View
74
Download
5
Category
Preview:
DESCRIPTION
hasil analisis
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, matematika
merupakan mata pelajaran yang mempunyai peranan yang besar bagi siswa. Hal ini
dikarenakan matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
berkomunikasi dengan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat
memperjelas dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-
hari.
Matematika merupakan ilmu dasar yang terus mengalami perkembangan baik
dalam segi teori maupun segi penerapannya. Sebagai ilmu dasar, Matematika
digunakan secara luas dalam segala bidang kehidupan manusia, sehingga diperlukan
suatu upaya dalam pengajaran matematika agar dapat terlaksana secara optimal
sehingga setiap siswa dapat memahami matematika dengan baik. Oleh karena itu
dalam dunia pendidikan matematika, dipelajari oleh semua siswa mulai dari tingkat
sekolah dasar sampai pada tingkat perguruan tinggi, termasuk juga ditingkat Sekolah
Menengah Pertama (SMP).
Kenyataan yang ada bahwa banyak siswa SMP yang mengeluh dikarenakan
sering mengalami kesulitan dalam memahami soal-soal matematika sehingga siswa
seringkali melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan,
belum lagi banyak para siswa yang tidak cocok dengan metode pembelajaran
matematika yang diberikan oleh gurunya. Oleh karenanya tidak berlebihan jika
sampai saat ini mata pelajaran matematika dipandang sebagai mata pelajaran yang
paling sulit. Bagi sebagian besar siswa SMP matematika seringkali menjadi suatu
mata pelajaran yang menakutkan sehingga akan semakin menurunkan minat dan
semangat siswa tersebut dalam belajar matematika baik itu di rumah maupun di
sekolah. Kenyataan ini didukung pula dengan kemerosotan mutu lulusan yang
ditandai oleh rendahnya prestasi belajar matematika dibanding dengan mata pelajaran
yang lain. Sedangkan tuntutan kurikulum baik KTSP maupun Kurikulum 2013
terhadap kemampuan matematis yang harus dimiliki siswa setelah melaksanakan
pembelajaran matematika telah masuk pada ranah kemampuan tingkat tinggi.
Hal tersebut menunjukkan bahwa ada gap antara tuntutan kurikulum dengan
kenyataan yang terjadi di lapangan. Banyaknya kesalahan yang dilakukan siswa
2
dalam mengerjakan soal bisa menjadi petunjuk sejauh mana penguasaan siswa
terhadap materi. Dari kesalahan yang dilakukan siswa dapat diteliti dan dikaji lebih
lanjut. Sumber kesalahan yang dilakukan siswa harus segera mendapat pemecahan
yang tuntas. Pemecahan ini ditempuh dengan cara menganalisis akar permasalahan
yang menjadi penyebab kesalahan yang dilakukan siswa. Selanjutnya diupayakan
alternatif solusinya, sehingga kesalahan yang sama tidak akan terulang lagi di
kemudian hari. Berdasarkan pemaparan tersebut, pemakalah tertarik melakukan mini
research yang berjudul: “Analisis Kurikulum, Problematika & Kasus Pengajaran
Matematika di Sekolah: Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal”.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
a. Bagaimana tuntutan kurikulum terhadap kemampuan matematis siswa?
b. Bagaimana fakta (kesulitan/kesalahan) siswa dalam menyelesaikan soal
matematika?
c. Dari fakta-fakta yang ada, kemampuan matematis apa saja yang masih rendah?
d. Apa alternatif solusi yang dapat membantu siswa untuk meningkatkan
kemampuan matematisnya?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui tuntutan kurikulum terhadap kemampuan matematis siswa.
b. Untuk menelaah fakta (kesulitan/kesalahan) siswa dalam menyelesaikan soal
matematika.
c. Untuk mengetahui kemampuan matematis yang masih rendah dilihat dari
fakta-fakta yang ada.
d. Untuk mengetahui alternatif solusi yang dapat membantu siswa untuk
meningkatkan kemampuan matematisnya.
1.4 Pembatasan Masalah
Agar tidak terjadi perbedaan interpretasi maka pemakalah membatasi ruang
lingkup dan prosedural mini research ini, yaitu sebagai berikut:
3
a. Materi yang ditelaah faktanya adalah materi kelas VIII dengan pokok bahasan:
(1) sistem persamaan linier dua variabel dan (2) bangun ruang sisi datar:
prisma dan limas. Pokok bahasan (1) seterusnya akan disebut pokok bahasan
A, sedangkan pokok bahasan (2) seterusnya akan disebut pokok bahasan B.
b. Soal-soal yang digunakan untuk menganalisis fakta diadopsi dari soal UN dan
soal yang biasa diberikan oleh guru.
c. Siswa yang menjadi partisipan dalam makalah ini adalah siswa kelas IX salah
satu SMP di Kota Subang. Partisipan sebanyak 38 orang.
d. Cara menjawab soal yang dimaksud dalam makalah ini adalah siswa
menuliskan yang diketahui dan ditanya terlebih dahulu sebelum menulis
penyelesaian soalnya. Hal ini dilakukan dengan maksud agar dapat mengetahui
pemahaman siswa terhadap soal yang diberikan.
e. Setelah mengoreksi jawaban siswa, pemakalah akan mewawancarai siswa yang
dianggap perlu. Wawancara dilakukan dengan tidak formal (dilakukan pada
jam istirahat).
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tuntutan Kurikulum
Berdasarkan NCTM (2000) tujuan pembelajaran matematika yaitu sebagai
berikut: (1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication);
(2) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning); (3) belajar untuk
memecahkan masalah (mathematical problem solving); (4) belajar untuk
mengaitkan ide (mathematical connection); (5) belajar untuk merepresentasikan
ide-ide (mathematical representation). Dengan kata lain, 5 hal teresebut harus
dimiliki oleh siswa setelah melaksanakan pembelajaran matematika.
Kemudian, menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas,
2006) mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sikap, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan masalah
dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah.
Sedangkan Kurikulum 2013 yang saat ini dalam tahap prapelaksanaan (artinya
belum diterapkan di semua sekolah) menyatakan bahwa matematika bertujuan
agar peserta didik:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan menggunakan konsep maupun algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah
serta untuk membuat generalisasi berdasarkan fenomena atau data
yang ada, serta melakukan penalaran berdasarkan sifat-sifat
5
matematika, menganalisis komponen dan melakukan manipulasi
matematika dalam penyederhanaan masalah.
3. Mengkomunikasikan gagasan dan penalaran matematika serta
mampu menyusun bukti matematika dengan menggunakan kalimat
lengkap, simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas
keadaan atau masalah.
4. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, membangun model matematika, menyelesaikan model
dan menafsirkan solusi yang diperoleh termasuk dalam rangka
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (dunia nyata).
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah.
6. Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam
matematika dan pembelajarannya, seperti taat azas, konsisten,
menjunjung tinggi kesepakatan, toleran, menghargai pendapat
orang lain, santun, demokrasi, ulet, tangguh, kreatif, menghargai
kesemestaan (konteks, lingkungan), kerjasama, adil, jujur, teliti,
cermat, dan sebagainya.
2.2 Fakta
Dari berbagai penelitian baik kecil maupun besar, pemakalah memahami
bahwa ada gap antara tuntutan kurikulum dengan fakta yang terjadi di lapangan.
Pada dasarnya kurikulum apapun secara tertulis itu sudah baik, namun secara
praktek masih kurang. Pemakalah menyadari bahwa ada sistem yang salah dalam
pelaksanaan kurikulum (curriculum in action). Hal ini menyebabkan siswa sulit
memahami materi matematika, sehingga sering melakukan kesalahan dalam
menyelesaikan soal. Pemakalah merasa bahwa menganalisis kesalahan-kesalahan
siswa dalam menyelesaikan soal dapat membantu dalam menelaah kesulitan yang
dialami siswa, sehingga kita dapat menentukan “obat” yang tepat. Berikut data
hasil tes yang diberikan pemakalah kepada siswa-siswa salah satu SMP di Kota
Subang.
2.2.1 Analisis Data Jawaban Tes dan Wawancara
A. Tes A (SPLDV)
Dari hasil pekerjaan siswa dapat ditemukan beberapa kesalahan yang
dilakukan oleh siswa, sebagai berikut.
6
Tabel 1
Deskripsi Jawaban Siswa pada Soal Nomor 1
No. Deksripsi Kekurangtelitian Jawaban Siswa Banyak Siswa
1. Siswa tidak menuliskan apa yang diketahui 10
2. Siswa tidak menuliskan apa yang ditanyakan 6
3. Siswa tidak bisa membuat model matematika 12
4. Siswa tidak memahami apa yang ditanyakan, siswa
menuliskan:
a. Harga 1 kaos dan 1 baju
b. Harga 5 kaos dan 5 baju tanpa menjumlahkan
7
5. Kesalahan siswa dalam melakukan operasi aljabar,
siswa menuliskan:
a.
3𝑥 + 2𝑦 = 280.000
1𝑥 + 3𝑦 = 210.000
× 3× 2
9𝑥 + 6𝑦 = 280.000
2𝑥 + 6𝑦 = 210.000
b. 3𝑥 + 2𝑦 = 280.000 3𝑥 + 9𝑦 = 630.000 −
−7𝑦 = 450.000
10
Berikut jawaban siswa K:
7
Melihat jawaban siswa tersebut, dapat diketahui bahwa siswa salah dalam
menuliskan apa yang diketahui. Hal ini terjadi karena siswa kurang memahami
maksud dari soal. Kesalahan berikutnya, siswa tidak menjumlahkan harga 5 baju
dan 5 kaos, hal ini terjadi karena siswa kurang teliti dan tergesa-gesa dalam
mengerjakan.
Berikut petikan wawancara yang dilakukan pemakalah dengan siswa K:
P : Soal no.1 apa yang diketahui?
S : Harga 3 baju dan 2 kaos Rp 280.000,- dan harga 1 baju dan 3 kaos Rp
210.000,-.
P : Kenapa kamu hanya menuliskan model matematika?
S : Lupa Pak.
Dari petikan di atas siswa salah dalam menuliskan apa yang diketahui karena
siswa kurang teliti dalam mengerjakan.
P : Terus yang dintanyakan apa?
S : Harga 3 baju dan 5 kaos.
P : Kenapa harga 5 baju dan 5 kaos tidak dijumlahkan?
S : Lupa Pak.
Dari petikan di atas, siswa salah dalam mengerjakan dikarenakan kurang teliti
atau tergesa-gesa dalam mengerjakan.
Tabel 2
Deskripsi Jawaban Siswa pada Soal Nomor 2
No. Deksripsi Kekurangtelitian Jawaban Siswa Banyak Siswa
1. Siswa tidak menuliskan apa yang diketahui 12
2. Siswa tidak menuliskan apa yang ditanyakan 8
3. Siswa tidak bisa membuat model matematika 6
8
4. Kesalahan siswa dalam melakukan operasi aljabar,
siswa menuliskan:
a. 𝑥 + 𝑦 = 55 𝑥 − 𝑦 = 25 −
0 − 0 = 30 𝑦 = 30
b. 𝑥 + 𝑦 = 55 𝑥 − 𝑦 = 25 −
2𝑦 = 30 𝑦 = 30
8
Berikut jawaban siswa Y:
Dari jawaban soal no.2 tersebut terlihat siswa tidak lengkap menuliskan apa yang
diketahui dan tidak menuliskan apa yang ditanyakan, karena siswa tidak teliti
dalam mengerjakan. Kesalahan kedua adalah siswa keliru dalam menentukan nilai
Y dikarenakan siswa kurang paham dalam operasi aljabar.
Berikut petikan wawancara yang dilakukan pemakalah dengan siswa Y:
P : Apa yang diketahui?
S : 2 buah bilangan.
P : Hanya itu?
S : Ya.
Dari petikan tersebut, tampak bahwa siswa salah dalam menuliskan apa yang
diketahui dari soal, dikarenakan tidak teliti dalam membaca soal.
9
P : Coba kamu lihat lagi jawaban kamu, tahu nggak letak kesalahannya di mana?
S : Nggak tahu pak.
P : Coba lihat pada metode eliminasi, diperoleh 2Y = 30 harusnya nilai Y
berapa?
S : Yaaa 30 Pak.
Dari petikan di atas, menunjukkan siswa tidak menguasai operasi aljabar dengan
benar terlihat dari pekerjaan yang salah.
Tabel 3
Deskripsi Jawaban Siswa pada Soal Nomor 3
No. Deksripsi Kekurangtelitian Jawaban Siswa Banyak Siswa
1. Siswa tidak menuliskan apa yang diketahui 14
2. Siswa tidak menuliskan apa yang ditanyakan 6
3. Siswa tidak bisa membuat model matematika 6
4. Kesalahan siswa dalam melakukan operasi aljabar,
siswa menuliskan:
5000𝑥 + 5000𝑦 = 125000
5000𝑥 + 5000(15) = 125000
5000𝑥 + 75000 = 125000
5000𝑥 = 125000 − 75000
5000𝑥 = 40000
6
5. Siswa kurang teliti dalam mengerjakan, siswa hanya
menuliskan lembar jumlah uang lima ribuan.
8
Berikut jawaban siswa R:
10
Dari jawaban siswa di atas terlihat siswa tidak lengkap menuliskan apa yang
diketahui karena siswa tidak teliti sewaktu membaca soal. Kesalahan kedua siswa
melakukan kesalahan dalam proses mengurangkan 125.000-75.000 jawaban
seharusnya adalah 50.000 tetapi siswa menjawab 40.000. Hal ini terjadi karena
siswa kurang teliti atau tergesa-gesa dalam mengerjakan soal.
Berikut petikan wawancara yang dilakukan pemakalah dengan siswa R:
P : Dari jawaban kamu, ada yang salah nggak?
S : Nggak tahu Pak.
P : Coba kita lihat bersama.
S : Iya Pak.
P : Lihat pada langkah mensubtitusikan nilai Y, diperoleh nilai Y berapa?
S : Lima belas Pak.
P : Terus dikali 5000.
S : Jadi 75.000 Pak.
P : Naaah, kalau 125.000 – 75.000 hasilnya berapa?
S : 50.000.
P : Terus kenapa jawaban kamu 40.000.
S : Lupa Pak, kemarin tu ngerjainnya buru-buru Pak.
Dari petikan tersebut, terlihat siswa salah dalam melakukan operasi pengurangan
dikarenakan siswa kurang teliti dan tergesa-gesa dalam mengerjakan.
Tabel 4
Deskripsi Jawaban Siswa pada Soal Nomor 4
No. Deksripsi Kekurangtelitian Jawaban Siswa Banyak Siswa
1. Siswa tidak menuliskan apa yang diketahui 8
2. Siswa tidak menuliskan apa yang ditanyakan 8
3. Siswa tidak bisa membuat model matematika 12
4. Siswa kurang paham tentang apa yang diketahui, siswa
menuliskan panjang dari persegi panjang adalah 10 cm
10
5. Kesalahan siswa dalam melakukan operasi aljabar,
siswa menuliskan:
2𝑝 + 2𝑙 = 80
𝑝 − 𝑙 = 10
× 1× 2
2𝑝 + 2𝑙 = 80
2𝑝 − 2𝑙 = 10 −
4𝑙 = 70
𝑙 = 17,5
10
11
Berikut jawaban siswa R:
Dari jawaban siswa pada soal no.4 di atas, terlihat kesalahan bahwa siswa kurang
memahami apa yang diketahui dari soal dikarenakan siswa menganggap panjang
dari persegi panjang adalah 10.
Berikut petikan wawancara yang dilakukan pemakalah dengan siswa R:
P : Model matematika yang kedua mana?
S : Nggak tahu Pak, sulit.
P : Panjangnya kan 10 cm lebih dari lebarnya, tahu maksud yang diketahuinya?
S : Nggak tahu pak.
Dari petikan di atas menunjukkan bahwa siswa kesulitan dalam membuat model
matematika dikarenakan kurang memahami konsep, sehingga cara
mengerjakannya menurut caranya sendiri.
Tabel 5
Deskripsi Jawaban Siswa pada Soal Nomor 5
No. Deksripsi Kekurangtelitian Jawaban Siswa Banyak Siswa
1. Siswa tidak menuliskan apa yang diketahui 6
2. Siswa tidak menuliskan apa yang ditanyakan 4
3. Siswa tidak bisa membuat model matematika 8
4. Kesalahan siswa dalam melakukan operasi aljabar
(serupa dengan deskripsi kesalahan pada nomor-nomor
sebelumnya).
10
Berikut jawaban siswa Y:
12
Dari jawaban soal nomor 5, tampak siswa tidak lengkap menuliskan apa yang
diketahui dan siswa melakukan kesalahan dalam menyederhanakan persamaan (ii)
dikarenakan siswa kurang teliti dalam mengerjakan.
Berikut petikan wawancara yang dilakukan pemakalah dengan siswa Y:
P : Kok yang diketahui tidak ditulis lagi?
S : (Tidak menjawab).
P : Lupa lagi yaaa?
S : Iya Pak.
Dari petikan tersebut, tampak bahwa siswa tidak menuliskan apa yang diketahui
dari soal dikarenakan tidak teliti membaca soal
P : Dari jawaban kamu, tahu nggak salahnya di mana?
S : Nggak tahu Pak.
P : Sekarang coba lihat model matematika pada persamaan kedua.
S : (Melihat jawaban).
P : 5.000X biar jadi 5X harus dibagi berapa?
S : 1.000 Pak.
P : Terus 1.900.000 dibagi 1.000 hasilnya berapa?
S : 1.900.
P : Kenapa ini hanya 900?
S : (diam).
Petikan wawancara di atas menunjukkan bahwa siswa salah dalam melakukan
operasi pembagian karena kurang teliti.
13
B. Tes B (Prisma dan Limas)
Tabel 6
Deskripsi Jawaban Siswa pada Soal Nomor 1
No. Deksripsi Kekurangtelitian Jawaban Siswa Banyak Siswa
1. Siswa salah dalam menggunakan rumus limas yaitu
luas permukaan limas = La + 1/8 (Ka. t)
6
2. Siswa tidak mencari tinggi segitiga pada bidang tegak
tetapi menggunakan tinggi limas untuk mencari luas
segitiga pada bidang tegak
14
3. Siswa salah dalam menggunakan Dalil Phytagoras
untuk mencari tinggi segitiga pada bidang tegak. Siswa
menuliskan t = 22 1024
10
4. Siswa menggunakan tinggi segitiga pada bidang tegak
yang telah dicarinya untuk menghitung volume limas
8
5. Siswa mencari luas alas dan jumlah luas segitiga tetapi
tidak menjumlahkannya
4
6. Siswa menggunakan satuan cm3 untuk luas permukaan 4
Berikut jawaban siswa W:
Berdasarkan jawaban tersebut, kesalahan siswa terletak pada siswa tidak mencari
tinggi segitiga pada bidang tegak lebih dahulu, tetapi menggunakan tinggi limas
untuk mencari luas segitiga pada bidang tegak. Hal ini mungkin disebabkan
karena siswa tidak memahami konsep luas permukaan limas.
Berikut petikan wawancara yang dilakukan pemakalah dengan siswa W:
P : Kok ini tingginya 24?
S : Lha ini tingginya 24.
14
P : Yang diketahui itu tinggi apa?
S : Tinggi limas.
P : Tinggi limas itu yang mana? Di gambar ya.
S : (Menggambar limas). Yang ini (menggambarkan tinggi limas).
P : Terus kok luas segitiga ini pakai tinggi 24?
S : Ehm... Kan emang tinggi segitiganya 24 Teh.
P : Maksudnya? Segitiga yang mana?
S : Yang ini (menunjuk pada segitiga siku-siku yang berukuran 10, 24, 26).
P : Oh, jadi kalau mencari luas permukaan itu, mencari luas segitiga yang itu ya?
S : Iya.
P : Gini Dik, harusnya yang dicari itu segitiga-segitiga yang di luar ini. Bukan
yang di dalam. Masa’ nggak tahu?
S : Oh, muhun Teh.
Berdasarkan petikan wawancara di atas, tampak bahwa siswa tidak paham tentang
konsep luas permukaan limas karena guru lebih menekankan pada latihan soal
daripada penanaman konsep.
Tabel 7
Deskripsi Jawaban Siswa pada Soal Nomor 2
No. Deksripsi Kekurangtelitian Jawaban Siswa Banyak Siswa
1. Siswa tidak mencari d2 tetapi menggunakan d2 = d1 =
18 cm
16
2. Siswa hanya mencari ½ d2, tidak dikalikan dua 8
3. Siswa mencari luas belah ketupat dengan L = 18 x 15 10
4. Siswa mencari keliling belah ketupat dengan K = 4 x
12
6
5. Siswa salah dalam menghitung 4
Berikut jawaban siswa F:
15
Berdasarkan jawaban tersebut, kesalahan yang dilakukan siswa adalah siswa
memasukkan panjang diagonal belah ketupat adalah 18 dan 15. Hal ini mungkin
disebabkan karena siswa belum memahami konsep belah ketupat.
Berikut petikan wawancara yang dilakukan pemakalah dengan siswa F:
P : Diagonal belah ketupatnya berapa?
S : 18 dan 15.
P : Dibaca dulu soalnya. 15 itu kan panjang sisi belah ketupat. Panjang sisi belah
ketupat itu yang mana?
S : Panjang sisi belah ketupat... (diam, tidak dilanjutkan).
P : Kalau digambar gimana?
S : (Menggambar belah ketupat). Panjang sisi belah ketupat yang ini (menuliskan
angka 15 pada sisi belah ketupat).
P : Diagonalnya yang mana?
S : Yang ini sama yang ini (menunjuk kedua diagonal).
P : Panjangnya?
S : Yang ini 18.
P : Yang satunya?
S : Belum tahu Teh. Jadi harus dicari dulu ya?
P : Iya. Kok kemarin nggak digambar aja biar lebih jelas?
S : Kalau terburu-buru ya nggak digambar.
Berdasarkan petikan wawancara di atas, siswa salah dalam menentukan diagonal
dari belah ketupat. Penyebab dari kesalahan tersebut adalah karena siswa terburu-
buru dalam mengerjakan dan tidak menggambar belah ketupat yang dimaksud.
Tabel 8
Deskripsi Jawaban Siswa pada Soal Nomor 3
No. Deksripsi Kekurangtelitian Jawaban Siswa Banyak Siswa
1. Siswa salah dalam menuliskan apa yang diketahui,
siswa menuliskan:
s = 16 cm
t = 17 cm
12
2. Siswa menggunakan rumus luas permukaan prisma
untuk mencari luas permukaan limas
10
16
3. Siswa salah dalam menentukan tinggi segitiga
a. Siswa mencari tinggi segitiga pada bidang
tegak tetapi tidak mencari tinggi segitiga alas
dan menggunakan tinggi segitiga pada bidang
tegak untuk mencari luas alas
b. Siswa mencari tinggi segitga alas tetapi tidak
mencari tinggi segitiga pada bidang tegak dan
menggunakan tinggi segitiga alas untuk
mencari luas segitiga pada bidang tegak
16
12
4. Siswa salah dalam menggunakan rumus luas segitiga 4
5. Siswa mencari jumlah luas segitiga pada bidang tegak
dengan rumus 4(1/2 x A x t)
6
6. Siswa salah dalam melakukan penjumlahan bentuk
akar
8
7. Siswa memperoleh tinggi segitiga sis tegak 15 tetapi
yang dimasukkan ke dalam rumus adalah 25
4
8. Siswa menggunakan r = 17 sebagai alas dari segitiga
sisi tegak
6
9. Siswa melakukan kesalahan dalam menghitung 10
Berikut jawaban siswa M:
Berdasarkan jawaban tersebut tampak bahwa kesalahan yang dilakukan siswa
adalah siswa tidak mencari tinggi segitiga pada alas prisma. Hal ini mungkin
disebabkan karena siswa mengira bentuk semua segitiga tersebut sama.
Berikut petikan wawancara yang dilakukan pemakalah dengan siswa M:
P : Yang 15 cm itu yang mana?
17
S : Ini Teh (menunjuk tinggi segitiga pada bidang tegak).
P : Terus luas alasnya ini ta..2
1. Tingginya 15?
S : Iya.
P : Digambar dulu ya.
S : (Menggambar).
P : Alasnya itu tingginya yang mana?
S : Yang ini (menggambar tinggi segitiga alas).
P : Tingginya itu berapa?
S : 15.
P : 15? Dari mana?
S : Lha tadi dah dicari.
P : Katamu tadi 15 itu yang ini (menunjuk tinggi segitiga pada bidang tegak).
S : Oiya, jadi harus dicari dulu ya, Teh?
P : Iya Dik. Kok kemarin nggak dicari?
S : Mikirnya ya 15 gitu aja teh.
Berdasarkan petikan wawancara di atas, siswa tidak mencari tinggi segitiga alas
karena tidak teliti.
P : Gimana nyarinya?
S : 162 + 8
2.
P : Ditambah?
S : Eh, dikurangi ya Teh?
P : Ditambah atau dikurangi?
S : Bingung Teh.
P : Phytagoras sering dipakai kan? Masa’ nggak bisa?
S : Lupa, Teh.
Berdasarkan petikan wawancara di atas, siswa salah dalam menggunakan Dalil
Phytagoras. Penyebab kesalahan tersebut adalah karena siswa tidak paham tentang
Dalil Phytagoras.
18
Tabel 9
Deskripsi Jawaban Siswa pada Soal Nomor 4
No. Deksripsi Kekurangtelitian Jawaban Siswa Banyak Siswa
1. Siswa hanya menuliskan apa yang diketahui dan apa
yang ditanyakan dari soal
12
2. Siswa hanya menuliskan V = La. T 10
3. Siswa salah dalam menentukan alas prisma 4
4. Siswa melakukan kesalahan dalam menghitung 4
Berikut jawaban siswa W:
Berdasarkan jawaban tersebut, siswa salah dalam menentukan alas dan tinggi
prisma. Hal ini mungkin disebabkan karena siswa tidak cermat dalam
memperhatikan dan membayangkan bentuk kolam renang dan kemampuan spasial
yang rendah.
Berikut petikan wawancara yang dilakukan pemakalah dengan siswa W:
P : Bangun ini bentuknya apa?
S : Nggak tahu Teh.
P : Kolam renang kan. Bisa kan membayangkan bentuk kolam renang ini seperti
apa?
S : Bisa.
P : Kira-kira ini bangun apa?
S : Ehm...
P : Limas?
S : Bukan. Kan nggak ada puncaknya?
P : Prisma?
S : Kalau prisma alasnya yang mana Teh?
19
P : Coba dicek lagi yang mana.
S : Nggak tahu teh.
Berdasarkan petikan wawancara di atas, siswa tidak dapat menentukan bentuk dari
bangun tersebut karena tidak cermat dalam memperhatikan gambar dan
menentukan alasnya.
Tabel 10
Deskripsi Jawaban Siswa pada Soal Nomor 5
No. Deksripsi Kekurangtelitian Jawaban Siswa Banyak Siswa
1. Siswa menggunakan rumus LP prisma + LP limas
untuk mencari luas permukaan benda yang dicat
8
2. Siswa menghitung luas permukaan prisma ditambah
jumlah luas segitiga pada bidang tegak limas
4
3. Siswa menggunakan rumus luas segitiga yang salah
yaitu L = a. T
4
Berikut jawaban siswa F:
Berdasarkan jawaban tersebut, kesalahan yang dilakukan siswa adalah mencari
seluruh luas permukaan prisma ditambah seluruh luas permukaan limas. Hal ini
terjadi dikarenakan kemampuan spasial yang rendah dan pemahaman mengenai
prisma dan limas masih rendah.
Berikut petikan wawancara yang dilakukan pemakalah dengan siswa F:
P : Nomor 5 gimana?
S : Ini mencari luas permukaan prisma & limas. LP prisma = (2 x La) + (Ka x t)
20
P : Sebentar, yang dicat seluruh permukaan bendakan? Jadi yang dicat yang
mana aja?
S : Seluruhnya.
P : Iya seluruhnya. Tapi kan hanya yang ada di luar. Jadi kalau tadi kamu
menghitung luas permukaan prisma, yang tutupnya ini dihitung nggak?
S : Iya.
P : Lho, itu kan di dalam. Apa nanti bisa dicat?
S : Oo, iya ya gak akan dicat.
Berdasarkan petikan wawancara di atas, kesalahan yang dilakukan siswa adalah
kesalahan dalam menerima informasi karena siswa tidak dapat memahami
maksud soal.
2.2.2 Hasil Analisis Data Jawaban Tes dan Wawancara
A. Tes A (SPLDV)
Berdasarkan pekerjaan siswa dan wawancara, maka pemakalah berpendapat
bahwa:
1) Kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal cerita
pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel adalah :
Tipe Kesalahan I
a. Menentukan apa yang diketahui dari soal.
Pada umumnya siswa tidak lengkap dalam menuliskan apa yang diketahui
dalam soal. Siswa cenderung naya menuliskan informasi yang menonjol
secara fisik dalam soal. Misalnya soal : Harga 3 baju dan 2 kaos adalah Rp
280.000.00, sedangkan harga 1 baju dan 3 kaos adalah Rp 210.000,00.
Tentukan harga 5 baju dan 5 kaos. Siswa hanya menuliskan umpama baju =
X dan kaos = Y.
b. Menentukan apa yang ditanyakan dari soal.
Kesalahan ini terjadi seperti siswa tidak lengkap menuliskan apa yang
ditanyakan atau salah dalam membuat kalilmat hal yang ditanyakan.
Tipe Kesalahan II
Tipe kesalahan II adalah kesalahan siswa dalam membuat model matematika
dan melakukan algoritma penyelesaian.
21
a. Siswa salah dalam membuat model matematika
b. Siswa salah dalam melakukan algoritma penyelesaian.
c. Siswa tidak teliti dalam mengerjakan.
Tipe Kesalahan III
Tipe kesalahan III adalah kesalahan dalam melakukan operasi aljabar.
Beberapa kesalahan yang dilakukan siswa pada tipe ini adalah :
a. Siswa salah dalam melakukan operasi pengurangan
Y – (-Y) = 0
125000 – 75000 = 40000
b. Siswa salah dalam melakukan operasi pembagian.
2Y = 30
Y = 30
2) Penyebab terjadinya kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan
soal cerita pokok bahasan persamaan linear dua variabel adalah :
Tipe Kesalahan I
a. Siswa salah salah dalam menentukan apa yang diketahui.
Penyebab dari kesalahan ini adalah :
Siswa tidak dapat menentukan mana hal-hal yang menjadi yang diketahui
karena siswa tidak dapat memahami maksud kalimat soal.
Siswa tidak cermat dalam membaca soal.
Siswa tidak teliti dalam mengerjakan.
Siswa tergesa-gesa dalam mengerjakan sehingga tidak memperhatikan
petunjuk pengerjaannya.
b. Siswa salah dalam menentukan apa yang ditanyakan.
Penyebab dari kesalahan ini adalah :
Siswa tidak dapat memahami maksud kalimat soal.
Siswa tidak cermat dalam membaca soal.
Siswa ingin menyingkat waktu.
Tipe Kesalahan II
a. Siswa salah dalam membuat model matematika. Penyebab kesalahan ini
adalah :
Siswa tidak bisa memahami maksud soal.
22
Siswa tidak dapat mengubah kalimat soal dalam kalimat matematika.
Siswa tidak dapat menafsirkan apa yang diketahui dari soal.
Siswa tidak teliti dalam mengerjakan
b. Siswa salah dalam melakukan algoritma penyelesaian. Penyebab dari
kesalahan ini adalah siswa salah atau tidak bisa memahami maksud soal.
Misalnya siswa tidak memperhatikan kalimat ”Tentukan harga 5 baju dan 5
kaos!” pada soal nomor 1, sehingga siswa hanya mencari harga 5 baju dan 5
kaos tanpa menjumlahkan.
Tipe Kesalahan III
Tipe kesalahan III adalah kesalahan dalam melakukan operasi aljabar,
penyebabnya adalah :
1. Siswa masih merasa kesulitan dalam melakukan perhitungan yang
melibatkan variabel.
2. Siswa tergesa-gesa dalam mengerjakan.
3. Siswa kurang teliti dalam mengerjakan.
B. Tes B (Prisma dan Limas)
Berdasarkan pekerjaan siswa dan wawancara, maka pemakalah berpendapat
bahwa:
1) Kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal
tentang luas permukaan dan volume prisma serta limas adalah:
a. Kesalahan dalam menerima informasi
Kesalahan dalam menuliskan apa yang diketahui
Kesalahan dalam menentukan apa yang ditanyakan
b. Kesalahan yang berhubungan dengan konsep prisma dan limas
Kesalahan dalam menggunakan dan menerapkan rumus
Kesalahan dalam mencari luas permukaan limas
Kesalahan dalam mencari volume limas
Kesalahan dalam menentukan alas dan tutup prisma
Kesalahan dalam menentukan bentuk dari bangun yang diminta
c. Kesalahan dalam menghitung
d. Kesalahan yang berhubungan dengan materi prasyarat
23
Kesalahan dalam menggunakan rumus Phytagoras
Kesalahan dalam mencari diagonal belah ketupat
Kesalahan dalam menentukan rumus luas serta tinggi segitiga
Kesalahan dalam penjumlahan bilangan akar
Kesalahan dalam mengubah satuan
2) Penyebab terjadinya kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan
soal-soal tentang luas permukaan serta volume prisma dan limas adalah:
a. Kesalahan dalam menerima informasi
Kesalahan dalam menuliskan apa yang diketahui
Penyebab terjadinya kesalahan ini adalah:
a) Siswa tidak teliti dalam membaca soal
b) Siswa hanya menyingkat penulisan saja
c) Siswa tidak paham tentang unsur-unsur limas
Kesalahan dalam menentukan apa yang ditanyakan
Penyebab terjadinya kesalahan ini adalah karena siswa tidak teliti dalam
membaca soal.
b. Kesalahan yang berhubungan dengan konsep prisma dan limas
Kesalahan dalam menerapkan rumus
Penyebab terjadinya kesalahan ini adalah:
a) Siswa tidak teliti
b) Siswa tidak dapat memahami maksud soal
Kesalahan dalam mencari luas permukaan limas
Penyebab terjadinya kesalahan ini adalah karena siswa tidak paham
tentang konsep luas permukaan limas.
Kesalahan dalam mencari volume limas
Penyebab terjadinya kesalahan ini adalah karena siswa tidak paham
tentang unsur-unsur limas dan sekedar memasukkan angka ke dalam
rumus.
Kesalahan dalam menentukan alas dan tutup prisma
Penyebab terjadinya kesalahan ini adalah karena siswa tidak cermat
dalam memperhatikan gambar.
Kesalahan dalam menentukan bentuk dari bangun yang diminta
24
Penyebab terjadinya kesalahan ini adalah karena siswa tidak cermat
dalam memperhatikan gambar.
c. Kesalahan dalam menghitung
Penyebab terjadinya kesalahan ini adalah karena siswa tidak teliti dalam
menghitung dan memasukkan angka ke dalam rumus.
d. Kesalahan yang berhubungan dengan materi prasyarat
Kesalahan dalam menggunakan rumus Phytagoras
Penyebab terjadinya kesalahan ini adalah:
a) Siswa tidak teliti dalam mengerjakan
b) Siswa memang tidak paham tentang Dalil Phytagoras
Kesalahan dalam mencari diagonal belah ketupat
Penyebab terjadinya kesalahan ini adalah:
a) Siswa tidak teliti dalam mengerjakan
b) Siswa tidak menggambarkan belah ketupat sehingga kemungkinan
melakukan kesalahan semakin besar
c) Siswa tidak tahu cara mencari diagonal belah ketupat. Hal ini
disebabkan karena siswa kurang laitah soal dan tidak paham Dalil
Phytagoras
Kesalahan dalam menentukan rumus luas serta tinggi segitiga
Penyebab terjadinya kesalahan ini adalah:
a) Siswa tidak teliti
b) Siswa tidak menggambarkan limas
c) Setelah menggambarkan limas, siswa salah dalam menentukan tinggi
segitiga karena terlalu terpaku pada gambar, tidak membayangkan
bentuk aslinya
Kesalahan dalam penjumlahan bilangan akar
Penyebab terjadinya kesalahan ini adalah karena siswa lupa dan tidak
teliti dalam mengerjakan
Kesalahan dalam mengubah satuan
Penyebab terjadinya kesalahan ini adalah:
a) Siswa tidak teliti dalam membaca soal
b) Siswa tidak tahu cara mengubah satuan m3
ke liter
25
2.3 Kemampuan Matematis yang Rendah
Dari hasil analisis data dan wawancara di atas, pemakalah berpendapat
bahwa kemampuan-kemampuan matematis siswa yang masih kurang antara lain
sebagai berikut.
a) Kemampuan Pemahaman Matematis
Kurangnya kemampuan ini teridentifikasi dari masih ada siswa yang kurang
bahkan tidak memahami konsep matematika, khusunya pokok bahasan SPLDV
serta prisma dan limas. Padahal Polya (dalam Sumarmo, 1987) berpendapat
bahwa kemampuan pemahaman terdiri dari empat tahap, sebagai berikut:
(1) pemahaman mekanikal, yang meliputi mengingat dan menerapkan rumus
secara rutin dan menghitung secara sederhana; (2) pemahaman induktif, yaitu
menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana atau kasus serupa;
(3) pemahaman rasional, yaitu siswa dapat membuktikan kebenaran rumus dan
teorema; (4) pemahaman intuitif, yaitu dapat memperkirakan kebenaran
dengan pasti (tanpa ragu-ragu) sebelum menganalisa lebih lanjut.
b) Kemampuan Koneksi Matematis
Kurangnya kemampuan ini teridentifikasi dari masih ada siswa yang belum
mampu mengoneksikan materi prasyarat. Hal ini merupakan salah satu
indikator kemampuan koneksi, yaitu: menggunakan koneksi antar topik
matematika (Sumarmo, 2006).
c) Kemampuan Spasial
Kurangnya kemampuan ini teridentifikasi dari masih ada siswa yang tidak bisa
membayangkan bangun ruangnya, sehingga tidak mampu menggambarkan
bangun ruang itu. Hal ini menyebabkan kesalahan intepretasi objek
geometrinya, misal: salah menentukan tinggi limas. Padahal hal ini merupakan
bagian dari indikator kemampuan spasial. Menurut Syahputra (2011) salah satu
indikator kemampuan spasial ialah mampu merepresentasikan model-model
bangun geometri yang digambarkan pada bidang datar.
d) Kemampuan Pemodelan Matematika
Kurangnya kemampuan ini teridentifikasi dari masih ada siswa salah dalam
memisalkan unsur-unsur yang diketahui ke dalam variabel, salah bahkan tidak
26
menyusun model matematika sesuai dengan infomasi yang didapatkan dari soal
yang telah dipahami, dan belum dapat menyederhanakan model matematika.
e) Kemampuan Berpikir Kreatif
Kurangnya kemampuan ini teridentifikasi dari cara/solusi jawaban siswa
terhadap soal yang diberikan cenderung sama/tidak variatif. Siswa
menyelesaikan soal dengan cara yang pernah diajarkan oleh gurunya. Hal ini
sesungguhnya menjadi kontroversi pemikiran pemakalah sendiri. Di satu sisi
pemakalah merasa bahwa ketidakkreatifan siswa merupakan akibat dari jenis
soal yang diberikan kepada siswa yang bukan merupakan bentuk soal
kemampuan kreatif. Namun di sisi lain, pemakalah beropini jika memang siswa
memiliki kreativitas yang mumpuni maka bagaimanapun bentuk soalnya siswa
akan mampu menunjukkan kekreativitasnya.
2.4 Alternatif Solusi
Pemakalah mencoba menelaah dari berbagai pembelajaran yang ada,
kemudian menganalisis pembelajaran seperti apa yang sesuai untuk menjadi
“obat” dari kesulitan siswa. Pemakalah berharap guru dapat:
1) Memberikan apersepsi sebelum pembelajaran dimulai. Guru memberikan
pendalaman kembali materi prasyarat yang harus dikuasai siswa sebelum
masuk ke materi lebih lanjut.
2) Bila diperlukan guru dapat memberikan 1 kali pertemuan khusus untuk
membahas mengenai materi prasyarat.
3) Guru diharapkan memberikan banyak soal kepada siswa sebagai pembiasaan
siswa dalam mengerjakan soal, disarankan untuk soal bentuk uraian.
4) Guru harus pandai memilih metode dan media yang sesuai dengan materi yang
akan diajarkan.
Berikut satu alternatif solusi untuk meningkatkan masing-masing
kemampuan-kemampuan matematis yang masih rendah:
a) Kemampuan Pemahaman Matematis
Palincsar dan Brown (1984) menjelaskan bahwa strategi reciprocal
teaching adalah pendekatan konstruktivis yang didasarkan pada prinsip-prinsip
membuat pertanyaan, mengajarkan keterampilan metakognitif melalui pengajaran,
27
dan pemodelan oleh guru untuk meningkatkan keterampilan membaca dan
pemahaman pada siswa yang berkemampuan rendah. Pembelajaran ini dilakukan
secara kooperatif di mana salah satu anggota kelompok berperan sebagai ketua
kelompok dan dilakukan secara bergantian. Salah seorang siswa yang bertugas
sebagai ketua kelompok tersebut memimpin teman-teman dalam kelompoknya
dalam melaksanakan tahap-tahap reciprocal teaching. Sedangkan guru berperan
sebagai fasilitator dan pembimbing yang melakukan scaffolding.
Kemampuan pemahaman matematis dapat dikembangkan dalam reciprocal
teaching. Hal ini bisa dilihat dari karakteristik dan tahap-tahap yang harus
dilakukan dalam reciprocal teaching. Palinscar dan Brown (1984)
mengemukakan bahwa reciprocal teaching dirancang untuk meningkatkan
pemahaman siswa melalui membaca dan menjelaskannya kepada teman sebaya.
Dengan tugas dan tantangan untuk menjelaskan materi kepada teman sebaya,
siswa akan termotivasi untuk lebih memahami materi tersebut.
Langkah awal reciprocal teaching adalah membaca bahan teks materi
matematika. Langkah ini mengarahkan siswa untuk memahami bahan bacaan.
Bagi siswa yang lebih pandai akan lebih mudah untuk memahami teks dan bisa
berperan sebagai ketua dalam kelompok, walaupun pada akhirnya semua anggota
diusahakan agar mendapat giliran sebagai ketua kelompok. Sedangkan siswa yang
lain atau yang kurang pandai bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau
prediksi sehingga bisa mendapat klarifikasi atau penjelasan agar menjadi lebih
paham. Klarifikasi merupakan salah satu unsur pemahaman, dan salah satu tahap
reciprocal teaching adalah klarifikasi. Tugas memberikan klarifikasi dan
penjelasan kepada teman sebaya akan memotivasi siswa untuk lebih memahami
materi tersebut. Dengan adanya tahap klarifikasi ini kemampuan pemahaman
matematis siswa diharapkan bisa meningkat.
Keyakinan pemakalah akan pembelajaran ini dapat meningkatkan
kemampuan pemahaman matematis siswa juga didukung oleh penelitian-
penelitian sebelumnya, antara lain: (1) Kahre (1999) mengadakan penelitian
tentang penerapan reciprocal teaching untuk meningkatkan kemampuan
pemahaman siswa terhadap masalah-masalah matematika untuk siswa kelas 7,
kelas 4 dan kelas 5 di Northern Illinois. Dari penelitiannya tersebut ditemukan
28
bahwa pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan pemahaman masalah-
masalah matematika. (2) Rahman (2004) dalam penelitian yang dilakukan
terhadap siswa SMA di Kendari mengemukakan bahwa penerapan pembelajaran
berbalik dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan kemampuan
generalisasi matematis siswa secara signifikan. Temuan lainnya adalah adanya
sikap siswa yang positif terhadap penerapan pembelajaran berbalik. Pandangan
atau pendapat guru terhadap pembelajaran berbalik juga menunjukkan sikap yang
positif.
b) Kemampuan Koneksi Matematis
Metode diskusi pada umumnya telah dilakukan di kelas-kelas, namun
diperlukan beberapa pengembangan agar pembelajaran lebih menarik dan
menyenangkan. Pembelajaran yang menggunakan model CORE merupakan
model pembelajaran yang berbasis aktivitas diskusi siswa (baik diskusi dalam
kelompok kecil, maupun diskusi dalam kelas) yang mencakup empat proses, yaitu
Connecting (menghubungkan), Organizing (mengorganisasikan), Reflecting
(menjelaskan kembali) dan Extending (memperluas pengetahuan),.
Pada tahap Connecting, guru menyajikan permasalahan yang berkaitan
dengan antar topik dalam matematika, topik matematika dengan mata pelajaran
lain dan aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, siswa
dituntut untuk melakukan diskusi dengan teman kelompok yakni untuk mencari
bagaimana keterkaitan antara permasalahan yang disajikan guru dengan
pengetahuan yang telah mereka miliki. Siswa dilatih untuk mengajukan pendapat
yang berhubungan dengan keterkaitan topik dalam matematika maupun dengan
topik di luar matematika. Hal ini bertujuan untuk melatih kemampuan koneksi
matematis siswa itu sendiri.
Pada tahap Organizing, siswa dalam kelompoknya mengorganisir
keterkaitan-keterkaitan yang kelah dikemukakan pada tahap sebelumnya menjadi
suatu argumen yang dapat dipertanggung jawabkan. Selanjutnya pada tahap
Reflecting, siswa menyajikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas. Terjadi
diskusi siswa dalam satu kelas yakni adanya interaksi antara siswa pada kelompok
penyaji dengan siswa peserta diskusi. Guru dalam hal ini sebagai fasilitator yakni
29
sebagai penengah siswa, memberikan pertanyaan-pertanyaan arahan pada siswa
yang belum bias mengkoneksikan permasalahan yang sedang dibahas dengan
pengetahuan yang telah siswa dapat sebelumnya. Pada tahap akhir kegiatan
diskusi kelas, kesimpulan disampaikan oleh perwakilan siswa dari masing-masing
kelompok.
Tahap Extending pada model CORE menuntut siswa untuk bekerja mandiri
karena pada tahap ini siswa mengerjakan tugas mandiri. Soal-soal yang disajikan
dalam latihan ini merupakan soal-soal yang terintegrasi dengan topik lain, mata
pelajaran lain, maupun dengan kehidupan sehari-hari. Setelah pada tahap
sebelumnya siswa dilatih untuk memberikan pendapat-pendapat yang
mengkaitkan idea-idea yang ada dalam kelompok, pada tahap ini siswa
diharapkan akan dapat memperluas pengetahuannya maupun melatih kemampuan
koneksi matematisnya. Berdasarkan uraian kelebihan dari masing-masing tahap
pada model CORE, diharapkan penerapan model CORE dapat meningkatkan
kemampuan koneksi matematis siswa.
Keyakinan pemakalah bahwa pembelajaran yang menggunakan model
CORE dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa didukung oleh
beberapa penelitian yang relevan, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh
Jacob (2005). Penelitian tersebut berjudul Pengembangan Model CORE dalam
Pembelajaran Logika dengan Pendekatan Reciprocal Teaching bagi Siswa SMA
Negeri 9 Bandung dan SMA Negeri 1 Lembang yang menyiratkan bahwa CORE
dapat dijadikan sebagai alternative pembelajaran matematika dalam rangka
pembentukan kemampuan kognitif siswa. Penelitian tersebut diperkuat oleh hasil
penelitian yang dilakukan Priatna (2009) yakni berjudul Perbandingan
Kompetensi Strategis Siswa SMP yang memperoleh Pembelajaran Matematika
melalui Model CORE dengan metode Ekspositori. Priatna menyimpulkan bahwa
kompetensi strategis siswa SMP yang diterapkan pembelajaran model CORE
lebih baik, dibandingkan dengan siswa yang diterapkan metode ekspositori.
Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Ruspiani (2000) yang berjudul
Kemampuan Siswa dalam Melakukan Koneksi Matematik. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ruspiani mengindikasikan bahwa kemampuan koneksi matematis
siswa dapat dikembangkan melalui sebuah kegiatan pembelajaran. Isum (2012)
30
mengemukakan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa SMK dapat
ditingkatkan melalui pembelajaran dengan model CORE, sebagaimana judul
penelitiannya yakni Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk
Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa di Sekolah
Menengah Kejuruan.
c) Kemampuan Spasial
Alternatif solusi untuk meningkatkan rendahnya kemampuan spasial salah
satunya adalah menciptakan lingkungan belajar yang melibatkan peran siswa
dalam menghadapi masalah baru yang ditemukan dalam kehidupan nyata,
menurut Smaldino et al. (2012), pembelajaran seperti ini disebut problem based
learning (PBL). Kemudian Smaldino et al. (2012) menambahkan teknologi dapat
menjadi “rekan intelektual” karena teknologi melibatkan dan mendukung siswa
dalam pembelajaran. Teknologi merupakan lingkungan yang melibatkan siswa
untuk menggunakan strategi belajar kognitif dan kemampuan berpikir kritis. Di
dalam NCTM (2000:24) tertuang bahwa “Technology is essential in teaching and
learning mathematics; it influences the mathematics that is taught and enhances
students’ learning”.
Selanjutnya Smaldino et al. (2012) menyatakan bahwa banyak software
yang menciptakan lingkungan belajar seperti itu. Pemakalah mengajukan salah
satu teknologi program komputer (software) yang dapat membantu siswa dalam
pembelajaran matematika, khususnya geometri. Software tersebut yaitu Cabri 3D.
Menurut Accascina dan Rogora (2006), Cabri 3D adalah perangkat lunak
dinamis-geometri yang dapat digunakan untuk membantu siswa dan guru untuk
mengatasi beberapa kesulitan dan membuat belajar geometri dimensi tiga
(geometri ruang) menjadi lebih mudah dan menarik serta mencegah miskonsepsi.
Berdasarkan hasil tes dan kuesioner pada penelitian yang dilakukan oleh
Andriyati dan Rudhito (2013), siswa terbantu dengan adanya program Cabri 3D
dalam mengatasi kesulitan belajar siswa dalam pembelajaran ruang dimensi tiga.
Hal ini dapat dilihat dari peningkatan nilai dan kemampuan siswa. Dengan kata
lain, pembelajaran geometri berbantuan Cabri 3D dapat membantu siswa untuk
31
meningkatkan kemampuan spasial siswa. Berikut kaitan antara kemampuan
spasial dengan software Cabri 3D.
Tabel 11
Kaitan Kemampuan Spasial dan Program Cabri 3D
No. Indikator
Kemampuan Spasial
Aktivitas Pembelajaran yang Dilakukan
Menggunakan Program Cabri 3D
1. Dapat mengidentifikasi/melihat
dan memahami masalah/objek
geometri.
Objek geometri ruang dapat diputar,
diseret, dicerminkan, atau dibalik, hingga
mudah mengidentifikasi.
2. Dapat mengubah informasi
dari semua jenis ke dalam
gambar atau bentuk-bentuk
lain.
Menggambar berbagai objek geometri
(seperti kubus dan prisma) di bidang lukis
Cabri 3D akan lebih mudah.
3. Dapat membayangkan posisi
suatu objek geometri sesudah
objek tersebut mengalami
rotasi, refleksi, atau dilatasi.
Gambar bangun geometri dapat diputar,
diseret, dicerminkan, atau dibalik pada
bidang kanvas Cabri 3D di layar monitor
komputer.
4. Dapat membandingkan kaitan
hubungan logis dari unsur-
unsur suatu bangun ruang.
Panjang dua diagonal ruang bangun
ruang geometri dapat dibandingkan
dengan memberi label ukuran panjang
pada masing-masing diagonal.
Besar dua sudut dapat dibandingkan
dengan memberi label besar sudut.
5. Dapat menduga secara akurat
bentuk suatu objek dipandang
dari sudut pandang tertentu.
Bentuk sebenarnya suatu bangun ruang
geometri dapat dikonfirmasi di layar utama
dengan cara memutar gambarnya sesuai
dengan sudut pandang yang ditentukan.
6. Dapat menentukan objek yang
cocok pada posisi tertentu dari
sederetan bangun geometri
ruang atau mengenal pola.
Di kanvas dapat dilukis sederetan bangun
geometri ruang, siswa lalu diminta
menentukan bangun geometri ruang yang
cocok pada urutan berikutnya.
7. Dapat mengkonstruksi model
yang berkaitan dengan suatu
objek geometri ruang.
Di bidang gambar/kanvas dapat
dikonstruksi gambar objek geometri ruang
secara 3 dimensi.
8. Dapat merepresentasikan
model-model bangun geometri
yang digambarkan pada bidang
datar.
Dengan menggunakan Cabri 3D, gambar
objek geometri 3 dimensi dapat
direpresentasikan seperti gambar pada
bidang datar.
9. Dapat menemukan informasi
dari visual berupa objek
sederhana dalam konteks
keruangan yang kompleks.
Pada kanvas dapat digambar berbagai
bangun geometri, sehingga dapat
digambarkan secara trial and error (coba-
coba) hingga mendapat gambar yang lebih
tepat.
32
d) Kemampuan Pemodelan Matematika
Kemampuan pemodelan matematika adalah kemampuan yang dimiliki
siswa untuk menyajikan masalah nyata (informal) menjadi bentuk abstrak
(formal) dalam bentuk tampilan gambar, grafis, prosedur kerja yang teratur dan
sistematis, serta mengandung pemikiran bersifat uraian atau penjelasan untuk
menyelesaikan permasalahan matematika. Pemodelan berfungsi untuk
menjembatani pengetahuan matematika nonformal dan matematika formal dari
siswa. Siswa mengembangkan model tersebut dengan menggunakan model
matematika (formal dan nonformal) yang telah diketahui dengan menyelesaikan
soal kontekstual dari situasi real yang sudah dikenal siswa sehingga ditemukan
model dari (model of) dalam bentuk informal kemudian diikuti dengan
menemukan model dari (model for) dalam bentuk formal sehingga siswa
mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan masalah yang kontekstual.
Dalam RME, pemodelan merupakan salah satu karakteristik yang
mempunyai peranan penting dalam membantu siswa untuk menyelesaikan
permasalahan matematika. Bagi siswa yang memiliki kemampuan kognitif tinggi
model konkret mungkin tidak banyak membantu malah mungkin membosankan
dan bahkan dengan model abstrak atau tanpa pemodelan dimungkinkan siswa
dapat menyelesaikan permasalahan. Tetapi bagi siswa yang berkemampuan
sedang dan rendah model konkret sangat bermanfaat sebagai alat bantu dalam
menjabarkan dan memvisualisasikan masalah konteks dunia nyata dalam
matematika. Dari uraian di atas dapat diduga bahwa RME dapat meningkatkan
kemampuan pemodelan matematika siswa.
Berikut bagan kaitan antara RME dengan kemampuan pemodelan
matematika dan tujuan pembelajaran matematika di sekolah. RME adalah salah
satu pendekatan yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan pemodelan
matematika serta tujuan pembelajaran matematika.
33
34
e) Kemampuan Berpikir Kreatif
Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan memecahkan masalah
tidak rutin dal am matematika yang mencerminkan aspek: fluency, flexibility,
originality, dan evaluation. Fluency adalah kemampuan memberikan lebih dari
satu ide dan mencetuskan banyak pendapat serta jawaban. Flexibilty adalah
kemampuan memecahkan masalah dengan berbagai cara dan menghasilkan
gagasan serta jawaban yang bervariasi. Originality adalah kemampuan melahirkan
gagasan baru dan unuk. Elaboration adalah kemampuan mengembangkan suatu
gagasan dan memperinci secara detail dari suatu situasi sehingga lebih menarik.
Berdasarkan hasil penelitian Kartini (2011) menyatakan bahwa siswa yang
mendapatkan pembelajaran inkuiri model Alberta dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif. Pembelajaran inkuiri model Alberta meliputi: tahap
planning, pada tahap ini siswa diarahkan dan dibimbing untuk merumuskan dan
memahami permasalahan yang ingin didiskusikan (processing). Tahap retrieving,
siswa diminta untuk mengingat kembali materi-materi yang relevan yang
berhubungan dengan permasalahan yang didiskusikan. Tahap creating, siswa
mendapatkan solusi atau informasi dari permasalahan dan siswa diarahkan untuk
kreatif sehingga dapat menyelesaikan suatu masalah lebih dari satu cara. Tahap
sharing, siswa melakukan diskusi kelas tentang hasil masalah yang telah
diperoleh, dan tahap evaluation, siswa menguji jawaban termasuk
membandingkan dengan jawaban siswa yang lain.
Pembelajaran inkuiri model Alberta dapat memfasilitasi berkembangnya
aktivitas yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, karena
siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan gagasan atau ide-ide baru dalam
menyelesaikan suatu masalah. Pemakalah merekomendasikan pembelajaran
inkuiri model Alberta untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa
yang masih rendah.
35
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan Saran
a. Dari hasil analisis diperoleh bahwa kesalahan yang banyak dilakukan siswa
adalah kesalahan konsep. Oleh karena itu, guru hendaknya tidak hanya
menekankan pada latihan soal tetapi lebih ditekankan pada pemahaman konsep
tentang luas permukaan serta volume prisma dan limas serta sistem persamaan
linier dua variabel. Perlu juga ditekankan dalam hal cara memperoleh rumus
sehingga siswa tidak hanya sekedar menghafal tapi benar-benar memahami
konsep rumus tersebut.
b. Selain kesalahan konsep, siswa juga melakukan banyak kesalahan pada materi
prasyarat. Oleh karena itu, hendaknya pada awal pelajaran guru juga
mengingatkan tentang materi prasyarat yang dibutuhkan pada materi ini
misalnya tentang luas bangun datar, rumus Phytagoras, dan penggunaan satuan.
c. Penggunaan alat peraga sangat penting agar siswa tidak terpaku pada gambar
tetapi dapat membayangkan bentuk asli dari bangun tersebut.
d. Beberapa siswa tidak terbiasa menggambarkan bangun-bangun yang
disebutkan dalam soal. Guru dapat membiasakan siswa untuk menggambar
agar dapat mengurangi resiko tidak teliti saat mengerjakan.
e. Dalam belajar, hendaknya siswa tidak hanya menghafalkan rumus tetapi lebih
berusaha untuk memahami konsep. Selain itu, siswa harus lebih banyak latihan
soal dan berhati-hati dalam membaca soal serta menghitung.
g. Guru harus memberikan apersepsi atauh bahkan memberikan 1 kali pertemuan
yang khusus membahas mengenai materi prasyarat dan materi yang dirasa sulit
bagi siswa.
f. Hal penting lainnya adalah guru dalam memberikan soal dan penjelasan yang lebih
bervariasi sehingga siswa tidak mengalami kesulitan apabila menemui soal dengan
penyajian yang berbeda.
g. Siswa sering melakukan kesalahan operasi aljabar, ini terjadi karena siswa
mempunyai pemahaman yang salah maka ini semestinya menjadi perhatian guru.
36
h. Bagi siswa untuk mengatasi kesulitan dalam memahami maksud soal dapat
dilakukan dengan membaca soal berulang-ulang atau sering mengerjakan soal.
i. Dari beberapa kemampuan matematis yang masih rendah di antaranya bisa
dikatakan kemampuan dasar matematika. Pemakalah mengkhawatirkan jika
kemampuan dasarnya saja masih relatif rendah maka tidak mustahil kemampuan
tingkat tingginya akan sulit dicapai. Oleh karena itu, pemakalah berharap hal ini
menjadi perhatian khusus bagi kita semua.
3.2 Implikasi
Hasil yang diharapkan dari makalah ini adalah bisa mengetahui letak
kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pokok bahasan sistem
persamaan linear dua variabel dan bangun ruang sisi datar prisma & limas. Selain
itu, diharapkan juga dapat mengetahui penyebab terjadinya kesalahan tersebut
dengan demikian dapat menentukan pembelajaran yang sesuai.
Kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa tersebut dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan bagi guru dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar.
Kesalahan-kesalahan tersebut juga dapat menjadi pemikiran guru dalam
mengambil langkah antisipasi agar kesalahan serupa tidak terjadi lagi. Pemakalah
berharap, pembaca mendapat gambaran mengenai tingkat penguasaan dan
kemampuan siswa terhadap dua pokok bahasan ini. Bagi siswa, kesalahan-
kesalahan yang dilakukan dapat dijadikan sebagai bahan koreksi terhadap
usahanya dalam belajar sudah maksimal atau belum. Selain itu dapat digunakan
sebagai acuan untuk melanjutkan kegiatan belajarnya agar menjadi lebih baik dan
tidak mengulangi kesalahan yang sama. Bagi para peneliti, makalah ini dapat
menjadi studi pendahuluan untuk rencana penelitian mereka.
37
DAFTAR PUSTAKA
Accascina, G & Rogora, E. (2006). Using Cabri 3D Diagrams For Teaching
Geometry. [Online]. Tersedia:
http://www.didmatcofin05.unimore.it/online/Home/Prodotti/Prodotti2006/d
ocumento [10 Desember 2012].
Andriyati, F. R. & Rudhito, M. A. (2013). Pengaruh Penggunaan Program Cabri
3D Terhadap Pemahaman Siswa dalam Menentukan Jarak Titik ke Garis
pada Ruang Untuk Siswa Kelas X SMA. [Online]. Tersedia:
http://repository.library.uksw.edu/handle/123456789/3024.[25 Oktober
2013].
BSNP. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
Isum, L. (2012). Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk
Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa di
Sekolah Menengah Kejuruan. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI
Bandung: tidak diterbitkan.
Jacob, C. (2005). Pengembangan Model CORE dalam Pembelajaran Logika
dengan Pendekatan Reciprocal Teaching bagi Siswa SMA Negeri 9
Bandung dan SMA Negeri 1 Lembang. Bandung: Laporan Piloting FPMIPA
UPI: tidak diterbitkan.
Kahre, S. et. al. (1999). Improving reading Comprehension Throguh The Use of
Reciprocal Teaching. Master’s Action Research Project. Xavier Saint
University. Chicago, Illinois [Online]. Tersedia:
http://www.eric.ed.gov/ericdocs/data/ericdocs2sql.pdf. [5 Desember 2013].
Kartini. (2011). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif serta Belief
Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Inkuiri
Model Alberta. Disertasi. SPs UPI: Tidak diterbitkan. [Online]. Tersdia:
http://teams.lacoe.edu/documentation/classroom/patti/2-
3/teacher/resources/reciprocal.html[6 Desember 2013].
NCTM. (2000). Principles and Standars for School Mathematics. Reston, VA:
NCTM.
Palinscar, A. & Brown, A. (1984). Reciprocal Teaching in Comprehension-
Fostering and Comprehension-Monitoring Activities Cognition and
Instrcution.
38
Priatna, N. (2009). Perbandingan Kompetensi Strategis Siswa SMP yang
memperoleh Pembelajaran Matematika melalui Model CORE dengan
metode Ekspositori. Jurnal Pendidikan No 2 Th XXVIII 2009. Mimbar
Pendidikan UPI.
Rahman, A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan
Generalisasi Matematik Siswa SMA melalui Pembelajaran Berbalik. Tesis.
SPs: Tidak diterbitkan.
Smaldino, S. E., Lowther, D. L., & Russel, J. D. (2012). Instructional Technology
& Media for Learning. Jakarta: Kencana.
Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa
Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur
Proses Belajar Mengajar. Disertasi. PPs UPI: Tidak diterbitkan.
Sumarmo, U. (2006). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika Pada
Siswa Sekolah Menengah. [Online]. Tersedia:
http://www.docstoc.com/docs/62326333/Pembelajaran-Matematika[12
April 2011]
Syahputra, E. (2011). Peningkatan Kemampuan Spasial dan Disposisi Matematis
Siswa SMP dengan Pendekatan PMRI pada Pembelajaran Geometri
Berbantuan Komputer. Disertasi. SPs UPI: Tidak diterbitkan.
39
LAMPIRAN
Recommended