View
235
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Larangan terhadap praktik perladanganmasyarakat adat tidak lepas dari tudinganpenyebab kebakaran hutan dan asap yangmelanda tanah air di tahun 2015. Bagi PEREMPUANAMAN, dasar tudingan itu lemah. Karena jumlahtitik api terbanyak selama Jan-Okt 2015 terdapatdi konsesi Hutan Tanaman Industri dan areamoratorium ijin. Serta, perladangan gilir balik telahdipraktikkan komunitas adat sejak ratusan tahunlalu. Dengan demikian, perempuan adatmempunyai pengetahuan mengenai pemilihanwaktu, teknis membakar, pelaksanaan ritual adat,pengawasan ketat pada api serta hukum adatyang menekankan sanksi sosial apabila apimerambat ke luar lahan yang hendak dikelola.
ertanian padi ladang atau yang dikenal sebagai perladangan gilir balik sudah dipraktikkan masyarakatadat sejak ratusan tahun lalu. Di masa kolonial praktik tersebut dilarang oleh Kolonial Belanda karena
dianggap membuka hutan primer. Padahal praktik pertanian itu dilakukan dengan membuka hutansekunder. Artinya, hutan yang dibuka merupakan bekas ladang yang ditinggalkan selama periode
tertentu—kemudian kembali menjadi hutan—yang sedikitnya sepuluh tahun.
P
Luas panen padi ladang di Indonesia di tahun 2015tercatat sebesar 1.087.401 hektar. Dari data BPS 2015terlihat bahwa persebaran luasan pertanian padiladang terdapat Jawa (371.686 ha), Kalimantan(266.921 ha) dan Sumatera (222.948 ha). Namuntekanan atas masyarakat adat dan praktik pertanianlahan kering ini tidak jua usai. Padahal sebanyak3.631.000 ton padi pada 2015 telah diproduksi dariladang yang luasnya berbanding 1:14 dari luas sawahdi Indonesia.
Edisi 1, September, 2016
Lembar Fakta PEREMPUAN AMANPerempuan Adat dan Kebakaran Hutan
Gambar 1. Perempuan adat Talang Mamak, Riau, secara berkelompokmemanen padi ladang. (Pemotret: Budy Utamy, 2015; Dok. AMAN)
2015
1,087,401
2014
2013
2011
2012
1,130,960
1,163,249
1,164,318
1,034,847
14,116,638
13,797,307
13,853,252
13,445,524
13,203,643
Luas lahan panen padi ladang (ha) Luas lahan panen padi sawah (ha)
Grafik 1. Luas Lahan Panen Padi sawah dan padi ladangTahun 2011-2015
Sumber: Badan Pusat Statistik 2015
Muntaza, Direktor Program dan Komunikasi, PEREMPUAN AMAN.
Praktik perladangan gilir balik akhir-akhir inimendapatkan tekanan dari aparatur negara terutamapolisi. Tekanan itu dapat kita lihat dari Ana,perempuan adat Dayak Ma’anyan, KalimantanTengah, yang mengabarkan “Para perempuan adat disini takut membuka lahan ladang karena takutditangkap polisi saat membersihkan lahan dengancara membakar.” Bahkan, menurut kesaksian Olin,perempuan adat Dayak Kanayatn, di kampung-kampung ada selebaran yang berisikan “haraplaporkan masyarakat yang membakar lahan”.
Negara melalui undang-undang tersebutmemperbolehkan pembukaan lahan dengan caramembakar dengan syarat dan kriteria yang berlaku. Dalam pasal 69 ayat (2) UU PPLH menyebutkan bahwa“ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf hmemperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan lokaldi daerah masing-masing”. UU No. 32/2009 tersebutjuga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan“kearifan lokal” dalam membuka lahan denganmembakar yakni:1) Melakukan pembakaran lahan dengan luas lahanmaksimal 2 hektar setiap kepala keluarga;2) Tanaman yang boleh ditanami adalah jenis varietaslokal;3) Pembukaan lahan dikelilingi oleh sekat bakar sebagaipencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.
Pengaturan di dalam UU No. 32/2009 iniberkesesuaian dengan pengalaman perempuan adatdalam berladang, yang antara lain: “Pola kami, semakdibersihkan, dibiarkan kering, lalu ada batasnya ataubating agar tidak melompat apinya,” tuturan Afrida,perempuan adat Pagu dari Maluku Utara. Sementara,Lilis, perempuan adat Dayak Ma’anyan, menuturkan,“sebelum membakar kami melakukanpembersihan keliling dan menanam rotan yangtahan api di pinggir lahan, supaya api tidakmerambat ke wilayah lain. Kalau kita bakar danmerambat akan kena denda adat di kampung.”
Bagi perempuan adat, berladang merupakan kerjapengelolaan lahan untuk pemenuhan pangan bagikeluarga dan komunitas adatnya. Disampaikan oleh Yeri,perempuan adat Dayak Ma’anyan, “ketika hasil panenpadi ladang telah diritualkan secara adat, hasil itudisimpan dan hanya untuk dimakan oleh keluarga dankomunitas, hasil itu tidak boleh dijual”. Di sinilah letakkedaulatan pangan perempuan dan masyarakat adat.
Dalam praktik berladang pengetahuan perempuan adatmengenai keragaman benih-benih lokal unggul terusmengalami (re)produksi. Bahkan peneliti Yves Laumonierpernah menyatakan bahwa pada permukaan tanahperladangan gilir balik terdapat keragaman jenis pohonlebih besar, erosi tanah rendah, dan cadangan karbonnyadua kali lebih besar ketimbang perkebunan monokultur,seperti HTI dan perkebunan kelapa sawit.
Gambar 2. Perempuan adat Binua Sunge(Kalimantan Barat)membersihkan ladang (Pemotret: Hendrikus Adam,2016; Dok. AMAN)
Wilayah Adat1,541
Grafik 2. Persebaran Titik Api (Jan-Okt 2015)
Sumber: AMAN dan FWI 2015
Perkebunan Sawit5,090
HTI10,025
HPH1,541
Tumpang Tindih Wilayah843
Di dalam Moratorium8,194
Di luar Moratorium8,103
Persekutuan Perempuan Adat NusantaraAliansi Masyarakat Adat Nusantara
(PEREMPUAN AMAN)
Dari kerangka legal, pelarangan dan ancaman olehaparatur negara terhadap warga masyarakat adat yangberladang merupakan tindakan melanggar Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan danPengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
Berladang bagi Perempuan Adat
adalah organisasi sayap Aliansi Masyarakat AdatNusantara (AMAN) dideklarasikan 16 April 2012 di Tobelo,
Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Didirikansebagai wadah belajar dan mengkonsolidasikan diri bagi
perempuan adat untuk mampu menyuarakankepentingannya
Sekretariat Nasional:Jl. Tebet Dalam Raya No. 11A Tebet, Jakarta Selatan, DKI Jakarta 12820 |021-8297954Jl. Sempur No. 31, Sempur, Bogor, Jawa Barat 16129 |0251-8326797
perempuanaman@aman.or.id www.perempuan.aman.or.id | Indonesia
@SekNas_PA
Recommended