View
259
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
PELAKSANAAN BIMBINGAN AGAMA DALAM PENERIMAAN
DIRI REMAJA TUNANETRA DI YAYASAN RAUDLATUL
MAKFUFIN (TAMAN TUNANETRA) SERPONG
TANGERANG SELATAN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun oleh:
Farah Wahyuni
NIM : 11140520000024
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H./ 2019 M
PELAKSANAAN BIMBINGAN AGAMA DALAM PENERIMAAN DIRI REMAJA
TUNANETRA DI YAYASAN RAUDLATUL MAKFUFIN (TAMAN TUNANETRA)
SERPONG TANGERANG SELATAN
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperolehGelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
Farah WahyuniNIM 11140520000024
Di bawah bimbingan:
Artiarini Puspita Arwan, M.PsiNIP: 19861109 201101 2 016
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS
ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H./ 2019 M
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar sarjana sosial (S. Sos) di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini, saya telah
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari ditemukan bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, April 2019
Farah Wahyuni
i
ABSTRAK
Farah Wahyuni, NIM 11140520000024, Pelaksanaan BimbinganAgama dalam Penerimaan Diri Remaja Tunanetra di YayasanRaudlatul Makfufin (Taman Tunanetra) Serpong Tangerang Selatan,dibawah bimbingan Artiarini Puspita Arwan, M. Psi.
Tunanetra merupakan individu yang mengalami kerusakan padabagian mata, sehingga mengakibatkan individu tersebut mengalamiketerbatasan dalam fungsi penglihatan. Kerusakan bagian mata ini bisasaja terjadi pada bagian bola mata, retina, kornea atau pada syaraf-syaraf penglihatan, baik menyeluruh (Total Blind) ataupun sebagian(Low Vision). Remaja tunanetra dalam keadaan fisiknya tidak berbedadengan anak lain pada umumnya, hanya berbeda pada fungsipenglihatan saja. Namun demikian tunanetra itu sendiri masih menjadikelompok minoritas di kalangan masyarakat luas. Untuk mengurangirasa tidak percaya diri menjadi minoritas sebagai tunanetra, makadibutuhkan adanya sarana atau tempat untuk meningkatkan penerimaandirinya, salah satunya Yayasan Raudlatul Makfufin (taman tuananetra).Bimbingan agama di Yayasan Raudlatul Makfufin diharapkan dapatmembantu remaja tunanetra menjadi individu yang lebih beriman,memiliki rasa syukur yang tinggi, berilmu, dan dapat mencintai dirisendiri dengan keadaannya saat ini juga menerima dirinya dengan utuh.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses bimbinganagama dalam meningkatkan penerimaan diri pada remaja tunanetra.Adapun metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif denganjenis penelitian deskriptif. Penentuan sumber data atau informanmenggunakan teknik Purposive Sampling, yaitu informan atau sumberdata ditentukan dengan kriteria yang sesuai dengan tujuan penelitian.Informan dalam penelitian ini terdiri dari, ketua yayasan, wakil ketuapesantren, seorang pembimbing agama, dan tiga remaja tunanetra.
Berdasarkan temuan dan analisis yang dilakukan, dapatdisimpulkan bahwa bimbingan agama dalam meningkatkan penerimaandiri remaja tunanetra berjalan dengan baik secara bertahap, baikbimbingan agama terjadwal ataupun bimbingan agama tidak terjadwal.Penerimaan diri remaja tunanetra di yayasan terlihat dari antusiasmemereka untuk mengikuti bimbingan agama di yayasan. Bimbinganagama yang dilakukan di yayasan radulatul makfufin menggunakanmetode kelompok dan individu, menyampaikan melalui ceramah, tanyajawab, dan percakapan pribadi antar individu (face to face). Sedangkanmateri yang telah diberikan yaitu, Ilmu aqidah, Ilmu fiqih, Ilmu akhlak,menghafal Al-Qur’an Braille, pembinaan keterampilan dakwah untukmelatih kepercayaan diri remaja tunanetra dalam berbicara.
Kata Kunci : Bimbingan Agama, Penerimaan Diri, RemajaTunanetra
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulisan
skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa
tercurahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW.
Alhamdulillah berkat RidhoNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir dari skripsi ini dengan judul “Pelaksanaan
Bimbingan Agama dalam Penerimaan Diri Remaja Tunanetra di
Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra) Serpong
Tengerang Selatan.” Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S. Sos).
Pada penyusunan skripsi ini, penulis menyadari betul masih
banyak kekurangan dalam dan jauh dari kata sempurna. Tentunya
bukan hal yang mudah bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini,
dalam penulisan skripsi ini penulis mendapatkan banyak dukungan dari
berbagai pihak, terutama adalah keluarga penulis. Dengan segala
kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih yang terdalam
untuk satu-satunya wanita yang menjadi inspirasi bagi penulis, yaitu
orang tua penulis Ibu, Rochmawati, dan Ayah, Wahyudin yang telah
memberikan banyak cinta pada penulis. Selain itu penulis juga ingin
mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penulisan ini, diantaranya kepada:
1. Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, Suparto, M.Ed., Ph.D. selaku Wakil Dekan
Bidang Akademik, Dr. Roudhonah, M.A. selaku Wakil Dekan
Bidang Administrasi Umum. Dr. Suhaemi, M.Si. selaku Wakil
iii
Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Atriarini Puspita Arwan, M.Psi. selaku dosen pembimbing yang
senantiasa membimbing, mengarahkan, dan memberi dukungan
pada penulis, dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si. selaku Ketua Jurusan Bimbingan
dan Penyuluhan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ir. Noor Bekti Negoro, SE. M.Si. selaku Sekertaris Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Kepada pihak Yayasan Rauldatul Makfufin, Pak Budi Santoso,
S.Sos.i. selaku ketua yayasan, kepada wakil ketua pesantren
yayasan bapak Abdurrohman, dan pembimbing agama pak Sapto
Wibowo S.os, dan pengurus lainnya yang telah membantu penulis.
6. Kepada informan penulis, Qurratul Ain, Rovan Januariza, dan
Muhammad Nabil Salim Asqolani, yang bersedia untuk
meluangkan waktu dalam penelitian ini.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
mendidik dan dan memberikan ilmu yang insyaAllah bermanfaat
bagi penulis.
8. Kakak penulis, Siti Shara S.Pd.i., dan adik penulis Fajria Asfal
Asfia, fajar Asfal Asfia, dan Syikri Ramadhan yang selalu support
dan mengingatkan penulis, dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Calon suami penulis, Muhammad Sholehuddin Harahap yang telah
mendukung penuh kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Sahabat penulis, Annisa Marwa Nursantoso Amd.kom, Widia
Utami Amd.Ak, Rebiana Ilhami, Mutiara, dan Muhammad Irfan
iv
Dzulfikar S.kom yang selalu menghibur penulis, dan mendukung
penulis dengan penuh kasih dalam penelitian skripsi ini.
11. Seluruh Keluarga Besar BPI UIN Jakarta 2014 yang tidak bisa
disebutkan satu persatu oleh penulis. Terimakasih banyak telah
memberi warna dalam hidup penulis, dan memberi banyak arti
dalam setiap perbedaan.
12. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu, tanpa mengurangi rasa hormat. Penulis mengucapkan
Terimakasih banyak dan penuh kasih.
Jakarta, 25 Maret 2019
Farah Wahyuni
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..........................................................1
B. Identifiasi Masalah ..................................................................9
C. Batasan Masalah ......................................................................10
D. Rumusan Masalah ...................................................................11
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................12
F. Tinjauan Kajian Terdahulu ......................................................13
G. Metode Penelitian ....................................................................18
1. Pendekatan Penelitian ........................................................18
2. Subjek dan Objek Penelitian ..............................................20
3. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................20
4. Penentuan Sumber Data .....................................................21
5. Teknik Pemilihan Subjek Penelitian .................................24
6. Teknik Pengumpulan Data ................................................25
7. Teknik Analisis Data .........................................................28
H. Sistematika Penulisan ..............................................................29
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Bimbingan Agama ...................................................................32
vi
1. Definisi Bimbingan Agama ...............................................32
2. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Agama ..............................36
3. Unsur-unsur Bimbingan Agama ........................................38
4. Metode Bimbingan Agama ................................................39
5. Materi Bimbingan Agama .................................................44
B. Penerimaan Diri .......................................................................48
1. Definisi Penerimaan Diri ...................................................48
2. Ciri-ciri Penerimaan Diri ...................................................51
3. Dampak-dampak Penerimaan Diri ....................................53
4. Faktor-faktro yang memepengaruhi
Penerimaan Diri .................................................................55
5. Aspek-aspek Penerimaan Diri ...........................................57
C. Remaja Tunanetra ....................................................................58
1. Pengertian Remaja .............................................................59
2. Aspek-aspek Masa Remaja ................................................60
3. Definisi Tunanetra .............................................................63
4. Klarifikasi Anak Tunanetra ...............................................64
5. Sebab-sebab Terjadinya Ketunanetraan .............................65
6. Karakteristik Anak Tunanetra ............................................67
BAB III GAMBARAN UMUM LATAR
PENELITIAN
A. Sejarah Berdirinya Yayasan Raudlatul
Makfufin ...................................................................................72
B. Lokasi ......................................................................................75
C. Visi dan Misi ............................................................................75
vii
D. Legalitas ..................................................................................76
E. Struktur Organisasi ..................................................................76
F. Program Kegiatan Yayasan .....................................................78
G. Fasilitas Yayasan Raudlatul Makfufin ....................................81
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Deskripsi Informan ..................................................................84
B. Temuan Penelitian dengan Pengurus Yayasan Raudlatul
Makfufin ..................................................................................87
C. Temuan Penelitian dengan Remaja Tunanetra di Yayasan
Raudlatul Makfufin .................................................................99
BAB V PEMBAHASAN
A. Proses Bimbingan Agama dalam Meningkatkan
Penerimaan Diri Remaja Tunanetra di Yayasan Raudlatul
Makfufin (Taman Tunanetra) Serpong Tangerang Selatang
..................................................................................................112
B. Metode Bimbingan Agama dalam Meningkatkan
Penerimaan Diri Remaja Tunanetra di Yayasan Raudlatul
Makfufin (Taman Tunanetra) Serpong Tangerang Selatan .....117
C. Materi Bimbingan Agama dalam Meningkatkan
Penerimaan Diri Remaja Tunanetra di Yayasan Raudlatul
Makfufin (Taman Tunanetra) Serpong Tangerang Selatan .....126
viii
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..............................................................................144
B. Saran ........................................................................................146
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................147
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyandang disabilitas di Indonesia merupakan kelompok
minoritas. Mereka adalah masyarakat yang selama ini
terpinggirkan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Padahal, populasi penyandang disabilitas cukup tinggi, menurut
WHO (2011), jumlah penyandang disabilitas setiap negara
mencapai 15 %. Jika penduduk Indonesia mencapai 250 juta,
maka populasi penyandang disabilitas akan mencapai sekitar 36
juta lebih.1 Berdasarkan Susenas 2012 yang dilakukan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS), menjelaskan jumlah penduduk
Indonesia yang menyandang disabilitas sebesar 2,45% dan
sebanyak 1.776.912 jiwa di Indonesia merupakan penyandang
tunanetra.2 Berdasarkan data tersebut penyandnag tunanetra di
Indonesia menginjak angka yang tidak kecil lagi, dan merujuk
pada data dari Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta (2017)
yang terdaftar dalam Pilkada sebanyak 5.271 jiwa penyandang
disabilitas akan ikut Pemilih Kepala Daerah pada 15 Februari
2017. Dari jumlah tersebut, sekitar 28% (1.509 jiwa) merupakan
penyandang tuna daksa, 11% (587 orang) tunanetra, 12,5% (673
orang) tuna rungu, 25,7% (1.378 orang). Sisanya, 22,8% (1.224
1 Slamet Thohari, dkk, Pemetaan Kesenian dan Disabilitas diIndonesia, Pusat Studi dan Layanan Disabilitas Universitas Brawijaya danBritish Council Indonesia, 2017, h. 1.
2 Bulletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Situs PenyandangDisabilitas, (Kementrian Kesehatan RI : Bakti Husada), 2014, h. 6.
2
orang) merupakan penyandang disabilitas lainnya.3 Dari data
Pilkada yang terdaftar dalam DKI Jakarta bukan angka kecil,
sebagai ibu kota Jakarta memiliki angka yang tinggi dari
penduduk penyandang disabilitasnya.
Pada dasarnya manusia memiliki banyak macam
permasalahan, dan tidak lepas dari masalah, akan tetapi
tergantung bagaimana kita sebagai makhluk hidup menyikapi
semua bentuk permasalahan yang ada. Dalam hal ini tunanetra
masih menjadi masalah bagi kaum tunanetra itu sendiri, dengan
kekurangan yang dimiliki membatasi tunanetra beraktivitas
secara luas. Kebutaan dan hambatan penglihatan akan
mengganggu seseorang dalam beraktivitas, serta berdampak pada
kehidupan sosialnya. Tunanetra adalah seseorang yang memiliki
hambatan dalam penglihatan dapat diklasifikasikan ke dalam dua
golongan, yaitu: buta total (blind) dan low vision. Tunanetra tidak
berarti selalu tidak mampu melihat secara keseluruhan. Dalam
konteks individu berkebutuhan khusus tunanetra berarti setiap
gangguan atau kelainanya yang terjadi pada indra penglihatan
seseorang sehingga mengalami kendala dalam beraktivitas dan
buntutnya, mereka pun memerlukan alat khusus yang dapat
membantu penglihatan atau menggantikan fungsi matanya.4
Soemarti mengemukakan bahwa tunanetra tidak hanya
untuk mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang
3 Penyandang disabilitas yang terdaftar dalam Pilkada DKI Jakarta2017, Diakses pada 16 April 2018, dari Databoks.katadata.co.id.
4 Dewi Pandji & Winda Wardhani, Sudahkan Kita ramah AnakSpesial Needs?, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo), 2013, h. 4
3
mampu melihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari, terutama
dalam belajar. Dengan kondisi tidak dapat melihat lagi, akan
membuatnya mengubur cita-cita bahkan cita-citanya dapat
berubah dan menganggap dirinya lemah serta membuatnya
merubah konsep yang ada pada dirinya. Sewaktu dia bisa melihat,
dia menganggap dan menilai dirinya dengan positif namun karena
musibah yang membuat kondisinya berubah dengan fisik yang
berbeda seperti diawal hidupnya, dia dapat merubah konsep
dirinya menjadi negatif.5
Terkait pekerjaan tunanetra, bahwasannya kebanyakan
masyarakat Indonesia berfikir dan berasusmsi tunanetra memiliki
skill rendah serta pekerjaan mereka tidak lain menjadi tukang
pijat. Pernyataan banyak orang yang mengatakan tunanetra tidak
mempunyai masa depan yang jelas, padahal sebenarnya tidak
menutup kemungkinan banyak dari mereka yang meraih
kesuksesan dan prestasi yang membanggakan. Hal tersebut
mematahkan anggapan bahwa orang yang tunanetra adalah orang
yang merepotkan dan tidak mandiri. Namun kenyataanya banyak
terlihat seorang tunanetra yang bisa bertahan hidup dengan
penghasilan sendiri, banyak juga kita dengar panti pijat yang para
pekerjanya penyandang tunanetra. Selain itu tunanetra selalu
dipandang sebelah mata oleh masyarakat, maka untuk
5 Chusniatul Fitriyah & Siti Azizah Rahayu, Konsep Diri PadaRemaja Tunanetra Di Yayasan Pendidikan Anak Buta (YPAB) Surabaya,Jurnal Penelitian Psikologi 2013, Vol. 04, No. 01, h. 49.
4
mendapatkan pekerjaan yang layak bagi kebanyakan tunanetra itu
jarang.6
Di Indonesia tunanetra masih dipandang sebelah mata,
tidak hanya itu bagi penyandang tunanetra sendiri, mereka
merasa tak berdaya dan tidak bisa beraktivitas secara luas. Tidak
sedikit di antara masyarakat yang berfikir dan berasumsi bahwa
tunanetra hanya dapat berprofesi sebagai tukang pijat dan tukang
krupuk. Dalam (Jurnal A Survival Strategy in The City Of The
Masseur Pekanbaru) dengan hasil penelitian bahwa “tukang pijat
tunanetra yang ada di lapangan kebanyakan adalah mereka yang
berusia di atas 30 tahun, adapun pendidikan mereka mayoritas
SMP dan SMA”. Selain itu telah disebutkan juga bahwa
penyandang tunanetra dengan profesi tukang pijat makin tahun
makin meningkat.7
Seperti contohnya adalah UU No 4 Tahun 1997 tentang
penyandang cacat. Dalam pasal 14 sebenarnya telah mengatur
tentang kewajiban bagi pemilik usaha yang memiliki pekerja
minimal 100 orang untuk juga mempekerjakan penyandang
disabilitas minimal 1 orang. Itu artinya terdapat kuota 1%
penyandang disabilitas pada jenis usaha dengan minimum 100
orang karyawan. Namun implementasi pasal tersebut nampaknya
tidak banyak dijalankan oleh pemilik usaha. Menurut Marjuki
(dalam Irwanto, 2010) hasil survey ICF, di 14 provinsi di
Indonesia hanya 25,6% penyandang disabilitas yang bekerja dan
6 Ibid, h. 49.7 Juliana, Jurnal A Survival Strategyin The City Of The Masseur
Pekanbaru, (Jom FISIP: 2016), Vol. 03, No.01.
5
sisanya sebesar 74,7% tidak bekerja. Dari total 25,6%
penyandang disabilitas yang bekerja itupun terbanyak bekerja
sebagai petani dan tukang pijat.8
Dari paparan di atas, menurut Peneliti tidak sedikit
masyarakat yang memandang tunanetra sebelah mata,
mediskriminasi penyandang disabilitas tidak mampu melakukan
segala sesuatu sendiri, dan masih banyak pula masyarakat yang
berfikiran bahwa tunanetra hanya bekerja sebagai tukang pijat.
Oleh karena itu peneliti ingin menemukan hal baru tentang
tunantera, yang sebenarnya luas bagi mereka untuk melakukan
aktivitas, bersekolah, bekerja, serta bercita-cita tinggi. Peneliti
melakukan penelitian ini di Yayasan Raudlatul Makfufin
sebagaimana diketahui bahwa Yayasan tersebut menyediakan
jalan utnuk para tunanetra berproses, belajar, serta meningkatkan
segala kemampuan dan keahlian yang dimiliki para tunanetra
terutama di bidang Keagamaan, karena sebagaimana diketahui
bahwa Yayasan Raudlatul Makfufin menyediakan sekolah umum
dan pesantren khusus untuk penyandang tunanetra didalam nya.9
Anak tunanetra akan merasa sulit dalam beradaptasi
dengan keadaan yang mereka miliki, akan ada penolakan-
penolakan diri yang membuat mereka merasa tidak berdaya,
merasa terkucilkan, merasa tidak bahagia, merasa rapuh dan tidak
8 Irwanto, dkk, Analisis situasi penyandang disabilitas di indonesia:Sebuah deskreview. 2010, h. 31-32, darihttp://www.ausaid.gov.au/Publications/Documents/pwd-sit-bahasa.pdf diaksespada tanggal 23 April 2018.
9 Hasil Wawancara dengan pengurus Yayasan Raudlatul Makfufin IbuDara, Pada Tanggal 03 Oktober 2018, Pkl : 10.20 Wib.
6
dapat menerima kondisinya yang cacat. Serta tunantera tidak
memiliki keinginan untuk beraktivitas, mengubur cita-cita,
bersosial dengan masyarakat lain seperti manusia lainnya.
Melalui bimbingan Agama akan membantu serta mengembalikan
kepercayaan diri untuk menerima diri dengan apa adanya
kembali, maka dalam meningkatkan penerimaan diri sangat
penting karena hal pertama yang harus kita cintai adalah diri
sendiri.
Bimbingan agama adalah usaha pemberian bantuan
kepada orang yang mengalami kesulitan baik lahiriah maupun
batiniah yang menyangkut kehidupan dimasa kini dan dimasa
mendatang, bantuan tersebut berupa pertolongan di bidang mental
dan spiritual, agar orang yang bersangkutan mampu mengatasi
dengan kemampuan yang ada dirinya sendiri melalui dorongan
dengan kekuatan iman dan taqwanya kepada Allah.10 Dengan ini
peranan bimbingan Agama yang diterima oleh remaja tunanetra
dapat mendorong dirinya untuk menjadi apa adanya, menerima
apa yang ditakdirkan oleh Allah SWT.
Adapun penerimaan diri itu sendiri Menurut Santrock
(2007), adalah merupakan suatu kesadaran untuk menerima diri
sendiri apa adanya. Penerimaan diri pada remaja tidak berarti
menerima begitu saja kondisi dirinya tanpa berusaha
mengembangkan diri lebih lanjut. Proses bagaimana seorang
individu mendapat keseimbangan diri dalam memenuhi
10 Arifin, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan PenyuluhanAgama Di Sekolah Dan Luar Sekolah, (Jakarta: Bulan Bintang), 1997, h. 2.
7
kebutuhan sesuai dengan lingkungannya. Penerimaan diri lebih
bersifat suatu proses dalam hidup sepanjang hayat manusia.
Dalam proses penerimaan diri dapat saja muncul konflik,
tekanan, frustasi, yang menyebabkan remaja terdorong untuk
meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk membebaskan
dirinya dari kegagalan. Dalam ilmu perkembangan psikologi
remeja, secara singkat dapat mendeskripsikan pandangan
pemprosesan informasi terjadi terhadap penerimaan diri remaja,
pemprosesan informasi pada remaja meliputi bagaimana remaja
itu menemukan kembali informasi positif untuk dipikirkan dan
digunakan dalam memecahkan masalah.11
Kebutaan tidak terjadi sejak lahir saja, ada juga mereka
yang buta sejak usia remaja, dan itu akan lebih membahayakan
dalam penerimaan diri, sebab dari bisa melihat dengan perubahan
tidak bisa melihat akan membuat mereka tidak dapat menerima
keadaan seutuhnya. Maka dari itu melalui bimbingan Agama
sangat penting untuk mendapatkan arahan dan bentuk bimbingan
lainnya yang dapat menjadikan tunanetra menjadi lebih baik,
lebih mencintai diri sendiri, lebih menyukai dirinya, dan
menerima kondisinya. Remaja adalah manusia yang sedang
berada pada suatu periode kehidupan puber, tepatnya ketika
seseorang berada pada masa transisi antara masa kanak-kanak
dan masa permulaan dewasa. Pada saat itu, seorang remaja
sedang meninggalkan sifat kekanak-kanakkan menuju alam
11 Muhammad Ridha, Hubungan Antara Body Image DenganPenerimaan Diri Pada Mahasiswa Aceh Di Yogyakarta, Empaty Vol.1, No.1,2012, h. 115.
8
dewasa yang memikul tanggung jawab dan kewajiban-kewajiban
tertentu dalam masyrakat.12
Manusia dalam hidupnya melewati masa-masa
perkembangan yang harus ia lalui, yaitu mulai dari masa (1) Pre
natal (sebelum lahir), (2) natal (saat lahir) yang terdiri dari
infancy (dari lahir sampai 14 hari), masa bayi (antara 2 minggu
sampai 2 tahun), masa anak (2-10/11 tahun), (3) Masa Remaja
(11/12-20/21 tahun) dan (4) Masa Dewasa yang terbagi atas
dewasa awal (21-40 tahun) dan dewasa menengah (40-60
tahun).13
Hal ini terjadi pada remaja tunanetra di Yayasan
Raudlatul Makfufin, dalam masa-masa transisi mereka melewati
fase-fase dimana berada dititik paling bawah dan berada titik
paling atas yaitu titik paling nyaman. Dari tunanetra sejak lahir
hingga tunanetra karena musibah atau kecelakaan yang
membuatnya tidak bisa melihat. Bermacam-macam masalah yang
menyebabkan terjadinnya kebutaan di Yayasan Raudlatul
Makfufin, salah satunya yang membuat tunanetra tertekan ketika
mereka malu dengan kondisi yang cacat, dan mereka tidak dapat
menerima dirinya cacat. Hal ini terjadi juga pada remaja
tunanetra di Yayasan Raudlatul Makfufi, masa remaja ini selalu
dibilang adalah masa paling indah, masa saat senang-senangnya
12 Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: GemaInsani Press), 1995, h. 226
13 Alex Sobur, Psikologi Umum (Bandung: Pustaka Setia), 2003, h.134
9
berteman dengan banyak orang, masa perkembangan, masa
menentukan jati diri, dan menentukan cita-cita.14
Dari paparan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa perlu
adanya penelitian mengenai proses bimbingan agama dalam
meningkatkan penerimaan diri remaja tunanetra, sebagaimana
diketahui bahwa bimbingan agama sangat penting dalam
membentuk penerimaan diri yang dimiliki penyandang tunanetra.
Oleh karena itu Peneliti akan melakukan penelitian lebih lanjut
dan mendalam tentang:
“PELAKSANAAN BIMBINGAN AGAMA DALAM
PENERIMAAN DIRI REMAJA TUNANETRA DI
YAYASAN RAUDLATUL MAKFUFIN (TAMAN
TUNANETRA) SERPONG TANGERANG SELATAN”
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah ditulis, peneliti
memberikan identifikasi masalah yang akan dijadikan
bahan penelitian sebagai berikut:
a. Remaja tunanetra masih belum menerima
kekurangan yang terjadi pada dirinya.
b. Untuk menerima kelebihan dan kekurangan
dibutuhkan keyakinan yang kuat agar remaja
tunanetra dapat meningkatkan penerimaan dirinya.
14 Hasil Wawancara dengan pengurus Yayasan Raudlatul MakfufinIbu Dara, Pada Tanggal 03 Oktober 2018, Pkl : 10.20 Wib.
10
c. Melalui bimbingan agama diharapkan dapat
meningkatkan penerimaan diri, dan menjadi
penguat dalam perubahan remaja tunanetra.
C. Batasan Masalah
Agar pembatasan skripsi ini lebih terarah dan
mempermudah penulisan maka peneliti membatasi
Penelitian skripsi ini hanya difokuskan pada bimbingan
agama dalam penerimaan diri remaja tunenetra untuk
pengembangan potensi diri, pembatasannya sebagai
berikut:
a. Bimbingan agama adalah kegiatan pembimbingan
agama yang di berikan oleh pembimbing untuk
memberikan bantuan, arahan dan dukungan pada
tunanetra untuk menerima dirinya dengan apa
adanya, berserah diri pada Allah, mencintai
dirinya, dan peranan bimbingan juga dapat
membantu tunanetra untuk mengembangkan
potensi dirinya melalui kegiatan-kegiatan
keAgamaan, agar memiliki potensi dalam mengaji,
ceramah, dan belajar.
b. Penerimaan diri adalah sikap positif remaja
tunanetra yang ditunjukkan dengan rasa senang
dan puas akan dirinya, dan dapat menerima
keadaan dirinya sesuai fakta, realitas, baik secara
fisik maupun psikis dengan apa adanya tanpa
berlarut-larut dalam keterpurukan. Serta remaja
11
tunanetra mampu menerima dirinya dengan baik,
tanpa ada rasa kecewa dan berusaha
mengembangkan diri seoptimal mungkin.
Dalam Penelitian ini, Peneliti memiliki kriteria
pada yaitu, peneliti memilih subjek tunanetra 1) tunanetra
(Total Blind) adalah mereka yang kemampuan
penglihatannya rusak total sehingga sudah tidak bisa
diandalkan/digunakan, 2) tunanetra pada remaja, dari
umur 15 remaja madya hingga 22 remaja akhir.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan
permasalahan yang telah diuraikan, maka peneliti
memutuskan masalah. Adapun permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana proses bimbingan agama dalam
meningkatkan penerimaan diri pada remaja
tunanetra di Yayasan Raudlatul Makfufin?
Adapun pertanyaan turunan dalam penelitian ini,
sebagai berikut:
a. Bagaimana metode-metode pelaksanaan
bimbingan yang diberikan pembimbing agama
agar tunantera dapat meningkatkan penerimaan
diri nya?
b. Materi apa saja yang diberikan oleh pembimbing
dalam pelaksanan bimbingan agama agar
12
tunanetra dapat meningkatkan penerimaan diri
nya?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Peneliti
1. Untuk mengetahui proses bimbingan agama dalam
meningkatkan penerimaan diri pada remaja
tunanetra di Yayasan Raudlatul Makfufin.
2. Manfaat Penelitian
1) Manfaat Akademis
a. Manfaat Penelitian ini dapat dijadikan sebagai
bahan pengetahuan dan keilmuan untuk
memberikan sesuatu yang baru dalam
pandangan tunanetra secara luas agar
mengetahui dan memahami dalam upaya
penerimaan diri terhadap bimbingan Agama
yang diberika untuk mengembangkan potensi
diri tunnetra seluas-luasnya dalam menentukan
tujuan dirinya di Yayasan Raudlatul Makfufin.
Serta dapat menambah literature dn khazanah
jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
b. Penelitian ini di harapkan bisa memberikan
kontribusi yang positif dalam mengembangkan
keilmuan dan pengembangan kurikulum yang
13
terdapat di jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam di Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2) Manfaat Praktis
Agar lebih memahami dan mengetahui ilmu
pengetahuan Peneliti di bidang Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi tunanetra dalam bidang
Bimbingan dan Penyuluhan Islam mengenai
penelitian pada tunanetra.
3) Manfaat Kelembagaan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman,
acuan, masukan, dan wawasan baru bagi lembaga
tunanetra di Yayasan Raudlatul Makfufin.
F. Tinjauan Kajian Terdahulu
Peneliti melakukan tinjauan terhadap beberapa
skripsi dan jurnal yang memiliki kemipirian dengan
Penelitian yang ditulis oleh Peneliti sendiri, hal ini
bertujuan untuk menghindari bentuk plagiat atau
menjiplak, diantaranya sebagai berikut:
1) Wildan Isnaini Yahya dengan judul skripsi
“Penerimaan Diri Mahasiswa Tunanetra Total
(Studi Kasus Pada Mahasiswa FIP UNY)”.
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa
Bimbingan Dan Konseling Jurusan Psikologi
Pendidikam Dan Bimbingan, Fakultas Ilmu
14
Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Pada
penelitian ini peneliti mengkaji lebih lanjut pada
tahap penerimaan diri mahasiswa tunanetra
dengan hasil penelitian menunjukkan penerimaan
diri ketiga subjek mahasiswa tunanetra total yang
meliputi tujuh indikator, yaitu: (1) positif terhadap
diri, (2) mengakui dan menerima kekurangan dan
kelebihan diri sendiri, (3) positif dengan
kehidupan masa lalu, (4) puas dengan diri sendiri,
(5) menerima persepsi orang lain atau penilaian
orang lain, (6) keterbukaan diri, (7) melihat diri
secara realistis di Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta sudah dikatakan
baik meski salah satu subjek sesekali kecewa dan
tidak terima dengan pengalaman masa lalu.
2) Arum Nur Hidayah dengan judul skripsi
“Bimbingan Keagamaan Terhadap Anak
Penyandang Tunanetra Untuk Menumbuhkan
Kepercayaan Diri Di Balai Rehabilitasi Sosial
“Distrarastra” Pemalang”. Penelitian yang
dilakukan oleh mahasiswa Bimbingan Penyuluhan
Islam (BPI), Fakultas Dakwah Dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang ini
dalam temuannya mengemukakan bahwa
bimbingan keagamaan terhadap anak penyandang
tunanetra untuk menumbuhkan kepercayaan diri di
Balai Rehabilitasi Sosial “Distrarastra” Pemalang.
15
Dimana kondisi anak tuna netra pada awal masuk
panti asuhan banyak yang tidak memiliki percaya
diri.
3) Dovi Uun Yutikasari dengan judul skripsi
“Peningkatan Kemampuan Pengembangan Diri
Dengan Menggunakan Metode Praktik Siswa
Tunanetra Kelas III SLB A Yaketunis
Yogyakarta”. Penelitian ini dilakukan oleh
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Luar Biasa
Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta dan
bertujuan untuk mengukur peningkatan
pengembangan diri bagi tunanetra dengan
menggunakan metode praktik, serta dari hasil
penelitian ini menunjukkan peningkatan proses
dan hasil kemampuan siswa dalam pengembangan
diri melalui metode praktik. Siklus I dengan
tindakan berupa penjelasan, demonstrasi, praktik,
dan tanya jawab diperoleh hasil kemampuan siswa
pada pra tindakan mandi 55% kategori cukup
meningkat 13,96% menjadi 68,96% kategori baik,
menggosok gigi 62,5% kategori cukup meningkat
12,5% menjadi 75% kategori baik, mencuci
rambut 52,5% kategori cukup meningkat 22,5%
menjadi 75% kategori baik. Perbaikan pada siklus
II dilakukan pada rencana pembelajaran yang
sesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan siswa,
16
yaitu dengan mengkondisikan siswa untuk lebih
fokus, walaupun lingkungan sekitar ada suara
yang mengganggu, guru mengurangi bantuan yang
diberikan dalam praktik, guru memberi
kesempatan agar siswa aktif bertanya mengenai
kesulitannya. Hasil kemampuan siswa pada siklus
II kegiatan mandi dari 68,96% kategori baik
meningkat 5,17% menjadi 74,13% kategori baik,
menggosok gigi 75% kategori baik meningkat 5%
menjadi 80% kategori baik, mencuci rambut 75%
kategori baik meningkat 2,5% menjadi 77,5%
kategori baik. Keaktifan siswa meningkat sebesar
25% dari 58,33% kategori cukup menjadi 83,33%
kategori sangat baik.
4) Sulthon dengan judul jurnal “Pola Keberagamaan
Kaum Tuna Netra Dan Dampak Psikologis
Terhadap Penerimaan Diri”. Penelitian yang
dilakukan oleh Sulthon Mahasiswa Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus ini untuk
mengetahui Pola keberagamaan kaum tunanetra
dipengaruhi oleh berbagai aspek dan dimensi, tuna
netra memiliki pengaruh yang sangat signifikan
terhadap perkembangan psikologis dan sosialnya,
serta penerimaan diri.
5) Adrianus Yofanto Angi Piran, Roni Yuliwar, Arie
Jefry Ka’arayeno dengan judul jurnal “Hubungan
Antara Penerimaan Diri Dengan Kepercayaan Diri
17
Dalam Interaksi Sosial Pada Remaja Penyandang
Cacat Fisik Di Panti Asuhan Bhakti Luhur
Kecamatan Sukun Malang”. Penelitian yang
dilakukan oleh Adrianus Yofanto Angi Piran
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Tribhuwana
Tunggadewi Malang, Roni Yuliwar Dosen
Program Studi Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Malang, dan Arie Jefry Ka’arayeno Dosen
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Tribhuwana Tunggadewi
Malang ini bertujuan untuk mengukur Penerimaan
Diri, Kepercayaan Diri dalam Interaksi Sosial
Pada Remaja Cacat Fisik seberapa banyak remaja
yang dapat berinteraksi sosial, dan dapat si
simpulkan oleh peneliti dalam penelitiannya
bahwa tingkat penerimaan diri pada kategori
sedang dengan persentase sebesar 56 % (19
orang), serta tingkat kepercayaan diri sedang
dengan persentase sebesar 53 % (18 orang).
Dalam penelitian ini peneliti meninjau dari
beberapa pustaka di atas belum pernah ada yang
membahas bimbingan agama dengan penerimaan diri
untuk pengembangan potensi diri, maka dari itu penelitian
ini peneliti lebih memfokuskan pada pada bimbingan
agama dalam penerimaan diri untuk pengembangan
18
potensi diri. Bahwasannya dalam tahap masa remaja
adalah masa paling rentan, remaja tunanetra
membutuhkan bimbingan Agama dalam proses untuk
menerima diri, dan juga dalam penerimaan diri harus
tertanam dalam remaja tunanetra agar mampu
berkembang secara bebas dan luas, serta pengembangan
potensi dirim sangat penting bagi tunanetra.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam proses penelitian ini Peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu
proses penelitian yang dilakukan secara wajar dan natural
sesuai dengan kondisi objektif di lapangan tanpa adanya
manipulasi.15 Penelitian kualitatif bertujuan untuk
menganalisi suatu masalah dengan kenyataan sosial yang
ada, dan bersifat umum secara wajar. Pendekatan
penelitian kualitatif ini tidak dapat ditentukan terlebih
dahulu akan tetapi dapat diperoleh setelah melakukan
analisis dan menggali data sesuai kondisi yang ada pada
penomena di lapangan yang menjadi focus peneliti, serta
diambil kesimpulan dengan fakta-fakta yang ada.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
metode deskriptif, metode deskriptif ini bagaimana dapat
diartikan sebagai pemecahan masalah yang di teliti
15 Zainal Arifin, Penelitian pendidikan metode dan paradigma baru,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset), 2012, h. 140.
19
dengan menggambarkan suatu penomena keadaan subjek
atau objek penelitian pada kenyataan fakta-fakta yang ada
saat sekarang, dan tampak bagaimana mestinya.
Menurut Sugiyono penelitian kualitatif adalah
penelitian dimana peneliti ditempatkan sebagai instrument
kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara
penggabungan dan analisis data berifat induktif.16
Menurut Kristi Poerwandari, penelitian kualitatif
menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif,
seperti transkripsi wawancara dan observasi.17 Krik dan
Miller (dalam Moleong) mendefinisikan penelitian
kualitatif sebagai cara untuk melakukan pengamatan
langsung pada idividu dan berhubungan dengan orang-
orang tersebut untuk mendapatkan data yang digalinya.18
Penulis ingin mendeskripsikan tunanetra serta
menganalisis, Apa berpengaruh bimbingan Agama dalam
meningkatkan penerimaan diri pada tunanetra tersebut.
2. Subjek dan Objek Penelitian
1) Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini Peneliti menetapkan pada
beberapa kriteria dalam menentukan subjek penelitian
16 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R & D, (Bandung:Alfabeta), 2010, h. 9.
17 E. Kristi Poerwanti, Pendekatan Kualitatif untuk penelitian perilakumanusia, (Depok: LPSP3 UI), 2005.
18 Moleong, J.L., Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PTRemaja Rosdakarya), 2002, h. 3.
20
dan mampu memberikan informasi, nara sumber yang
dapat memeberikan informasi yaitu, satu Ketua
Yayasan Raudlatul Makfufin, satu dari pembimbing
agama, dan pengurus di Yayasan Raudlatul Makfufin,
dan tiga Remaja Tunanetra di Yayasan Raudlatul
Makfufin Serpomg Tengerang Selatan.
2) Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah bagaimana
proses bimbingan agama yang dilakukan pembimbing
berhasil dalam meningkatkan penerimaan diri
tunanetra di Yayasan Raudlatul Makfufin. Selain itu
peneliti juga memilih objek tunanetra (Total Blind)
atau bisa dibilang tunanetra yang tidak dapat melihat
secara utuh.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Peneliti memiliki beberapa asalasan yang
sangat menguatkan penelitian ini untuk melakukan
penelitian pada Remaja Tunanetra di Yayasan
Raudlatul Makfufin, Jl. H. Jamat Gg. Masjid
RT.002/05 No. 10A Kp. Jati Kelurahan Buaran,
Kecamatan Serpong Kota Tangerang Selatan, Banten,
yeitu:
a) Peneliti belum menemukan hasil penelitian
tentang pengaruh bimbingan Agama terhadap
penerimaan diri remaja tunanetra untuk
21
mengembangkan potensi diri di Yayasan
Raudlatul Makfufin.
b) Tunanetra di Yayasan Raudlatul Makfufin
ditentukan dalam proses penyembuhan
mengenai program bimbingan, serta
mendapatkan bimbingan dalam program
penetuan cita-cita hingga berpendidikan tinggi
dan berpropesi tidak sebagai tukang pijat dan
tukang krupuk.
Penelitian ini di lakukan pada 12 Juli 2018 sampai
dengan 27 Februari 2019.
4. Penentuan Sumber Data
Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat
memberikan informasi mengenai data berdasarkan
sumbernya. Dalam penelitian kualitatif deskriptif sumber
data yang diperoleh yaitu dari data primer dan sekunder.
a. Data primer
Data primer yaitu data yang langsung diperoleh
dari para inrforman yang ada di Yayasan raudlatul
Makfufin pada waktu peneltian dilakukan. Data
primer ini juga diperoleh saat peneliti mengamati
langsung dan wawaancara kepada subjek.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan
untuk maksud selain menyelesaikan masalah yang
22
sedang dihadapi. Data ini dapat ditemukan dengan
cepat. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber
data sekunder adalah literatur, artikel, jurnal, serta
situs di internet yang berkenaan dengan penelitian
yang dilakukan.19 Peneliti dapat mengumpulkan
data dari sumber-sumber yang ada, berupa data,
dokumentasi, dan lain sebagainya.
Dalam penelitian kualitatif tidak mengguanakan
istilah populasi, penelitian kualitatif berangkat dari kasus
tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil
kajiannya tidak akan diberlakukan pada populasi, tetapi di
transferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang
memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang
dipelajari.20
Populasi dalam penelitian kualitatif diartikan
sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek yang
memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah
sebagian dari populasi tersebut. Dalam penelitian
kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, penelitian
kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada
situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan
19 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,(Bandung: Alfabeta), 2009, Cet. Ke 8, h. 137.
20 Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi PenelitianKualitatif, (Bandung: Alfabeta), 2013, h. 48
23
diberlakukan pada populasi, tetapi ditransferkan ke tempat
lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan
situasi sosial pada kasus yang dipelajari.21
Sampel pada penelitian kualitatif bukan
dinamakan responden tetapi nara sumber, atau partisipan,
informan, teman, guru atau konsultan dalam penelitian.
Karena mereka tidak hanya menjawab pertanyaan-
pertanyaan secara pasif tetapi secara aktif berinteraksi
secara interaktif dengan peneliti seperti yang peneliti
ciptakan.22
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan
istilah populasi, tetapi social situation atau situasi sosial
yaitu kesinambungan antara tempat (place), pelaku
(actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara
sinergis. Pada situasi sosial peneliti dapat mengamati
secara mendalam aktivitas (activity) orang-orang (actors)
yang ada pada tempat (place) tertentu.23 Pada tahap ini
peneliti menentukan sumber data dapat dilakukan dalam
berbagai situasi sosial (social situation) gabungan
keempatnya. Sehingga yang menjadi tujuan penelitian ini
peneliti ingin menggambarkan kejadian yang sebenarnya
yang terjadi pada tunantera di Yayasan Mitra Netra.
21 Djam’an Satori dan Aan Komariah, h. 48.22 Djam’an Satori dan Aan Komariah, h. 48.23 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta), 2009, Cet. Ke 8, h. 137.
24
5. Teknik Pemilihan Subjek Penelitian
Menurut Lofland (1984:24) sumber data utama
dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen dan lain-lain.24 Kemudian sumber data
dalam penelitian ini disebut dengan informan.
Sesuai dengan karakteristik penelitian
kualitatif teknik pemilihan informan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sample bertujuan
(pupossive sample).25 Dalam sebuah penelitian ini,
peneliti menentukan beberapa infroman yang dapat
memberikan informasi serta data yang dibutuhkan
dalam penelitian ini.
Dalam menemukan data-data yang didapatkan
dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai Ketua
Yayasan Raudlatul Makfufin, sebagaimana beliau
adalah sumber pertama yang akan membeikan banyak
informasi, Pembimbing agama, peneliti memilih salah
satu dari pembimbing agama diantara yang lain yaitu
dengan kriteria tunanetra juga sebagaimana diketahui
sesama penyandang tunanetra maka akan memberi
motivasi yang kuat satu sama lain, karena subjek
utama dari penelitian ini juga adalah anak tunaneta.
Pembina atau pengawas yaitu sebagaimana peran
24 Lexy, J, Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PTRemaja Rosdakarya), 2009, h. 157.
25 Lexy, J, Moleong, h. 241.
25
penting dalam proses bimbingan dan pengajaran di
Yayasan Raudlatul Makfufin Pembina akan sangat
tahu perkembangan pada setiap anak tunanetra, serta
anak-anak tunanetra yaitu, peneliti memilih remaja
tunanetra buta total (Total Blind) karena di Yayasan
Raudlatul Makfufin mayoritas buta total, dan mereka
dalam permasalahan yang sama.
6. Teknik Pengumpulan Data
1) Observasi
Observasi adalah suatu penelitian secara sistematis
menggunakan kemampuan indera manusia. Pengamatan
merupakan a powerful tool indeed.26 Pada tahap ini
peneliti menggunakan observasi/pengamatan secara
langsung berupa pastisipasi dalam aktivitas di tempat
penelitian, dan dalam pengumpulan data peneliti memilih
beberapa subjek yang menjadi kriteria dalam penelitian
ini. Dalam penelitian ini juga peneliti memilih untuk
mengamati langsung dan berinteraksi langsung terhadap
subjek yang sedang diteliti, agar data yang didapat lebih
sesuai.
Dalam tradisi kualitatif, data tidak akan diperoleh
dibelakang meja, tetapi harus terjun ke lapangan, ke
tetangga, ke organisasi, ke komunitas. Data yang
diobservasi dapat berupa gambaran tentang sikap,
26 Surwandi Endraswara, Penelitian Kebudayaan Ideologi,Epistemologi, dan Aplikasi, (Tangerang: PT. Agromedia Pustaka), 2006, h.133.
26
kelakuan, perilaku, tindakan, keseluruhan interaksi antar
manusia.27 Menurut peneliti dalam mengambilan data
dengan menggunakan konsep tersebut dapat membuat
peneliti dan subjek merasa puas, karena dalam penelitian
ini perlu adanya keterlibatan antara peneliti dan subjek,
melalui interaksi langsung, atau mengamati langsung
terhadap gambaran yang terjadi pada subjek tersebut.
2) Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung
antara peneliti dan responden. Komunikasi berlangsung
dalam bentuk Tanya-jawab dalam berhubungan tatap
muka, sehingga gerak dan mimik responden merupakan
pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal.
Karena itu, wawancara tidak hanya menangkap
pemahaman atau ide, tetapi juga dapat menangkap
perasaan, pengalaman, emosi, motif, yang dimiliki oleh
responden yang bersangkutan.28 Dalam tahap wawancara
ini peneliti dapat mengambil data secara terarah dengan
masalah yang sedang diteliti, selain itu konsep wawancara
juga sangat memudahkan penelitian ini sebab subjek yang
diteliti adalah tunanetra, maka peneliti akan lebih banyak
menggunakan tahapan ini untuk mengambil data.
27 J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik, danKeunggulannya, (Jakarta: Grasindo), 2013, h. 112.
28 W. Gulo, Metode Penelitian, (Jakarta: Grasindo), 2002.
27
Menurut Banister dkk dalam E. Kristi
Poerwandari, wawancara dalam penelitian kualitatif
dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tentang
makna-makna subjektif yang dipahami oleh individu
berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud
mengadakan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal
yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan ini.29
Metode ini digunakan untuk memperoleh keterangan atau
informasi dengan mewawancarai responden di lapangan
penelitian.
Pada tahap ini peneliti akan mendeskripsikan
keseluruhan yang didapat dari hasil wawancara, melalui
deskripsi naratif, dan peneliti menggunakan wawancara
tak terstruktur. Wawancara tak terstruktur bersifat luwes,
susunan pertanyaan dan susunan kata-kata dalam setiap
pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara,
disesuaikan dengan kebutuhan, dan kondisi saat
wawancara, termasuk karakteristik sosial-budaya
informan yang dihadapi.30
3) Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara mengumpulkan data
melalui pengkajian arsip-arsip, dan buku-buku mengenai
tunanetra di Yayasan Raudlatul Makfufin. Dokumentasi
29 E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Untuk PenelitianPerilaku Manusia, (Depok: LPSP3 UI), 2009, h. 149.
30 M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metode PenelitianKualitatif, h. 176-177.
28
juga dilakukan guna memperoleg data tambahan dalam
penelitian.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan bagian sangat penting
dalam penelitian karena dari analisis ini akan diperoleh
temuan, baik temuan subtantif maupun formal. Pada
hakikatnya, analisis data adalah sebuah kegiatan untuk
mengatur, mengurutkan, mengelompokan, memberi
kode/tanda, dan mengatagorikannya sehingga diperoleh
suatu temuan berdasarkan focus atau masalah yang ingin
dijawab.31 Untuk menganalisis data secara garis besar
meliputi bagian-bagian sebagai berikut:
1) Reduksi data (Data Reduction)
Reduksi data (Data Reduction) merupakan
proses pemilihan hal-jal pokok, penyederhanaan, dan
memfokuskan pada hal yang dalam penelitian, agar
lebih memudahkan dalam mengambilan data. Pada
proses ini peneliti memilih data yang relevan dengan
resiliensi tunanetra.
2) Paparan data (Data Display)
Paparan data (Data Display) adalah paparan
data sebagai kumpulan infromasi tersusun. Data
31 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik,(Jakarta: PT Bumi Aksara), 2013, h. 209.
29
tersusun berupa bentuk narasi, visual, gambar, bagan
dan lain sebagainya.
3) Penarikan Kesimpulan/Varifikasi
Penrikan kesimpulan merupakan hasil dari
penelitian yang menjadi fokus penelitian, dan
menghubungkan dari tema dengan data yang diperoleh
oleh peneliti, sehingga memudahkan peneliti dalam
menarik kesimpulan. Demikian prosedur pengolahan
data dan yang dilakukan penulis dalam melakukan
penelitian ini, dengan tahap-tahap ini diharapkan
peneliti dapat memperoleh data yang memenuhi
kriteria keabsahan suatu penelitian.
H. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian skripsi ini peneliti mengacu pada
pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan
Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk yang diterbitkan oleh
CeQDA (Center for Quality Development and Assurance)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta. Sistem penulisan dalam penelitian ini terbagi
dalam lima bab:
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan bagian yang menjelaskan latar
belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
30
metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORI
Tinajauan pustala merupakan bagian yang
menjelaskan teori yang berhubungan dengan penelitian,
mengenai teori-teori ataupun pembahasan yang berkaitan
dengan Bimbingan agama, metode bimbingan agama,
materi bimbingan agama, tujuan bimbingan agama,
penerimaan diri, aspek penerimaan diri, remaja dan
tunanetra.
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN
RAUDLATUL MAKFUFIN (TAMAN TUNANETRA)
SERPONG TANGERANG SELATAN
Pada bagian ini peneliti akan memaparkan
informasi gambaran umum mengenai yayasan raudlatul
makfufin serpong Tangerang Selatan, yang terdapat
informasi seperti sejarah berdirinya yayasan, visi dan
misi, program kegiatan, struktur organisasi yayasan
raudlatul makfufin.
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Meliputi Data deskripsi dan temuan hasil
penelitian
31
BAB V PEMBAHASAN
Bagian ini berisi uraian yang mengaitkan teori dan
hasil penelitian. Teori digambarkan sebagai pisau analisis
yang akan membedah data dari temuan penelitian
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan kesimpulan dan saran dari hasil
penelitian pada Tunanetra di Yayasan Raudlatul
Makfufin.
32
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Bimbingan Agama
1. Definisi Bimbingan Agama
Secara harfiyah istilah bimbingan “guidance” dari
akar kata “guide” berarti: (1) mengarahkan (to direct), (2)
memandu (to pilot), (3) mengelola (to manage), dan (4)
menyetir (to steer).1 Adapun winkel mendefinisikan
bimbingan adalah sebagai berikut: (1) usaha untuk
melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman,
dan informasi tentang dirinya sendiri; (2) cara untuk
memberikanbantuan kepada individu untuk memahami
dan mempengaruhi secara efesien dan efektif dengan
segala kesempatan yang dimiliki untuk perkembangan
pribadinya; (3) sejenis pelayanan kepada individu-
individu agar mereka dapat menentukan pilihan,
menetapkan tujuan dengn rapat, dan menyusun rencana
yang realistis sehingga mereka dapat menyesuaikan diri
dengan memuaskan diri dalam lingkungan tempat mereka
hidup; (4) proses pemberian bantuan atau pertolongan
kepada individu dalam hal memahami diri sendiri,
menghubungkan pemahaman tentang diri sendiri dengan
lingkungannya, memilih, menentukan, dan menyusun
11 Syamsu Yusuf, LN & A. Juntika Nurishan, Landasan Bimbingan &Konseling, (Bandung: PT Rosdakarya), 2006, h. 5
33
rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan
lingkungan.2
Prayitno mengemukakan bahwa bimbingan adalah
proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang
yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu,
baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang
dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya
sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan
individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan
berdasarkan norma-norma yang berlaku.3
Dari paparan diatas dapat disimbulkan bahwa
bimbingan adalah proses pemberian bantuan, bertahap
dan terus menerus, yang dilakukan secara
berkesinambungan dengan segala persoalan yang terjadi
berupa binaan, membangun, serta arahan dari
pembimbing untuk sekelopmok orang lainnya.
Selain itu definisi agama sendiri menurut Zakiah
Darajat, “agama adalah kebutuhan jiwa (psikis) manusia,
yang akan mengatur dan mengendalikan sikap, pandangan
hidup kelakuan, dan cara menghadapi tiap-tiap masalah”.
Dalam kamus psikologi pengertian agama (religion)
mencakup 3 hal : 1) kepercayaan pada hal-hal spiritual, 2)
perangkat kepercayaan dan praketk-praktek yang
2 W. S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan,Edisi Revisi, (Jakarta: Gramedia), 2005, h. 27.
3 Drs. Hamdani, M.A., Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung: CVPustaka Setia), 2012, h. 79-80
34
dianggap sebagai tujuan sendiri, 3) ideologi mengenai hal-
hal yang bersifat spiritual.
Berdasarkan pengertian bimbingan dan agama
diatas menurut Aunur Rahim Faqih yang di maksud
dengan pengertian bimbingan agama yaitu, “proses
pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup
seleras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga
dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.4
Adapun menurut Arifin, Bimbingan agama adalah
usaha pemberian bantuan kepada orang yang mengalami
kesulitan baik lahiriah maupun batiniah yang menyangkut
kehidupan dimasa kini dan dimasa mendatang, bantuan
tersebut berupa pertolongan di bidang mental dan
spiritual, agar orang yang bersangkutan mampu mengatasi
dengan kemampuan yang ada dirinya sendiri melalui
dorongan dengan kekuatan iman dan taqwanya kepada
Allah.5
Pendekatan-pendekatan dalam bimbingan terbagi
kedalam tiga pendekatan (metode) ialah:
a. Bimbingan Preventif yaitu, pendekatan bimbingan
ini menolong sebelum seseorang menghadapi
masalah. Caranya ialah dengan menghindari
4 Aunur Rahim Faqih, red). Bimbingan dan Konseling Dalam Islam,(Yogyakarta: VII Press), 2002, h. 4.
5 Arifin, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan PenyuluhanAgama Di Sekolah Dan Luar Sekolah, (Jakarta: Bulan Bintang), 1997, h. 2.
35
masalah itu (kalau mungkin), mempersiapkan
orang itu untuk menghadapi dengan memberi
bekal pengetahuan, pemahaman, sikap, dan
keterampilan untuk mengatasi masalah itu.
b. Bimbingan Kuartif yaitu, pendekatan ini
pembimbing menolong seseorang jika orang itu
menghadapi masalah yang cukup berat hingga
tidak dapat diselesaikan.
c. Bimbingan Persevaratif yaitu, bimbingan ini
bertujuan meningkatkan yang sudah baik, yang
mencakup sifat-sifat atau sikap-sikap yang
menguntungkan tercapainnya penyesuaian diri dan
terhadap lingkungan, kesehatan jiwa yang telah
dimilikinya, kesehatan jasmani dan kebiasaan-
kebiasaan hidup sehat, kebiasaan cara belajar atau
bergaul yang baik dan sebagainnya. Dalam
membimbing dapat dilakukan secara individu atau
secara kelompok.6
Kembali kepada tujuan bimbingan agama yang
mana adalah memberi bantuan kepada anak bimbing agar
mampu memecahkan kesulitan yang dialami dengan
kemampuan sendiri atas dorongan dari keimanan dan
ketaqwaannya kepada Tuhan. Krena bimbingan Agama
ini relevan dengan pendidikan agama, maka menurut
Zakiyah Darajat Bimbingan Keagamaan itu bertujuan
6 Slameto, Bimbingan Di Sekolah, (Jakarta: Bina Aksara), 1988, h.34-35
36
Membimbing remaja agar menjadi muslim sejati,
beriman, teguh, beramal sholeh, dan berakhlaq mulia,
serta berguba bagi masyarakat, afama, dan Negara.7
2. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Agama
a. Tujuan Bimbingan Agama
Secara umum dan luas, program bimbingan
dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:
1) Membantu individu dalam mencapai
kebahagiaan hidup pribadi.
2) Membantu individu dalam mencapai
kehidupan yang efektif dan produktif dalam
masyrakat.
3) Membantu individu dalam mencapai hidup
bersama dengan individu-individu yang lain.
4) Membantu individu dalam mencapai harmoni
antara cita-cita dan kemampuan yang
dimilikinya.8
Tujuan dari Bimbingan Agama adalah
memberi bantuan kepada anak bimbing agar
mampu memecahkan kesulitan yang dialami
dengan kemampuan sendiri atas dorongan dari
keimanan dan ketaqwaannya kepada Tuhan.
b. Fungsi Bimbingan Agama
7 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta:Amzah), 2010, cet ke-1, h. 39.
8 Samsul Munir Amin, h. 39.
37
Fungsi bimbingan agama sendiri adalah
dapat memberikan petunjuk arah yang benar,
dalam hal ini Allah berfirman dalam Al-Qur’an
surat Asyu’ara ayat 52 yang Artinya:
“Dan Demikianlah Kami wahyukan kepada
wahyu (Al Quran) dengan perintah kami,
sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Apakah Al
kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui
Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al
Quran itu cahaya, yang kami tunjuki dengan Dia
siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-
hamba kami, dan Sesungguhnya kamu benar-
benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”.
Sebagaimana kita ketahui bahwa
bimbingan agama merupakan memiliki fungsi
untuk mengarahkan merubah dari yang tidak baik
menjadi baik, dari yang tidak benar menjadi benar
melalui perantara, selain itu ada juga prinsip-
prinsip bimbingan agama yang harus dimiliki
pembimbing.
Menurut Bimo Walgito prinsip-prinsip bimbingan
agama meliputi:
a. Bimbingan dimaksudkan untuk anak-anak
dewasa dan orang-orang yang sudah ada.
b. Usaha-usaha bimbingan dalam prinsipnya
harus menyeluruh kesemua orang.
38
c. Supaya bimbingan dapat berhasil baik,
dibutuhkan lah pengertian yang mendalam
mengenai orang yang dibimbing maka
perlu dilakukan evaluasi (penilaian) dan
penyelidikan-penyelidikan individual.
d. Fungsi dari bimbingan adalah menolong
orang supaya berani dan bertnggung jawab
sendiri dalam menghadapi kekuasaannya,
sehingga hasilnya dapat berupa kemajuan
dan keseluruhan pribadi orang yang
bersangkutan.9
3. Unsur-unsur Bimbingan Agama
Untuk melaksanakan bimbingan tentunya
harus mengerti unsur-unsur daripada bimbingan
agama itu sendiri, dan adapun unsur-unsur tersebut
meliputi:
a. Konselor, konselor adalah seseorang yang
mempunyai kemampuan dalam menangani
masalah, baik masalah itu diakibatkan dari
lingkungan (lahir) maupun dari dirinya sendiri
(batin). Pengertian di atas dalam hal ini bukan
berarti setiap orang bisa menjadi konselor,
9 Alimuddin Hasibuan, skripsi “Metode Bimbingan Agama dalamMeningkatkan Perekmbangan Emosi Anak di Panti Asuhan PutraMuhammadiyah Cabang Medan, (Medan: UIN Sumatera Utara), 2016, h. 28-29
39
sebab konselor di sini masih ada syarat yang
harus dipenuhi.10
b. Kemampuan professional pembimbing sudah
barang tentu harus yang memiliki kemampuan
keahlian atau kemampuan professional di
bidang tertentu. Keahlian di bidang bimbingan
merupakan syarat mutlak, sebab apabila yang
bersangkutan tidak menguasai bidangnya,
maka bimbingan tidak akan mencapai
sasarannya.
c. Sifat kepribadian yang baik (akhlaqul
karimah). Sifat kepribadian yang baik dari
seorang pembimbing diperlukan untuk
menunjang keberhasilan bimbingan.
d. Kemampuan kemasyarakatan (ukhuwah
Islamiah) pembimbing harus memiliki
kemampuan melakukan hubungan
kemanusiaan atau hubungan sosial, ukhuwah
islamiyah yang tinggi. Kemampuan itu untuk
mengetahui keadaan orang di sekitarnya.
4. Metode Bimbingan Agama
Ada beberapa metode yang digunakan dalam
bimbingan agama, maka dalam upaya mengadakan
10 Musnawar Tohari, Dasar-dasar Konseptual Bimbingan DanKonseling, (Yogyakarta: UII Press), 1992, h. 42-43.
40
bimbingan agama menurut pendapat Arifin, M. Ed.,
dapat menggunakan metode-metode sebagai berikut:11
a. Metode Kelompok
Metoda ini menghendaki agar setiap anak
bombing mengadakan hubungan timbal balik
dengan lingkungan sekitarnya baik berinteraksi
dengan teman maupun berbaurdengan
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi
peningkatan individu masing-masing. Dalam
proses bimbingan ini pembmbing hendaknya
mengarahkan minat untuk saling tolong
menolong dalam memecahkan permasalahan
bersama yang menyangkut kepentingan
kelompok. Dengan menggunakan kelompok,
pembimbing akan dapat mengembangkan
sikap sosial, sikap memahami peranan anak
bimbingan dalam lingkungnnya menurut
penglihatan orang lain dalam kelompok itu
(rolereception) karena ia ingin mendapatkan
pandangan baru tentang dirinya dari orang lain
serta hubungannya dengan orang lain.
b. Metode Individu
Dalam metode ini, penyuluh berhubungan
secara langsung maupun tidak langsung dengan
sasarannya secara perorangan. Metode perorangan
11 M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan PenyuluhanAgama, (Jakarta: PT Golden Trayon Press), 1998, h. 44-47.
41
atau (personal approach), sangat efektif digunakan
dalam penyuluhan karena sasaran dapat secara
langsung memecahkan masalahnya dengan
bimbingan khusus dari penyuluh.
c. Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan suatu teknik
atau metode didalam bimbingan dengan cara
penyajian atau penyampaian informasinya melalui
penerangan dan penuturan secara lisan oleh
pembimbing terhdap anak bombing, pembimbing
juga sering menggunakan alat bantu seperti
gambar, kitab, peta, dan alat lainnya. Metode ini
sering dipakai dalam bimbingan agama yang
banyak diwarnai dengan ciri karakteristik bicara
seorang pembimbing pada kegiatan bimbingan
agama. Meode ini pembinaannya dilakukan secara
berkelompok dan pembimbing melakukan
komunikasi secara langsung.
d. Metode Cerita (Kisah)
Metode cerita adalah suatu cara
penyampaian dalam bentuk cerita. Cerita
merupakan media yang efektif untuk menanamkan
nilai-nilai akhlak yang baik., sekaligus karakter
sesuai dengan nilai religi yang disampaikan dan
pada akhirnya dapat membentuk sebuah
kepribadian. Islam menyadari sifat alamiah
42
manusia untuk menyenangi cerita yang
pengaruhnya besar terhadap perasaan. Oleh karena
itu metode cerita dijadikan sebagai salah satu
pendidikan.
e. Metode Keteladanan
Metode keteladanan merupakan bagian
dari sejumlah metode yang paling ampuh dan
efektif dalam mempersiapkan dan membentuk
individun secara normal, spiritual dan social.
Sebab seorang pembimbing merupakan contoh
ideal dalam pandangan seseorang yang tingkah
laku dan sopan santunnya akan ditiru, yang
disadari atau tidak, bahkan semua keteladanan itu
akan melekat pada diri dan perasaannya dalam
bentuk ucapan, perbuatan, hal yang bersifat
material, indrawi maupun spiritual. Karenanya
keteladanan merupakan faktor penentu baik
buruknya seseorang yang dibimbing.
Metode ini juga digunakan sebagai
pemberian contoh yang baik dalam tingkah laku
sehari-hari. Seorang pembimbing akan merasa
sangat mudah menyampaikan secara lisan, namun
belum tentu dapat menjalankan dan dapay
diterima oleh yang dibimbingnya, untuk
mengatasinya, maka pembimbing harus
memberikan contoh atau keteladanan, misalnya
43
menganjurkan agar selalu berdzikir, maka
pembimbing harus melakukannya atau
memulainya terlebih dahulu.
f. Metode Wawancara
Metode wawancara merupakan salah satu
cara memperoleh fajta-fakta kejiwaan yang dapat
dijadikan bahan pemetaan tentang bagaimana
sebenarnya hidup dan kejiwaan seseorang yang
dibimbing pada saat tertentu yang memerlukan
bimbingan. Wawancara dapat berjalan denga baik
apabila memenuhi persyaratn sebeagi berikut:
1) Pembimbing harus bersifat komunikatif
kepada anak bombing.
2) Pembimbing harus dapat dipercaya sebagai
pelindung oleh orang yang dibimbing.
3) Pembimbing harus bisa menciptakan
situasi dan kondisi yang memberikan
perasaan damai dan aman serta santai
kepada seseorang yang dibimbing.
g. Metode Pencerahan (Metode Edukatif)
Yaitu cara mengungkapkan tekanan
perasaan yang menghambat perkembangan belajar
dengan mengorek sampai tuntas perasaan atau
sumber perasaan yang menyebabkan hambatan
atau ketegangan dengan cara “client centered”,
44
yang diperdalam dengan permintaan atau
pertanyaan yang meyakinkan untuk mengingat-
ingat serta mendorong agar berani
mengungkapkan perasaan tertekan, sehingga pada
akhirnya pembimbing memberikan petunjuk-
petunjuk tentang usaha apa sajakah yang baik bagi
yang dibimbing dengan cara yang tidak bernada
imperative (wajib), akan tetapi berupa anjuran-
anjuran yang tidak mengikat.
Metode bimbingan agama seperti yang
dikemukakan oleh Arifinm, M. Ed., ada metode
ceramah, biasanya metode ini berupa kelompok
yang diberikan oleh pembimbing kepada
perorangan yang sedah mendapat masalah, selain
itu metode cerita, bisa juga kelompok atau
perorangan, akan lebih baik jika perorangan,
karena pembimbig akan memberikan yang
maksimal pada seseorang yang bermasalah, tanpa
menghilamgkan focus pada permasalahan yang
lain, meode keteladanan bagaimana seorang
pembimbing memberikan sikap dan perilaku yang
baik terhadap seseorang yang sedang dalam
masalah, adapun metode wawancara dengan cara
ini pembimbing dapat mengenal betul
pemasalahan yang di hadapi seorang tersebut, dan
dapat memcahkan permasalahan secara mudah,
45
yang terakhir yaitu metode pencerahan setelah
metode wawancara dilakukan, mengetahui
permasalahan dan dapat memecahkan masalah
serta memberikan pencerahan untuk menangani
permaalahan yang terjadi.
5. Materi Bimbingan Agama
Dalam pelaksanaan bimbingan agama betujuan
untuk memberikan bantuan kepada seseorang yang
sedang kesulitan lahir dengan menggunakan
pendekatan ajaran Islam. Kesulitan-kesulitan tersebut
diantaranya berupa kesulitan dalam memahami
mengamalkan ajaran Islam.12
Dengan ini materi bimbingan agama haruslah
disesuaikan dengan kebutuhn terbimbing yang tentu
saja didasarkan ajaran Islam itu sendiri.
a. Kesulitan dalam memahami ajaran agama Islam
Kesulitan memahami ajaran-ajaran Islam
sama artinya dengan kesulitan memahami sumber-
sumber ajaran Islam, yakni Al-Qur’an dan sunnah
rasul. Kedua sumber tersebut sumber ajaran yang
saling terkait hingga yang satu dengan yang
lainnya saling melengkapi. Sumber ajaran Islam
adalah Al-Qur’an.
Al-Qur’an bukanlah hasil renungan
manusia, melainkan firman Allah yang maha
12 Musnawar Tohari, Dasar-dasar Konseptual Bimbingan DanKonseling, (Yogyakarta: UII Press), 1992, h. 142-143.
46
pandai dan maha bijaksana. Oleh sebab itu setiap
muslim berkeyakinan bahwa ajaran kebenaran
terkandung dalam kitabullah Al-Qur’an yang tidak
dapat tertandingi oleh pikiran manusia. Al-Qur’an
itu tiada lain adalah peringatan bagi seluruh
manusia (bangsa). Al-Quran dalam bahasa arab
mempunyai daya tarik dan keindahan yang
deduktif didapatkan dalam bahasa yang singkat,
cemerlang, kalimat pendek, berisi, berirama
seiring, bertenaga ekspresi, berenergi eksplosif,
dan bermakna kata demi kata.13
b. Kesulitan dalam mengamalkan ajaran agama Islam
Selain materi Al-Qur’an dan al sunnah
yang perlu disampaikan dalam bimbingan agama
adalah program untuk mengatasi kesulitan
mengamalkan ajaran agama Islam yang meliputi
keimanan (aqidah), keIslaman (syari’ah), dan budi
pekerti (akhlatul karimah), dan dijelaskan dalam
artian sebagai berikut:
1) Keimanan (aqidah)
Iman adalah ucapan hati dan lisan yang
disertai perbuatan diiringi dengan ketulusan niat
dan dilandasi dengan berpegang pada sunnah
Rasulullah SAW. Iman atau aqidah adalah suatu
yang diyakini secara bulat tidak diikuti keragu-
13 Kencana Inny Syafi’i, Etika Pemerintah, (Jakarta: Rienika Cipta),1994, h. 4.
47
raguan sedikitpun. Keyakinan ini dapat
menimbulkan sifat jiwa yang tercermin dalam
perkataan maupun perbuatan. Hal ini bertumpu
pada kepercayaan dan keyakinan yang sungguh-
sungguh akan ke esaan Allah.14
2) Keislaman (syari’ah)
Syari’at merupakan hokum yang telah
ditetapkan oleh Allah SWT. Bagi hambanya agar
mereka mengimani, mengamalkan, dan berbuat
baik dalam hidupnya. Sebagaimana firman dalam
surat Al-jatsiyah ayat : 18 yang artinya:
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas
suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu),
maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti
hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui”.15
Syari’at merupakan aturan-aturan yang
telah ditetapkan, menurut peneliti bahwa
mempelajari syari’ah merupakan hal yang wajib
bagi dasaran Ilmu Agama, dan pegangan hidup
yang terprinsip dalam ajaran agama Islam.
3) Budi pekerti (akhlatul karimah)
14 Muhammad Syeh At’tamimi, Kitab Tauhid Yayasan SosialIbrahimdan Kementrian Urusan Islam, ( Dakwah dan Bimbingan KerajaanArabSaudi), 1996, h. 24.
15 Depag RI, ( Al-Qur’an Al-Karim Dan Terjemah nya), 2000.
48
Menurut Ibnu Maskawaih, secara singkat
akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa
melakukan pemikiran dan pertimbangan.16
Selanjutnya menurut Abdullah Darraz,
perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap
sebagai manifestasi dari akhlaknya, apabila
memenuhi dua syarat, yaitu:
a) Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang
kali dalam bentuk yang sama, sehingga
menjadi suatu kebiasaan bagi pelakunya.
b) Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena
dorongan jiwanya, bukan karena adanya
tekanan dari luar, seperti adanya paksaan yang
menimbulkan ketakutan atau bujukan dengan
harapan mendapatkan sesuatu.
Dari beberapa pengertian akhlak diatas,
dapat dipahami bahwa akhlak adalah spontanitas
amaliah baik ucapan, perbuatan atau tingkah laku
tanpa direncanakan atau dipertimbangkan yang
muncul dengan mudah karena terlatih atau
terbiasa. Baik buruknya akhlak merupakan dasar
bagi lahirnya perbuatan yang baik atau yang
buruk. Sedangkan akhlakul karimah merupakan
16 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf Edisi 1, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada), 2002, h. 3
49
perilaku ideal seorang muslim seperti yang
dicontohkan oleh Rasulullah.17
B. Penerimaan Diri
1. Definisi Penerimaan Diri
Penerimaan diri (Self-acceptance) ialah suatu
kemampuan individu untuk dapat melakukan
penerimaan diri terhadap keberadaan diri sendiri.
Hasil analisa atau penilaian terhadap diri sendiri akan
dijadikan dasar bagi seorang individu untuk dapat
mengambil suatu keputusan dalam rangka penerimaan
terhadap keberadaan diri sendiri. Sikap penerimaan
diri dapat dilakukan secara realistis, tetapi juga dapat
dilakukan secara tidak tidak realistis. Sikap
penerimaan realistis dapat ditandai dengan
memandang segi kelemaham-kelemahan maupun
kelebihan-kelebihan disi secara objektif. Sebaliknya
penerimaan diri tidak realistis ditandai dengan upaya
untuk menilai secara berlebihan terhadap diri sendiri,
mencoba untuk menolak kelemahan diri sendiri,
mengingkari atau menghindari hal-hal yang buruk
dalam dirinya, misalnya pengalaman traumatis masa
lalu.18
Chaplin mengemukakan bahwa penerimaan
diri adalah sikap yang pada dasarnya merasa puas
17 A. Fatih Syuhud, Pribadi Akhlakul Karimah, (Malang: Pustaka Al-Khoirot), 2010, h. 4.
18 Dariyo Agoes, Psikologi Perkembangan Anak Usia Tiga TahunPertama, (Jakarta: PT Refika Aditama), 2007, h. 205.
50
dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat
sendiri, serta pengetahuan-pengetahuan akan
keterbatasan-keterbatasan sendiri. Penerimaan diri ini
mengendalikan adanya kemampuan diri dalam
psikologis seseorang yang menunjukkan kualitas diri.
Hal ini berarti bahwa tinjauan tersebut akan diarahkan
pada seluruh kemampuan diri yang mendukung.
Kesadaran diri akan segala kelebihan dan kekurangan
diri haruslah seimbang dan diusahakan untuk saling
melengkapi satu sama lain, sehingga dapat
membutuhkan kepribadian yang sehat.19
Menurut Rogers, penerimaan diri merupakan
ciri mental yang sehat, oleh karena itu banyak
permasalahan mengenai penyesuaian yang muncul
yang disebabkan karena kurangnya penerimaan diri.20
Menurut Lee J. Cronbach, penerimaan diri merupakan
karakteristik yang lebih dalam hingga batas tertentu,
yang menjelaskan mengapa orang bertindak seperti
yang dilakukannya. Dengan arti keadaan dimana
seorang individu memiliki penilaian positif terhadap
dirinya, menerima serta mengakui segala kelebihan
19 Chaplin, J.P. Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: PT. Raja GrafindiPersada) 2005, h. 250.
20 Ahmad Susanto, Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Konsep,Teori dan Aplikasinya), (Jakarta: Prenadamedia Group), 2018, h. 262.
51
maupun segala keterbatasan yang ada dalam dirinya
tanpa merasa bersalah terhadap kodrat dirinya.21
Adapun penerimaan diri menurut Sheerer,
adalah sikap untuk menilai diri dan keadaannya secara
objektif, menerima segala yang ada pada dirinya
termasuk kelebihan-kelebihan dan kelemahan-
kelemahannya. Individu yang menerima diri berarti
telah menyadari, memhami dan menerima diri apa
adanya dengan disertai keinginan dan kemampuan diri
untuk senantiasa mengembangkan diri sehingga dapat
menjalani hidup dengan baik dan penuh tanggung
jawab.22
Dari pengertian-pengertian menurut para ahli
dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah
bagaimana seseorang dapat menerima dirinya dengan
apa adanya, memahami dan mengkondisikan apa yang
ada pada dirinya. Seseorang yang dapat menerima
dirinya sendiri adalah seseorang yang tahu akan
kelebihan dan kekurang dirinya, dan tahu apa yang
terjadi akan dirinya, serta dapat menjalankan segala
sesuatu dengan positif dan yakin terhadap diri sendiri.
21 Meiga Latifah putri Permadin, skripsi “Hubungan DukunganKeluarga Dengan Penerimaan Diri Narapidana Di Lembaga PemasyarakatanWanita Kelas IIA Tangerang”, (Jakarta: UIN Jakarta), 2018, h. 23
22 Ratri Paramita, Pengaruh Penerimaan Diri Terhadap PenyesuaianDiri Penderita Lupus, (Semarang: Jurnal Psikologi Undip), Vol. 12, No. 01,2013, H. 93.
52
2. Ciri-ciri Penerimaan Diri
Menurut Sheerer, individu yng memiliki penerimaan
diri memiliki karakteristik:
a. Mempunyai keyakinan akan kemampuan
dalam menghadapi kehidupan.
Individu mempunyai rasa percaya diri dan
lebih memutuskan perhatian kepada
keberhasilan akan kemampuan dirinya dalam
menyelesaikan masalah.
b. Menganggap dirinya berharga sebagai manusia
yang sederajat dengan orang lain.
Individu dalam golongan ini memiliki
keyakinan bahwa ia dapat berarti atau berguna
bagi orang lain yang masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan.
c. Tidak merasa ditolak orang lain dengan
keadaan yang berbeda dari orang lain.
Individu tersebut tidak merasa sebagai orang
yang menyimpang dan berbeda dengan orang
lain, sehingga mampu menyesuaikan dirinya
dengan baik dan tidak merasa berbeda dari
orang lain. Menyadari dan tidak merasa malu
tentang keadaan dirinya.
d. Percaya diri
Memiliki keyakinan terhadap diri sendiri akan
kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh
53
individu. Tidak malu terhadap kekurangan
yang dimiliki.
e. Berani memikul tanggung jawab terhadap
perilakunya.
Setiap melakukan sesuatu perbuatan, individu
tersebut tidak akan lepas dari aturan yang ada
dan betanggung jawab atas semua yang
individu lakukan.
f. Perilaku lebih berdasarkan nilai-nilai dan
standar yang ada pada dirinya dari pada
didasari oleh tekanan-tekanan dari luar diirnya.
Mempunyai prinsip-prinsip atau standar
hidupnya tanpa harus diperbudak oleh
individu-individu lain.
g. Menerima kritikan terhadap diri secara objektif
Pujian yang diterima dan celaan yang didapat
dijadikan sebagai motivasi dan merubah
keadaan yang buruk menjadi baik.
h. Tidak menyalahkan dirinya akan keterbatasan
yang dimiliki ataupun mengingkari
kelebihannya.
Mengerti dan paham atas kelemahan yang
dimilikinya. Tidak menyalahkan diri sendiri
terhadap kekurangan yang dimiliki dan tidak
merasa sombong terhdap kelebihan.
i. Tidak mengingkari dorongan hati dan emosi.
54
Individu selalu bersikap tenang dalam
menghadapi suatu masalah. Apabila memiliki
suatu permasalahan diselesaikan dengan
tenang.23
Ciri-ciri penerimaan diri yang telah dijabarkan
tersebut dapat terpisah-pisah, dan hanya bagaimana
masing-masing individu dapat melakukan penerimaan
diri dengan baik.
3. Dampak-dampak penerimaan diri
Hurlock (1974) membagi dampak dari
penerimaan diri menjadi dua kategori sebagai berikut:
a. Dalam penyesuaian diri
Orang yang memiliki penerimaan diri
mampu mengenali kelebihan dan kekurangannya.
Ia biasanya memiliki keyakinan diri (self
confidence) dan harga diri (self esteem). Selain itu,
mereka juga lebih dapat menerima kritik demi
perkembangan dirinya. Penerimaan diri yang
disertai dengan adanya rasa aman untuk
mengembangkan diri ini memungkinkan seseorang
untuk menilaian dirinya secara lebih realistic
sehingga dapat menggunakan potensinya secara
efektif. Dengan penilaian yang realistic terhadap
23 Zefi Nofri Angraini, skripsi “Hubungan Penerimaan Diri DenganPenyesuaian Diri Pada Wanita Dewasa Madya”, (Riau: UIN Riau), 2010. H.39-40.
55
diri, seseorang akan bersikap jujur dan tidak
berpura-pura. Ia juga merasa puas dengan menjadi
diirnya sendiri tanpa ada keinginan untuk menjadi
orang lain.
b. Dalam penyesuaian sosial
Penerimaan diri biasanya disertai dengan
adanya penerimaan pada orang lain. Orang yang
memiliki penerimaan diri akan merasa aman untuk
menerima orang lain, memberikan perhatiannya
pada orang lain, serta menaruh minat terhadap
orang lain, seperti menunjukkan rasa empati dan
simpati. Dengan demikian orang yang memiliki
penerimaan diri dapat melakukan penyesuaian
sosial yang lebih baik dibandingkan dengan orang
yang merasa rendah diri, sehingga mereka
cenderung berorientasi pada dirinya sendiri (self
oriented). Ia dapat mengatasi keadaan
emosionalnya tanpa mengganggu orang lain, serta
toleran dan memiliki dorongan untuk membantu
orang lain.
Penerimaan diri sangat berhubungan erat
dengan konsep diri karena penerimaan diri
memiliki peranan yang penting dalam
pembentukan konsep diri dan kepribadian yang
positif. Orang yang memiliki konsep diri yang
baik pula, karena selalu mengacu pada gambaran
56
diri ideal, sehingga bisa menerima gambaran
dirinya yang sesuai dengan realitas.24
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan
Diri
Hurlock mengemukakan tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi dalam penerimaan diri adalah :
a. Adanya pemahaman tentang diri sendiri
Hal ini timbul adanya kesepakatan
seseorang untuk mengenali kemampuan dan
ketidakpuasannya. Individu yang dapat
memahami dirinya sendiri tidak akan hanya
tergantung dari kemampuan intelektualnya
saja, tetapi juga pada kesempatannya untuk
penemuan diri sendiri, maksudnya semakin
orang dapat memahami dirinya, maka semakin
dapat ia menerima dirinya.
b. Adanya hal yang realistik
Hal yang timbul jika individu
menentukan sendiri harapannya dengan
disesuaikan dengan pemahanaman dan
kemampuannya, dan bukan diarahkan oleh
orang lain dalam mencapai tujuannya dengan
24 Lailatul Ikromah, skripsi “Pengaruh Perceived Behavioral Control,Dukungan Sosial, dan Religiulitas Terhadap Penerimaan Diri Orang Tua YangMemiliki Anak Down Syndrom, (Jakarta: UIN Jakarta), 2015, h. 19-20.
57
memiliki harapan yang realistik, makan akan
semakin besar kesempatan tercapainya harapan
itu, dan hal ini akan menimbulkan kepuasan
diri yang merupakan hal penting dalam
penerimaan diri.
c. Tidak adanya hambatan di dalam
lingkungan
Walaupun seseorang sudah memiliki
harapan yang realistik, tetapi jika lingkungan
disekitarnya tidak memberikan kesempatan
atau bahkan menghalangi, maka harapan
individu tersebut akan sulit tercapai.
d. Sikap-sikap anggota masyarakat yang
menyenangkan
Tidak menimbulkan prasangka, karena
adanya penghargaan terhadap kemampuan
sosial orang lain dan kesediaan individu
mengikuti kebiasaan lingkungan.
e. Konsep diri yang stabil
Individu yang memiliki konsep diri
yang stabil, akan sulit menunjukkan pada orang
lain, siapa ia yang sebenarnya, sebab ia sendiri
ambivalen terhadap dirinya.25
25 Hurlock, Elizabeth B, Psikologi Perkembangan Anak Jilid 1,(Jakarta: Erlangga), 1993.
58
5. Aspek-aspek Penerimaan Diri
Elizabeth sheerer mengatakan aspek-aspek
penerimaan diri, meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Perasaan Sederajat
Individu menganggap dirinya sederajat
dengan orang lain, sehingga individu tidak merasa
sebagai orang yang istimewa atau menyimpang
dari orang lain. Individu merasa dirinya
mempunyai kelemahan dan kelebihan seperti
orang lain.
b. Percaya Kemampuan Diri
Individu mempunyai kemampuan untuk
menghadapi kehidupan. Hal ini tampak dari sikap
individu yang peraya diri, lebih suka
mengembangkan sikap baiknya dan mengeliminasi
sifat buruknya dari pada ingin menjadi orang lain,
sehingga individu merasa puas dengan dirinya.
c. Bertanggung Jawab
Individu bernilai memikul tanggung jawab
terhadap perilakunya, sehingga menerima diri apa
adanya.
d. Orientasi Keluar Diri
59
Individu lebih mempunyai orientasi keluar
diri dari pada kedalam. Individu lebih suka
memperhatikan dan toleran terhadap orang lain,
sehingga mendapatkan penerimaan sosial dan
lingkungannya.
e. Berpendirian
Individu lebih suka mengikuti standarnya
sendiri dari pada bersikap nyaman (comfrom)
terhadap tekanan sosial, oleh karena itu individu
yang mampu menerima diri mempunyai sikap dan
kepercayaan diri pada tindakannya.
f. Menyadari Keterbatasan
Individu tidak menyalahkan diriakan
keterbatasan atau mengingkari kelebihannya.
g. Menerima Sifat Kemanusiaan
Individu tidak menyangkal emosi. Individu
mengenali perasaan marah, takut, dan cemas,
tanpa menganggap sebagai suatu yang harus di
ingkari atau ditutupi. Kepercayaan atau
kemampuannya untuk dapat menghadapi
hidupnya.26
26 Meiga Latifah putri Permadin, skripsi “Hubungan DukunganKeluarga Dengan Penerimaan Diri Narapidana Di Lembaga PemasyarakatanWanita Kelas IIA Tangerang”, (Jakarta: UIN Jakarta), 2018, h. 224-26
60
C. Remaja Tunanetra
1. Pengertian Remaja
Istilah remaja atau Adolesence berasal dari kata
Latin, Adolesence (kata bendanya,adolescentia yang
berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh
menjadi dewasa” (Rice, 1996). Santrock (1996)
mendefinisikan remaja sebagai tahap perkembangan dari
transisi antara masa kanak-kanak ke masa dewasa; secara
biologis, kognitif, dan perubahan sosioemosional.
Sedangkan menurut Hurlock (1996) mendeinisikan
remaja sebagai suatu tahap transisi ketika individu
berubah secara fisik dan psikologis dari anak-anak
menjadi dewasa.27
Fase remaja merupakan segmen perkembangan
individu yang sangat penting, yang diawali dengan
matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu
berproduksi. Menurut Konopaka, masa remaja ini
meliputi (a) remaja awal : 12-15 tahun ; (b) remaja madya
: 15-18 tahun dan (c) remaja akhir : 19-22 tahun.28
Sementara Salzman, mengemukakan bahwa
remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung
(dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian
27 Raysa Bestari Siniwi, skripsi “Status Identitas Diri RemajaTunanetra Non Genetik”, (Yogyakarta: Univesitas Sanata Dharma), 2016, h.18-19.
28 Yurdik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: PrenadamediaGroup), 2011, h. 240.
61
(independence), minat-minat seksual, perenungan diri,
dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu
normal.29
Pada tahun 1974, WHO memberikan definisi
tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam
definisi tersebut dikemukakan 3 kriteria biologic,
Psikologi dan sosial ekonomi, Remaja adalah suatu masa
dimana:
a) Individu berkembang dari saat pertama kali ia
menunjukan tanda-tanda seksual sekundernya sampai
saat ia mencapai kematangan seksual.
b) Individu mengalami perkembangan Psikologi dan pola
identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
c) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi
yang penuh kepada keadaan yang relative lebih
mandiri.30
2. Aspek-aspek Masa Remaja
Dalam memandang dampak masa pubertas,
seorang anak remaja mengalami perubahan sosial,
kognitif, dan perubahan fisik.
a. Perkembangan Fisik
29 Yurdik Jahja, h. 240.30 Sarlito W Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo),
1994, h. 9.
62
Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan
pada tubuh, otak, kapasitas sensoris, dan keterampilan
motoric (Papalia dan Olds, 2001). Perubahan pada tubuh
ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh,
pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ
seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai
beralih dari tubuh anak-anak menjadi tubuh orang dewasa
yang cirinya ialah kematngan. Perubahan fisik otak
strukturnya semakin sempurna untuk meningkatkan
kemmapuan kognitif.31
b. Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget, seorang remaja termotivasi untuk
memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis
mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif
membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi
yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke
dalam skema kognitif mereka. Remaja telah mampu
membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih
penting dibandingkan ide lainnya, lalu remaja juga
menghubungkan ide-ide ini. Seorang remaja tidak saja
mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi
remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga
memunculkan suatu ide baru. Perkembangan kognitif
31 Yurdik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: PrenadamediaGroup), 2011, h. 231.
63
adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar,
memori, menalar, dan bahasa.32
c. Perkembangan Kepribadian dan Sosial
Perkembangan kepribadian adalah perubahan cara
individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan
emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti
perubahan dalam berhubungan dengan orang lain.
Perkembangan kepribadian yang penting pada masa
remaja ialah pencarian identitas diri. Pencarian identitas
diri adalah proses menjadi seseorang yang unik dengan
peran yang penting dalam kehidupan. Perkembangan
sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok
teman sebayanya disbanding orang tua. Dibanding pada
masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan
kegiatan di luar rumah seperti kegioatan
sekolah,ekstrakulikuler, dan bermain dengan teman,
dengan demikian , pada masa remaja peran kelompok
teman sebaya ialah besar. Pada diri remaja, pengaruh
lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup
kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap
perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan
tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam
perilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan kelompok
teman sebaya. Kelompok teman sebaya diakui dapat
32 Yurdik Jahja, h. 231.
64
mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang
remaja tentang perilakunya.33
3. Tunanetra
Dalam bidang pendidikan luar biasa, anak dengan
gangguan penglihatan lebih akrab disebut anak tunanetra.
Tunanetra adalah salah satu jenis hambatan fisik yang
ditandai dengan ketidakmampuan seseorang untuk
melihat, baik menyeluruh (total blind) ataupun sebagian
(low vision) dan walaupun telah diberi pertolongan
dengan alat-alat khusus, mereka masih tetap memerlukan
pendidikan khusus. Dengan kata lain tunanetra adalah
seseorang yang mengalami gangguan fungsi penglihatan
sedemikian rupa sehingga tidak dapat menggunakan
indera penglihatannya secara fungsional dan dalam proses
pendidikan diperlukan pelayanan khusus.34
Ada dua jenis definisi yang biasa digunakan untuk
memberi batasan tentang tunanetra total, yaitu batasan
legal yang digunakan untuk layanan medis dan
rehabilitasi serta batasan yang digunakan untuk
pendidikan. Tetapi Cartwright, mengemukakan berbagai
batasan tunanetra dari berbagai sudut pandang:
33 Yurdik Jahja, h. 243.34 Agustyawati, M.Phil, SNE & Solicha, M.Si, Psikologi Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus,(Jakarta: Lemabaga Penelitian UIN Jakarta), 2009,h. 7-8.
65
a. Menurut batasan personal, batasan tunanetra lebih
dilihat dari bagaimana sikap individu bila berhadapan
dengan tunantera atau yang penglihatannya terbatas.
Sebagian orang merasa kasihan karena menganggap
orang tunanetra sebagai orang yang tidak berdaya,
merasa takut, karena dianggap bisa menularkan
ketunanetraannya, atau merasa tidak nyaman ketika
bergaul dengan orang yang tidak bisa melihat.
b. Menurut batasan sosiologi, ketidakmampuan diri
penderita tunanetra merupakan peran social yang
dipelajari. Berbagai sikap dan pola tingkan laku yang
merupakan ciri dari penderita tunanetra merupakan hal
yang bukan dibawa sejak lahir, melainkan lebih
karena diperoleh melalui suatu proses belajar.
c. Menurut batasan legal atau administrative, yang
dimaksud tunanetra total adalah mereka yang
memiliki ketajaman penglihatan tidak lebih dari
20/200 dan luas pandang tidak lebih dari 20 derajat
meski telah mendapat upaya perbaikan terhadap
penglihatannya. Artinya orang itu hanya dapat melihat
pada jarak 20 kaki sementara untuk ukuran
mata/penglihatan yang normal dapat melihat pada
jarak 200 kaki. Batasan tersebut lebih ditekankan pada
66
medan penglihatan (field of vision) dan ketepatan
penglihatan (visual acuity).35
4. Klasifikasi Anak Tunanetra
Secara garis besar anak tunanetra diklasifikasikan
menjadi dua macam:
a. Total Blind (Buta)
Dikatakan buta jika anak sama sekali tidak
mampu menerima rangsang cahaya dari luar
(visusnya = 0).
b. Low Vision
Bila anak masih mampu menerima rangsang
cahaya dari luar, tetapi ketajamannya lebih dari
6/21, atau berdasaarkan tes anak hanya mampu
membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh
orang awas dapat dibaca pada jarak 21 meter.36
5. Sebab-sebab Terjadinya Ketunanetraan
Ketunanetraan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor pre-natal
Faktor penyebab ketunanetraan padamasa pre-
natal sangat erat hubungannya dengan masalah
keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam
kandungan, antara lain:
1) Keturunan
35 Agustyawati, M.Phil, SNE & Solicha, M.Si, Psikologi PendidikanAnak Berkebutuhan Khusus,(Jakarta: Lemabaga Penelitian UIN Jakarta), 2009,h. 8.
36 Agustyawati, M.Phil, SNE & Solicha, M.Si, h. 10.
67
Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor
keturunan terjadi dari hasil perkawinan
bersaudara, sesame tunanetra atau mempunyai
orang tua yang tunanetra. Ketunanetraan akibat
keturunan antara lain retinitis Pigmentosa,
penyakit pada retina yang umumnya merupakan
keturunan. Penyakit inisedikit demi sedikit
menyebabkan mundur atau memburuknya retina.
Gelaja pertama biasanya sukar melihat di malam
hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan
peripheral, dan sedikit saja penglihatan pusat yang
tertinggal.
2) Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan
Ketunanetraan yang disebabkan karena proses
pertumbuhan dalam kandungan dapat disebabkan
oleh:
a) Gangguan waktu ibu hamil.
b) Penyakit menahun seperti TBC, sehingga
merusak sel-sel darah tertentu selama
pertumbuhan janin dalam kandungan.
c) Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil
akibat karena rubella atau cacar air, dapat
menyebabkan kerusakan pada mata, telinga,
68
jantung dan system susunan saraf pusat pada
janin yang sedang berkembang.37
b. Post-natal
Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada
masa post-natal dapat terjadi sejak atau setelah bayi
lahir antara lain:
1) Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu
persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda
keras.
2) Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit
gonorrhoe, sehingga baksil gonorrhoe menular
pada bayi, yang pada akhirnya setelah bayi lahir
mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya
penglihatan.38
6. Karakteristik Anak Tunanetra
a. Karakteristik Fisiologis
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa
garis besar tunanetra dibedakan menjadi dua yaitu
totally blind (buta) dan low vision, maka karakteristik
secara fisik atau fisiologis anak tunanetra juga dapat
dikenali dari kedua jenis tersebut, yaitu dengan
melihat ciri-ciri sebagai berikut:
37 Agustyawati, M.Phil, SNE & Solicha, M.Si, Psikologi PendidikanAnak Berkebutuhan Khusus,(Jakarta: Lemabaga Penelitian UIN Jakarta), 2009,h. 12.
38 Agustyawati, M.Phil, SNE & Solicha, M.Si, h. 13.
69
1) Karakteristik totally blind (buta), yaitu:
Tidak mampu melihat.
Tidak mampu mengenali orang pada jarak
enam (6) meter.
Kerusakan nyata pada kedua bola mata.
Sering meraba-raba atau tersandung saat
berjalan.
Mengalami kesulitan saat mengambil
benda kecil di sekitarnya.
Bagian bola mata yang hitam berwarna
keruh.
Mata bergoyang terus.
2) Karakteristik low vision:
Menulis dan membaca dengan jarak yang
sangat dekat.
Hanya dapat membaca huruf yang sangat
besar.
Mata tampak lain: terlihat putih di tengah
mata (katarak) atau kornea (bagian bening
di depan mata) terlihat berkabut.
Terlihat tidak menatap lurus ke depan.
Memancing mata atau mengerutkan kening
terutama di cahaya terang atau saat
mencoba melihat sesuatu.
Lebih sulit melihat pada malam hari
daripada siang hari.
70
Pernah menjalani operasi mata dan atau
memakai kacamata yang sangat tebal tetapi
masih tidak dapat melihat dengan jelas.39
b. Karakteristik Kognitif
Akibat dari ketunanetraan, maka pengenalan
atau pengertian terhadap dunia luar anak, tidak dapat
diperoleh secara lengkap dan utuh. Akibatnya
perkembangan kognitif anak tunanetra cenderung
terhambat dibandingkan dengan anak-anak normal
pada umumnya. Hal ini disebabkan perkembangan
kognitif tidak saja erat kaitannya dengan kecerdasan
atau kemampuan inteligensinya, tetapi juga dengan
kemampuan indera penglihatannya.
Kecenderungan anak tunanetra menggantikan
indera penglihatan dengan indera pendengaran sebagai
saluran utama penerima informasi dari luar
mengakibatkan pembentukan pengertian atau konsep
hanya berdasarkan pada suara atau bahasa lisan.
Beberapa konsep sangat sulit dikenalnya seperti
konsep warna, jarak dan waktu.
c. Karakteristik Sosial
Perkembangan sosial anak tunanetra sangat
bergantung pada bagaimana perlakuan dan
39 Agustyawati, M.Phil, SNE & Solicha, M.Si, Psikologi PendidikanAnak Berkebutuhan Khusus,(Jakarta: Lemabaga Penelitian UIN Jakarta), 2009,h. 14.
71
penerimaan lingkungan terutama lingkungan keluarga
terhadap anak tunanetra itu sendiri. Penerimaan secara
realistic terhadap anak dengan segala keterbatasannya
adalah yang paling utama dalam menumbuhkan rasa
percaya diri. Sikap yang ditunjukan dengan pemberian
kasih saying yang wajar serta pemberian perlakuan
yang sama dengan anak lainnya akan membuat
mereka terbuka terhadap permasalahan yang
dihadapinya dan menjadi motivator tersendiri
untuknya menggapai masa depan.40
40 Agustyawati, M.Phil, SNE & Solicha, M.Si, h. 15-17.
72
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA
A. Sejarah Berdirinya Yayasan Rudlatul Makfufin
Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra)
yang terletak di Kampung Jati, Buaran, Serpong, Kota
Tangerang Selatan adalah lembaga khusus Tunanetra.
Didirikan oleh Raden Halim Shaleh pada tanggal 26
Nopember 1983. Sesuai dengan namanya, Yayasan
Raudlatul Makfufin mempunyai spesialisasi dan prioritas
pengajaran agama Islam kepada Tunanetra Muslim
seluruh Indonesia. Hal ini erat kaitannya dengan Raden
Halim Shaleh sebagai seorang pendidik di Sekolah Luar
Biasa (SLB) yang prihatin dengan kondisi tunanetra pada
minimnya sarana belajar bagi kaum tunanetra, padahal
kewajiban ibadah bukan hanya berlaku bagi orang yang
sempurna tapi juga mereka yang cacat, sedang sarana
pendukungnya sangat minim.
Raden Halim Shaleh kemudian mendatangi Kantor
Departemen Agama RI. untuk kepentingan pendidikan
dan mencari Al-Qur’an Braille dan meminjamnya, tetapi
pihak Depag tidak mengizinkan karena hanya memiliki
dua Al-Qur’an Braille saja yang “sewaktu-waktu
diperlukan untuk kepentingan pameran.”
Yayasan Raudlatul Makfufin memang awalnya didirikan
oleh Departemen Agama, tetapi hanya pendiriannya saja,
sedangkan dana operasional murni dipenuhi Yayasan, dari
73
sumbangan atau zakat dan infak umat Islam, bahkan
Departemen Sosial-pun tidak menyalurkan bantuannya.
Tiap Ramadhan, Raden Halim Shaleh mengirim proposal
ke berbagai Yayasan atau para dermawan untuk
menjelaskan misi Yayasan Raudlatul Makfufin.1
Yayasan Raudlatul Makfufin juga berbeda dengan
Yayasan lain. Santri yang datang belajar di Sekolah Luar
Biasa (SLB), sedang pendalaman agama di Yayasan
Raudlatul Makfufin. Pelajaran utama di Yayasan
Raudlatul Makfufin adalah membaca Al-Qur’an, sedang
ilmu agama lain seperti fiqih dan ibadah sosial lainnya
bisa didapat jamaah di tempat lain.
Dalam kurun usia yang tergolong masih muda,
telah banyak hasil yang dicapai oleh Yayasan Raudlatul
Makfufin, diantaranya, sistem pendidikan yang semula
hanya berupa majelis ta'lim ala kadarnya, kini telah
berkembang dengan mendirikan Pesantren Al-Qur’an
Tunanetra Raudlatul Makfufin, Sekolah Khusus Islam
Terpadu (SKh-IT) Yarfin dengan manajemen pendidikan
modern namun tetap kental nilai-nilai keagamaannya.
Yayasan Raudlatul Makfufin dinilai telah mampu
membangun kepercayaan para tunanetra dalam
pengajaran dan pengembangan ilmu-ilmu agama. Hal itu
dibuktikan dengan semakin banyaknya jumlah santri baik
1 Observasi dan Wawancara langsung dengan Bapak Budi Santoso,Ketua Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), pada tanggal 03Oktober 2018.
74
lokal maupun non lokal yang berasal dari luar kota
(Jakarta, Sumatera, dan Kalimantan) yang diikuti dengan
pencapaian prestasi yang semakin meningkat, baik ketika
mengikuti event-event tingkat regional maupun nasional.
Hal ini tentu saja tidak lepas dari peran serta aktif pendiri
dan para penerusnya yang dengan gigih mencari dan
meramu cara terbaik untuk membina tunanetra muslim
Indonesia agar tidak tertinggal jauh dengan mereka yang
tidak memiliki keterbatasan.
Tentunya bukan suatu hal yang mudah untuk
merealisasikan itu semua. Dibutuhkan suatu usaha yang
sungguh-sungguh, kesabaran, keuletan, dan manajemen
yang optimal. Dan bukan suatu hal yang ringan pula
mempertahankan dan bahkan meningkatkan hasil yang
telah dicapai tersebut untuk dapat mewujudkan lembaga
yang ideal, namun tetap mengikuti perkembangan zaman,
yang nantinya diharapkan dapat mencetak kader-kader
da'i muslim, generasi qur’ani yang mandiri, yang mampu
mengembangkan pengetahuan agama mereka bagi
agamanya, bangsa, dan negaranya dengan tetap berpegang
teguh kepada aqidah Ahlussunnah wal-Jamaah.2
Pindah ke Ciputat, Tahun 1991, H. Munawir
Sjadzali, MA. yang waktu itu menjabat Menteri Agama
RI, memiliki perhatian khusus, dengan memberikan
2 Observasi dan Wawancara langsung dengan Bapak Budi Santoso,Ketua Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), pada tanggal 03Oktober 2018.
75
pinjaman sebidang tanah milik Kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta di jalan Kertamukti, Ciputat. Tak
hanya itu, H. Munawir Sjadzali juga ikut andil
mensukseskan pembangunan gedung untuk pusat kegiatan
Yayasan Raudlatul Makfufin. Pada tahun 1992, H.
Munawir Sjadzali jualah yang meresmikan gedung
Yayasan Raudlatul Makfufin. Sejak itu, seluruh kegiatan
Yayasan Raudlatul Makfufin dapat terpusat di satu lokasi.
Seiring waktu berjalan, pada tahun 2009, muncul
kebijakan Pemerintah yang mengharuskan Yayasan
Raudlatul Makfufin pindah lokasi. Kebijakan ini
mengharuskan seluruh aset negara, termasuk lahan yang
ditempati Yayasan Raudlatul Makfufin, dikembalikan
kepada negara, dalam hal ini Departemen Agama untuk
pembangunan Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tanah yang ditempati Yayasan Raudlatul Makfufin hanya
sebatas pinjaman dengan status Hak Guna Pakai.
Kebijakan pengembalian tanah pinjaman
mengharuskan Yayasan Raudlatul Makfufin berpikir
keras untuk mencari lokasi baru dan membangun kembali
gedung baru. Untuk membangun gedung baru, butuh dana
yang tidak sedikit. Melalui jalur perundingan dengan
pimpinan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, akhirnya
disepakati UIN akan membantu pembangunan gedung
baru.
Kemudian pindah ke Buaran, pada perjalanan
selanjutnya, Alhamdulillah mendapat wakaf dari seorang
76
hamba Allah, berupa tanah seluas 1.000 meter². Untuk
membangun gedungnya, pihak UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta aktif mengumpulkan dana sosial, salah satunya
dengan melaksanakan fun-rishing ke banyak pihak.
Sekaligus ini bukti tanggung-jawab pihak UIN untuk
mengganti bangunan gedung Yayasan Raudlatul Makfufin
sebelumnya.
Pembangunan gedung baru Yayasan Raudlatul
Makfufin (YRM) akhirnya terlaksana, dan pada tahun
2010, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr.
Komaruddin Hidayat, MA. membubuhkan tanda
tangannya diatas batu prasasti, sebagai tanda peresmian
gedung. Hadir pula saat itu Pelaksana tugas (Plt) Walikota
Tangerang Selatan, Ir. HM. Shaleh, MT.
Meski diresmikan oleh Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Yayasan tidak ada sangkut-pautnya
secara formal kelembagaan dengan UIN. Kehadiran
Rektor UIN hanya sekadar meresmikan gedung baru,
sebagai tindak lanjut dari kebijakan perapihan aset milik
negara dan membuat gedung lama YRM dibongkar.
Adapun dasar pendirian, yaitu:
1) Kemiskinan dan kebodohan dekat dengan
kekufuran
2) Ketunanetraan tidak meninggalkan kewajiban
beribadah
3) Perlu strategi, metodologi, dan sarana khusus
untuk tunanetra belajar agama
77
4) Pendekatan agama cara efektif memahami makna
penderitaan/musibah
5) Tunanetra berbakat peluang untuk mengabdikan
diri di bidang agama jika diberi kesempatan dan
didukung sarana yanag memadai
6) Perlu lembaga pengelola dana masyarakat untuk
kesejahteraan sosial tunanetra
B. Lokasi3
Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra)
terletak di Jalan H. Jamat Gagng Masjid I No. 10A
RT.002 RW.05 Kampung Jati, Kelurahan Buaran,
Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten
15316
C. VIsi dan Misi4
Visi : “Terwujudnya peningkatan kualtas
kehidupan beragama dan kesejahteraan sosial tunanetra
muslim menuju pada kebahagiaa dunia akhirat melalui
pendidikan, pembinaan agama, peningkatan keterampilan
berusaha dan bantuan kesejateraan sosial yang diikuti
dengan penyediaan sarana atau layanan khusus.
Misi :
1) menyelenggarakan pendidikan formal
maupun non formal dan kursus-kursus
keagamaan dan da’wah.
3 Dikutip dari Profil Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra)Tangerang Selatan, pada 16 Oktober 2018.
4 Dikutip dari Profil Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra)Tangerang Selatan, pada 16 Oktober 2018.
78
2) Menyediakan buku-buku sumber agama
dalam huruf braille atau rekaman dan
penyiapan tenaga pelaksana yang
professional.
3) Menyelenggarakan khusus keterampilan
usaha.
4) Mengupayakan bantuan sosial bagi
tunanetra yang membutuhkan.
D. Legalitas 5
AktaNotaris : No. 06. Tanggal 23 Maret 2017, Paramita
Martiana Suryandari, SH
SK Menkumham RI. No. AHU-AH 01.06-0002304
Tanda Daftar Yayasan Nomor : 460/367-
19/Bid.Dayasos/2017
Surat Keterangan Domisili Usaha/ Perusahaan Nomor :
503.1/100/Kel.Brn-2016
E. Struktur Organisasi6
1. Dewan Penyatuan:
Hj. Lea Irawan (Ketua)
Prof. Dr. Qomarudin Hidayat
Dr. H. Marjuki Usman, SE.
Dr. Hj. Oktini Watti
Dra. Hj. Lina Liputri, Apt
Hj. Ningrum Maurice Nugroho
5 Dikutip dari Profil Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra)Tangerang Selatan, pada 16 Oktober 2018.
6 Profil Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra) TangerangSelatan 2018.
79
dr. Eko Prihaniangsih
2. Pembina
Ahmad Joni Watimena
Drs. Nur Kholiq S.Q.
Drs. Ngatigo AS.
3. Pengawas
Ade Ismail, S. Pd
H. Akrom Hasani, S. Ag.
H. Abas Sukardi, S.Pd.I
4. Pengurus
Budi Santoso, S.Sos.I (Ketua)
Rafik Akbar, S.Pd.I (Sekertaris)
Diah Rahmawati, S.Pd (Bendahara)
5. Kepala Bidang
Bidang Organisasi & Kesejahteraan Umat:
Ahmad Joni W.
Bidang Pendidikan, Pelatihan dan
Pengembangan Seni
6. Unit Pelaksana
Kepala Pesantren : Ade Ismail, S.Pd
Kepala Percetakan Braille: Ahmad Wahyudi
Kepala Kerumahtanggan : Fahran Q.H.
80
F. Program Kegiatan Yayasan7
1) Kursus keagamaan
Kursus pemberantasan buta huruf Al
Qur’an Braille dan dasar-dasar agama
Kursus seni baca Al Qur’an
Kursus Tahfizh Al Qur’an
7 Wawancara langsung dengan Bapak Budi Santoso, Ketua YayasanRaudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), pada tanggal 17 Desember 2018.
80
F. Program Kegiatan Yayasan7
1) Kursus keagamaan
Kursus pemberantasan buta huruf Al
Qur’an Braille dan dasar-dasar agama
Kursus seni baca Al Qur’an
Kursus Tahfizh Al Qur’an
7 Wawancara langsung dengan Bapak Budi Santoso, Ketua YayasanRaudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), pada tanggal 17 Desember 2018.
80
F. Program Kegiatan Yayasan7
1) Kursus keagamaan
Kursus pemberantasan buta huruf Al
Qur’an Braille dan dasar-dasar agama
Kursus seni baca Al Qur’an
Kursus Tahfizh Al Qur’an
7 Wawancara langsung dengan Bapak Budi Santoso, Ketua YayasanRaudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), pada tanggal 17 Desember 2018.
81
2) Pendidikan luar sekolah (PLS) berupa program
kejar paket A, B dan C
3) SKh-IT (Sekolah Khusus Islam Terpadu) Yarfin
pelayanan pendidikan formal usia sekolah
mulai tingkat dasar hingga menengah atas.
Pelayanan pendidikan formal usia
nonsekolah (kejar paket), mulai tingkat
dasar hingga menengah atas.
4) Pesantren Tunanetra
Pembinaan baca tulis Al;Qur’an
Pembinaan menghafal Al-Qur’an 30 juz
Pembinaan pengetahuan Islam seperti
aqidah, akhlak, tajwid, dan fiqih
Pembinaan keterampilan dakwah
5) Majelis Ta’lim
Program pemberantasan buta huruf Al-
Qur’an Braille.
Pembinaan seni music Islam seperti
marawis dan hadroh.
Pembinaan seni baca Al-Qur’an (tilawatil
qur’an)
Pembinaan pengetahuan Islam seperti
Bahasa Arab, Hadist, Terjemah Qur’an,
dan sejarah Islam.
6) Kursus Komputer Bicara
82
7) Kursus Terapi Kesehatan yang meliputi: Sport
massage, shiatsu, dan refleksi
8) Kursus bahasa asing, yang meliputi: Bahasa
Inggris dan Bahasa Arab
9) Pengadaan Al Quran Brailler dan pembraillean
buku-buku sumber agama islam
10) Peringatan hari-hari besar islam
11) Pengkaderan jama’ah melalui IKJAR (Ikatan
Jama’ah Raudlatul Makfufin)
Yayasan Raudlatul Makfufin saat ini concern
memberikan pembinaan kepada tunanetra muslim dari
tiga aspek penting dalam kehidupan mereka, yaitu:
a. Pembinaan keislamaan dalam rangka membentuk
akhlak yang mulia.
b. Pembinaan intelektual dalam rangka
meningkatkan kemampuan inelegensi
c. Pembinaan keterampilan dalam rangka menunjang
kehidupan tunanetra yang mandiri dan inklusif.
Sehingga diharapkan banyak lahir tunanetra muslim
yang berakhlak mulia, berintelektual tinggi, dan
trampil dalam kemandirian.
Sejak tahun 2016, Yayasan Raudlatul
Makfufin memulai rintisan pendirian SKh-IT
Yarfin (Sekolah Khusus Islam Terpadu
Yayasan Raudlatul Makfufin) untuk tunanetra
83
muslim dengan keunggulan dalam hafalan
(Tahfidz) al-Qur’an dan hadist.
Yayasan Raudlatul Makfufin sejak tahun 1999
telah menjadi lembaga pencetakan Al-Qur’an
Braille berbasis komputer dan pembraillean
buku-buku keislaman, seperti: fiqih, hadist,
bahasa Arab.
G. Fasilitas Yayasan Raudlatul Makfufin8
a. Gedung Pusat Yayasan
b. Sarana Pembraille-an
c. Sarana Koperasi
d. Sarana Ibadah Bagi Para Santri
e. Asrama Santri
f. Untuk Proses Belajar mengajar bagi santri
g. SKh-IT (Sekolah Khusus Islam Terpadu)
h. Majelis Taklim untuk hari Ahad.
8 Observasi langsung ke lapangan di Yayasan Raudlatul Makfufin(Taman Tunanetra), pada tanggal 03 Oktober 2018.
84
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Deskripsi Informan
Dalam bab ini peneliti akan menguraikan data dan
temuan penelitian yang di dapat dalam penelitian ini,
peneliti juga akan mendeskripsikan informan dari
penelitian ini. Informan tersebut terdiri dari Ketua
Yayasan di Raudlatul Makfufin, pengurus pesantren
yayasan Raudlatul Makfufin, serta seorang Pembimbing
agama, dan informan anak-anak remaja Tunanetra terdiri
dari dua laki-laki dan satu perempuan di Yayasan Raulatul
Makfufin (Taman Tunanetra)
1. Pengurus Yayasan Raulatul Makfufin (Taman
Tunanetra)
a. Budi Santoso S.os.I
Pak Budi Santoso adalah ketua Yayasan Raudlatul
Makfufin (Taman Tunanetra), lahir pada tanggal
05 Maret 1978, beliau penyandang tunanetra. Pak
Budi pernh menempuh pendidikan di perguruan
tinggi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi jurusan
Kesejahteraan Sosial, saat beliau sudah
berkeluarga, istri dan anak-anaknya juga sesama
tunanetra, selain menjabat sebagai ketua di
85
Yayasan Raudlatul Makfufin beliau juga menjadi
pengusaha, beliau membuka usaha di rumahnya.1
b. Abdurrohman
Bapak Abdurrohman adalah wakil ketua Pesantren
di Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman
Tunanetraa), beliau juga tunanetra. Pak
Abdurrohman lahir di Tangerang Selatan, 08 Mei
1985, anak pertama dari tiga bersaudara, dan
beliau juga sudah memiliki istri namun belum
memliki anak. Beliau pernah menempuh
pendidikan di SD, SMP, SMA di SLB lebak bulus,
beliau bergabung di Yayasan Raudlatul Makfufin
(Taman Tunanetra) ini cukup lama hamper 6
tahun. Selama hidupnya beliau selalu berprinsip
untuk tidak merepotkan orang lain, dan moto
hidup yang selalu beliau pegang adalah sebisa
mungkin selama hidupnya bisa bermanfaat untuk
orang lain.2
c. Sapto Wibowo S.os.
Bapak Sapto Wibowo, beliau adalah Pembimbing
Agama di Yayasan Raudlatul Makfufin, beliau
juga tunanetra (Total Blind) sejak lahir, beliau
1 Wawancara Pribadi dengan Pak Budi Santoso, Ketua YayasanRaudlatul Makfufin (Taman Tunanetra, Tangerang Selatan, Kamis 17 Januari2019.
2 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Abdurrohman, Wakil KetuaPesantren di Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), TangerangSelatan, Selasa 12 Februari 2019.
86
lahir di Jakarta, 28 Mei 1981 dan belum
berkeluarga. Pak Sapto pernah menempuh
pendidikan di sekolah SLB lebak bulus sampai
kelas 3 SD, setelah itu pindah ke bekasi dan
bersekolah di Panti Sosial Bina Netra Wisma
Tanmia Kementrian Sosial, SMA masuk sekolah
Aliyah di Ciputat, dan melanjutkan S1 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Sosiologi
tahun 2002. Beliau bergabung di Raudlatul
Makfufin pada tahun 1995, dan beliau juga santri
di Yayasan Raudlatul Makfufin pada saat itu, akan
tetapi tidak tinggal hanya mengikuti kegiatan yang
ada di Pesantren saja, beliau juga ke Raudlatul
Makfufin hanya setiap hari Jum’at saja, megambil
pelajaran Bahasa Arab, pelajaran Agama dan
kesenian lainnya, dan berkelanjutan sampai saya
mengajar disini setelah lulus S1. Beliau menjadi
pembimbing Agama di Yayasan Raudlatul
Makfufin (Taman Tunanetra) cukup lama.3
2. Anak Tunanetra di Yayasan Raudlatul Makfufin
a. Qurratul Ain
Qurratul Ain atau yang biasa dipanggil Ain, Ain
berasal dari Pulo Nias, Jl. Lawu-lawu Desa
Mudik, Sumatera Utara.Lahir pada tanggal 06
3 Wawancara pribadi dengan Bapak Sapto wibowo, pembimbingAgama di Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), TangerangSelatan, Selasa, 12 Februari 2019.
87
Agustus 2000. Saat ini Ain berumur 19 Tahun,
dan Ain anak pertama dari empat bersaudara. Ia
mengalami tunanetra sejak duduk di bangku
SMA kelas 3. Awal mulanya Ain merasa sering
demam selama 2 hari sekali, dan selama demam
matanya sering buram. Mulai gejala sering buram
sejak SMA kelas 1, semakin hari semakin turun
daya lihatnya dan dokter memponis tidak bisa
dismbuhkan saat ini Ia mengalami Buta Total
(Total Blind). Dalam keadaan tidak bisa melihat
Ia masih boleh mengikuti UN dan digantikan oleh
pengganti sehingga dia dapat memiliki izajah
SMA. Ain tunnetra sejak 2017, dan berada di
Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra)
sudah 6 bulan. Ain tinggal di Asrama Putri, dan
mengikuti kegiatan keterampilan kursus serta
belajar Agama di Yayasan Raulatul Makfufin
(Taman Tunanetra).4
b. Rovan Januariza
Rovan adalah anak tunanetra yang berada di
Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra),
lahir di Tajimalela 01 Januari 1999. Ia cukup
lama berada di Yayasan Rauldatul Makfufin, saat
ini ia sedang menempuh pendidikan SMA kelas
4 Wawancara pribadi dengan Qurratul Ain, Anak Tunanetra diYayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), Tangerang Selatan, Rabu, 27Februari 2019.
88
2. Ia anak terakhir dari 6 bersaudara, kebetulan
keluarganya juga ada yang tunanetra. Ia berada di
Yayasan sudah 1 setengah tahun, dimulai dari
kelas 1 SMA. Gejala tunanetra yang dialaminya
pada umur 4 tahun, akan tetapi masih dapat
melihat hanya semakin tahun semakin turun daya
lihatnya, namun ketunanetraan yang benar-benar
sudah bukan gejala dan buta total (Total Blind)
itu di kelas 8 SMP. Awal mulanya Ia sangat drop,
dan tidak dapat menerima keadaannya, tapi
setelah Ia berada di Yayasan dan bertemu teman
yang sama, yang senasib, dan Ia merasa
bersyukur, karena Ia masih sempat di kasih lihat
sama Tuhan. Dan Ia juga anak yang memiliki
cita-cita tinggi, setelah lulus SMA Ia ingin kuliah,
banyak hal yang ingin Ia kerjaakan, serta bagi dia
Tunanetra adalah cacat paling ringan, Ia hanya
tidak dapat melihat saja, Ia masih mampu
berjalan, dan beraktivitas.5
c. Muhammad Nabil Salim Asqolani
Muhammad Nabil Salim Asqolani, atau biasa
dipanggil Nabil. Ia lahir di Pati, 13 Agustus 2002.
Ia berasal dari Yogyakarta tepatnya Karanglo III
RT 001 RW 005, Kelurahan Sidomoyo,
Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, DI
5 Wawancara pribadi dengan Rovan Januariza, Anak Tunanetra diYayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), Tangerang Selatan, Rabu, 27Februari 2019.
89
Yogyakarta. Nabil anak pertama dari 5
bersaudara. Nabil juga tunanetra buta total (Total
Blind), Ia tunanetra sejak lahir. Sejak sekolah SD,
SMP Ia sekolah di Jogja, khusu umum. Namun Ia
merasa jenuh dan butuh bimbingan keagamaan,
serta ingin memperkuat ilmu Agama, akhirnya Ia
memutuskan sekolah SMA di Yayasan Raudlatul
Makfufin (Taman Tunanetra), Karen di Yayasan
ini selain sekolah juga ada pesantren.6
B. Temuan Penelitian dengan Pengurus Yayasan
Raudlatul Makfufin
Berdasarkan dengan apa yang diamati dan didapat
oleh peneliti di Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman
Tunanetra), peneliti menemukan tingkatan keberhasilan
dari bimbingan agama dalam meningkatkan penerimaan
diri remaja tunanetra, melalui dua cara. Yaitu bimbingan
agama yang sudah terjadwal dalam program kegiatan, dan
bimbingan agama tidak terjadwal (antara individu).
Adapun program yang telah dijalankan adalah:
1. Bimbingan Agama Terjadwal
Bimbingan Agama terjadwal ialah bimbingan
agama yang rutin di lakukan di Yayasan Raudlatul
Makfufin tiap hari nya, kecuali hari jum’at
ekstrakulikuler dan Majelis Taklim. Bimbingan
6 Wawancara pribadi dengan Muhammad Nabil Salim Asqolani,Anak Tunanetra di Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra),Tangerang Selatan, Rabu, 27 Februari 2019.
90
Agama ini ialah kegiatan pesantren yang di adakan
oleh Yayasan Raudlatul Makfufin, merupakan
kegiatan yang terstruktur dan ditetapkan dalam
program di Yayasan. Program bimbingan agama ini
terdiri dari beberapa bagian, diantaranya:
a. Pembinaan baca tulis Al-Qur’an Braille
Mampu membaca, memahami dan
mengamalkan isi kandungan Al-Quran adalah suatu
keharusan bagi setiap Umat Islam, karena Alquran
adalah pedoman hidup umat Islam yang telah terjaga
keutuhan isi kandungannya selama 14 abad. Tidak
sedikitpun gugur keharusan tersebut terhadap seorang
tunanetra muslim, karena jika kita telah berikrar untuk
meyakini bahwa tiada tuhan selain Allah Subhanahu
Allah Subhanahu Wata’ala ada Wata’ala dan Nabi
Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam adalah
utusan-Nya, maka mampu membaca, memahami dan
mengamalkannya menjadi keharusan untuk semua
Umat Islam tanpa terkecuali.
Bagi seorang tunanetra muslim, mampu
membaca Al-Quran secara langsung bukan menjadi
suatu kesulitan saat ini, karena telah ada Al-Quran
yang dapat dicetak ke dalam huruf braille, yaitu huruf
yang sudah menjadi kesepakatan internasional adalah
alat bantu tunanetra dalam membaca kalimat-kalimat
tertentu. Huruf braille yang terdapat di dalam Alquran
91
Braille memiliki simbol-simbol yang berbeda dngan
huruf braille latin. Huruf-huruf yang terdapat di Al-
Quran yang dapat juga disebut huruf hijaiyyah telah
memiliki simbol sendiri, sesuai kesepakatan para
ulama tunanetra di dunia.
Yayasan Raudlatul Makfufin sebagai salah
satu lembaga yang melayani pencetakan dan
pendistribusian Al-Quran Braille, telah konsen
melakukan aktifitas tersebut sejak tahun 1994 hingga
saat ini. Dengan memanfaatkan teknologi komputer,
kami mengawali pencetakan tersebut dengan
pembuatan file master Alquran Braille dalam bentuk
SoftCopy. Hingga kini file master tersebut telah
banyak membantu pencetakan Al-Quran Braille yang
telah kurang lebih 11 tahun tersimpan di Yayasan
Raudlatul Makfufin.
Dengan ini baca tulis Al-Qur’an braille
merupakan menjadi bagian dari program, karena
remaja tunanetra membutuhkan pembelajaran baca,
menghafal, memahami, bacaan Al-Qur’an. Selain itu,
kegiatan ini juga menjadi wajib, selain yayasan ini
basic agama islam, maka dituntut untuk remaja
tunanetra agar bisa membaca dan menulis ayat Al-
Qur’an dalam bentuk braille, begitu juga yang di
katakan pak Sapto Wibowo dalam wawancara dengan
peneliti.
92
b. Pembinaan pengetahuan Islam seperti, aqidah,
akhlak, tajwid, dan fiqih
Berdasarkan dari pengamatan peneliti saat
observasi, peneliti menemukan materi-materi yang
diberikan oleh pembimbing agama pada anak-anak
tunanetra. Selain mendengarkan kajian/ceramah
dengan tema yang ada pada hari itu, anak-anak
tunanetra juga dibekali buku panduan, dalam bentuk
braille, jadi mereka tidak hanya mendengarkan saja,
tapi juga dapat belajar dengan membaca braille.
Materi-materi yang diberikan oleh pembimbing agama
anatara lain:
1) Aqidah
Ilmu Akidah adalah menjadi mata
pelajaran agama yang ada di pesantren, dan
terjadwal. Sebagaimana diketahui
menanamkan Ilmu Akidah merupakan hal
yang penting, semua ajaran yang sesuai
dengan syariat penting. Akan tetapi
pembimbing memberi ajaran ilmu aqidah
menjadi ringan, selain diambil melalui kisah-
kisan Rasulullah, dicontohkan langsung pada
kejadian-kejadia yang nyata. Maka
ajarannyapun terasa ringan saampai di anak-
anak tunanetra. Seperti menekankan keyakinan
agar tidak ada keragu-raguan dengan Allah,
93
kebenaran dan kekuatan hati, dan tidak
berburuk sangkan kepada Allah dengan
keadaan kita.
2) Fiqih
Ilmu fiqih adalah materi bimbingan
agama yang juga penting, fiqih itu sendiri
merupakan hukum-hukum agama Islam yang
diambil dari dalil-dalil yang terperinci. Dalam
hal ini, peneliti menemukan bahwa
pembimbing agama sedang menjelaskan hal
yang wajib dan yang tidak. Wajib atau Fardhu
pekerjaan yang menghasilkan pahala bagi
pelakunya dan berdosa bagi yang tidak
melakukannya. Ajaran agama yang menurut
kita ringan dan penting untuk tahu bagi
mereka, serta adapun praktik langsung
bagaimana tata cara berwudhu, shalat yang
baik dan benar, membaca Al-Qur’an yang baik
dan Benar. Selain itu antusias anak-anak
tunanetra sangat baik. Mereka diam saat ustadz
sedang menerangkan.
3) Akhlaq
Materi akhlak di sini, adalah
merupakan dari sifat manusia baik atau buruk,
yang akan muncul pengaruhnya dalam
kehidupan anak-anak tunanetra. Perlu dan
94
penting untuk menanamkan akhlak yang baik,
pada semua manusia. Yang peneliti amati,
dalam observasi, pengajar/pembimbing agama
sangat memberikan banyak hal pada remaja
tunanetra. Dengan menanamkan sifat-sifat
yang positif, tidak hanya menyontohkan. Di
pesantren juga dilatih etika yang baik dalam
berakhlatul karimah.
Dari propgram kegiatan serta materi-materi
yang diberikan kepada remaja tunanetra, dapatkah
keberhasilan pembimbing agama dalam
meningkatkan penerimaan diri. Sesuai yang
peneliti dapat dari penelitian ini, wawancara
dengan pembimbing agama nya langsung, dan
beliau juga kebetulan tunanetra sejak lahir, yaitu
bapak Sapto Wibowo:
“Sebelum kita masuk pada bimbngan agama, kitamasuk lebih dulu pada motivasi umum. Sepertibanyaknya kegiatan, mereka sekolah, dan merekaakan melupakan kesedihan, kejenuhan. Barulahmasuk pada motivasi agama, yang saya pegangsampai hari ini adalah sebaik-baiknya kamuadalah yang membaca Al-Qur’an danmengajarkannya. Dan yang saya telah berikanpada anak-anak cukup membuat merekaterbangun. Karena mereka berbeda-beda makapenerimaan motivasi nya juga berbeda-beda, tapidengan mereka senang, mengikuti kegiatan, tidakburung, saya rasa mereka merubah diri nyasendiri. Ada anak tunanetra yang baru datang keYayasan, dia baru saja tunanetra, dia sering
95
murung, bersedih, dan tidak mengikuti kegiatanyang ada di yayasan dengan baik. Tapi setelah diaberadaptasi, bertemu dengan teman-teman yangsama, dia mulai membuka pola pikirnya.” 7
Berdasarkan paparan pak Sapto Wibowo,
bahwa setiap anak tunanetra dapat meningkatkan
penerimaan dirinya. Hanya saja bertahap, karena
kepribadian orang berbeda-beda, serta latar
belakang mereka berbeda-beda. Ketika yang satu
sudah dapat menerima, yang satu belum adalah hal
yang wajar. Hanya berlarut pada kesedihan dan
keterpurukan bukanlah jalannya, maka andil nya
pembimbing agama sangat penting, karena mereka
harus ditanamkan ilmu-ilmu agama, sebab tempat
mereka pulang dan rumah mereka adalah agama.
Sebagai penolong dan hidup juga tidak hampa
dengan masalah.
c. Pembinaan keterampilan dakwah
Setiap muslim punya kewajiban untuk
berdakwah, maka dari itu materi ini merupakan hal
yang penting bagi anak-anak tunanetra untuk
mengetahuinya. Berdakwah merupakan seni
berbicara, da nada metode-metode di dalamnya,
maka harus adanya pembinaan keterampilan
berkadwah. Dalam kegiatan ini, anak tunanetra di
7 Wawancara pribadi dengan Bapak Sapto wibowo, pembimbingAgama di Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), TangerangSelatan, Selasa, 12 Februari 2019.
96
haruskan belajar cara berdakwah, cara bebricara di
depan umum. Begitu juga yang disampaikan oleh
bapak Sapto Wibowo:
“berdakwah merupakan seni, karena setiap orangmemiliki ciri khasnya masing-masing dalamberdaakwah. Tapi pada umumnya, setiap orangmemiliki standar masing-masing, sayamengajarkan dan mengadakan materi ini supayaanak-anak memiliki skill dalam berdakwah,karena mereka mampu dan bisa mengamalkanilmu yang mereka mliki. Semua anak, bukan hanyatunanetra saja, pasti dalam diri kita semuamemiliki seni berbicara. Cukuplah saja merekatidak bisa melihat, bukan berarti tidak dapat apa-apa dalam dirinya, saya rasa anak-anak tunanetradisin cukup baik dalam mengikuti semuapembelajaran, dan mereka anak yang pintar,sekali dua kali saya ajarkan mereka langsungtanggap. Saya rasa kekurangannya hanya dimatasaja.”
Dalam hal ini, peneliti dapat mengamati
dari apa yang telah disampaikan pak Sapto
Wibowo, bahwa anak-anak tunanetra juga perlu
ditanamkan skill dalam berbicara di depan umum,
contohnya adalah berdakwah. Berdakwah juga
merupakan hal yang positif, selain untuk orang
lain baik juga untuk diri kita sendiri. Selain itu,
materi ini juga mengajarkan, melatih kepercayaan
diri, dan menumbuhkan kepercayaan diri. Ketika
manusia sudah percaya pada dirinya, maka mereka
sudah menerima bagian dari apa yang ada pada
dirinya.
97
d. Pembinaan Takhsin dan Tahfidz Quran 30 juz
Perkembangan zaman melahirkan banyak
produk yang dapat membantu kebutuhan manusia,
salah satunya adalah Al-Qur’an Braille. Membaca
dan menghafal Al-Qur’an menjadi kegiatan yang
rutin dilakukan anak-anak remaja tunanetra, dan
merupakan kegiatan yang terstruktur adanya di
yayasan serta pesantren, bukan hanya jadwal
terstruktur saja, membaca Al-Qur’an memang
diharuskan dan menjadi pegangan pedomn hidup,
selain itu karena besic yayasan ini adalah agama
Islam, dan mendirikan pesantren juga maka
kegiatan yang dilakukan juga selayaknya kegiatan-
kegiatan yang ada di pesantren manapun. Selain
menghafal, anak-anak juga belajar tajwid agar
membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar, sebab
membaca Al-Qur’an dengan tajwid hukumnya
wajib. Menghafal Al-Qur’a, ini biasa rutin di
lakukan hari Selasa, dan Sabtu. Akan tetapi ada
pengecualian karena banyak waktu kosong
sepulang sekolah, anak-anak tunanetra selalu
menghafal dan menghadap pembimbing untuk
setoran hafalan mereka. Maka hafalan ini menajdi
rutinitas bagi anak-anak tunanetra setiap hari, akan
tetapi tidak diwajibkan oleh pembimbing agama
tiap hari.
98
2. Bimbingan Agama tidak terjadwal
a. Sharing antara pembimbing agama dan anak
tuanetra
Sharing merupakan metode bimbingan sesuai
dengan kebutuhan anak tunanetra itu sendiri.
Peneliti menemukan bahwa metode ini dilakukan
melalui cerita, baik si pembimbing ataupun anak
tunanetra nya. Berdasarkan yang peneliti dapat,
melalui wawancara dengan ketua Yayasan
Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra) bahwa
anak tunanetra yang berada disini berpariasi,
mereka berlatar belakang berbeda, akan tetapi
semua yang ada di Yayasan buta total (Total
Blind) semua, hanya saja ada yang tunanetra dari
lahir, ada tunanetra sejak kecil, ada tunanetra sejak
SMP, dan ada yang baru tunanetra sejak duduk di
bangku SMA bahkan Kuliah. Semua berbeda-beda
dalam menerima keadaan, serta dalam membentuk
penerimaan diri relative berbeda-beda.
“anak anak tunanetra disini kebanyakan remaja,dan mereka dari latar belakang yang berbeda-beda. Anak tunanetra sejak lahir, ada tunanetrabaru buta kemarin ada. Dan penerimaan diri nyaakan berbeda-beda, menyikapi masalah akanberbeda-beda. Mungkin yang buta sejak lahirkebih mudah menerima, tapi yang sulit menerimaadalah yang buta baru-baru ini. Ada anak, diabaru tunanetra sejak kelas 2 SMA, dan tunanetrabaru-baru ini. Keadaannya terpukul sekali, diadibawa kesini oleh orang tuanya, dan selama
99
disini ketika baru masuk yayasan ini, dia seringmurung, tidak mau bergaul dengan teman yanglain, senengnya sendiri di pojokan. Ada ceritalagi, ketika yang lain bermain dengan teman-temannya dia sendirian terus. Akhirnya saya cobamasuk sedikit demi sedikit, memberi arahan danmasukan, lama kelamaan dia terbiasa dansekarang sudah tidak murung, serta mengikutikegiatan yang ada di yayasan dan pesantren.Memang awalnya pasti terpuruk dan putus asa,tapi saya sendiri sebagai tunanetra, tidak merasahina atau merasa Allah tidak adil. Semua yangsudah Allah tetapkan ada hikmahnya. Setiap hidupada pelajarannya, begitupun yang saya tanamkanpada anak-anak tunanetra disini.8
Adapun hal yang sama dikatakan oleh pak Sapto
Wibowo mengenai anak-anak tunanetra.
Diadakannya metode cerita ini, agar ada sharing
keterbukaan dengan masalah-masalah yang
dialami oleh anak remaja tunanetra itu sendiri,
karena selain permasalahan yang berbeda, setiap
orang berbeda juga menerima. Oleh sebab itu,
kegiatan ini pasti dilakukan oleh pembimbing
agama, tidak hanya pembimbing pengurus juga
berhak, karena setiap anak pasti butuh motivasi
langsung atas dirinya, terasa beda jiga kita
memberi motivasi kepada semuanya dibandingkan
langsung pada subjek tertentu.
“kegiatan ini sering saya lakukan sehabismengajar, karena banyak juga anak-anak yang
8 Wawancara Pribadi dengan Pak Budi Santoso, Ketua YayasanRaudlatul Makfufin (Taman Tunanetra, Tangerang Selatan, Kamis 17 Januari2019.
100
sharing dan curhat pada saya. Akan lebih enakmemberi motivasi juga karena saya tunanetra,serta pengalaman hidup yang saya jalankan bisamenjadi motivasi buat anak-anak tunanetra yanglainnya. Saya selalu memberi anak-anak motivasiapalagi motivasi yang berkaitan dengan agama.Satu hal yang harus anak-anak pegang dalamhatinya adalah bersyukur dan menerima keadaandirinya. Kalau itu sudah di pegang, mereka akanberkah dan selamat dunia akhirat, serta dalammenggapai cita-cita yang sifatnya duniawi jugalebih mudah, karena sudah tidak ada lagi yangdibohongi di dalam dirinya.”9
Dari paparan diatas, peneliti dapat menyimpulkan
bahwa tunanetra dapat berproses pada penerimaan
diri, sedikit-demi sedikit, dan setiap anak tunanetra
juga dapat berkembang melalui banyak hal,
dimulai dari diri yang jujur. Serta peran pengurus
dan pembimbing agama yang cukup banyak tidak
lupa juga yang dapat merubah kebingungan,
kesedihan dan ketidak berdayaan anak-anak
tunanetra itu menjadi anak-anak yang senang dan
bercita-cita. Peneliti banyak belajar dari segala hal
yang sampai saat ini, masih banyak yang tidak
dapat peneliti syukuri. Kunci dari bersyukur
adalah mencintai apa yang ada pada diri kita
sendiri, serta mencintai diri kita dengan segala
keadaan.
9 Wawancara Pribadi dengan Pak Sapto Wibowo, PembimbingAgama di Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra, Tangerang Selatan,Kamis 12 Februari 2019.
101
C. Temuan Penelitian dengan Remaja Tunanetra di
Yayasan Raudlatul Makfufin
Berdasarkan yang peneliti temui dilapangan, dan
serta hasil dari wawancara dengan anak tunanetra, peneliti
menemukan sesuai dengan apa yang menjadi fokus
peneliti. Akan tetapi hasilnya berbeda-beda. Sebagian
besar bimbingan agama dalam meningkatkan penerimaan
diri remaja tunanetra berhasil, dan melalui observasi yang
peneliti amati, antusias remaja tunanetra dalam mengikuti
kegiatan bimbingan agama, belajar agama, serta
mengikuti kegiatan lain di yayasan merupakan dari
penerimaan diri tersebut.
Ketunanetraan yang dialami remaja tunanetra di
yayasan Raudlatul Makfufin berbeda-beda dan berlatar
belakang beda, ketunanetraan terjadi ada yang sejak lahir,
ada yang sejak remaja, maka bimbingan agama dalam
meningkatkan penerimaan diri juga akan berbeda-beda
dalam implementasi yang diterima oleh remaja tunanetra.
Sama hal nya dengan yang terjadi dengan Rovan
Januariza, berdasarkan dari wawancara peneliti dengan
Rovan, Ia mengalami ketunanetraan sejak duduk di
bangku SMP:
“Saya mengalami ketunanetraan sejak duduk di bangkuSMP, terjadinya bertahap seperti Ain, akan tetapi sayamengalami gejalanya sejak umur 4 tahun. Awal mulamengetahui dan mulai mengalami gejala karena tidakdapat melihat kelereng yang diberitahu kakak saya saat
102
saya sedang bermain, dan ketunanetraan ini terjadi ketikasaya lebih yakin lagi saat saya duduk di sekolah dasar,saya tidak bisa melihat huruf kecil apa yang guru tulis dipapan tulis. Akan tetapi saya masih dapat melihat daridekat, namun saya betul-betul tidak dapat melihat secarautuh ketika duduk di bangku SMP, pada saat itu juga sayamarah, malu pada diri sendiri, dan merasa Allah tidakadil pada saya, pada akhirnya saya hanya diam dirumah,dan tidak mau beraktifitas lag, pada saat itu saya marahsekali pada dunia, pada diri saya, dan tidak menerimaapa yang telah Allah takdirkan untuk sayai”.10
Ketunanetraan yang terjadi secara tiba-tiba
membuat seseorang merasa hancur, down, memiliki
perasaan tidak berharga akan dirinya, dan pada
ketunanetraan saat itu terjadi anak tunanetra tidak
menerima dengan kedaannya, karena sebagain dari
hidupnya mereka pernah melihat. Peneliti juga
menemukan bahwa melalui bimbingan agama mereka
dapat meningkatkan penerimaan dirinya kembali,
kepercayaan dirinya kembali, seperti yang telah peneliti
dapatkan dari wawancara dengan Rovan:
“Pertama kali saya menganali kebutaan. Saat saya masihbelajar di bangku SMP, bahwa saat itu saya merasasangat down. marah, kesal, benci pada diri saya sendiri,marah pada Tuhan. Saya juga sempat tidak keluar rumahkarena malu, karena saya berasal dari Lampung, danmasih pedesaan, masih jarang terjadinya ketunanetraandi desa, maka tabu bagi mereka, apalagi bagi anak-anak.Oleh sebab itu teman-teman saya sering mengejek bahkanteman dekat saya tidak mau berteman dengan saya lagi,
10 Wawancara pribadi dengan Rovan Januariza, Anak Tunanetra diYayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), Tangerang Selatan, Rabu, 27Februari 2019.
103
karena saya tidak dapat melihat. Cukup lama sayaterpuruk, sampai saya di bawa ke Yayasan ini oleh orangtua, dan Alhamdulillah setelah saya disini, saya dapatmengikuti aktivitas serta kegiatan yang ada di yayasan,perasaan saya saat ini juga bersyukur sekali, ternyatasekarang saya baru sadar, bahwa cacat mata adalahcacat paling ringan dianatara cacat yang lain. Sayahanya tidak bisa melihat saja. Begitu juga yang Ustadzsering bilang pada saya, saat sedang belajar agama,banyak arahan dan bimbingan yang saya dapatkanhingga saya seperti sekarang ini bisa bangkit kembalimenemukan semangat hidup saya, bagi saya peranpembimbing disini sangat penting, dan banyaknyakegiatan keagamaan disini sangat penting, karena diyayasan ini juga saya dapat berproses untuk menjadimanusia yang berguna untuk diri saya dan orang lain”.11
Remaja tunanetra dalam penerimaan diri
cenderung berbeda-beda, dalam hal ini peneliti
menemukan subjek lain, yang diketahui Ia mengalami
ketunanetraan masih dalam hitungan tahun pertama,
Qurratul Ain, akan tetapi saat ketunanetraan itu terjadi, Ia
merasa bahwa tidak terlalu sedih, karena terjadinya
bertahap, dan juga Ia cukup cepat dalam menerima
keadaannya, begitu juga yang subjek jelaskan pada
peneliti:
“Saya mengalami ketunanetraan bertahap, awal mulaburam dan memiliki gejala-gejala ketunanetraan, higgaakhirnya saya ke dokter dan memponis tidak dapat bisameliat lagi, lebih sakitnya lagi tidak dapatdiperbaiki/dioperasi. Kondisi saya saat ini sudah baik-baik saja dan sudah menerima dengan keadaan saya saat
11 Wawancara pribadi dengan Rovan Januariza, Anak Tunanetra diYayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), Tangerang Selatan, Rabu, 27Februari 2019.
104
ini, saat pertama kali mengalami ketunanetraan down,tidak terima akan tetapi saya tetap positif dan ber-baiksangka pada Allah SWT, dan saya menceritakan bahwayang lebih terpuruk sering menangis hingga saat iniadalah Ibu saya, beliau merasa kasihan melihat saya,sampai tidak henti-hentinya Ibu saya menangis. Pada saatitu Ibu saya sangat terpukul melihat keadaan saya,akhirnya saya mmebutuskan untuk tidak bersedih didepan Ibu saya, karena saya tidak ingin melihat Ibu sayasemakin terpuk. Akhirnya saya merasa biasa-biasa sajasampai sekarang dan bisa menerima keadaan saya”.12
Penerimaan diri dapat terjadi tergantung
bagaiamana keyakinna yang tumbuh dari diri sendiri,
semua orang dapat menerima dirinya sendiri, begitu pula
yang terjadi pada Ain. Akan tetapi bimbingan agama di
sini menjadi penguat dalam meningkatkan penerimaan
dirinya dan berharap konsisten dengan penerimaan
dirinya. Berdasarkan yang peneliti dapatkan dari
wawancara dengan subjek, bahwa bimbingan agama
berpengaruh besar dalam penguatan penerimaan dirinya:
“Bimbingan agama yang saya dapat selama di sinilumayan banyak, pernah pembimbing agama juga cukupbaik dalam membimbing saya yang masih baru, sayabelajar banyak tentang agama, padahal saya dalamhitungan waktu berada di yayasan Raudlatul Makfufinbaru 6 bulan, namun proses serta kegiatannya saya ikutisudah banyak, dan berjalan baik. Melalui bimbinganagama juga memperkuat keimanan, ketakwaan terhadap
12 Wawancara pribadi dengan Qurratul Ain, Anak Tunanetra diYayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), Tangerang Selatan, Rabu, 27Februari 2019.
105
segala sesuatu yang saya jalani saat ini dalam hidupsaya”.13
Kegiatan agama yang telah diberikan oleh
pembimbing agama di yayasan Raudlatul Makfufin
berdampak dan berpengaruh pada remaja tunanetra,
walaupun tahapan dan menyampaian pada anak tersebut
berbeda-beda, akan tetapi pesan dengan tujuan dari
bimbingan agama tersebut dapat peneliti akui berhasil,
karena pada dasarnya dari yang peneliti dapatkan melalui
observasi bahwa remaja-remaja tunanetra tersebut aktif
dalam kegiatan bimbingan agama.
Dari kedua paparan di atas yang telah peneliti
jabarkan, peneliti memilih subjek remaja tunanetra sejak
lahir, peneliti ingin menemukan perbedaan dari
penerimaan diri yang didapat oleh tiap remaja tunanetra
pada latar belakang yang berbeda-beda. Muhammad Nabil
Salim Asqolani, mengalami ketunanetraan sejak lahir, dan
berdasarkan yang peneliti dapatkan dari wawancara
dengan Nabil bahwa Ia menerima keadaannya karena
sudah terbiasa, dan begitu saja terjadi menerima, karena Ia
merasa belum bisa melihat dari kecil jadi tidak dapat
membandingkan dirinya yang sebelum melihat, tidak ada
tolak ukur untuk merasa tidak menerima.
13 Wawancara pribadi dengan Qurratul Ain, Anak Tunanetra diYayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), Tangerang Selatan, Rabu, 27Februari 2019.
106
“Saya tunanetra sejak lahir, lantas tak asing lagi bagiSaya untuk beradaptasi dengan segala hal, karena sayatelah terbiasa sejak kecil tidak bisa melihat. Saya jugabuta total (Total Blind), akan tetapi perjalanan hidupsaya sama saja seperti yang lainnya kak, memiliki up anddown dalam menjalankan kehidupan ini semua. Saya jugaberasal dari keluarga tunanetra, dengan kondisi saya saatini juga biasa-biasa saja, Nabil juga sejak kecil sudahberada di lingkungan dengan orang-orang yang memilikikekurangan kak, memang sempat memiliki rasa sedih,malu dll begitulah pada umumnya orang-orang jika tidakmemiliki kelengkapan dalam hidupnya, ketika adamasalah ya bersedih, ketika kena musibah ya bersedih.Tapi keadaan seperti itu tidak lama, karena semua sudahpernah saya lewati, hingga sampai sekarang ini sayaselalu merasa bahagia bahwa Allah memberikan sayahati yang luas untuk terus bersyukur dengan keadaansaya, dan sampai pada saya memiliki iman yang kuatuntuk dapat melalui semuanya dengan ikhlas”.14
Dari paparan di atas, yang peneliti dapatkan
bawah, Nabil merupakan remaja yang cukup baik dalam
menangani keadaan dirinya, Ia juga dapat terus konsisten
mempertahankan keberhargaan dirinya, dalam proses
bimbingan agama yang didapatkannya juga cukup baik
dan menjadi penguat, karena Ia berasal dari sekolah
umum disabilitas, Ia tidak belajar banyak agama Islam,
dan pada saat Ia pindah ke yayasan Raudlatul Makfufin,
Ia mendapatkan banyak pengalaman dan pembelajaran
agama, serta komunitas yang semakin banyak Ia temui.
Hal ini juga telah di sampaikan olehnya terhadap peneliti:
14 Wawancara pribadi dengan Muhammad Nabil Salim Asqolani,Anak Tunanetra di Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra),Tangerang Selatan, Rabu, 27 Februari 2019.
107
“Proses dari sebuah bimbingan agama itulah yang dapatmenguatkan saya saat ini kak, selain tujuan saya datangadalah untuk belajar dan memperkuat ilmu agama Islam,saya juga memiliki komunitas yang semakin luas danmencoba mengikuti dengan antusias dalam kegiatanbimbingan agama, karena saya dari SD, SMP sekolah diJogja, dan sekolahan khusus untuk disabilitas.Sekolahannya umum, hanya belajar mata pelajaran yangumum. Setelah saya disini, ke Yayasan RaudlatulMakfufim, saya belajar banayk tentang ilmu agama Islam,karena saya merasa hampa bahwa hidup jika tidak dekatdengan Allah, dan Ustadz Sapto Wibowo banyakmemberikan pelajaran bagi saya, baik itu terkait dengankehidupan sehari-hari ataupun tidak beliau selalumemberi arahan yang baik. Tapi sealama yangdisampaikan kepada murid-murid nya adalah selalu darikisah yang pernah kita-kita alami. Bagi saya, sayamerasa bahwa saat ini diri saya bahagia berada disinidan bertemu dengan teman-teman satu komuitas”.15
Berdasarkan dari apa yang telah peneliti dapatkan
melalui wawancara dengan remaja tunanetra, peneliti
dapat menarik dari kesimpulan diatas bahwa penerimaan
diri yang dialami remaja tunanetra berbeda-beda, dan
tahapan menerimanya juga berbeda-beda, namun melalui
bimbingan agama disini terdapat keberhasilan dari peran
pembimbing itu sendiri. Selain itu juga bimbingan agama
dapat berpengaruh banyak dalam kehidupan remaja
tunanetra, selain daapt meningkatkan penerimaan diri,
juga dapat memperkuat keimanan dirinya, serta bekal
15 Wawancara pribadi dengan Muhammad Nabil Salim Asqolani,Anak Tunanetra di Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra),Tangerang Selatan, Rabu, 27 Februari 2019.
108
untuknya mempelajari agama Islam, bekal untuk di dunia
dan untuk diakhirat.
Penerimaan diri juga terjadi melalui proses, dan
bagaimana remaja tersebut dapat melalui proses yang
telah dijalankan dan yang masih dijalankan, semua akan
dapat menerima pada waktu dimana mereka telah lulus
dari keadaan terpuruknya. Begitu juga yang peneliti amati
dari hasil obervasi dan wawancara ini.
Table 1. Bimbingan Agama dalam Meningkatkan Penerimaan
Diri Remaja Tunanetra
N
o
Qurratul
Ain
Rovan
Januariza
Muahmmad
Nabil Salim
Asqolani
1 Sejak
kapan
Tunanetra
Ain benar-
benar tidak
dapat
melihat dan
buta total
(Total
Blind) pada
kelas 3
SMA, dan
sudah
tunanetra
selama 2
Rovan
Januariza, Ia
mengalami
ketunanetraan
sejak duduk di
bangku SMP,
ketunanetraan
nya terjadi
bertahap,
hingga buta
total (Total
Blind)
Muhammad
Nabil Salim
Asqolani,
Remaja kali
ini berasal
dari
Yogyakarta.
Ia tunanetra
sejak lahir.
109
tahun.
2 Kondisi
dan
perasaan
saat ini
Kondisi Ia
saat ini dari
apa yang
peneliti
dapat dari
hasil
wawancara
dengan Ain
langsung
bahwa Ia
baik-baik
saja dengan
keadaannya
saat ini, dan
harus
bersyukur
dengan apa
yang Allah
kasih pada
dirinya saat
ini.
Perasaan
Rovan saat ini
Ia bersyukur
sekali,
ternyata
sekarang Ia
baru sadar,
bahwa cacat
mata adalah
cacat paling
ringan
dianatara cacat
yang lain. Ia
hanya tidak
bisa melihat
saja, setelah
berada di
yayasan pola
pikirnya
terbuka.
Nabil
merupakan
anak yang
ceria,
perasaan Ia
atas
kondisinya
saat ini
biasa-biasa
saja. Karena
Ia sudah
terbiasa sejak
kecil sudah
tidak bisa
melihat.
3 Proses
Bimbingan
Agama
yang di
Proses
bimbingan
agama yang
Ia ikuti
bimbingan
agama yang
ustadz bowo
berikan
Proses dari
sebuah
bimbingan
agama itulah
110
dapat berjalan
dengan
baik.
Melalui
bimbingan
agama juga
memperkuat
keimanan,
ketakwaan
terhadap
segala
sesuatu
yang Ia
jalani saat
ini dalam
hidupnya.
merupakan
dari inspirasi,
maka
prosesnya
selalu berjala
baik karena
beliau cukup
bik dalam
memberikan
bimbingan
agama ini.
yang dapat
menguatkann
ya saat ini,
dan tujuan
darinya
berada disini,
maka proses
yang telah
dilewatinya
cukup baik.
4 Apa yang
diberikan
pembimbin
g dapat
meningkatk
an
penerimaan
diri
Dapat
meningkatk
an, serta
bimbingan
agama yang
diberkan
juga sampai
padanya. Ia
merasa
memiliki
bimbimbing
agama dalam
meningkatkan
penerimaan
diri cukup
tinggi yang
telah diterima
oleh Rova, dan
Ia merasa
peran
Nabil
menjelaskan
pada peneliti
bahwa,
Ustadz Sapto
Wibowo
banyak
memberikan
pelajaran, Ia
merasa
111
kekuatan
yang dapat
merubah
rasa malu,
dan tidak
menerima
diri sendiri.
pembimbing
sangat
berpengaruh.
bahwa saat
ini Ia sangat
meningkatka
n penerimaan
dirinya.
5 Bagaimana
dapat
menerima
diri sendiri
Terjadi
begitu saja,
dengan
seiring
berjalannya
waktu..
Setelah Ia
berada di
Yayasan ini,
pola pikernya
mulai berubah,
dan Ia melihat
mulai
menerima diri
dan
komunitasnya.
Dari sejak
lahir Ia
sudah tidak
bisa melihat,
dan sudah
terlatih
mentalnya
untuk
menerima
keadaan.
112
BAB V
PEMBAHASAN
A. Proses Bimbingan Agama dalam Meningkatan
Penerimaan Diri Remaja Tunanetra di Yayasan
Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra) Serpong
Tangerang Selatan.
Proses bimbingan agama dalam meningkatkan
penerimaan remaja tunatera masih berjalan dengan baik
dalam program-program yang telah di tetapkan oleh
yayasan raudlatul makfufin. Kegiatan bimbingan agama
diantaranya terdiri dari beberapa jadwal kegiatan dan
materi pembelajaran. Proses adalah runtunan perubahan
(peristiwa) dalam pengembangan sesuatu atau rangkaian
tindakan, pembuatan atau pengolahan yang menghasilkan
produk (Kamus Besar Bahasa Indonesia 1995).1 Dalam
penelitian ini, peneliti menemukan tingkatan keberhasilan,
bimbingan agama dalam meningkatkan peneriman diri
remaja tunanetra, dalan proses kegiataan-kegiatan serta
program yang telah dijadwal oleh yayasan, dan rutin di
lakukan setiap harinya. Kegiatan bimbingan agama ini,
sering di lakukan pada malam hari sehabis shalat magrib,
karena di pagi sampai siang hari remaja tunanetra ini
sekolah umum yang difasilitasi di yayasan raudlatul
makfufin juga. Selain itu, bimbingan agama juga
1 Sugiyanto Wiryoputro, Dasar-dasar Manajemen Kristiani, BPKGunung Mulia, 2001, h. 11.
113
merupakan kegiatan yang ada di pesantren serta wajib
bagi anak-anak tunanetra untuk mengikuti kegiatan
tersebut, karena anak tuanentra itu sendiri butuh adanya
ajaran Ilmu Agama, sama halnya yang diajarkan oleh
pembimbing, sangat erat kaitannya dengan ilmu agama,
seperti Ilmu Aqidah, Ilmu Fiqih, Ilmu Akhlak, Membaca
dan menghafal Al-Qur’an yang menjadi rutin tiap harinya.
Kegiatan agama ini juga menjadi fokus, dalam
kegiatan penuh di pesantren. Bukan menjadi kegiatan
tambahan ataupun kegiatan selingan. Kegiatan ini
diadakan untuk fokus pada pembelajaran agama. Peneliti
juga menemukan dari hasil observasi dan wawancara
dengan informan, menunjukan bahwa bimbingan agama
erat kaitannya dalam meningkatkan penerimaan diri.
Sebab pembelajaran agama yang disampaikan oleh ustadz
sangat nyata dengan kenyataan anak-anak tunanetra yang
dialami mereka, seperti ditanamkan nilai-nilai untuk
bersyukur dengan kenyataan tidak dapat melihat, terutama
kepada anak tunanetra yang baru, penerimaan akan
keadaan dirinya akan sulit sekali.
Seperti yang diketahui bahwa penerimaan diri itu
sendiri merupakan bagian dari menerima keadaan diri
dengan seutuhnya diri kita, bahwa kita mampu memiliki
rasa kebahagiaan atas diri kita. Untuk dapat menghargai
diri sendiri secara tepat, pertama-tama kita harus mampu
menerima diri kita, menerima diri berarti menolak untuk
mengingkari atau membenci apa saja yang ada pada diri
114
kita, juga dalam hal perasaan kita, kenangan kita, keadaan
fisik kita, bagian tertentu dari kepribadian kita, dan atau
tindakan kita.2
Nowan mengemukakan dalam bukunya mengenai
penerimaan diri bahwa, penerimaan diri adalah hal yang
luar biasa nikmatnya ketika kita dapat mencapainya. Kita
dapat menerima diri apa adanya, mensyukurinya dan
merasa bahagia dengan apa yang ada. Penerimaan diri
berkaitan dengan pengenalan diri. Pengalaman diri
berkaitan dengan cara pandang diri dan melihat realitas
hidup secara baik dan bijaksana.3
Berdasarkan dari hasil Observasi dan Wawancara
peneliti di lapangan, serta apa yang peneliti amati, bahwa
antusias anak tunanetra dalam mengikuti kegiatan
bimbingan agama ini merupakan bagian dari keberhasilan
itu sendiri, sebab keadaan untuk mengikuti setiap
kegiatan, dan berproses pada kegiatan bimbingan agama
juga merupakan gamabaran dari penerimaan diri,
pengakuan untuk mengikuti setiap kegiatan yang ada juga
merupakan bentuk dari penerimaan diri, hal ini juga di
jelaskan oleh subjek bahwa Ia merasa bersyukur bisa
berada di yayasan ini, dan menemukan jati dirinya lagi.
Hasil dari wawancara peneliti dengan informan,
Rovan Januariza, yang sebagaimana Ia sampaikan
2 Theo Riyanto, FIC., Jadikan Dirimu Bahagia, (Yogyakarta:Kanisius), 2006, h. 45.
3 Nowan, Jomblo Asyik gila! Rayakan Harimu Selagi Sendiri,(Jakarta: PT Gramedia Pusataka Utama), 2008, h. 113.
115
mengenai pengalamannya sebelum di yayasan dan setelah
berada di yayasan serta peranan pembimbing agama ini
sangat penting dan membantu menumbuhkan rasa
semangat.
“pertama saya sebelum ke yayasan raudlatulmakfufin, saya masih belum jelas mau ngapain, hidupsaya juga masih sering murung dan di dalam rumahterus. Lantaran di kampong saya tidak ada yang mauberteman dengan saya, dan saya juga merasa malukarena buta. Setelah saya berada di yayasan raudlatulmakfufin, bertemu dengan teman-teman yang samatunanetra juga, bertemu dengan Ustadz Sapto Wibowoyang selalu memberi support pada saya, hingga saat inihidup saya berubah banyak. Sangat saya akui peranustadz-ustadz disini sangat berpengaruh dalam hidupsaya, karena mereka yang memberi motivasi, semanagat.Dan pembelajaran berharga pada saya. Bagi saya belajaragama, Al-Qur’an sangatlah penting, hidup saya kosongsaat jauh dari Allah. Tapi sekarang terasa bahagiawalaupun diri saya banyak kekurangan. DanAlhamdulillah saya sudah terbiasa belajar Al-Qur’anBarille dengan cepat, selain itu juga saya bisa belajarkomputer bicara. Setiap hari saya setoran hafalan Al-Qur’an kepada ustadz. Saya sekarang terbiasa dengansemua ini, saya juga sudah bisa menerima keadaan sayasaat ini, karena bagi saya tunanetra adalah cacat palingringan diantara cacat yang lain, maka saya masihbersyukur karena saya hanya tidak bisa melihat saja”.4
Hal ini dapat diamati juga oleh peneliti, mengenai
keberhasilan pembimbing agama serta pernanan yayasan
mengadakan program kegiatan bimbingan agama. Dalam
keberhasilan ada ketidak berhasilan, akan tetapi yang
peneliti amati selama observasi dan wawancara anak-anak
4 Wawancara pribadi dengan Rovan, anak tunanetra di YayasanRaudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), Tangerang Selatan, Rabu, 27 Februari2019.
116
tuannetra mengikuti kegiatan bimbingan agama dengan
tertib dan baik. Mereka biasa kumpul sore di aula.
Melakukan kegiatan baca Al-Qur’an Briell, ada yang
menghafal Al-Qur’an, sambil menunggu adzan Magrib.
Setelah Adzan Magrib mereka mengikuti shalat
berjamaah, yang laki-laki shalat berjamaah di masjid, dan
yang perempuan shalat berjamaah di aula Yayasan.
Berdasarkan dengan yang peneliti amati, melalui
hasil Observasi, anak-anak tunanetra juga mengikuti
kegiatan bimbingan, terbagi menjadi 3 kelas. Setiap kelas
membahas tema dan mata pelajaran yang berbeda, dikelas
A membahas Ilmu Aqidah, di kelas B membahas Ilmu
Fiqih, di Kelas C membahas Ilmu Akhlak. Serta hari
Esoknya, di Kelas A membahas Ilmu Tajwid, di Kelas B
membahas Ilmu Aqidah, di Kelas C membahas Ilmu
Fiqih, hanya saja setiap hari jum’at mereka eskul (ekstra
kulikuler), ada yang marawis, ada yang hadroh, ada yang
kesenian membuat anyaman.
Bimbingan agama merupakan kegiatan yang
penting yang terstruktur di yayasan, dalam proses
bimbingan agama juga terdapat hambatan, akan tetapi
dinamika dalam sebuah pembelajaran selalu ada, sama
halnya yang telah disampaikan oleh pembibing agama
yaitu, Bapak Sapto Wibowo bahwa:
“Dalam proses bimibingan agama ini pasti adahambatan dan kendala di dalamnya, hanya bagaimanakita dapat menyikapinya dan melewatinya dengan baik.Proses bimbingan agama juga selama ini selalu berjalan
117
lancer, karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang adadan wajib di yayasan ini, antusias remaja tunanetra jugamengikuti kegiatan bimbingan agama ini yang menjadikegiatan sehari-hari mereka cukup baik, dan itu yangsaya alami selama mengajar di yayasan ini, dan prosesini adalah sebuah pembelajaran juga, maka peningkatankemampuan mereka dalam segala hal merupakankeberhasilan dari senuah bimbingan itu sendiri, samahalnya dengan penerimaan diri. Dengan adanya merekamengikuti kegiatan, dan antusias dalam pembelajaran ini,itu merupakan pengakuan dari dirinya bahwa merekaperlahan-lahan menerima keadaannya, dan denganmereka bersyukur berserah diri pada Allah jugamerupakan bagian dari penerimaan diri.”5
Dari paparan diatas, berdasarkan yang peneliti
amati dari hasil wawancara dengan pembimbing agama,
pak Sapto Wibowo bahwa, melalui proses bimbingan
agama ini remaja tunanetra dapat mengikuti kegiatan
dengan baik dan antusias, hal ini juga diakui oleh
pembimbing agama bahwa dalam proses bimbingan
agama yang diberikan dapat meningkatkan penerimaan
diri, dengan adanya antusias remaja, mengikuti setiap
kegiatan, dan perubahan baik dalam dirinya.
Menurut Cronbach, penerimaan diri adakah sejauh
mana individu dapat menyadari, memahami karakteristik
yang ada pada dirinya dan menggunakannya dalam
menjalani kelangsungan hidup. Sikap penerimaan diri ini
ditujukan dengan mengakui kelebihan-kelebihan serta
menerima kelemahan-kelemahannya yang ada pada
5 Wawancara pribadi dengan Bapak Sapto Wibowo, pembimbingagama di Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra). Tangerang Selatan,Selasa, 12 Februari 2019.
118
dirinya tanpa menyalahkan orang lain dan mempunyai
keinginan yang terus untuk mengembangkan diri.6
Selain di tanamkan ilmu agama, di yayasan
raudlatul makfufin juga ditanamkan skill, untuk memiliki
keahlian pada setiap anak, begitupula hasil wawancara
peneliti dengan bapak Budi Santosos, “Setiap anak disini
harus memiliki skill dan keterampilan yang di latih terus
menerus, karena harus di tanamkan kemandirian pada
diri mereka. Soalnya masih banyak yang menganggap
disabilitas tunanetra sebelah mata, lapangan pekerjaan
juga masih minim, serta pabrik-pabrik siapa yang mau
menerima orang buta. Maka saya selalu membuat
kegiatan kesenian ini, untuk mereka memiliki keahlian,
agar hidup mereka tidak bergantung pada orang lain”.7
Proses dari bimbingan agama dalam meningkatkan
penerimaan diri remaja tunanetra, merupakan bagian dari
pembelajaran itu sendiri. Setiap sesuatu yang kita pelajari
dalam kehidupan merupakan sebuah proses, belajar
agama untuk meningkatkan rasa syukur pada Allah, pada
diri sendiri adalah sebuah proses. Segala sesuatunya dapat
kita lalui, hanya bagaimana kita individu mengambil jalan
dan proses yang di laluinya. Anak tunanetra mengikuti
segala proses yang ada di yayasan, maka dari itu mereka
6 Cronbach, L. J, Educational Psychology, (USA: Harcourt, Brace &World. Inc), 1963, https://google.books.com
7 Wawancara pribadi dengan bapak Budi Santoso, ketua YayasanRaudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), Tangerang Selatan, Kamis, 17 Januari2019.
119
bisa mandiri, bisa membuka diri dan bersosial, karena
proses yang dilalui mereka sudah sampai pada diri mereka
yang sekarang.
B. Metode Bimbingan Agama dalam Meningkatkan
Penerimaan Diri Remaja Taunanetra di Yayasan
Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra) Serpong
Tangerang Selatan.
Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan
apa yang dikehendaki, dan juga merupakan cara kerja
yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang direncanakan.8
Dalam melaksanakan kegiatan bimbingan agama,
pembimbing harus menyiapkan metode daripada
pelaksanaan kegiatan pembelajaran agama tersebut. Agar
kegiatan berjalan lancar sesuai dan pada materi yang
benar. Adapun metode yang digunakan oleh pembimbing
agama anatara lain adalah:
1. Metode Kelompok
Metode kelompok merupakan teknik
bimbingan yang digunakan melalui kegiatan bersama
(kelompok), seperti kegiatan diskusi, ceramah,
8 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan PengembanganBahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), 1998,Cet.Ke-1, Edisi Ke Tiga, h. 740.
120
seminar, dan sebagainya.9 Metode kelompok adalah
kegiatan bimbingan agama yang dilakukan lebih dari
tiga orang, dan secara bersamaan. Serta pendekatan
yang dilakukan melalui metode ceramah, metode
Tanya jawab, dan metode cerita.
a. Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan salah satu
metode mengajar yang paling banyak digunakan
dalam proses kegiatan belajar mengajar. Metode
ceramah ini dilakukan dengan meyampaikan
materi pelajar terhadap anak peserta didik secara
langsung atau dengan cara lisan. Penggunaan
metode ini sifatnya sangat praktis dan efesien bagi
pemberian pengajaran.10 Metode ceramah ini
biasanya di lakukan oleh pembimbing agama di
kelas, sehabis shalat magrib, sesuai dengan tema
dan materi pelajaran yang sudah di jadwalkan.
Anak-anak tunanetra berkumpul dengan
tertib dan rapih di dalam kelas, menyimak
pembimbing agama yang sedang menjelaskan isi
dari sembuah ceramah tersebut. Metode ini juga
merupakan metode yang sering digunakan oleh
pembimbing agama di yayasan raudlatul makfufin,
9 M.Lutfi, MA. Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling)Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2008, h.125.
10 Izzan, dkk, Hadist Pendidikan Konsep Pendidikan Berbasis Hadist,(Bandung: Humaniora), h. 38.
121
karena metode ini merupakan metode yang efesien
dan cukup berhasil saat pembibing menyampaikan
sebuah pesan.
Ceramah ini bagian dari metode bimbingan
agama yang mejadi program utama, sebab
ceramah merupakan jalan pertama untuk
mengajarkan anak-anak tunanetra tentang agama.
Dalam kajian-kajian setiap minggu nya
pembimbing agama selalu membahas satu hadist
hingga tunantas dan jelas sampai pada anak
tunanetra. Sebab mereka akan lebih peka dalam
mendengar, maka program ini merupakan menjadi
program yang rutin di lakukan oleh pembimbing.
Kegiatan ini dilakukan di dalam kelas, di bagi tiga
kelas dengan tiga pembimbing yang berbeda.
Mereka memiliki jadwal yang berbeda-beda
karena terbagi menjadi tiga kelas. Setiap hari
senin-sabtu jadwal mereka penuh dengan semua
kegiatan yang dijadwalkan di yayasan.
Melalui ceramah pembimbing agama lebih
banyak mendorong serta secara tidak langsung
juga memberi siraman agama tiap hari, membuat
mereka terbiasa mendengar hal-hal baik, serta apa
yang diajarkan di dalam agama sesuai dengan
kehidupan sehari-hari. Begitupula apa yang
dikatakan oleh ustadz Sabtowibowo:
122
“Metode ceramah ini merupakan pintupertama untuk anak-anak mendengar halkebaikan, sebab mereka tidak dapat membaca,mereka hanya dapat mendengar. Itupun terjadijuga pada saya. Bagi saya buta di dunia tidakapa-apa asalkan jangan buta di akhirat. Sayaselalu menyampaikan dalam pembelajaran agamaini dengan kenyataan kehidupan mereka, daricaranya bersyukur, husnudzon pada Allah. Salahsatu bentuk dari penerimaan diri adalahbersyukur, Alhamdullah saya selalu tanamkan itupada anak-anak. Agar mereka tidak selaluberburuk sangka dengan takdir yang tidak tetapini. Melalui ajaran fiqih, akidah, akhlak, selalusaya sampaikan dengan kehidupan sehari-harimereka. Sebab anak-anak itu butuh arahan yangsangat kuat, maka saya sebagai pembimbingagama, sebisa mungkin membangun jiwa merekakedalam kebaikan dan tepat dalam ajaran agamaIslam, dan buta bukan akhir dari segalanya untukkita tidak dapat melakukan banyak hal” 11
Dari paparan Pak Sabtowibowo di atas,
peneliti dapat menyimpulkan bahwa kegiatan
bimbingan agama melalui ceramah merupakan
program bimbingan yang rutin dilaksanakan di
pesantren. Selain itu, materi yang disampaikan
sesuai dengan apa yang anak-anak tunanetra
alami, serta yang dibutuhkan tunanetra. Pada
hakikatnya semua yang sakit dan yang sehat butuh
motivasi, butuh mendengarkan apa yang harus di
dengarkan. Begitupun dengan anak tunanetra,
11 Wawancara pribadi dengan Bapak Sapto wibowo, pembimbingAgama di Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), TangerangSelatan, Selasa, 12 Februari 2019.
123
kegiatan ini juga dapat berjalan lancar,
pembimbing memberikan apa yang seharusnya
diterima anak-anak tunanetra, sesuai porsinya.
Anak tunanetra merupakan anak yang
mandiri, berdasarkan dari temuan peneliti di
lapangan, wawancara dengan anak tunanetra
mereka tidak berasal dari kesempurnaan, akan
tetapi mereka mampu menyempurnakan diri
mereka sendiri, dalam artian mereka dapat
mengurus dirinya sendiri dan tidak bergantung
pada orang lain. Setiap anak tunanetra yang masuk
ke yayasan untuk pertama kali, semua melalui
proses yang sama, mereka berasal dari ketidak
percayaan diri, tidak menerima keadaan
seutuhnya, begitupun yang dikatakan oleh pak
Abdurrohman selaku wakil ketua pesantren di
yayasan Raudlatul Makfufin:
“Anak-anak tunanetra itu mereka anak-anak yang mandiri, sekarang sudah bukanzamannya untuk tidak tahu apa-apa, dan tidakngapa-ngapain. Maka di yayasan ini ditekankanuntuk mereka mandiri, segala sesuatunya sendiri.Mereka nyuci baju, ambil baju sendiri, semuayang dilakukan untuk dirinya yang sendiri, bagisaya segala sesuatu itu bisa karena terbiasa.Maka harus dibiasakan, anak tunanetra sekarangsudah bisa main hp, akses internet, belajar darisegala sumber, sekarang juga hp sudah adaaksesibilitas. Jadi bagi saya sendiri sudah tidakada lagi alasan anak tunanetra tidak mengetahuiperkembangan zaman. Selain itu, memang anak-
124
anak yang baru masuk susah berdaptasi, makanyaitu ada yayaysan ini, untuk mereka belajar, untukmereka menemukan siapa diri mereka. Sayasampai pernah menemukan anak, yang berbulan-bulan susah beradaptasi, murung terus, dia jugamerupakan anak yang mengalamiketunanetraannya baru setelah dia remaja, semuaitu belum terbiasa. Sekarang orang nya sudahaktif dan mengikuti banyak kegiatan di yayasanini.”12
Dari paparan di atas yang telah banyak
dijelaskan oleh wakil ketua pesantren yayasan
raudlatul makfufin ini, bahwasannya kegiatan dan
program yang telah dilaksanakan di yayasan dan
andil pengurus serta pembimbing agama cukup
berhasil dalam menjalankannya, dengan tujuan
agar anak tunanetra dapat berkembang,
berkualitas, dan bisa mengikuti zaman serta
adanya teknologi yang semakin canggih
memudahkan para disabilitas tunanetra mengakses
internet, selain itu juga disampaikan bahwa anak
tunanetra dapat berkembang menjadi lebih
menerima diri bisa dilihat dari keaktifan anak-anak
dan mengikuti kegiatan di yayasan.
Selain cukup berhasil, metode ini
merupakan dari kegiatan yang terarah, menurut
Bastman dalam menjabarkan komponen-
komponen keberhasilan seseorang dalam
12 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Abdurrohman, Wakil KetuaPesantren di Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), TangerangSelatan, Selasa 12 Februari 2019.
125
penerimaan diri yaitu, kegiatan terarah (Directed
activites), suatu upaya-upaya yang dilakukan
secara sadar dan sengaja, berupa pengembangan
potensi pribadi yang positif serta pemanfaatan
relasi antar pribadi untuk mencapai tujuan hidup.13
Kegiatan bimbingan agama melalui metode
ceramah, berdasarkan dari apa yang peneliti amati
melalui observasi dan wawancara, metode ini
cukup efesien dan tingkatan keberhasilannya juga
tinggi, remaja tunanetra juga dapat menyimak dan
mendengarkan setiap bimbingan agama dengan
baik.
b. Metode Tanya Jawab
Metode ini dapat dikatakan metode
lanjutan dari metode ceramah, yaitu proses Tanya
jawab antara anak tunanetra dengan pembimbing
agama. Metode Tanya jawab hampir sama dengan
metode ceramah, hanya saja bedanya metode
ceramah yang lebih berperan aktif untuk banyak
berbicara adalah pembimbing agama, sedangkan
dalam metode Tanya jawab pernan untuk
berbicara seimbang dan bertimbal balik.
Selain metode ceramah, metode Tanya
jawab juga merupakan metode yang efektif dan
13 Bastaman, H.D., Logoterapi, Psikologi Untuk Menemukan MaknaHidup dan Meraih Hidup Bermakna, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 2007,h.
126
efesien. Karena sesuatu yang menyangkut dalam
permsalahan dibahas dan di selesaikan pada saat
itu juga. Dan metode ini akan sangat cukup
berhasil, karena ada respon timbal balik antara
kedua belah pihak. Anatara pembimbing agama
dan anak tunanetra itu sendiri.
2. Metode Individual
Metode Individual yaitu, bimbingan agama
yang dilakukan anatar pribadi. Metode ini disebut juga
dengan metode pribadi (Personal approach) karena
metode ini melakukan bimbingan agama melalui
pendekatan secara langsung dan face to face.
Pembimbing melakukan bimbingan langsung kepada
anak tunnetra, biasanya bimbingan seperti ini
menyangkut hal pribadi. Sebagaimana yang sudah di
jelaskan oleh Bapak Sapto Wibowo:
“Bimbingan agama itu mejadi dua kelompok, yangpertama bimbingan agama kelompok, yang keduabimbingan agama individu. Biasanya hal ini dilakukan ketika anak-anak datang menemui saya daningin bercerita, ada juga anak yang sering murung,sendirian, saya coba kasih bimbingan agama pribadi,saya beri arahan. Dan yang sering membutuhkanbimbingan agama individu adalah orang baru, dansantri baru. Mereka terkadang belum terbiasa, makacara saya memulai pendekatan adalah denganbimbingan individu, saya mengenalkan apa yangmenjadi budaya di yayasan ini. Apalagi jika anaktunanetra itu merupakan anak yang ketunanetraannyabaru, terus ke yayasan, akan sulit seklai beradaptasidan masuk dalam memberi bimbinga serta arahan,karena selain bimbingan agama saya juga harus
127
memberi dukungan dan kepercayaan diri, melaluimetode ini biasanya saya masuk, untuk memberibimbingan agama, menanamkan nilai-nilai agamaagar remaja tersebut mau membuka diri danmenerima diri.”14
Berdasarkan yang peneliti simak dari kalimat
pak Sapto Wibowo, adalah metode ini dilakukan
hanya untuk remaja tunanetra yang butuh bimbingan
khusus atau bimbingan pribadi. Biasanya, bimbingan
ini dilakukan oleh pembimbing kepada remaja
tunanetra melalui cerita, sharing, sesuai permasalahan
yang dialami oleh anak tunanetra itu sendiri. Dan
berdasarkan yang peneliti amati di lapangan saat
observasi, metode bimbingan individual ini cukup
efektif untuk di lakukan, karena dapat menyentuh
langsung pada remaja tunanetra, sehingga remaja
tersebut lebih merasa dianggap dan berharga.
Melalui metode ini juga bimbingan agama
yang dilakukan oleh pembimbinga agama cukup
tinggi keberhasilannya dalam penerimaan diri remaja
tunanetra tersebut, karena dalam metode ini ada sikap
pembimbing agama yang dilihat yaitu penerimaan diri
dari orang lain, Jerslid menjelaskan dalam bukunya
terkait aspek-aspek penerimaan diri diantaranya,
penerimaan diri dan penerimaan orang lain, hal ini
berarti apabila seorang individu menyayangi dirinya,
14 Wawancara pribadi dengan Bapak Sapto Wibowo, pembimbingagama di Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra). Tangerang Selatan,Selasa, 12 Februari 2019.
128
dan mampu menerima segala kekuatan dan
kekurangan diri, maka akan lebih memungkinkan
baginya untuk menyayangi orang lain dan menerima
orang lain dengan baik.15
Peneliti juga dapat menyetujui bahwa metode
bimbingan agama akan sampai pada porsinya, dan
dengan segala kebutuhan yang dubutuhkan oleh anak
tunanetra itu sendiri. Metode kelompok dan metode
individu keduanya sama-sama efektif dan sama-sama
langsung dengan lisan, maka materi bimbingan yang
diberikan langsung sampai pada si anak tunanetra itu
sendiri.
C. Materi Bimbingan Agama dalam Meningkatkan
Penerimaan Diri Remaja Tunanetra di Yayasan
Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra) Serpong
Tangerang Selatan.
Pembelajaran yang telah diberikan oleh
pembimning agama pak sapto wibowo dalam
meningkatkan penerimaan diri remaja tunatera dalam
berbagai aspek nilai-nilai keaagamaan yang terdiri dari
beberapa materi. Materi adalah hal paling penting. Suatu
materi yang bagus akan sangat membantu sebuah tujuan
itu.16 Materi biasanya disiapkan oleh pembimbing dengan
matang dan tersusun sesuai jadwal yang sudah di
15 Jersild, Arthur. T., The Psychology of Adolescence, (New York:Mac Millan Publishing Co), 1963. https://google.books.com
16 Drs. H. Ahmad Yani, 160 Materi Dakwah Pilihan, (Depok:Kelompok Gema Insani), 2006, h. 11.
129
tetapkan. Materi yang telah disiapkan oleh pembimbing
agama di Yayasan Raudlatul Makfufin diantaranya
adalah:
a) Materi Aqidah
Iman adalah ucapan hati dan lisan yang
disertaiperbuatan diiringi dengan ketulusan niat dan
dilandasi dengan berpegang pada sunnah Rasulallah
SAW. Iman atau aqidah adalah suatu yang diyakini
secara bulat tidak diikuti keragu-raguan sedikitpun.
Keyakinan ini dapat menimbulkan sifat jiwa yang
tercermin dalam perkataan maupun perbuatan. Hal ini
bertumpu pada kepercayaan dan keyakinan yang
sungguh-sungguh akan ke esaan Allah. Kepercayaan
pokok dalam iman adalah kalimatlailaha illallah.
Artinya tiada tuhan selain Allah. Aqidah haruslah
menjadi kepercayaan mutlak dan bulat, artinya
keyakinan yang mutlak kepada Allah. Pokok aqidah
adalah Allah SWT. Sebab dengan percaya kepada itu
dengan sendirinya akan percaya pada malaikat nya,
rasulrasulnya, kitab-kitabnya, hari kemudian dan
ketentuan takdir nya. Unsur-unsur iman tersebut
diistilahkan dengan arkanul iman.17
Menjelaskan bahwa keimanan yang direalisasikan
secara benar akan membentuk kepribadian mukmin
yang membentuk 6 karakter yaitu:
17 Nasrudin Rozak, Dianul Islam, ( Al-Ma’arif Cet 10: Bandung),1989, h. 122.
130
1) Karakter Rabbani
Karakter yang mampu mengamalkan sifat Allah
SWT sebatas kemampuan manisiawinya remaja
tunanetra di yayasan raudlatul makfufin
diharapkan bisa mengembangkan menerapkan
karakter rabbani di dalam kehidupannya, sehingga
remaja tunanetra mempunyai kepribadian yang
saling mencintai, lemahlembut dan penuh
keakraban terhadap sesama manusia dan lain
sebagainya
2) Karakter Malaki
Karakter yang mampu menerapkan sifat-sifat
malaikat sebatas kemampuan manusawinya.
Dengan menerapkan karakter Malaki diharapkan
remaja tunanetra mempunyai kepribadian dan taat
menjalankan perintah-perintah Allah SWT tidak
maksiat tidak mau membaca tasbih dan
sebagainya.
3) Karakter Qur'ani
Karakter yang mampu melaksanakan nilai-nilai al-
Qur'an dan tingkah laku nyata, dengan
mengembangkan karakter qur'ani remaja tunanetra
diharapkan mempunyai kepribadian yang suka
memahami, dan mengamalkan aturan yang
terkandung didalamnya. Sebab al-Qur'an memberi
petunjuk, rahmat, serta memberikan bahasan
tentang semua aspek kehidupan.
131
4) Karakter Rasul
Karakter yang mampu mengamalkan sifat-sifat
rasul. Dengan mengembangkan karakter rasul,
remaja tunantera diharapkan mempunyai
kepribadian yang jujur, dapat dipercaya,
menyampaikan amanah dan kepribadian yang
cerdas.
5) Karakter Hari Akhir
Karakter yang mampu mementingkan masa depan,
dengan karakter hari akhir, remaja tunanetra
diharapkan mempunyai kepribadian yang
tanggung jawab, melakukan sholat, zakat, dan
selalu berkelakuan tingkah laku penuh perhitungan
sebab nanti semuanya diperhitungkan (hisab).
6) Karakter Takdir
Karakter yang menghendaki kepatuhan kepada
hukum-hukum Allah. Dengan mengembangkan
karakter ini, pengaruh pembimbing agama
mengharapkan kepada remaja tunanetra untuk
mempunyai kepribadian yang mematuhi sunah-
sunah Allah baik Quraini maupun kauni.
b) Meteri Fiqih
Materi Fiqih yang diberikan oleh pembimbing agama
mengenai hukum-hukum Islam sesuai syariat,
daiantaranya:
132
Syariat merupakan hukum yang telah
ditetapkan oleh SWT. Bagi hambanya agar mereka
mengimani, mengamalkan, dan berbuat baik dalam
hidupnya. Sebagaimana firman dalam surat Al-
jatsiyah ayat :18 yang berbunyi.
أھ تتبع ال ھا و ر فاتبع م األ ن ة م ریع ش لى لناك ع ع ج ون ثم لم یع ال ین الذ اء و
Artinya: Kemudian kami jadikan kamu yang berada
diatas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama)
itu, maka ikuti syariat itu janganlah kamu ikuti hawa
nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.18
Menurut penulis bahwa syariat merupakan
aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh SWT. Baik
berupa ibadah khusus maupun umum, yang
bermanfaat untuk manusia secara individual maupun
sosial baik untuk dunia maupun akhirat. Begitu juga
yang telah diajarkan oleh pembimbing agama di
yayasan raudlatul makfufin kepada remaja tunanetra
dalam meningkatkan penerimaan diri. Materi fiqih
yang diberikan seperti diatas, sesuai dengan syariat
agar di tanamkan nilai-nilai keagamaan sesuai dengan
syariat, dan juga dapat mengendalikan diri sesuai
dengan peraturan dan nilai agama yang telah
ditetapkan.
18 Depag RI, (Al-Quran Al-Karim Dan Terjemah nya), 2000.
133
c) Materi Akhlak
Materi akhlak yang diberikan oleh pembimbing agama
dalam pembiasaan Akhlak karimah diantaranya:
1) Perasaan sederajat
Sebagaimana diketahui bahwa materi ini
mengajarkan remaja tunanetra untuk terus
berprasangka baik kepada Allah SWT atas perbedaan
yang mereka miliki, baik kelemahan dan kelebihan
yang mereka miliki, serta memiliki rasa syukur yang
kuat terhadap Allah SWT, tidak memiliki rasa
sombong dan takabur. Bersyukur merupakan bagian
dari penerimaan diri, bahwa telah menerima sesuatu
yang telah di tetapkan oleh Allah SWT dengan
penjelasan dalam surat An-Nahl Ayat 14 berbunyi
نھ ح وا م رج تخ تس ا طریا و م نھ لح لوا م لتأك ر البح ر الذي سخ ھو لیة و
م لك لع لھ و فض ن وا م لتبتغ فیھ و ر اخ و ى الفلك م تر تلبسونھا و
ون كر تش
Artinya : Dan Dialah, Allah yang
menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat
memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan
kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang
kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar
padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan)
dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.
2) Ditanamkan sifat jujur.
Jujur merupakan perilaku dari penerimaan
diri, mengakui dan adanya keterbukaan antara
134
remaja tunanetra dengan makluk sosial lainnya.
Kejujuran bukan hanya sebagai bagian dari
mental berani, akan tetapi lebih dari itu, kejujuran
termasuk sesuatu yang sangat urgen dan mendasar
dalam kehidupan bermasyarakat. Kehidupan
bermasyarakat tidak akan benar dan tidak akan
tertata dengan baik kecuali dengan prilaku
kejujuran. Begitu juga dengan remaja tunanetra
dalam berperilaku di harapkan untuk jujur,
mengakui, dan mencintai diri sendiri.
Diantara hal positif yang merupakan buah
dari kejujuran dalam masyarakat adalah kejujuran
bisa menumbuhkan rasa saling mencintai diantara
manusia dan rasa saling mempercayai diantara
individu masyarakat. Kejujuran juga
menghidupkan sikap saling tolong-menolong
serta membantu penyebaran akhlak-akhlak mulia
serta pemuliaan terhadap orang-orang yang
berakhlak mulia.
Selain itu kejujuran juga dapat
menenangkan jiwa, maka materi yang diberikan
pembimbing agama sangat realistis dengan
kenyataan yang ada dan yang terjadi pada remaja
tunanetra, bunyi dari hadist tersebut yaiu: dari
Hasan bin Ali Radhiyallahu anhuma, beliau
Radhiyallahu anhuma berkata, ‘Saya menghafal
135
dari Rasûlullâh perkataan Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang berbunyi:
ذب الك إن أنینة ، و ق طم د الص ، فإن ا ال یریبك إلى م ا یریبك دع م
ریبة
Artinya : “Tinggalkan apa yang meragukanmu
kepada yang tidak meragukanmu! Sesungguhnya
kejujuran adalah ketenangan dan kedustaan itu
keraguan”.
Remaja tunanetra ditanmkan sifat dan perilaku
yang jujur agar mereka percaya diri, dan mampu
menjalkan kehidupan dengan rasa syukur karena,
begitu juga yang di sampaikan oleh pak Sapto
Wibowo pembimbing agama:
“mereka selalu saya tanmkan perilaku yang jujur,karena jujur sifatnya mengakui kebenaran,menyalhkan kebenaran. Baik dan buruknya selaludatang karena kebaikan, maka agar merekamampu menerima diri, harus di tanmkan sifatyang jujur pada diri sendiri, pada keadaan, danpada kehidupan bermasyarakat”19
Sesungguhnya kejujuran memiliki
pengaruh yang baik dalam berbagai aktifitas dan
dalam menjalankan kehidupan.
3) Percaya diri.
Percaya diri sama saja anda melakukan
prasangka baik terhadap diri sendiri. Percaya
dengan semua kemampuan yang ada dalam diri
19 Wawancara pribadi dengan Bapak Sapto wibowo, pembimbingAgama di Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), TangerangSelatan, Selasa, 12 Februari 2019.
136
anda. Tidak mudah minder dengan kelebihan yang
dimiliki oleh orang lain. Begitu juga yang
diajarkan pembimbing agama dalam penerimaan
diri remaja tunanetra, agar senantiasa percaya pada
kelemahan, dan percaya pada kelebihan diri
sendiri, dengan adanya percaya diri maka remaja
tunanetra dapat berkembang menjalani kehidupan,
dan mengejar cita-cita yang menanti di depan.
Pembimbing agama juga menjelaskan yang
berkaitan dengan percaya dari, dalam firman Allah
yaitu:
ع األ أنتم نوا و ز تح ال تھنوا و ال نین و م ؤ م نتم ك إن ن لو
Artinya : “Janganlah kamu bersikap lemah, dan
janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal
kamulah orang-orang yang paling tinggi
(derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman.” (Ali Imran : 139)
Remaja tunanetra dalam hal ini di tanmkan
sifat-sifat yang mengajarkan pada kebaikan untuk
diri mereka, dan untuk memiliki perilaku yang
baik bagi diri mereka sendiri, dalam berbagai
aspek kehidupan. dengan begitu juga percaya diri,
dapat merubah cara pandang dalam berbagai hal
kebaikan untuk remaja tunanetra terutama dalam
penerimaan dirinya.
4) Tanggung jawab, patuh, shiddiq
137
Bertanggung jawab merupakan bentuk dari
penerimaan diri, bahwa materi ini mengajarkan
remaja tunanetra untuk memiliki rasa tanggung
jawab terhadap diri sendiri, orang lain dan
keluarga. Maka orang yang menerima dirinya
sendiri mereka mampu bertanggung jawab dengan
dirinya sendiri dan menjalani kehiupan dengan
baik. Dalam hal inipun pembimbing menekankan
dan memberi arahan mengenai tanggung jawab
terhadap diri sendiri, diantaranya surat Hud ayat
117-119 yang berbunyi
ى ب القر بك لیھلك ر ان ا ك م و ون لح أھلھا مص و ) ١١٧(ظلم لو و
تلفین خ م الون ال یز ة و د اح ة و أم الناس ل ع بك لج اء ر إال ) ١١٨(ش
نة الج ن ھنم م ج ألن بك ألم ة ر لم ك ت تم و لقھم خ لك لذ بك و م ر ح ر ن م
الناس أج و ین ع ١١٩(م
Artinya : dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan
membinasakan negeri-negeri secara dzalim,
sedang penduduknya orang-orang yang berbuat
kebaikan. 118. Jikalau Tuhanmu menghendaki,
tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu,
tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, 119.
Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh
Tuhanmu, dan untuk itulah Allah menciptakan
mereka, kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah
ditetapkan: Sesungguhnya Aku akan memenuhi
neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang
durhaka) semuanya.
138
Adapun ayat tersebut dibahas secara detail dengan
isi kandungannya, diantaranya:
Kata مصلحون atau orang-orang yang berbuat
kebaikan. Seseorang dituntut, paling tidak,
menjadi shalih, yakni seseorang yang
memelihara nilai-nilai sesuatu sehingga itu
tetap bertahan sebagaimana adanya, dan yang
demikian itu tetap berfungsi dengan baik dan
bisa bermanfaat bagi orang lain.
Kata لو sekiranya dalam firman-Nya:
sekiranya Allah menghendaki, menunjukkan
bahwa hal tersebut tidak dikehendaki-Nya,
karena kata tersebut tidak digunakan kecuali
untuk mengandaikan sesuatu yang tidak
mungkin terjadi atau mustahil.
Kata أمة atau umat berarti semua kelompok,
baik manusia maupun binatang yang dihimpun
oleh sesuatu, seperti agama yang sama, waktu
dan tempat yang sama, baik penghimpunannya
secara terpaksa, maupun atas kehendak
mereka sendiri.
Kata رحم berarti hidayah, yakni merupakan
tujuan penciptaan, dengan artian tujuan
perantara menuju tujuan akhir yaitu
kebahagiaan abadi.
Pada bagian ini ustadz Sapto Wibowo lebih
banyak menekankan dengan kehidupan sehari-hari, karena
139
akhlak merupakan bagian dari apa yang tergambar pada
diri kita. Maka unutk menjadi orang baik, harus
ditanmkan akhlak yang baik dahulu. Begitu juga yang
peeliti dapat dari wawancara dengan pak Sapto Wibowo:
“Bimbingan agama yang mungkin ringan saya lakukanadalah ilmu akhlak, akan tetapi sulit juga untuk anak-anak implementasikannya. Karena itu merupakan murnidari diri kita masing-masing. Tapi saya selalumenekankan, dengan yang sudah-sudah saya jelaskanpada mba. Bahwa pembelajaran itu dari hal terkecil dulu,dari diri kita, dan dari kejadian diri kita sendiri.Begitupun saya, dan yang saya berikan pada anak-anaksesuai dengan keadaan serta kejadian pada diri mereka,mulai dari syukur nikmat, dengan beryukur saja udahkunci pertama bagia mereka dengan menerima keadaanmereka, serta saya tanamkan sifat-sifat Rasulullah yangharus mereka jadikan contoh. Serta juga saya tanamkanakhlak yang jujur, karena ketika kita sudah jujur oadadiri kita sendiri, kita tidak akan takut berada dimana sajahidup. Dan saya selalu menekankan kepada anak-anaktunanetra untuk percaya diri, jika diri kita saja sudahtidak percaya apalagi orang lain. Maka dari hal yangringan tapi bermakna bagi mereka.”20
Dalam bersikap adalah merupakan dari penilaian
baik untuk diri sendiri ataupun untuk orang lain, maka
penting bagi setiap manusia memiliki akhlak yang baik,
sama halnya dengan pribadi yang positif dan selalu
berbaik sangka. Dari paparan diatas yang disampaikan
oleh pembimbing agama bahwa adanya materi ini dapat
terealisasikan pada remaja tunanetra untuk memiliki
20 Wawancara pribadi dengan Bapak Sapto wibowo, pembimbingAgama di Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), TangerangSelatan, Selasa, 12 Februari 2019.
140
akhlak yang baik, jujur, dan bersyukur. Bersyukur
merupakan bagian dari penerimaan diri, bagaimana
dirinya dapat berserah pada Allah, mampu menerima
keadaan dengan lapang.
Penerimaan diri dalam Islam merupakan bagian
dari kajian qona’ah. Arti qona’ah adalah merasa ridha
dan cukup dengan pembagian rizki yang Allah berikan.
Sifat qona’ah adalah salah satu ciri yang menunjukkan
kesempurnaan iman, karena sifat ini menunjukkan
keridhaan orang yang memilikinya ter-hadap segala
ketentuan dan takdir Allah.21 Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam bersabda, “Akan merusak kemanisan
(kesempurnaan) iman, orang yang ridha kepada Allah
Ta’ala sebagai Rabb-nya dan islam sebagai agamanya
serta (nabi) Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
sebagai rasulnya” (HR. Muslim no. 34)
Akhlak adalah bagian terpenting dalam diri
manusia, merupakan bagian dari personality seseorang
dalam bersikap. Maka bagi peneliti, dengan apa yang
telah di sampaikan pak Sapto Wibowo dalam wawancara
diatas, materi ini sangat baik ditanamkan pada diri remaja
tunanetra, selain masa remaja adalah masa mencari jati
diri, masa remaja juga masa diamana kita memilih hal
yang baik dan benar. Akhlak juga merupakan bagian dari
21 Machroza Eka Widiastuti, skripsi “Hubungan Penerimaan Diridengan Kebersyukuran Siswa MA Bilingual Boarding School”, (Surabaya:UIN Sunan Ampel Surabaya), 2018, h. 40.
141
apa yang akan kita implementasikan pada orang lain, dan
berdampak baik atau buruk pada diri kita sendiri,
tergantung akhlak yang baik atau yang buruk yang kita
tanam dalam diri kita. Selain itu, pembentukan akhlak
juga tidak mudah, karena mereka bagian dari dorongan
diri sendiri, sama hal nya untuk dapat menerima diri kita
sendiri seutuhnya, kita harus ditanamkan rasa bersyukur,
jujur pada diri sendiri.
d) Materi Tajwid
Materi ini adalah merupakan pembelajaran
huruf dan membaca Al-Qur’an braille dengan isi
kandungan yang baik dan tepat terhadap remaja
tunanetra, biasanya materi ini diberikan dan diarahkan
oleh pembimbing agama one by one, seperti mengaji
pada umumnya, dan pembimbing agama mengikuti
serta membetulkan tajwidnya. Seperti itu pula yang
disampaikan pembimbing agama bapak Sapto
Wibowo kepada peneliti saat wawancara:
“materi tajwid ini saya sampaikan pada remajasendiri-sendiri, seperti ngaji dan membaca Al-Qur’anpada biasanya, dan bergiliran. Mereka yangmembaca saya yang membetulkan, serta ada jugamateri yang disampaikan universal pada semua,mungkin itu saat awal-awal pemberian materi, karenakan kesini-kesini sudah harus prakteknya, sudahharus langsung dibenarkan bacaannya, agar sesuaiapa yang dibaca dengan isi kandungannya”22
22 Wawancara pribadi dengan Bapak Sapto wibowo, pembimbingAgama di Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), TangerangSelatan, Selasa, 12 Februari 2019.
142
Menurut peneliti, berdasarkan hasil wawancara
dengan pembimbing agama pak Sapto Wibowo,
bahwa membaca Al-Qur’an tidak hanya sekedar baca,
berada isi kandungan disetiap ayatnya, maka
pembenaran atas bacaan juga harus dan wajib
dipelajari, dan materi ini cukup penting dalam
pemahaman serta pembacaan Al-Qur’an yang baik
dan benar.
e) Materi keterampilan dakwah
Quraish Shihab mengatakan bahwa, dakwah
adalah seruan atau ajakan kepada keinsafan atau usaha
mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan
sempurna, baik terhadap prbadi maupun masyarakat.23
Dakwah juga merupakan materi dalam kegiatan
bimbingan agama di yayasan Raudlatul Makfufin,
materi ini diberikan untuk memberikan pengetahuan
secara luas mengenai dakwah serta peraktik dalam
berdakwah secara langsung. Dalam kegiatan ini
pembimbing agama memberi materi, dan memberi
tugas pada anak-anak untuk di peraktikan langsung.
Berdakwah juga merupakan seni dalam
berbicara, maka selalu ada dinamakannya startegi
dakwah, hal ini juga disampakan oleh pembimbing
agama yaitu pak Sapto Wibiowo bahwa, “Dakwah
merupakan hal yang baik, paling baik dilakukan oleh
23 Syamsuddin AB, Pengantar Sosiologi Dakwah, Jakarta, PTKharisma Putra Utama, 2016, h. 9
143
umat Islam. Dalam berdakwah tidak hanya asal
bicara, diperlukan stategi, diperlukan metode untuk
menarik audiens atau jamaah bagaimana seni dalam
berbicara kita menarik perhatian jamaah. Bagi saya
itu juga penting untuk mengasah skill anak tunanetra,
agar percaya diri berbicara didepan umum, agar
terbiasa berbicara di depan umum, agar terasah nyali
nya untuk berbicara didepan umum”.24 Bagi peneliti,
materi ini cukup baik di ajarkan pada anak-anak
tunanetra, selain belajar seni dalam berdakwah, belajar
untuk percaya diri berbicara didepan, merupakan
tanda penerimaan diri, dan mengakui akan diri sendiri
serta kemampuan yang dimiliki.
24 Wawancara pribadi dengan Bapak Sapto wibowo, pembimbingAgama di Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra), TangerangSelatan, Selasa, 12 Februari 2019.
144
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti
temukan di lapangan mengenai bimbingan agama dalam
meningkatkan penerimaan diri remaja tunanetra di
Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra)
Tangerang Selatan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Proses Bimbingan agama yang telah terlaksanakan
dan yang masih berjalan sampai saat ini sangat
berpengaruh pada remaja tunanetra baik bimbingan
agama terjadwal ataupun bimbingan agama tidak
terjadwal. Bentuk bantuan yang telah diberikan
pembimbing agama juga berdampak pada remaja
tunanetra. Antusias remaja tunanetra mengikuti
kegiatan bimbingan, dan pembelajaran agama
merupakan bagian dari pengakuan tunanetra itu
sendiri dalam meningkatkan penerimaan diri. Semua
kegiatan dan aktivitas remaja tunanetra menjadi proses
bagi tunanetra itu sendiri, dengan mengikuti semua
kegiatan di yayasan, rajin menghafal Al-Qur’an, rutin
mengaji dan belajar Al-Qur’an Braille, dan tertib di
kelas saat bimbingan agama berjalan.
2. Metode bimbingan agama yang digunakan oleh
pembimbing agama dalam meningkatkan penerimaan
145
diri remaja tunanetra adalah, metode kelompok dan
individu. Menyampaikan melalui ceramah, tanya
jawab, dan cerita/percakapan pribadi. Melalui metode
ini bimbingan agama berjalan cukup efektif dan
efesien, karena kedua metode tersebut sama, sama-
sama menyampaikan pesan secara langsung pada
remaja tunanetra.
3. Materi bimbingan agama yang diberikan oleh
pembimbing agama dalam meningkatkan penerimaan
diri yaitu , terdiri dari ilmu aqidah, ilmu fiqih, ilmu
akhlak, ilmu tajwid, menghafal Al-Qur’an braille,
pembinaan keterampilan dakwah. Materi yang
disampaikan bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai
keagamaan pada remaja tunanetra, agar terbentuk
menjadi pribadi yang baik, bersyukur, taat pada Allah
SWT, beriman, dan bisa menjadi manusia yang
berkualitas. Dengan demikian adanya materi tersebut
juga melatih remaja tunanetra untuk memiliki
kemampuan saat berbicara di depan, melatih
kepercayaan diri, dan melatih remaja tunanetra untuk
menerima diri sendiri .
B. Saran
Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan di Yayasan
Raudlatul Makfufin, mengenai bimbingan agama dalam
meningkatkan penerimaan diri remaja tunanetra, peneliti
memiliki beberapa saran untuk menjadi acuan kedepan,
sebagai berikut:
146
1. Untuk Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman
Tunanetra) program yang telah terlaksanakan cukup
baik dalam kegiatan remaja tunanetra, namun agar
lebih dikuatkan lagi sarana prasarana yang belum
terlaksanakan, dan di harapkan adanya kegiatan-
kegiatan yang lebih menarik dan inovatif untuk remaja
tunanetra. Adapun yayasan mengadakan program-
program keterampilan. Hal ini bertujuan untuk melatih
kemampuan remaja tunanetra dalam bidang kesenian.
2. Untuk pembimbing agama dalam membimbing remaja
tunanetra cukup baik dan materi yang telah
disampaikan juga menarik. Bimbingan agama yang
terlaksana seperti belajar ilmu aqidah, ilmu fiqih, ilmu
akhlak, menghafal Al-Qur’an braille, dan pembinaan
keterampilan dakwah. Adanya kegiatan pembinaan
keterampilan dakwah secara tidak langsung melatih
mereka berani berbicara di depan, dan melatih
kepercayaan diri remaja tunanetra. Akan lebih baik
jika pembinaan keterampilan dakwah ini di
kembangkan dan ditingkatkan agar bisa diikut
sertakan dalam lomba-lomba dakwah. Selain itu juga
dapat menciptakan pendakwah-pendakwah dari
tunanetra.
3. Untuk program studi Bimbingan dan Penyuluhan
Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta agar dapat
dijadikan bahan rujukan dalam membuat program-
program praktikum dan penelitian.
147
DAFTAR PUSTAKA
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Anak Usia Tiga Tahun
Pertama, Jakarta: PT Refika Aditama, 2007.
Agustyawati, M.Phil, SNE & Solicha, M.Si, Psikologi Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus,Jakarta: Lemabaga
Penelitian UIN Jakarta, 2009.
Amin Munir Samsul, Bimbingan dan Konseling Islam, Jakarta:
Amzah, 2010.
Arifin, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Penyuluhan
Agama Di Sekolah Dan Luar Sekolah, Jakarta: Bulan
Bintang, 1997.
Arifin Zainal, Penelitian pendidikan metode dan paradigma
baru, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2012.
Arifin. M, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan
Agama, Jakarta: PT Golden Trayon Press, 1998.
Hamdani, M.A., Bimbingan dan Penyuluhan, Bandung: CV
Pustaka Setia, 2012.
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif untuk penelitian
perilaku manusia, Depok: LPSP3 UI, 2005.
Elizabeth B, Hurlock, Psikologi Perkembangan Anak Jilid 1,
Jakarta: Erlangga, 1993.
148
Endraswara Surwandi, Penelitian Kebudayaan Ideologi,
Epistemologi, dan Aplikasi, Tangerang: PT. Agromedia
Pustaka, 2006.
Faqih Rahim Aunur, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam,
Yogyakarta: VII Press, 2002.
Feisal Amir Jusuf, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema
Insani Press, 1995.
Ghony M. Djunaidi dan Almanshur Fauzan, Metode Penelitian
Kualitatif, AR-RUZZ Media, 2016.
Gulo, W., Metode Penelitian, Jakarta: Grasindo, 2002.
Gunawan Imam, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik,
Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013.
Jahja Yurdik, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Prenadamedia
Group, 2011.
J.P, Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta: PT. Raja
Grafindi Persada, 2005.
Moleong , J, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2009.
Pandji Dewi & Wardhani Winda, Sudahkan Kita ramah Anak
Spesial Needs?, Jakarta: PT Elex Media Komputindo,
2013
Raco J.R., Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik, dan
Keunggulannya, Jakarta: Grasindo, 2013.
149
Satori Djam’an dan Komariah Aan, Metodologi Penelitian
Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2013.
Sarwono W Sarlito, Psikologi Remaja, Jakarta: PT Raja
Grafindo, 1994.
Slameto, Bimbingan Di Sekolah, Jakarta: Bina Aksara, 1988.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R & D, Bandung:
Alfabeta, 2010.
Susanto Ahmad, Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Konsep,
Teori dan Aplikasinya), Jakarta: Prenadamedia Group,
2018.
Sobur Alex, Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2003.
Thohari Slamet, dkk, Pemetaan Kesenian dan Disabilitas di
Indonesia, Pusat Studi dan Layanan Disabilitas
Universitas Brawijaya dan British Council Indonesia,
2017.
Winkel, W. S., Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan,
Edisi Revisi, Jakarta: Gramedia, 2005.
Yusuf Syamsu, LN & A. Juntika Nurishan, Landasan Bimbingan
& Konseling, Bandung: PT Rosdakarya, 2006.
TESIS
Bulletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Situs
Penyandang Disabilitas, (Kementrian Kesehatan RI : Bakti
Husada), 2014.
150
Chusniatul Fitriyah & Siti Azizah Rahayu, Konsep Diri Pada
Remaja Tunanetra Di Yayasan Pendidikan Anak Buta (YPAB)
Surabaya, Jurnal Penelitian Psikologi 2013, Vol. 04, No. 01.
Irwanto, dkk, Analisis situasi penyandang disabilitas di
indonesia: Sebuah deskreview. 2010, dari
http://www.ausaid.gov.au/Publications/Documents/pwd-sit-
bahasa.pdf.
Juliana, Jurnal A Survival Strategyin The City Of The Masseur
Pekanbaru, Jom FISIP: 2016, Vol. 03, No.01.
Muhammad Ridha, Hubungan Antara Body Image Dengan
Penerimaan Diri Pada Mahasiswa Aceh Di Yogyakarta, Empaty
Vol.1, No.1, 2012.
Penyandang disabilitas yang terdaftar dalam Pilkada DKI Jakarta
2017, dari Databoks.katadata.co.id.
Ratri Paramita, Pengaruh Penerimaan Diri Terhadap
Penyesuaian Diri Penderita Lupus, Semarang: Jurnal Psikologi
Undip, Vol. 12, No. 01, 2013.
SKRIPSI
Alimuddin Hasibuan, skripsi “Metode Bimbingan Agama dalam
Meningkatkan Perekmbangan Emosi Anak di Panti Asuhan Putra
Muhammadiyah Cabang Medan, (Medan: UIN Sumatera Utara),
2016.
Lailatul Ikromah, skripsi “Pengaruh Perceived Behavioral
Control, Dukungan Sosial, dan Religiulitas Terhadap
151
Penerimaan Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Down
Syndrom, Jakarta: UIN Jakarta, 2015.
Meiga Latifah putri Permadin, skripsi “Hubungan Dukungan
Keluarga Dengan Penerimaan Diri Narapidana Di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tangerang”, (Jakarta: UIN
Jakarta), 2018.
Raysa Bestari Siniwi, skripsi “Status Identitas Diri Remaja
Tunanetra Non Genetik”, Yogyakarta: Univesitas Sanata Dharma,
2016.
Zefi Nofri Angraini, skripsi “Hubungan Penerimaan Diri
Dengan Penyesuaian Diri Pada Wanita Dewasa Madya”, Riau:
UIN Riau, 2010.
WAWANCARA KETUA YAYASAN RADULATUL
MAKFUFIN (TAMAN TUNANETRA)
Nama : Budi Santoso, S.os.I
Alamat :
Tanggal Wawancara : 17 Januari 2019
Tempat Wawancara : Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman
Tunanetra), Jl. H. Jamat Gg. Masjid RT.002/05 No. 10A Kp. Jati
Kelurahan Buaran, Kecamatan Serpong Kota Tangerang Selatan,
Banten.
Pertanyaan Wawancara:
1. Bagaimana latar belakang dan sejarah berdirinya Yayasan
Raudltul Makfufin?
Awalnya yayasan ini didikiran pada tanggal 26 November
1983, tadinya yayasan ini hanya majelis ta’lim yang pada saat
itu masih bertempat di pulau gadung, yayasan ini didikiran
karena pada saat itu semakin bertambah jama’ahnya hingga
ratusan, banyak sekali teman-teman tunantera yang setelah
sekolah mereka tidak punya kegiatan, lulus SMP, lulus SMA
itu mereka tidak ada kegiatan lagi, mereka bagaiamana bisa
mendapatkan pengetahuan lagi dengan teman-teman pada
tahun itu didirikan oleh RM. Halim Soleh dan pendiri-pendiri
lainnya. Yayasan ini didirakan dalam bidang keagamaannya,
karena pada saat itu, tunanetra sangat rentan dengan namanya
berpindah agama, karena ekonomi mereka susah, hingga
teman-teman mendirikan yayasan ini dan membuat wadah
untuk pencerahan-pencerahan Ilmu agama. Akan tetapi pada
saat ini, yayasan lebih berkembang dan memfasilitasi
pendidikan umum bagi anak-anak tunanetra, agar menajdi
insani yang cerdas, dan berilmu, selain itu ada juga
pemberdayaan ekonomi seperti memberikan keterampilan-
keterampilan mereka, supaya mereka bisa berkembang, bisa
mandiri.
2. Bagaimana antusian anak tunanetra di Yayasan raudlatul
Makfufin?
Untuk antusias saya rasa cukup baik ya, umumnya dulu
khusus tunanetra itu ada asaramanya, tapi sekarang
pemerintah tidak menyediakan, banyak asrama itu yang sudah
dihapuskan, karena beban nya berat sekali untuk lembaga iu.
Karena biasanya, anak-anak tunanetra mencari sekolah yang
sudah ada asramanya. Teman-teman disini kebetulan jauh-
jauh sekali, ada yang dari berebes, ada yang dari tulung
agung, ada yang dari serang. Itu mereka jauh-jauh,
seandainya mereka pulang pergi, mereka sekolah disini itu
tidak akan bisa, maka dari itu mereka ke yayasan ini sangat
antusias, dan untuk konsen tunanetra di bidang agama saya
rasa belum ada, hanya ada di Jakarta ini saja. Dan pendidikan
agama di yayasan ini juga mejadi fokus, kita juga punya
percetakan braille, fasilitas pendukung, salah satunya kita
mencetak kitab-kitab kuning, seperti ta’lim mu ta’lim, buku
Al-Qur’an braille kita siapkan semua.
3. Apa faktor penghambat dalam menjalankan program dan
kegiatan di yayasan ini?
Faktor penghambat yang paling besar sebenarnya di
pendanaan, kita lembaga sosial, bukan punya pemerintah,
bukan punya perorangan, jadi ini punya umat, dikemudian
hari jika yayasan ini sudah tidak berjalan lagi, yayasan ini
bisa di serahkan pada panti asuhan, yang sifatnya untuk umat
juga. Banyak anak-anak tuannetra yang mendaftar kesini, dan
rata-rata mereka menengah kebawah. Kita disini membatu
anak-anak untuk tetap semangat, tetap sekolah. Hambatan
lain biasanya dari orang tua, mereka suka menyembunyikan
anak-anaka yang memiliki keterbatasan ini, perlakuan hkusus,
karena mereka malu akhirnya disimpen di dalam kamar, tidak
boleh bergaul, tidak boleh komunikasi, akhirnya anak-anak
itu jadi terbelakang di masyarakat, yang ketiganya dari
anaknya sendiri, kadang anaknya sudah masuk kemari,
ternyata tidak kuat, tidak siap mentalnya, karena disini
belajarnya terlalu banyak.
4. Dapatkah bapak jelaskan program serta bimbingan agama dan
keberhasilan yang diberikan oleh yayasan pada anak
tunanetra?
Banyak sekali program yang dijalankan di yayasan ini,
kegiatan-kegiatan agama, baik program umum, dan program
tidak umum. Basic dari yayasan itu sendiri adalah ajaran
agama Islam. Kita menekankan sekali pada anak-anak untuk
memiliki ilmu agama yang luas, karena kita boleh buta
didunia tapi tidak buta di akhirat. Maka bimbingan agama
yang telah berjalan cukup berhasil, dengan melihat mereka
antusias dalam menghafal Al-Qur’an, megikuti kegiatan
setiap harinya.
5. Bagaimana Yayasan ini memberikan skill atau keterampilan
pada remaja tunanetra?
Untuk keterampilan atau skill yang ditanamkan di yayasan
ini, pertama adalah penguasaan IT, komputer braille. Karena
kita disini tidak diharuskan bisa, sebab semakin kesini
persaingan semakin kuat, kita memberikan keterampilan,
belajar pijat, untuk mereka yang senang di bidang terapi,
bekam dll. Juga memberikan wirausaha, contohnya seperti,
membuat wadah bubuk unit usaha yang kemarin sempat
dipamerkan di kementrian ketenaga kerjaan, sudah
mempromosikan itu. Sumua produksi dari teman-teman
tunanetra sendiri. Kerajinan tangan, membuat mute-mute,
atau membuat anyaman, membuat gantungan kunci, membuat
tasbeh seperti itu. Jika ditanamkan seperti itu, mereka tidak
akan bergantung pada orang lain. Selain itu juga dengan
bahasa, dalam artian kedepannya diharapkan temen-temen ini,
kita akan bekali dengan bahasa arab dan bahasa inggris.
6. Bagaimana respon serta antusias masyarakat terhadap anak
tuanentra dan yayasan?
Alhamdulillah sejauh ini banyak sekali masyarakat yang
antusias menerima kita, kita juga berbagi kegiatan kita
melalui youtube, dan sosmed lainnya, untuk mereka tahu dan
melihat secara luas bahwa kami mampu menjalankan
kehidupan seperti yang lainnya. Untuk masyarakat disekitar
sini mereka senang dengan adanya anak-anak tunanetra,
pertama bisa shalat berjama’ah disini aktif di masjid. Justru
masyarakat dari luar lebih antusias, secara materi.
7. Apa yang bapak harapkan untuk remaja tunanetra
kedepannya?
Yang saya harapkan agar anak-anak dan teman-teman disini
memiliki cita-cita yang tinggi, dan mereka bisa melanjutkan
pendidikan mereka kejenjang yang lebih lagi, serta banyak
anak-anak tunanetra yang dapat berkembang, karena bagi
saya memiliki Ilmu itu tidak ada habisnya, berpendidikan
tinggi itu tidak harus di sekolah saja, tapi diluar sekolah juga.
Akan tetapi saya berharap anak-anak disini bisa meneruskan
ke jenjang S1.
WAWANCARA PEMBIMBING AGAMA
Nama : Sapto Wibowo S.os
Alamat :
Tanggal Wawancara : 12 Februari 2019
Tempat Wawancara : Yayasan Raudlatul Makfufin(Taman Tunanetra), Jl. H. Jamat Gg. Masjid RT.002/05 No.10A Kp. Jati Kelurahan Buaran, Kecamatan Serpong KotaTangerang Selatan, Banten.
Pertanyaan Wawancara:
1. Bagaimana proses bimbingan agama, dan apa hamabatan
terbesar menjadi pembimbing agama?
Proses bimibingan yang telah saya jalankan pada
umumnya sama dengan bimbingan agama lainnya, proses
disini adalah cara menuju bisa, dalam artian bisa
mengikuti, bisa menerima. Proses yang telah dilewati juga
banyak, pada intinya saya ingin mengamalkan ilmu yang
saya punya, dan bagi saya belajar agama itu sangat
penting, kita boleh buta di dunia, akan tetapi jangan buta
di akhirat. Karena pengamalan untuk belajar agama itu
sangat banyak pahalanya, membaca Al-Qur’an sangat
banyak pahalanya.
Hambatan terbesar adalah mungkin untuk menghilangkan
rasa malas, rasa ingin bermain-main pada temen-temen
yang ada disini, karena kan dirumahnya atau di
lingkungan luar komunitas tunanetra itu merasa sulit
mencari teman yang cocok, baik itu untuk bercanda
bermain, tukar pikiran, dan macam-macam. Sehingga
sudah bergabung dengan komunitas tunanetra misalnya,
kalau sekarang para santri disini, mereka menjadi lupa
pada tujuan utamanya, bahwa tujuan utamanya adalah
untuk belajar, tapi mereka jadi keasikan bermain, dll.
2. Dalam proses bimbingan agama, seberapa besar
keberhasilan Bapak dalam membimbing remaja tunanetra
untuk meningkatkan penerimaan diri?
Keberhasilannya sudah banyak, dari teman-teman
tunanetra ini yang sudah mampu membaca Al-Qur’an
braille, sudah banyak juga yang mulai memiliki bakat,
memiliki kemampuan untuk mengajarkannya kepada
teman-temannya yang baru, teman-temannya yang lain.
Macam-macam diataranya seperti itu.
Untuk keberhasilan penerimaan diri, secara lahiriah,
mereka merasa senang, rajin beribadah, dan bersyukur,
merupakan dari sebuah penerimaan diri bagi mereka.
Untuk tunanetra yang mengalami ketunanteraan sejak
lahir atau sejak kecil, itu biasanya ketika masuk keisni,
dan mereka sudah merasa senang, dan bertemu teman-
teman yang senasib dengan mereka, tapi ketika kita
bertemu dengan tunanetra yang mengalami ketunanetraan
di usia remaja, entah karena faktor penyakit atau
kecelakaan dan sebagainya, memiliki beberapa tahapan,
mungkin pertama kali mereka masuk, mereka lebih
banyak diam, dan tidak bisa menerima dengan
perkumpulannya komunitasnya yang sekarang, dan
berbeda dengan komunitasnya yang dulu. Lantas lama
kelamaan mereka sudah mau bisa berbicara, dan mereka
sekrang merasa senang megikuti banyak kegiatan di
yayasan, dan Alhamdullah mereka sudah bisa menerima
kenyataan yang ada.
3. Bagaimana metode pelaksanaan yang Bapak berikan
dalam bimbingan agama pada remaja tunanetra?
Metode yang saya berikan biasanya ada dua, yaitu metode
kelompok atau metode individu, seperti ceramah,
mengajar ngaji indivdu, memberi ajaran secara indivdu.
Dalam artian sayan bersama teman-teman pertama ketika
santri masuk ke raudlatul makfufin ini, pertama yang kita
perhatikan adalah keadaan syaraf-syaraf motoric mereka,
karena itu kan yang akan mempengaruhi mereka bisa
mempelajari braille atau tidak, karena mereka ini kan
membacanya dengan meraba, dengan jemari mereka. Kita
perkenalkan huruf-huruf braille perlahan-lahan,
dilanjutkan dengan kharakat-kharakat tanda baca, sampai
masuk pada mereka bisa membaca. Dan metode tersebut
telah saya jalankan.
4. Bagaimana Bapak menyiapkan materi bimbingan agama
dan apa saja materi tersebut?
Dulu ketika raudlatul makfufin belum pindah kesini kita
mengajar itu masih berbeda-beda, dan belum memiliki
materi yang tetap, dalam artian buku panduan pun masih
belum ada. Akan tetapi sekarang disini sudah punya dan
menyusun suatu buku panduan yang sama untuk
mengajar, dan materi pun sudah terjadwalkan. Materi
yang berjalan sampai saat ini yaitu, Ilmu Aqidah, Ilmu
Fiqih, Ilmu Akhlak, seni dalam berdakwah, dan
Menghafal Al-Qur’an serta tajwidnya.
5. Apa motivasi Bapak dalam mendukung penerimaan diri
remaja tunanetra?
Banyak yang, saya ingin menjadi sahabat bagi mereka, itu
mungkin ya, karena jika saya memposisikan diri pada
mereka sebagai sahabat, mereka akan terbuka pada saya,
dan menjadikan saya juga sahabat, maka bagi saya akan
lebih mudah masuk dalam hidup mereka, dan merubah
pola pikirnya, mengarahkan, membimbing karena mereka
akan senantiasa menyukai kita. Sampai saat ini saya selalu
mendukung, dan menjadi sahabat untuk mereka. Karena
kita juga dalam komunitas yang sama, akan terasa lebih
untuk dapat kekuatan, karena sama-sama merasakan dan
senasib.
6. Bagaimana remaja tunanetra busa menanamkan dan
menumbuhkan penerimaan dirinya?
Secara khusus untuk memperhatikan kejiwaannya saya
belum tahu, tapi untuk secara lahiriahnya iya, dengan
kacamata saya dan keseharian mereka bersama saya
mereka menerima dirinya, dengan adanya mereka antusias
di yayasan ini, mengikuti segala kegiatan, bemain dengan
teman-teman komunitasnya, dan mereka merasa nyaman
juga bersungguh-sungguh dalam beribadah dan belajar,
bagi saya itu merupakan sebuah pengakuan bahwa mereka
saat ini menerima keadaannya.
7. Bagaimana Bapak memberi arahan/bimbingan agar
tuannetra dapat menjadi percaya diri, dan mencintai diri
sendiri?
Dalam bimbingan ini saya selalu memberi arahan kepada
mereka, menyampaikan bahwa ketika kita ridha dengan
apa yang telah di tetapkan oleh Allah, maka Allah akan
memberikan kepada kita kenikmatan yang besar lagi.
Mungkin firman Allah, kalau kita bersyukur akan
ditambah nikmat. Kemudian, kalau Allah mencintai
seorang hamba, Allah akan menguji, ketika hamba itu
ridho atau rela menerima ujian itu, maka Allahpun akan
semakin ridho semakin rela memberikan kenikmatan yang
lebih besar. Hal-hal semacam itu yang saya tanamkan.
WAWANCARA WAKIL KETUA PESANTREN
Nama : Abdurrohman
Alamat : Jl. H. Jamat Gg. Masjid
RT.002/05 No. 10A Kp. Jati Kelurahan Buaran,
Kecamatan Serpong Kota Tangerang Selatan, Banten.
Tanggal Wawancara : 12 Februari 2019
Tempat Wawancara : Yayasan Raudlatul Makfufin(Taman Tunanetra), Jl. H. Jamat Gg. Masjid RT.002/05No. 10A Kp. Jati Kelurahan Buaran, Kecamatan SerpongKota Tangerang Selatan, Banten.
Pertanyaan:
1. Apakah kegiatan dan program di yayasan radulatul
makfufin berhasil?
Kegiatan yang telah dilaksanakan disini, menurut saya
cukup berhasil, karena semua sarana yang telah di
rancang dan program yang dibuat dalam sebuah
kegiatan berjalan dengan baik, kegiatan tersebut
hampir semua terlaksanakan. Dan kegiatan untuk anak
tunanetra itu sendiri full dalam tiap harinya, maka
disini tidak ada lagi anak tunanetra yang main-main,
semua kesini dalam tujuan belajar, dan merubah
segala kebiasaan yang kesedihan yang telah
ditanakman dirumah-rumah mereka. Maka bagi saya
program yang dijalankan sejauh ini berhasil.
2. Bagaimana kegiatan bimbingan agama dalam
meningkatkan penerimaan diri disini berhasil?
Seperti itu hasil nya beda-beda, karena dari latar
belakang mereka tunanetranya oun beda-beda, ada
yang dari lahir, ada yang dari SMP, SMA ada yang
baru mau melanjutkan kuliah. Jadi rata-rata kalau
yang dari lahir, pasti tidak ada Kendala, karena dia
sudah terbiasa, mungkin yang aga-aga down ini yang
secara tiba-tiba. Bahkan ada yang menjelang ujian
baru tunanetra, tergantung anaknya juga dalam
menerima. Akan tetapi semua itu terselesaikan dalam
sebuag kegiatan bimbingan agama, mereka hanya
butuh teman, dan mengakuan akan dirinya. Selama
mereka disini, mereka cukup membaik, dengan
banyaknya kegiatan yang mereka isi itu membuat
mereka membaik.
3. Apa saja fasilitas yang ada di yayasan ini pak?
Untuk fasilitas yang tersedia disini sudah banyak ya,
sudah ada pendidikan formal dan non formal, sudah
ada asrama putra dan putri. Dalam fasilitas
pembelajaran juga sudah ada, kelas, komputer bicara,
Al-Qur’an braille, dan lain sebagainya. Banyaklah
yang telah menjadi cita-cita pendiri dulu, terkabul
sekarang untuk membuat fasilitas-fasilitas yang layak
bagi tunanetra. Selain itu juga, saat ini handphone
android sudag menyetarakan untuk kita kaum
tuannetra bisa memakainnya, karena adanya
aksesibilitas pada handphone itu sendiri, jadi untuk
remaja tunanetra disini dapat belajar banyak dari
segala aspek, untuk mencari referensi akan banyak
sekali, karena sudah bisa menggunakan android.
4. Bagaiamana antusias remaja tunanetraa dalam
mengikuti setiap kegiatan bimbingan agama?
Antusias mereka cukup besar ya, karena mereka sudah
terbiasa. Kami disini semua membiasakannya, dan
mereka banyak mengikuti kegiatan, semua kegiatan
yang telah terjadwal di yayasan ini mereka ikuti. Pagi
mereka sekolah, sehabis pulang sekolah mereka
belajar dan berdiskusi dengan teman-temannya.
Setelah itu mereka makan, dan habis itu mereka
mengaji, menghafal di sore hari, sambil menunggu
waktu adzan magrib dan shalat berjama’ah, setelah
shalat mereka belajar agama, yang telah dijadwalkan
dengan pembimbing agama, dan setelah itu mereka
shalat isya, lanjut sampai jam 8, lalu habis itu mereka
tidur.
Menurut saya, mereka disini senang, dan untuk anak
yang baru juga tinggal menunggu adaptasi saja dengan
kebiasaan yayasan ini, lama-lama dalam proses
mereka akan menerima dan antusias.
WAWANCARA REMAJA TUNANETRA
Nama : Qurratul Ain
Tempat, Tanggal Lahir : Gn. Sitoli, 06 Agustus
2000
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pulo Nias, Jl. Lawu-lawu,
Desa, mudik, Gg. Sitoli
Tempat Wawancara : Yayasan Raudlatul
Makfufin
Pertanyaa:
1. Apa yang adik rasakan dengan kondisi adik saat ini?
Kalau sampai buta gini awalnya sih sedih, tapi karena
ada proses dari penerunan penglihatan jadi lama-lama
bisa biasa aja kak. Perasaan saat ini sih sudah tidak
apa-apa, tidak berlarut-larut dalam sedih kak, kondisi
saat ini udah baik-baik aja kak.
2. Seberapa lama adik beradaptasi dengan ketunantraan
saat itu menimpa diri adik?
Tidak lama sih kak, beradaptasi dengan ketunanetraan
ini. Karena kan terjadi kebutaan ini bertahan kak, jadi
saat ini sudah bisa menerima kak Alhamdullah.
Mungkin umi saya yang masih suka nangis, sedih.
Karena itu Ain sendiri tidak mau lemah, ingin
buktikan pada umi bahwa saya juga bisa terima
keadaan ini. Kalau sedih mungkin ada sedih, tapi
semua nya naik turun kak, kalau saat ini sudah
terbiasa.
3. Bagaimana adik dapat menerima kenyataan ini?
Menerima begitu saja sih kak, karena kan proses nya
bertahap, awal nya mungkin tidak, marah, nangis,
kecewa. Tapi semua itu tidak berlarut-larut, karena
kan saya juga masih harus menjalankan hidup
kedepan, kalau saya sudah tidak percaya sama diri
sendiri dan PD, apa nanti orang lain yang mandang
saya. Maka dari itu kak, saya membiasakan diri dan
bersyukur atas apa yang Allah kasih sekarang.
Alhamdullah dikasih temen-temen yang baik disini.
4. Motivasi terbesar apa yang membuat adik dapat
beraktivitas seperti yang lainnya?
Umi saya sih kak, karena saya ingin umi saya bahagia
melihat saya, dan bangga. Makanya saya tidak
terpuruk terlalu lama, dan mulai ke yayasan ini untuk
belajar agama dan kursus braille.
5. Apa pengaruh terbesar yayasan ini untuk adik?
Sangat perpengaruh besar kak, dulu saya tidak
sepercaya diri sekarang, tidak menerima diri seperti
sekarang, kemudian datang kesini, bertemu teman-
teman yang satu komunitas dengan saya, akhirnya
saya merasa bahwa saya baik-baik saja.
6. Bagaimana pembimbing agama dalam memberikan
materi agama sehingga adik dapat meningkatkan
penerimaan diri?
Wah banyak ya kak, ajaran agama yang diberikan
Ustadz, semua materinya baik dan bagus, ajarannya
terarah. Banyak materi yang diberikan, bukan materi
sih kak, kaya motivasi, seperti diceritakan sejarah-
sejarah nabi, rasul, dengan keadaan yang mulai dan
memiliki perilaku baik serta sabar. Seperti itu,
mengajarkan tentang arti hidup yang baik menurut
agama Islam, dan harus sabar serta bersyukur.
7. Apa penting peran pembimbing agama dalam hidup
adik?
Penting, tapi saya dapat menerima keadaan tidak
semata-mata karena pembimbing agama saja kak,
banyak faktor lain yang mendorong saya, salah
satunya ya pembimbing agama, Ustadz disini sangat
penting, berpengaruh dalam hidup Ain ajarannya,
arahannya dll.
8. Bagaimana cara adik meningkatkan penerimaan diri
terhadap diri sendiri, selain dorongan dan arahan dari
pembimbing agama?
Dari diri kita kak, untuk tidak menghakimi diri kita
sendiri, kalau kita sudah tidak bisa menerima apa lagi
orang lain, maka pikirannya harus di rubah, agar saya
berada dijalan yang benar, sama berserah diri pada
Allah.
9. Apakah adik merasa asing di lingkungan luar?
Dulu awal-awal tunanetra iya asing kak, tapi sekarang
udah tidak, apa lagi penerimaan diri mulai tumbuh
semakin tumbuh, semakin bisa beradaptasi dengan
masyarakat di luar. Mungkin kalau masyarakat yang
luar banget, masih saya juga menerka-nerka untuk
beradaptasi.
10. Apa dorongan terbesar adik dapat menjalankan semua
ini dengan optimis, samapai saat ini bisa sekolah,
belajar agama?
Karena ingin hidup bermanfaat, dan membhagiakan
orang tua, kalau saya tidak maju, dan terpuruk terus
saya malah mengecewakan umi saya. Maka dari itu
saya selalu mendorong diri saya sendiri kak, tidak
orang lain atau siapapun. Semua dari diri Ain dulu,
baru datanglah motivasi dari keluarga dan teman-
teman untuk bersemangat menjalankan semua ini,
terutama harus percaya Allah itu ada bersama kita.
WAWANCARA REMAJA TUNANETRA
Nama : Rovan Januariza
Tempat, Tanggal Lahir : Tajimalela, 01 Januari
1999
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kp. Kadu Sabrang RT
02/02, Cikupa Desa Cikupa, Kec. Cikupa, Tangerang,
Banten.
Tempat Wawancara : Yayasan Raudlatul
Makfufin
Pertanyaa:
1. Apa yang adik rasakan dengan kondisi adik saat ini?
Untuk kondisi saya saat ini baik-baik aja kak,
mungkin awal-awal saya tunanetra saya down sekali,
pertama saya tidak bisa lihat sama sekali di kelas 8
SMP, itu disitu saya sangat terpukul dan tidak mau
menrima kenyataan sama sekali. Untuk saat ini
kondisi saya baik-baik saja Alhamdulillah.
2. Seberapa lama adik beradaptasi dengan ketunantraan
saat itu menimpa diri adik?
Cukup lama sekali kak, dulu saya dirumah terus, tidak
pernah keluar rumah. Waktu saya SMP, dikamar terus
murung, menangis, kesal, malu. Apalagi saya hidup di
kampong, sering dikata-katain. Sering sekali kak saya
di jahatin sama teman-teman, hingga akhirnya saya
mengurungkan diri di kamar, Alhamdulillah 2 tahun
saya bisa beradaptasi dan menerima keadaan saya.
3. Bagaimana adik dapat menerima kenyataan ini?
Sulit awalnya untuk menerima kenyataan saya buta,
tapi mau gimana lagi, hidup harus terus berjalan kak.
Saya juga manusia, kadang merasa tidak menerima,
kadang menerima. Tergantung keadaan dan mood
saya.
4. Motivasi terbesar apa yang membuat adik dapat
beraktivitas seperti yang lainnya?
Saya sendiri kak, motivasi itu datang dari saya sendiri.
Saya memiliki cita-cita dan ingin kuliah di UIN
Jakarta, seperti pak Sapto Wibowo, pak Budi. Saya
ingin berpendidikan tinggi dan membanggakan orang
tua. Itu motivasi saya, untuk terus menjalankan
kehidupan ini.
5. Apa pengaruh terbesar yayasan ini untuk adik?
Sangat berpengaruh, soalnya saya bisa seperti
sekarang banyak andil yayasan ini untuk saya kak,
sebelum kesini saya tidak tahu seperti apa dengan
keadaan saya ini, karena saya rasa saya mulai bnayak
berubah di yayasan ini, menjadi lebih baik, lebih
terdidik.
6. Bagaimana pembimbing agama dalam memberikan
materi agama sehingga adik dapat meningkatkan
penerimaan diri?
Pembimbing agama, terutama Ustadz-ustadz disini
sangat berpengaruh di hidup sayta, beliau yang
merangkul saya, membawa saya kejalan benar dengan
ajaran Islam. Untuk materi bimbingan yang pada
umumnya belajar agama kak, tapi disisi lain kita kana
da shareing, memberi nasihat, kalau ada masalah
memberi solusi. Bukan hanya mengajar agama saja,
tapi pembelajaran diluar kelas juga. Namun materi
yang telah diberikan sangat berpengaruh, dan
mengena dihati saya.
7. Apa penting peran pembimbing agama dalam hidup
adik?
Peran pembimbing atau ustadz, sangat penting,
mereka sudah seperti orang tua saya disini, saya juga
dapat hal banyak nasihat, pembelajaran mengenai
hidup, karna kan beliau itu lebih banyak pengalaman
hidupnya dari pada saya, maka beliau lebih tahu
bagaimana saya harus bertindak dan sebagainya.
8. Bagaimana cara adik meningkatkan penerimaan diri
terhadap diri sendiri, selain dorongan dan arahan dari
pembimbing agama?
Cara saya meningkatkan penerimaan diri, ya dengan
saya terus menerus berserah pada Allah kak,
kembalikan semuanya pada Allah maka hidup akan
baik-baik saja, jika kita kuat Iman dan takwa maka
kita juga akan terasa positif menjalankan hidup, dan
itu juga yang diberikan oleh ustadz-ustadz disini,
beliau mengajarkan banyak sekali tentang makna
hidup yang indah, salah satunya adalah bersyukur atas
nikmat yang Allah berikan.
9. Apakah adik merasa asing di lingkungan luar?
Lingkungan diluar berbeda-beda kak, ada dirumah
saya di kampong yang masih mengejek, menghina,
banyaklah kak macamnya. Akan tetapi untuk
lingkungan disini, masyrakatnya antusias membantu,
bergaul dengan kita yang tunanetra, maka kita merasa
tidak di asingkan.
10. Apa dorongan terbesar adik dapat menjalankan semua
ini dengan optimis, samapai saat ini bisa sekolah,
belajar agama?
Dari diri sendiri kak. Saya ingin membuktikan bahawa
tunanetra juga mampu menjalakan kehidupan seperti
masyarakat lainnya, kita hanya tidak bisa melihat saja.
Bagi saya tunanetra itu adalah cacat paling ringan, kita
hanya tidak bisa melihat saja, hany disitu
kekurangannya, maka dari itu kita harus bisa hidup
seperti yang lain, beraktivitas dan bercita-cita
WAWANCARA REMAJA TUNANETRA
Nama : Muhammad Nabil Salim
Asqolani
Tempat, Tanggal Lahir : Pati, 13 Agustus 2002
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Karanglo III RT 001 RW
005, Kel. Sidomoyo, Kec. Godean, Kab. Slamen, DI
Yogyakarta
Tempat Wawancara : Yayasan Raudlatul
Makfufin
Pertanyaa:
1. Apa yang adik rasakan dengan kondisi adik saat ini?
Alhamdulillah baik kak, kondisi saya saat ini baik,
karena saya sudah terbiasa sejak kecil tidak bisa
melihat, jadi kondisi saya begitu-begitu saja, akan
tetapi hidup saya normal naik turun, kadang semangat
kadang tidak, ada juga galaunya dalam menjalankan
kehidupan ini, seperti orang-orang pada umumnya
kak, untuk kondisi saat ini sih baik.
2. Seberapa lama adik beradaptasi dengan ketunantraan
saat itu menimpa diri adik?
Saya dari dulu sudah bisa menerima kak, karena sudah
terbiasa juga, dari kecil sudah tidak bisa melihat.
Maka dari itu jika ditanyakan menerima apa tidak,
saya tidak bisa menilainya, tapi sejauh ini saya
menerima, dan ditanya berkeinginan untuk melihat,
iya tentu saya juga ingin melihat dunia kak.
3. Bagaimana adik dapat menerima kenyataan ini?
Mengalir begitu saja kak, dari dulu saya sudah seperti
ini jadi sudah menerima begitu saja, tapi saya juga
suka sedih kalau sedang sendiri, merasa ingin bisa
melihat, tapi itu hanya sesaat, tidak berlarut lama
dalam kesedihan.
4. Motivasi terbesar apa yang membuat adik dapat
beraktivitas seperti yang lainnya?
Motivasi terbesar saya, ingin membuktikan pada
semua orang bahwa kita yang tunanetra dapat
melakukan yang bisa di lakukan oleh orang yang
melihat, maka dari itu motivasi itu datang dari kita
dulu kak, kita untuk mau berubah dan merubah
menjadi lebih baik.
5. Apa pengaruh terbesar yayasan ini untuk adik?
Banyak ya kak, pengaruhnya terutama dalam hal
agama, tertib dan disiplin. Saya kan dari umum dulu
pendidikan SD, SMP. Hanya SMA aja yang disini,
saya ignin belajar agama, rasanya hampa hidup kak
jauh dari Allah, maka saya ingin mendekatkan diri,
dan belajar agama. Saya juga memiliki teman banyak
disini, bertemu teman-teman yang mau mengajarkan
saya,
6. Bagaimana pembimbing agama dalam memberikan
materi agama sehingga adik dapat meningkatkan
penerimaan diri?
Materi bimbingan agama sangat banyak ya kak yang
diberikan, salah satunya saya suka materi akhlak, dan
saya sedang fokus pada pengahafalan Al-Qur’an.
Materi yang sering disampaikan juga terasa ringan,
karena Ustadz diisni menyampaikan melalui ceramah
dan cerita kak. Untuk materi yang didapat bagi saya
dapat membuat kemajuan, selama saya disini
mendapatkan banyak hal terutama dalam bersabar dan
bersyukur dengan keadaan kita.
7. Apa penting peran pembimbing agama dalam hidup
adik?
Sangat penting kak, saya keisni karena ingin fokus
belajar agama. Peran pembimbing disini juga sangat
berpengaruh dengan keadaan kita-kita disini. Karena
mereka memperhatikan kita penuh, dengan kondisi
kita, walaupun disini diajarkan kemandirian, akan
tetapi yang ditanamkan oleh Ustadz disini bahwa kita
harus cinta dan menerima keadaan kita dengan lapang
dan tulus, Alhamdulillah kak, saya selama disini
merasa nyaman dan lebih baik lagi.
8. Bagaimana cara adik meningkatkan penerimaan diri
terhadap diri sendiri, selain dorongan dan arahan dari
pembimbing agama?
Caranya hanya satu kak, yakin pada Allah. Kadang
manusia kan imannya naik turun kak, saya juga tidak
bisa memastikan bahwa saya akan menerima terus
menerus, tapi sejauh ini selalu berfikir positif akan
kehidupan saya ini, Allah menyiapkan yang terbaik
untuk saya.
9. Apakah adik merasa asing di lingkungan luar?
Tidak sih kak, lingkungan luar Alhamdulillah mereka
antusias, apa karena saya juga tunanetra sudah dari
kecil jadi sudah banyak beradaptasi dengan
masyarakat banyak, tapi sejauh ini saya melihat
masyarakat di rumah saya, di yayasan ini baik, respon
mereka bagus pada kita-kita yang tunanetra.
10. Apa dorongan terbesar adik dapat menjalankan semua
ini dengan optimis, samapai saat ini bisa sekolah,
belajar agama?
Dorongan saya, diri saya sendiri kak. Saya merasa
harus bertanggung jawab penuh atas diri saya, Allah
telah menyiapkan yang terbaik buat semua umatnya,
dan pikiran yang positif yang membuat kita terus
mendorong kearah yang baik.
LAMPIRAN FOTO KEGIATAN
Foto ini diambil setelah wawancara dengan ketua Yayasan
Raudlatul Makfufin
Foto ini diambil saat selesai wawancara dengan remaja tunanetra
Foto ini diambil saat Observasi di yayasan Raudlatul Makfufin
Foto ini diambil saat kegiatan bimbingan agama sedang berjalan
Foto ini diambil saat kegiatan bimbingan agama sedang berjalan
Foto ini diambil setelah peneliti selesai wawancara dengan
pembimbing agama
FOTO INI DIAMBIL SETELAH PENELITI MELAKUKAN
SIDANG SKRIPSI
Recommended