View
1.363
Download
115
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bernafas merupakan salah satu bentuk mekanisme yang membedakan makhluk
hidup dengan benda mati. Bernafas atau respirasi ini dilakukan oleh semua jenis
makhluk hidup yang ada di alam semesta karena bernafas merupakan salah satu
bentuk usaha untuk mempertahankan hidup. Dengan melakukan mekanisme
respirasi, maka tumbuhan akan mendapatkan penyediaan materi secara
berkesinambungan. Pada proses respirasi terjadi mekanisme perubahan glukosa
menjadi energi dalam bentuk ATP yang digunakan untuk metabolisme hidup suatu
makhluk hidup. Proses respirasi ini merupakan mekanisme utama pembentukan
energi pada makhluk hidup.
Tumbuhan merupakan salah satu kerajaan makhluk hidup yang ada di alam
semesta ini. Tumbuhan dikenal sebagai penghasil energi bagi makhluk hidup yang
lain, karena dapat menyediakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh makhluk hidup
lain yaitu dengan melakukan mekanisme fotosintesis. Sebagai bagian dari makhluk
hidup, maka tumbuhan juga melakukan mekanisme respirasi. Respirasi yang terjadi
pada tumbuhan memiliki keterkaitan dengan proses fotosintesis yang dilakukan
tumbuhan. Hasil yang didapat pada fotosintesis akan dipecah untuk kemudian diubah
menjadi energi dalam bentuk ATP yang digunakan tumbuhan untuk melakukan
proses metabolisme dalam tubuh dan sebagian lagi dalm bantuk energi panas yang
lepas ke lingkungan.
Proses respirasi yang terjadi pada makhluk hidup tentu saja dipengaruhi oleh
beberapa faktor, baik itu faktor internal maupun faktor eksernal (lingkungan).
Beberapa faktor internal berpengaruh antara lain usia tanaman, konsentrasi substrat
yang tersedia, enzim, dll. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh antara lain
suhu, cahaya, konsentrasi karbondioksida di lingkungan, konsentrasi oksigen di
lingkungan, ketersediaan air, dll.
Berdasarkan hal-hal yang telah kami uraikan di atas, maka kami bermaksud
melakukan penelitian untuk menganalisis hubungan antara salah satu faktor
1
eksternal (suhu) terhadap kecepatan respirasi pada kecambah dengan mengontrol
faktor-faktor yang lain yang mungkin dapat mempengaruhi hasil dari pengamatan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar beakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
“Bagaimanakah pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi kecambah kacang hijau?”
C. Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu
terhadap kecepatan respirasi kecambah kacang hijau.
2
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Respirasi
Respirasi merupakan mekanisme untuk memecah zat organik menjadi energi
dalam bentuk ATP atau senyawa berenergi tinggi lainnya yang digunakan dalam
proses mekanisme yang terjadi dalam tubuh makhluk hidup. Pada tumbuhan
mekanisme ini berkaitan erat dengan proses fotosintesis yang terjadi. Proses respirasi
terjadi di dalam sel, tepatnya yaitu terjadi pada mitokondria. Sehingga para ahli ada
yang menyebut peristiwa yang terjadi di mitokondria ini adalah respirasi seluler.
Respirasi sel merupakan peristiwa oksidasi bahan bakar yang berupa senyawa
organik dalam sel yang diikuti dengan peristiwa pembebasan energi.
Respirasi dan pembakaran merupakan suatu istilah berbeda yang sering
diartikan sama. Pada respirasi, reaksi kimia yang terjadi terjadi pada suhu yang
rendah karena proses pemecahan ikatan kimia dalam molekul senyawa organik
terjadi secara bertahap. Hal ini membuat sel-sel dalam tubuh kita tidak mengalami
kerusakan karena suhu yang seharusnya dihasilkan dari proses reaksi kimia. Hal
yang berbeda terjadi pada proses pembakaran. Pada pembakaran, ikatan kimia pada
molekul senyawa organik dipecah secara langsung sehingga reaksinya terjadi pada
suhu yang relatif tinggi.
B. Tahapan Respirasi
Respirasi bukan merupakan satu tahapan reaksi kimia, melainkan beberapa
tahapan yang masing-masing tahapan di dukung oleh banyak reaksi kimiaterjadi
banyak tahap reaksi yang masing-masing tahap dikatalisis oleh enzim yang cocok
diantaranya :
1. Glikolisis
Glikolisis disebut juga jalur Embdn-Meyerhof-Pearnas, merupakan rangkaian
reaksi perubahan glukosa menjadi asam piruvat. Glikolisis terbagi atas dua fase,
yaitu: fase persiapan dan fase oksidasi. Fase persiapan dimulai dari fosforilasi
glukosa sampai pengubahan fruktosa 1,6 difosfat menjadi dihidroksi aseton fosfat
dan aldehid fosfogliserat. Sedangkan fase oksidasi meliputi reaksi pengubahan
3
dihidroksi aseton fosfat menjadi gliseraldehid-3-fosfat oleh enzim fosfotriosa
isomerase sampai pengubahan fosfoenol piruvat menjadi asam piruavat. Glikoliis
berlangsung dalam sitoplasma. Hasil yang diperoleh dari glikolisis:
1 Molekul Glukosa 2 Molekul Asam Piruvat + 2 ATP + 2 NADH
2. Dekarboksilasi Oksidatif Piruvat
Tahap ini merupakan tahap kedua yaitu terjadi pengubahan asam piruvat yang
merupakan senyawa dengan 3 atom C menjadi 2 atom C (asetil co-A) dengan
melepas CO2.
3. Siklus Kreb
Siklus krebs yaitu system oksidasi yang melengkapi pengubahan senyawa
karbon dari substrat respirasi menjadi CO2. di dalam daur krebs pembentukan asetil
Co-A bagi siklus krebs. Siklus krebs disebut juga daur asam trikarboksilat atau ATK
karena asam sitrat dan asam isositrat mempunyai gugus karboksil. Siklus
pengubahan asetil Co-A menjadi CO2, H2O, dan energi secara bertahap. Siklus ini
berguna untuk oksidasi asam asetat menjadi CO2 secara bertahap dan untuk
membentuk senyawa intermediet kompleks yang merupakan titik permulaan
dibentuknya componen sel lanilla.
Siklus krebs meliputi lepasnya beberapa electrón dari asam organik intermediet
dan memindahkan electrón ini ke NAD+ atau FAD+. Dalam siklus ini, tidak hanya
FADH dan NADH yang terbentuk tetapi juga terbentuk 1 molekul ATP dari ADP
dan Pi selama pengubahan suksinil Co-A menjadi asam suksinat.
4. Rantai Transpor Elektron
Transport elektron merupakan suatu peristiwa yang berlangsung di membran
mitokondria sebelah dalam. Di dalam transport elektron dihasilkan ATP. Adapun
hipotesis yang menerangkan proses terbentuknya ATP akibat transpor elektron dan
membran mitokondria antara lain:
a) Comformation coupling
Hipótesis ini menganggap bahwa membran mitokondria mengalami perubahan
struktural dan perubahan ini diinduksi oleh energi tinggi. Energi ini kemudian
dilepaskan menjadi ATP dengan bantuan ATP-ase.
b) Chemical coupling
4
Hipotesis ini menduga adanya protein yang berfungsi sebagai agen transport
energi antara transport elektron dengan ATP.
c) Chemiosmotic coupling
Terjadi karena adanya perubahan pH antara sisi dalam mitokondria, karena
membran mitokondria tidak permeabel terhadap proton. Sehingga proton
mengalir lewat saluran khusus ke arah permukaan luar.
C. Faktor yang Mempengaruhi Laju Respirasi
Proses respirasi yang terjadi pada makhluk hidup tentu saja dipengaruhi oleh
beberapa faktor, baik itu faktor internal maupun faktor eksernal (lingkungan).
1. Faktor Dalam (Internal)
a. Umur Sel Tanaman Dan Tipe Jaringan
Semakin bertambah umur maka laju respirasi menjadi makin cepat karena sel
melakukan pertumbuhan. Sejalan dengan bertambahnya protoplasma diikuti
dengan penambahan dan penyempurnaan enzim-enzim di dalam protoplasma.
Respirasi pada jaringan muda lebih tinggi dari pada jaringan tua, dan jaringan
berkembang melakukan respirasi lebih tinggi daripada jaringan dewasa.
b. Faktor Protoplasmik
Laju respirasi sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas dari protoplasma
yang ada di dalam sel. Kualitas dan kuantitas protoplasma di dalam sel sangat
bergantung pada umur sel. Dalam rentang umur dari muda ke dewasa semakin
bertambah kualitas dan kuantitas protoplasma sel. Maka terjadi pertambahan dan
penyempurnaan enzim-enzim di dalam protoplasma dan mengakibatkan laju
respirasi juga semakin cepat. Dan sebaliknya dari rentang umur dewasa ke tua,
laju respirasinya semakin lambat.
c. Konsentrasi Substrat Respirasi yang Tersedia
Laju respirasi tentu tergantung pada tersedianya substrat, yakni senyawa yang
akan diuraikan melalui berbagai reaksi. Tumbuhan yang mengandung cadangan
pati, fruktan, dan gula yang rendah akan menunjukkan laju reaksi yang rendah.
Jika defisiensi cadangan makanan pada tumbuhan terjadi sangat parah maka
yang akan dioksidasi adalah protein. Protein tersebut dihidrolisis menjadi asam-
asam amino penyusunnya, yang kemudian diurai melalui reaksi-reaksi glikolisis
5
dan siklus krebs. Asam glutamat dan aspartat akan dikonversi menjadi asam
alfaketoglukosa dan asam oksaloasetat. Demikian halnya dengan alanin yang
dioksidasi untuk membentuk asam piruvat. Pada saat daun mulai menguning,
maka sebagaian besar protein dan senyawa mengandung nitrogen pada kloroplas
akan terurai. Ion-ion ammonium yang dibebaskan dari penguraian tersebut akan
digunakan dalam sintesis glutamine dan asparagin. Hal ini akan menghindari
tumbuhan dari keracunan ammonium.
2. Faktor Luar (Eksternal)
a. Temperatur
Pada rentang temperatur 0°C sampai dengan 45°C, peningkatan temperatur akan
diikuti peningkatan laju respirasi. Tinggi dan lamanya temperatur bekerja maka
memungkinkan untuk menyebabkan rusaknya protein enzim, sehingga laju
respirasi menurun. Demikian juga pada temperatur yang rendah, laju respirasi
menurun karena terjadi perubaha struktur dari protein enzim.
Menurut Meyer dan Anderson (1952) menurunnya laju respirasi disebabkan
oleh :
1. Masuknya oksigen kedalam sel karena pada temperatur yang tinggi
konsentrasi oksigen menurun.
2. Keluarnya CO2 tidak cepat sehingga banyak tertimbun di dalam sel dan
menyebabkan hambatan pada proses respirasi.
3. Pada temperatur tinggi, substrat respirasi yang tersedia menurun, sehingga
substrat menjadi faktor pembatas.
b. Cahaya
Peningkatan intensitas cahaya menyebabkan peningkatan laju respirasi.
Mengenai pegaruh cahaya terhadap laju respirasi dapat ditinjau dari tiga sisi,
yaitu :
1. Meningkatnya intensitas cahaya akan meningkatkan laju fotosintesis yang
berarti substrat respirasi yang tersedia meningkat dengan demikian laju
respirasi juga meningkat.
2. Meningkatnya intensitas cahaya akan meningkatkan temperatur sehingga
laju respirasi cepat.
6
3. Meningkatnya intensitas cahaya akan meningkatkan hasil fotosintat di
dalam sel penutup stoma sehingga mnyebabkan stoma membuka. Dengan
demikian proses pertukaran gas O2 dan CO2 berlangsung dengan cepat.
Akibatnya laju respirasi meningkat.
c. Konsentrasi Oksigen di Udara
Suplai oksigen mempengaruhi respirasi, tetapi pengaruhnya berbeda-
beda dalam setiap tumbuhan, yakni tergantung pada jenis dan bagian
tumbuhan. Kadar O2 di udara sangat kecil untuk dapat mempengaruhi respirasi
daun dan batang. Laju penetrasi O2 ke dalam daun dan batang serta akar
biasanya cukup untuk mempertahankan tingkat pengambilan normal O2 oleh
mitokondria. Dalam jaringan yang lebih tebal dengan bandingan
permukaan/volume rendah, O2 berdifusi dalam sel-sel sebelah dalam
diperlambat sehingga aju reaksi menjadi rendah.
d. Konsentrasi Karbondioksida
Meningkatnya konsentrasi karbondioksida diperkirakan dapat
menghambat terjadinya respirasi. Karena konsentrasi karbondioksida yang
tinggi menyebabkan menutupnya stoma sehingga proses pertukaran gas
menjadi terbatas (kurang cepat). Hal ini mengakibatkan pada penurunan laju
respirasi. Peningkatan konsentrasi CO2 yang tinggi sekali akan bersifat toksik
e. Ketersediaan Air
Kadar air sangat mempengaruhi laju respirasi. Tidak tersedianya air
dapat menyebabkan laju respirasi menurun. Biji dengan kadar air di bawah
14%, laju respirasinya rendah. Sebaliknya, bila kadar air di atas 15%, laju
respirasinya akan meningkat.
f. Luka dan Stimulus Mekanis
Stimulus mekanis pada jaringan daun menyebabkan respirasi naik untuk
sementara. Penekanan mempunyai efek yang rendah dan penyobekan mampu
memacu respirasi. Hal ini dikarenakan pemisahan antara substrat dan
oksidasenya, glikolisis yang normal dan katabolisme oksidatif meningkat
karena rusaknya sel, sel-sel kembali ke keadaan meristematis diikuti proses
penyambuhan.
g. Garam Mineral
7
Apabila akar-akar menyerap garam, laju respirasi akan mningkat. Hal ini
dikaitkan pada saat garam atau ion diserap. Dan keperluan energi itu akan
dipenuhi dengan menaikkan respirasi.
8
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang kami lakukan di Laboratorium Fisiologi Gedung C10
Jurusan Biologi FMIPA UNESA pada tanggal 31 Oktober 2011 merupakan jenis
penelitian eksperimental. Pada penelitian yang telah dilakukan, kami menetapkan
variabel-variabel untuk mendapatkan data yang bisa dipertanggungjawabkan.
Variabel-variabel yang kami gunakan adalah variabel manipulasi, variabel kontrol
dan variabel respon.
B. Variabel-Variabel Penelitian
Berikut ini adalah variabel-variabel yang kami gunakan dalam melakukan
percobaan pengaruh suhu terhadap respirasi kecambah :
Variabel Manipulasi : Suhu, ada tidaknya kecambah
Variabel Kontrol : Volume NaOH, Konsentrasi NaOH, Jumlah Tetes PP,
Jenis Kecambah, Berat Kecambah, Umur Kecambah,
tinggi bungkusan kecambah dari permukaan NaOH,
Waktu Penyimpanan Kecambah, Volume BaCl2.
Variabel Respon : Volume CO2 Hasil Respirasi.
C. Alat dan Bahan
Alat
- Erlenmeyer 250 ml 6 buah
- Neraca 1 buah
- Buret 1 set
- Pipet 1 buah
Bahan
- Kecambah kacang hijau umur 2 hari 20 gram
- Larutan NaOH 0,5 M 180 ml
- Larutan HCl 0,5 M secukupnya
9
- Larutan BaCl2 0,5 M 15 ml
- Larutan Phenolftalin (PP) secukupnya
- Kain kasa secukupnya
- Benang secukupnya
- Plastik secukupnya
D. Langkah-Langkah Percobaan
1. Menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan.
2. Menyiapkan kecambah kacang hijau umur 2 hari.
3. Menyiapkan 6 erlenmeyer lalu mengisi masing-masing erlenmeyer dengan 30 ml
larutan NaOH 0,5 M.
4. Menimbang 5 gram kecambah yang disediakan kemudian membungkus dengan
kain kasa dan diikat dengan seutas tali.
5. Memasukkan dan mengikat bungkusan kecambah ke dalam 4 erlenmeyer dengan
ketinggian yang sama dari permukaan NaOH kemudian menutupnya dengan
rapat. Masing-masing 2 sampel sebagai uangan I dan II untuk suhu ruangan dan
suhu dalam inkubator.
6. Menyimpan 2 botol berisi kecambah dan 1 botol tanpa kecambah (kontrol)
masing-masing pada suhu ruangan dan yang lain di dalam inkubator dengan suhu
38° C.
7. Setelah 24 jam, melakukan titrasi untuk mengetahui jumla gas CO2 yang
dilepaskan selama respirasi kecambah.
8. Mengambil 5 ml larutan NaOH dalam botol kemudian memasukkan dalam
Erlenmeyer. Setelah itu menambahkan 2,5 ml BaCl2 dan menetesi dengan 2 tetes
PP sehingga larutan berwarna merah. Selanjutnya larutan tersebut dititrasi dengan
HCl 0,5 M. Titrasi dihentikan setelah warna merah tepat hilang.
B. Desain Eksperimen
6 buah erlenmeyer disiapkan dan masing-masing diisi
dengan 30 ml larutan NaOH 0,5 M
10
5 gram kecambah ditimbang lalu dibungkus dengan
kain kasa dan diikat dengan seutas tali
11
Kecambah yang sudah ditimbang dimasukkan kedalam
Erlenmeyer dan digantungkan
di atas larutan NaOH lalu ditutup rapat-rapat
2 botol berisi kecambah dan 1 botol tanpa
kecambah (control) masing-masing diletakkan
di suhu ruangan dan yang lain di incubator (suhu 38° C)
selama 24 jam
Dilakukan titrasi dengan cara mengambil 5 ml larutan NaOH
kemudian ditetesi 2,5 ml BaCl2 dan 2 tetes PP sampai larutan
berwarna merah, lalu titrasi dengan HCl 0,5 M sampai
warna merah tepat hilang
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel hasil pengamatan kecepatan respiirasi kecambah kacang hijau pada suhu yang
berbeda.
No.Parameter
yang diukur
Perlakuan Suhu ruang Suhu inkubator
Kontrol
K.I K.IIRata-rata K
Kontrol
K.I K.IIRata-rata K
1. Volume HCl (ml)
0,6 0,4 0,4 0,4 0,6 0,3 0,3 0,3
2. Volume NaOH
yang tidak mengikat CO2 (ml)
3,6 2,4 2,4 2,4 3,6 1,8 1,8 1,8
3. Volume NaOH yang
mengikat CO2 (ml)
26,4 27,6 27,6 27,6 26,4 28,2 28,2 28,2
4. Volume CO2 hasil respirasi
(ml)
1,2 1,8
5. Laju respirasi (ml/jam)
0,055 0,082
Keterangan :
K.I : kecambah ulangan I
K.II : kecambah uangan II
Rata-rata K : rata-rata kecambah
12
Histogram pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah kacang hijau.
5 10 15 20 32 37 400
Suhu (0C)
Volu
me
CO2
hasil
resp
irasi
(ml)
B. Analisis Data
Berdasarkan data dari tabel dari hasil percobaan yang dilakukan, maka dapat
dianalisis bahwa secara perhitungan didapatkan perbedaan volume CO2 yang
dihasilkan pada keadaan suhu ruang (32C) dengan keadaan ketika ditaruh pada
inkubator yang diatur suhunya sebesar 37C. Pada tabung I (suhu ruang) didapatkan
nilai sebesar 1,2 mL, sedangkan pada tabung II (suhu inkibator) didapatkan nilai
sebesar 1,8 mL. Volume CO2 yang dihasilkan pada respirasi kecambah ini didapatkan
dari hasil pengurangan volume NaOH yang tidak mengikat CO2 dari rata-rata
kecambah dikurangi dengan volume NaOH yang tdak mengikat CO2 dari erlemenyer
tanpa kecambah (kontrol).
Pada percobaan dengan perlakuan menempatkan erlemenyer pada suhu
ruangan (32C) didapatkan kecepatan respirasi kecambah kacang hijau adalah 0,055
mL/jam. Sedangkan pada percobaan dengan perlakuan menempatkan erlemenyer
pada inkubator yang suhunya diatur sebesar 37C didapatkan kecepatan respirasi
kecambah kacang hijau adalah 0,082 mL/jam.
13
C. Pembahasan
Berdasarkan analisis diatas maka dapat diketahui bahwa besarnya suhu
mempengaruhi kadar CO2 yang dilepaskan dari proses respirasi kecambah, dimana
pada suhu inkubator (370C) diperoleh volume CO2 hasil respirasi lebih besar
dibandingkan pada suhu ruangan, yakni sebesar 1,8 ml. Hal ini dikarenakan pada
suhu inkubator, keadaan suhunya dibuat konstan (stabil), dimana pada suhu yang
konstan (stabil) kerja enzim akan lebih optimal tanpa mengalami kerusakan. Seperti
yang kita ketahui bahwa proses respirasi melibatkan kerja berbagai enzim. Karena
enzim tidak mengalami kerusakan maka enzim akan mempercepat pengubahan
glukosa menjadi karbon dioksida. Oleh karena itu, CO2 yang dilepaskan dari
respirasi kecambah lebih besar. Selain itu, pada suhu yang lebih tinggi volume CO2
akan lebih banyak diikat oleh NaOH sehingga kadar CO2 yang dilepaskan makin
besar. Dari jumlah CO2 yang ada maka didapatkan kecepatan respirai kecambah pada
suhu inkubator, yaitu sebesar 0,082 ml/jam.
Pada suhu ruangan (320C) volume CO2 hasil respirasi kecambah lebih rendah
daripada suhu inkubasi (370C), yakni sebesar 1,2 ml. Hal ini dikarenakan pada suhu
yang lebih rendah, kerja enzim tidak optimal sehingga mengakibatkan reaksi
pengubahan glukosa menjadi CO2 lebih lambat sehingga volume CO2 yang
dilepaskan dari proses respirasi lebih sedikit. Selain itu, pada suhu yang lebih rendah,
volume CO2 akan lebih sedikit diikat oleh NaOH sehingga CO2 yang dilepaskan dari
proses respirasi lebih kecil.
Kontrol pada percobaan ini adalah Erlenmeyer yang hanya diisi NaOH tanpa
kecambah, ternyata menunjukkan nilai respirasi yang lebih rendah. Pada Erlenmeyer
tanpa kecambah diduga terdapat mikroorganisme yang melakukan respirasi, karena
selama melakukan praktikum semua alat yang digunakan tidak disterilkan. Alasan
lain mengapa respirasi pada NaOH ada kecambah lebih cepat respirasinya dan CO2
yang dihasilkan lebih banyak dibanding dengan respirsi pada NaOH saja, hal ini
dikarenakan respirasi juga dipengaruhi oleh substrat untuk oksidasi dalam
metabolisme respiratoris. Dan umumnya substrat untuk respirasi adalah zat yang
tertimbun dalam jumlah yang relative banyak dan proses metabolisme melibatkan
14
serangkaian reaksi enzimatis yang juga melibatkan enzim, maka kecepatan respirasi
pada Erlenmeyer yang ada kecambahnya juga dipengaruhi oleh enzim-enzim yang
terdapat dalam kecambah dan enzim akan meningkat bila suhu juga tinggi namun
apabila suhu terlalu tinggi juga akan merusak enzim. Sedangkan tabung Erlenmeyer
yang hanya berisi NaOH saja respirasinya lambat dan CO2 yang dihasilkan sedikit.
Hal ini karena tidak dipengaruhi oleh enzim.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Semakin tinggi suhu di suatu tempat, maka semakin besar pula kecepatan
respirasi tumbuhan yang ada di tempat tersebut.
B. Saran
Saat titrasi, harus benar-benar mengamati jumlah HCl yang diteteskan ke dalam
larutan NaOh dan BaCl sehingga hasi yang didapt benar-benar akurat.
15
DAFTAR PUSTAKA
Kimball, John W. 1992. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Lehninger, Albert. L. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Rahayu, Yuni Sri dkk. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Surabaya:
Unipress
Soerodikosoemo, Wibisono. 1993. Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
16
Recommended