Laporan Praktikum Metode Seismik

Preview:

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM METODE SEISMIK

Disusun Oleh

Nama : Jonathan Achmad HutabaratNIM : 125090700111023Fak/Jurusan : MIPA/GEOFISIKAAsisten : Septiandi Akhmad Perdana

LABORATORIUM GEOFISIKA

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2014

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Metode seismik merupakan salah satu bagian dari seismologi eksplorasi yang

dikelompokkan dalam metode geofisika aktif, dimana pengukuran dilakukan dengan

menggunakan ‘sumber’ seismik (palu, ledakan, dll). Setelah usikan diberikan, terjadi gerakan

gelombang didalam medium ( tanah atau batuan) yang memenuhui hukum-hukum elastisitas

ke segala arah dan mengalami pemantulan atupun pembiasan akibat munculnya perbedaan

kecepatan. Kemudian, pada suatu jarak tertentu, gerakan partikel tersebut direkam sebagai

fungsi waktu. Berdasarkan data rekaman inilah dapat ‘diperkirakan’ bentuk lapisan atau

struktur dibawah permukaan.

Eksplorasi seismik adalah istilah yang dipakai didalam bidang geofisika untuk

menerangkan aktifitas pencarian sumber daya alam dan mineral yang ada dibawah

permukaan bumi dengan bantuan gelombang seismik. Hasil rekaman yang diperoleh dair

survei ini disebut dengan penampang seismik.

Mengingat kemampuannya yang baik untuk menggambarkan bidang batas

perlapisandi bawah permukaan. Sebagai seorang mahasiswa geofisika tentunya menjadi suatu

hal yangwajib untuk mempelajari metode seismik ini, dan untuk mendukung pembelajaran

terhadapmetode seismik, diyang dapat membantu mahasiswa dalam pemahaman metode

seismik serta penerapannya di lapangan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah agar dapat memahami dan menjelaskan prinsip kerja

metode seismik refraksi, dapat melakukan pengambilan data metode seismik refraksi dengan

baik, dan dapat mengolah dan menginterpretasikan data seismik.

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

BAB IIMETODOLOGI

2.1 Seismik refrksi2.1.1 Peralatan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini ialah :1. OYO McSeis 3 Model 1817

Alat ini digunakan dalam akuisisi data dengan fungsi yaitu sebagai pembaca, penampil, dan penyimpan gelombang seismik. Alat ini juga mempunyai beberapa fungsi menu yaitu :

Gain, berfungsi untuk melakukan penguatn sinyal Filter, berfungsi untuk melakukan penapisan frekuensi Range, berfungi untuk mengatur konsentrasi laju pencuplikan Display, berfungi untuk mengatur tampilan amplitudo dan waktu pada layar

lcd I/F, berfungsi untuk mengatur penyimpanan data dan pencetakan data

Gambar 2.1 OYO McSeis 3 Model 1817

2. GeophoneAlat ini digunakan sebagai sensor gelombang seismik pada permukaan bumi.

Gambar 2.2 Geophone

3. Global Positioning System (GPS)

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Alat ini digunakan untuk menentukan koordinat lintasan seismik dan titik ukur.

Gambar 2.3. GPS4. Battery Size AA

Baterai digunakan sebagai sumber daya dari OYO McSeis 3 Model 1817

Gambar 2.4 Battery Size AA5. Palu pemicu getaran dan lempeng besi

Alat ini digunakan sebagai sumber usikan pada permukaan bumi yang nantinya akan menghasilkan gelombang seismik.

Gambar 2.5 Palu dan lempeng besi

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

6. MeteranAlat ini digunakan untuk menentukan panjang lintasan seismik dan menentukan titik-titik geophone diletakkan.

Gambar 2.6 Meteran7. Alat tulis menulis

Alat ini digunakan untuk mencatat waktu dari gelombang seismik, desain survei, dll.1. Payung

Alat digunakan untuk melindungi instrumen seismik dari sinar matahari langsung.

Gambar 2.7 Payung2. Headset

Alat ini digunakan untuk melindungi telingai dari suara ketika palu dipukulkan.

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Gambar 2.8 Headset

2.1.2 Waktu, tempat, dan desain surveiAkuisisi dilakukan selama 2 hari yaitu pada tanggal 15 Desember 2014 pukul 07.30 – 12.00

WIB dan 17 Desember 2014 pukul 11.00 – 14.00 WIB berlokasi pada lapangan FISIP, Universitas Brawijaya, Malang. Akuisisi dilakukan dengan lima lintasan seismik, tiga line secara horsontal dari arah timur - barat dan dua line secara diagonal, satu ke dari arah tenggara - barat laut dan satu dari arah timur laut - barat daya. Setiap line dilakukan dua kali pengambilan data yaitu forward dan reverse dengan panjang lintasan 50 m dan jarak antar geophone 2 m. Setiap line dilakukan dua kali shot yaitu pada titik 0 m dan 20 m.

Gambar 2.9 Lokasi akuisisi data

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Gambar 2.10 Desain survei

2.1.3 Processing dataPengolahan data seismik refraksi kali ini menggunakan dua software utama yaitu

Microsoft Excel 2010 dan Matlab R2010a.Berikut akan ditampilkan langkah-langkah pengolahan data seismik pada line 1 dan nantinya langkah-langkah ini akan dilakukan juga pada line lainnya. Berikut tahapan pengolahan data seismik refraksi line 1:

Memasukkan data hasil akuisisi kedalam Microsoft Excel

Gambar 2.11 Data awal line 1

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Pada sheet kedua dibuat tabel seperti dibawah ini

Gambar 2.12 Data pada sheet 2

reverseforwardoffsetn

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Data pada kotak berwarna kuning merupakan data dari shot pertama dan merah merupakan data dari shot kedua. Sedangkan kotak berwarna abu-abu merupakan data yang tumpang tindih dari shot pertama dan shot kedua, namun yang digunakan ialah data dari shot kedua. Selanjutnya, data dari sheet kedua ini di Export dalam format TX1.txt dan muncul seperti gambar berikut :

Gambar 2.13 Data hasil Export pada Notepad

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Kemudian data yang telah di Export di ekstrapolasi dengan menggunakan software Matlab.

Gambar 2.14 M-File ekstrapolasi

Kemudian M-File dirun maka akan muncul kurva seperti dibawah ini:

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Gambar 2.15 Kurva data sebelum ekstrapolasi

Kemudian memilih data yang akan diekstrapolasi dan muncul sebagai berikut:

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Gambar 2.16 Kurva data hasil ekstrapolasi (hitam)

Kemudian muncul data output (XP1.txt), isi data XP1 ini kemudian dimasukkan kedalam tabel excel sebagai berikut :

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Gambar 2.17 Tabel data hasil ekstrapolasi

Kemudian data hasil ekstrapolasi diatas di copy pada sheet 3:

Gambar 2.18 Data pada sheet 3

Kemudian sheet ini di Export menjadi format TFIN1.txt :

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Gambar 2.19 Data hasil Export pada Notepad

Kemudian data diatas diolah dengan metode Hagiwara-Masuda pada Matlab :

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Gambar 2.20 M-File metode Hagiwara-Masuda

Kemudian M-File Hagiwara-Masuda ini di run, dan muncul kurva sebagai berikut:

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Gambar 2.21 Kurva Travel Time

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Kemudian memilih range data dimana gelombang refraksi muncul, kemudian muncul hasil pengolahan data sebagai berikut:

Gambar 2.22 Data hasil pengolahan line 1

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Langkah-langkah diatas diulangi pada setiap line dan menghasilkan data hasil pengolahan sebagai berikut:

Gambar 2.23 Data hasil pengolahan line 2

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Gambar 2.23 Data hasil pengolahan line 3

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Gambar 2.24 Data hasil pengolahan line 4

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Gambar 2.25 Data hasil pengolahan line 5

2.2 Seismik refleksiPada pengolahan data seismik refleksi praktikum ini, digunakan software yaitu Vista

2D-3D Seismic Processing 12. Tahapan –tahapan yang dilakukan pada pengolahan data seismik refleksi yaitu dimulai dari data mentah (Raw Data), koreksi statik, dekonvolusi sebelum filtering, filtering, dekonvolusi setelah filtering, Time Variant Spectral Balancing, dan post-stack time migration.

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

2.2.1 Flow ProcessingBerikut Diagram alir dari tahapan seismik refleksi:

Raw Data

Koreksi Statik

Dekonvolusi sebelum filtering

Filtering

Dekonvolusi setelah filtering

Time Variant Spectral Balancing

Shot for Final Post-stack time migration

Final Post-stack time migration

Mulai

Selesai

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

2.2.1.1 Koreksi Statik

Gambar 2.25 flowchart koreksi statik

2.2.1.2 Dekonvolusi sebelum filtering

Gambar 2.26 flowchart dekonvolusi sebelum filtering

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

2.2.1.3 filtering

Gambar 2.27 flowchart filtering

2.2.1.4 Dekonvolusi setelah filtering

Gambar 2.28 flowchart dekonvolusi dengan filter

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

2.2.1.5 Analisa kecepatan (Time Variant Spectral Balancing)

Gambar 2.29 flowchart analisa kecepatan (Time Variant Spectral Balancing)

2.2.1.6 Post-stack time migration

Gambar 2.30 flowchart post-stack time migration

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

BAB IIIHasil dan Pembahasan

3.1 Interpretasi Seismik RefraksiSalah satu metode perhitungan waktu tiba gelombang seismik untuk mencerminkan

lapisan bawah permukaan adalah Metode Hagiwara. Metode ini merupakan metode waktu

tunda yang berdasarkan asumsi bahwa undulasi bawah permukaan tidak terlalu besar

(Sismanto, 1999). Kelebihan dari metode Hagiwara adalah lapisan bawah permukaan dapat

ditampilkan mengikuti kontur bawah permukaan itu. Berbeda dengan metode interceptime

yang menganggap lapisan dibawah permukaan adalah flat (bidang). Terutama untuk lapisan

bawah permukaan yang harus detail, maka metode Hagiwara adalah metode perhitungan

yang menjadi pilihan utama (Linus, A. P., 2006).

Perhitungan dengan metode Hagiwara dikembangkan untuk struktur bawah

permukaan yang terdiri dari dua lapisan. Bidang batas lapisan yang akan diperlihatkan oleh

hasil perhitungan merupakan rata-rata kedalaman yang memiliki kerapatan yang berbeda.

Bila kerapatan berbeda maka kecepatan gelombang seismiknya juga akan berbeda, sehingga

arah penjalaran gelombang seismik akan mengalami pembiasan (refraksi), seperti pada

Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Lintasan gelombang bias untuk struktur dua lapis

Setelah dilakukan pengolahan data menggunakan software Microsoft Excel 2010 dan

Matlab R2010a didapatkan data per lintasan seismik sebagai berikut:

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

(a)

(b)

(c)

(d)

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

U

Line 1

Line 2 

Line 3 

(e)

Gambar 3.2 Penampang lapisan hasil pengolahan data; (a) line 1; (b) line 2; (c) line 3; (d)

line 4; (e) line 5

Gambar 3.3 Penampang 3-Dimensi dari line horizontal (barat-timur)

Jika dilihat dari Gambar 3.3 line 2 dan line 3 berkesinambungan satu sama lain yaitu

bidang batas perlapisan memiliki kemiringan kearah timur dengan kedalaman batas lapisan

dari arah barat yaitu pada kedalaman 5 m dan semakin miring hingga mencapai kedalaman ±

7 m pada sisi kanan (timur) . Pada line 1 terdapat perbedaan yang signifikan, mungkin hal ini

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

U

Line 4 

Line 5 

dikarenakan pengambilan sehingga hasil yang didapat sangat berbeda sehingga dalam

interpretasi kali ini data tidak digunakan.

Gambar 3.4 Penampang 3-Dimensi dari line diagonal

Gambar diatas memperkuat asumsi bahwa bidang batas perlapisan memiliki

kemiringan kearah timur. Pada line 4 bidang batas perlapisan dari arah barat laut memiliki

kedalaman ± 4 m dan terus menurun kearah tenggara dengan kedalaman ± 6 m. Pada line 5

bidang batas perlapisan dair arah barat daya memiliki kedalaman ± 0m dan terus menurun

kearah timur laut dengan kedalaman ± 7 m.

Tabel 1. Klasifikasi kecepatan menurut material

Material Velocity

Weathered surface material 305 – 610 m/s

Gravel,rubble, or sand (dry) 468 – 915 m/s

Sand (wet) 610 – 1830 m/s

Clay 915 – 2750 m/s

Water (depending on temperature and salt

content)

1430 – 1680 m/s

Sea water 1460 – 1530 m/s

Sandstone 1830 – 3970 m/s

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Shale 2750 – 4270 m/s

Chalk 1830 – 3970 m/s

Limestone 2140 – 6100 m/s

Salt 4270 – 5190 m/s

Granite 4580- 5800 m/s

Metamorphic rock 3050 – 7020 m/s

Tabel 2. Klasifikasi kecepatan berdasarkan waktu geologi

Material Velocity

Quarter sediments 305 – 2290 m/s

Tertier consolidated sediments 1530 – 4270 m/s

Mesozoic consolidated sediments 1830 – 5950 m/s

Paleozoic consolidated sediments 1980 – 5950 m/s

Archeozoic various 3810 – 7020 m/s

Dari data hasil pengolahan kecepatan rata-rata lapisan merah ialah 582,2 m/s dan

kecepatan rata-rata lapisan biru ialah 327,5 m/s. Dan berdasarkan kedua tabel diatas, lapisan

biru merupakan weathered surface material dan lapisan biru ialah gravel, rubble, or sand

(dry).

Sehingga dapat digambarkan kondisi bawah permukaan dengan mengabaikan relief

bidang batas perlapisan ialah seperti pada Gambar 3.5.

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Gravel,rubble, or sand (dry)

Weathered surface materialBidang

batasPerlapi

-san

Gambar 3.5 Skema bawah permukaan

3.2 Analisis flow processing seismik refleksi

Pada tahap pengolahan data seismik refleksi, telah dilakukan tahapan –tahapan

pengolahan data seismik refleksi yaitu dimulai dari data mentah (Raw Data), koreksi statik,

dekonvolusi sebelum filtering, filtering, dekonvolusi setelah filtering, analisa kecepatan

(Time Variant Spectral Balancing), dan post-stack time migration. Berikut akan diberikan

analisis setiap tahapan-tahapannya:

1. Data mentah (Raw Data)

Data mentah merupakan data awal yang didapatkan dari akuisisi data seismik. Berikut

merupakan Raw Data pada praktikum ini:

U

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Gambar 3.6 Raw Data

2. Koreksi Statik

Koreksi statik dilakukan untuk menghilangkan pengaruh topografi terhadap

sinyal-sinyal seismik yang berasal dari lapisan pemantul. Tahap koreksi statik juga

melakukan Koreksi terhadap pengaruh topografi permukaan tanah (lapisan lapuk)

terhadap lapisan kompak.

Topografi permukaan tanah yang umumnya tidak rata akan mengakibatkan

bergesernya waktu datang sinyal-sinyal refleksi dari waktu yang diharapkan.

Topografi permukaan tanah ini mempengaruhi ketinggian titik tembak (shot point)

maupun geophone (receiver) bila dihitung terhadap bidang referensi atau datum yang

datar.

Bidang referensi atau datum ini disebut Seismic Reference Datum (SRD) dan

biasanya diambil rata-rata dari ketinggian permukaan laut (Mean Sea Level atau

MSL).

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Gambar 3.7 Sebelum koreksi statik(kiri) dan setelah koreksi statik(kanan)

Koreksti statik juga bertujuan untuk menghilangkan pengaruh lapisan lapuk

( Weathering Zone atau w-z ) yang pada umumnya mempunyai kecepatan sangat

rendah bila dibandingkan dengan lapisan-lapisan batuan yang ada dibawahnya

(Munadi, S., 2002). Berikut merupakan flowchart koreksi statik yang dilakukan pada

praktikum ini:

Gambar 3.8 flowchart koreksi statik

Flowchart diatas melakukan koreksi elevasi statik dari permukaan ke fixed datum, gelombang panjang refraksi, dan gelombang pendek refraksi statik terhadap Raw Data. Koreksi statik harus dilakukan pada tahap awal dari pengolahan data seismik refleksi. Beberapa noise trace yang ditemukan pada tahap ini juga dibersihkan.

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

(a)

(b)

Trace seismik yang tidak teratur

Adanya jarak permukaan dengan fixed datum

Tidak adanya jarak permukaan dengan fixed datum

Trace seismik yang teratur

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Gambar 3.7 Perbandingan (a)data mentah (Raw Data) dan (b) data setelah koreksi statik

dilakukan

Perbedaan yang sangat jelas dari data hasil koreksi statik dengan raw data ialah

bergesernya trace seismik kearah atas akibat menyesuaikan dengan fixed datum dan trace

seismik yang lebih halus atau teratur.

3. Dekonvolusi sebelum filtering

Dekonvolusi merupakan proses pengolahan data seismik yang bertujuan untuk

meningkatkan resolusi temporal (baca: vertikal) dengan cara mengkompres wavelet

seismik. Dekonvolusi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menghilangkan

pengaruh dari wavelet sumber dari suatu trace seismik. Dengan proses tersebut

diperoleh deret pseudo refleksi yang berupa spike yang menggambarkan

amplitudonya.

Gambar 3.8 Dekonvolusi

Berikut merupakan flowchart dekonvolusi sebelum filtering :

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Gambar 3.9 flowchart dekonvolusi sebelum filtering

Flowchart dari proses diatas membentuk sebuah set data baru dengan koreksi

muting, static, scalingdan melakukan dekonvolusi ‘surface-consistent’ . input data

merupakan raw data yang telah dilakukan koreksi statik.

Koreksi muting digunakan untuk memunculkan sinyal-sinyal refleksi,

sehingga sinyal-sinyal yang tidak mencerminkan refleksi akan dianggap sebagai

informasi yang tidak perlu ditampilkan sehingga dapat dihapus (Munadi, S., 2002).

(a)

Masih terdapat sinyal headwave

Sinyal refleksi tidak terlihat jelas dan memiliki peak yang kecil

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

(b)

Gambar 3.10 Perbandingan (a) data tahap sebelumnya (hasil koreksi statik) dan (b)

setelah dekonvolusi.

Dari penjelasan dekonvolusi diatas, dijelaskan bahwa dekonvolusi merupakan

proses pengolahan data seismik yang bertujuan untuk meningkatkan resolusi temporal

(baca: vertikal) dengan cara mengkompres wavelet seismik. Dilihat dari perbandingan

data (Gambar 3.10) wiggle seismik dari data respon seismik sebenarnya dikompres

dan hanya menyisakan wiggle yang mewakilkan bidang perlapisan batuan, yang

sesuai dengan Gambar 3.8.

4. Filtering

Filtering merupakan proses untuk memisahkan frekuensi data seismik primer dengan

frekuensi yang mengganggu data seismik primer. Frekuensi-frekuensi pengganggu

tersebut akan dibuang dan dihapuskan untuk melindungi sinyal primer. Frekuensi ini

disebut noise, yang biasanya dilakukan sebelum dan sesudah stack. Filtering yang

sering digunakan dalam pengolahan data seismik adalah band pass, low pass (high

cut) dan high pass (low cut). Didalam pengolahan data seismik band pass filter lebih

data headwave dihapuskan

Sinyal refleksi dan kemenerusannya terlihat jelas

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

umum digunakan karena biasanya gelombang seismik terkontaminasi noise frekuensi

rendah (seperti ground roll) dan noise frekuensi tinggi (ambient noise).

Gambar 3.11 menunjukkan ketiga jenis filtering, baik dalam kawasan waktu (time

domain) maupun frekuensi domain (frequency domain). Tanda A, B, C, D pada band

pass filter merupakan frekuensi sudut (corner frequency). Secara matematis, operasi

filtering merupakan konvolusi dalam kawasan waktu antara gelombang 'mentah'

dengan fungsi filter diatas dan perkalian dalam kawasan frekuensi.

Gambar 3.11 Jenis filtering

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Berikut ditampilkan flowchart tahap filtering:

Gambar 3.12 flowchart tahap filtering

Flowchart ini mereduksi noise atenuasi surface dalam domain Radial

Transform untuk semua trace. Data input yang digunakan ialah raw data dengan

koreksi statik. Skala menggunakan waktu ‘Signal.tim’. sebuah lowpass filter Ormsby

diaplikasikan dalam domain Radial untuk mengekstraksi noise permukaan. Substraksi

adaptif digunakan untuk membuang noise secara akurat tanpa merusak sinyal utama.

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

(a)

(b)

Data seismik bagian atas, seperti data first

break, dll

Sinyal ground roll

Data seismik bagian atas dihapuskan

Sinyal ground roll dihapuskan

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Gambar 3.13 Perbandingan data sebelum tahap filtering(a) dan data setelah

filtering(b)

5. Dekonvolusi setelah filtering

Secara umum, dekonvolusi pada tahap ini sama dengan tahap sebelumnya. Hanya saja

dekonvolusi pada tahap ini data input merupakan raw data yang telah dilakukan

koreksi statik, dekonvolusi sebelum filtering, dan setelah di filtering.

(a)

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Gambar 3.14 Perbandingan data dari tahap filtering (a) dengan data setelah dilakukan

dekonvolusi setelah filtering (b)

Dilihat dari perbandingan data diatas, terlihat jelas sekali bahwa data setelah

dilakukan dekonvolusi ulang menjadi sangat jelas pada setiap trace. Sehingga

kemenerusannya dapat terlihat dengan baik.

6. Time Variant Spectral Balancing

Teknik Spectral Balancing yang dikenal juga dengan stretching and tuning

correction hadir dalam industri seismik eksplorasi untuk menyeimbangkan kandungan

frekuensi dari near, mid dan far traces, yakni dengan melakukan kompensasi akibat

distorsi NMO stretching dan atenuasi. Pada praktiknya, diperlukan filter baru dimana

kandungan frekuensi mid dan far akan sama dengan near traces. Dikarenakan distorsi

NMO tersebut merupakan time variant dan spatial variant, maka anda harus

mendesain beberapa filter sebagai fungsi dari waktu dan space.

Gambar 3.15 menunjukkan CDP gather untuk data seismik sintetik sebelum Spectral

Balancing (kiri) dan setelah (kanan):

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Gambar 3.15 Contoh perbandingan CDP gather sebelum spectral balancing (kiri)

dan setelah spectral balancing (kanan).

Pada gambar di atas terlihat bahwa setelah Spectral Balancing kandungan bandwith

antara near dan far traces menjadi lebih seimbang. Demikian juga dengan

amplitudonya.

Berikut ditampilkan flowchart dari tahap Time Variant Spectral Balancing :

Gambar 3.16 florchart tahap Time Variant Spectral Balancing

Dari flowchart diatas, Time variant spectral balancing dilakukan terhadap

DCON SHOTS 2 dengan memperhatikan bahwa set data ini noise permukaan telah

dihapuskan pada tahap sebelumnya. Data input adalah DCON SHOTS 2.

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

(a)

(b)

Gambar 3.17 Perbandingan data hasil tahap dekonvolusi setelah filtering (a) dan

data hasil tahap time variant spectral balancing (b)

Amplitudo trace tinggi, kemenerusan trace jelas

Amplitudo trace diperkecil,

kemenerusan trace jelas

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Dari gambar perbandingan diatas, hal yang terlihat sangat jelas ialah ketika

dekonvolusi setelah filtering data diperkuat sehingga amplitudo trace terlihat sangat

tinggi, namun ketika tahap ini (time variant spectral balancing) amplitudo trace

diperkecil namun tidak menghilangkan kejelasan kemenerusan trace seismiknya.

7. Post-stack time migration (PSTM)

Proses migrasi dilakukan pada data seismik dengan tujuan untuk

mengembalikan reflektor miring ke posisi 'aslinya' serta untuk menghilangkan efek

difraksi akibat sesar, kubah garam, pembajian, dll. Post-stack time migraton ialah

migrasi yang dilakukan setelah data di stacking dengan data yang digunakan lebih

sedikit sehingga akan meningkatkan kualitas penampang seismik. Berikut merupakan

flowchart dari tahap PSTM:

Gambar 3.18 flowchart PSTM

Dari flowchart diatas, data input merupakan data dari hasil seluruh proses

yang dilakukan sebelumnya. Ikon ReadStat membutuhkan Stkpwr1D, Stkpwr2D dan

data Trim statics (trim_statics.srs). ikon SurfNMO dan SurfINM membutuhkan data

kecepatan (vel2.ve;). Ikon THOR merupakan alat yang digunakan untuk menyediakan

atenuasi noise.

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

(a)

(b)

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Gambar 3.19 Perbandingan data hasil time variant spectral balancing (a) dan data

hasil post-stack migration (b)

Dari perbandingan diatas terlihat bahwa data setelah time variant spectral

balancing reflektor belum pada posisi aslinya pada subsurface. Namun, setelah tahap

post-stack time migration reflektor telah pada posisi sebenarnya pada subsurface

sehingga terlihat kemenerusan reflektor pada setiap station geophone.

Dari seluruh tahap yang telah dilakukan maka didapatkan hasil pengolahan data pada

praktikum kali ini yaitu sebagai berikut:

Gambar 3.19 Data final dari pengolahan data seismik

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

BAB IV

Penutup

4.1 Kesimpulan

4.1.2 Seismik refraksi

Metode seismik refraksi ialah salah satu metode geofisika aktif yang sangat baik

digunakan untuk menampilkan resolusi bawah permukaan yang dangkal, dalam akuisisinya

lintasan seismik harus dapat menjangkau seluruh area yang diinginkan. Penggunaan metode

Hagiwara-Masuda untuk daerah yang kecil dan tidak kompleks (dua lapisan) sangat cocok

diterapkan. Dari hasil pengolahan data yang didapatkan, daerah survei (lapangan FISIP)

dengan kedalaman maksimum ± 10 m terdiri dari dua lapisan, lapisan atas yaitu lapisan

weathered surface material dan lapisan bawah yaitu lapisan Gravel, rubble, sand (dry)

dengan bidang perlapisan yang memiliki kemiringan kearah timur laut.

4.1.3 Seismik refleksi

Metode seismik refleksi ialah salah satu metode geofisika aktif yang baik digunakan

untuk menampilkan kondisi bawah permukaan dengan resolusi yang baik. Dalam bagian

pengolahan data seismik refleksi digunakan beberapa tahap yaitu dimulai dari data mentah

(Raw Data), koreksi statik, dekonvolusi sebelum filtering, filtering, dekonvolusi setelah

filtering, Time Variant Spectral Balancing, dan post-stack time migration. Koreksi statik

ialah koreksi yang dilakukan untuk menghilangkan pengaruh topografi terhadap sinyal-sinyal

seismik yang berasal dari lapisan pemantul. Dekonvolusi merupakan proses pengolahan data

seismik yang bertujuan untuk meningkatkan resolusi temporal (baca: vertikal) dengan cara

mengkompres wavelet seismik. Filtering merupakan proses untuk memisahkan frekuensi data

seismik primer dengan frekuensi yang mengganggu data seismik primer. Teknik Spectral

Balancing yang dikenal juga dengan stretching and tuning correction hadir dalam industri

seismik eksplorasi untuk menyeimbangkan kandungan frekuensi dari near, mid dan far

traces, yakni dengan melakukan kompensasi akibat distorsi NMO stretching dan atenuasi.

Dan tahap terakhir adalah post-stack time migration, proses ini merupakan bagian dari proses

migrasi yang dilakukan pada data seismik dengan tujuan untuk mengembalikan reflektor

miring ke posisi 'aslinya' serta untuk menghilangkan efek difraksi akibat sesar, kubah garam,

pembajian, dll. Sedangkan, post-stack time migraton itu sendiri ialah migrasi yang dilakukan

setelah data di stacking dengan data yang digunakan lebih sedikit sehingga akan

meningkatkan kualitas penampang seismik

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

4.2 Saran

Diharapkan praktikan diberi penjelasan lebih detail mengenai metode Hagiwara-

Masuda sehingga praktikan dapat lebih memahami konsep pengolahan data metode seismik

refraksi.

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Daftar Pustaka

Linus, A. P., 2006, Penafsiran Data Seiamik Bias Dangkal dengan Metode Hagiwara, Jurusan Fisika, ITBMunadi, S. (2002) - Pengolahan Data Seismik - Prinsip Dasar dan Metodologi, Universitas IndonesiaSismanto, 1999, Eksplorasi Dengan Menggunakan Sesimik Refraksi, Laboratorium Geofisika, UGM

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Lampiran

Data line 1

Data line 2

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Data line 3

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Data line 4

Jonathan Achmad HutabaratGeofisika Universitas Brawijaya

Data line 5

Recommended