View
713
Download
7
Category
Preview:
Citation preview
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN I
Di LABORATORIUM MEKANIKA FISIKA DASAR
M-7
ALIRAN AIR DALAM PIPA KAPILER
Disusun Oleh :
WULANDHARI
NIM : 24040110120034
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
Agustus, 2013
Perbandingan nilai viskositas air dan waktu paruh pemerosotan eksponensial
aliran air dengan metode ketinggian permukaan air dan metode volume air
I. Tujuan
Membandingkan nilai viskositas air metode ketinggian permukaan dengan metode
volume air dan membandingkan hasil waktu paruh pemerosotan eksponensial aliran air pada
metode ketinggian permukaan air yang ditinjau dari posisi pipa kapiler.
II. Landasan Teori
2.1 Fluida
Menurut Rizky, H.M. dan Erika, R. (2010) fluida adalah suatu zat yang dapat
mengalir. Dimana fluida meliputi cairan yang mengalir di bawah pengaruh gravitasi
sampai menempati daerah terendah yang mungkin dari penampungannya, dan gas yang
mengembang mengisi penamungnya tanpa peduli bentuknya. Sedangkan menurut Basri
(2009) fluida adalah zat yang berubah bentuk secara kontinu (terus-menerus) jika terkena
tegangan geser, berapapun kecilnya tegangan geser itu.
2.2 Sifat fluida bergerak
Fluida berdasarkan keadaannya yaitu fluida dalam keadaan diam dan keadaan
bergerak. Sifat fluida dalam keadaan diam adalah kecepatan, kapilaritas, tekanan dan
kecepatan. Sifat-sifat fluida dalam keadaan bergerak adalah sebagai berikut :
2.2.1 Kerapatan atau densitas
Kerapatan adalah ukuran untuk konsentrasi zat tersebut atau perbandingan
massa suatu bahan persatuan volum secara sistematis kerapatan dapat dihitung
dengan persamaan (2.1).
ρ=mV
…………………………………………………………………(2.1)
dimana ρ adalah kerapatan atau densitas fluida (kg/m3) , m adalah massa
fluida (kg) dan V adalah volum fluida (m3). Kerapatan air pada temperature kamar
adalah 1000 kg/m3.
Tabel 2.1 Densitas Beberapa Zat Umum
Pada Tabel 2.1 menunjukan beberapa zat umum pada suhu lingkungan, dari tabel
tersebut menunjukan bahwa benda yang mempunyai massa yang besar namun volumnya kecil
mempunyai nilai densitas yang tinggi. Untuk jenis benda dari golongan gas dan cairan, massa
jenis kadang tidak selalu sama. Massa jenis dapat berubah-ubah sesuai dengan lingkungan
dimana benda tersebut berada. Faktor lingkungan itu tentu saja adalah hal-hal yang
mempengaruhi massa dan volume benda. Karena dalam suatu sistem yang tertutup massa benda
selalu tetap maka besaran yang berubah dari benda tersebut adalah volum.
2.2.2 Berat jenis
Berat jenis merupakan berat benda persatuan volum. Persamaan 2.2
merupakan persamaan untuk menghitung berat jenis.
γ= ρ g ………………………………………………….…………….(2.2)
dimana γ merupakan berat jenis benda (N/m3) , ρmerupakan kerapatan
massa (kg/m3) dan g adalah percepatan gravitasi sebesar 9.8 m/s2 . Persamaan 2.2
berat jenis sangat menguntungkan karena dalam kebanyakan kasus faktor ρ g
biasanya selalu muncul. Namun demikian, dalam pembahasan pada bab ini,
karena sifat natural gaya berhubungan erat dengan massa, bukan berat, maka
Massa densitas (kg/m3)udara (1 atm,
200C) 1.2
Ethanol 0.81 103
Benzene 0.90 103
Es 0.92 103
Air 1 103
besi, baja 7.8 103
Kuningan 8.6 103
variabel massa jenis akan digunakan ketika membahas kasus-kasus secara
analitik.
2.2.3 Aliran air dalam fluida
a. Aliran air dalam pipa
Aliran fluida dapat terjadi berupa aliran steady atau aliran unsteady. Aliran
unsteady terjadi jika keadaan di setiap titik dalam aliran berubah menurut
perubahan waktu, sedangkan aliran steady terjadi jika keadaan titik dalam aliran
tidak berubah menurut perbedaan waktu.
Persamaan kontinuitas merupakan penurunan dari hukum kekekalan
massa. Untuk aliran mantap (steady), massa yang melalui semua bagian dalam
arus fluida persatuan waktu adalah sama. Perhatikan Gambar 2.1 bahwa fluida
yang masuk melalui ujung A1 hanya mengalir pada arah sepanjang pipa menuju
ujung A2. Tidak ada percabangan aliran fluida. Karena massa jenis fluida adalah
konstan maka jumlah massa per detik yang masuk melalui luas penampang A1
haruslah sama dengan jumlah massa yang masuk melalui luas penampang A2.
Dengan demikian, berlaku m1 = m2 sehingga:
m=ρ1V 1=ρ2V 2 ……………………………………………………..(2.4)
ρ1 v1 A1 ∆ t=ρ2 v2 A2∆ t ……………………………………………….(2.5)
Untuk fluida inkompresible dan jika ρ1= ρ2 maka persamaan di atas menjadi: :
Q=v1 A1=v2 A2 …………………………………………………….(2.6)
dimana Q adalah debit (m3/s), v adalah kecepatan (m/s) dan A adalah luas
penampang (m2).
Gambar 2.1 Fluida mengalir pada sebuah pipa yang kedua ujungnya memiliki luas
penampang yang berbeda.b. Aliran pada pipa lurus
Pada saat fluida bergerak melalui sebuah pipa maka akan
terjadi gesekan antara fluida dan dinding pipa yang
menyebabkan kecepatan aliran fluida pada setiap segmen,
diukur secara konsentris, berbeda beda.
Gambar 2.2 Tanda panah sejajar pada (a) menunjukkan kecepatan alir fluida yang sama besar sedangkan pada (b), kecepatan alir fluida yang bergesekan
dengan dinding pipa cenderung memiliki kecepatan yang lebih rendah.
Perhatikan Gambar 2.2 (a) adalah sistem fluida laminar ideal yang baru
saja kita bahas. Gambar 2.2 (b) menunjukkan representasi aliran fluida laminar
dimana gaya gesek diperhitungkan (aliran Poiseuille) fluida memiliki sifat
kekentalan yang disebut viskositas. Sifat keketanlan itulah yang menyebabkan
munculnya gesekan pada fluida.
Viskositas fluida muncul sebagai manifestasi adanya interaksi
intramolekuler yang muncul pada fluida. Molekul-molekul fluida mempunyai
pergerekan yang cenderung random. Ketika “permukaan” fluida bergesekan
dengan permukaan benda lain, misalnya dinding pipa, maka molekul-molekul
yang bersentuhan langsung dengan dinding pipa akan diperlambat geraknya
karena adanya gesekan. Molekul yang diperlambat tersebut akan memperlambat
molekul pada lapisan yang lebih dalam dan seterusnya.
Efek perlambatan akibat gesekan ini, oleh dinding terhadap molekul dan
oleh molekul terhadap molekul lainnya, semakin ke lapisan yang lebih dalam
efeknya semakin kecil. Hal ini teramati pada kecepatan aliran fluida dimana aliran
fluida pada pusat penampang lebih cepat dibanding aliran fluida pada dinding
pipa..
Aliran fluida terbagi menjadi 3 kategori diantaranya sebagai berikut :
a. Aliran laminer adalah tipe aliran dengan kecepatan rendah sehingga ketika
fluida mengalir seolah-olah terdiri dari bertumpuk-tumpuk lapisan. Jika
kecepatan aliran fluida sangat besar maka sifat laminaritas
fluida akan hilang.
b. Aliran transisi adalah tipe aliran dengan kecepatan sedang sehingga terjadi
transisi antara lain rata (laminer) menuju aliran deras (turbulen).
c. Aliran turbulen adalah tipe aliran dengan kecepatan tinggi sehingga pertikel-
pertikel fluida bergerak dengan lintasan yang tidak teratur dan dapat
mengalami rotasi.. Aliran turbulen mempunyai koefisien gesek yang
lebih tinggi dibandingkan dengan aliran laminar, tingginya koefisien gesek
berpengaruh secara langsung pada besarnya penurunan tekanan dan besarnya
energi yang diperlukan untuk mengalirkan fluida. Sifat turbulensi salah
satunya disebabkan jika aliran fluida mencapai batas
kritisnya. Batas kritis yang dimaksud adalah batas kritis pola
aliran laminar.
Berikut ini adalah persamaan untuk menghitung viskositas :
F=ηA vd
……………………………………………………………..(2.7)
dimana F adalah gaya yang bekerja pada plat (N), η = koefisien viskositas
fluida (Ns/m2), A = luas penampang bidang kontak fluida dan plat (m2), v =
kecepatan pergeseran plat (m/s), d = tebal fluida yangterpresentasi dalam jarak
antar plat (m). Dengan adanya viskostas fluida ini tentu saja menyebabkan energi
fluida tidak sama pada keadaan akhir dan awalnya. Energi yang hilang ini
disebabkan oleh gesekan.
Tabel 2.2 Beberapa Harga Viskositas
Temperatur (0C) Viskositas air (mPa.s)
0 1.8
20 1.0
40 0.85
60 0.60
Tabel 2.2 menunjukan nilai viskositas dari air dengan
temperatur yang berbeda-beda, sehingga secara tidak langsung
nilai viskositas suatu cairan bergantung pada temperaturnya.
Karena temperature dapat menyebabkan perubahan volume
fluida dimana perubahan tersebut berefek pada perubahan
massa jenisnya sehingga semakin besar temperatur suatu cairan
makan nilai viskositasnya semakin kecil, sehingga dapat
disimpulkan bahwa nilai viskositas suatu cairan berbanding
terbalik dengan temperatur cairan tersebut.
Selain itu viskositas air berkurang seiring bertambahnya temperature
karena jarak antar molekul jauh lebih kecil dibandingkan pada gas, sehingga
kohesi sngat kuat. Peningkatan temperatur mengurangi kohesi molekuler dan ini
diwujudkan berupa berkurangnya viskositas fluida.
Dalam pipa lulus aliran fluida berlaku persamaan berikut :
P + ρy + ½ρv2 = konstan ………………………………………………(2.8)
dimana persamaan 2.8 merupakan persamaan Bernoulli, P adalah tekanan pada
fluida (atm), ρ adalah massa jenis fluida dan v adalah kecepatan aliran fluida
(m/s2).
Untuk menentukan apakah suatu aliran laminer, transisi atau turbulen
dapat dipakai bilangan Reynolds. Karakter aliran fluida dinyatakan dengan sebuah
bilangan tak berdimensi yang disebut dengan bilangan Reynolds sebagai berikut:
Re=V D
v ……………………………………………………………….
(2.9)
dimana : Re adalah bilangan Reynolds, V merupakan kecepatan rata-rata
aliran dalam pipa (m/s), D = diameter dalam pipa (m) , v = viscositas kinematis
zat cair (m2/s) . Pada bilangan Reynolds ini terdapat suatu batasan sebagai berikut
Re < 2300 aliran bersifat laminar, Re > 4000 aliran bersifat turbulen dan Re =
2300 - 4000 terdapat daerah turbulen transisi, dimana aliran dapat bersifat laminer
atau turbulen tergantung pada kondisi pipa dan aliran.
2.3 Penurunan tekanan
Penurunan tekanan atau pressure drop merupakan permasalahan yang terjadi pada
suatu aliran pada aliran fluida dalam pipa. Penurunan tekanan disebabkan oleh gesekan
fluida dengan bidang batas. Penurunan tekanan dapat terjadi akibat aliran fluida
mengalami gesekan dengan permukaan saluran dan saat aliran melewati sambungan
pipa, belokan, katup, difusor, dan sebagainya. Besar pressure drop bergantung pada
kecepatan aliran, kekasaran permukaan, panjang pipa dan diameter pipa.
III. Metode
3.1. Alat : gelas ukur 100ml,meteran, pipa kapiler, stopwatch dan jangka sorong
3.2. Bahan : air
3.3. Tempat : laboratoriuum mekanik fisika dasar universitas diponegoro
3.4. Cara kerja :
3.4.1 Metode ketinggian permukaan air :
1. Siapkan alat dan bahan yang ditunjukan pada Gambar 3.1 (a),
2. Kosongkan buret dari air dengan membuka kran yang ditunjukan pada
Gambar 3.1 (b),
3. Tutup kran dan isi buret dengan air dengan ketinggian tertentu (h0) lalu
ukur dengan meteran yang ditunjukan pada Gambar 3.1 (c),
4. Buka kran selama 10 detik dan tutup kembali kran, lalu ukur
ketinggian airnya (h10) yang ditunjukan pada Gambar 3.1 (d),
5. Ulangi percobaan tersebut sampai 110 detik.
Berikut ini adalah Gambar 3.1 percobaan penentuan viskositas air
dengan metode ketinggian permukaan air.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 3.1 Percobaan dengan metode ketinggian permukaan air
3.4.2 Metode volume air :
1. Siapkan alat dan bahan,
2. Tutup kran dan isi buret dengan air dengan volume tertentu (V0),
3. Buka kran selama 10 detik dantutup kembali kran, lalu ukur volume
airnya (V10),
4. Ulangi percobaan tersebut sampai 110 detik.
Untuk pengambilan data pada metode volum air bersamaan dengan
pengambilan data pada metode ketinggian permukaan air.
3.5 Skema alat aliran air dalam pipa kapiler
Berikut ini adalah Gambar 3.2 skema alat aliran air dalam pipa kapiler :
Gambar 3.2 Skema alat aliran air dalam pipa kapiler
IV. Hasil
4.1 Data percobaan
Tabel 4.1 Data percobaan aliran air dalam pipa kapiler
t (sekon)Metode ketinggian permukaan air dan Metode volum airvertikal 7.98 cm horizontal 8.60 cm
h (cm) V (ml) h (cm) V (ml)0 75 100 66.6 10010 68.5 90.4 62.6 93.820 63 79.4 60 88.430 57.6 68.8 56.4 80.440 53.4 60 52.1 7350 47.5 51 48.6 65.260 43.8 42.8 44.7 5870 40.3 35.4 41.8 52.880 35.8 27.8 38.8 45.890 31.6 20.6 34.6 39.2100 29 13.6 31.6 33.6110 25 7.4 30.2 26
Tabel 4.1 menunjukan data hasil percobaan aliran air dalam pipa kapiler dengan
diameter buret sebesar 0.0153 m, diameter pipa kapiler sebesar 0.1 cm.
4.2 Hasil perhitungan koefisien viskositas air
4.2.1 metode ketinggian permukaan air
a. Pipa vertikal 7.98 cm
Gambar 4.2 Grafik gradient untuk mencari λ±∆λ
Dari grafik pada Gambar 4.2 didapatkan hasil
λ ± ∆ λ=9.8 10−3± 1.0 10−4 s−1, dari hasil perhitungan λ didapatkan ( t 1/2¿waktu
paruh pemerosotan eksponensial aliran air dalam pipa kapiler vertikal 7.98 cm
sebesar 71 sekon dan koefisien viskositas air pada suhu 260C sebesar
1.67 10−3 Ns
m2 .
b. Pipa horizontal 8.60 cm
Gambar 4.3 Grafik gradient untuk mencari λ±∆λ
Dari grafik pada Gambar 4.3 didapatkan hasil
λ ± ∆ λ=2.15 10−2 ± 1.5510−3 s−1, dari hasil perhitungan λ didapatkan ( t 1/2¿waktu
paruh pemerosotan eksponensial aliran air dalam pipa kapiler horizontal 8.60 cm
sebesar 32.2 sekon dan koefisien viskositas air pada suhu 260C sebesar
7.08 10−4 Ns
m2.
4.2.2 Metode volum air
a. Pipa vertikal 7.98 cm
Gambar 4.4 Grafik gradient untuk mencari λ±∆λ
Dari grafik pada Gambar 4.4 didapatkan hasil
λ ± ∆ λ=7.5 10−3 ± 1.510−3 s−1, dari hasil perhitungan λ didapatkan ( t 12
¿waktu
paruh pemerosotan eksponensial aliran air dalam pipa kapiler vertikal 7.98 cm
sebesar 92.4 sekon dan koefisien viskositas air pada suhu 260C sebesar
2.18 10−3 Ns
m2.
b. Pipa horizontal 8.60 cm
Gambar 4.5 Grafik gradient untuk mencari λ±∆λ
Dari grafik pada Gambar 4.5 didapatkan hasil
λ ± ∆ λ=λ ± ∆ λ=1.18 10−2± 210−4 s−1, dari hasil perhitungan λ didapatkan ( t 1/2¿
waktu paruh pemerosotan eksponensial aliran air dalam pipa kapiler horizontal
8.6 cm sebesar 58.7 sekon dan koefisien viskositas air pada suhu 260C sebesar
1.30 10−3 Ns
m2.
4.3 Pembahasan
Ketika air masuk ke dalam buret maka fluida akan berubah bentuk sesuai
ruangnya akibat adanya gravitasi bumi dan tekanan maka ketika kran di buka air akan
mengalir ke bawah. Ketika air melewati sambungan dari buret ke pipa kapiler maka
terjadi penurunan tekanan. Pada posisi pipa kapiler horizontal, aliran air akan melewati
belokan dari buret vertikal menuju pipa kapiler horizontal, sehingga mengakibatkan maka
penurunan tekanan semakin besar. Jika penurunan tekanan air semakin besar maka akan
semakin besar pula kecepatan aliran air.
Bila ditinjau dari posisi pipa kapiler dari metode ketinggian permukaan air
didapatkan hasil sebagai berikut waktu paruh pemerosotan eksponensial aliran air dalam
pipa kapiler vertikal 7.98 cm sebesar 71 sekon dan koefisien viskositas air pada suhu
260C sebesar 1.67 10−3 Ns
m2atau1.67 mPa sedangkan waktu paruh pemerosotan
eksponensial aliran air dalam pipa kapiler horizontal 8.60 cm sebesar 32.2 sekon dan
koefisien viskositas air pada suhu 260C sebesar 0.708 mPa .Dari hasil tersebut dapat hasil
yang berbeda waktu pemerosotan eksponensial aliran air dalam pipa kapiler vertikal 7.98
cm dan pipa kapiler horizontal 8.60 cm, hal ini disebabkan karena beberapa faktor yaitu
posisi pipa kapiler, pada posisi vertikal akan memiliki waktu paruh yang lebih besar di
bandingkan dengan posisi horizontal, karena pada posisi horizontal penurunan
tekanannya yang besar, jenis aliran air yang laminar dan lintasan aliran air yang vertikal
menyebabkan kecepatan aliran air semakin meningkat hal ini mengakibatkan waktu
pemerosotan eksponensial aliran air yang besar selain itu waktu pemerosotan
eksponensial aliran air juga dipengaruhi oleh diameter pipa, semakin kecil diameter pipa
menyebabkan debit air yang keluar semakin sedikit sehingga menyebabkan waktu
pemerosotan eksponensial aliran air semakin kecil.
Bila ditinjau dari metode ketinggian permukaan air dan metode volum didapatkan
hasilnya adalah sebagai berikut dari metode ketinggian permukaan air didapatkan hasil
λ ± ∆ λ=9.8 10−3± 1.0 10−4 s−1, dari hasil perhitungan λ didapatkan ( t 1/2¿waktu paruh
pemerosotan eksponensial aliran air dalam pipa kapiler vertikal 7.98 cm sebesar 71 sekon
dan koefisien viskositas air pada suhu 260C sebesar 1.67 10−3 Ns
m2 sedangkan dari
metode volum air didapatkan hasil λ ± ∆ λ=7.5 10−3 ± 1.510−3 s−1, dari hasil perhitungan λ
didapatkan ( t 1/2¿waktu paruh pemerosotan eksponensial aliran air dalam pipa kapiler
vertikal 7.98 cm sebesar 92.4 sekon dan koefisien viskositas air pada suhu 260C sebesar
2.18 10−3 Ns
m2. Bila ditinjau dari nilai viskositas air direferensi pada suhu 260C sebesar
0.955 mPa dari kedua metode, metode ketinggian permukaan air mempunyai error
sebesar 74.9 % dan metode volum air mempunyai error sebesar 128 %. Terjadi kesalahan
yang sangat besar di kedua metode, tapi dari hasil yang diperoleh metode ketinggian
permukaan air lebih baik dari pada metode volum.
V. Kesimpulan
Nilai viskositas air direferensi pada suhu 260C sebesar 0.955 mPa dari kedua metode,
metode ketinggian permukaan air mempunyai error sebesar 74.9 % dan metode volum air
mempunyai error sebesar 128 %. Terjadi kesalahan yang sangat besar di kedua metode, tapi dari
hasil yang diperoleh metode ketinggian permukaan air lebih baik dari pada metode volum. dan
membandingkan hasil waktu paruh pemerosotan eksponensial aliran air pada metode ketinggian
permukaan air yang ditinjau dari posisi pipa kapiler.
Dari hasil tersebut dapat hasil yang berbeda waktu pemerosotan eksponensial aliran air
dalam pipa kapiler vertikal 7.98 cm dan pipa kapiler horizontal 8.60 cm yaitu waktu pemerosotan
eksponensial aliran air pipa kapiler vertikal lebih cepat dibandingkan pipa kapiler horizontal.
Faktor yang mempengaruhi waktu pemerosotan eksponensial aliran air yaitu posisi pipa kapiler,
jenis aliran air yang laminar, lintasan aliran air, diameter pipa.
VI. Daftar PustakaBasri.2011.ANALISIS PENGARUH LAJU ALIRAN MASSA TERHADAP KOEFISIEN
PERPINDAHAN PANAS RATA-RATA PADA PIPA KAPILER DI MESIN REFRIGERASI FOCUS 808. Jurnal Mekanikal. Vol. 2 No. 1: Januari 2011: 16 – 22.
Maulida, R.H. dan Erika Rani.2010.Analisis karakteristik pengaruh suhu dan kontaminan terhadap viskositas oli menggunakan rotary viscometer. Jurnal Neutrino.Vol.3 No.1 Oktober 2010.
Muhajir,K.2011.Pengaruh Viskositas terhadap Aliran Fluida Gas-Cair melalui Pipa Vertikal dengan Perangkat Lunak Ansys Fluent 13.0. Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 3, No. 1, November 2011.
Salimin.2009.PENGARUH PERUBAHAN ALIRAN TERHADAP KOEFISIEN KERUGIAN. DINAMIKA Jurnal Ilmiah Teknik Mesin. Vol. 1, No. 1, November 2009.
Zemansky, Sears. 1962. Fisika Untuk Universitas 1 Mekanika. Panas. Bunyi. Penerbit Bina Cipta: Bandung.
VII. Lampiran1 metode ketinggian permukaan air
∆ h ∆ t
Q=∆ V∆ t
=AΔ hΔt
=r 4 ∆ p π8 L η
Δ h= r4 ∆ p π Δt8 L η A
Δ p=ρgh
Δ h= r4 ρ g h π Δ t8 Lη A
dh=−λhdth=h0 e− λt
a. Pipa vertikal 7.98 cm
λ=0.0098 s−1 → Δ λ=¿
λ ± ∆ λ=9.8 10−3± 1.0 10−4 s−1
t 1/2=ln 2
λ= 0.693
9.8 10−3=71 sekon
λ= r4 πρg8 A L η
η= r4 πρg8 A L λ
=( 0.001
2 )4
3.1410009.8
8(3.14 ( 0.01532 )
2)0.07980.0098
=1.6710−3 Ns
m2 =1.6710−2 poise pada suhu 260 C
b. Pipa horizontal 8.60 cmλ=0.0215 s−1 →Δ λ=¿
λ ± ∆ λ=2.15 10−2 ± 1.5510−3 s−1
t 1/2=ln 2
λ= 0.693
2.15 10−2=32.2 sekon
λ= r4 ρg π8 L A η
η= r4 ρg π8 L A λ
=( 0.001
2 )4
1000 9.8 3.14
80.086 3.14 ( 0.01532 )
2
0.0215=7.0810−4 s
m2=7.08 10−3 poise pada suhu260 C
2 Metode volum air∆ h ∆ t
Q=∆ V∆ t
=AΔ hΔt
=r 4 ∆ pπ8 L η
Δ h= r4 ∆ p π Δt8 L η A
Δ p=ρgh
Δ h= r4 ρ g h π Δ t8 Lη A
ΔVA
= r4 ρ g h π Δt8 L η A
ΔV = r4 ρ gV Δt8 L η R2
dV =−λVdt
V=V 0 e−λt
a. Pipa vertikal 7.98 cmλ=0.0075 s−1 →Δ λ=¿
λ ± ∆ λ=7.5 10−3 ± 1.510−3 s−1
t 1/2=ln 2
λ= 0.693
7.5 10−3=92.4 sekon
λ= r4 ρg8 L R2 η
η= r4 ρg8 L R2 λ
=( 0.001
2 )4
1000 9.8
8 0.0798( 0.01532 )
2
0.0075=2.18 10−3 N
sm2 =2.18 10−2 poise pada suhu260 C .
b. Pipa horizontal 8.60 cmλ=0.0118 s−1
Δ λ=¿
λ ± ∆ λ=1.18 10−2 ± 210−4 s−1
t 1/2=ln 2
λ= 0.693
1.18 10−2=58.7 sekon
λ= r4 ρg8 L R2 η
η= r4 ρg8 L R2 λ
=( 0.001
2 )4
1000 9.8
8 0.086( 0.01532 )
2
0.0118=1.3010−3 N
sm2=1.30 10−2 poise pada suhu260C
Recommended