View
680
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
kPatogenesis reaksi Kusta
Reaksi kusta adalah suatu episode akut dalam perjalan kronis penyakit kusta yang
dianggap sebagai suatu kelaziman atau bagian dari komplikasi penyakit kusta. Ada dua tipe
reaksi dari kusta yaitu reaksi kusta tipe I dan reaksi kusta tipe II. Reaksi kusta tipe I sering
disebut reaksi lepra non nodular merupakan reaksi hipersensitifitas tipe IV ( Delayed Type
Hipersensitivity Reaction ). Reaksi tipe I sering kita jumpai pada BT dan BL. M. Leprae akan
berinteraksi dengan limfosit T dan akan mengakibatkan perubahan sistem imunitas selluler
yang cepat. Hasil dari reaksi ini ada dua yaitu upgrading reaction / reversal reaction , dimana
terjadi pergeseran ke arah tuberkoloid ( peningkatan sistem imunitas selluler) dan biasanya
terjadi pada respon terhadap terapi, dan downgrading, dimana terjadi pergeseran ke arah
lepromatous ( penurunan sistem imunitas selluler) dan biasanya terjadi pada awal terapi
(Wahyuni, 8:2009).
Reaksi kusta tipe II adalah hipersensitivitas humoraltepatnya hipersensitivitas tipe III.
Reaksi tipe dua sering juga disebut eritema nodosum lepromatous. Reaksi ini sering terjadi
pada pasien LL. M. Leprae akan berinteraksi dengan antibodi membentuk kompleks imun dan
mengendap pada pembuluh darah. Komplemen akan berikatan pada komples imun dan
merangsang netrofil untuk menghasilkan enzim lisosom. Enzim lisosom akan melisis sel
(Wahyuni, 8:2009).
Penatalaksanaan reaksi
Bila reaksi tidak ditangani dengan cepat dan tepat maka dapat timbul kecacatan
berupa kelumpuhan yang permanen seperti claw hand , drop foot , claw toes , dan kontraktur.
Untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas dilakukan pengobatan à “Prinsip pengobatan Reaksi
Kusta “ yaitu immobilisasi / istirahat, pemberian analgesik dan sedatif, pemberian obat-obat anti
reaksi, MDT diteruskan dengan dosis yang tidak diubah.
Pada reaksi ringan, istirahat di rumah, berobat jalan, pemberian analgetik dan obat-obat
penenang bila perlu, dapat diberikan Chloroquine 150 mg 3×1 selama 3-5 hari, dan MDT (obat
kusta) diteruskan dengan dosis yang tidak diubah.
Reaksi berat, immobilisasi, rawat inap di rumah sakit, pemberian analgesik dan
sedative, MDT (obat kusta) diteruskan dengan dosis tidak diubah, pemberian obat-obat anti
reaksi dan pemberian obat-obat kortikosteroid misalnya prednison.Obat-obat anti reaksi,Aspirin
dengan dosis 600-1200 mg setiap 4 jam (4 – 6x/hari ) , Klorokuin dengan dosis 3 x 150 mg/hari,
Antimon yaitu stibophen (8,5 mg antimon per ml ) yang diberikan 2-3 ml secara selang-seling
dan dosis total tidak melebihi 30 ml. Antimon jarang dipakai oleh karena toksik. Thalidomide
juga jarang dipakai,terutama padawanita (teratogenik ).Dosis 400 mg/hari kemudian diturunkan
sampai mencapai 50 mg/hari.
Pemberian Kortikosteroid,dimulai dengan dosis tinggi atau sedang.Digunakan prednison
atau prednisolon.Gunakan sebagai dosis tunggal pada pagi hari lebih baik walaupun dapat juga
diberikan dosis berbagi. Dosis diturunkan perlahan-lahan (tapering off) setelah terjadi respon
maksimal (Mansjoe et al, 2000).
Wahyuni, S. 2009. Dermatomuskular Sistem Dengan Kusta. Medan: USU Digital Library.
Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aeusculapius FKUI. 2000;
74-75
KLASIFIKASI PENYAKIT KUSTA
Klasifikasi penyakit kusta berdasarkan spektrum klinik, guna menentukan
penatalaksanaan dan penentuan prediksi terjadinya kecacatan, dapat digunakan
klasifikasi sebagai berikut :
Klasifikasi Madrid
Klasifikasi Madrid merupakan klasifikasi yang paling sederhana yang ditentukan atas
dasar kriteria klinik, bakteriologik, dan histopatologik. Ini sesuai dengan rekomendasi
Internasional Leprosy Association di Madrid tahun 1953. Klasifikasi Madrid tersebut
memutuskan bahwa penyakit kusta dibagi atas : tipe indeterminate, tipe tuberkuloid, tipe
lepromatosa dan tipe borderline (dimorphous).
Klasifikasi Ridley & Jopling
Klasifikasi penyakit kusta ini lebih dikaitkan dengan spektrum klinik kusta yang sangat
lebar rentangnya. Bisa dari kekebalan paling rendah seorang penderita sampai pada
kekebalan yang tinggi. (lihat gambar 2.4). Maka klasifikasi ini didasarkan gejala klinik,
bakteriologik, histopatologik, dan imunologik. Menurut klasifikasi ini terdapat 5 (lima) tipe
klinik penyakit kusta yang erat hubungannya dengan sistem kekebalan yaitu tipe polat
tuberkuloid (TT), tipe borderline tuberkuloid (BT), tipe mid borderline Lepromatous (BL)
dan tipe polar lepromatous (LL).
1. Tipe Tuberkuloid (TT)
Lesi ini mengenai baik kulit maupun syaraf, jumlah lesi bisa satu atau beberapa,
dapat berupa makula atau plakat yang berbatas jelas dan pada bagian tengah dapat
ditemukan lesi yang regresi atau central healing. Permukaan lesi dapat bersisik
dengan tepi yang meninggi, bahkan dapat menyerupai gambaran psoriasis atau tinea
sirsinata. Dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba, kelemahan
otot, dan sedikit rasa gatal. Tidak adanya kuman merupakan tanda terdapatnya
respon imun pejamu yang adekuat terhadap kuman kusta.
2. Tipe Borderline Tuberkuloid (BT)
Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa makula atau plakat yang
sering disertai lesi satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau beberapa, tetapi
gambaran hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas tipe TT.
Adanya gangguan saraf tidak seberat tipe TT dan biasanya asimetris. Lesi satelit
biasanya ada dan terletak dekat saraf perifer yang menebal.
3. Tipe Mid Borderline (BB)
Merupakan tipe yang paling tidak stabil, disebut juga sebagai bentuk dismorfik
dan jarang dijumpai. Lesi sangat bervariasi, dapat berbentuk makula infiltratif,
permukaan lesi dapat mengkilap dan batas lesi kurang jelas. Ciri khasnya adalah lesi
punched out, yaitu, suatu lesi hipopigmentasi dengan bagian tengah oval dan
berbatas jelas.
4. Tipe Borderline Lepromatosus (BL)
Secara klasik lesi dimulai dengan makula, awalnya sedikit dan dengan cepat
menyebar ke seluruh badan. Walaupun masih kecil, papul dan nodul lebih tegas
dengan distribusi lesi yang hampir simetris dan beberapa nodul nampaknya melekuk
pada bagian tengah. Lesi bagian tengah sering tampak normal dengan infiltrasi di
pinggir dan beberapa tampak seperti punched out. Tanda-tanda kerusakan saraf
lebih cepat muncul dibandingkan dengan tipe LL.
5. Tipe Lepromatous Leprosy
Jumlah lesi pada tipe ini sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih
eritematus, berkilap, berbatas tidak tegas, dan pada stadium dini tidak ditemukan
anestesi dan anhidrosis. Distribusi lesi khas, yakni di daerah wajah, mengenai dahi,
pelipis, dagu, cuping telinga; sedangkan di badan mengenai bagian badan yang
dingin, seperti lengan, punggung tangan, dan ekstensor tungkai. Pada stadium lanjut,
tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal, facies leonina,
madarosis, iritis, keratitis, deformitas pada hidung, pembesaran kelenjar limfe, dan
orkitis yang selanjutnya dapat menjadi atrofi testis.Kerusakan saraf yang luas
menyebabkan gejala stocking and glove anesthesia dan pada stadium lanjut serabut-
serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin atau fibrosis yang menyebabkan
anastesi dan pengecilan otot tangan dan kaki .
Konsep ini dapat digunakan untuk menentukan keadaan imunitas yang stabil dan
keadaan imunitas yang labil, dimana pada tipe polar tuberkuloid dan polar lepromatosa
merupakan keadaan imunitas yang stabil sedangkan tipe borderline lepromatosa, mide
lepromatosa dan bordeline tuberkuloid merupakan keadaan imunitas yang lebih
(Suparyanto, 2010).
Klasifikasi WHO
Sejak program eliminasi kusta dilaksanakan secara merata di seluruh dunia oleh WHO
dengan memperkenalkan MDT, maka klasifikasi kusta perlu ada standarisasi dengan
lebih disederhanakan, oleh karena itu WHO menyepakati untuk membagi menjadi 2
(dua) tipe yaitu :
1.Tipe Pause - Basiler (PB)
Tipe PB ini sesuai dengan tipe tuberkuloid pada klasifikasi Madrid atau tipe TT
dan BT pada klasifikasi Ridley & Jopling dengan syarat BTA (-)
2.Tipe Multi – Basiler (MB)
Tipe MB ini sesuai dengan tipe lepromatosa atau borderline pada klasifikasi
Madrid atau tipe BB, BL dan LL pada klasifikasi Ridley & Jopling
KUSTA REAKTIF
Reaksi kusta termasuk dalam pembahasan imun patologik, yaitu terjadi gangguan pada
cell mediated immunity dan terjadi peningkatan aktivitas makrofag, natural killer cel,
peran komplemen juga berpengaruh, sebetulnya reaksi imun itu dapat menguntungkan,
tetapi bisa juga merugikan seperti kusta reaktif
Pengertian
Kusta reaktif suatu gangguan yang berupa munculnya secara spontan proses akut dari
suatu penyakit pada perjalanan penyakit yang sebenarnya kronik. Kusta reaktif ini
menurut WHO tidak disebabkan oleh Multi Drug Therapy (MDT), tetapi merupakan
kondisi alami dari suatu penyakit kusta.
Kusta reaktif adalah merupakan reaksi tubuh yang hebat terhadap suatu invasi bakteri
atau antigen, dimana menimbulkan manifestasi klinis yang sangat hebat, yang dapat
digolongkan menjadi 2 (dua) tipe menurut Bryceson dan Jopling yaitu :
Tipe 1 :Reaksi Reversal, ini merupakan contoh imunopatologi reaksi hipersensitivitas
tipe IV.
Tipe 2 :Eritema Nodusum Leprosum (ENL), ini merupakan hipersensivitas humoral
yaitu peran Ig M Ig G dan komplomen, suatu contoh imunopatologi hipersensitivitas
tipe III
Tipe 3 :Lucio’s Phenomenon, merupakan reaksi kusta bentuk lain, yang sebetulnya
merupakan reaksi kusta tipe 2
Manifestasi Kusta Reaktif
Pada kusta reaktif dapat muncul gejala seperti malaise, cefalgia, arthralgi dll. Lebih rinci
dapat dibagi dalam 3 (tiga) tipe yaitu :
Reaksi Reversal
Gejala klinik reversal umumnya terdapat rasa nyeri dan terderness pada saraf, adanya
neuritis dan inflamasi yang begitu cepat pada kulit. Keadaan yang dulunya
hipopigmentasi menjadi eritema, lesi eritema makin menjadi eritematosa, lesi macula
menjadi infiltrate, yang infiltrate makin infiltratif dan lesi lama makin bertambah luas.
Secara histology ditemukan epitheloid dari sel granuloma, dan sel limfosit yang
banyak, .ditemukannya basil lepra yang banyak, ephiteloid mensekresi TNF-
Reaksi ENL
Gejala yang muncul seperti nyeri dan tenderness disertai panas tinggi dan malaise. Lesi
kulit berupa pustular dan ulseratif diikuti dengan hilangnya fungsi saraf. Perkembangan
tipe ini sampai terjadi iridocylitis, oechitis, nefritis dengan albuminuria yang disertai non-
pitting oedema. Erythema nodosum leprosum dapat berkembang menjadi perbaikan
setelah mendapatkan kontrikosteroid,secara histologi ditemukannya foamy histiocyte,
dan limfosit tidak banyak.
Fenoemena Lucio
Terjadinya ulseratif yang tidak layak, vaskulitis yang hebat, terdapat macula dan plakat
yang disertai nyeri dan adanya nekrotik jaringan, bulu mata hilang, rambut menjadi
rontok dan alopesia, bagian distal tubuh mengalami anaesthesia, destruksi rhinitis dan
nodul kulit tidak kelihatan. Timbulnya panas badan, limfadenopati, splenomegali dengan
limfopenia, mikrositik anemia, hipoalbuminemia dan hipokalsemia, keadaan ini dalam
kondisi akut dapat mengakibatkan kefatalan (Suparyanto, 2010).
Kejadian Kusta Reaktif
Reasi kusta reversal muncul umumnya 6 (enam) bulan setelah pengobatan dengan obat
anti kusta, sedangkan obat lain seperti progesterone, vitamin A, Mycobacterium leprae
yang mati dan hancur menjadi banyak fragmen artinya banyak sekali antigen yang
dilepaskan dan bereaksi dengan antibodinya serta mengaktifkan sistem komplemen
membentuk kompleks imun. Potassium idide merupakan faktor presipitasi, pada tipe
ENL lebih banyak terjadi pada pengobatan tahun kedua.
Kompleks imun terus beredar di dalam sirkulasi darah yang akhirnya dapat bersarang
diberbagai organ seperti kulit dan timbul gejala klinis yang berupa nodul, eritema dan
nyeri dengan predileksi di lengan dan tungkai. Pada organ mata akan menimbulkan
gejala iridosiklitis, pada saraf perifer gejala neuritis akut, pada kelenjar getah bening
gejala limfadenitis, pada sendi nefritid yang akut dengan adanya protein urin.
Tipe reversal dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan destruksi saraf yang bersifat
irreversibel, sehingga mengalami ketidakmampuan dalam fungsi organ normal, kondisi
diperberat dengan cell mediated immunity gagal menghadapi antigen Mycobacterium
leprae (Suparyanto, 2010).
Suparyanto. 2010. Penyakit Kusta/Lepra.
http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/12/penyakit-kusta-lepra.html
Pasien dengan PB, dinyatakan release from treatment / RFT / selesai pengobatan, setelah
mendapat pengobatan 6 dosis (blister) dalam waktu 6-9bulan. Pasien dengan MB, dinyatakan
RFT setelah mendapat pengobatan 12 dosis (blister) dalam waktu 12-18 bulan. Masa
pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif untuktipe PB selama 2 tahun dan tipe MB
selama 5 tahun.
Defaulter
Dengan alasan apapun pasien yang tidak mengkonsumsi obat sesuai dosis yang ditentukan,
pengobatan harus dilanjutkan dari titik di mana pasien berhenti mengkonsumsi, dan
pengobatan utama harus diselesaikan. Kita harus dapat melakukan berbagai upaya untuk
melacak dan membujuk pasien untuk kembali ke balai pengobatan dan memberi pengobatan.
Jika pasien yang kembali berobat memiliki lesi baru pada kulit, keterlibatan syarat baru, nodul,
atau tanda-tanda rekasi, maka harus diberikan terapi MDT baru.
Relaps / kambuh
Adalah kembalinya penyakit secara aktif pd penderita yg sesungguhnya telah menyelesaikan
pengobatan & pengobatannya sudah dihentikan (Lukman, 2008).
Pada kusta MB, kambuh didefnisikan sebagai perkembangan dari bakteri M. leprae, seperti
yang ditandai oleh peningkatan minimal 2+ dari nilai sebelumnya dari indeks bakterial. Dan
dengan adanya lesi baru pada kulit / nodul dan atau kerusakan syaraf baru. Dalam kebanyakan
kasus, kekambuhan dapat dikonfirmasikan dari pertumbuhan bakteri M. leprae.
Deteksi kambuh dari kusta PB agak sulit, karena sulit membedakan dari reaksi kusta. Secara
terapi, tes terapi dengan kortikosteroid mungkin dapat membedakan 2 fenomena, peningkatan
perbaikan dalam waktu 4 minggu terapi kortikosteroid menunjukan rekasi kusta, sedangkan bila
tidak ada respon terhadap kortikosteroid dalam waktu 4 minggu, menunjukan kekambuhan. Bila
hasil kambuh telah pasti, maka pasien dapat diobati MDT (Ramaratnam, 2010).
Manifestasi Relaps Tipe-PB
Terjadi pd kulit dan saraf tipe asalnya sama
Secara klinis dan imunologis lebih jelek dr tipe asalnya, mis. tipe BT akan relaps dengan
ciri-ciri tipe BB/LL
Manifestasi dpt lebih baik, mis. tipe asal BT dpt relaps TT
Manifestasi Relaps Tipe-MB
Dapat dalam bentuk asalnya.
Dapat lebih jelek : misalnya BB/BL relaps LL
Dapat lebih baik : misalnya LL relaps BB, BL
Lesi histoid; akibat resitens obat DDS (Lukman, 2008).
Kusta histioid, merupakan variasi lesi pada tipe lepromatous yang titandai dengan adanya
nodus yang berbatas tegas, dapat juga berbentuk nodus yang berbatas tegas, dapat juga
berbentuk plak. Bakterioskopik positif tinggi. Umumnya timbul sebagai kasus relapse sensitive
atau relape resistent. Relapse sensitive terjadi, bila penyakit kambuh setelah menyelesaikan
pengobatan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Dapat terjadi oleh karena kuman yang
dorman aktif kembali atau pengobatan yang diselesaikan tisak adekuat, baik dosis maupun
lama pemberiannya .
Ramaratnam, S. 2010. Neurologic Manifestations of Leprosy: Follow-up.
http://emedicine.medscape.com/article/1165419-followup
Lukman. 2008. Perawatan Kusta. http://lukmanrohimin.blogspot.com/2008/10/perawatan-
kusta.html
Recommended