View
122
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis, keadaan cuaca yang
panas dan kering atau lembab akan sangat berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan ternak. Kesehatan ternak dapat dilakukan dengan mengamati tingkah
laku ternak, keadaan fisik luar ternak maupun pemeriksaan kondisi fisiologis.
Ternak sehat selalu bergerak aktif, sikapnya sigap, selalu sadar dan tanggap
terhadap perubahan situasi sekitar yang mencurigakan, frekuensi makan, nafas
dan nadi normal. Suhu dan kelembaban udara yang tinggi dapat menyebabkan
penyebab penyakit berkembang pesat sehingga mengganggu kesehatan dari
seekor ternak. Salah satu penyebab penyakit adalah parasit. Penyakit yang
disebabkan oleh parasit merupakan hambatan pada pengembangan peternakan.
Tujuan praktikum Ilmu Kesehatan Ternak adalah untuk mengetahui ciri-
ciri ternak yang sehat serta dapat membedakan ternak yang sehat dengan melihat
eksterior dari dekat dan dengan palpasi pada ternak tersebut, dapat mengenal
bentuk-bentuk parasit. Manfaat yang diperoleh adalah mahasiswa dapat
melakukan pengamatan tentang ternak yang sehat dari jarak dekat maupun jarak
jauh dan mengetahui metode palpasi dan pemeriksaan yang tepat dalam
menentukan ternak yang sehat, dapat mengidentifikasi penyakit yang disebabkan
oleh parasit dan melakukan pemeriksaan feses ternak untuk mengetahui penyakit
apa yang diderita oleh ternak.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teknik Anamnesa dan Analisis Kondisi Peternakan
Anamnesa merupakan suatu metode untuk mengetahui riwayat suatu
penyakit dengan cara menanyakan secara langsung kepada orang yang
memelihara ternak (Akoso, 1996). Suatu riwayat penyakit yang baik hanya dapat
diperoleh dari seorang pengamat yang baik pula. Pertanyaan-pertanyaan harus
ditujukan kepada fakta-fakta penting yang telah dicertakan atau terhadap gejala-
gejala klinis yang telah diamati pemiliknya (Subronto, 1985).
Daya adaptasi kerbau sangat tinggi, kerbau mampu mempertahankan
hidupnya dengan kondisi baik sedangkan sapi akan memburuk kondisinya dengan
cepat apabila berada pada kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan kondisi
tubuhnya (Williamson, 1993). Jumlah ternak kerbau di Indonesia sekarang,
sebanyak 40% diantaranya terdapat di pulau Jawa. Ternak kerbau perah bangsa
Murrah diharapkan bisa berkembang dengan baik di Indonesia, terutama di daerah
yang beriklim hampir sama dengan habitat aslinya di India (Murti, 2002).
Kandang kerbau di daerah pertanian ditempatkan di luar atau di dalam
rumah peternak. Kandang di luar rumah dibuat sangat sederhana dan dari bahan-
bahan bangunan yang amat sederhana. Kandang kerbau di dalam ruangan rumah
umumnya ditempatkan di sebagai bagian dari ruangan depan atau dari ruangan
dapur, selain itu di daerah peternakan kerbau cukup dilepas di padangan tanpa
diawasi, orang membuat kandang terbuka yang hanya berfungsi untuk menjaga
agar kerbau-kerbau jangan sampai berkeliaran pada malam hari yang dapat
merusak tanaman atau dicuri orang. Luas kandang untuk kerbau betina lebih
kurang 4 m2 dan untuk kerbau jantan lebih kurang 12 m2 per ekor. Di daerah hulu
sungai Kalimantan Selatan dimana kerbau dipelihara di daerah rawa-rawa,
kandang dibuat di tengah rawa-rawa yang disebut kalang (Sosroamidjojo, 1981).
Kesehatan hewan adalah suatu status kondisi tubuh hewan dengan seluruh sel
3
yang menyusun dan cairan tubuh yang dikandungnya secara fisiologis berfungsi
normal. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan hewan antara lain
faktor mekanis, termis (suhu), nutrisi (pakan), pengaruh zat kimia, keturunan dan
sebagainya (Akoso, 1996).
Ternak yang sakit berbeda dengan ternak yang sehat biasanya dapat dilihat
dari aktivitas dan nafsu makannya (Subronto, 1985). Kerbau lebih mudah diserang
beberapa penyakit menular daripada sapi. Kerbau lebih tahan terhadap beberapa
parasit sehingga merupakan pembawa penyakit untuk ternak-ternak lain terutama
sapi, sedangkan kerbau itu sendiri tidak menunjukkan tanda-tanda sakit
(Sosroamidjojo, 1981). Kerbau lebih sulit terkena penyakit mulut kuku dari pada
sapi. Penyakit anthrax pada kerbau bervariasi dari satu negara ke negara lainnya.
Kerbau secara relatif adalah resisten terhadap tuberculosis. Mastitis adalah salah
satu penyakit serius dari kerbau, terutama di negara-negara dimana kerbau
dipelihara untuk diambil susunya. Brucellosis dinyatakan bersifat sporadik pada
kerbau, walaupun dia bersifat endemik pada sapi (Williamson, 1993).
2.2. Penilaian Kesehatan Ternak
Kesehatan ternak merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan
usaha peternakan. Maka usaha menjaga kesehatan ternak harus menjadi salah satu
prioritas utama disamping kualitas makanan ternak dan tata laksana yang
memadai (Murtidjo, 1993). Ternak sakit merupakan kondisi terjadinya
penyimpangan dari kondisi normalnya atau suatu kondisi yang ditimbulkan oleh
suatu individu hidup atau oleh penyebab lain baik yang diketahui maupun tidak
yang dapat merugikan kesehatan hewan tersebut (Sugeng, 2008).
Faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan hewan antara lain faktor
mekanis, termis, nutrisi, pengaruh zat kimia, dan genetis (Akoso, 1996).
Pemeriksaan umum ternak dimulai dari suatu jarak yang tidak mengganggu
ketenangan ternak. Keadaan umum dan kelakuan hewan perlu diperhatikan,
hewan dalam keadaan berdiri atau tidur, tingkat kelesuan, kesadaran dan
kegelisahan sehingga dapat diketahui ternak tersebut sakit atau tidak, pemeriksaan
4
hewan yang sakit diantaranya memeriksa pakan, minum serta penelitian meliputi
adanya tinja dan kemih (Siregar, 2008).
2.2.1. Tingkah laku ternak sakit dan sehat
Tingkah laku sapi memberikan gambaran tentang status kesehatan sapi
tersebut. Sapi yang sehat akan menampakkan gerakan yang aktif, sikapnya sigap,
selalu sadar dan tanggap terhadap perubahan situasi sekitar yang mencurigakan.
Kondisi tubuh sapi yang seimbang adalah tidak terlalu gemuk atau kurus, langkah
kakinya mantap dan teratur (Sugeng, 2008). Sudut mata pada sapi sehat terlihat
bersih tanpa adanya kotoran atau getah radang, dan tidak terlihat perubahan warna
diselaput lendir dan kornea matanya. Ekornya selalu aktif mengibas untuk
mengusir lalat, kulit dan bulu tampak halus dan mengkilat (Akoso, 1996).
Karakteristik sapi Peranakan Ongole antara lain berpunuk besar, kulit
longgar, mempunyai gumba, telinga panjang dan warna bulunya putih kusam
(Murtidjo, 1990). Pertumbuhan bulu merata dipermukaan tubuhnya. Hal ini
nampak jelas pada sapi bertipe rambut pendek seperti sapi Bali dan Ongole.
Daerah tertentu pada sapi terlihat bulu tumbuh panjang dan kasar terutama
didaerah iklim sejuk, namun akan terlihat bahwa dalam keadaan normal
penampilan bulu tidak kusam (Blakely and Bade, 1998). Kondisi fisik tubuh
ternak dapat diamati secara langsung seperti lubang tubuh. Sapi yang sehat dapat
terlihat dari lubang tubuhnya seperti hidung, telingga, anus tidak berlendir atau
tidak terdapat kotoran ( Sugeng, 2008).
2.2.2. Pemeriksaan fisik tubuh ternak
Pemeriksaan fisik tubuh ternak dilakukan dengan pengamatan keserasian
tubuh dan kesimetrisan pada kedua sisi tubuh ternak. Pemeriksaan simetri yang
terbaik dilakukan dari sisi depan dan belakang, sedang keselarasan dlihat dari
samping kanan dan kiri (Subronto, 1985). Sapi sehat bernafas dengan tenang dan
teratur. Sapi yang ketakutan, lelah akibat kerja berat, kondisi udara terlalu panas
5
pernafasannya menjadi lebih cepat. Sapi sedang tiduran, pernafasannya lebih
cepat dari pada sapi yang berdiri. Frekuensi pernafasan bervariasi, tergantung
pada jenis sapid an umurnya. Frekuensi nafas rata-rata 20-30 kali permenit.
Angka rata-rata dapat naik bila tejadi kejutan atau latihan (Akoso, 1996). Suhu
tubuh biasanya diukur melalui rektum. Suhu tubuh yang normal untuk sapi
dewasa berkisar antara 30ºC- 39,5ºC. Frekuensi denyut nadi pada sapi normal
berkisar antara 36-80 kali per menit ( Sugeng, 2008).
2.2.3. Kondisi lingkungan yang mempengaruhi kesehatan
Sanitasi kandang adalah suatu usaha yang dilakukan untuk membebaskan
kandang dari bibit penyakit maupun parasit lainnya dengan menggunakan obat
pengendali seperti desinfektan pada dosis yang dianjurkan (Murtidjo, 1990).
Kebersihan kandang harus terjaga dan dihindari adanya pakan yang masih tersisa
dimalam hari (Akoso, 1996). Kebersihan kandang harus tetap dijaga, kotoran sapi
harus selalu dibuang pada tempat yang telah disediakan. Jarak antara kandang
dengan pembuangan feses harus jauh dengan kandang minimal 10 meter dari
kandang (Siregar, 2008).
2.3. Pemeriksaan Parasit
Parasit adalah suatu organisme yang hidup diatas bantuan organisme lain
yang lazim dikenal sebagai induk semang (Sugeng, 2008). Parasit yang hidup di
dalam tubuh inang disebut endoparasit. Parasit tersebut mendapat makanan untuk
tumbuh dan berkembang biak dari organ atau jaringan inangnya. Suatu parasit
dapat membahayakan jika jumlahnya cukup banyak, tetapi tidak membahayakan
jika jumlahnya sedikit (Levine, 1994).
6
2.3.1. endoparasit
2.3.1.1. Metastrongylus. Metastrongylus merupakan cacing paruyang berada pada
babi. Parasit ini adalah parasit pada saluran pernafasan babi sehingga dapat
mengakibatkan ternak lama-kelamaan mati karena tidak terdapat penanganan
cepat (Levine, 1994). Tanda-tandanya adalah ternak seperti sesak nafas, batuk,
kurus kering, nafsu makan turun dan hidung berlendir (Brotowidjaya, 1987).
2.3.1.2. Raillietina sp. Merupakan genus cacing pita pada ayam. Tubuhnya
mempunyai banyak proglotida. Terdapat restelum dengan kait berbentuk palu
yang tersusun dalam lingkaran ganda. Alat penghisap kadang-kadang
dipersenjatai dengan kait yang kecil dan bergenerasi yang tersusun dalam
beberapa lingkaran. Terdapat kantung parenkimatosa dalam proglotida bunting,
masing-masing dengan satu atau beberapa telur (Levine, 1994). Railetina sp
berbentuk pipih seperti pita beruas-ruas, berwarna putih atau kekuning-kuningan.
Salah satu jenis panjang cacing dewasa sekitar 0,4 cm dan hanya mempunyai ruas
yang sedikit. Cacing pita tumbuh dengan membentuk ruas baru tepat dibelakang
kepala yang disebut skolek untuk melewatkan irinya ke dinding usus. Dengan
kelangsungan pertumbuhan cacing pita, ruas bagian ekor menjadi dewasa dan
putus dari rantai (Jasin, 1984).
2.3.2. ekstoparasit
2.3.2.1. Diptera Hippobosciae. Diptera Hippobosciae adalah lalat sumba yang
memiliki ukuran tubuh sekitar 10 mm, tubuhnya melebar dan pipih dorsoventral,
berwarna cokelat kemerahan dengan bercak kuning pucat pada bagian dorsal
toraksnya (Levine, 1994). Seluruh tubuhnya ditutupi oleh bulu pendek, memiliki
sepasang sayap yang kuat dengan vena anterior yang jelas dan antenanya tidak
berkembang, apabila ternak terinfeksi oleh Diptera Hippobosciae adalah tubuh
ternak akan lemas seperti kekurangan darah atau anemia karena lalat ini
menghisap darah (Hadi dan saviana, 2000).
7
2.3.2.2. Gasterophilus intestinalis. Gasterophilus intestinalis termasuk ke dalam
kelas Insecta, ordo Diptera, sub ordo Cyclurrhopha, famili Gasterophilidae. Lalat
dewasa G. Intestinalis tidak ditemukan di Indonesia, tetapi banyak ditemukan di
negara empat musim. Lalat dewasanya merupakan lalat yang banyak mempunyai
bulu dan bagian mulutnya tidak berkembang serta tidak berfungsi. Warnanya
coklat menyerupai lebah. Panjang tubuhnya sekitar 81 mm, dan sayapnya
mempunyai pita melintang yang gelap tidak teratur (Hadi dan Saviana, 2000).
Gasterophilus intestinalis berwarna merah dan biasanya terdapat di ujung bagian
kardiaka lambung (Levine, 1994).
2.3.2.3. Hippobosca. Hippobosca termasuk ke dalam kelas Insecta, ordo Diptera,
sub ordo Cyclurrhopha, famili Hippoboscidae. Hippobosca adalah lalat sumba.
Lalat ini berukuran sekitar 10 mm, tubuhnya melebar dan pipih dorsoventral,
berwarna coklat merah dengan bercak kuning pucat pada bagian dorsal toraksnya.
Seluruh tubuh ditutupi bulu pendek, memiliki sepasang sayap yang kuat dengan
vena anterior yang jelas. Antenanya tidak berkembang (Hadi dan Saviana, 2000).
Famili Hippoboscidae ini merupakan lalat-lalat yang mempunyai integumen yang
seperti kulit mentah dan ruas-ruas perutnya tidak jelas (Levine, 1994).
8
BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak dengan materi Teknik Anamnesa dan
Analisis Kondisi Peternakan dilaksanakan pada hari Sabtu, tangga 1 Mei 2010 di
desa Mangunharjo RT 02/01, Semarang. Materi mengenai Penilaian Kesehatan
Ternak dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal 2 Mei 2010 di Kandang Ilmu
Ternak Potong dan Kerja, sedangkan untuk materi Pemeriksaan Parasit
dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 11 Mei 2010 di Laboratorium Ilmu
Kesehatan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1. Materi
3.1.1. Teknik anamnesa dan analisis peternakan rakyat
Bahan yang digunakan dalam praktikum Ilmu Kesehatan Ternak dengan
materi teknik anamnesa dan analisis peternakan rakyat yaitu kerbau rawa
(Bubalus bubalus) dan peralatan yang digunakan yaitu alat tulis untuk mencatat
data.
3.1.2. Penilaian Kesehatan Ternak
Bahan yang digunakan dalam praktikum Ilmu Kesehatan Ternak dengan
materi penilaian kesehatan ternak yaitu sapi peranakan ongole, sedangkan
peralatan yang digunakan yaitu stetoskop untuk mengetahui denyut nadi,
termometer rektal untuk mengukur suhu rektal, stop watch untuk menghiung
waktu pemeriksaan dan alat tulis untuk menulis data.
9
3.1.3. Pemeriksaan Parasit
Bahan yang digunakan dalam praktikum Ilmu Kesehatan Ternak dengan
materi pemeriksaan parasit yaitu feses kerbau, preparat parasit dan larutan gula
jenuh. Peralatan yang digunakan meliputi mikroskop untuk mengamati preparat,
pipet untuk memipet larutan, setrifuge untuk pemeriksaan parasit dengan metode
sentrifuse, mortir, objek glass sebagai tempat preparat yang akan di analisis,
tabung reaksi, timbangan untuk menimbang sampe, kaca penutup digunakan
untuk menutup preparat.
3.2. Metode
3.2.1. Teknik anamnesa dan analisis kondisi peternakan rakyat
Melakukan wawancara kepada perawat ternak/pekerja kandang tentang
riwayat penyakit yang menyerang ternaknya. Mengamati dan menilai kondisi
peternakannya, terutama kondisi yang dapat mempengaruhi kesehatan ternak.
Mencatat hasil wawancara dan hasil pengamatan.
3.2.2. Penilaian kesehatan ternak
Penilaian kesehatan ternak meliputi pengamatan tingkah laku ternak dan
pemeriksaan fisik. Pengamatan tingkah laku ternak dilakukan dengan cara
pengamatan dari kejauhan yang meliputi mengamati aktivitas ternak, aktivitas
makan, minum, dan ruminansi. Mengamati kondisi kesehatan pergerakan dari
anggota tubuh ternak seperti gerakan daun telinga, kibasan ekor, kepala, kulit
dibagian gumba yang aktif mengusir lalat, kemudian mengamati ternak dari dekat.
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara mengukur suhu tubuh, frekuensi nafas,
denyut nadi dan gerakan rumen, kemudian diperlukan juga pengamatan pada gigi
ternak untuk mengetahui umur ternak tersebut dengan membuka mulut ternak
tersebut.
10
3.2.3. Pemeriksaan parasit
3.2.3.1. Metode peparat. Menggambar awetan preparat macam-macam parasit
yang telah disediakan pada tabel yang telah tersedia
3.2.3.2. Metode natif. Mengambil sedkit feses (± 1-2 gram), ditaruh di atas obyek
glass. Menteteskan air dan meratakan dengan kaca penutup. Memeriksa dibawah
mikroskop dengan perbesaran 10 x 10.
3.2.3.2. Metode sentrifuse. Mengambil 2 gram feses dimasukkan ke dalam
mortir, kemudian menambahkan sedikit air dan mengaduk-aduk sampai larut
merata. Menuangkan ke dalam tabung sentrifuse hingga ¾ tabung. Memutar
dengan alat centrifuse selam 5 menit, kemudian membuang cairan jenuh yang
berada di atas endapan. Menuangkan gula jenuh diatas endapan sampai ¾ tabung
dan mengaduknya hingga tercampur merata. Memutar kembali dengan alat
sentrifuse selama 5 menit, kemudian tabung diletakkan di atas rak dalam posisi
tegak. Meneteskan gula jenuh diatas cairan dalam tabung sampai penuh meluber
atau permukaan cembung, membiarkan selama 3 menit. Menempelkan obyek
glass pada permukaan yang cembung dengan hati-hati, kemudian dengan cepat
obyek glass dibalik. Menutup obyek glass yang ditempati cairan dengan kaca
penutup. Memeriksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 10.
Mencocokkan telur cacing tersebut dengan gambar standar.
11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Teknik Anamnesa dan Analisis Kondisi Peternakan
Pratikum ilmu kesehatan ternak dengan materi teknik anamnesa dan
analisis kondisi peternakan dilakukan dengan melakukan wawancara secara tidak
langsung terhadap pemilik ternak. Pemilik ternak bernama ibu Marminah. Ibu
Marminah tinggal di di desa Mangunharjo RT 02/01, Semarang. Ibu Marminah
mengenyam pendidikan sampai SD (sekolah dasar) saja. Ibu Marminah mulai
berternak mulai tahun 1980 yang dilakukan secara turun menurun. Dalam
memelihara hanya belajar secara otodidak tidak pernah mendapat tambahan
pendidikan baik itu berupa kursus maupun penyuluhan. Jumlah kerbau yang
dipelihara 9 ekor. Riwayat kejadian penyakit tanda-tandanya yaitu badan kejang-
kejang, nafsu makan menurun dan badan kaku. Perlakuan yang diberikan pada
ternak yang sakit adalah langsung di jual dengan harga yang murah dan tidak ada
perlakuan khusus untuk ternak yang sakit.
Ilustrasi 1. Gambar Kerbau
Lokasi kandang kerbau jauh dari pemukiman masyarakat dan jauh dari
keramaian. Kandang menggunakan sistem kandang terbuka, dimana kerbau hanya
diikat pada pohon-pohon yang ada di area kandang terbuka. Kapasitas kandang
12
besar karena menggunakan kandang terbuka. Sumber air berasal dari air sungai
yang mengalir di dekat kandang kerbau. Sanitasi tidak pernah dilakukan karena
tempat pembuangan feses tidak ada. Dijelaskan oleh Subronto (1985) bahwa suatu
riwayat penyakit yang baik hanya dapat diperoleh dari seorang pengamat yang
baik pula. Pertanyaan-pertanyaan harus ditujukan kepada fakta-fakta penting yang
telah dicertakan atau terhadap gejala-gejala klinis yang telah diamati pemiliknya.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Sosroamidjojo (1981) menyatakan bahwa di daerah
pertanian, kandang kerbau ditempatkan di luar atau di dalam rumah peternak.
Kandang di luar rumah dibuat sangat sederhana dan dari bahan-bahan bangunan
yang amat sederhana, selain itu kerbau dapat dilepas di padangan tanpa diawasi,
orang membuat kandang terbuka yang hanya berfungsi untuk menjaga agar
kerbau-kerbau jangan sampai berkeliaran pada malam hari yang dapat merusak
tanaman atau dicuri orang.
4.2. Penilaian Kesehatan Ternak
4.2.1. Pengamatan tingkah laku ternak
Sapi Peranakan Ongole (PO) yang berumur 3 tahun dengan jenis kelamin
jantan, terlihat bahwa aktivitas ternak tersebut tergolong lincah sering bergerak.
Berdiri tegak dengan 4 kaki, tatapan matanya aktif, kondisi pemukaan sedikit
kusam karena tidak rutin dimandikan. Gerakan ekor, kepala, gumba, kaki dan
daun telinga normal. Lubang tubuh dalam kondisi normal. Gerakan nafas adalah
dada dan perut bergantian, nafsu makan dan minum normal dan cukup tinggi.
Ruminansi normal, kondisi feses yang keluar normal. Kondisi sapi PO seperti
yang disebutkan di atas dinyatakan normal. Hal ini sesuai pendapat Akoso (1996)
yang menyatakan bahwa, tingkah laku sapi memberikan gambaran tentang status
kesehatan sapi. Sapi yang sehat akan menampakkan gerakan yang aktif, sikapnya
sigap, selalu sadar dan tanggap terhadap perubahan situasi sekitar yang
mencurigakan. Sugeng (1998) menambahkan bahwa, kerbau yang sehat nafsu
makan dan minumnya cukup besar. Pembuangan kotoran dan air kencing berjalan
13
lancar dan teratur. Bila terjadi gangguan pencernaan, gerakan perut besar dan
proses untuk memamah biak pun terhenti.
Ilustrasi 2. Kondisi Ternak Sapi
Ilustrasi 3. Tempat Pembuangan Feses
Ilustrasi 4. Keadaan Lingkungan
14
4.2.2. Pemerikaan fisik ternak
Pemeriksaan fisik ternak dapat dilihat dari pupil mata normal, tidak ada
kotoran di mata. Suhu tubuh 38,9°C. Frekuensi nadi (pulsus) 64 kali per menit.
Frekuensi nafas 28 kali per menit. Data di atas menunjukkan bahwa kondisi sapi
dalam keadaan sehat. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (2004) yang
menyatakan bahwa pulsus ditentukan dari arteri ekor atau muka sapi, kadang-
kadang frekuensi pulsus lebih mudah ditentukan dengan jalan memeriksa detak
jantung. Frekuensi pulsus permenit bagi ternak sapi 60-80. Kisaran suhu yang
normal pada jenis ternak sapi adalah 37oC-39oC (Williamson dan Payne, 1993).
Frekuensi nafas sapi normal berkisar antara 12-37 kali/menit (Akoso, 1996).
4.2.3. Kondisi lingkungan yang mempengaruhi kesehatan kernak
Kondisi yang dapat mempengaruhi kesehatan ternak antara lain bangunan
kandang, sanitasi, pembuangan kotoran, pakan dan minum. Bangunan kandang
jauh dari tempat tinggal penduduk. Atap kandang dibuat dari bahan genteng
karena memadai untuk kandang pada daerah yang bersuhu relatif tinggi. Lantai
tidak licin dan tidak memungkinkan adanya genangan air sehingga sapi tidak
mudah terpeleset. Hal ini sesuai dengan pendapat Santosa (1995) yang
menyatakan bahwa segi lokasi kandang harus jauh dari pemukiman penduduk,
dekat dengan sumber pakan dan sumber minum serta dekat dengan sarana
transportasi dan komunikasi. Abidin (1992) menambahkan juga bahwa lantai
kandang harus dibuat dengan memperhatikan kemudahan dalam melakukan
pembersihan, memandikan dan tidak licin, sedangkan untuk atap dibuat dari
bahan yang ringan tetapi daya tahannya kuat dan mampu menjaga kehangatan di
dalam kandang. Atap seng cukup baik di daerah dingin dan atap genteng baik
untuk daerah yang mempunyai suhu yang relatif tinggi.
Jarak kandang dengan tempat pembuangan kotoran terlalu dekat kurang
dari 10 meter, jarak kandang yang terlalu dekat dengan pembuangan kotoran
dapat menyebabkan banyaknya lalat dan timbulnya bibit penyakit. Hal ini sesuai
15
dengan pendapat Sugeng (2008) yang menyatakan bahwa pembuangan feses harus
jauh dari kandang minimal 10 meter dari kandang. Sanitasi kandang juga kurang
baik sehingga kandang terlihat masih kotor. Hal ini sesuai dengan pendapat
Siregar (2008), yang menyatakan bahwa kebersihan kandang harus tetap dijaga,
kotoran sapi harus selalu dibuang pada tempat yang telah disediakan.
4.3. Pemeriksaan Telur Cacing
Berdasarkan pemeriksaan telur cacing yang telah dilaksanakan, dapat
diketahui bahwa pada ternak kerbau yang telah diamati dalam keadaan sehat. Hal
ini ditunjukkan dari hasil pengamatan feses kerbau yang bersifat negatif yang
berarti pada ternak tersebut tidak terjangkit penyakit karena tidak ditemukan
tanda-tanda terdapatnya cacing pada feses tersebut. Pengamatan pada feses kerbau
ini menggunakan dua metode yaitu metode natif dan metode sentrifuse, keduanya
menunjukkan hasil yang negatif. Kerbau mempunyai daya tahan tubuh yang lebih
tinggi dibandingkan dengan sapi, termasuk juga daya tahan tubuhnya terhadap
parasit, kerbau tidak menunjukkan gejala-gejala sakit seperti sapi, biasanya kerbau
terserang penyakit tetapi tidak menampakkan gejala jika terserang penyakit. Hal
ini sesuai dengan pendapat Williamson dan Payne (1993) yang menyatakan
bahwa penyakit-penyakit virus, bakteri dan parasit yang umum terdapat pada
kerbau mirip yang timbul pada sapi, tetapi kepekaan kerbau dan sapi terhadap
penyakit-penyakit tersebut adalah berbeda.
4.4. Pemeriksaan Parasit
4.4.1. Metastrongylus
Metastrongylus merupakan endoparasit yang dapat menyerang saluran
pernafasan hewan khususnya pada babi. Penyakit bersumber dari cacing yang
dapat menyebabkan gangguan pada sistem pencernaan pada ternak. Memiliki
bentuk yang bulat dan berwarna coklat kehitaman. Hal ini sesuai dengan
16
Brotowidjaya (1987) yang menyatakan bahwa Metastrongylus merupakan cacing
paru yang bersarang pada babi yang berada pada saluran pernafasannya dan dapat
mengakibatkan ternak lama-kelamaan mati karena tidak ada penanganan cepat.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Levine (1994) bahwa tanda-tanda apabila ternak
terinfeksi oleh Metastrongylus adalah ternak akan sesak nafas yang disertai
dengan batuk, badan kurus kering, nafsu makan turun dan hidung berlendir.
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Sumber : http://www.fsbio- hannover.de Kesehatan Ternak, 2010.
Ilustrasi 5. Metastrongylus sp
4.4.2. Raillietina sp.
Railietina sp berbentuk pipih seperti pita dan memiliki tubuh beruas-ruas,
selain itu tubuhnya mempunyai banyak proglotida berwarna putih, atau kekuning-
kuningan, panjang cacing dewasa dapat mencapai 0,4 cm. Hal ini sesuai dengan
pendapat Jasin (1984), yang menyatakan Railetina sp berbentuk pipih seperti pita,
tubuhnya beruas-ruas, berwarna putih atau kekuning-kuningan. Salah satu jenis
panjang cacing dewasa sekitar 0,4 cm dan hanya mempunyai ruas yang sedikit.
Cacing ini akan menghisap darah pada tubuh ternak umumnya dapat menyerang
pada ayam sehingga dapat mengakibatkan ternak akan kekurangan darah.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Levine (1994) yang menyatakan bahwa terdapat
restelum dengan kait berbentuk palu yang tersusun dalam lingkaran ganda. Alat
penghisap darah kadang-kadang dilengkapi dengan kait yang kecil dan
bergenerasi yang tersusun dalam beberapa lingkaran. Terdapat pula kantung
17
parenkimatosa dalam proglotida bunting, masing-masing dengan satu atau
beberapa telur.
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Sumber : http://www.fsbio- hannover.de Kesehatan Ternak, 2010.
Ilustrasi 6. Raillietina sp
4.4.3. Diptera Hippobosciae
Diptera Hippobosciae merupakan jenis ektoparasit yang memiliki
karakteristik antara lain mempunyai sepasang sayap pada bagian tubuhnya,
berwarna coklat kemerahan, memiliki antenna pada kepalanya yang pendek,
memiliki 3 pasang kaki, perutnya bulat. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadi dan
saviana (2000) yang menyatakan bahwa Diptera Hippobosciae adalah lalat sumba
yang berukuran sekitar 10 mm, tubuhnya melebar dan pipih dorsoventral,
berwarna cokelat merah dengan bercak kuning pucat pada bagian dorsal
toraksnya. Dijelaskan lebih lanjut oleh Levine (1994) bahwa seluruh tubuhnya
ditutupi oleh bulu-bulu pendek, memiliki sepasang sayap yang kuat pada
tubuhnya dengan vena anterior yang jelas dan antenanya tidak berkembang.
Akibat yang terjadi jika ternak diserang oleh Diptera Hippobosciae adalah ternak
akan terlihat lemas seperti kekurangan darah atau anemia karena Diptera
Hippobosciae ini menghisap darah pada ternak yang dihinggapinya.
18
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Sumber:www.entomology.ualberta.ca Kesehatan Ternak, 2010.
Ilustrasi 7. Diptera Hippobosciae
4.4.4. Gasterophilus intestinalis
Gasterophilus intestinalis mepunyai karakteristik antara lain tubuh yang
berbuku-buku dan mempunyai dua sayap kecil pada bagian kanan dan kiri
tubuhnya, badan bagian belakang memanjang, berwarna coklat, antena tidak
berkembang, memiliki 3 pasang kaki. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadi dan
Saviana (2000) yang menyatakan bahwa Gasterophilus intestinalis termasuk ke
dalam kelas Insecta, ordo Diptera, sub ordo Cyclurrhopha, famili
Gasterophilidae. Gasterophilus intestinalis saat dewasanya merupakan lalat yang
banyak mempunyai bulu pada bagian tubuhnya dan bagian mulutnya tidak
berkembang serta tidak berfungsi. Warnanya coklat menyerupai lebah. Panjang
tubuhnya sekitar 81 mm, dan sayapnya mempunyai pita melintang yang gelap
tidak teratur. Dijelaskan lebih lanjut oleh Levine (1994) yang menyatakan bahwa
Gasterophilus intestinalis berwarna merah dan biasanya terdapat di ujung bagian
kardiaka lambung.
19
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Sumber: www.entomology.ualberta.ca Kesehatan Ternak, 2010.
Ilustrasi 8. Gasterophilus intestinalis
4.4.3. Hippobosca
Hippobosca memiliki karakteristik tubuh yang berkuku-buku dengan
warna kulit coklat muda, mempunyai 3 pasang kaki dengan 2 pasang kaki
menghadap ke depan dan sepasang kaki menghadap ke belakang, tubunya bulat,
antenna tidak berkembang. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadi dan Saviana
(2000) yang menyatakan bahwa Hippobosca adalah lalat sumba. Lalat ini
berukuran sekitar 10 mm, tubuhnya melebar dan pipih dorsoventral, berwarna
coklat merah dengan bercak kuning pucat pada bagian dorsal toraksnya. Seluruh
tubuh ditutupi bulu pendek, memiliki sepasang sayap yang kuat dengan vena
anterior yang jelas. Antenanya tidak berkembang. Levine (1994) menyatakan
bahwa famili Hippoboscidae ini merupakan lalat-lalat yang mempunyai
integumen yang seperti kulit mentah dan ruas-ruas perutnya tidak jelas. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa lalat ini menghisap darah dan kadang-kadang mempunyai
sayap.
20
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Sumber: www.entomology.ualberta.ca Kesehatan Ternak, 2010.
Ilustrasi 9. Hippoboscidae
21
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Peternak mampu mengidentifikasi kesehatan ternak dan mampu
melakukan pengobatan bagi ternak yang sakit. Kebersihan kandang selalu dijaga
sehingga menghasilkan ternak dengan performans yang bagus. Penyakit yang
sering dialami oleh kerbau rawa (Bubalus bubalus) antara lain kembung dan
penyakit kulit (scabies) namun peternak sudah mampu melakukan pengobatan.
Berdasarkan pengamatan bernagai jenis parasit pada ternak disimpulkan
bahwa parasit terbagi menjadi dua yaitu Endoparasit dan Ektoparasit. Yang
tergolong Endoparasit antara lain Raillietina sp dan Metastrongylus. Sedangkan
yang tergolong Ektoparasit antara lain Diptera hippobosciae, Rhipicephalus dan
Ctenocepahlides canis.
Materi penilaian kesehatan ternak dapat disimpulkan bahwa keadaan
fisiologis dan tingkah laku ternak yang diamati dalam keadaan sehat. Kondisi
lingkungan ternak juga dalam keadaan baik.
5.2. Saran
Laboratorium Ilmu Kesehatan Ternak sebaiknya tidak dalam keadaan
kotor serta lantai tidak tergenang air dan alat yang disediakan lebih banyak.
Penentuan jenis ternak untuk praktikum sebaiknya praktikan memilih undian
langsung, tidak ditentukan asisten.
22
DAFTAR PUSTAKA
Akoso. 1996. Kesehatan Ternak. Kanisius, Yogyakarta.
Blakely, J and Bade, H.D. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta (Diterjemahkan oleh B. Srigandono dan Soedarsono).
Brotowijaya, M. D. 1987. Parasit dan Parasitisme. Melton Putra, Jakarta.
Jasin, M. 1984. Sistematika Hewan (Invertebrate dan Vertebrata). Sinar Jaya, Surabaya.
Levine, D. N. 1994. Veteriner. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hadi, U. K dan Saviana, S. 2000. Ektoparasit: Pengenalan, Diagnosis, dan Pengendaliannya. Institute Pertanian Bogor, Bogor.
Murti, T. W. 2002. Ilmu Ternak Kerbau. Kanisus, Yogyakarta.
Murtidjo. 1990. Beternak Sapi Potong. Kanisius, Yogyakarta.
Murtidjo. 1993. Memelihara Domba. Kanisius, Yogyakarta.
Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sosroamidjojo, S. 1981. Ternak Potong dan Kerja. Yasaguna, Jakarta
Subronto. 1985. Ilmu Penyakit Ternak I. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sugeng, B dan Sudarmono A. 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Williamson, G. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta (Diterjemahkan oleh S.G.N.D. Darmadja).
www.entomology.ualberta.ca. Tanggal Akses : 20 Mei 2010 jam 16.47 WIB.
www. fsbio-hannover.de. Tanggal Akses : 20 Mei 2010 jam 16.49 WIB.
23
Lampiran 2. Teknik Anamnesa dan Analisis Usaha Peternakan Rakyat
Tabel 1. Identitas PeternakParameter HasilNama Pemilik MarminahAlamat Mangunharjo RT 02/01Pendidikan Akhir SDPendidikan Peternakan Tidak pernahMulai Memelihara Tahun 1980Jumlah Ternak 9 ekorRiwayat penyakit Terjadi tiba-tibaTanda sakit Tidak nafsu makan, badan kaku, kejangPenanganan sakit DijualPencegahan Tidak ada pencegahan khusus pada ternak yang
sakit.Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak, 2010.
24
Lampiran 3. Penilaian Kesehatan Ternak
Tabel 2. Pengamatan Tingkah Laku Ternak dari JauhParameter HasilGerakan Ternak LincahPosisi Berdiri Normal (4 kaki bertumpu)Anggota Gerak Tubuh Kepala, Telinga, Ekor, Kaki, Pandangan Mata : Aktif
Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak, 2010.
Tabel 3. Pemeriksaan Fisiologis TernakKeterangan Sapi1 Sapi 2
Temperatur tubuh 38ºC 38ºCKecepatan Pernafasan 32 kali/menit 36 kali/menitDetak jantung 60 kali/menit 73 kali/menitGerakan ususKontraksi rumenSuara paru-paruPerasaan bila ditekan a. perut b. kepalaPupil mata
Normal4 kali/menit
Normal
Tidak sakitTidak sakit
Cerah
Normal5 kali/menit
Normal
Tidak sakitTidak sakit
Cerah Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak, 2010.
Tabel 4. Kondisi TernakParameter HasilJumlah Ternak 9 ekorKepadatan Kandang 4 ekor/kandangPemisahan Umur Tidak adaRecording Tidak adaKondisi Kesehatan Ternak BaikGejala sakit yang terlihat Tidak nafsu makan, lemas
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak, 2010.
Recommended