View
268
Download
11
Category
Preview:
Citation preview
PENDELEGASIAN WEWENANG PERIZINAN DI KABUPATEN BANYUMAS (Studi Di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
Kabupaten Banyumas)
SKRIPSI
Oleh :
AYU KARTIKA GUSTI SAPUTRI OLII
E1A007048
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2011
PENDELEGASIAN WEWENANG PERIZINAN DI KABUPATEN
BANYUMAS
(Studi di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten
Banyumas)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum Pada
Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman
Oleh :
AYU KARTIKA GUSTI SAPUTRI OLII
E1A007048
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2011
PENDELEGASIAN WEWENANG PERIZINAN DI KABUPATEN
BANYUMAS (Studi Di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
Kabupaten Banyumas)
Oleh :
AYU KARTIKA GUSTI SAPUTRI OLII
E1A007048
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Diterima dan Disahkan
Pada Tanggal November 2011
Pembimbing I Pembimbing II, Penguji,
Joko Susanto, S.H.,S.U. Hj.Setiadjeng Kadarsih, S.H., M.H. Sri Hartini,S.H.,M.H.
NIP. 19630926 199002 2 001 NIP. 19500810 198303 1 003 NIP. 19491003 198203 2 001
Mengetahui, Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman
Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S. NIP. 19520603 198003 2 001
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya:
Nama : AYU KARTIKA GUSTI SAPUTRI OLII
NIM : E1A007048
Judul skripsi : PENDELEGASIAN WEWENANG PERIZINAN DI
KABUPATEN BANYUMAS (Studi Di Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas)
Menyatakan bahwa Skripsi yang saya buat adalah hasil karya saya sendiri dan
tidak menjiplak hasil karya orang lain.
Bila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi
apapun dari fakultas.
Purwokerto, November 2011
AYU KARTIKA GUSTI SAPUTRI E1A007048
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya, memberikan kekuatan, kesabaran serta
kemampuan dan petunjuk-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Pendelegasian Wewenang Perizinan Di Kabupaten Banyumas
(Studi di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten
Banyumas)” sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi penyusun
mengalami hambatan namun berkat bimbingan, petunjuk dan bantuan dari
berbagai pihak sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam
kesempatan ini penyusun sempaikan rasa terimakasih dan penghargaan setulus-
tulusnya kepada :
1. Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
2. H. Supriyanto, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi
Negara.
3. Joko Susanto, S.H., S.U. selaku Dosen Pembimbing I yang selalu sabar
membimbing saya dalam menyelesaikan serta menyempurnakan
skripsi ini.
4. Hj. Setiadjeng Kadarsih, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang
tidak pernah berhenti membimbing saya ini serta kesabarannya dalam
membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi.
5. Sri Hartini, S.H, M.H selaku dosen penguji yang bersedia menjadi
dosen penguji saya dan membantu menyempurnakan skripsi saya ini.
6. Pranoto, S.H selaku Dosen Pembimbing Akademik saya yang selalu
membimbing saya terutama dalam masalah akademik.
7. Mamah dan keluarga yang selalu mensuport serta selalu mendoakan
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
8. Dytio yang selalu memberikan kritik dan saran serta selalu mendukung
untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Hesty, Erick, Anggih, Thoriq dan Rika yang membantu dalam
menyempurnakan skripsi, meminjamkan buku dan membantu
persiapan seminar saya.
10. Teman-teman seperjuangan yang selalu berbagi cerita saat menunggu
bimbingan skripsi.
11. Sahabat dan Orang-orang yang selalu menyayangi dan mensuport saya
dalam keadaan apapun itu.
Penyusun menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan guna kesempurnaan
skripsi ini. Akhirnya penyusun berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Purwokerto , November 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.............................................................................. i
HALAMAN JUDUL.................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN................................................................... iv
KATA PENGANTAR................................................................................ v
DAFTAR ISI............................................................................................... vii
DAFTAR TABEL....................................................................................... x
ABSTRAK................................................................................................... xi
ABSTRACT................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..................................................... 1
B. Perumusan Masalah............................................................ 6
C. Tujuan Penelitian................................................................ 6
D. Kegunaan Penelitian........................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Administrasi Negara.............................................. 8
1. Pengertian Hukum Administrasi Negara........................ 8
2. Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara................ 12
3. Sumber Hukum Administrasi Negara............................ 15
B. Otonomi Daerah.................................................................. 20
1. Sejarah dan Perkembangan Otonomi Daerah................. 20
2. Konsepsi Otonomi Daerah............................................. 22
3. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom............................. 23
4. Prinsip Otonomi Daerah................................................. 24
C. Teori Kewenangan.............................................................. 26
1. Kategori Pendelegasian Kewenangan............................ 26
2. Kriteria Pendelegasian Kewenangan.............................. 29
D. Teori Tentang Perizinan...................................................... 30
1. Pengertian Perizinan....................................................... 31
2. Jenis dan Macam Perizinan............................................ 31
E. Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten
Banyumas............................................................................ 33
BAB III METODE PENELITIAN
1. Metode Pendekatan............................................................. 35
2. Spesifikasi Penelitian........................................................... 36
3. Lokasi Penelitian.............................................................… 37
4. Jenis Bahan Hukum............................................................ 37
5. Metode Pengumpulan Bahan Hukum................................. 39
6. Metode Pengolahan Bahan Hukum..................................... 40
7. Metode Penyajian Bahan Hukum....................................... 40
8. Metode Analisis Bahan Hukum.......................................... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian................................................................... 42
B. Pembahasan........................................................................ 72
BAB V PENUTUP
A. Simpulan............................................................................. 83
B. Saran................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR BAGAN
A. Bagan 1 Struktur Organisasi Pemda Banyumas.......................... 43
B. Bagan 2 Bagan Pelayanan Perizinan........................................... 62
C. Bagan 3 Bagan Pengaduan.......................................................... 65
PENDELEGASIAN WEWENANG PERIZINAN DI KABUPATEN
BANYUMAS (Studi di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
Kabupaten Banyumas)
Oleh :
AYU KARTIKA GUSTI SAPUTRI OLII
E1A007048
ABSTRAK
Sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan. Secara teoritik kewenangan pemerintah diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, wewenang dan mandat. Begitu juga dengan wewenang yang diperoleh Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendelegasian kewenangan perizinan di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan Yuridis Normatif yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi legisme positivism. Sementara metode analisis yang di gunakan adalah deskriptif analitis. Penelitian ini dilakukan Kantor Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Kebupaten Banyumas.
Berdasarkan hasil penelitian, pendelegasian kewenangan yang dilakukan oleh Bupati Banyumas kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas adalah menggunakan pendelegasian kewenangan delegasi. Pendelegasian kewenangan dengan delegasi adalah penyerahan atau pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh pejabat atau badan yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada badan atau pejabat lainnya. Dengan adanya pendelegasian kewenangan kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan maka tanggung jawab yuridis tidak lagi berada ditangan Bupati Banyumas tetapi beralih kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Bayumas selaku delegataris.
Kata Kunci : Kewenangan, Perizinan, Delegasi.
ABSTRACT
Source of authority for the government is legislation. Theoretically the
government authority that is obtained through three way attribution, delegation
and mandate. As well as the Head of Capital Investment and Licensing Services
Agency Banyumas gained authority. The study aims to determine how the
delegation of licensing authority in the Capital Investment and Licensing Services
Agency Banyumas.
Method which aplieed in the research in approach of normative juridiction
that approach using conception legisme positivism. While analytical method
which applied is deskriptive qualitative. This research done in Capital Investment
and Licensing Services Agency Banyumas.
Based on the result of research, delegation of authority by the Regent of
Banyumas to the Head of Capital Investment and Licensing Services Agency
Banyumas is using the delegated authority. Delegation of authority is a transfer of
an existing authority by official who have obtained the authority is atrributive to
the agency or other officials. With the delegation of authority to the Head of
Capital Investment and Licensing Services in no longer the juridical responsibility
in the hands of the Regent of Banyumas but switched to the Head of Capital
Investment and Licensing Services Agency Banyumas as delegataris.
Keywords : Authority, Licensing, Delegation.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada konteks
Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat
Pembukaan UUD 1945 yang mengidentifikasikan Negara Indonesia
sebagai Negara hukum yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum.
Setiap kegiatan disamping harus diorientasikan pada tujuan yang hendak
dicapai juga harus berdasarkan pada hukum yang berlaku sebagai aturan
kegiatan kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan.
Dalam Negara hukum modern pemerintah memiliki tugas dan
wewenang dimana pemerintah tidak hanya menjaga keamanan dan
ketertiban (rust en order) tetapi juga mengupayakan kesejahteraan umum
(bestuurszorg). Tugas dan kewenangan pemerintah adalah untuk menjaga
ketertiban dan keamanan dimana tugas ini merupakan tugas yang masih
dipertahankan. Untuk melaksanakan tugas ini pemerintah mempunyai
wewenang dalam bidang pengaturan (regelen atau besluiten van algemeen
strekking) yang berbentuk ketetapan (beschikking). Sesuai dengan sifat
ketetapan yaitu konkrit, individual dan final maka ketetapan merupakan
ujung tombak instrument hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Salah satu wujud dari ketetapan adalah izin dimana izin merupakan
instrument yuridis yang digunakan pemerintah untuk mengatur
masyarakatnya dalam menyelenggarakan pemerintahan.
Tujuan yang hendak dicapai dalam rangka penyerahan urusan
pemerintahan ditunjukkan dengan antara lain menumbuhkembangkan
penanganan urusan dalam berbagai bidang, meningkatkan daya saing
daerah dalam proses pertumbuhan melalui efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Peranan administrasi Negara dalam mewujudkan pelayanan kepada masyarakat menumbuhkan kemandirian daerah dan sebagai pengambil kebijakan untuk menentukan strategi pengelolaan pemerintahan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Bagi aparat pemerintahan daerah (Pemda) yang memiliki tugas dalam pengelolaan pemerintahan daerah. Substansi otonomi daerah sangat penting karena reformasi dalam sistem pemerintahan di daerah tentang pembangunan ekonomi dapat dilihat dalam aspek sistem pengaturan kebijakan, politik dan keuangan yang menjadi tanggung jawab pemerintah kota dan kabupaten.1
Otonomi daerah berperan penting dalam pembagian wewenang
yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah yang
kemudian didistribusikan lagi kepada instansi yang mempunyai wewenang
untuk itu. Dalam Pasal 1 ayat (5) UU No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang menegaskan tentang pengertian otonomi
daerah yaitu :
Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan dan perundang-
undangan.
1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Hukum Administrasi Negara dan
Kebijakan Pelayanan Publik, Bandung : Nuansa, 2009, hlm 13
Didalam otonomi daerah ada peralihan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi yaitu penyerahan urusan pemerintahan pusat kepada pemerintahan daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan. Tujuan otonomi adalah untuk mencapai efektifitas dan efisiensi dalam pelayanan publik. Sedangkan tujuan yang dicapai dalam penyerahan urusan ini antara lain menumbuh kembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan.2
Selanjutnya Sarundajang dalam buku karangan Juniarso Ridwan
dan Achmad Sodik yang berjudul Hukum Administrasi Negara dan
Kebijakan Pelayanan Publik mengartikan otonomi daerah merupakan :
a. Hak mengurus rumah tangganya sendiri bagi suatu daerah otonom, hak tersebut bersumber dari wewenang pangkal dan urusan-urusan pemerintahan (pusat) yang diserahkan kepada daerah.
b. Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu di luar batas-batas wilayah daerahnya.
c. Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangaga daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya.
d. Otonomi daerah tidak membawahi otonomi daerah lain.3
Otonomi daerah berbeda dengan kedaulatan karena kedaulatan
menyangkut pada kekuasaan tertinggi dalam suatu negara sedangkan
otonomi daerah hanya meliputi suatu daerah tertentu dalam suatu negara.
Sistem pemerintahan otonomi daerah mempunyai ciri atau batasan sebagai
berikut :
a. Pemerintahan daerah yang berdiri sendiri
b. Melaksanakan hak, wewenang dan kewajiban pemerintahan
sendiri
2 HAW.Widjaya, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004, hlm 21-22
3 Ibid, hlm 110
c. Melakukan pengaturan, pengurusan dari hak, wewenang dan
kewajiban yang menjadi tanggungjawabnya melalui peraturan
yang dibentuk oleh daerah itu sendiri
d. Peraturan yang menjadi landasan hukum urusan pemerintahan
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang ada di atasnya
Otonomi Daerah di Indonesia dilaksanakan dalam rangka desentralisasi di bidang pemerintahan. Desentralisasi itu sendiri setidak-tidaknya mempunyai tiga tujuan. Pertama, tujuan politik, yakni demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara pada tataran infrastruktur dan suprastruktur politik. Kedua, tujuan administrasi, yakni efektivitas dan efisiensi proses-proses administrasi pemerintahan sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih cepat, tepat, transparan serta murah. Ketiga, tujuan sosial ekonomi, yakni meningkatnya taraf kesejahteraan masyarakat.4
Adanya otonomi daerah mewujudkan suatu daerah otonom dimana
daerah tersebut mempunyai hak untuk mengatur dan menjalankan rumah
tangganya sendiri. Indikator suatu daerah otonom melaksanakan urusannya
sendiri adalah ia berhak menjalankan urusan yang ruang lingkupnya atau
dampaknya hanya di daerahnya saja dan bukan berdampak nasional.
Daerah dapat mengatur urusannya kecuali Pertahanan dan Keamanan,
Politik Luar Negeri, Peradilan atau Hukum, Agama dan Moneter.
Munculnya Peraturan Presiden No. 27 tahun 2009 tentang
Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal yang terilhami
dari UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal merupakan salah
satu bentuk urusan yang dapat diurus oleh daerah yang menyebabkan
4 Sadu Wasistiono, Esensi UU NO.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah (Bunga Rampai), Jatinangor : Alqaprint, 2001, hlm 35
setiap daerah membuat peraturan tersendiri untuk mengakomodir Perpres
ini kedalam peraturan daerahnya termasuk Banyumas yang juga
merupakan daerah Otonom yang mengakomodir Perpres No. 27 tahun
2009 kedalam Peraturan Bupati No. 10 tahun 2010 tentang Pendelegasian
Kewenangan Perizinan Kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas.
Munculnya Peraturan Bupati ini adalah untuk menjalankan
kebijakan pelayanan terpadu satu pintu yang telah diamanatkan oleh
Peraturan Presiden No. 27 tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu
Pintu di Bidang Penanaman Modal yang diharapkan dapat menaikkan atau
menambah jumlah investor yang ada di Kabupaten Banyumas jika
menggunakan pelayanan terpadu satu pintu khususnya di bidang perizinan.
Hal ini dapat mendatangkan permasalahannya tersendiri yaitu
bagaimanakah pendelegasian wewenang yang dilakukan oleh Bupati
Banyumas kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Perizinan Kabupaten Banyumas.
Hal itulah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian
terhadap Perpres Nomor 27 tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu
Pintu di bidang Penanaman Modal dengan judul :”Pendelegasian
wewenang perizinan di Kabupaten Banyumas (studi di Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas)”
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat diambil
perumusan masalah yaitu :
Bagaimanakah pendelegasian wewenang perizinan di Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah ingin
mengetahui pendelegasian kewenangan perizinan yang diberikan oleh
Bupati Banyumas kepada Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Perizinan Banyumas sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor 10 Tahun
2010.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Secara teoritis :
Diharapkan memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum
khususnya di bidang Hukum Administrasi Negara mengenai pendelegasian
kewenangan yang dilakukan oleh Pemerintahan Daerah.
Secara Praktis :
Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pendelegasian kewenangan dan dapat menambah pengetahuan masyarakat
Indonesia pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya mengenai
Pendelegasian Kewenangan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
Banyumas kepada Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
Banyumas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Administrasi Negara
A.1 Pengertian Hukum Administrasi Negara
Istilah Administrasi berasal dari bahasa Latin yaitu Administrare yang artinya adalah setiap penyusunan keterangan yang dilakukan secara tertulis dan sistematis dengan maksud mendapatkan sesuatu ikhtisar keterangan itu dalam keseluruhan dan dalam hubungannya satu dengan yang lain. Namun tidak semua himpunan catatan yang lepas dapat dijadikan administrasi.5
Hukum Administrasi Negara adalah suatu sistem dan merupakan
salah satu cabang Ilmu Hukum yang merupakan suatu disiplin ilmu yang
berdiri sendiri. Sangat sulit memberikan Definisi Hukum Adminstrasi
Negara karena Ilmu Hukum Administrasi Negara sangat luas dan terus
berkembang mengikuti perkembangan suatu Negara. Definisi Hukum
Administrasi Negara menurut beberapa sarjana adalah sebagai berikut :
1. E. Utrecht mengartikan Hukum Administrasi Negara adalah
menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan
memungkinkan para pejabat (ambtsdrager) administrasi
Negara melakukan tugas mereka yang khusus.6
2. Sjachran Basah mengartikan Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat peraturan yang memungkinkan administrasi negara menjalankan fungsinya yang sekaligus juga melindungi warga terhadap sikap tindak administrasi negara dan melindungi administrasi negara itu sendiri.7
5 http://saepudinonline.wordpress.com/2010/07/02/pengertian-hukum-
administrasi-negara/ di unduh pada tanggal 15 Juli 2011
6 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : UII Press, 2003, hlm
26. 7 Sjachran Basah, Perlindungan Hukum Terhadap Sikap-Tindak Administrasi
Negara, Bandung : Alumni, 1992, hlm 4
3. Prajudi Atmosudirdjo mengatakan Hukum Administrasi
Negara adalah hukum mengenai operasi dan pengendalian dari
kekuasaan-kekuasaan administrasi atau pengawasan terhadap
penguasa-penguasa administrasi. 8
4. Oppenheim mengatakan Hukum Administrasi Negara adalah
sekumpulan alat-alat perlengkapan yang tinggi dan yang
rendah dalam rangka alat-alat perlengkapan menggunakan
wewenang yang telah ditetapkan oleh Hukum Tata Negara.9
5. Van Vollenhoven mengatakan Hukum Administrasi Negara adalah suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun yang rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara.10
6. J. H. Logemann mengatakan Hukum Administrasi Negara
adalah hukum mengenai hubungan-hubungan antara jabatan-
jabatan satu dengan lainnya serta hubungan hukum antara
jabatan-jabatan negara itu dengan para warga masyarakat.11
7. De La Bassecour Laan mengatakan Hukum Adminstrasi Negara merupakan himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab negara berfungsi (beraksi), maka peraturan-peraturan itu mengatur hubungan-hubungannya antara tiap-tiap warga negara dengan pemerintahannya.12
8 S. Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1994, hlm 44 9 SF Marbun, dkk, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara,
Yogyakarta : UII Press, 2001, hlm 180 10 SF Marbun, dkk, Ibid, hlm 21 11 SF Marbun, dkk, Ibid, hlm 22 12 SF Marbun, dkk, Loc.cit
8. Muchsan mengatakan bahwa Hukum Adminstrasi Negara
adalah hukum mengenai struktur dan kefungsian administrasi
negara.13
9. R. Kranenburg mengatakan Hukum Administrasi Negara adalah meliputi hukum yang mengatur susunan dan wewenang khusus dari alat perlengkapan badan-badan kenegaraan seperti kepegawaian (termasuk mengenai pensiun) peraturan wajib militer, pengaturan mengenai pendidikan/pengajaran, peraturan mengenai jaminan sosial, peraturan mengenai perumahan, peraturan perburuhan, peraturan jaminan orang miskin, dan sebagainya. 14
10. L.J. Van Apeldoorn mengatakan Hukum Administrasi Negara
adalah keseluruhan aturan yang hendaknya diperhatikan oleh
para pendukung kekuasaan penguasa yang diserahi tugas
pemerintahan itu.15
11. Bachsan Mustofa mengatakan Hukum Administarsi Negara adalah sebagai gabungan jabatan-jabatan yang dibentuk dan disusun secara bertingkat yang diserahi tugas melakukan sebagian dari pekerjaan pemerintahan dalam arti luas yang tidak diserahkan pada badan-badan pembuat undang-undang dan badan – badan kehakiman.16
Dalam hukum administrasi negara terkandung dua aspek yaitu
aturan-aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat
perlengkapan negara melakukan tugasnya dan aturan-aturan hukum yang
mengatur hubungan antara alat perlengkapan administrasi negara dengan
warganya. Menurut Prajudi Atmosudirjo dalam bukunya yang berjudul
Hukum Administrasi Negara, kekuasaan eksekutif dan administratif di
13 SF Marbun, dkk, Loc.cit 14 SF Marbun, dkk, Ibid, hlm 181 15 SF Marbun, dkk, Loc.cit 16 http://putracenter.net/2009/05/03/definisi-hukum-administrasi-negara-
menurut-para-ahli/ di unduh pada tanggal 15 Juli 2011
Indonesia menurut penjelasan Undang-undang Dasar 1945 berada dalam
satu tangan yaitu presiden maka pengertian hukum administrasi negara
yang luas ini dan terdiri dari beberapa unsur, antara lain :
a. Hukum Tata Pemerintahan yaitu hukum eksekutif atau hukum tata pelaksana undang-undang yang menyangkut pengendalian penggunaan kekuasaan publik (kekuasaan yang berasal dari kekuasaan negara)
b. Hukum Tata Usaha Negara yaitu hukum mengenai surat-menyurat, rahasia dinas dan jabatan, registrasi, kearsipan dan dokumentasi, legalisasi, pelaporan dan statistik, tata cara penyusunan dan penyimpanan berita acara, pencatatan sipil, pencatatan NTR, publikasi, penerangan dan penerbitan-penerbitan negara. Secara singkat dapat pula disebut Hukum Birokrasi.
c. Hukum Administrasi dalam arti sempit yakni Hukum Tata Pengurusan Rumah Tangga Negara baik intern maupun ekstern.
Rumah Tangga Negara adalah keseluruhan daripada hal-hal dan urusan-urusan yang menjadi tugas, kewajiban dan fungsi negara sebagai suatu badan organisasi sebagai suatu badan usaha.
Rumah Tangga Intern adalah yang menyangkut urusan intern instansi-instansi administrasi negara seperti urusan personel dan kesejahteraan pegawai negeri, urusan keuangan operasional sehari-hari, urusan materiil, alat perlengkapan dan gedung-gedung serta perumahan, urusan komunikasi dan transportasi intern dan sebagainya.
Rumah Tangga Ekstern adalah hal-hal dan urusan-urusan yang tadinya diselenggarakan oleh masyarakat sendiri namun karena berbagai sebab atau perhitungan dioper oleh negara melalui pembentukan dinas-dinas (dinas kebersihan, dinas kesehatan, dinas sosial), lembaga-lembaga (balai benih pertanian, lembaga penyakit mulut dan kuku ternak, lembaga malaria dan sebagainya), BUMN (Badan Usaha Milik Negara seperti PN, perum, perjan dan persero), serta BUMD (Badan Usaha Milik Daerah).
d. Hukum Administrasi Pembangunan yaitu mengatur penyelenggaraan pembanguan.
e. Hukum Administrasi Lingkungan.17
17 S. Prajudi, Loc.cit
A.2 Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara
Isi dan ruang lingkup Hukum Administrasi Negara diuraikan secara
konkret oleh Van Vollen Hoven pada tahun 1926 setelah mengadakan
peninjauan yang luas tentang pembidangan hukum terutama di negara
Perancis, Jerman dan Amerika. Van Vollen Hoven dalam bukunya yang
berjudul Omtrek van het administratiefrecht, memberikan skema tentang
Hukum Administrasi Negara didalam kerangka hukum seluruhnya yang
disebut dengan “ Residu Theori” sebagai berikut :
a. HukumTata Negara/ Staatsrecht yang meliputi : 1. Pemerintah/ Bestuur. 2. Peradilan/ Rechtspraak. 3. Polisi/ Politie. 4. Perundang-undangan/ Regeling.
b. Hukum Perdata / Burgerlijk. c. Hukum Pidana/ Strafrecht. d. Hukum Administarsi Negara/ Administratief Recht yang
meliputi : 1. Hukum Pemerintah / Bestuur recht. 2. Hukum Peradilan yang meliputi :
a. Hukum Acara Pidana b. Hukum Acara Perdata c. Hukum Acara Peradilan Administrasi Negara
3. Hukum Kepolisian. 4. Hukum Proses Perundang-undangan / Regelaarsrecht.18
Prajudi Atmosudirjo membagi Hukum Administrasi Negara dalam
dua bagian yaitu Hukum Administrasi Negara otonom dan Hukum
Administrasi Negara heteronom. Hukum Administrasi Negara heteronom
adalah hukum yang mengatur seluk beluk organisasi dan fungsi
administrasi negara yang bersumber pada UUD, TAP MPR dan UU
18 http://pustaka.unpad.ac.id/wp- ontent/uploads/2009/05/ hukum_administrasi
_negara. pdf di unduh pada tanggal 15 juli 2011
sedangkan Hukum Administrasi Negara otonom adalah hukum operasional
yang diciptakan pemerintah dan administrasi negara. Sementara penulis
Hukum Administrasi Negara lain seperti A. M. Donner membagi bidang
Hukum Administrasi Negara menjadi Hukum Administrasi Negara umum
dan khusus dimana Hukum Administrasi Negara umum berkaitan dengan
peraturan-peraturan umum mengenai tindakan hukum dan hubungan
hukum administrasi atau peraturan-peraturan dan prinsip yang berlaku
untuk semua bidang hukum administrasi sedangkan Hukum Administrasi
Negara khusus adalah peraturan-peraturan yang berkaitan dengan bidang-
bidang tertentu.
Negara-negara yang menganut sistem hukum kontinental mengakui bidang hukum administrasi umum dan khusus. Hukum administrasi khusus adalah peraturan-peraturan hukum yang berhubungan dengan bidang tertentu dari kebijaksanaan penguasa seperti hukum atas tata ruang dan hukum perizinan bangunan sedangkan hukum administrasi umum adalah peraturan-peraturan hukum yang tidak terikat pada suatu bidang tertentu dari kebijakan penguasa seperti Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Layak.19
Di Indonesia, hukum administrasi negara khusus telah dihimpun
dalam Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia.
Dapat dilihat bahwa bidang hukum administrasi negara sangat luas
sehingga tidak dapat ditentukan secara jelas ruang lingkupnya. Disamping
itu, bagi negara kesatuan dengan sistem desentralisasi terdapat juga hukum
administasi daerah yaitu peraturan yang berkenaan dengan administrasi
19 M. Hadjon, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta :
Gajah Mada University Press, 1999, hlm 32
daerah. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa hukum administrasi
negara ialah hukum yang mencakup beberapa hal yaitu :
a. Perbuatan pemerintah baik pusat dan daerah dalam bidang publik.
b. Kewenangan pemerintah yang didalamnya mengatur mengenai dari mana, dengan cara apa dan bagaimana pemerintah menggunakan kewenangannya. Penggunaan kewenangan ini dituangkan dalam bentuk instrument hukum.
c. Akibat-akibat hukum yang lahir dari perbuatan atau penggunaan kewenangan pemerintahan itu.
d. Penegakan hukum dan penerapan sanksi-sanksi dalam bidang pemerintahan.20
Sjachran Basah mengatakan bahwa fungsi hukum secara klasik perlu ditambah dengan fungsi-fungsi lainnya untuk menciptakan hukum sebagai saranan pembaharuan masyarakat karena itu hukum harus tidak dipandang sebagai kaidah semata-mata tetapi juga sebagai saran pembangunan yaitu hukum berfungsi sebagai pengarah dan jalan tempat berpijak kegiatan pembangunan untuk mencapai tujuan kehidupan bernegara.21
Hal ini dapat diciptakan dengan adanya panca fungsi hukum
dimana panca fungsi hukum ini digunakan sebagai upaya penegakan
hukum yang merupakan conidtio sine quanon atau syarat mutlak untuk
fungsi hukum itu sendiri. Panca fungsi hukum itu sendiri adalah :
1. Fungsi Direktif sebagai pengarah dalam pembangunan untuk membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara.
2. Fungsi Integrative sebagai pembina kesatuan bangsa. 3. Fungsi Stabilitatif sebagai pemelihara-termasuk didalamnya
hasil-hasil pembangunan dan menjaga keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
4. Fungsi Perfektif sebagai penyempurna baik terhadap sikap tindak administratif negara maupun sikap tindak warga apabila terjadi pertentangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
20 Ridwan HR, Opcit, hlm 33 21 SF Marbun, dkk, Opcit, hlm 184
5. Fungsi Korektif sebagai pengoreksi atas sikap tindak-baik administrasi negara maupun warga- apabila terjadi pertentangan hak dan kewajiban untuk mendapatkan keadilan.22
A.3 Sumber Hukum Administrasi Negara
Menurut Sudikno Mertokusumo, kata sumber hukum sering
digunakan dalam beberapa arti, yaitu :
a. Sebagai asas hukum sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum misalnya kehendak tuhan, akal manusia, jiwa bangsa dan sebagainya.
b. Menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan pada hukum yang sekarang berlaku seperti hukum Perancis, hukum Romawi dan lain-lain.
c. Sebagai sumber berlakunya yang memberi kekuatan berlaku secara formal kepada peraturan hukum (penguasa, masyarakat).
d. Sebagai sumber darimana kita dapat mengenal hukum, misalnya dokumen, undang-undang, lontar, batu bertulis dan sebagainya.
e. Sebagai sumber terjadinya hukum, sumber yang menimbulkan hukum.23
Sumber hukum terdiri atas dua jenis yaitu sumber hukum materiil
dan sumber hukum formil. Sumber hukum materiil terdiri atas sumber
hukum historis, sumber hukum sosiologis serta sumber hukum filosofis.
Sumber hukum formil terdiri atas peraturan perundang-undangan, praktek
administrasi negara/hukum tidak tertulis, yurisprudensi dan doktrin.
1. Sumber Hukum Materiil
Sumber Hukum Materiil terdiri atas :
a. Sumber Hukum Historis
22 Ibid, hlm 185 23 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Jogjakarta :
Liberti, 1996, hlm 69
Dalam arti historis, pengertian sumber hukum memiliki
dua arti yaitu sumber pengenalan (tempat menemukan)
hukum pada saat tertentu dan sebagai sumber dimana
pembuat undang-undang mengambil bahan dalam
membentuk peraturan perundang-undangan. Dalam arti
pertama sumber hukum historis meliputi undang-
undang, putusan hakim, tulisan-tulisan ahli hukum juga
tulisan-tulisan yang tidak bersifat yuridis sepanjang
memuat pemberitahuan mengenai lembaga-lembaga
hukum. Dalam arti kedua sumber hukum historis
meliputi sistem-sistem hukum masa lalu yang pernah
berlaku pada tempat tertentu seperti sistem hukum
Romawi, sistem hukum Perancis dan sebagainya.
b. Sumber Hukum Sosiologis
Sumber hukum dalam pengertian ini meliputi faktor-
faktor sosial yang mempengaruhi isi hukum positif
yang artinya peraturan hukum tertentu mencerminkan
kenyataan yang hidup dalam masyarakat.
c. Sumber Hukum Filosofis
Sumber hukum dalam arti filosofis memiliki dua arti
yaitu sebagai sumber untuk isi hukum yang adil dan
sebagai sumber untuk kewajiban terhadap hukum atau
sebagai sumber untuk kekuatan mengikat dari hukum.
2. Sumber Hukum Formal
Sumber Hukum Formal adalah berbagai bentuk aturan
hukum yang ada. Sumber hukum formal juga diartikan sebagai
tempat atau sumber darimana suatu peraturan memperoleh
kekuatan hukum. Sumber hukum formal terdiri atas :
a. Peraturan Perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan menurut penjelasan
pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 5
Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara
umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat
bersama Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah serta semua Keputusan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara baik di tingkat pusat
maupun ditingkat daerah yang juga mengikat umum.
Dapat disimpulkan bahwa peraturan perundang-
undangan terdiri dari Undang-undang dan atau
peraturan daerah serta keputusan pemerintah dan atau
keputusan daerah.
b. Praktek Administrasi Negara/Hukum Tidak Tertulis
Meskipun undang-undang dianggap sebagai sumber
hukum administrasi negara yang paling penting namun
undang-undang sebagai peraturan tertulis memiliki
kelemahan.24
Menurut Bagir Manan, sebagai ketentuan tertulis (written rule) atau hukum tertulis (written law) peraturan perundang-undangan mempunyai jangkauan yang terbatas – sekadar “moment opname” dari unsur-unsur politik, ekonomi, sosial, budaya dan hankam yang paling berpengaruh pada saat pembentukan karena itu mudah sekali aus (out of date) bila dibandingkan dengan perubahan masyararakat yang semakin cepat atau dipercepat.25
c. Yurisprudensi
Menurut M. Hadjon, secara umum yang dimaksud
dengan yurisprudensi adalah peradilan. Dalam arti
sempit yang dimaksud dengan yurisprudensi adalah
ajaran hukum yang tersusun dari dan dalam peradilan
yang kemudian dipakai sebagai landasan hukum. Selain
pengertian tersebut yurisprudensi juga diartikan sebagai
himpunan putusan-putusan pengadilan yang disusun
secara sistematik.
d. Doktrin
Menurut Sudikno Mertokusumo, pendapat sarjana hukum yang merupakan doktrin adalah sumber hukum tempat hakim menemukan hukumnya. Ilmu hukum adalah sumber hukum tetapi ilmu hukum bukanlah hukum karena tidak mempunyai kekuatan mengikat sebagai hukum, namun tidak berarti bahwa ilmu hukum itu tidak mempunyai wibawa. Ilmu hukum mempunyai wibawa karena mendapat dukungan dari para sarjana. Ilmu hukum kecuali mempunyai wibawa juga obyektif
24 Ridwan, HR, Op.cit, hlm 48 25 Loc. cit
sifatnya. Putusan pengadilan harus objektif dan berwibawa juga. Oleh karena itu tidak jarang ilmu hukum dipergunakan oleh hakim dalam putusannya sebagai dasar pertimbangan untuk mempertanggungjawabkan putusannya. Kalau ilmu hukum itu dimuat dan dipertahankan dalam putusan pengadilan, ilmu hukum itu adalah ilmu. Oleh karena itu ilmu hukum adalah sumber hukum.26
B. Otonomi Daerah
B.1 Sejarah dan Perkembangan Otonomi Daerah
Peraturan perundang-undangan yang pertama kali mengatur
tentang pemerintahan daerah pasca proklamasi kemerdekaan adalah
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai
Kedudukan Komite Nasional Daerah. Ditetapkannya Undang-undang
ini merupakan hasil dari berbagai pertimbangan tentang sejarah
pemerintahan di Indonesia di masa kerajaan-kerajaan serta pada
masa pemerintahan kolonialisme. Undang-undang ini menekankan
pada aspek cita-cita kedaulatan rakyat melalui pengaturan
pembentukan Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Di dalam Undang-
undang ini ditetapkan 3 (tiga) jenis daerah otonomi, karesidenan,
kabupaten, dan kota.
Periode berlakunya Undang-undang ini sangat terbatas, sehingga dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun belum ada peraturan
26 Sudikno Mertokusumo, Op. cit, hlm 50
pemerintah yang mengatur mengenai penyerahan urusan (desentralisasi) kepada daerah. Undang-undang ini berumur kurang lebih tiga tahun karena diganti dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 tentang Undang-undang Pokok Tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.27
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Daerah khususnya pasal 31 ayat 1, 2 dan 3 berisi
ketentuan-ketentuan yang mengatur sistem otonomi sebagai berikut:
(1) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur dan mengurus segala urusan rumah tangga Daerahnya kecuali urusan yang oleh undang-undang ini diserahkan kepada penguasa lain.
(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan termaksud dalam
ayat (1) di atas, dalam peraturan pembentukan ditetapkan urusan-urusan tertentu yang diatur dan diurus oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sejak saat pembentukannya itu.
(3) Dengan peraturan Pemerintah tiap-tiap waktu, dengan
memperhatikan kesanggupan dan kemampuan dari masing-masing Daerah, atas usul dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan dan sepanjang mengenai daerah tingkat II dan III setelah minta pertimbangan dari Dewan Pemerintah Daerah dari daerah setingkat di atasnya, urusan-urusan tersebut dalam ayat (2) ditambah dengan urusan-urusan lain.
Setelah Undang-undang Nomor 1 tahun 1957 dinyatakan tidak
berlaku maka lahirlah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah yang mengatur pokok-pokok
penyelenggaraan pemerintah yang menjadi tugas pemerintah pusat di
daerah. Prinsip yang dipakai dalam pemberian otonomi kepada
27 http://downloads.ziddu.com/downloadfile/12698736/otonomidaerah.doc.html,
diunduh pada tanggal 3 Maret 2011
daerah bukan lagi otonomi yang riil dan seluas-luasnya tetapi otonomi
yang nyata dan bertanggung jawab.
Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 dinyatakan tidak berlaku
lagi oleh pemerintah maka muncullah Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 yang di undangkan pada tanggal 7 Mei 1999 oleh
presiden B.J. Habibie tentang wewenang dan pembagian wilayah
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, pelaksanaan
otonomi daerah. Otonomi daerah mulai muncul dari proses tuntutan
reformasi disegala bidang kehidupan.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menghasilkan suatu
kesimpulan bahwa desentralisasi dalam UU Nomor 5 Tahun 1974 lebih
cenderung pada corak dekonsentrasi. Sedangkan desentralisasi dalam UU
Nomor 22 Tahun 1999 lebih cenderung pada corak devolusi. Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1999 kemudian diganti dengan Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut Undang-
undang ini, Indonesia dibagi menjadi satu jenis daerah otonom yang terdiri
atas daerah-daerah provinsi yang terbagi atas daerah kabupaten dan
kota. Selain itu, negara
juga mengakui kekhususan dan/atau keistimewaan yang ada pada empat
daerah yaitu Aceh, Jakarta, Papua dan Yogyakarta serta mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat (Desa) beserta
hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan.
B.2 Konsepsi Otonomi Daerah
Otonomi daerah merupakan konsekuensi logis yang terjadi karena
Indonesia menganut asas desentralisasi dimana dengan adanya
desentralisasi itu sendiri melahirkan pemerintahan daerah yang bersifat
otonom sesuai dengan amanat pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 yang
berbunyi :
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya,
kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah
diatur dalam undang-undang.
B.3 Otonomi Daerah dan Daerah Otonom
Otonomi daerah menurut pasal 1 ayat (5) Undang-undang Nomor
32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Hal ini didukung oleh pasal 18 Undang-
undang Dasar tahun 1945 yang memberikan keleluasaan kepada daerah
untuk menjalankan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut ketentuan dalam Undang-undang Nomor 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan daerah, dalam menyelenggarakan
pemerintahan, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi
dalam daerah-daerah otonom dan wilayah administratif.
Sebagaimana tercantum dalam interpretasi authentik pasal 1 ayat (6)
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah,
Daerah otonom yang selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang
berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Daerah dibentuk dengan memperhatikan syarat-syarat kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan dan keamanan nasional dan syarat-syarat lain yang memungkinkan melaksanakan pembangunan, pembinaan kestabilan politik dan
kesatuan bangsa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab.28
B.4 Prinsip Otonomi Daerah
Prinsip pemberian otonomi daerah yang dapat dijadikan
pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah tercantum
dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang
berupa :
1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan
memperhatikan aspek demokrasi. Keadilan, pemerataan,
serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada ekonomi
luas, nyata, dan bertanggung jawab.
3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh
diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota,
sedang pada daerah propinsi merupakan otonomi yang
terbatas.
4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan
konstitusi Negara sehingga tetap terjamin hubungan yang
serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan
kemandirian daerah otonom,dan karenanya dalam daerah
kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
28 Irawan, Soejito, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
Jakarta : PT Rineka Cipta, 1990, hlm 42
Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina
oleh pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita,
kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan
industry, kawasan perkebunan, kawasan pertambangan,
kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan
pariwisata, dan semacamnya berlaku ketentuan peraturan
daerah otonom.
6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan
peranan dan fungsi badan legislative daerah, baik fungsi
legislative, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran
atas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
7. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah
propinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah
administrasi untuk melaksanakan kewenangan
pemerintahan tertentu yang diserahkan kepada Gubernur
sebagai wakil pemerintah.
8. Asas tugas pembantuan diberikan dari pemerintah kepada
daerah serta dari pemerintah dan daerah kepada desa.
C. Teori Kewenangan
Menurut Kamus Praktis Bahasa Indonesia yang disusun oleh A.A Waskito, kata kewenangan memiliki arti hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu. Istilah kewenangan tidak dapat disamakan dengan istilah urusan karena kewenangan dapat diartikan sebagai hak dan atau kewajiban untuk menjalankan satu atau beberapa fungsi manajemen (pengaturan, perencanaan,
pengorganisasian, pengurusan dan pengawasan) atas suatu objek tertentu yang ditangani oleh pemerintahan.29
Cheema dan Rondinelli dalam buku Decentralization in
Developing Countries : A Review of Recent Experience yang dikutip
oleh Aggussalim mengatakan bahwa kewenangan lebih tepat
diartikan dengan authority sedangkan Hans Antlov dalam bukunya
Federation of Intent in Indonesia 1945-1949 menggunakan istilah
power.
C.1 Kategori Pendelegasian Kewenangan
Sumber kekuasasaan dan wewenang bagi Pemerintah adalah
peraturan perundang-undangan. Kekuasaan dan kewenangan pemerintah
yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, baik pada
pemerintahan pusat maupun daerah dapat diperoleh melalui atribusi,
delegasi dan mandat. Pembentuk undang-undang menentukan suatu organ
pemerintahan berikut wewenangnya baik kepada organ yang sudah ada
maupun yang baru dibentuk. Secara teoritik, kewenangan yang
bersumber dari peraturan perundang-undangan terdiri dari tiga bentuk
yaitu pelimpahan kewenangan dengan atribusi, pelimpahan kewenangan
dengan delegasi dan pelimpahan kewenangan dengan mandat.
1. Teori Pendelegasian Kewenangan dengan Atribusi
Atribusi atau attributie mengandung arti pembagian. Atribusi digambarkan sebagai pemberian kewenangan kepada suatu organ lain yang menjalankan kewenangan itu atas nama dan menurut pendapatnya sendiri tanpa ditunjuk untuk
29 Agussalim, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Bogor : Ghalia
Indonesia, 2007, hlm 95
menjalankan kewenangannya itu. Atribusi kewenangan itu terjadi apabila pendelegasian kekuasaan itu didasarkan pada amanat suatu konstitusi dan dituangkan dalam suatu peraturan pemerintah tetapi tidak di dahului oleh suatu pasal untuk diatur lebih lanjut.30
Menurut H.D Van Wijk yang dikutip oleh Aggussalim menyatakan bahwa kekuasaan atau kewenangan pemerintah bersumber dari Originale legislator yang diartikan sebagai kekuasaan atau kewenangan yang bersumber daripada pembuat undang-undang asli dan Delegated legislator yang diartikan sebagai pemberi dan pelimpahan kekuasaan atau kewenangan dari suatu organ pemerintahan kepada pihak lain untuk mengambil keputusan atas tanggung jawab sendiri 31
2. Teori Pendelegasian Kewenangan dengan Delegasi
Delegasi mengandung arti penyerahan wewenang dari
pejabat yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah.
Penyerahan ini tidak bisa dilakukan tanpa adanya kekuatan
hukum seperti undang-undang atau peraturan hukum lainnya.
Dengan adanya delegasi maka ada penyerahan wewenang dari
badan pemerintahan atau pejabat pemerintahan yang satu ke
badan atau pejabat yang lainnya yang lebih rendah
kedudukannya. Dalam delegasi selalu dituntut adanya dasar
hukum pemberian delegasi karena untuk menarik kembali
delegasi yang telah didelegasikan juga diperlukan peraturan
perundang-undangan yang sama seperti pemberian delegasi itu
ada.
Delegasi adalah penyerahan kewenangan oleh organ yang hingga saat itu ditunjuk untuk menjalankannya kepada satu organ lain yang sejak saat itu menjalankan kewenangan yang
30 Agussalim, Opcit hlm. 102 31 Loc.cit
didelegasikan atas namanya dan menurut pendapatnya sendiri. Atribusi merupakan pemberian kewenangan kepada suatu organ lain yang menjalankannya sebagai pemberian kewenangan kepada suatu organ lain yang menjalankan kewenangan-kewenangan itu atas nama dan menurut pendapatnya sendiri sedangkan dalam delegasi terjadi penyerahan kewenangan dari pihak yang sendiri memang telah ditunjuk untuk menjalannkan kewenangan itu sedangkan pada atribusi terjadi pemberian kewenangan dari pihak sendiri yang tanpa di tunjuk untuk menjalankan kewenangan itu.32
3. Teori Pendelegasian Kewenangan dengan Mandat
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, mandat memiliki arti perintah dan tugas yang diberikan oleh pihak atasan. Menurut Heinrich yang dikutip dalam buku Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum menyatakan bahwa mandat dapat berupa opdracht (suruhan) pada suatu alat perlengkapan (organ) untuk melaksanakan kompetensinya sendiri maupun tindakan hukum oleh pemegang suatu wewenang memberikan kuasa penuh (volmacht) kepada sesuatu subjek lain untuk melaksanakan kompetensi nama si pemberi mandat. Jadi si penerima mandat bertindak atas nama orang lain.33
Pada mandat, tidak ada penciptaan atau penyerahan
wewenang. Ciri pokok mandat adalah suatu bentuk perwakilan. Mandataris berbuat atas nama yang diwakili. Hanya saja pada mandat, pemberi mandat tetap berwenang untuk menangani sendiri wewenangnya bila ia menginginkannya. Pemberi mandat juga dapat memberi segala petujuk kepada mandataris yang dianggap perlu. Pemberi mandat bertanggung jawab sepenuhnya atas keputusan yang diambil berdasarkan mandat sehingga secara yuridis-formal bahwa mandataris pada dasarnya bukan orang lain dari mandans. Selain kepada pegawai bawahan, mandat dapat pula diberikan kepada organ atau pegawai bawahan sesuai ketentuan hukum yang mengaturnya.34
C.2 Kriteria Pendelegasian Kewenangan
32 Ibid, hlm. 106 33 Loc.cit 34 Ibid, hlm. 107
Untuk menghindari terjadinya kegagalan kebijakan mengenai
pelimpahan kewenangan, maka beberapa kriteria dibawah ini perlu
dipertimbangkan secara seksama:
a. Dilihat dari lokus dan kepentingannya, kewenangan tersebut lebih banyak dioperasionalisasikan di Kecamatan sehingga berhubungan erat dengan kepentingan strategis Kecamatan yang bersangkutan. Contoh: penanganan penyakit masyarakat seperti perjudian, PSK, dan lain-lain
b. Dilihat dari fungsi administratifnya, kewenangan tersebut lebih bersifat rowing (pelaksanaan) dari pada steering (pengaturan), sehingga kurang tepat jika terdapat campur tangan dari pemerintah Kabupaten/Kota. Contoh: pemberian ijin IMB (untuk luas tertentu), administrasi kependudukan, dan lain-lain.
c. Dilihat dari kebutuhan dasar masyarakat, kewenangan tadi benar-benar dibutuhkan secara mendesak oleh masyarakat setempat. Contoh: pelayanan sampah dan kebersihan, sanitasi dan kebutuhan air bersih, pendidikan dasar khususnya yang berkaitan dengan pemberantasan 3 B (Buta huruf, Buta aksara, dan Buta pendidikan dasar), dan lain-lain.
d. Dilihat dari efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, suatu kewenangan hampir tidak mungkin dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota karena alasan keterbatasan sumber daya. Contoh: perbaikan dan pemeliharaan jalan-jalan dan jembatan perintis, pelayanan penyuluhan pertanian / KB, dan lain-lain.
e. Dilihat dari penggunaan teknologi, suatu kewenangan tidak membutuhkan pemakaian teknologi tinggi atau menengah.
Contoh: pembinaan usaha kecil dan rumah tangga (small and micro business), dan lain-lain.
f. Dilihat dari kapasitas, kecamatan memiliki kemampuan yang memadai untuk melaksanakan kewenangan tersebut, baik dari aspek SDM, keuangan, maupun sarana dan prasarana.35
D. Teori Tentang Perizinan
35 http://www.geocities.ws/mas_tri/pelimpahan_kewenangan.pdf, diunduh pada
tanggal 3 Maret 2011
Salah satu bentuk dari kewenangan yang dimiliki oleh Daerah
adalah perizinan yang bertujuan untuk mengendalikan setiap perilaku atau
kegiatan yang dilakukan oleh individu atau golongan. Pengendalian
melalui perizinan merupakan pengendalian yang bersifat preventif yang
merupakan usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan terhadap norma dan nilai sosial yang berlaku di masyarakat
dan dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan dengan maksud untuk
melakukan pencegahan sedini mungkin guna menghindari kemungkinan
terjadinya tindakan penyimpangan.
D.1 Pengertian Perizinan
Izin adalah perangkat hukum administrasi yang digunakan
pemerintah untuk mengendalikan warganya agar berjalan dengan teratur.
Menurut Sjachran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara
bersegi satu yang menghasilkan peraturan dalam hal konkreto berdasarkan
persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.36 Menurut Ateng Syarifudin, izin
bertujuan dan berarti menghilangkan halangan dimana hal yang dilarang
menjadi boleh. Penolakan atas permohonan izin memerlukan perumusan
limitatif.37
36 Sjachran Basah, Pencabutan Izin Sebagai Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi Negara, Surabaya : FH UNAIR, 1995, hlm 4.
37 Juniarso Ridwan, Opcit hlm 92
D.2 Jenis dan Macam Perizinan
Kewenangan administrasi negara dalam menjalankan pemerintahan
diperoleh melalui atribusi, mandat serta delegasi. Dalam prakteknya,
ketiga hal itu dilaksanakan secara kombinasi karena bertalian dengan azas
desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Sejalan dengan
diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dimana daerah diberi kekuasaan atau wewenang
mengatur rumah tangganya sendiri dan dengan demikian mau tidak mau
pemerintah daerah harus membiayai pengeluaraanya dengan menggunakan
pendapatan daerahnya karena pemerintah pusat tidak mungkin
menanggung seluruh pengeluaran daerah yang ada. Dengan adanya
kondisi tersebut maka pemerintah daerah memberlakukan suatu ketentuan
tentang perizinan yang dapat menambah pendapatan daerahnya serta untuk
menjalankan tertib administrasi. Izin yang dapat diberlakukan oleh
pemerintahan daerah yaitu :
a. Izin Lokasi.
b. Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT).
c. Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
d. Izin Gangguan (HO).
e. Surat Izin Usaha Kepariwisataan (SUIK).
f. Izin Reklame.
g. Izin Pemakaian Tahan dan Bangunan Milik/dikuasai
Pemerintah.
h. Izin Trayek.
i. Izin Penggunanan Trotoar.
j. Izin Pembuatan Jalam Masuk Pekarangan.
k. Izin Penggalian Damija (Daerah Milik Jalan).
l. Izin Pematangan Tanah.
m. Izin Pembuatan Jalan Didalam Kompleks Perumahan,
Pertokoan dan sejenisnya.
n. Izin Pemanfaatan Titik Tiang Pancang Reklame, Jembatan
Penyebrangan Orang dan sejenisnya.
o. Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
p. Izin Usaha Perdagangan.
q. Izin Usaha Industri/Tanda Daftar Industri.
r. Tanda Daftar Gedung.
s. Izin Pengambilan Air Permukaan.
t. Izin Pembuangan Air Buangan ke Sumber Air.
u. Izin Perubahan Alur, Bentuk, dimensi dan Kemiringan dasar
saluran/sungai.
v. Izin perubahan atau pembuatan bagunan dan jaringan
pengairan serta penguatan tanggul yang dibangun oleh
masyarakat.
w. Izin pembangunan lintasan yang berada dibawah/diatasnya.
x. Izin pemaanfaatan bangunan pengairan dan lahan pada daerah
sempadan saluran/sungai.
y. Izin pemanfaatan lahan mata air dan lahan pengairan lainnya.
E. BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN
KABUPATEN BANYUMAS
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten
Banyumas adalah Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan yang
dimiliki oleh Kabupaten Banyumas yang bertugas menyusun dan
melaksanakan kebijakan teknis operasional urusan pemerintahan daerah
bidang penanaman modal dan pelayanan perizinan berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan serta menyelenggarakan penerbitan
perizinan dan non perizinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Badan ini dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang dibantu oleh
Sekretariat, Bidang Promosi dan Kerjasama, Bidang Perizinan, Bidang
Pengembangan dan Pengendalian, UPT dan Kelompok Jabatan
Fungsional.
Fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
(BPMPP) menurut Peraturan Bupati Banyumas Nomor 27 Tahun 2007
pasal 2 ayat (2) tentang Penjabaran Tugas, Fungsi Dan Tata Kerja Badan
Penanaman Modal Dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas yaitu:
a. Perumusan kebijakan teknis bidang penanaman modal dan pelayanan perizinan;
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang penanaman modal pelayanan perizinan;
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang penanaman modal
dan pelayanan perizinan;
d. Pendokumentasian penerbitan dokumen perizinan dan non
perizinan;
e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu metode pendekatan yang menggunakan konsep legal positif. Berdasarkan konsep ini, hukum dipandang identik dengan norma-norma tertulis, yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang dan meninjau hukum sebagai suatu sistem normatif yang otonom, mandiri, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat nyata 38.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan
kaidah-kaidah atau norma dalam hukum positif.39 Dalam tipe penelitian
38 Soemitro, Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta :
Alumni, 1988, hlm 13-14. 39 Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang :
Banyumedia, 2005, Hlm. 295.
ini, peneliti akan menggunakan beberapa pendekatan masalah meliputi
pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan
analitis (Analytical Approach).
1. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)
Pendekatan perundang-undangan dapat dijabarkan sebagai
berikut :
Suatu pendekatan normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Peneliti melihat hukum sebagai sistem tertutup yang memiliki sifat-sifat comprehensive, all inclusive, systematic.40
Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan
dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adalah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dan undang-undang dasar atau antara regulasi dan undang-undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi.41
2. Pendekatan Analitis (Analytical Approach)
Pendekatan analitis dapat dijabarkan sebagai berikut :
Maksud utama analisis terhadap bahan hukum adalah mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik dan putusan-putusan hukum.42
Peneliti menggunakan kedua model pendekatan tersebut
karena kedua model pendekatan tersebut dapat digunakan
40 Ibid. Hal. 302 – 303. 41 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana. 2010. Hlm. 23. 42 Johny Ibrahim, Op.cit, halaman 310.
sebagai pisau analisis yang dapat digunakan peneliti untuk
mengetahui dan menganalisis mengenai pendelegasian
kewenangan yang diberikan Bupati Banyumas kepada Kepala
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten
Banyumas.
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah menggunakan
spesifikasi penelitian deskriptif , yaitu suatu penelitian yang
menggambarkan keadaan atau gejala dari obyek yang diteliti dengan
keyakinan-keyakinan tertentu yang didasarkan atas peraturan perundang-
undangan yang ada, dan kemudian mengambil kesimpulan dari bahan-
bahan tentang obyek masalah yang akan diteliti dengan keyakinan-
keyakinan tertentu.
C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini bertempat di Badan Penanaman Modal dan
Perizianan Banyumas.
D. Jenis Bahan Hukum
Pada penelitian normatif, bahan pustaka merupakan data dasar
dimana dalam penelitian ini penulis mengumpulkan bahan primer, bahan
sekunder, dan bahan hukum tersier yang merupakan data sekunder.43
Selain itu juga ada wawancara dengan Badan Penanaman Modal dan
43 Soerdjono, Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta : PT. Rajagrafindo,
2007, hlm 37.
Pelayan Perizinan untuk mendapatkan informasi yang akan diteliti. Dalam
hal ini data sekunder dibagi menjadi tiga bagian, yakni:
a. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang terdiri atas
peraturan perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki
Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang (UU) atau Peraturan
Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Pemerintah (PP),
Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah (Perda).
Bahan hukum primer yang digunakan dalam skripsi ini
adalah Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang Nomor 1
Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite
Nasional Daerah, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang
Undang-undang Pokok Tentang Pemerintahan Daerah, Undang-
undang Nomor 1 tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan
Daerah, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-
pokok Pemerintahan Di Daerah, Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 5 Tahun
1974 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 9
Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-
undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal,
Peraturan Presiden Nomor 27 tahun 2009 tentang Pelayanan
Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, Peraturan
Daerah Banyumas Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan
dan Investasi Kabupaten Banyumas, Peraturan Daerah Nomor 12
Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis
Daerah Kabupaten Banyumas, Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun
2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah
Kabupaten Banyumas, Peraturan Bupati Nomor 23 Tahun 2006
tentang Uraian Tugas, Pokok dan Fungsi pada Kantor Pelayanan
Perizinan dan Investasi Kabupaten Banyumas, Peraturan Bupati
Nomor 52 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas, Fungsi dan Tata
Kerja Badan Penanaman Modal Kabupaten Banyumas, Peraturan
Bupati Nomor 27 Tahun 2010 tentang Penjabaran Tugas, Fungsi
dan Tata Kerja Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
Kabupaten Banyumas serta Peraturan Bupati Nomor 10 tahun 2010
tentang Pendelegasian Kewenangan Perizinan Kepada Kepala
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten
Banyumas.
b. Bahan hukum sekunder, yakni bahan hukum yang terdiri atas buku-
buku teks (textbook) yang ditulis para ahli hukum yang
berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, kasus-kasus hukum,
yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutkhir yang berkaitan
denga topik penelitian.
c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan
petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-
lain.44
E. Metode Pengumpulan Bahan Hukum
Dalam penelitian ini data sekunder yang akan digunakan
dikumpulkan dengan menggunakan metode kepustakaan dan dokumenter.
1. Metode Kepustakaan adalah suatu cara pengumpulan data dengan melakukan penelusuran terhadap bahan pustaka (literatur, perundang-undangan, hasil penelitian, majalah ilmiah, buletin ilmiah, jurnal ilmiah, dsb.)
2. Metode Dokumenter adalah suatu cara pengumpulan bahan dengan menelaah terhadap dokumen-dokumen pemerintah maupun non-pemerintah (putusan pengadilan, perjanjian, surat keputusan, memo, konsep pidato, buku harian, foto, risalah rapat, laporan-laporan, mass media, internet, pengumuman, intruksi, aturan suatu instansi, publikasi, arsip-arsip ilmiah, dsb.)45
Metode pengumpulan bahan ini tersebut dapat dilakukan terhadap bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang berhubungan dengan obyek yang diteliti, kemudian dihubungkan bahan hukum satu dengan yang lainnya sesuai dengan pokok permasalahan sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh (comprehensive), all inclusive, dan systematic. Metode pengumpulan bahan hukum tersebut menggunakan sistem kartu, dimana bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas kemudian dipaparkan, disistematisasikan kemudian dianalisis guna menginterpretasikan hukum yang berlaku.46
F. Metode Pengolahan Bahan Hukum
44 Soerdjono, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press 1981,
hlm 296. 45 Tedi Sudrajat, Mata Kuliah Metodologi Penelitian dan Penulisan Hukum
(MPPH), (Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman), Purwokerto, 2010. Hlm. 12. 46 Loc.cit
Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang telah diperoleh
kemudian diinventarisir dan diklasifikasikan menurut relevansinya
terhadap permasalahan yang akan diteliti, kemudian dikaji, dibahas,
dipaparkan dan disusun secara sistematis yang pada akhirnya dianalisis.
G. Metode Penyajian Bahan Hukum
Deskriptif analitis diuraikan atau disajikan secara sistematis.
Untuk bahan hukum sekunder akan disajikan sesuai dengan kebutuhan
analisis namun tidak menghilangkan maksud yang terkandung dalam
bahan hukum tersebut. Penyajian bahan ini dapat ditempatkan pada
seluruh bab maupun sub bab pada karya tulis ini sesuai dengan
relevansinya pada hal yang sedang dibicarakan.
H. Metode Analisis Bahan Hukum
Bahan hukum yang telah diperoleh dan diinventarisir melalui
analisis kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan
merangkai bahan hukum yang telah dikumpulkan dan disusun secara
sistematis yang akhirnya akan ditarik kesimpulan pada karya tulis ini.
Analisis bahan hukum yang digunakan dalam karya tulis ini menggunakan
metode sistematis atau dogmatis dimana adanya peraturan hukum yang
saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya yang berhubungan erat
dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.
Interpretasi sistematis adalah interpretasi dengan melihat kepada hubungan diantara aturan dalam suatu undang-undang yang saling bergantung. Disamping itu, juga harus dilihat bahwa hubungan itu tidak bersifat teknis melainkan juga harus dilihat asas yang melandasinya. Landasan pemikiran interpretasi sistematis adalah undang-undang
merupakan satu kesatuan dan tidak satupun ketentuan di dalam undang-undang merupakan aturan yang berdiri sendiri.47
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
A. HASIL PENELITIAN
A. Hirarki Kepegawaian di Kabupaten Banyumas
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, kata hirarki berarti susunan
pemerintahan atau organisasi dan sebagainya yang dilakukan oleh pejabat-
pejabat yang bertingkat-tingkat pangkat dan kedudukannya. Pengertian
kepegawaian menurut Penjelasan Umum dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian adalah segala hal-hal
mengenai kedudukan, kewajiban, hak, dan pembinaan pegawai negeri.
Dapat disimpulkan bahwa hirarkis kepegawaian adalah susunan
pemerintahan mengenai kedudukan, kewajiban, hak dan pembinaan pegawai
negeri. Di dalam organisasi tentu ada hirarki kepegawaian yang sering
disebut juga susunan organisasi. Begitu juga dengan Kabupaten Banyumas
yang mempunyai struktur organisasi tersendiri. Kabupaten Banyumas
47 Peter, Mahmud, Op.cit hlm 112
dipimpin oleh Bupati yang dibantu oleh Wakil Bupati, Staf Ahli, Sekretariat
Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Lembaga lainnya.
Berikut ini adalah Bagan Struktur Organisasi Pemerintahan Daerah
Banyumas :
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN BANYUMAS
BUPATI
WAKIL BUPATI
STAF AHLI
LEMBAGA LAIN SEKRETARIAT
DPRD
SEKRETARIAT DAERAH
DPRD
DINAS DAERAH
UPT KECAMATAN UPT
LEMBAGA TEKNIS
DAERAH
KELURAHAN
KETERANGAN :
Garis Komando
Garis Koordinasi
Garis Pertanggungjawaban
Bagan 1
Struktur Organisasi Pemerintahan Daerah Kabupaten Banyumas
Sumber : Bagian Organisasi Kabupaten Banyumas
Dalam menjalankan kewenangannya Bupati Banyumas dibantu
oleh Perangkat Daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat
DPRD, Staf Ahli, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan
Kelurahan. Menurut pasal 3 ayat (1) Peraturan Daerah Banyumas Nomor 25
Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan
Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Banyumas,
Sekretariat Daerah merupakan unsur staf yang dipimpin oleh Sekertaris
Daerah yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati.
Sekretariat Daerah mempunyai tugas dan kewajiban untuk membantu
Bupati dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan Sekretariat
DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Satpol PP, Lembanga Lain,
Kecamatan dan Kelurahan. Sekretariat Daerah Kabupaten Banyumas terdiri
dari :
1. Sekertaris Daerah.
2. Asisten Pemerintahan.
3. Asisten Ekonomi, Pembangunan Dan Kesejahteraan
Rakyat.
4. Asisten Administrasi Umum.
5. Bagian Tata Pemerintahan.
6. Bagian Hukum.
7. Bagian Humas.
8. Bagian Pertanahan.
9. Bagian Perekonomian.
10. Bagian Kesehatan Rakyat.
11. Bagian Keuangan.
12. Bagian Organisasi.
13. Bagian Umum.
Sekretariat DPRD merupakan unsur pelayanan terhadap DPRD
yang dipimpin oleh Sekertaris DPRD yang secara teknis operasional
berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Pimpinan DPRD dan
secara administratif bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretariat
Daerah. Sekretariat DPRD mempunyai tugas menyelenggarakan
administrasi kesekretariatan, administrasi keuangan, mendukung
pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD dan menyediakan serta
mengkoordinasikan tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD sesuai dengan
kemampuan keuangan daerah. Sekretariat DPRD terdiri dari :
1. Sekertaris DPRD.
2. Bagian Persidangan.
3. Bagian Pengkajian dan Perundang-undangan.
4. Bagian Umum.
5. Kelompok Jabatan Fungsional.
Staf Ahli mempunyai tugas memberikan telaah mengenai masalah
pemerintahan dan bertanggung jawab langsung kepada Bupati. Staf Ahli
terdiri atas :
1. Staf Ahli Bupati Bidang Hukum dan Politik
2. Staf Ahli Bupati Bidang Pemerintahan
3. Staf Ahli Bupati Bidang Pembangunan
4. Staf Ahli Bupati Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya
Manusia
5. Staf Ahli Bupati Bidang Ekonomi dan Keuangan
Selain dibantu oleh Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD dan Staf
Ahli, Bupati Banyumas juga dibantu oleh Dinas Daerah serta Lembaga
Teknis Daerah dimana kedua lembaga ini berada dibawah komando
langsung Bupati Banyumas tetapi tidak bertanggung jawab langsung pada
Bupati Banyumas. Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah bertanggung
jawab kepada Bupati Banyumas melalui Sekretariat Daerah. Dinas Daerah
Banyumas terdiri atas :
1. Dinas Pendidikan
2. Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata
3. Dinas Kesehatan
4. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi
5. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
6. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
7. Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga
8. Dinas Cipta Karya, Kebersihan dan Tata Ruang
9. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi
10. Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan
11. Dinas Peternakan dan Perikanan
12. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral
13. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.
Lembaga Teknis Daerah terdiri atas :
1. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
2. Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan
Masyarakat
3. Badan Lingkungan Hidup
4. Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
5. Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga
Berencana
6. Badan Kepegawaian Daerah
7. Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan,
Kehutanan dan Ketahanan Pangan
8. Inspektorat
9. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah
10. Kantor Pendidikan dan Pelatihan
11. Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas
12. Rumah Sakit Umum Daerah Ajibarang
B. Sejarah Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten
Banyumas
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten
Banyumas merupakan Badan yang menangani proses perizinan di
Kabupaten Banyumas. Badan ini mempunyai tugas menyusun dan
melaksanakan kebijakan teknis operasional urusan pemerintahan daerah
bidang penanaman modal dan pelayanan perizinan berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan serta menyelenggarakan penerbitan
perizinan dan non perizinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan merupakan
badan yang sebelumnya bernama Kantor Pelayanan Perizinan Satu Atap
atau yang lebih dikenal dengan KPPSA yang kemudian pada tahun 2004
berubah menjadi Kantor Pelayanan Perizinan dan Investasi atau KPPI sesuai
dengan Peraturan Daerah Banyumas Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan
Perizinan dan Investasi Kabupaten Banyumas dan Peraturan Bupati Nomor
23 Tahun 2006 tentang Uraian Tugas, Pokok dan Fungsi pada Kantor
Pelayanan Perizinan dan Investasi Kabupaten Banyumas.
Pada tahun 2008, Kantor Pelayanan Perizinan dan Investasi (KPPI)
dirubah menjadi Badan Penanaman Modal melalui Peraturan Daerah Nomor
12 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah
Kabupaten Banyumas dan Peraturan Bupati Nomor 52 tentang Penjabaran
Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Badan Penanaman Modal Kabupaten
Banyumas. Tahun 2008 dimana Badan Penanaman Modal merupakan
Badan yang berada dibawah naungan Bupati dan merupakan sub atau bagian
dari Lembaga Teknis Daerah. Tugas Badan Penanaman Modal menurut
pasal 10 Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2008 adalah melaksanakan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang penanaman modal.
Pada tahun 2009 Badan Penanaman Modal dirubah menjadi Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan semenjak adanya Peraturan
Daerah Nomor 27 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga
Teknis Daerah Kabupaten Banyumas dan Peraturan Bupati Nomor 27
Tahun 2010 tentang Penjabaran Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas.
Perbedaan yang mendasar antara Kantor Pelayanan Perizinan Satu
Atap yang berubah menjadi Kantor Pelayanan Perizinan dan Investasi
kemudian berubah menjadi Badan Penanaman Modal yang kemudian
berubah lagi menjadi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
yaitu adanya delegasi atau pendelegasian kewenangan perizinan dari Bupati
Banyumas ke Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
dimana setiap keputusan perizinan yang tadinya ditandatangani oleh Bupati
Banyumas diserahkan kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Perizinan sehingga yang berwenang menandatangani keputusan
perizinan adalah Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
atas nama Bupati Banyumas. Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Perizinan Kabupaten Banyumas tidak lagi dapat memungut pajak reklame
yang sebelumnya dipungut oleh Badan Penanaman Modal karena tugas
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan hanya sebatas
menyelenggarakan izin saja baik menerima izin ataupun menolak izin yang
di ajukan oleh masyarakat.
C. VISI dan MISI Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
Kabupaten Banyumas.
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten
Banyumas memiliki visi dan misi tersendiri dalam menjalankan tugas serta
fungsinya dalam melayani perizinan. Visi Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Perizinan adalah terwujudnya pelayanan prima untuk mendukung
iklim dan daya tarik penanaman modal di Kabupaten Banyumas sedangkan
Misi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten
Banyumas adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Aparatur yang
profesional dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan yang sederhana, cepat,
transparan dan berkepastian hukum.
3. Mendorong peningkatan penanaman modal di Kabupaten
Banyumas.
D. Struktur Organisasi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Perizinan Kabupaten Banyumas
Struktur Organisasi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Perizinan Kabupaten Banyumas menurut Peraturan Bupati Nomor 10 Tahun
2010 tentang Pendelegasian Kewenangan Perizinan Kepada Kepala Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas adalah
sebagai berikut :
a. Kepala Badan.
b. Sekretariat, terdiri dari :
1. Subbagian Program;
2. Subbagian Umum dan Kepegawaian;
3. Subbagian Keuangan.
c. Bidang Perencananan dan Pengembangan Penanaman Modal,
terdiri dari:
1. Subbidang Perencanaan;
2. Subbidang Pengembangan.
d. Bidang Promosi dan Kerjasama Penanaman Modal, terdiri dari
:
1. Subbidang Promosi;
2. Subbidang Kerjasama.
e. Bidang Pelayanan Perizinan, terdiri dari :
1. Subbidang Perizinan PU dan Perindag;
2. Subbidang Aneka Izin.
f. Unit Pelaksana Teknis Badan.
g. Kelompok Jabatan Fungsional.
E. Tugas dan Fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
Kabupaten Banyumas
Tugas dari tiap-tiap bagian dari Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Perizinan menurut Peraturan Bupati Nomor 27 Tahun 2010
tentang Penjabaran Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Badan Penanaman Modal
dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas, adalah sebagai berikut :
a. Kepala Badan bertugas memimpin penyelenggaraan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan teknis urusan
pemerintahan daerah bidang penanaman modal dan pelayanan
perizinan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
wajib melakukan penyelenggaraan pelayanan terpadu satu
pintu yang mencangkup :
1. Pelayanan atas permohonan perizinan dan non
perizinan yang dilakukan oleh Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Perizinan.
2. Percepatan waktu proses penyelesaian pelayanan
tidak melebihi standar waktu yang telah ditetapkan
dalam peraturan daerah.
3. Kepastian biaya pelayanan tidak melebihi dari
ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan
daerah.
4. Kejelasan prosedur pelayanan dapat ditelusuri dan
diketahui setiap tahapan proses pemberian
perizinan dan non perizinan sesuai dengan urutan
prosedurnya.
5. Pengurangan berkas kelengkapan permohonan
perizinan yang sama untuk dua atau lebih
permohonan perizinan.
6. Pengusulan pengurangan, keringanan maupun
pembebasan retribusi perizinan bagi usaha mikro
kecil menengah (UMKM) yang ingin memulai
usaha baru sesuai dengan peraturan yang berlaku.
7. Pemberian hak kepada masyarakat untuk
memperoleh informasi dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan pelayanan
b. Sekretaris Badan bertugas mengkoordinasikan
penyelenggaraan kegiatan penyusunan rencana strategis,
program dan kegiatan serta monitoring dan evaluasi kegiatan
badan, pelayanan administrasi keuangan, dalam rangka
penyelarasan dengan tujuan organisasi, administrasi surat-
menyurat dan kearsipan, perpustakaan, kehumasan,
keprotokolan, kepegawaian, serta perlengkapan dan
kerumahtanggaan guna terwujudnya sinkronisasi dalam
menunjang pelaksanaan tugas Badan.
c. Kepala Subbagian Bina Program mempunyai tugas
menyelenggarakan kegiatan penyusunan rencana strategis,
program dan kegiatan serta monitoring dan evaluasi kegiatan
badan dalam rangka penyelarasan dengan tujuan organisasi.
d. Kepala Subbagian Keuangan mempunyai tugas
menyelenggarakan pelayanan administrasi keuangan
mendasarkan ketentuan yang berlaku guna memperlancar
ketersediaan dan tertib administrasi keuangan Badan.
e. Kepala Subbagian Umum mempunyai tugas
menyelenggarakan kegiatan administrasi surat-menyurat dan
kearsipan, perpustakaan, kehumasan, keprotokolan,
kepegawaian, serta perlengkapan dan kerumahtanggaan guna
kelancaran tugas urusan umum.
f. Kepala Bidang Promosi dan Kerjasama mempunyai tugas
melaksanakan pengkoordinasian penyiapan bahan perumusan
kebijakan teknis, bahan perumusan materi fasilitasi, bimbingan
teknis, advokasi, supervisi dan konsultasi serta
pengoordinasian penyelenggaraan, evaluasi, pembinaan, dan
pengawasan yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan
promosi dan kerjasama penanaman modal guna terwujudnya
iklim/peluang investasi yang baik.
g. Kepala Subbidang Promosi mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, bahan fasilitasi,
sosialisasi, bimbingan teknis, advokasi,supervisi dan konsultasi
serta pelaksanaan penyelenggaraan, evaluasi, pembinaan
danpengawasan kegiatan yang berkaitan dengan promosi
penanaman modal gunatercapainya target penanaman modal
yang telah ditetapkan dan berkembangnya perekonomian
daerah.
h. Kepala Subbidang Hubungan dan Kerjasama mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan
teknis, bahan fasilitasi, sosialisasi, bimbingan teknis, advokasi,
supervisi dan konsultasi serta pelaksanaan penyelenggaraan,
evaluasi, pembinaan dan pengawasan yang berkaitan dengan
hubungan dan kerjasama penanaman modal guna tercapainya
iklim penanaman modal yang kondusif.
i. Kepala Bidang Perizinan mempunyai tugas melaksanakan
pengkoordinasian penyiapan bahan perumusan kebijakan
teknis, materi fasilitasi, bimbingan teknis, advokasi, supervisi
dan konsultasi serta pengoordinasian penyelenggaraan,
evaluasi, pembinaan, dan pengawasan yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan pelayanan perizinan guna terwujudnya
tertib hukum (legalitas) pelaksanaan penanaman modal sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
j. Kepala Subbidang Pelayanan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis,
bahan fasilitasi, sosialisasi, bimbingan teknis, advokasi,
supervisi dan konsultasi serta pelaksanaan penyelenggaraan,
evaluasi, pembinaan dan pengawasan kegiatan yang berkaitan
dengan pelayanan perizinan mendasarkan ketentuan yang
berlaku guna terwujudnya tertib hukum (legalitas) bagi para
penanam modal.
k. Kepala Subbidang Pemrosesan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis,
bahan fasilitasi, sosialisasi, bimbingan teknis, advokasi,
supervisi dan konsultasi serta pelaksanaan penyelenggaraan,
evaluasi, pembinaan dan pengawasan kegiatan yang berkaitan
dengan pemrosesan izin mendasarkan ketentuan yang berlaku
guna terwujudnya tertib hukum (legalitas) bagi penanam
modal.
l. Kepala Bidang Pengembangan dan Pengendalian
mempunyai tugas melaksanakan pengkoordinasian penyiapan
bahan perumusan kebijakan teknis, bahan perumusan materi
fasilitasi, bimbingan teknis, advokasi, supervisi dan konsultasi
serta pengoordinasian penyelenggaraan, evaluasi, pembinaan,
dan pengawasan yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan
pengembangan dan pengendalian penanaman modal guna
terwujudnya pertumbuhan ekonomi daerah dan tertibnya
pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
m. Kepala Subbidang Pembinaan dan Pengkajian mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan
teknis, bahan fasilitasi, sosialisasi, bimbingan teknis, advokasi,
supervisi dan konsultasi serta pelaksanaan evaluasi, pembinaan
dan pengawasan yang berkaitan dengan pelaksanaan
penanaman modal guna terkendalinya kegiatan usaha/
penanaman modal
n. Kepala Subbidang Informasi dan Pengaduan mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan
teknis, bahan fasilitasi, sosialisasi, bimbingan teknis, advokasi,
supervisi dan konsultasi serta pelaksanaan penyelenggaraan,
evaluasi, pembinaan dan pengawasan yang berkaitan dengan
pemberian informasi data perkembangan penanaman modal,
pemberian izin, regulasi dan pengaduan penyimpangan
penggunaan izin penanaman modal guna terwujudnya citra
daerah yang kondusif terhadap penanaman modal.
Fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan menurut
pasal 2 ayat (2) Peraturan Bupati Nomor 27 Tahun 2010 tentang Penjabaran
Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Perizinan Kabupaten Banyumas adalah sebagai berikut :
a. Perumusan kebijakan teknis bidang penanaman modal dan
pelayanan perizinan.
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum
bidang penanaman modal pelayanan perizinan.
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang penanaman modal
dan pelayanan perizinan.
d. Pendokumentasian penerbitan dokumen perizinan dan non
perizinan.
e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
F. Pendelegasian Kewenangan Perizinan di Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan memperoleh
kewenangan perizinan dari Bupati Banyumas melalui Peraturan Bupati
Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pendelegasian Kewenangan Perizinan
Kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
Kabupaten Banyumas. Peraturan ini dibuat berdasarkan adanya Peraturan
Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di
Badan Penanaman Modal dimana dalam pasal 12 ayat (2) tertulis dengan
jelas bahwa dalam menyelenggarakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di
bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Bupati/Walikota memberikan pendelegasian wewenang pemberian
Perizinan dan Non perizinan di bidang Penanaman Modal yang menjadi
urusan pemerintah kabupaten/kota kepada Kepala Perangkat Daerah di
bidang Penanaman Modal.
Kewenangan Perizinan yang didelegasikan kepada Kepala Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan menurut pasal 2 ayat (1)
Peraturan Bupati Nomor 10 Tahun 2010, meliputi :
a. Izin Tempat Usaha
b. Izin Membangun Bangunan (IMB)
c. Izin Usaha Perdagangan (IUP)
d. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) yang IUP-nya diterbitkan oleh
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
e. Izin Usaha Industri (IUI)
f. Tanda Daftar Industri (TDI)
g. Tanda Daftar Gudang (TDG)
h. Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
i. Izin Penggunaan Lokasi Pedangan Kaki Lima
j. Izin Penggunanaan Tanah Pemerintahan Daerah
k. Izin Usaha Jasa Kontruksi (IUJK)
l. Izin Pemakaian Air Bawah Tanah
m. Izin Usaha Pertambangan
n. Izin Usaha Penggilingan Padi, Huller dan Penyosohan Beras
o. Izin Usaha Salon Kecantikan
p. Izin Usaha Jasa Perjalanan Wisata
q. Izin Usaha Angkutan
r. Izin Reklame
s. Izin Lokasi
t. Izin Usaha Pasar Modern
u. Izin Usaha Rumah Makan
v. Persetujuan Prinsip dan Izin Pendirian Stasiun Pengisian
Bahan Bakar Umum (SPBU)
w. Persetujuan Prinsip dan Izin Usaha Hotel
x. Persetujuan Prinsip dan Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan
Umum yang Izin Tempat Usahanya diterbitkan oleh Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan.
Pendelegasian kewenangan dalam Peraturan Bupati Nomor 10
Tahun 2010 tentang Pendelegasian Kewenangan Perizinan Kepada Kepala
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas
menggunakan pendelegasian wewenang dengan delegasi dimana delegasi
itu berarti penyerahan wewenang dari suatu badan atau pejabat ke badan
atau pejabat yang lainnya dengan berdasarkan pada kekuatan hukum atau
peraturan hukum. Peraturan hukum ini dimaksudkan untuk memberi serta
menarik kembali delegasi apabila dirasakan delegasi itu sudah tidak
diperlukan lagi. Dasar hukum pendelegasian kewenangan perizinan dari
Bupati Banyumas kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Perizinan Kabupaten Banyumas adalah Peraturan Bupati Nomor 10 Tahun
2010 tentang Pendelegasian Kewenangan Perizinan Kepada Kepala Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas.
Dengan adanya pendelegasian wewenang ke Kepala Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas maka
yang berwenang menandatangani keputusan perizinan adalah Kepala
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas
yang terlihat dalam pasal 7 ayat (2) Peraturan Bupati Nomor 10 Tahun
2010 yang berbunyi keputusan pemberian izin atau surat penolakan izin
ditandatangani oleh Kepala BPMPP atas nama Bupati dengan tembusan
kepada Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab melaksanakan
pembinaan teknis.
Pemohon
Alur Mekanisme Pelayanan Perizinan BPMPP Kabupaten Banyumas
Bagan 2
Bagan Pelayanan Perizinan
Sumber : Peraturan Bupati Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pendelegasian
Kewenangan Perizinan Kepada Kepala Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas.
Penyerahan Formulir dan Berkas Permohonan
Pengambilan Berkas Kepada Pemohon
Permohonan Ditolak
Permohonan Diterima
Permohonan Diproses
Penyerahan Surat Lain
Pembayaran Retribusi
Perlu Pemeriksaan Lokasi
Penandatangan Surat Izin
Tidak Perlu Pemeriksaan Lokasi
Layanan Informasi dan Pengambilan Formulir
Prosedur Pelayanan Perizinan pada Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Perizinan meliputi tahap penerimaan permohonan, pemeriksaan
administratif, pemeriksaan teknis, pemberian atau penolakan izin,
pembayaran retribusi dan penyerahan Keputusan Pemberian Izin atau
Surat Penolakan Izin atau Keputusan Pencabutan Izin yang dilakukan
secara terpadu satu pintu. Prosedur pelayanan ini dilakukan untuk satu
jenis perizinan atau perizinan paralel.
Pemeriksaaan Administratif dilaksanakan terhadap berkas
persyaratan yang diajukan sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan oleh
peraturan perundang-undangan. Apabila berkas persyaratan yang diajukan
telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan maka permohonan
diterima dan dilanjutkan dengan pemeriksaan teknis. Pemeriksaan teknis
adalah pemeriksaan atau peninjauan terhadap lokasi guna memeriksa
kesesuaian berkas dengan kenyataan di lapangan atau lokasi, pemeriksaan
terhadap permohonan izin yang diajukan. Setelah pemeriksaan teknis
dilaksanakan maka akan keluar rekomendasi yang menyatakan bahwa izin
tersebut diterma atau ditolak.
Keputusan penolakan atau penerimaan izin ditandatangani oleh
Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan atas nama
Bupati dengan menggunakan kop Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Perizinan (BPMPP) dengan tembusan kepada Sekretaris Daerah dana
Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab melaksanakan
pembinaan teknis. Terhadap surat penolakan izin, pemohon dapat
mengajukan keberatan kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Perizinan dan. Permohonan Banding diajukan kepada Bupati
dan dalam waktu paling lambat 14 hari terhitung sejak tanggal diterimanya
surat keberatan, Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
harus memberikan jawaban tertulis beserta alasannya dalam waktu paling
lambat 14 hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat keberatan, Kepala
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan harus memberikan
jawaban tertulis beserta alasannya kepada pemohon.
Alur Mekanisme Pengaduan pada Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Perizinan
Bagan 3
Bagan Pengaduan
Sumber : Badan Penanaman Modal dan Penanaman Modal dan Pelayanan
Perizinan Kabupaten Banyumas
Masyarakat yang merasa tidak puas atas pelayanan perizinan dapat
melayangkan pengaduannya kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas. Pengaduan dapat diajukan
secara langsung maupun melalui telepon, website atau melalui e-mail.
PEGADUAN
1. Langsung
2. Telepon/HP
3. Website
4. E-mail
LAYANAN PENGADUAN BPMPP
Periksa kebenaran lewat kades/camat pihak yang bersangkutan
TIM PENGADUAN
1. Konfirmasi pihak terkait.
2. Menyusun rekomendasi
3. Monitoring tindak lanjut rekomendasi
4. Menyusun laporan
TERADU
Tidak melaksanakan Rekomendasi
TERADU
Melaksanakan rekomendasi
KEPALA BPMPP
Pemberian teguran atau sanksi
Pengaduan yang diterima oleh Tim Pengaduan Badan Penanaman Modal
dan Pelayanan Perizinan akan diperiksa kebenarannya melalui kades atau
camat dari pihak yang bersangkutan. Tim Pengaduan Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas akan melakukan
tindakan sebagai berikut :
1. Tim Pengaduan akan mengkonfirmasi pihak terkait yaitu
teradu (pengadu) serta camat atau kades yang
bersangkutan.
2. Menyusun rekomendasi yang akan diberikan kepada
teradu (pengadu).
3. Memonitoring serta menindak lanjuti rekomendasi yang
diberikan kepada teradu.
4. Menyusun laporan yang akan diberikan kepada Kepala
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
Kabupaten Banyumas.
Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayan Perizinan Kabupaten
Banyumas dapat memberikan terguran maupun sanksi kepada teradu yang
tidak melaksanakan rekomendasi dari Tim Pengaduan Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas.
Selain mengurus masalah perizinan atau pembuatan izin, Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan juga mengurusi masalah
pembayaran, pengurangan, keringanan serta pembebasan retribusi. Hal ini
bertujuan untuk meringankan beban serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Terhadap pengenaan retribusi, pemohon izin dapat
mengajukan permohonan pengurangan, keringanan maupun pembebasan
retribusi kepada Bupati melalui Kepala Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas. Pemberian pengurangan dan
keringanan dilakukan dengan melihat kemampuan wajib retribusi
sedangkan pembebasan retribusi dilakukan dengan mempertimbangkan
fungsi dari obyek retribusi.
G. Pembinaan, Pengawasan dan Pelaporan Badan Penanaman Modal
dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas.
Sesuai dengan pasal 16 Peraturan Bupati Nomor 10 Tahun 2010,
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan juga bertugas untuk
melakukan pembinaan, pengawasan dan pelaporan. Badan yang bertugas
untuk melaksanakan pembinaan, pengawasan serta pelaporan adalah
Sekretariat Daerah. Sekretariat Daerah mempunyai tugas
mengkoordinasikan perangkat daerah dalam bidang pelayanan publik,
mengkoordinasikan penyusunan produk hukum untuk melaksanakan
pembinaan terpadu satu pintu pada Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Perizinan. Selain itu Sekretariat Daerah juga melakukan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah dibidang lingkungan hidup
untuk melaksanakan pembinaan teknis dalam penyusunan Amdal, UKL
dan UPL. Dalam menjalankan tugasnya, sekretariat daerah menunjuk
perangkat-perangkat daerah untuk melaksanakan pembinaan terhadap
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas.
Pengawasan dilaksanakan oleh perangkat daerah yang mempunyai tugas
melaksanankan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan
daerah.
Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
melaporkan secara tertulis pelaksanaan kegiatan pelayanan perizinan yang
dilaksanakan oleh Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah setiap bulannya paling lambat
tanggal 10 bulan berjalan dengan tembusan kepada perangkat-perangkat
daerah yang bertanggung jawab melaksanakan pembinaan teknis.
Perangkat daerah yang melaksanakan pembinaan teknis kepada
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan dalam melaksanakan
pelayanan perizinan dan non perizinan adalah sebagai berikut :
1. Perangkat daerah yang melaksanakan teknis operasional
urusan pemerintahan subbidang bangunan, gedung dan
lingkungan pada urusan pemerintahan pada bidang pekerjaan
umum serta urusan pemerintahan daerah bidang perumahan
dan bidnag tata ruang melaksanakan pembinaan teknis
pemberian :
a. Izin Membangun Bangunan
b. Izin Usaha Jasa Konstruksi
c. Izin Reklame
2. Perangkat daerah yang melaksanakan teknis operasional
urusan pemerintahan daerah bidang perindustrian dan bidang
perdagangan melaksanakan pembinaan teknis terhadap
pemberian :
a. Izin Usaha Industri
b. Tanda Daftar Industri
c. Izin Tempat Usaha
d. Izin Usaha Perdagangan
e. Tanda Daftar Perusahaan
f. Tanda Daftar Gudang
g. Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
h. Izin Penggunaan Lokasi Pedagang Kaki Lima
i. Izin Usaha Pasar Modern
3. Perangkat daerah yang melaksanakan teknis operasional
urusan pemerintahan bidang pariwisata melaksanakan
pembinaan terhadap pemberian :
a. Persetujuan Prinsip dan Izin Usaha Rekreasi dan
Hiburan Umum
b. Izin Usaha Rumah Makan
c. Persetujuan Prinsip dan Izin Usaha Hotel
d. Izin Usaha Salon Kecantikan
e. Izin Usaha Jasa Perjalanan Wisata
4. Perangkat Daerah yang melaksanakan teknis operasional
urusan pemerintahan subbidang administrasi keuangan daerah
melaksanakan pembinaan teknis pemberian Izin Penggunaan
Tanah Pemerintah Daerah.
5. Perangkat daerah yang melaksanakan teknis operasional
urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral
melaksanakan pembinaan teknis pemberian :
a. Izin Pemakaian Air Bawah Tanah
b. Izin Usaha Pertambangan
c. Persetujuan Prinsip dan Izin Pendirian SPBU
6. Perangkat Daerah yang melaksanakan teknis operasional
urusan pemerintahan bidang pertanian melaksanakan
pembinaan teknis pemberian
a. Izin Penggilingan Padi
b. Huller
c. Penyosohan Beras
7. Perangkat Daerah yang melaksanakan teknis operasional
urusan pemerintahan bidang perhubungan melaksanakan
pembinaan teknis pemberian Izin Usaha Angkutan
Pemberian teknis yang dilakukan oleh perangkat-perangkat daerah
yang sudah disebutkan diatas meliputi :
1. Penetapan target pelayanan perizinan yang menjadi
urusannya.
2. Pendataan potensi obyek perizinan.
3. Pembuatan atau penyusunan petunjuk teknis pelayanan
perizinan.
4. Pengawasan teknis pelayanan perizinan.
5. Evaluasi dan pengendalian pelaksanaan pelayanan
perizinan.
6. Pembinaan teknis kepada petugas yang menangani
pelayanan perizinan.
7. Pengkoordinasian pelaksanaan sosialisasi pelayanan
perizinan.
B. PEMBAHASAN
Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan adanya Pemerintahan
Daerah yang terlihat dari pasal 18 yang berbunyi :
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
(2) Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3) Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota
memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai
kepala pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya,
kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah.
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah
dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah
diatur dalam undang-undang. Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 mengilhami lahirnya
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
dimana dalam Undang-undang ini negara atau pemerintah pusat
memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk mengurus
masalah daerahnya sendiri. Hal ini terlihat dalam pasal 2 Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Daerah mempunyai
wewenang untuk mengurus kepentingan daerah menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan. Wewenang atau urusan yang dapat diurus oleh
Pemerintah Daerah terbagi dua yaitu urusan wajib dan urusan pilihan.
Urusan wajib ialah urusan yang harus diatur atau dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah sedangkan urusan pilihan merupakan urusan yang
dapat dilakukan atau tidak dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Urusan
wajib pemerintahan daerah diatur dalam pasal 14 ayat (1) Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Urusan wajib yang
menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota
merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota yang terdiri dari 15 jenis
urusan. Salah satu yang dapat diurus oleh daerah adalah mengenai
penanaman modal dimana hal ini dapat menambah pemasukan keuangan
daerahnya masing-masing. Adanya Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan keuntungan tersendiri
bagi daerah karena daerah dapat mengelola sumber daya baik sumber daya
alam ataupun sumber daya manusia
Penanaman modal di Indonesia diatur dalam Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dimana Undang-undang
ini mengatur tentang segala bentuk penanaman modal yang ada di
Indonesia baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal
asing. Yang dimaksud penanaman modal dalam pasal 1 ayat (1) Undang-
undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yaitu segala
bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri
maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan
menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik
Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan
menggunakan modal dalam negeri sedangkan Penanaman modal asing
adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah
negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing,
baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang
berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.
Selain itu, Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal juga mengatur tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Pengertian Pelayanan terpadu satu pintu menurut pasal 1 ayat (10)
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah
kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang
mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau
instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang
proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan
tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.
Tujuan pelayanan terpadu satu pintu menurut pasal 26 ayat (1)
Undang-udang Nomor 25 Tahun 2007 adalah membantu penanam modal
dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi
mengenai penanaman modal. Pelayanan terpadu satu pintu dilakukan oleh
lembaga atau instansi yang berwenang di bidang penanaman modal yang
mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau
instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan di tingkat
pusat atau lembaga atau instansi yang berwenang mengeluarkan perizinan
dan nonperizinan di provinsi atau kabupaten/kota.
Alasan pemerintah melaksanakan penyelenggaraan pelayanan
terpadu satu pintu adalah :
a. Perizinan merupakan pelayanan pemerintah yang tidak dapat digantikan oleh pihak swasta.
b. Perizinan merupakan entry point kegiatan usaha. c. Perizinan adalah persyaratan bagi akses terhadap modal. d. Perizinan adalah fungsi awal untuk melakukan kontrol dalam
pembinaan. e. Perizinan menghasilkan PAD dan dapat menambah obyek
pajak. f. Pelayanan perizinan merupakan salah satu cermin kualitas
pelayanan pemerintah kepada masyarakatnya.48
Pada dasarnya penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu
ditujukan untuk menyederhanakan birokrasi penyelenggaraan perizinan
dalam bentuk :
a. Pemangkasan tahapan dan prosedur lintas instansi maupun dalam instansi yang bersangkutan.
b. Pemangkasan biaya. c. Pengurangan jumlah persyaratan. d. Pengurangan jumlah paraf dan tanda tangan yang diperlukan. e. Pengurangan waktu rata-rata pemrosesan perizinan.49
Secara khusus, pelayanan terpadu satu pintu juga didesain untuk
memberikan manfaat-manfaat bagi perbaikan iklim udaha dan tata
pemerintahan yang dapat berwujud sebagai berikut :
a. Manfaat terhadap iklim usaha. Perbaikan iklim usaha dapat ditandai dengan meningkatkan jumlah pelaku usaha. Untuk menghindari dari peningkatan itu
48 Juniarso Ridwan, Op.cit, hlm 190 49 Juniarso Ridwan, Loc.cit
maka dapat diidentifikasi dari jumlah pelaku usaha yang memiliki izin yang kemudian menyebabkan terjadinya perluasan akses pada berbagai sumber daya. Dampak pelayanan terpadu satu pintu yang lainnya adalah terjadinya pengurangan terhadap waktu dan biaya yang dibutuhkan dalam pengurusan izin.
b. Manfaat bagi tata pemerintahan. Melalui pelayanan terpadu satu pintu kerja birokrasi akan semakin efisien dan efektif. Melalui efisiensi ini beban administrasi pemerintahan daerah secara keseluruhan akan berkurang. Secara tidak langsung kemudahan pelayanan perizinan juga berdampak positif terhadap pendapatan daerah. Disamping melayani perizinan, pelayanan terpadu satu pintu juga dijadikan sebagai saluran bagi pemerintah daerah untuk memberikan semua informasi yang dibutuhkan masyarakat. Disisi lain saluran ini juga dapat digunakan oleh masyarakat untuk menyampaikan keluhan dan masukan kepada pemerintah daerah.50
Pelayanan Terpadu Satu Pintu diatur lebih lanjut oleh Peraturan
Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di
Bidang Penanaman Modal. Dalam Undang-undang ini terlihat jelas adanya
pendelegasian kewenangan perizinan yang sebelumnya dimiliki oleh
Guberbur, Bupati dan Walikota kepada Kepala Badan Penanaman Modal
setempat. Berdasarkan pasal 12 ayat (1) peraturan Presiden Nomor 27
Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman
Modal, Bupati memberikan pendelegasian wewenang pemberian perizinan
dan non perizinan di bidang Penanaman Modal yang menjadi urusan
Pemerintah Kabupaten kepada Kepala Perangkat Daerah di bidang
penanaman modal.
50 Juniarso Ridwan, Ibid, hlm 208
Khususnya di wilayah Banyumas, Bupati mendelegasikan
kewenangannya kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Perizinan. Di Banyumas, amanat Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun
2009 dituangkan dalam Peraturan Bupati Nomor 10 Tahun 2010 tentang
Pendelegasian Kewenangan Perizinan Kepada Kepala Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas. Dalam Undang-
undang ini terlihat jelas adanya pendelegasian kewenangan perizinan dari
Bupati Banyumas kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Perizinan Kabupaten Banyumas dimana Bupati Banyumas mendelegasikan
24 (duapuluh empat) perizinan kepada Kepala Badan Penanaman Modal
dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas.
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten
Banyumas merupakan Badan yang menangani proses perizinan di
Kabupaten Banyumas. Badan ini mempunyai tugas menyusun dan
melaksanakan kebijakan teknis operasional urusan pemerintahan daerah
bidang penanaman modal dan pelayanan perizinan berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan serta menyelenggarakan penerbitan
perizinan dan non perizinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten
Banyumas terbentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2009
tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten
Banyumas dan Peraturan Bupati Nomor 27 Tahun 2010 tentang
Penjabaran Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas. Badan ini diketuai oleh Kepala
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan yang bertugas
memimpin penyelenggaraan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan teknis
urusan pemerintahan daerah bidang penanaman modal dan pelayanan
perizinan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Kepala Badan
dibantu oleh Sekretariat, Bidang Promosi dan Kerjasama, Bidang
Perizinan, Bidang Pengembangan dan Pengendalian, UPT dan Kelompok
Jabatan Fungsional.
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan merupakan
badan yang sebelumnya bernama Kantor Pelayanan Perizinan Satu Atap
atau yang lebih dikenal dengan KPPSA yang kemudian pada tahun 2004
berubah menjadi Kantor Pelayanan Perizinan dan Investasi atau KPPI
sesuai dengan Peraturan Daerah Banyumas Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan
Perizinan dan Investasi Kabupaten Banyumas dan Peraturan Bupati Nomor
23 Tahun 2006 tentang Uraian Tugas, Pokok dan Fungsi pada Kantor
Pelayanan Perizinan dan Investasi Kabupaten Banyumas.
Pada tahun 2008, Kantor Pelayanan Perizinan dan Investasi (KPPI)
berubah menjadi Badan Penanaman Modal melalui Peraturan Daerah
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis
Daerah Kabupaten Banyumas dan Peraturan Bupati Nomor 52 Tahun 2008
tentang Penjabaran Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Badan Penanaman
Modal Kabupaten Banyumas dimana Badan Penanaman Modal merupakan
Badan yang berada dibawah naungan Bupati dan merupakan sub atau
bagian dari Lembaga Teknis Daerah. Tugas Badan Penanaman Modal
menurut pasal 10 Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2008 adalah
melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang
penanaman modal. Pada tahun 2009 Badan Penanaman Modal dirubah
menjadi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan semenjak
adanya Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2009 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Banyumas dan Peraturan
Bupati Nomor 27 Tahun 2010 tentang Penjabaran Tugas, Fungsi dan Tata
Kerja Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten
Banyumas.
Pendelegasian kewenangan yang dilakukan oleh Bupati Banyumas
kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
merupakan pendelegasian kewenangan dengan delegasi. Secara teoritik,
kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan
diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi dan mandat.51
Pendelegasian kewenangan dengan atribusi adalah pemberian wewenang
pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan.
Wewenang yang diperoleh secara atribusi bersifat asli yang berasal dari
peraturan perundang-undangan. Organ pemerintahan memperoleh
kewenangan secara langsung dari redaksional pasal tertentu dalam suatu
peraturan perundang-undangan. Penerima wewenang dapat menciptakan
51 Ridwan, HR, Op.cit, hlm 73
wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada dengan
tanggung jawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang
diatribusikan sepenuhnya berada pada penerima wewenang (atributaris).
Pendelegasian kewenangan dengan mandat merupakan pemberian
wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lain untuk mengambil
keputusan atas namanya. Pada mandat, penerima mandat (mandataris)
hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat (mandans).
Tanggung jawab akhir keputusan yang diambil oleh mandataris tetap
berada pada mandans karena pada dasarnya penerima mandat bukan pihak
lain dari pemberi mandat.
Pendelegasian kewenangan dengan delegasi dilakukan oleh pejabat
yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada pejabat lainnya
dan penyerahan dilakukan dengan undang-undang. Penyerahan ini tidak
bisa dilakukan tanpa adanya kekuatan hukum seperti undang-undang atau
peraturan hukum lainnya karena undang-undang atau peraturan hukum
digunakan untuk mencabut kembali delegasi yang telah diberikan. Dengan
adanya delegasi maka ada penyerahan wewenang dari badan pemerintahan
atau pejabat pemerintahan yang satu ke badan atau pejabat yang lainnya.
Dalam delegasi selalu dituntut adanya dasar hukum pemberian delegasi
karena untuk menarik kembali delegasi yang telah didelegasikan juga
diperlukan peraturan perundang-undangan yang sama seperti pemberian
delegasi itu ada.
Delegasi adalah penyerahan atau pelimpahan suatu wewenang
yang telah ada oleh badan atau pejabat yang telah memperoleh wewenang
pemerintahan secara atributif kepada badan atau pejabat lainnya yang akan
melaksanakan wewenang yang telah diserahkan itu sebagai wewenangnya
sendiri. Pada delegasi terjadi penyerahan kewenangan dari pihak yang
memang telah ditunjuk untuk menjalankan kewenangan itu. Ada
pergeseran kompetensi, pelepasan wewenang dari Bupati Banyumas dan
penerimaan suatu wewenang yang diterima oleh Kepala Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas. Bupati Banyumas
yang sebelumnya memiliki kewenangan terhadap pembuatan perizinan
telah memberikan kewenangannya kepada Kepala Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas dan Kepala Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan tidak dapat memperluas
wewenang yang telah ia terima dari Bupati Banyumas.
Tanggung jawab yuridis tidak lagi berada ditangan Bupati
Banyumas tetapi beralih kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Perizinan Kabupaten Bayumas karena tanggung jawab terhadap
wewenang yang telah di delegasikan berada ditangan Kepala Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan selaku delegataris.
Adapun syarat-syarat pemberian delegasi adalah sebagai berikut :
1. Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi (delegans) tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah diserahkan itu kecuali setelah ada pencabutan dengan berpegang pada asas “contra-rius actus”.
2. Delegasi harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan jika ada ketentuan untuk itu dalam peraturan perundang-undangan
3. Delegasi tidak diberikan kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi.
4. Adanya kewajiban pertanggungjawaban dari penerima delegasi (delegataris) kepada delegans.
5. Delegans dapat memberikan instruksi tentang penggunaan wewenang tersebut kepada delegataris.52
BAB V
PENUTUP
52 Juniarso Ridwan, Ibid, hlm 139
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Pendelegasian wewenang perizinan yang dilakukan oleh
Bupati Banyumas kepada Kepala Badan Penanaman Modal
dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas telah sesuai
dengan Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal
khususnya pasal 12 ayat (2) yang berbunyi : Dalam
menyelenggarakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di bidang
Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Bupati/Walikota memberikan pendelegasian wewenang
pemberian Perizinan dan Non perizinan di bidang Penanaman
Modal yang menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota kepada
Kepala Perangkat Daerah di bidang Penanaman Modal.
2. Pendelegasian kewenangan perizinan yang diberikan oleh
Bupati Banyumas kepada Kepala Badan Penanaman Modal
dan Pelayanan Perizinan adalah pemberian wewenang untuk
mengurus perizinan yang semula dipegang oleh Bupati
kemudian diserahkan kepada Kepala Badan Penanaman Modal
dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas. Akan tetapi,
dalam hasil penelitian ditemukan bahwa surat keputusan
perizinan masih menggunakan kata “atas nama” Bupati. Hal
ini tidak sesuai dengan teori delegasi dimana dengan
pemberian delegasi ada pergeseran kompetensi yaitu adanya
pelepasan wewenang dan penerimaan suatu wewenang.
Seharusnya dengan adanya delegasi maka kewenangan yang
dimiliki Bupati beralih sepenuhnya kepada Kepala Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten
Banyumas. Dengan demikian, tanggung jawab yuridis berada
ditangan Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Perizinan Kabupaten Bayumas selaku delegataris.
SARAN
Peraturan Bupati Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pendelegasian
Kewenangan Perizinan Kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas khusunya pasal 1 angka (8)
yang berbunyi : Pendelegasian wewenang adalah penyerahan tugas, hak,
kewajiban dan pertanggungjawaban perizinan dan non perizinan termasuk
penandatangannya atas nama pemberi wewenang dan pasal 7 ayat (2) yang
berbunyi : Keputusan pemberian izin atau surat penolakan izin
ditandatangani oleh Kepala BPMPP atas nama Bupati dengan tembusan
kepada Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab melaksanakan
pembinaan teknis hendaknya dirubah karena tidak sesuai dengan teori
delegasi.
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
Agussalim, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Bogor : Ghalia
Indonesia, 2007
Atmosudirdjo, Prajudi, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Ghalia Indonesia,
1994
Basah, Sjachran., Perlindungan Hukum Terhadap Sikap-Tindak Administrasi
Negara, Bandung : Alumni, 1992
_____________, Pencabutan Izin Sebagai Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi
Negara, Surabaya : FH UNAIR, 1995.
Hadjon, M, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : Gajah
Mada University Press, 1999.
H.R, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta, UII Press, 2003.
Ibrahim, Johny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang :
Banyumedia, 2005.
Marbun, SF, dkk, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara,
Yogyakarta : UII Press, 2001.
Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Yogyakarta :
Liberti, 1996.
Ridwan, Juniarso dan Achamad Sodik., Hukum Adminstrasi Negara dan
Kebijakan Pelayanan Publik, Bandung : Nuansa, 2009
Soejito, Irawan., Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Jakarta :
PT Rineka Cipta, 1990
Sudrajat, Tedi, Mata Kuliah Metodologi Penelitian dan Penulisan Hukum
(MPPH), Purwokerto : (Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman),
2010.
Soemitro, HR., Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Alumni, 1998
Soekanto, Soerdjono, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2007
_________________, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UII Press, 198
Wasitono, Sadu., Esensi UU No. 22 tahun 1999 tetang Pemerintahan Daerah
(Bunga Rampai), Bandung : Alqaprint, 2001
Widjaya, HAW., Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2004
Peraturan Perundangan-undangan
Undang-undang Dasar 1945.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan
Komite Nasional Daerah.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Undang-undang Poko Tentang
Pemerintahan Daerah.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 6).
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 38).
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041)
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839)
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 35)
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125)
Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67)
Peraturan Presiden Nomor 27 tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu
di Bidang Penanaman Modal.
Peraturan Daerah Banyumas Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan dan Investasi
Kabupeaten Banyumas.
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Banyumas.
Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Banyumas.
Peraturan Bupati Nomor 23 Tahun 2006 tentang Uraian Tugas, Pokok dan Fungsi
pada Kantor Pelayanan Perizinan dan Investasi Kabupaten Banyumas.
Peraturan Bupati Nomor 52 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas, Fungsi dan
Tata Kerja Badan Penanaman Modal Kabupaten Banyumas.
Peraturan Bupati Nomor 27 Tahun 2010 tentang Penjabaran Tugas, Fungsi dan
Tata Kerja Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten
Banyumas.
Peraturan Bupati Nomor 10 tahun 2010 tentang Pendelegasian Kewenangan
Perizinan Kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
Kabupaten Banyumas.
Sumber Lain-lain
Waskito, AA, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, Jakarta : Wahyu Media, 2009
http://www.geocities.ws/mas_tri/pelimpahan_kewenangan.pdf, diuduh pada
tanggal 3 Maret 2011
http://downloads.ziddu.com/downloadfile/12698736/otonomidaerah.doc.html,
iunduh pada tanggal 3 Maret 2011
http://putracenter.net/2009/05/30/definisi-hukum-administrasi-negara-menurut-
para-ahli/ di unduh pada tanggal 15 Juli 2011
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/05/hukum administrasi
negara. pdf di unduh pada tanggal 15 juli 2011
http://saepudinonline.wordpress.com/2010/07/02/pengertian-hukum-administrasi-
negara/ di unduh pada tanggal 15 Juli 2011
Recommended