersikap.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa latar (setting) adalah suatu lingkungan atau
tempat terjadinya peristiwa-peristiwa dalam karya sastra yang meliputi latar
tempat, waktu, dan sosial.
2.2.2.3 Alur
Alur atau plot merupakan unsur fiksi yang penting. Menurut Abrams
(dalam Nurgiyantoro, 2007: 113), alur merupakan struktur peristiwa-peristiwa
yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai
peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu. Alur
juga dapat diartikan sebagai struktur penceritaan dalam prosa fiksi yang di
dalamnya berisi rangkaian kejadian atau peristiwa yang disusun berdasarkan
hukum sebab-akibat serta logis (Tjahjono, 1988: 107). Sejalan dengan pendapat
Stanton dalam Nurgiyantoro (2007: 113) mengemukakan bahwa alur adalah cerita
yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara
sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya
peristiwa yang lainnya. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa alur adalah urutan peristiwa dalam suatu karya sastra yang menyebabkan
terjadinya peristiwa lain sehingga terbentuk sebuah cerita.
Secara umum, struktur alur dapat digambarkan sebagai berikut (Sudjiman, 1988:
30):
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
1) Awal
a. Paparan (exsposition)
Paparan adalah penyampaian informasi awal kepada pembaca yang
disebut juga dengan eksposisi. Pada bagian ini pengarang memberikan gambaran
awal kepada pembaca untuk memudahkan pembaca mengikuti jalan cerita
selanjutnya. Pengarang memperkenalkan para tokoh, menggambarkan secara
singkat watak tokoh-tokohnya, serta menjelaskan tempat terjadinya peristiwa
dalam cerpen.
b. Rangsangan (inciting moment)
Pada rangsangan terjadi peristiwa yang menimbulkan terjadinya gawatan
sehingga memiliki potensi untuk kemudian mengembangkan jalan cerita yang
akan berlanjut pada bagian gawatan. Tidak ada patokan mengenai panjang
paparan, kapan disusul oleh rangsangan, dan berapa lama sesudah itu sampai pada
gawatan (Sudjiman, 1988: 33).
c. Gawatan (rising action)
2) Tengah
a. Tikaian (conflict)
Tikaian adalah perseisihan yang timbul karena adanya dua kekuatan yang
bertentangan. Tikaian ini dapat berupa pertentangan tokoh dengan suara hati dan
prinsip dirinya, dengan kekuatan alam, dengan masyarakat, orang atau tokoh
lain, ataupun pertentanganantara dua unsur dalam diri satu tokoh tersebut
(Sudjiman, 1988: 35).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
b. Rumitan (complication)
Perkembangan dari gejala muda tikaian menuju ke klimaks cerita disebut
rumitan.
c. Klimaks
Klimaks akan tercapai apabila rumitan sudah mencapai puncaknya. Oleh
sebab itu klimaks disebut juga sebagai titik puncak suatu cerita (Hariyanto, 2000:
39).
3) Akhir
a. Leraian (falling action)
Leraian menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah selesaian.
b. Selesaian (denouement)
Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita. Tidak menutup
kemungkinan sebuah cerita berakhir dalam keadaan salah satu atau bahkan
beberapa tokohnya masih berada dalam masalah.
2.2.3 Psikologi Sastra
Psikologi adalah ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari
tingkah laku manusia (Atkinson dalam Minderop, 2010: 3). Psikologi sastra
adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas
kejiwaan. Dalam menelaah suatu karya psikologis, hal penting yang perlu
dipahami adalah sejauh mana keterlibatan psikologi pengarang dan kemampuan
pengarang menampilkan para tokoh rekaan yang terlibat dengan masalah kejiwaan
(Minderop, 2010: 55)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Sastra dan psikologi sama-sama membicarakan manusia. Bedanya, sastra
membicarakan manusia yang diciptakan (manusia imajiner) oleh pengarang,
sedangkan psikologi membicarakan manusia yang diciptakan Tuhan yang secara
riil. Meskipun sifat-sifat manusia dalam karya sastra bersifat imajiner, tetapi di
dalam menggambarkan karakter dan jiwanya, pengarang menjadikan manusia
yang hidup di alam nyata sebagai model di dalam penciptaannya (Wiyatmi, 2006:
107). Dengan demikian, dalam menganalisis tokoh dalam karya sastra dan
perwatakannya, seorang pengkaji sastra juga harus mendasarkan pada teori dan
hukum psikologi yang menjelaskan perilaku dan karakter manusia.
Berdasarkan pendapat-pendapat para tokoh di atas, dapat disimpulkan
bahwa psikologi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang segala
tingkah laku dan kejiwaan manusia. Psikologi sastra sebagai ilmu sastra yang
mendekati sastra dari sudut psikologis. Peneliti bermaksud untuk memanfaatkan
teori-teori psikologi yang relevan untuk menemukan gejala yang tersembunyi atau
sengaja disembunyikan oleh pengarangnya. Dengan memusatkan perhatian pada
tokoh-tokoh, maka dapat dianalisis konflik batin yang terdapat dalam cerita.
2.2.4 Psikologi Abraham Maslow
Ada beberapa teori psikologi diantaranya teori psikoanalisis Sigmund
freud, teori psikoanalisis humanistik Fromm, psikologi analitik Jung, dan teori
humanistik Abraham Maslow. Dalam penelitian ini, kaitan antar penokohan, latar,
dan alur akan dianalisis dengan konflik batin tokoh yang ada dalam teori
humanistik Abraham Maslow.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Menurut Maslow (dalam Minderop, 2011: 277), tingkah laku manusia
lebih ditentukan oleh kecenderungan individu untuk mencapai tujuan agar
kehidupan si individu lebih bahagia dan sekaligus memuaskan. Maslow juga
beranggapan bahwa kebutuhan di level rendah harus terpenuhi terlebih dahulu
sebelum kebutuhan-kebutuhan di level tinggi menjadi hal yang memotivasi. Lima
kebutuhan yang membentuk hierarki ini adalah kebutuhan konatif, yang berarti
bahwa kebutuhan-kebutuhan ini memiliki karakter mendorong atau memotivasi
(Jess Feist & Gregory J. Feist, 2010: 331).
Maslow (dalam Jess Feist & Gregory J. Feist, 2010: 332) menyampaikan
teorinya tentang kebutuhan bertingkat yang tersusun sebagai berikut
a. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah satu-satunya kebutuhan yang dapat terpenuhi
atau bahkan selalu terpenuhi dan kemampuannya untuk muncul kembali.
Kebuthan fisiologis, misalnya kebutuhan pangan, sandang. papan, oksigen, seks,
dan sebagainya, demi kelangsungan hidup manusia.
b. Kebutuhan akan Keamanan
Ketika orang telah memenuhi kebutuhan fisiologis mereka, mereka
menjadi termotivasi dengan kebutuhan akan keamanan, yang termasuk di
dalamnya adalah keamanan fisik, stabilitas ketergantungan, perlindungan, dan
kebebasan dari kekuatan-kekuatan yang mengancam. Kebutuhan akan hukum,
ketenteraman, dan keteraturan juga merupakan bagian dari kebutuhan akan
keamanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
c. Kebutuhan akan rasa cinta dan keberadaan
Setelah orang memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan, mereka
menjdai termotivasi oleh kebutuhan akan cinta dan keberadaan, seperti keinginan
untuk berteman, keinginan untuk mempunyai pasangan dan anak, kebutuhan
untuk menjadi bagian dari sebuah keluarga, sebuah perkumpulan, lingkungan
masyarakat, atau Negara. Cinta dan keberadaan juga mencakup beberapa aspek
dari seksualitas dan hubungan dengan manusia lain dan juga kebutuhan untuk
memberi dan mendapatkan cinta.
d. Kebutuhan akan Penghargaan
Kebutuhan akan penghargaan ini mencakup penghormatan diri,
kepercayaan diri, kemampuan, dan pengetahuan yang orang lain hargai tinggi.
Terdapat dua tingkatan kebutuhan akan penghargaan, yaitu reputasi dan harga
diri. Reputasi adalah persepsi akan gengsi, pengakuan, atau ketenaran yang
dimiliki seseorang, dilihat dari sudut pandang orang lain. Sementara harga diri
adalah perasaan pribadi seorang bahwa dirinya bernilai atau bermanfaat dan
percaya diri.
e. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Kebutuhan akan aktualisasi diri mencakup pemenuhan diri, sadar akan
semua potensi diri, dan keinginan untuk menjadi sekreatif mungkin. Orang yang
mengaktualisasikan diri dapat mempertahankan harga diri mereka bahkan ketika
mereka dimaki, ditolak dan diremehkan oleh orang lain. Dengan kata lain, orang-
orang yang mengaktualisasikan diri tidak bergantung pada pemenuhan kebutuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
cinta maupun kebutuhan akan penghargaan. Mereka menjadi mandiri sejak
kebutuhan level rendah yang memberi mereka kehidupan.
Menurut Maslow, kurangnya pemenuhan kebutuhan dasar apa pun akan
mengarah kepada beberapa jenis patologi. Ancaman bagi rasa aman seseorang
bisa mengarah pada rasa ketakutan, tidak aman, dan putus asa. Ketika cinta tidak
terpebuhi, seseorang dapat menjadi defensif, terlalu agresif, atau kurang
bersosialisasi. Kurang dihargai akan menghasilkan penyakit kejiwaan yang
disebut meragukan diri sendiri (self-doubt), menganggap dirinya kurang (self-
depreciation), dan tidak percaya diri. Deprivasi dari kebutuhan aktualisasi diri
dapat mengarah kepada patologi, atau metapatologi, yang didefinisakan sebagai
ketidakhadiran nilai, kurangnya pemenuhan, dan kehilangan makna hidup. (Jess
Feist & Gregory J. Feist, 2008: 251).
2.2.5 Konflik
Konflik adalah tahapan ketika suasana emosional memanas karena adanya
pertentangan dua atau lebih kekuatan (Hariyanto, 2000: 39). Sejalan dengan itu,
menurut Baron (2005: 194) konflik merupakan suatu proses di mana individu atau
kelompok mempersepsikan bahwa orang lain telah atau akan segera melakukan
tindakan yang tidak sejalan dengan kepentingan pribadi mereka. Selain itu
Minderop (2010: 229) juga berpendapat bahwa konflik terjadi karena manusia
harus memilih. Konflik bisa pula terjadi karena masalah internal seseorang,
misalnya adanya kebebasan versus ketidakbebasan dan adanya kerja sama versus
persaingan. Jadi dapat disimpulkan, bahwa konflik merupakan suatu hal yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
bertentangan antar individu atau suatu kelompok karena adanya kesalahpahaman
atau perbedaan pendapat.
2.2.6 Konflik Batin
Konflik batin adalah konflik yang disebabkan oleh adanya dua gagasan
atau lebih atau keinginan yang saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga
memengaruhi tingkah laku. (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, 2008:
723). Menurut Heerdjan (1987: 31), konflik adalah keadaan pertentangan antara
dorongan-dorongan yang berlawanan, tetapi ada sekaligus bersama-sama dalam
diri seseorang konflik batin timbul pada saat ego menghadapi dorongan kuat dari
id yang tidak dapat diterimanya dan dihayati sebagai berbahaya. Bila kekuatan
naluri melebihi kemampuan ego untuk mengendalikan dan menyalurkannya,
muncullah gejala rasa cemas, takut, sedih, dan emosional. Ini tanda bahaya, yang
menyatakan bahwa ego berhasil menyelesaikan konflik.
Menurut Tjahjono (1987: 113), konflik batin adalah pertarungan individual
yang terjadi dalam batin manusia itu sendiri. Seringkali untuk membuat sebuah
keputusan atau ketetapan, terjadilah pergumulan antara kekuatan keberanian dan
ketakutan, kebajikan dan kejahatan, kejujuran dan kecurangan, dan sebagainya
(Tjahjono, 1987: 113). Konflik terjadi karena manusia harus memilih. Konflik
bisa pula terjadi karena masalah internal seseorang. Singkatnya, menurut
Minderop (2011: 230), konflik terjadi karena:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
1. Adanya kebebasan versus ketidakbebasan
Manusia kerap kali ingin melakukan sesuatu di masa kecil, namun kita
diberi pelajaran bahwa yang kita lakukan harus diikuti dengan sikap
bertanggung jawab.
2. Adanya kerja sama versusu persaingan
Kompetisi telah diajarkan sejak masa kecil hingga deewasa, sejak di
sekolah dasar hingga terjun ke masyarakat, dalam bidang pekerjaan. Di
saat bersamaan kita harus pula bekerja sama dan menolong orang lain.
Kontradiksi semacam ini berpotensi melahirkan konflik.
3. Adanya ekspresi impuls versus standar moral
Suatu masyarakat menganut sistem moral yang mengatur tingkah laku
anggota masyarakat sebagai individu dan sebagai warga masyarakat.
Misalnya, naluri agresif seksual kerap kali berkonflik dengan satandar
moral yang bilamana dilanggar akan melahirkan frustasi.
2.2.7 Pembelajaran Sastra di SMA
Pembelajaran adalah proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik
dan peserta didik dengan peserta didik dalam rangka memperoleh pengetahuan
yang baru dikehendaki dengan menggunakan berbagai media, metode, dan sumber
belajar yang sesuai dengan kebutuhan (Fadlillah, 2014: 173). Pengajaran sastra
dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi 4 manfaat,
yaitu membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya,
mengembangkan cipta dan rasa, dan menjunjung pembentukan watak (Rahmanto,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
1988: 16). Agar dapat memilih bahan pengajaran sastra dengan tepat, beberapa
aspek perlu dipertimbangkan. Ada tiga aspek penting yang tidak boleh dilupakan
jika ingin memilih bahan pengajaran sastra (Rahmanto, 1988: 27) :
1. Bahasa
Perkembangan karya sastra melewati tahap-tahap yang meliputi banyak
aspek kebahasaan. Aspek kebahasaan dalam sastra ini tidak hanya ditentukan oleh
masalah-masalah yang dibahas, tetapi juga faktor lain seperti cara penulisasn yang
dipakai si pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan
kelompok pembaca yang ingin dijangkau pengarang. Agar pengajaran sastra dapat
lebih berhasil, guru kiranya perlu mengembangkan keterampilan khusus untuk
memilih bahan pengajaran sastra yang bahasanya sesuai dengan tingkat
penguasaan bahasa siswanya.
2. Psikologi
Dalam memilih bahan pengajaran sastra, tahap-tahap perkembangan
psikologis hendaknya diperhatikan karena tahap-tahap ini sangat besar
pengaruhnya terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja
sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan problem yang
dihadapi. Untuk membantu guru lebih memahami tingkatan perkembangan
psikologi anak-anak sekolah dasar dan menengah, Rahmanto (1988: 30)
menyajikan tentang perkembangan psikologi anak :
a. Tahap pengkhayal (8 sampai 9 tahun)
Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata, tetapi
masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
b. Tahap romantik (10 sampai 12 tahun)
Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan mengarah ke
realitas. Pada tahap ini anak telah menyenangi cerita kepahlawanan, petualangan,
dan bahkan kejahatan.
c. Tahap realistik (13 sampai 16 tahun)
Sampai tahap ini anak-anak sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi
dan sangat berniat pada realitas atau apa yang benar-benar terjadi.
d. Tahap generalisasi (umur 16 tahun dan selanjutnya)
Pada tahap ini anak sudah tidak lagi hanya berminat pada hal yang praktis
saja tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan
menganalisis suatu fenomena.
3. Latar belakang budaya
Latar belakang budaya juga harus diperhatikan. Biasanya siswa akan
mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang yang erat
hubungannya dengan latar belakang kehidupan mereka. Dengan demikian, secara
umum guru sastra hendaknya memilih bahan pengajarannya dengan menggunakan
prinsip mengutamakan karya-karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh para
siswa.
2.2.8 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Menurut Muslich (2007: 10), KTSP merupakan penyempurnaan dari
kurikulum 2004 (KBK). KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah. Departemen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Pendidikan Nasional mengharapkan paling lambat tahun 2009/2010, semua
sekolah telah melaksanakan KTSP. KTSP disusun dalam rangka memenuhi
amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Muslich,
2007: 1).
Materi pembelajaran yang akan digunakan untuk pelajaran Bahasa
Indonesia kelas XII semester 1 dengan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
sebagai berikut :
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
5. Memahami pembacaan novel 5.2 Menjelaskan unsur-unsur
intrinsik dari pembacaan
penggalan novel
2.2.9 Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu mata pelajaran atau tema
tertentu yang mencakup kompetensi inti, kompetensi dasar, materi pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar (Fadlillah,
2014: 135). Prinsip-prinsip pengembangan silabus menurut Mulyasa (dalam
Fadlillah, 2014: 137-140) antara lain :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
1. Ilmiah
Setiap materi yang dikembangkan dalam bentuk silabus harus mempunyai
nilai-nilai kebenaran sehingga muatan materi-materi yang dikembangkan dapat
dipertanggungjawabkan.
2. Relevan
Setiap materi yang dikembangkan harus mengacu pada karakteristik
peserta didik, sebab mereka yang akan menjalankan proses pembelajaran yang
sesungguhnya. Untuk itulah pengembangan silabus harus relevan dengan
kebutuhan peserta didik.
3. Fleksibel
Setiap materi yang dikembangkan dalam silabus harus dapat dilaksanakan
sesuai dengan keadaan.
4. Kontinuitas
Setiap program pembelajaran yang dikemas dalam silabus memiliki
keterkaitan satu sama lain dalam membentuk kompetensi dan pribadi peserta
didik.
5. Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten antara kompetensi inti, kompetensi
dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem
penilaian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
6. Memadai
Ruang lingkup indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber
belajar, dan sistem penilaian dapat mencapai kompetensi dasar yang telah
ditetapkan.
7. Aktual dan Kontekstual
Ruang lingkup kompetensi dasar indikator, materi pokok, pengalaman
belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian yang dikembangkan memperhatikan
perkembangan teknologi saat ini.
8. Efektif
Keterlaksanaan silabus dalam proses pembelajaran dan tingkat pembentukan
kompetensi sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan.
2.2.10 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan suatu rencana yang
menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau
lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam
silabus (Mulyasa dalam Fadlillah, 2014: 144). Menurut Fadlillah (2014: 152),
dalam penyusunan RPP tetap harus memperhatikan prisnsip pengembangan dan
penyusunan RPP. Prinsip penyusunan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1) Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan awal, bakat, tingkat
intelektual, emosi, potensi, motivasi, lingkungan peserta didik serta kecepatan
belajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
2) Partisipasi aktif peserta didik.
3) Berpusat peserta didik untuk mendorong semngat belajar, minat, motivasi, dan
kreativitas.
4) Pengembangan budaya membaca dan menulis
5) Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP.
6) Penekanan pada keterkaitan antara KD, materi pembelajaran, kegiatan,
indikator, penilaian, dan sumber belajar dalam pengalaman belajarnya.
7) Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu.
8) Penerapan teknologi dan komunikasi secara sistematis yang sesuai dengan
situasi dan kondisi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada metodologi penelitian ini terdapat enam subbab, yaitu pendekatan
dan jenis penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, sumber data,
dan teknik analisis data. Kelima hal tersebut dijelaskan secara terperinci dalam
setiap subbab berikut ini.
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
psikologi sastra. Pendekatan psikologi sastra merupakan penelaahan sastra yang
menekankan pada segi-segi psikologis yang terdapat dalam suatu karya sastra
yang dapat diarahkan kepada pengarang, pembaca, dan teks sendiri (karya).
Psikologi sastra ini bertujuan untuk memahami dan menganalisis aspek kejiwaan
para tokoh dalam suatu karya sastra. Dalam analisis, pada umumnya yang menjadi
tujuan adalah tokoh utama, tokoh kedua, tokoh ketiga, dan seterusnya (Ratna,
2011: 343). Dengan menggunakan pendekatan tersebut peneliti dapat lebih mudah
memahami dan menganalisis tokoh utama dalam novel Pasung Jiwa karya Okky
Madasari
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan
Taylor dalam Moleong (2007: 4), penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang
dan perilaku yang diamati. Penelitian ini juga menghasilkan prosedur analisis
yang tidak menggunakan prosedur analisis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Penelitian ini termasuk kualitatif karena
peneliti akan menyajikan kata-kata tertulis yang mengandung konflik batin dari
dua tokoh utama yang terdapat dalam novel.
3.2 Sumber Data
Suharsimi Arikunto (1990: 172) mengatakan bahwa, sumber data dalam
penelitian adalah subjek darimana data diperoleh. Sumber data merupakan tempat
asal muasal data diperoleh. Sumber data pada penelitian ini adalah
Judul : Pasung Jiwa
Pengarang : Okky Madasari
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2013
Jumlah Halaman : 328 halaman
3.3 Instrumen Penelitian
Menurut Moleong dalam bukunya yang berjudul Metodologi Penelitian
Kualitatif (2006: 168), kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit.
Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir
data, dan pada akhirnya ia menjadi pelopor hasil penelitiannya. Dalam penelitian
ini yang berperan sebagai alat pengumpulan data adalah peneliti sendiri.
Penelitilah yang mengumpulkan data-data dari novel Pasung Jiwa karya Okky
Madasari.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Menurut Arikunto (1990: 134) teknik pengumpulan data adalah cara-cara
yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Langkah-langkah
yang dilakukan adalah sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Pertama, peneliti memilih novel yang akan diteliti. Kedua, peneliti
membaca sambil menandai setiap kalimat yang mengandung konflik batin dua
tokoh utama dalam novel Pasung Jiwa dengan bolpoin berwarna. Ketiga,
menuliskan setiap kalimat yang mengandung konflik batin dua tokoh utama pada
kertas HVS.
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan
satuan uraian dasar, sehingga dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang
disarankan oleh data (Moleong, 2007). Teknik analisa data yang digunakan oleh
peneliti dalam melakukan analisis data dalam novel Pasung Jiwa karya Okky
Madasari adalah :
1) Peneliti membaca ulang data yang sudah dikumpulkan dan mengamati dengan
teliti bagian kalimat yang menunjukkan konflik batin.
2) Peneliti menelaah data yang terkumpul dalam bentuk catatan dengan cara
menghubungkannya dengan teori, apakah kalimat tersebut sesuai dengan teori
atau tidak.
3) Peneliti menganalisis data dengan mengamati dengan teliti bagian kalimat
yang menunjukkan konflik batin.
4) Peneliti menghubungkan konflik batin dengan Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar yang berkaitan dengan pembelajaran sastra di kelas XII SMA
semester 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data
Dalam bab empat ini dideskripsikan unsur intrinsik karya sastra yang dibatasi
pada tokoh, penokohan, alur, dan latar. Peneliti memilih empat dari enam unsur
intrinsik yang ada karena unsur tersebut bisa membantu dalam menemukan
konflik batin yang dialami oleh tokoh Sasana dan Jaka.
Tokoh dan penokohan dimulai dari kutipan (1) sampai kutipan (74). Latar
dibagi menjadi 3 bagian, yaitu latar tempat dimulai dari kutipan (75) sampai
kutipan (95), latar waktu dimulai dari kutipan (96) sampai kutipan (117), dan latar
sosial dimulai dari kutipan (18) sampai kutipan (134). Alur juga meliputi beberapa
bagian, yaitu paparan yang dimulai dari kutipan (135) sampai kutipan (138),
rangsangan dimulai dari kutipan (139) sampai kutipan (142), gawatan dimulai dari
kutipan (143) sampai (146), tikaian dimulai dari kutipan (147) sampai kutipan
(150), rumitan dimulai dari kutipan (151) sampai kutipan (154), klimaks hanya
terdapat pada kutipan (155), leraian terdapat pada kutipan (156) dan (157), dan
selesaian terdapat pada kutipan (158) dan (159). Konflik batin kedua tokoh
dimulai dari kutipan (160) sampai kutipan (189).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi
sastra. Pendekatan ini menganalisis aspek-aspek psikologi dari tokoh utama dalam
karya sastra tersebut. Hasil penelitian ini akan direlevansikan dalam pembelajaran
sastra di SMA kelas XII semester 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
4.2 Analsis Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau
drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral, dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang
dilakukan dalam tindakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007: 165). Menurut
Wahyuningtyas & Santoso, (2011: 3), tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan
penceritaanya dalam prosa yang bersangkutan. Tokoh tambahan adalah tokoh
yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita tetapi kehadirannya sangat
diperlukan untuk mendukung tokoh utama.
Tokoh-tokoh cerita sebagaimana dikemukakan di atas, tidak akan begitu
saja hadir kepada pembaca. Mereka memerlukan “sarana” yang memungkinkan
kehadirannya. Ada dua cara menggambarkan watak tokoh yaitu secara langsung
(telling, analitik) dan tak langsung (showing, dramatik) (Nurgiyantoro, 2007: 195-
210). Menurut Nurgiyantoro (2007: 165), penokohan adalah pelukisan gambaran
yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
4.2.1 Tokoh Utama
Ada dua tokoh utama yang terdapat dalam novel Pasung Jiwa karya Okky
Madasari yaitu Sasana dan Jaka. Mereka dikatakan sebagai tokoh sentral karena
keduanya hadir begitu dominan dalam setiap cerita.
a. Sasana
Sasana digambarkan sebagai tokoh “aku”. Hal ini ditunjukkan pengarang
dengan teknik langsung atau ekspositori malalui kutipan sebagai berikut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
(1) “Mau jadi apa kamu ikut-ikutan seperti itu?” Hanya itu saja kalimat
yang aku dengar. Selebihnya suara Ibu hanya seperti dengungan lebah
yang berputar-putar di atas kepalaku. (Madasari, 2013: 20)
Tokoh Sasana digambarkan sebagai seorang anak laki-laki dari keluarga
yang cukup berpendidikan dan terpandang di Jakarta. Ayahnya seorang pengacara
dan ibunya seorang dokter ahli bedah. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan
teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut
(2) Aku laki-laki kecil tak berdaya, yang hanya bisa melakukan setiap hal
yang orangtuaku tunjukkan. (Madasari, 2013: 14)
(3) “Percuma punya suami pengacara kalau ngurus anak SMA saja nggak
becus!” serunya. Ayah diam saja. Ia sama sekali tak membantah.
(Madasari, 2013: 40)
(4) Sampai-sampai ia merasa perlu mendatangkan banyak banyak dokter
untuk memeriksa kondisiku. Padahal ia sendiri juga dokter, bahkan
dokter ahli bedah. (Madasari, 2013: 41)
Sedari dalam kandungan ibunya, Sasana sudah dikenalkan dengan karya-
karya piano klasik dan setelah ia bersekolah pun ia dimasukkan orangtuanya
untuk kursus piano. Prestasinya membanggakan. Selain lancar bermain piano, ia
meraih prestasi akademis di sekolahnya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan
teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut
(5) Saat masuk sekolah dasar, aku sudah mahir memainkan komposisi-
komposisi klasik dunia. Beethoven, Chopin, Mozart, Bach, Brahms..
Sebutkan saja! Aku bisa memainkan semuanya dengan indah.
(Madasari, 2013: 15)
(6) Pada usia yang sangat muda, baru naik kelas 4 SD, aku sudah puluhan
kali memainkan piano di depan banyak orang. Di sekolah sampai di
pusat-pusat perbelanjaan. Untuk hanya sekedar latihan hingga untuk
lomba. Piala-pialaku berjajar, foto-fotoku dipamerkan. Di sekolah, aku
selalu termasuk sepuluh murid yang paling pintar. (Madasari, 2013:
15)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Saat memasuki SMA, ia menjadi korban pemerasan oleh kelompok gang
di sekolah, dimana ia harus menyetor uang jajannya ke gang tersebut. Hingga
suatu hari ia dipukuli sehingga menyebabkan badannya remuk dan mengenakan
tongkat ke sekolah. Bagi Sasana, ke sekolah seperti neraka. Selalu dibayang-
bayangi ketakutan akan pemukulan dan penghinaan oleh kelompok gang tersebut.
Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui
kutipan sebagai berikut
(7) Setiap hari, lima anggota Dark Gang menghampiriku saat aku baru
keluar dari kelas. Mereka minta jatah lima ribu rupiah. Kadang mereka
menggeledah tasku, mengambil apa saja yang bisa diambil. Aku
menurut. Apa pun yang mereka minta aku berikan. Asalkan aku tak
dipukul hingga ketika pulang penuh lebam dan membuat ibuku
kembali menangis. (Madasari, 2013: 34).
Tokoh Sasana juga digambarkan sebagai tokoh yang pantang menyerah
ketika ia mendapatkan kesempatan hidupnya ketiga setelah keluar dari Rumah
Sakit Jiwa. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau
ekspositori melalui kutipan sebagai berikut
(8) Aku tidak mau menyerah. Aku harus bisa menjadi Sasa yang dulu.
Bahkan harus lebih! Hidup baruku dimulai. Hidupku yang ketiga.
Hidup pertama dimulai saat aku dilahirkan, lalu aku mati di sekolah
laki-laki. Hidup keduaku dimulai saat aku bertemu Cak Jek hingga aku
dikubur di rumah sakit jiwa. Sekarang aku dapat kesempatan ketiga.
Tak akan aku sia-siakan. (Madasari, 2013: 228-229)
Setelah dipukuli oleh kelompok gang di sekolahnya, Sasana juga tidak
mendapatkan pembelaan yang cukup, terutama dari orangtuanya. Hal ini
ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui
kutipan sebagai berikut
(9) “Ada satu anak jenderal, satu anak pejabat. Kasusnya tidak bisa
diproses,” jawab Ayah datar. “Hah? Anak kita disiksa seperti anjing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
lalu pelakunya tidak bisa diproses?!” Ibu berteriak. Kini ia bukan
hanya marah pada orang-orang yang menganiayaku dan pada polisi
yang tak memproses perkaraku. Ia marah pada ayahku. “Apa tidak bisa
kamu lakukan sesuatu? Ini anak kita! Anak kandung kita sendiri
disiksa orang kaya gitu dan kamu hanya diam saja?!” (Madasari, 2013:
36)
Jalan hidupnya berubah, ketika ia melanjutkan pendidikan tingginya di
Malang. Di sana, Sasana menemukan dirinya sendiri dengan melahirkan sosok
Sasa. Memakai daster, berbedak, dan bergincu. Sisi feminin yang bersembunyi
dalam dirinya selama ini. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak
langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut
(10) Aku pake BH itu. Berenda, berwarna merah muda. Agak gelid an gatal
ketika benda seperti itu tiba-tiba menempel di dada. (Madasari, 2013:
54)
(11) “Ini, sekarang coba pakai ini”, katanya. Ia memberikan lipstik, bedak,
pemerah pipi, dan benda-benda lainnya yang tak kuketahui namanya.
(Madasari, 2013: 55)
Di rumah orang tuanya, Sasa berusaha untuk menjadi Sasana. Sayangnya
hal ini membuatnya tertekan hingga mengalami gangguan jiwa. Rumah Sakit Jiwa
pun menjadi rumah baru bagi Sasana. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan
teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut
(12) Kenapa mereka semua di sini? Karena tak waras? Sama seperti aku?
Aku tak waras. Aku sinting. Haha! Aku tertawa. Kini aku menyadari
sesuatu. Tempat ini akan menyelamatkanku dari ketidakwarasan. Ini
tempat pembebasan. (Madasari, 2013: 116)
Sasana juga merupakan anak yang pemberani, patuh terhadap orang tuanya,
suka menolong, pemberontak, dan mempunyai bakat dalam bergoyang dan
menyanyi dangdut. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan menggunakan teknik
tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
(13) Tapi kemudian ketika tangan itu kembali meremas tonjolan dadaku,
tangan-tangan ku tak lagi bisa dikendalikan. Dengan cepat pukulanku
mengenai wajah laki-laki itu. Lalu berlanjut dengan kaki-kakiku yang
menendang dada dan kemaluannya. (Madasari, 2013: 62)
(14) Demi Ibu, aku bertekad mengendalikan diri. Aku mengurung jiwa dan
pikiran ku. Aku membangun tembok-tembok tinggi, aku mengikat
tangan dan kakiku sendiri. Aku tak akan melakukan satu hal pun yang
di luar kebiasaan. Aku akan patuh dalam garis batas yang telah dibuat
Ayah dan Ibu. (Madasari, 2013: 30)
(15) Entah dari mana datangnya, tiba-tiba saja aku merasa ada semangat
yang menyala dalam diriku. Semngat untuk mencari Marsini.
Semangat untuk menyelamatkannya. Juga semangat untuk membalas
siapa saja yang sudah melakukan kejahatan pada Marsini. (Madasari,
2013: 85)
(16) Pada satu titik, aku tak mau hanya jadi penonton dan pengekor. Aku
naik ke tempat yang biasa dipakai orang untuk pidato. Aku menyanyi,
aku bergoyang. Itulah suaraku, itulah teriakanku. Air mataku
berdesakan saat gemuruh tepuk tangan terdengar. Aku merasa begitu
berarti. Harga diriku membulat dan mengeras. Inilah wujud
pelampiasan dendam ku pada orang-orang yang telah merobek harga
diriku. (Madasari, 2013: 243)
(17) Lagu-lagu yang aku sudah hafal luar kepala. Awalnya aku hanya
bersenandung, kemudian menyanyi lepas. Habis satu lagu langsung
disambung lagu lain. Setelah panas menyanyikan tiga lagu, aku pun
berdiri. Menyanyi sambal bergoyang. (Madasari, 2013: 47)
Sasana juga digambarkan sebagai anak yang kurang bersyukur karena
diciptakan sebagai seorang laki-laki dan iri dengan adik perempuannya yang
bernama Melati. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan menggunakan teknik tidak
langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut
(18) Kini ada sesuatu yang bisa kuingat selain piano dan nada-nada itu:
Melati. Nama yang indah, bukan? Melati. Aku suka mengucapkannya
berulang kali. Berbeda sekali dengan namaku: Sasana. Sama sekali tak
indah. Terlalu garang, terlalu keras. Selalu mengingatkanku pada
perkelahian dan darah. Seperti tempat orang bertinju. (Madasari, 2013:
16)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Teknik pelukisan tokoh yang digunakan dalam novel Pasung Jiwa karya
Okky Madasari adalah teknik langsung atau ekspositori dan tidak langsung atau
dramatik. Dalam pelukisan tokoh Sasana teknik langsung atau ekspositori dapat
dilihat melalui kutipan (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), dan (8). Teknik tidak
langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (9), (10), (11), (12), (13),
(14), (15), (16), (17), dan (18).
Berdasarkan kutipan (1) sampai (18) dapat disimpulkan bahwa pengarang
menggambarkan Sasana dengan menggunakan sudut pandang “aku”. Kutipan (2),
(3), (4) menjelaskan bagaimana kehidupan keluarga Sasana, dimana sang Ayah
bekerja sebagai pengacara dan Ibunya yang bekerja sebagai dokter bedah. Dalam
kutipan tersebut juga dijelaskan ciri fisik Sasana, yaitu seorang laki-laki. Kutipan
(5) dan (6) menjelaskan kalau Sasana adalah seorang anak yang cerdas dan pintar
bermain piano dari kecil. Kutipan (7) menjelaskan Sasana berkali-kali mengalami
pemukulan dan penghinaan yang dilakukan oleh kelompok gang di sekolahnya.
Kutipan (8) menjelaskan sikap Sasana yang pantang menyerah. Dia tak ingin
menyia-nyiakan kesempatan hidupnya lagi, setelah sebelumnya pernah terpuruk.
Kutipan (9) menjelaskan bagaimana Sasana tidak mendapatkan pembelaan yang
cukup dari orangtuanya dan hukum. Kutipan (10) dan (11) menjelaskan perubahan
fisik Sasana yang menjadi feminin dan merubah nama menjadi Sasa. Disitulah dia
menemukan dirinya sendiri.
Kutipan (12) menjelaskan saat Sasa berusaha menjadi Sasana. Dia
tertekan dan kemudian gila. Kutipan (13) menjelaskan sikap Sasana yang
pemberani. Dia berani memukul seseorang yang berusaha melecehkannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Kutipan (14) menjelaskan sikap Sasana yang patuh terhadap orang tuanya. Dia
rela memasung pikiran dan tangannya agar tidak melakukan hal-hal yang tidak
dikehendaki orangtuanya. Kutipan (15) menjelaskan sikapnya yang mau turun
tangan membantu temannya Cak Man yang sudah dia anggap seperti keluarganya
sendiri. Dia membantu berdemo agar anaknya Cak Man yang hilang bisa kembali
lagi. Kutipan (16) menjelaskan bagaimana Sasana memiliki jiwa pemberontak. Itu
terlihat ketika dia melawan rasa takutnya untuk melampiaskan dendamnya kepada
orang-orang yang dulu melecehkannya dengan cara berdemo bersama beberapa
mahasiswa. Kutipan (17) menjelaskan bakat Sasana yaitu menyanyi dangdut dan
berjoget. Kutipan (18) menjelaskan kekurangan Sasana yang tidak menerima
dilahirkan sebagai seorang laki-laki. Dia iri dengan adik perempuannya yang
bernama Melati
b. Jaka
Jaka atau Cak Jek atau Jaka Wani adalah teman Sasana ketika mereka
mengamen di kota Malang. Di sini dia juga digambarkan sebagai tokoh “aku”.
Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui
kutipan sebagai berikut
(19) Karena itu pula sejak pindah ke pulau ini, aku tak lagi mengenalkan
diri sebagai Jek. Itu nama panggung. Itu nama masa lalu. Aku di sini
adalah Jaka. Si Jaka Wani. Si Jaka yang sebenarnya tak butuh nama.
(Madasari, 2013: 163)
Di tengah novel ini, Jaka menceritakan dirinya menjadi buruh pabrik di
Batam. Kehidupan buruh pabrik yang sangat membosankan. Setiap hari mereka
harus bekerja dari pagi sampai sore. Hidup seperti robot, sementara keinginan
terdalamnya sebagai seniman tertimbun dalam-dalam. Hal ini ditunjukkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan sebagai
berikut
(20) Tiap pagi seluruh penghuni mes berjalan bersama-sama menuju pintu
gerbang pabrik. Saat seperti ini kami sudah tidak ada bedanya lagi
dengan kawanan kerbau yang sedang digiring ke sawah. (Madasari,
2013: 162)
(21) Bukannya memegang gitar, ketipung, atau kecrekan, eee… malah
mengusap-usap kaca untuk dijadikan layar televisi. Setiap hari dari jam
delapan pagi sampai jam empat sore, aku berdiri di hadapan meja besar
ini, mengusap dan memasang ratusan bahkan bisa sampai ribuan kaca
setiap hari. Pikiranku sudah mati. (Madasari, 2013: 159)
Untuk menghemat biaya kontrakan, Jaka tinggal di mes pabrik. Setiap hari
sabtu para buruh pabrik menerima upah mingguannya. Pada saat itulah mereka
bersenang-senang. Ada yang berbelanja, ada yang menyisihkan sebagian upahnya
untuk ditabung, ada yang mabuk-mabukan, dan ada yang pergi ke tempat
pelacuran. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori
melalui kutipan sebagai berikut
(22) Sama seperti kakangku saat sebelum menikah, aku juga tinggal di mes
pabrik yang memang dibangun untuk buruh-buruh. Satu ksmsr diisi
empat orang. (Madasari, 2013: 162)
(23) Ketika Sabtu sore tiba, semua penghuni mes jalan-jalan ke pusat kota.
Sabtu adalah hari kami menerima upah setelah enam hari bekerja.
(Madasari, 2013: 164)
(24) Kami menyusuri toko-toko itu, melihat-lihat, membeli kalau memang
ada yang dimaui. Kami tak terlalu banyak membeli barang. Lebih suka
menghabiskan uang untuk cari makanan enak dan minum bir atau tuak.
(Madasari, 2013: 165)
(25) Sejak hari itu, aku selalu mendatangi Elis setiap Sabtu. Kerap aku
sampai kehabisan uang, karena terlalu lama berada di dalam kamar.
Dasar Lonte, walaupun sudah jadi langganan tetap, masih aja dia
hitung-hitungan sama aku. Selalu mau dapat bonus tambahan, tapi
tidak pernah mau aku bayar kurang sedikit saja. (Madasari, 2013: 176)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Namun, situasi itu tidak berlangsung lama, Jaka dipecat dari pabrik karena
dianggap melawan mandor pabrik. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik
langsung atau ekspositori melalui kutipan sebagai berikut
(26) “Terserah. Itu artinya kamu dipecat dari perusahaan ini”, katanya.
“Tanpa pesangon karena kamu sendiri yang melakukan kesalahan dan
tidak mau mengikuti aturan. (Madasari, 2013: 199)
Dalam perjalanan selanjutnya, Jaka jatuh cinta dengan Elis, perempuan di
lokalisasi yang menjadi ‘langganannya’. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan
teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut
(27) Tak lama kemudian Elis datang. Aku pun bertanya, “Dari mana?”
“Kerja, Mas. Lumayan, sudah ada yang mau jadi langganan “,
jawabnya. Kepalaku seperti dipukul dengan palu mendengar jawaban
itu. “Kamu ngelonte lagi?!” aku tak bisa menahan diri. Aku marah.
Aku seperti suami yang baru menangkap basah istrinya tidur dengan
laki-laki lain. (Madasari, 2013: 185)
(28) “Masa aku Cuma kamu anggap pelanggan to, Lis”. Suaraku tidak lagi
segarang sebelumnya. Kemarahan itu tenggelam digantikan oleh
kekecewaan. (Madasari, 2013: 186)
Kemudian ia kabur ke Jakarta, meninggalkan Elis dan bergabung dengan
Laskar keagamaan. Jaka yang semula merasa tertekan akan dirinya sendiri yang
pengecut dan miskin mulai menemukan jati dirinya pada Laskar. Hal ini
ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui
kutipan sebagai berikut
(29) “Ini ada yang mau gabung”, kata Jali saat sang pemimpin masuk
rumah. Aku menyalami seorang laki-laki berbaju serba putih dan
berjenggot tebal itu. Orang itu tersenyum lalu berkata, “Intinya, di sini
kita berjuang demi kebaikan. Demi agama kita. Demi Allah. Itu yang
harus jadi niat kalau mau berjuang bersama di sini.” Kata-kata seperti
orang ini sungguh adem sekali didengar. Pekerjaan seperti apa yang
sebenarnya harus kulakukan? (Madasari, 2013: 251)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
(30) Jangan-jamgan ini memang jalanku untuk bisa berbuat kebaikan. Lihat
saja, baru sekedar niat saja jalanku sudah dipermudah. Aku bisa tenang
tanpa kurang makan dan tempat tinggal. (Madasari, 2013: 253)
Jaka yang sempat belajar pada Laskar di Jakarta, dielu-elukan ketika dia
pulang ke Malang. Orang-orang Laskar Malang menjadikannya pemimpin karena
dia dianggap paling berpengalaman. Jaka yang semula bukan siapa-siapa, kini
memiliki dukungan massa, uang, dan pengaruh politik. Hal ini ditunjukkan
pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai
berikut
(31) Di Malang aku bisa jadi pemimpin. Bahkan Amat dan kawan-kawan
dengan rela hati memberiku tempat sebagai pemimpin mereka. Mereka
sangat percaya, pengalamanku di Jakarta berguru langsung adalah
kekuatan besar. (Madasari, 2013: 264)
(32) Pertemuan hari itu diakhiri dengan perjanjian: Kami adalah sahabat
polisi. Kami adalah laskar keamanan yang lahir dari inisiatif
masyarakat untuk membantu kerja polisi. Kami dan polisi akan selalu
berkoordinasi. Kami beroperasi dengan petunjuk polisi. Polisi bergerak
menegakkan hukum atas setiap hal yang merisaukan laskar. Kami
berjuang bersama demi agama, demi Negara. Atas setiap kegiatan
keamanan yang kami lakukan atas perintah polisi, kami akan mendapat
upah yang layak. (Madasari, 2013: 272)
Tokoh Jaka juga digambarkan sebagai provokator atau ahli persuasi,
pengecut, sombong, kejam, dan egois. Jaka juga mencari arti hidupnya sendiri,
merasa terpenjara karena keadaan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik
tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut
(33) “Rabu besok kita mogok kerja. Semuanya bareng-bareng. Biar pabrik
rugi. Bayangkan kalau sehari saja pabrik tidak beroperasi. Mereka
akan kebingungan. Buruh-buruh seperti kita dapat perhatian. Kita
semua bisa minta apa saja pada mereka.”
“Kalau kita dipecat?” Tanya Rustam. “Bagaimana mau dipecat kalau
semuanya ikut mogok? Mau mereka memecat semua buruh? Mau
mereka rugi lebih banyak?”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
“Bah! Mudah sekali kau ngomong, Jak! Bagaimana bisa kita ajak
semua orang buat mogok?” Tanya Tumpak. (Madasari, 2013: 215)
(34) Siapa pun yang kenal aku sejak dulu tahu, aku ahli dalam berbicara.
Jagoan dalam memengaruhi orang. Maka ketika kesempatan seperti
sekarang datang, dengan mudah aku bisa pidato berapi-api, membuat
siapa pun di hadapanku tak sabar segera berangkat dan menggunakan
senjata untuk berjuang. (Madasari, 2013: 266)
(35) Aku menelan ludah. Kakiku gemetar. Aku ketakutan. Ketakutan yang
sama dengan yang dulu kurasakan saat disekap di penjara tentara.
(Madasari, 2013: 189)
(36) Ingatan itu kini mematikan seluruh keberanianku. Aku hanya diam
mematung saat orang-orang itu memaksa masuk ke rumah dan
membuka pintu kamar Elis. Aku tak melakukan apa-apa, bahkan
bersuara pun aku tak bisa. Aku hanya jadi penonton saat Elis terus
meronta dan menangis karena orang-orang itu memaksanya keluar
kamar. (Madasari, 2013: 189)
(37) Kini aku Jaka Baru, pejuang untuk agama dan Tuhanku. Orang bersih
yang dihormati. Orang berani yang ditakuti. Kata-kataku adalah
perintah, kemarahanku adalah ancaman besar. Aku bisa berbuat apa
saja. Aku punya kekuatan, aku punya kekuasaan. (Madasari, 2013:
265)
(38) Aku ayunkan parang yang kugenggam. Kuhancurkan drum, keyboard,
gitar, mik, dan salon. (Madasari, 2013: 268)
(39) Aku tak menjawab, tapi masih terus memandang ke arah mereka. Lalu
aku buru-buru memalingkan wajah dan naik ke dalam truk. Masih bisa
aku dengar teriakan mereka, “Cak Jek… kenapa sekarang jadi begini?
Itu kafe tempat kami cari duit!” “Cak Jek...Cak Jek... iki Memed karo
Lenan!” (Madasari, 2013: 267)
Dalam pelukisan tokoh Jaka teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat
melalui kutipan (19), (20), (21), (22), (23), (24), (25), dan (26). Teknik tidak
langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (27), (28), (29), (30), (31),
(32), (33), (34), (35), (36), (37), (38), dan (39). Berdasarkan kutipan-kutipan
tersebut dapat disimpulkan bahwa kutipan (19) menjelaskan bagaimana pengarang
juga menggambarkan Jaka sebagai tokoh “aku” karena dalam novel Pasung Jiwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
terdapat dua tokoh utama. Kutipan (20) dan (21) menjelaskan keterpaksaan Jaka
bekerja di pabrik. Dia merasa bosan dan hanya dianggap sebagai robot. Impiannya
menjadi seniman tidak terwujud, dia terpaksa bekerja mengusap kaca televisi di
pabrik elektronik.
Kutipan (22), (23), (24), (25) menjelaskan bagaimana Jaka menggunakan
upahnya yang dia terima saat bekerja di pabrik tersebut. Dia menggunakan upah
untuk berbelanja, membeli minum-minuman keras, ditabung, atau pergi ke
tempat pelacuran. Kutipan (26) menjelaskan saat Jaka dipecat dari pabrik tempat
dia bekerja. Dia dipecat karena memecahkan kaca televisi yang menurutnya tidak
disengaja. Kutipan (27) dan (28) menjelaskan bagaimana Jaka jatuh cinta dengan
Elis, wanita yang dia temui di tempat lokalisasi. Namun, sayangnya Elis tidak
menyadari kalau Jaka mencintainya. Kutipan (29) dan (30) menjelaskan ketika
Jaka meninggalkan Batam dan bergabung dengan Laskar keagamaan di Jakarta.
Dia merasa menemukan jati dirinya ketika bergabung dengan lascar tersebut.
Kutipan (31) menjelaskan saat Jaka pindah ke Malang dan menjadi pemimpin
Laskar di daerah Malang. Kutipan (32) menjelaskan Jaka yang dulu miskin dan
pengecut, setelah bergabung dengan Lakar, dia merasa punya segalanya.
Kutipan (33) dan (34) menjelaskan sikap Jaka yang pandai mempengaruhi
dan membujuk temannya dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya. Kutipan
(35) dan (36) menjelaskan sikap Jaka yang pengecut. Itu terbukti ketika Elis akan
diarak keliling kampung, Jaka hanya diam saja tanpa berbuat apa-apa. Kutipan
(37) menjelaskan sikap Jaka yang sombong setelah bergabung di Laskar. Dia
merasa sudah mempunyai kekuasaan, kekuatan, dan semua orang tunduk padanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Kutipan (38) menjelaskan sikap Jaka yang kejam. Dia gunakan parangnya untuk
mengahancurkan barang-barang yang menurutnya melanggar kaidah di Laskar
keagamaan yang dia anut. Kutipan (39) menjelaskan sikap Jaka yang egois. Dia
tidak memperdulikan kepentingan orang lain, dia menghancurkan lahan pekerjaan
Leman dan Memed yang dulu mereka juga pernah mengamen bersama.
4.2.2 Tokoh Tambahan
Tokoh-tokoh lain yang ada dalam novel Pasung Jiwa ini adalah Ibu, Ayah,
Cak Man, Marsita, Banua, Elis, dan Kalina. Tokoh tambahan merupakan tokoh
yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita tetapi kehadirannya sangat
diperlukan untuk mendukung tokoh utama (Wahyuningtyas & Santoso, 2011:3).
a. Ibu
Tokoh Ibu di sini yang dimaksud adalah Ibu dari Sasana. Dia digambarkan
sebagai seorang Ibu yang penuh kasih sayang dan mencintai anaknya dalam
keadaan apa pun. Meskipun pada awalnya dia otoriter dengan memaksa Sasana
berlatih piano dan marah apabila Sasana mendengarkan musik dangdut tetapi pada
akhirnya Ibu bisa mengerti keadaan anaknya yang transeksual. Hal ini ditunjukkan
pengarang dengan menggunakan teknik tidak langsung atau dramatik melalui
kutipan sebagai berikut
(40) Ibu memelukku. Ia mendekap kepalaku, menempelkan ke dadanya.
Hal yang sudah lama sekali tak pernah ia lakukan. “Sas.. Sasana, apa
pun yang kamu takutkan, ada ibu di sini. Ada Ayah juga yang akan
menjagamu,” bisiknya. (Madasari, 2013: 115)
(41) Aku tetaplah bagian dalam hidupnya. Ibu tetap ingin bersamaku. Kata
Ibu, di saat seperti inilah cinta sebagai orang tua diuji. (halaman 283)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
(42) Mereka suka sekali mendudukkan aku di depan piano, menuntun
tanganku untuk memencet-mencet tiap tutsnya. Aku tak menyukainya.
Tapi orangtuaku sebaliknya. (Madasari, 2013: 14)
(43) Ibu marah besar. Tak pernah aku melihatnya marah seperti ini. Dalam
ingatanku, inilah kali pertama ia memarahiku. Sepanjang jalan di
dalam mobil Ibu hanya diam. Tapi begitu sampai di rumah, ia langsung
menarik tanganku., membawaku ke ruang tengah menyuruhku duduk,
lalu ia bicara lama dengan suara tinggi. “Kamu mau jadi berandalan?”
Kata-kata itu terus diucapkannya berulang. “Kamu mabuk ya, sampai
goyang-goyang kayak gitu? Mau jadi apa kamu ikut-ikutan seperti
itu?” (Madasari, 2013: 20)
Saat Sasana dipukuli oleh kelompok gang di sekolah, Ibu juga tidak
percaya dengan penjelasan yang diberikan oleh Sasana. Ibu menuduh anaknya
berkelahi. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan menggunakan teknik tidak
langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut
(44) “Jadi kenapa kamu berkelahi?” Tanya ibu lagi.
“Sasana nggak berkelahi, Bu”, jawabku.
“Sasana! Kamu sudah jadi pembohong sekarang ya?”
Mata Ibu tiba-tiba memerah. Sebentar lagi ia pasti menangis. Aku tak
tahan dan merasa sangat bersalah. “Sasana tidak berkelahi, Bu…
Sasana dikeroyok…” Jawabanku tak berhasil menahan tangis Ibu.
“Dengar Sasana, apa pu alasannya, berkelahi itu tidak baik,” kata Ibu
sambal menatapku tajam. (Madasari, 2013: 34)
Ibu juga rela berpisah dengan suaminya dan Melati lalu memilih tinggal
bersama Sasana. Ibu yang awalnya otoriter, di akhir cerita dia digambarkan
sebagai Ibu yang percaya kepada anaknya dan tidak menuntut apa pun dari
Sasana. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan menggunakan teknik tidak
langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut
(45) “Melati tinggal dengan Ayah di rumah. Ibu akan menemanimu mulai
sekarang.” Katanya. (Madasari, 2013: 281)
(46) Mereka bertengkar hebat saat itu. Hingga akhirnya Ibu tegas
memutuskan: ia akan tinggal bersamaku. (Madasari, 2013: 283)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
(47) Setelah beberapa minggu hidup bersama, aku dan Ibu sudah seperti
dua sahabat yang saling percaya dan mau membuka rahasia. Dia bukan
lagi Ibu yang menuntut kesempurnaan dari anak-anaknya, yang
kecewa dan marah ketika anaknya tak memenuhi harapannya.
(Madasari, 2013: 282)
Ibu menjadi manajer pribadi Sasana. Hal ini ditunjukkan pengarang
dengan menggunakan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan sebagai
berikut
(48) Ibu sudah membuat jadwal manggungku sampai enam bulan ke depan.
Ibu mempelajari bisnis hiburan dengan cepat. Ambisinya untuk
menjadikanku bintang paling top melebihi cita-cita Cak Jek untuk jadi
professional. (Madasari, 2013: 287)
Dalam pelukisan tokoh Ibu, teknik tidak langsung atau dramatik dapat
dilihat melalui kutipan (40), (41), (42), (43), (44), (45), (46), dan (47). Teknik
langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (48). Berdasarkan kutipan-
kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa kutipan (40) dan (41) menjelaskan
sikap kasih sayang seorang Ibu kepada Sasana. Ibu ingin selalu bersama Sasana
dalam keadaan apa pun. Kutipan (42) menjelaskan sikap Ibu yang awalnya
memaksa Sasana untuk bermain piano, padahal Sasana tidak menyukainya.
Kutipan (43) menjelaskan bagaimana Ibu tidak menyukai dangdut dan melarang
Sasana untuk menonton dangdut.
Kutipan (44) menjelaskan sikap Ibu yang tidak mempercayai Sasana
dipukuli dan dibully oleh kelompok gang di sekolahnya. Dia menuduh Sasana
berkelahi. Kutipan (45) dan (46) menjelaskan bagaimana Ibu pada akhirnya
memilih berpisah dengan suami dan Melati, agar bisa tinggal bersama Sasana.
Kutipan (47) menjelaskan bagaimana Ibu pada akhirnya tidak lagi menjadi Ibu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
yang otoriter dan menuntut kesempurnaan anaknya, dia menjadi Ibu yang selalu
ada saat anaknya membutuhkan, dan menjadi sahabat bagi anaknya. Kutipan (48)
menjelaskan ketika Ibu memilih menjadi manajer Sasana daripada profesinya
sebagai dokter bedah. Dia menemani Sasana ketika ada kerjaan manggung di
berbagai acara.
b. Ayah
Tokoh Ayah yang dimaksud di sini adalah Ayah dari Sasana. Ayah
digambarkan sebagai sosok yang otoriter dan pemarah. Ayah juga selalu memaksa
Sasana untuk bermain piano klasik dan melarang Sasana untuk menonton
dangdut. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan menggunakan teknik tidak
langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut
(49) Piano memang benda istimewa di rumah ini. Bagi Ayah dan Ibuku,
memainkan piano adalah sebuah tradisi yang harus dijunjung tinggi.
Aku sendiri heran kenapa mereka sampai bersikap seperti itu.
(Madasari, 2013: 16)
(50) “Musik seperti itu tidak baik, Sasana,” kata Ayah. “Musik nya orang
mabuk, orang tidak pernah sekolah. Kamu lihat sendiri kan, semalam
banyak orang mabuk?” Aku menggeleng. Memang tak kulihat orang
mabuk tadi malam. Yang aku lihat semua orang bergoyang dengan
senang. “Jangan pernah lagi nonton-nonton yang seperti itu. Tidak
baik.” Ayah mengakhiri pembicaraan. (Madasari, 2013: 23)
Ayah juga tidak mempercayai Sasana saat dia dipukuli oleh kelompok
gang di sekolahnya. Ayah justru memukulnya dan memakinya. Pergolakan batin
sang Ayah terjadi saat dia merasa tidak mampu membela anaknya yang dipukuli
mendapatkan keadilannya karena salah satu dari anggota gang tersebut merupakan
anak pejabat. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan menggunakan teknik tidak
langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
(51) Begitu datang Ayah langsung menampar wajahku. Aku terkejut.
Ayahku selalu lembut dan sabar kenapa tiba-tiba bisa main tangan.
“Kamu kalau mau jadi jagoan sini berkelahi sama Ayah!” Wajah Ayah
merah. Ia sangat marah. Ibu terus menangis terisak-isak. “Dulu juga
sudah berkelahi. Ibu bilang ke Ayah, tapi Ayah diam. Karena Ayah
percaya kamu anak baik, tidak mungkin berkelahi lagi. Tapi ini apa?
Apa?” Ayah bicara sambal berdiri. Tangannya terus menunjuk-nunjuk
ke arahku. (Madasari, 2013: 36)
(52) “Mereka mengancam ke kantor Ayah…” kata Ayah sambal terisak.
Ayah kemudian berdiri mendekatiku. Ia memelukku lalu berkata,
“Maafkan Ayah ya, Sasana… Ayah tidak mampu membelamu…”
(Madasari, 2013: 43)
Pada akhirnya Ayah berpisah dengan Istrinya dan putus hubungan dengan
Sasana karena Ayah malu memiliki anak seperti Sasana. Hal ini ditunjukkan
pengarang dengan menggunakan teknik tidak langsung atau dramatik melalui
kutipan sebagai berikut
(53) Ayah malu sekali malam itu. Meski tetangga-tetangga masih belum
percaya aku anaknya, tapi Ayah merasa kini semua orang
menertawakannya. (Madasari, 2013: 283)
(54) Tapi ketika ia pulang untuk mengambil barang. Ayah marah besar.
Ayah tak mau Ibu mengunjungiku. Ayah mau kami putus hubungan.
Ayah tak mau ada lagi ruang untukku dalam hidupnya. (Madasari,
2013: 283)
Dalam pelukisan tokoh Ayah, pengarang hanya menggunakan teknik tidak
langsung atau dramatik. Teknik tersebut dapat dilihat melalui kutipan (49), (50),
(51), (52), (53), dan (54). Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut dapat disimpulkan
bahwa kutipan (49) dan (50) menjelaskan sikap Ayah yang juga menuntut Sasana
untuk pandai bermain piano. Dia juga melarang Sasana untuk menonton konser
dangdut. Kutipan (51) menjelaskan sifat Ayah yang pemarah dan tidak percaya.
Dia memukul dan memarahi Sasana yang babak belur ketika pulang sekolah,
Ayah mengira Sasana berkelahi, padahal Sasana dipukul dan dirampas uanganya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
oleh kelompok gang di sekolahnya. Kutipan (52) menjelaskan kekecewaan
seorang Ayah yang tidak mampu membela anaknya yang menjadi korban
pemukulan oleh kelompok gang di sekolahnya. Kutipan (53) dan (54)
menjelaskan sikap Ayah yang malu mempunyai anak transgender seperti Sasana.
Dia juga memutus hubungannya dengan Sasana, dan tidak ingin tinggal bersama
anaknya.
c. Cak Man
Cak Man merupakan teman Cak Jek di Malang. Dia pemilik warung
tempat Cak Jek dan Sasa bertemu, anaknya yang bernama Marsini menghilang
setelah menuntut kenaikan gaji di tempatnya bekerja. Marsini merupakan
tumpuan ekonomi keluarga Cak Man. Pada akhirnya dia mendapat kabar kalau
Marsini sudah meninggal. Cak Man digambarkan sebagai sosok yang mudah
menyerah dengan keadaan dan hanya pasrah. Hal ini ditunjukkan pengarang
dengan menggunakan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai
berikut
(55) Cak Man sudah jadi seperti keluarga. Warung kopinya sudah seperti
rumah kami juga. Cak Man senang, sejak aku dan Cak Jek bikin
hiburan di warungnya, semakin banyak orang yang datang untuk ngopi
dan nongkrong sampai pagi. Aku dan Cak Jek sudah tak perlu
membayar lagi kalau minum dan makan di warung milik Cak Man itu.
Kata dia, “Ini bagian bisnis. Kita sama-sama untung.” (Madasari,
2013: 49)
(56) Cak Man punya empat anak. Anak pertamanya perempuan, Marsini.
Kerja di pabrik sepatu di Sidoarjo. Kiriman uang Marsini datang setiap
bulan. “Ini aku baru pulang dari tempat Marsini,” kata Cak Man
“Niatnya mau ambil jatah bulanan. Sudah seminggu kok belum
dikirim-kirim.” (Madasari, 2013: 81)
(57) Cak Man yang tadi sudah lebih tenang kini kembali terisak-isak. “Aku
sakjane wis pasrah..” katanya. (Madasari, 2013: 84)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
(58) “Yok opo carane?” Cak Man tak terlalu bersemangat menanggapi
kami. Ia sudah putus asa. Seperti yang tadi ia katakana sendiri, ia
sudah pasrah, apa pun yang terjadi pada Marsini. Sama sekali tak ada
harapan yang ia simpan. (Madasari, 2013: 85)
Dalam pelukisan tokoh Cak Man, pengarang hanya menggunakan teknik
tidak langsung atau dramatik. Teknik tersebut dapat dilihat melalui kutipan (55),
(56), (57), dan (58). Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut dapat disimpulkan
bahwa kutipan (55) menjelaskan sikap Cak Man yang ramah, dia mengijinkan sua
temannya Cak Jek dan Sasana untuk mengamen di warung kopinya. Kutipan (56)
menjelaskan bagaimana Cak Man kehilangan seorang anak bernama Marsini yang
menjadi tumpuan ekonomi Cak Man dan istrinya. Kutipan (57) dan (58)
menjelaskan sikap Cak Man yang pasrah dan menyerah dengan keadaan ketika dia
mendapat cobaan, bahwa anaknya yang bernama Marsini menghilang.
d. Masita
Masita adalah seorang dokter yang sedang mengadakan penelitian di
Rumah Sakit Jiwa dimana Sasana dirawat. Masita digambarkan sebagai wanita
ramah dengan pemikiran yang kritis dan memiliki jiwa pemberontak. Setelah
berdiskusi panjang tentang arti kebebasan, Masita mengajak Sasana melarikan diri
dari Rumah Sakit Jiwa. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan menggunakan
teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut
(59) Masita dokter. Ia sedang mengambil pendidikan psikiatri sebagai
spesialisasinya. Ia berada di sini untuk penelitiannya. (Madasari, 2013:
146)
(60) Perawat ini masih muda. Baju putihnya yang membuatnya tampak
menyeramkan dan lebih tua dari usianya. (Madasari, 2013: 130)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
(61) Aku menatap matanya. Lembut dan hangat. Tak seperti perawat lain
yang kala menatap kami seperti hendak menelan bulat-bulat.
(Madasari, 2013: 131)
(62) “Masita” Ia mengulurkan tangan sambal menyebutkan namanya.
Senyumnya manis sekali. Aku menerima ulurang tangan itu. Kami
berjabat tangan. Tanda kesetaraan. Simbol kesederajatan. Yang waras
dan tak waras kini tak lgi dipisahkan dalam dua lapisan kasta. Aku
merasa akrab tanpa sedikitpun rasa curiga atau tak aman. (Madasari,
2013: 131)
(63) “Kamu sepertinya sudah jadi tak waras gara-gara terlalu lama di sini,”
kataku. Masita tertawa. Lalu aku juga tertawa. Tak apalah menjadi tak
waras jika selamanya bisa tertawa bersama Masita seperti ini.
(Madasari, 2013: 146)
(64) “Setidaknya di luar sana kehendak bebas kalian bisa terus dihidupkan,”
jawabnya. “Di sini kehendak itu sengaja dimatikan. Agar kalian patuh,
agar kalian tak berontak. Akhirnya, lihat yang dilakukan Banua dan
Gembul. Mereka memk percaya. Ia bunuh diri mereka sendiri. Sebab
itu satu-satunya kehendak bebas yang masih bisa mereka ikuti.” Kata-
kata Masita seperti membangunkanku dari khayalan panjang.
(Madasari, 2013: 151)
(65) “Kalian harus berontak.” Aku menatapnya tak percaya. Ia menyuruh
kami berontak. Apakah itu artinya aku akan kembali ditangkap tentara,
disiksa, dan dihina? “Kalau aku jadi kalian, aku akan lebih memilih
mati di luar daripada mati di sini.” Benar sekali kata-katanya.
(Madasari, 2013: 152)
Dia juga akrab dengan Sasana, Masita mengingatkan Sasana dengan
adiknya yang bernama Melati, itulah yang membuat Sasana nyaman berteman
dengan Masita. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan menggunakan teknik
langsung atau ekspositori melalui kutipan sebagai berikut
(66) Masita, sekarang aku tahu kenapa aku merasa nyaman dan senang
bersamanya. Karena ada banyak hal dalam diri Melati yang ada dalam
diri Masita. Termasuk ketika dia sedang bingung, takut, sekaligus
kesal seperti ini. (Madasari, 2013: 149)
Dalam pelukisan tokoh Masita teknik tidak langsung atau dramatik dapat
dilihat melalui kutipan (59), (60), (61), (62), (63), (64), dan (65). Sedangkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (66). Berdasarkan
kutipan-kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa kutipan (59) dan (60)
menjelaskan ciri-ciri Masita meskipun tidak terlalu lengkap. Di situ dia dijelaskan
sebagai dokter muda yang sedang mengadakan penelitian di Rumah Sakit Jiwa di
mana Sasana dirawat. Kutipan (61), (62), dan (63) menjelaskan sikap Masita yang
ramah dan tulus berteman dengan Sasana. Kutipan (64) dan (65) menjelaskan
pemikiran-pemikiran Masita yang luas dan kritis. Dia juga memiliki jiwa
pemberontak, dia membantu Sasana untuk keluar dari Rumah Sakit Jiwa, karena
dia tahu kalau Sasana tidaklah sakit jiwa seperti orang-orang katakana. Kutipan
(66) menjelaskan alasan kenapa Sasana nyaman berteman dengan Masita, itu
karena sikap Masita yang mirip dengan adiknya.
e. Banua
Banua merupakan seorang pasien Rumah Sakit Jiwa di mana Sasana
dirawat. Banua digambarkan sebagai seorang teman yang lebih tua dari Sasana,
dia memiliki sifat yang humoris dan periang. Dia juga sedang memperjuangkan
kebebasannya, sama dengan Sasana. Dulu Banua juga dipaksa masuk ke pesantren
oleh orangtuanya, ia menolaknya tetapi orangtuanya tetap memaksa. Pada
akhirnya, Banua memutuskan bunuh diri untuk menemukan kebebasannya. Hal ini
ditunjukkan pengarang dengan menggunakan teknik tidak langsung atau dramatik
melalui kutipan sebagai berikut
(67) Salah satu laki-laki yang ikut bergoyang langsung dekat denganku.
Usianya sepertinya sekitar lima tahun lebih tua daripada usiaku. Banua,
begitu dia mengenalkan dirinya. (Madasari, 2013: 118)
(68) Banua mengingatkanku pada Cak Jek. Gaya bicara mereka mirip: sok
tahu, sok yakin, sok benar. Tapi dalam setiap perkataannya terselip
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
kelucuan-kelucuan yang menghibur semua orang. Kesoktahuan Banua
adalah kesoktahuan yang jujur dan tulus.( Madasari, 2013: 119)
(69) Banua memulai ceritanya ketika ia dipaksa masuk ke pesantren setelah
lulus SMP. Ia menolak, tapi orangtuanya tetap memaksa. Aku bisa
paham ketidakberdayaannya. (Madasari, 2013: 140)
(70) Banua telentang di lantai. Tubuhnya telanjang. Pisau menghujam di
dadanya. Itu pisau yang sering kami lihat di ruang makan. Ada ceceran
darah di sekitar tubuhnya. Tak ada yang menyentuh tubuh Banua.
(Madasari, 2013: 142)
Dalam pelukisan tokoh Banua, pengarang hanya menggunakan teknik
tidak langsung atau dramatik. Teknik tersebut dapat dilihat melalui kutipan (67),
(68), (69), dan (70). Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut dapat disimpulkan
bahwa kutipan (67) dan (68) menjelaskan sikap Banua yang humoris dan pintar.
Kesoktahuannya yang jujur ini membuat Sasana bangga dengan Banua. Kutipan
(69) menjelaskan bagaimana Banua dipaksa masuk ke pesantren oleh orang
tuanya dan dia tidak bisa menolaknya, itulah yang membuat Banua masuk ke
Rumah Sakit Jiwa. Kutipan (700 menjelaskan bagaimana pada akhirnya Banua
bunuh diri untuk mendapatkan kebebasannya.
f. Elis
Elis adalah sosok pelacur yang melayani para buruh pabrik dengan
bayaran rendah. Menurutnya menjadi pelacur bukan karena paksaan, melainkan
suatu pilihan, dia harus mengirimkan uang untuk kebutuhan anaknya. Elis
digambarkan sebagai wanita yang tegar dan pemberani. Hal ini ditunjukkan
pengarang dengan menggunakan teknik tidak langsung atau dramatik melalui
kutipan sebagai berikut
(71) “Tidak buat saya semua, Mas. Bosnya kan juga mesti disetori”, katanya.
“Makanya kalau ditambahi juga boleh. Biar bagian saya jadi tambah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
banyak,” bisiknya tepat di telingaku. “Berapa yang mesti disetor?”
tanyaku. Mukanya kini tampak masam. “Tiap terima tamu satu jam
saya Cuma dapat lima ribu, Mas.” (Madasari, 2013: 175)
(72) “Ah, ngaco! Saya tidak percaya mereka terpaksa. Saya percaya semua
hal tergantung pada kita. Mau menerima atau melawan. Mau dikurung
atau mau bebas merdeka.” (Madasari, 2013: 173)
(73) Cuh! Ludah Elis meloncat ke wajah tamunya dan ke wajah bos tempat
ini. Ia lari cepat-cepat kea rah pintu. Kemarahan dua laki-laki yang kena
ludahnya tak bisa menyamai kecepatan langkah Elis. (Madasari, 2013:
180)
Dalam pelukisan tokoh Elis, pengarang hanya menggunakan teknik tidak
langsung atau dramatik. Teknik tersebut dapat dilihat melalui kutipan (71), (72),
dan (73). Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa kutipan
(71) menjelaskan kehidupan Elis sebagai seorang pelacur yang hanya dibayar
murah setiap kali melayani pelanggannya. Kutipan (72) menjelaskan sikap Elis
yang tegar dengan segala pilihannya. Kutipan (73) menjelaskan sikap Elis yang
pemberani. Dia mau melawan pelanggannya yang sudah kurang ajar terhadap
dirinya.
g. Kalina
Kalina adalah teman Jaka saat bekerja di pabrik elektronik. Kalina protes
dipecat karena dia hamil, sementara yang menghamilinya adalah mandor sendiri.
Kalina digambarkan sebagai sosok wanita yang pemberani dan mau melawan, dia
berontak dan meronta di hadapan buruh pabrik. Nasibnya hampir sama dengan
buruh perempuan lain yang dipaksa melayani permintaan para mandor tanpa bisa
mengelak. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan menggunakan teknik tidak
langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
(74) “Mandor itu… Mandor itu sudah memperkosa saya!” Perempuan itu
bicara sambil menuding ke arah si mandor. Si mandor bergerak,
menarik tangan perempuan itu agar turun dari meja. Tapi suara
perempuan itu tak bisa dibendung lagi. “Sekarang saya bunting, saya
malah dipecat! Dasar binatang! Dia perkosa saya juga seperti
binatang!” Mandor itu kini benar-benar liar seperti binatang. Ditariknya
perempuan itu dengan kasar sehingga jatuh tersungkur ke lantai.
Perempuan itu tak menyerah. Ia berdiri dan berteriak-terika. (Madasari,
2013: 195)
Dalam pelukisan tokoh Kalina, pengarang hanya menggunakan teknik
tidak langsung atau dramatik. Teknik tersebut dapat dilihat melalui kutipan (74).
Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa kutipan (74)
menjelaskan sikap Kalina yang mau melawan dan memberontak dengan segala
ketidakadilan terhadap dirinya. Dia dipecat dari tempatnya bekerja setelah
diperkosa oleh mandornya sendiri.
4.3 Analisis Latar
Menurut Wiyatmi (2006:40), latar memiliki fungsi untuk memberi konteks
cerita. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sebuah cerita terjadi dan dialami
oleh tokoh disuatu tempat tertentu, pada suatu masa, dan lingkungan masyarakat
tertentu. Menurut Nurgiyantoro (2007:227-234), unsur latar dapat dibedakan ke
dalam tiga unsur pokok, yaitu latar tempat, waktu, dan sosial.
4.3.1 Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro 2007:227-234). Latar tempat pada novel
Pasung Jiwa mengambil tempat di empat kota besar di Indonesia. Keempat kota
tersebut adalah Kota Jakarta, Malang, Sidoarjo, dan Batam. Berikut latar tempat
yang ada dalam novel Pasung Jiwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
4.3.1.1 Jakarta
Latar kota Jakarta menjadi latar tempat di mana Sasana dan keluarganya
tinggal, kemudian pertama kali dia mengenal dangdut, dan pada akhirnya dia
masuk Rumah Sakit Jiwa karena trauma yang sering dialaminya. Jakarta juga
menjadi tempat di mana Jaka pertama kali bergabung dengan Laskar keagamaan.
Berikut penggambaran beberapa tempat tersebut
a. Kampung belakang kompleks
Di sinilah pertama kali Sasana mengenal musik dangdut. Dia datang
sendirian untuk menonton dangdut yang ada di kampung belakang kompleks.
Jarak antara rumah dan kampung itu tidak terlalu jauh. Berikut kutipan tidak
langsung yang menggambarkan latar tersebut
(75) Aku tak ingat bagaimana awalnya. Saat itu sedang masa libur sekolah.
Aku baru lulus SD, bersiap masuk SMP. Malam itu aku sudah berada di
kampung di belakang kompleks rumahku, berdiri di antara laki-laki dan
perempuan menonton sebuah pertunjukan. Seorang perempuan berbaju
gemerlap berdiri di panggung. Ia baru selesai menyanyikan satu lagu.
(Madasari, 2013: 17)
b. WC Sekolah
WC sekolah merupakan tempat di mana Sasana dipukuli oleh kelompok
gang di sekolahnya. Di sekolah barunya yang homogen, Sasana dipukuli dan
dimintai uang. Dia dianiaya secara fisik hingga terluka parah karena dikeroyok.
Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan latar tersebut
(76) Mereka membawaku ke WC yang berada di belakang sekolah.
Lokasinya terpencil, jauh dari tempat aktivitas murid-murid sekolah ini.
Jarang sekali ada yang ke sini kalau ingin buang air. Ini WC lama yang
dulu digunakan sebelum sekolah ini memperluas lokasi dan merenovasi
bangunannya. (Madasari, 2013: 31)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
(77) Pagi ini Dark Gang mencegatku di pagar sekolah. Mereka langsung
menyeretku ke belakang, ke WC yang dulu digunakan untuk
menghajarku pertama kali. Tanpa bicara, mereka lancarkan pukulan dan
tendangan ke tubuhku. (Madasari, 2013: 38)
c. Rumah Sakit Jiwa
Rumah Sakit Jiwa merupakan tempat di mana Sasana di rawat setelah
kepulangannya dari Malang. Orang tua Sasana menganggap dia gila setelah
Sasana berlari-lari sendiri di lapangan. Sasana merasa ketakutan-ketakutan yang
dia alami saat SMA dan di penjara selalu mengikutinya. Traumanya saat dipukuli
kelompok gang di sekolahnya dan penyiksaan-penyiksaan yang dia alami
dipenjara membuatnya masuk Rumah Sakit Jiwa. Berikut kutipan tidak langsung
yang menggambarkan latar tersebut
(78) Meski sama-sama berteralis, tempat ini jauh lebih baik dibanding sel
tempat aku dikurung waktu itu. Di sini lebih bersih, jauh lebih terang,
ada tempat tidur yang ditata rapi dengan seprai putih dan sarung bantal
putih. Selembar selimut bergaris-garis diletakkan di atasnya. Di pojok
ruangan ada ruangan kecil. Aku melangkah menuju ruangan itu. Sebuah
kamar mandi kecil, lengkap dengan WC dan satu kaca di dinding.
(Madasari, 2013: 111)
(79) Aku baru tahu jawabnya pagi ini. Setelah dua malam berada di tempat
ini, pagi ini pertama kalinya aku keluar kamar. Seorang petugas
menjemputku. Ia membawaku menyusuri lorong-lorong panjang,
melewati kamar-kamar berteralis yang serupa dengan kamarku. Kami
menuju tanah lapang yang berumput. Banyak orang berkumpul di situ.
Semuanya memakai baju putih, dengan model mirip piama. Sama
seperti baju yang kukenakan. (Madasari, 2013: 115)
d. Rumah Kontrakan
Rumah kontrakan merupakan salah satu tempat Sasana dan Ibunya setelah
berpisah dengan Ayah dan adiknya Melati. Ayahnya tidak ingin tinggal bersama
Sasana karena malu anaknya yang transgender. Kemudian Ibunya lah yang tetap
ingin tinggal dan menemani Sasana dalam keadaan apapun, Ibunya rela melepas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
pekerjaannya sebagai dokter bedah dan menjadi menejer pribadi Sasana ketika
Sasana mendapat jadwal manggung sebagai penyanyi dangdut. Berikut kutipan
tidak langsung yang menggambarkan latar tersebut
(80) Kami akhirnya menemukan rumah yang disewakan dengan harga
murah. Rumah itu tak besar, hanya terdiri atas dua kamar, ruang tamu
yang merangkap ruang keluarga, dan dapur di bagian belakang. Tapi
ada garasi yang bisa memuat mobil. Ibu menyukainya. Rumah kecil ini
cukup untuk kami tinggali berdua, katanya. (Madasari, 2013: 281)
e. Prumpung
Prumpung merupakan salah satu daerah yang berada di Jakarta. Di situlah
Jaka pertama kali bergabung ke dalam Laskar Keagamaan. Berikut kutipan tidak
langsung yang menggambarkan latar tersebut
(81) Berjalan dari pagi sampai petang aku sampai di tempat keramaian.
Tulisan besar yang terpasang di daerah itu sudah akrab di telingaku:
Prumpung. Aku memilih berhenti di sini. Pasti banyak hal yang bisa
kulakukan di sini. (Madasari, 2013: 249)
(82) Aku mengikuti mereka. Kami berjalan melewati Pasar Prumpung yang
ramai, lalu masuk ke jalan-jalan yang lebih kecil. Lalu kami masuk ke
rumah besar dengan halaman luas di depannya. Tepat di samping rumah
berdiri masjid besar. Aku diajak masuk rumah. Banyak orang
didalamnya. Ada yang ngobrol, tidur-tiduran, atau nonton TV.
(Madasari, 2013: 250)
Berdasarkan kutipan (81) dapat dijelaskan bahwa pertama kali Jaka di
Jakarta, daerah yang dituju adalah Prumpung. Jaka berharap di situ dia akan
mendapatkan pekerjaan. Sedangkan kutipan (82) menjelaskan latar di mana Jaka
diajak ke markas Laskar Keagamaan yang kebetulan berada di daerah Prumpung.
4.3.1.2 Malang
Malang adalah tempat di mana Sasana kuliah, tetapi dia memutuskan
untuk meninggalkan kuliahnya dan mengubah namanya menjadi Sasa serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
memilih mengamen bersama teman barunya yang bernama Cak Jek. Cak Jek yang
mengubah nama menjadi Jaka Wani bergabung dalam sebuah Laskar Keagamaan
dan menjadi pemimpin di kota Malang. Berikut penggambaran beberapa tempat
tersebut.
a. Kota Batu
Kota Batu merupakan salah satu daerah yang ada di Malang. Di kota ini
Sasana dan Jaka menyewa rumah untuk ditinggali bersama. Mereka mencari uang
bersama dengan cara mengamen dan manggung di acara hajatan. Berikut kutipan
tidak langsung yang menggambarkan latar tersebut
(83) Tempat yang masih sepi, sawah di sana-sini, dingin sepanjang hari.
Batu, begitu nama kota itu. Harga tanah masih sangat murah di sana.
Wajar saja kalau harga sewa satu rumah sama dengan harga sewa
kamar kosku sebelumnya. Sebuah rumah kecil kami sewa bersama. Ya,
bersama. Sekarang Cak Jek tinggal bersamaku. Kami tingga bersama,
bekerja bersama. Aku benar-benar meninggalkan kuliahku. (Madasari,
2013: 52)
Berikut kutipan langsung yang menggambarkan latar tersebut
(84) “Opo to.. Opo to… Ya ini! Ini jalan kita jadi professional. Kita akan
jadi bintang dangdut paling top di seluruh Malang.” Cak Jek bicara
penuh semangat sambal tangannya terus bergerak. (Madasari, 2013: 53)
b. Rumah Ibu Jaka
Rumah ini merupakan rumah warisan Ibu Jaka di Malang. Ibunya
meninggal bunuh diri karena tidak kuat membayar hutang yang dia pinjam di
rentenir. Kemudian rumah tersebut diambil oleh rentenir untuk melunasi sisa
hutang Ibu Jaka. Jaka yang mengetahui hal itu langsung marah dan merebut
kembali rumah tersebut. Rumah itu kemudian diubah Jaka menjadi markas Ormas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Keagamaan yang dia pimpin di Malang. Berikut kutipan tidak langsung yang
menggambarkan latar tersebut
(85) Rumah ini kini jadi milikku. Aku bisa meninggalinya. Aku bisa kembali
hidup di kampung, tinggal di rumahku sendiri. Bersama kawan-kawan
lascar, aku bisa berjuang di kampung ku sendiri. (Madasari, 2013: 263)
(86) Rumah Ibu kini bukan hanya markas laskar. Rumah ini sudah jadi
tempat berkumpulnya orang yang mau belajar agama dan berdoa
bersama. (Madasari, 2013: 265)
c. Alun-alun Kota Batu
Alun-alun kota merupakan salah satu tempat Sasana dan Jaka mengamen.
Mereka bisanya mengamen pada malam hari dan siang hari mereka gunakan
untuk istirahat. Ketika mengaamen di alun-alun, Sasana mendapat perlakuan tidak
sopan dari lima orang laki-laki yang pada saat itu sedang mabuk. Berikut kutipan
tidak langsung yang menggambarkan latar tersebut
(87) Malam ini kami hanya beredar di seputar alun-alun. Sudah hampir
subuh saat kami mampir di warung lesehan pojok utara alun-alun. Ada
lima laki-laki di warung itu. Tak terlalu banyak. Tapi tetap lumayanlah
untuk nambah-nambah rezeki. Penutup sebelum kami mengakhiri mala
mini. (Madasari, 2013: 61)
4.3.1.3 Sidoarjo
Sidoarjo adalah kota di mana Marsini bekerja. Marsini adalah anak dari
Cak Man yang merupakan salah satu teman Sasana dan Jaka. Marsini hilang
setelah dia menuntut kenaikan gaji di tempatnya bekerja. Sasana dan Jaka berniat
untuk membantu mengembalikan Marsini dengan cara berdemo, tetapi mereka
kemudian di penjara dan dianiaya oleh petugas setempat. Berikut penggambaran
beberapa tempat tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
a. Pabrik Sepatu
Pabrik sepatu merupakan tempat Marsini bekerja. Cak Man yang
merupakan teman Sasana dan Jaka mempunyai anak yang bernama Marsini.
Marsini hilang setelah ikut demo kenaikan gaji ditempatnya bekerja. Berikut
kutipan tidak langsung yang menggambarkan latar tersebut
(88) Cak Man punya empat anak. Anak pertamanya perempuan, Marsini.
Kerja di pabrik sepatu di Sidoarjo. (Madasari, 2013: 81)
(89) Sesuai rencana, kami sampai di pabrik tempat Marsini bekerja sekitar
jam sebelas siang. Pabrik itu dikelilingi pagar tinggi. Semuanya
tertutup, taka da celah sedikit pun untuk melihat apa yang ada di
dalamnya. Hanya ada satu pintu masuk yang juga selalu ditutup. Dua
pos penjagaan berada di situ. Cak jek dan Cak Man menuju k epos
penjagaan itu, sementara kami menunggu di bawah pohon di seberang
jalan. (Madasari, 2013: 90-91)
b. Kantor Koramil
Kantor Koramil merupakan tempat Sasana, Jaka, dan teman-temannya
ditahan setelah mereka demo agar Marsini dikembalikan. Selama penahanan
tersebut dijelaskan Sasana sangat trauma dan ketakutan terhadap perlakuan aparat
yang ada di penjara tersebut. Berikut kutipan tidak langsung yang
menggambarkan latar tersebut
(90) Aku berada di sel sempit. Sendirian. Masih dengan hanya memakai
celana dalam dan BH. Entah di mana Cak Jek, Cak Man, dan kawan-
kawan Marjinal. (Madasari, 2013: 96)
(91) Setiap hari mereka melakukan hal sama. Membawaku keluar dari sel,
menanyaiku sekali-dua kali, lalu sisanya mereka gunakan tubuhku
untuk melayani mereka. Aku sudah kehilangan harapan, sampai pada
hari keempat belas, mereka membawaku keluar dari gedung itu. Baru
aku tahu di mana sebenarnya aku berada selama ini. Kantor Koramil.
Mereka melepaskanku. (Madasari, 2013: 100)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
4.3.1.4 Batam
Batam adalah tempat pabrik elektronik di mana Jaka bekerja menjadi
buruh pabrik. Batam juga menjadi tempat perkenalan pertama kali dengan
perempuan yang bernama Elis, dia mengenal Elis di tempat lokalisasi dan
menyukainya secara diam-diam. Berikut penggambaran beberapa tempat tersebut
a. Pabrik Elektronik
Pabrik elektronik merupakan pabrik tempat Jaka bekerja setelah dia lepas
dari tahanan sewaktu ikut membantu demo untuk mengembalikan Marsini yang
hilang. Impiannya menjadi seniman dan pengamen harus ia kubur dalam-dalam,
nasib membawanya bekerja sebagai buruh pabrik barang-barang elektronik milik
Jepang. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan latar tersebut
(92) Untunglah mencari kerja di Batam tidak terlalu susah disbanding
dengan mencari kerja di Jawa. Banyak pabrik di sini. Pabrik-pabrik
baru juga terus berdiri. Tak sampai satu bulan tinggal di tempat
kakangku, aku sudah mendapat pekerjaan di pabrik barang-barang
elektronik milik Jepang. (Madasari, 2013: 161)
b. Nagoya
Nagoya merupakan tempat pusat pembelanjaan di Batam. Biasanya buruh
pabrik menggunakan gajinya untuk berbelanja berbagai kebutuhan di Nagoya.
Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan latar tersebut
(93) Dari dermaga itu kami menuju ke pusat pertokoanNagoya. Ini pusat
belanja terbesar di pulau ini. Banyak barang yang didatangkan dari luar
negeri. Baju, parfum, dan berbagai barang lainnya. Kami menyusuri
took-toko itu, melihat-lihat, membeli kalau memang ada yang dimau.
(Madasari, 2013: 165)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
c. Sintai
Sintai merupakan salah satu daerah lokalisasi yang berada di Batam. Di
Sintai, Jaka bertemu dengan seorang pelacur yang bernama Elis. Dia
menyukainya tetapi tidak berani mengutarakannya. Berikut kutipan tidak langsung
yang menggambarkan latar tersebut
(94) SINTAI. Begitu tulisan besar yang terpampang di gerbang tempat yang
kami tuju. Mobil-mobil berjajar di samping gerbang. Pengunjung keluar
masuk bergantian. Tempat ini memang ramai. Setidaknya sampai
kunjunganku yang ketiga ini tempat ini tak pernah sepi. (Madasari,
2013: 168)
(95) Maka saekarang aku susuri lorong yang diterangi lampu kerlap-kerlip
warna-warni ini. Menyusuri lorong ini taka da bedanya dengan
menyusuri jalanan sebuah kota. Rumah-rumah kecil bejajar
dipinggirnya. Penghuninya menunggu di depan pintu, memanggil-
manggil setiap orang yang lewat untuk bertamu. Di sepanjang lorong
banyak yang berjualan. Makanan, rokok, bir, sabun, kondom, dan pil
penguat. (Madasari, 2013: 168)
4.3.2 Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro 2007:230).
Peristiwa yang diceritakan dalam novel Pasung Jiwa merupakan peristiwa yang
mengambil setting tahun 90-an. Ketika masih terjadi kerusuhan dimana-mana dan
ketika rakyat sedang susah akibat krisis moneter.
Peristiwa yang terjadi dalam novel Pasung Jiwa dimulai saat pengarang
menceritakan riwayat singkat bagaimana Sasana dipaksa berlatih piano oleh
orangtuanya dan berakhir saat pengarang menceritakan ketika Sasana dan Jaka
mendapatkan kebebasannya. Berikut beberapa peristiwa yang menunjukkan
adanya latar waktu dalam novel Pasung Jiwa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Peristiwa terjadi ketika Sasana naik kelas 4 SD. Dia sudah pandai bermain
piano dan mendapatkan juara dalam diberbagai perlombaan. Berikut kutipan tidak
langsung yang menggambarkan hal tersebut
(96) Pada usia yang sangat muda, baru naik kelas 4 SD, aku sudah puluhan
kali memainkan piano di depan banyak orang. Di sekolah sampai di
pusat-pusat perbelanjaan. Untuk hanya sekedar latihan hingga untuk
lomba. (Madasari, 2013: 15)
Peristiwa juga terjadi saat libur sekolah, ketika Sasana bersiap masuk
SMP. Dia mulai mengenal musik dangdut dan menyukainya. Berikut kutipan
tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut
(97) Aku tak ingat bagaimana awalnya. Saat itu sedang masa libur sekolah.
Aku baru lulus SD, bersiap masuk SMP. Malam itu aku sudah berada di
kampung di belakang komplek rumahku, berdiri di antara puluhan laki-
laki dan perempuan menonton sebuah pertunjukan. Seorang perempuan
berbaju gemerlap berdiri di panggung. Ia baru selesai menyelesaikan
satu lagu. Menyapa penonton dengan akrab dan genit, yang langsung
disambut sorakan dan tepuk tangan penonton. (Madasari, 2013: 17)
Peristiwa juga terjadi pada pagi hari, ketika Sasana mendapat gangguan
dari kelompok gang di sekolahnya. Saat masuk SMA, Sasana sering medapat
pukulan dan harus menyetor uang ke anggota gang di sekolahnya. Berikut kutipan
tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut
(98) Pagi ini DARK Gang mencegatku di pagar sekolah. Mereka langsung
menyeretku ke belakang, ke WC yang dulu digunakan untuk
menghajarku pertama kali. (Madasari, 2013: 38)
Peristiwa terjadi pada tanggal 17 Agustus 1993, Sasana melanjutkan
pendidikannya di Malang. Di sana Sasana meninggalkan kuliahnya dan memilih
untuk mengamen bersama Cak Jek. Di Malang, Sasana juga menemukan jati
dirinya. Dia perlihatkan sisi feminism nya dan mengganti nama menjadi Sasa.
Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
(99) 17 Agustus 1993
Sungguh aku tak hanya sedang menyanyi. Aku sedamg benar-benar
mandi lho. Tubuhku lengket dan manis. Lidahku tak tahan mau
menjilat-jilat lengan, jari, paha, semuanya! Kalau lidahku sendiri saja
sudah begitu tergoda, bagaimana dengan lidah-lidah mereka yang
sedang berkerumun di depan panggung ini? Dari tadi mereka bergoyang
tanpa henti, sambal matanya jelalatan kea rah panggung. (Madasari,
2013: 45-46)
(100) Malam yang menjadi awal ini semua. Seharian itu aku tidur nyenyak.
Setelah dua bulan jadi aanak baru di Malang, aku menemukan sesuatu
yang membuatku bahagia. (Madasari, 2013: 48)
Peristiwa juga terjadi pada malam hari, ketika Sasana sedang mengamen
bersama Jaka di alun-alun Batu. Dia mendapat perlakuan tidak sopan dari lima
orang laki-laki dan membuatnya marah. Berikut kutipan tidak langsung yang
menggambarkan hal tersebut
(101) Malam ini kami hanya beredar di seputar alun-alun. Sudah hampir
subuh saat kami mampir di warung lesehan pojok utara alun-alun.
Ada lima laki-laki di warung itu. Tak terlalu banyak. Tapi lumayanlah
untuk nambah-nambah rezeki. Penutup sebelum kami mengakhiri
malam itu. Aku belum selesai menyanyikan satu lagu saat salah
seorang laki-laki itu meremas tonjolan dadaku. Ia melakukannya
sambal tertawa. (Madasari, 2013: 61)
Peristiwa terjadi pada pagi hari, ketika Cak Man berkunjung ke rumah
Jaka dan Sasana di Batu. Kedatangan Cak Man ingin memberitahukan ke mereka
kalau anaknya yang bernama Marsini menghilang setelah ikut berdemo kenaikan
gaji di tempatnya bekerja. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan
hal tersebut
(102) Cak Man datang ke rumah kami pagi ini. Mengejutkan. Sebab ia tak
pernah datang ke sini sebelumnya. Aku dan Cak Jek juga tak pernah
memberikan alamat jelas di mana kami tinggal. Cak Man hanya tahu
nama kampung tempat kami tinggal. Ia nekat datang begitu saja, lalu
bertanya ke orang-orang. Dengan hanya menyebutkan nama semua
orang sudah tahu siapa yang dicari Cak Man. “Anakku ilang” katanya
sesaat setelah kami persilakan duduk. (Madasari, 2013: 80-81)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Peristiwa juga terjadi pada sekitar jam 11.00 siang, ketika Sasana, Cak Jek,
Cak Man, dan beberapa teman-temannya datang ke Sidoarjo untuk berdemo di
tempat Marsini bekerja agar pihak pabrik memberi tahu keberadaan Marsini
sekarang. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut
(103) Kami tak hanya membawa alat ngamen, tapi juga spanduk dan karton-
karton yang sudah ditulisi permintaan agar Marsini segera
dipulangkan. Sesuai rencana, kami sampai di pabrik tempat Marsini
bekerja sekitar jam sebelas siang. Pabrik itu dikelilingi pagar tinggi.
Semuanya tertutup, tak ada celah sedikit pun untuk melihat apa yang
ada di dalamnya. (Madasari, 2013: 90-91)
Peristiwa terjadi pada hari keempat belas, ketika Sasana dikeluarkan dari
penjara. Setelah melakukan demo di Sidoarjo, Sasana dan teman-temannya
ditahan karena dianggap membuat kerusuhan. Selama ditahan Sasana dipukuli dan
dilecehkan. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut
(104) Aku sudah kehilangan harapan, sampai pada hari keempat belas,
mereka membawaku keluar dari gedung itu. Baru aku tahu di mana
sebenarnya aku berada selama ini. Kantor Koramil. Mereka
melepaskanku. Mereka melemparkan kaus dan celana pendek padaku.
“Awas kalau berani macam-macam lagi,” kata salah satu dari mereka.
Sebuah tendangan mendarat di punggung ku “Sana… pergi cepat!”
katanya. (Madasari, 2013: 100)
Peristiwa terjadi pada bulan Maret 1995, ketika Sasana memilih pulang ke
rumahnya di Jakarta dan mengubah dirinya dari Sasa menjadi Sasana. Sasana
pulang dalam keadaan stress berat, dia merasa ketakutan-ketakutan nya selama di
penjara kemarin selalu mengikutinya kemanapun dia pergi. Kemudian akhirnya
dia dimasukkan orang tuanya ke Rumah Sakit Jiwa. Berikut kutipan tidak
langsung yang menggambarkan hal tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
(105) Maret 1995
Aku memilih terperangkap. Terkurung dalam jeruji kasih, terikat
dalam rantai-rantai kenangan. Inilah yang terbaik untukku saat ini.
Sebuah kurungan yang aman, yang menjatuhkanku dari segala
masalah dan kesakitan. Di sini aku mengubur diriku dari kehidupan,
menenggelamkan dariku dari keinginan dan kesenangan. Aku
meringkuk di sudut paling gelap dari tubuh tinggi-besar ini.
Mengubah suara, mengubah rambut dan muka. Mengubah semuanya.
(Madasari, 2013: 101)
(106) Ayah dan Ibu menganggapku tak waras. Aku baru tahu jawabannya
pagi ini. Setelah dua malam berada di tempat ini. Pagi ini pertama
kalinya aku keluar kamar. Seorang petugas menjemputku. Ia
membawaku menyusuri lorong-lorong panjang, melewati kamar-
kamar berteralis yang serupa dengan kamarku. (Madasari, 2013: 115)
Peristiwa juga terjadi pada pagi hari, ketika Sasana tidak menemukan lagi
temannya yang bernama Banua. Banua ditemukan bunuh diri di kamarnya, dia
menganggap dengan bunuh diri dia akan menemukan kebebasannya. Berikut
kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut
(107) Pagi ini tak kutemukan Banua di tempat senam pagi. Orang-orang
yang berkumpul di sana memanggil namaku dan berseru,
“Goyang..goyang!” saat aku datang. Kucari-cari Banua. Aneh sekali,
tak ada dia yang paling bersemangat memintaku bergoyang.
(Madasari, 2013: 140-141)
Peristiwa terjadi pada hari Sabtu malam pukul 01.00 dini hari, ketika
Sasana dan teman-temannya kabur dari Rumah Sakit Jiwa. Masita membantu
Sasana agar bisa keluar dari Rumah Sakit Jiwa, Masita berharap setelah keluar
dari Rumah Sakit Jiwa Sasana menemukan kebebasannya yang sesungguhnya.
Berikut kutipan langsung yang menggambarkan hal tersebut
(108) “Dua hari lagi Sabtu. Sabtu malam waktu yang terbaik. Semakin
sedikt petugas yang jaga malam,” kata Masita. (Madasari, 2013: 153)
(109) “Kalian harus keluar mala mini. Bagaimanapun caranya,” kata
Masita. (Madasari, 2013: 153)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut
(110) Jam satu dini hari, Masita membuka pintu kamarku. Lebih cepat satu
jam dari rencana karena dengan begitu kami punya cukup waktu
untuk keluar dari tempat ini sebelum jam dua. (Madasari, 2013: 153)
Peristiwa terjadi pada bulan Mei tahun 1995, ketika Jaka mendapatkan
pekerjaan di Batam sebagai buruh di pabrik elektronik. Setelah keluar dari
penjara, mimpinya sebagai seniman harus ia kubur dalam-dalam. Ia harus
menggantikan tugas kakaknya untuk mengirimi uang bulanan kepada Ibunya.
Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut
(111) Mei 1995
Ya beginilah yang namanya masib. Maunya apa, jadinya apa. Kalau
mengikuti yang kumau, ya pasti aku memilih ngamen saja. Bebas,
hati selalu senang, tidak diatur-atur orang. Tapi mau bagaimana lagi
kalau nasibku sekarang malah berada di tempat ini. Bukannya
memegang gitar, ketipung, atau kecrekan, eee… malah mengusap-
usap kaca untuk dijadikan layar televise. (Madasari, 2013: 159)
Peristiwa terjadi pada malam hari, ketika Jaka pergi ke tempat lokalisasi
yang berada tidak jauh dari tempatnya bekerja. Di tempat lokalisasi Jaka bertemu
dengan salah satu pelacu yang bernama Elis, dia menyukainya namun tidak berani
mengungkapkannya. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal
tersebut
(112) Malam ini aku sudah bertekad harus memilih sendiri. Maka sekarang
aku susuri lorong yang diterangi lampu kerlap-kerlip warna-warni ini.
Langkahku berhenti di depan satu kamar. Penghuninya masih sangat
muda, memakai atasan yang seperti kaos singlet dan celana pendek
setengah paha. Ia tersenyum padaku sambil terus mengisap rokoknya.
Aku memilih berhenti di sini, sebab perempuan itu tak menawar-
nawariku untuk masuk. Ia hanya duduk dan terus tersenyum
(Madasari, 2013: 168)
Peristiwa juga terjadi pada bulan Maret 1998, ketika terjadi krisis moneter
di mana-mana Sasana diajak untuk ikut berdemo ke Jakarta. Dia ingin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
melampiaskan kemarahan dan membalaskan dendamnya saat dulu dia perlakukan
tidak adil di penjara. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal
tersebut
(113) Maret 1998
Kota ini menjadi tak biasa. Antrean panjang orang di depan toko
minyak dan bank. Harga sewa kontrakan dan makanan naik dua kali
lipat. Uang ngamen makin berkurang. Semua orang kini jadi pelit dan
merasa kekurangan. Melalui obrolan dari warung ke warung kudengar
kata-kata krismon, krisis moneter. (Madasari, 2013: 239)
(114) Hari terakhir sebelum berangkat Jakarta, kami melakukan pertemuan
rahasia di rumah salah seorang mahasiswa tersebut. Di rumah itu
kami siapkan poster, spanduk, dan bekal yang akan dibawa ke Jakarta.
Mereka berkata padaku, “Sa, kamu maju ya nanti pas demo di
Jakarta.” (Madasari, 2013: 242)
Peristiwa juga terjadi pada bulan Desember 1999, ketika Jaka mendapat
kabar kalau Soeharto sudah tidak lagi menjabat menjadi Presiden. Dia
memutuskan untuk kembali dan mencari pekerjaan di Jawa. Berikut kutipan tidak
langsung yang menggambarkan hal tersebut
(115) Desember 1999
Angin darat membawa kabar. Katanya semua sudah berubah di negeri
seberang. Pak Harto sudah bukan presiden, tentara sudah taka da lagi
punya kuasa, semua orang bebas melakukan apa saja. Lama hidup di
laut, membuatku punya banyak kenalan orang kapal. Aku jadi punya
pilihan : kembali ke Batam atau ikut kapal yang mau pergi ke Jawa,
ke Jakarta. Dari situ aku bisa pergi ke mana saja. Tentu saja aku
memilih ke Jawa. Tak ada yang kulakukan di Batam selain bekerja di
pabrik. (Madasari, 2013: 247-248)
Peristiwa terjadi pada malam hari, ketika Sasana akan manggung di alun-
alun kota Malang. Ibunya yang dulu lebih memaksakan kehendak Sasana,
sekarang sudah bisa menerima Sasana apa adanya. Berikut kutipan tidak langsung
yang menggambarkan hal tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
(116) Ibu memilihkan kostum warna emas untuk malam ini. Bentuknya
celana panjang ketat berumbai dengan atasan tanpa lengan yang
penuh kerlap-kerlip. Dengan baju seperti itu, aku akan lebih mudah
bergoyang. Setiap gerakanku akan menghasilkan lekak-lekuk
maksimal dan penonton akan merasakan kepuasan total. (Madasari,
2013: 290)
Peristiwa terjadi pada pagi hari, ketika Jaka pergi ke penjara untuk
menjenguk Sasana. Sasana di penjara setelah acara manggungnya di alun-alun
Malang mendapatkan protes dari ormas keagamaan yang dipimpin oleh Jaka.
Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut
(117) Pagi-pagi aku berangkat ke Lowokwaru. Aku pakai jubah putih dan
serbanku. Di tanganku aku genggam golok. Di punggungku ada tas
yang berisi uang dan baju. Mudah sekali bagi orang sepertiku
mendapatkan sesuatu. Petugas penjara menyambutku. Ia turuti semua
permintaanku. Aku diantar ke ruang khusus untuk bicara berdua
dengan Sasa. (Madasari, 2013: 318)
Dari penjelasan tentang latar waktu yang digambarkan dalam novel
Pasung Jiwa karya Okky Madasari, dapat disimpulkan bahwa ada latar waktu
yang mempengaruhi terbentuknya konflik batin dalam tokoh Sasana dan Jaka.
4.3.3 Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup
yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
keyakinan, pandangan hidup, cara berbikir dan bersikap (Nurgiyantoro,
2007:233). Dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari selain terdapat
keberagaman latar tempat juga terdapat keberagaman latar sosial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Piano merupakan benda istimewa di keluarga Sasana. Sejak lahir, Sasana
sudah dikenalkan dengan dentingan-dentingan piano. Meskipun orang tua Sasana
bukan seorang seniman, namun mereka memaksa agar Sasana pandai bermain
piano. Hal ini terlihat dalam kutipan tidak langsung di bawah ini
(118) Piano memang benda istimewa di rumah ini. Bagi ayah dan ibuku,
memainkan piano adalah bagian tradisi yang harus dijunjung tinggi.
Aku sendiri heran kenapa mereka sampai bersikap seperti itu. Ayah
dan ibuku bukan pemain music. Mereka memang bisa memainkan
piano. Tapi permainan mereka hanya sekadarnya, jauh berbeda
dengan kemampuanku saat kelas 4 SD. (Madasari, 2013: 16)
Prinsip yang dipegang orang tuanya tersebut membuat Sasana merasa
terkurung dengan aturan-aturan yang memaksanya. Dia terpaksa menyukai apa
yang tidak menjadi kesukaannya. Hingga kemudian dia mengenal musik dangdut.
Dalam novel ini pengarang mencoba untuk menonjolkan dangdut. Dangdut
merupakan musik khas Indonesia yang tidak asing lagi di masyarakat. Berikut
kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut
(119) Si penyanyi tersenyum senang, merasa ia begitu diinginkan. Gendang
ditabuh, gitar dipetik, musik mulai dimainkan. Musik yang tak pernah
kudengar sebelumnya. Yang sangat berbeda dengan komposisi-
komposisi yang kumainkan, juga lagu-lagu yang aku dengarkan. Lalu
penyanyi itu mulai menyanyikan lagu yang juga belum pernah aku
tahu. Tapi entah kenapa lagu itu seperti tak asing buatku. Lagu itu
langsung akrab di telingaku, bahkan liriknya dengan mudah
kuhafalkan. (Madasari, 2013: 18)
Orang tua Sasana melarang dia untuk tidak menyukai dan menonton musik
dangdut, mereka menganggap musik dangdut hanya untuk orang-orang nakal dan
pemabuk. Latar sosial juga terjadi ketika Sasana masuk ke sekolah khusus laki-
laki. Di sekolah ini, Sasana dipaksa untuk gabung dengan kelompok gang dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
disuruh menyetor uang untuk mereka. Berikut kutipan langsung yang
menggambarkan hal tersebut
(120) “Kamu mau jadi anggota geng kita?” tanyanya. Aku diam. Tak paham
maksud pertanyaannya. “Jawab!” serunya sambil memukul dadaku.
Aku berteriak kesakitan. Sakit sekali. Kini tubuhku didorong ke arah
orang lain. (Madasari, 2013: 32)
(121) Salah satu dari mereka menarik tubuhku, lalu kembali menekanku ke
dinding. “Jadi, mulai sekarang kamu anggota Dark Gang. Siaaap?!”
“Si…ap…” jawabku. Lemah dan pelan. Dia masih belum puas.
“Jawab yang kears!” serunya. “Siaaap!” teriakku. Sekeras-kerasnya.
(Madasari, 2013: 32)
Berikut kutipan tidak langsung yang juga menggambarkan latar sosial tersebut
(122) Setiap hari, lima anggota Dark Gang menghampiriku saat aku baru
keluar dari kelas. Mereka minta jatah lima ribu rupiah. Kadang
mereka menggeledah tasku, mengambil apa saja yang bisa diambil.
(Madasari, 2013: 34)
Dalam novel ini juga terdapat latar sosial yang menggambarkan tingkatan
kelas berdasarkan golongan pangkat. Setelah dipukuli oleh kelompok gang di
sekolahnya, Sasana tidak memperoleh keadilan dari pihak sekolah maupun
hukum, mereka takut memproses kasus pemukulan tersebut karena salah satu
anggota gang merupakan anak pejabat. Berikut kutipan langsung yang
menggambarkan status sosial tersebut
(123) “Ada satu anak jenderal, satu anak pejabat. Kasusnya tidak bisa
diproses,” jawab Ayah datar. “Hah? Anak kita disiksa seperti anjing
lalu pelakunya tidak bisa diproses?!” Ibu berteriak. (Madasari, 2013:
42)
Latar sosial juga terjadi mengenai adanya tradisi saweran. Tradisi ini
diperkenalkan pengarang ketika Sasana sedang mengamen bersama Jaka. Setelah
mengamen biasanya seorang pengamen mengedarkan kantong kepada orang-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
orang sekitar. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan latar sosial
tersebut
(124) Kadang kalau kami sudah kehabisan uang dan tak ada satu pun yang
mengundang, kami main saja di jalanan. Orang-orang satu per satu
berkumpul lalu aku berkeliling mengedarkan kantong mita saweran.
Dari uang itu kami bisa makan, sambal menunggu panggilan orang
hajatan yang butuh hiburan. (Madasari, 2013: 47)
Latar sosial terjadi ketika pengarang mencoba menggambarkan anak
jalanan. Ketika sedang beristirahat di warung, Sasana dihampiri oleh beberapa
pengamen jalanan, mereka mengatasnamakan dirinya Marjinal. Lewat lagu yang
mereka nyanyikan mereka sedang memperjuangkan hak mereka sebagai rakyat
agar tidak selalu ditindas oleh pejabat Negara. Berikut kutipan tidak langsung
yang menggambarkan hal tersebut
(125) Penampilan nyeleneh mereka justru sangat sangar. Rambut dicukur di
bagian samping lalu ditegakkan bagian atasnya. Anting-anting di
salah satu telinga. Kaus hitam dengan gambar-gambar seram. Celana
jins robek-robek dengan rantai menggelantung di saku. Ada tato di
tangan, leher, atau kaki mereka. Gambarnya macam-macam. Dari ular
hingga gambar perempuan. (Madasari, 2013: 65)
Adanya kebiasaan seseorang kelas menengah ke bawah ketika ingin
meminta bantuan. Pada umumnya mereka tidak membutuhkan waktu terlalu lama
untuk sekedar berbasa-basi untuk meminta bantuan. Sasana dan Jaka mengajak
dua orang anak pengamen jalanan untuk mengamen bersama mereka. Berikut
kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut
(126) Cak Jek memberi isyarat untuk mendekati dua bocah itu. Tak butuh
waktu lama buat sesame orang jalanan seperti kami untuk berbasa-
basi. Hanya dengan menawarkan makan bersama, dua bocah itu sudah
mau mengikuti kami. (Madasari, 2013: 70)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Terdapat kebiasaan orang-orang mengundang seseorang untuk mengisi
acara sunatan atau nikahan di desa mereka. Sasana, Jaka, Memed dan Leman
diminta untuk menyanyi di acara sunatan yang diadakan oleh warga sekitar tempat
mereka tinggal. Berikut kutipan langsung yang menggambarkan latar sosial
tersebut
(127) “Begini lho, Mas, kami mau menyunatkan anak lanang. Ingin ada
sedikit rame-ramean. Lihat tulisan di depan itu jadi mau nanya-
nanya,” kata si tamu laki-laki. “Wah… bisa. Bisa sekali! Kami sering
kok ditanggep buat sunatan,” balas Cak Jek. (Madasari, 2013: 74)
Peristiwa selanjutnya terjadi ketika Cak Jek, Sasana, dan beberapa
temannya berdemonstrasi menuntut kembalinya Marsini yang menghilang setelah
menuntut kenaikan gaji. Demonsrasi adalah cara mereka menuntut keadilan atas
ketidakadilan yang mereka peroleh. Berikut kutipan tidak langsung yang
menggambarkan hal tersebut
(128) Lha tapi kemudian apa yang terjadi hari ini? Ternyata mau tidak mau
kami mesti juga berurusan dengan Negara, dengan politik. Terus
sekarang Cak Jek sendiri yang mengusulkan berdemonstrasi dengan
cara yang nyeni. (Madasari, 2013: 89)
Peristiwa juga terjadi ketika Sasana dituduh anggota PKI oleh petugas
keamanan yang menahan setelah demonstrasi menuntut kembalinya Marsini. Pada
jaman itu PKI (Partai Komunisi Indonesia) dianggap yang sering membuat
kerusuhan dan cenderung melawan pemerintah.Berikut kutipan langsung yang
menggambarkan hal tersebut
(129) “Hei, cong, kowe PKI ya?” Tanya si komandan. Aku langsung
menggeleng. PKI apa? Partai Komunis Indonesia? Partai yang
dilarang itu? Seumur-umur tahu namanya juga Cuma dari pelajaran
sekolah. “Jawab!” “Bukan”, jawablu. “Terus ngopo bikin rusuh koyok
mau awan?” (Madasari, 2013: 97)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Mengenai kebiasaan orang-orang ketika mengetahui sesuatu yang
menyimpang dengan moral dan aturan yang ada. Elis dianggap melanggar moral
ketika orang-orang mendapati dia sedang bersenggama dengan pria lain di rumah
Jaka. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut
(130) Kubiarkan orang-orang itu menggiring Elis dan tamu Elis berjalan
menyusuri perkampungan. Mulut orang-orang itu tak henti bersuara.
Ada yang berteriak “Lonte”, “Pelacur”, “Zina” dan “Dosa”. Semua
orang keluar rumah, berdiri di pinggir jalan, seperti melihat tontonan.
(Madasari, 2013: 190)
Novel ini juga menggunakan kelas sosial yang menunjukkan kalangan
buruh dan orang berkantor. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan
hal tersebut
(131) Kami berjalan meninggalkan wilayah pabrik menuju barisan ruangan
yang dipindahkan oleh gudang-gudang. Di situlah semua orang
kantoran berada. Orang-orang sekolahan, pegawai-pegawai, manajer,
sampai direktur semua berkantor di situ. Lain dengan kami, buruh-
buruh, yang hanya diisap tenaganya. Kalau mereka yang dipakai kan
otaknya, kepintarannya. Kami kerja dengan seragam buruh yang sama
sekali tidak necis ini. Sementara orang-orang kantoran kerja dengan
baju yang bagus dan rapi, bahkan ada yang pakai jas dan dasi. Meski
sama-sama kerja, kami ini sudah beda kelas. Mereka jauh lebih tinggi
kelasnya. (Madasari, 2013: 196)
Dalam novel ini juga terdapat kebiasaan yang menggambarkan tentang
aborsi yang dilakukan oleh seorang dukun. Berikut kutipan tidak langsung yang
menggambarkan hal tersebut
(132) Aku duduk menghadap perempuan yang berbaring di atas tikar
dengan hanya berbalut sarung. Persis seperti suami yang sedang
menunggui istri yang mau melahirkan. Perempuan tua pemilik rumah
sedang menyiapkan semuanya. Persis seperti dukun yang sedang
menyiapkan Ubo Rampe. Tak jauh dari tempatku duduk, ada baskom
berisi gumpalan daging. Napasku sesak. (Madasari, 2013: 205)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Adanya kebiasaan pada jaman reformasi. Dimana saat itu terjadi krisis
moneter dan kerusuhan dimana-mana. Berikut kutipan tidak langsung yang
menggambarkan hal tersebut
(133) Maret 1998
Kota ini menjadi tak biasa. Antrean panjang orang di depan toko
minyak dan bank. Harga sewa kontrakan dan makanan naik dua kali
lipat. Uang ngamen makin berkurang. Semua orang kini jadi pelit dan
merasa kekurangan. Melalui obrolan dari warung ke warung kudengar
kata-kata krismon, krisis moneter. (Madasari, 2013: 239)
Adanya organisasi massa (Ormas) yang mengatasnamakan agama tertentu.
Berikut kutipan langsung yang menggambarkan hal tersebut
(134) Aku menyalami seorang laki-laki berbaju serbaputih dan berjenggot
tebal itu. Orang itu tersenyum lalu berkata “Intinya, di sini kita
berjuang demi kebaikan. Demi agama kita. Demi Allah. Itu yang
harus jadi niat kalau mau berjuang bersama di sini.” (Madasari, 2013:
251)
4.4 Analisis Alur
Alur yaitu rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama
yang menggerakan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian
(Sudjiman, 1988: 30). Seperti yang dikatakan oleh Sudjiman (1988:30-36),
struktur alur meliputi paparan (exsposition), rangsangan (inciting moment),
gawatan (rising action), tikaian (conflict), rumitan (complication), klimaks,
leraian (falling action), selesaian (denouement).
4.4.1 Paparan
Paparan adalah penyampaian informasi awal kepada pembaca yang
disebut juga dengan eksposisi (Sudjiman, 1988: 31). Tahap paparan dalam novel
Pasung Jiwa diawali dengan memaparkan tentang tokoh utama Sasana dan latar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
belakang Sasana sebagai anak yang dipaksa bermain piano oleh orangtua nya
padahal dia lebih menyukai musik dangdut.
(135) Jika bunyi piano adalah suara yang pertama kali kukenal saat berada
dalam rahim ibuku, piano pula benda pertama yang dikenalkan Ayah
dan Ibu setelah aku lahir. Mereka suka sekali mendudukkan aku di
depan piano, menuntun tanganku untuk memencet-mencet tiap
tutsnya. Aku tak menyukainya. Tapi orangtuaku sebaliknya.
(Madasari, 2013: 14)
(136) “Lho, kok malah senyum? Kenapa semalam sampai goyang kayak
gitu?” “Musiknya enak, Yah. Badan Sasana jadi mau goyang sendiri,”
jawabku sambal memainkan tangan. Entah kenapa tanganku ingin
bergerak ketika aku menyebut kata ‘goyang’. (Madasari, 2013: 22)
Piano merupakan bagian tradisi yang harus dijunjung tinggi oleh keluarga
Sasana. Ayahnya bekerja sebagai pengacara dan ibunya sebagai ahli bedah, walau
kedua orang tuanya bukan pemusik mereka menginginkan anaknya untuk menjadi
anak yang mahir dalam memainkan piano.
(137) Mereka percaya, benda ini akan akan sangat berguna. Tak hanya
untuk kebahagiaan mereka berdua, tapi juga demi masa depan anak-
anak mereka. Mereka yakin, music yang dimainkan dengan piano itu
akan memberikan kecerdasan pada anak-anak mereka. Itu keyakinan
yang mereka dapat dari buku-buku yang mereka baca. Aku dan melati
menjadi perwujudan keyakinan itu. (Madasari, 2013: 17)
(138) Ketika aku sudah bukan lagi bayi dan memasuki masa kanak-kanak,
orangtuaku mendatangkan seorang guru piano untuk mengajariku.
guru itu datang seminggu dua kali pada sore hari. Pada hari-hari guru
itu datang, aku selalu dimandikan lebih awal. Lalu pengasuhku
membawaku ke ruang tengah, tempat piano keluargaku berafda.
Hanya satu jam guru itu mengajariku. Tapi rasanya sangat lama. Aku
tak menyukainya. (Madasari, 2013: 14)
4.4.2 Rangsangan
Rangsangan adalah peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan
sehingga memiliki potensi untuk kemudian mengembangkan jalan cerita yang
akan berlanjut pada bagian gawatan. (Sudjiman, 1988:33) Saat masuk SMA,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
orangtua Sasana memasukkan Sasana di sekolahan khusus laki-laki, hal itu
dilakukan agar Sasana tidak berbuat yang aneh-aneh.
(139) Aku tak bisa membantah ketika setelah lulus SMP dimasukkan ke
SMA khusus laki-laki. Sebuah SMA yang dikelola yayasan khusus
Katolik. Mereka berdua yang memilihkan untukku, tanpa pernah
bertanya aku ingin sekolah di mana. Ayah dan Ibu berpikir itu yang
terbaik untukku. Pergaulan dengan sesama laki-laki akan
menghindarkan aku dari hal-hal yang buruk. (Madasari, 2013: 30)
Namun, terdapat gejala premanisme di sekolahnya. Sehari-hari Sasana
menjadi korban pemerasan dan pemukulan oleh kelompok gang di sekolah, di
mana ia harus menyetor uang jajannya ke gang tersebut.
(140) Dua orang yang memegang tanganku mendorong tubuhku hingga
mengenai dinding. Kepealaku terbentur. Belum sempurna aku berdiri,
salah seorang dari mereka mendorongku kembali, lalu menekan
tubuhku ke dinding. Tangannya kini mencekik leherku. (Madasari,
2013: 31-32)
(141) Setiap hari, lima anggota Dark Gang menghampiriku saat aku baru
keluar dari kelas. Merea minta jatah lima ribu rupiah. Kadang mereka
menggeledah tasku, mengambil apa saja yang bisa diambil. Aku
menurut apa pun yang mereka minta aku berikan. Asalkan aku tak
dipukul hingga ketika pulang penuh lebam dan membuat ibuku
menangis. (Madasari, 2013: 34)
Bagi Sasana, ke sekolah seperti ke neraka. Selalu dibayang-bayangi
ketakutan akan pemukulan dan penghinaan oleh kelompok gang tersebut.
(142) Tatap matanya mengingatkan pada sesuatu: Aku benci perkelahian,
aku tak mau ada darah. Aku benci dunia laki-laki. Aku ingin
tenggelam dalam dunia Melati. (Madasari, 2013: 39)
4.4.3 Gawatan
Jalan hidup Sasana berubah, ketika ia melanjutkan kuliahnya di Malang.
Di sana dia bertemu dengan Jaka atau Cak Jek, seorang pengamen yang mahir
bermain gitar dalam alunan lagu-lagu dangdut membuat Sasana akhirnya ikut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
menyanyi dan bergoyang. Cak Jek kemudian mengajak Sasana untuk mengamen.
Sasana yang seolah menemukan dunianya menerima ajakan Cak Jek, dan lambat
laun ia mulai meninggalkan kuliah dan tempat kosnya.
(143) Pada suatu siang, Cak Jek menyuruhku pindah kos. Katanya kosku tak
lagi layak. Kosku itu hanya untuk mahasiswa. Sementara aku… aku
bukan lagi mahasiswa. Aku penghibur. Aku biduan. Aku mencari
uang dari suara dan goyangan. Lebih dari urusan uang, tentu saja aku
sedang mencari kesenangan. (Madasari, 2013: 50)
Untuk membuat lebih menarik Cak Jek mendandani Sasana dengan
pakaian wanita dan mereka mulai mengamen dan pentas dari satu panggung
hajatan ke panggung hajatan lainnya. Semenjak itu Sasana merubah namanya
menjadi Sasa. Ia menikmati perubahan penampilan dirinya dari seorang pria
menjadi wanita sexy dengan goyangan mautnya. Dengan menjadi Sasa ia merasa
nyaman dan bebas menjadi apa yang dia inginkan.
(144) Sambil terus tersenyum, Cak Jek mengeluarkan satu persatu isi plastik
itu: sepatu merah dengan hak yang tinggi dan lancip, rok-rok mini,
dan blus-blus seksi warna-warni. Waaah… benda-benda yang indah.
Benda-benda yang sejak kecil selalu ingin kumiliki tapi tak pernah
bias. (Madasari, 2013: 52)
Hingga suatu hari Sasana, Jaka, dan beberapa temannya ditangkap polisi
setelah berdemo menuntut agar anak Cak Man yang bernama Marsini segera
dipulangkan. Marsini diculik sesudah menuntut kenaikan gaji di tempatnya
bekerja. Ketika ditangkap dan dipenjara, Sasana menerima perlakuan tidak
senonoh, ia dipukuli dan diperkosa oleh para tentara dan komandan yang
menangkapnya.
(145) Matahari pas berada di atas kepala, langit sedang cerah-cerahnya. Dan
aku hanya memakai celana dalam dan BH, berada di tengah jalanraya,
tanpa ada pelindung aopa-apa di atas kepala. Cak Jek kini beraksi. Dia
mengambil pengeras suara yang kupegang, lalu berorasi di tengah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
orang-orang. Musik terus dimainkan dengan suara agak pelan dan aku
terus bergoyang. “Kami ingin Marsini kembali. Pemilik pabrik ini
harus bertanggungjawab. Marsini hilang setelah meminta naik upah.”
Teriak Cak Jek berulang kali. (Madasari, 2013: 94)
(146) Aku tak menjawab. Aku tak sudi menjawab. Aku tahu, apa pun yang
aku katakana tak akan memuaskannya. Tangan dan kakinya mulai
dimainkan. Memukul, menendang. Biarlah. Hajar terus aku, asal tidak
kausuruh mengisap penismu. Kini dia menarik tubuhku, lalu dengan
kasar menarik celana dalamku sampai putus dan lepas begitu saja. Ia
dorong tubuhku menghadap ke dinding. Lalu…aaaaarrghhh! Sakit,
sakit. Sakit di hati. Sakit di tubuh. Mereka melakukannya bergiliran.
Aku benar-benar sudah merasa bukan agi manusia. (Madasari, 2013:
100)
4.4.4 Tikaian
Sasana begitu terpukul sehingga ketika keluar dari penjara, ia memutuskan
untuk menata hidupnya dan kembali pada kedua orang tuanya. Namun,
kembalinya Sasana pada keluarganya tak berlangsung lama. Jiwanya terus
menerus dibayangi rasa sakit dan terhina atas ulah bejat tentara-tentara yang
menangkap dan memperkosanya hingga akhirnya ia harus dirawat di Rumah Sakit
Jiwa.
(147) Kenapa mereka semua di sini? Karena tak waras? Sama seperti aku?
Aku tak waras. Aku sinting. Haha! Aku tertawa. Kini aku aku
menyadari sesuatu. Tempat ini akan menyelamatkanku dari
ketidakwarasan. Ini tempat pembebasan. Bebas dari ketakutan, bebas
dari kesintingan. Saat semua yang sinting adalah normal, saat
kewarasan adalah keanehan. Apa yang tak boleh kulakukan di sini?
Aku sedang tidak waras. (Madasari, 2013: 116)
Selama di Rumah Sakit Jiwa, Sasana bertemu dengan Masita. Seorang
dokter sekaligus teman yang membantu Sasana dan penghuni RSJ lainnya untuk
kabur.
(148) “Kalian harus berontak.” Aku menatapnya tak percaya. Ia menyuruh
kami berontak. Apakah itu artinya aku akan kembali ditangkap
tentara, disiksa, dan dihina? “Kalau aku jadi kalian, aku akan lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
memilih mati di luar daripada mati di sini.’ Benar sekali kata-katanya.
Aku tak mau mati di tempat ini. Aku tak mau menghabiskan seluruh
waktuku di sini. (Madasari, 2013: 152)
Berbeda dengan Sasana, selepas dari penjara Jaka bekerja sebagai buruh di
sebuah pabrik elektronik di Batam. Menjadi buruh pabrik yang hidup teratur dari
senin sampai Jumat, bekerja dari pagi sampai sore dengan upah yang tidak
seberapa membuat Jaka merasa bosan. Hidup seperti robot, sementara keinginan
terdalamnya sebagai seniman tertimbun dalam-dalam.
(149) Kalau mengikuti yang kumaui, ya pasti aku memlih ngamen saja.
Bebas, hati selalu senang, tidak diatur-atur orang. Tapi mau
bagaimana lagi kalau nasibku sekarang malah berada di tempat ini.
Bukannya memegang gitar, ketipung, atau kecrekan, eee... malah
mengusap-usap kaca untuk dijadikan layar televisi. (Madasari, 2013:
159)
(150) Setiap hari dari jam delapan pagi sampai jam empat sore, aku berdiri
di hadapan meja besar ini, mengusap dan memasang ratusan bahkan
bisa sampai ribuan kaca setiap hari. Pikiranku sudah mati. Aku
bekerja sudah tudak pakai otak lagi. (Madasari, 2013: 159)
4.4.5 Rumitan
Jaka yang semula merasa tertekan akan dirinya sendiri yang pengecut dan
miskin mulai menemukan jati dirinya pada sebuah laskar berjubah putih untuk
ikut berjuang bagi Agama dan Tuhan. Jaka yang sempat belajar pada Laskar di
Jakarta, dielu-elukan ketika dia pulang ke Malang. Orang-orang Laskar Malang
menjadikannya pemimin karena dianggap paling berpengalaman. Jaka yang
semula bukan siapa-siapa kini memiliki dukungan massa, uang, dan pengaruh
politik.
(151) Kini aku Jaka Baru, pejuang untuk agama dan Tuhanku. Orang
bersih yang dihormati. Orang berani yang ditakuti. Kata-kataku
adalah perintah, kemarahanku adalah ancaman besar. Aku bisa
berbuat apa saja. Aku punya kekuatan, aku punya kekuasaan. Dua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
hal yang tak pernah aku miliki sepanjang hidupku sebelumnya.
(Madasari, 2013: 265)
Setelah kabur dari Rumah Sakit Jiwa Sasana kembali ke Malang, ia
mencoba kembali mengamen sendirian tanpa Cak Jek. Pada saat itu masa krisis
moneter Sasana ditawari untuk berdemo di Jakarta. Setelah rezim Soeharto turun
Sasana memutuskan untuk kembali ke rumah orang tuanya, namun Ayahnya
sangat malu melihat anaknya yang berdandan perempuan dan tidak ingin tinggal
bersama lagi.
(152) Ayah malu sekali malam itu. Meski tetangga-tetangga masih belum
percaya aku anaknya, tapi Ayah merasa semua orang kini
menertawakannya. Setelah aku pergi, Ibu memaksa ingin
menemuiku. Ayah melarang. Katanya aku bukan anaknya. Ibu
berkeras. Hingga akhirnya Ayah berkata, “Terserah kalau kau mau
menemui dia. Tapi jangan pernah membawa dia ke rumah ini.”
(Madasari, 2013: 283)
Ibunya memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai ahli bedah
dan menjadi manejer pribadi Sasana. Sasana kembali bernyanyi dangdut dan yang
berbeda di sini Sasana mendapat dukungan dari Ibunya. Beberapa jadwal
manggung mulai berdatangan dan salah satu acara yang akan ia isi berada di
Malang.
(153) Sudah terlalu banyak juga yang Ibu lakukan hingga membuatku
seperti ini. Dia manajerku. Dia yag menagtur semua jadwal
manggungku. Dia yang memilihkan aku pakaian, dia juga yang
mencarikan aku tukang rias untuk mendandaniku. Dia selalu
menemaniku setiap ada pementasan. (Madasari, 2013: 277)
(154) Purwokerto, Jogja, Surabaya, dan Malang. Itu kota yang akan segera
kudatangi dalam waktu dekat ini. Aku akan mengisi bermacam-
macam acara. Ada hiburan politik, pesta pernikahan, hingga acara
dangdut komersial. Yang terakhir itu akan diadakan di Malang. Ibu
bekerja sama dengan pengusaha lokal di Malang untuk membuat
pentas dangdut komersialku di kota itu. (Madasari, 2013: 288)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
4.4.6 Klimaks
Pada suatu hari Jaka melakukan pembersihan acara dangdut porno. Dia
menghancurkan acara itu dan menangkap Sasana karena menganggapnya telah
menistakan agama dan mengandung pornografi.
(155) Kini mereka bergerak menarik semua pakaianku. Aku melawan dan
meronta. Aku tidak mau ditelanjangi. Aku tidak mau dipermalukan
seperti ini. Tapi mereka tak peduli. Kini sekelilingku penuh dengan
orang-orang berjubah putih itu. Mereka semua tertawa menyaksikan
aku ditelanjangi teman-temannya. Seluruh bajuku diambil hanya
celana dalam yang masih melekat di tubuhku. Aku menangis
meraung-raung. Menangisi rasa terhina dan kekalahanku. Aku
merasa sakit, jauh lebih sakit dibanding jika aku dihajar habis-
habisan. Sambil terus terisak, aku tatap orang-orang disekelilingku
satu per satu. Aku mau mereka merasakan kebencian dan dendam
yang sedang kutanam. Tatapan berhenti pada sepasang mata yang
sangat aku kenal. Ia pun menatap aku. Dalam beberapa hitungan,
tatapan kami beradu. Ia kemudian lebih dulu mengalihkan
pandangan. (Madasari, 2013: 293)
4.4.7 Leraian
Jaka akhirnya goyah ketika melihat amarah pada diri Sasana. Apalagi Jaka
adalah orang yang membangkitkan Sasa pada diri Sasana. Dia merasa menyesal
dengan apa yang sudah dia perbuat.
(156) Binatang... binatang... binatang... Benarkah aku binatang? Apakah
aku manusia jika membiarkan orang yang kukeanl dikeroyok di
depan mata? Apakah aku masih manusia jika aku tak punya lagi
belas kasihan? Tapi apakah aku binatang jika memang aku sedang
berjuang untuk hal yang kuanggap benar? (Madasari, 2013: 310)
(157) Apa arti semua yang kulakukan, kalau orang yang melahirkan ku
saja melihatku sebagai binatang? Apa lagi yang kubanggakan? Demi
apa lagi semua yang kulakukan? Demi agama? Demi Tuhan? Kalau
Ibu saja melihatku sebagai binatang pasti juga demikian dengan
Tuhan. Apakah semua yang kulakukan benar? Apakah memang ini
yang dikehendaki Tuhan? Duh, Guti Allah...( Madasari, 2013: 316)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
4.4.8 Selesaian
Pada akhirnya Jaka memilih untuk menyelamatkan Sasana dan bersama-
sama membebaskan diri dari belenggu yang menjerat diri mereka msing-masing.
(158) “Maafkan aku, Sa...” kataku pelan. Sasa tetap bergeming. Kepalanya
tetap menunduk. “Maafkan aku, Sa...” aku ulang lagi kata-kataku.
Kali ini sambil bangkit dari duduk dan menyentuh pundaknya. Sasa
mengusir tanganku dengan kasar. (Madasari, 2013: 319)
(159) Aku berhenti menangis. Au bangkit dan berkata, “Kita harus pergi,
Sa.” Sasa mendongak dan menatapku. “Kita?” Aku mengangguk.
“Kita akan pergi sama-sama. Kita ngamen lagi seperti dulu.” Sasa
masih terus memandangiku. Aku kembali duduk, bicara dengan
memelankan suaraku. “Sa.. Sa, percayalah padaku. Kamu harus
bebas. Kita berdua harus bebas.” (Madasari, 2013: 320)
4.5 Analisis Konflik Batin Menggunakan Teori Psikologi Abraham
Maslow
Analisis psikologis dua tokoh utama, Sasana dan Jaka ini menggunakan
teori Abraham Maslow. Maslow (1970 dalam Feist: 330-331) mengungkapkan
kebutuhan-kebutuhan dasar manusia digolongkan menjadi lima tingkatan, yaitu
kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta dan memiliki, harga diri, dan aktualisasi
diri. Berikut uraian dan analisisnya
4.5.1 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Fisiologis
Dalam novel Pasung Jiwa tokoh Sasana dan Jaka memiliki kebutuhan
fisiologis. Kebutuhan fisiologis Sasana mulai tidak terpenuhi setelah Sasana kabur
dari Rumah Sakit Jiwa. Ia mencoba memberanikan diri kembali mengamen di
Malang. Memulai usaha dari awal tanpa ada bantuan dari Jaka berdampak pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
tidak terpenuhinya kebutuhan fisiologis Sasana. Berikut kutipan yang
menggambarkan hal tersebut
(160) Dua minggu pertama di kota ini aku hidup di jalanan. Aku tak
punya uang buat sewa kamar, walaupun di desa-desa yang mblusuk
sekalipun. Malam aku kerja, siang aku tidur dan latihan. Tempatnya
bisa di mana saja. Kadang di masjid, kadang di bawah pohon di
taman kota, kadang aku juga masuk ke kampusku dulu mencari
celah yang sepi dan bisa dipakai untuk tidur barang sejenak.
(Madasari, 2013: 229)
Sejak saat itu kebutuhan fisiologis Sasana mulai tidak terpenuhi. Ia mulai
mencari uang sendiri tanpa meminta bantuan dari orang tuanya meski hanya
dengan cara mengamen. Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
Sasana memiliki kebutuhan fisiologis yang tidak terpenuhi sehingga
mengakibatkan dia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Kebutuhan fisiologis juga tidak terpenuhi oleh tokoh Jaka. Ketika Jaka
bekerja di Batam, ia tinggal di sebuah mes pabrik yang satu kamar ditinggali oleh
beberapa kamar. Ia juga tidak mempunyai apa-apa selain tenaganya untuk bekerja.
Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
(161) Sama seperti kakangku saat sebelum menikah, aku juga tinggal di
mes pabrik yang memang dibangun untuk buruh-buruh. Satu kamar
diisi empat orang. Padahal normalnya hanya untuk satu orang. Tapi
yam au apalagi? Perlunya kan hanya untuk tidur. Yang penting
badan bisa dibaringkan sudah cukup. Barang juga sama sekali tidak
punya. Baju juga tak sampai lima potong. Untuk bekerja selalu
memakai seragam yang diberikan perusahaan. (Madasari, 2013:
162)
Belum lama bekerja sebagai buruh di pabrik tersebut, Jaka dipecat karena
tanpa sengaja ia memecahkan kaca produksi pabrik tersebut. Kebutuhan fisiologis
Jaka tidak terpenuhi karena dia dipecat tanpa diberi pesangon dari pabriknya.
Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
(162) “Terserah. Itu artinya kamu dipecat dari perusahaan ini,” katanya.
“Tanpa pesangon karena kamu sendiri yang melakukan kesalahan
dan tidak mau mengikuti aturan.” (Madasari, 2013: 199)
4.5.2 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Rasa Aman
Sasana dan Jaka dalam novel Pasung Jiwa membutuhkan akan rasa aman,
rasa aman dari teman-temannya SMA, tentara, maupun preman. Kebutuhan akan
hukum, ketentraman, dan keteraturan juga merupakan bagian dari kebutuhan akan
rasa aman. Sejak kecil, Sasana selalu dipaksa orang tuanya untuk menyukai piano,
ia selalu tersiksa dan tertekan dengan aturan-aturan yang dibuat oleh orang
tuanya. Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
(163) Memainkan piano hanya soal menggunakan alat, pikirku saat itu.
Kalau sekedar mengikuti apa yang diajarkan guru, aku dengan
mudah melakukannya. Meski sebenarnya aku tak suka dan selalu
tersiksa. (Madasari, 2013: 15)
Ketika Sasana SMA, ia juga mengalami tindak kekerasan yang dilakukan
oleh kelompok anggota geng di sekolahnya. Setiap hari uang sakunya diambil dan
ia dipukuli sampai babak belur. Sampai pada akhirnya kasusnya tersebut tidak
dapat diproses karena salah satu anggota geng tersebut merupakan anak jendral.
Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
(164) Wajah-wajah yang asing, jelas mereka bukan teman sekelasku. Dua
orang merapat ke tubuhku, kiri dan kanan. Satu orang berjalan di
depanku, dua orang di belakangku. Kedua tanganku kini dipegang
dua orang yang berjalan di sampingku. “Ikut kami,” kata salah satu
di antara mereka. Aku kebingungan sekaligus ketakutan. Orang-
orang ini sejak awal sudah menunjukkan sikap bermusuhan.
(Madasari, 2013: 31)
(165) Salah satu dari mereka menarik tubuhku, lalu kembali menekanku
ke dinding. “Jadi mulai sekarang kamu anggota Dark Gang.
Siaaap?!” “Si..ap..,” jawabku. Lemah dan pelan. Dia masih belum
puas. “Jawab yang kears!” serunya. “Siaaap!” teriakku. Sekeras-
kerasnya. Bukan karena aku benar-benar siap ikut geng itu, tapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
karena aku takut. Takut dipukuli dan ditendang lagi. (Madasari,
2013: 32)
(166) “Ada satu anak jenderal, satu anak pejabat. Kasusnya tidak bisa
diproses,” jawab Ayah datar. “Hah? Anak kita disiksa seperti anjing
lalu pelakunya tidak bisa diproses?!” Ibu berteriak. Kini ia bukan
hanya marah pada orang-orang yang menganiayaku dan pada polisi
yang tak memproses perkaraku. Ia marah pada ayahku. (Madasari,
2013: 42)
Kebutuhan rasa aman juga tidak terpenuhi ketika Sasana dipenjara setelah
membantu Cak Man demo di pabrik tempat anaknya bekerja agar anaknya yang
diculik dipulangkan. Selama dipenjara, Sasana mendapat perlakuan yang tidak
senonoh, ia diperkosa dan dipukuli oleh beberapa tentara yang ada tahanan
tersebut. Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
(167) Aku bangun sambal meringis kesakitan. Pipiku terasa bengkak dan
panas. Belum sempurna aku berdiri, sebuah tendangan bersarang di
perutku. Aku terhuyung ke belakang sampai membentur dinding.
Orang yang lain kini menarik rambutku. Aku berteriak. Ia terus
menarik, memaksaku mengikuti ke mana langkahnya. Kami
berhenti di ruangan tanpa jendela. “Duduk!” seru mereka sambal
mendorong tubuhku ke kursi itu. Mereka keluar. Pintu ditutup. Aku
sendirian di dalam ruang yang gelap. Kepalaku semakin berat,
tubuhku lemas, aku sangat haus dan lapar. Apa yang terjadi
denganku? Apa yang terjadi dengan kawan-kawanku? Cemas dan
takut memenuhi pikiran dan perasaanku. (Madasari, 2013: 96-97)
(168) Sepanjang malam aku terus menggigil. Antara kesakitan, ketakutan,
dan kedinginan. Aku masih tetap memakai celana dalam dan BH.
Sedikit pun mereka tak tersentuh untuk memberiku kain penutup
apa saja. Dasar bajingan! (Madasari, 2013: 99)
Setelah keluar dari penjara, Sasana mengalami ketakutan dan kecemasan
yang selalu membayanginya ia merasa dirinya tidak aman dan dihantui oleh
orang-orang yang dulu telah menyiksanya. Hal itu membuat Sasana harus dirawat
di Rumah Sakit Jiwa. Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
(169) Semakin aku berpapasan dengan banyak orang, semakin kalut
perasaanku. Orang-orang itu menatapku penuh heran. Apakah
mereka sudah menemukan kejanggalan pada diriku? Mereka seperti
curiga, aku adalah orang di luar golongan mereka yang bisa
menimbulkan bahaya. Kini tatapan mereka jadi penuh kebencian.
Aku merasa terancam. Aku merasa tak lama lagi mereka akan
mengerubungiku, meneriakiku, lalu mengarakku tanpa baju. Aku
ketakutan. Aku sedang tidak aman. Segala hal bisa mereka lakukan.
(Madasari, 2013: 109)
Beberapa bulan di Rumah Sakit Jiwa kemudian Sasana memutuskan
untuk kabur bersama teman-temannya. Keluar dari Rumah Sakit bukan serta-
merta Sasana aman, dia dipukuli oleh preman-preman pasar ketika dia tak mau
membayar setoran. Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
(170) Mereka pergi membawa semua barangku. Tape, mik, dan uang yang
kubawa dari rumah. Aku masih tersungkur di tanah. Banyak orang
di sekitarku yang melihat kejadian itu. Kenapa tak satu pun
menolongku? Kenapa taka da yang berani melawan preman-preman
itu? (Madasari, 2013: 237)
Dari kutipan-kutipan di atas maka dapat diambil kesimpulan Sasana
mengalami konflik batin yang sangat mendalam, rasa cemas, sedih, takut, malu
akibat tidak terpenuhinya kebutuhan akan rasa aman.
Kebutuhan rasa aman Jaka tidak terpenuhi ketika rumah kontrakan yang
ia tinggali bersama Elis di Batam didatangi oleh sejumlah massa dan menyuruh
Elis untuk pergi dari rumah tersebut karena rumah itu sudah dijadikan tempat
pelacuran oleh Jaka. Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
(171) Aku menelan ludah. Kakiku gemetar. Aku ketakutan. Ketakutan
yang sama dengan yang dulu kurasakan saat disekap di penjara
tentara. Ingatan tentang masa itu kembali datang. Kembali
kurasakan siksaan mereka. Rasa sakit yang luar biasa disekujur
tubuhku, rasa terhina dan malu yang mengeras dalam hatiku.
Ingatan itu kini mematikan seluruh keberanianku. Aku hanya diam
mematung saat orang-orang itu memaksa masuk rumah dan
membuka pintu kamar Elis. Aku tak melakukan apa-apa, bahkan
bersuara pun aku tidak. (Madasari, 2013: 189)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Ketakutan dan merasa bersalah selalu membayangi Jaka, setelah keluar
dari rumah kontrakan itu Jaka kembali ke mes yang dulu sudah disediakan oleh
pabrik tempatnya bekerja. Tak berapa lama bekerja, dia dipecat karena
memecahkan salah satu kaca. Jaka kemudian menjadi buronan satpam pabrik
karena telah membuat kerusuhan mengajak para buruh untuk berdemo besar-
besaran. Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
(172) Aku ikut berjalan bersama mereka ke dalam kapal. Sepuluh hari di
laut tak jadi soal. Bahkan lebih lama juga lebih baik. Berada di laut
bersama mereka jauh lebih aman untukku daripada tetap berada di
daratan. Aku bisa bekerja tanpa dibayar. Asal bisa sembunyi dengan
aman dan bisa tetap makan. (Madasari, 2013: 221)
Jaka juga mengalami rasa tidak aman ketika dia bersama teman-teman
Laskarnya sedang menggrebek kos-kosan di sekitar kampus yang dipakai untuk
tempat maksiat. Bayangan tentang Elis kembali muncul berupa tatapan pelacur-
pelacur yang sedang ia razia. Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
(173) Bertahun-tahun aku dikejar oleh tatapan Elis yang terakhir kali
kulihat. Tatapan penuh gugatan karena aku tak melawan orang-
orang yang membawanya. Bertahun-tahun aku berusaha
melepaskan diri dari tatapan itu. Kini, tatapan itu kembali hadir
melalui mata perempuan lain. Aku gemetar. Aku ketakutan. Jiwaku
terbelah, masing-masing berebutan saling menenggelamkan.
(Madasari, 2013: 303)
Ketakutan Jaka berlanjut ketika Ibunya yang sduah meninggal masuk
dalam mimpinya dan menuduhnya sebagai binatang. Ketakutan itu bermula ketika
Jaka memasukkan Sasana ke dalam penjara karena goyangan Sasana yang
bertentangan dengan Laskar yang ia pimpin. Rasa tidak aman akan hukuman
orang tuanya itu terlihat dari kutipan beriku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
(174) Ibu datang dalam mimpiku malam ini. Ia menangis di kamarnya.
Waktu aku dekati ia malah marah. Mendorongku menjauhinya. Aku
bertanya kenapa. Ibu melotot dan menuding mukaku, ‘Kamu bukan
anakku. Kamu binatang.” Aku terbangun seketika. Tubuhku penuh
peluh. Aku gemetar. Lalu aku menangis. (Madasari, 2013: 316)
4.5.3 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Cinta dan Keberadaan
Setelah orang memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan, mereka
menjadi termotivasi oleh kebutuhan akan cinta dan keberadaan. Dalam novel
Pasung Jiwa, masing-masing tokoh juga membutuhkan rasa cinta dan kebaraan
dari keluarga maupun lingkunnya.
Kebutuhan cinta dan kebaradaan yang tidak terpenuhi oleh Sasana ketika
dia bersama Jaka sedang berjalan menuju tempat hajatan yang akan mereka hadiri.
Di sepanjang perjalanan Sasana mengenakan pakaian yang feminin sehingga
pandangan mereka berubah ketika melihat Sasana. Rasa malu dan tidak percaya
diri selalu membayangi Sasana. Berikut kutipan yang menggambarkan hal
tersebut
(175) Apalagi orang-orang ini, yang pikiran dan kelakuannya sangat
berbeda dari yang biasa kutemui di jalanan. Di hadapan orang-orang
ini aku malu, merasa telah melakukan sesuatu yang tak pantas.
Padahal tak ada hal buruk yang mereka lakukan padaku. Mereka
hanya melihatku sambil tersenyum, tertawa, lalu membicarakanku
dengan orang di sebelah mereka. Aku bisa membedakan tatapan
yang menghina atau gerak tubuh yang mengundang masalah.
(Madasari, 2013: 77)
Setelah kabur dari Rumah Sakit Jiwa, Sasana kembali mengamen lagi di
Malang. Di sana dia menyewa rumah kontrakan di daerah gang sempit tak jauh
dari pasar itu yang kebanyakan tetangganya adalah pelacur. Kebutuhan akan
keberadaannya di sini tidak terpenuhi karena dia merasa tidak percaya diri tinggal
di lingkungan pada umumnya. Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
(176) Aku menyewa rumah kontrakan murahan di gang sempit tak jauh
dari pasar sayur. Sengaja aku memilih tempat itu, selain karena
harganya yang murah juga karena aku ingin mencari lingkungan
yang nyaman menerima orang sepertiku. Bukan karena aku takut
atau malu. Persaan seperti itu sudah tak ada pada diriku. Tak lebih
karena aku tak mau mengganggu orang-orang yang masih belum
bisa biasa bertetangga dengan orang sepertiku. (Madasari, 2013:
234)
Kebutuhan cinta akan keluarganya juga tidak terpenuhi ketika Sasana
kembali ke rumah orang tuanya. Sejak kabur ke Malang, Sasana diajak beberapa
mahasiswa untuk ikut demonstrasi ke Jakarta. Kemudian dia kembali ke rumah
orangtuanya, namun orang tua Sasana tidak menyambut dia dengan pelukan atau
senyum kebahagian tetapi dengan raut muka yang penuh amarah, malu, dan sedih.
Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
(177) Tak aka ada yang percaya ayahku yang pengacara dan ibuku yang
dokter bedah punya anak seperti aku. Betapa malunya ayah dan ibu
jika semua orang di perumahan ini tahu anak mereka adalah
manusia seperti aku. Juga Melati, pasti ia akan sedih dan malu kalau
semua temannya tahu dia punya kakak seperti aku. (Madasari, 2013:
279)
Kebutuhan cinta yang tidak terpenuhi oleh Jaka ketika dia tinggal
bersama Elis, seorang pelacur yang dia suka sejak di Sintai. Sintai adalah tempat
lokalisasi di daerah Batam. Elis diusir dari tempat tersebut karena pengaduan dari
pelanggannya yang merasa tidak puas. Sejak tinggal bersama Jaka kemudian
menyukai Elis, namun Elis tidak mengetahui kalau Jaka menyukainya. Berikut
kutipan yang menggambarkan hal tersebut
(178) Tak lama kemudian Elis datang. Aku pun bertanya, “Dari mana?”
“Kerja, Mas. Lumayan, sudah ada yang mau jadi langganan,”
jawabnya. Kepalaku seperti dipukul dengan palu mendengar
jawaban itu. “Kamu nglonte lagi?!” Aku tak mau menahan diri. Aku
marah. Aku seperti suami yang baru menangkap basah istrinya tidur
dengan laki-laki lain. (Madasari, 2013: 185)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Rasa kehilangan orang yang dicintai Jaka muncul ketika Elis diusir oleh
warga dari kontrakan itu karena mereka mengetahui rumah yang ditinggali Elis
bersama Jaka sudah dijadikan tempat pelacuran.
4.5.4 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Penghargaan
Setelah orang-orang memenuhi kebutuhan akan cinta dan keberadaan,
mereka bebas untuk menngejar kebutuhan akan penghargaan, yang mencakup
penghormatan diri, kepercayaan diri, dan kemampuan. Dalam novel Pasung Jiwa,
tidak terpenuhinya kebutuhan akan penghargaan membuat masing-masing tokoh
menjadi tidak percaya diri dan malu.
Kebutuhan akan penghargaan tidak terpenuhi ketika Sasana dituduh
berkelahi oleh orang tuanya. Orang tuanya tidak mempercayai kalau di sekolah
Sasana menjadi korban kekerasan kelompok geng. Berikut kutipan yang
menggambarkan hal tersebut
(179) Begitu datang Ayah langsung menampar wajahku. Aku terkejut.
Ayahku yang selalu lembut dan sabar kenapa tiba-tiba bisa main
tangan. “Kamu kalau mau jadi jagoan sini berkelahi sama Ayah!”
(Madasari, 2013: 36)
Ketika sedang ngamen bersama Jaka di Malang, Sasana mendapat
perlakuan yang tidak sopan yang dilakukan oleh orang-orang mabuk. Rasa tidak
dihargai dan tidak percaya diri muncul setelah mendapat perlakuan tersebut.
Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
(180) Aku belum selesai menyanyikan satu lagu saat salah seorang lelaki
itu meremas tonjolan dadaku. Ia melakukannya sambal tertawa.
Teman-temannya yang melihat pun ikut tertawa. Bau minuman
keras menyengat ketika laki-laki itu mendekat. Mereka semua
sedang mabuk. Remasan yang begitu cepat. Meninggalkan perasaan
ganjil, antara rasa kehilangan dan dipermalukan. (Madasari, 2013:
61)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Ketika di tangkap di Sidoarjo, Sasana merasa dirinya tidak dihargai dan
diperlakukan dengan tidak sopan. Dia kembali menjadi korban pelecehan seksual
dan kekerasan oleh beberapa tentara yang menangkapnya. Berikut kutipan yang
menggambarkan hal tersebut
(181) Perih.. Perih rasanya di hatiku. Lebih sakit dibanding badanku yang
sudah remuk ini. Apa yang mereka pikirkan tentang aku? Aku ini
penyanyi. Penari. Seniman. Aku makan dari apa yang aku bisa. Aku
menjual hiburan, orang membayar dengan uang. Apa yang salah
dengan pakainanku? Apa yang salah dengan penampilanku? Ini
caraku membuat orang lain terhibur dan senang. Aku pun senang
berdandan dan berpakaian seperti ini. Jadi apa salahnya? Seenaknya
saja bilang aku bisa dipakai orang. Cih! (Madasari, 2013: 98)
Marah akibat tidak dihargai dan dipermalukan harus kembali dialami
Sasana ketika acara konsernya di Malang. Laskar Malang menganggap hiburan
dan pakaian Sasasna melanggar aturan agama, sehingga harus dibubarkan dengan
paksa. Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
(182) Semua orang yang ada di sini tertawa. Sambil terus menyebut kata
bencong. Aku tidak terima. Kudekati orang yang pertama
menyebutku bencong. Kuludahi dia tepat di muka. Kakiku bergerak
cepat, menendang kemaluannya. Orang itu jadi meradang. Ia balas
memukulku dengan tongkat yang dipegangnya. Aku jatuh
tersungkur. “Udani ae, ben kapok. Lanangan kok dadi wedok!” Kini
mereka bergerak menarik semua pakaianku. Aku melawan dan
meronta. Aku tidak mau ditelanjangi. Aku tidak mau dipermalukan
seperti ini. Tapi mereka tak peduli. (Madasari, 2013: 292)
Kebutuhan akan penghargaan yang tidak terpenuhi ketika Jaka dipecat
dari pekerjaannya di pabrik daerah Batam. Dia dipecat karena tanpa sengaja telah
memecahkan kaca layar televisi yang diproduksi pabrik tersebut. Dipecat tanpa
pesangon membuat dirinya tidak dihargai selama dia bekerja di pabrik tersebut.
Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
(183) Bangsat! Ini bukan sekedar soal upah dua hari. Ini soal harga diri.
Aku tidak sudi tenagaku diperas tanpa mendapat upah yang
memang sudah menjadi hakku. Tak pedulu hanya dua hari atau
bahkan dua jam sekalipun. Hak tetap saja hak. (Madasari, 2013:
198)
4.5.5 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Ketika kebutuhan di level rendah terpenuhi, orang secara sistematis
beranjak ke level berikutnya, yaitu kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan
aktualisasi diri mencakup pemenuhan diri dan sadar akan potensi diri. Berikut
tidak terpenuhinya kebutuhan akyualisasi diri yang dialami oleh masing-masing
tokoh
Kebutuhan aktualisasi diri yang tidak terpenuhi terlihat ketika Sasana
merasa menyesal dilahirkan menjadi seorang laki-laki. Hal itu terjadi ketika
Sasana dipukuli oleh kelompok Geng di sekolahnya. Berikut kutipan yang
menggambarkan hal tersebut
(184) Sekarang aku tahu kenapa Ayah tiba-tiba mau memindahkan aku ke
sekolah lain. Sekolah yang lebih nyaman, sekolah yang diisi banyak
perempuan. Sekolah yang penuh dengan orang-orang yang lembut,
indah, dan tak suka kekerasan. Aaah… aku semakin menyesal
dilahirkan sebagai laki-laki. (Madasari, 2013: 44)
Orang yang mengaktualisasi diri dapat menerima diri mereka sendiri apa
adanya. Tetapi Sasana belum bisa menerima dirinya sendiri karena ditumbuhi rasa
cemas, iri, takut, dan khawatir akan keberadaannya. Berikut kutipan yang
menggambarkan hal tersebut
(185) Aku menggeleng. Kataku, aku terpenjara dalam tubuhku sendiri.
Aku selalu merasa berada di tempat yang salah. Aku begitu iri pada
Melati. Aku membenci tubuhku sendiri. (Madasari, 2013: 282)
(186) Tubuhku adalah perangkap pertamaku. Lalu orangtuaku, lalu semua
orang yang kukeanl. Lalu semua hal yang kuketahui, segala sesuatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
yang kulakukan. Semua adalah jebakan-jebakan yang tertata di
sepanjang hidupku. Semuanya mengurungku, mengungkungku
menjadi tembok-tembok tinggi yang menjadi perangkap sepanjang
tiga puluh tahun. (Madasari, 2013: 293)
Orang-orang yang mengaktualisasi diri dapat mempertahankan harga diri
mereka bahkan ketika dimaki, ditolak, dan diremehkan orang lain. Berikut kutipan
yang menggambarkan hal tersebut
(187) Dan tahukah apa yang paling menyiksaku selama mengikuti
persidangan ini? Mereka merampas seluruh pakaianku. Aku tak
boleh berdandan sesuai kemauanku. Mereka mengharuskanku
mencukur rambut, memakai celana dan baju laki-laki. Mereka
membunuh Sasa, sebelum aku membunuh diriku sendiri. (Madasari,
2013: 3015)
Kebutuhan aktualisasi diri tidak terpenuhi ketika Jaka bekerja sebagai
buruh pabrik di Batam. Menjadi buruh membuatnya sangat tersiksa, dia belum
bisa menerima kenyataan yang ada. Berikut kutipan yang menggambarkan hal
tersebut
(188) Yang lebih parah dari semua ini, aku semakin tidak kenal diriku
sendiri. Ke mana si Jek yang dulu itu? Pabrik ini telah membunuh
seluruh jiwaku yang dulu. Aku pun sengaja menjauhkan diri dari
Jek yang dulu. Aku tak mau selalu berandai-andai. Pengandaian
hanya akan membuatku semakin tersiksa. (Madasari, 2013: 163)
Pikiran-pikiran tentang Elis dan Sasana selalu datang. Pada akhirnya rasa
bersalah, khawatir, dan putus asa selalu membayangi Jaka. Berikut kutipan yang
menggambarkan hal tersebut
(189) Di balik kegagahan yang dilihat orang, aku begitu lemah dan putus
asa. Bayangan-bayangan itu... suara-suara itu.. Elis, Sasa, dan
ibunya, mereka selalu datang silih berganti. Tak pernah sedetik pun
pikiranku bebas dari kungkungan mereka. Melawan sesuatu yang
ada dalam pikiran jauh lebih susah daripada melawan musuh dalam
kenyataan. (Madasari, 2013: 311)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
4.6 Konflik Batin Akibat Tidak Terpenuhi Kebutuhan-kebutuhan Dasar
Tokoh Sasana
Berdasarkan kebutuhan-kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi dalam hidup
Sasana, maka menyebabkan konflik batin yang dialami oleh Sasana, yaitu
4.6.1 Rasa Takut
Rasa takut adalah salah satu konflik batin yang dialami oleh Sasana akibat
kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi. Sasana merasa dirinya terancam saat dia
dipukuli dan diperas oleh kelompok geng di sekolahnya waktu SMA, dapat dilihat
pada kutipan (164) dan (165). Selanjutnya Sasana juga mengalami rasa tidak
aman ketika dia di penjara di Sidoarjo, di sana dia diperkosa dan dipukuli oleh
anggota tentara yang mengkapnya, itu terlihat pada kutipan (167) dan (168).
Akibat, dibayangi oleh rasa takut Sasana harus masuk ke Rumah Sakit Jiwa, dia
dianggap tidak waras. Itu terlihat pada kutipan (169).
Selain itu, ketakutan Sasana juga dialami ketika semua barang dan
uangnya dirampas oleh preman-preman pasar, tidak ada yang mau menolongnya.
Itu terlihat pada kutipan (170). Tidak terpenuhinya kebutuhan untuk aktualisasi
diri, membuat Sasana merasa takut orang-orang tidak menerima keberadaan
dirinya. Itu terlihat pada kutipan (185) dan (186).
4.6.2 Tidak percaya diri
Kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi dalam diri Sasana juga
menyebabkan dirinya tidak percaya diri. Kutipan (176), Sasana merasa malu
tinggal di lingkungan pada umumnya, ia tidak siap orang-orang tidak mau
menerima dirinya. Kutipan (175), juga menggambarkan kalau Sasana merasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
malu dan tidak percaya diri berdandan perempuan ketika mengisi acara di salah
satu hajatan warga desa, dia merasa orang-orang menertawai dan menghinanya.
Selain itu kutipan (180) juga menceritakan hilangnya kepercayaan diri Sasana
ketika dia sedang mengamen di alun-alun, beberapa orang menghampirinya lalu
meremas dada Sasana. Mendapat perlakuan seperti membuat dia merasa
dipermalukan dan tidak dihargai. Tidak terpenuhi kebutuhan akan cinta juga
membuat konflik batin dalam diri Sasana. Sasana malu dan tidak percaya diri
ketika tetangga rumah tahu bahwa orangtuanya memiliki anak seperti dia. Itu
terlihat pada kutipan (177).
4.6.3 Emosional
Tidak terpenuhinya kebutuhan dasar, membuat Sasana emosi dengan apa
yang dialaminya. Pada kutipan (170). Sasana merasa marah dengan orang-orang
yang selalu memukuli dan menghinanya, dia mencoba untuk berani melawan
tetapi pada akhirnya Sasana yang kembali kalah. Kutipan (166), ketika dia
dipukuli dan diperas oleh kelompok Geng di sekolahnya membutanya emosi.
Kasusnya tidak dapat diproses karena salah satu anggota Geng merupakan anak
jenderal. Kurangnya penghargaan akan dirinya membuat Sasana emosional, itu
terlihat pada kutipan (180), ketika dadanya diremas oleh beberapa orang mabuk,
Sasana menghajarnya habis-habisnya namun kemudian dilerai oleh Jaka. Selain
itu ketika konsernya di Malang, Sasana kembali dipermalukan oleh Laskar yang
dipimpin oleh Jaka. Dia kembali ditelanjangi dan dimasukkan ke penjara oleh
temannya sendiri, itu menyebabkan Sasana emosi dan mencoba untuk melawan,
itu terlihat pada kutipan (182).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
4.6.4 Frustasi
Kebutuhan akan rasa aman dan aktualisasi diri yang tidak terpenuhi
menyebabkan Sasana mengalami frustasi. Itu terlihat pada kutipan (163), Sasana
menyukai musik dangdut. Waktu dia kecil dia dipaksa oleh orangtuanya untuk
menyukai piano. Sasana merasa frustasi dan tersiksa dengan aturan yang dibuat
oleh orangtuanya, tiap pagi dan sore dia harus ikut les piano. Sasana juga
mengalami frustasi dan depresi setelah keluar dari penjara, dia merasa semua
orang akan menangkapnya dan akan memukulinya. Rasa takut yang selalu
membayanginya membuat dia frustasi dan akhirnya orangtuanya memasukkan dia
ke Rumah Sakit Jiwa. Itu terlihat pada kutipan (169).
Pada kutipan (184), (185), (186), dan (187), terlihat Sasana menyesal
dilahirkan menjadi seorang laki-laki. Dia juga merasa hidupnya ada yang salah,
tiap apa yang dilakukan selalu salah sehingga orang-orang selalu menyingkirkan,
menghina, dan meremehkan dia.
4.6.5 Kesedihan
Hal yang membuat Sasana mengalami kesedihan ketika ayahnya malu
mengakui Sasana sebagai anaknya karena kondisi Sasana yang berbeda dengan
lainnya. Itu terlihat pada kutipan (177). Tidak terpenuhinya kebutuhan akan
penghargaan juga membuat Sasana sedih. Itu terlihat pada kutipan (179), ketika
orangtua Sasana tidak percaya bahwa Sasana menjadi korban pemukulan dan
pemerasan oleh kelompok Geng di sekolahnya, mereka mengira Sasana berkelahi.
Kesedihan Sasana juga muncul ketika pekerjaannya sebagai penyanyi dangdut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
tidak dihargai oleh orang-orang. Dia merasa selalu disalahkan dengan pakaian dan
dandanannya yang seperti perempuan, itu terlihat pada kutipan (181).
4.7 Konflik Batin Akibat Tidak Terpenuhi Kebutuhan-kebutuhan Dasar
Tokoh Jaka
Berdasarkan kebutuhan-kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi dalam hidup
Sasana, maka menyebabkan konflik batin yang dialami oleh Jaka, yaitu
4.7.1 Rasa takut
Rasa takut adalah salah satu konflik batin yang dialami oleh Jaka akibat
kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi. Jaka merasa dirinya terancam saat dia dan
Elis diusir oleh warga dari rumah kontrakan yang mereka tinggali bersama. Hal
itu terlihat pada kutipan (171), orang-orang mengusir Elis dan Jaka karena rumah
yang mereka tinggali dijadikan tempat pelacuran. Jaka merasa ketakutan melihat
Elis diarak keliling kampung, namun dia hanya bisa diam saja tanpa
menolongnya.
Ketakutan Jaka semakin bertambah ketika merasa tidak aman tinggal di
Batam setelah dipecat dari pabrik tempat dia bekerja. Setelah di pecat tanpa uang
pesangon, Jaka mencoba melawan dengan memukul karyawan pabrik tersebut
sehingga dia menjadi buronan satpam pabrik tersebut. Itu terlihat pada kutipan
(172), dia kemudian melarikan diri ke laut mencari tempat yang aman. Selain itu,
bayangan tentang Elis selalu menghantuinya ketika dia menggelar razia di kos-
kosan yang dijadikan tempat maksiat bersama para Laskar. Melalui tatapan
pelacur itu dia juga melihat tatapan Elis yang dulu menatapnya meminta tolong
agar tidak diarak keliling kampung. Itu terlihat pada kutipan (173).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Rasa takut yang dialami Jaka juga terjadi ketika Ibunya menemuinya di
dalam mimpi dan berkata kalau Jaka adalah binatang. Jaka takut akan hukuman
yang diberikan orangtuanya karena dia merasa bersalah sudah memasukan Sasana
ke penjara dan membunuh orang-orang yang dia dan Laskar anggap melanggar
aturan agama. Itu terlihat pada kutipan (174). Kutipan (178), Jaka mengalami rasa
takut kehilangan Elis yang dia cintai, namun Elis tidak tahu kalau dia
mencintainya.
4.7.2 Tidak percaya diri
Kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi dalam diri Jaka juga menyebabkan
dirinya tidak percaya diri. Seperti kutipan (188), Jaka belum siap menerima
kenyataan yang ada, di tidak percaya diri bekerja sebagai buruh bukan seniman.
Dia meresa tertekan bekerja di pabrik tersebut karena membuatnya semakin jauh
dengan Jaka yang dulu.
4.7.3 Frustrasi
Tidak terpenuhinya kebutuhan akan aktualisasi diri menyebabkan Jaka
mengalami frustasi atas hidupnya. Dengan demikian, rasa bersalah, khawatir, dan
putus asa selalu membayangi Jaka karena bayangan tentang Elis dan Sasana selalu
datang di dalam pikirannya. Permasalahan hidup Jaka membuat dirinya tertekan,
Sasana harus mendekam di penjara setelah ditangkap oleh para Laskar yang
dipimpin Jaka dan Elis perempuan yang dia cintai juga harus rela diarak keliling
kampung tanpa ada yang menolongnya. Itu terlihat pada kutipan (189).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
4.7.4 Emosional
Tidak terpenuhinya kebutuhan dasar fisiologis membuat Jaka emosi
dengan apa yang dialami. Dia dipecat dari pabrik tempatnya bekerja tanpa
pesangon sedikitpun. Sasana merasa dirinya tidak dihargai. Kurangnya
penghargaan akan tokoh lain membuat Jaka emosi, lalu memukul salah satu
karyawan yang memecatnya. Itu terlihat pada kutipan (183).
4.8 Relevansi Hasil Analisis Konflik Batin Dua Tokoh Utama dalam
Pembelajaran Sastra di SMA kelas XII semester 1
Ada tiga aspek penting yang harus diperhatikan guru memilih bahan
pembelajaran novel di SMA. Tiga aspek itu meliputi bahasa, psikologi siswa, dan
latar belakang budaya siswa (Rahmanto, 2005:27-28). Berkaitan dengan bahan
pembelajaran sastra tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kreatifitas siswa
dalam mengapresiasikan sastra dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran
dan daya khayal, kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup.
Novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari ini sarat dengan nilai-nilai
kehidupan sehingga dapat dipelajari dan ditawarkan pada siswa. Novel ini dapat
digunakan untuk mengembangkan kepekaan siswa memahami suatu masalah
dalam kehidupan nyata dan memungkinkan untuk diajarkan di SMA kelas XII
semester I berkaitan dengan menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari pembacaan
penggalan novel. Berikut ini hasil analisis novel Pasung Jiwa dari ketiga aspek di
atas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
4.8.1 Aspek Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam novel ini tidak jauh dari penguasaan bahasa
siswa, artinya kosakata yang dipergunakan pada umumnya sudah dipahami oleh
siswa dan tidak menimbulkan kesulitan bagi siswa dalam mengartikannya.
Meskipun terdapat kosakata dalam bahasa daerah Jawa Timur, siswa diharapkan
dapat memahaminya karena pengarang secara tidak langsung memberi penjelasan
ke dalam bahasa Indonesia pada halaman bagian bawah yang diberi dengan tanda
bintang (*). Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut
(190) “Yok opo to kon iki? Kalau orang-orang itu mengeroyok kita
bagaimana?” Tanya Cak Jek saat kami sudah menjauh dari warung
itu. “Ya aku hajar semuanya. Memangnya aku takut apa?” “Kon iki
yo… mbok rodo mikir… Memangnya mampu melawan orang orang
segitu banyak?” (Madasari, 2013: 63)
(191) “Yok opo carane?” Cak Man tak terlalu bersemangat menanggapi
kami. Ia sudah putus asa. (Madasari, 2013: 85)
(192) “Ojo macem-macem kon, cong. Gak ono sing wani ambek Cak
Karson. Preman pasar. Ingat-ingat!” (Madasari, 2013: 237)
(193) “Lho.. sampeyan ini mau Marsini bali opo ora?” Cak Jek kesal
kami tak bersemangat mendukung rencananya. (Madasari, 2013:
86)
Dalam idenya, Okky Madasari menggunakan kalimat sederhana yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga memudahkan pembaca dalam
menangkap arti dan maksud. Untuk pembelajaran apresiasi sastra, guru juga dapat
memanfaatkan gaya bahasa dalam novel Pasung Jiwa sebagai materi
pembelajaran kebahasaan, misalnya penggunaan kosakatanya, struktur kalimat
dan sebagainya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
4.8.2 Aspek Perkembangan Psikologis Siswa
Pada umumnya siswa SMA berada pada masa peralihan antara tahap
realistik ke tahap generalisasi, anak sudah tidak lagi berminat pada hal-hal praktis
saja tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan
menganalisis suatu fenomena (Rahmanto, 2005). Dengan demikian diharapkan
siswa mempunyai minat untuk menemukan nilai-nilai kehidupan, menganalisis
masalah-masalah yang ada dalam novel Pasung Jiwa, dan menemukan penyebab
serta jalan keluar dari masalah itu. Siswa SMA memiliki pola pemikiran yang
kritis terhadap suatu masalah, oleh karena itu, dengan pemikiran demikian dapat
menentukan orientasi hidup mereka. Berikut kutipan yang menggambarkan hal
tersebut
(194) Aku bangun kesiangan hari ini. Memang selama libur aku bangun
lebih siang pada saat hari sekolah. Tapi tak pernah sesiang ini.
(Madasari, 2013: 21)
(195) Tapi demi ibu, aku bertekad mengendalikan diri. Aku mengurung
jiwa dan pikiranku. Aku membangun tembok-tembok tinggi, aku
mengikat tangan dan kakiku sendiri. Aku tak akan melakukan satu
hal pun yang di luar kebiasaan. (Madasari, 2013: 30)
(196) Hidupku kini hanya untuk berdendang dan bergoyang. Sudah tak
terhitung berapa kali aku membolos kuliah. (Madasari, 2013: 49)
(197) Aku ini manusia. Cari uang dengan apa yang aku bisa. Menyanyi,
berjoget, dan berdandan. Mereka memberikan uang atas kenikmatan
mata dan telinga yang mereka dapatkan. Tapi jangan coba-coba
memperlakukan seenaknya. (Madasari, 2013: 62)
(198) Ibu yang membuatku tahan melalui setiap detik ingatanku. Ia
merawatku dengan sabar. Membawakan makanan untukku sehari
tiga kali, menungguiku, menanyakan apa yang kurasakan.
(Madasari, 2013: 105)
(199) Ibu datang dalam mimpiku mala mini. Ia menangis di kamarnya.
Waktu aku dekati ia malah marah. Mendorongku menjauhinya. Aku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
bertanya kenapa, Ibu melotot dan menuding mukaku, “Kamu bukan
anakku. Kamu binatang.” (Madasari, 2013: 316)
Dari kutipan (194) dan (196) menjelaskan bahwa hal yang dilakukan oleh
tokoh Sasana tidak sepantasnya untuk ditiru, Sasana melupakan tanggung
jawabnya sebagai anak kepada orang tuanya yang sudah membiayai dia kuliah.
Selain itu kutipan (195) dan (198) menjelaskan sifat Sasana yang patuh dan
mencintai orang tuanya. Kutipan (197) menjelaskan bahwa orang-orang yang
memiliki kelainan seksual tidak pantas untuk disingkirkan dan dicemooh dari
lingkungan masyarakat, sedangkan kutipan (199) menjelaskan rasa penyesalan
Jaka ketika Ibunya datang ke dalam mimpinya dan mengutuknya. Dengan
ditemukan hal-hal tersebut diharapkan sebagai gambaran kepada siswa agar dapat
menemukan permasalahan dari kehidupan dalam novel sehingga pada akhirnya
siswa dapat menemukan dan membedakan suatu yang baik dan yang tidak baik
dalam kehidupan.
4.8.3 Aspek Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya juga penting dalam pengajaran sastra. Hal ini akan
menambah minat dan ketertarikan peserta didik dalam menganalisis sebuah novel.
Novel Pasung Jiwa menggunakan latar belakang budaya kaum transgender, anak
jalanan, dan buruh, sehingga siswa dapat memahami permasalahan-permasalahan
yang terjadi dalam kehidupan. Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
(200) “Begini lho, Mas, kami mau menyunatkan anak lanang. Ingin ada
sedikit rame-ramean. Lihat tulisan di depan itu jadi mau nanya-
nanya,” kata si tamu laki-laki. “Wah… bisa. Bisa sekali! Kami sering
kok ditanggep buat sunatan,” balas Cak Jek. (Madasari, 2013: 74)
(201) Penampilan nyeleneh mereka justru sangat sangar. Rambut dicukur di
bagian samping lalu ditegakkan bagian atasnya. Anting-anting di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
salah satu telinga. Kaus hitam dengan gambar-gambar seram. Celana
jins robek-robek dengan rantai menggelantung di saku. Ada tato di
tangan, leher, atau kaki mereka. Gambarnya macam-macam. Dari ular
hingga gambar perempuan. (Madasari, 2013: 65)
(202) “Soal biaya gimana?” tanya perempuan itu. “Jangan mahal-mahal…
ini sambatan lho..” “Itu mboten sah dipikirne. Kami jadi penghibur
sudah panggilan jiwa.” (Madasari, 2013: 75)
(203) Setiap hari dari jam delapan pagi sampai jam empat sore, aku berdiri
di hadapan meja besar ini, mengusap dan memasang ratusan bahkan
bisa sampai ribuan kaca setiap hari. (Madasari, 2013: 159)
Kutipan di atas melukiskan kehidupan para kaum buruh, anak jalanan, dan
kebiasaan yang ada di daerah Malang. Ini merupakan gambaran suasana
kehidupan orang marjinal. Berasarkan hasil analisis dalam pemilihan bahan
pembelajaran sastra di SMA. Pertama, jika dilihat dari aspek bahasa, dapat
diketahui bahwa bahasa yang digunakan tidak jauh dari penguasaan bahasa siswa.
Meskipun ada beberapa yang menggunakan bahasa Jawa tetapi dapat dilihat
dalam bahasa Indonesia di halaman bawah (note kaki) sehingga dapat dimengerti
oleh siswa.
Kedua, dari aspek psikologis, novel ini mempunyai kesesuaian dalam
tahap perkembangan siswa karena pada umumnya siswa SMA sudah pada tahap
dapat memahami masalah-masalah kehidupan dengan berusaha menganalisis
fenomena dalam kehidupan nyata. Ketiga, dilihat dari aspek latar belakang
budaya, makan novel ini menghadirkan latar sosial budaya yang ada di
lingkungan masyarakat pada umunya.
4.9 Silabus (terlampir)
4.10 RPP (terlampir)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
4.11 Pembahasan
Setelah melakukan penelitian dengan menjawab semua rumusan masalah.
Konflik batin telah ditemukan dengan cara mencermati tokoh dan penokohan,
latar, dan alur. Dalam teori terdapat 5 tingkatan yang menggolongkan kebutuhan-
kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keamanan,
kebutuhan cinta dan keberadaan, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan
akan aktualisasi diri. Pada hasil analisis, peneliti menemukan konflik batin yang
terjadi dalam diri tokoh Sasana dan Jaka akibat tidak terpenuhinya 5 kebutuhan
dasar manusia. Penemuan tersebut sudah bisa dijadikan gambaran tentang bentuk
konflik batin.
Peneliti mennggunakan tiga penelitian yang relevan. Penelitian yang
pertama menemukan 5 kebutuhan dasar manusia yang tidak terpenuhi pada tokoh
utama. Penelitian relevan yang kedua menemukan kebutuhan akan aktualisasi diri
yang tidak terpenuhi pada tokoh utama, sedangkan penelitian yang ketiga
menemukan adanya pertentangan antara dua kekuatan yang berbeda dalam diri
tokoh utama. Dalam penelitian relevan yang ketiga peneliti menggunakan teori
psikoanalisis Sigmeund Freud, dimana ada id, ego, dan superego dalam diri
manusia ketika salah satu diantaranya tidak seimbang maka akan menimbulkan
konflik batin dalam diri manusia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Dalam teori yang digunakan dan hasil penelitian yang ditemukan,
keduanya dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA kelas XII
semester 1. Standar kompetensi yang sesuai dengan penelitian ini adalah
memahami pembacaan novel dan kompetensi dasar yang sesuai dengan hal ini
adalah menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari pembacaan penggalan novel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
BAB V
PENUTUP
Ada tiga hal utama yang akan dikemukakan pada bab lima ini, yaitu
kesimpulan hasil penganalisisan, implikasi, dan saran.
5.1 Kesimpulan
Novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari memiliki dua tokoh utama.
Tokoh utama dalam novel ini yaitu Sasana atau kerap dipanggil Sasa dan Jaka
atau kerap dipanggil Jaka Wani atau Jaka Baru. Sasana memiliki kepribadian yang
cerdas, patuh terhadap orang tuanya, optimis, pemberontak, keras kepala, dan
pantang menyerah. Sedangkan, tokoh Jaka digambarkan sebagai provokator atau
ahli persuasui, pengecut, sombong, kejam, dan egois. Tokoh tambahan yang
berkaitan dengan konflik batin tokoh utama adalah Ibu, Ayah, Cak Man, Masita,
Banua, Elis, dan Kalina.
Novel Pasung Jiwa ini berlatar tempat di Malang, Jakarta, Batam, dan Sidoarjo.
Latar waktu yang mempengaruhi konflik batin tokoh Sasana dan Jaka adalah
ketika Sasana naik kelas 4 SD, saat libur sekolah ketika Sasana bersiap masuk
SMP, pada pagi hari, malam hari, ketika pukul 11.00 siang, pada tanggal 17
Agustus 1993, hari keempat belas setelah keluar dari penjara, bulan Maret 1995,
pada bulan Mei 1995, Sabtu malam pukul 01.00, dan pada bulan Maret 1998,
pada bulan Desember 1999. Latar sosial digambarkan melalui kehidupan
masyarakat yang kompleks mengenai adanya pandangan masyarakat tentang
transgender, kehidupan buruh pabrik, pelacuran, serta organisasi massa yang
mengatasnamakan agama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Alur yang terdapat dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari adalah
alur kronologis atau alur maju. Pengarang menceritakan dari awal hingga akhir
secara jelas. Mulai dari Sasana dilahirkan, bertemu dengan Jaka di warung nya
Cak Man di Malang, saat menyewa rumah di Batu dan mengamen bersama, ketika
Sasana diperlakukan tidak manusiawi waktu masuk penjara karena demonstrasi,
saat Sasana masuk Rumah Sakit Jiwa dan Jaka pergi ke Batam untuk memulai
hidup baru, saat Sasana tidak dianggap oleh Ayah nya, saat Jaka bergabung
dengan Laskar keagamaan, saat Sasana dimasukkan ke penjara oleh Jaka, dan saat
Jaka menyesal kemudian mengeluarkan Sasana dari penjara.
Peneliti menganalisis konflik batin tokoh Sasana dengan menggunakan
teori psikologi Abraham Maslow. Tidak terpenuhinya kebutuhan fisiologis,
kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan memiliki dan cinta, kebutuhan akan
penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri menyebabkan Sasana dan Jaka
tidak dihargai sebagai manusia, kuatir, cemas, takut, dan sedih. Permasalahan itu
semua menimbulkan konflik batin yang berupa rasa frustasi, kesedihan, dan
ketakutan.
Hasil penelitian ini dapat diimplementasikan sebagai bahan pembelajaran
sastra di SMA kelas XII semester 1. Kurikulum yang digunakan adalah KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dengan Standar Kompetensi (SK) :
Memahami pembacaan novel dan Kompetensi Dasar (KD) : Menjelaskan unsur-
unsur intrinsik dari pembacaan penggalan novel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
5.2 Implikasi
Analiisis konflik batin dalam novel Pasung Jiwa dapat digunakan dalam
pembelajaran sastra, seperti :
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengajaran apresiasi sastra di
SMA, terutamanya analisis karya sastra yang menggunakan pendekatan psikologi
sastra.
2. Penelitian ini dapat memperluas wawasan siswa SMA dan lebih peka dengan
permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat mengenai adanya
transgender, buruh, pelacuran, dan laskar keagamaan.
3. Siswa diharapkan mempu menerapkan sikap positif dari tokoh utama yang
selalu optimis dan berani dalam kehidupan sehari-hari.
5.3 Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan agar para guru
dapat mengambil nilai yang terkandung dalam novel Pasung Jiwa untuk diajarkan
kepada peserta didiknya. Bagi para mahasiswa, agar penelitian ini dapat dijadikan
reverensi dalam penyusuhan skripsi Peneliti juga menyarankan agar penelitian
selanjutnya dapat mengangkat permasalahan yang berbeda dari sudut pandang
lain sebagai obyek penelitiannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1990. Manajemen Penelitian. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Baron, Robert. A. 2005. Psikologi Sosial. Edisi kesepuluh. Jakarta: Erlangga.
Bukit Shintawati, Maria Devy. 2010. Konflik Batin Tokoh Dimas dalam
Menghadapi Kemelut Hidup pada Novel Pacarku Ibu Kosku Karya Wiwik
Karyono (Suatu Tinjauan Psikologis) dan Implementasinya dalam
Pembelajaran Sastra SMA. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta,
Edisi Keempat : Balai Pustaka.
Fadlillah. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran SD/MI,
SMP/MTs, & SMA/MA. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Faruk.2012. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Feist, Jess dan Gregory J. Feist. 2010. Teori Kepribadian: Theories of
Personality. Edisi 7. Jakarta: Salemba Humanika.
_______________________________. 2008. Theories of Personality. Edisi 6.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hariyanto, P. 2000. Pengantar Belajar Drama. Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma.
Heerdjan, Soeharto. 1987. Apa Itu Kesalahan Jiwa? Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Madasari, Okky. 2013. Pasung Jiwa. Jakarta: Gramedia.
Minderop, Albertine. 2010. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Muslich, Masnur. 2007. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Dasar
Pemahaman dan Pengembangan). Jakarta: Bumi Aksara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Prabaningtyas, Agustina Galuh. 2009. Konflik Batin Tokoh Satadewa dalam Novel
Burung-burung Manyar Karya YB. Mangunwijaya dan Implementasinya
dalam Pembelajaran Sastra di SMA (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra).
Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.
Ratna, I Nyoman Kutha. 2011. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari
Strukturalisme hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sukada, Made. 1987. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia Masalah Sistematika
Analisis Struktur Fiksi. Bandung: Angkasa.
Suryadi, A. Nico. 2011. Konflik Batin Tokoh Utama dalam Cerpen “Jaring Laba-
laba” Karya Ratna Indraswari Ibrahim dan Implementasinya dalam
Pembelajaran di SMA Kelas XII. Skripsi. Yogyakarta : PBSI, JPBS, FKIP,
USD.
Tjahjono, Liberatus Tengsoe.1988. Sastra Indonesia Pengantar Teori dan
Apresiasi. NTT: Nusa Indah.
Wahyuningtyas, Sri & Santosa, Wijaya Heru. 2011. Sastra: Teori dan
Implementasi. Surakarta: Yuma Pustaka.
Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 : Silabus
LAMPIRAN 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
LAMPIRAN 3 : Lembar Soal
LAMPIRAN 4 : Penilaian
LAMPIRAN 5 : Materi Pembelajaran
LAMPIRAN 6 : Penggalan Novel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
LAMPIRAN 1
SILABUS
Nama Sekolah : SMA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semster : XII/ 1
Standar Kompetensi : Mendengarkan
5. Memahami pembacaan novel
Kompetensi
Dasar Indikator
Nilai
Karakter
Materi
Pembelajaran
Kegiatan
Pembelajaran Penilaian
Alokasi
Waktu
Alat/ Bahan/
Sumber
Belajar
5.2
Menjelaskan
unsur-unsur
intrinsik dari
pembacaan
penggalan
novel
Menganalisis
tokoh,
penokohan, latar,
dan alur yang
terdapat dalam
penggalan novel
di dalam
kelompok.
Kreatif
Bersahabat/
Komunikat
if
Disiplin
Rasa ingin
tahu
Kerja sama
Pengertian
Novel
Tokoh,
penokohan,
latar, dan alur
Konflik batin
Membaca
penggalan
novel Pasung
Jiwa karya
Okky
Madasari.
Menganalisis
tokoh,
Jenis tes
- Lisan
- Tulisan
- Perbuatan
Bentuk tes
- Uraian
2x90
menit
Alat :
- Viewer
- Laptop
- Novel
Bahan :
- Lembar
Kerja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Kompetensi
Dasar Indikator
Nilai
Karakter
Materi
Pembelajaran
Kegiatan
Pembelajaran Penilaian
Alokasi
Waktu
Alat/ Bahan/
Sumber
Belajar
Mengidentifikasi
konflik batin
yang dialami
tokoh Sasana dan
Jaka dalam
penggalan novel.
Menghubungkan
nilai-nilai
kehidupan yang
terkandung
dalam novel
dengan
kehidupan
sehari-hari secara
sistematis.
penokohan, latar,
dan alur yang
terdapat dalam
penggalan novel
di dalam
kelompok.
Mengidentifikasi
konflik batin yang
terdapat dalam
penggalan novel
Menemukan dan
menghubungkan
nilai-nilai
kehidupan yang
terkandung dalam
novel dengan
kehidupan sehari-
hari
Mempresentasikan
hasil penemuan di
depan kelas
Sumber :
- Madasari,
Okky. 2013.
Pasung Jiwa.
Jakarta: PT.
Gramedia.
- Nurgiyantoro,
Burhan.
2010. Teori
Pengkajian
Fiksi.
Yogyakarta:
Gadjah Mada
University
Press.
- Pusat Bahasa.
2007. Kamus
Besar Bahasa
Indonesia.
Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai
Pustaka
- Kosasih,
Engkos.
2007. Cerdas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Berbahasa
Indonesia
untuk
SMA/MA
Kelas XII.
Jakarta:
Erlangga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
LAMPIRAN 2
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)
Sekolah : SMA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XII/ 1
Standar Kompetensi : 5. Memahami Pembacaan Novel
Kompetensi Dasar : 5.2 Menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari pembacaan
penggalan novel
Alokasi Waktu : 4x45 menit
I. Indikator
1. Menganalisis tokoh, penokohan, latar, dan alur yang terdapat dalam
penggalan novel di dalam kelompok.
2. Mengidentifikasi konflik batin tokoh Sasana dan Jaka dalam penggalan
novel.
3. Menghubungkan nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam novel
dengan kehidupan sehari-hari secara sistematis.
II. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa mampu menganalisis tokoh, penokohan, latar, dan alur yang
terdapat dalam penggalan novel di dalam kelompok.
2. Siswa mampu mengidentifikasi konflik batin tokoh Sasana dan Jaka dalam
penggalan novel.
3. Siswa mampu menghubungkan nilai-nilai kehidupan yang terkandung
dalam novel dengan kehidupan sehari-hari secara sistematis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
III. Materi Pembelajaran
Pengertian novel (terlampir)
Tokoh, penokohan, latar, dan alur (terlampir)
Konflik batin (terlampir)
IV. Model dan Metode Pembelajaran
1. Model Pembelajaran
Cooperatif Learning
2. Metode Pembelajaran
Penugasan
Diskusi
Tanya Jawab
V. Langkah-langkah Pembelajaran
Pertemuan I
Kegiatan Metode Alokasi
Waktu
1. Kegiatan Awal
Guru memberikan salam
Guru menjelaskan SK, KD, dan tujuan
pembelajaran.
Guru mengajukan sejumlah pertanyaan lisan
tentang novel.
Misalnya :
a. Novel apa yang sedang atau pernah
kalian baca atau sedang kalian lihat?
b. Coba jelaskan hal yang menarik dari
novel tersebut sehingga kalian tertarik
membacanya?
Ceramah
Tanya jawab
5’
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
2. Kegiatan Inti
Eksplorasi
Guru memberikan pertanyaan pancingan
yang terkait dengan tokoh, penokohan, latar,
dan alur.
Siswa distimulus berupa pemberian materi
tentang pengertian novel, tokoh, penokohan,
latar, dan alur.
Siswa dibentuk kelompok menjadi 4-5
orang. Kemudian masing-masing kelompok
dibagi satu lembar penggalan novel Pasung
Jiwa.
Masing-masing siswa di dalam kelompok
membacakan penggalan novel Pasung Jiwa
karya Okky Madasari.
Elaborasi
Siswa berdiskusi kelompok untuk
menganalisis tokoh, penokohan, latar, dan
alur.
Konfirmasi
Siswa diajak untuk merangkum apa yang
sudah dipelajari dan dapat menghubungkan
nilai-nilai kehidupan yang terkandung
dalam novel dengan kehidupan sehari-hari.
Siswa menanggapi rangkuman yang
dibacakan
3. Kegiatan Akhir
Siswa diajak merefleksikan nilai-nilai serta
kecakapan hidup yang bisa dipetik dari
pembelajaran.
Ceramah
Diskusi
Presentasi
Tanya jawab
10’
15’
10’
30’
10’
10’
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Pertanyaan reflektif :
a. Bagaimana pembelajaran memahami
unsur-unsur yang terkandung dalam
novel hari ini?
b. Apakah kamu mengalami kesulitan?
c. Apa yang kamu senangi ketika belajar
memahami unsur-unsur yang terkandung
dalam novel?
Guru menyimpulkan dan memberi
peneguhan pembelajaran ini.
Pertemuan II
Kegiatan Metode Alokasi
Waktu
Kegiatan Awal
Guru memberikan salam
Guru menjelaskan SK, KD, dan tujuan
pembelajaran.
Guru mengajukan sejumlah pertanyaan
lisan tentang konflik batin.
Guru mengulang materi yang telah
dipelajari (tokoh, penokohan, latar,
tema, dan nilai patriotisme
Siswa menjawab pertanyaan yang
diberikan guru
Guru memberikan motivasi kepada
siswa
Kegiatan Inti
Eksplorasi
Guru memberikan pertanyaan
Ceramah
Tanya jawab
5’
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
pancingan yang terkait dengan konflik
batin.
Siswa distimulus berupa pemberian
materi tentang pengertian konflik batin.
Siswa masuk ke dalam kelompok yang
sudah dibentuk sebelumnya.
Masing-masing siswa di dalam
kelompok membacakan kembali
penggalan novel Pasung Jiwa karya
Okky Madasari.
Elaborasi
Siswa mengidentifikasi konflik batin
yang dialami tokoh Sasana dan Jaka di
dalam kelompok.
Setiap kelompok menukarkan hasil
analisis yang sudah dibuat ke kelompok
lain.
Setiap kelompok menanggapi hasil
analisis yang sudah dibuat oleh
kelompok lain dan mendiskusikannya
bersama.
Konfirmasi
Perwakilan kelompok melaporkan hasil
analisis penggalan novel yang dibuat
oleh kelompok lain di depan kelas.
Guru memberikan pembetulan dan
pengarahan atas hasil kerja siswa
3. Kegiatan Akhir
Guru mengajak siswa untuk
merangkum apa yang sudah dipelajari
Ceramah
Diskusi
Presentasi
10’
10’
30’
15’
10’
10’
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Guru menyimpulkan dan memberi
peneguhan pembelajaran ini.
Tanya jawab
VI. Sumber Belajar, Alat dan Bahan
Sumber :
Madasari, Okky. 2013. Pasung Jiwa. Jakarta: PT. Gramedia
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Pusat Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka
Kosasih, Engkos. 2007. Cerdas Berbahasa Indonesia untuk SMA/MA
Kelas XII. Jakarta: Erlangga
Alat dan Bahan :
Alat peraga : lembar kerja
Laptop
LCD
VII. Penilaian
Jenis tes : tertulis
Bentuk tes :
1. Penilaian kognitif
Uraian Singkat (terlampir)
2. Penilaian Afektif
Lembar Pengamatan (terlampir)
3. Penilaian Psikomotorik
Lembar Penilaian Kerja (terlampir)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
Mengetahui, Yogyakarta, 21 Mei 2015
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
NIP. NIP.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
LAMPIRAN 3
Lembar soal
Penggalan Novel Pasung Jiwa (terlampir)
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan baik dan benar!
1. Sebutkan tokoh dan karakter dari masing-masing tokoh yang terlibat
dalam penggalan novel Pasung Jiwa yang sedang kalian baca?
2. Bagaimana alur yang digunakan dalam penggalan novel Pasung Jiwa?
Jelaskan!
3. Analisis latar tempat dan waktu yang dialami oleh para tokoh dalam
penggalan novel Pasung Jiwa! Berikan kutipan yang mendukung
jawabanmu!
4. Jelaskan konflik batin yang dialami oleh tokoh Sasana/ Jaka dalam
penggalan novel yang kamu baca!
5. Jika anda mengalami permasalahan hidup seperti yang dialami tokoh
Sasana dan Jaka atau melihat orang di sekitar anda mengalami hal serupa,
apa yang sebaiknya anda perbuat? Ceritakan alasannya!
Kunci Jawaban
Penggalan Novel Pasung Jiwa 1
1. Tokoh Karakter
a. Sasana
Iri hati
Penurut
Keras kepala
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
1.
2. Alur yang digunakan dalam penggalan novel tersebut adalah alur maju. Itu
terbukti ketika pengarang menceritakan kehidupan Sasana waktu kecil dan
kemudian beranjak ketika Sasana masuk SMP dan mulai mengenal
dangdut.
3. Analisis latar
Bentuk latar Latar Bukti kutipan
Latar tempat Kampung belakang
kompleks
Rumah Sasana
Di meja makan
Di kamar Sasana
“Malam itu aku sudah berada
di kampung di belakang
kompleks rumahku, berdiri di
antara puluhan laki-laki dan
perempuan menonton sebuah
pertunjukan.” (halaman 17)
“Tapi begitu sampai di rumah,
ia langsung menarik tanganku,
membawaku ke ruang tengah,
menyuruhku duduk, lalu ia
bicara lama dengan suara
tinggi.” (halaman 20)
“Di meja makan, Ayah dan
Ibuku sudah menunggu.”
(halaman 21)
“Aku berbaring tengkurap di
kamar. Tak kujawab semua
a. Ayah
Tegas
Otoriter
b. Ibu Pemarah
c. Minah Patuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
pertanyaan Ayah dan Ibu.”
(halaman 24)
Latar waktu Malam hari
Pagi hari
Sore hari
“Malam itu Ibu marah besar.
Tak pernah aku melihatnya
seperti ini.” (halaman 19)
Pagi hari, pintu kamarku
diketuk. Aku bangun
kesiangan hari ini.” (halaman
21)
Sore itu aku bermain-main
dengan Melati di rruang
tengah.” (halaman 24)
4. Konflik batin yang dialami tokoh Sasana adalah ketika dia selalu tersiksa
dan tidak suka ketika orangtuanya memaksakan dirinya untuk menyukai
piano.
5. Jika saya atau teman di sekitar saya mengalami masalah tersebut, saya
akan berbicara baik-baik dan jujur dengan orang tua agar mereka dapat
mengerti dan tidak salah paham.
Kunci Jawaban
Penggalan novel Pasung Jiwa 2
1. Analisis tokoh
Tokoh Karakter
a. Sasana Berani
Mempunyai tekad yang kuat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
b. Masita Optimis
Suka menolong
Pandai
2. Alur yang digunakan dalam penggalan novel tersebut adalah alur maju. Itu
terbukti ketika pengarang menceritakan Sasana sedang berada di Rumah
Sakit Jiwa dan Masita membantunya agar bisa keluar dari Rumah Sakit
tersebut.
3. Analisis latar
Bentuk Latar Latar Bukti Kutipan
Latar tempat Di bangku taman
Lorong Rumah Sakit
Jiwa
“Pagi ini kami habiskan
dengan duduk di bangku
taman. Aku lebih banyak
mendengarkan.” (halaman
150)
“Sepanjang Sabtu siang, aku
dan Masita terus bersama.
Kami menyusuri lorong-
lorong, memeriksa pintu tiap
kamar.” (halaman 153)
Latar waktu Pagi hari
Sabtu siang
“Pagi ini kami habiskan
dengan duduk di bangku
taman. Aku lebih banyak
mendengarkan.” (halaman
150)
“Sepanjang Sabtu siang, aku
dan Masita terus bersama.”
(halaman 153)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
Jam satu dini hari “Jam satu dini hari, Masita
membuka pintu kamarku.
Lebih cepat satu jam dari
rencana karena dengan begitu
kami punya cukup waktu
untuk keluar dari tempat ini
sebelum jam dua.” (halaman
153)
4. Konflik batin yang dialami oleh tokoh Sasana adalah ketakutannya akan
kehilangan seorang teman.
5. Jika saya atau teman di sekitar saya mengalami masalah tersebut, saya
tidak akan melakukannya dengan gegabah dalam mengambil keputusan,
harus dipikir secara matang apa yang kita putuskan supaya berakhir baik.
Kunci Jawaban
Penggalan novel Pasung Jiwa 3
1. Analisis tokoh
Tokoh Karakter
a. Jaka
b. Amat
c. Leman
d. Memed
Sombong
Arogan
Kejam
Egois
Penurut
Pasrah
Tidak berani melawan
Pasrah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
Tidak berani melawan
2. Alur yang digunakan dalam penggalan novel tersebut adalah alur maju. Itu
terbukti ketika pengarang menceritakan kehidupan Jaka ketika bergabung
dengan Laskar agama dan mengahncurkan café-café yang mereka anggap
tidak sesuai dengan kaidah yang mereka anut.
3. Analisis latar
Bentuk Latar Latar Bukti Kutipan
Latar tempat Di Malang
Kafe
Markas Laskar
agama
“Aku tetap tinggal di Malang.
Di Jakarta selamanya aku hanya
akan jadi cecunguk.” (halaman
264)
“Lalu kami bergerak ke pusat
kota, mendatangi kafe-kafe yang
jadi tempat disko dan mabuk-
mabukan. Di sini tak semudah
sebelumnya. Centeng-centeng
kafe menghalangi kami masuk.”
(halaman 267)
“Dua polisi datang ke markas
sehari setelah operasi pertama
kami.”(halaman 269)
Latar waktu Malam minggu
Pagi hari
“Malam Minggu kami jadikan
hari serangan. Sebelum magrib
orang-orang yang mau ikut
operasi sudah berkumpul di
rumahku.” (halaman 266)
“Aku deg-degan. Sejak pagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
salah tingkah, semakin menjadi
saat rombongan datang dan satu
persatu polisi keluar dari mobil.”
(halaman 270)
4. Konflik batin yang dialami tokoh Jaka adalah ketika Jaka merasa berat hati
menghancurkan drum, keyboard, gitar, mik, dan salon di sebuah café yang
mengingatkan dia terhadap sosok Sasana saat mengamen bersama.
5. Jika saya atau teman di sekitar saya mengalami masalah tersebut, saya
akan melihat dulu baik buruknya melakukan tindakan-tindakan tersebut
untuk ke depannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
LAMPIRAN 4
Penilaian
Penilaian Kognitif
Teknik : Tes tertulis
Bentuk : Uraian
No. Aspek Penilaian Skor Bobot Skor x
Bobot
1. a. Siswa dapat menyebutkan tokoh dan karakter
yang terlibat dalam penggalan novel Pasung
Jiwa dengan lengkap, menggunakan bahasa
yang benar.
b. Siswa dapat menyebutkan tokoh dan karakter
yang terlibat dalam penggalan novel Pasung
Jiwa dengan lengkap, tidak menggunakan
bahasa yang benar.
c. Siswa tidak dapat menyebutkan tokoh dan
karakter yang terlibat dalam penggalan novel
Pasung Jiwa dengan lengkap, tidak
menggunakan bahasa yang benar.
5
3
1
4
20
2. a. Siswa dapat menjelaskan alur yang terjadi
dalam penggalan novel Pasung Jiwa
menggunakan bahasa yang benar, disertai
alasan yang lengkap
b. Siswa dapat menjelaskan alur yang terjadi
dalam penggalan novel Pasung Jiwa, tidak
menggunakan bahasa yang benar, dan disertai
alasan yang lengkap
c. Siswa tidak dapat menjelaskan alur yang
5
3
1
4
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
3.
terjadi dalam penggalan novel Pasung Jiwa,
tidak menggunakan bahasa yang benar, dan
tidak disertai dengan alasan yang lengkap
a. Siswa dapat menyebutkan latar tempat dan
waktu yang dialami oleh para tokoh dalam
novel Pasung Jiwa dengan menggunakan
bahasa yang benar, dan memberikan kutipan
dengan lengkap.
b. Siswa dapat menyebutkan latar tempat dan
waktu yang dialami oleh para tokoh dalam
novel Pasung Jiwa, tidak menggunakan
bahasa yang benar, dan memberikan kutipan
dengan lengkap.
c. Siswa tidak dapat menyebutkan latar tempat
dan waktu yang dialami oleh para tokoh
dalam novel Pasung Jiwa dengan
menggunakan bahasa yang benar, dan tidak
memberikan kutipan dengan lengkap.
5
3
1
4
20
4. a. Siswa dapat menjelaskan konflik batin yang
dialamo oleh tokoh Sasana/ Jaka dalam
penggalan novel Pasung Jiwa dengan
menggunakan bahasa yang benar.
b. Siswa dapat menjelaskan konflik batin yang
dialamo oleh tokoh Sasana/ Jaka dalam
penggalan novel Pasung Jiwa dan tidak
menggunakan bahasa yang benar.
c. Siswa tidak dapat menjelaskan konflik batin
yang dialamo oleh tokoh Sasana/ Jaka dalam
penggalan novel Pasung Jiwa dengan
menggunakan bahasa yang benar.
5
3
1
4
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
5. a. Siswa dapat menuliskan permasalahan hidup
sehari-hari yang dikaitkan dengan
permasalahan hidup yang dialami oleh
Sasana dan Jaka menggunakan bahasa yang
benar.
b. Siswa dapat menuliskan permasalahan hidup
sehari-hari yang dikaitkan dengan
permasalahan hidup yang dialami oleh
Sasana dan Jaka, tidak menggunakan bahasa
yang benar.
c. Siswa tidak dapat menuliskan permasalahan
hidup sehari-hari yang dikaitkan dengan
permasalahan hidup yang dialami oleh
Sasana dan Jaka menggunakan bahasa yang
benar.
5
3
1
4
20
Total Skor 100
Skor yang diperoleh
Nilai : x 100
Skor Maksimal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Penilaian Afektif
Bentuk : Lembar Pengamatan
No Nama Disiplin Cermat Kerja
sama Kejujuran Etika
Rata-
rata
Skala penilaian dibuat dengan rentangan dari 1 sampai dengan 5
Penafsiran angka : 5 = Sangat baik
4 = Baik
3 = Cukup
2 = Kurang
1 = Sangat kurang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
Penilaian Psikomotorik
No. Aspek yang
dinilai Deskripsi Skor Bobot
Skor x
Bobot
1. Presentasi a. Siswa mampu
mempresentasikan hasil
analisis penggalan novel
Pasung Jiwa dengan
lengkap, menggunakan
bahasa yang benar.
b. Siswa mampu
mempresentasikan hasil
analisis penggalan novel
Pasung Jiwa dengan
lengkap, tidak
menggunakan bahasa yang
benar.
c. Siswa mampu
mempresentasikan hasil
analisis penggalan novel
Pasung Jiwa dengan tidak
lengkap, dan tidak
menggunakan bahasa yang
benar.
5
3
1
4
20
Total Skor 20
Skor yang diperoleh
Nilai = x 100
Skor Maksimal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
LAMPIRAN 5
Materi Pembelajaran
Pengertian novel
Novel berasal dari bahasa novella yang berarti “sebuah barang baru yang
kecil”. Kemudian kata itu diartikan sebagai sebuah karya sastra dalam bentuk
prosa. Novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh permasalahan
kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh. (Kosasih, 2007:83).
Unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam novel
a. Tokoh cerita (character), menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro,
2007:165) adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya
naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral
dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan
apa yang dilakukan dalam tindakan. Selain itu, tokoh juga merupakan
individu yang berkesan hidup, memiliki ciri-ciri kejiwaan, dan ciri-ciri
kemasyarakatan (Hariyanto, 2000:34).
Menurut Nurgiyantoro (2007:176), berdasarkan tingkat pentingnya tokoh
dalam sebuah cerita, tokoh dibedakan menjadi :
1. Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam prosa
yang bersangkutan (Wahyuningtyas & Santosa, 2011:3). Sayuti (dalam
Wiyatmi, 2006:31) mengungkapkan bahwa ada tiga cara untuk
menentukan tokoh utama atau sentral. Pertama, tokoh itu yang paling
terlibat dengan makna atau tema. Kedua, paling banyak berhubungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
dengan tokoh lain. Ketiga, paling banyak memerlukan waktu penceritaan. Tokoh
utama dalam sebuah novel mungkin saja lebih dari seorang, meskipun kadar
keutamaannya tidak selalu sama. Keutamaan mereka ditentukan oleh dominasi,
banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot secara
keseluruhan.
2. Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita
tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama
(Wahyunintyas & Santoso, 2011:3).
a. Alur
Alur merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan
sebab-akibat.
b. Latar
Latar meliputi tempat, waktu, dan suasana yang digunakan dalam cerita.
Latar dalam suatu cerita bisa bersifat factual, bisa pula imajiner. Latar
berfungsi untuk memperkuat atau mempertegas jalannya cerita.
c. Penokohan
Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan
karakter tokoh-tokoh dalam cerita.
Konflik batin adalah konflik yang disebabkan oleh adanya dua gagasan atau
lebih atau keinginan yang saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga
memengaruhi tingkah laku. (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat,
2008:723).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
Menurut Tjahjono (1987:113), konflik batin adalah pertarungan individual yang
terjadi dalam batin manusia itu sendiri. Seringkali untuk membuat sebuah
keputusan atau ketetapan, terjadilah pergumulan antara kekuatan keberanian dan
ketakutan, kebajikan dan kejahatan, kejujuran dan kecurangan, dan sebagainya
(Tjahjono, 1987:113).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Lampiran 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
BIODATA
Anne Septi Yunisa lahir di Rembang, 7 Juni 1992. Ia
lulus Taman Kanak-kanak Santa Maria Rembang pada
tahun 1998. Setelah lulus taman kanak-kanak, ia
melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Santa Maria
Rembang padda tahun 1998 – 2004. Sekolah Menengah
Pertama OV. Slamet Riyadi Rembang dipilihnya
sebagai sekolah lanjutan setelah lulus dari Sekolah
Dasar.
Ia lulus dari Sekolah Menengah Pertama pada Tahun 2007. Ia lulus Sekolah
Menengah Atas Santa Maria Rembang pada tahun 2010. Pada tahun 2010, ia
melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi di Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan , Program Studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Ia menyelesaikan masa kuliah pada tahun
2015 dengan menyusun skripsi yang berjudul Konflik Batin Tokoh Sasana dan
Jaka dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari dan Relevansinya dengan
Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XII Semester 1 (Suatu Tinjauan Psikologi
Sastra).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Recommended