View
164
Download
5
Category
Preview:
DESCRIPTION
LI
Citation preview
Putra Reza Sikam Learning Issues dan AnmalAlpha 2014 / 0411281419119
Neurofibroma
Neurofibroma adalah Neoplasma jinak yang tumbuh lambat yang terjadi
berhubungan dengan batang syaraf besar dan di jaringan perifer seperti kulit, yang
merupakan tempat neurofibroma ini tumbuh dari syaraf yang sangat kecil. Secara klinis
neurofibroma muncul sebagai massa jaringan lunak. Neurofibroma sering disertai dengan
nyeri.(Clive dan Parakrama,2005)
Neurofibroma dibagi menjadi 2 tipe ,yaitu tipe 1 (NF-1, Penyakit von
Recklinghausen) yang mana organ target utamanya adalah sistem saraf perifer, sistem
saraf pusat (SSP), kulit, dan hampir tersebar luas dan tipe 2 (NF-2, sebelumnya dikenal
sebagai NF akustik bilateral atau neurofibroma sentral) yang mana kondisi medis yang
ditandai dengan terbentuknya tumor saraf pada sistem saraf pusat dan sumsum tulang
belakang, kondisi ini bersifat herediter (WHO,1992)
A. NF-1 (Von Recklinghousen)
i. Definisi
Neurofibromastosis terjadi setelah mutasi pada kromosom neurofibromin 17q11.2.
Neurofibromin adalah tumor supresor gen yang berfungsi untuk menghambat
onkoprotein p21 ras. Dalam tidak adanya kontrol penghambatan ini supresor tumor pada
onkoprotein ras,. Proliferasi seluler tidak menentu dan tidak terkendali, yang
mengakibatkan proliferasi seluler tidak seimbang dan perkembangan tumor. (Kumar dkk,
2010)
Neufibroma tipe 1 disebabkan oleh mutasi pada gen Neurofibroma tipe 1 yang
mengkode protein yang disebut neurofibromin, yang berfungsi sebagai penekan
tumor.Kondisi ini mengikuti pola pewarisan dominan autosomal. Sekitar 50% dari kasus
neurofibroma diwariskan dari orangtua. Sekitar 50% adalah karena mutasi baru pada gen
neurofibroma terjadi secara acak pada atau sekitar konsepsi untuk alasan yang tidak
diketahui (WHO,1993)
ii. Epidemiologi
Penderita NF di Afrika dilaporkan dari Madagaskar dan Zaire memiliki total 588
kasus yang mana 166 kasus mengalami kematian. Di tahun sebelumnya (1992) di
Madagaskar di laporkan 198 kasus yang mana 26 diantaranya mengalami kematian.
(WHO,1993)
Penderita NF di Amerika dilaporkan memiliki total 158 kasus yang mana 6 kasus
mengalami kematian. Laporan ini di dapat dari 3 negara Brazil (28 kasus), (Peru 124
kasus 4 meninggal) dan USA (13 kasus, 2 meninggal). (WHO,1993)
4
5
Penderita NF di Asia dilaporkan dari 4 negara : China,Mongolia, Vietnam dan
Myanmar denga total 1012 kasus yang mana 26 mengalami kematian. Di China
dilaporkan ada 35 kasus yang mana 6 mengalami kematian. Di Mongolia ditemukan 12
kasus yang mana 2 penderita mengalami kematian. Di Myanmar ditemukan 528 kasus
yang mana 3 mengalami kematian. DI Vietnam Ditemukan 437 kasus yang mana 13
diantaranya mengalami kematian (WHO,1993)
Penderita Neurofibroma di Indonesia pernah diteliti Sulawesi barat, tepatnya di
Puskesmas Kebun sari, dilaporkan ada 13 kasus pada tanggal 22-27 Februari 2008
(Dinkes Sulbar, 2008)
Usia tersering pada saat diagnosis Neurofibroma antara 20-30 tahun. Penyakit ini
merupakan neoplasma jinak yang paling sering terjadi pada dewasa muda dan dewasa tua.
(Geschikter,1949). Rasio Kekerapan antara laki –laki dan perempuan 3 berbanding 2
(Afolayan dkk, 2005)
iii. Etiologi dan Faktor Resiko
Neurofibroma terjadi akibat adanya cacat genetik, di mana Neurofibroma tipe 1
dan Neurofibroma tipe 2 terjadi sebagai akibat dari cacat pada gen yang
berbeda. Neurofibroma tipe 1 disebabkan oleh mutasi pada gen yang terletak dikromosom
17. Hal ini terjadi setelah mutasi pada kromosom neurofibromin 17q11.2. (WHO,1992)
Penderita NF kebanyakan mendapatkan penyakit ini dari faktor keturunan (dari
kedua orangtuanya), namun sekitar 30% kasus ternyata penderita NF tidak memiliki
orang tua atau riwayat keluarga yang memiliki penyakit NF pula. Artinya penyakit ini
mereka dapatkan karena tubuh mereka mengalami mutasi gen secara individual dan tidak
selalu bawaan lahir. Tetapi tetap saja mereka yang menderita NF akibat mutasi gen
individual, bisa menurunkan penyakit ini pada keturunannya kelak. (WHO,1992)
Para ahli juga menunjukkan bahwa ada beberapa faktor Resiko yang dapat
memicu Sel Schwann normal untuk mengubah bentuk mereka , sehingga kejadian NF-1
meningkat. faktor-faktor ini meliputi:
Sebuah operasi baru atau trauma yang mempengaruhi sistem saraf perifer
Merokok dan konsumsi alkohol meningkat
Ada penyakit dan infeksi
Sebagai efek samping dari beberapa obat
Racun bahan kimia di lingkungan
Sebuah gaya hidup stres Gejala-gejala penyakit Tanda-tanda dan gejala dari
kondisi ini biasanya dicatat pada kulit. Orang mungkin merasa gatal sebuah,
terbakar, atau kesemutan sensasi. Ada juga pigmentasi tidak biasa pada kulit,
6
yang akhirnya dapat berkembang menjadi makula. Orang juga dapat mencatat
bintik-bintik muncul di ketiak nya. (Arsad,2008)
iv. Patogenesis
Pada dasarnya Neurofibroma di pengaruhi oleh faktor predisposisi seperti
genetik,operasi SSP, terpapar unsur radio aktif (sinar x, gamma,ultraviolet), keracunan
bahan kimia (Insektida dan obat), dan terkena mikroorganisme virus yang merubah
sistem DNA kromosom 17 sehingga terjadi mutasi. (Arsad,2008)
Gen NF 1 berada pada letak 17q11.2. Gen NF1 terletak di panjang (q) lengan
kromosom pada posisi 11.2.(GRH,2014)
Neurofibromin bertindak sebagai protein penekan tumor. Penekan tumor
biasanya mencegah sel-sel tumbuh dan membelah terlalu cepat dan tidak terkendali.
Protein ini muncul untuk mencegah pertumbuhan berlebih sel dengan mematikan protein
lain (disebut ras) yang merangsang pertumbuhan dan pembelahan sel. Fungsi potensial
lainnya untuk neurofibromin masih berada di dalam penyelidikan.(GRH,2014)
NF-1 terjadi setelah mutasi pada kromosom neurofibromin 17q11.2.
Neurofibromin yang merupakan tumor supresor gen yang berfungsi untuk menghambat
onkoprotein p21 ras mengalami mutasi. Dalam tidak adanya kontrol penghambatan ini
supresor tumor pada onkoprotein ras,. Proliferasi seluler tidak menentu dan tidak
terkendali, yang mengakibatkan proliferasi seluler tidak seimbang dan perkembangan
tumor. Pelan pelan tumor itu tumbuh dari hanya berjumlah sedikit hingga tumornya
makin banyak dan dari berbentuk kecil hingga besar (WHO,1992)
Pada dewasa muda dan dewasa tua, Neurofibroma akan sering ditemukan karena
proliferasi seluler sehingga tampak jelas perkembangan tumor Neurofibroma di daerah
yang terkena (WHO,1992)
Neufibroma tipe 1 disebabkan oleh mutasi pada gen Neurofibroma tipe 1 yang
mengkode protein yang disebut neurofibromin, yang berfungsi sebagai penekan
tumor.Kondisi ini mengikuti pola pewarisan dominan autosomal. (WHO,1992)
v. Manifestasi Klinis
Pada dasarnya ada 4 jenis neurofibroma ditemukan di Neurofibroma tipe 1, yaitu
Cutaneous: dangkal, lembut tombol-seperti tumor tanpa potensi ganas
Subkutan: tumor di dermis yang dapat menyebabkan nyeri lokal atau nyeri
Nodular plexiform: jaringan besar tumor yang melibatkan akar saraf dorsal
Diffuse plexiform: invasif tumor yang mungkin melibatkan semua lapisan
pembuluh kulit, otot, tulang dan pembuluh darah
(Kumar dkk,2010)
7
Neurofibroma tipe 1 (penyakit von Recklinghausen), ditandai dengan adanya
(minimal ada 2 manifestasi klinis berikut) :
6 atau lebih café-au-lait spot (didefinisikan berbentuk oval patch coklat
muda lebih besar dari diameter 0.5cm)
>5 mm prepuberitas
>15 mm postpuberitas
(WHO,1992)
vi. Gambaran Makroskopik
Tumor biasanya terdapat di dermis dan menyebar ke jaringan subkutis, tidak
bersimpai
Gambar 2
Cafe-au-lait spots
Beberapa neurofibroma (tumor pada, di bawah, atau menggantung kulit)
Gambar 3
Neurofibroma
Freckling (di bawah ketiak dan daerah lipatan kulit seperti selangkangan).
Freckling biasanya tidak jelas pada saat lahir tetapi sering muncul selama
awal masa kanak-kanak
8
Gambar 4
Freckles in skin
Lisch nodul (tumor kecil pada iris mata)
Gambar 5
Lisch nodules in iris
Optic Glioma (terdeteksi memlalui pemeriksaan MRI)
(WHO,1992)
vii. Gambaran Mikroskopik
Gambaran Neurofibroma bervariasi. Umumnya terdiri dari jaringan ikat halus
yang terjalin seperti serabut syaraf. Inti sel tumor tampak memanjang dan melengkung
(seperti tanda koma), tersusun seperti pagar (pallisadering), karangan bunga, lingkaran,
pusaran air.
9
Gambar 6
B. NF-2 (NF akustik bilateral atau neurofibroma sentral)
i. Definisi NF-2
NF-2 terjadi setelah mutasi pada kromosom 22q12 . Jenis neurofibromatosis yang
lebih jarang adalah neurofibromatosis jenis 2, dimana terjadi pertumbuhan tumor di
telinga bagian dalam (neuroma akustik) yang dapat menyebabkan tuli dan vertigo
pada penderita. (WHO,1992)
ii. Epidemiologi
Penderita NF di Afrika dilaporkan dari Madagaskar dan Zaire memiliki total 588
kasus yang mana 166 kasus mengalami kematian. Di tahun sebelumnya (1992) di
Madagaskar di laporkan 198 kasus yang mana 26 diantaranya mengalami kematian.
(WHO,1993)
Penderita NF di Amerika dilaporkan memiliki total 158 kasus yang mana 6 kasus
mengalami kematian. Laporan ini di dapat dari 3 negara Brazil (28 kasus), (Peru 124
kasus 4 meninggal) dan USA (13 kasus, 2 meninggal). (WHO,1993)
Penderita NF di Asia dilaporkan dari 4 negara : China,Mongolia, Vietnam dan
Myanmar denga total 1012 kasus yang mana 26 mengalami kematian. Di China
dilaporkan ada 35 kasus yang mana 6 mengalami kematian. Di Mongolia ditemukan 12
kasus yang mana 2 penderita mengalami kematian. Di Myanmar ditemukan 528 kasus
yang mana 3 mengalami kematian. DI Vietnam Ditemukan 437 kasus yang mana 13
diantaranya mengalami kematian (WHO,1993)
Gangguan ini dapat mempengaruhi semua ras, semua kelompok etnis dan jenis
kelamin masing-masing dengan probabilitas yang sama. NFM tipe II "Sindrom MISME"
memiliki kejadian 1:40.000.(WHO,1993)
iii. Etiologi dan Faktor Resiko
Neurofibroma terjadi akibat adanya cacat genetik, di mana Neurofibroma tipe 1
dan Neurofibroma tipe 2 terjadi sebagai akibat dari cacat pada gen yang
10
berbeda. Neurofibroma tipe 2 disebabkan oleh mutasi pada gen yang terletak dikromosom
22. Hal ini terjadi setelah mutasi pada kromosom neurofibromin 22q12 (WHO,1993)
Penderita NF kebanyakan mendapatkan penyakit ini dari faktor keturunan (dari
kedua orangtuanya), namun sekitar 30% kasus ternyata penderita NF tidak memiliki
orang tua atau riwayat keluarga yang memiliki penyakit NF pula. Artinya penyakit ini
mereka dapatkan karena tubuh mereka mengalami mutasi gen secara individual dan tidak
selalu bawaan lahir. Tetapi tetap saja mereka yang menderita NF akibat mutasi gen
individual, bisa menurunkan penyakit ini pada keturunannya kelak.(WHO,1993)
iv. Patogenesis
Pada dasarnya Neurofibroma di pengaruhi oleh faktor predisposisi seperti
genetik,operasi SSP, terpapar unsur radio aktif (sinar x, gamma,ultraviolet), keracunan
bahan kimia (Insektida dan obat), dan terkena mikroorganisme virus yang merubah
sistem DNA kromosom 22 sehingga terjadi mutasi. (Arsad,2008)
Neurofibroma tipe 2 disebabkan oleh mutasi pada gen Neurofibroma tipe 2
(kromosom 22) yang mengatur produksi merlin/schwnnomin protein yang berfungsi
sebagai penekan tumor. (WHO,1993)
Gen yang terkena tepatnya terletak di panjang (q) lengan kromosom 22 pada
posisi 12.2. Lebih tepatnya, gen NF2 terletak dari basis pasangan 29.603.555 ke basis
pasangan 29.698.599 pada kromosom 22.(GHR,2014)
Merlin dalah sebuah protein sitoskeletal yang dapat mengontrol proliferasi sel
dengan mengatur reseptor sel permukaan yang jumlahnya banyak dan selalu
mengalami pergantian. Pembentukan Neurofibroma akustik membutuhkan dua tiruan gen
merlin. Satu saja gen merlin yang berfungsi dapat mencegah terjadinya Neurofibroma
Akustik. Mutasi somatik pada kedua tiruan gen menyebabkan Neurofibroms yang
sporadik. Kemungkinan adanya dua gen mutasi pada satu tempat, diprediksi dapat
menyebabkan Neurofibroma unilateral pada dekade ke-4 sampai ke 6 dalam kehidupan
seseorang.(Januz,2003)
Merlin berperan dalam mengontrol bentuk sel, gerakan sel, dan komunikasi antar
sel. Untuk melaksanakan tugas-tugas ini, merlin berhubungan dengan kerangka internal
yang mendukung sel (sitoskeleton). Merlin juga berfungsi sebagai protein penekan tumor,
yang mencegah sel-sel tumbuh dan membelah terlalu cepat atau dengan cara yang tidak
terkendali.(GHR,2014)
Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya merlin memungkinkan sel, terutama
sel-sel Schwann, untuk memperbanyak terlalu sering dan membentuk tumor . Tumor
yang paling umum di neurofibromatosis tipe 2 schwannomas vestibular, yang
berkembang sepanjang saraf yang membawa informasi dari telinga bagian dalam ke otak.
11
Tumor lain yang mempengaruhi sistem saraf juga terjadi pada orang dengan kondisi ini.
(GHR,2014)
Kondisi ini mengikuti pola pewarisan dominan autosomal. Sekitar 50% dari
kasus Neurofibroma tipe 2 diwariskan dan sekitar 50% adalah karena mutasi baru pada
gen NF2. (WHO,1993)
v. Manifestasi Klinis
Neurofibroma tipe 2 juga dikenal sebagai neurofibromatosis akustik bilateral,
ditandai dengan beberapa tumor dan lesi pada otak dan sumsum tulang belakang. Tumor
yang tumbuh pada saraf pendengaran yang menyebabkan gangguan pendengaran yang
biasanya merupakan gejala pertama penyakit. Seringkali hal ini tidak jelas sampai akhir
remaja atau awal 20-an.(WHO,1992)
Neurofibroma tipe 2 tumbuh di dalam kanalis auditorik internal yang kemudian
meluas ke daerah sudut serebelopontin ,sehingga dapat mengenai nervus VIII.Gejala yang
paling sering ditemukan adalah hilangnya pendengaran pada satu telinga. Dengan
bertambahnya ukuran tumor, dapat menimbulkan gejala gejala kompresi
struktur penting lain di sekitarnya, seperti saraf kranial yang berdekatan, serebelum
dan batang otak (Arthur,2009)
vii. Gambaran Mikroskopik
Tumor tidak berkapsul yang merupakan syaraf membesar dan tumor terdiri atas
campuran campuran sel schwann dan fibroblas serta mengandung akson
Gambar 8
x. Perbedaan NF-1 dan NF-2
tabel 1
Variable
Inheritance
Penetrance
Incidence
Neurofibromatosis type 1
Autosomal dominant
Complete
1/2000 to 1/4000
Neurofibromatosis type 2
Autosomal dominant
Complete
1/40 000
12
Prevalence
Features
Gene
Protein
Function
1/4000
Neurofibromas, cafe-au-lait
macules, learning
disabilities, skeletal
dysplasia
NF-1 chromosome 17q11.2
Neurofibromin
GTPase activating protein
1/100 000
Vestibular schwannomas,
other schwannomas,
meningiomas,
ependymomas, cataracts
NF-2 chromosome 22
Merlin or schwannomin
Cytoskeletal protein
(Clive and Parakrama 2005)
PENURUNAN SIFAT (HEREDITAS)
Masalah penurunan sifat atau hereditas mendapat perhatian banyak peneliti.
Peneliti yang paling popular adalah Gregor Johann Mendel yang lahir tahun 1822 di
Cekoslovakia. Pada tahun 1842, Mendel mulai mengadakan penelitian dan meletakkan
dasar-dasar hereditas. Ilmuwan dan biarawan ini menemukan prinsipprinsip dasar
pewarisan melalui percobaan yang dikendalikan dengan cermat dalam pembiakan silang.
Penelitian Mendel menghasilkan hukum Mendel I dan II.
Mendel melakukan persilangan monohibrid atau persilangan satu sifat beda,
dengan
tujuan mengetahui pola pewarisan sifat dari tetua kepada generasi berikutnya. Persilangan
ini untuk membuktikan hukum Mendel I yang menyatakan bahwa pasangan alel pada
proses pembentukkan sel gamet dapat memisah secara bebas. Hukum Mendel I disebut
juga dengan hukum segregasi.
Mendel melanjutkan persilangan dengan menyilangkan tanaman dengan dua sifat
beda, misalnya warna bunga dan ukuran tanaman. Persilangan dihibrid juga merupakan
bukti berlakunya hukum Mendel II berupa pengelompokkan gen secara bebas saat
pembentukkan gamet. Persilangan dengan dua sifat beda yang lain juga memiliki
perbandingan fenotip F2 sama, yaitu 9 : 3 : 3 : 1. Berdasarkan penjelasan pada
persilangan monohibrid dan dihibrid tampak adanya hubungan antara jumlah sifat beda,
macam gamet, genotip, dan fenotip beserta perbandingannya.
Persilangan monohibrid yang menghasilkan keturunan dengan perbandingan F2,
yaitu 1 : 2 : 1 merupakan bukti berlakunya hukum Mendel I yang dikenal dengan nama
Hukum Pemisahan Gen yang Sealel (The Law of Segregation of Allelic Genes).
Sedangkan persilangan dihibrid yang menghasilkan keturunan dengan perbandingan F2,
yaitu 9 : 3 : 3 : 1 merupakan bukti berlakunya Hukum Mendel II yang disebut Hukum
13
Pengelompokkan Gen secara Bebas (The Law Independent Assortment of Genes). Dengan
mengikuti secara saksama hasil percobaan Mendel, baik pada persilangan monohibrid
maupun dihibrid maka secara sederhana dapat kita simpulkan bahwa gen itu diwariskan
dari induk atau orang tua kepada keturunannya melalui gamet.
Persilangan monohibrida adalah persilangan sederhana yang hanya
memperhatikan satu sifat atau tanda beda. Sedangkan persilangan dihibrida merupakan
perkawinan dua individu dengan dua tanda beda. Persilangan ini dapat membuktikan
kebenaran Hukum Mendel II yaitu bahwa gen-gen yang terletak pada kromosom yang
berlainan akan bersegregasi secara bebas dan dihasilkan empat macam fenotip dengan
perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. kenyataannya, seringkali terjadi penyimpangan atau hasil yang
jauh dari harapan yang mungkin disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya interaksi
gen, adanya gen yang bersifat homozigot letal dan sebagainya.
Hukum Pewarisan Mendel
Gambar 1
Alel/gen dominan dan resesif pada orang tua (1, P), anak (2, F1) dan cucu (3, F2)
menurut Mendel. Hukum Pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat
pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel dalam karyanya “Percobaan
mengenai Persilangan Tanaman”. Hukum ini terdiri dari dua bagian: Hukum pemisahan
(segregation) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Pertama Mendel, dan Hukum
berpasangan secara bebas (independent assortment) dari Mendel, juga dikenal sebagai
Hukum Kedua Mendel.
Hukum Segregasi (Hukum Mendel I)
14
Gambar 2
Perbandingan antara B (warna coklat), b (warna putih), S (buntut pendek), dan s
(buntut panjang) pada generasi F2. Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada
pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk (Parent) yang merupakan pasangan
alel akan memisah sehingga tiap-tiap gamet menerima satu gen dari induknya. Secara
garis besar, hukum ini mencakup tiga pokok:
1. Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada karakter
turunannya. Ini adalah konsep mengenai dua macam alel; alel resisif (tidak selalu
nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf kecil, misalnya w dalam gambar di
sebelah), dan alel dominan (nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf besar,
misalnya R).
2. Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari tetua jantan (misalnya ww
dalam gambar di sebelah) dan satu dari tetua betina (misalnya RR dalam gambar
di sebelah).
3. Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda (Sb dan sB pada gambar
2), alel dominan (S atau B) akan selalu terekspresikan (Nampak secara visual dari
luar). Alel resesif (s atau b) yang tidak selalu terekspresikan, tetap akan
diwariskan pada gamet yang dibentuk pada turunannya.
Hukum Asortasi Bebas (Hukum Mendel II)
Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua
pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung
pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak
saling mempengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan e.g. tinggi
tanaman dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling mempengaruhi. Seperti nampak
pada Gambar 1, induk jantan (tingkat 1) mempunyai genotipe ww (secara fenotipe
berwarna putih), dan induk betina mempunyai genotipe RR (secara fenotipe berwarna
merah). Keturunan pertama (tingkat 2 pada gambar) merupakan persilangan dari genotipe
15
induk jantan dan induk betinanya, sehingga membentuk 4 individu baru (semuanya
bergenotipe wR). Selanjutnya, persilangan/perkawinan dari keturuan pertama ini akan
membentuk indidividu pada keturunan berikutnya (tingkat 3 pada gambar) dengan gamet
R dan w pada sisi kiri (induk jantan tingkat 2) dan gamet R dan w pada baris atas (induk
betina tingkat 2). Kombinasi gamet-gamet ini akan membentuk 4 kemungkinan individu
seperti nampak pada papan catur pada tingkat 3 dengan genotipe: RR, Rw, Rw, dan ww.
Jadi pada tingkat 3 ini perbandingan genotipe RR , (berwarna merah) Rw (juga berwarna
merah) dan ww (berwarna putih) adalah 1:2:1. Secara fenotipe perbandingan individu
merah dan individu putih adalah 3:1.
Kalau contoh pada Gambar 1 merupakan kombinasi dari induk dengan satu sifat
dominan (berupa warna), maka contoh ke-2 menggambarkan induk-induk dengan 2
macam sifat dominan: bentuk buntut dan warna kulit. Persilangan dari induk dengan satu
sifat dominan disebut monohibrid, sedang persilangan dari induk induk dengan dua sifat
dominan dikenal sebagai dihibrid, dan seterusnya. Pada Gambar 2, sifat dominannya
adalah bentuk buntut (pendek dengan genotype SS dan panjang dengan genotipe ss) serta
warna kulit (putih dengan genotipe bb dan coklat dengan genotipe BB). Gamet induk
jantan yang terbentuk adalah Sb dan Sb, sementara gamet induk betinanya adalah sB dan
sB (nampak pada huruf di bawah kotak). Kombinasi gamet ini akan membentuk 4
individu pada tingkat F1 dengan genotipe SsBb (semua sama). Jika keturunan F1 ini
kemudian dikawinkan lagi, maka akan membentuk individu keturunan F2. Gamet F1nya
nampak pada sisi kiri dan baris atas pada papan catur. Hasil individu yang terbentuk pada
tingkat F2 mempunyai 16 macam kemungkinan dengan 2 bentuk buntut: pendek (jika
genotipenya SS atau Ss) dan panjang (jika genotipenya ss); dan 2 macam warna kulit:
coklat (jika genotipenya BB atau Bb) dan putih (jika genotipenya bb). Perbandingan hasil
warna coklat:putih adalah 12:4, sedang perbandingan hasil bentuk buntut pendek:panjang
adalah 12:4. Perbandingan detail mengenai genotype SSBB:SSBb:SsBB:SsBb:
SSbb:Ssbb:ssBB:ssBb: ssbb adalah 1:2:2:4: 1:2:1:2: 1.
16
Gambar 3
Contoh ke-3, dengan 1 faktor dominan warna: putih dan merah
Mendelian inheritance of single-gene disordersAda lima pola Mendelian patterns of inheritance, tergantung pada lokasi kromosom pada gen
(autosomal atau sex-linked):
a. Autosomal dominant
Gen dominan adalah gen yang secara fenotif di ekspresikan baik dalam keadaan homozigot maupun
heterozigot. Pada pola penurunan ini:
Orangtua yang menderita kelainan akan mempunyai anak yang menderita pula – keadaan ini sering disebut
‘vertical inheritance’.
Anggota keluarga yang tidak menderita kelainan dengan pasangan yang bukan penderita akan mempunyai
anak normal (bukan penderita).
Salah satu orangtua adalah normal sedang pasangannya adalah penderita maka rasio anak normal dan anak
penderita adalah 1:1
Dalam kriteria penurunan autosom dominan, sifat heterozigot
muncul pada setiap generasi tanpa selang. Bagi orang tua yang menderita kelainan pada
autosom dominan, maka kelainan tersebut akan diwariskan ke setengah dari jumlah anak.
Sedangkan orang tua yang bukan merupakan penderita (normal) tidak akan mewariskan
sifat tersebut kepada anaknya. Pewarisan sifat ini tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin.
Adapun berbagai kelainan yang diwariskan secara autosom dominan yaitu:
1. Neurofibromatosis (Penyakit Recklinghausen)
Neurofibromatosis adalah kelainan genetik pada sistem saraf.
Kelainan ini umumnya mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan sel-sel saraf.
Akibatnya, timbul tumor pada saraf tersebut. Neurofibromatosis disebabkan oleh
pewarisan pada autosom dominan atau terjadinya mutasi pada gen. Tidak ada pengobatan
medis untuk penderita kelainan ini. Adapun perawatan medis lebih difokuskan pada
pengontrolan gejala. Untuk pengobatan lebih lanjut dapat mencakup operasi untuk
17
mengangkat tumor, terapi radiasi serta obat-obatan. Terdapat tiga jenis
neurofibriomatosis, antara lain:
Tipe 1 (NF1) menyebabkan perubahan kulit dan cacat tulang. Kelainan tipe ini umumnya
sudah diderita sejak lahir.
Tipe 2 (Qxg2) menyebabkan gangguan pendengaran, telinga berdenging dan rendahnya
keseimbangan tubuh. Kelainan tipe ini umumnya muncul pada masa remaja.
Schwannomatosis menyebabkan rasa sakit yang hebat. Kelainan tipe ini adalah jenis yang
paling langka.
b. Autosomal recessive
Gen Autosomal recessive adalah gen yang diekspresikan (fenotif) dalam keadaan
homozigot saja. Pada pola penurunan ini:
Seorang penderita biasanya memiliki orang tua yang secara fenotif normal.keadaan ini
biasanya disebut ‘horizontal inheritance’.
Penderita dengan pasangan yang normal, maka semua anaknya akan menjadi carrier
Jika seorang carrier memiliki pasangan normal, maka ada kemungkinan 50 % anak
mereka akan menjadi carrier.
Jika kedua orang tua bersifat heterozigot, maka ada kemungkinan anak lahir dengan
kelainan dengan frekuensi 1 dari 4
c. X-linked dominant
Pola penurunan X-linked dominant jarang terjadi dan susah dibedakan dengan pola
autosomal dominan, kecuali bahwa jika penderita adalah pria, maka ia akan memiliki
anak laki-laki normal sedangkan semua anak perempuannya adalah penderita.
18
d. X-linked recessive
Pola penurunan pada gen X-linked recessive adalah sebagai berikut:
Pria menunjukkan lebih banyak fenotif recessive dari pada wanita
Kelainan biasanya diturunkan dari wanita carrier yang biasanya asymptomatic (tidak
menunjukkan gejala atau kelainan dari penyakit tertentu).
Jika ibu seorang carrier, maka anak laki-lakinya memiliki kemungkinan 50% untuk
menjadi penderita, sedangkan anak perempuannya memiliki kemungkinan 50% untuk
menjadi carrier.
Jika ayah adalah penderita, maka tidak ada anak laki-laki yang menderita
kelainan, tapi semua anak perempuan akan menjadi carrier.
e. Y-linked/holandric.
Karena hanya pria yang memiliki kromosom Y, maka hanya pria yang bisa menurunkan
kelainan akibat Y-linked dan hanya pria pula yang bisa menjadi penderitanya.
Kromosom Y mengandung beberapa gen yaitu:
SRY – sex-determining region
TDF – testis determining factor
DAZ – deleted in azoospermia.
Terjadinya mutasi pada salah satu gen tersebut akan menyebabkan azoospermia atau
masalah fertilitas pada pria.
19
Pedigree
Untuk mengetahui sifat gen atau ciri-ciri sifat spesifik dalam keluarga dapat
menggunakan analisa pedigree. Sebuah silsilah (pedigree) adalah daftar sistematik(baik
berupa kata-kata maupun simbol) nenek tertentu, atau bisa juga merupakan ‘pohon
keluarga” bagi banyak individu. Biasanya perempuan atau betina disimbolkan dengan
lingkaran, sedangkan laki-laki atau jantan dengan simbol kotak. Perkawinan ditunjukan
dengan garis horizontal antara dua individu. Keturunan dari sebuah perkawinan
dihubungkan dengan gari s vertikal ke garis perkawinan. Arsiran atauwarna berbeda
yang diberikan bagi simbol-simbol dapat melambangkan berbagaifenotip setiap generasi
didaftarkan pada garis terpisah yang dinomori dengan angkaromawi. Analisis silsilah
digunakan sebagai ganti penelitian-penelitian penangkaran(breeding studies), terutama
pada manusia, sebab tak mungkin melakukan perkawinaneksperimental. Silsilah dapat
membantu menentukan dasar genetik dari suatu sifat atau penyakit tertentu (Susan
Elrod,2007).
Beberapa Kegunaan Analisis Pedigree adalah sebagai berikut (Anonim, 2013):
1
.
Untuk mengetahui bagaimana timbulnya suatu penyakit
Kadang-kadang, bila ditelaah lebih lanjut beberapa jenis penyakit atau kelainan akan menunjukkan
adanya kejadian berulang yang dialami oleh lebih dari satu orang yang masih memiliki hubungan
saudara satu sama lain. Berdasarkan pola yang ditunjukkan dari catatan silsilah keluarga (bagan
riwayat keluarga/family tree), kita dapat memperkirakan sifat suatu penyakit. apakah penyakit
tersebut bersifat diturunkan dari orang tua atau tidak diturunkan. Salah satu contohnya adalah
hemofilia. Pada awalnya, tidak diketahui bahwa hemofilia adalah kelainan yang dapat diturunkan.
Setelah para ahli melakukan analisis terhadap silsilah keluarga Ratu Victoria, maka jelas terlihat
bahwa hemofilia adalah kelainan yang dapat diturunkan.
2
.
Untuk Mengetahui Mekanisme atau Pola Penurunan Penyakit
Dari pola yang tampak dalam bagan riwayat keluarga dapat kita lihat pula mekanisme penurunan
suatu penyakit. Contoh: hemofilia adalah penyakit yang diturunkan melalui kromosom X.
3
.
Untuk Memperkirakan Penetrance
Penetrance adalah perkiraan berapa banyak penyakit tersebut akan timbul atau terjadi pada
seseorang dengan kondisi gen tertentu.
4
.
Untuk Memperkirakan Expressivity
Expressivity adalah derajat beratnya manifestasi klinis suatu penyakit pada kondisi gen tertentu.
5 Sebagai Dasar Dari Konseling Genetis.
Selain lima kegunaan tersebut, sebenarnya masih banyak lagi fungsipedigree analysis seperti
memperkirakan kebutuhan biaya pengobatan dalam suatu populasi masyarakat, kebutuhan sarana
20
dan prasarana.
Gambar dari http://www.diagene.com/routinei
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neihl., Reece, Jane B. 2008. Biologi Edisi Kedelepan Jilid 1. Terjemahan Oleh
Damaring Tyas Wulandari. Jakarta: Erlangga.
Darmono. Autosomal dan Resesif Riset Bidang Toksikologi.
Kumar, Vinay; Cotran, Ramzi S.; Robbins, Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7,
Volume 1. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2002. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Jilid 1. Terjemahan oleh Brahm U. Pendit dkk. Jakarta: EGC.
Price, Silvia A., Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. Terjemahan oleh Brahm U. Pendit dkk Jakarta: EGC.
Recommended