View
65
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
I. Hasil Observasi SOP Pasien di UGD RSUD Muntilan
Setting Ruang UGD
Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Muntilan memiliki bangunan
tersendiri yang terpisah dengan gedung utama dari rumah sakit tersebut.
Unit tersebut memiliki 3 ruang utama untuk penanganan pasien, yakni
ruang resusitasi dan tindakan non bedah, ruang tindakan bedah, dan juga
ruang observasi. Ruang resusitasi dan tindakan non bedah memiliki 2 buah
ranjang, dan juga dilengkapi berbagai macam alat untuk menunjang
prosedur. Untuk ruang tindakan bedah, terdiri dari 2 buah ranjang,
sedangkan ruang observasi memiliki 3 buah ranjang. Di bagian depan
bangunan, terdapat ruang administrasi pelayanan UGD dan juga ruang
tunggu untuk keluarga, sehingga diharapkan tidak mengganggu jalannya
pertolongan pasien.
Tepat setelah pintu masuk UGD, terdapat ruang triase yang ditandai
dengan kotak berwarna biru. Dari kotak triase tersebut, terdapat 4 warna
garis yang akan mengantarkan kita menuju masing – masing ruang
tindakan sesuai kebutuhan pasien. Garis kuning akan mengantarkan kita
kepada ruang resusitasi dan tindakan non bedah. Garis merah akan
mengantarkan kita pada ruang tindakan bedah, warna hijau menuju
poliklinik atau ruang observasi, dan warna hitam menuju kepada
pelayanan pemulasaraan jenazah pada kasus death on arrival.
Selain ruangan – ruangan untuk penanganan pasien yang telah
disebutkan di atas, di UGD RSUD Muntilan juga terdapat berbagai
fasilitas untuk para tenaga medis dan juga pasien beserta keluarga yang
mengantar, seperti pantry, toilet, ruang dokter, apotek, dan juga ranjang
kosong yang dipersiapkan untuk ambulansi pasien dari kendaraan.
Sedangkan untuk laboratorium dan fasilitas penunjang diagnosis yang lain
terdapat di bangunan utama RSUD Muntilan.
1
DENAH RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD MUNTILAN
2
B A
Q
R
HI
K
L
KETERANGAN :
A = TEMPAT TUNGGU KELUARGA
B = PENDAFTARAN/ADMINISTRASI
C = RUANG RESUSITASI
D = RUANG TINDAKAN NON BEDAH
E = RUANG TRIASE
F = RUANG TINDAKAN BEDAH
G = RUANG CUCI ALAT
H = RUANG NURSE STATION
I = RUANG KONSULTASI DOKTER
N
O
J = KAMAR DOKTER
K = RUANG PONEK
L = JALUR EVAKUASI
M = PANTRY
N = TOILET PETUGAS
O = RUANG KEPALA IGD
P = KAMAR PERAWAT
Q = OBSERVASI/IMC
R = TOILET PASIEN
DE
TRIASE
CF
GJ
M
P
Alur pelayanan pasien di UGD
ENYAKI
3
PASIEN DATANG
PEMERIKSAAN PENUNJANG
RUJUK KE PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSIS
PT BEDAH PENYAKIT NON BEDAH
KONSULTASI SPESIALIS
RAWAT JALANRAWAT INAP
RUJUK
MENINGGAL
ANAMESIS DAN VITAL SIGN PEMERIKSAAN FISIK
TRIASE
PENERIMAAN PASIEN
Sediaaan peralatan dan obat-obatan emergencyUnit Gawat Darurat RSUD Muntilan memiliki berbagai macam aat untuk
menunjang diagnosis dan terapi pada pasien gawat darurat. Di antaranya
adalah :
- tabung oksigen, kanul oksigen, facemask
- EKG
- berbagai macam cairan infus
- defibrillator,
- tensimeter
- termometer
- endotracheal tube
- peralatan bedah minor
- spuit injeksi, dll
sedangkan untuk terapi medikamentosa, disiapkan berbagai macam
obat yang dapat digunakan dalam tindakan gawat darurat. Di antaranya
adalah:
- Adrenalin
- Dexamethason
- Salbutamol
- Golongan steroid
- Ipatropium bromida
- Lidokain
- Sulfasatropin, dll
1.
4
II. Laporan Kasus Kegawatdaruratan
Identitas
Nama : Tn. SS
Alamat : Ngemplak Plosogede, Magelang
Umur : 54 th
Agama : Islam
Pekerjaan : petani
Masuk RS : 10 November 2013 pukul 17.00
Nomer RM : 15-60-34
Anamnesis (Alloanamnesis)
a. Keluhan Utama : sesak napas
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan sesak napas setelah merokok sejak sekitar 4
hari yang lalu yang disertai dengan munculnya bengkak pada
kedua kaki. Sesak napas dirasakan makin memberat jika pasien
berbaring sehingga sejak saat itu pasien tidur dengan posisi duduk
dan diganjal bantal. Sejak sesak napas muncul, pasien sudah tidak
dapat bekerja di sawah lagi. Keluhan dirasakan semakin lama
semakin berat sehingga akhirnya keluarga membawa pasien ke
UGD RSUD Muntilan.
Sistem Saraf Pusat : Demam (-)
Sistem Kardiovaskuler : Berdebar-debar (+), nyeri dada (-)
Sistem Respirasi : Batuk(+),mengi (-)
Sistem Gastrointestinal : Mual (-),muntah (-) nyeri ulu hati
(+) BAB normal
Sistem Urogenital : BAK normal
Sistem Muskuloskeletal : Lemah (+), Letih (+), edema pada
kaki (+)
Sistem Integumentum : Kulit pucat (-), dingin (-), Keringat
berlebih (-)
5
c. Riwayat penyakit Dahulu :
- Riwayat darah tinggi : tidak ada
- Riwayat nyeri dada disangkal.
- Riwayat penyakit jantung sebelumnya : ya. Pada tahun 2011,
untuk pertama kalinya pasien masuk ke rumah sakit karena keluhan
sesak napas dan perasaan tidak enak di daerah dada. Dokter
kemudian mendiagnosis pasien mengalami gagal jantung dan sejak
saat itu pasien rutin menjalani terapi obat.
- Riwayat penyakit pernapasan (asma) : disangkal.
- Riwayat alergi : disangkal
d. Riwayat penyakit Keluarga:
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama : disangkal.
Riwayat asma : ibu
Riwayat darah tinggi : tidak ada
Riwat kencing manis : tidak ada
Riwayat penyakit jantung dalam keluarga : tidak ada
e. Kebiasaan dan Aspek Lingkungan :
Menurut keluarga, pasien gemar mengonsumsi kopi dan juga
merupakan perokok aktif sejak muda. Namun sejak didiagnosis
gagal jantung pasien sudah tidak pernah sama sekali mengonsumsi
keduanya. Pasien jarang berolahraga. Pasien gemar mengonsumsi
sayur dan buah, dan kurang suka makanan daging dan ayam. Pasien
tidak memiliki kecenderungan untuk menyukai makanan yang asin
atau bersantan.
6
Pemeriksaan
Status Pasien
Keadaan umum : tampak sesak
Kesadaran : compos mentis / E4V5M6
Tanda Vital :
Suhu : tidak dilakukan pemeriksaan
Respirasi : 30x/menit
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 96x/menit
Pemeriksaan Fisik
Kepala : Tidak dilakukan
Leher : Pemeriksaan JVP meningkat
Inspeksi thorax : Dada simetris kanan dan kiri, abdomen lebih tinggi
daripada dada, ictus cordis tidak nampak.
Perkusi dan palpasi : Tidak dilakukan.
Auskultasi thorax :
Cardio: bising (-) gallop S3 (-)
Pulmo: Dominan suara vesikuler disemua lobus, Ronki (-), Wheezing(-)
Extermitas bawah : Edem pada kaki dextra dan sinistra
Pemeriksaan Penunjang
EKG :
Irama sinus
Abnormalitas atrium kiri
Deviasi aksis jantung kiri
Abnormalitas T di lead lateral (T inversi L1-aVL) : Hipertrofi ventrikel
kiri
Abnormalitas QRS-T
Q patologis V1-V4: Kerusakan myokardium anteroseptal (infark
myokardium)
Interval QT memanjang
7
Pemriksaan darah lengkap : dalam batas normal
Diagnosa Banding:
Congestive Heart Failure (NYHA IV)
Asma bronkiale
Diagnosis Kerja:
Congestive Heart Failure (NYHA IV)
Penatalaksanaan
Terapi di UGD :
O2 3lpm
IVFD D5 Mikro
Inj. Ranitidin 1A/12 jam
Inj. Lasix 1A/12 jam
CPG 1x1
Aspilet 1x1
Terapi yang akan diberikan dibangsal rawat inap:
Monitor TTV
IVFO DS:RL=12 tpm makro
Inj. Ranitidin 1A/12 jam
Inj. Lasix 1A/12 jam
Cefotaxim 1gr/12jam
Digoxin 2x1
Dexa 1A/8jam
ISDN 2x1
GG100 3x1
8
Prognosis
Pasien segera mendapat pertolongan setelah adanya kejadian, serta
pertimbangan dari pasien bahwa pasien mendapat perawatan yang
adequat saat menjalani perawatan lanjutan maka diramalkan
prognosisnya baik. Namun untuk penyakit yang mendasari, yakni
CHF, diperkirakan tidak dapat sembuh, sehingga terapi dan berbagai
upaya yang dilakukan bersifat untuk memperbaiki kualitas hidup dan
mencegah perburukan kondisi pasien.
9
III. Pembahasan dan Analisis
Anamnesis
Sesak napas (dyspnea) merupakan bentuk gejala paling umum dari berbagai
penyakit saluran pernapasan. Pada umumnya, sesak napas timbul karena adanya
obstruksi pada saluran pernapasan, karena gangguan pengembangan paru, maupun
gangguan sistemik lainnya yang menyebabkan tubuh mengalami kesulitan dalam
mengompensasi kebutuhan oksigen.
Berdasarkan dari anamnesis yang kami lakukan kepada keluarga pasien,
didapatkan informasi bahwa gejala sesak napas timbul setelah pasien merokok
sejak sekitar 4 hari yang lalu. Sesak napas dirasakan makin memberat saat pasien
berbaring, sehingga untuk tidur pasien harus dalam posisi duduk dan diganjal
dengan bantal. Bersamaan dengan gejala sesak napas, pasien juga mengalami
gejala tambahan yakni adanya pembengkakan pada kedua kaki, berdebar – debar,
lemah dan letih, nyeri pada ulu hati, dan juga adanya batuk tanpa dahak.
Selain itu, pasien juga pernah didiagnosis mengalami gagal jantung kongestif
sejak 2 tahun yang lalu dan rutin menjalani terapi rawat jalan. Di keluarga pasien,
terdapat riwayat asma, yang dapat menjadi salah satu faktor resiko timbulnya
gejala sesak napas.
Keluhan utama sesak napas yang memberat dalam posisi berbaring
ditambah dengan keluhan adanya bengkak pada kedua kaki dan
juga adanya riwayat gagal jantung mengarahkan pada diagnosis
gagal jantung eksaserbasi akut
Adanya riwayat penyakit asma pada keluarga dapat dijadikan
sebagai diagnosis banding timbulnya keluhan sesak napas setelah
merokok
Merokok dapat memicu terjadinya sesak napas melalui beberapa
mekanisme, yakni :
1. reaksi hipersensitivitas , terutama pada pasien dengan riwayat
adanya penyakit atopik sebelumnya maupun pada
keluarganya
10
2. kandungan CO pada asap rokok menyebabkan Hb lebih
cenderung mengikat CO daripada oksigen, sehingga beberapa
jaringan tubuh akan mengalami hipoksia dan akhirnya
timbullah gejala sesak napas
3. mengiritasi mukosa saluran napas secara langsung, sehingga
timbullah inflamasi yang menyebabkan adanya gangguan
pada jalan napas
4. pada pasien dengan riwayat penyakit kardiovaskuler, nikotin
yang terkandung dalam rokok memicu terjadinya
peningkatan tahanan vaskuler, sehingga tekanan darah akan
meningkat, menyebabkan beban kerja jantung semakin
meningkat dan pada pasien atherosklerosis sangat mungkin
terjadi emboli plak. Beban kerja jantung yang meningkat
akan menimbulkan manifestasi berdebar – debar, dan pada
pasien gagal jantung kronis hal tersebut dapat memperburuk
kondisi jantung sehingga lama kelamaan jantung akan
semakin lelah. Kelelahan jantung kiri dalam memompa
jantung membuat darah yang seharusnya diejeksikan
terkumpul di dalam ventrikel kiri sehingga timbullah
bendungan pada jalur menuju jantung kiri dan selanjutnya
tekanan pada kalur tersebut akan meningkat. Adanya
kegagalan jantung kiri untuk berkontraksi menyebabkan
adanya bendungan dan peningkatan tekanan pada vena
pulmonalis. Bendungan dan peninggian tekanan vena
pulmonalis akan menyebabkan adanya perembesan plasma
pada lobus paru, sehingga akan terjadinya penumpukan
cairan yang menyebabkan timbulnya edema paru. Adanya
edema paru menyebabkan area pertukaran oksigen di paru
berkurang, dan akan menyebabkan timbulnya sesak napas
(dyspnea). Memberatnya sesak napas saat berbaring
(orthopnea) disebabkan karena perubahan posisi
11
menyebabkan cairan memenuhi dasar lobus paru, sehingga
tidak dapat terjadi pertukaran oksigen di seluruh area paru.
Bengkak pada kedua kaki merupakan salah satu tanda bahwa telah
terjadi gagal jantung kanan. Karena jantung kanan tidak mampu
untuk memompa darah secara adekuat, maka terjadi bendungan dan
peninggian tekanan di vena – vena yang menuju ke jantung kanan.
Adanya bendungan vena sistemik menyebabkan darah tertumpuk di
area dengan gaya gravitasi paling tinggi sehingga terjadi
perembesan plasma di jaringan interstisial ekstremitas inferior yang
menyebabkan timbulnya edema di tungkai.
Nyeri ulu hati pada pasien dengan gagal jantung kemungkinan
besar disebabkan karena adanya adanya hepatomegali akibat dari
gagal jantung kanan. Adanya hambatan darah untuk masuk ke
jantung kanan menyebabkan darah terbendung di vena porta
hepatica dan timbullah hepatomegali. Sebelum adanya pemeriksaan
hepar lebih lanjut, nyeri ulu hati juga dapat diduga akibat adanya
tukak lambung.
Lemah dan letih dapat timbul karena hipoksia jaringan
Batuk tanpa dahak dapat timbul sebagai bentuk kompensasi untuk
mendapatkan oksigen yang cukup
Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh dokter UGD, hanya ditemukan
keabnormalan pada tekanan vena jugularis dan kondisi ekstremitas (edema
tungkai).
Peningkatan JVP juga merupakan tanda dari gagal jantung kanan.
Darah dari vena jugularis tidak dapat memasuki atrium kanan
sehingga timbullah bendungan yang menyebabkan tekanannya
meningkat.
12
Selain pemeriksaan fisik di atas, sebaiknya juga dilakukan pemeriksaan fisik
abdomen untuk mengecek adanya hepatomegali karena pasien gagal jantung
kemungkinan besar juga mengalami hepatomegali.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan oleh dokter UGD adalah
elektrokardiogram dan pemeriksaan darah lengkap. EKG merupakan pemeriksaan
awal yang relatif cepat untuk menilai kondisi jantung dan kelistrikannya. Pada
pemeriksaan EKG yang dilakukan pada pasien, didapatkan hasil sebagai berikut :
Irama sinus : karena adanya P yang diikuti QRS
Abnormalitas atrium kiri : dari adanya P mitral di V5
Deviasi aksis jantung kiri : karena L1 + sedangkan aVF -
Abnormalitas T di lead lateral (T inversi L1-aVL) : Hipertrofi ventrikel
kiri
Abnormalitas QRS-T : dugaan iskemia, infark, atau gangguan ventrikel
Q patologis V1-V4: Kerusakan myokardium anteroseptal (infark
myokardium)
Interval QT memanjang : dugaan bradikardia atau hipokalsemia
Dari hasil yang didapatkan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
Tidak terdapat kasus aritmia pada pasien
Terjadi hipertrofi jantung kiri (atrium dan ventrikel) yang diikuti dengan
deviasi aksis jantung kiri. Hal ini timbul karena kompensasi jantung
untuk meningkatkan stroke volume sehingga timbullah hipertrofi
myokardium dan kemudian terjadi pembesaran pada jantung
(kardiomegali). Namun, seiring dengan bertambahnya ukuran
myokardium, kekuatan kontraksinya akan semakin berkurang, sehingga
kepayahan jantung akan semakin parah.
Terdapat dugaan infark pada myokardium, yang mungkin terjadi
berkaitan dengan kepayahan myokardium. Hal ini bisa diperparah dengan
kemungkinan faktor resiko hiperlipidemia yang merupakan faktor resiko
utama penyakit – penyakit jantung.
13
Terdapat dugaan hipokalsemia. Hal ini bisa disebabkan karena elektrolit
yang semakin berkurang akibat kebocoran plasma ke jaringan interstisial.
Menurut Manurung (2009) selain pemeriksaan EKG, pemeriksaan penunjang
yang diperlukan dalam kasus gagal jantung akut di antaranya adalah :
1. Foto thorax
Untuk menilai derajat kongesti paru, dan untuk mengetahui adanya
kelainan jantung dan paru yang lain seperti efusi pleura, infiltrat, atau
kardiomegali.
2. Analisis gas darah arteri
Untuk menilai keseimbangan oksigenasi (PO2), fungsi respirasi (PCO2),
dan juga keseimbangan asam basa (pH) darah.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, urea, kreatinin, gula darah, enzim jantung, dan
lain sebagainya perlu untuk dilakukan sesuai dengan keadaan pasien. Pada
pasien Tn. SS perlu juga untuk dilakukan pemeriksaan kadar lipid karena
telah didapatkan gambaran infark myokardium pada pemeriksaan EKG
sehingga pengontrolan konsumsi lemak diharapkan dapat mencegah
timbulnya penyakit jantung koroner.
4. Natriuretic peptide
Kadar BNP dan NT-pro BNP meningkat lebih dari 100 pg/ml pada pasien
gagal jantung.
5. Ekokardiografi
Untuk mengevaluasi dan memonitor fungsi sistolik ventrikel, fungsi
diastolik ventrikel, kelainan perikardium, stroke volume, tekanan arteri
pulmonalis, dsb.
Diagnosis
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu
kondisi dimana jantung mengalami kegagalan secara fungsi dan struktural untuk
memompakan darah yang membawa oksigen ke seluruh tubuh (ESC, 2012).
14
Menurut kriteria Firmingham, terdapat beberapa tanda dan gejala untuk
menegakkan diagnosis gagal jantung :
Kriteria major:
- Paroksismal nokturnal dispnea
- Distensi vena leher
- Ronki paru
- Kardiomegali
- Edema paru akut
- Gallop S3
- Peninggian tekanan vena jugularis
- Refluks hepatojugular
Kriteria minor:
- Edema ekstremitas
- Batuk malam hari
- Dispnea d’effort
- Hepatomegali
- Efusi pleura
- Penurunan kapasitas vital paru 1/3 dari normal
- Takikardia (120x/menit)
Major atau minor :
- Penurunan BB ≥ 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan
- Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2
kriteria minor
Menurut New York Heart Association (NYHA), terdapat beberapa klasifikasi
gagal jantung berdasarkan keterbatasan aktivitasnya, munculnya gejala pada
aktivitas biasa, dan kondisi pasien saat istirahat.
15
Keterbatasan
aktivitas
Munculnya gejala
saat aktivitas biasa
Kondisi pasien saat
istirahat
Klasifikasi
Tidak ada Tidak ada Nyaman I
Sedikit Mulai muncul Nyaman II
Terlihat nyata Gejala mulai
muncul ketika
aktivitas
diturunkan
Nyaman III
Tidak dapat
melakukan
aktivitas
apapun
Tidak nyaman
dengan aktivitas
apapun
Gejala timbul bahkan
saat istirahat
IV
Pada pasien dalam kasus, gejala dan tanda yang muncul secara nyata adalah
dyspnea, orthopnea, edema tungkai, peningkatan JVP, kardiomegali, dan dugaan
hepatomegali (dari gejala nyeri ulu hati), sehingga dari kriteria Firmingham sudah
dapat ditegakkan diagnosis Congestive Heart Failure, dan berdasarkan klasifikasi
NYHA gejala – gejala pasien yang tetap timbul pada saat pasien beristirahat
termasuk dalam kriteria NYHA IV.
Diagnosis banding asma bronkiale dapat disingkirkan karena :
- Pasien sebelumnya tidak pernah memiliki riwayat sesak napas karena
alergi
- Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya wheezing
Tatalaksana
Terapi yang diberikan oleh pasien saat di UGD adalah sebagai berikut :
1. O2 3lpm
Untuk mencegah hipoksemia dan untuk mencapai saturasi oksigen
arterial ≥ 95%
16
2. IVFD D5 Mikro
Intravena fluid dextrose 5% mengandung 50 gr glukosa anhydrate
per 1000 ml cairan yang diberikan. Infus ini diberikan untuk
menggantikan cairan dan kalori yang dikeluarkan.
3. Inj. Ranitidin 1A/12 jam
Ranitidin merupakan antagonis reseptor H2 yang berfungsi untuk
menurunkan sekresi asam lambung. Obat ini diberikan karena
ditemukan keluhan nyeri ulu hati pada pasien.
Dosis Ranitidin per ampul (2 ml) adalah 50 mg, yang diberikan tiap
12 jam untuk jalur pemberian dengan bolus. Encerkan dengan NaCl
0,9% hingga volume mencapai 20 ml, setelah itu diberikan dengan
kecepatan tidak lebih dari 4 ml/menit (waktu pemberian adalah 5
menit)
4. Inj. Lasix 1A/12 jam
Injeksi Lasix per 1 ampul mengandung 250 mg (25 ml) furosemide
Berfungsi untuk menghambat reabsorpsi sodium dan air di lengkung
ascenden angsa Henle dan tubulus convolutus proximal sehingga
diharapkan terjadi diuresis dan edema akan berkurang
Tiap 1 ampul Lasix diencerkan dengan larutan RL dan dextrose (1:1)
hingga mencapai volume 250 ml. Berikan dengan kecepatan
maksimum 4 ml/menit selama 60 menit.
5. CPG 1x1
Clopidogrel merupakan agen inhibitor agregasi platelet di pembuluh
darah
Dosis dewasa yang diberikan adalah 75 mg/hari
6. Aspilet 1x1
Tiap 1 tablet Aspilet mengandung 80 mg asam asetilsalisilat
Berfungsi sebagai anti inflamasi non-steroid
Obat ini merupakan kontraindikasi untuk pasien dengan penyakit
asma dan tukak lambung.
17
Terapi yang akan diberikan dibangsal rawat inap:
Monitor TTV
Untuk mengevaluasi dan memonitor tanda – tanda vital secara
intensif
IVFD D5:RL=12 tpm makro
Untuk menjaga pasokan cairan dan kalori berkaitan dengan
penggunaan diuretik
Inj. Ranitidin 1A/12 jam
Untuk mengurangi keluhan nyeri ulu hati
Inj. Lasix 1A/12 jam
Untuk mengurangi edema paru dan ekstremitas
Cefotaxim 1gr/12jam
Merupakan antibiotik golongan Cefalosporin generasi III
Untuk mencegah timbulnya infeksi nosokomial lanjutan
Dosis untuk dewasa 1 g/12 jam
Digoxin 2x1
Digoxin diberikan pada pasien gagal jantung untuk memperkuat
kontraksi myokardium dan juga untuk menjaga irama tetap sinus.
Dosis dewasa adalah 2x sehari 1 tablet (0,25 mg)
Dexa 1A/8jam
Dexamethasone merupakan anti inflamasi non steroid yang banyak
digunakan dalam kasus sesak napas
Dosis dalam ampul adalah 5mg/ml, yang diberikan setiap 6-8 jam
18
ISDN 2x1
Menstimulasi c-GMP sehingga terjadi relaksasi otot polos baik arteri
maupun vena, sehingga terjadi dilatasi dan tahanan vaskuler
berkurang sehingga memperlancar aliran darah
Dosis dewasa adalah 3-4x/hari 1 tablet 20 mg
GG100 3x1
Merupakan gabungan dari acetaminophen 650 mg/propoxyphene 100
mg yang merupakan analgetik golongan narkotik.
Dapat digunakan hingga per 4 jam dalam sehari jika nyeri yang
dirasakan sangat hebat
Menurut European Society of Cardiology dalam guidelinenya ESC
Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
2012, algoritma untuk penatalaksanaan gagal jantung akut adalah sebagai berikut :
19
Prognosis
Pasien CHF yang masuk UGD dengan kondisi syok kardiogenik memiliki
prognosis yang paling buruk. Selain dari kondisi tersebut, rata – rata pasien CHF
memiliki angka kematian di rumah sakit yang rendah dan dapat pulang ke rumah
dalam kondisi asimtomatik. Namun, kasus CHF tidak dapat kembali seperti
semula, sehingga pengobatan rawat jalan yang diberikan hanya berfungsi untuk
memperbaiki kualitas hidup dan mencegah timbulnya komplikasi – komplikasi
akibat kegagalan jantung memompa darah secara adekuat ke seluruh tubuh.
21
IV. Refleksi Sikap Profesionalisme Dokter di UGD Rumah Sakit Umum
Daerah Muntilan
Dokter jaga UGD di RSUD Muntilan terdiri dari 2-3 orang pada setiap
shiftnya. Pelayanan yang diberikan oleh dokter terlihat sigap dan cukup cekatan.
Dalam penggalian informasi saat anamnesis dokter terlihat cukup empati, namun
informasi – informasi yang digali kurang mendalam dan anamnesis hanya
dilakukan dalam waktu yang singkat.
22
Gambar 3. Perlengkapan Ruang Resusitasi dan Tindakan Non-Bedah
Gambar 4. Hasil Elektrokardiogram Pasien
24
DAFTAR PUSTAKA
Manurung, D., 2009. Gagal Jantung Akut : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Interna Publishing : Jakarta.
McMurray, J., et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2012, European Heart Journal 2012;33:1787-1847.
Gunawan, S., et al., 2009. Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Panggabean, M., 2009. Gagal Jantung : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna
Publishing : Jakarta.
Yancy, C., et al. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart
Failure: A Report of the American College of Cardiology Foundation/American
Heart Association Task Force on Practice Guidelines 2013, Circulation
2013;128:e240-e327.
26
Recommended