View
290
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
PENGESAHAN
SKRIPSI
Judul Penelitian : Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Kinerja Penyuluh Pertanian Pada BPP Wara Selatan
Di Kelurahan Songka Kota Palopo
Nama : Patahilla Ali
NIM : 0802405004
Program Studi : Agribisnis
Palopo, 17 Agustus 2012
Menyetujui :
Pembimbing II, Pembimbing I
Sukimin, SP., MP .........................................
Mengesahkan :
Ketua Program Studi, Dekan FAPERTA,
Baso Amir, SP Sukimin, SP., MP.
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang tiada terkira senantiasa tercurahkan kepada Allah SWT
yang senantiasa memberikan rahmat, magfirah dan petunjuk –Nya. Begitupun
dalam penyusunan skripsi ini, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan lancar dan tepat waktu. Salawat menyertai salam senantiasa tercurahkan
kepada Rasulullah SAW sebagai tokoh revolusioner sejati yang telah membawa
umat manusia dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh dengan Iman,
Islam dan Ilmu.
Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terimah
kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Sukimin, SP.,MP. Selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Cokroaminoto Palopo dan sekaligus Dosen pembimbing dalam penulisan
proposal ini
2. Bapak Saliman, SP selaku Wakil Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Cokroaminoto Palopo
3. Bapak Baso Amir, SP selaku Ketua Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Cokroaminoto Palopo
4. Ibu Dwi Ariani, SP, Ibu Nurhilal, STP dan Ibu A. Rachmaniar. M, SP., MP
yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan bantuan dalam
penyusunan Proposal ini.
5. Bapak / Ibu Dosen Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo
3
6. Orang Tua dan Saudara atas kesabaran dan ketabahannya dalam memberikan
dorongan semangat dan bantuan moril.
7. Kepada semua pihak yang tak bisa disebutkan satu – persatu yang telah
memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
penulisan proposal ini.
Semoga amal baik serta bimbingan dan bantuannya mendapat berkah
dari Allah SWT.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih memiliki
kekurangan baik itu dalam hal penyusunan ataupun pembahasan yang terdapat di
dalamnya. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritikan atau saran yang
sifatnya membangun untuk kesempurnaan penyusunan proposal saya selanjutnya.
Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat kepada khalayak umum dan
menjadi suatu sumbangsih terbesar kepada perkembangan pertanian di indonesia.
Palopo, Maret 2012
Penulis
PATAHILLA ALI
RIWAYAT HIDUP
4
Nama Patahilla Ali, Beragama Islam, Lahir Di Palopo
Pada Tanggal 10 November 1986, Anak Ke 1 Dari 2 Bersaudara
Dari Pasangan Ayahanda Nurdin Dengan Ibunda Rawasiah.
Pendidikan formal yang perna dilalui adalah :Sekolah
Dasar Negri 74 Pajalesang Palopo tamat pada tahun 1999, melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negri 1 Arso di Jayapura dan tamat
pada tahun 2002, dan melanjutka ke Sekolah Menengah Atas Negri 1 Arso di
Jayapura dan tamat pada tahun 2005.
Pada tahun 2008 melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi sebagai
mahasiswa pada Universitas Cokroaminoto Palopo, Jurusan Pertanian, program
studi Agribisnis
5
ABSTRAK
PATAHILLA ALI, 0802405004, Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Penyuluh Pertanian Pada BPP Wara Selatan Di Kelurahan Songka Kota Palopo,
di bawah bimbingan Mir Alam Beddu, selaku Pembimbing I, Sukimin. selaku
pembimbing II
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Songka Kecamatan Wara
Selatan, Kota Palopo yang berlangsung dari bulan Juni sampai bulan Agustus
2012.
Masalah pokok yang ditelaah dalam penelitian ini adalah faktor – faktor
apakah yang mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian pada BPP Wara Selatan di
Kelurahan Songka Kota Palopo.
Dalam penelitian ini pengambilan data primer dilakukan dengan
menggunakan daftar pertanyaan ( questioner ) dan wawancara langsung dengan
penyuluh sebagai responden sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi yang
terkait dengan penelitian ini. Dalam penentuan responden dilakukan dengan cara
purposive yaitu mewawancarai semua penyuluh yang ada di BPP Wara Selatan
yang berjumlah 20 orang. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis deskriftif kuantitatif.
Berdasarkan hasil dan pembahasan didapatkan faktor yang berpengaruh
dalam kinerja penyuluh pertanian adalah variabel umur ( x1 ) sedangkan variabel
pendidikan ( x2 ) dan masa kerja ( x3 ) tidak berpengaruh nyata.
6
DAFTAR ISI
Halaman Sampul .................................................................................... i
Halaman judul ....................................................................................... ii
Halaman Pengesahaan ........................................................................... iii
Kata Pengantar ....................................................................................... iv
Riwayat Hidup ...................................................................................... vi
Abstrak ................................................................................................. vii
Daftar Isi ............................................................................................... viii
Daftar Tabel .......................................................................................... x
Daftar Lampiran .................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................ 4
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................ 4
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 6
2.1. Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ....................... 6
2.2. Penyuluh Pertanian ............................................................. 7
2.3. Pengaruh Penyuluh Pertanian .............................................. 8
2.4. Kinerja Penyuluh Pertanian ................................................. 9
2.5. Karakteristik Internal Penyuluh ........................................... 11
2.6. Kompetensi Penyuluh Pertanian .......................................... 12
2.7. Strategi Penyuluh Pertanian ................................................ 15
2.8. Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian .... 16
2.9. Manajemen Kinerja ............................................................. 17
2.10. Pengukuran Kinerja .......................................................... 20
2.11. Hipotesis ...........................................................................
7
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 23
3.1. Lokasi dan Waktu .............................................................. 23
3.2. Penentuan Sampel .............................................................. 23
3.3 Jenis dan Sumber Data ......................................................... 23
3.4. Teknik Analisis Data ......................................................... 23
3.5. Defenisi Operasional........................................................... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 26
4.1. Hasil Penelitian ................................................................... 26
4.1.1. Letak Geografis dan Batas Administrasi ........................... 26
4.1.2. Keadaan Penduduk .......................................................... 26
4.1.3. Keadaan Lahan ................................................................ 28
4.1.4. Sarana dan Prasarana ....................................................... 29
4.1.5. Identitas Penyuluh Responden ......................................... 30
4.1.6. Analisis Kontribusi Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Kinerja Penyuluh Pertanian ............................................. 33
4.2. Pembahasan ........................................................................ 35
4.2.1. Koefisien Determinasi ...................................................... 35
4.2.2. Nilai Korelasi ................................................................... 35
4.2.3. Umur ............................................................................... 35
4.2.4. Pendidikan ....................................................................... 35
4.2.5. Masa Kerja ...................................................................... 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 37
5.1. Kesimpulan ......................................................................... 37
5.2. Saran .................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 39
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... 41
8
DAFTAR TABEL
No Halaman
01 Jumlah Pendidikan Berdasarkan Kelompok Umur 27
02 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian 28
03 Luas Wilayah Menurut Penggunaannya 29
04 Sarana dan Prasarana 30
05 Umur Penyuluh Responden 30
06 Pengalaman Penyuluh Responden 31
07 Tingkat Pendidikan Penyuluh Responden 32
08 Jumlah Tanggungan Keluarga 33
09 Analisis Variabel Terhadap Fungsi Regresi 34
10 Pengaruh Variabel ( x1-x3 ) Terhadap Kinerja Penyuluh 34
9
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
01 Identitas Penyuluh Responden pada BPP Wara Selatan 42
02 Analysis Of Variance Table 43
03 Regresion Analysis 44
BAB I
10
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sebagai salah satu negeri yang mempunyai potensi pertanian yang cukup
besar, sektor pertanian hingga kini masih tetap memiliki peranan yang strategis
dalam pembangunan nasional bangsa Indonesia. Peranan penting pertanian dalam
menopang pertumbuhan ekonomi nasional dapat dilihat antara lain : 1) penyedia
pangan bagi 220 juta jiwa penduduk Indonesia, 2) penghasil devisa negara melalui
kegiatan ekspor, 3) penyedia bahan baku industri, 4) peningkatan kesempatan
kerja, 5) peningkatan PDB (product domestic bruto), 6) pengentasan kemiskinan,
7) peningkatan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan pertanian ke depan diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang lebih besar dalam rangka mengurangi kesenjangan dan
memperluas kesempatan kerja, serta mampu memanfaatkan peluang ekonomi
yang terjadi sebagai dampak dari globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia.
Untuk itu diperlukan sumberdaya manusia pertanian yang berkualitas dan handal,
dengan memiliki ciri adanya kemandirian, professionalitas, berjiwa wirausaha
(entrepreneurship), berdedikasi, etos kerja yang tinggi, disiplin dan moral yang
luhur serta berwawasan global. Sehingga petani dan pelaku usaha pertanian
lainnya akan mampu membangun usaha tani yang berdaya guna dan berdaya
saing. Salah satu upaya untuk meningkatkan SDM pertanian, salah satunya adalah
melalui kegiatan penyuluhan pertanian.
Pengalaman dalam sejarah pertanian kita menunjukkan bahwa,
penyuluhan pertanian di Indonesia telah memberikan sumbangan yang sangat
berarti, dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional. Salah satu contoh
melalui program BIMAS yang terintegrasi dan terkoordinasi secara ketat, telah
menghantarkan Indonesia meraih swasembada beras tahun 1984. Namun setelah
itu terjadi penurunan peranan sector pertanian secara perlahan-lahan. Pertanian
tidak lagi menunjukkan karakater yang sesungguhnya sebagai salah satu kegiatan
perekonomian yang prospektif, dan mempunyai kemampuan bisnis yang tinggi.
11
Kegiatan ekonomi yang berbasis industri pabrikasi dan manufaktur telah
mengeser posisi sector pertanian kepada posisi yang termarjinalkan dan tidak
mempunyai posisi tawar yang menarik secara ekonomis. Beralihnya angkatan
kerja yang berada di pedesaan ke wilayah urban perkotaan, serta semakin
tingginya konversi lahan pertanian produktif menjadi lahan non pertanian
(industri, permukiman dan fasilitas lainnya). Menjadi indicator serius bahwa
kegiatan pertanian tidak memiliki kemampuan, baik secara politis maupun secara
ekonomis untuk mempertahankan diri.
Kinerja penyuluh pertanian yang baik merupakan dambaan setiap
stakeholder pertanian. Petani yang terbelenggu kemiskinan merupakan ciri bahwa
penyuluhan pertanian masih perlu untuk terus meningkatkan perannya dalam
rangka membantu petani memecahkan masalah mereka sendiri terutama dalam
aspek usahatani. Penyuluhan pertanian adalah pendidikan nonformal bagi petani
dan keluarganya yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dengan
titik fokus pada perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam
berusahatani (Mardikanto T. 1993).
Kondisi penyuluhan pertanian yang terus mengalami perubahan baik sejak
pemerintahan orde lama, orde baru sampai orde reformasi turut memengaruhi citra
penyuluhan pertanian. Pada masa orde baru penyuluhan pertanian dicitrakan
sebagai alat pemerintah dalam membantu pemerintah menciptakan swasembada
pangan dengan pendekatan peningkatan produksi usahatani. Penyuluhan pertanian
sangat diperhatikan dan dinilai sukses mengantarkan swasembada pangan. Pada
masa orde reformasi, penyuluhan pertanian mengalami masa yang suram terutama
dengan perubahan kelembagaan penyuluhan dengan keluarnya undang-undang
otonomi daerah yang secara langsung berdampak pada kinerja penyuluh
pertanian.
Undang-Undang No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan meneguhkan bahwa penyuluh pertanian mempunyai
peran strategis untuk memajukan pertanian di Indonesia. Pemerintah wajib
menyelenggarakan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan. Kinerja
12
penyuluh pertanian dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yaitu karakteristik,
psikologis dan organisasi penyuluh. Karakteristik penyuluh diklasifikasikan dalam
kemampuan dan keterampilan, latar belakang pribadi dan demografis. Psikologis
penyuluh dirumuskan dalam persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.
Organisasi penyuluh dikelompokkan dalam sumber daya, kepemimpinan,
imbalan, struktur dan desain pekerjaan (Mardikanto T. 1993).
Kinerja penyuluh pertanian ditentukan pada pencapaian tujuan yang
ditetapkan oleh organisasi penyuluhan pertanian dengan batasan waktu yang telah
ditentukan. Kinerja penyuluh pertanian didasarkan pada tugas pokok dan
fungsinya yang diuraikan secara komprehensif pada uraian macam-macam tugas.
Kinerja penyuluh pertanian dilihat pada aspek persiapan, pelaksanaan, evaluasi
dan pelaporan, pengembangan penyuluhan pertanian dan pengembangan profesi
penyuluh pertanian. Aspek berikutnya adalah kepemimpinan, komunikasi,
kemitraan usaha dan diseminasi teknologi serta penguasaan terhadap bidang
teknis keahlian (Anonim, 2005).
Kinerja penyuluh pertanian pada aspek persiapan, pelaksanaan, evaluasi
dan pelaporan merupakan rangkaian sistematis dan terstruktur dalam alur tak
terpisahkan. Programa penyuluhan pertanian berlandaskan pada analisis
kebutuhan petani dan kondisi khalayak sasaran saat ini serta kondisi khalayak
sasaran yang akan diwujudkan. Programa penyuluhan pertanian adalah proses
pembelajaran antara petani dengan penyuluh yang dimulai dengan proses sharing
informasi dan keterlibatan aktif petani pada perencanaan yaitu mengidentifikasi
potensi wilayah, agroekosistem dan kebutuhan teknologi. Aspek berikutnya
adalah materi dan metode yang dipilih dalam melakukan penyuluhan pertanian.
Materi dan metode adalah substansi dalam penyuluhan yang dikondisikan pada
kebutuhan petani. Tujuan akhir penyuluhan pertanian ditentukan oleh materi dan
metode yang dilakukan penyuluh pertanian. Materi adalah objek yang disuluhkan
sedangkan metode adalah cara menyampaikan objek tersebut.
Parameter berikutnya adalah pelaporan dan evaluasi penyuluhan.
Pelaporan dan evaluasi dikategorikan dalam dua aspek yaitu pelaporan dari hasil
13
penyuluhan dan evaluasi dampak penyuluhan pertanian. Pelaporan dan evaluasi
sebagai introspeksi diri penyuluh pertanian tentang target yang belum dicapai dan
perlu diperbaiki.
Aspek berikutnya adalah pengembangan penyuluhan pertanian dan profesi
penyuluh. Penyuluh mempelajari pedoman dan petunjuk pelaksanaan penyuluhan
pertanian serta metode atau sistem kerja penyuluhan pertanian. Penyuluh
pertanian menambah input berupa pengetahuan ilmu-ilmu penyuluhan terkini
melalui pelatihan dan seminar, membuat karya tulis atau karya ilmiah dan
membeli buku-buku penyuluhan. Penyuluh yang berhasil adalah penyuluh yang
mampu merancang dan melaksanakan program pembelajaran, materi dan
metodenya sesuai dengan kondisi dan karakteristik petani. Penyuluh pertanian
harus mampu pada aspek kepemimpinan, komunikasi, diseminasi teknologi dan
bidang teknis yang akan disuluhkan. Akhirnya disimpulkan bahwa persiapan,
pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan, pengembangan penyuluhan dan profesi
penyuluh, kepemimpinan, komunikasi, kemitraan usaha, diseminasi teknologi
serta penguasaan bidang teknis keahlian merupakan kegiatan pokok yang
dilakukan penyuluh pertanian dan parameter mengukur kinerja seorang penyuluh
pertanian (Anonim, 2005)..
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah-masalah yang
dikemukakan dalam penelitian ini adalah:
Faktor – faktor apakah yang mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian
pada BPP Wara Selatan
1.3. Tujuan Penelitian
Berpedoman pada perumusan masalah penelitian yang telah dikemukakan
di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh
pertanian pada BPP Wara Selatan
1.4. Manfaat Penelitian
14
Secara rinci kegunaan penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.4.1. Manfaat Praktis
(a) Memberikan gambaran bagi pengambil kebijakan dalam pengembangan sistem
manajemen kinerja penyuluh pertanian yang dapat dipertanggungjawabkan.
(b) Memberikan bahan penyempurnaan kebijaksanaan dalam pembinaan dan
pengembangan karir penyuluh yang sesuai dengan kebijakan pemerintah
daerah setempat dan lingkungan kerjanya dalam upaya meningkatkan kinerja
penyuluh pertanian.
1.4.2. Manfaat Akademis
(a) Memperluas dan memperbanyak khazanah ilmiah keilmuan penyuluhan
pertanian khususnya dalam bidang manajemen dan administrasi penyuluhan
yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan kebijakan pengembangan
sumberdaya manusia penyuluh.
(b) Menjadikan pendorong bagi studi lebih lanjut untuk mengembangkan model
peningkatan kinerja penyuluh dalam cakupan yang lebih luas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian
15
Istilah penyuluhan pertama kali dipublikasikan oleh James Stuart (1867-
1868) dari Trinity College (Cambrigde) pada saat memberikan ceramah kepada
perkumpulan wanita dan pekerja pria di Inggris Utara. Pada Tahun 1873 Secara
resmi sistem penyuluhan diterapkan di Cambridge, kemudian diikuti Universitas
London (1876) dan Universitas Oxfor (1878) dan menjelang tahun 1880 gerakan
penyuluhan mulai melebarkan sayapnya ke luar kampus (van den Ban &
Hawkins, 1999).
Di Indonesia kegiatan penyuluhan pertanian mulai dikembangkan sejak
tahun 1905 bersamaan dengan dibukanya Departemen Pertanian (Department van
Landbouw) oleh pemerintah Hindia Belanda, institusi yang bentuk tersebut antara
lain memiliki tugas melakukan kegiatan penyuluhan pertanian, sedang
pelaksanaannya dilakukan oleh pejabat Pangreh Praja (PP). Pada tahun 1910
dibentuk Dinas Penyuluhan Pertanian (Landbouw Voorlichting Dienst), tetapi
baru benar-benar berperan sebagai lembaga penyuluhan pertanian yang mandiri
sejak diubah menjadi Dinas Pertanian Propinsi terlepas dari PP pada tahun 1918
(Mardikanto, 1993).
Di masa kemerdekaan, kegiatan penyuluhan telah dimulai dengan
dibentuknya Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD) kemudian dilanjutkan
dengan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dengan metode Latihan dan Kunjungan
(Mardikanto, 2009). Penyuluh sebagai ujung tombak pembangunan pertanian di
era Bimas telah memberikan kontribusi yang nyata dalam meningkatkan produksi
pertanian khususnya produksi padi, sehingga pada tahun 1984 pemerintah
Republik Indonesia memperoleh penghargaan dari FAO sebagai Negara yang
berhasil mencapai swasembada beras (Suprapto, 2009).
Memasuki dasawarsa 1990-an semakin dirasakan menurunnya peran
penyuluhan pertanian di Indonesia yang dikelola pemerintah (Departemen
Pertanian). Hal ini terjadi karena selain terjadi perubahan struktur organisasi
penyuluhan, juga semakin banyak pihak-pihak yang melakukan penyuluhan
pertanian (perguruan tinggi, swasta, LSM dll) serta semakin beragamnya sumber-
sumber informasi/inovasi yang mudah diakses oleh petani. Pada tahun 1995
16
terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan pertanian melalui SKB
Mendagri-Mentan tentang pembentukan Balai Informasi Penyuluhan Pertanian
(BIPP) di setiap Kabupaten. Namun demikian, kinerja kelembagaan ini pun
banyak menuai kritik karena dianggap kurang berkoordinasi dengan dinas-dinas
teknis terkait Mardikanto (2009).
Kondisi seperti ini semakin diperburuk dengan diberlakukannya Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dimana peran
penyuluh pertanian dalam mendukung program pembangunan pertanian
mengalami penurunan yang sangat drastis (Suprapto, 2009). Mencermati kondisi
seperti ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang Revitalisasi Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan pada Tanggal 15
Juni 2005 di Purwakarta oleh Presiden Republik Indonesia, hingga pada tahun
2006 berhasil disahkannya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sebagai landasan kebijakan,
program, kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan, pembiayaan, dan
pengawasan penyuluhan pertanian (Warya, 2008).
2.2 Penyuluh Pertanian
Sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi
ekonomi, yaitu menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas dan memiliki
keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam menghadapi persaingan global yang
selama ini terabaikan. Dalam kaitan itu ada dua hal yang penting yang
menyangkut kondisi sumberdaya manusia pertanian di daerah yang perlu
mendapatkan perhatian yaitu sumberdaya petugas dan sumberdaya petani. Kedua
sumberdaya tersebut merupakan pelaku dan pelaksana yang mensukseskan
program pembangunan pertanian.
Sementara itu salah satu sumberdaya manusia petugas pertanian adalah
kelompok fungsional yaitu kelompok Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), di
mana Penyuluh Pertanian adalah petugas yang melakukan pembinaan dan
berhubungan atau berhadapan langsung dengan petani. Tugas pembinaan
17
dilakukan untuk meningkatkan sumberdaya petani di bidang pertanian, di mana
untuk menjalankan tugas ini di masa depan penyuluh harus memiliki kualitas
sumberdaya yang handal, memiliki kemandirian dalam bekerja, profesional serta
berwawasan global.
“Penyuluhan secara sistematis adalah suatu proses yang (1). Membantu
petani menganalisis situasi yang sedang dihadapi dan melakukan perkiraan ke
depan; (2). Membantu petani menyadarkan terhadap kemungkinan timbulnya
masalah dari analisis tersebut; (3). Meningkatkan pengetahuan dan
mengembangkan wawasan terhadap suatu masalah, serta membantu menyusun
kerangka berdasarkan pengetahuan yang dimiliki petani; (4). Membantu petani
memperoleh pengetahuan yang khusus berkaitan dengan cara pemecahan masalah
yang dihadapi serta akibat yang ditimbulkannya sehingga mereka mempunyai
berbagai alternatif tindakan; (5). Membantu petani memutuskan pilihan tepat yang
menurut pendapat mereka sudah optimal; (6). Meningkatkan motivasi petani
untuk dapat menerapkan pilihannya ; dan (7). Membantu petani untuk
mengevaluasi dan meningkatkan keterampilan mereka dalam membentuk
pendapat dan mengambil keputusan”( Van Den Ban, et.al ,2003).
2.3 Pengaruh Penyuluh Pertanian
Setiap program pengembangan sektor pertanian khususnya yang berkait
dengan program pengembangan SDM pertanian harus merupakan bagian integral
dari peningkatan kesejahteraan petani (PPK). Pengembangan model pendidikan,
pelatihan, dan penyuluhan berbasis kompetensi dan agribisnis diharapkan mampu
meningkatkan mutu SDM pertanian. Pada gilirannya mampu meningkatkan
produktifitas, mutu dan harga hasil pertanian yang kompetitif. Tujuannya adalah
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani yang didukung dengan
pemberdayaan, peningkatan akses terhadap sumberdaya usaha pertanian,
pengembangan kelembagaan dan perlindungan terhadap petani.
Tujuan utama kebijakan pembangunan pertanian di kebanyakan negara
adalah meningkatkan produksi pangan dalam jumlah yang sama dengan
permintaan akan bahan pangan yang semakin meningkat. Dengan harga yang
18
bersaing di pasar dunia kian dimengerti bahwa pembangunan semacam itu harus
berkelanjutan dan sering kali harus dilakukan dengan cara yang berbeda dari cara
terdahulu. Organisasi penyuluhan pertanian yang efektif sangat penting di dalam
situasi demikian.
Proses penyelenggaraan penyuluhan pertanian dapat berjalan dengan baik
dan benar apabila didukung dengan tenaga penyuluh yang profesional,
kelembagaan penyuluh yang handal, materi penyuluhan yang terus-menerus
mengalir, sistem penyelenggaraan penyuluhan yang benar serta metode
penyuluhan yang tepat dan manajemen penyuluhan yang polivalen. Dengan
demikian penyuluhan pertanian sangat penting artinya dalam memberikan modal
bagi petani dan keluargannya, sehingga memiliki kemampuan menolong dirinya
sendiri untuk mencapai tujuan dalam memperbaiki kesejahteraan hidup petani dan
keluarganya.
2.4 Kinerja Penyuluh Pertanian
Robins dan Coulter (2002) mengartikan kinerja adalah semua akhir
kegiatan yang bisa berupa waktu latihan yang intensif atau bisa pula mengemban
tanggung jawab pekerjaan seefisien dan seefektif mungkin. Yang terpenting
adalah pekerjaan ini didukung oleh pengetahuan, tindakan dan sikap dalam
berbagai kegiatan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai pada
evaluasi hasil pelaksanaan penyuluhan tersebut.
Disahkannya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di sisi lain memberikan
kepastian hukum tentang peran penyuluhan di berbagai bidang (pertanian,
perikanan dan kehutanan), tetapi di sisi lain juga menyisakan permasalahan
mendasar seperti penyiapan sumberdaya manusia penyuluh. Sumberdaya Manusia
yang handal akan mampu meningkatkan kinerja pelayanan kepada masyarakat.
Sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi
ekonomi, yaitu menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas dan memiliki
keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam menghadapi persaingan global yang
selama ini terabaikan. Dalam kaitan itu ada dua hal yang penting yang
19
menyangkut kondisi sumberdaya manusia pertanian di daerah yang perlu
mendapatkan perhatian yaitu sumberdaya petugas dan sumberdaya petani. Kedua
sumberdaya tersebut merupakan pelaku dan pelaksana yang mensukseskan
program pembangunan pertanian. Penyuluh adalah salah satu unsur penting yang
diakui peranannya dalam memajukan pertanian di Indonesia. Penyuluh yang siap
dan memiliki kemampuan dengan sendirinya berpengaruh pada kinerjanya
(Marius et al, 2006).
Kinerja adalah prestasi yang dicapai karyawan dalam melaksanakan suatu
pekerjaan dalam suatu organisasi. Agar dapat memberikan umpan balik bagi
karyawan maupun organisasi, maka perlu dilakukan penilaian atas prestasi
tersebut (Handoko, 2001).
Kinerja seorang penyuluh dapat dilihat dari dua sudut pandang; pertama
bahwa kinerja merupakan fungsi dari karakteristik individu, karakteristik tersebut
merupakan variabel penting yang mempengaruhi perilaku seseorang termasuk
penyuluh pertanian; Kedua bahwa kinerja penyuluh pertanian merupakan
pengaruhpengaruh dari situasional diantaranya terjadi perbedaan pengelolaan dan
penyelenggaraan penyuluhan pertanian disetiap kabupaten yang menyangkut
beragamnya aspek kelembagaan, ketenagaan, program penyelenggaraan dan
pembiayaan (Amri Jahi et al, 2006)
Menurut Berlo dkk, (1958) ada empat kualifikasi yang harus dimiliki
setiap penyuluh pertanian untuk meningkatkan kinerjanya, yaitu: (1) kemampuan
untuk berkomunikasi yaitu kemampuan dan keterampilan penyuluh untuk
berempati dan berinteraksi dengan masyarakat sasarannya, (2) sikap penyuluh
antara lain sikap menghayati dan bangga terhadap profesinya, sikap bahwa inovasi
yang disampaikan benar-benar merupakan kebutuhan nyata sasarannya, dan sikap
menyukai dan mencintai sasarannya dalam artian selalu siap memberi bantuan dan
melaksanakan kegiatan-kegiatan demi adanya perubahan-perubahan pada sasaran,
(3) kemampuan pengetahuan penyuluh, yang terdiri dari isi, fungsi, manfaat serta
nilai-nilai yang terkandung dalam inovasi yang disampaikan, latar belakang
keadaan sasaran dan (4) karakteristik sosial budaya penyuluh.
20
2.5 Karakteristik Internal Penyuluh
Sumardjo (1999) membagi faktor internal seperti : tingkat
kekosmopolitan, pengalaman bekerja sebagai penyuluh, motivasi, persepsi,
kesehatan dan karakteristik sosial ekonomi. Samson (Rakhmat, 2001)
mengemukakan bahwa karakteristik individu merupakan sifat yang dimiliki
seseorang yang berhubungan dengan aspek kehidupan dan lingkungannya.
Padmowiharjo (2000) menyebutkan beberapa faktor kararakteristik
individu yang mempengaruhi proses belajar yaitu : umur, jenis kelamin,
kesehatan, sikap mental, kematangan mental, kematangan fisik, dan bakat.
Spencer dan Spencer (1993)mengatakan bahwa karakteristik individu yang
dapat membentuk kompetensi dan menciptakan kinerja yang baik adalah: (1)
motif individu, (2) ciri-ciri fisik, (3) konsep diri, (4) pengetahuan, dan (5)
kemampuan teknis.
Rogers dan Shoemaker (1971) menegaskan bahwa sifat-sifat penting
(karakteristik personal) agen pembaharu yang berperan dalam adopsi inovasi
adalah : (1) kredibilitas, yang merujuk pada kompetensi, tingkat kepercayaan,
dan kedinamisan agen pembaharu yang dirasakan oleh masyarakat sasaran, (2)
kedekatan hubungan dan rasa memiliki antara agen pembaharu masyarakat
sasaran, (3) sifat-sifat pribadi yang dimiliki seperti kecerdasan, rasa empati,
komitmen, tingkat perhatian pada petani, kemampuan komunikasi, keyakinan
dan orientasinya pada pembangunan.
Klausmeier dan Goodwin (Huda, 2010) menyatakan bahwa umur
merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi efisiensi belajar,
karena akan berpengaruh terhadap minatnya pada macam pekerjaan tertentu
sehingga umur seseorang juga akan berpengaruh terhadap motivasinya untuk
belajar. de Cecco (Mardikanto, 1993) mengatakan bahwa umur akan
berpengaruh kepada tingkat kematangan seseorang (baik kematangan fisik
maupun emosional) yang sangat menentukan kesiapannya untuk belajar.
Selaras dengan hal tersebut, Vacca dan Walker (Mardikanto, 2009)
mengemukakan bahwa sesuai dengan bertambahnya umur, seseorang akan
21
menumpuk pengalaman-pengalamannya yang merupakan semberdaya yang
sangat berguna bagi kesiapannya untuk belajar lebih lanjut.
2.6 Kompetensi Penyuluh Pertanian
Spencer dan Spencer (1993) mendefenisikan kompetensi sebagai
segala bentuk motif, sikap, keterampilan, pengetahuan, perilaku atau
karakteristik pribadi lain yang penting untuk melaksanakan pekerjaan atau
membedakan antara kinerja rata-rata dengan kinerja superior. Selanjutnya
Spencer dan Spencer menjelaskan bahwa ada lima tipe kompetensi yaitu
pengetahuan, keterampilan, konsep diri, sikap, dan motif.
Kompetensi pengetahuan dan keterampilan tergolong lebih mudah
dikembangkan dibandingkan dengan konsep diri, sikap, dan motif yang
tergolong lebih tersembunyi dan merupakan pusat bagi personal seseorang.
Mengacu pada pendapat tersebut, Mulyasa (2002) menyebutkan bahwa
kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, sikap dan nilai, serta
keterampilan yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.Di
bidang penyuluhan, kompetensi digunakan sebagai dasar perubahan
keorganisasian dan peningkatan kinerja. Sumardjo (2006) menyebutkan
bahwa,kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan yang dimiliki
oleh seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan, yang didasari oleh
pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental sesuai dengan unjuk kerja (kinerja)
yang ditetapkan.
Unsur-unsur yang penting dalam kompetensi merencanakan
penyuluhan meliputi kemampuan mengidentifikasi potensi wilayah dan
agroekosistem, kemampuan identifikasi kebutuhan petani, dan kemampuan
menyusun rencana kerja penyuluhan. Bagi seorang penyuluh pertanian,
identifikasi potensi wilayah dan agroekosistem tentang sebuah tempat dimana
penyuluhan diadakan adalah sangat penting dan mendasar karena berdasarkan
data tentang potensi wilayah dan agroekosistem itulah, penyuluh pertanian
kemudian dapat menyusun materi penyuluhannya dan metode yang akan
digunakannya.
22
Potensi wilayah merupakan semua sumberdaya yang tersedia, yang
dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang ada dalam upaya mencapai
tujuan. Potensi wilayah bisa berupa fisik seperti lahan dan sumber air, dan
berupa non fisik seperti minat dan pengetahuan petani. Dari data tentang
potensi wilayah dan agroekosistem, penyuluh akan menemukan berbagai hal
tentang keadaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sarana dan
prasarana yang tersedia atau tidak tersedia, karakteristik budaya dan norma
setempat, keadaan topografi tanah dan penggunaannya, keadaan iklim dan
curah hujan, dan sebagainya (Departemen Pertanian, 2002).
Data tentang potensi wilayah dan agroekosistem ini bisa
dikumpulkan oleh seorang penyuluh pertanian baik berupa data primer yakni
hasil pengamatan, wawancara kepada pihak-pihak yang berkompeten, maupun
hasil pengumpulan data sekunder dari berbagai sumber seperti monografi desa,
dokumendokumen tertulis dari Kabupaten/kecamatan/Desa, Badan Pusat
Statistik dan lainlain. Data potensi wilayah dan agroekosistem yang telah
dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis sebagai masukan.
Mardikanto (2009), mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan
penyuluhan, seorang penyuluh mutlak harus mengenal potensi wilayah kerja,
karena dengan mengenal dan memahami potensi wilayah akan dapat
membantu penyuluh dalam memahami : (1) keadaan masyarakat yang
menjadi sasaran penyuluhan, (2) keadaan lingkungan fisik dan sosial
masyarakat sasaran, (3) masalah-masalah yang pernah, sedang, dan akan
dihadapi dalam melaksanakan penyuluhan, (4) kendala-kendala yang akan
dihadapi dalam melaksanakan penyuluhan, dan (5) faktor-faktorpendukung
dan pelancar kegiatan penyuluhan yang akan dilaksanakannya.
Dalam kaitannya dengan pemahaman potensi wilayah, Margono
Slamet(1978) mengemukakan bahwa penyuluh perlu lebih memusatkan
kepada kebutuhan pertanian dan petani setempat, ekosistem daerah kerja,
ciri-ciri lahan dan iklim di daerah setempat harus dikuasai serta informasi-
informasi yang disediakan harus sesuai dengan wilayah setempat. Dalam
23
merencanakan kegiatan penyuluhan, seorang penyuluh harus memperhatikan
atau mengetahui kebutuhan petani agar program penyuluhan yang diberikan
sesuai. Untuk itu, penyuluh perlu melakukan identifikasi terlebih dahulu
tentang hal-hal apa saja yang dibutuhkan petani. Informasi yang diperoleh
kemudian dianalisis sehingga penyuluh dapat mengetahui dengan pasti
kebutuhan petani.
Selanjutnya, Margono Slamet (1978) menekankan bahwa kebutuhan
atau kepentingan petani harus selalu menjadi titik pusat perhatian penyuluhan
pertanian. Penyuluh harus lebih mendekatkan diri dengan petani. Penyuluh
harus benar-benar mampu mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan petani
serta menuangkan dalam program-program penyuluhan untuk dipecahkan
melalui kerjasama sejati dengan petani. Rencana kerja penyuluh pertanian
adalah jadwal kegiatan yang disusun oleh para penyuluh pertanian
berdasarkan program penyuluhan pertanian setempat yang mencantumkan hal-
hal yang perlu disiapkan dalam berinteraksi dengan petani-nelayan.
Program/rencana kerja penyuluhan pertanian yang baik adalah
program/rencana kerja yang dibuat berdasarkan fakta, data, potensi wilayah
yang akurat dan benar.
Pembentukan, pembinaan dan pengembangan kelompok tani-nelayan
sangat penting guna mempersatukan para petani dalam satu wadah kerjasama
yang bisa memberikan keuntungan bagi penyelesaian masalah yang dihadapi.
Penyuluh pertanian sebagai “guru” dan sahabat petani menanamkan motivasi
bagaimana mengembangkan wadah kelompok sebagai media kerjasama dan
wahana terciptanya solidaritas di antara petani.
Seorang penyuluh pertanian harus memiliki kemampuan dalam
melakukan evaluasi kegiatan penyuluhan dan melaporkannya secara sistematis
kepada pihak yang berwewenang atau atasannya. Evaluasi adalah membuat
penilaian menyeluruh dengan membandingkan antara kinerja yang
dipersyaratkan dari suatu program berdasarkan standar dan tujuan yang
diinginkan dengan kenyataan pencapaian ketika program itu dilaksanakan.
24
Hasil evaluasi akan melahirkan suatu penilaian apakah tujuan program
tercapai, apakah ada masalah dalam menjalankan program dan bagaimana
rekomendasi pemecahan masalah dan lain-lain (Boyle, 1981).
2.7 Strategi Penyuluhan Pertanian
Desain strategi penyelenggaraan penyuluhan pertanian adalah
langkah-langkah atau tindakan tertentu yang dilaksanakan demi tercapainya
suatu tujuan atau sasaran yang dikehendaki (Mardikanto, 2009). Penetapan
strategi penyuluhan pertanian yang dijalankan selama ini terlihat adanya
kelemahan, karena penetapan strategi hanya memusatkan pada kegiatannya
untuk menyuluh pelaku utama yaitu petani dan keluarganya. Padahal,
keberhasilan penyuluhan seringkali ditentukan oleh kualitas penyuluh,
dukungan banyak pihak dan persepsi pimpinan wilayah selaku penguasa
tunggal sebagai administrator pemerintahan dan pembangunan.
Roling (Sumardjo, 1999) mendefenisikan penyuluhan sebagai suatu
intervensi komunikasi oleh suatu lembaga untuk menimbulkan perubahan
perilaku. Sebagai suatu bentuk intervensi (intervention), maka penyuluhan
merupakan suatu upayasistematis melalui penerapan strategi dengan
mengkondisikan sumberdaya bagi berlangsungnya proses sosial, perubahan
orientasi sehingga mengarahkan proses pada dorongan terjadinya perubahan
yang dikehendaki bersama. Berdasarkan konsep intervensi sebagai penerapan
strategi, maka penyuluhan adalah sesuatu yang dipikirkan, direncanakan,
diprogramkan, dirancang secara sistematis, dan diarahkan pada suatu tujuan dan
aktivitas yang disengaja (Sumardjo, 1999).
Pemilihan strategi penyuluhan pertanian yang efektif perlu dirancang
sesuai dengan kebutuhan, khususnya yang berkaitan dengan tingkat adopsi
yang sudah ditunjukan oleh masyarakat. Berkaitan dengan strategi
penyuluhan van den Ban dan Hawkins (1999), menawarkan adanya tiga
strategi yang dapat dipilih yakni; rekayasa sosial, pemasaran sosial dan
partisipasi sosial. Namun demikian pemilihan strategi yang tepat (Mardikanto,
2009) sangat tergantung pada motivasi penyuluh serta kondisi kelompok
25
sasaran.
2.8 Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian
Menurut Yusri (1999), ada dua faktor yang mempengaruhi kinerja
penyuluh pertanian dalam bekerja secara professional, yaitu:
a. Faktor Internal Penyuluh Pertanian
Kinerja penyuluh dipengaruhi oleh faktor-faktor dari penyuluh itu sendiri. Inilah
yang disebut faktor internal yang terdiri dari:
1. Pendidikan formal penyuluh pertanian.
Telah ditetapkan basis pendidikan formal pertanian minimal Diploma III
atau memperoleh sertifikat pendidikan dan latihan fungsional dibidang
penyuluhan pertanian. Tingkat pengetahuan mempengaruhi keterampilan dan
keahlian yang dimiliki untuk melaksaanakan tugasnya mengimbangi dinamika
masyarakat petani.
2. Umur Penyuluh Pertanian
Semakin bertambah umur dan golongan penyuluh, persepsi penyuluh
pertanian tentang jabatan fungsional dalam pengembangan karier dan profesi
penyuluh semakin rendah.
3. Masa Kerja Penyuluh Pertanian
Semakin lama masa kerja, penyuluh akan semakin menguasai bidang
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya sehingga akan semakin matang
dan pekerja lebih produktif dan bersaamaan dengan kemampuan kerja
menentukan kinerja kerja.
b. Faktor Eksternal
Beberapa faktor eksternal penyuluh yang dipertimbangkan berhubungan
dengan kinerja penyuluh pertanian adalah:
1. Ketersediaan sarana dan prasarana yang diperlukan
26
Dengan adanya sarana dan prasarana seperti teknologi pertanian,
pelatihan, transportasi, computer, OHP dan lain-lain sangat diperlikan penyuluh
dalam pelaksanaan tugasnya.
2. Sistem penghargaan
Hal ini biasanya terkait dengan perbaikan system penggajian, tunjangan
fungsional dan dana operasional serta jabatan atau kepangkatan.
3. Komoditas dominan di wilayah binaan
Kebiasaan pola tanam yang dilakukan oleh petani secara turun temurun
telah memberikan pengetahuan teknologi usahatani dan pengalaman berharga
kepada petani untuk dapat dikembangkan kearah yang lebih maju dan rasional
dalam interaksinya bersama-sama penyuluh.
2.9 Manajemen Kinerja
Kinerja juga dapat dilihat dari sisi manajemen. Hal ini sesuai
dengan pendapat Simanjuntak (2003), yang menjelaskan bahwa: “manajemen
kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan
kinerja organisasi, termasuk kinerja setiap individu dan kelompok kerja. Kinerja
individu dan kinerja kelompok dipengaruhi oleh banyak faktor intern dan
ekstern organisasi.”
Menurut Wibowo (2007), manajemen kinerja adalah manajemen
tentang menciptakan hubungan dan memastikan komunikasi yang efektif.
Manajemen kinerja memfokuskan pada apa yang diperlukan oleh organisasi,
manajer dan pekerja untuk berhasil. Manajemen kinerja adalah bagaimana
kinerja dikelola untuk memperoleh sukses. Bacal (2004) memandang
manajemen kinerja sebagai proses komunikasi yang dilakukan secara terus-
menerus dalam kemitraan antara karyawan dengan atasan langsungnya. Proses
komunikasi ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta
pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan.
Proseskomunikasi merupakan suatu sistem, memiliki sejumlah bagian
yang semuanya harus diikutsertakan, apabila manajemen kinerja ini hendak
27
memberikan nilai tambah bagi organisasi, manajer dan karyawan. Armstrong
(2004) melihat manajemen kinerja sebagai sarana untuk mendapatkan hasil
yang lebih baik dari organisasi, tim dan individu dengan cara memahami dan
mengelola kinerja dalam suatu kerangka tujuan, standar dan persyaratan-
persyaratan atribut yang disepakati.
Armstrong dan Baron (1998) berpandangan bahwa manajemen
kinerja adalah pendekatan strategis dan terpadu untuk menyampaikan sukses
berkelanjutan pada organisasi dengan memperbaiki kinerja karyawan yang
bekerja di dalamnya dan dengan mengembangkan kapabilitas tim dan kontributor
individu. Mereka mengutip pendapat Fletcher yang menyatakan manajemen
kinerja adalah pendekatan menciptakan visi bersama tentang maksud dan
tujuan organisasi, membantu karyawan memahami dan mengenal bagiannya
dalam memberikan kontribusi, dalam melakukannya, mengelola, dan
meningkatkan kinerja baik individu maupun organisasi.
Menurut Schwartz (1999), manajemen kinerja ialah gaya manajemen
yang berdasarkan komunikasi terbuka antara manajer dan karyawan dalam
penetapan tujuan, memberikan umpan balik, baik, dari manajer kepada
karyawan maupun sebaliknya dari karyawan kepada manajer, maupun penilaian
kinerja. Costello (1994) menyatakan bahwa manajemen kinerja merupakan
dasar dan kekuatan pendorong yang berada di belakang semua keputusan
organisasi, usaha kerja dan alokasi sumberdaya. Suatu organisasi dibentuk untuk
mencapai suatu tujuan tertentu.
Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan organisasi untuk dicapai. Tujuan
organisasi dapat berupa perbaikan pelayanan pelanggan, pemenuhan
permintaan pasar, peningkatan kualitas produk atau jasa, meningkatnya daya
saing, dan meningkatnya kinerja organisasi. Setiap organisasi, tim atau
individu dapat menentukan tujuannya sendiri. Pencapaian tujuan organisasi
menunjukkan hasil kerja atau prestasi kerja organisasi dan menunjukkan
sebagai kinerja atau performa organisasi. Hasil kerja organisasi diperoleh dari
serangkaian aktivitas yang dijalankan organisasi
28
Aktivitas organisasi dapat berupa pengelolaan sumberdaya organisasi
maupun proses pelaksanaan kerja yang diperlukan untuk mencapai tujuan
organisasi. Untuk menjamin agar aktivitas tersebut dapat mencapai hasil
yang diharapkan, diperlukan upaya manajemen dalam pelaksanaan
aktivitasnya. Hakekat manajemen kinerja adalah bagaimana mengelola
seluruh kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Manajemen kinerja memberikan manfaat bukan hanya bagi
organisasi, tetapi juga manajer, dan individu. Manfaat manajemen kinerja
bagi organisasi antara lain adalah: menyesuaikan tujuan organisasi dengan
tujuan tim dan individu, memperbaiki kinerja, memotivasi pekerja,
meningkatkan komitmen, mendukung nilai-nilai inti, memperbaiki proses
pelatihan dan pengembangan, meningkatkan dasar keterampilan,
mengusahakan perbaikan dan pengembangan berkelanjutan, mengusahakan
basis perencanaan karier, membantu menahan pekerja terampil untuk tidak
pindah, mendukung inisiatif kualitas total dan pelayanan pelanggan dan
mendukung program perubahan budaya.
Manfaat manajemen kinerja bagi manajer antara lain berupa:
mengusahakan klarifikasi kinerja dan harapan perilaku, menawarkan peluang
menggunakan waktu secara berkualitas, memperbaiki kinerja tim dan
individual, mengusahakan penghargaan nonfinansial pada staf, mengusahakan
dasar untuk membantu pekerja yang kinerjanya rendah, digunakan untuk
mengembangkan individu, mendukung kepemimpinan, proses motivasi dan
pengembangan tim, mengusahakan kerangka kerja untuk meninjau kembali
kinerja dan tingkat kompetensi. Manfaat manajemen kinerja bagi individu
adalah: memperjelas peran dan tujuan, mendorong dan mendukung untuk
tampil baik, membantu mengembangkan kemampuan dan kinerja, peluang
menggunakan waktu secara berkualitas, dasar objektivitas dan kejujuran
untuk mengukur kinerja, dan menformulasi tujuan dan rencana perbaikan cara
bekerja dikelola dan dijalankan.
29
Menurut Costello (1994), manajemen kinerja mendukung tujuan
menyeluruh organisasi dengan mengaitkan pekerjaan dari setiap pekerja dan
manajer pada misi keseluruhan dari unit kerjanya. Seberapa baik kita
mengelola kinerja bawahan akan secara langsung memengaruhi tidak hanya
kinerja masing-masing pekerja secara individu dan unit kerjanya, tetapi juga
kinerja seluruh organisasi. Pekerja perlu memahami dengan jelas tentang apa
yang diharapkan dari mereka dan mendapat dukungan yang diperlukan untuk
memberikan kontribusi pada organisasi secara efisien dan produktif, maka
pemahaman akan tujuan, harga diri dan motivasinya akan meningkat. Manajemen
kinerja memerlukan kerjasama, saling pengertian, dan komunikasi secara terbuka
antara atasan dan bawahan.
2.10 Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui deviasi dari rencana
yang telah ditentukan selama pelaksanaan pekerjaan, atau apakah pekerjaan
dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, atau apakah hasil
kinerja telah tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan. Pengukuran kinerja
membutuhkan kemampuan untuk mengukur kinerja sehingga diperlukan
adanya ukuran kinerja. Pengukuran kinerja dapat dilakukan terhadap kinerja
yang nyata dan terukur. Untuk memperbaiki kinerja, perlu diketahui seperti
apa kinerja saat ini. Apabila deviasi kinerja dapat diukur, dapat diperbaiki.
Menurut Casio (1992), pengukuran kinerja merupakan proses
mengevaluasi capaian karyawan dalam rangka mengembangkan potensi karyawan
tersebut. Pengukuran kinerja adalah proses mengevaluasi atau menilai
prestasi kerja karyawan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode
tradisional atau metode modern. Pengukuran tradisional, antara lain dengan rating
scale dan employee comparison, sedangkan pengukuran dengan menggunakan
metode modern, antara lain dengan management by objective dan assessment
centre.
Menurut Kreitner dan Kinicki (2001), orang yang melakukan
pengukuran kinerja perlu memenuhi persyaratan di antaranya: (a) dalam
posisi mengamati perilaku dan kinerja yang menjadi kepentingan individu,
30
(b) mampu memahami dimensi atau gambaran kinerja, (c) mempunyai
pemahaman tentang format skala dan instrumennya, dan (d) harus termotivasi
untuk melakukan pekerjaan rating secara sadar.
Thor (Armstrong & Baron, 1998) mengemukakan ada tiga dasar
pengembangan ukuran kinerja sebagai alat peningkatan efektivitas organisasi,
yaitu: (a) apa yang diukur semata-mata ditentukan oleh apa yang dipertimbangkan
penting oleh pelanggan, (b) kebutuhan pelanggan diterjemahkan menjadi prioritas
strategis dan rencana strategis mengindikasikan apa yang harus diukur dan
(c) memberikan perbaikan kepada tim dengan mengukur hasil dari prioritas
strategis, memberi kontribusi untuk perbaikan lebih lanjut dengan
mengusahakan motivasi tim, dan informasi tentang apa yang berjalan dan tidak
berjalan.
Tujuan ukuran kinerja adalah memberikan bukti apakah hasil yang
diinginkan telah dicapai atau belum dan apakah muatan yang terdapat di
tempat pekerja memproduksi hasil tersebut. Fokus dan isi ukuran kinerja
bervariasi di antara berbagai pekerjaan.
Menurut Armstrong dan Baron (1998), ukuran kinerja adalah alat
ukur yang obyektif sehingga diperlukan adanya kriteria yang sama. Kriteria yang
sama akan memberikan hasil yang dapat diperbandingkan secara obyektif
dan adil. Kriteria ukuran kinerja adalah: (a) dikaitkan dengan tujuan strategis
dan mengukur sesuatu yang secara organisasional penting dan mendorong kinerja;
(b) relevan dengan sasaran dan akuntabilitas tim dan individu; (c) fokus pada
output yang terukur; (d) fokus pada data yang tersedia sebagai dasar
pengukuran; (e) dapat diverifikasi; (f) hasil pengukuran dijadikan dasar untuk
umpan balik dan tindakan; serta (h) bersifat komprehensif, mencakup semua
aspek kinerja.
2.11 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, permasalahan dan tujuan maka hipotesis yang
diajukan adalah “Diduga bahwa Pendidikan Penyuluh, Umur Penyuluh dan Masa
Kerja Penyuluh pertanian berpengaruh terhadap kinerja penyuluh pertanian di
BPP Wara Selatan, Kota Palopo
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
32
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kelurahan Songka, Kecamatan Wara
Selatan, Kota Palopo Lokasi ini dipilih atas pertimbangan bahwa di Kelurahan
tersebut merupakan salah satu lokasi yang mempunyai Penyuluh Pertanian
berpengalaman.
3.2 Penentuan Sampel
Penentuan responden dilakukan dengan metode porposif mengambil
semuah penyuluh yang ada pada BPP wara selatan yang berjumlah 20 orang
3.3 Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini pengambilan terdiri dari data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara melakukan wawancara
dan observasi langsung kepada 20 orang penyuluh pertanian di Kantor BPP Wara
Selatan
Data sekunder diperoleh dari kantor BPP Wara Selatan serta Badan
Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kota Palopo.
3.4 Teknik Analisis Data
1. Analisis deskriptif (Kualitatif)
Untuk mengukur faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat kinerja
penyuluh pertanian digunakan analisis Regresi linear berganda dengan rumus :
Y = α + β1x1 + β2x2 + β3x3 ( gomes 1995 )
Dimana :
Y = Kinerja Penyuluh Pertanian
α = Konstanta
β1- β3 = Koefisien regresi
X1 = Pendidikan Penyuluh
X2 = Umur Penyuluh
X3 = Masa Kerja Penyuluh
33
3.5 Defenisi Operasional
Beberapa pengertian yang menjadi batasan penelitian ini adalah :
1. Penyuluh pertanian adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas,
tanggungjawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian untuk melakukan
kegiatan penyuluhan.
2. Umur penyuluh adalah lamanya waktu hidup penyuluh dalam satuan tahun
yang dihitung sejak lahir hingga penelitian ini dilakukan.
3. Pendidikan formal adalah jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti oleh
penyuluh, dihitung dalam satuan tahun berdasarkan jenjang Sekolah Dasar
hingga Perguruan Tinggi.
4. Lokasi tugas adalah banyaknya kilometer dari jarak lokasi tugas dengan tempat
tinggal penyuluh, diukur dengan skala rasio.
5. Luas wilayah kerja adalah banyaknya desa yang menjadi binaan penyuluh,
diukur dengan skala rasio.
6. Interaksi dengan petani adalah banyaknya pertemuan penyuluhan dengan petani
dan kelompok tani dalam sebulan, diukur dengan skala rasio.
7. Keberhasilan penyuluh adalah penilaian penyuluh terhadap dorongan untuk
berprestasi, pekerjaan yang menantang, sikap positif dan berani mengambil
resiko.
8. Pengembangan diri penyuluh adalah penilaian penyuluh terhadap kesempatan
pengembangan karir seperti pelatihan, pendidikan, seminar serta kesempatan
untuk promosi atau naik pangkat.
9. Kinerja penyuluh pertanian adalah unjuk kerja yang dihasilkan oleh penyuluh
pertanian berdasarkan fungsi dan perannya, yaitu: (1) perencanaan, (2)
pelaksanaan, (3) evaluasi dan pelaporan,
34
BAB V
KESIMPULAAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka
dapat ditarik kesimpuln segai berikut :
1. Bahwa dari tiga variabel yang diuji untuk mengetahui faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kinerja penyuluh pertanian yaitu umur; pendidikan
formal; dan lama bertugas diperoleh dua variabel yang memiliki korelasi
dengan keberartian yang sangat nyata (p<0,05) yaitu umur penyuluh
dengan koefisien regresinya yaitu 1.050 dan Pendidikan Penyuluh dengan
koefisien regresinya yaitu 731. Sedangkan variable yang lain yaitu masa kerja
tidak memberikan pengaruh yang cukup besar yaitu dengan koefisien
regresinya -302.
2. Terdapat hubungan yang lemah antara faktor-faktor individu penyuluh
yang memengaruhi kinerja mereka
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diajukan sebagai berikut :
1. Pemerintah pusat dan daerah perlu meningkatkan secara
berkesinambungan kinerja penyuluh pertanian melalui peningkatan
kompetensi, motivasi dan kemandirian.
2. Para penyuluh pertanian perlu meningkatkan kemandirian ekonomi agar lebih
produktif dalam membina petani.
35
3. Pemerintah pusat dan daerah perlu memacu peningkatan kinerja
penyuluh pertanian melalui penyelenggaraan pelatihan, dengan materi: (1)
kemampuan merencanakan penyuluhan, (2) kemampuan mengevaluasi
dan melaporkan penyuluhan, (3) pengembangan penyuluhan, dan (4)
kemampuan diseminasi teknologi
4. Para penyuluh pertanian perlu meningkatkan motivasi diri agar lebih
produktif dalam membina petani
5. Perlu penelitian sejenis menyangkut faktor-faktor lain yang belum
diteliti pada penelitian ini.
36
DAFTAR PUSTAKA
Abbas Samsuddin 1999. Sembilan Puluh Tahun Penyuluhan Pertanian di Indonesia. Jakarta. BPLPP-Departemen Pertanian.
Ani Sufiandi Suhanda. 2008. “Hubungan Karakteristik dengan Kinerja Penyuluh Pertanian di Provinsi Jawa Barat.” Disertasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Bahua M. Ikbal, 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya Pada Perilaku Petani Jagung di Provinsi Gorontalo. Disertasi – Doktor. Bogor. Sekolah Pascasarjana-IPB.
BPSDMP-Deptan RI. Modul Diklat Dasar Umum Bagi Penyuluh Pertanian, Tugas dan Fungsi Penyuluh Pertanian. STTP Bogor.2009
Cokroaminoto. 2007. Memaknai Kerja karyawan. Membangun Kinerja. http://cokroaminoto.wordpress.com.html. Diakses 10 Juni 2009.
Departemen Pertanian RI. 2006. Undang-Undang Republik Indonesia No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.
Hasibuan SPM. 2001. Organisasi dan Motivasi, Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara.
Jahi Amri dan Ani Leilani, 2006. Kinerja Penyuluh Pertanian di Beberapa Kabupaten, Provinsi Jawa Barat. Jurnal Penyuluhan . Vol. 2 No.2
Kartasapoetra AG. 1988. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Bina Aksara.
Kusnadi. 2006. Dasar Penyuluhan Pertanian. Bogor: STPP-Bogor.
Mahdi,SP.M.Si. Penyuluh Pertanian dan Penyuluh Sebagai Tenaga Profesional (Artikel Online). Makalah Pada Workshop Penyuluh Pertanian Se-Sumatera Barat. Juli 2004. Staf Pengajar Jur.Sosek. Faperta Unand Padang.
Mardikanto Totok, 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta. Universitas Sebelas Maret (UNS) Press.
Marzuki. 1994. Dasar-dasar Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Universitas Terbuka.
Nazir Moh, 2005. Metode Penelitian. Bogor. Ghalia Indonesia
Mohamad Ikbal Bahua. 2010. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku Petani Jagung di Provinsi Gorontalo.” Disertasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
37
Puspadi Ketut, 2002. Rekonstruksi Sistem Penyuluhan Pertanian. Disertasi Doktor. Bogor. Sekolah Pascasarjana - Institut Pertanian Bogor.
Sastraadmadja. 1993. Teknik Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Balai Pustaka.
Syamsudin. 1987. Dasar-dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian. Bandung: Bina Cipta.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16, 2006. Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Jakarta. Departemen Pertanian
van den Ban & Hawkins. 2005. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta: Kanisius.
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
http://blog-husni.blogspot.com/2010/07/kinerja-penyuluh-pertanian-lapangan-di.html Kinerja Penyuluh Pertanian Lapangan di Provinsi Jambi. Diakses pada tanggal 25 Februari 2012
http://www.penyuluhpertanian.com/pelaksanaan-sertifikasi-penyuluhpertanian Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Pusbangluhtan Kementrian Pertanian. Diakses pada tanggal 25 Februari 2012
Recommended