I(OMPAS - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/01/kompas-20110124... ·...

Preview:

Citation preview

I(OMPASo Se/asa o Sabtu o Mingguo Rabu o Kamis 0 Jumat

4 520

6 721 22

8 9 10 1123 @ 25 26

12 1327

14 1528 29 30 31

oMar

Pertukaran atau Transfer Narapidasa?OApr OMei OJun OJu/ 0 Ags OSep OOkt ONov ODes

Oleh ROMLI ATMASASMITA

K ini PemerintahAustralia menyam-paikan kembali

usulan kepada Pemerin-tah Indonesia, melaluiJaksa Agung RI sertaMenteri Hukum danHAM, tentang "pertukar-an narapidana", yaitu na-rapidana Schapelle LeighCorby dengan 5.000 nara-pidana warga negaraIndonesia di Australia.

Upaya Pemerintah Australiauntuk "menyelamatkan" Corbydari pelaksanaan hukuman di In-donesia tidak berhenti sejak JohnHoward menjadi perdana men-teri Australia· Ketika itu perne-rintahan Howard memohon ke-pada Pemerintah Indonesia agarCorby, sejak diputus, menjalanihukuman di Australia. Tidak di-ketahui publik dasar pertimbang-an permohonan tersebut dan si-kap Pemerintah Indonesia me-nolak permohonan tersebut su-dah dalam koridor hukum inter-nasional yang tepat.

Di satu sisi, kita salut terhadapPemerintah Australia bahwa un-tuk satu nyawa warga negaranya,sekalipun terjadi pergantian pe-merintahan, tetap saja memilikisatu misi yang sama, yaitu bagai-mana menyelamatkan warga ne-garanya dari cengkeraman hu-kurnan di negara lain.

Sudah tentu dari sisi ini kitaharus akui bahwa kegigihan Pe-merintah Indonesia terhadap"korban'' hukuman terhadapWNI di negara lain patut diper-tanyakan. Bayangkan, kita barnmengetahui bahwa ada 5.000WNI menjalani hukuman di Aus-tralia setelah berita pertukaranmerebak ke media massa, se-dangkan selama ini PemerintahIndonesia tidak pernah melansirberita ini kepada DPR dan pub-liknya

Tawaran yang disampaikanPemerintah Australia tentangpertukaran narapidana tersebuttidak ada dasar hulrurnnya, baikhukum nasional maupun inter-nasional. Dari sisi hukum inter-nasional hanya diakui dalam per-janjian "transfer (bukan pertu-

. karan) narapidana" atau transfer

of sentenced persons yang telahdiatur dalam Konvensi PBB Me-nentang Kejahatan Transnasio-nal Terorganisasi Tahun 2000yang telah diratifikasi dengan VURI Nomor 5 Tahun 2009 danKonvensi PBB Antikorupsi Ta-hun 2003.

Di dalam kedua konvensi ter-sebut tidak diatur tentang keja-hatan narkotika Kasus narkotikadiatur dalam Konvensi PBB ten-tang Larangan Perdagangan Ile-gal Narkotika dan Psikotropikatahun 1988, tetapi konvensi ter-sebut tidak mengatur perjanjiantransfer narapidana, kecuali ha-nya mengatur ekstradisi dan ban-tuan timbal balik dalam masalahpidana,

Hal ini menunjukkan bahwauntuk kasus narkotika tidak adacelah hukum internasional untukdiperjanjikan melalui transfer ofsentenced persons, apalagi usulan"pertukaran narapidana". Hal inidisebabkan kejahatan narkotikatermasuk ke dalam kejahatan se-rius yang menarik perhatian ma-syarakat internasional atau di-singkat crime under internationallaw. Selain itu, kejahatan narko-tika termasuk kejahatan terorga-nisasi (oryanized crime) yangmembahayakan keselamatanmasyarakat internasional.

UU payungTransfer terpidana narkotika

rentan terhadap intervensi ja-ringan organisasi kejahatan in-ternasional dan melemahkansistem hukum nasional terhadapancaman dan bahaya organisasikejahatan narkotika internasio-nal. Dari sisi hukum nasional,belum ada VU payung tentangtransfer narapidana, kecuali un-tuk ekstradisi dengan VU Nomor1 Tahun 1979 dan Bantuan Tim-bal Balik dalam Masalah Pidanadengan VU Nomor 1Tahun 2006.Satu-satunya payung hukum un-tuk perjanjian transfer terpidanaadalah VU Nomor 24 Tahun2000 tentang Perjanjian Inter-nasional.

Konsekuensi hukum dari ke-tiadaan VU payung khusus untuktransfer terpidana di Indonesiasehubungan dengan usulan Pe-merintah Australia tersebut ha-nya dapat diatasi jika kedua ne-gara mengikatkan diri ke dalamperjanjian bilateral transfer nara-

pidana.Menghadapi usulan Pemerin-

tah Australia, kiranya Pemerin-tah Indonesia patut mempertim-bangkan kualitas kejahatan nar-kotika yang dilakukan Corby, ter-bukti dari tuntutanjaksa penun-tut umum terhadap terdakwa,yaitu bahwa terdakwa SchapelleCorby terbukti melanggar Pasal82 Ayat (1)Huruf a VU Nomor 22Tahun 1997 tentang Narkotikadan dituntut pidana penjara se-umur hidup serta pidana dandenda sebesar Rp 100.000.000(seratus juta rupiah) subsider 6(enam) bulan kurungan, didakwatelah melakukan kejahatan nar-kotika golongan I berupa ganjaseberat 4,2 kilogram bruto atau4,1 kilogram neto.

Putusan Mahkamah Agung RINomor 112 PKjPidj2006 telahmenolak kasasi Corby dan me-nyatakan bahwa Corby terbuktisecara sah dan meyakinkan ber-salah melakukan tindak pidana,"tanpa hak dan melawan hukummengimpor narkotika golonganI", dan kepada terdakwa dijatuhipidana penjara selama 20 (duapuluh) tahun serta pidana dendasebesar Rp 100.000.000 (seratusjuta rupiah) dan dpabila dendatersebut tidak dibayar diganti de-ngan pidana kurungan selama 6(enam) bulan.

Berdasarkan pembuktian bah-wa tindak pidana narkotika yangdilakukan terdakwa adalah Pasal82 Ayat (1) Huruf a, yaitu meng-impor dan seterusnya, dapat di-simpulkan, tindak pidana narko-tika yang telah dilakukan Corbyadalah tindak pidana serius danberdampak terhadap keselamat-an bangsa Indonesia Selain itukiranya pemerintah perlu mem-pertimbangkan hukum nasional(UU Nomor 12 Tahun 1995 ten-tang Pemasyarakatan) yang tidakmemiliki alas hukum untuk me-nerima penempatan terpidanayang diputus oleh pengadilan ne-gara asing di dalam lembaga pe-masyarakatan.

Pernyataan Menlu Marty Na-talegawa mengenai masalah inidalam beberapa media nasionalpatut diapresiasi karena berpe-gang kepada norma hukum per-janjian internasional dan praktikatau kebiasaan yang diakui dalamhukum internasional.

Merujuk pernyataan Marty,

IUlplDg Humaa aDpad 2011

kiranya Menteri Hukum danHAM serta Jaksa Agung RI wajibmempertimbangkan secarasungguh-sungguh karena dua haloPertama, pemyataan Marty me-negaskan kepada PemerintahAustralia bahwa Indonesia seba-gai negara berdaulat memiliki ke-daulatan hukum yang sepatutnyadihormati oleh Pemerintah In-donesia dan keberadaan normahukum intemasional yang telahdiakui universal.

Kedua, adalah sikap yang ti-daklah patutjika urusan (politik)dalam negeri Australia dibeban-kan kepada Pemerintah Indone-sia berkaitan dengan status sosialterdakwa di negaranya, Hal ke-tiga, tawaran "pertukaran ter-pidana' dari Pemerintah Aus-tralia dalamjangka panjang beri-siko terhadap rentannya kedau-latan hukum nasional Indonesiadi dalam pandangan PemerintahAustralia serta tidak adajaminanhukum apa pun yang diperolehdari "pertukaran" tersebut dilihatdari sisi hukum intemasional,misalnyajika terjadi sengketa hu-kum antarkedua negara,

Mengingat sifat dan kualitaskejahatan narkotika, sebagaima-na telah diuraikan di atas, "per-tukaran" yang ditawarkan terse-but dapat dimaknai tidak adanyakomitmen kuat Pemerintah In-donesia dalam melaksanakan DURI tentang Narkotika tahun 2007yang dicabut dengan DU RI Nar-kotika tahun 2009; yang me-rupakan implementasi KonvensiPBB Menentang Lalu Lintas Per-dagangan Gelap Narkotika danPsikotropika tahun 1988.

Pertimbangan lain adalah bah-wa perjanjian kerja sama ekstra-disi dan bantuan timbal balikdalam masalah pidana denganPemerintah Australia tidak per-nah berhasil efektif dilaksanakanuntuk kepentingan Indonesia,misalnya kasus Hendra Rahardja,dan terakhir kasus Kiki Andria-wan. Dari sudut asas resiprositassekalipun, hubungan kedua nega-ra dalam pencegahan dan pem-berantasan kejahatan transnasi-onal tidak pemah memberikannilai positif bagi Indonesia, ter-masuk masalah pencegahan danpemberantasan perdaganganorang. Langkah konkret Peme-rintah Indonesia dalam kaitanmasalah ini adalah pertama, me-

rundingkan pembahasan drafteks perjanjian bilateral tentangtransfer terpidana. Kedua, mem-percepat perubahan DU Pema-syarakatan tahun 1995 dan me-masukkan klausul ketentuan pe-nerimaan tahanan atau narapi-dana WNI yang sedang menjalanihukuman di negara lain.

ROMLI ATMASASMITAGuru Besar Hukum Pidana

IntemasionalUniversitas Padjadjaran

1