View
564
Download
12
Category
Preview:
DESCRIPTION
Just uploaded and just downloaded :D
Citation preview
Teknologi Pengolahan Daging Kornet
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas pengganti pada Praktikum Rekayasa Pengolahan
Pangan
DISUSUN OLEH :
Kelompok 3 Praktikum Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya
2012
DISUSUN ULANG OLEH :
Mia Miranti : 2011340008
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
UNIVERSITAS SAHID
JAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan
polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan
ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan
kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi sel
makhluk hidup termasuk manusia (Leith. 1989).
Protein dibagi menjadi protein nabati dan protein hewani. Protein hewani yang sering
dikonsumsi adalah daging ayam, daging kambing dan daging sapi.Daging sapi
merupakan daging yang jarang dikonsumsi secara langsung. Berbagai macam jenis
olahan daging beredar di masyarakat saat ini. Salah satu produk olahan daging yang
telah banyak dijual di pasaran yakni kornet. Kini kornet dapat dijumpai dalam bentuk
kalengan di swalayan maupun supermarket. Pembuatan kornet cukup mudah.Kornet
dibuat dengan teknologi presscooking, dimana daging yang digunakan adalash daging
yang dicuring terlebih dahulu. Tujuan curing sendiri adalah untuk mempertahan kan
warna merah cerah pada daging, serta menambah lama daya simpan daging kornet
(Leith. 1989).
Jadi, penyusunan tugas ini adalah untuk mengetahui mengenai proses pengolahan
daging menjadi kornet. Baik dalam pengolahannya maupun fungsi-fungsi dalam
pengolahan tersebut. Makalah ini disusun oleh Kelompok Peneliti Pangan Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Makalah ini dibuat pada tahun 2012.
I.2. Tujuan
1. Memahami tahapan-tahapan pengolahan bahan pangan berprotein kornet.
2. Memahami fungsi-fungsi berbagai perlakuan dalam proses pembuatan kornet
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi Kornet
Kata corned berasal dari bahasa Inggris yang berarti di awetkan dengan garam. Dari
kata tersebut lahirlah istilah corned beef yaitu daging sapi yang di-awetkan dengan
penambahan garam dan dikemas dengan kaleng. Dalam bahasa Indonesia, kata
corned beef diadopsi menjadi daging kornet (Nugroho, 2008).
Corned Beef atau Kornet, adalah salah satu jenis produk olahan daging sapi yang
banyak digunakan dalam resep masakan Indonesia. Kornet daging sapi diolah dengan
cara diawetkan dalam air garam (brine), yaitu air yang dicampur dengan larutan garam
jenuh. Kemudian dimasak dengan cara simmering, yaitu direbus dengan api kecil untuk
menghindari hancurnya tekstur daging sapi.Biasanya digunakan potongan daging yang
mengandung serat memanjang, seperti brisket. Nama "corned beef" berasal dari garam
kasar yang digunakan. Corn artinya butiran, yaitu butiran garam (Leith, 1989).
Tujuan pembuatan daging kornet adalah untuk memperoleh produk daging yang
berwarna merah, meningkatkan daya awet dan daya terima produk, serta menambah
keragaman produk olahan daging.Dengan diproses menjadi kornet, masalah
penyimpanan daging sapi segar dapat diatasi. Kornet kalengan dapat disimpan pada
suhu kamar dengan masa simpan sekitar dua tahun.Daging kornet dapat dihidangkan
sebagai campuran perkedel, telur dadar, mi rebus, pengisi roti, serta makanan lainnya
(Nugroho, 2008).
II.2. Sejarah Kornet
Nama “kornet” berasal dari bahasa Inggris “corned”, dari kata “corn” yang artinya
butiran, yaitu bentuk dari partikel garam kasar yang digunakan untuk mengolah kornet.
Cara pengolahan Daging sapi menjadi kornet, diperkirakan muncul pertama kali pada
abad XII di Irlandia. Data ini didasarkan pada baris puisi Aislinge Meic Con Glinne atau
The Vision of MacConglinne, yang menyebut daging olahan lezat semacam kornet.
Di Irlandia, pada abad XII, kegiatan menyembelih sapi dilakukan ketika ternak tidak lagi
menghasilkan susu sapi, atau jika sapi pedaging tidak mampu lagi bekerja. Jadi kornet
yang berasal dari daging sapi adalah hidangan langka dan sangat berharga (Astawan.
2012).
Pada tahun 1740 terjadi bencana berupa perubahan iklim yang ekstrim yang melanda
Irlandia, yang saat itu telah menjadi jajahan Inggris.Hampir seluruh lahan pertanian
mengalami kekeringan dan penduduk Irlandia terancam kelaparan, termasuk ternak sapi
milik mereka. Ternak sapi pedaging (sapi potong ) dan sapi perah yang dimiliki oleh
warga Irlandia kemudian diselamatkan ke Inggris. Namun karena kebutuhan akan
daging sapi di Inggris terus meningkat, pemerintah Inggris bukannya membantu
menyelamatkan warga Irlandia dari kelaparan, mereka justru memaksa warga Irlandia
merubah lahan pertanian menjadi peternakan sapi pedaging (sapi potong), yang
hasilnya diolah menjadi kornet untuk di eskpor ke Inggris.Penduduk Irlandia yang bukan
peternak sapi hanya diberikan lahan terbatas untuk menanam kentang bagi keperluan
mereka.Kondisi ini secara tidak langsung merubah pola makan penduduk Irlandia,
dengan tidak lagi memasukkan daging sapi ke dalam menu mereka.Kondisi ini terus
memburuk, akibatnya pada abad 18 terjadi gelombang pengungsian penduduk Irlandia
ke Amerika Serikat.Di wilayah baru ini, warga Irlandia kembali dapat mengkonsumsi
daging sapi yang kemudian diolah menjadi kornet.Warga Irlandia memang lebih familiar
dengan kornet, dibandingkan dengan olahan daging sapi di Amerika yaitu “bacon”.
Bacon adalah sayatan daging tipis dan panjang,yg berasal dari bagian punggung babi,
yang harganya mahal dan memang jarang terdapat di Irlandia (Astawan. 2012).
Saat ini, walaupun berasal di Irlandia, kornet tidak lagi dianggap sebagai hidangan
nasional Irlandia. Dan kini, konsumsi kornet erat hubungannya budaya Irlandia-Amerika
seperti perayaan Saint Patrick’s Day, tanggal 17 Maret, yaitu salah satu hari libur
keagamaan (katolik) di Irlandia.Di Amerika Serikat dan Kanada, kornet biasanya
dipasarkan di delicatessens (toko makanan) dalam 2 bentuk yaitu : potongan daging
sapi yang diawetkan, atau daging sapi yang direndam dalam air garam dan ditempatkan
dalam kaleng (setengah matang). Kornet ini berbeda dengan kornet yang diimpor dari
Amerika Selatan, dimana daging sapinya dicincang terlebih dahulu (Astawan. 2012).
II.3. Alat dan bahan
1. Alat
Peralatan yang diperlukan adalah (1) chopper untuk menggiling daging, sehingga
dihasilkan daging cincang, (2) mixer untuk mencampur adonan, sehingga menjadi
homogen, (3) alat pengukus untuk memasak adonan daging, (4) exhauster untuk
menyedot dan menghampakan udara di dalam kaleng, (5) mesin penutup kaleng
untuk menutup kaleng secara hermetis (kedap udara), (6) retort untuk memanaskan
kaleng dan isinya, sehingga tercipta kondisi yang steril (Nugroho. 2008).
2. Bahan
Bahan dasar pembuatan kornet adalah daging sapi yang digiling.Bahan tambahan
yang diperlukan adalah garam dapur, nitrit, alkali fosfat, bahan pengisi, air, lemak,
gula, dan bumbu.
A. Daging sapi
Daging adalah urat yang melekat pada kerangka kecuali urat dari bagian bibir,
hidung dan telinga dari hewan yang sehat sewaktu dipotong.Daging terdiri dari
otot, jaringan penghubung dan jaringan lemak. Daging merupakan salah satu
bahan pangan bergizi tinggi disamping telur, susu dan ikan. Daging mengandung
protein, lemak, mineral, air serta vitamin dalam susunan yang berbeda
tergantung jenis makanan dan jenis hewan(Nugroho. 2008).
Hewan yang berbeda mempunyai komposisi daging yang berbeda
pula.Komposisi daging terdiri dari 75% air, 18% protein, 4% protein yang dapat
larut (termasuk mineral) dan 3% lemak.Daging tersebut kaya protein yang
mempunyai kemampuan untuk mengikat air dan membentuk emulsi yang
baik.Ternak rata-rata menghasilkan karkas (bagian badan hewan) 55%, macam-
macam hasil sampingan 9%, kulit 6% dan bahan lainnya 30%.Daging yang baik
ditentukan oleh warna, bau, penampakan dan kekenyalan.Semakin daging
tersebut lembab atau basah serta lembek (tidak kenyal) menunjukan kualitas
daging yang kurang baik (Leith. 1989).
Sebaiknya daging hewan yang baru saja disembelih tidak cepat-cepat dimasak,
tetapi ditunggu beberapa lama atau dilayukan terlebih dahulu.Untuk daging sapi
atau daging kerbau dapat dimasak sesudah pelayuan selama 12-24 jam; daging
kambing, domba, babi sesudah 8-12 jam, sedangkan untuk daging pedet (anak
sapi) sesudah 4-8 jam.Usaha pengawetan daging diperlukan untuk memenuhi
selera atau kebutuhan konsumen serta mempermudah dalam
pengangkutan(Leith. 1989).
Pengawetan daging merupakan suatu cara menyimpan daging untuk jangka
waktu yang cukup lama agar kualitas maupun kebersihannya tetap terjaga.
Tujuan pengawetan adalah menjaga ketahanan terhadap serangan jamur
(kapang), bakteri, virus dan kuman agar daging tidak mudah rusak. Ada
beberapa cara pengawetan yaitu: pendinginan, pelayuan, pengasapan,
pengeringan, pengalengan dan pembekuan(Leith. 1989).
Pengawetan dengan cara pengeringan dilakukan dengan penambahan garam,
gula dan bahan kimia seperti nitrat (NO3) dan nitrit (NO2). Penambahan garam,
untuk pengawetan daging kira-kira sepersepuluh dari berat daging.Disamping
sebagai pengawet, garam juga berfungsi sebagai penambah rasa.Penambahan
gula juga dimaksudkan sebagai penambahan rasa pada bahan yang
diolah.Untuk melunakkan daging sebelum diolah, daging dibungkus dengan
daun pepaya yang mengandung enzim papain atau dilumuri dengan parutan
buah nenas yang mengandung enzim bromolin. Contoh hasil olahan dan
pengawetan daging adalah abon, dendeng sayat, dendeng giling, dendeng ragi,
daging asap, kornet, sosis dan sebagainya(Nugroho. 2008).
Gambar 1.Daging sapi segar
B. Garam dapur (NaCl)
Garam dapur (NaCI) merupakan bahan penolong dalam proses pembentukan
emulsi daging kornet. Garam mampu memperbaiki sifat-sifat fungsional produk
daging dengan cara mengekstrak protein miofibriler dari serabut daging selama
proses penggilingan dan pelunakan daging. Garam berinteraksi dengan protein
daging selama pemanasan, sehingga protein membentuk massa yang kuat,
dapat menahan air, dan membentuk tekstur yang baik.
Selain itu, garam memberi cita rasa asin pada produk, serta bersama-sama
senyawa fosfat, berperan dalam meningkatkan daya menahan air dan
meningkatkan kelarutan protein serabut daging.Garam juga bersifat
bakteriostatik dan bakteriosidal, sehingga mampu menghambat pertumbuhan
bakteri dan mikroba pembusuk lainnya(Nugroho. 2008).
Gambar 2. Garam dapur
C. Nitrit
Fungsi nitrit adalah menstabilkan warna merah daging, membentuk flavor yang
khas, menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan beracun, serta
memperlambat terjadinya ketengikan.Jumlah nitrit yang diizinkan tersisa pada
produk akhir adalah 50 ppm (mg/kg). Kemampuan nitrit dalam mempertahankan
warna merah daging adalah dengan cara bereaksi dengan pigmen mioglobin
(pemberi warna merah daging) membentuk nitrosomioglobin berwarna merah
cerah yang bersifat stabil(Nugroho. 2008).
Gambar 3. Garam nitrit
D. Alkali Fosfat
Penambahan senyawa alkali fosfat pada daging akan meningkatkan daya ikat air
dan protein daging dan mengurangi pengerutan kornet yang dihasilkan. Alkali
fosfat akan meningkatkan pH dan menyebabkan terbukanya ikatan-ikatan
antargugus protein daging yang akan memudahkan pengikatan air. Bersama-
sama dengan asam askorbat, senyawa fosfat dapat menghambat proses
ketengikan oksidatif, dan bisa memperbaiki tekstur. Fosfat dapat meningkatkan
keempukan dan juiciness daging kornet, meningkatkan daya terima warna,
keseragaman dan stabilitas produk, serta melindungi dari kemungkinan
pencokelatan selama penyimpanan(Nugroho. 2008).
Gambar 4. Alkali fosfat\
E. Air
Air yang ditambahkan ke dalam massa daging berfungsi untuk membantu
melarutkan garam-garam yang ada, sehingga dapat tersebar dan terserap
dengan baik dalam massa produk. Selain itu, air juga dapat memperbaiki sifat
fluiditas emulsi dan meningkatkan tekstur (kekenyalan) produk akhir(Nugroho.
2008).
Gambar 5. Air
F. Bahan Pengisi
Penambahan bahan pengisi dan pengikat pada produk daging adalah untuk
meningkatkan stabilitas, daya ikat air, flavor dan karakteristik irisan produk, serta
untuk mengurangi pengerutan selama pemasakan dan mengurangi biaya
formulasi. Bahan pengisi yang dapat ditambahkan adalah tepung tapioka, terigu,
atau susu skim. Penambahan bahan pengisi pada produk daging harus tidak
melebihi 3,5 persen dari produk(Nugroho. 2008).
Gambar 6. Tepung terigu
G. Lemak
Penambahan lemak pada pembuatan daging kornet berfungsi untuk membentuk
produk yang kompak dan empuk, serta memperbaiki rasa dan aroma.
Bertambahnya kadar air dan lemak di dalam kornet akan menambah juiciness
dan keempukannya(Nugroho. 2008).
Gambar 7. Margarin / lemak
H. Gula dan bumbu
Fungsi utama gula dalam pembuatan kornet adalah untuk memodifikasi rasa,
menurunkan kadar air, dan sebagai pengawet. Bumbu merupakan bahan
aromatik yang diperoleh dari tumbuhan atau diproduksi secara sintetis.Bumbu
memberikan cita rasa enak yang diinginkan dalam kornet (Nugroho. 2008).
Gambar 8. Bumbu / rempah - rempah
BAB III
PEMBAHASAN
III.1. Pembuatan Kornet
Daging sapi digiling dengan chopper pada suhu rendah sehingga selama penggilingan,
suhu dapat dipertahankan tetap di bawah 16°C. Hal tersebut dilakukan dengan
menambahkan es batu atau air dingin.Hasil gilingan berupa daging cincang yang masih
kasar.Setelah dicincang, daging dimasukkan ke dalam mixer untuk mencampur daging,
bumbu, dan bahan lainnya menjadi adonan yang homogen.Agar emulsi tetap terjaga
stabilitasnya, pencampuran harus dilakukan pada suhu rendah (10-16°C) (Wagiyono.
2003).
Emulsi daging yang telah terbentuk selanjutnya diisikan ke dalam kaleng yang
sebelumnya telah disterilkan dengan panas.Pengisian dilakukan dengan menyisakan
sedikit ruang kosong di dalam kaleng, disebut head space. Kaleng yang telah diisi,
kemudian divakum (exhausting) dengan cara melewatkannya melalui ban berjalan ke
dalam exhauster box bersuhu 90-95°C selama 15 menit. Setelah keluar dari exhauster
box, kaleng dalam keadaan panas langsung ditutup dengan mesin penutup kaleng
(Wagiyono. 2003).
Setelah ditutup, kaleng beserta isinya disterilisasi dengan cara memasukkan kaleng ke
dalam retort dan dimasak pada suhu 120°C dan tekanan 0,55 kg/cm2, selama 15
menit. Agar daging tidak mengalami pemanasan yang berlebihan, kaleng yang telah
disterilkan harus segera didinginkan di dalam bak pendingin yang berisi air selama 20-
25 menit.Setelah permukaan kaleng dibersihkan dengan lap hingga kering, produk siap
untuk diberi label dan dikemas (Wagiyono. 2003).
III.2. Diagram Alir
Diagram alir pembuatan kornet atau corned beef dapat dilihat sebagai berikut :
Daging Sapi
Chopping suhu rendah
Mixing
Filling
Exhausting
Seaming
Sterilisasi
Cooling
Labelling
Corned Beef
III.3. Penjelasan Proses Pembuatan Kornet
1. Pembersihan Bahan Baku (Daging Sapi)
Pembersihan dilakukan dengan menggunakan air bersih yang mengalir, guna
menghilangkan kotoran yang menempel pada bahan. Selain itu menghilangkan
bagian-bagian yang tidak bisa dimakan.
2. Chopping
Daging sapi digiling dengan chopper pada suhu rendah sehingga selama
penggilingan, suhu dapat dipertahankan tetap di bawah 16°C. Hal tersebut dilakukan
dengan menambahkan es batu atau air dingin. Hasil gilingan berupa daging cincang
yang masih kasar.
3. Curing
Setelah dicincang, daging dimasukkan ke dalam mixer untuk mencampur daging,
bumbu, dan bahan lainnya menjadi adonan yang homogen yang disebut dengan
curing. Agar emulsi tetap terjaga stabilitasnya, pencampuran harus dilakukan pada
suhu rendah (10-16°C). Menurut Soeparno (2005) curing adalah cara processing
daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam NaCl, Na-nitrat dan
atau Na-nitrit dan gula (dekstrosa atau sukrosa), serta bumbu-bumbu. Maksud
curing antara lain untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur dan
kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi pengerutan daging selama processing
serta memperpanjang masa simpan produk daging.
4. Filling
Emulsi daging yang telah terbentuk selanjutnya diisikan ke dalam kaleng yang
sebelumnya telah disterilkan dengan panas. kemudian ditimbang dengan timbangan
kasar. Pengisian dilakukan dengan metode hot filling. Hot filling adalah kombinasi
proses pengawetan dengan pemanasan (pasteurisasi) dengan metode lainnya
(pengawetan sekunder) untuk memberikan tingkat keamanan produk yang
diinginkan. Produk pangan diisikan ke dalam kemasan dalam keadaan panas (hot
fiiling), umumnya pada suhu 180°F. Pemanasan yang diberikan tidak membunuh
spora dan pada proses pendinginan terbentuk kondisi vakum (anaerobik).. Setelah
dilakukan filling, kaleng disusun dalam nampan dan diletakkan ke atas conveyor belt.
Lalu dalam perjalanannya menuju ke exhauster box, kaleng-kaleng tersebut
ditimbang kembali dengan timbangan digital yang lebih akurat. Beratnya bervariasi
tergantung jenis kaleng yang digunakan. Pengisian dilakukan dengan menyisakan
sedikit ruang kosong di dalam kaleng, disebut head space. Ukuran head space
bervariasi, umumnya kurang dari ¼ tinggi kaleng.
5. Exhausting
Kaleng yang telah diisi, kemudian divakum (exhausting) dengan cara
melewatkannya melalui ban berjalan ke dalam exhauster box bersuhu 90-95°C
selama 15 menit.
6. Seaming
Setelah keluar dari exhauster box, kaleng dalam keadaan panas langsung ditutup
dengan mesin penutup kaleng. Semakin tinggi suhu penutupan ka-leng, maka
semakin tinggi pula tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanannya). Proses
penutupan kaleng juga merupakan hal yang sangat penting karena daya awet
produk dalam kaleng sangat tergantung pada kemampuan kaleng (terutama bagian-
bagian sambungan dan penutupan) untuk mengisolasikan produk di dalamnya
dengan udara luar. Penutupan yang baik akan mencegah terjadinya kebocoran yang
dapat mengakibatkan kerusakan.
7. Pencucian
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang tercecer di permukaan
kaleng akibat proses filling. Apabila kotoran tidak dibersihkan, dikhawatirkan mikroba
akan dapat tumbuh dan mengkontaminasi produk setelah dibuka, karena proses
sterilisasi hanya difokuskan pada produk yang berada dalam kaleng.
8. Sterilisasi
Setelah ditutup, kaleng beserta isinya disterilisasi dengan cara memasukkan kaleng
ke dalam retort dan dimasak pada suhu 120°C dan tekanan 0,55 kg/cm2, selama 15
menit.
9. Cooling
Agar daging tidak mengalami pemanasan yang berlebihan, kaleng yang telah
disterilkan harus segera didinginkan di dalam bak pendingin yang berisi air selama
20-25 menit. Pendinginan pasca sterilisasi menjadi penting karena timbul perbedaan
tekanan yang cukup besar yang dapat menyebabkan rekontaminasi dari air
pendingin ke dalam produk. Perlu dipastikan bahwa air pendingin yang digunakan
memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk industri besar, proses pendinginan
biasanya dilakukan secara otomatis di dalam retort, yaitu sesaat setelah katup uap
dimadkan maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran kaleng yang besar,
maka tekanan udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga tidak menyebabkan
terjadinya kaleng-kaleng yang menggelembung dan rusak.
10. Pemberian label pada kemasan
Setelah permukaan kaleng dibersihkan dengan lap hingga kering, produk siap untuk
diberi label dan dikemas
III.4. Nilai Gizi Kornet
Syarat mutu daging kornet telah ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia
(SNI).Namun, dalam praktiknya masih ada produk yang tidak sesuai dengan standar
tersebut. Membaca secara seksama label pada kemasan produk merupakan hal yang
sangat penting untuk dilakukan.
Komposisi zat gizi kornet dalam kaleng sangat beragam, tergantung pada jenis daging
yang digunakan, mutu bahan baku sebelum diolah, cara pengolahan, cara dan lama
penyimpanan produk serta kondisi kaleng selama penyimpanan. Secara umum dapat
dikatakan bahwa daging kornet dalam kaleng mempunyai nilai gizi yang cukup baik,
khususnya protein, vitamin, dan mineral (SNI. 2006).
III.5. Kriteria Akhir Produk
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3775-2006, kriteria produk kornet adalah
sebagai berikut :
III.5. Ciri-ciri Kerusakan Kornet
Daging kornet yang ada di pasaran umumnya dikemas dengan kaleng.Kaleng
mempunyai sifat yang baik sebagai pengemas karena mampu menahan gas, uap air,
jasad renik, debu, dan kotoran.Kaleng juga memiliki kekuatan mekanik yang tinggi,
tahan terhadap perubahan suhu yang ekstrem, dan toksisitasnya relatif rendah. Umur
simpan daging kornet dalam kaleng dapat mencapai 2 tahun atau lebih, tergantung
proses pengolahan, jenis kaleng, penyimpanan, dan distribusi (Astawan. 2012).
Kebusukan kornet dalam kaleng dapat disebabkan oleh proses pembuatan yang tidak
benar, kebocoran wadah karena penutupan yang kurang baik, atau penyimpanan pada
suhu yang tidak tepat dan terlalu lama. Kebusukan tersebut tidak selalu dapat dideteksi
dari penampakan wadah karena tidak selalu diikuti oleh perubahan bentuk wadah
(Astawan. 2012).
Secara umum, ciri-ciri yang dapat digunakan untuk menilai kualitas kornet dalam kaleng
menurut Astawan (2012) adalah sebagai berikut:
1. Flat Sour
Apabila produk di dalam kaleng memberikan cita rasa asam karena adanya
aktivitas mikroba tanpa memproduksi gas, kebusukan tersebut dikenal dengan
sebutan flat sour (kaleng tetap datar, tidak menggembung, tetapi produk menjadi
asam). Jenis kebusukan ini disebabkan oleh aktivitas spora bakteri tahan panas
yang tidak terhancurkan selama proses sterilisasi. Hal tersebut bisa terjadi akibat
sanitasi selama pengolahan yang buruk atau karena proses pengolahan tidak tepat.
2. Penggembungan Kaleng (Swells)
Kaleng yang gembung dapat terjadi akibat terbentuknya gas di dalam wadah
karena adanya pertumbuhan dan aktivitas mikroba.Adanya gas tersebut
menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam kaleng, sehingga kaleng menjadi
gembung pada bagian tutup dan dasar kaleng.Kaleng yang gembung dapat juga
disebabkan oleh penuhnya pengisian kornet, sehingga tidak cukup adanya ruang
kosong di dalam kaleng.
3. StackBurn
Stack burn terjadi akibat pendinginan yang tidak sempurna, yaitu kaleng yang
belum benar-benar dingin sudah disimpan. Biasanya produk di dalam kaleng
menjadi lunak, berwarna gelap, dan menjadi tidak dapat dikonsumsi lagi.
4. Kaleng yang penyok
Kaleng yang penyok dapat mengakibatkan terjadinya lubang-lubang kecil yang
merupakan sumber masuknya mikroba pembusuk. Penyoknya kaleng dapat
disebabkan oleh benturan-benturan mekanis akibat perlakukan kasar, baik selama
proses pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, atau pemasaran. Sebagai
konsumen yang kritis, sebaiknya Anda tetap waspada dengan tidak memilih sotiap
produk yang kalengnya dalam keadaan tidak normal.
5. Kaleng yang bocor
Bocornya kaleng disebabkan oleh sambungan kaleng yang kurang rapat,
penyolderan kurang sempurna, atau tertusuk oleh benda tajam.Kaleng yang bocor
ditandai dengan tumbuhnya mikroba dan timbulnya bau kurang sedap.Kaleng oval
umumnya lebih jarang mengalami kebocoran daripada yang berbentuk silinder.
6. Kaleng yang berkarat
Kaleng yang berkarat dapat mencerminkan bahwa produk tersebut telah lama
diproduksi atau disimpan pada tempat yang kurang tepat (keadaan lembab).
BAB IV
KESIMPULAN
IV.1. Kesimpulan
1. Corned Beef atau Kornet, adalah salah satu jenis produk olahan daging sapi.
2. Tujuan pembuatan kornet daging sapi adalah untuk tetap dapat memperoleh produk
daging sapi yang berwarna merah, awet dan praktis.
3. Peralatan yang diperlukan adalah chopper, mixer ,alat pengukus, exhauster, mesin
penutup kaleng, dan retort.
4. Bahan dasar pembuatan kornet adalah daging sapi yang digiling. Bahan tambahan
yang diperlukan adalah garam dapur, nitrit, alkali fosfat, bahan pengisi, air, lemak,
gula, dan bumbu.
5. Secara umum dapat dikatakan bahwa daging kornet dalam kaleng mempunyai nilai
gizi yang cukup baik, khususnya protein, vitamin, dan mineral.
6. Secara umum, ciri-ciri yang dapat digunakan untuk menilai kualitas kornet dalam
kaleng adalah Flat Sour, Penggembungan Kaleng (Swells), StackBurn, Kaleng yang
penyok, Kaleng yang bocor dan kaleng yang berkarat.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan , Made. Kornet. http://kulinerkita.multiply.com/reviews/item/116 [11 September 2012]
http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:f0omK9RFZJYJ:www.warintek.ristek.go.id/pangan
_kesehatan/pangan/piwp/dendeng_ragi.pdf+diagram+alir+pembuatan+kornet+pdf [11 April
2011]
Leith, P.1989. The Cook’s Hand Book. Papermack Division, Macmillan Publ. Ltd.,London
Nugroho, Catur Priyo. 2008. Agribisnis Ternak Ruminansia. Direktorat PembinaanSekolah
Menengah Kejuruan. Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan
Nasional, Jakarta., Bogor.
Palupi, W.D.E. Tinjauan Literatur Pengolahan Daging. Jakarta: Pusat Dokumentasi dan
Informasi Ilmiah-LIPI, 1986. 54 hal.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01-3775-2006 tentang Kornet.
Wagiyono.2003. Menguji Kesukaan secara Organoleptik. Departemen Pendidikan Nasional,
Jakarta.
Recommended