View
216
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri dalam arti membutuhkan orang
lain (pihak lain). Untuk itu bekerja sama dengan orang lain merupakan keharusan bagi manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kerja sama, manusia dapat saling melengkapi,
sehingga diharapkan kesejahteraannya meningkat.
Agar kerja sama terjalin dengan baik, maka manusia perlu memahami pola interaksi antar
manusia. Bagaimana seharusnya hubungan manusia dalam lingkunag keluarga, masyarakat , dan
negara sehingga terjadi hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang yang menguntungkan
semua pihak.
Terjalinnya hubungan yang baik dalam kehidupan manusia dengan karakter kodrati
manusia yang sangat beragam bukan hal yang mudah. Untuk itu perlu bimbingan dan pembinaan
melalui program pendidikan yang terencana, sistematis, komprehensif, dan berkesinambungan.
` Fokus kajian utama pendidikan ilmu pengetahuan sosialadalah interaksi di dalam
masyarakat. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Wahab (1998:8-9), bahwa:
Studi sosial atau IPS adalah tentang manusia. Tidak ada bagian dari kurikulum yang amat
memperhatikan masalah hubungan manusia selain studi sosial atau IPS, yang memang
dirancang untuk membantu kita semua memahami baik diri kita sendiri maupun orang
laindimulai dari lingkungan keluarga, tetangga sampai pada mereka yang hidup nun jauh
di sebagian dari lingkaran dunia.
Permasalahan dalam tulisan ini adalah pentingnya pendidikan IPS dalam mengkaji
hubungan antarmanusia dalam berbagai dimensi kehidupannya. Hal ini karena mengkaji
hubungan manusia dalam berbagai ruang dan waktu merupakan karakteristik atau jati dari
pendidikan IPS.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Seperti halnya IPA, Matematika, Bahasa Indonesia, IPS merupakan bidang studi. Dengan
demikian IPS sebagai ilmu studi memiliki garapan yang dipelajari cukup luas. Bidang
garapannya itu meliputi gejala-gejala dan masalah kehidupan manusia di masyarakat. Tekanan
yang dipelajari IPS berkenaan dengan gejala dan maslah kehidupan masyarakat bukan pada teori
dan keilmuannya, melainkan pada kenyataan kehidupankemasyarakatan. Dari gejala dan masalah
social tadi ditelaah, dianalisis factor-faktornya, sehingga dapat dirumuskan jalan pemecahannya.
Menurut Ischak, dkk (2005: 1.36), IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah,
menganalisis gejala dan masalah sosialdi masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek
kehidupan atau suatu perpaduan. Sifat IPS sama dengan studi social yaitu praktis, interdisipliner
dan dianjurkan mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.
Menurut Somantri (2001:79): “Pendidikan IPS dalam kepustakaan asing disebutdengan
berbagai istilah seperti Social Studies, Social Education, Citizenship Education dan Social
Science Education”. Mengenai studi sosial Banks (Sapriya, 2002:9) memberikan definisisebagai
berikut:
The social studies is that part of the elementary and high school curriculum which has
the primary responsibility for helping students to develop the knowledge skill, attitudes,
and values needed to participate in the civic life of their local communities, the nation,
and the world.
Sedangkan definisi studi sosial menurut NCSS (Somantri,2001:73) adalah sebagai
berikut:
The term social studies is used to include history, economics, anthropology, sociology,
civics, geography and all modifications of subject whose content as well as aim is social.
In all content definitions, the social studies is conceived as the subject matter of the
academic discipline somehow simplified, adapted, modified, or selected for school
instructins.
Sementara Djahiri dan Ma’mun (1978:2) berpendapat bahwa: “IPS atau studi sosial
konsep-konsepnya merupakan konsep pilihan dari berbagai ilmu lalu dipadukan dan diolah
secara didaktis-pedagogis sesuai dengan tingkat perkembangan siswa”. Sedangkanmengenai IPS
Somantri (2001:101) berpendapat, bahwa: “Istilah IPS merupakan subprogaram pada tingkat
pendidikan dasar dan menengah, maka lahirlah nama Pendidikan IPS (dan Pendidikan IPA).
Istilah ini adalah penegasan dan akibat dari istilah IPS-IPA saja agar bisa dibedakan
dengan pendidikan pada tingkat universitas”. Lebih lanjut Somantri (2001:103) mengemukakan,
bahwa:
“Untuk tingkat pendidikan dasar dan menegah Pendidikan IPS merupakan
penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari disiplin akademis ilmu-ilmu sosial
yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis-psikologis untuk
kerangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila. Sementara
untuk perguruan tinggi Pendidikan IPS adalah seleksi dari struktur disiplin akademik
ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah (dan psikologis) untuk
mewujudkan tujuan pendididkan FPIPS dalam kerangkapencapaian tujuan pendidikan
nasional berdasarkan Pancasila.”
Dari pendapat di atas jelas, bahwa IPS dan Pendidikan IPS atau studi sosial tidak terdapat
perbedaan yang prinsipil. Perbedaanya bukan pada objek kajian tetapi kedalam kajian. Dilihat
dari bahan kajiannya menurut penjelasan pasal 37 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
(2003:86), bahwa: “Bahan kajian ilmu pengetahuan sosial, antara lain, ilmu bumi, sejarah,
ekonomi, kesehatan, dan sebagainya…”. Sedangkan menurut Somantri (2001:102), bahwa:
“Sumber bahan pelajaran ilmu-ilmu sosial untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah adalah
disiplin ilmu-ilmu sosial yang disajikan di universitas”. Di sinilah perlunya penyederhanaan,
seleksi, adaptasi, dan modifikasi materi pelajaran sesuai dengan tingkat kecerdasan dan
kematangan jiwa peserta didik.
Sementara Pendidkan IPS pada tingkat perguruan tinggi mengkaji disiplin ilmu sosial
dan ilmu pendidikan untuk mempersiapkan lulusannya menjadi pendidik ditigkat pendidikan
dasar dan menengah. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Winataputra, et al. (2004:3),
bahwa: “Dalam program pendidikan tenaga kependidikan PIPS merupakan program pendidikan
disiplin ilmu sosial yang bertujuan menghasilkan guru IPS (terpadu maupun terpisah)”.
Pendapat yang lebih tegas dikemukakan oleh Sumaatmadja (1980:10), bahwa:
“Pengertian studi sosial dengan IPS tidak ada bedanya”. Jika kita katakan IPS merupakanmata
pelajaran yang diajarkan di lingkungan pendidikan dasar dan menengah, artinya sama dengan
studi sosial yang dikaji mulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Oleh sebab itu,
apabila pada kutipan bahasa Inggris kita temukan istilah social studies itu berarti sama dengan
ilmu pengetahuan sosial (IPS). Lebih lanjut Sumaatmadja (1980:11) mengemukakan, bahwa:
Secara mendasar pengajar IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan
segala tingkah laku dan kebutuhannya. IPS berkenaan dengan cara manusia
menggunakan usaha memenuhi kebutuan materialnya, memenuhi kebutuhan budayanya,
kebutuhan kejiwaannya, pemanfaatan sumber daya yang ada di permukaan bumi,
mengatur kesejahteraan dan pemerintahannya, dan lain sebagainya. Pokoknya
mempelajari menelaah, mengakji sistem kehidupan manusia dipermukaan bumi ini, itulah
hakikat yang dipelajari pada pengajaran IPS.
Berbeda dengan IPS (studi sosial), ilmu-ilmu sosial (social sciences) mempunyai
pengertian yang lebih mengacu pada bidang kajian sosial kemasyarakatan yang didasarkan pada
disiplin-disiplin ilmu yang terangkum dalam ilmu-ilmu sosial. Sanusi (1971:17) mengemukakan,
bahwa: “Ilmu-ilmu sosial terdiri atas disiplin disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertaraf
akademis dan biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut, makin ilmiah
sehingga ilmu sosial bersifat interdisipliner”. Sedangkan menurut Sumaatmadja (1980:8): “Studi
sosial bukan merupakan bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan
suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah sosial”.
Berdasarkan pendapat tersebut jelas, bahwa antara bidang kajian studi sosial dengan
ilmu-ilmu sosial tidaklah berbeda, yaitu sebagai suatu studi yang bidang kajiannya sama-sama
mempelajari kehidupan indiviu dalam masyarakat walaupun penekanannya berlainan. Dengan
demikian, ruang lingkup IPS pada dasrnya adalah mempelajari manusia pada konteks sosialnya
atau manusia sebagai anggota masyarakat. Dimana ilmu sosial lebih bersifat teoritis-akademi,
sedangkan studi sosial lebih bersifat praktis-pragmatis.
B. Tujuan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Tujuan merupakan ukuran untuk mengetahui tercapai tidaknya program yang telah
ditetapkan. Setiap kegiatan walaupun ruang lingkupnya kecil pasti memiliki tujuan yang ingin
dicapai, lebih-lebih kegiatan pendidikan. Pendidikan IPS sebagai bagian integral dari program
pendidikan memiliki tujuan yang ingin dicapai dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan
secara umum.
Banyak pendapat yang mengemukakan tentang tujuan pendidikan IPS, diantaranya oleh
The Multi Consortium of Performance Based Teacher Education di AS pada tahun 1973 (Djahiri
dan ma’mun, 1978:8-10), yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui dan mampu menerapkan konsep-konsep ilmu sosial yang penting,
(konsep dasar) dan teori –teori kepada situasi dan data baru.
2. Memahami dan mampu menggunakan beberapa struktur dari suatu disiplin untuk
digunakan sebagai bahan analisis data baru.
3. Mengetahui teknik-teknik penyelidikan dan metode-metode penjelasannya yang
dipergunakan dalam studi sosial secara bervariasi serta mampu menerapkannya
sebagai teknik penelitian dan evaluasi suatu informasi.
4. Mampu mempergunakan cara berfiikir yang lebih tinggi sesuai dengan tujuan dan
tugas yang didapatnya.
5. Memiliki keterampilan dalam memecahkan permasalahan (Problem Solving).
6. Memiliki self concept (konsep atau prinsip sendiri) yang postif.
7. Menghargai nilai-nilai kemanusiaan.
8. Kemampuan mendukung nilai-nilai demokrasi.
9. Adanya keinginan untuk belajar dan berpikir secara rasional.
10. Kemampuan berbuat berdasarkan sistem nilai yang rasional dan mantap.
Sedangkan menurut Somantri (2001:199): “Tujuan pendidikan IPS, diantaranya untuk
membantu tumbuhnya berpikir ilmuwan sosial dan memahami konsep-konsepnya, serta
membantu tumbuhnya warga negara yang baik”. Selanjutnya Somantri (2001:75),
mengemukakan bahwa: “Tujuan pendidikan IPS bisa bervariasi mulai dari penekanan pada: (a)
pendidikan kewarganegaraan, (b) pemahaman dan penguasaan konsep-konsep ilmu-ilmu sosial,
(c) bahan dan masalah yang terjadi dalam masyarakat yang dikembangkan secara reflektif”.
Sementara menurut Wahab (1998:9):
“Tujuan pengajaran IPS di sekolah tidak lagi semata-mata untuk memberi pengetahuan
dan menghapal sejumlah fakta dan informasi akan tetapi lebih dari itu. Para siswa selain
diharapkan memiliki pengetahuan mereka juga dapat mengembangkan keterampilannya
dalam berbagai segi kehidupan dimulai dari keterampilan akademiknya sampai pada
keterampilan sosialnya.”
Pendapat tersebut senada dengan tujuan IPS menurut penjelasan pasal 37 UU No. 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas (2003:86), bahwa: “Bahan kajian ilmu pengetahuan sosial, antara
lain, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, kesehatan, dan sebagainya dimaksudkan untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis peserta didik terhadap
kondisi sosial masyarakat”.
Secara umum beberapa pendapat tentang tujuan pendidikan IPS sebagaimana diuraikan
diatas dengan tujuan pendidikan nasional berdasarkan pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas, yaitu:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkambang nya potensi peserta didik agar menjadimanusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga egara yang demokratis serta bertanggung
jawab (2003:11).
C. Pentingnya Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Pendidikan IPS memegang peranan penting dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Hal ini karena mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab, sebagaimana yang menjadi tujuan pendidikan nasional, juga merupakan
tujuan pendidikan IPS.
Perlunya Pendidikan IPS yang berkualitas internasional, seperti yang dikatakan oleh
Alvin Tofler “kita harus berpikir global, dan bertinak local”. Globalisasi merambah ke semua
penjuru dunia, dan oleh karena itu tidak dapat kita bending, dan kita harus masuk, ikut serta di
dalamnya bertarung untuk menjadii pemenang (winner). Pasar bebas seperti AFTA, APEC, pasti
datang karena itu kita harus mempersiapkan para peserta didik agar dapat menjadi pemenang
dalam persaingan tersebut, sehingga dapat menjadi tuan di negara sendiri. Bukan menjadi
penonton di negara sendiri sebagai pihak yang kalah (loser). Oleh karena itu, Pendidikan IPS
juga harus mempersiapkan kompetisi sosial bagi para peserta didiknya.
Materi pendidikan IPS yang berwawasan global tersebut, diantaranya adalah:
a. Tentang Kesadaran diri; sebagai makhluk Tuhan, eksistensi, potensi dan jati diri
sebagai warga dari sebuah bangsa yang bebudaya dan bermartabat sederajat dengan
bangsa lain di dunia (tidak lebih rendah dari bangsa lain).
b. Tentang kecakapan berpikir seperti kecakapan; berpikir kritis, menggali informasi,
mengolah informasi, mengambil keputusan, dan memecahkan masalah.
c. Tentang kecakapan akademik tentang ilmu-ilmu sosial, seperti kemampuan
memahami fakta, konsep dan generalisasi tentang sistem sosial budaya, lingkunag
hidup, perilaku ekonomi dan kesejahteraan, serta tentang waktu dan keberlanjutan
perubahan yang terjadi di dunia.
d. Mengembangkan social skills, dengan maksud supaya pada mas datang kita tidak
hanya menjadi objek penguasaan globalisasi belaka. Keterampilan sosial yang perlu
dimiliki oleh peserta didik menurut Marsh Colin dalam Nana Supriatna (2002:15)
adalah; keterampilan memperoleh informasi, berkomunikasi, pengendalian diri,
bekerja sama, menggunakan angka, memecahkan masalah, serta keterampilan dalam
membuat keputusan.
D. Jati Diri Pendidikan Ilmu Pendidikan Sosial
Menurut Sumaatmadja (1998:119), bahwa: “Kesadaran diri, merupakan salah satu ciri jati
diri manusia yang tidak ada pada makhluk hidup lain”. Artinya merupakan hal mendasar yang
membedakan manusia dengan makhluk lain. Berdasarkan pendapat tersebut jelas, bahwa jati diri
merupakan karakteristik atau cirri khas yang membedakan sesuatu dengan yang lainnya.
Pendidikan IPS merupakan program pendidikan yang banyak mengandung muatan nilai
sebagai salah satu karakteristik nya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Mulyana
(2004:189), bahwa:
“Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Humaniora merupakan dua bidang kajian yang
potensial bagi pengembangan tugas-tugas pembelajaran yang kaya nilai. Karakteristik
ilmu yang erat kaitannya dengan kehidupan manusia dan banyak membahas tentang
bagaimana manusia dapat menjalin hubungan harmonis dengan sesama, lingkungan dan
Tuhan, membuat dua bidang kajian ini sangat kaya dengan sikap, nilai moral, etika, dan
perilaku.”
Dengan demikian, perhatian IPS terhadap nilai-nilai kemanusiaan, demokrasi, toleransi,
moral dan etika, merupakan salah satu karakteristik penting dari pendidikan IPS. Artinya kajian
IPS tentang manusia dan berbagai dimensi kehidupannya terintegrasi dengan berbagai nilai
yangmewarnai kehidupannya, baik dalam keluarga, dalam berbangsa dan bernegara, maupun
dalam hubungan manusia dengan Sang Maha Pencipta dan lingkungan alam sekitarnya.
Sedangkan dari sudut keilmuan menurut Somantri (2001:80): “Salah satu cirri utama dari
jati diri Pendidikan IPS adalah kerja sama dari didiplin ilmu pendidikan dengan ilmu-ilmu sosial
untuk tujuan pendidikan”. Kerja sama tersebut dalam bentuk penyajian ilmu-ilmu sosial dalam
kegiatan pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik dan prinsip-prinsip
ilmu pendidikan untuk keperluan pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan.
Secara terperinci Somantri (2001:207) mengemukakan jati diri Pendidkan IPS sebagai
berikut :
1. Adanya hubungan interdisipliner dan/atau transdisipliner antara disiplin ilmu-ilmu
pendidkan dengan ilmu-ilmu sosial dan humaniora, bahkan dengan ilmu, teknologi,
seni, dan agama;
2. Hubungan antara disiplin itu disebabkan adanya kebutuhan dan kegunaan yaitu untuk
kepentingan pendidkan sebagai “advance knowledge”;
3. Proses pendekatan antar disipliner merupakan seleksi dari disiplin ilmu-ilmu sosial
dan humaniora untuk tujuan pendidikan;
4. Bahan pendidikan diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk
tujuan pendidikan.
Dari pendapat tersebut, cukup jelas dan gamblang tentang jati diri pendidkan IPS, mulai
dari adanya hubungan interdisipliner atau transdisipliner, proses seleksi, pengorganisasian,
sampai kepada cara penyajian. Lebih lanjut Somantri (2001:85) menggambarkan jati diri
Pendidikan IPS sebagai berikut:
Jati diri Pendidkan IPS digambarkan sebagai program pendidikan yang memilih bahan
pendidikan dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humanities (ilmu pendidikan dan sejarah)
yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan
yang berlandaskan Pancasila dan kebudayaan bangsa Indonesia.
Dari pendapat di atas menunjukkan, bahwa jati diri pendidikan IPS merupakan
karakteristik pendidikan IPS yang ditandai dengan adanya hubungan interdisipliner dan/atau
transdisipliner antara disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, bahkan dengan ilmu (sains),
teknologi, seni, dan agama; hubungan tersebut melalui proses seleksi, adaptasi, dan modifikasi;
diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan berdasarkan
Pancasila dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Menurut Somantri (2001:191): “Pada tahun 1994 jati diri Pendidikan IPS itu telah
diadopsi oleh Konsorsium Ilmu Pendidikan yang dicantumkan dalam programmatic assumptions
penegmbangan program pascasarjana Pendidikan IPS”.
E. Kesadaran Politik Warga Negara
Terbentuknya kesadaran politik warga negara tidak langsung begitu saja, tetapi melalui
proses yang panjang. Di antaranya adalah melalui pendidikan politik yang merupakan bagian
dari pendidikan IPS. Untuk itu dalam suatu negara pendidikan politik memegang peranan yang
sangat penting, apalagi dalam negara yang menganut sistem demokrasi, dimana pendidikan
politik merupakan keharusan dan kebutuhan bagi warga negara.
Dalam konteks pendidikan politik, antara pendidikan dan politik merupakan satu
kesatuan pengertian yang tidak dapat dipisahkan. Brownhill dan Smart dalam bukunya “Political
Education” (1989:9), mengemukakan bahwa: “Pendidikan politik adalah sebagai suatu cara
untuk mempertahankan keadaan yang tetap stabil pada suatu saat tertentu, serta diharapkan dapat
memberikan dasar bagi proses demokrasi yang lebih maju”.
Dari definisi di atas jelas, bahwa pendidikan politik erat kaitannya dengan
mempertahankan keadaan agar tetap stabil pada periode kekuasaan tertentu. Disini terlihat
kentalnya kepentingan kekuasaan melalui pendidikan politik. Tetapi dipihak lain pendidikan
politik diharapkan dapat memberikan dasar, iklim serta pengaruh yang baik bagi proses
demokrasi yang lebih maju. Jadi tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa pendidikan politik itu
juga merupakan pendidikan demokrasi.
Hampir senada dengan definisi di atas, Alfian (1981:235) mengemukakan, bahwa:
“Pendidikan politik dapat diartikan sebagai usaha yang sadar untuk mengubah proses sosialisasi
politik masyarakat sehingga mereka memahami dan menghayati betul nilai-nilai yang
terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak diangun”. Dengan demikian
pendidikan politik menurut Alfian sama dengan sosialisasi politik, yaitu proses menyampaikan
atau menyebarkan program-program pemerintah (penguasa) kepada masyarakat dalam suatu
sistem politik.
Sementara menurut Hajer (Kartono, 1989:14), bahwa: ‘Pendidikan politik ialah usaha
membentuk partisipan yang bertanggung jawab dalam politik’. Lebih lanjut Kartono (1989:20)
mengemukakan, bahwa:
Pendidikan politik di Indonesia ialah merupakan rangkaian upaya edukatif yang sistematis dan
intensional untuk memantapkan kesadaran politik dan kesadaran bernegara, dalam menunjang
kelestarian Pancasila dan UUD 1945 sebagai falsafah hidup serta landasan konstitusional bangsa
Indonesia dalam rangka tegaknya sistem politik yang demokratis, sehat dan dinamis.
Dari beberapa pendapat para ahli sebagaimana dikemukakan di atas, dapat penulis tarik
kesimpulan, bahwa pendidikan politik adalah upaya pendidikan yang disadari, disengaja,
terencana dan sistematis serta dilaksanakan secara terpadu, berkesinambungan dalam rangka
membentuk/memantapkan kesadaran politik warga negara. Kesadaran politik warga negara
merupakan salah satu keterampilan sosial yang menjadi target pendidikan IPS. Dengan
demikian, pendidikan IPS memegang peranan penting dalam pembentukan kesadaan politik
warga negara.
F. Kesadaran Hukum Warga Negara
Menurut Soekanto (1982:207), bahwa: “Kesadaran hukum merupakan suatu penilaian
terhadap hukum yang ada serta hukum yang seharusnya ada”. Jadi, kesadaran hukum merupakan
penilaian seseorang terhadap hukum, apakah hukum itu baik atau tidak baik; atau apakah hukum
itu adil atau tidak adil. Sementara menurut Sanusi (1991:229), bahwa:
“Makin tinggi kesadaran hukum seseorang, maka makin tinggi pula ketaatan hukumnya.
Dengan begitu diharapkan kepentingan-kepentingan pribadi, kelompok, masyarakat, dan
negara akan terjamin menurut hukum. Sebaliknya, kesadaran hukum yang rendah
cenderung pada pelanggaran hukum, dengan berbagai kemungkinan korban dan kerugian
yang dideritanya. Makin rendah kesadaran hukum, makin banyak pelanggaran dan makin
besar juga jumlah korbannya.”
Dari dua pendapat di atas jelas, bahwa kesadaran hukum merupakan upaya seseorang
untuk memahami dan melaksanakan hukum atas kemapuan sendiri atau tanpa dipaksa sebagai
wujud tanggung jawabnya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk itu upaya
meningkatkan kesadaran hukum warga negara merupakan hal yang urgen dilakukan dalam
rangka menegakkan supremasi hukum demi keadilan.
Untuk menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai
upaya, di antaranya penyuluhan, bimbingan, pendidikan, dan bantuan hukum. Dalam membina
kesadran hukum masyarakat, peranan praktisi dari lembaga-lembaga terkait sangat diperlukan,
terutama dari para penegak hukum dan para pendidik. Para penegak hukum tidak hanya bertugas
melaksanakan hukum/peraturan yang ditetapkan oleh legislatif dan pemerintah, melainkan juga
harus mengusahakan agar setiap anggota masyarakat menjadi sadar dan taat/patuh terhadap
hukum yang berlaku.
Demikian pula dengan para pendidik, peranan mereka juga sangat penting, terutama
melalui pembelajaran hukum dalam menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran hukum peserta
didiknya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekanto (1999:123), bahwa: “Kesadaran hukum dapat
dibentuk melalui program pendidikan tertentu, yang memberikan suatu bimbingan ke arah
kemampuan untuk dapat memberikan penilaian pada hukum”. Pembinaan kesadaran hukum ini
dilakukan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai dengan Perguruan Tinggi.
Dalam bidang pendidikan, pembinaan/pembentukan kesadaran hukum peserta didik
sebagai warga negara di antaranya dilakukan melalui pendidikan IPS. Kesadaran hukum warga
negara merupakan salah satu keterampilan sosial yang menjadi target pendidikan IPS. Dengan
demikian, pendidikan IPS memegang peranan penting dalam pembentukan kesadaan hukum
warga negara.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan IPS dalam kepustakaan asing disebutdengan berbagai istilah seperti Social
Studies, Social Education, Citizenship Education dan Social Science Education. Pengertian studi
sosial dengan IPS tidak ada bedanya. Istilah IPS merupakan subprogram pada tingkat pendidikan
dasar dan menengah, maka lahirlah nama Pendidikan IPS (dan Pendidikan IPA). Istilah ini
adalah penegasan dan akibat dari istilah IPS-IPA saja agar bisa dibedakan dengan pendidikan di
tingkat universitas.
Untuk tingkat pendidikan dasar dan menegah Pendidikan IPS merupakan
penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari disiplin akademis ilmu-ilmu sosial yang
diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis-psikologis untuk kerangka
mewujudkan tujuan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila. Sementara untuk perguruan
tinggi Pendidikan IPS adalah seleksi dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu sosial yang
diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah (dan psikologis) untuk mewujudkan tujuan
pendididkan FPIPS dalam kerangkapencapaian tujuan pendidikan nasional berdasarkan
Pancasila.
Tujuan pendidikan IPS, diantaranya untuk membantu tumbuhnya pola berpikir ilmuwan
sosial, mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis peserta didik
terhadap kondisi sosial masyarakat dalam rangka serta membantu tumbuhnya warga negara
yang baik. Untuk itu pendidikan IPS memegang peranan penting dalam mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Hal ini karena mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab, sebagaimana yang menjadi tujuan pendidikan nasional,
juga merupakan tujuan Pendidikan IPS.
Jati diri pendidikan IPS merupakan karakteristik pendidikan IPS yang ditandai dengan
adanya hubungan interdisipliner dan/atau transdisipliner antara disiplin ilmu-ilmu sosial dan
humaniora, bahkan dengan ilmu (sains), teknologi, seni, dan agama; hubungan tersebut melalui
proses seleksi, adaptasi, dan modifikasi; diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan
psikologis untuk tujuan pendidikan berdasarkan Pancasila dan nilai-nilai budaya bangsa
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Al Muchtar, S. (2004). Pengembangan Berpikir dan Nilai dalam Pendidikan IPS. Bandung:
Gelar Pustaka Mandiri.
Brownhill, R. and Smart, P. (1989). Political Education. London: Routledge.
Djahiri, A.K. dan Ma’mun, F. (1978). Pengajaran Studi Sosial/IPS. Bandung: LPPP-IPS;FKIS
IKIP Bandung.
Kartono, K. (1989). Pendidikan Politik. Bandung: Mandar Maju.
Republik Indonesia. (2003). UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta: Sinar Grafika.
Soekanto, S. (1982). Kesadaran dan Kepatuhan Hukum. Jakarta: Rajawali.
Soekanto, S. (1999). Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Somantri, M.N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sumaatmadja, N. (1981). Studi Geografi. Bandung: Alumni.
Sanusi, A. (1991). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Bandung: Tarsito.
Wahab, A.A. (1998). Reorientasi dan Revitalisasi Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial. Bandung:
Program Pascasarjana IKIP Bandung.
Wiriaatmadja, R. (2002). Pendidikan Sejarah di Indonesia. Bandung: Historia Utama Press.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Karena atas berkat
dan limpahan rahmatnya lah kami dapat menyelesaikan sebuah makalah ini. Berikut kami
mempersembahkan sebuah makalah dengan judul” Jati Diri Pendidikan IPS di Indonesia” yang
menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari arti dari
Pendidikan IPS, tujuan mempelajari Pendidikan IPS, pentingnya mempelajari Pendidikan IPS,
Kesadaran hukum warga negara, dan kesadaran politik warga negara. Melalui kata pengantar ini
kami terlebih dahulu meminta maaf dan memohon permakhluman bila mana isi makalah ini ada
kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.
Banjarmasin, September 2013
Penulis
MAKALAH PENDIDIKAN IPS
JATI DIRI PENDIDIKAN IPS DI INDONESIA
DOSEN PEMBIMBING:
MAHMUDAH HASANAH S.Pd., M.Pd
Disusun Oleh:
1. M. HASBI (A1A3120
2. WINDYANOR (A1A312037)
3. M. SURYA K.W. (A1A312025)
4. HALWA (A1A312002)
5. RATNASARI (A1A312009)
7. GINA FAIZAH (A1A312016)
8. NURUL IZATI (A1A312028)
9. MAZDINA (A1A312034)
10. YENNY MONICA (A1A312041)
6. HIMMATUN M. (A1A312022) 11. NINA P. (A1A3
PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS PENDIDIKAN DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2013
Recommended