View
230
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PENGARUH PENERAPAN UNDANG-UNDANG PENGELOLAAN ZAKAT
NOMOR 23 TAHUN 2011 TERHADAP KINERJA PENGELOLAAN ZAKAT
DI LAZIS PP MUHAMMADIYAH
SKRIPSI
Diajukan KepadaFakultasSyariahdanHukum
UntukMemenuhiSyarat-SyaratMencapaiGelar
SarjanaEkonomiSyariah (SE.Sy)
Oleh
RABSHANJANI R.A
NIM :107046301667
KONSENTRASI MANAJEMEN ZAKAT DAN WAKAF
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/ 2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 26 Agustus 2014
RABSHANJANI R.A
i
ABSTRAK
RABSHANJANI R.A, NIM: 107046301667, PENGARUH PENERAPAN UNDANG-UNDANG PENGELOLAAN ZAKAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TERHADAP KINERJA PENGELOLAAN ZAKAT DI LAZIS PP MUHAMMADIYAH.
Skripsi Strata satu (S1) Konsentrasi Manajemen ZISWAf, Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2013.
Untuk mengetahui sistem Undang-Undang nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat serta pengaruh penerapan Undang-Undang di LAZIS PP Muhammadiyah. Karena mengingat pentinganya Undang-Undang nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat untuk menjadi acuan yang ideal dalam pengelolaan zakat di Indonesia. Tetapi dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai masalah yang belum dapat di atasi mulai dari Legalitas, Regulasi sampai Pengorganisasian dan Pendistribusiaannya.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis kualitatif yang bersifat deskriptif dengan cara mengumpulkan data-data melalui wawancara. Selain itu data didapat juga melalui studi dokumen dan informasi yang aktual yang terkait dengan Undang-Undang nomer 23 Tahun 2011. Data-data yang telah diperoleh akan dianalisis secara deskriptif hingga terbentuk penjelasan tentang sistem Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 dan pengaruhnya terhadap kinerja pengelolaan zakat di LAZIS PP Muhammadiyah.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bawasannya tidak ada dampak atau pengaruh yang signifikan terhadap pengelolaan zakat di LAZIS PP Muhammadiyah. Hanya saja muncul percepatan kelembagaan dalam LAZIS PP Muhammadiyah untuk mempermudah kordinasi dengan pemerintah dan Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah.
Kata Kunci : Pengaruh, Pengelolaan Zakat, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011, LAZIS PP Muhammadiyah
Pembimbing : Dr. H. Ahmad Juaini Syukri, Lc., MA.
ii
KATA PENGANTAR
ÉΟ ó¡Î0«!$# Ç⎯≈ uΗ ÷q §9 $# ÉΟŠ Ïm§
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua. Selanjutnya
shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi dan Rasul kita Muhammad
SAW, kepada segenap Keluarga, Sahabat serta ummatnya sepanjang zaman.
Dengan taufiq dan hidayah Allah SWT, penulis sangat bersyukur karena telah
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penerapan Undang-Undang
Pengelolaan Zakat No 23 Tahun 2011 Terhadap Kinerja Pengelolaan Zakat Di LAZIS
PP Muhammadiyah” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program
pendidikan strata satu dengan baik.
Banyak rintangan yang dilalui penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Namun berkat kesungguhan hati, kerja keras, berbagai bantuan dan doa dari semua
pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Yang pertama dan paling utama saya ucapkan banyak-banyak beribu
terima kasih untuk papa dan mama yaitu Bapak Raden Asli Abdullah dan
ibunda Yulina, yang selalu memberikan dukungan dan motivasinya.
Semoga penulis bisa menjadi manusia yang berguna dan dapat
menyenangkan hati mereka dan suatu saat nanti penulis dapat menjadi
anak yang membuat mama dan papa bangga, dan juga untuk kakakku
iii
tersayang Leni Suryani, Andriadi, Maryulis, Pahliza Susilowati, Unzilman
Fadli, Nuriyasari, Grisman Meidi Putra, Marzuki Riska jaya, Ovilda
Susanti, Devi Listiana, Elbar Yusha, yang telah memberikan banyak
dukungan agar penulis cepat menyelesaikan penelitiannya.
2. Bapak DR. H. J.M. Muslimin phd, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H., dan Bapak Abdurrauf,
M.A., Ketua Prodi Program Studi Muamalat dan Sekertaris Konsentrasi
Manajeman Zakat dan Wakaf Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. K.H. A. Juaini Syukri, Lcs., MA., Dosen pembimbing yang
senantiasa membimbing dengan sabar dan meluangkan waktunya untuk
memberikan arahan dan saran-saran, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
5. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis
semasa kuliah, semoga amal kebaikannya mendapat balasan dari Allah
SWT.
6. Untuk Presiden Direktur Bapak Ir. M. Khoirul Muttaqin yang telah
mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian dan wawancara di
Kantor LAZIS PP Muhammadiyah, yang telah memberikan banyak
informasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
iv
7. Kepada para sahabat-sahabat dan teman seperjuangan yang juga
memberikan kontribusi dan masukan melalui diskusi-diskusi yang kita
lakukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima
kasih sebanyak-banyaknya, kebaikan kalian tidak akan ternilai oleh
apapun, Yaitu Agus Priyadi Bang Tampan, Hary Restu Hilmawan, Farhan
Alkatiri, Fitroh Abdul Malik, Harry Budi Pratama, Akmansyah, Emeraldy,
Andi Setiawan, Ahmad Mukhlas, Ahmad Arifin, Ilham Marullah.
8. Tak lupa kepada rekan sejawat Ust. Mukhlis yang telah memberikan
arahan dan bantuan moril dan meteril kepada penulis.
9. Kepada wanita yang selalu menemani penulis dan memberikan dukungan
serta semangat, “BONING”. Terima kasih atas segala support dan
waktunya untuk penulis, dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tak dapat disebutkan
satu persatu.
Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa skripsi ini masih memiliki
banyak kekurangan. Namun, penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat
dan member kontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan.
Ciputat, 19 Mei 2014
RABSHANJANI. RA
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................... 6
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah.......................................... 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 8
E. Metodologi Penelitian ................................................................. 9
F. Tinjauan Pustaka Terdahulu ........................................................ 13
G. Teknik Penulisan ......................................................................... 15
H. Sistematika Pembahasan ............................................................. 16
BAB II LANDASAN TEORI
A. Zakat
1. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat ..................................... 17
2. Prinsip, Fungsi dan Tujuan Zakat ......................................... 20
B. Lembaga Amil Zakat
1. Amil Zakat ............................................................................ 24
2. Peran dan Fungsi Amil Zakat ................................................ 29
C. Pengertian dan Dasar Hukum Pengelolaan
1. Pengertian Pengelolaan ......................................................... 32
vi
2. Dasar Hukum Pengelolaan .................................................... 32
3. Landasan Pengelolaan ........................................................... 40
D. UU No. 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat .................. 40
BAB III PROFIL LAZIS PP MUHAMMADIYAH
A. Sejarah LAZIS PP Muhammadiyah ............................................ 46
B. Visi dan Misi ............................................................................... 48
C. Legalitas ...................................................................................... 48
D. Kebijakan Strategis ..................................................................... 49
E. Struktur Lembaga ........................................................................ 49
F. Program Pendayagunaan yang Dilakukan LAZISMU ................ 50
BAB IV ANALISIS PENGARUH PENERAPAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN
ZAKAT PADA LAZIS PP MUHAMMADIYAH
A. Analisis Sistem Pengelolaan Zakat Menurut UU No. 23 Tahun
2011 ............................................................................................. 62
B. Analisis Pengaruh Undang-Undang Pengelolaan Zakat Nomor
23 Tahun 2011 Terhadap Pengelolaan Zakat LAZIS PP
Muhammadiyah .......................................................................... 75
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan ................................................................................. 80
B. Saran-saran .................................................................................. 81
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 83
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara-
negara berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan adalah penyakit sosial yang
harus diatasi, karena dapat menimbulkan dampak yang kompleks dan
berkepanjangan. Kemiskinan dapat ditanggulangi dengan suatu aktivitas yang
nyata melalui perintah formal. Aktivitas tersebut adalah zakat, karena dalam
Islam zakat merupakan transfer kekayaan dari orang kaya kepada orang yang
miskin.1 Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban yang pasti (qath’i),
yang ditetapkan oleh Allah SWT kepada ummat muslim yang mampu
membayarnya dan diperuntukan bagi mereka yang kurang mampu. Dengan kata
lain zakat juga merupakan jaminan sosial bagi seluruh ummat muslim untuk dapat
tetap hidup layak.2
Sebagai salah satu syariat dan pilar Islam, zakat juga merupakan ibadah
yang memiliki dimensi ganda yaitu individu dan sosial. Secara individu zakat
merupakan wujud komitmen keimanan kepada Allah SWT dan merupakan
1 Djarot Setiawan, Titik Temu Zakat dan Pajak (Jakarta Selatan: BAMUIS BNI ’46 dan
BAZIS DKI Jakarta 2001),cet.1 .hal 95-96. 2 IMZ, Indonesia Zakat & Development Report 2011: Kajian Empiris Peran Zakat dalam
Pengentasan Kemiskinan. (Jakarta: IMZ, 2011). h .4
2
ketaqwaan seorang muslim secara sosial, memberi kontribusi yang nyata bagi
peningkatan kesejahteraan ummat.3
Sebagai Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dengan angka
penduduk muslimnya Sebanyak 207,2 juta, Indonesia memiliki potensi zakat yang
sangat luar biasa. Zakat memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya
pengentasan kemiskinan atau pembangunan ekonomi jika dikelola dengan baik.
Pengelolaan zakat secara maksimal juga dapat menjadi solusi pengurangan
jumlah angka kemiskinan, hal ini dipaparkan oleh Didin Hafidhuddin dalam
bukunya The Power of Zakat, beliau menuturkan menjalankan kewajiban
pembayaran zakat, juga diyakini dapat digunakan sebagai alternatif untuk
mengentaskan kemiskinan di tengah-tengah masyarakat4.
Pada era Orde Baru rakyat Indonesia belum memiliki ketentuan hukum
yang jelas mengenai tata cara pengelolaan dan pemanfaat dana zakat. Baru pada
tahun 1999 disahkan Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat dan Undang-undang No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga
Undang-undang No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Dasar hukum ini
diperkuat lagi dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 581 tahun 1999
dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat dan Urusan Haji Nomor
D tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Dengan demikian,
lembaga amil zakat di Indonesia memiliki ketentuan yang mengikat dalam
3 Helmi, masdar, Pedoman peraktis Memahami Zakat dan Cara menghitungnya, (Bandung:
Al-Maarif) 2001, Cet.1 hlm.1 4DidinHafidhuddin, The Power of Zakat. Malang: UIN-Malang Press, 2008. Hal. 4
3
menerima, mengelola dan menyalurkan dana zakat kepada kaum dhuafa5. Tetapi
hal ini masih dirasa belum cukup untuk memaksimalkan potensi zakat yang ada di
Indonesia.
Sebagai contoh dana zakat yang dapat terkumpul setiap tahunnya paling
besar hanya mencapai angka 1 Triliun pertahun, jumlah ini berdasarkan data yang
diperoleh dari BAZNAS pada bulan januari 2011 yang lalu. Sedangkan
berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh ADB (Asian Development Bank)
dan BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) menyatakan bahwa, potensi
pengumpulan dana zakat di Indonesia dapat mencapai Rp. 217 triliun, Data
tersebut belum mencakup penyaluran zakat secara pribadi langsung ke mustahik
atau penerima zakat.6 ini membuktikan bahwa potensi zakat yang dapat
dikumpulkan belum cukup maksimal karena hanya mencapai 1% dari jumlah
potensi zakat yang ada.
Oleh karena itu guna “mendongkrak” perolehan dana zakat, Pemerintah
Indonesia merevisi Undang-Undang No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan
Zakat menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat (UUPZ) yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
dan sudah masuk dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) bernomor
115 tertanggal 25 Nopember 2011. Dan struktur UUPZ yang baru ini terdiri dari
11 Bab dengan 47 pasal.
5 http://zakat.or.id/undang-undang-pengelolaan-dana-zakat-di-indonesia/ 6 http//www.voanews.com/Zakat-indonesia-berpotensi-capai-rp-217-triliun. Diakses pada
tanggal 10 Januari 2013
4
Beberapa perbedaan mendasar antara UU No. 38 tahun 1999 dengan UU
No. 23 Tahun 2011 yang baru disahkan antara lain, dalam UU No. 23 Tahun 2011
yang disahkan pada tanggal 27 Oktober 2011 terdapat 11 Bab dan 47 Pasal.
Muatan yang terkandung dalam UU Zakat baru tersebut adalah: 1.) Pengelolaan
zakat menjadi kewenangan Negara, masyarakat diperkenankan ikut mengelola
apabila ada izin dari pemerintah. 2.) Pengelolaan zakat dilakukan oleh BAZNAS
yang beroperasi dari tingkat pusat sampai dengan kota/ kabupaten secara hirarkis
(untuk selamjutnya BAZNAS dapat membentuk UPZ). 3.) Anggota BAZNAS
terdiri dari delapan orang perwakilan masyarakat dan tiga orang perwakilan
pemerintah. Perwakilan masyarakat terdiri dari Ulama, tenaga profesional, dan
tokoh masyarakat, sedangkan perwakilan pemerintah dan unsur kementerian
terkait. 4.) LAZ berperan membantu BAZNAS dalam pengelolaan zakat (untuk
selanjutnya LAZ dapat membentuk perwakilan). UU No. 23 tahun 2011 secara
tersirat mengakomodasi keberadaan LAZ daerah.7
Dalam UU No 23 Tahun 2011 ini ditegaskan kewajiban LAZ untuk
melaporkan kegiatan penghimpunan dan pendayagunaan zakat yang telah
dilakukannya kepada BAZNAS, dan bukan kewajiban untuk menyetorkan zakat
kepada BAZNAS.8 UU Pengelolaan Zakat yang baru ini lebih memberikan
kepastian dan tanggung jawab baru kepada sebuah lembaga yang (dipandang)
mampu mengkordinasikan kepentingan stake holder, dan kewenangan tersebut
7 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat 8 Prof. Dr. Didin Hafidhuddin, M.Sc, dkk. Manajemen Zakat Indonesia (Jakarta: Forum Zakat
2012). Hal. 43.
5
jatuh kepada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang diberikan tugas dalam
melakukan perencanaan, pengumpulan, pengendalian dan pelaporan zakat. Jika
melihat dari beberapa isi undang- undang terbaru no. 23 tahun 2011, ada beberapa
poin penting yang mesti kita telaah lebih lanjut. Salah satunnya seperti persoalan
mengenai pengelolaan zakat yang kini dipusatkan pada Pemerintah atau
sentralisasi zakat pada BAZNAS.
Melihat kenyataan yang demikian, bagaimana dengan peran LAZ dalam
mengelola zakat yang sudah terlebih dahulu mengumpulkan dan mendistribusikan
zakat sebelum terbentuknya BAZNAS. Seharusnya dengan terbitnya undang-
undang ini diharapkan dapat menjadi acuan penting untuk pengelolaan zakat di
Indonesia kedepannya. Tetapi nyatanya dengan lahirnya undang- undang terbaru
ini, masih banyak menuai protes dan kecaman dari berbagai elemen dan para
praktisi zakat di Indonesia. Apalagi banyak munculnya penafsiran atas isi UU
Pengelolaan Zakat yang baru ini, sehingga mengakibatkan banyaknya pro-kontra
mengenai isi dari UU Pengelolaan Zakat itu sendiri. Diluncurkanlah UU No. 23
Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat di Indonesia diharapkan dapat menjawab
masalah-masalah pengelolaan zakat di Indonesia, bukan menambah permasalahan
dalam pengelolaan zakat.
Banyak harapan dari pihak LAZ terhadap UU No. 23 tahun 2011,
sehingga dapat memberikan solusi atas Pengelolaan zakat yang sebelumnya di
atur dalam UU No. 38 Tahun 1999. Tetapi kenyataannya masih banyak masalah
yang muncul dan perlu di benahi dalam pengelolan zakat di indonesia.
6
Sehubungan dengan hal itu, Penulis mengambil tema untuk skripsi ini dengan
judul “Pengaruh Penerapan Undang-Undang Pengelolaan Zakat Nomor 23
Tahun 2011 Terhadap Kinerja Pengelolaan Zakat di LAZIS PP
Muhammadiyah”. Penulis mengambil objek LAZIS PP Muhammadiyah karena
LAZIS PP Muhamadiyah sudah cukup lama terjun dalam dunia Perzakatan dalam
hal pengelolaan zakat di Indonesia serta LAZIS PP Muhamadiyah sudah memiliki
berbagai cabang atau perwakilan Lembaga Zakat hampir di setiap Provinsi yang
ada di Indonesia.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan mengenai
pengelolaan zakat adalah suatu hal yang sangat penting untuk dibahas, karena
zakat bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial ekonomi yang akan
menjadikan salah satu alternative penyelesaian terhadap kondisi bangsa Indonesia
yang sampai saat ini masih dilanda krisis multidimensional. Bangsa Indonesia
yang mayoritas penduduknya adalah muslim merupakan sumber yang berpotensi
dalam memecahkan krisis tersebut, yakni melalui pendayagunaan zakat, dimana
zakat juga merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim. Untuk itu
pengelolaan zakat secara professional, amanah, optimal dan transparan menjadi
suatu keharusan yang tidak dapat di tawar, oleh karenanya dengan pemberlakuan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat merupakan
langkah tepat pemerintah untuk mengoptimalkan pengelolaan zakat di Indonesia.
7
Berdasarkan analisa di atas penulis ingin mengetahui profesionalisme serta
strategi lembaga amil zakat PP Muhammadiyah yang merupakan salah satu
lembaga amil zakat di Indonesia baik sebelum penerapan dan perberlakuan
Undang-Undang No.23 Tahun 2011 maupun pasca diberlakukan UU tersebut.
Masalah pengaturan pengelolaan zakat yang dirancang, mungkin mempunyai
dampak yang signifikan terhadap lembaga-lembaga Amil Zakat yang dikelolah
oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan Islam.
Masalah yang dapat diidentifikasi penulis adalah sebagai berikut:
1. Apa saja perubahan mekanisme yang dihasilkan oleh Undang-undang No. 23
tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
2. Bagaiamana posisi lembaga Amil Zakat yang dikelolah oleh organisasi
kemasyarakatan Islam setelah keluarnya Undang-undang No. 23 tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat.
3. Bagaimana sosialisasi Undang-undang No. 23 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat agar tidak terjadi multitafsir.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembatasan masalah merupakan usaha untuk menetapkan batasan-batasan
dari masalah penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah berguna untuk
8
mengidentifikasi faktor mana saja yang tidak termasuk dalam ruang lingkup
masalah penelitian.9
Penelitian ini membahasan pengaruh penerapan Udang-Undang
pengelolaan Zakat No. 23 Tahun 2011 terhadap kinerja pengelolaan Zakat di
LAZ. Sebab masih banyak pasal-pasal yang mendiskriminasikan lembaga Amil
zakat (LAZ) yang dikelola organisasi masyarakat. Untuk menjaga agar skripsi ini
lebih terfokus, penulis membatasi penelitiannya hanya mengenai pengaruh UU
No. 23 Tahun 2011 terhadap pengelolaan zakat di LAZIS PP Muhammadiyah.
Adapun perumusan masalah yang akan diteliti terdiri dari hal-hal berikut
ini:
1. Bagaimana sistem pengelolaan zakat menurut UU No. 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat?
2. Bagaimana sistem pengelolaan zakat di Lazis PP Muhammadiyah?
3. Adakah pengaruh UU Pengelolaan Zakat No. 23 Tahun 2011 tentang terhadap
pengelolaan zakat di Lazis PP Muahammadiyah?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui respon LAZ terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah
tentang pengelolaan zakat
b. Untuk menganalisa dampak UU No. 23 tentang Pengelolaan Zakat.
9 Husaini Usman dan Setiady Akbar, Metodologi Social, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), hal. 23
9
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Penulis
Merupakan wadah aktualisasi diri dari pengetahuan teoritis yang diperoleh
selama kuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk diaplikasikan ke masyarakat dan dalam dunia kerja.
b. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan evaluasi,
serta dapat menjadi strategi pengembangan Lembaga – Lembaga Amil
Zakat yang ada di Indonesia.
c. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan referensi, serta dijadikan
sebagai bahan perbandingan penelitian bagi peneliti yang memiliki objek
penelitian yang sama, karena sebelumnya belum ada skripsi yang
membahas mengenai judul yang penulis ambil.
E. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Dalam buku yang berjudul Metodologi Research karangan Sutrisno
Hadi, pengertian metode penelitian diambil dari dua kata, yaitu metode dan
penelitian. Metode dalam hal ini diartikan sebagai suatu cara yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu.
Sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan
10
dan menguji suatu pengetahuan yakni usaha di mana dilakukan dengan
menggunakan metode-metode tertentu.10
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif melalui pendekatan Normatif Empiris. Penelitian hukum normatif
dilakukan dengan cara mengambil dan mengakaji seluruh bahan-bahan
kepustakaan terkait masalah penelitian. Sedangkan penelitian hukum empiris
dilakukan dengan cara menggali informasi melalui wawancara terhadap
pihak-pihak yang terkait. Pendekatan ini digunakan karena penelitian ini
bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai pengaruh penerapan UU
No23 Tahun 2011 terhadap Lembaga Amil Zakat dalam hal ini Lazis PP
Muhammadiyah.
Hal-hal yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi kegiatan
pengamatan, pengumpulan data, penyusunan data, analisis, dan interpretasi
arti data yang telah diperoleh. Adapun teknik yang dilakukan untuk
mendapatkan hasil penerapan UU No23 Tahun 2011 terhadap Lembaga Amil
Zakat menggunakan teknik wawancara. Melalui pendekatan ini, peneliti
berusaha mendapatkan informasi yang relevan dengan tujuan penelitian dari
responden yang tepat.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah Lembaga Amil
Zakat (LAZ) yaitu Lazis PP Muhammadiyah (LAZISMU) yang beralamat di
10 Sutrisno Hadi,Metodologi Research. ( Yogyakarta : UGM Press, 1997), hal. 3
11
Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jl. Menteng Raya 62 Jakarta Pusat
10340, Telp. 021 - 31 50 400 Faks. 021 - 31 432 30, Email :
info@lazismu.org, Website: www.lazismu.org. Adapun objek penelitian ini
adalah mengenai pengaruh UU No 23 Tahun 2011 tentang Zakat terhadap
kinerja Lazis PP Muhammadiyah.
3. Jenis dan Sumber Data
a. Data Primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh penulis langsung dari
lembaga yang diteliti.
b. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data penunjang penelitian yang diperoleh
dari kajian referensi pustaka sebagai landasan kajian teori, adapaun
sumber data itu terdiri dari buku, jurnal, artikel dan sumber-sumber lain
yang berkaitan dengan skripsi ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Terdapat beberapa teknis atau cara dalam melakukan pengumpulan
data, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Observasi
Yaitu pengamatan pencatatan yang dilakukan secara langsung dari
fenomena yang diselidiki. Dalam metode ini peneliti melakukan
pengamatan langsung terhadap objek penelitian melalui pemilihan data,
12
pencatatan dan sebagainya dengan maksud memperoleh gambaran yang
jelas berkenaan dengan penelitian yang sedang dilakukan.
b. Wawancara
Metode ini dilakukan dengan cara wawancara yang dilakukan oleh
dua pihak yaitu pihak pewawancara (interviewer) dan pihak yang
diwawancarai (interview) kepala, pegawai, dan karyawan maupun pihak-
pihak yang berkaitan dengan objek penelitian, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Dengan tujuan mengetahui kejadian, kegiatan,
dan lain-lain serta dapat memperoleh informasi yang diperlukan dalam
penelitian.
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu.11Peneliti meminta data-data yang sesuai dengan kebutuhan
penelitiannya kepada lembaga yang diteliti.
5. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode deskriptif
analisis, yaitu teknik analisis data terlebih dahulu memaparkan semua data
yang diperoleh dari hasil pengamatan kemudian menganalisanya dengan
berpedoman kepada sumber-sumber yang tertulis dan tidak tertulis.
11 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009),
Cet. Ke-6, hal. 240.
13
F. Tinjauan Pustaka Terdahulu
Beberapa pendapat yang harus diperhatikan dan menjadi pertimbangan
sehingga penulis mengangkat kajian ini setelah melakukan diskusi dan library
search. Adapun setelah penulis mengadakan kajian kepustakaan, penulis akhirnya
menemukan beberapa skripsi yang memiliki judul yang hampir sama dengan apa
yang akan penulis teliti.
1. Adapun Penelitian yang dilakukan oleh Dzulfadli Nashby., mahasiswa UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syariah Hukum Jurusan Perbankan
Syari’ah dengan judul Kajian Perubahan Undang-Undang No.38 tahun
1999 Tentang Pengelolaan Zakat dan Pengaruhnya Terhadap
Pengelolaan Zakat di Indonesia.
Perbedaan mendasar dalam penulisan ini terdapat pada objek dan subjek
penelitian. Pada penelitian ini sodara Djulfadli meneliti Undang-Undang
No.38 tahun 1999 sedangkan Penulis mengkaji Rancangan Peraturan
Pemerintah Tentang Pengelolaan Zakat di Indonesia.
2. Skripsi dari Saudari Disfa Lidian Handayani (2011), ”Respon Perbankan
Syariah Terhadap Krisis Keuangan Global 2008 Dalam Penempatan
Dana Pada SBIS dan PUAS”
Hasil penelitian pada skripsi ini adalah berdasarkan data dari tiga Negara
yakni Amerika Serikat, Inggris dan Jepang yang mencerminkan respon
perbankan dunia.Krisis keuangan global 2008 menyebabkan peningkatan
jumlah penempatan dana pada instrument Treasury Bills (Jika di Indonesia
14
lebih dikenal sebagai SBI dan SBIS). Respon perbankan konvensional di
Indnesia juga hampir sama dengan perbankan di Negara lain, dimana
penempatan pada SBI mengalami peningkatan serta permintaan pinjaman
likuiditas di PUAB juga meningkat. Dari hasil pengujian yang dilakukan pada
skripsi ini didapat hasil yang membuktikan bahwa penempatan dana pada
SBIS dan PUAS tidak berbeda secara signifikan, sekalipun sedang terjadi
krisis keuangan global pada tahun 2008.
Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang penulis angkat yaitu
kesamaan dalam hal membahas respon atas sebuah fenomena yang terjadi.
Namun penelitian ini juga memiliki perbedaan yang sangat substansial dengan
penelitian yang penulis angkat. Perbedaan tersebut diantaranya adalah
fenomena yang penulis akan bahas dan responden yang akan penulis jadikan
narasumber.
3. Skripsi dari Saudara M. Yusuf (2009), “Implementasi Undang-Undang
No.38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat oleh Badan Amil Zakat di
Kota Depok.”
Pada penelitian ini membahas tentang implementasi dari undang-undang
No.38 1999 tentang pengelolaan zakat, yang dilakukan oleh Badan Amil
Zakat Kota Depok. Dari hasil dari penelitian ini didapat bahwa hambatan
yang paling utama adalah adanya sifat keengganan atau menolak untuk
membayar kewajiban zakat dari sebagian muzaki dikarenakan kurangnya
kepercayaan dari sebagian masyarakat terhadap proses birokrasi. Untuk
15
meningkatkan jumlah pendapatan zakat yang diterima, BAZDA Kota Depok
menganggap perlu adanya regulasi lain selain undang-undang No.38 tahun
1999 yang lebih mengikat umumnya kepada masyarakat Kota Depok dan
khususnya kepada para Pegawai Negeri Sipil yang ada dilingkungan kota
Depok. Regulasi tambahan tersebut dimaksudkan agar kepada setiap PNS
yang ada di Kota Depok dapat langsung dipotong gajinya untuk disisihkan
membayar zakat, sebagai bentuk dari zakat profesi.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis angkat adalah
penelitian keduanya sama-sama membahas penerapan UU mengenai zakat.
Namun terdapat pula perbedaannya yaitu dalam hal substansi yang dibahas.
Dalam penelitian yang penulis angkat, penulis membahas respon Laz terhadap
UU No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Selain itu terdapat juga
perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis angkat, yaitu dari
metode penelitian yang digunakan.
G. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan pada skripsi ini berpedoman dan disesuaikan
dengan kaidah-kaidah penulisan skripsi pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi”
yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013.
16
H. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan kemudahan dalam hal pembahasan dan penulisan
skripsi ini, maka penulis membaginya menjadi 5 bab. Adapun rinciannya adalah
sebagai berikut:
BAB I Merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan yang digunakan,
tinjauan pustaka terdahulu.
BAB II Pada bab ini penulis akan memaparkan beberapa teori-teori yang
berkaitan dengan judul skripsi ini. Diantaranya tentang zakat dan
pengelolaan zakat.
BAB III Profil Lazis PP Muhammadiyah Pada bab ini penulis akan memaparkan
tentang gambaran umum lembaga amil zakat Muhammadiyah, meliputi
sejarah, visi misi, struktural organisasi, serta produk-produk yang ada di
lembaga tersebut.
BAB IV Bab ini akan menjawab rumusan masalah yang telah dijabarkan diatas
secara terperinci.
BAB V Bab ini memuat tentang uraian kesimpulan yang didapat dari hasil
penelitian serta beberapa saran yang akan ditujukan kepada para pihak
terkait dan berkepentingan dengan tema yang diteliti.
17
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Zakat
1. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat
Secara etimologis kata zakat berasal dari kata dasar zaka yang
berartisuci, berkembang, tumbuh, bersih, baik. Tetapi yang terkuat kata zaka
berartibertambah dan tumbuh sehingga bisa dikatakan tanaman itu zaka
artinyatumbuh, sedangkan tiap sesuatu yang tumbuh disebut zaka artinya
bertambah.12
Secara terminologis zakat didefenisikan sebagai bagian tertentu dari
sebagian harta yang diwajibkan Allah SWT untuk sejumlah orang yang
berhak menerimanya, dengan syarat tertentu pula.13 Adapun Mahmud Saltut
sebagaimana yang dijelaskan oleh A. Rahman mendefenisikan zakat sebagai
ibadah kebendaan yang diwajibkan oleh Allah SWT, agar orang kaya
menolong orang yang miskin dengan sesuatu yang dapat menutupi kebutuhan
pokoknya.14
12Ali Yafie, Menggagas Fiqh Sosial dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi hingga Ukhuwah,
(Bandung: Mizan, 1995), h. 231. 13 Didin Hafidhudin, Agar Harta Berkah dan Bertambah, (Jakarta: Gema Insani, 2007), h.
108. 14 A. Rahman Ritonga dan Zainudin, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h.
171.
18
Dalam al-Quran zakat disebut sebanyak 82 kali.15 Antara lain terdapat
dalam surat al-Baqarah : 43, surah al-An’am : 141, yaitu:
(#θßϑŠ Ï%r& uρ nο 4θn=¢Á9 $# (#θè?# u™ uρ nο 4θx. ¨“9 $# (#θãèx. ö‘ $# uρ yì tΒ t⎦⎫ ÏèÏ.≡ §9 $# ∩⊆⊂∪
Artinya: “dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-
orang yang ruku’”. (QS. Al-Baqarah: 43)
ö* uθèδuρ ü“Ï% ©!$# r't±Σr& ;M≈ ¨Ψ y_ ;M≈ x©ρá ÷èΒ uö xî uρ ;M≈ x©ρâ ÷êtΒ Ÿ≅ ÷‚¨Ζ9 $# uρ tíö‘ ¨“9 $# uρ $ Î=tFøƒ èΧ
… ã&é#à2é& šχθçG÷ƒ ¨“9 $# uρ šχ$Β”9 $# uρ $\κ È:≈ t±tFãΒ uö xî uρ 7µ Î7≈ t±tFãΒ 4 (#θè=à2 ⎯ ÏΒ ÿ⎯ Íν ÌyϑrO !# sŒ Î) tyϑøOr&
(#θè?# u™ uρ … 絤) ym uΘöθ tƒ ⎯ Íν ÏŠ$|Áym ( Ÿωuρ (# þθèùÎô£ è@ 4 … çµ ¯ΡÎ) Ÿω = Ïtä† š⎥⎫ ÏùÎô£ ßϑø9 $# ∩⊇⊆⊇∪
Artinya: “dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakkir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (Qs. Al-An’am:141)
Selain dalam al-Quran, perintah zakat juga terdapat dalam hadis. Antara
lain yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memerintahkan pada
Mu’adz ke Yaman,
اء بن اسحاق عن بن عبد يرآزحدثنا محمد اخبرنا عبد اهللا خبرنا قال : اهللا بن صيف عن ابى مولى بن عباس رضي اهللا عنهما
انك متأتى : رسول اهللا صام لمعاد بن جبل حين بعثه الى اليمن
15 Lili bariadi dkk, zakat dan wirausaha, h. 7.
19
إلى ان يشهدو ان ال اله اال .ادعهمقوما اهل آتاب فاءذ جئنهم فان . اهللا وان محمدا رسول اهللا فإن هم اطاعو اهللا بذلك فأخبرهم
اهللا قد فرنى عليهم صدقة تؤخد من اغنيائهم فترد على فقرائهم هم اطاعو لك بذالك فايك وآرثم الموالهم وابودعوه الظلوم فإن
16)واه البخارىر( .فإنه لبس بينه وبين اهللا حجابArtinya: “Dari Muhammad dari Abdullah berkata Rasullulah SAW kepada
Muazd bin Hambal dia diutus ke Yaman: Sesungguhnya kamu datang pada suatu kaum ahli kitab maka ketika kamu telah datang pada mereka serulah mereka pada persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Apabila mereka menaatinya maka beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan shalat lima waktu setiap hari dan malam. Apabila mereka menaatinya maka beri tahukanlah bahwa Allah mewajibkan kepada mereka sedekah dalam harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka lalu diberikan kepada orang miskin mereka. Apabila mereka menaatimu dalam hal itu maka hendaklah engkau berhati-hati harta terbaik mereka dan waspadalah terhadap do’adalah orang-orang yang teraniaya karena tidak ada penghalang dengan Allah.” (HR. Bukhari)
Begitu pula dalam hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia
berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بنى اإلسالم على خمس شهادة أن ال إله إال الله وأن محمدا إيتاء الزآاة ، والحج ، وصوم رسول الله، وإقام الصالة ، و
17)ومسلم واه البخارىر(. رمضانArtinya: “Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada ilah
(sesembahan) yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya; menegakkan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji; dan berpuasa di bulan Ramadhan.”
16 Muhammad Ibn Ismail Abu Abdullah Al-Bukhori Al-Ja’fiy, Shahih Al-Bukhari, (Beirut:
Dar Ibnu Katsir, 1987M/1407H), Juz II, h. 544 17 Muhammad Ibn Ismail Abu Abdullah Al-Bukhori Al-Ja’fiy, Shahih Al-Bukhori, Juz I, h..
12. Lihat juga Abu Al-Husain Muslim Ibnu Al-Hajaj Ibnu Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi, Al-Jami’ As-Shahih Muslim, ( Beirut: Dar Al-Jiil, t.t ), Juz I, h. 34
20
2. Prinsip, Fungsi dan Tujuan Zakat
Zakat adalah ibadah “maaliyah ijtimaiyah” yang memiliki posisi dan
peranan yang penting dan strategis, dari sudut keagamaan, sosial, ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu zakat memiliki beberapa tujuan, antara
lain:18
a. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan
hidup serta penderitaan.
b. Membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh para mustahiq.
c. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat muslim dan
manusia pada umumnya.
d. Menghilangkan sifat kikir pemilik harta.
e. Membersihkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang
miskin.
f. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam
suatu masyarakat.
g. Mengembangkan rasa tanggungjawab sosial pada diri seseorang, terutama
pada mereka yang mempunyai harta.
h. Mendidik manusia untuk disiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan
hak orang lain yang ada padanya.
18 Mila Sartika,Pengaruh Pendayagunaan Zakat Prodiktif terhadap Pemberdayaan Mustahiq
pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta,(Jurnal Ekonomi Islam. Vol. 2, No. 1, Juli 2008), h. 80.
21
Adapun Yusuf Qhardawi membagi dua tujuan dari zakat, yaitu tujuan
untuk kehidupan individu dan tujuan untuk kehidupan sosial kemasyarakatan.
Tujuan yang pertama meliputi pensucian jiwa dari sifat kikir, mengembangkan
sifat suka berinfaq atau memberi, mengembangkan ahlak seperti ahlak Allah,
mengobati hati dari cinta dunia yang membabi buta, mengembangkan kekayaan
batin dan menumbuhkan rasa simpati serta cinta sesama manusia. Adapun tujuan
yang kedua, memiliki dampak pada kehidupan kemasyarakatan secara luas. Dari
segi kehidupan masyarakat, zakat merupakan suatu bagian dari sistem jaminan
sosial dalam Islam. Kehidupan masyarakat sering terganggu oleh problema
kesenjangan, gelandangan, problema kematian dalam keluarga, hilangnya
perlindungan, problema bencana alam, dan lain sebagainya.19
Sebagai ibadah yang mengandung prinsip multidimensional, Zakat
mengandung enam prinsip yang harus dipahami, yaitu:20
a. Prinsip keyakinan keagamaan (faith), menyatakan orang yang membayar
zakat yakin bahwa pembayarannya tersebut merupakan salah satu manifestasi
keyakinan agamanya, sehingga kalau orang yang bersangkutan belum
membayarkan zakatnya, belum merasa sempurnya ibadahnya.
b. Prinsip pemerataan dan keadilan, cukup jelas menggambarkan tujuan zakat
yaitu membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan tuhan kepada umat
manusia.
19 Lili bariadi, dkk, Zakat dan wirausaha, h. 16. 20 Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UII Press, 1988), h.39.
22
c. Prinsip produktifitas dan kematangan, menekankan bahwa zakat memang
wajar harus dibayar karena kepemilikan tertentu telah menghasilkan produk
tertentu. Dan hasil (produksi) tersebut hanya dapat dipungut setelah jangka
waktu satu tahun yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil tertentu.
d. Prinsip nalar, yaitu orang yang diharuskan bayar zakat adalah seseorang yang
berakal sehat dan bertanggung jawab. Dari sinilah ada anggapan bahwa orang
yang belum dewasa dan tidak waras bebas dari zakat yang dalam hal ini
merupakan suatu ibadat.
e. Prinsip kebebasan, menjelaskan bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang
bebas dan sehat jasmani dan rohaninya, yang merasa mempunyai tanggung
jawab untuk membayar zakat untuk kepentingan bersama. Zakat tidak
dipungut untuk seseorang yang dihukum atau orang yang sedang sakit jiwa.
f. Prinsip etik dan kewajaran, menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta
secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkannya. Zakat
tidak mungkin dipungut, kalau karena pemungutan itu orang yang
membayarnya akan menderita.
Adapun hikmah dan manfaat zakat dapat disimpulkan menjadi tujuh
aspek, yaitu:21
a. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmatnya,
menumbuhkan ahlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi,
21 Didin Hafidudin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 10.
23
menghilangkan sifat kikir, rakus dan matrealistis, menumbuhkan ketenangan
hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki.
b. Zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan membina faqir miskin
kearah kehidupan yang lebih baik dan sejahtera.
c. Sebagai pilar amal sosial antara orang-orang kaya yang berkecukupan
hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad
dijalan Allah.
d. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana
yang harus dimiliki umat Islam seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan,
sosial maupun ekonomi, sekaligus sarana pengembangan kualitas sumber
daya manusia muslim.
e. Memasyarakatkan etika bisnis yang benar. Maksudnya disamping melakukan
kegiatan bisnis tetapi dilandasi oleh nilai-nilai Islami caranya dengan
menyisihkan penghasilan untuk zakat.
f. Sebagai salah satu instrumen pemerataan pendapatan.
g. Sebagai bukti bahwa ajaran Islam mendorong umatnya untuk mampu bekerja
dan berusaha sehingga memiliki harta kekayaan yang disamping dapat
memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya dan juga berlomba-lomba
menjadi muzakki.
24
B. Lembaga Amil Zakat
1. Amil Zakat
Dalam hal pengelolaan zakat, al-Quran menyebutkan kata “amilin”
dalam salah satu ashnaf yang berhak menerima dana zakat. Hal ini tercantum
dalam surat At- Taubah, ayat 60, yaitu:
* $yϑΡÎ) àM≈ s%y‰¢Á9 $# Ï™!# ts) à ù=Ï9 È⎦⎫ Å3≈ |¡yϑø9 $# uρ t⎦, Î#Ïϑ≈ yèø9 $# uρ $pκ ö n=tæ Ïπ x ©9 xσ ßϑø9 $# uρ öΝ åκæ5θè=è% †Îûuρ
É>$ s%Ìh9 $# t⎦⎫ ÏΒÌ≈ tóø9 $# uρ †Îûuρ È≅‹ Î6 y™ «!$# È⎦ø⌠ $# uρ È≅‹ Î6 ¡¡9 $# ( Zπ ŸÒƒ Ìsù š∅ÏiΒ «!$# 3 ª!$# uρ íΟŠ Î=tæ
ÒΟ‹ Å6 ym ∩∉⊃∪
Artinya: “sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah mengetahui lagi maha bijaksana ” (Qs. At-Taubah9: 60)
Amil zakat yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah mereka yang
melaksanakan segala kegiatan urusan zakat mulai dari para pengumpul sampai
kepada bendahara dan para penjaganya. Juga mulai dari yang mencatat,
sampai kepada yang menghitung masuk dan keluarnya dana zakat, dan
membaginya kepada para mustahik, dengan kata lain amil adalah orang-orang
yang ditugaskan oleh imam atau kepala negara untuk mengambil, menuliskan,
menghitung dan mencatatkan zakat yang diambilnya dari para muzakki untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya.22
22 Yusuf Qhardawy, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, (Jakarta: Rabbani
Press, 2001), h. 51.
25
Dengan kata lain, amil zakat adalah orang-orang yang terlibat atau ikut
aktif dalam pelaksanakan zakat dari sejak mengumpulkan atau mengambil zakat
zakat dari muzakki, sampai membagikannya kepada yang berhak menerimanya
(mustahiq zakat). Termasuk penanggung jawab, perencana, konsultan,
pengumpul, pembagi, penulis, dan orang-orang lain seperti tenaga kasar yang
terlibat didalamnya.23
Adapun M. Rasyid Ridha, sebagaimana disampaikan oleh M. Quraish
Shihab menjelaskan amil zakat adalah mereka yang ditugaskan oleh Imam atau
pemerintah atau yang mewakilinya, untuk melaksanakan pengumpulan zakat dan
dinamai al-jubat, serta menyimpan atau memeliharanya yang dinamai dengan al-
hazanah (bendaharawan), termasuk pula para penggembala, petugas administrasi,
harus muslim.24
Sejarah Islam mencatat zakat mulai diwajibkan pada tahun ke-9 Hijrah,
sementara shadaqah fitrah pada tahun ke-2 Hijrah. Akan tetapi ahli hadis
memandang zakat telah diwajibkan sebelum tahun ke-9 Hijrah ketika Maulana
Abdul Hasan berkata zakat diwajibkan setelah Hijrah dan dalam kurun waktu
lima tahun setelahnya. Sebelum diwajibkan, zakat bersifat sukarela dan belum ada
peraturan khusus atau ketentuan hukum. Peraturan mengenai pengeluaran zakat
diatas muncul pada tahun ke-9 Hijrah ketika dasar Islam telah kokoh, wilayah
negara berekspansi dengan cepat dan orang berbondong-bondong masuk Islam.
23 Suparman Usman, Hukum Islam: Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), h. 162.
24 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, (Bandung:Mizan Pustaka, 2004), h. 326.
26
Peraturan yang disusun meliputi sistem pengumpulan zakat, barang-barang yang
dikenai zakat, batas-batas zakat dan tingkat persentase zakat untuk barang yang
berbeda-beda. Para pengumpul zakat bukanlah pekerjaan yang memerlukan waktu
dan para pegawainya tidak diberikan gaji resmi, tetapi mereka mendapatkan
bayaran dari dana zakat.25
Di Indonesia, menurut hafidhudin, dunia perzakatan sebelum tahun 1990
masih bersifat tradisional, antara lain karakteristiknya adalah sebagai berikut:26
a. Pada umumnya diberikan langsung oleh muzakki kepada mustahiq tanpa
melalui amil zakat.
b. Jika pun melalui amil zakat hanya terbatas pada zakat fitrah.
c. Zakat diberikan pada umumnya hanya bersifat konsumtif untuk keperluan
sesaat dan bukan bersifat produktif.
d. Harta obyek zakat hanya terbatas pada harta-harta yang secara eksplisit
dikemukakan secara rinci didalam al-Quran maupun hadis Nabi, yaitu emas,
perak, pertanian (terbatas pada tanaman yang menghasilkan makanan pokok),
peternakan (terbatas pada sapi, kambing atau domba), perdagangan (terbatas
pada komoditas-komoditas yang berbentuk barang), dan rikaz (harta temuan).
Kondisi tersebut disebabkan beberapa hal, antara lain adalah:27
25 Didin Hafidhudin, Zakat dalam Perekonomian modern, h. 126. 26 Didin Hafidhudin, The Power of Zakat: Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia
Tenggara, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 93. 27 Didin Hafidhudin, The Power of Zakat: Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia
Tenggara, h. 94.
27
1) Belum tumbuhnya lembaga pemungutan zakat, kecuali di beberapa daerah
tertentu.
2) Rendahnya kepercayaan masyarakat kepada amil zakat.
3) Profesi amil zakat masih dianggap profesi sambilan.
4) Sosialisasi tentang zakat, baik yang berkaitan tentang hikmah, urgensi dan
tujuan zakat, tata cara pelaksanaan zakat, obyek harta zakat, maupun
kaitan zakat dengan peningkatan kegiatan ekonomi atau peningkatan
kesejahteraan masyarakat masih jarang dilakukan.
Seiring perkembangannya, kini masyarakat Indonesia mulai memberikan
kepercayaan terhadap pengelolaan zakatnya terhadap lembaga amil zakat. Untuk
menjaga kepercayaan itu, negara mengambil langkah protektif melalui pembuatan
regulasi dalam peraturan perundang-undangan agar dana zakat yang sangat
potensial ini tidak menguap begitu saja.
Oleh karena itu dalam pasal 17 UU No. 23 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat, dijelaskan Lembaga amil zakat yang selanjutnya disingkat
LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas untuk
membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
Selain itu, pengelolaan zakat pun diatur sedemikian rupa. Antra lain dalam
UU NO. 38/1999 yang kemudian diperbaharui dengan UU No. 23/2011.
Dijelaskan bahwa amil zakat yang ditunjuk oleh pemerintah harus mempunyai
kualifikasi sebagai berikut:28
28 Didin Hafidhudin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani Press,
2004), h. 23.
28
a. Beragama Islam
b. Mukallaf, yaitu orang dewasa yang sehat akal dan fikirannya, serta siap
menerima tanggung jawab agama
c. Memiliki sifat amanah dan kejujuran
d. Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat
e. Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya
(profesional)
f. Memiliki kesungguhan (komitmen) waktu dalam melaksanakan tugasnya
(fulltime).
Kriteria ini ditambahkan lagi dalam pasal 18 UU No. 23 tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat, yaitu izin lembaga amil zakat hanya diberikan apabila
memenuhi persyaratan paling sedikit:
a. Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang
pendidikan, dakwah dan sosial;
b. Berbentuk lembaga berbadan hukum;
c. Mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
d. Memiliki pengawas syariat;
e. Memiliki kemampuan teknis, administratif dan keuangan untuk melaksanakan
kegiatannya;
f. Bersifat nirlaba;
g. Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejateraan umat; dan
h. Bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.
29
Lembaga amil zakat pun diwajibkan melaporkan pelaksanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit
kepada BAZNAS secara berkala. Hal ini mempunyai tujuan penting, yaitu:29
a. Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat;
b. Untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahiq zakat apabila berhadapan
langsung untuk menerima zakat para muzakki;
c. Untuk mencapai efisien dan efektifitas, serta sasaran yang tepat dalam
penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada dalam suatu tempat;
d. Untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan
pemerintahan yang Islami;
2. Peran dan Fungsi Amil Zakat
Sebagai fungsi sosial, dana zakat dapat digunakan secara kreatif untuk
mengatasi kemiskinan dalam masyarakat. Oleh karena itu, pemanfaatan dana
zakat sejak dahulu dapat digolongkan dalam empat bentuk, yaitu:30
a. Bersifat konsumtif tradisional, yaitu proses dimana pembagian langsung
kepada para mustahiq untuk kebutuhan sehari-hari, seperti pembagian zakat
fitrah berupa beras kepada fakir miskin atau pembagian zakat mal secara
langsung.
29 Didin Hafidhudin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 39. 30 Amiruddin Inoed, Anatomi Fiqh Zakat, Potret dan Pemahaman Badan Amil Zakat
Sumatera Selatan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 3.
30
b. Bersifat konsumtif kreatif, yaitu proses pengkonsumsian dalam bentuk lain
dari barang yang semula, seperti diberikan dalam bentuk beasiswa, mesin-
mesin, peralatan pertaniaan, dan sebagainya.
c. Bersifat produktif tradisional, yaitu proses pemberian zakat diberikan dalam
bentuk benda atau barang yang diketahui produktif untuk suatu daerah yang
mengelola zakat. Seperti pemberian kambing, sapi, becak, dan sebagainya.
d. Bersifat produktif kreatif, yaitu proses perwujudan pemberian zakat dalam
bentuk permodalan bergulir baik untuk usaha, program sosial, home industri,
atau pemberian tambahan modal usaha kecil.
Tujuan zakat tidak hanya sekedar menyantuni orang miskin secara
konsumtif, tetapi ia mempunyai tujuan yang lebih permanen, yaitu mengentaskan
kemiskinan, seperti yang dikemukan oleh Syauqi al-Fanjari: “Tujuan utama zakat
adalah untuk mengentaskan kemiskinan (kefakiran) dan mengangkat
permasalahan dari akarnya, sehingga mereka menjadi berkemampuan”. 31
Oleh karena itu, lembaga amil zakat dituntut harus mampu menciptakan
dan merumuskan strategi pemanfaatan zakat yang berdaya guna dan berhasil
guna. Amil zakat juga harus mampu mengeksplorasikan berbagai potensi umat
sehingga dapat diberdayakan secara optimal. Dengan demikian, zakat menjadi
lebih produktif dan tidak hanya sekedar memiliki fungsi karitatif.32
31 Abdurrahman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2001), h. 220. 32http://www.bazisdki.go.id/index.cfm?fuseaction=artikel.detail_&id=234&catid=42, diakses
pada 05 januari 2014
31
Hal ini sejalan dengan amanat dan tanggung jawab yang dibebankan
kepada Badan Amil Zakat (BAZ), yaitu:33
a. Memperbaiki keadaan dan taraf perekonomian masyarakat dalam hal ini para
mustahik.
b. Menyediakan fasilitas yang akan menunjang upaya perbaikan penghasilan
bagi umat.
c. Melakukan penataan administrasi umum, personalia dan keuangan zakat.
Selain itu, lembaga amil zakat punya tugas penting lain yaitu melakukan
sosialisasi tentang zakat kepada masyarakat secara terus menerus dan
berkesinambungan, melalui berbagai forum dan media. Dengan sosialisasi yang
baik dan optimal, diharapkan masyarakat muzakki akan semakin sadar untuk
membayar zakat melalui lembaga yang kuat, amanah dan terpercaya. Materi
sosialisasi antara lain berkaitan dengan keajaiban zakat, hikmah dan fungsinya,
harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya, cara menghitung zakat yang mudah
serta cara menyalurkannya. Sejalan dengan UU No. 17 tahun 2000
tentangperubahan ketiga UU No. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, maka
kaitan dengan pajak ini perlu juga disosialisasikan kepada masyarakat.34
Sekiranya dari dana zakat ini belum juga mencukupi untuk menanggulangi
masalah-masalah sosial, maka atas orang-orang kaya harus dikenakan lagi
kewajiban ekstra selain zakat, seperti membayar pajak, sedekah, menyantuni
33 Departemen Agama, Fiqh Zakat, (Jakarta: Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan
Direktorat Pemberdayaan Zakat, Departemen Agama, 2008), h. 107. 34Didin Hafidhudin, Zakat dalam Perekonomian modern, h. 132.
32
kaum kerabat, sehingga terwujud suatu kondisi masyarakat harmonis, bebas dari
kemiskinan, kebodohan, dan berbagai tuna sosial lainnya.35
C. Pengertian dan Dasar Hukum Pengelolaan
1. Pengertian Pengelolaan
Pengelolaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah suatu
proses atau cara melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga
orang lain atau proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan
organisasi, adapun kata pengelolaan berasal dari kata “kelola” yang berarti
mengendalikan atau menyelenggarakan. Pengelolaan dalam organisasi
pengelola zakat adalah sejumlah rangkaian proses mulai dari pengumpulan
zakat pengaturan hingga pendistribusiannya tepat sasaran yaitu benar-benar
sampai kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
2. Dasar Hukum Pengelolaan
Ketentuan pengelolaan zakat sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an
surat At-taubah ayat 103
õ‹è{ ô⎯ ÏΒ öΝ ÏλÎ;≡ uθøΒr& Zπ s%y‰|¹ öΝ èδãÎdγ sÜ è? Ν Íκ Ïj. t“ è?uρ $pκ Í5 Èe≅ |¹ uρ öΝ Îγø‹ n=tæ ( ¨βÎ) y7 s?4θn= |¹ Ö⎯ s3 y™
öΝ çλ°; 3 ª!$# uρ ìì‹ Ïϑy™ íΟŠ Î=tæ ∩⊇⊃⊂∪
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.(Q.S At-Taubah/9: 103)
35Abdurrahman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, h. 216.
33
Hukum pendayagunaan atau pengelolaan zakat yaitu yang dilakukan oleh
sebagian besar lembaga amil zakat yang dengan memodifikasi cara penyaluran
dari dana zakat, infak, dan shadaqah tersebut agar mempunyai dampak yang lebih
besar seperti untuk program-program kesehatan gratis bagi kaum miskin,
beasiswa, pembangunan sarana pendidikan, bantuan usaha dan lain sebagainya.
Untuk itu para ulama’ dahulu maupun sekarang, ada yang meluaskan arti
sabilillah, yaitu dengan menafsirkan kata tersebut tidak hanya khusus pada jihad
dimedan peperangan dan yang berhubungan denganya, akan tetapi ditafsirkannya
juga pada semua hal yang mencakup kemaslahatan umat muslim, takarrub dan
perbuatan-perbuatan baik, sesuai d engan penerapan asal dari kalimat tersebut.
Beberapa pendapat ulama’ tersebut antara lain:
a. Pendapat Imam Kasani dalam kitab al-Bada’i beliau menafsirkan sabilillah
dengan semua amal perbuatan yang menunjukkan takarrub dan ketaatan
kepada Allah.36
b. Ulama Mazhab Hanafi juga sepakat bahwa kefakiran dan kebutuhan
merupakan syarat utama setiap orang yang dianggap termasuk sabilillah
apakah ia tentara, jamaah haji, pencari ilmu atau orang yang berjuang di jalan
kebajikan.37
c. Imam Qaffal yang mengutip pendapat beberapa fuqaha mengatakan bahwa
mereka itu memperkenankan menyerahkan zakat kepada semua bentuk
36Wahbah al-Zuhayli, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Juz II (Beirut: Dar al-Fikr, 1997), h. 876 37 Syam al-Din al- Sarakhshi, al-Mabsuth, Juz. III, (Beirut: Dar al-Fikr, 1993), h. 10.
34
kebajikan, seperti mengurus mayat, mendirikan benteng, meramaikan masjid,
karena sesungguhnya firmanNya “fi sabilillah” itu bersifat umum, meliputi
semuanya.38
d. Imamiah Ja’farī dalam Mukhtasar an-Nāfi’(salah satu buku mazhab Imam
Ja’far) mengemukakan bahwa sabilillah itu artinya segala amal perbuatan
yang mendekatkan diri kepada Allah atau untuk kemaslahatan bersama.39
e. Rasyid Ridha pengarang Tafsir al-Mannār, menafsirkan ayat ini bahwa yang
benar arti sabilillah di sini adalah kemaslahatan umum kaum Muslimin, yang
denganya tegak urusan agama dan pemerintahan, dan bukan untuk
kepentingan pribadi.40
Di sisi lain, implementasi zakat dalam undang-undang RI.NO.23 tahun
2011 tentang pengelolaan zakat pada pasal 3 ditegaskan bahwa pengelolaan zakat
bertujuan.41
a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat
b. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
dan penanggulangan kemiskinan.
Selanjutnya, Imam Qurtubi menafsirkan amil sebagai pengelola zakat
dalam (Qs.at-Taubah:60), merupakan orang-orang yang ditugaskan (diutus oleh
38 Wahbah al-Zuhaili, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, pengantar Jalaluddin Rahmat,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995), h. 275 39 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta: Lentera Antar Nusa, 2002), h. 621. 40 Rasyid Ridha, Imam Muhammad, Tafsir al-Qur`an al-Hakim al-Syahir bi Tafsir al-Manar,
juz. 10. (Bierut: Dar al-Fikr), h. 506. 41 Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/uu23zakat.pdf, Diakses tanggal 18 September 2014
35
Imam atau pemerintah) untuk mengambil, menuliskan, menghitung dan mencatat
zakat yang diambilnya dari para muzakki, untuk selanjutnya diberikan kepada
mustahiq.42 Dengan adanya azas naqli dan aqli tersebut, dapat dimaknai bahwa
pengelolaan zakat dapat mendidik dan memberi pembelajaran untuk berbagi dan
percaya kepada Allah SWT secara mutlak dan lebih percaya dengan apa yang
berada disisi Allah SWT dari pada apa yang ada dalam gengamanya.
Setiap lembaga pengelola zakat dalam operasional kegiatanya perlu
menerapkan prinsip kerja lembaga yang intinya tercermin dalam tiga kata kunci:
Amanah, Profesional, dan Transparan.43 Amanah, adalah memiliki sifat jujur,
dapat dipercaya dan bertanggung jawab atas tugas yang diembannya. Sifat
amanah merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap amil zakat.
Sebaik apapun sistem ekonomi yang ada, akan hancur juga jika pelakunya tidak
memiliki sifat amanah. Terlebih dana yang dikelola oleh pengelola zakat itu
adalah dana umat. Dana yang dikelola itu pada dasarnya adalah dana mustahiq.
Dan muzakki setelah memberikan zakatnya kepada pengelola zakat, tidak ada
keinginan sedikitpun untuk mengambil dananya itu lagi. Kondisi ini menuntut
dimilikinya sifat amanah dari para amil zakat.
Profesional, adalah kemampuan yang merupakan perpaduan antara
pengetahuan, ketrampilan dan sikap seorang amil dalam mengemban suatu tugas
42 Al-Qurtubi, al-jami’ Li Ahkam Al-qur’an, (Beirut Libanon: Daar el-Kutub ‘Ilmiyyah 1413
H/1993M Jilid VII-VIII), h. 112-113 43 Sumarni, Pengelolaan Biaya Operasional Dalam Manajemen Zakat (Studi Pada LAGZIS
Peduli Cabang Jakarta, (Jakarta: Skripsi Program Studi Muamalat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), h. 18
36
tertentu dan dilaksanakan secara penuh waktu, penuh kreativitas dan inovatif.
Hanya dengan profesionalitas yang tinggi, dana zakat yang dikelola akan menjadi
efektif dan efisien, apalagi jika profesionalitas itu diimbangi dengan sifat amanah.
Transparan, adalah sifat terbuka dalam pengelolaan melalui penyertaan
semua unsur dalam pengambilan keputusan dan proses pelaksanaan kegiatan.
Dengan transparanya pengelolaan zakat, maka dapat diciptakan suatu sistem
kontrol yang baik, karena tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi saja
tetapi akan melibatkan juga pihak ekstern seperti para muzakki maupun
masyarakat secara luas. Dengan transparansi ini akan dapat meminimalkan rasa
curiga dan ketidak percayaan masyarakat terhadap amil. 44
Pengelolaan dan pendayagunaan dana zakat mesti berorientasi pada
pemberdayaan zakat produktif dan menjadi solusi pengentasan kemiskinan bagi
setiap mustahiq. Upaya ini difokuskan pada peningkatan ekonomi produktif yang
bersifat pemberdayaan produktivitas zakat sebagai bentuk program yang
diharapkan bisa meningkatkan taraf hidup mustahiq dari sisi ekonomi. Artinya,
program tersebut bisa menjadikan usaha mustahiq berkembang dan memiliki nilai
tambah serta bisa memperbaiki kondisi finansialnya. Fikih tradisional secara
umum tidak menjelaskan secara memadai persoalan manajemen pengelolaan
dana-dana zakat dan sedekah. Dalam hal pengelolaan zakat, misalnya, tidak
muncul gagasan yang memadai tentang bagaimana pendayagunaan zakat agar
44 Departemen Agama RI, Direktorat Pemberdayaan Zakat, Manajemen Pengelolaan Zakat,
2007, h. 20.
37
memiliki dampak sosial dan ekonomi yang lebih meningkat bagi kalangan
masyarakat yang tak mampu. Seperti dalam hal zakat fitrah, gagasan progresif
seperti itu terhambat oleh karena adanya doktrin yang dipegang teguh dalam fikih
bahwa zakat fitrah hanya sah bila diserahkan kepada mustahik sebelum akhir
bulan Ramadhan. Dengan terpaku pada pandangan ini, zakat fitrah mustahil untuk
dimobilisasi secara luas guna dijadikan modal bagi pendanaan kegiatan
pemberdayaan sosial ekonomi jangka panjang.
Dengan demikian pengelolaan dan pendayagunaan zakat juga didasarkan
pada firman Allah SWT yang terdapat dalam surat at-Taubah ayat 60 yang
berbunyi:
* $yϑΡÎ) àM≈ s%y‰¢Á9 $# Ï™!# ts) à ù=Ï9 È⎦⎫ Å3≈ |¡yϑø9 $# uρ t⎦, Î#Ïϑ≈ yèø9 $# uρ $pκ ö n=tæ Ïπ x ©9 xσ ßϑø9 $# uρ öΝ åκ æ5θè=è% †Îûuρ
É>$ s%Ìh9 $# t⎦⎫ ÏΒÌ≈ tóø9 $# uρ †Îûuρ È≅‹ Î6y™ «!$# È⎦ø⌠ $# uρ È≅‹ Î6 ¡¡9 $# ( Zπ ŸÒƒ Ìsù š∅ÏiΒ «!$# 3 ª!$# uρ íΟŠ Î=tæ
ÒΟ‹ Å6 ym ∩∉⊃∪
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.(Q.S At-Taubah/9: 60)
Ayat ini menjelaskan tentang kelompok orang yang berhak menerimanya
dan ayat 103 yang menjelaskan tentang pentingnya zakat untuk diambil
38
(dijemput) oleh para petugas (amil) zakat.45 Demikian pula petunjuk yang
diberikan oleh Rasulullah SAW kepada Muadz bin Jabal ketika diutus ke Yaman,
beliau mengatakan”.....jika mereka telah mengucapkan dua kalimat shahadat dan
melaksanakan shalat, maka beritahukanlah bahwasanya Allah SWT telah
mewajibkan zakat yang di ambil dari orang kaya mereka dan diberikan kepada
orang-orang fakirnya...”
Membahas Tentang pengelolaan dan pendayagunaan zakat, sebelumnya
perlu diingat bahwa zakat itu mempunyai dua fungsi utama.46 Pertama, adalah
untuk membersihkan harta benda dan jiwa manusia supaya senantiasa berada
dalam keadaan fitrah. Seseorang yang telah memberikan hartanya untuk
disampaikan kepada yang berhak menerimanya berarti pula bahwa ia telah
mensucikan harta dan jiwanya dengan pemberian itu sekaligus telah menunaikan
kewajiban agama, melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. Kedua, zakat itu juga
berfungsi sebagai dana masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
sosial guna mengurangi jumlah angka kemiskinan. Dalam hal fungsi yang kedua
ini pemanfaatanya mempunyai arti yang lebih penting, sebagai salah satu upaya
untuk mencapai keadilan sosial. Agar tidak terjadi kepincangan-kepincangan
sosial ekonomi ini maka dengan adanya zakat, merupakan salah satu sarana untuk
menguranginya. Yang menjadi masalah selanjutnya adalah bagaimana
45 Didin Hafidhuddin, Mimbar Agama & Budaya, (Jakarta : UIN Jakarta, Volume XIX, No.3,
2002), h. 268 46Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI‐Press), 1998), h. 62‐63.
39
menjadikan zakat agar berfungsi sebagai amal ibadah dan juga sebagai konsep
sosial, inilah arti dari pendayagunaan zakat. Atas dasar pengamatan dan telaah
selama ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemanfaatan zakat dapat lebih
dispesifikasikan atau digolongan dalam empat bentuk pendayagunaan. 47
a. Bentuk pertama bersifat konsumtif tradisional, yaitu zakat dibagikan kepada
mustahiq untuk dibagikan secara langsung, seperti zakat fitrah yang diberikan
kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat mal
yang dibagikan habis secara langsung kepada para mustahiq.
b. Bentuk kedua konsumtif kreatif yaitu zakat yang diwujudkan dalam bentuk
lain dari wujud barangnya semula, seperti diberikan dalam bentuk alat-alat
sekolah, beasiswa, cangkul, gerabah dan lain sebagainya.
c. Bentuk ketiga produktif tradisional, yaitu dimana zakat diberikan dalam
bentuk barang-barang yang produktif seperti kambing, sapi, alat cukur,
pertukangan, mesin jahit dan lain-lain. Pemberian dalam bentuk ini akan dapat
menciptakan suatu usaha atau memberikan lapangan kerja baru bagi fakir
miskin.
d. Bentuk keempat adalah produktif kreatif, yaitu zakat diwujudkan dalam
bentuk permodalan bergulir baik untuk permodalan proyek sosial atau untuk
membantu penambahan modal pedagang atau pengusaha kecil. Pemanfaatan
dalam bentuk ketiga dan keempat ini adalah yag mendekati pada arti
pendayagunaan, yang harus kita kembangkan, sehingga makna syari’at zakat
47 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, h. 50
40
baik dari segi fungsi ibadah maupun sosialnya dapat tercapai seperti yang kita
diharapkan bersama.
3. Landasan Pengelolaan
Dalam pengelolaan zakat terdapat berbagai macam landasan pengelolaan,
diantaranya :
a. Undang-Undang RI nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat
b. Undang-Undang nomor 17 tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas Undang-
Undang no 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
c. Keputusan Menteri Agama nomor 581 tahun 1999 tentang pelaksanaan
Undang-Undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat yang telah
disempurnakan dengan keputusan Menteri Agama nomor 373 tahun 2003
d. Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan masyarakat Islam dan urusan Haji
nomor D-291 tahun 2000 tentang pedoman teknis pengelolaan zakat.
e. Undang-Undang RI nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas
Undang-Undang RI nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan
f. Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 1981 tentang pelayanan kesejahteraan
sosial bagi fakir miskin
D. Undang-Undang No. 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
Pengelolaan zakat pada masa penjajahan dan kemerdekaan memberikan
gambaran buram akan fungsi zakat di Indonesia. Antara komunitas muslim
41
dengan hasil zakat tidak memberikan gambaran seimbang.48 Pada masa orde baru,
kekhawatiran terhadap Islam ideologis memaksa pemerintah untuk tidak terlibat
dalam urusan zakat. Bahkan secara struktural, pemerintah tidak secara tegas
memberikan dukungan secara legal formal. Zakat sering dikumpulkan masih
dengan cara konvensional dan musiman. Namun dimulainya sistem demokrasi
setelah jatuhnya Presiden Soeharto pada tahun 1998, UU Zakat No. 38 Tahun
1999, adalah awal dari terbukanya keterlibatan publik secara aktif. Peran lembaga
zakat, bersama dengan struktur negara telah memfasilitasi pengaturan zakat
dengan lembaga-lembaga khusus yang dilindungi oleh UU. Namun, UU zakat No.
38 tahun 1999 tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam
masyarakat sehingga perlu diganti dengan UU zakat no. 23 tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat. 49
Menurut Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Gondo Radityo Gambiro (F-PD),
salah satu dasar pertimbangan Komisi VIII DPR mengajukan usul perubahan UU
No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat adalah pertimbangan bahwa UU
No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dianggap masih belum optimal
untuk mengakomodir penyelenggaraan kewajiban zakat dalam sistem yang
48 Trie Anis Rosyidah dan Asfi Manzilati, Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2011 Terhadap Legalitas Pengelolaan Zakat Oleh Lembaga Amil Zakat (Studi Pada Beberapa LAZ Di Kota Malang), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, h. 2
49 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, http://pusat.baznas.go.id/wp-content/perpu/UU%20No%2023%20Tahun%202011%20(Penjelasan).pdf, Diakses tanggal 17 September 2014
42
profesional.50 Karenanya undang-undang tersebut sudah tidak sesuai dengan
perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti agar
kebijakan pengelolaan zakat dapat dilakukan secara terarah, terpadu, dan
terkoordinasi dengan baik serta disesuaikan dengan kebutuhan saat ini.
Ada beberapa pokok yang diajukan dalam revisi UU no 38 tahun 1999
yaitu tata kelola zakat, sanksi mangkir zakat, dan persoalan wajib zakat dan pajak
karena diperlukan kejelasan tentang peran pengatur, pengawas, dan operator.
Sehingga ditetapkan di Jakarta oleh Menteri Agama RI Prof. DR. H. Said Agil
Husin Al Munawar, MA pada tanggal 18 Juli 2003 mencabut Keputusan Menteri
Agama Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Menurut Yusuf Wibisono sebagai ahli
pemohon dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, amandemen UU 38/1999
sudah dimulai di DPR pada periode 2004-2009. Pada tahun 1999 UU 38/1999
sudah masuk di RUU Prioritas Tahun 1999 tapi gagal diselesaikan.51
Sejak awal proses amandemen, ada dua draft yang secara umum bertolak
belakang, yaitu draft RUU dari masyarakat sipil dan draft RUU dari pemerintah.
Pada awal Maret 2010 DPR menyelesaikan RUU Pengelolaan Zakat. RUU yang
dibuat oleh DPR cenderung mengakomodir masyarakat sipil. Kemudian RUU
diajukan ke pemerintah untuk dimintakan DIM (Daftar Isian Masalah). DIM dari
50 DPR Setujui RUU Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (ZIS) Menjadi Undang-Undang,
http://news.detik.com/read/2011/11/01/010003/1756911/727/dpr-setujui-ruu-zakat-infaq-dan shodaqoh--zis--menjadi-undang-undang, Diakses tanggal 17 September 2014
51 Trie Anis Rosyidah dan Asfi Manzilati, Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Terhadap Legalitas Pengelolaan Zakat Oleh Lembaga Amil Zakat, h. 8
43
pemerintah baru muncul di awal tahun 2011. Dua draft yang bertolak belakang
dibahas di DPR pada pertengahan 2011. Masa sidang keempat DPR pada
pertengahan 2011 berlangsung singkat, yakni tiga bulan, akhirnya amandemen
UU no 38/1999 tentang pengelolaan zakat selesai. Akhir tahun 2011 lalu, DPR RI
mensahkan UU hasil amandemen yang kemudian diberi nomor UU nomor 23
tahun 2011. Akhirnya UU no 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat disahkan
di Jakarta pada tanggal 25 November 2011 oleh Presiden Republik Indonesia,
DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 25
November 2011 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia, Amir Syamsudin.
Setelah resmi menjadi UU, terdapat penambahan pasal-pasal dalam UU
Zakat No. 23 Tahun 2011 yang belum diatur dalam UU no. 38/1999, yaitu : 52
a. Terdapat penambahan ayat, penjabaran definisi yang terkait dengan
pengelolaan zakat.
b. Pasal 5 ayat (1), untuk melaksanakan pengelolaan zakat, pemerintah
membentuk BAZNAS.
c. Pasal 7 ayat (1), dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi:
1) perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
2) pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian,dan pendayagunaan zakat;
52 Trie Anis Rosyidah dan Asfi Manzilati, Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2011 Terhadap Legalitas Pengelolaan Zakat Oleh Lembaga Amil Zakat, h. 7
44
3) pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
dan pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
d. Pasal 17, untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk
LAZ.
e. Pasal 18,penjelasan mengenai ayat 1yaitupembentukan LAZ wajib mendapat
izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri dan ayat 2, izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi
persyaratan paling sedikit bila:
a) terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang
pendidikan, dakwah, dan sosial;
b) berbentuk lembaga berbadan hukum;
c) mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
d) memiliki pengawas syariat;
e) memiliki kemampuan teknis, administratif dan keuangan untuk
melaksanakan kegiatannya;
f) bersifat nirlaba;
g) memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat;
dan
h) bersedia diaudit syariah dan diaudit keuangan secara berkala.
45
f. Pasal 38, setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat
melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa
izin pejabat yang berwenang.
g. Pasal 41, setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
46
BAB III
PROFIL LAZIS PP MUHAMMADIYAH
A. Sejarah LAZIS PP Muhammadiyah53
lazis PP Muahammadiyah yang selanjutnya disingkat LAZISMU adalah
lembaga nirlaba tingkat nasional yang berkhidmat dalam pemberdayaan
masyarakat melalui pendayagunaan secara produktif dana zakat, infaq, wakaf dan
dana kedermawanan lainnya baik dari perseorangan, lembaga, perusahaan dan
instansi lainnya. 54
Berdiri pada tahun 2002 yang ditandai dengan penandatangan deklarasi
oleh Prof. Dr. HA. Syafi'i Ma'arif, MA (Buya Syafi'i) dan selanjutnya dikukuhkan
oleh Menteri Agama Republik Indonesia sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional
melalui SK No. 457/21 November 2002.
Latar belakang berdirinya LAZISMU terdiri atas dua faktor.55 Pertama,
fakta Indonesia yang berselimut dengan kemiskinan yang masih meluas,
kebodohan dan indeks pembangunan manusia yang sangat rendah. Semuanya
berakibat dan sekaligus disebabkan tatanan keadilan sosial yang lemah.
Kedua, zakat diyakini mampu bersumbangsih dalam mendorong keadilan
sosial, pembangunan manusia dan mampu mengentaskan kemiskinan. Sebagai
53http://www.lazismu.org/index.php/profil/latar-belakang, Diakses pada tanggal 13 Februari
2014. 54 http://www.lazismupekalongan.org/tentang-kami/, Diakses pada tanggal 13 Februari 2014 55 http://lazismu.rsi.co.id/index.php/beranda/latar-belakang, Diakses pada tanggal 13 Februari
2014
47
Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi zakat,
infaq dan wakaf yang terbilang cukup tinggi. Namun, potensi yang ada belum
dapat dikelola dan didayagunakan secara maksimal sehingga tidak memberi
dampak yang signifikan bagi penyelesaian persoalan yang ada.
Berdirinya LAZISMU dimaksudkan sebagai institusi pengelola zakat
dengan manajemen modern yang dapat menghantarkan zakat menjadi bagian dari
penyelesai masalah (problem solver) kondisi kebangsaan yang terus berkembang.
Dengan budaya kerja amanah, professional dan transparan, LAZISMU berusaha
mengembangkan diri menjadi Lembaga Zakat terpercaya. Dan seiring waktu,
kepercayaan public semakin menguat.
Dengan spirit kreatifitas dan inovasi, LAZISMU senantiasa menproduksi
programprogram pendayagunaan yang mampu menjawab tantangan perubahan
dan problem sosial masyarakat yang berkembang.
Kepengurusan LAZISMU pada periode awal dipimpin oleh Prof. Dr. HM.
Din Syamsuddin, MA (Tokoh umat Islam dan pimpinan ormas terbesar,
Muhammadiyah) dengan sekretaris Drs. H. Hajriyanto Y. Thohari MA. Dan
memasuki periode ke-2 ini, kepengurusan LAZISMU dipegang oleh Drs. H.
Hajriyanto Y. Thohari, MA dan Sekretarisnya adalah Ahmad Imam Mujadid Rais,
S.Ip.56
56 http://www.slideshare.net/LAZISMU/tani‐bangkit‐farmers‐empowerment, Diakses pada
tanggal 13 Februari 2014
48
Dalam operasional programnya, LAZISMU didukung oleh Jaringan Multi
Lini, sebuah jaringan konsolidasi lembaga zakat yang tersebar di seluruh propinsi
yang menjadikan program-program pendayagunaan LAZISMU mampu
menjangkau seluruh wilayah Indonesia secara cepat, terfokus dan tepat sasaran.
B. Visi danMisi57
Adapun visi dan misi LAZISMU adalah sebagai berikut:
1. Visi : Menjadi Lembaga Amil Zakat Terpercaya.
2. Misi :
a. Optimalisasi kualitas pengelolaan ZIS yang amanah, profesional dan
transparan.
b. Optimalisasi pendayagunaan ZIS yang kreatif, inovatif dan produktif.
c. Optimalisasi pelayanan donatur
C. Legalitas58
LAZISMU memperoleh pengukuhan sebagai Lembaga Amil Zakat
Nasional sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Agama nomor 457 tanggal 21
Nopember 2002. Dalam operasionalnya, LAZISMU memiliki kultur kerja, yaitu
amanah, profesional, transparan, melayani, kreatif dan inovatif.
57http://www.lazismu.org/index.php/profil/visi-dan-misi, diakses pada tanggal 13-02-2014. 58http://www.lazismu.org/index.php/profil/legalitas, diakses pada tanggal 13-02-2014.
49
D. Kebijakan Strategis59
Kebijakan strategis program LAZISMU tahun 2010-2012difokuskan pada
pendayagunaan produktif yang terdiri atas :
1. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (Micro EconomicEmpowerment)
2. Pemberdayaan Pertanian dan Peternakan (Agriculture & Livestock
Empowerment)
3. Pengembangan pendidikan (Education Development)
4. Pelayanan Sosial dan Dakwah (Social & Dakwah Services)
Kebijakan strategis ini selanjutnya dijabarkan kedalam berbagai
programpendayagunaan yang fokus pada sasaran yang disusun berdasarkan
analisakebutuhan sasaran, beroreintasi pada skala prioritas dan bertumpu
padaspirit kreatifitas dan inovasi serta azas partisipatif dengan tetap
memegangteguh prinsip-prinsip Syariah.
E. Struktur Lembaga60
1) WALI AMANAH :Prof. Dr. H.M. Amin Rais, M.A.
Prof. Dr. H.A. Syafii Maarif, M.A.
Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin, M.A.
Prof. Dr. H.A. Malik Fadjar, M.Sc.
2) DEWAN SYARIAH : Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc.,M.A.
Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A.
59http://www.lazismu.org/index.php/profil/kebijakan-strategis, diakses pada tanggal 13-02-
2014. 60http://www.lazismu.org/index.php/profil/tim-manajemen, diakses pada tanggal 13-02-2014.
50
Prof. Dr. H. Fathurrahman Jamil, M.A.
3) BADAN PENGAWAS : Drs. H.A. Dahlan Rais, M.Hum.
Prof. Dr. H. Fasichulisan, Apt.
Drs. H. Goodwill Zuber
4) BADAN PENGURUS
Ketua : Drs. H. Hajriyanto Y. Thohari, M.A.
Wakil Ketua : H. Syafruddin Anhar, S.E., M.E.
Wakil Ketua : Drs. H. Irsyadul Halim
Sekretaris : Ahmad Imam Mujadid Rais, S.Ip
5) BADAN PELAKSANA
President Director : Ir. M. Khoirul Muttaqin
Fundraising Director : Nanang Q el-Ghazal, ST
Financial Director : Upik Rahmawati, SE
Program Director : Hari Eko Purwanto, S.Sos
F. Program Pendayagunaan yang Dilakukan LAZISMU
Dalam aktivitasnya, LAZISMU memiliki program pendayagunaan yang
secara garis besar terpusat pada tiga sektor, yaitu sektor ekonomi mikro atau
micro economic empowerment, sektor pendidikan atau education development,
sektorpertanian dan peternakan atau agriculture and livestock empowerment,
51
sektor dakwah dan kemanusian atau social and dakwah services. Setiap sektor
memilik program-program yang penjabarannya sebagai berikut:61
1. Micro Economic Empowerment
a. Micro Finance Development (MFD)
Micro Finance Development adalah program pengembangan
LembagaKeuangan Mikro (LKM) yang memiliki tugas utama memberi
permodalan danpendampingan kepada pelaku usaha mikro masyarakat.
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) ini didesain secara khusus untuk
memberipermodalan usaha mikro melalui skema dana bergulir (revolving
fund sceme) dengansistem pinjaman tanggung renteng, tanpa agunan dan
tanpa bunga (qordul hasan).
Sistem pendampingan oleh lembaga keuangan mikro ini dilaksanakan
melalui polakelompok (community development) dengan menitik beratkan
pendampingan padapengelolaan usaha, manajemen keuangan, pembinaan
keluarga dan pembinaanagama.
Inilah yang membedakan lembaga ini dengan Lembaga Keuangan
Mikro (LKM)lainnya yakni pola permodalan yang tanpa agunan dan tanpa
bunga serta manfaatpendampingan yang terdiri atas bina usaha, bina keluarga
dan bina agama.Program Micro Finance Development (MFD) dirintis sejak
tahun 2004 melaluipembentukan Baitul Maal (BM) yang menjalankan
61 http://www.lazismu.org/index.php/profil/latar-belakang, Diakses pada tanggal 13 Februari
2014..
52
aktifitas kerjanya ditingkatkecamatan yang operasionalisasinya berada dalam
pembinaan PimpinanMuhammadiyah setempat.
Hingga tahun 2009, Program Micro Finance Development (MFD)
telah berhasilmendirikan 98 Baitul Maal yang tersebar diseluruh wilayah
Indonesia dan telahmelayani kurang lebih 35 ribu pelaku usaha mikro.
Dengan mempelajari operasionalisasi Baitul Maal (BM) di lapangan.
Maka tahun ini, LAZISMU membentuk BANK ZAKAT, sebuah Lembaga
Keuangan Mikro yangmemiliki aktifitas permodalan dan pendampingan
pelaku usaha kecil melalui sistemkelompok (Community Development)
dengan sasaran utama pedagang kecil di pasartradisional dan sekitarnya serta
pelaku usaha dari kelompok perempuan.
b. Youth Entrepreneurship
Dengan motto “Yang Muda Yang Berdaya”, YES Program bertujuan
untukmembangun etos kewirausahaan generasi muda dalam tiga ranah
strategis, yaitu:
1) Ranah Kognitif yaitu membangun mental dan spirit
kewirausahaangenerasi muda.
2) Ranah afektif, dengan membangun kemampuan manajerial dan
skillberwirausaha.
3) Ranah psikomotorik. Yakni membangun kemampuan untukmendirikan
dan mengelola wirausaha dengan baik.
53
Youth Entrepreneurship (YES!) didesain dalam beberapa aktifitas
programdiantaranya: pendidikan dan pelatihan, pemagangan,
beastudikewirausahaan, pendampingan dan fasilitasi pendirian usaha serta
bantuanpermodalan usaha.Kebijakan strategis program YES! adalah
mengembangkan kewirausahaangenerasi muda dalam konteks industri kreatif.
Dimana peserta program akandidorong dan dididik untuk mampu mendirikan
dan mengembangkan usahaberbasis kreatifitas.
Pertama kali diluncurkan pada tahun 2008, YES Program telah melatih
danmemberikan modal usaha kepada 9 kelompok pemuda di 5 kota besar di
pulauJawa bekerjasama dengan Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI).YES
Program juga telah memberikan permodalan kepada anak-anak mudasecara
perseorangan untuk mendirikan usaha melalui skema pinjaman danabergulir
dengan sistim Qordhul Hasan.
c. Kampoeng Creative
“Untuk dunia !“ adalah motto Kampoeng Creative.
Bagaimanamerubah desa yang tidak dikenal dunia menjadi desa yangmampu
berpartisipasi secara global adalah visi yang diusungnya.
Kampoeng Creative adalah program pemberdayaan masyarakatdesa
melalui pengembangan industri kreatif (kerajinan, garmen,kesenian, dst)
berbasis sumber daya lokal. Program inimerupakan bagian dari upaya
mewujudkan Gerakan NasionalIndonesia Kreatif.Aktifitas program
Kampoeng Creative terdiri atas pembentukan klaster-klaster industri melalui
54
strategi Lead ofEmpowerment. Posisi LAZISMU dalam program ini
adalahsebagai lembaga intermediasi yang berperan dalam prosescommunity
development, pelatihan, permodalan dan aksespermodalan, linkage sumber
daya dan fasilitasi pemasaran.Program ini bersifat terbuka bagi Perguruan
Tinggi, Perusahaandan Instansi terkait lainnya dalam rangka kemitraan.
Muhammad Yunus mengatakan, bila kunci kesuksesannya
membangunGrameen Bank adalah berasal dari sisi keagungan para wanita.
Menurutnyaselain lebih ulet, wanita ternyata lebih tertib dalam
mengembalikan kredit.Artinya, dari sisi finansial wanita lebih bankable
dibandingkan pria.
Sisi-sisi keagungan wanita tersebutlah yang menyadarkan LAZISMU
dan PP.Aisiyah akan pentingnya pemberdayaan ekonomi keluarga bagi
kaumperempuan. Sebuah kesadaran yang terejawantahkan dengan
membentukbeberapa usaha pemberdayaan ekonomi berbasis majelis taklim
yang telahdimiliki dan tersebar di seluruh Indonesia. Sampai saat ini
LAZISMU danAisyiyah telah memiliki berbagai program pemberdayaan
perempuan dalam bentuk Baitul Maal wa Tamwil sejumlah 12,
toko/warung/kios/kantin ada 49buah, 4 lembaga Kursus ketrampilan, 87 buah
home industri, 156 buahBUEKA, dan sekitar 1587 UMKM binaan 'Aisyiyah.
Dengan visi “tertatanya kemampuan organisasi dan jaringan
aktivitaspemberdayaan ekonomi keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat”, LAZISMU dan majelis ekonomi PP. Aisiyah bergerak di
55
bidangpemberdayaan ekonomi rakyat kecil dan menengah serta
pengembangan-pengembangan ekonomi kerakyatan.Pemberdayaan
perempuan dalam sisi keuangan memang menjadi lebihstrategis, karena
dengan memberdayakan perempuan maka secara tidaklangsung
memberdayakan keluarga, pencukupan gizi bagi anak, dan jugapendidikan
pengelolaan kelompok bagi para perempuan.
2. Education Development
a. Integrated development of education (IDE)
IDEadalah programpengembangan sekolah secara terpadu yang dapat
menciptakansiswa didik unggul dalam bidang keagamaan, karakter
dankeilmuan.Bentuk program IDE yang akan dilaksanakan secara terpadu
dalam satu sasaran program adalah peningkatan sarana dan prasarana sekolah,
pengembangan sistem pendidikan, peningkatan kualitas sumber daya
pengajar, dan pemberian beasiswa bagi peserta didik dari keluarga yang
tidakmampu.
Dalam operasionalnya, program IDE tidak dioreintasikan
untukmembangun sekolah baru namun lebih fokuskan padapembenahan
sekolah-sekolah yang ada, yang secara fisik sangatmemprihatinkan, kurang
sarana-prasara pendidikan dan sistempengelolaan yang lemah, namun
sebenarnya memiliki nilaistrategis ditengah masyarakat.
56
Sasaran utama program IDE adalah Sekolah Dasar (SD) dan
SekolahMenengah Pertama (SMP) yang berada di kawasan pinggiran
danpelosok.
b. 1000 sarjana
Program 1000 Sarjana adalah program pemberian beasiswa kepada
lulusanSLTA dari keluarga kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan
kejenjangkesarjanaan.Tujuan utama program 1000 Sarjana adalah pertama,
untuk mengembangkan sumberdaya manusia yang memiliki kecakapan hidup,
karakter, intelektualitas dan budi pekerti yang tinggi, dan yang kedua sebagai
strategi besar memutus mata-rantai kemiskinan. Mereka yang telah
menempuh pendidikan sarja diharapkan mampu mengangkat keluarganya dari
jurang kemiskinan.
Adapun bentuk beasiswa program 1000 sarja ini adalah:
1) Beasiswa Berprestasi
Beasiswa ini akan diberikan kepada lulusan SLTA terbaik untuk
menempuhpendidikan di Perguruan Tinggi (PT) dalam negeri baik swasta
maupunnegeri.Peserta dalam bentuk ini akan mendapatkan beasiswa
penuh yang terdiri atas biaya pendidikan selama 8 semester, tunjangan
biaya hidup bulanan, dan tunjangan buku pelajaran.
2) Beasiswa Khusus
Beasiswa khusus adalah beasiswa yang akan diberikan kepada
lulusanSLTA (melalui proses seleksi) untuk menempuh program studi
57
khusus diPerguruan Tinggi (PT) di dalam negeri. Beasiswa ini ditujukan
untukmembentuk kader pelopor penggerak masyarakat dan kader
peneliti.Adapun program studi khusus tersebut diantaranya adalah
kesehatanmasyarakat, pertanian dan peternakan, kesejahteraan
masyarakat,ekonomi, sains dan teknologi.
Peserta dalam bentuk ini akan mendapatkan beasiswa penuh yang
terdiriatas biaya pendidikan selama 8 semester, tunjangan biaya hidup
bulanan, dan tunjangan buku pelajaran.
3) Beastudi Kekaryaan
Beasiswa kekaryaan diberikan kepada mereka yang sedang
menempuhpendidikan di Perguruan Tinggi (PT) dengan syarat masing-
masing memiliki prestasi, karya penelitian dan menjadi penggerak
dakwah.
Peserta dalam bentuk ini akan menjadaptan beasiswa dalam
bentuktunjangan biaya pendidikan selama 4 semester.
c. Beasiswa SLTA (BETA)
Program BETA adalah program pemberian beasiswa kepadasiswa-
siswi SLTA yang berprestasi dari keluarga kurangmampu.Program beasiswa
SLTA terdiri atas dua jenis:
1) Beasiswa Penuh adalah beasiswa yang diberikan secarapenuh kepada
penerima program selama 3 tahun.Beasiswa penuh berbentuk beasiswa
pendidikan (SPP)dan tunjangan sarana belajar.
58
2) Beasiswa Tahunan adalah beasiswa yang diberikanselama 1 tahun kepada
siswa-siswi SLTA berprestasi yangduduk di kelas 3. Beasiswa tahunan
berbentuk beasiswapendidikan (SPP) dan tunjangan sarana belajar.
Berjalan sejak tahun 2003, program ini telah mampumemberi beasiswa
kepada 2.344 siswa-siswi berprestasidari keluarga kurang mampu dan telah
mengkau hampirseluruh wilayah Indonesia.
3. Agriculture and livestock development
a. Tani bangkit!
Pemberdayaan pertanian memiliki nama aksi Tani Bangkit! yaitu
programpemberdayaan dengan model one stop empowerment yang terdiri
atascommunity development, pendampingan pengelolaan pertanian
danpermodalan. Visi utama pemberdayaan ini adalah membangun
kemandirian danmenciptakan sistem berkeadilan bagi Petani.Pemberdayaan
ini merupakan sinergi aksi antara MPM Muhammadiyah denganLAZISMU
yang memiliki aktifitas program pemberdayaan yang meliputi:
1) Pendampingan pengelolaan pertanian/perkebunan, yang meliputi
pendampingan pengelolaan lahan, pendampingan pemupukan organik,
pendampingan manajemen pengairan, pendampingan cara tanam, dan
pendampingan pengelolaan paska panen yang terdiri atas
produksi,packaging dan pemasaran.
2) Community Development, yangmeliputipembentukan kelompok tani,
pendampingan advokasi kebijakan pertanian, pengembangan unit usaha
59
bersama ( Koperasi Tani), dan permodalanusaha pertanian yaitu melalui
permodalan bergulir dan linkagelembaga pembiayaan.
Sinergi Tani Bangkit ini telah berhasil melakukan pendampingan
masyarakatpetani di kab. Kebumen, Pemalang, Kab. Indramayu – Jawa
Tengah dan PadangsumateraBarat.
b. Peternakan masyarakat mandiri (PMM)
Pemberdayaan peternakan dilaksanakan melalui program
peternakanmasyarakat mandiri (PMM) yaitu program pemberdayaan
masyarakatmelalui pengembangan peternakan dengan pendekatan Lead
ofEmpowerment ( Kader Pelopor Peternakan).Kader Pelopor Peternakan
adalah kader pelopor yang menetapdisebuah kawasan atau pedesaan dan
bersama-sama masyarakatmengembangkan budidaya ternak.Selain itu kader
pelopor perperan dalam proses community development, pendampingan
budidaya ternak, permodalan dan aksespermodalan serta pengembangan
saluran pemasaran bersama.
Aktifitas program Peternakan Masyarakat mandiri (PMM) meliputi
bantuan permodalan ternak untuk masyarakat, pendampingan/pelatihan
budidaya ternak, pembentukan klaster peternakan masyarakat, dan
pengembangan saluran pemasaran hasil ternak.
Hingga 2010, PMM telah dikembangkan di kab. Pandeglang
Bantendan Kab. Tasikmalaya Jawa Barat.
60
4. Social and dakwah service
a. Humanitarian rescue
Layanan Kemanusiaan dan kesehatan Masyarakat (Humanitarian
Rescue)dikhususkan untuk penanganan bencana (baik alam maupun
bencanapeperangan dan kelaparan) dan pelayanan kesehatan masyarakat
dikantong-kantong kemiskinan melalui unik kerja khusus yang diberi
namaPKO.
Adapun aktifitas program Layanan Kemanusiaan dan
Kesehatanmasyarakat antara lain adalah pertama, layanan kesehatan
masyarakat berupa layanan kesehatan keliling, bantuan berobat dan
pengobatan. Dan kedua, penanganan bencana yang dalam penanganannya,
baik bencana alam maupun bencanakemanusiaan seperti kelaparan dan
peperangan, PKO memiliki aktifitasprogram yang dibagi dalam 3 tahap:
1) Tahap tanggap darurat (evakuasi, bantuan makanan, pengobatan dantenda
darurat)
2) Tahap Rehabilitasi : (terapi psiko-sosial, fungsionalisasi sistem
sosialekonomi)
3) Rekonstruksi : Perbaikan infrastruktur, pengembagan ekonomimasyarakat.
b. Da’i mandiri
Da'i Mandiri adalah program pengiriman Juru Dakwah diwilayah
pedalaman dan kawasan suku terasing melaluisistem community development.
Da'i Mandiri adalah konsepgerakan dakwah melalui pendekatn
61
pemberdayaanmasyarakat.Aktifitas program Da'i Mandiri meliputi bantuan
sarana dan prasarana dakwah, pelatihan community development untuk da'i
(JuruDakwah), tunjangan hidup dan bantuan permodalan usaha untukda'i
(Juru Dakwah).
Bantuan permodalan usaha untuk da'i dimaksudkan sebagaiupaya
pembangunan kemandirian ekonomi juru dakwahsehingga mereka akan
semakin berkhitmad dalam upayasyiar Islam dan pemberdayaan masyarakat.
Program ini telah berjalan sejak tahun 204 dan telah berhasilmengirimkan
Juru Dakwah kepedalaman sebanyak 494 Da'i.
c. Komunitas hati
Pengajian Komunitas Hati adalah aktifitas pengajian yangdilaksanakan
oleh LAZISMU di gedung-gedung perkantoran.Selain pengajian, program ini
juga menfasilitasi pembentukankomunitas pengajian yang akan melakukan
aktifitasnyasecara sistematis dan rutin.Pengajian Komunitas Hati lebih
diutamakan pada pemilihantema-tema sederhana, actual dan tema
motivasional.
Tujuanprogram ini adalah menyemaikan nilai-nilai Islam untuk
membangun pribadi unggul, berkarakter dan beretos kerjatinggi. LAZISMU
juga membuka kesempatan bagi Majelis TaklimPerkantoran, kelompok
karyawan maupun komunitasekskutif untuk menyelenggarakan Pengajian
Komunitas Hati.
62
BAB IV
ANALISIS PENGARUH PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23
TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
PADA LAZIS PP MUHAMMADIYAH
A. Analisis Sistem Pengelolaan Zakat Menurut UU No. 23 Tahun 2011
Selama ini pengelolaan zakat berdasarkan undang-Undang Nomor 38
Tahun 1999 dinilai sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum
dalam masyarakat serta banyak pihak yang merasakan masih banyak kekurangan
dan kelemahan dalam menjawab permaslahan perzakatan di tanah air. Oleh
karena di dalam Undang-Undang Pengelolaan Zakat yang baru perlu adanya
pengelolaan zakat yang lebih terintegrasi atau terorganisir dan terarah dengan
mengedepankan perencanaan, pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan.
Maka dikeluarkanlah Undang-Undang Pengelolan Zakat yang baru yaitu Undang-
Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat yang disahkan oleh
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada Tanggal 25 November 2011.
Seperti yang telah dibahas dalam Landasan teori di BAB II, Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2011 terdapat penambahan pasal-pasal dari UU Zakat
No. 23 Tahun 2011 yang belum diatur dalam UU no. 38/1999, perbedaan tersebut
adalah :62
62 Trie Anis Rosyidah, “Implementasi Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Terhadap
Legalitas Pengelolaan Zakat Oleh Lembaga Amil Zakat”, Jurnal, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.hal 7.
63
h. Terdapat penambahan ayat, penjabaran definisi yang terkait dengan
pengelolaan zakat.
i. Pasal 5 ayat (1), untuk melaksanakan pengelolaan zakat, pemerintah
membentuk BAZNAS.
j. Pasal 7 ayat (1), dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi:
4) perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
5) pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian,dan pendayagunaan zakat;
6) pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
dan pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
k. Pasal 17, untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk
LAZ.
l. Pasal 18, penjelasan mengenai ayat 1yaitupembentukan LAZ wajib mendapat
izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri dan ayat 2, izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi
persyaratan paling sedikit bila:
i) terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang
pendidikan, dakwah, dan sosial;
j) berbentuk lembaga berbadan hukum;
k) mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
l) memiliki pengawas syariat;
64
m) memiliki kemampuan teknis, administratif dan keuangan untuk
melaksanakan kegiatannya;
n) bersifat nirlaba;
o) memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat;
dan
p) bersedia diaudit syariah dan diaudit keuangan secara berkala.
m. Pasal 38, setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat
melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa
izin pejabat yang berwenang.
n. Pasal 41, setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Selanjutnya ada empat hal pokok yang dilakukan dalam sistem Lembaga
Amil Zakat pada umumnya, yaitu Pengumpulan, Pendistribusian, Pendayagunaan,
dan Pelaporan. Dalam Undang- Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat hal tersebut dijelaskan dalam BAB III yang terdiri dari beberapa pasal-pasal
sebagai berikut :63
63 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan zakat
65
1. Bagian kesatu Pengumpulan
a. Pasal 21
(1) Dalam rangka pengumpulan zakat, muzaki melakukan penghitungan
sendiri atas kewajiban zakatnya.
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri kewajiban zakatnya, muzaki
dapat meminta bantuan BAZNAS.
b. Pasal 22 Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ
dikurangkan dari penghasilan kena pajak.
c. Pasal 23
(1) BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap
muzaki.
(2) Bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan
sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
d. Pasal 24, Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh BAZNAS, BAZNAS
provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah.
2. Bagian Kedua pendistribusian
a. Pasal 25, Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat
Islam.
b. Pasal 26, Pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25,
dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip
pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.
66
3. Bagian Ketiga Pendayagunaan
a. Pasal 27
(1) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka
penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.
(2) Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha
produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri.
4. Bagian Keempat Pengelolaan Infak, Sedekah, dan Dana Sosial Keagamaan
Lainnya
a. Pasal 28
(1) Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak,
sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya.
(2) Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial
keagamaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukkan yang
diikrarkan oleh pemberi.
(3) Pengelolaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya harus
dicatat dalam pembukuan tersendiri.
67
5. Bagian Kelima Pelaporan
a. Pasal 29
(1) BAZNAS kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan
pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya
kepada BAZNAS provinsi dan pemerintah daerah secara berkala.
(2) BAZNAS provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan
zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada
BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala.
(3) LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak,
sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan
pemerintah daerah secara berkala.
(4) BAZNAS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat,
infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada Menteri secara
berkala.
(5) Laporan neraca tahunan BAZNAS diumumkan melalui media cetak atau
media elektronik.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan BAZNAS kabupaten/kota,
BAZNAS provinsi, LAZ, dan BAZNAS diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Dengan dikeluarkannya Undang- Undang no. 23 tahun 2011 tentang
pengelolan zakat tersebut menunjukkan adanya perhataian pemerintah terhadap
pengelolaan zakat di Indonesia, akan tetapi hal ini perlu untuk dicermati ulang
68
oleh pemerintah, karena di dalam Undang- undang tersebut terdapat beberaapa
pasal yang harus diperbaiki demi kemajuan pengelolaan zakat kedepannya.
Adapun beberapa pasal krusial menurut penulis diantaranya sebagai berikut:64
Pasal 5 ayat (1). Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah
memebentuk BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasinal). Seperti diketahui pengakuan
terhadap pengelolaan zakat oleh BAZNAS dan LAZNAS. Akan tetapi dengan
pasal 5 ayat 1 ini menandakan bahwasannya pemerintah akan melakukan
sentralisasi zakat nasional.
Dalam pasal ini dijelaskan dimana semua pengelolaan zakat nasional
dilakukan satu pintu melalui BAZNAS, artinya yang memiliki tangung jawab dan
wewenang penuh dalam pengelolaan zakat Nasional adalah BAZNAS.
Pasal 7 ayat (1). Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal
6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi: (a) perencanaan pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat; (b) pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunan zakat; (c) pengendalian pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat; (d) pelaporan dan
pertanggungjawaban pelaksaan pengelolaan zakat.
Dalam pasal tidak dijelaskan secara spesifik, apakah BAZNAS sebagai
regulator ataukah sebagai operator (pelaksana) pengelolaan zakat nasional.
Tentunya ini membuat tumpang tindih antara fungsi BAZNAS dan LAZ.
64 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengeloaan Zakat
69
Pasal 17 ayat (1). Untuk membantu BAZNAS dalam pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.
Dalam hal ini LAZNAS diposisikan dibawah BAZNAS dan bertugas membantu
pengelolaan BAZNAS.
Seperti yang kita ketahui bahwa LAZNAS telah berdiri jauh sebelum
keluarnya Undang- Undang no. 38 tahun 1999, dan sekarang LAZNAS di
posisikan sebagai pembantu BAZNAS dalam pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat.
Pasal 18 ayat (2). Pemeberian izin bagi LAZ yang harus mempersyaratkan LAZ
harus berbentuk ormas.
Dengan Undang- Undang seperti ini tentunya akan menyulitkan
perkembangan LAZ kedepannya karena untuk mendapatkan izin LAZ harus
berbentuk ormas. Karena tidak semua LAZ yang ada terbentuk dari sebuah ormas.
Pasal 29. Menjelaskan tentang “koordinasi” BAZNAZ dan BAZNAS Provinsi,
BAZNAS Kab./ Kota serta antara BAZNAS dan LAZ, perlu dijelaskan secara rinci
mekanismenya.
Pasal ini menurut penulis masih umum, karena kata “koordinasi” dalam
hal ini masih multitafsir. Tentunya hal ini akan menimbulkan kebingungan dalam
pelaksanaannya. Seharusnya dirinci saja dalam pasal tersebut, supaya langsung
jelas pelaksanaannya seperti yang diharapkan.
70
Pasal 38. Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat
melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin
pejabat yang berwenang.
Pasal ini sebenarnya tidak salah secara hukum Islam, akan tetapi jika
dilihat dari sudut pandang ke Indonesiaan tentunya hal ini akan banyak
berbenturan dengan pihak-pihak lain. Seperti yang kita ketahui Indonesia
bukanlah negara Islam, akan tetapi negara hukum. Maka dari itu mewajibkan
pemeluk Islam untuk menunaikan zakatnya, tapi kenyataannya masih sangat sulit
untuk memberikan ketertarikan dan pemahaman untuk berzakat. Sehingga
kewajiban zakat ini masih bersifat ajakan tanpa disertai hukuman bagi yang tidak
menunaikan zakat. Dengan adanya pasal 38 diatas, tentunya hal ini akan
menurunkan minat masyarakat untuk melakukan pengumpulan zakat, karena
peraturan yang ditetapkan. Misalnya pengumpulan zakat di masjid- masjid, panti
asuhan, yayasan, dan lain- lain yang akan terkena dampak atas berlakunya
Undang- Undang ini jika mereka tidak mempunyai regulasi dan badan hukum
yang sah.
Pasal 41. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun, dan/ atau pidana denda paling banyak
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Dengan adanya hukuman denda seperti ini alangkah baiknya jika
dialihkan bagi orang yang tidak membayar zakat, padahal ia mampu dan memiliki
71
penghasilan yang masuk dalam kriteria wajib zakat. Tentunya hal tersebut lebih
tepat guna peningkatan pengumpulan zakat dibandingkan dengan memberikan
denda kepada yang melakukan pengelolaan zakat.
Tidak cukup banyak perbedaan dalam peraturan Undang-Undang
Pengelolaan Zakat yang lama Nomor 38 Tahun 1999 dengan Undang-Undang
Pengelolaan Zakat yang baru Nomor 23 Tahun 2011. Hanya saja dalam Undang-
Undang pengelolaan zakat yang baru telah memberikan kepastian dan tanggung
jawab baru kepada sebuah lembaga yang dipandang dapat mengkordinir
kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh Lembaga Amil Zakat dan dapat
mengkordinasikan kepentingan stakeholders dan pilihan tersebut jatuh kepada
BAZNAS.65 Seperti yang diungkapkan oleh M. Khoirul Muttaqin yang menjabat
sebagai Presiden Director di Lembaga Zakat Nasional Muhammdiyah yang
mengatakan bahwa : 66
Memang yang dibutuhkan lembaga zakat saat ini adalah Badan yang bisa
menaungi dan mengkordinir Lembaga Amil Zakat yang ada sebagai regulator
seperti halnya yang ada didunia Perbankan Syariah. Tetapi pada
kenyataannya Badan yang dibentuk masih banyak kekuranga-kekurang yang
masih harus diperbaiki. Kami akan tetap mendukung karena ini merupakan
proses yang dilakukan pemerintah yang berorientasi pada penguatan
kapasitas kelembagaan misalnya dalam penertiban lembaga zakat yang
mungkin selama ini bercerai berai tidak ada kordinasi dan tidak beraturan.
65 Media Informasi Organisasi Pengelolaan Zakat, Edisi 16 TH VII Januari-Februari 2012,
Hal.4 66 wawancara pribadi bersama M. Khoirul Muttaqin (Presiden Director di Lembaga Zakat
Nasional Muhammdiyah) tanggal 8 April 2014 di kantor LAZIS PP Muhammadiyah
72
Sehingga pemerintah berupaya keras untuk menertipkan dan memfokuskan
pada wilayah pengorganisaian.
Setelah dikeluarkannya Undang- Undang Zakat No. 23 tahun 2011,
BAZNAS cukup memiliki kewenangan yang lebih. Kalau ada yang meragukan
kemampuan BAZNAS pada masa lalu itu karena mereka memiliki kewenangan
yang terbatas sehingga dari sisi pengumpulan maupun pendistrbusian kalah jauh
dengan LAZ. Tetapi dengan kewenangan yang diberikan sekarang mereka akan
sangat leluasa karena memiliki keluluasaan dan jejaring hingga tingkat struktur
yang paling bawah sampai dengan lembaga pemerintahan seperti perusahaan
BUMN dan Swasta.
BAZNAS sebagai lembaga yang diatur secara definitif dalam Undang-
Undang juga memiliki sifat mandiri. Sifat mandiri tersebut diatur dalam pasal 5
ayat (3) Undang-Undang Pengelolaan Zakat, ada dua unsur lain yang di atur
dalam pasal tersebut, yaitu BAZNAS sebagai lembaga pemerintah non-struktural,
dan BAZNAS yang bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri (dalam
hal ini Menteri Agama). Sifat mandiri dari lembaga yang dibentuk secara
definitif dari suatu undang-undang adalah lepas dari kekuasaan eksekutif,
legeslatif, maupun yudikatif.67 Namun kedudukan presiden dalam pasal 5 ayat (3)
sebagai kepala pemerintahan bukan kepala negara, karena dibantu oleh Menteri
dalam pelaksanaan tugasnya. Sehingga, dengan adanya ketentuan BAZNAS
67 Media Informasi Organisasi Pengelolaan Zakat, Edisi 16 TH VII Januari-Februari 2012, Hal.5
73
bertanggung jawab terhadap presiden melalui menteri, ini sudah
menkonstruksikan bahwa kedudukan BAZNAS berada dibawah kekuasaan
Eksekutif. Hal ini secara otomatis mereduksi makna dari sifat mandiri pada
BAZNAS itu sendiri.
Pada tanggal 16 Agustus 2012 lalu, Koalisi Masyarakat Zakat (KOMAZ)
telah mendaftarkan gugatan terhadap UU No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan
Zakat, Gugatan tersebut didaftarkan dengan empat isu utama yaitu :68
1. Adanya sentralisasi pengelolaan zakat di tangan BAZNAS, dan pasal yang
digugat adalah pasal 6 da7 UU No. 23 tahun 2011.
2. Terjadinya pelemahan terhadap LAZ, dan pasal yang digugat adalah pasal 16,
17, dan 18 UU No. 23 tahun 2011.
3. Adanya persyaratan LAZ sebagai ormas, dan pasal yang digugat adalah pasal
17 UU No. 23 tahun 2011.
4. Adanya potensi kriminalitas terhadap Amil-Amil tradisional, dan pasal yang
digugat adalah pasa 38 dan 48 UU No. 23 tahun 2011.
Berdasarkan beberapa gugatan yang di ajukan oleh Koalisi Masyarakat
Zakat ( KOMAZ ) di atas menggaambarkan, munculnya Undang-Undang No. 23
tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dirasakan ada ketidak adilan antara
Lembaga Amil Zakat yang didirikan oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat
yang didirikan oleh swata. Adanya diskriminasi, subkordinasi, antara LAZ dan
68 Kamal08111988, “Catatan Terhadap Uji Materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat”, 25 September 2012.
74
BAZNAS misalnya karena BAZNAS memiliki tanggung jawab penuh terhadap
pengelolaan zakat, sehingga memungkinkan BAZNAS masuk keranah operator
Lembaga Amil Zakat. Akibatnya terjadi satu fungsi antara LAZ dan BAZNAS
dan ini sangat disayangkan karena posisi BAZNAS masuk keranah operator
bukan menjadi regulator seperti yang diharapkan oleh Lembaga Amil Zakat pada
umumnya, salah satunya LAZIS PP Muhammadiyah. Seperti yang diterangkan
oleh M. Khoirul Muttaqin yang menjabat sebagai Presiden Director di Lembaga
Zakat Nasional Muhammdiyah ketika penulis menanyakan tentang apa yang
menjadi kelemahan Undang- Undang No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat, bahwa : 69
Kelemahan yang paling vital menurut saya yang pertama ada ketidak adilan
antara lembaga swasta dan pemerintah jadi muncul subkordinasi dan
diskriminasi dengan kita Lembaga Amil Zakat Swasta yang berfungsi sebagai
pembantu, sehingga ini tidak ada posisi yang tepat. Sementara kapasitas kami
sebagai Lembaga Amil Zakat dan BAZNAS itu sama-sama berkapasitas
sebagai operator. Lalu kemudian muncul penambahan kewenangan yang ada
di BAZNAS sehingga satu fungsi antara Lembaga Amil Zakat dan BAZNAS.
Berbeda dengan perbankan syariah pemerintah mempunyai Bank Indonesia
yang berfungsi sebagai Regulator dan pemerintah mempunyai perusahan-
perusahan BUMN sendiri seperti Bank Syariah Mandiri sehingga tidak
terjadi satu fungsi. Seharusnya Lembaga Zakat juga harus seperti itu
pemerintah mendirikan Badan Zakat yang fungsi benar-benar sebagai
Regulator dan mereka juga mempunyai Lembaga Zakat sendiri yang
fungsinya terpisah sehingga tidak terjadi tumpang tindih. Satu hal lagi terkait
69 wawancara pribadi bersama M. Khoirul Muttaqin (Presiden Director di Lembaga Zakat
Nasional Muhammdiyah) tanggal 8 April 2014 di kantor LAZIS PP Muhammadiyah
75
keterwakilan Lembaga Amil Zakat yang didirikan oleh Swasta di suatu
Provisi atau Kabupaten itu hanya diperbolehkan satu di setiap Provinsi atau
Kabupaten. Ini tidak dapat diterima karena sebagian LAZ yang sudah mapan
mereka pasti mempunyai keterwakilan di setiap Provinsi atau Kabupaten
lebih dari satu karena untuk mempermudah pengumpulan dan pendistribusian
zakat. Biasanya zakat dikumpulkan di lokal dan didistribusikan juga secara
lokal sesuai tepat keterwalikan Lembaga Amil Zakat itu berdiri.
Pernyataan tersebut membuktikan selain dampak positif adanya Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2011 yang memberikan kepastian dan tanggung jawab
baru kepada sebuah lembaga yang dipandang dapat mengkordinir pengelolaan
zakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan Lembaga Amil Zakat,
ternyata masih terdapat kekurangan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011
awalnya diharapkan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang ada dalam
pengelolaan zakat, malah menimbulkan masalah yang baru seperti terjadinya
tumpang tindih tanggung jawab dan multitafsir terhadap lembaga yang diberikan
tanggung jawab penuh untuk megkordinir pengelolaan zakat dalam hal ini adalah
BAZNAS.
B. Analisis Pengaruh Undang-Undang Pengelolaan Zakat Nomor 23 Tahun
2011 Terhadap Pengelolaan Zakat LAZIS PP Muhammadiyah
Adanya perubahan (amandemen) Undang- Undang No. 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat menjadi Undang- Undang No. 23 Tahun 2011 yang
disahkan pada tanggal 27 Oktober 2011 diharapkan membawa perubahan yang
76
lebih baik ke arah peningkatan pengelolaan zakat dengan sistem yang terintegrasi
dan terakreditasi.70
Namun demikian kehadiran Undang- Undang No. 23 tahun 2011, hasil
amandemen dari Undang- Undang No. 38 tahun 1999 memiliki bagian pasal yang
mengandung kontroversi dan menjadi titik sentral perdebatan antara LAZ
(Lembaga Amil Zakat) dengan BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) selama
proses amandemen Undang- Undang No. 38 tahun 1999 sampai 2011. Hal ini
merupakan sesuatu yang kontradiktif dalam dunia perzakatan di Indonesia.
Sebagaimana dalam Pasal 17, posisi LAZ hanya berperan sebagai
pembantu BAZNAS dalam melaksanakan pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan zakat. Undang- Undang no. 23 menempatkan pemerintah melalui
BAZNAS (Nasional, Provinsi, dan Kota/ Kabupaten) sebagai pengelola tunggal
zakat di Indonesia dengan fungsi perencanaan, pengendalian, pelaporan,
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Sementara itu, LAZ
diposisikan sebagai pembantu BAZNAS. Hal ini disebut dengan sentralisasi
zakat. Pemerintah seharusnya lebih bisa menjelaskan tata kelola perzakatan
nasional, pola relasi BAZNAS dan LAZ, pemisahan rergulator, dan operator.
Sehingga tidak ada ketimpangan diantara LAZ dan BAZNAS.
70 Rohadi Abdul fatah, “Undang- Undang Pengelolaan Zakat Tahun 2011 Sebagai Landasan
Pengembangan Kebijakan Perzakatan” dalam seminar “Masa Depan Zakat Indonesia Pasca Undang- Undang Zakat Baru: Peluang dan Tantangan “ Forum Zakat, Jakarta Media Center Gd. Dewan Pers, Jakarta, Kamis 24 November 2011.
77
Jadi Undang- Undang No. 23 tahun 2011 lebih banyak membicarakan
tentang peran BAZNAS sebagai Badan Amil Zakat yang bertanggung jawab
penuh terhadap pengelolaan zakat di Indonesia. Namun di LAZIS PP
Muhammadiyah tidak terlalu banyak melakukan perubahan dalam struktur
organisasi.
Bahkan LAZIS PP Muhammadiyah tidak melakukan perubahan yang
signifikan sebelum atau sesudah diterapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2011 Tentang pengelolaan Zakat dalam sistem Pengelolaan Zakatnya. Hanya saja
mungkin muculnya Undang-Undang akan banyak melakukan percepatan potensi
yang ada di Lembaga Amil Zakat karena adanya pengawasan dan
pengkoordiniran oleh Badan Amil yang telah dibentuk Pemerintah. Serta
percepatan dalam hal kelembagaan agar mempermudah kordinasi dengan
Pemerintah dan Badan Amil Zakat yang didirikan oleh Pemerintah. Hal ini yang
di ungkapkan senidiri oleh. Presiden Director Khoirul Muttaqin di Lembaga
Zakat Nasional Muhammdiyah, sebagai berikut : 71
Munculnya Undang-Undang ini jujur dari kami Tidak ada dampak yang
signifikan pertama itu merupakan sistem yang tidak diinginkan oleh kami
karena kami mengarapkan perubahan yang penuh terhadap Undang-Undang
yaang sebelumnya atau menggugurkan Undang-Undang yang telah ada
sebelumnya namun kenyataannya Undang-Undang yang baru hanya di revisi
secara pasal per pasal dan penambahan dari pasal-pasal yang telah ada.
BAZNAS yang sebernarnya kita inginkan sebagai Regulator tapi saat ini
71 wawancara pribadi bersama M. Khoirul Muttaqin (Presiden Director di Lembaga Zakat Nasional Muhammdiyah) tanggal 8 April 2014 di kantor LAZIS PP Muhammadiyah
78
BAZNAS didorong sampai wilayah operator, jadi kita berharap kelembagaan
zakat diindonesia dibongkar abis mulai dari undang undang dan pasal per
pasal tapi dengan undang-undang yang baru kami tidak menemukan
perubahan apapun untuk memaksimalkan potensi zakat ang ada..
Melihat dari apa yang telah dipaparkan oleh Presiden Direct or
M.Khoirul Muttaqin di Lembaga Zakat Nasional Muhammadiyah, walaupun
Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat Nomor 23 Tahun 2011 tidak sesuai
dengan harapan, tapi mereka masih mempunyai semangat untuk membangun
pengelolaan zakat yang ideal di Indonesia. Sebenarnya besar harapan mereka
terhadap munculnya Undang-Undang yang baru dapat menyelesaikan
permasalahan yang ada tapi belum bisa tercapai karena masih banyak kekurangan
yang ada di dalam Undang-Undang pengelolaan zakat yang baru. Tetapi
M.Khoirul Muttaqin tetap menyampaikan saran agar pengelolaan zakat di
Indonesia dapat berjalan lebih baik, sebagai berikut :72
yang pertama yang perlu tetap dipahami oleh seluruh pegiat zakat adalah
berdirinya BAZ atau LAZ itu adalah untuk melakukan proses redistribusi
modal dari yang kaya kepada yang miskin. seandainya pola pikir itu dipahami
baik, maka tugas utama baik meraka yang ada di BAZ maupaun LAZ untuk
melakukan penggalangan dana bersama-sama untuk memaksimalkan
penghimpunan dana bukan malah berebut. Termasuk juga saling menindih
saling berbenturan, saling berhadap-hadapan. Dengan cara-cara kemitraan,
sinergi kerjasama, pemetaan dareah mana yang sudah mendapatkan atau
72 wawancara pribadi bersama M. Khoirul Muttaqin (Presiden Director di Lembaga Zakat
Nasional Muhammdiyah) tanggal 8 April 2014 di kantor LAZIS PP Muhammadiyah
79
yang belum mendapatkan dana zakat, termasuk juga dengan membuat
database bersama. Itu jauh lebih efektif sehingga mendorong tingkat
kesadaran orang untuk berzakat dan sekaligus juga untuk memaksimalkan
manfaat dari zakat agar dapat memaksimalkan potensi zakat yang ada
. Hal tersebut juga harus dipahami bahwa menjadi tugas dan kewajiban
pemerintah guna memfasilitasi aktifitas keummatan agar semua dapat berjalan
dengan baik. Tantangan terberat bagi pengelola zakat sehubungan dengan
Undang- Undang no. 23 tahun 2011 adalah pengelola LAZ harus menyesuaikan
diri karena mereka tidak lagi dipanggung utama dalam pengelolaan zakat karena
telah berdirinya BAZNAS Provinsi/ Kabupaten/Kota yang kini didorong sebagai
pemain utama, dan LAZ harus dengan cepat memperkuat kompetensi dan
kapabilitasnya. Ini bukan lah untuk kepentingan pribadi atau perusahaan baik
Lembaga ataupun Badan amil Zakat tapi ini untuk kepentingan dan kesejahteraan
umat.
Dengan demikian hasil pemaparan penulis mengenai Analisis Sistem
Pengelolaan Zakat Undang- Undang no. 23 tahun 2011, serta pemaparan
Pengaruh Penerapan Undang- Undang no. 23 tahun 2011 terhadap kinerja dan
pengelolaan zakat di LAZIS PP Muhammaddiyah. Besar harapan semoga
persoalan zakat di Indonesia kedepannya tidak lagi bergantung pada urusan
legalitas saja, tetapi lebih mengedepankan persoalan kualitas dan kuantitas. serta
tidak ada lagi perdebatan mengenai struktur pengelolaan zakat yang ideal di
Indonesia.
80
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan. Untuk lebih
memudahkan dalam pemahaman, penulis membaginya kedalam beberapa bagian
sebagai berikut:
1. Mengenai analisis sistem pengelolaan zakat Undang- Undang no. 23 tahun
2011 tentang pengelolaan zakat, undang-Undang hanya berbentuk
penambahan dan pengurangan dari pasal-pasal yang sudah ada sebelumnya
bukan perubahan sepenuhnya. Seperti yang diharapkan oleh Lembaga Amil
Zakat pada umumnya. Serta perubahan tersebut terfokus kepada diberikanya
tanggung jawab terhadap sebuah Badan Amil Zakat untuk mengkordinir dan
mensentralisasi pengelolaan, pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan zakat yang dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat, yang
sebelumnya tidak beraturan karena tidak ada Badan yang mengkordinir dan
mengawasi jalannya pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Lembaga Amil
Zakat.
2. Dalam pengaruh penerapan Undang- Undang no. 23 tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat terhadap pengelolaan zakat di LAZIS PP Muhammadiyah
tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap struktur dan
pengorganisasian pengelolaan zakat di LAZIS PP Muhammadiyah. Hanya
81
saja muncul percepatan kelembagaan dalam LAZIS PP Muhammadiyah
kerena, agar mempermudah kordinasi dengan Pemerintah dan Badan Amil
Zakat yang didirikan oleh Pemerintah.
B. Saran-saran
1. Undang- Undang no. 23 tahun 2011, terlepas dari segala kontroversi terhadap
beberapa pasal yang dibilang tidak berpihak dan menganak tirikan Lembaga
Amil Zakat (LAZ). Seharusnya dapat dilihat dari sisi baik atau positifnya,
yakni Pemerintah sebagai regulator kini telah memiliki respon yang baik
terhadap perkembangan zakat di Indonesia.
2. pemerintah sebagai regulator selayaknya memiliki kepedulian kepada
Lembaga Amil Zakat (LAZ) sehingga tidak terjadi tumpang tindih anta fungsi
LAZ dan BAZNAS. Seperti kita ketahui jauh sebelum keluarnya Undang-
Undang no. 38 tahun 1999 dan Undang- Undang no. 23 tahun 2011. LAZ
(swasta) telah memulai pengelolaan zakat secara sistematis dan modern lebih
dari satu dekade, kemudian Pemerintah ingin menghapus peran dan ruang
lingkup LAZ dengan menerapkan sentralisasi zakat melalui BAZNAS.
3. pemerintah diharapkan membentuk Badan Amil Zakat yang sesuai dengan
kapasitasnya sebagai Regulator bukan sebagai Operator. Serta memfasilitasi
keperluan Lembaga Amil Zakat bukan mengambil wewenang dan kapasitas
Lembaga Amil Zakat sehingga dapat dicapai kata mufakat tanpa ada pihak-
pihak yang dirugikan. Dalam hal ini BAZNAS yang selayaknya memberi
82
solusi penting kepada para LAZ, agar kedepannya persoalan zakat di
Indonesia akan terselesaikan secara bersama, tanpa harus mengambil atau
memilih ahli fungsi dalam kegiatan pengelolaan.
4. Kepada penulis seharusnya, kita lebih memperdalam khazanah tentang dunia
perzakatan di Indonesia karena masih sangat minim. Karena zakat memiliki
potensi dan pengaruh yang besar untuk kepentingan ummat muslim di
Indonesia.
83
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad Daud, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta: UII Press, 1988
Al-Ja’fiy, Muhammad Ibn Ismail Abu Abdullah Al-Bukhori, Shahih Al-Bukhari,
Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1978M/1407H Al-Qurtubi, al-jami’ Li Ahkam Al-qur’an, Beirut Libanon: Daar el-Kutub ‘Ilmiyyah
1413 H/1993M Jilid VII-VIII An-Naisaburi, Abu Al-Husain Muslim Ibnu Al-Hajaj Ibnu Muslim Al-Qusyairi, Al-
Jami’ As-Shahih Muslim, Beirut: Dar Al-Jiil, t.t Departemen Agama, Fiqh Zakat, Jakarta: Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan
Direktorat Pemberdayaan Zakat, Departemen Agama, 2008 Fatah, Rohadi Abdul, “Undang-Undang Pengelolaan Zakat Tahun 2011 Sebagai
Landasan Pengembangan Kebijakan Perzakatan” dalam seminar “Masa Depan Zakat Indonesia Pasca Undang-Undang Zakat Baru: Peluang dan Tantangan” Forum Zakat, Jakarta Media Center Gd. Dewan Pers, Jakarta, Kamis 24 November 2011
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: UGM Press, 1997 Hafidhuddin, Didin, dkk, Manajemen Zakat Indonesia, Jakarta: Forum Zakat 2012 Hafidhuddin, Didin, Mimbar Agama & Budaya, Jakarta : UIN Jakarta, Volume XIX, No.3,
2002 Hafidhuddin, Didin, The Power of Zakat, Malang: UIN-Malang Press, 2008 Hafidhuddin, Didin, Agar Harta Berkah dan Bertambah, Jakarta: Gema Insani, 2007 Hafidhuddin, Didin, The Power of Zakat: Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat
Asia Tenggara, Malang: UIN-Malang Press, 2008 Hafidhuddin, Didin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani,
2002
84
Helmi, Masdar, Pedoman Praktis Memahami Zakat dan Cara Menghitungnya, Bandung: Al-Maarif, 2001
IMZ, Indonesia Zakat & Development Report 2011: Kajian Empiris Peran Zakat
dalam Pengentasan Kemiskinan, Jakarta: IMZ, 2011 Inoed, Amiruddin, Anatomi Fiqh Zakat: Potret dan Pemahaman Badan Amil Zakat
Sumatera Selatan, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005 . Kamal08111988, “Catatan Terhadap Uji Materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat”, 25 September 2012 Media Informasi Organisasi Pengelolaan Zakat, Edisi 16 TH VII Januari-Februari 2012,
Hal.4 Qadir, Abdurrahman, Zakat dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2001 Qhardawy, Yusuf, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Jakarta: Rabbani
Press, 2001 Qhardawy, Yusuf, Hukum Zakat, Jakarta: Lentera Antar Nusa, 2002 Ridha, Rasyid, Imam Muhammad, Tafsir al-Qur`an al-Hakim al-Syahir bi Tafsir al-
Manar, juz. 10. Bierut: Dar al-Fikr Ritonga, A. Rahman dan Zainudin, Fiqh Ibadah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997 Rosyidah, Trie Anis dan Asfi Manzilati, Implementasi Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2011 Terhadap Legalitas Pengelolaan Zakat Oleh Lembaga Amil Zakat (Studi Pada Beberapa LAZ Di Kota Malang), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Sartika, Mila, Pengaruh Pendayagunaan Zakat Prodiktif terhadap Pemberdayaan
Mustahiq pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta,(Jurnal Ekonomi Islam. Vol. 2, No. 1, Juli 2008)
Setiawan, Djarot, Titik Temu Zakat dan Pajak, Jakarta Selatan: BAMUIS BNI ’46
dan BAZIS DKI Jakarta, 2001 Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Quran, Bandung:Mizan Pustaka, 2004
85
Sumarni, Pengelolaan Biaya Operasional Dalam Manajemen Zakat (Studi Pada LAGZIS Peduli Cabang Jakarta, Jakarta: Skripsi Program Studi Muamalat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,
2009, Cet. Ke-6 Syam al-Din al- Sarakhshi, al-Mabsuth, Juz. III, Beirut: Dar al-Fikr, 1993 Usman, Husaini dan Setiady Akbar, Metodologi Social, Jakarta : Bumi Aksara, 2006 Usman, Suparman, Hukum Islam: Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam
dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002 Wahbah al-Zuhayli, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Juz II Beirut: Dar al-Fikr, 1997 Wahbah al-Zuhaili, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, pengantar Jalaluddin Rahmat,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995 Yafie, Ali, Menggagas Fiqh Sosial dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi hingga
Ukhuwah, Bandung: Mizan, 1995 Internet DPR Setujui RUU Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (ZIS) Menjadi Undang-Undang,
http://news.detik.com/read/2011/11/01/010003/1756911/727/dpr-setujui-ruu-zakat-infaq-dan shodaqoh--zis--menjadi-undang-undang, Diakses tanggal 17 September 2014
Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/uu23zakat.pdf, Diakses tanggal 18 September 2014
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23
TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, http://pusat.baznas.go.id/wp-content/perpu/UU%20No%2023%20Tahun%202011%20(Penjelasan).pdf, Diakses tanggal 17 September 2014
http://zakat.or.id/undang-undang-pengelolaan-dana-zakat-di-indonesia. Diakses pada
tanggal 10 Januari 2013
86
http//www.voanews.com/Zakat-indonesia-berpotensi-capai-rp-217-triliun. Diakses pada tanggal 10 Januari 2013
http://www.bazisdki.go.id/index.cfm?fuseaction=artikel.detail_&id=234&catid=42,
diakses pada 05 januari 2014 http://www.slideshare.net/LAZISMU/tani-bangkit-farmers-empowerment, Diakses
pada tanggal 13 Februari 2014 http://www.lazismu.org/index.php/profil/latar-belakang, Diakses pada tanggal 13
Februari 2014 http://www.lazismupekalongan.org/tentang-kami/, Diakses pada tanggal 13 Februari
2014 http://lazismu.rsi.co.id/index.php/beranda/latar-belakang, Diakses pada tanggal 13
Februari 2014 http://www.lazismu.org/index.php/profil/visi-dan-misi, diakses pada tanggal 13-02-
2014. http://www.lazismu.org/index.php/profil/legalitas, diakses pada tanggal 13-02-2014. http://www.lazismu.org/index.php/profil/kebijakan-strategis, diakses pada tanggal 13-
02-2014. http://www.lazismu.org/index.php/profil/tim-manajemen, diakses pada tanggal 13-
02-2014.
Wawancarara M. Khoirul Muttaqin (Presiden Director di Lembaga Zakat Nasional Muhammdiyah)
tanggal 8 April 2014 di kantor LAZIS PP Muhammadiyah
SURAT KETERANGAN
Nomor : 141.KET/BE/18/B/2014
Bismillahirrahmanirrahiim
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : M. Khoirul Muttaqin Jabatan : Direktur Utama Alamat : Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Lt. 3
Jl. Menteng Raya No. 62 Jakarta 10340. Dengan ini menerangkan bahwa : Nama : Rabshanjani RA NIM : 107046301667 Universitas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas : Syariah dan Hukum Jurusan / Konsntrasi : Muammalat / Manajemen Zakat dan Wakaf Yang bersangkutan telah melakukan Penelitian di Lazis Muhammadiyah untuk keperluan penyusunan skripsi dengan judul : “PENGARUH PENERAPAN UU No.23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT TERHADAP KINERJA PENGELOLAAN ZAKAT DI LAZIS PP MUHAMMADIYAH” Demikian surat keterangan ini kami buat dengan sebenarnya, untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Jakarta, 19 Syawwal 1435 H 15 Agustus 2014 M
M. Khoirul Muttaqin Direktur Utama
FORMAT WAWANCARA
No Poin Wawancara Pertanyaan Keterangan
1. Profile Objek Wawancara Nama
Jabatan
Alamat
No. tlp
Masa Jabatan
Isi Wawancara
2. Seputar lazismu Sejarah Lazismu Berdiri
Visi dan Misi Lazismu
Program-program lazismu
Mekanisme Kinerja Lazismu
Peluang dan Kendala
Lazismu Terhadap Lembaga-lembaga
zakat lainnya
3. Inti dari pertanyaan wawancara 1. Menurut anda, hal-hal apa saja
yang dibahas dalam UU No. 23
Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat?
2. Menurut anda, apakah materi
dalam UU No. 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat
relevan dengan kondisi saat
ini?
3. Menurut anda, apa dampak
yang diberikan UU No. 23
Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat terhadap
pengelolaan zakat di Lazismu?
4. Menurut anda, apa yang
menjadi kelemahan UU No. 23
Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat? Bagaimana
sebaiknya?
5. Menurut anda, bagaimana
seharusnya pengelolaan zakat
dilakukan di Indonesia?
1. Menurut anda, hal-hal apa saja yang dibahas dalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat?
Tidak cukup banyak perbedaan dalam peraturan Undang-Undang Pengelolaan Zakat yang lama
Nomor 38 Tahun 1999 dengan Undang-Undang Pengelolaan Zakat yang baru Nomor 23 Tahun
2011. Hanya saja dalam Undang-Undang pengelolaan zakat yang baru telah memberikan kepastian
dan tanggung jawab baru kepada sebuah lembaga yang dipandang dapat mengkordinir kebutuhan-
kebutuhan yang diperlukan oleh Lembaga Amil Zakat dan Memang yang dibutuhkan lembaga zakat
saat ini adalah Badan yang bisa menaungi dan mengkordinir Lembaga Amil Zakat yang ada sebagai
regulator seperti halnya yang ada didunia Perbankan Syariah. Tetapi pada kenyataannya Badan
yang dibentuk masih banyak kekuranga-kekurang yang masih harus diperbaiki. Kami akan tetap
mendukung karena ini merupakan proses yang dilakukan pemerintah yang berorientasi pada
penguatan kapasitas kelembagaan misalnya dalam penertiban lembaga zakat yang mungkin selama
ini bercerai berai tidak ada kordinasi dan tidak beraturan. Sehingga pemerintah berupaya keras
untuk menertipkan dan memfokuskan pada wilayah pengorganisaian
2. Menurut anda, apakah materi dalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat relevan dengan kondisi saat ini?
Relevan atau tidak relevan ada adaptasi selama lima tahun yang diberikan pemerintah
kepada Lembaga Amil Zakat swasta, tapi perlu diingat pasca munculnya Undang-Undang itu
maka diberlakukan Rancangan Peraturan Pemerintah yang sekarang sudah menjadi
Peraturan Pemerintahi dan teman-teman Lembaga Amil Zakat masih sangat menginginkan
proses peninjauan kembali, Undang-Undang ini tidak selesai bukan karena persoalan pasal-
perpasal yang kemaren di bahas dalam Yudisial Review dan kenapa LAZIS MU tidak ikut
didalamnya, karena menurut kami proses yang kami inginkan bukan perubahan pasal-
perasal karena tidak akan memberikan hasil yang signifikan tetapi penguguran terhadap
Undang-Undang dan merubahnya secara keseluhan atau mengganti dengan yang baru.
3. Menurut anda, apa dampak yang diberikan UU No. 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat terhadap pengelolaan zakat di Lazismu?
Munculnya Undang-Undang ini jujur dari kami Tidak ada dampak yang signifikan pertama
itu merupakan sistem yang tidak diinginkan oleh kami karena kami mengarapkan perubahan
yang penuh terhadap Undang-Undang yaang sebelumnya atau menggugurkan Undang-
Undang yang telah ada sebelumnya namun kenyataannya Undang-Undang yang baru hanya
di revisi secara pasal per pasal dan penambahan dari pasal-pasal yang telah ada. BAZNAS
yang sebernarnya kita inginkan sebagai Regulator tapi saat ini BAZNAS didorong sampai
wilayah operator, jadi kita berharap kelembagaan zakat diindonesia dibongkar abis mulai
dari undang undang dan pasal per pasal tapi dengan undang-undang yang baru kami tidak
menemukan perubahan apapun untuk memaksimalkan potensi zakat ang ada.
4. Menurut anda, apa yang menjadi kelemahan UU No. 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat? Bagaimana sebaiknya?
Kelemahan yang paling vital menurut saya yang pertama ada ketidak adilan antara lembaga
swasta dan pemerintah jadi muncul subkordinasi dan diskriminasi dengan kita Lembaga
Amil Zakat Swasta yang berfungsi sebagai pembantu, sehingga ini tidak ada posisi yang
tepat. Sementara kapasitas kami sebagai Lembaga Amil Zakat dan BAZNAS itu sama-sama
berkapasitas sebagai operator. Lalu kemudian muncul penambahan kewenangan yang ada di
BAZNAS sehingga satu fungsi antara Lembaga Amil Zakat dan BAZNAS. Berbeda dengan
perbankan syariah pemerintah mempunyai Bank Indonesia yang berfungsi sebagai Regulator
dan pemerintah mempunyai perusahan-perusahan BUMN sendiri seperti Bank Syariah
Mandiri sehingga tidak terjadi satu fungsi. Seharusnya Lembaga Zakat juga harus seperti itu
pemerintah mendirikan Badan Zakat yang fungsi benar-benar sebagai Regulator dan mereka
juga mempunyai Lembaga Zakat sendiri yang fungsinya terpisah sehingga tidak terjadi
tumpang tindih. Satu hal lagi terkait keterwakilan Lembaga Amil Zakat yang didirikan oleh
Swasta di suatu Provisi atau Kabupaten itu hanya diperbolehkan satu di setiap Provinsi atau
Kabupaten. Ini tidak dapat diterima karena sebagian LAZ yang sudah mapan mereka pasti
mempunyai keterwakilan di setiap Provinsi atau Kabupaten lebih dari satu karena untuk
mempermudah pengumpulan dan pendistribusian zakat. Biasanya zakat dikumpulkan di lokal
dan didistribusikan juga secara lokal sesuai tepat keterwalikan Lembaga Amil Zakat itu
berdiri.
5. Menurut anda, bagaimana seharusnya pengelolaan zakat dilakukan di Indonesia?
yang pertama yang perlu tetap dipahami oleh seluruh pegiat zakat adalah berdirinya BAZ
atau LAZ itu adalah untuk melakukan proses redistribusi modal dari yang kaya kepada yang
miskin. seandainya mainset itu dipahami baik, maka tugas utama baik meraka yang ada di
BAZ maupaun LAZ untuk melakukan penggalangan dana bersama-sama untuk
memaksimalkan penghimpunan dana bukan malah berebut. Termasuk juga saling menindih
saling berbenturan, saling berhadap-hadapan. Dengan cara-cara kemitraan, sinergi
kerjasama, maping dareah mana yang sudah mendapatkan atau yang belum mendapatkan
dana zaka, termasuk juga dengan membuat data base bersama. Itu jauh lebih efektif
sehingga mendorong tingkat kesadaran orang untuk berzakat dan sekaligus juga untuk
memaksimalkan manfaat dari zakat agar dapat memaksimalkan potensi zakat yang ada
Jakarta, 08 April 2014
M. Khoirul Muttaqin
(President Director)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011
TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
: a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu;
b. bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam;
c. bahwa zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat;
d. bahwa dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam;
e. bahwa Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 29, dan Pasal 34 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 2 -
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
2. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
3. Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
4. Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
5. Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan zakat.
6. Mustahik . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 3 -
6. Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat.
7. Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional.
8. Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
9. Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disingkat UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat.
10. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
11. Hak Amil adalah bagian tertentu dari zakat yang dapat dimanfaatkan untuk biaya operasional dalam pengelolaan zakat sesuai syariat Islam.
12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
Pasal 2
Pengelolaan zakat berasaskan:
a. syariat Islam;
b. amanah;
c. kemanfaatan;
d. keadilan;
e. kepastian hukum;
f. terintegrasi; dan
g. akuntabilitas.
Pasal 3 . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 4 -
Pasal 3
Pengelolaan zakat bertujuan:
a. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan
b. meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Pasal 4
(1) Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah.
(2) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. emas, perak, dan logam mulia lainnya; b. uang dan surat berharga lainnya; c. perniagaan; d. pertanian, perkebunan, dan kehutanan; e. peternakan dan perikanan f. pertambangan; g. perindustrian; h. pendapatan dan jasa; dan i. rikaz.
(3) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan harta yang dimiliki oleh muzaki perseorangan atau badan usaha.
(4) Syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB II . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 5 -
BAB II BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1) Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah membentuk BAZNAS.
(2) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibu kota negara.
(3) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.
Pasal 6
BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.
Pasal 7
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi:
a. perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
b. pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
c. pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan
d. pelaporan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 6 -
d. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
(2) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerja sama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Bagian Kedua Keanggotaan
Pasal 8
(1) BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota.
(2) Keanggotaan BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 8 (delapan) orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah.
(3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Islam.
(4) Unsur pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditunjuk dari kementerian/instansi yang berkaitan dengan pengelolaan zakat.
(5) BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua.
Pasal 9 . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 7 -
Pasal 9
Masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 10
(1) Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden atas usul Menteri.
(2) Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(3) Ketua dan wakil ketua BAZNAS dipilih oleh anggota.
Pasal 11
Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 paling sedikit harus:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertakwa kepada Allah SWT;
d. berakhlak mulia;
e. berusia minimal 40 (empat puluh) tahun;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. tidak menjadi anggota partai politik;
h. memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat; dan
i. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
Pasal 12 . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 8 -
Pasal 12
Anggota BAZNAS diberhentikan apabila:
a. meninggal dunia;
b. habis masa jabatan;
c. mengundurkan diri;
d. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara terus menerus; atau
e. tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota.
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai, tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibantu
oleh sekretariat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja sekretariat BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga BAZNAS Provinsi
dan BAZNAS Kabupaten/Kota
Pasal 15
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota.
(2) BAZNAS . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 9 -
(2) BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
(3) BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas usul bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
(4) Dalam hal gubernur atau bupati/walikota tidak mengusulkan pembentukan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota, Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat membentuk BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
(5) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS di provinsi atau kabupaten/kota masing-masing.
Pasal 16
(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya,
BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota dapat membentuk UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 10 -
Bagian Keempat Lembaga Amil Zakat
Pasal 17
Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.
Pasal 18
(1) Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri
atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit:
a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial;
b. berbentuk lembaga berbadan hukum;
c. mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
d. memiliki pengawas syariat;
e. memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya;
f. bersifat nirlaba;
g. memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan
h. bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.
Pasal 19 . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 11 -
Pasal 19
LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala.
Pasal 20
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi, mekanisme perizinan, pembentukan perwakilan, pelaporan, dan pertanggungjawaban LAZ diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB III PENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN, PENDAYAGUNAAN, DAN PELAPORAN
Bagian Kesatu Pengumpulan
Pasal 21
(1) Dalam rangka pengumpulan zakat, muzaki
melakukan penghitungan sendiri atas kewajiban zakatnya.
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri kewajiban zakatnya, muzaki dapat meminta bantuan BAZNAS.
Pasal 22
Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak.
Pasal 23 . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 12 -
Pasal 23
(1) BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki.
(2) Bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
Pasal 24
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pendistribusian
Pasal 25
Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam.
Pasal 26
Pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.
Bagian Ketiga
Pendayagunaan
Pasal 27
(1) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.
(2) Pendayagunaan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 13 -
(2) Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Pengelolaan Infak, Sedekah, dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya
Pasal 28
(1) Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya.
(2) Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi.
(3) Pengelolaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya harus dicatat dalam pembukuan tersendiri.
Bagian Kelima
Pelaporan
Pasal 29
(1) BAZNAS kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS provinsi dan pemerintah daerah secara berkala.
(2) BAZNAS . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 14 -
(2) BAZNAS provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala.
(3) LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala.
(4) BAZNAS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada Menteri secara berkala.
(5) Laporan neraca tahunan BAZNAS diumumkan melalui media cetak atau media elektronik.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan BAZNAS kabupaten/kota, BAZNAS provinsi, LAZ, dan BAZNAS diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB IV PEMBIAYAAN
Pasal 30
Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil.
Pasal 31
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS provinsi
dan BAZNAS kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil.
(2) Selain . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 15 -
(2) Selain pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 32
LAZ dapat menggunakan Hak Amil untuk membiayai kegiatan operasional.
Pasal 33
(1) Pembiayaan BAZNAS dan penggunaan Hak Amil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 34
(1) Menteri melaksanakan pembinaan dan
pengawasan terhadap BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ.
(2) Gubernur dan bupati/walikota melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ sesuai dengan kewenangannya.
(3) Pembinaan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 16 -
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi fasilitasi, sosialisasi, dan edukasi.
BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 35
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam
pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS dan LAZ.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka:
a. meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menunaikan zakat melalui BAZNAS dan LAZ; dan
b. memberikan saran untuk peningkatan kinerja BAZNAS dan LAZ.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
a. akses terhadap informasi tentang pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ; dan
b. penyampaian informasi apabila terjadi penyimpangan dalam pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ.
BAB VII . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 17 -
BAB VII SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 36
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 23 ayat (1), Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 29 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara dari kegiatan; dan/atau
c. pencabutan izin.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
LARANGAN
Pasal 37
Setiap orang dilarang melakukan tindakan memiliki, menjaminkan, menghibahkan, menjual, dan/atau mengalihkan zakat, infak, sedekah, dan/atau dana sosial keagamaan lainnya yang ada dalam pengelolaannya.
Pasal 38
Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang.
BAB IX . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 18 -
BAB IX KETENTUAN PIDANA
Pasal 39
Setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum tidak melakukan pendistribusian zakat sesuai dengan ketentuan Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 40
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 41
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 42
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 dan Pasal 40 merupakan kejahatan.
(2) Tindak . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 19 -
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 merupakan pelanggaran.
BAB X KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
(1) Badan Amil Zakat Nasional yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS berdasarkan Undang-Undang ini sampai terbentuknya BAZNAS yang baru sesuai dengan Undang-Undang ini.
(2) Badan Amil Zakat Daerah Provinsi dan Badan Amil Zakat Daerah kabupaten/kota yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota sampai terbentuknya kepengurusan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
(3) LAZ yang telah dikukuhkan oleh Menteri sebelum Undang-Undang ini berlaku dinyatakan sebagai LAZ berdasarkan Undang-Undang ini.
(4) LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib menyesuaikan diri paling lambat 5 (lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
BAB XI . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 20 -
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan tentang Pengelolaan Zakat dan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 45
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 46
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 47
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 21 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 115
www.djpp.kemenkumham.go.id
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2011
TENTANG
PENGELOLAAN ZAKAT
I. UMUM
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Penunaian zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam. Zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan.
Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat.
Selama ini pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti. Pengelolaan zakat yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi kegiatan perencanaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan.
Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, dibentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu kota negara, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota. BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.
Untuk . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 2 -
Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. LAZ wajib melaporkan secara berkala kepada BAZNAS atas pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit syariat dan keuangan.
Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam. Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya. Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi dan harus dilakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri.
Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Huruf a Cukup jelas.
Huruf b Yang dimaksud dengan asas “amanah” adalah pengelola zakat harus dapat dipercaya.
Huruf c . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 3 -
Huruf c Yang dimaksud dengan asas “kemanfaatan” adalah pengelolaan zakat dilakukan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi mustahik.
Huruf d Yang dimaksud dengan asas “keadilan” adalah pengelolaan
zakat dalam pendistribusiannya dilakukan secara adil.
Huruf e Yang dimaksud dengan asas “kepastian hukum” adalah dalam
pengelolaan zakat terdapat jaminan kepastian hukum bagi mustahik dan muzaki.
Huruf f Yang dimaksud dengan asas “terintegrasi” adalah pengelolaan
zakat dilaksanakan secara hierarkis dalam upaya meningkatkan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
Huruf g Yang dimaksud dengan asas “akuntabilitas” adalah pengelolaan
zakat dapat dipertanggungjawabkan dan diakses oleh masyarakat.
Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas
Huruf c Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.
Huruf e . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 4 -
Huruf e Cukup jelas.
Huruf f Cukup jelas.
Huruf g Cukup jelas.
Huruf h Cukup jelas.
Huruf i Yang dimaksud dengan “rikaz” adalah harta temuan.
Ayat (3) Yang dimaksud dengan “badan usaha” adalah badan usaha yang dimiliki umat Islam yang meliputi badan usaha yang tidak berbadan hukum seperti firma dan yang berbadan hukum seperti perseroan terbatas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan “pihak terkait” antara lain kementerian, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau lembaga luar negeri.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 8 . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 5 -
Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1)
Di Provinsi Aceh, penyebutan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota dapat menggunakan istilah baitul mal.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Pasal 16 . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 6 -
Pasal 16 Ayat (1) Yang dimaksud “tempat lainnya” antara lain masjid dan majelis
taklim.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas. Pasal 18
Cukup jelas. Pasal 19
Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21
Cukup jelas. Pasal 22
Cukup jelas. Pasal 23
Cukup jelas. Pasal 24
Cukup jelas. Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26 Cukup jelas.
Pasal 27 . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 7 -
Pasal 27 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “usaha produktif” adalah usaha yang mampu meningkatkan pendapatan, taraf hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
Yang dimaksud dengan “peningkatan kualitas umat” adalah peningkatan sumber daya manusia.
Ayat (2) Kebutuhan dasar mustahik meliputi kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan.
Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31
Cukup jelas. Pasal 32
Cukup jelas. Pasal 33
Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36 . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 8 -
Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38 Cukup jelas.
Pasal 39 Cukup jelas.
Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42
Cukup jelas. Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44 Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas. Pasal 46
Cukup jelas. Pasal 47
Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5255
www.djpp.kemenkumham.go.id
Recommended