View
201
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
RESPONS MORFOLOGIS PADI (Oryza sativa L .) TERHADAP
KEKERINGAN PADA FASE PERKECAMBAHAN
OLEH:
MARIA BALLO
071012018
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO
2012
RESPONS MORFOLOGIS PADI (Oryza sativa L .) TERHADAP
KEKERINGAN PADA FASE PERKECAMBAHAN
MARIA BALLO
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada
Program Studi Biologi
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO
2012
Judul : Respons Morfologis Padi (Oryza sativa L.) terhadap Kekeringan
pada Fase Perkecambahan
Nama : Maria Ballo
NIM : 071012018
Program Studi : Biologi
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
Dra. Nio Song Ai, M.Si, Ph.D Ketua
Dr. Dingse Pandiangan, M.Si
Anggota 1
Ketua Program Studi
Ir. Feky Mantiri, Ph.D NIP. 19670201 199203 1 003
Ir. Feky R Mantiri, M.Sc, Ph.D
Anggota 2
Dekan F-MIPA UNSRAT
Prof. dr. Edwin de Queljoe, M.Sc, Sp. And NIP. 19510612 198103 1 006
Tanggal lulus: 3 Mei 2012
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Makale Kabupaten Tana Toraja Sulawesi Selatan pada
tanggal 23 Desember 1989 sebagai anak kelima dari lima bersaudara, dari
pasangan M.E. Tandisinding dan Esther Ballo. Pendidikan formal yang telah
ditempuh oleh penulis, yakni tahun 2001 penulis lulus dari SD Negeri 142
Gandang Batu, dan melanjutkan ke SMP Negeri I Makale, dan tahun 2004 penulis
masuk SMU Negeri 3 Makale. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan
ke perguruan tinggi dan akhirnya diterima di Universitas Sam Ratulangi sebagai
mahasiswa di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada Jurusan
Biologi melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama mengikuti perkuliahan penulis mengikuti kegiatan BISMABA yang
dilaksanakan oleh fakultas dan mengikuti kegiatan HIMAJU yang dilaksanakan
oleh jurusan Biologi. Selama mengikuti pendidikan di perguruan tinggi F-MIPA
UNSRAT, penulis mendapat kesempatan untuk terlibat dalam organisasi
mahasiswa. Penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan
(HIMAJU) Biologi periode 2009-2011. Pada tahun 2010 penulis mengikuti
Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan ditempatkan Rusunawa UNSRAT.
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena
kasih karunia dan anugerah-Nya yang melimpah, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun berdasarkan
penelitian dengan judul “Respons Morfologis Padi (Oryza sativa L.) terhadap
Kekeringan pada Fase Perkecambahan”.
Dengan penuh rasa hormat penulis persembahkan skripsi ini untuk papa dan
mama tercinta atas kasih sayang, dukungan, doa dan yang senantiasa selalu
memberikan yang terbaik. Kepada kakak-kakak saya (Gerson, Roby, Joice, Mery)
yang selalu memberikan semangat dan doa bagi penulis untuk tetap memberikan
yang terbaik dalam segala hal. Kepada seluruh Keluarga yang sudah mendukung
memberikan semangat, dan doa.
Dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah menyediakan waktu untuk
memberikan bimbingan, arahan dan motivasi. Pada kesempatan ini dengan
ketulusan hati dan rasa hormat penulis menyampaikan terima kasih kepada Dra.
Nio Song Ai, M.Si, Ph.D., Dr. Dingse Pandiangan, M.Si, Ir. Feky Mantiri, M.Sc,
Ph.D selaku dosen pembimbing.
Penulis juga menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Herny E.I. Simbala, M.Si, Dr. Johanis Pelealu, M.Si dan Ir.
Marhaenus Rumondor selaku dosen penguji yang telah memberikan saran,
kritik dan informasi kepada penulis demi penyempurnaan skripsi ini.
2. Drs. Deidy Y. Katili, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis selama kuliah.
3. Prof. dr. Edwin de Queljoe, M.Sc, Sp.And sebagai Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
v
4. Ketua Jurusan Biologi, Ir. Feky Mantiri, M.Sc, Ph.D dan Febby E. F.
Kandou, S.Si, M.Kes selaku Sekretaris Jurusan yang telah membantu
dalam pengurusan kelengkapan administrasi serta seluruh Staf Dosen dan
Pegawai jurusan Biologi.
5. Seluruh Staf Dosen F-MIPA UNSRAT yang mendidik, memberikan
arahan, pengajaran, berbagi ilmu, memberikan kritik, dan selalu
memberikan yang terbaik.
6. Dr. Saroyo, M.Si sebagai Kepala Laboratorium Konservasi dan Diversitas
yang telah mengijinkan penulis menggunakan laboratorium untuk
pelaksanaan penelitian.
7. Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk Suami tercinta Agustinus
Patampang SE yang selalu berdoa dan memberi dukungan dalam segala hal
demi keberhasilan penulis dan untuk anakku terkasih Radhytia Dede’
Tandisinding yang menjadi inspirasi dan semangat untuk menyelesaikan
tugas akhir.
8. Keluarga Markus A. Patampang (Paulina Patampang, Hermin Patampang
,Selebor, Nany’ dan Meti) yang telah memberikan motivasi dan doa kepada
penulis. Terima kasih untuk nasehatnya.
9. Teman-teman seangkatan Biologi 2007: Eka Julianti S.Si, Ridwan Nurdin
S.Si, Billy Rompis S.Si, Aljah Darma Saputri S.Si, Lisa Pantilu S.Si,
Dimitra Liasa Suruan S.Si, Fitriyanti Monoarfa S.Si, Wa Ode Hasnawati
S.Si, Akbar Embo, Joice J. Hape S.Si, Maria Y. Cambu, dan Tiben Wenda
untuk setiap bantuan, motivasi, keceriaan dan kebersamaan selama kuliah.
10. Ridwan Nurdin S.Si yang telah membantu penulis selama menyelesaikan
skripsi. Terima kasih untuk bantuan dan dukungannya.
11. Sahabat-sahabatku dan Teman-teman kost (Heny, Ine’, Lisna, Gady,
K’Nova, Biang, Mail, Richo, Gaza, Mike, Erni, Vivin) yang selalu
memberikan dukungan bagi penulis.
12. Balai Benih Sulawesi Utara yang telah membantu memberikan benih yang
digunakan dalam penelitian.
vi
13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyampaikan
banyak terima kasih.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis menerima saran dan kritik yang dapat melengkapi skripsi ini. Satu harapan
bagi penulis, semoga skripsi ini dapat menambah wawasan baru dan dapat
bermanfaat bagi kita semua. Tuhan Yesus Memberkati.
Manado, April 2012
Maria Ballo
vii
DAFTAR ISI
Halaman
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Padi (Oriza sativa L.) ............................................................................................ 5
2.2 Fase Pertumbuhan ................................................................................................. 6
2.3 Tipe Perkecambahan Padi ..................................................................................... 8
2.4 Cekaman Kekeringan dan Polietilen Glikol .......................................................... 9
2.5 Perkecambahan Biji .............................................................................................. 11
2.5.1 Fisiologi Perkecambahan Biji ..................................................................... 11
2.5.2 Peranan Air dalam Perkecambahan Biji ..................................................... 12
2.5.3 Perkecambahan Biji pada saat Kekurangan Air ......................................... 16
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................................ 18
3.2 Alat dan Bahan ...................................................................................................... 18
3.3 Prosedur Penelitian ................................................................................................ 18
3.4 Analisis Data ......................................................................................................... 20
viii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Panjang Akar Seminal ............................................................................................ 21
4.2 Panjang Tunas ....................................................................................................... 23
4.3 Persentase Perkecambahan .................................................................................... 25
4.4 Rasio Panjang Akar : Panjang Tunas .................................................................... 26
4.5 Indeks Vigor Benih ............................................................................................... 28
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 31
5.2 Saran ...................................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 32
LAMPIRAN ........................................................................................................................... 36
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Panjang akar seminal 7 varietas kecambah padi dengan 5 macam perlakuan
PEG (Rata-rata + SD) ....................................................................................................... 21
2. Panjang tunas 7 varietas kecambah padi dengan 5 macam perlakuan PEG
(Rata-rata + SD) . .............................................................................................................. 23
3. Presentase perkecambahan 7 varietas kecambah padi dengan 5 macam
perlakuan PEG (Rata-rata + SD) ...................................................................................... 25
4. Rasio panjang akar seminal : panjang tunas 7 varietas kecambah padi dengan
5 macam perlakuan PEG (Rata-rata + SD) ........................................................................ 27
5. Indeks vigor benih 7 varietas kecambah padi dengan 5 macam perlakuan PEG
(Rata-rata + SD) ................................................................................................................ 28
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Tanaman padi ................................................................................................................... 5
2. Fase pertumbuhan padi . ................................................................................................... 6
3. Tahap berkecembahan sampai muncul ke permukaan .................................................... 6
4. Tahap pertunasan .............................................................................................................. 7
5. Tipe perkecambahan hipogeal ......................................................................................... 9
6. Panjang akar seminal, koleoptil dan tunas kecambahan padi ........................................... 20
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Diagram Alir Prosedur Penelitian .................................................................................... 36
2. Analisis Data .................................................................................................................... 37
3. Alat dan Bahan.................................................................................................................. 39
4. Kecambah Ketujuh Varietas ............................................................................................ 40
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkecambahan biji merupakan proses metabolisme biji sehingga dapat
menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah, yaitu plumula dan
radicula. Biasanya radicula keluar dari kulit biji, lalu tumbuh ke bawah dan
membentuk sistem akar. Plumula muncul ke atas dan membentuk sistem tajuk
(Edmond et al., 1975). Perkecambahan biji dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
dalam dan faktor-faktor luar. Faktor-faktor dalam meliputi tingkat kemasakan biji,
ukuran biji, dormansi, dan penghambat perkecambahan. Sedangkan faktor-faktor
luar yang mempengaruhi perkecambahan biji meliputi air, temperatur, oksigen,
dan cahaya (Stefferud, 1961 ; Sutopo, 1993).
Sehubungan dengan perkecambahan, air sangat berperan penting untuk terjadinya
perkecambahan, karena sebagian besar biji mempunyai kandungan air yang relatif
rendah dan perkecambahan dimulai dengan penyerapan air (Mayer dan Mayber,
1963 dalam Nio dan Ballo, 2010). Biji memerlukan sejumlah besar air yang harus
diserap sebelum perkecambahan bisa terjadi (Gardner et al., 1991), yaitu sekitar
dua atau tiga kali dari berat keringnya (Stefferud, 1961 dalam Nio dan Ballo,
2010). Air sangat diperlukan dalam siklus hidup tanaman, mulai dari
perkecambahan sampai panen. Proses metabolisme tidak dapat berlangsung tanpa
adanya air. Kebutuhan air pada setiap fase pertumbuhan tidak sama selama siklus
hidupnya. Hal ini berhubungan langsung dengan proses fisiologis, morfologis, dan
faktor-faktor lingkungan. Air dapat masuk ke dalam tanaman melalui tanah
2
dengan jalan penyerapan oleh akar. Kemampuan partikel tanah menahan air dan
kemampuan akar untuk menyerap air merupakan salah satu cara untuk
menentukan besarnya air yang diserap oleh akar tanaman dan kadar air dalam
tanah (Jumin, 1992).
Beberapa metode dapat digunakan untuk menguji toleransi kekeringan dalam
program pemuliaan tanaman (Winter et al., 1988), antara lain pengukuran
kerapatan dan kedalaman akar (Gregory, 1989), perbandingan biomassa akar dan
pucuk, kandungan air dalam daun (Kumar dan Singh, 1998), stabilitas osmotik
membran (Premchandra et al., 1990), perkecambahan dalam larutan osmotikum
(Emmerich dan Haregree, 1991). Pemanfaatan metode tersebut sebagai kriteria
dalam program pemuliaan tanaman tergantung pada variabilitas dan heritabilitas
sifat- sifat tertentu dalam populasi (Clarke, 1987).
Di antara beberapa metode yang digunakan untuk menguji toleransi kekeringan,
perkecambahan dalam larutan osmotikum merupakan metode sederhana yang
mudah dan murah untuk dilakukan. Evaluasi toleransi kekeringan dengan
menggunakan metode perkecambahan dalam larutan osmotikum telah dilakukan
pada gandum (Triticum aestivum L.) seperti yang dilaporkan oleh Dhanda et al.,
2004. Tetapi informasi tentang penelitian yang menggunakan metode
perkecambahan dalam larutan osmotikum pada padi (Oryza sativa L.) masih
kurang. Salah satu penelitian yang menggunakan metode ini adalah menguji
toleransi kekeringan yang menggunakan polietilen glikol (PEG) 8000 dengan
potensial air (PA) 0 dan -0,5 MPa pada padi varietas Mira 1 dan IR 64. Hasil
3
penelitian menunjukkan bahwa rasio panjang akar seminal : panjang tunas
merupakan indikator toleransi kekeringan yang potensial pada padi (Nio et al.,
2010). Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan untuk menguji konsistensi
respons morfologis terhadap kekeringan pada fase perkecambahan dengan macam
varietas padi dan larutan PEG yang lebih banyak. Dalam penelitian ini digunakan
7 macam varietas padi dan 5 macam larutan PEG sebagai larutan osmotikum.
1.2 Rumusan Masalah
Respons padi (Oryza sativa L.) terhadap kekeringan dalam penelitian ini dibatasi
pada ciri-ciri morfologi kecambah padi, seperti panjang akar seminal, panjang
tunas, rasio panjang akar seminal : panjang tunas, persentase perkecambahan dan
indeks vigor benih. Bagaimanakah respons morfologis ketujuh varietas padi
terhadap kekeringan yang diinduksi dengan PEG 8000 pada fase perkecambahan?
1.3 Tujuan
Menentukan ada tidaknya perbedaan respons morfologis tujuh varietas padi
terhadap kekeringan yang diinduksi dengan PEG 8000 pada fase perkecambahan.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang ciri-ciri
morfologi kecambah padi yang potensial sebagai indikator toleransi kekeringan.
Informasi ini dibutuhkan sebagai salah satu acuan dalam seleksi padi yang toleran
terhadap kekeringan untuk dibudidayakan di Sulawesi Utara. Varietas padi yang
4
toleran terhadap kekeringan akan menunjang program swasembada beras pada
tahun 2012 yang dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Padi (Oryza sativa L.)
Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung
dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi
mayoritas penduduk dunia. Hasil dari pengolahan padi dinamakan beras (Anonim,
2009a). Padi merupakan sumber karbohidrat utama selain jagung, sagu dan ubi-
ubian karena padi mempunyai kelebihan-kelebihan yaitu :
1. Produktivitas padi tinggi sehingga menjamin pangan banyak penduduk
dengan lahan pertanian yang terbatas;
2. Produksi padi dapat ditingkatkan dengan cara mengubah ladang menjadi
sawah, sehingga fluktasi produksi padi tahunan relatif kecil dibandingkan
dengan tanaman pangan lainnya;
3. Padi dapat disimpan lama dan mudah diangkut ke tempat jauh (Ismunadji
et al., 1988).
Padi (Gambar 1) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Gambar 1. Tanaman Padi (Anonim,
2009a)
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Graminales
Famili : Graminaceae
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa L. (Anonim, 2009a)
6
2.2 Fase Pertumbuhan dan Tipe perkecambahan Padi
Fase-fase pertumbuhan padi (Gambar 2) adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Fase pertumbuhan padi (Anonim, 2009b)
1. Periode vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan malai)
a. Tahap 0 (berkecambah sampai muncul ke permukaan). Benih biasanya
dikecambahkan melalui perendaman selama 24 jam dan diinkubasi juga
selama 24 jam. Setelah perkecambahan radicula (akar lembaga) dan
plumula (daun lembaga) menonjol keluar dan menembus kulit gabah
(sekam). Pada hari ke-2 atau ke-3 setelah benih disebar di persemaian,
daun lembaga menembus keluar melalui koleoptil. Akhir tahap ini
memperlihatkan daun lembaga yang muncul masih melengkung dan
akar lembaga memanjang (Gambar 3).
Gambar 3. Tahap berkecambah sampai muncul ke permukaan (Anonim, 2009b)
Tahap
Tahap
Pertumbuhan
Perkecambahan
mulai muncul
7
b. Tahap 1 (pertunasan). Tahap pertunasan dimulai pada saat benih
berkecambah sampai dengan sebelum anakan pertama muncul. Selama
tahap ini, akar seminal dan 5 daun terbentuk. Sementara tunas terus
tumbuh, 2 daun lagi terbentuk. Daun terus berkembang pada kecepatan
1 daun setiap 3-4 hari selama tahap awal pertumbuhan. Munculnya akar
sekunder membentuk sistem perakaran serabut permanen yang dengan
cepat menggantikan radicula dan akar seminal sementara. Bibit umur
18 hari (mempunyai 5 daun dan sistem perakaran yang berkembang
dengan cepat) siap untuk ditanam pindah (Gambar 4).
Gambar 4. Tahap pertunasan (Anonim, 2009b)
c. Tahap 2 (anakan). Anakan muncul dari tunas pada buku batang dan
menggantikan tempat daun serta tumbuh dan berkembang.
d. Tahap 3 (pemanjangan batang).
2. Periode Reproduktif (pembentukan malai sampai pembungaan)
a. Tahap 4 (pembentukan malai sampai bunting ± 75 hari sesudah tabur).
Tahap
pertumbuhan
Tahap
Pertunasan
8
b. Tahap 5 (heading) yang diikuti dengan keluarnya malai dari pelepah
daun bendera.
c. Tahap 6 (pembungaan) yang diimulai dari saat keluarnya benang sari
dan terjadinya pembuahan. Tahap ini terjadi kira-kira 25 hari setelah
fase bunting atau 100 hari sesudah tabur.
3. Periode Pematangan (pembungaan sampai gabah matang)
a. Tahap 7 (gabah matang susu). Gabah mulai terisi dengan bahan berupa
susu dan dapat dikeluarkan dengan menekan atau menjepit gabah di
antara dua jari.
b. Tahap 8 (gabah setengah matang). Gabah pada tahap ini mulai
menguning.
c. Tahap 9 (gabah matang penuh). Setiap gabah matang, berkembang
penuh, keras dan berwarna kuning. Daun bagian atas umumnya
mengering dengan cepat dan sejumlah daun yang mati terakumulasi
pada dasar tanaman (Anonim, 2009b).
2.3 Tipe Perkecambahan
Tipe perkecambahan pada padi yaitu tipe hipogeal (Gambar 5), yaitu munculnya
radicula diikuti dengan pemanjangan plumula, hipokotil tidak memanjang ke atas
permukaan tanah, sedangkan kotiledon tetap berada di dalam kulit biji di bawah
permukaan tanah (Sutopo, 2002).
9
Gambar 5. Tipe perkecambahan hipogeal (Sutopo, 2002)
2.4 Cekaman Kekeringan dan Polietilen Glikol
Salah satu fungsi air bagi tanaman adalah medium yang memberikan turgor pada
sel tanaman. Di dalam sel tanaman, air berperan untuk menekan membran sel ke
arah dinding sel, sehingga sel tanaman menjadi turgid. Sel tanaman yang telah
kehilangan air dan mempunyai tekanan turgor lebih rendah dari pada nilai
maksimumnya dikatakan mengalami cekaman air (Devlin, 1975; Gardner, et al.,
1991 ; Fitter dan Hay, 1991 dalam Tondais, 2010). Menurut Hsiao (1973) dalam
Fitter dan Hay (1987), cekaman air dalam sel tanaman dapat dikelompokkan
dalam tiga golongan, yaitu:
1. Tingkat ringan, jika potensial air dalam sel sedikit menurun sampai -0,5
MPa.
2. Tingkat sedang, jika potensial air dalam sel menurun sampai antara -0,5
dan -1,2 MPa atau antara -0,5 dan -1,5 MPa.
3. Tingkat berat, jika potensial air dalam sel di bawah -1,5 MPa.
10
Resistensi tanaman terhadap kekeringan umumnya didefinisikan sebagai
mekanisme respons tumbuhan terhadap kekeringan (Nio, 2009). Resistensi
tanaman terhadap kekeringan itu dapat diklasifikasikan atas:
1. Tahan kekeringan (drought escape) merupakan kemampuan tanaman
untuk terus hidup dan menyelesaikan satu siklus hidupnya sebelum
terjadinya kekeringan yang parah.
2. Menghindar dari kekeringan (drought avoidance) merupakan kemampuan
tanaman untuk mempertahankan potensial air jaringan dengan menyerap
air dalam volume besar, menyalurkannya ke batang atau mengurangi
hilangnya air dengan menutup stomata dan adanya permeabilitas kutikula
yang tinggi.
3. Toleransi kekeringan (drought tolerance) merupakan kemampuan tanaman
untuk tetap hidup dan berfungsi meskipun jaringan dalam keadaan
kekeringan atau potensial air jaringan berkurang (Suardi, 1988; Jones et
al., 1981; Nio, 2009).
Kekeringan menurunkan produksi tanaman dan dapat mengakibatkan kerugian.
Tingkat kerugian dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain saat tanaman
mengalami kekurangan air, intensitas kekurangan air dan lamanya kekurangan air
(Srivastata et al., 1994; Upadhyaya 1994; Nio et al., 2010).
Senyawa polietilen glikol (PEG) berperan sebagai non penetrating osmotic agent
yang memodifikasi potensial osmotik medium (Lagerwerff et al., 1961; Steuter et
al., 1981; Nio, 2009) sehingga polietilen glikol (PEG) telah digunakan untuk
11
menginduksi kekeringan pada berbagai eksperimen. Polietilen glikol juga
mengurangi ketersediaan air bagi tanaman (Steuter et al., 1981), menurunkan
potensial air medium dan selanjutnya potensial air tanaman (Lawlor 1970;
Bressan et al., 1981; Nio, 2009). Air yang masuk ke dalam sel akan terhambat dan
absorpsi air akan berkurang akibat ukuran polimer PEG yang besar (berberat
molekul 4.000-8.000) dan viskositas larutan yang tinggi. Senyawa ini
mengakibatkan hambatan secara fisik dan dapat balik dalam pengambilan air
secara apoplastik. Oleh karena itu air tidak diambil oleh sel dengan cepat, maka
PEG mengurangi konsentrasi air bebas tanpa mengubah komposisi ion dalam sel
(Bressan et al., 1981; Chazen dan Neuman, 1994).
2.5 Perkecambahan Biji
2.5.1 Fisiologi Perkecambahan Biji
Proses fisiologi pada perkecambahan biji meliputi beberapa tahapan, antara lain
imbibisi, sekresi hormon dan enzim, hidrolisis cadangan makanan, pengiriman
bahan makanan terlarut dan hormon ke daerah titik tumbuh atau daerah lainnya
serta fotosintesis. Perkecambahan dimulai dengan proses penyerapan air ke dalam
sel-sel. Proses penyerapan air pada biji atau imbibisi terjadi melalui mikropil. Air
yang masuk ke dalam kotiledon menyebabkan volumenya bertambah, sehingga
kotiledon membengkak. Pembengkakan tersebut pada akhirnya menyebabkan
pecahnya kulit biji (Sudjadi, 2006).
Masuknya air pada biji menyebabkan enzim aktif bekerja. Enzim amilase bekerja
memecahkan tepung menjadi maltosa, selanjutnya maltosa dihidrolisis oleh
12
maltase menjadi glukosa. Protein juga dipecah menjadi asam amino. Senyawa
glukosa masuk ke dalam proses metabolisme untuk menghasilkan energi atau
diubah menjadi senyawa karbohidrat penyusun struktur tubuh. Asam amino
dirangkaikan menjadi protein yang berfungsi untuk menyusun struktur sel dan
menyusun enzim-enzim baru. Asam lemak terutama dipakai untuk menyusun
membran sel (Dwidjoseputro, 1983).
Secara fisiologis, proses perkecambahan berlangsung dalam beberapa tahapan
penting (Mayer dan Mayber, 1963; Nio dan Ballo, 2010) yang meliputi:
1. Absorbsi air
Absorbsi atau penyerapan air merupakan langkah awal dalam
perkecambahan biji dan biji yang menyerap air atau mengalami imbibisi
akan membengkak. Pembengkakan biji menyebabkan kulit biji pecah
sehingga radicula tumbuh ke arah bawah dan membentuk akar.
2. Metabolisme penguraian materi cadangan makanan
Proses ini merupakan pemecahan senyawa bermolekul besar dan kompleks
menjadi senyawa bermolekul lebih kecil, sederhana, larut dalam air dan
dapat diangkut melalui membran dan dinding sel. Cadangan makanan
utama pada biji berupa pati, hemiselulosa, lemak dan protein. Senyawa-
senyawa ini tidak larut dalam air atau berupa koloid, terdapat dalam
jumlah besar pada endosperm dan kotiledon, tidak dapat diangkut ke
daerah yang memerlukan. Proses penguraian makromolekul ini dibantu
oleh beberapa enzim, seperti amilase mengubah pati dan hemiselulosa
menjadi gula, protease mengubah protein menjadi asam amino, lipase
13
mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserin. Aktivasi enzim
dilakukan oleh air setelah terjadinya imbibisi. Enzim yang telah diaktivasi
masuk ke dalam endosperm atau kotiledon untuk menguraikan cadangan
makanan.
3. Transpor materi hasil penguraian dari endosperm ke bagian embrio yang
aktif tumbuh
Hasil penguraian diangkut dari jaringan penyimpanan makanan menuju
titik-titik tumbuh pada caulicula, radicula dan plumula. Biji belum
mempunyai jaringan pengangkut, sehingga pengangkutan dilakukan secara
difusi atau osmosis dari satu sel hidup ke sel hidup lainnya.
4. Proses-proses pembentukan kembali (asimilasi)
Asimilasi merupakan tahap terakhir dalam penggunaan cadangan makanan
dan juga merupakan proses pembangunan kembali, misalnya protein yang
sudah dirombak menjadi asam amino disusun kembali menjadi protein
baru dengan bantuan energi yang dihasilkan dari respirasi.
5. Respirasi
Respirasi merupakan proses perombakan karbohidrat menjadi senyawa
yang lebih sederhana dengan membebaskan sejumlah energi. Proses ini
dimulai pada caulicula, radicula dan plumula dan akan beralih ke
endosperm atau kotiledon setelah cadangan makanan habis. Aktivitas
respirasi yang tertinggi terjadi pada saat radicula menembus kulit biji.
14
6. Pertumbuhan
Pertumbuhan terjadi setelah kulit biji pecah. Ada dua macam pertumbuhan
pada perkecambahan, yaitu pembesaran sel-sel yang sudah ada dan
pembentukan sel-sel yang baru pada titik-titik tumbuh. Pertumbuhan
berakhir setelah terjadi pemanjangan radicula dan plumula.
2.5.2 Peranan Air dalam Perkecambahan Biji
Air memegang peranan terpenting dalam proses perkecambahan biji dan fungsi air
dalam perkecambahan adalah sebagai berikut:
1. Penyerapan air mendukung dan mengaktifkan sel-sel yang bersifat
embrionik di dalam biji, sehingga penyerapan air mempercepat
perkecambahan.
2. Air yang diserap oleh biji berguna untuk melunakkan kulit biji dan
menyebabkan mengembangnya embrio dan endosperm. Hal ini
mengakibatkan pecah atau robeknya kulit biji.
3. Air memberikan fasilitas untuk masuknya oksigen ke dalam biji. Dinding
sel yang kering hampir tidak permeabel untuk gas, tetapi apabila dinding
sel diimbibisi oleh air, maka gas akan masuk ke dalam sel secara difusi.
Apabila dinding sel kulit biji dan embrio menyerap air maka persediaan O2
meningkat pada sel-sel hidup sehingga memungkinkan lebih aktifnya
respirasi. Selain itu CO2 yang dihasilkan oleh respirasi lebih mudah
berdifusi keluar.
4. Air berguna untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat
mengaktifkan berbagai reaksi metabolisme dalam sel. Sebagian air di
15
dalam protoplasma sel-sel embrio dan bagian hidup lainnya pada biji,
hilang sewaktu biji tersebut telah mencapai masak sempurna dan lepas dari
induknya. Sejak saat ini aktivitas protoplasma hampir seluruhnya berhenti
sampai perkecambahan dimulai. Sel-sel hidup tidak bisa aktif lagi
melaksanakan proses-proses seperti pernapasan, asimilasi, dan
pertumbuhan apabila protoplasma tidak mengandung air yang cukup.
5. Air berguna sebagai media angkutan makanan dari endosperm atau
kotiledon ke daerah titik-titik tumbuh, yang diperlukan untuk membentuk
protoplasma baru (Suwasono, 1996).
Biji yang dikecambahkan pada kondisi optimal pada cawan petri menunjukkan
adanya 3 fase penyerapan air. Fase I yang merupakan fase awal penyerapan air
berlangsung sebagai akibat tarikan terhadap molekul air karena besarnya potensial
matrik dari dinding sel dan bahan-bahan lain yang terkandung dalam sel. Oleh
sebab itu, fase I ini akan tetap berlangsung, saat biji dalam keadaan dorman
ataupun tak dorman dan saat biji tersebut hidup atau mati. Setelah fase I
berlangsung, maka akan terjadi stagnasi dalam penyerapan air oleh biji. Fase
stagnasi ini disebut fase II. Biji yang dorman atau biji yang mati akan tetap berada
pada fase ini dan tidak akan masuk pada fase III. Penyerapan air pada fase III
berkaitan dengan pertumbuhan kecambah. Pada fase III akan terjadi reaksi
enzimatis dan beberapa proses metabolisme segera dimulai (Lakitan, 1996).
Hubungan antara fase serapan air dengan metabolisme biji adalah sebagai berikut:
1. Penyerapan air pada fase I tidak tergantung pada proses metabolisme biji,
sebaliknya hidrasi berbagai substansi yang terkandung dalam sel biji
16
merupakan titik awal dari reaksi-reaksi biokimia yang akan berlangsung
pada biji.
2. Walaupun serapan air relatif terhenti pada fase II, namun pada fase ini
metabolisme biji berlangsung secara aktif sebagai persiapan untuk
perkecambahan biji.
3. Penyerapan air pada fase III berkaitan dengan proses pertumbuhan
kecambah (Lakitan, 1996).
2.5.3 Perkecambahan Biji pada Saat Kekurangan Air
Tingkat kerugian yang dialami oleh tanaman akibat kekeringan tergantung pada
beberapa faktor, antara lain pada saat tanaman kekurangan air, intensitas
kekurangan air dan lamanya kekurangan air (Lawlor, 1993; Nio dan Kandou,
2000). Selama siklus hidup tanaman, mulai dari perkecambahan sampai panen
selalu membutuhkan air dan tidak satupun proses metabolisme tanaman dapat
berlangsung tanpa air. Ketersediaan air di lingkungan sekitar biji merupakan
faktor penting. Kurang tersedianya air pada lingkungan biji akan menyebabkan
jumlah air yang diambil untuk berkecambah menjadi semakin rendah atau bahkan
tidak mencukupi. Ada batas minimum serapan air yang harus dilampaui agar
perkecambahan dapat berlangsung (Bewley dan Black, 1978). Besarnya
kebutuhan air untuk setiap fase perkecambahan dan fase pertumbuhan lain selama
siklus hidup tumbuhan tidak sama. Hal ini berhubungan langsung dengan proses
fisiologis, morfologis dan kombinasi keduanya dengan faktor-faktor lingkungan
(Jumin, 1992).
17
Pengaruh kekeringan yang diinduksi dengan PEG 8000 terhadap perkecambahan
biji dievaluasi pada 2 varietas padi (Oryza sativa L.) dengan mengamati panjang
akar seminal, panjang tunas, panjang koleoptil, rasio panjang akar
seminal:panjang tunas, persentase perkecambahan dan indeks vigor benih. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa di antara keenam parameter tersebut, yang dapat
digunakan sebagai indikator toleransi kekurangan air pada kecambah padi adalah
rasio panjang akar seminal : panjang tunas (Nio et al., 2010). Peningkatan rasio
panjang akar seminal : panjang tunas pada saat kekurangan air disebabkan oleh
terbatasnya pasokan air dan nutrien untuk tunas dan adanya sinyal hormonal yang
diinduksi di akar sebagai respons terhadap kekurangan air (Sharp dan Davis
1989).
18
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan selama bulan Mei 2011 di Laboratorium Biologi
Konservasi dan Diversitas Jurusan Biologi FMIPA UNSRAT.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan gelas ukur, gelas kimia, pipet tetes, timbangan analitik, hot
plate, pengaduk, pinset, container (panjang 20 cm, lebar 15 cm, dan tinggi 5 cm)
yang berfungsi sebagai tempat perkecambahan benih dan pipet yang berfungsi
sebagai penyedot larutan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
pemutih komersial, kertas filter, tissue, akuades, PEG 8000 dan benih dari 7
varietas padi.
3.3 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan percobaan faktorial dalam Rancangan Acak
Kelompok yang terdiri dari 5 perlakuan PEG 8000 pada 7 varietas padi dalam 3
kali ulangan. Perlakuan PEG 8000 mencakup PEG 0, -0,25, -0,5, -0,75 dan -1,0
MPa. Varietas padi yang akan digunakan adalah Beras Merah, IR 64, Burungan,
Superwin, Serayu, Aries, Cigeulis.
Langkah-langkah dalam penelitian ini yaitu:
1. Sterilisasi
Sterilisasi 25 benih dilakukan dengan pemutih komersial 2% yang dituang
dalam gelas yang berisi benih padi, lalu dikocok selama 2 menit kemudian
19
dibilas dengan akuades sebanyak 3 kali. Benih siap dikecambahkan dalam
container (Nio et al., 2010).
2. Perlakuan kekeringan menggunakan PEG 8000
Perlakuan kekeringan dalam percobaan ini menggunakan PEG 8000
dengan potensial air (PA) 0, -0,25, -0,5, -0,75 dan -1,0 MPa yang dibuat
dengan menambahkan 0, 135, 198, 246, dan 287 g PEG 8000 dalam 1L
larutan (Michel, 1983).
3. Perkecambahan benih padi
Dua puluh lima benih padi dikecambahkan di container yang dialasi
dengan 1 lapis kertas filter berukuran panjang 980 mm lebar 700 mm.
Pada perlakuan PEG 0 MPa, 2 ml akuades dituangkan ke dalam container
sedangkan pada perlakuan PEG -0,25 MPa, 2 ml PEG 8000 dengan PA -
0,25 MPa dituangkan ke dalam container. Hal yang sama dilakukan untuk
PEG -0,5, -0,75, -1,0 MPa. Dua ml akuades ditambahkan ke dalam setiap
container pada perlakuan PEG 0 MPa setiap 2 hari untuk mengkompensasi
kehilangan air melalui penguapan. Pada saat yang sama, 2 ml larutan PEG
8000 dengan PA -0,25, -0,5, -0,75 dan -1,0 MPa ditambahkan ke dalam
container pada tiap perlakuan PEG yang sesuai. Semua container
ditempatkan secara acak dalam bak plastik pertumbuhan selama 5 hari
setelah penaburan dalam keadaan gelap. Data untuk panjang akar seminal,
panjang tunas, rasio panjang akar seminal: panjang tunas, dan indeks vigor
benih diperoleh dari 10 kecambah untuk setiap replikasi.
20
4. Pengambilan data
Biji dikatakan berkecambah (Gambar 6) jika panjang radicula mencapai 2
mm. Persentase perkecambahan diamati setiap hari, sedangkan panjang
akar seminal, panjang tunas, diukur pada akhir percobaan dan rasio
panjang akar seminal : panjang tunas dan indeks vigor benih juga dihitung
pada akhir penelitian. Persentase perkecambahan (%) dihitung dengan
rumus (jumlah benih yang berkecambah/total benih yang dikecambahkan)
X 100 %, sedangkan indeks vigor benih dihitung dengan rumus (panjang
akar seminal + panjang pucuk) X persentase perkecambahan (modifikasi
dari Dhanda et al., 2004; Dezfuli et al., 2008)
Gambar 6. Panjang akar seminal dan panjang tunas kecambah padi
3.4 Analisis Data
Semua data yang diperoleh dianalisis dengan ANAVA. Jika terdapat perbedaan
yang nyata, analisis dilanjutkan dengan uji BNT 5%.
Panjang Tunas
Panjang akar seminal
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Panjang Akar Seminal
Panjang akar seminal dari 7 varietas padi dengan 5 macam perlakuan PEG dapat
dilihat pada Tabel 1. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa
faktor varietas, PEG, dan interaksi antara faktor varietas dan PEG menyebabkan
perbedaan panjang akar yang nyata sehingga dilanjutkan dengan uji BNT 5%.
Tabel 1. Panjang akar seminal 7 varietas kecambah padi dengan 5 macam
perlakuan PEG (Rata-rata ± Standar Deviasi)
Varietas PEG (MPa)
0 -0,25 -0,5 -0,75 -1 Beras Merah 4,2±0,2 i 3,1±1,01 gh 2,7±1,02 efg 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a IR 64 4,2±0,17 i 2,9±0,41 fgh 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a Burungan 3,5±0,5 hi 2,7±0,6 efg 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a Superwin 2,4±0,14 efg 2,4±0,1 efg 1,9±0,17 de 0,9±0,53 b 2,2±0,47 def Serayu 2,5±0,07 efg 2,5±0,17 efg 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a Aries 2,7±0,51 fgh 2,5±0,17 efg 1,3±0,99 bc 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a Cigeulis 1,5±0,17 c 1,5±0,38 cd 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf berbeda adalah berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5%.
Panjang akar pada Beras Merah pada perlakuan PEG 0 MPa lebih besar
dibandingkan dengan perlakuan PEG -0,25, -0,5 bahkan tidak terlihat adanya akar
seminal yang tumbuh pada perlakuan PEG -0,75 dan -1. Panjang akar pada IR 64
pada perlakuan PEG 0 lebih besar dari pada perlakuan PEG -0,25 sedangkan pada
perlakuan PEG -0,5, -0,75 dan -1 tidak terlihat pula akar seminal yang tumbuh.
Akar seminal padi varietas Superwin dapat tumbuh sampai perlakuan PEG -1 dan
tidak berbeda dengan perlakuan PEG 0. Panjang akar padi varietas Serayu dan
Cigeulis dengan perlakuan PEG 0 dan PEG -0,25 MPa lebih besar dari perlakuan
lainnya. Panjang akar pada varietas Aries dengan perlakuan PEG 0 dan -0,25 MPa
22
lebih besar dari pada perlakuan lainnya. Akar seminal pada varietas Superwin
masih tumbuh pada perlakuan PEG -0,75 MPa dengan mengabaikan anomali pada
perlakuan PEG -1 MPa. Hasil ini menunjukkan bahwa varietas Superwin lebih
toleran terhadap kekeringan dibandingkan dengan varietas lain.
Berkurangnya panjang akar seminal pada larutan PEG dengan PA yang semakin
rendah disebabkan karena potensial air yang ada semakin berkurang sehingga
menyebabkan kekeringan sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan akar
kecambah tersebut. Air dapat masuk melalui penyerapan oleh akar. Proses
penyerapan air ini berguna untuk melunakkan kulit biji dan menyebabkan
pengembangan embrio dan endosperma dan akhirnya kulit biji akan pecah atau
robek. Kebutuhan air yang tidak terpenuhi atau cekaman kekeringan mampu
menurunkan panjang akar yang disebabkan karena kurangnya air yang masuk ke
dalam tanaman. Air berperan penting dalam metabolisme tanaman (Sufianto,
2004). Jika kebutuhan air terpenuhi maka aktivitas tanaman dapat maksimal,
namun kebutuhan air yang tidak terpenuhi akan menurunkan atau menghambat
aktivitas tumbuhan, termasuk pemanjangan akar.
Perbedaan konsentrasi PEG mempengaruhi panjang akar dari kedelai (Savitri,
2011). Dalam penelitian tersebut, beberapa varietas kedelai yang diberi 5 macam
perlakuan konsentrasi PEG yaitu PEG 0 (kontrol), PEG 1 (-0,03 MPa), PEG 2 (-
0,10 MPa), PEG 3 (-0,275), dan PEG 4 (-0,689 MPa). Kemampuan padi varietas
Gajahmungkur untuk menghasilkan akar yang lebih panjang pada saat tercekam
kekeringan adalah salah satu bentuk adaptasi morfologi. Kemampuan varietas
23
Superwin untuk tetap menghasilkan akar pada dikecambahkan di larutan PEG
dengan PA -0,75 MPa dalam penelitian ini juga merupakan adaptasi morfologi
pada saat kekeringan. Respons morfologis ini merupakan salah satu upaya
tanaman untuk memperoleh lebih banyak pasokan air.
4.2 Panjang Tunas
Panjang tunas dari 7 varietas padi dengan 5 macam perlakuan PEG dapat dilihat
pada Tabel 2. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa faktor
varietas, PEG, dan interaksi antara faktor varietas dan PEG menyebabkan
perbedaan panjang tunas yang nyata sehingga dilanjutkan dengan uji BNT 5%.
Tabel 2. Panjang tunas 7 varietas kecambah padi dengan 5 macam perlakuan PEG
(Rata-rata ± Standar Deviasi)
Varietas PEG (MPa)
0 -0,25 -0,5 -0,75 -1 Beras Merah 2,8±0,33 f 0,5±0,1 bc 0,5±0,1 bc 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a IR 64 2,0±0,22 e 0,4±0,17 bc 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a Burungan 2,0±0,12 de 0,8±0,07 c 0,3±0,1 b 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a Superwin 0,6±0,17 bc 0,6±0,1 bc 0,6±0,1 bc 0,0±0,0 a 0,5±0,15 bc Serayu 0,6±0,22 bc 0,7±0,1 bc 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a Aries 0,7±0,07 c 0,6±0,17 bc 0,6±0,3 bc 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a Cigeulis 0,5±0,35 bc 0,4±0,24 bc 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf berbeda adalah berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5%.
Panjang tunas kecambah padi Beras Merah dengan perlakuan PEG 0 lebih besar
dari pada perlakuan PEG -0,25, -0,5, sedangkan pada perlakuan PEG -0,75 dan -1
tidak terlihat tunas yang tumbuh. Hal tersebut juga terjadi pada varietas padi IR 64
dan Burungan. Sedangkan pada varietas padi Superwin hanya terdapat pada
perlakuan PEG -0,75 yang tidak terlihat panjang tunas yang tumbuh. Pertumbuhan
kecambah padi hampir sama pada varietas padi Serayu, Aries dan Cigeulis, yaitu
24
pada perlakuan PEG -0,5, -0,75 dan -1 tidak terdapat panjang tunas yang tumbuh.
Pertumbuhan tunas masih dapat diamati pada benih varietas Beras Merah,
Burungan, Superwin, dan Aries yang dikecambahkan pada larutan -0,5 MPa.
Untuk menentukan varietas yang lebih toleran, perlu dilakukan perhitungan
indeks panjang tunas yaitu panjang tunas pada PEG -0,5 MPa dibagi dengan PEG
0 MPa, dan dikalikan 100 (Widoretno et al., 2002). Hasil perhitungan
menunjukkan indeks panjang tunas untuk Beras Merah, Burungan, Superwin, dan
Aries berturut-turut adalah 18, 15, 100 dan 86. Varietas Superwin merupakan
varietas yang lebih toleran terhadap kekeringan, karena varietas dengan indeks
yang lebih tinggi merupakan varietas yang lebih toleran (Widowetno et al., 2002).
Perlakuan PEG dengan PA yang semakin rendah dapat menghambat pertambahan
panjang tunas karena PEG bersifat mengikat air sehingga mampu menurunkan
potensial air medium (Graham, 1992). Ukuran polimer PEG yang semakin besar
dapat menghambat air yang masuk ke dalam sel. Cekaman kekeringan dapat
menghambat perkecambahan benih, menurunkan produksi dan efisiensi
penggunaan air (Harsono et al., 2003). Hal tersebut menyebabkan panjang tunas
menurun pada perlakuan PEG dengan PA yang makin rendah. Cekaman
kekeringan tersebut menyebabkan tanaman mengalami kekurangan air. Air
memiliki peran penting dalam pertumbuhan kecambah yaitu sebagai medium
untuk reaksi kimia, bahan baku fotosintesis, proses hidrolisis dan reaksi kimia
lainnya (Gardner, 1991).
25
4.3 Persentase Perkecambahan
Angka persentase perkecambahan diperoleh dari jumlah benih yang berkecambah
dibagi total benih yang dikecambahkan, lalu dikalikan 100%. Persentase
perkecambahan dari 7 varietas padi dengan 5 macam perlakuan PEG dapat dilihat
pada Tabel 3. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa faktor
varietas, PEG, dan interaksi antara varietas dan PEG menyebabkan perbedaan
persentase perkecambahan yang nyata sehingga dilanjutkan dengan uji BNT 5%.
Tabel 3. Persentase perkecambahan 7 varietas kecambah padi dengan 5 macam
perlakuan PEG (Rata-rata ± Standar Deviasi)
Varietas PEG (MPa)
0 -0,25 -0,5 -0,75 -1 Beras Merah 65,33±6,10 k 45,33±12,84 hi 20±8 de 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a IR 64 48±4 ij 26,66±6,10 efg 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a Burungan 29,33±8,32 fg 18,66±4,61 de 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a Superwin 58,66±10,06 jk 36±12 gh 16±4 d 2,66±2,30 b 20±8 de Serayu 44±6,92 hi 24±6,92 ef 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a Aries 46,66±14,02 hi 32±12 fg 2,66±2,30 b 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a Cigeulis 16±4 d 9,33±2,30 c 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf berbeda adalah berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5%.
Persentase perkecambahan pada PEG 0 MPa lebih besar dibandingkan dengan -
0,25 dan -0,5 MPa. Bahkan pada perlakuan PEG -0,75 dan -1 MPa tidak terlihat
ada kecambah yang tumbuh, kecuali terdapat pada varietas padi Superwin yang
terdapat kecambah yang tumbuh pada semua perlakuan PEG. Kemampuan benih
padi Superwin yang masih berkecambah pada perlakuan PEG -0,75 MPa
menunjukkan bahwa Superwin lebih toleran terhadap kekeringan dibandingkan
dengan varietas padi lainnya. Perbedaan tersebut diakibatkan karena potensial air
medium yang semakin rendah mengakibatkan sel tumbuhan tidak dapat
mengambil air dari medium. Cekaman kekeringan merupakan istilah untuk
26
menyatakan bahwa tanaman mengalami kekurangan air akibat keterbatasan air
dari lingkungan yaitu media tanam (Kusmarwiyah et al., 2006).
Besar kecilnya pengaruh respons morfologis tanaman terhadap kekeringan
tergantung pada saat fase pertumbuhan apa tumbuhan mangalami kekeringan dan
lamanya kekeringan. Proses perkecambahan terjadi karena adanya aktivitas
metabolisme dari biji. Biji yang akan berkecambah membutuhkan air untuk
merangsang hormon pertumbuhan dan menambah kandungan air pada setiap
bagian yang mulai tumbuh pada saat perkecambahan. Oleh karena itu, jika
kekurangan air maka proses metabolisme pada benih yang semula aktif menjadi
terhenti sehingga proses perkecambahan akan terganggu. Hanya benih yang
toleran kekeringan saja yang mampu berkecambah. Tanaman mempunyai
toleransi yang berbeda terhadap kekeringan karena perbedaan dalam mekanisme
morfologi, fisiologi, biokimia dan molekuler (Lestari dan Mariska, 2006).
4.4 Rasio Panjang Akar Seminal : Panjang Tunas
Rasio panjang akar seminal : panjang tunas dari 7 varietas padi dengan 5 macam
perlakuan PEG dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2)
menunjukkan bahwa faktor varietas, PEG, dan interaksi menyebabkan perbedaan
rasio panjang akar seminal : panjang tunas yang nyata sehingga dilanjutkan
dengan uji BNT 5%.
27
Tabel 4. Rasio panjang akar seminal : panjang tunas 7 varietas kecambah padi
dengan 5 macam perlakuan PEG (Rata-rata ± Standar Deviasi)
Varietas PEG (MPa)
0 -0,25 -0,5 -0,75 -1 Beras Merah 1,3±0,35 bc 2,6±0,95 ij 2,2±1,07 hij 0,0±0,0 b 0,0±0,0 b IR 64 2,1±0,23 cdef 2,5±0,45 j 0,0±0,0 b 0,0±0,0 b 0,0±0,0 b Burungan 1,5±0,41 bcde 1,9±0,66 fgh 0,0±0,0 a 0,0±0,0 b 0,0±0,0 b Superwin 1,8±0,26 fghi 1,7±0,15 fghi 1,4±0,23 efgh 0,0±0,0 b 1,7±0,61 ghij Serayu 1,9±0,25 ghij 1,8±0,2 fghi 0,0±0,0 b 0,0±0,0 b 0,0±0,0 b Aries 2,0±0.14 fghi 1,9±0,26 ghi 0,7±0,96 bcd 0,0±0,0 b 0,0±0,0 b Cigeulis 1,0±0,21 defg 1,1±0,3 efgh 0,0±0,0 b 0,0±0,0 b 0,0±0,0 b Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf berbeda adalah berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5%.
Rasio panjang akar seminal : panjang tunas dapat diukur sampai pada perlakuan
PEG -0,5 MPa hanya pada varietas Beras Merah, Superwin, dan Aries dengan
mengabaikan anomali pada PEG -1 MPa. Perhitungan indeks rasio panjang akar
seminal : panjang tunas (Widoretno et al., 2002) adalah 169 untuk Beras Merah,
78 untuk Superwin, dan 35 untuk Aries. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Beras Merah juga potensial sebagai varietas padi yang toleran terhadap
kekeringan di samping Superwin.
Rasio panjang akar seminal : panjang tunas dapat mengindikasikan ketahanan
padi yang bervigor tinggi terhadap cekaman kekeringan (Junaidi, 1998). Pada
kondisi kekeringan rasio panjang akar seminal : panjang tunas meningkat karena
pertumbuhan daun lebih banyak berkurang dibandingkan dengan pertumbuhan
akar (Condon, 1982 dalam Nio, 2009), translokasi hasil fotosintesis yang lebih
banyak ke sistem perakaran (Azhiri-Sigari et al., 2000) dan adanya sinyal
hormonal yang diiduksi di akar sebagai respons terhadap kekurangan air (Sharp
dan Davis, 1989).
28
4.5 Indeks Vigor Benih
Nilai indeks vigor benih diperoleh dari panjang akar seminal ditambah panjang
tunas lalu dikalikan persentase perkecambahan. Indeks Vigor Benih dari 7 varietas
padi dengan 5 macam perlakuan PEG dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil analisis
sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa faktor varietas, PEG, dan interaksi
antara varietas dan PEG menyebabkan perbedaan indeks vigor benih yang nyata
sehingga dilanjutkan dengan uji BNT 5%.
Tabel 5. Indeks vigor benih 7 varietas kecambah padi dengan 5 macam perlakuan
PEG (Rata-rata ± SD)
Varietas PEG (MPa)
0 -0,25 -0,5 -0,75 -1 Beras Merah 4,6±0,34 n 1,6±0,1 kl 0,7±0,46 efg 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a IR 64 3,0±0,22 m 0,91±0,22 ghi 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a Burungan 1,61±0,37 kl 0,66±0,22 efg 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a Superwin 1,83±0,28 l 1,07±0,31 ij 0,41±0,1 de 0,03±0,09 ab 0,57±0,28 def Serayu 1,4±0,17 jk 0,76±0,2 fgh 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a Aries 1,66±0,74 kl 1,04±0,42 hij 0,07±0,08 b 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a Cigeulis 0,34±0,14 cd 1,19±0,1 c 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a 0,0±0,0 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf berbeda adalah berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5%.
Berdasarkan hasil pada Tabel 5 menunjukkan bahwa indeks vigor benih makin
kecil jika larutan PEG yang dipakai sebagai media perkecambahan mempunyai
potensial air semakin rendah. Indeks vigor benih pada varietas Beras Merah,
Superwin, Aries masih dapat diamati saat perkecambahan pada larutan PEG
dengan PA -0,5 MPa. Selanjutnya indeks vigor benih Superwin masih dapat
diamati pada perkecambahan dengan larutan PEG -0,75 MPa (data untuk PEG -1
MPa merupakan anomali). Seperti halnya pada panjang akar seminal dan
persentase perkecambahan, perhitungan indeks vigor benih menunjukkan bahwa
varietas Superwin lebih toleran dibandingkan dengan varietas lain. Hasil
29
penelitian Nio et al. (2010) menunjukkan tidak adanya perbedaan indeks vigor
benih pada kecambah padi varietas Mira 1 dan IR 64 dengan perlakuan PEG
dengan PA 0 dan -0,5 MPa. Perkecambahan benih gandum dengan larutan
osmotikum PEG 6000 dengan PA -10 bar sebagai simulasi cekaman kekeringan
menurunkan indeks vigor benih sampai 85,8 % (Dhanda et al., 2004).
Kelima ciri morfologi yang diamati, yaitu panjang akar seminal, panjang tunas,
rasio panjang akar seminal : panjang tunas, persentase perkecamhan dan indeks
vigor benih dapat dipakai sebagai indikator toleransi kekeringan pada padi saat
perkecambahan. Nio et al. (2010) melaporkan rasio panjang akar seminal :
panjang tunas merupakan indikator toleransi kekeringan pada padi saat fase
perkecambahan. Perbedaan ini disebabkan karena pada penelitian Nio et al.
(2010) hanya digunakan dua varietas padi (Mira 1 dan IR 64) dengan perlakuan
PEG 0 dan -0,5 MPa. Dalam penelitian ini terdapat 5 macam perlakuan PEG
(PEG 0; -0,25; -0,5; -0,75 dan -1 MPa) yang diuji pada 7 varietas padi (Beras
Merah, IR 64, Burungan, Superwin, Serayu, Aries, Cigeulis). Perbedaan respons
morfologis ke-7 varietas padi yang diuji terhadap cekaman kekeringan ini
disebabkan oleh perbadaan toleransi tanaman terhadap kekeringan akibat
perbedaan mekanisme morfologi, fisiologi, biokimia dan molekuler (Lestari dan
Mariska, 2006).
Secara umum ketujuh varietas padi yang diiuji masih menunjukkan respons
morfologis terhadap cakaman kekeringan yang diinduksi dengan PEG sampai
dengan PA -0,5 MPa. Varietas Superwin menunjukkan kemampuan toleransi
30
terhadap kekeringan yang lebih tinggi dari pada varietas lain, karena kecambah
padi masih menunjukkan pertumbuhan pada larutan PEG dengan PA yang lebih
rendah dari pada -0,5 MPa (Tabel 1, 3 dan 5). Adanya pertumbuhan dapat diamati
berdasarkan parameter panjang akar seminal, persentase perkecambahan dan
indeks vigor benih. Tetapi terdapat anomali pada ciri-ciri morfologi varietas
Superwin yang diamati pada perlakuan PEG -1 MPa, yaitu terjadinya peningkatan
pertumbuhan dengan bertambahnya intensitas kekeringan. Hal ini terjadi karena
tidak semua benih yang digunakan untuk perlakuan tersebut berkecambah dan
tumbuh dengan baik, sehingga tidak tersedia 10 kecambah yang representatif
untuk memperoleh data ciri-ciri morfologi untuk tiap replikasi. Kondisi percobaan
ini terlihat pada besarnya nilai standar deviasi yang menunjukkan
ketidaksenggaman data yang diperoleh. Salah satu penyebab anomali ini adalah
posisi benih dalam container yang tidak mendukung perkecambahan dan
pertumbuhan yang optimal.
31
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Terdapat perbedaan respons morfologis terhadap kekeringan yang
diinduksi dengan PEG 8000 pada fase perkecambahan di antara ketujuh
varietas padi.
2. Panjang akar seminal, panjan tunas, rasio panjang akar seminal : panjang
tunas, persentase perkecambahan dan indeks vigor benih dapat dipakai
sebagai indikator toleransi kekeringan yang potensial pada fase
perkecambahan padi.
3. Toleransi varietas Superwin terhadap kekeringan yang diinduksi dengan
PEG 8000 pada fase perkecambahan lebih tinggi daripada varietas padi
lainnya.
5.2 Saran
Perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai respon fisiologi dan anatomi dengan
varietas padi yang lain yang dapat digunakan sebagai indikator toleransi cekaman
kekeringan.
32
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2009a. Padi. http://id.wikipedia.org/wiki/Padi.10/03/2011. , 2009b. Morfologi Tanaman Padi.
http://www.anneahira.com/morfologi-tanaman-padi.htmL.10/03/2011. Azhiri-Sigari T., A. Yamauchi, A. Kamoshita, L.J. Wade. 2000. Genotypic
variation in response of rainfed lowland rice to drought and rewatering, II Root growt. Plant. Prod. Sci. 3:180-188.
Bewley, J. D. dan M. Black. 1978 . Physiology and Biochemistry of Seeds in
Relation to Germination. Springer-Verlag. New York. Bressan, R.A., P.M. Hasegawa, A.K Handa. 1981. Resistance of Higher Plants
Cells to Polyethylene Glycol-Induced Water Stress. Plant Sci. Letters 21:23-30.
Chazen, O. dan P.M. Neumann. 1994. What Causes the Additional Inhibitory
Effects of Root Applied Polyethylene Glycol 6000 on Leaf Development? Abstr. Suppl Plant Physiol105:9.
Clarke, J.M. 1987. Use of Physiological and Morphological Traits in Breeding
Programmes to Improve Drought Resistance of Cereals. Dalam j.p. Srivasta, E. Porceddu, E. Acevedo, and S. Verma (ed), Drought Tolerance Winter Cereal,pp. 171-190. Jhon Wiley dan Son, New York.
Devlin, R.M. 1975. Plant Physiology. 3rdEd. Litton Educational Publishing, Inc. USA. Dezfuli, P.M., F.S. Zadeh, M. Janmohammadi. 2008. Pengaruh Teknik Priming
Benih terhadap Perkecambahan dan Awal Pertumbuhan Jagung (Zea mays). Jurnal Penelitian. Universitas Taheran Karaj. Iran.
Dhanda, S.S., G.S. Sethi, R.K. Behl. 2004. Indices of Drought Tolerance in
Wheat Genotypes at Early Stages of Plant Growth. Departement of Plant Breeding, CCS Haryana Agricultural University, Hisar. India.
Dwidjoseputro. 1983. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia. Jakarta. Edmond, J. B., T. L. Senn dan F. S. Andrews. 1975. Fundamentals of
Horticulture. Mc Graw-Hill Book CoMPany. New York. Emmerich, W.E. dan S.P. Hardegree. 1991. Seed Germination in polyethylene
Glycol Solution: Effect of Filter Paper Exclusion. Crop Sci. 31:454-458.
33
Fitter, A.H dan R.K.M. Hay. 1994. Fisiologi Lingkungan Tanaman (Terjemahan). Gadjah Mada University Press.
Fitter, A.H dan R.K.M. Hay. 1987. Environmental Physiology of Plants. 2nd
Edition Academic Press. London Gardner, F.P., R.B Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Universitas Indonesia. Jakarta. Graham, N.B. 1992. Poly(ethylene glycol) Gels and Drug Delivery. Plenum
Press. New York. Gregory, P.J. 1989. The Role of Root Characteristics in Moderating the Effect
of Drought dalam F. W. G. Baker (ed), Drought Resistance in Cereals, pp.141-150. CAB International, Wallingford, UK.
Harsono, A., Tohari, Indradewa D., dan Adisarwanto, T. 2003. Ketahanan dan
Aktivitas Fisiologi beberapa Genotipe Kacang tanah pada Cekaman Kekeringan. Jurnal Penelitian Balai Tanaman Kacang dan Umbi-umbian(BALITKABI). Ilmu Pertanian Vol. 10 No.2, 2003 : 51-62
Ismunadji, S., M. Partohardjono dan A.S. Widjono (Ed). 1988. Padi Buku I.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian-Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Jones, M.M., N.C. Turner dan C.B. Osmond. 1981. Mechanisms of Drought
Resistance. Dalam Paleg LG, Aspinal D. (ed) The Physiology and Biochemistry of Drought Resistance in Plants. Academic Press, Sydney, pp 15-37.
Jumin, H.B. 1992. Ekologi Tanaman Suatu Pendekatan Fisiologi. Rajawali
Press. Jakarta. Junaidi. 1998. Indikasi Ketahanan Padi Gogo (Oryza sativa L.) terhadap
Kekeringan Berdasarkan Viabilitas Benih dan Kandungan Prolin Bebas. Skripsi. Jurusan Budi Daya Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kumar, A. dan D.P. Singh. 1998. Use of Physiological Indice as A Screening
Technique for Drought Tolerance in Oilseed Brassica Species. Ann. Bot. 81:413-420.
Kusmarwiyah, D. Indradewa dan Suyadi. 2006. Kajian Fisiologis Cekaman
Kekeringan Pada Jagung Manis. Jurnal Agrosains. Vol. 19 (3) : 225-235.
Lakitan, B. 1996. Fisisologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT
Raja Grafindo Persada. Jakarta.
34
Lawlor, D.W. 1970. Absorption of Polyethylene Glycol by Plants and Their Effects on Plant Growth. New Phytol. 69: 501-513.
Lawlor, D.W. 1993. Photosyntesis-Molecular, Physiological and
Environmental Processes. 2nd Ed. Longman Scientific dan Technical. England
Lawyer, D.W. 1970. Absorption of polyethylene glycol by plants enther effect
on plant growth. New Physol. 69:501-513. Lestari, E.G. dan I. Mariska. 2006. Identifikasi Somaklon Padi Gajahmungkur,
Towuti dan IR 64 Tahan Kekeringan Menggunakan Polyehylene Glycol. Bul. Agron. (34) (2) 71-78.
Mayer, A.M. dan A. Poljakoff-Mayber. 1963. The Germination of Seeds. New
York: Macmillan. Michel, B.E. 1983. Evaluation of the Water Potential of Solutions of
Polyethylene Glycol 8000 Both in the Absence and Other Solutes. Plant Physol. 51:914-916.
Nio, S.A. 2009. Osmotic Adjustment and Solutes in Wheat (Triticum aestivum
L.) During Water Deficit. Disertai Doktor. University of Western Australia. Perth
Nio, S.A dan F.E.F. Kandou. 2000. Respons Pertumbuhan Padi (Oryza sativa
L.) Sawah dan Gogo pada Fase Vegetatif Awal terhadap Cekaman Kekeringan. Eugenia 6 : 270-273.
Nio, S.A., S.M. Tondais, R. Butarbutar. 2010. Evaluasi Indikator Cekaman
Kekeringan pada Fase Perkecambahan Padi (Oryza sativa L.). Jurnal Biologi 14: 50-54
Nio, S.A., dan M. Ballo. 2010. Peranan Air dalam Perkecambahan Biji. Jurnal
Ilmiah Sains 10: 190-195. Premchandra, G.S., H. Sameoka, S. Ogata. 1990. Cell Osmotic Membrane-
stability, an Indication of Drought Tolerance, as Affiected by Applied Nitrogen in Soil. J. Agric. Res. 115, 63-66.
Savitri, E. S. 2011. Seleksi Toleransi Kekeringan Perkecambahan Beberapa
Varietas Kedelai (Glycin max L. Merr) Menggunakan PEG (Polyethylene glycol) 6000. Berk Panel. Hayati Edisi Khusus: 7A: 129-131
Sharp, R.E. dan W.J Davis. 1989. Regulations of Growth and Development of
Plants Growing with a Restricted Supply of Water. Dalam : H.G
35
Jones, T.J.Flowers, and M.B Jones (eds), Plant under Stress, hal. 71-93. Cambridge University Press. Cambrigde.
Srivastata, D.K., V.K. Grupt, D.R. Sharma. 1994. Regeneration in Water Stress
Tolerant Callus Cultures of Tomato (Lycopersicon esculentum L. Cv. Solan gol.). Abstr. VIIIth Int. Cong. Plants Tiss. And Cell. Cult. P. 124.
Stefferud, A. 1961. Seeds. The United States Government Printing Office. New
York. Steuter, A.A., A. Mozafar dan J.R. Goodin. 1981. Water Potential of Aqueous
Polyethylene Glycol. Plant Physiol. 67:64-67. Suardi, D. 1988. Pemilihan Varietas Padi Tahan Kekeringan. Jurnal Litbang
Pertanian VII (1):1-9 Sudjadi B. 2006. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta. Sufianto, 2004. Kajian Cekaman Air dan Jumlah Ginophore Kacang Tanah
(Arachis hypogaea L.) Tropika Jurnal Penelitian Pertanian Vol.12 No.2. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
Sutopo, S. 1993. Teknologi Benih. Rajawali Pers. Jakarta. Sutopo, L. 2002. Teknologi, Produksi, dan Statifikasi Benih. Gramedia.
Jakarta. Suwasono H. 1996. Hormon Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Tondais, S. M. 2010. Evaluasi Indikator Toleransi Cekaman Kekeringan pada
Fase Perkecambahan Padi (Oryza sativa). Skripsi . FMIPA. Unsrat. Manado.
Upadhyaya, H.K. 1994. Rice Production Constraints: The Importance of
Water-Limiting Factors in East and South-East Asia. Abstr. 7th Meeting of The Int. Prog. Rice Biotech.
Widoretno, W., E. Guhardja, S. Ilyas, Sudarsono. 2002. Evektivitas Polietilene
Glikol untuk Mengevaluasi Tanggapan Genotipe Kedelai terhadap Cekaman Kekeringan pada Fase Perkecambahan. Hayati. hlm. 33-36
Winter, S.R., T.J. Musick, K.B. Porter. 1988. Evaluation of Screening
Techniques for Breeding Drought Resistance Winter Wheat. Crop Sci. 28:512-516.
36
Lampiran 1. Diagram Alir Prosedur Penelitian
Kesimpulan
Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan ANAVA. Jika terdapat perbedaan nyata, akan dilanjutkan dengan uji BNT 5 %.
Pengamatan
Dilakukan setiap 2 hari untuk mengkompensasi kehilangan air
melalui penguapan.
-0,25 MPa 0 MPa -0,5 MPa -0,75 MPa -1,0 MPa
Perlakuan dengan PEG 8000 dengan potensial air (PA)
Perkecembahan
Dikecambahkan dalam Container yang berisi media tanam selama 5 hari
Sterilisasi
Sterilisasi benih dengan pemutih komersial 2%
Persiapan
Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan
Pengambilan Benih Padi (Oryza sativa L.)
Varietas Beras Merah, IR 64, Burungan, Superwin, Serayu, Aries, Cigeulis.
37
Lampiran 2. Analisis Data a. Tabel Sidik Ragam untuk Panjang Akar Seminal Sidik Keragaman db JK KT F Hitung F Tabel 0,05 Ulangan 2 0,03 0,015 Perlakuan (34) (30,67) 0,90 42,85* 1,62
Varietas 6 3,31 0,55 26,19* 2,23 PEG 4 22,18 5,54 263,80* 2,50 interaksi 24 5,18 0,21 10* 1,67
Galat 68 1,64 0,021 Total 104 Keterangan: * F hitung > F tabel 0,05 menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata di antara perlakuan.
b. Tabel Sidik Ragam untuk Panjang Tunas Sidik Keragaman db JK KT F Hitung F Tabel 0,05 Ulangan 2 0,16 0,08 Perlakuan (34) (8,59) 0,25 17,85* 1,62
Varietas 6 0,86 0,14 10* 2,23 PEG 4 5,39 1,34 95,71* 2,50 interaksi 24 2,34 0,09 6,42* 1,67
Galat 68 0,99 0,014 Total 104 Keterangan: * F hitung > F tabel 0,05 menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata di antara perlakuan.
c. Tabel Sidik Ragam untuk Rasio Panjang Akar Seminal : panjang Tunas Sidik Keragaman db JK KT F Hitung F Tabel 0,05 Ulangan 2 0,05 0,025 Perlakuan (34) (10,75) 0,31 11,48* 1,62
Varietas 6 2,1 0,35 12,97* 2,23 PEG 4 5,18 1,29 47,77* 2,50 interaksi 24 3,47 0,14 5,18* 1,67
Galat 68 1,88 0,027 Total 104 Keterangan: * F hitung > F tabel 0,05 menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata di antara perlakuan.
d. Tabel Sidik Ragam untuk Persentase Perkecambahan Sidik Keragaman db JK KT F Hitung F Tabel 0,05
Ulangan 2 1,87 0,935 Perlakuan (34) (694,17) 20,41 75,59* 1,62
Varietas 6 91,63 15,27 56,55* 2,23 PEG 4 545,61 136,40 505,18* 2,50 interaksi 24 56,93 2,31 8,77* 1,67
Galat 68 18,82 0,27 Total 104 Keterangan: * F hitung > F tabel 0,05 menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata di antara perlakuan.
38
e. Tabel Sidik Ragam untuk indeks vigor benih Sidik Keragaman db JK KT F Hitung F Tabel 0,05
Ulangan 2 10,89 5,44 Perlakuan (34) (8091,42) 237,98 85,91* 1,62
Varietas 6 958,23 159,70 57,65* 2,23 PEG 4 6208,62 1552,15 560,34* 2,50 interaksi 24 924,57 38,52 13,90* 1,67
Galat 68 188,44 2,77 Total 104 Keterangan: * F hitung > F tabel 0,05 menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata di antara perlakuan.
Lampiran 3. Alat dan Bahan
Hot Plate
Timbangan
Alat dan Bahan
Larutan PEG 8000
Timbangan Gelas Ukur
39
Larutan PEG 8000
Gelas Ukur
40
Lampiran 4. Kecambah Ketujuh Varietas Padi.
Beras Merah
Cigeulis
Burungan
IR 64
Superwin
Aries
Sultan
41
Recommended