View
241
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU - ISO:
FAKTOR SUKSES KUNCI, GAYA KEPEMIMPINAN, DAN
DAMPAKNYA
Studi Kasus pada Dua SMA Negeri di Kecamatan Ngaglik, Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta
TESIS
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
Diajukan oleh
Ignatius Suryadi
NIM. 152222103
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU - ISO:
FAKTOR SUKSES KUNCI, GAYA KEPEMIMPINAN, DAN
DAMPAKNYA
Studi Kasus pada Dua SMA Negeri di Kecamatan Ngaglik, Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta
TESIS
UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN
UNTUK MENCAPAI DERAJAT SARJANA S-2
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
Diajukan oleh
Ignatius Suryadi
NIM. 152222103
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU - ISO:
FAKTOR SUKSES KUNCI, GAYA KEPEMIMPINAN, DAN
DAMPAKNYA
Studi Kasus pada Dua SMA Negeri di Kecamatan Ngaglik, Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta
TESIS
UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN
UNTUK MENCAPAI DERAJAT SARJANA S-2
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
Diajukan oleh
Ignatius Suryadi
NIM. 152222103
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU-ISO:
FAKTOR SUKSES KUNCI, GAYA KEPEMIMPINAN,
DAN DAMPAKNYA
Studi Kasus pada Dua SMA Negeri di Kecamatan Ngaglik, Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta
ABSTRAK
Penelitian evaluatif ini bertujuan untuk menganalisis tiga hal: (1) Faktor
sukses kunci implementasi sistem manajemen mutu (SMM) dengan standar ISO
9001: 2008 di SMAN 1 dan 2 Ngaglik; (2) Gaya kepemimpinan kedua SMA
tersebut yang menunjang keberhasilan implementasi SMM-ISO; dan (3) Dampak
(positif) yang dirasakan para pemangku kepentingan sekolah maupun dampak
negatif yang dipersepsikan oleh pimpinan sekolah. Metodologi penelitian ini
adalah pendekatan kualitatif yang ditunjang pendekatan kuantitatif sederhana.
Hasil penelitian ini memberikan beberapa simpulan berikut. Pertama, Faktor
sukses kunci dalam implementasi SMM-ISO di kedua SMA tersebut adalah: (1)
Tim/wakil manajemen mutu; (2) Komitmen dan dukungan manajemen; (3
Komunikasi dan keterlibatan semua anggota, namun faktor ini kurang optimal di
SMAN 1; dan (4) Tingkat organisasi sebelumnya. Kedua, Gaya kepemimpinan
pihak manajemen SMAN 1 dipersepsikan oleh para pendidik sebagai cukup
transformatif, walaupun hanya kuat pada variabel ke-1 (pengaruh ideal, ing
ngarsa sung tuladha) dan ke-2 (stimulasi intelektual, atau sebagian dari ing
madya mangun karsa), sedang gaya kepemimpinan pihak manajemen SMAN 2
dipersepsikan transformatif dan merata untuk semua variabel, termasuk tut wuri
handayani. Dalam kondisi demikian, kedua SMAN tersebut tetap memperoleh
sertifikat ISO. Jadi, gaya kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh
secara langsung terhadap pemerolehan sertifikat ISO. Ketiga, Dampak
implementasi SMM-ISO dirasakan positif oleh para pelanggan eksternal dan
internal (pemangku kepentingan) kedua SMA Negeri di Ngaglik. Sedang dampak
negatif sertifikasi ISO, manajemen SMAN 2 lebih merasakan (96%) daripada
manajemen SMAN 1 (73%).
Kata Kunci: sistem manajemen mutu, ISO, wakil manajemen mutu (WMM),
kepemimpinan transformasional, dan perbaikan berkelanjutan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
IMPLEMENTATION OF QUALITY MANAGEMENT SYSTEM-ISO:
KEY SUCCESS FACTORS, LEADERSHIP STYLE, AND ITS IMPACT
Case Study at Two State Senior High Schools in Ngaglik, Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta
ABSTRACT
This evaluative research aims to analyze three things: (1) Key success factors of
the implementation of quality management system (QMS) with ISO 9001: 2008
standard in SMAN 1 and 2 Ngaglik; (2) Both high school leadership styles that
support the successful implementation of QMS-ISO; and (3) the (positive) impacts
experienced by school stakeholders as well as the negative impacts experienced
by the school leadership. The methodology of this research is qualitative
approach supported by a simple quantitative approach. The results of this study
provide some of the following conclusions. First, the key success factors in the
implementation of QMS-ISO in both SMA are: (1) Team/representative of quality
management; (2) Management commitment and support; (3) Communication and
involvement of all members, although this factor significantly afected in SMAN 1,
and (4) Level of previous organization. Secondly, leadership style of SMAN 1
management is experienced by educators as quite transformative, though only
strong in 1st variable (the ideal influence, ing ngarsa sung tuladha), and 2
nd
variable (intellectual stimulation, or a part of ing madya mangun karsa), while the
leadership style of SMAN 2 management is perceived transformatively and evenly
for all variables, including tut wuri handayani. In these unique conditions, both of
SMAN still get ISO sertificate. So, the transformational leadership style doesn’t
influence in getting ISO sertificate directly. Thirdly, the impact of QMS-ISO
implementation is felt positively by external and internal customers (stakeholders)
of both senior high schools in Ngaglik, while the negative impact of ISO
certification experienced more by management of SMAN 2 (96%) than SMAN 1
management (73%).
Keywords: quality management system, ISO, quality management representative,
transformational leadership, continuous improvement.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Ignatius Suryadi
Nomor Mahasiswa : 152222103
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU - ISO:
FAKTOR SUKSES KUNCI, GAYA KEPEMIMPINAN, DAN
DAMPAKNYA
Studi Kasus pada Dua SMA Negeri di Kecamatan Ngaglik, Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-
ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media
lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun mem-
berikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 29-1-2018
Yang menyatakan
(Ignatius Suryadi )
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Mahakasih atas
segala berkat kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
tulis ini. Karya tulis berupa tesis ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Tesis ini tidak akan terselesaikan, jika penulis tidak dibantu oleh beberapa
pihak yang memberi motivasi, inspirasi, fasilitasi, dan semangat bagi penulis.
Oleh karenanya, secara tulus penulis megucapkan terimakasih kepada:
1. Drs. Johannes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., selaku Rektor, Drs. T. Handono
Eko Prabowo, M.B.A., Ph.D. dan Dr. Titus Odong Kusumajati, M.A. selaku
Kaprodi dan Wakaprodi Magister Manajemen, serta Staf administrasi
Program Magister Manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta yang telah memberi izin dan fasilitasi bagi penulis untuk
menjalani dan menyelesaikan studi di Prodi MM USD tersebut.
2. Drs. Subagyo, Kepala SMA Negeri 1 Ngaglik, dan Drs. H. Agus Santosa,
Kepala SMA Negeri 2 Ngaglik, atas izin dan fasilitasi penelitian yang
diberikan.
3. Dr. Fransisca Ninik Yudianti, M.Acc., QIA. dan Dr. Yoseph Yapi
Taum, M.Hum., selaku dosen-dosen pembimbing penelitian dan penulisan
tesis yang memberikan banyak masukan dan motivasi dengan segala
kesabaran dan sharing pengalamannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
DAFTAR ISI
Halaman judul .................................................................................................. i
Pernyataan Originalitas .................................................................................... ii
Abstrak ............................................................................................................. iii
Abstract ............................................................................................................ iv
Halaman Persetujuan Dosen Pembimbing ....................................................... v
Halaman Persetujuan Tim Penguji Tesis ......................................................... vi
Kata Pengantar ................................................................................................. vii
Daftar Isi........................................................................................................... ix
Daftar Tabel ..................................................................................................... xi
Daftar Gambar .................................................................................................. xii
Daftar Lampiran .............................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 11
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 12
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 13
E. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ........................................... 13
F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 14
BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................... 16
A. Manajemen Mutu ............................................................................. 16
1. Manajemen .................................................................................. 16
2. Manajemen Mutu Terpadu atau Total Quality Management (TQM) 19
3. Prinsip-prinsip TQM dalam Pendidikan ..................................... 23
4. Nilai-nilai TQM .......................................................................... 25
5. Mutu dalam Pendidikan .............................................................. 28
6. Program Penjaminan Mutu Pendidikan di Satuan Pendidikan ... 30
7. ISO (International Organization for Standardization) .............. 38
B. Kepemimpinan................................................................................. 43
1. Kepemimpinan versus Manajemen ............................................. 43
2. Kepemimpinan Instruksional ...................................................... 44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
3. Kepemimpinan Transformasional ............................................... 47
4. Kepemimpinan Spiritual ............................................................. 53
5. Kepemimpinan Kewirausahaan .................................................. 53
C. Faktor Sukses Kunci dan Dampak Implementasi Manajemen Mutu 55
1. Faktor Sukses Kunci Implementasi Manajemen Mutu ............... 55
2. Dampak Implementasi ISO 9001: 2008 ...................................... 57
D. Strategi Implementasi Manajemen Mutu ........................................ 61
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 68
A. Jenis Penelitian ................................................................................ 68
B. Subjek dan Objek Penelitian............................................................ 69
C. Instrumen Penelitian ........................................................................ 70
D. Metode Pengumpulan Data ............................................................. 77
E. Metode Analisis Data ...................................................................... 80
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 85
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ............................................... 85
1. SMA Negeri 1 Ngaglik………………………………………… 85
2. SMA Negeri 2 Ngaglik ............................................................... 90
B. Deskripsi data .................................................................................. 95
1. Faktor Sukses Implementasi Manajemen Mutu ....................... 95
2. Gaya Kepemimpinan ............................................................... 102
3. Dampak Implementasi ISO 9001: 2008 ................................... 114
C. Pembahasan ..................................................................................... 146
1. Faktor Sukses Kunci Implementasi Manajemen Mutu ............ 146
2. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional .................. 149
3. Dampak Implementasi ISO 9001: 2008 ................................... 154
BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ............................ 163
A. Simpulan .......................................................................................... 163
B. Keterbatasan .................................................................................... 169
C. Saran ................................................................................................ 169
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 174
LAMPIRAN ..................................................................................................... 178
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perbedaan Manajemen Tradisional dan TQM .............................. 2
Tabel 2.1 Pelanggan Pendidikan ................................................................... 23
Tabel 2.3 Penerapan ISO 9000 untuk Penjaminan Mutu Pendidikan ........... 42
Tabel 2.4 Indikator Kepemimpinan Transformasional di Sekolah ............... 51
Tabel 4.1 Hasil Penelitian Gaya Kepemimpinan Pimpinan Sekolah di SMA
Negeri 1 Ngaglik Sleman .............................................................. 104
Tabel 4.2 Hasil Penelitian Gaya Kepemimpinan Pimpinan Sekolah di SMA
Negeri 2 Ngaglik Sleman ............................................................. 109
Tabel 4.3 Dampak ISO, Menurut Peserta Didik (Siswa), SMA Negeri 1
Ngaglik ......................................................................................... 116
Tabel 4.4 Dampak ISO, Menurut Peserta Didik (Siswa), SMA Negeri 2
Ngaglik ......................................................................................... 120
Tabel 4.5 Dampak ISO, Menurut Orangtua Peserta Didik, SMA Negeri 1
Ngaglik ......................................................................................... 124
Tabel 4.6 Dampak ISO, Menurut Orangtua Peserta Didik, SMA Negeri 2
Ngaglik ......................................................................................... 126
Tabel 4.7 Dampak ISO, Menurut Pendidik (Guru), SMA N1 Ngaglik ........ 129
Tabel 4.8 Dampak ISO, Menurut Pendidik (Guru), SMA N 2 Ngaglik ....... 135
Tabel 4.9 Dampak ISO, Menurut Manajemen Sekolah, SMA N 1 Ngaglik . 139
Tabel 4.10 Dampak Negatif ISO, Menurut Manajemen SMA N 1 Ngaglik .. 142
Tabel 4.11 Dampak ISO, Menurut Manajemen Sekolah, SMA N 2 Ngaglik . 143
Tabel 4.12 Dampak Negatif ISO, Menurut Manajemen SMA N 2 Ngaglik .. 145
Tabel 4.13 Kadar Kepemimpinan Transformasional Dua SMAN Ngaglik ... 151
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Sirkuler Lembaga Pendidikan (SMA) ............................. 30
Gambar 2.2 Model Dasar Penjaminan Mutu Pendidikan ............................... 32
Gambar 2.3 Model Sistem Manajemen Mutu dengan Dasar Proses .............. 40
Gambar 3.3 Komponen-komponen Analisis Data: Model Interaktif ............. 81
Gambar 4.1 Grafik Kepuasan Peserta Didik (Siswa), SMA Negeri 1 Ngaglik 118
Gambar 4.2 Grafik Dampak ISO, Menurut Peserta Didik (Siswa), SMA Negeri
1 Ngaglik ..................................................................................... 119
Gambar 4.3 Grafik Kepuasan Peserta Didik (Siswa), SMA Negeri 2 Ngaglik 122
Gambar 4.4 Grafik Dampak ISO, Menurut Peserta Didik (Siswa), SMA Negeri
2 Ngaglik ..................................................................................... 123
Gambar 4.5 Grafik Kepuasan Orangtua Peserta Didik, SMA N 1 Ngaglik .... 125
Gambar 4.6 Grafik Dampak ISO, Menurut Orangtua Peserta Didik, SMA N
1Ngaglik ...................................................................................... 125
Gambar 4.7 Grafik Kepuasan Orangtua Peserta Didik, SMA N 2 Ngaglik .... 127
Gambar 4.8 Grafik Dampak ISO, Menurut Orangtua Peserta Didik, SMA N 2
Ngaglik ........................................................................................ 128
Gambar 4.9 Grafik Kepuasan Pendidik (Guru), SMA N 1 Ngaglik ............... 134
Gambar 4.10 Grafik Dampak ISO, Menurut Pendidik, SMA N 1 Ngaglik ..... 134
Gambar 4.11 Grafik Kepuasan Pendidik (Guru), SMA N 2 Ngaglik .............. 137
Gambar 4.12 Grafik Dampak ISO, Menurut Pendidik, SMA N 2 Ngaglik ..... 138
Gambar 4.13 Grafik Kepuasan Manajemen SMA N 1 Ngaglik ...................... 140
Gambar 4.14 Grafik Dampak ISO, Menurut Manajemen SMA N 1 Ngaglik . 141
Gambar 4.15 Grafik Kepuasan Manajemen SMA N 2 Ngaglik ...................... 144
Gambar 4.16 Grafik Dampak ISO, Menurut Manajemen SMA N 2 Ngaglik . 144
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ................................................................... 179
Lampiran 2 Kebijakan Mutu SMA Negeri 1 Ngaglik ................................... 180
Lampiran 3 Kebijakan Mutu SMA Negeri 2 Ngaglik ................................... 181
Lampiran 4 SK Tim ISO SMA Negeri 1 Ngaglik ......................................... 182
Lampiran 5 SK Tim Manajemen Mutu SMA Negeri 2 Ngaglik ................... 184
Lampiran 6 Sertifikat ISO SMA Negeri 1 Ngaglik ....................................... 188
Lampiran 7 Sertifikat ISO SMA Negeri 2 Ngaglik ....................................... 189
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi ini hampir tidak ada lagi sesuatu yang dapat diharapkan
tetap (tidak berubah). “The only certainty about the future is its uncertainty, that
there will be changes”, kata Hamdy dan Aitken (dalam Oliver, 1996: 2).
Perubahan yang lebih pesat terutama terjadi dalam praksis pendidikan, karena
dalam dunia pendidikan tidak pernah ada hal yang tetap. Satu-satunya yang tetap
dalam pendidikan adalah perubahan itu sendiri. Suyanto (2001: 1-2) mengatakan
bahwa membangun sektor pendidikan tidak pernah akan mencapai tujuan akhir
yang sempurna dan final. Hal ini terjadi karena konteks pendidikan selalu
dinamis, berubah dan tidak pernah konstan, sesuai dengan perubahan masyarakat,
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam dunia pendidikan, hal tersebut kiranya dapat dipahami mengingat
pendidikan selalu harus mampu “melayani”, beradaptasi, dan bahkan juga ikut
menentukan dunia makro yang selalu melaju dengan pesatnya. Sayangnya,
menurut Etzold (dalam Sindhunata, 2000: 12) dibandingkan lembaga-lembaga
yang terkait dengan bisnis dan perdagangan, sekolah termasuk lembaga yang
paling malas berubah, atau malah cenderung tidak suka berubah. Karena itu,
sekolah pada dasarnya sulit untuk mereformasikan diri. Situasi menjadi berbeda
manakala lembaga pendidikan tersebut diampu oleh pimpinan yang transformatif,
sebab dengan gaya kepemimpinan itu pemimpin dapat memanfaatkan segala
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
talenta, kharisma, keteladanan, dan inspirasinya dalam memengaruhi pemangku
kepentingan sekolah untuk berubah (transformed) menjadi lebih baik.
Dewasa ini, di lingkungan bisnis global, pelanggan telah mengalami
perubahan pesat, baik dalam tuntutan mereka maupun cara mereka memenuhi
tuntutannya. Oleh karena itu, untuk dapat bertahan (survive) dan berkembang
dalam lingkungan yang telah berubah tersebut, manajemen harus mengubah
paradigma mereka, agar sikap dan tindakan mereka dalam menjalankan bisnis
menjadi efektif. Paradigma baru (new paradigm) tersebut adalah penerapan
manajemen mutu terpadu (MMT) atau total quality management (TQM), yang
dapat diartikan sebagai perpaduan dari berbagai fungsi perusahaan ke dalam
falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep mutu, teamwork,
produktivitas kerja, dan kepuasan pelanggan. Dengan TQM, dimungkinkan
adanya keniscayaan bahwa semua kegiatan manajemen memberikan kontribusi
yang signifikan pada pencapaian tujuan-tujuan organisasi dan merupakan hal yang
harus diselesaikan secara tepat dan profesional sesuai prosedur kerja yang telah
digariskan yaitu “Do the right thing, first time, every time”.
Untuk memperjelas perbedaan antara paradigma manajemen tradisional
dengan paradigma manajemen baru yang disebut TQM, berikut ini disajikan
sebuah matriks pembandingan yang dikutip dari buku karya Hadari Nawawi,
tahun 2000. Dari segi manajemen fungsional, keduanya memang sama, namun
dari dimensi-dimensi organisasional, tampaklah bahwa TQM sangat kental
dengan terminologi (berorientasi pada) mutu/kualitas, layanan, kerja tim,
pemberdayaan, demokratis, dan jangka panjang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Tabel 1.1
Perbedaan Manajemen Tradisional dan TQM
DIMENSI
ORGANISASI
PARADIGMA MANAJE-
MEN TRADISIONAL PARADIGMA TQM
MANAJEMEN
FUNGSIONAL
1. Budaya
organisasi
- Individualisme
- Diferensiasi
- Kepemimpinan
- Laba
- Produktivitas
- Usaha bersama
- Fungsi silang dalam bekerja
- Melatih dan memberi
peluang
- Layanan yang memuaskan
1. Perencanaan
2. Perorganisasian
3. Penggerakan
4. Pengawasan
2. Pelaksanaan
pekerjaan
a. Komunikasi
- Atas ke bawah
- Prosedur dan mekanis-
me kerja birokrasi
b. Desain Pekerjaan:
- Efisiensi
- Produktivitas
- Metode kerja terbaik
- Kontrol terbatas
- Deskripsi pekerjaan
yang bersifat khusus
a. Komunikasi
- Dua arah (vertikal, hori-
sontal dan diagonal)
- Jaringan kerja
b. Desain Pekerjaan:
- Kualitas
- Pelayanan
- Kontrol yang luas
- Tim kerja otonom
- Pelayanan
- Keterampilan kerja
Karakteristik
pelaksanaan,
Fungsi-fungsi
manajemen
- Berfokus pada
yang dilayani
- Kualitas
- Kepemimpinan
yang aktif
- Konsep kualitas
3. Tujuan
pelaksanaan
pekerjaan
Tujuan individual Tujuan tim kerja
Tujuan organisasi
- Pengikutsertaan
pekerja
4. Pengukuran
dan
penilaian
- Reviu hasil supervisi
- Kinerja keuangan
- Pihak yang dilayani,
rekan kerja dan reviu
hasil supervisi
- Kualitas dan layanan
- Pendekatan
pemecahan
masalah
Sumber: Nawawi (2000: 130)
Sebenarnya untuk menerapkan manajemen mutu, sebuah lembaga
pendidikan dapat memilih baik TQM atau pun ISO. Keduanya relatif mirip, atau
dapat juga dikatakan memiliki keterkaitan sangat erat. Ada beberapa pernyataan
yang merupakan simpulan dari hasil sejumlah penelitian di Yunani (Purnama,
2006: 87-94) sebagai berikut. Pertama, kebanyakan perusahaan yang menerapkan
ISO 9000 pada saat yang bersamaan juga mengadopsi prinsip-prinsip TQM.
Kedua, bahwa penerapan ISO 9000 merupakan langkah awal implementasi TQM.
Ketiga, ISO 9000 sebagai basis penerapan TQM. Keempat, bahwa ISO 9000 dan
TQM bukan alternatif yang berbeda satu sama lain. Kelima, sertifikasi ISO 9000
menyediakan bangunan kokoh bagi kesuksesan dan efektivitas implementasi
TQM. Keenam, perusahaan yang telah memiliki sertifikat ISO memiliki level
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
TQM lebih tinggi dibanding perusahaan yang belum/tidak mendapatkan sertifikat
ISO. Dan ketujuh, ada pernyataan bahwa salah satu manfaat praktis memperoleh
sertifikat ISO adalah ‘membantu pencapaian TQM’.
Akhirnya, kedelapan, penulis menambahkan bahwa TQM dan ISO sama-
sama menggunakan Siklus PDCA (Plan – Do – Check – Act). Mengingat, di
lingkungan institusi pendidikan dasar dan menengah tidak/belum ada yang
mendeklarasikan implementasi TQM, tetapi ‘hanya’ berusaha mendapatkan
sertifikat ISO, maka penulis memilih untuk menggunakan keduanya (TQM dan
ISO) secara saling melengkapi. Konkretnya: TQM mendasari implementasi
kebijakan mutu di SMA, dan sertifikat ISO 9001: 2008 sebagai bukti pengakuan
mutu secara internasional.
Sebagaimana dalam dunia bisnis, jika institusi pendidikan ingin dapat
bertahan hidup dan bahkan mengalami perkembangan serta tidak terlindas oleh
kompetisi regional (MEA yang sudah mulai diterapkan pada tahun 2015) dan
kompetisi global (APEC mulai efektif berjalan pada tahun 2020, bahkan 2010
bagi negara-negara maju), maka mau tidak mau mereka harus
mengimplementasikan paradigma manajemen baru yang disebut TQM atau pun
ISO tersebut. Dengan demikian lembaga pendidikan berpeluang memperoleh
sertifikat mutu, seperti misalnya ISO 9000. Sebab dalam era globalisasi yang
tidak lain adalah era mutu ini, semua hal (orang-orang, perusahaan, sekolah-
sekolah dan perguruan tinggi) harus bermutu, dan jika tidak bermutu niscaya akan
ditinggalkan orang.
Namun tampaknya masih belum banyak lembaga pendidikan yang sudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
berorientasi pada penerapan standar mutu dan karenanya mendapatkan sertifikat
ISO. Agaknya mereka masih terpancang dan berkiblat pada otoritas birokrasi
pendidikan, melalui ujian nasional dan supervisi untuk tingkat sekolah menengah
dan sekolah dasar, yang kadang masih disangsikan kadar objektivitasnya. Dalam
soal penelitian dan pengembangan (litbang, R & D), kiranya juga masih sedikit
sekali lembaga pendidikan (terutama tingkat dasar dan menengah) yang memiliki
dan memfungsikannya secara efektif demi pengembangan lembaga.
Di banyak negara maju, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dapat
berkembang dan masuk dalam percaturan pendidikan tingkat dunia setelah dalam
dirinya – dan didukung oleh kebijakan politik pemerintah – memiliki komitmen
terhadap mutu sebagai kebijakan manajemen. Amerika Serikat pun baru
menyadari ketertinggalannya dalam bidang pendidikan dari sejumlah negara
setelah diterbitkan laporan Newsweek 2 Desember 1991 dengan judul “The Best
Schools in the World”. Dalam laporan tersebut dikemukakan adanya 10 negara
yang tampil dengan prestasi unggul dalam pendidikan melebihi negara-negara
lain. Negara-negara tersebut antara lain: Selandia Baru (unggul dalam pelajaran
membaca dan menulis), Italia (terbaik dalam pendidikan prasekolah), Negeri
Belanda (Matematika dan Bahasa Asing), Jepang (IPA), Swedia (pendidikan
orang dewasa), dan Amerika Serikat (dalam pendidikan seni dan pascasarjana).
Namun kemudian di Amerika Serikat (AS), melalui kebijakan politiknya, George
Bush segera mencanangkan program America 2000 yang pada intinya bertujuan
untuk memperbaiki mutu pendidikan AS agar dapat berkibar kembali dan menjadi
yang terbaik di dunia. Pembaharuan terutama menyangkut perbaikan mutu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
pendidikan sains dan matematika, di samping pada pelajaran bahasa, job training,
pendidikan keguruan, pendidikan seni, dan pendidikan tinggi (Supriadi, dalam
Jalal dan Dedi Supriadi, 2000: 59).
Pada saat ini sudah banyak sekolah dan perguruan tinggi di AS yang
menerapkan kebijakan TQM untuk meningkatkan mutu pendidikannya. Menurut
Lewis dan Smith (dalam Tjiptono, 2001: 402), data yang dikumpulkan oleh
Quality Progress menunjukkan bahwa pada tahun 1992 saja sudah ada 220
institusi PT di AS yang menerapkan TQM, termasuk di dalamnya Harvard
University, Oregon State University, University of Pennsylvania, University of
Chicago, dan University of Texas-Austin. Sedang untuk tingkat Sekolah
Menengah, misalnya, staf dan para siswa pada Mt Edgecumbe di Alaska yang
mengadopsi 14 butir TQM dari Deming dan memodifikasinya untuk kepentingan
praksis pendidikan di institusinya. Di Eropa, berkembang prinsip-prinsip yang
disebut EFQM (European Foundation for Quality Management). Yang disebut
terakhir itu, oleh Peter Scholten dari Utrecht Belanda, juga pernah
diimplementasikan sebagai pilot project di ITS Surabaya (Scholten, Oktober
1999).
Selain yang diungkapkan terakhir (pilot project EFQM di ITS), semua yang
dipaparkan di atas adalah terutama hasil penelitian di luar negeri. Bagaimana di
Indonesia? Pastilah kondisinya berbeda, misalnya soal gaya kepemimpinan yang
dituntut dalam implementasi kebijakan manajemen mutu (TQM, ISO). Pemikir
Hardiman (2014) mengkonstatasi bahwa kepemimpinan politik – yang tentunya
derivasinya juga ke dalam bidang pendidikan – di Indonesia hanya didominasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
oleh gaya transaksional dan transformasional. Mengutip pendapat Bass dan
Riggio, dikatakan bahwa kepemimpinan transaksional paling-paling hanya akan
menghasilkan kompromi yang tidak akan melampaui self-interests. Pemimpin
memperoleh loyalitas para pengikut dengan menjanjikan sejumlah uang atau
kedudukan.Organisasi yang terbangun rapuh karena tidak diikat oleh komitmen
moral, tetapi hanya oleh pertukaran kepentingan diri.
Berbeda dari itu, kepemimpinan transformasional membangkitkan
”kesadaran akan nilai dan pentingnya tujuan-tujuan ideal dan khusus” serta
”melampaui kepentingan diri demi kebaikan organisasi”. Seorang pemimpin
transformasional ”efektif dalam memotivasi para pengikut untuk mendukung
kebaikan yang lebih besar yang melampaui kepentingan diri”. Ia melibatkan para
pengikut untuk memberdayakan mereka sehingga kinerja organisasi menjadi lebih
daripada yang diharapkan. Dalam teori politik, kepemimpinan transaksional
mendekati modus vivendi ala Hobbes, sedangkan kepemimpinan transformasional
mendekati demokrasi partisipatoris. Ini berarti berbicara tentang politik
transaksional dan politik transformasional. Pengejaran kuasa kerap membuat
orang lupa bahwa politik transaksional hanya akan mereproduksi oportunis-
oportunis sebagaimana sudah dikenal selama ini.
Tentang betapa pentingnya implementasi TQM dalam institusi pendidikan
dasar dan menengah (khususnya untuk Sekolah Katolik) di Indonesia pernah
dikemukakan oleh seorang pengamat pendidikan, Waruwu (2016), yang
mengatakan bahwa, utamanya untuk membantu mengembalikan kejayaan dan
keunggulan sekolah Katolik, perlu dilakukan tiga langkah berikut. Pertama,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
memperbaiki manajemen sekolah, pimpinan dan staf yayasan mesti menyesuaikan
diri dengan perubahan dan menerapkan Total Quality Management (TQM) di
bidang pendidikan. Kedua, sekolah-sekolah berkolaborasi membangun Learning
Center, tempat para guru mengikuti training profesional. Karena hanya dengan
pembinaan terus-menerus, mutu profesional guru dapat ditingkatkan. Dan ketiga,
para kepala sekolah perlu dimampukan untuk menjadi “coach” bagi guru-guru.
Mereka perlu menguasai kompetensi “The leader as a coach” (HIDUP,
25/9/2016).
Di lingkungan sekolah (SMA/SMK) negeri di Kabupaten Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta pada saat ini sudah banyak SMA Negeri yang – karena
instruksi Dinas Dikpora – telah berproses dan memperoleh sertifikat ISO. Sejak
tahun 2015 yang lalu, sebanyak 17 SMK dan 4 SMA Negeri di Sleman telah
berproses dan akhirnya memperoleh sertifikat pengakuan mutu secara nasional
berupa sertifikat ISO dari PT TUV Indonesia, yaitu ISO 9001: 2008. Enam SMA
Negeri yang terakhir pada paruh pertama tahun 2016 adalah SMA Negeri 1
Godean, SMA Negeri Ngemplak, SMA Negeri 1 Pakem, SMA Negeri Mlati,
SMA Negeri 1 Ngaglik, dan SMA Negeri 2 Ngaglik.
Mengingat – sejauh penulis ketahui – belum pernah ada SMA Negeri di
Sleman yang mendeklarasikan kebijakan mutu (semisal TQM, Six Sigma,
Ballance Scorecard, ISO, dan semacamnya), maka rasanya kebijakan Pemerintah
Kabupaten (cq. Dinas Dikpora) Sleman yang mewajibkan (menginstruksikan)
SMA-SMA Negeri mengikuti proses memperoleh sertifikat ISO tersebut menjadi
semacam lompatan dan terobosan yang signifikan, namun terasa meloncat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Semestinya instruksi tersebut didahului dengan kebijakan prakondisi/penyiapan
(pengangkatan atau pemberian diklat) kepala sekolah dengan kualifikasi tertentu.
Sesuai tuntutan nilai-nilai TQM maupun ISO, sesungguhnya perlu dimunculkan
(diinternalisasikan) terlebih dahulu gaya kepemimpinan transformasional yang
sungguh diperlukannya. Untuk kepentingan itu, penulis telah melakukan studi
pendahuluan dengan metode observasi dan wawancara singkat terhadap sejumlah
SMA Negeri tersebut, tetapi utamanya di SMA Negeri 1 Ngaglik. Titik berat
penelitian awalnya adalah tentang kepemimpinan kepala sekolah; gaya
kepemimpinan yang ada dan sesungguhnya diperlukan: apakah kepemimpinan
instruksional, transformasional ataukah gaya yang lain. Hasil penelitian awal
tersebut menunjukkan bahwa faktor penentu (sukses kunci) keberhasilan meraih
sertifikasi ISO 9001: 2008 adalah kepemimpinan sekolah yang berarti bukan
sekadar kepemimpinan kepala sekolah perse.
Kepemimpinan instruksional dan kepemimpinan transformasional adalah dua
model yang paling berpengaruh yang diterapkan untuk kepemimpinan pendidikan
(Hallinger, 2003; Robinson et al, 2008, dalam Keung dan Szapkiw, 2013). Hasil
kerja terbaru Robinson et al. (2008) menunjukkan bahwa kepemimpinan
instruksional memiliki 3-4 kali dampak pada outcome siswa dibandingkan dengan
kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan yang berpusat di sekitar
hubungan antara pemimpin dan pengikut sebagai lawan dari yang berfokus pada
pekerjaan pedagogik tertentu. Meskipun kepemimpinan instruksional telah
terbukti memengaruhi prestasi siswa, definisi kepemimpinan transformasional
yang paling umum digunakan dari kepemimpinan yang efektif dalam literatur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
empirik baru-baru ini telah terbukti menjadi bentuk yang paling efektif ketika
mempelajari keseluruhan efektivitas organisasi dan pemimpin (Bass dan Riggio,
2006; Northouse, 2010).
Sebagaimana dikemukakan oleh Stone, Russell, dan Patterson (2004),
kepemimpinan transformasional ternyata sudah diinisiasi oleh Burns (1978) dan
baru kemudian oleh Bass (1985a). Kedua peneliti dan praktisi tersebut
menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional dengan kepemimpinan
pelayan (servant leadership) sepintas begitu mirip, namun tentu saja senyatanya
ada persamaan dan perbedaan. Tetapi penelitian ini tidak bermaksud untuk
menelaah masalah tersebut.
Tertarik dengan situasi demikian, maka penulis mencoba melakukan studi
atau penelitian dengan judul “Implementasi Sistem Manajemen Mutu - ISO:
Faktor Sukses Kunci, Gaya Kepemimpinan, dan Dampaknya; Studi Kasus
pada Dua SMA Negeri di Kecamatan Ngaglik, Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta”. Ini merupakan sebuah penelitian evaluatif (evaluasi kebijakan
pendidikan) dan eksploratif. Berhubung faktor kepemimpinan (leadership) di
Sekolah diyakini menjadi salah faktor sukses kunci utama, sebagaimana diuraikan
dalam manajemen mutu (TQM maupun ISO), maka kepemimpinan akan dikaji
sebagai faktor penentu utama keberhasilan implementasi manajemen mutu di
SMA. Apalagi dalam TQM disebutkan secara eksplisit tentang pentingnya (nilai)
kepemimpinan transformasional, pada nilai ketiganya: Manajemen partisipatif
(participative management) dan gaya kepemimpinan transformasional
(transformational leadership). Penelitian ini akan lebih berfokus pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
implementasi manajemen mutu sesuai standar ISO 9001: 2008.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang diuraikan di muka, tampaklah adanya
masalah dalam manajemen lembaga pendidikan: di satu sisi tuntutan mutu oleh
pelanggan eksternal dan internal semakin dinamis (tinggi), sementara di sisi lain
lembaga pendidikan merupakan lembaga yang paling malas berubah, atau malah
cenderung tidak suka berubah. Mereka – lembaga pendidikan itu – yang mestinya
senantiasa berubah justru relatif paling enggan berubah.
Sudah banyak disadari bahwa untuk dapat survive, apalagi berkembang,
lembaga pendidikan harus mengubah orientasi: dari produksi atau produk (yang
dapat) disediakan menjadi memuaskan kebutuhan pelanggan (terutama pelanggan
eksternal-primer: siswa, pembelajar). Itulah manajemen mutu. Kalau hal itu
menjadi komitmen, kebijakan, dan praksis keseharian semua level manajemen,
maka disebut manajemen mutu terpadu (total quality management, TQM). Agar
mutu institusinya diakui secara internasional, maka perlu dibuktikan dengan
sertifikat pengakuan yang bernama sertifikat ISO. Sayangnya, seringkali sertifikat
ini hanya menandai sisi administrasi dan kurang menyentuh sisi esensi.
Untuk memastikan bahwa implementasi manajemen mutu dan pemerolehan
sertifikat ISO di sekolah sampai pada ranah yang esensial (hakiki) dan impak atau
dampaknya juga dirasakan oleh para pemangku kepentingan (stakeholders atau
para pelanggan), maka penelitian ini akan mengkaji masalah-masalah yang
dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
1. Faktor sukses apa sajakah yang paling memengaruhi/menentukan keberhasilan
SMA Negeri 1 Ngaglik dan SMA Negeri 2 Ngaglik, Sleman dalam upaya
mengimplementasikan kebijakan sistem manajemen mutu (SMM) dengan
standar ISO 9001: 2008?
2. Sejauh manakah model/gaya kepemimpinan transformasional menunjang
keberhasilan pemerolehan sertifikat ISO dalam rangka implementasi sistem
manajemen mutu di SMA Negeri 1 Ngaglik dan SMA Negeri 2 Ngaglik,
Sleman?
3. Apa sajakah dampak implementasi sistem manajemen mutu dengan standar
ISO 9001: 2008 bagi pemangku kepentingan (stakeholders atau pelanggan) di
SMA Negeri 1 Ngaglik dan SMA Negeri 2 Ngaglik, Sleman?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini sekurang-
kurangnya dapat dirinci menjadi tiga tujuan pokok berikut.
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang paling menentukan keberhasilan SMA
Negeri 1 Ngaglik dan SMA Negeri 2 Ngaglik, Sleman dalam upaya
mengimplementasikan kebijakan sistem manajemen mutu (SMM) dengan
standar ISO 9001: 2008.
2. Untuk mengetahui seberapa kuat gaya/model kepemimpinan transformasional
menunjang keberhasilan pemerolehan sertifikat ISO dalam rangka
implementasi sistem manajemen mutu di SMA Negeri 1 Ngaglik dan SMA
Negeri 2 Ngaglik, Sleman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
3. Untuk mengetahui dampak penerapan/implementasi sistem manajemen mutu
dengan standar ISO 9001: 2008 bagi pemangku kepentingan (stakeholders
atau pelanggan) SMA Negeri 1 Ngaglik dan SMA Negeri 2 Ngaglik, Sleman.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi
kepentingan praktis, yaitu:
1. dapat dijadikan salah satu acuan dalam usaha meningkatkan kualitas
pendidikan dua SMA Negeri di Ngaglik, Kabupaten Sleman;
2. dapat dijadikan salah satu alat evaluasi kebijakan akreditasi sekolah-sekolah
oleh Depdikbud yang mesti bekerja sama dengan lembaga independen dan
para pemangku kepentingan (stakeholders).
3. dapat juga memacu dan menjadi referensi bagi pemerintah dalam perekrutan,
pemilihan, penempatan, penyiapan, dan pengembangan kompetensi kepala
sekolah.
E. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Menyadari akan berbagai keterbatasan yang ada, termasuk banyak SMA
Negeri di Sleman yang sudah bersertifikat ISO, maka peneliti memutuskan untuk
membuat pembatasan-pembatasan sebagai berikut.
1. Fokus utama penelitian ini adalah dua SMA Negeri (sudah bersertifikat ISO)
di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, kendatipun penelitian
pendahuluannya menyangkut banyak SMA Negeri di beberapa kecamatan di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Kabupaten Sleman.
2. Yang dimaksudkan dengan kepemimpinan di sini adalah pengaruh dan
aktivitas para pemimpin (pimpinan) Sekolah, yang bukan hanya Kepala
Sekolah, melainkan juga para pemimpin (leaders) yang lainnya, utamanya:
kepala sekolah, para wakil kepala sekolah, dan wakil manajemen mutu
(WMM). Kepuasan pelanggan eksternal-primer (siswa/peserta didik),
sekunder (orangtua/wali peserta didik), dan pelanggan internal (guru dan
tenaga kependidikan) pun menjadi fokus penelitian.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tesis ini diuraikan dalam lima bab dan masing-
masing bab akan dirinci menjadi sub-bab menurut keperluan penguraiannya.
Secara garis besar, sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah
sebagai berikut.
BAB I. PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II. LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan teori-teori mendasari penelitian ini dan
digunakan sebagai dasar dalam melakukan pembahasan. Teori yang
diungkapkan terutama menyangkut variabel penelitian ini:
manajemen mutu (TQM dan ISO 9001: 2008), gaya kepemimpinan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
(terutama instruksional dan transformasional), dan dampak
implementasi manajemen mutu dengan standar ISO 9001: 2008.
BAB III. METODE PENELITIAN
Bab III menjelaskan cara yang sungguh-sungguh digunakan dalam
melakukan penelitian, meliputi jenis penelitian, tempat dan waktu
penelitian, subjek dan objek penelitian, data dan teknik
pengumpulan data, variabel penelitian, pengukuran variabel, dan
teknis analisis data.
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan deskripsi data atas dua SMA yang diteliti:
SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 2 Ngaglik, Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Kemudian dilakukan pembahasan atas hasil
penelitian lapangan, terkait dengan masalah dan tujuan penelitian.
BAB V. SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
Bab V, yang merupakan puncak penelitian, mengungkapkan
simpulan atau konklusi, keterbatasan penelitian, dan saran atau
rekomendasi yang penulis tujukan kepada pimpinan SMA Negeri 1
dan SMA Negeri 2 Ngaglik, dan Pemda (Dinas Dikpora)
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Manajemen Mutu
1. Manajemen
Istilah manajemen (management) berasal dari kata to manage
(mengelola) yang semula berasal dari bahasa Italia maneggio yang merupakan
kata serapan dari Bahasa Latin maneggiare dan berasal dari kata manus yang
artinya sama dengan kata Inggris hand (tangan). Jadi, secara etimologis,
manajemen berarti mengelola atau mengurus, menangani sesuatu untuk
mencapai tujuan. Orangnya disebut manajer. Namun, seringkali kata
manajemen juga berkonotasi para manajer, para pemimpin atau pimpinan
organisasi. Tiga definisi manajemen yang cukup variatif dapat dikemukakan
sebagai berikut.
a. Menurut Stoner, Freeman, & Gilbert (1995: 7), manajemen adalah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha
para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya
organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
b. Follet (Handoko, 2000: 8) mendefinisikan manajemen sebagai seni dalam
menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.
c. Gullick (Handoko, 2000: 11) memberikan definisi manajemen sebagai
suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama untuk
mencapai tujuan dan membuat sistem kerjasama ini lebih bermanfaat bagi
kemanusiaan.
Dari ketiga definisi manajemen tersebut, dapatlah dikemukakan definisi
baru yaitu manajemen merupakan ilmu dan seni menyelesaikan pekerjaan
melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan
usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber
daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Stoner, Freeman, & Gilbert memilih kata ‘proses’ yang berarti cara
sistematik untuk melakukan pekerjaan. Proses tersebut terdiri atas kegiatan-
kegiatan (fungsi-fungsi, tugas-tugas) manajemen, yaitu: perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan (planning, organizing, leading,
controlling). Pakar lain menyebutkan fungsi-fungsi manajemen secara berbeda,
tetapi hakikatnya sama. Terry (1986: 5), misalnya, menyebutkan dengan:
planning, organizing, actuating, dan controlling (POAC). Fayol (Adelina &
Rambe, 1994: 26) memakai terminologi: planning, organizing, commanding,
coordinating, dan controlling (POCCC). Menurut Adelina & Rambe (ibid.:
26), ada pula pakar yang menggunakan istilah: planning, organizing,
motivating, dan controlling (POMC), planning, organizing, motivating,
controlling, dan evaluating (POMCE), planning, organizing, staffing,
directing, controlling, reporting dan budgeting (POSDCRB). Sementara Rue &
Byar (2000: 6) memilih menggunakan terminologi planning, organizing,
staffing, leading, controlling (POSLC). Dalam konteks TQM/ISO, Edward
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Deming memakai PDCA (plan-do-check-act) sebagai sebuah siklus, dan
karenanya disebut sebagai Siklus Deming (Deming Cycle). Sedang untuk
Penelitian Tindakan Kelas (classroom action research) digunakan PAOR
(planning-acting-observing-reflecting).
Dengan menggunakan terminologi Terry (POAC), maka dapat
dikemukakan sedikit penjelasan atas fungsi-fungsi manajemen itu sebagai
berikut.
a. Perencanaan (Planning, inklusif Budgeting)
Perencanaan dalam organisasi adalah sangat esensial, karena dalam
kenyataannya perencanaan memegang peranan lebih dibandingkan dengan
fungsi-fungsi manajemen lainnya. Dalam perencanaan, manajer
memutuskan: “apa yang harus dilakukan”, “mengapa dilakukan”, “kapan
melakukannya”, “di mana harus dilakukan”, “siapa yang melakukan”, dan
“bagaimana melakukannya” (5W + 1H). Jadi perencanaan adalah
pemilihan sekumpulan kegiatan dan penetapan selanjutnya apa yang harus
dilakukan, kapan dan di mana, bagaimana, dan oleh siapa.
b. Pengorganisasian (Organizing, termasuk Coordinating)
Pengorganisasian berasal dari kata Organisasi (organ, organon = alat),
dapat didefinisikan sebagai berikut.
Pengorganisasian (organizing) merupakan proses penyusunan
struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi,
sumberdaya yang dimilikinya, dan lingkungan yang melingkupinya.
Aktivitas ini menjembatani kegiatan perencanaan dengan
pelaksanaannya (Handoko, 2000: 167).
Dalam pengorganisasian selalu dilakukan pengumpulan data tentang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan, yang dinamakan analisis jabatan
(job analysis), yaitu suatu proses untuk mempelajari dan mengumpulkan
berbagai informasi yang berhubungan dengan berbagai operasi dan
kewajiban suatu jabatan. Analisis jabatan ini dapat menghasilkan (1)
deskripsi jabatan (job description), yaitu pernyataan yang teratur dari
berbagai tugas, wewenang, dan tanggung jawab suatu jabatan tertentu; dan
(2) spesifikasi jabatan (job specification), yaitu catatan tentang kualitas
minimal yang diperlukan karyawan untuk memangku jabatan tertentu atau
mengerjakan suatu pekerjaan tertentu seperti tercantum dalam deskripsi
jabatan.
c. Penggerakan (Actuating mencakup Staffing, Commanding, Directing,
Leading, dan Motivating)
Hakikat fungsi ini adalah bagaimana mendorong/memerintah/men-
ciptakan situasi kondusif bagi anggota organisasi untuk melaksanakan
tugas masing-masing dalam sistem dan konteks yang ada.
d. Pengawasan/Pengendalian (Controlling, termasuk Reporting dan
Evaluating)
Pengawasan/pengendalian (controlling) dapat didefinisikan sebagai
proses untuk menjamin bahwa kegiatan sesuai dengan yang direncanakan.
2. Manajemen Mutu Terpadu atau Total Quality Management (TQM)
a. Pentingnya Strategi Mutu
TQM lahir pada tahun 1980 dan sejak itu telah diserap oleh banyak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
organisasi, besar dan kecil, di hampir semua sektor (Sousa dan Voss, 2002,
dalam Gamboa dan Melão, 2012).Di sektor pendidikan, TQM telah
diusulkan untuk mengatasi kekhawatiran efisiensi, kualitas pendidikan dan
akuntabilitas, meskipun sebagian besar proposal ini difokuskan pada
pendidikan tinggi (Owlia dan Aspinwall, 1997; Shutler dan Crawford, 1998,
ibid.). Menurut Evans dan Lindsay (2007, ibid.), TQM adalah filosofi
manajemen yang menekankan proses perbaikan terus-menerus, produk dan
layanan untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
Dalam buku yang berjudul “Cost Management: A Strategic Emphasis”
(2013), pada bab 17, Blocher et al. menjelaskan betapa banyak perusahaan
di Amerika Serikat yang telah melakukan upaya keras untuk meningkatkan
mutu produk dan jasa mereka. Sesuai dengan uraian dalam buku tersebut,
hal tersebut merujuk pada upaya-upaya kolektif sebagai manajemen mutu
terpadu atau MMT (total quality management-TQM), yaitu upaya
berkelanjutan dan tidak mudah menyerah oleh semua pihak di dalam
perusahaan untuk memahami, menemukan, dan memperluas ekspektasi
konsumen. Faktanya, peningkatan berkelanjutan telah menjadi sebuah jalan
hidup bagi banyak perusahaan, baik di Amerika Serikat maupun negara-
negara lainnya, dibuktikan dengan standar mutu dan penghargaan-
penghargaan berikut.
1) Baldrige Quality Award
Pada 1987, Kongres di AS menciptakan Malcolm Baldrige National
Quality Award untuk meningkatkan daya saing di antara bisnis-bisnis di AS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
dengan mempromosikan kesadaran akan pentingnya mutu, mengakui mutu
dan hasil kerja, serta memublikasikan strategi kinerja yang sukses dari
perusahaan-perusahaan di AS dalam bidang produksi, jasa, industri kecil,
serta –ditambahkan pada 1999– pendidikan dan perawatan kesehatan. Tujuh
kategori umum yang menjadi kriteria: kepemimpinan, perencanaan strategi,
fokus pada pelanggan dan pasar, informasi dan analisis, fokus pada sumber
daya manusia, manajemen proses, dan hasil bisnis.
2) ISO 9000 dan ISO 14000
Untuk menstandarisasi praktik-praktik manajemen mutu, sebuah agensi
khusus (Perusahaan Standarisasi Internasional – International Organization
for Standardization) dibentuk pada 1987, perusahaan yang mengadopsi
serangkaian standar mutu yang direvisi pada 1994 dan 2000. Dengan
demikian, standar mutu manajemen yang paling baru merujuk pada ISO
9000: 2000. Di seluruh dunia, ISO 9000 telah menjadi sertifikasi yang dicari
oleh perusahaan-perusahaan global untuk mendapatkan tanda persetujuan
atas produk dan jasa mereka.
Standar-standar ISO 9000: 2000 berfokus pada pengembangan,
pendokumentasian, dan pengimplementasian prosedur yang efektif untuk
meyakinkan konsistensi operasional dan kinerja dalam proses penyampaian
produksi dan jasa dengan tujuan keseluruhan dari peningkatan yang
berkelanjutan. Pantas dicatat bahwa seperangkat standar ISO 9000: 2000
berhubungan dengan proses di tempat untuk meyakinkan bahwa hasil dari
perusahaan memuaskan persyaratan mutu konsumen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Seperti halnya ISO 9000, ISO 14000 terkonsentrasi pada manajemen
mutu, yaitu proses yang meyakinkan sebuah produk akan mempunyai efek
bahaya yang kecil terhadap lingkungan dalam beberapa tingkat siklus hidup,
baik karena polusi maupun menipisnya sumber daya alam.
b. Makna Mutu/kualitas
Mutu/kualitas (quality) masih diartikan secara beragam oleh para
pakarnya menurut persepsi masing-masing, karena memang tidak mudah
untuk mendefinisikannya. Dalam hal ini, Goetsch & Davis (1994: 1)
menulis demikian:
When pressed to define ‘pornography’, a Supreme Court justice once
commented that he couldn’t define it but knew when he saw it. Quality
is like that. Although few consumers could define quality if asked, all
know it when they see it. This makes the critical point that quality is in
the eye of the beholder.
c. Total Quality Management (TQM)
Total quality management (TQM) atau manajemen mutu terpadu
(MMT) oleh Ishikawa (Rizal, 1997: 2; Tjiptono & Diana; 2001: 4) diartikan
sebagai perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah holistik
yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan
pengertian serta kepuasan pelanggan. Sashkin & Kiser (1994) telah
berusaha mendefinisikan TQM sesuai esensi filosofi mutu menurut W.
Edwards Deming – sebagai perintis, di samping Joseph Juran, Elton Mayo,
Philip B. Crosby, Armand V. Feigenbaum – sebagai berikut.
TQM adalah suatu komitmen budaya organisasi untuk memuaskan
pelanggan melalui penggunaan suatu sistem terpadu terhadap alat-alat,
teknik-teknik, dan pelatihan.TQM meliputi perbaikan terus-menerus
atas proses-proses organisasional, yang menghasilkan produk dan jasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
yang berkualitas tinggi (Stoner, Freeman, & Gilbert, 1995: 211;
Sashkin & Kiser, 1994: 39).
Dalam konteks pendidikan, Sallis (1993: 34) merumuskan definisi
TQM seperti berikut.
TQM adalah suatu filosofi perbaikan yang terus-menerus, yang dapat
menyediakan institusi pendidikan dengan seperangkat alat praktis
yang sesuai dan melebihi kebutuhan, keinginan, dan harapan
pelanggan pada waktu sekarang dan yang akan datang.
Tentang bermacam-macam pelanggan dalam bidang pendidikan
tersebut, Sallis (1993: 32) menjelaskan seperti dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.2
Pelanggan Pendidikan
Pendidikan (Nilai Tambah bagi
Pembelajar) Jasa (produk)
Pembelajar (Siswa) Pelanggan Eksternal Primer
Orangtua/Pemerintah Daerah/
para pemilik pekerjaan
Pelanggan Eksternal
Sekunder
Pasar Tenaga Kerja/Pemerintah/
Masyarakat Pelanggan Eksternal Tersier
Guru dan Staf Pendukung
(Tenaga Kependidikan) Pelanggan Internal
Sumber: Sallis (1993: 32; Suryadi, 2002)
3. Prinsip-prinsip TQM dalam Pendidikan
Para pakar TQM dalam bidang pendidikan telah mencoba mengadopsi
prinsip-prinsip TQM dari Deming. Cotton (dalam Bush & Coleman, 2000:
64-65) mengatakan bahwa staf dan para siswa pada Mt Edgecumbe telah
mencoba mengadopsi 14 butir TQM Deming dan memodifikasinya untuk
kepentingan pendidikan menjadi 15 butir berikut.
a. Menciptakan dan memelihara suatu keajegan tujuan yang mengarah pada
perbaikan bagi siswa dan servis/jasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
b. Mengikuti filosofi baru.
c. Melakukan penghapusan pemeringkatan dan akibat yang membahaya-
kan dari pemeringkatan orang-orang.
d. Menghentikan ketergantungan pada pengetesan untuk mencapai kualitas.
e. Bekerjasama dengan institusi-institusi pendidikan asal para siswa
(pemasok).
f. Memperbaiki secara tetap dan seterusnya sistem perbaikan dan
jasa/layanan siswa.
g. Melembagakan pelatihan yang kontinyu dalam pekerjaan.
h. Melembagakan kepemimpinan.
i. Menyingkirkan ketakutan.
j. Mematahkan/menghilangkan hambatan-hambatan di antara bagian-
bagian. Bekerja sebagai sebuah tim.
k. Menghapuskan slogan-slogan, batasan-batasan, dan target-target bagi
para guru dan para siswa dengan meminta kinerja yang sempurna dan
tingkat-tingkat produktivitas yang baru.
l. Menghapuskan standar kerja (kuota) pada para guru dan siswa.
m. Menghilangkan hambatan-hambatan yang merampas para siswa, para
guru dan manajemen atas hak-hak mereka menuju pada kebanggaan dan
kesenangan atas kecakapan kerja.
n. Melembagakan suatu program pendidikan dan perbaikan diri bagi setiap
orang yang bervariasi.
o. Menempatkan setiap orang di dalam komunitas untuk bekerja demi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
menyempurnakan transformasi.
4. Nilai-nilai TQM
Internalisasi nilai-nilai TQM merupakan tahap kedua, yang
mengasumsikan sudah ada sosialisasi sebelumnya. Sebetulnya ada beberapa
cara untuk mengimplementasikan nilai-nilai TQM. Tetapi demi
mengembangkan sistem perbaikan yang terus-menerus, maka pendekatan
siklus PDCA (plan-do-check-act) dari Deming sangat dianjurkan.
Nilai-nilai TQM (TQM values) yang lebih sistematik – daripada versi
Mt Edgecumbe – dan dipakai dalam studi ini adalah sebagaimana diuraikan
di bawah ini.
a. Fokus pada pelanggan (customer focus)
Menurut Whitely (Goetsch & Davis, 1994: 149-150), fokus pada
pelanggan (customer focus), terkait dengan anasir berikut:
1) Visi, komitmen, dan suasana
2) Penyejajaran dengan pelanggan
3) Kemauan untuk mengidentifikasi & mengatasi masalah pelanggan
4) Memanfaatkan informasi dari pelanggan
5) Mendekati para pelanggan
6) Kemampuan, kesanggupan, dan pemberdayaan karyawan
7) Penyempurnaan produk dan proses secara terus-menerus.
b. Perbaikan berkesinambungan (incremental continuous improvement)
Menurut Tjiptono & Diana (2001: 407) perbaikan berkesinambung-
an/terus-menerus mempunyai elemen-elemen:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
1) Komunikasi
2) Memperbaiki yang nyata/jelas
3) Memandang ke hulu
4) Mendokumentasi kemajuan dan masalah
5) Memantau perubahan
6) Tidak melakukan jalan pintas (short cut)
c. Manajemen partisipatif (participative management) dan gaya
kepemimpinan transformasional (transformational leadership).
Manajemen partisipatif sesuai dengan terminologi: konsultasi,
pengambilan keputusan bersama, pemberdayaan, desentralisasi,
ataupun manajemen yang demokratis. Menurut Bass & Avilio (2006:
21-22; Sadler, 1997: 42-43), gaya kepemimpinan transformasional
memiliki empat komponen utama, yaitu:
1) Pengaruh Ideal (Idealized Influence), juga disebut Pengaruh
Kharismatik (Charismatic Influence) atau Charismatic Behaviors
atau Attributed Charisma.
2) Motivasi Inspirasional (Inspirational Motivation)
3) Stimulasi Intelektual (Intellectual Stimulation)
4) Perhatian/Konsiderasi Pribadi (Individualized Consideration)
d. Komitmen manajemen/pimpinan puncak (top management/leader
commitment)
Beberapa tindakan yang seharusnya dilakukan oleh manajemen
puncak, menurut Berry (Garperz, 1997: 73-74), antara lain berupa:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
1) Pimpinan puncak menetapkan visi dan kebijakan mutu institusi
2) Menyetujui investasi keuangan berupa penyediaan anggaran
untuk perbaikan mutu
3) Memimpin langsung tim perbaikan mutu
4) Berpartisipasi dalam pelatihan perbaikan mutu
5) Menetapkan sistem penghargaan dan pengakuan atas keberhasilan
perbaikan mutu.
e. Pemberdayaan (empowerment)
1) Merekrut orang-orang terbaik yang berkualifikasi dan
memedulikan apa yang mereka kerjakan.
2) Memperlakukan karyawan hanya dengan cara sebagaimana dia
ingin diperlakukan berkaitan dengan aspek-aspek: kejujuran
(honesty), kepedulian (care), rasa hormat (respect), kesamaan
(equality), kerja sama (teamwork), pengakuan (recognition),
kepercayaan (trust) (Gaspersz, 1997: 57).
3) Menerapkan model: listen, learn, live, lead, dan let pada
karyawan, dengan cara: educate, enable, dan encourage (Biech,
1994: 69).
f. Kerjasama tim (teamwork)
Menurut Tjiptono & Diana (2001: 166), sebuah tim harus
memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut.
1) Ada kesepakatan anggota terhadap misi tim
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
2) Semua anggota menaati peraturan tim yang berlaku
3) Ada pembagian wewenang dan tanggung jawab yang adil
4) Orang-orang beradaptasi dengan perubahan
g. Berorientasi pada proses (process oriented)
Manajemen yang menekankan proses berarti juga berpikir dalam
terminologi keseluruhan sistem (berpikir sistemik), dari input, proses,
dan output. Ketika terjadi kesalahan tidak hanya menyalahkan orang,
namun menelaah dari kelima komponen prosesnya (orang, mesin,
metode, bahan, dan lingkungan).
h. Berorientasi jangka panjang (long-term oriented)
Semua usaha diarahkan untuk kepentingan jangka panjang, bukan
hanya sesaat. Ada investasi dan ketangguhan dalam perjuangan.
5. Mutu dalam Pendidikan
Mutu atau kualitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari
barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan
kebutuhan yang ditentukan atau tersirat. Dalam konteks pendidikan, kualitas
oleh para ahli selalu dikaitkan dengan proses, sehingga kualitas pendidikan
akan sangat tergantung pada efektivitas pendidikan sebagai sebuah institusi.
Oleh karenanya pengertian mutu dalam pendidikan mencakup input,
proses dan output pendidikan (Slamet PH, 2000). Karena hanya dengan
proses yang baik (bermutu) akan dihasilkan produk yang baik (bermutu),
sebagaimana dikatakan Mulyadi (1998, 18) “Quality product or service can
be provided most consistenly by quality organization.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Namun yang dimaksud dengan proses dalam dunia pendidikan, bukanlah
proses linier, melainkan proses sirkuler, artinya Sekolah (SMA) sebagai
penghasil jasa, yang pengelolanya juga merupakan pelanggan internal, dapat
menerima masukan (input) dari pelanggan tersier, yaitu kebutuhan pelanggan.
Berbagai input tersebut diproses dan hasilnya adalah jasa pendidikan berupa
pembelajaran yang disampaikan kepada pelanggan primer (peserta didik,
siswa), secara efektif dan efisien.
Pelanggan primer (siswa) yang sudah memahami jasa pendidikan sebagai
lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan tersier sudah siap memasuki
dunia kerja. Di pihak lain, pelanggan tersier memberikan masukan berupa
saran-saran kepada Sekolah tentang mutu/kualitas jasa yang diterimanya.
Dalam hal ini, pelanggan sekunder (orangtua dan pemerintah daerah) juga
memberikan dukungan berupa dana untuk pendidikan pelanggan primer.
Pelanggan primer juga memberikan masukan kepada sekolah selama proses
pembelajaran berlangsung (Pulungan, 1999: 5).
Proses sirkuler industri jasa pendidikan digambarkan, dengan modifikasi
dari penulis sekaligus memadukannya dengan uraian Sallis (1993), tampak
seperti di bawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
A
Masukan Proses
Biaya Mutu
pendidikan pendidikan
Biaya Kewajiban
Pembelajaran
Lulusan Pembelajaran
sesuai mutu
Gambar 2.1
Proses Sirkuler Lembaga Pendidikan (SMA)
Sumber: Pulungan (1999: 5; Suryadi, 2009)
6. Program Penjaminan Mutu Pendidikan di Satuan Pendidikan
Dalam buku berjudul Penjaminan Mutu Internal Sekolah, Teori dan
Praktik (2016), Harmanto, Sulistiyani, Rifai, Mustari, dan Munandar, yang
merupakan Kepala dan staf LPMP DIY, menjelaskan pentingnya
penjaminan mutu pendidikan bagi satuan pendidikan. Ada pun model dan
strategi implementasinya dapat diringkaskan sebagai berikut.
a. Model Penjaminan Mutu Pendidikan
Pada pasal 3 dan 4 PP No 19 Tahun 2005 disebutkan bahwa
pemerintah menerbitkan Standar Nasional Pendidikan (SNP), ditujukan
sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang
Sekolah (Pengelola
SMA) – Pelanggan
Internal
Pelanggan
Eksternal-Sekunder
Pelanggan
Eksternal-Primer
(Siswa-siswi)
Pelanggan
Eksternal-Tersier Jasa
Pendidikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
bermutu dan untuk penjaminan mutu pendidikan nasional dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat.
SNP, yang meliputi Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi,
Standar Proses, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar
Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Penilaian, dan
Standar Pembiayaan, mencakup komponen input, proses dan output
pendidikan. SNP tersebut seharusnya terintegrasi di dalam sekolah untuk
memberikan layanan terbaik kepada peserta didik. Sekolah diharapkan
dapat memenuhi SNP yang berarti sekolah dapat memenuhi standar
minimal yang mampu memberikan layanan pendidikan yang selanjutnya
menghasilkan lulusan dengan kompetensi sesuai daftar standar nasional
yang ditetapkan.
Untuk memenuhi SNP, sekolah idealnya melakukan upaya
peningkatan mutu melalui penjaminan mutu pendidikan. Melalui
penjaminan mutu pendidikan ini diharapkan tumbuh budaya mutu, mulai
dari bagaimana menetapkan standar, melaksanakan standar,
mengevaluasi pelaksanaan standar dan secara berkelanjutan berupaya
meningkatkan standar. Untuk mewujudkan budaya mutu melalui
pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan di sekolah, Harmanto (2009)
menyampaikan kerangka pikir penjaminan mutu seperti digambarkan
pada peta konsep Gambar 2.2 berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Gambar 2.2. Model Dasar Penjaminan Mutu Pendidikan (Harmanto, et al., 2016)
Peta konsep model Penjaminan Mutu Pendidikan, pada Gambar 2.2
di atas, memperlihatkan bahwa penjaminan mutu pendidikan merupakan
suatu siklus yang mengaitkan SNP, implementasi SNP, pengukuran
capaian SNP, dan rumusan program peningkatan mutu pendidikan. Pada
model tersebut juga terlihat kaitan yang erat antara kegiatan penjaminan
mutu (quality assurance), pengendalian mutu (quality control), dan
peningkatan mutu (quality improvement), serta kaitan antara lembaga-
lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan penjaminan mutu seperti
LPMP, Badan Akreditasi Sekolah Madrasah (BAN S/M), Dinas
Pendidikan, dan satuan pendidikan selaku pelaksana SNP.
Implementasi siklus penjaminan mutu pada Gambar 2.2 tersebut
dapat diuraikan seperti berikut ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
1) Pemetaan Awal
Sekolah perlu melakukan refleksi diri terhadap pelaksanaan SNP
melalui pemetaan awal. Pemetaan awal dapat dilakukan melalui
evaluasi diri sekolah (EDS) atau audit internal. Hasil dari pemetaan
awal akan dikelompokkan untuk dikaji lebih lanjut dalam rangka
menentukan alternatif pemecahan masalah.
2) Pemetaan Pra Pendampingan
Berdasarkan hasil analisis dari pemetaan awal akan diperoleh bahan
kajian tentang profil sekolah dalam hal pelaksanaan SNP. Profil
sekolah ini memperlihatkan informasi bidang-bidang implementasi
SNP yang sudah terlaksana dengan baik maupun yang belum dapat
dilaksanakan oleh sekolah atau masih perlu ditingkatkan. Hasil
temuan dianalisis untuk mencari akar permasalahan yang dialami
sekolah serta mencari solusi pemecahan masalah yang terbaik, antara
lain melalui pengenalan SNP, budaya mutu dan penjaminan mutu
melalui seminar, pendidikan dan latihan maupun workshop. Melalui
pra pendampingan, sekolah dibekali informasi mengenai model
dasar atau pokok-pokok pengetahuan yang melatarbelakangi
perlunya implementasi penjaminan mutu pendidikan, model sistem
penjaminan mutu pendidikan yang dikembangkan, model dokumen
yang perlu disusun, strategi pelaksanaannya, hubungan hasil
penerapan dokumen dengan sertifikasi guru, akreditasi sekolah dan
teknik pelaksanaan audit mutu internal di satuan pendidikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
3) Pendampingan
Berdasarkan hasil pemetaan awal dan pra pendampingan, sekolah
yang telah dibekali pengetahuan dan berbagai latihan yang berkaitan
dengan penjaminan mutu mulai melaksanakan penjaminan mutu
melalui sosialisasi kepada warga sekolah atau stakeholders untuk
menyepakati pelaksanaan penjaminan mutu dan menumbuhkan
budaya mutu. Sekolah membentuk sebuah tim kerja untuk
menyiapkan perangkat penjaminan mutu, yaitu dokumen penjamin
mutu. Pada proses ini dilakukan pendampingan agar penyusunan
perangkat penjaminan mutu dapat berjalan lancar. Perangkat
dokumen penjaminan mutu yang disusun meliputi Manual Mutu,
Prosedur Mutu, Petunjuk Kerja maupun Catatan Mutu serta format-
format implementasinya.
4) Proses Pengendalian Mutu
Proses pengendalian mutu dengan pelaksanaan penjaminan mutu
dilakukan melalui monitoring dan Audit Internal (AMI), serta
implementasi dokumen mutu untuk mengidentifikasi hambatan-
hambatan yang ditemui oleh warga sekolah dan mengidentifikasi
bagian-bagian yang dapat ditingkatkan. Proses tersebut dilaksanakan
secara periodik untuk perbaikan berkelanjutan. Hasil evaluasi diri
sebagai bahan untuk rumusan koreksi yang selanjutnya akan
menentukan keberhasilan atau keterlaksanaan penjaminan mutu
dalam meningkatkan mutu (quality improvement). Pada saat proses
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
pengendalian mutu ini, peran pendampingan sangat penting karena
sekolah harus melakukan tahapan-tahapan pengendalian mutu secara
konsisten.
5) Pemetaan Akhir/Audit Eksternal
Selelah proses penjaminan mutu di sekolah yang dimulai dari
pemetaan awal, pemetaan pra pendampingan, pendampingan sampai
dengan proses pengendalian mutu, maka dilaksanakan pemetaan
akhir untuk mengetahui apakah solusi pemecahan masalah yang
telah dilakukan tercapai sesuai tujuan. Hasil pemetaan akhir ini akan
memberikan gambaran atau tingkatan pencapaian SNP di sekolah
untuk memenuhi atau melampaui SNP, serta keterlaksanaan
penjaminan mutu pendidikan berjalan sesuai rancangan yang telah
disepakati. Berdasarkan hasil pemetaan akhir diperoleh informasi
tentang dampak dari pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan
terhadap peningkatan mutu sekolah.
6) Akreditasi
Akreditasi dilakukan pada setiap jenjang satuan pendidikan untuk
menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan.
Akreditasi oleh pemerintah dilaksanakan oleh BAN-S/M terhadap
program dan/atau satuan pendidikan jalur formal pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Melalui proses implementasi
penjaminan mutu di sekolah yang dilakukan secara bertahap,
sistematik dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas, sekolah terus
berupaya meningkatkan mutu. Dalam upaya ini peran LPMP adalah
mensupervisi dan membantu satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah dalam melakukan upaya penjaminan
mutu pendidikan, sementara pemerintah kabupaten/kota
mensupervisi dan membantu satuan pendidikan yang berada di
bawah kewenangannya untuk menyelenggarakan atau mengatur
penyelenggaraan penjaminan mutu. Selanjutnya BAN-S/M
memberikan rekomendasi penjaminan mutu pendidikan kepada
program dan/atau satuan pendidikan yang diakreditasi.
b. Strategi Pengembangan Mutu Pendidikan
Secara garis besar, strategi implementasi sistem penjaminan mutu
pendidikan oleh satuan pendidikan mencakup empat fase implementasi,
yaitu sebagai berikut.
1) Fase Membangun Kesadaran Budaya Mutu
Implementasi manajemen penjaminan mutu sangat ditentukan oleh
komitmen manajemen dan seluruh warga sekolah untuk mewujudkan
budaya mutu. Kesadaran akan budaya mutu ini dapat dibentuk
melalui kegiatan seminar/workshop/lokakarya penjaminan mutu
guna menjawab pertanyaan-pertanyaan apa itu mutu, mengapa perlu
memiliki sistem penjaminan mutu, apa itu dokumen mutu, mengapa
setiap kegiatan harus diatur dalam prosedur dan instruksi kerja yanag
jelas serta harus didokumentasikan, dan berbagai pertanyaan lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
2) Fase Membangun Struktur dan Tanggung Jawab Organisasi
Setelah seluruh tingkatan organisasi dalam sekolah menyadari
pentingnya budaya mutu serta adanya komitmen bersama untuk
mewujudkan penjaminan mutu, langkah selanjutnya adalah
membangun struktur dan tanggung jawab organisasi penjaminan
mutu. Deskripsi pekerjaan setiap personel organisasi harus jelas dan
disusun berdasarkan fungsi atau posisi dan syarat kompetensi yang
harus dimiliki.
3) Fase Dokumentasi dan Implementasi Sistem Penjaminan Mutu
Fase ini dimulai dengan penyusunan dokumen mutu sekolah yang
akan dijadikan standar penyelenggaraan pendidikan. Langkah awal
yang dilakukan adalah mencermati proses-proses penyelenggaraan
pendidikan dalam Standar Nasional Pendidikan yang harus
dilakukan oleh sekolah. Setelah proses-proses tersebut
teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah membuat diagram alir
seluruh aktivitas penyelenggaraan pendidikan itu dan menentukan
penanggung jawabnya. Berdasarkan hasil identifikasi ini kemudian
disusun prosedur operasional, instruksi kerja, dan formulir
implementasi yang akan dijadikan standar kinerja sekolah. Setiap
prosedur diberi nomor indeks sebagai dasar pengendalian dokumen
(indeks prosedur).
4) Fase Peningkatan Mutu Pendidikan
Pada siklus penjaminan mutu ada tahapan ketika satuan pendidikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
harus melakukan peningkatan mutu. Tahapan peningkatan mutu ini
didahului dengan kegiatan monitoring, evaluasi diri dan audit mutu
internal. Dalam hal standar yang ditetapkan telah dicapai,
peningkatan mutu dilakukan dengan penetapan standar baru melalui
proses benchmarking. Sedangkan apabila standar yang ditetapkan
belum tercapai, maka satuan pendidikan harus mencari ruang-ruang
yang dapat diperbaiki.
7. ISO (International Organization for Standardization)
a. Hakikat ISO
Pada saat negara-negara Eropa membentuk perjanjian perdagangan
bebas Eropa (the European Free Trade Area), manajemen kualitas/mutu
menjadi sasaran strategik kunci. Untuk memenuhi standarisasi
persyaratan mutu negara-negara Eropa dan pasar bersama, dan untuk
mengerjakan bisnis, suatu agen khusus untuk standarisasi, the
International for Standardization, mengeluarkan seri standar ISO 9000
(Purnama, 2006: 79). Sekarang ini standar seri ISO 9000 telah diterima
secara luas sebagai standar minimum sistem kualitas perusahaan.
Standar ISO 9000 sudah diperkenalkan sejak awal tahun 1987, dan
secara berkala direvisi sehingga dapat menggabungkan umpan balik
pengguna dan untuk tetap diperbarui dengan kemajuan dalam praktik
manajemen (Hoyle, 2006, ibid.). Revisi pertama diterbitkan pada tahun
1994 (ISO, 9000: 1994), yang termasuk penyesuaian minor dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
menjelaskan beberapa aspek dari versi 1987. Bagaimanapun, pengguna
mengkritik ISO 9000: 1994 untuk, antara lain kesalahannya, memiliki
perawatan lengkap dan menguraikan dari praktik TQM dan karena terlalu
fokus pada industri (Zhu dan Scheuermann, 1999; Costa et al., 2009).
Pada tahun 2000, ISO 9000 mengalami revisi besar yang bertujuan
untuk mengatasi kelemahan-kelemahan ini (ISO, 9000: 2000). Misalnya,
ISO 9000 sekarang telah berada padadelapan prinsip manajemen mutu
inti, yang mengharuskan organisasi untuk menggunakan pendekatan
berbasis proses, termasuk konsep-konsep baru pada perbaikan terus-
menerus dan penekanan kuat pada komitmen kepemimpinan dan
manajemen, semua ini sangat mendasar bagi TQM. Redaksinya pun
direstrukturisasi dan diklarifikasi, mengadopsi suatu sikap yang lebih
umum. ISO 9001 adalah satu-satunya standar dalam seri ini terhadap
organisasi yang dapat disertifikasi oleh register independen (ISO 2010).
Standar ini sedikit dirumusulangkan pada tahun 2008 (ISO, 9001: 2008),
tetapi tidak ada persyaratan tambahan.
Sama seperti pada TQM, Standar ISO 9001: 2008 juga menerapkan
pendekatan siklus PDCA (plan-do-check-act) dari Deming. Siklus
tersebut tampak dalam gambar di bawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Gambar 2.3
Model Sistem Manajemen Mutu dengan Dasar Proses
Sumber: International Standard ISO 9001 (2008). Quality Management
Systems – Requirements. Fourth edition 2008
b. Prinsip Manajemen Mutu dalam ISO 9001: 2008
Sebenarnya prinsip-prinsip dalam ISO 9001: 2008 tidak berbeda
jauh dengan nilai-nilai TQM, hanya sedikit berbeda dalam redaksi. Ini
dapat dipahami karena ISO itu merupakan salah satu wujud TQM.
Dengan jumlah yang sama (8 butir), berikut ini penulis sajikan 8
prinsip manajemen mutu dalam ISO 9001: 2008, sesuai dokumen PT
TuV Rheiland Indonesia (2015).
1) Fokus kepada pelanggan (Customer focus)
2) Kepemimpinan (Leaderships)
3) Keterlibatan orang-orang (Involvement of people)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
4) Pendekatan proses (Process approach)
5) Pendekatan sistem bagi manajemen (System approach to
management).
Oleh Purnomosidi (1997: 1), pendekatan sistem dijelaskan bahwa
menggunakan sistem sebagai takaran “benar dan utuh”.
6) Peningkatan berkelanjutan (Continual improvement)
7) Pendekatan secara nyata untuk membuat keputusan (Factual
approach to decision making)
8) Hubungan saling menguntungkan dengan pemasok (Mutually
beneficial supplier relationships).
Penjelasan atas butir 1) sampai dengan 8) di atas – kecuali butir 5) –
tidak berbeda jauh dengan penjelasan nilai-nilai TQM di bagian
terdahulu.
c. ISO 9000 untuk Pendidikan
Dengan adanya berbagai kesepakatan tentang perdagangan
bebas di tingkat regional (seperti AFTA dan NAFTA) dan
internasional (WTO), maka tuntutan mutu oleh para pelanggan,
termasuk pelanggan jasa pendidikan, sudah sering sampai tahap
standar mutu internasional. Oleh karenanya masyarakat internasional
(International Organization for Standardization) yang berkantor pusat
di Jenewa, Swis telah merumuskan standar mutu produk/jasa yang
disebut ISO.
Dalam Tabel 2.3 berikut ini dikutipkan butir-butir yang dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
dijadikan contoh penerapan persyaratan (klausul) untuk memperoleh
sertifikat ISO 9000 dalam dunia bisnis dan penerapannya dalam
pendidikan, sebagaimana yang diuraikan oleh Sallis (1993: 64; 2006).
Tabel 2.3
Penerapan ISO 9000 untuk Penjaminan Mutu Pendidikan
Persyaratan ISO 9000
1. Responsibilitas manajemen
2. Sistem kualitas
3. Review kontrak
4. Pengendalian dokumen
5. Pembelian
6. Pembeli atas produk yang
disediakan
7. Identifikasi & pengusutan
produk
8. Pengendalian proses
9. Inspeksi dan pengetesan
10. Inspeksi, perlengkapan
pengukuran dan tes
11. Inspeksi & status tes
12. Pengendalian atas produk yang
tidak sesuai
13. Tindakan korektif/perbaikan
14. Perawatan, penyimpanan,
pengepakan & pengiriman
15. Catatan kualitas
16. Audit kualitas internal
17. Pelatihan
18. Teknik-teknik statistikal
Terjemahan untukPendidikan
Komitmen manajemen pada kualitas
Sistem kualitas
Kontrak dengan pelanggan internal dan
eksternal (siswa yang berhak, dan keberhakan
pelanggan eksternal, mis. Orangtua).
Pengendalian dokumen
Kebijakan seleksi & admisi
Jasa-jasa pendukung siswa, termasuk
kesejahteraan, konseling dan pengaturan
pastoral dan tutorial
Catatan kemajuan siswa
Pengembangan kurikulum, desain &
penyampaian pengajaran & strategi
pembelajaran
Penghitungan/pengukuran dan pengetesan
Konsistensi metode pengukuran/penilaian
Catatan dan prosedur pengukuran termasuk
catatan-catatan prestasi
Prosedur diagnostik & metode pengidentifika-
sian yang kurang berhasil & gagal
Tindakan korektif bagi siswa yang kurang
berhasil dan gagal. Sistem untuk penanganan
keluhan dan permohonan
Fasilitas fisik dan lingkungan. Hak-hak lain
yang ditawarkan, mis.: fasilitas olah raga, klub
& kemasyarakatan, organisasi siswa, fasilitas
belajar, dsb.
Catatan kualitas
Prosedur validasi & audit kualitas internal
Pelatihan dan pengembangan staf, termasuk
prosedur bagi pengukuran kebutuhan pelatihan
& penilaian efektivitas pelatihan
Metode review/tinjauan ulang, monitoring &
evaluasi
Sumber: Sallis, 1993: 64.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
B. Kepemimpinan
1. Kepemimpinan versus Manajemen
Dalam praksis keseharian, wacana kepemimpinan seringkali dikacaukan
dengan manajemen. Padahal, seperti dijernihkan oleh Richard L. Daft (2015: 5)
dalam buku The Leadership Experience, bahwa “Leadership as influence
relationship among leaders and followers who intend real changes and outcomes
that reflect their shared purpose” (Kepemimpinan sebagai hubungan saling
memengaruhi antara para pemimpin dan para pengikut yang mengarah pada
perubahan dan outcome nyata yang tampak dalam tujuan mereka). Sedang
Hughes, Ginnett, dan Curphy (2015: 8) menyatakan bahwa Management suggests
words like efficiency, planning, paper work, procedures, regulations, control, and
consistency. Leadership is often more associated with words like risk taking,
dynamic, creativity, change, and vission. Pengertian tersebut menunjukkan
perbedaan, yaitu bahwa manajemen berkaitan dengan penanggulan kompleksitas,
sedangkan kepemimpinan berkaitan dengan pengelolaan perubahan.
Betapa pun ada banyak teori kepemimpinan yang menunjukkan beragamnya
gaya kepemimpinan, pada penelitian ini semula sengaja hanya dibahas dua di
antaranya saja, yaitu gaya atau model kepemimpinan instruksional dan
transformasional. Gaya atau model kepemimpinan transaksional tidak dibahas
secara khusus karena belum tersedia uraian dari literatur yang memadai, dan
secara umum dipahami sebagai kurang baik. Namun, karena dalam diklat calon
Kepala Sekolah SMA/SMK/SMP/SLB Kanwil Dinas Pendidikan, Pemuda, dan
Olah Raga DIY bekerja sama dengan LPPKS (Lembaga Pengembangan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Pemberdayaan Kepala Sekolah) Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini
yang diperkenalkan tiga kepemimpinan, yaitu kepemimpinan pembelajaran/
instruksional, kepemimpinan spiritual, dan kepemimpinan kewirausahaan, maka
pada bab ini juga sedikit disinggung mengenai dua model kepemimpinan terakhir
tersebut.
2. Kepemimpinan Instruksional
Menurut Blase dan Blase (1999), kepemimpinan instruksional (instructional
leadership), menyangkut empat bidang berikut.
a. Model preskriptif yang menggambarkan kepemimpinan instruksional
sebagai integrasi tugas pemberian bantuan langsung kepada para guru,
pengembangan kelompok, pengembangan staf, pengembangan kurikulum,
dan penelitian tindakan; sebagai sebuah aktivitas yang demokratis,
mengembangkan, dan transformasional berdasarkan kesetaraan dan
pertumbuhan; sebagai upaya keras yang berorientasi pada inkuiri/pe-
nyelidikan yang mendorong suara guru; dan sebagai studi diskursif/wacana
kritis tentang interaksi kelas demi mencapai keadilan sosial.
b. Studi tentang kepemimpinan instruksional, termasuk studi eksploratif
mengenai pengaruh tidak langsung dari konferensi instruksional dan
perilaku kepala sekolah-guru seperti pengaruh pemantauan kemajuan siswa.
c. Studi tentang pengaruh langsung dari perilaku kepala sekolah pada guru dan
pengajaran di kelas termasuk sintesis dari penelitian yang menunjukkan
hubungan antara perilaku kepala sekolah tertentu dan komitmen,
keterlibatan, dan inovasi guru.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
d. Studi pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap prestasi belajar siswa
termasuk tinjauan studi yang menyelidiki peran kepala sekolah (misalnya
penggunaan dari konstruk seperti kepemimpinan partisipatif dan pengam-
bilan keputusan yang terdesentralisasi) dalam efektivitas sekolah.
Studi yang bertajuk Effective instructional leadership: Teachers’
perspectives and how principals promote teaching and learning in schools,
Blase dan Blase (1999), antara lain membuat dua simpulan utama, yaitu
pertama, dalam interaksi kepala sekolah-guru yang efektif mengenai pengajaran,
proses-proses seperti inkuiri/penyelidikan, refleksi, eksplorasi, dan hasil
percobaan; para guru membangun repertoar atas alternatif-alternatif yang
fleksibel daripada mengoleksi prosedur dan metode pengajaran yang rigid. Dan,
kedua, model kepemimpinan instruksional efektif diderivasi secara langsung dari
data; dua tema besar: talking with teachers to promote reflection dan promoting
professional growth.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Calik, Sezgin, Kavgacia, dan Kilinic
berjudul “Pengujian Hubungan antara Kepemimpinan Instruksional Kepala
Sekolah dan Efikasi Diri Guru dan Efikasi Kolektif Guru” (2012), melengkapi
referensi penelitian tentang implementasi manajemen mutu di sekolah ini.
Dalam penelitiannya, Calik et al. mendasari konstruk-konstruk penting berikut.
b. Efikasi diri guru (teachers’ self efficacy), adalah keyakinan orang tentang
bakat mereka untuk mengaktifkan motivasi, sumber daya kognitif, dan
tindakan serial yang diperlukan untuk memastikan pengendalian atas
peristiwa/kejadian dalam kehidupan mereka (Wood & Bandura, 1989).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
c. Efikasi kolektif guru (collective teacher efficacy), adalah kepercayaan
bersama dari suatu kelompok tentang pengorganisasian dan pengelolaan
fase-fase tindakan yang diperlukan untuk memproduksi keterampilan pada
tingkat tertentu.
d. Efikasi kolektif guru (collective teacher efficacy). Refleksi efikasi kolektif
di sekolah disebut efikasi guru kolektif. Efikasi guru kolektif didefinisikan
sebagai "persepsi guru bahwa upaya mereka, sebagai sebuah kelompok,
dapat memiliki dampak positif pada siswa" (Goddard, 2001: 467; Goddard,
Hoy, & Hoy, 2000: 480).
e. Kepemimpinan instruksional (instructional leadership) adalah perilaku
kepala sekolah yang memengaruhi pengajaran dan pembelajaran secara
langsung dan tidak langsung.
Adapun hasil penelitian tersebut menunjukkan tiga konklusi penting sebagai
berikut.
a. Bahwa semua variabel dianalisis dan hubungan yang signifikan ditemukan.
Banyak studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang
positif dan signifikan antara efikasi kolektif dan efikasi diri guru. Bahwa
kepemimpinan instruksional muncul sebagai antecenden (antecendent) yang
efektif sambil membangun efikasi kolektif.
b. Bahwa perilaku kepemimpinan instruksional kepala sekolah memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap efikasi diri guru.
c. Bahwa kepemimpinan instruksional memengaruhi efikasi kolektif secara
tidak langsung melalui efikasi diri guru. Dengan kata lain, ketika kepala
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
sekolah menunjukkan perilaku kepemimpinan instruksional, persepsi guru
tentang efikasi diri mereka sendiri semakin kuat.
3. Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional (transformational leadership) telah
diformulasikan secara awal oleh Burns (1978) dari penelitian deskriptif mengenai
kepemimpinan politik (Yukl 1998: 296), dan telah menjadi fokus dari penelitian
yang telah dilakukan pada setiap benua dan di hampir setiap negara industri di
dunia (Bass dan Riggio, 2006). Konseptualisasi kepemimpinan yang efektif
sebagai kepemimpinan transformasional dianggap sesuai untuk mempelajari para
pemimpin internasional dalam berbagai pengaturan/seting (Bass dan Riggio,
2006; Mancuso et al., 2010).
Pendekatan transformasional memberikan seperangkat luas atribut pribadi
dan praktik-praktik yang khas pemimpin transformasional (Hakim dan Bono,
dalam Keung, Emerson K. dan Amanda J. Rockinson-Szapkiw (2016). Model
kepemimpinan transformasional Bass (1985) mengemukakan bahwa pemimpin
transformasional menunjukkan lima faktor/komponen: (1) pengaruh ideal
(idealized influence) (terkait, attributed), (2) pengaruh ideal (idealized influence)
(perilaku, behavior), (3) motivasi inspirasional (inspirational motivation), (4)
stimulasi intelektual (intellectual stimulation), dan (5) pertimbangan individual
(individualized consideration) (Bass dan Bass, 2008). Penelitian Bass dan Riggio
(2006) menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional adalah pendekatan
kepemimpinan yang efektif atas dan di luar kepemimpinan transaksional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Pengaruh ideal (terkait, attributed) mencerminkan sejauh mana pengikut
melihat pemimpin sebagai percaya diri, kuat, dan terfokus pada tingkat tinggi cita-
cita dan etika. Pengaruh ideal (perilaku, behavior) mengacu pada "tindakan
karismatik pemimpin yang berpusat pada nilai-nilai, keyakinan, dan rasa misi
(sense of mission)" (Antonakis et al., 2003: 264). Oleh Avolio et al. (1991) juga
disebut sebagai pengaruh kharismatik (charismatic influence).
Motivasi inspirational adalah cara pemimpin menginspirasi pengikutnya
dengan membayangkan sebuah masa depan yang optimistik, menetapkan tujuan
yang ambisius, dan menawarkan dorongan bahwa visi dapat dicapai (Bass dan
Riggio, 2006). Cara-cara pemimpin menantang pengikut untuk berpikir kreatif,
membingkai masalah yang sulit untuk menemukan solusi, dan mendorong inovasi
yang dikenal sebagai stimulasi intelektual (Bass dan Riggio, 2006).
Sedang pertimbangan individual adalah cara para pemimpin menyarankan,
mendukung, dan fokus pada kebutuhan individu pengikut untuk mendorong
pertumbuhan dan perkembangan mereka (Antonakis et al.: 2003). Faktor atau
komponen nomor 1 dan 2 di atas seringkali dijadikan satu faktor saja.
Empat (dari 5) faktor dalam kepemimpinan transformasional tersebut
sesungguhnya tidak berbeda secara hakiki dengan terminologi kepemimpinan
among menurut Ki Hadjar Dewantara. Empar faktor menurut Bass dan Avolio itu:
a. Idealized Influence (pengaruh ideal).
b. Intellectual Stimulation (stimulasi intelektual).
c. Inspirational motivation (motivasi inspirasional).
d. Individual consideration (perhatian/konsiderasi terhadap individu).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Nomor (a) di atas, yaitu Idealized Influence atau pengaruh ideal, sebenarnya
dapat disamakan dengan terma “ing ngarsa sung tuladha” atau di depan memberi
teladan, dalam trilogi kepemimpinan menurut Ki Hadjar Dewantara. Nomor (b)
Intellectual Stimulation atau stimulasi intelektual, dan (c) yaitu Inspirational
motivation atau motivasi inspirasional, sesungguhnya tidak berbeda jauh dengan
“ing madya mangun karsa” atau di tengah membangun kehendak, memotivasi,
dan menginspirasi. Sedang kriteria/komponen terakhir (d) yaitu Individual
consideration (perhatian atau konsiderasi terhadap individu) dalam trilogi
kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara sama dengan “tut wuri handayani” atau
memberi perhatian dan dorongan dari belakang.
a. Karakteristik KepemimpinanTransformasional
Menurut Tichy dan Devanna (dalam Sadler, 1997: 43), berdasar pengamatan
sejumlah aksi 14 pemimpin bisnis yang transformasional, ditemukan sejumlah
karakteristik kepemimpinannya yang membedakan dengan kepemimpinan
transaksional, berikut:
1) Mereka memandang secara jelas bahwa mereka adalah agen-agen perubahan
(change agents).
2) Mereka berani (courageous).
3) Mereka memercayai orang-orang (believe in people).
4) Mereka didorong oleh seperangkat nilai yang kuat (values).
5) Mereka pembelajar sepanjang hayat (life-long learners).
6) Mereka mampu mengatasi kompleksitas, ketidakpastian, dan ambiguitas.
7) Mereka visioner.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
b. Kharisma dalam Kepemimpinan Transformasional
Seperti disebutkan di atas, pengaruh kharisma termasuk faktor penting dalam
kepemimpinan transformasional. Bahkan dalam banyak buku ataupun jurnal,
wacana tentang kepemimpinan transformasional selalu disandingkan dengan
terma kharisma.
Hughes, Ginnett, dan Curphy (2015: 577) memberikan beberapa contoh
pemimpin kharismatik: Yesus Kristus, Muhammad, Joan of Arc, Mahatma
Gandhi, Martin Luther King Jr., Nelson Mandela, dan Hugo Chavez. Walaupun
mereka sangat berbeda dalam banyak hal, namun ada karakteristik khas yang
mereka bagikan, yaitu kharisma.
Sebelum pertengahan tahun 1970-an, kepemimpinan kharismatik dikaji oleh
sejarawan, ilmuwan politik, dan pakar sosiologi. Max Weber adalah pakar
sosiologi yang paling awal meneliti dan menulis tentang itu. Bass dalam Sadler
(1997: 49) mengutip pandangan Weber mengenai kharisma yang memiliki 5
elemen: (1) Seseorang yang memiliki bakat luar biasa; (2) Peka terhadap krisis;
(3) Solusi radikal pada krisis; (4) Para pengikut memercayai bahwa mereka
terhubung dengan kekuasaan transendental; dan (5) Pengakuan atas kekuasaan
transendental muncul setelah ada keberhasilan yang terulang.
c. Ciri-ciri Kepemimpinan Transformasional dalam Pendidikan
Dengan memodifikasi hasil penelitian Sunaengsih (2011), berikut
disajikan indikator-indikator dari masing-masing pilar kepemimpinan
transformasional dalam dunia pendidikan (sekolah).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Tabel 2.4
Indikator Kepemimpinan Transformasional di Sekolah
VARIABEL INDIKATOR
Idealized
Influence
(pengaruh ideal,
kharismatik)
1. Pimpinan Sekolah (Kepala Sekolah, Wakil Kepala
Sekolah, Tim/Manajemen Mutu) menjalankan tugasnya
sesuai dengan visi dan misi sekolah.
2. Pimpinan Sekolah merumuskan visi dan misi sekolah
secara bersama untuk menumbuhkan wawasan dan
keterlibatan guru.
3. Pimpinan Sekolah mengingatkan guru untuk saling
menghargai dengan sesama guru.
4. Pimpinan Sekolah memberikan contoh perilaku yang
baik di lingkungan sekolah.
5. Pimpinan Sekolah menanamkan komitmen yang tinggi
kepada guru terhadap visi sekolah.
6. Pimpinan Sekolah mengurangi hukuman terhadap
kekeliruan sebagai upaya profesional.
7. Pimpinan Sekolah memberikan kebebasan berkreasi
kepada guru dalam mengemban tugas yang telah
diberikan.
Intellectual
Stimulation
(stimulasi
intelektual)
1. Pimpinan Sekolah memberikan buku atau referensi
lainnya kepada guru untuk dijadikan acuan dalam
pengembangan diri guru.
2. Pimpinan Sekolah memberikan kesempatan kepada guru
untuk melakukan pendidikan dan pelatihan.
3. Pimpinan Sekolah memberikan kebebasan berpendapat
bagi guru mengenai kebijakan yang diberlakukan di
sekolah.
4. Pimpinan Sekolah melibatkan guru untuk mengambil
keputusan dan melakukan penilaian terhadap kegiatan
sekolah.
5. Pimpinan Sekolah mempunyai cara tersendiri dalam
memecahkan masalah yang rumit.
Inspirational
motivation
(motivasi
inspirasional)
1. Pimpinan Sekolah memengaruhi guru untuk bersikap
optimistik dalam menghadapi masa depan.
2. Pimpinan Sekolah memberikan pengakuan atas kerja
guru dalam bentuk pujian secara personal.
3. Pimpinan Sekolah memberikan semangat kepada guru
untuk melaksanakan tugas secara baik.
4. Pimpinan Sekolah memberikan dukungan kepada guru
untuk memperoleh hasil yang terbaik dalam
pembelajaran di kelas.
5. Pimpinan Sekolah menceritakan succes story rekan-
rekannya untuk memotivasi guru agar dapat mencapai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
VARIABEL INDIKATOR
sukses seperti mereka.
6. Pimpinan Sekolah memberikan dorongan kepada guru
untuk bekerja keras dan cerdas secara profesional.
7. Pimpinan Sekolah memberikan semangat guru untuk
mencari metode lain dalam memecahkan masalah
mengenai pembelajaran di kelas.
8. Pimpinan Sekolah mendorong guru untuk memraktikkan
pendekatan baru dalam melaksanakan pembelajaran.
9. Pimpinan Sekolah mengomunikasikan tujuan yang harus
dicapai guru secara jelas.
10. Pimpinan Sekolah memberikan penghargaan/pujian
kepada guru yang telah menyelesaikan pekerjaan secara
baik.
11. Pimpinan Sekolah memberikan waktu khusus kepada
guru untuk berdiskusi mengenai bagaimana
menyelesaikan tugas secara baik.
Individual
consideration
(perhatian
terhadap
individu)
1. Pimpinan Sekolah memuji dan memberikan penghargaan
terhadap hasil kerja atau prestasi guru.
2. Pimpinan Sekolah menerima saran-saran perbaikan atas
kinerja yang dilakukannya.
3. Pimpinan Sekolah secara rutin memberikan waktu
khusus kepada guru dalam menyampaikan pendapat.
4. Pimpinan Sekolah meminta pendapat guru mengenai
kepemimpinannya di sekolah.
5. Pimpinan Sekolah melaksanakan atau menindaklanjuti
saran yang pernah disampaikan guru.
6. Pimpinan Sekolah memberitahu guru untuk memeriksa
hasil evaluasi guna melengkapi kekurangannya.
7. Pimpinan Sekolah membimbing dan melatih guru secara
pribadi apabila memiliki masalah.
8. Pimpinan Sekolah mengetahui keterampilan atau
keahlian yang guru miliki dan mengetahui kebutuhan
guru untuk kelancaran pembelajaran di kelas.
9. Pimpinan Sekolah memberikan perhatian dengan cara
mendengarkan keluhan guru demi kenyamanan bersama.
Sumber: Sunaengsih (2011)
Gaya kepemimpinan transaksional, dengan demikian, pastilah sedapat
mungkin dihindari, terlebih dalam praksis pendidikan di sekolah (SMA). Sedang
kepemimpinan instruksional tetaplah harus diperhatikan (tidak dinafikan) oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
kepala sekolah, namun dalam konteks implementasi manajemen mutu dengan
standar ISO 9001: 2008, gaya tersebut kurang memadai. Oleh karenanya
semestinya dipilih gaya kepemimpinan transformasional, sebagaimana
dipersyaratkan oleh prinsip-prinsip manajemen mutu (TQM maupun ISO).
4. Kepemimpinan Spiritual
Kepemimpinan spiritual (spiritual leadership) diartikan sebagai
penggabungan nilai, sikap, dan perilaku yang diperlukan untuk memotivasi
diri dan orang lain secara intrinsik, sehingga mereka memilikinya sebagai
panggilan tugas (Fry, 2003, dalam modul Diklat Calon Kepala Sekolah,
LP2KS Indonesia, 2017).
a. Menciptakan suatu visi yang setiap anggota dalam organisasi memiliki
rasa terpanggil untuk memberi makna dan perbedaan dalam kehidupannya;
b. Membangun budaya sosial dan/atau organisasi berdasarkan cinta altruistik
(lawan dari sifat asosial atau egois), sehingga antara pemimpin dan yang
dipimpin memiliki rasa saling memerhatikan, peduli, menghargai secara
tulus, antar anggota merasa dipahami dan dihargai;
c. Memiliki keyakinan dan harapan, berdasarkan konsep dan tugas
kepemimpinan spiritual tersebut (ibid.).
5. Kepemimpinan Kewirausahaan
Kepemimpinan Kewirausahaan (entrepreneurship leadership) adalah
kepemimpinan dengan semangat, sikap, perilaku dan kemampuan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari,
menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produksi baru dengan
meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik
dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.
a. Karakteristik Pemimpin Kewirausahaan
1) Inovatif, artinya kemampuan berpikir kreatif, mengembangkan ide-ide
baru yang bermanfaat di setiap kesempatan, memanfaatkan sumber daya
yang tersedia, dan mampu memecahkan masalah.
2) Kerja keras, adalah berusaha dengan sepenuh hati dengan sekuat tenaga
untuk berupaya mendapatkan keinginan pencapaian hasil yang maksimal
pada umumnya.
3) Pantang menyerah, yaitu daya tahan seseorang bekerja sampai sesuatu
yang diinginkannya tercapai. Pantang menyerah adalah kombinasi antara
bekerja keras dengan motivasi yang kuat untuk sukses.
4) Berani mengambil risiko, adalah keberanian mengambil risiko adalah
kemampuan seseorang untuk mau mengambil langkah dalam
ketidakpastian dan mengambil beban tanggung jawab untuk masa depan.
5) Proaktif, berarti melakukan sesuatu dengan inisiatif sendiri, kemudian
bertanggung jawab terhadap perilakunya sendiri baik dari masa lalu,
sekarang ataupun masa mendatang.
2. Naluri kewirausahan kepala sekolah
Kepala sekolah/madrasah yang memiliki naluri kewirausahaan akan
menciptakan pengalaman dan sumber belajar bidang kewirausahaan bagi guru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
dan peserta didiknya. Sumber belajar berupa unit usaha antara lain dapat berupa
koperasi sekolah, kantin sekolah, unit jasa transportasi, hotel, bengkel sekolah
dan yang sejenisnya.
C. Faktor Sukses dan Dampak Implementasi Manajemen Mutu
1. Faktor Sukses Implementasi Manajemen Mutu
Dari hasil penelitian dan pedoman ISO, dapatlah ditunjukkan adanya
beberapa faktor sukses kunci implementasi ISO 9001: 2008 sebagai berikut.
a. Tim/manajemen mutu (quality team).
Manajemen puncak (top management) harus menunjuk seorang
anggota manajemen organisasi, yang di luar tugas lainnya, harus
memiliki tanggung jawab dan wewenang berikut.
1) memastikan proses yang diperlukan untuk sistem manajemen mutu
yang telah ditetapkan, diterapkan dan dipelihara;
2) melaporkan kepada manajemen puncak tentang kinerja
(performance) sistem manajemen mutu dan kebutuhan apa pun
untuk perbaikannya; dan
3) memastikan untuk tumbuhnya kesadaran tentang persyaratan
pelanggan di seluruh organisasi.
b. Komitmen dan dukungan manajemen (management commitment and
support).
Manajemen puncak (top management) harus memberi bukti
komitmennya pada pengembangan dan penerapan sistem manajemen
mutu dan terus-menerus memperbaiki efektivitasnya dengan cara:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
1) menyampaikan ke organisasi pentingnya memenuhi persyaratan
pelanggan serta undang-undang dan peraturan,
2) menetapkan kebijakan mutu,
3) memastikan sasaran mutu yang ditetapkan,
4) melakukan tinjauan manajemen, dan
5) memastikan tersedianya sumber daya.
c. Komunikasi dan keterlibatan semua anggota (communication with and
involvement of all members).
Manajemen puncak harus memastikan bahwa proses komunikasi
sesuai dengan yang ditetapkan dalam organisasi dan bahwa komunikasi
terjadi sehubungan dengan efektivitas sistem manajemen mutu.
d. Tingkat organisasi sebelumnya (previous level of organisation).
Alasan di balik faktor ini adalah bahwa jika sekolah, sebelum
memulai jejak langkah sertifikasi, telah memiliki proses-proses di tempat
(SOP) yang didefinisikan secara jelas dan terstruktur, pasti dapat
membantu membawa implementasi ISO 9001: 2008 menjadi sukses.
Dari empat faktor penentu keberhasilan (faktor sukses a, b, c, dan d) yang
diuraikan di atas, jelaslah bahwa faktor kepemimpinan menjadi sangat
menentukan (faktor diterminan) sebab manajemen puncak (top management)
harus memiliki kepemimpinan (leadership) yang memadai, demikian juga tim
manajemen mutu (biasa disebut wakil manajemen mutu, WMM) pastilah
dipilih karena kemampuan kepemimpinan (leadership)-nya. Dengan
demikian pantaslah kalau dikatakan pentingnya kepemimpinan sebagai faktor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
penentu keberhasilan implementasi manajemen mutu standar ISO 9001:
2008, dengan tanpa menafikan faktor-faktor lainnya. Apalagi dalam TQM
disebutkan secara eksplisit tentang pentingnya (nilai) kepemimpinan
transformasional, pada nilai ketiganya: Manajemen partisipatif (participative
management) dan gaya kepemimpinan transformasional (transformational
leadership). Sedang dalam standar ISO 9001: 2008 hanya disebutkan bahwa
kepemimpinan (leadership) menjadi prinsip ke-duanya.
2. Dampak Implementasi ISO 9001: 2008
Dalam buku “Memasuki Pasar Internasional dengan ISO 9000 Sistem
Manajemen Mutu”, Hadiwihardjo dan Wibisono (1996) menguraikan
keuntungan dari (implementasi) ISO Seri 9000 adalah pertama, perusahaan
tidak kehilangan kesempatan untuk berusaha dan bersaing di pasar bebas
dalam era globalisasi ini. Kedua, memengaruhi kemampuan bersaing
maupun mutu; ini terkait dengan kepentingan para pemasok dan manajemen
mutu, dalam arti mampu menjamin pemenuhan persyaratan mutu pembeli.
Dalam bidang pendidikan, hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Gamboa & Melano di Sekolah Vokasi atau SMK di Portugal (2012)
menunjukkan adanya dampak implementasi ISO 9001: 2008. Dampak-
dampak tersebut dapat dikategorikan menjadi dampak positif (manfaat,
advantages) - internal dan eksternal; dan dampak negatif (kerugian,
mudharat, disadvantages), yang dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Dampak positif - internal:
1) Peningkatan keterlibatan orang-orang (pemangku kepentingan),
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
2) Generasi dinamis atas perbaikan terus-menerus,
3) Standarisasi dan efisiensi proses.
b. Dampak positif - eksternal:
1) Perbaikan kredibilitas pasar, dan
2) Promosi daya saing.
c. Dampak negatif:
1) Penambahan birokrasi,
2) Biaya sertifikasi dan pemeliharaan yang tinggi,
3) Isu-isu mengenai interpretasi standar,
4) Kesulitan adaptasi standar pendidikan,
5) Problema adaptasi sumberdaya insani, dan
6) Konsumsi waktu dan proses permintaan.
Sedang dari hasil penelitian Moturi & Mbithi di Universitas Naerobi,
Kenya (2015) dapatlah penulis paparkan beberapa manfaat implementasi
ISO 9001: 2008 sebagai berikut.
a. Institusionalisasi/pelembagaan mutu ke dalam proses kelembagaan.
b. Penanaman budaya kualitas/mutu pada staf dan siswa.
c. Peningkatan lingkungan kerja bagi staf dan siswa.
d. Konsistensi dalam dokumentasi, perbaikan dokumen dan manajemen
catatan di seluruh lembaga.
e. Peningkatan kepuasan pelanggan; indeks kepuasan siswa yang
membaik.
f. Peningkatan penggunaan TIK (ICT) sebagai penggerak utama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
peningkatan kinerja di sekolah.
g. Peningkatan branding, visibilitas, peringkat dan benchmarking
dengan sekolah lainnya.
h. Peningkatan sarana dan prasarana.
i. Berbagai jenis peralatan di laboratorium, bengkel dan teater secara
teratur dikalibrasi, diservis dan dipelihara/dirawat.
j. Peningkatan kompetensi staf, moral dan rasa kepemilikan.
k. Meningkatnya kerjasama, nilai tambah dan keterkaitan dengan sektor
publik dan swasta, lokal dan internasional.
Jika digunakan hasil dari dua penelitian (di Portugal dan Kenya) di
atas dan dipadukan dengan model klasifikasi pelanggan pendidikan
menurut Edward Sallis, maka dampak positif (manfaat) implementasi ISO
9001: 2008 itu dapat dirinci sebagai berikut.
a. Dampak positif bagi pelanggan eksternal primer: siswa/pembelajar:
1) Perbaikan terus-menerus
2) Standarisasi dan efisiensi proses
3) Peningkatan lingkungan kerja bagi staf dan siswa.
4) Konsistensi dalam dokumentasi, perbaikan dokumen dan
manajemen catatan di seluruh lembaga.
5) Peningkatan kepuasan pelanggan; indeks kepuasan siswa yang
membaik.
6) Peningkatan penggunaan TIK (ICT) sebagai penggerak utama
peningkatan kinerja di sekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
b. Dampak positif bagi pelanggan eksternal sekunder: orangtua siswa:
1) Perbaikan terus-menerus
2) Standarisasi dan efisiensi proses
3) Peningkatan lingkungan kerja bagi staf dan siswa.
4) Konsistensi dalam dokumentasi, perbaikan dokumen dan
manajemen catatan di seluruh lembaga.
c. Dampak positif bagi pelanggan internal: guru/pendidik:
1) Perbaikan terus-menerus
2) Standarisasi dan efisiensi proses
3) Peningkatan lingkungan kerja bagi staf dan siswa.
4) Konsistensi dalam dokumentasi, perbaikan dokumen dan
manajemen catatan di seluruh lembaga.
5) Peningkatan sarana dan prasarana.
6) Berbagai jenis peralatan di laboratorium, bengkel dan teater
secara teratur dikalibrasi, diservis dan dipelihara.
7) Peningkatan kompetensi staf, moral dan rasa kepemilikan.
d. Dampak positif bagi manajemen sekolah:
1) Perbaikan terus-menerus
2) Standarisasi dan efisiensi proses
3) Peningkatan lingkungan kerja bagi staf dan siswa.
4) Konsistensi dalam dokumentasi, perbaikan dokumen dan
manajemen catatandi seluruh lembaga.
5) Peningkatan kepuasan pelanggan; indeks kepuasan siswa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
membaik.
6) Peningkatan penggunaan TIK sebagai penggerak utama
peningkatan kinerja di sekolah.
7) Peningkatan branding, visibilitas, peringkat dan benchmarking
dengan sekolah lainnya.
8) Peningkatan sarana dan prasarana.
9) Berbagai jenis peralatan di laboratorium, bengkel dan teater
secara teratur dikalibrasi, diservis dan dipelihara.
10) Peningkatan kompetensi staf, moral dan rasa kepemilikan.
D. Strategi Implementasi Manajemen Mutu
Implementasi strategi (strategy implementation) merupakan keseluruhan
aktivitas dan pilihan yang dipersyaratkan untuk mengeksekusi rencana strategik
(Wheelen dan Hunger, 2012: 320). Lebih lanjut diuraikan bahwa ini adalah
proses yang tujuan-tujuan, strategi-strategi, dan kebijakan-kebijakan yang
ditempatkan pada aksi melalui pengembangan program-program, anggaran, dan
prosedur-prosedur. Walaupun implementasi biasanya dipertimbangkan setelah
strategi diformulasikan, implementasi merupakan suatu bagian kunci dari
manajemen strategik. Dengan demikian formulasi strategi dan implementasi
strategi harus dipertimbangan sebagai dua sisi dari mata uang yang sama.
Dengan mengutip pendapat Powell, T.C. (1995), Wheelen dan Hunger
(ibid., 367) menunjukkan adanya lima unsur ataupun ramuan penting dari
implementasi TQM, yaitu sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
1. Suatu fokus yang intens pada kepuasan pelanggan: Semua orang
memahami bahwa pekerjaan mereka ada hanya karena adanya kebutuhan
pelanggan. Oleh karenanya semua pekerjaan didekati dalam rangka
memuaskan pelanggan.
2. Pelanggan internal seperti pelanggan eksternal: Seorang pekerja
(pendidik dan tenaga kependidikan) haruslah memedulikan kesenangan
pelanggan internal sebagaimana memuaskan pelanggan eksternal.
3. Pengukuran akurat pada setiap variabel kritis dalam operasi
perusahaan: Ini berarti bahwa setiap pekerja (pendidik dan tenaga
kependidikan) haruslah dilatih tentang apa yang diukur, bagaimana
mengukur, dan bagaimana menginterpretasikan data. Suatu pedoman TQM
adalah bahwa Anda hanya memperbaiki apa yang Anda ukur.
4. Perbaikan berkelanjutan atas produk dan jasa: Setiap orang
merealisasikan bahwa operasi memerlukan pemantauan secara berkelanjutan
demi menemukan cara-cara memperbaiki produk dan jasa.
5. Hubungan kerja baru berbasis kepercayaan dan teamwork: Hal penting
dalam pemberdayaan adalah memberikan pada setiap pegawai (pendidik
dan tenaga kependidikan) ruang gerak yang luas dalam hal bagaimana
mereka mencapai tujuan-tujuan perusahaan (sekolah). Penelitian
menunjukkan bahwa kunci keberhasilan TQM tergantung pada komitmen
eksekutif, suatu budaya organisasi yang terbuka, dan pemberdayaan
pegawai.
Dalam konteks implementasi manajemen mutu (khususnya TQM) di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
lingkungan organisasi nirlaba, Nawawi (2000: 128-137) menegaskan bahwa
karena pengimplementasian TQM di lingkungan organisasi nirlaba (termasuk
lembaga pendidikan) merupakan sesuatu yang relatif baru, maka prinsip
utamanya adalah komitmen pucuk pimpinan (top manager) dan semua staf
pimpinan (manajer dan bawahannya) yang secara keseluruhan disebut eksekutif,
untuk menerima TQM sebagai filsafat yang mendasari budaya organisasi dan
perilaku manajerialnya.
Sedang untuk implementasi manajemen mutu (TQM), lebih lanjut Nawawi
(ibid., 129-137) menunjukkan karakteristiknya dalam fungsi-fungsi manajemen
secara terpadu di lingkungan organisasi nirlaba sebagai berikut.
1. Berfokus pada yang dilayani
Yang dilayani oleh lembaga pendidikan adalah para pelanggan internal dan
eksternal, maka merekalah yang harus menjadi fokus perhatian dalam
aktivitas layanan pendidikan yang diselenggarakan.
2. Kepemimpinan yang aktif
Karakteristik ini dalam TQM mengharuskan para pemimpin/manajer
organisasi nirlaba di bidangnya masing-masing, dari pucuk pimpinan (top
manager) sampai yang terendah sebagai pimpinan kerja di lapangan, harus
menerima bahwa persyaratan kualitas bersifat fundamental (mendasar).
Oleh karena itu para pimpinan/manajer pada semua jenjang dan jenis
jabatan harus aktif dan bahkan pro-aktif dalam menetapkan tolok ukur
kualitas dan mewujudkannya dalam pemberian pelayanan umum dari
pelaksanaan pembangunan. Karakteristik ini harus diwujudkan dalam semua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
fungsi manajemen mulai dari aktif dalam merumuskan perencanaan yang
berorientasi pada kualitas, kemudian aktif pula membagi pembidangan kerja
dan mengatur penempatan personal agar pelaksanaan pekerjaan mampu
menghasilkan sesuatu yang berkualitas. Di samping itu aktif pula dalam
mewujudkan fungsi pelaksanaan (actuating) dengan memberikan
pengarahan dan bimbingan, diawali dengan menetapkan dan memerintahkan
keputusan dan/atau kebijakan secara berkualitas, memilih dan menetapkan
cara bekerja, sampai pada memberikan pengarahan dan bimbingan selama
pelaksanaan pekerjaan, agar seluruh kegiatan berlangsung secara
berkualitas. Akhirnya harus aktif pula dalam mewujdkan, mempertahankan
dan mengembangkan pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya yang berfokus
pada kualitas.
Di lingkungan organisasi pelaksana operasional sistem pendidikan nasional,
berarti seluruh pimpinan/manajer dari Menteri sampai Kepala Sekolah,
harus aktif dalam menyusun dan mengimplementasikan kurikulum,
mengembangkan media pendidikan, mencari dan mengembangkan interaksi
belajar mengajar dan lain-lain, serta akhirnya aktif dalam melakukan
supervisi dan pengawasan yang berkualitas, agar memperoleh hasil berupa
lulusan yang berkualitas.
3. Konsep kualitas
Banyak sarana kerja yang telah dihasilkan dalam kemajuan dan sarana kerja
yang telah dihasilkan dalam kemajuan dan perkembangan ilmu dan
teknologi yang semakin pesat itu, yang dapat digunakan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
meningkatkan kualitas. Sarana kerja berteknologi canggih itu tidak saja
telah meningkatkan kecepatan dalam bekerja, tetapi juga telah
meningkatkan kecermatan, efisiensi, efektivitas, produktivitas dan kualitas
kerja serta hasilnya dalam berbagai bidang, termasuk juga dalam
mengelola/mengendalikan dan melaksanakan secara operasional kegiatan
untuk mewujudkan sistem pendidikan nasional. Untuk itu seharusnyalah
pelaksanaan fungsi manajemen dalam melaksanakan TQM di lingkungan
organisasi nirlaba mengembangkan konsep kualitas dengan menggunakan
sarana berteknologi canggih tersebut. Dengan demikian hasilnya akan lebih
akurat, objektif dan cepat dengan tingkat ketepatan (certainity) yang tinggi,
sehingga dalam penggunaan hasilnya pada setiap pengimplementasian
fungsi manajemen akan lebih berkualitas. Demikian juga dalam proses
belajar mengajar sebagai perwujudan fungsi pelaksanaan (actuating)
sebagai kegiatan operasional sistem pendidikan nasional, seharusnyalah
kualitasnya terus ditingkatkan melalui penggunaan media dan sarana
berteknologi canggih.
4. Pengembangan konsep kualitas sebagai budaya organisasi
Budaya organisasi yang menjamin pelaksanaan komitmen pucuk pimpinan
(top manager) dan manajer bawahannya dalam menciptakan, mewujudkan,
melaksanakan dan mengontrol pelaksanaan pekerjaan yang berfokus pada
kualitas, sangat besar pengaruhnya pada pelaksanaan proses menghasilkan
sesuatu, dan pada kualitas hasilnya. Dalam budaya seperti itu berarti
pelatihan dan pengembangan personal untuk meningkatkan kualitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
keterampilan, wawasan, sikap dan nilai-nilai terhadap pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya, harus dilaksanakan secara terus menerus.
Budaya seperti itu akan sangat mendukung bagi terwujudnya kualitas
kehidupan kerja (quality of work life) tanpa diskriminasi, yang memberikan
kesempatan pada semua personal agar secara terus-menerus berusaha
meningkatkan kemampuannya dalam memberikan kontribusi untuk
meningkatkan kualitas. Pada giliran berikutnya budaya organisasi seperti itu
akan menunjang bagi perwujudan dan pengembangan tim kerja dalam
melaksanakan semua fungsi manajemen yang sangat besar pengaruhnya
pada kemampuan melaksanakan semua tugas pokok organisasi nirlaba
secara efektif, produktif dan berkualitas. Konsep kualitas dalam
melaksanakan TQM harus dikembangkan sebagai obsesi setiap personal
dalam melaksanakan tugas pokoknya, agar terwujud menjadi budaya
organisasi. Dalam budaya seperti itu setiap prestasi berupa peningkatan
kualitas melalui kreativitas, inisiatif dan inovasi dalam bekerja selalu
dihargai, karena sangat penting.
5. Berfokus pada pemberdayaan SDM
Karakteristik TQM ini bertolak dari asumsi bahwa “berapa pun jumlah dana
yang tersedia, lengkapnya aset, dan canggihnya teknologi yang dimiliki,
akan kehilangan arti bila tidak dioperasikan oleh SDM yang berkualitas”.
Oleh karenanya diperlukan pemberdayaan SDM melalui pelatihan untuk
setiap jenjang jabatan dan fungsi organisasi secara berkelanjutan.
6. Pendekatan pemecahan masalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Karakteristik TQM ini merupakan perwujudan cara bekerja yang berkualitas
untuk mencapai hasil yang berkualitas pula, yang harus dikembangkan
menjadi budaya organisasi nirlaba. Intinya adalah pengembangan sikap
SDM kunci untuk tidak menunggu perintah dalam bekerja dan peningkatan
kemampuan dalam menemukan dan memecahkan masalah secara nyata,
dengan pendekatan ilmiah.
7. Mengenali partner (rekan kerja)
Partner kerja bisa bersifat individual maupun organisasional, seperti para
jurnalis, LSM, partai politik, organisasi profesi, dan sebagainya. Mereka
dapat menjadi partner dalam pemberian masukan perbaikan kualitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian studi kasus dengan pendekatan
kualitatif-naturalistik, sebab dalam menjaring gejala yang berupa data, peneliti
tidak berusaha memanipulasi kondisi lapangan. Pengambilan data yang demikian
sering disebut pengambilan data secara alami atau natural.
Sebagaimana dikatakan oleh Yin (1984; 2015: 18), studi kasus adalah suatu
inkuiri empirik yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata,
bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tidak tampak secara tegas; dan
di mana multisumber bukti dimanfaatkan. Definisi lain mengatakan bahwa
penelitian studi kasus (Case study research) merupakan suatu pendekatan
penelitian kualitatif yang penelitinya mengeksplorasi sutau sistem (kasus) yang
dibatasi atau sistem (kasus-kasus) ganda yang dibatasi melalui pengumpulan data
yang terinci dan mendalam yang melibatkan banyak sumber informasi (seperti
observasi, wawancara, bahan audiovisual, dan dokumen-dokumen maupun
laporan-laporan), dan melaporkan suatu deskripsi kasus dan kasus berbasis tema-
tema (Creswell, 2007: 73).
Sebagai sebuah model studi kasus, maka digunakan empat tahap: (1)
merancang studi kasus; (2) melakukan studi kasus; (3) menganalisis bukti studi
kasus; dan (4) mengembangkan simpulan atau konklusi, rekomendasi, dan
implikasi (Tellis, dalam Moturi dan Mbithi, 2015). Tahap rancangan atau desain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
menyangkut penentuan tujuan, masalah studi/penelitian dan sumber data;
pengaturan pengumpulan data; analisis bukti studi kasus dan pengujiannya;
melakukan kategorisasi dan tabulasi bukti yang mengarah pada tujuan; dan
akhirnya simpulan, rekomendasi dan implikasi yang dibuat berdasarkan bukti.
Penelitian ini juga dapat dikategorikan sebagai penelitian evaluatif
(evaluative research) karena fokus penelitian ini adalah mengevaluasi berbagai
kebijakan subjek (pimpinan SMA Negeri 1 Ngaglik dan SMA Negeri 2 Ngaglik,
Sleman, DIY) dalam mengimplementasikan kebijakan sistem manajemen mutu
(ISO 9001: 2008) sebagai kebijakan manajemen dalam praksis pendidikannya.
Oleh karenanya format atau bentuk penelitian atau analisis kebijakan ini dapat
disebut berbentuk integratif, yaitu semacam kombinasi atau sintesis dari yang
berbentuk prospektif (sebelum sesuatu kebijakan atau intervensi diterapkan) dan
yang berbentuk retrospektif (sesudahnya).
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: tahap persiapan,
tahap pengambilan data, tahap analisis data, dan terakhir tahap pelaporan hasil.
Hal ini sesuai dengan pendapat Moleong (1999: 109) yang menyatakan bahwa
penelitian kualitatif dapat dibagi ke dalam empat tahap, yaitu: (1) tahap persiapan
ke lapangan, (2) pekerjaan lapangan, (3) analisis data, dan (4) penulisan laporan.
B. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah pimpinan sekolah (SMA Negeri 1 Ngaglik dan
SMA Negeri 2 Ngaglik, Sleman, DIY), yang meliputi Kepala Sekolah dan para
Wakil Kepala Sekolah, dan para pemimpin lain (khususnya Tim/Wakil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Manajemen Mutu) dengan tugas-tugas tertentu, serta sejumlah responden lainnya,
seperti sejumlah guru, karyawan administratif/tenaga kependidikan, dan para
siswa, sebagai sarana memperoleh data yang akurat karena ada cross check. Yang
terakhir ini akan dilakukan dalam rangka mencapai validitas data yang terkumpul
ataupun kredibilitas penelitian ini.
Sedang objek penelitian ini adalah implementasi sistem manajemen mutu
(ISO 9001: 2008) di SMA Negeri 1 Ngaglik dan SMA Negeri 2 Ngaglik, Sleman,
DIY, terutama terkait dengan: (1) faktor-faktor penentu keberhasilannya secara
umum dan faktor kepemimpinan yang menjadi kunci utama keberhasilan; dan (2)
dampak (manfaat) implementasi manajemen mutu dengan standar ISO 9001:
2008. Dampak yang dirasakan oleh para pemangku kepentingan (pelanggan
eksternal dan internal) Sekolah akan menjadi objek dan fokus penelitian lainnya.
C. Instrumen Penelitian
Ada dua buah instrumen penelitian pokok, selain peneliti sendiri selaku
instrumen penelitian, yang akan dipergunakan dalam studi ini yaitu kuesioner
yang tinggal diisi oleh responden mengenai butir-butir nilai-nilai manajemen
mutu standar ISO 9001: 2008, menyangkut dampak implementasi kebijakan
manajemen mutu (ISO) yang dirasakan oleh para pelanggan eksternal dan internal
sekolah (pemangku kepentingan, stakeholders) dan faktor-faktor keberhasilannya,
termasuk kepemimpinan transformasional, sebagai panduan wawancara.
Instrumen dibuat dengan mengacu nilai-nilai kebijakan manajemen mutu (ISO
9001: 2008) yang sudah diimplementasikan di SMA Negeri 1 Ngaglik dan SMA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Negeri 2 Ngaglik, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jadi, baik masalah pertama, ke-dua, maupun ke-tiga dicari jawabannya
dengan pengamatan/observasi, kuesioner/angket, studi dokumen yang tersedia,
dan wawancara mendalam. Sedang masalah ke-empat (tentang strategi
implementasi SMM-ISO), semula berupa analisis kritis atas fakta yang ada,
kemudian berdasarkan kajian pustaka dan hasil temuan lapangan akan ditawarkan
strategi implementasi yang baru (atau memperkuat yang sudah ada, kalau
memang sudah baik). Namun karena tidak ditemukan data mengenai strategi
khusus dalam implementasi SMM-ISO di kedua SMAN tersebut, maka masalah
dan tujuan ke-4 ditiadakan atau dieliminasikan. Sebaliknya, karena 2 orang WMM
dan seorang Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMA Negeri 2 Ngaglik
mengusulkan untuk memilih model penjaminan mutu, maka penulis
menambahkan teori penjaminan mutu institusi pendidikan.
Panduan wawancara maupun kuesioner/angket penelitian mengacu pada
kisi-kisi instrumen penelitian yang telah dipersiapkan di bawah ini.
1. Instrumen pertama: Faktor Sukses Implementasi Manajemen Mutu
Untuk mengetahui faktor sukses kunci apa saja yang dapat memastikan
sekolah (SMA Negeri 1 Ngaglik & 2 Ngaglik) dapat memperoleh sertifikat ISO
9001: 2008, penulis membuat instrumen pertama berikut, yang khusus dipakai
sebagai panduan wawancara kepada para penentu kebijakan dan implementasi
sistem manajemen mutu (SMM). Mereka adalah pimpinan atau manajemen
sekolah, yaitu: seorang kepala sekolah, 4 orang wakil kepala sekolah, dan seorang
wakil manajemen mutu (WMM), untuk masing-masing SMA tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Faktor Sukses Implementasi Manajemen Mutu
Di SMA Negeri 1 dan 2 Ngaglik, Sleman
Variabel Indikator
Tim/manajemen
mutu (quality
team).
Manajemen puncak menunjukkan seseorang untuk:
memastikan proses yang diperlukan untuk sistem
manajemen mutu yang telah ditetapkan, diterapkan dan
dipelihara;
melaporkan kepada manajemen puncak tentang kinerja
(performance) sistem manajemen mutu dan kebutuhan
apa pun untuk perbaikannya; dan
memastikan untuk tumbuhnya kesadaran tentang
persyaratan pelanggan di seluruh organisasi.
Komitmen dan
dukungan
manajemen
(management
commitment
and support).
Manajemen puncak:
menyampaikan ke organisasi pentingnya memenuhi
persyaratan pelanggan serta undang-undang dan
peraturan,
menetapkan kebijakan mutu,
memastikan sasaran mutu yang ditetapkan,
melakukan tinjauan manajemen, dan
memastikan tersedianya sumber daya.
Komunikasi dan
keterlibatan
semua anggota
(communication
with and
involvement of
all members).
Manajemen puncak harus memastikan bahwa proses
komunikasi sesuai dengan yang ditetapkan dalam
organisasi dan bahwa komunikasi terjadi sehubungan
dengan efektivitas sistem manajemen mutu.
Tingkat
organisasi
sebelumnya
(previous level of
organisation).
Jika sekolah, sebelum memulai jejak langkah sertifikasi,
telah memiliki proses-proses di tempat (SOP) yang
didefinisikan secara jelas dan terstruktur, pasti dapat
membantu membawa implementasi ISO 9001: 2000
menjadi sukses.
Sumber: Gamboa, António dan Melão (2012)
2. Instrumen ke-dua: Gaya Kepemimpinan Transformasional
Untuk mengetahui kebenaran data atas asumsi bahwa gaya kepemimpinan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
kepala sekolah khususnya, dan pimpinan (manajemen) sekolah pada umumnya,
bersifat transformasional, sebagaimana dipersyaratkan oleh sistem manajemen
mutu, baik TQM maupun ISO, maka digunakan instrumen ke-dua. Berbeda
dengan sasaran instrumen pertama, instrumen ke-dua ditujukan kepada responden
selain pimpinan sekolah (bukan pejabat struktural), dan sedapat mungkin para
guru PNS yang belum mengisi kuesioner/angket lainnya. Penulis memilih
responden yang relatif memiliki bakat dan kemampuan kepemimpinan, sehingga
diharapkan mampu memahami konteks pertanyaan/pernyataan yang tersaji dalam
instrumen ini. Pada umumnya mereka pernah atau sedang mendapatkan tugas
kepemimpinan atau manajerial bidang tertentu, sehingga mampu bersikap kritis
dan relatif objektif.
Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Gaya Kepemimpinan Transformasional
Di SMA Negeri 1 dan 2 Ngaglik, Sleman
Varia-bel
Indikator No butir pada
instrumen
1. Id
eali
zed I
nfl
uen
ce
(pen
gar
uh i
dea
l, k
har
ism
atik
)
Pimpinan Sekolah (Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Tim/Manajemen Mutu) menjalankan tugasnya sesuai dengan visi dan misi sekolah.
1
Pimpinan Sekolah merumuskan visi dan misi sekolah secara bersama untuk menumbuhkan wawasan dan keterlibatan guru.
2
Pimpinan Sekolah mengingatkan guru untuk saling menghargai dengan sesama guru.
3
Pimpinan Sekolah memberikan contoh perilaku yang baik di lingkungan sekolah.
4
Pimpinan Sekolah menanamkan komitmen yang tinggi kepada guru terhadap visi sekolah.
5
Pimpinan Sekolah mengurangi hukuman terhadap kekeliruan sebagai upaya profesional.
6
Pimpinan Sekolah memberikan kebebasan berkreasi kepada guru dalam mengemban tugas yang telah diberikan.
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Varia-bel
Indikator No butir pada
instrumen 2. In
tell
ectu
al
Sti
mu
lati
on
(s
tim
ula
si i
nte
lektu
al)
Pimpinan Sekolah memberikan buku atau referensi lainnya kepada guru untuk dijadikan acuan dalam pengembangan diri guru.
1
Pimpinan Sekolah memberikan kesempatan kepada guru untuk melakukan pendidikan dan pelatihan.
2
Pimpinan Sekolah memberikan kebebasan berpendapat bagi guru mengenai kebijakan yang diberlakukan di sekolah.
3
Pimpinan Sekolah melibatkan guru untuk mengambil keputusan dan melakukan penilaian terhadap kegiatan sekolah.
4
Pimpinan Sekolah mempunyai cara tersendiri dalam memecahkan masalah yang rumit.
5
3. In
spir
ati
on
al
moti
vati
on
(m
oti
vas
i in
spir
asio
nal
)
Pimpinan Sekolah memengaruhi guru untuk bersikap optimistik dalam menghadapi masa depan.
1
Pimpinan Sekolah memberikan pengakuan atas kerja guru dalam bentuk pujian secara personal.
2
Pimpinan Sekolah memberikan semangat kepada guru untuk melaksanakan tugas secara baik.
3
Pimpinan Sekolah memberikan dukungan kepada guru untuk memperoleh hasil yang terbaik dalam pembelajaran di kelas.
4
Pimpinan Sekolah menceritakan succes story rekan-rekannya untuk memotivasi guru agar dapat mencapai sukses seperti mereka.
5
Pimpinan Sekolah memberikan dorongan kepada guru untuk bekerja keras dan cerdas secara profesional.
6
Pimpinan Sekolah memberikan semangat guru untuk mencari metode lain dalam memecahkan masalah mengenai pembelajaran di kelas.
7
Pimpinan Sekolah mendorong guru untuk memraktikkan pendekatan baru dalam melaksanakan pembelajaran.
8
Pimpinan Sekolah mengomunikasikan tujuan yang harus dicapai guru secara jelas.
9
Pimpinan Sekolah memberikan penghargaan/pujian kepada guru yang telah menyelesaikan pekerjaan secara baik.
10
Pimpinan Sekolah memberikan waktu khusus kepada guru untuk berdiskusi mengenai bagaimana menyelesaikan tugas secara baik.
11
4. In
div
idu
al
con
sider
ati
on
(p
erhat
ian t
erhad
ap i
ndiv
idu) Pimpinan Sekolah memuji dan memberikan penghargaan
terhadap hasil kerja atau prestasi guru.1
Pimpinan Sekolah menerima saran-saran perbaikan atas kinerja yang dilakukannya.
2
Pimpinan Sekolah secara rutin memberikan waktu khusus kepada guru dalam menyampaikan pendapat.
3
Pimpinan Sekolah meminta pendapat guru mengenai kepemimpinannya di sekolah.
4
Pimpinan Sekolah melaksanakan atau menindak-lanjuti saran yang pernah disampaikan guru.
5
Pimpinan Sekolah memberitahu guru untuk meme-riksa hasil evaluasi guna melengkapi kekurangannya.
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Varia-bel
Indikator No butir pada
instrumen
Pimpinan Sekolah membimbing dan melatih guru secara pribadi apabila memiliki masalah.
7
Pimpinan Sekolah mengetahui keterampilan atau keahlian yang guru miliki dan mengetahui kebutuhan guru untuk kelancaran pembelajaran di kelas.
8
Pimpinan Sekolah memberikan perhatian dengan cara mendengarkan keluhan guru demi kenyamanan bersama.
9
Sumber: Sunaengsih (2011)
3. Instrumen ke-tiga: Dampak Implementasi Manajemen Mutu
Untuk mengetahui impak atau dampak implementasi sistem manajemen
mutu pada kedua SMA Negeri di Ngaglik, penulis membandingkan apa yang
dirasakan dan disaksikan oleh para responden antara sebelum dan sesudah
mendapatkan sertifikat ISO 9001: 2008. Para responden yang disasar adalah
representasi para pemangku kepentingan (stakeholders atau para pelanggan
eksternal dan internal): pimpinan atau manajemen sekolah, para peserta didik
(siswi-siswa), para orangtua/wali siswa/peserta didik, dan para guru/pendidik.
Seluruh pimpinan atau manajemen sekolah di kedua SMAN Ngaglik
diminta mengisi angket/kuesioner, para peserta didik dipilih minimal 2 kelas dari
6 kelas/rombel (sekitar 160 orang) yang memahami dan mengalami masa sebelum
dan sesudah sertifikasi ISO, para orangtua/wali siswa/peserta didik hanya dari
peserta didik yang mau menjadi perantara (penulis tidak mampu menemui para
orangtua secara langsung), sedang para guru/pendidik-PNS diminta semuanya,
tanpa kecuali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Dampak Implementasi Manajemen Mutu (ISO 9001: 2008)
Di SMA Negeri 1 dan 2 Ngaglik, Sleman
Variabel Indikator No Butir pa-
da Instrumen
1. Dampak positif
(manfaat,
advantages)
bagi pelanggan
eksternal
primer: siswa/
pembelajar.
Adanya perbaikan terus-menerus. 1
Standarisasi dan efisiensi proses. 2
Peningkatan lingkungan kerja bagi staf dan siswa. 3
Konsistensi dalam dokumentasi, perbaikan
dokumen dan manajemen catatan di seluruh
lembaga.
4
Peningkatan kepuasan pelanggan; indeks kepuasan
siswa yang membaik. 5
Peningkatan penggunaan TIK (ICT) sebagai
penggerak utama peningkatan kinerja di sekolah. 6
2. Dampak positif
(manfaat,
advantages)
bagi pelanggan
eksternal
sekunder:
orangtua siswa.
Adanya perbaikan terus-menerus. 1
Standarisasi dan efisiensi proses. 2
Peningkatan lingkungan kerja bagi staf dan siswa. 3
Konsistensi dalam dokumentasi, perbaikan
dokumen dan manajemen catatan di seluruh
lembaga.
4
3. Dampak
positif
(manfaat,
advantages)
bagi pelanggan
internal:
guru/pendidik.
Adanya perbaikan terus-menerus. 1
Standarisasi dan efisiensi proses. 2
Peningkatan lingkungan kerja bagi staf dan siswa. 3
Konsistensi dalam dokumentasi, perbaikan
dokumen dan manajemen catatan di seluruh
lembaga.
4
Peningkatan sarana dan prasarana. 5
Berbagai jenis peralatan di laboratorium, bengkel
dan teater secara teratur dikalibrasi, diservis &
dipelihara.
6
Peningkatan kompetensi staf, moral dan
kepemilikan. 7
4. Dampak
positif
(manfaat,
advantages)
bagi
manajemen
sekolah.
Adanya perbaikan terus-menerus. 1
Standarisasi dan efisiensi proses. 2
Peningkatan lingkungan kerja bagi staf dan siswa. 3
Konsistensi dalam dokumentasi, perbaikan
dokumen dan manajemen catatan di seluruh
lembaga.
4
Peningkatan kepuasan pelanggan; indeks kepuasan
siswa yang membaik. 5
Peningkatan penggunaan TIK (ICT) sebagai
penggerak utama peningkatan kinerja di sekolah. 6
Peningkatan branding, visibilitas, peringkat dan
benchmarking dengan sekolah lainnya. 7
Peningkatan sarana dan prasarana. 8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Variabel Indikator No Butir pa-
da Instrumen
Berbagai jenis peralatan di laboratorium, bengkel
dan teater secara teratur dikalibrasi, diservis &
dipelihara.
9
Peningkatan kompetensi staf, moral dan
kepemilikan. 10
5. Dampak
Negatif
(Kerugian,
mudharat,
disadvantages)
Adanya penambahan birokrasi. 1
Biaya sertifikasi dan pemeliharaan yang tinggi. 2
Isu-isu mengenai interpretasi standar. 3
Kesulitan adaptasi standar pendidikan. 4
Problema adaptasi sumberdaya insani. 5
Konsumsi/penggunaan waktu dan proses
permintaan. 6
Sumber: Modifikasi dari Gamboa & Melano (2012), Moturi & Mbithi (2015)
D. Metode Pengumpulan Data
Empat macam metode pengumpulan data dicobakan secara simultan demi
mendapatkan data yang akurat, komprehensif, dan memadai baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Metode-metode tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pengamatan dengan partisipasi (participant observation)
Pengamatan atau observasi dilakukan dengan partisipasi, artinya peneliti
ikut terlibat dalam berbagai aktivitas subjek penelitian yang terkait dengan
usaha implementasi manajemen mutu dengan standar ISO 9001: 2008,
terutama untuk SMA Negeri 1 Ngaglik. Sedang untuk SMA Negeri 2 Ngaglik,
peneliti hanya mengamati perilaku yang menunjukkan terpengaruh oleh budaya
(nilai-nilai) manajemen mutu.
2. Wawancara secara mendalam (in-depth interviewing)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan pihak yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
jawaban atas pertanyaan itu (Moloeng, 2007: 186). Wawancara dipergunakan
untuk mengadakan komunikasi dengan subjek penelitian sehingga diperoleh
data-data yang diperlukan. Teknik wawancara mendalam ini diperoleh
langsung dari subjek penelitian melalui serangkaian tanya jawab dengan pihak-
pihak yang terkait langsung dengan pokok permasalahan.
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan menggunakan
pedoman wawancara bebas terpimpin. Wawancara bebas terpimpin yaitu cara
mengajukan pertanyaan yang dikemukakan bebas, artinya pertanyaan tidak
terpaku pada pedoman wawancara tentang masalah-masalah pokok dalam
penelitian kemudian dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi di lapangan
(Hadi, 1994: 207). Dalam melakukan wawancara ini, pewawancara membawa
pedoman yang hanya berisi garis besar tentang hal-hal yang ditanyakan.
Sebagai sebuah penelitian kualitatif, maka dilakukan wawancara
berulang-ulang (mendalam) dengan sejumlah pimpinan atau manajemen
sekolah (khususnya WMM) dan hampir semua guru (tetap, PNS) yang
mengalami masa transisi sertifikasi ISO, tenaga kependidikan (administrasi)
maupun sejumlah (sekitar 10 orang) peserta didik, demi memperoleh data yang
lebih lengkap dan terkonfirmasi. Wawancara ulang juga dilakukan sekiranya
diperlukan untuk menggali jawaban-jawaban yang masih tersembunyi,
terutama yang menyangkut penilaian (judgement) atas kebijakan pimpinan
sekolah. Wawancara dialakukan terutama untuk menjawab pertanyaan
penelitian pertama, mengenai faktor-faktor sukses kunci dalam implementasi
sistem manajemen mutu (ISO), selain juga untuk memperkuat jawaban
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
angket/kuesioner mengenai gaya kepemimpinan pihak manajemen atau
pimpinan sekolah maupun dampak yang dirasakan dan disaksikan atas
sertifikasi ISO tersebut.
3. Analisis dokumen atau analisis konten (content analysis).
Dokumen-dokumen yang dianalisis adalah catatan-catatan proses,
laporan, hasil audit internal dan eksternal dalam rangka implementasi
manajemen mutu melalui perolehan sertifikat ISO 9001: 2008, termasuk foto-
foto, video, dan segala dokumen yang terkait dengan hal itu. Dokumen juga
dapat berupa usaha-usaha sosialisasi visi, misi, dan kebijakan sekolah kepada
segenap pemangku kepentingan.
Dari segi urutan kerja memadukan pendekatan kuantitatif dan kualitatif
(Brannen, 1996), penelitian ini juga dapat disebut melalui 2 tahap. Tahap I dengan
pendekatan kuantitatif: berupa kuesioner/angket pada (1) Pelanggan eksternal-
primer: Pembelajar/Siswa; (2) Pelanggan eksternal-sekunder: Orangtua/wali
Siswa; dan (3) Pelanggan internal: Guru dan tenaga kependidikan di dua SMA
Negeri di Ngaglik Sleman (yang sudah ber-ISO), untuk mendapatkan data
dampak implementasi ISO 9001: 2008 dan gaya kepemimpinan sekolah yang
bersangkutan. Untuk melihat tingkat kepuasan pelanggan, digunakan before-after
analysis.
Tahap II dengan pendekatan kualitatif: wawancara mendalam pada Kepala
Sekolah dan pimpinan Sekolah lainnya (para wakil kepala sekolah dan wakil
manajemen mutu), serta sejumlah guru kedua SMA tersebut untuk mengkorfimasi
dan mendalami hasil pengumpulan data secara kuantitatif (kuesioner) mengenai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
dampak, faktor sukses kunci maupun gaya kepemimpinan transformasional yang
memang diprasyaratkan oleh TQM dan ISO.
E. Metode Analisis Data
Seperti ditulis Nasution (1988: 126), analisis adalah proses menyusun
data agar dapat ditafsirkan. Menyusun data berarti menggolong-golongkan dalam
pola, tema atau kategori. Tafsiran atau interpretasi artinya memberikan makna
kepada analisis, menjelaskan pola atau kategori, dan mencari hubungan antara
berbagai konsep.
Disadari sepenuhnya bahwa dalam penelitian kualitatif, data diperoleh
dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang
bermacam-macam (trianggulasi), dan dilakukan secara terus-menerus sampai
datanya jenuh. Dengan pengamatan yang terus-menerus tersebut mengakibatkan
variasi data kualitatif tinggi sekali. Data yang diperoleh umumnya adalah data
kualitatif (walaupun tidak menolak data kuantitatif), sehingga teknik analisis data
yang digunakan belum ada polanya yang jelas. Oleh karena itu sering mengalami
kesulitan dalam melakukan analisis (Sugiyono, 2014: 426-427).
Menghadapi masalah tersebut, maka data yang diperoleh dalam
penelitian ini dianalisis dengan teknik pembandingan berlanjut (continuous
comparison) atau kategorisasi. Dapat juga dikatakan bahwa penulis menggunakan
model interaktif (interactive model). Pada model ini, ada hubungan interaktif dan
merupakan proses siklikal di antara tiga aktivitas analisis (reduksi data, penyajian
data, dan konklusi) bersama koleksi data itu sendiri. Jika divisualisasikan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
gambar, model analisis data (interaktif) tersebut tampak sebagai berikut.
Gambar 3.3
Komponen-komponen Analisis Data: Model Interaktif
Sumber: Miles & Huberman, 1994: 12
Penjelasan dari gambar tersebut adalah sebagai berikut. Analisis data
terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data,
penyajian data, penarikan simpulan/verifikasi.
1. Reduksi data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Sebagaimana diketahui,
reduksi data, berlangsung terus-menerus selama projek yang berorientasi
kualitatif berlangsung. Sebenarnya bahkan sebelum data benar-benar
terkumpul (lihat gambar 3.3), antisipasi akan adanya reduksi data sudah
tampak waktu penelitinya memutuskan (acap kali tanpa disadari sepenuhnya)
Pengumpulan
data
Penyajian
data
Simpulan-simpulan:
penarikan/verifikasi
Reduksi
data
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
kerangka konseptual wilayah penelitian, permasalahan penelitian, dan
pendekatan pengumpulan data yang mana yang dipilihnya. Selama
pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi selanjutnya
(membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus,
membuat partisi, menulis memo). Reduksi data/proses transformasi ini
berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap
tersusun. Reduksi data tidak perlu diartikan sebagai kuantifikasi data.
Dalam penelitian ini sudah barang pasti semua data mentah yang didapat
dari berbagai instrumen penelitian tidak disajikan begitu saja, melainkan akan
direduksi sesuai kebutuhan data terkait dengan pertanyaan penelitian. Namun
demikian, data yang tersaji bisa lebih dari sekadar yang diperlukan untuk
menjawab pertanyaan penelitian. Fleksibilitas tetap dimungkinkan.
Konkretnya, sejumlah kuesioner/angket yang telah diisi dan
dikembalikan oleh para peserta didik terpaksa tidak dipakai karena tidak diisi
secara lengkap atau salah dalam memahami pertanyaan/pernyataan peneliti.
Ada juga data yang tidak sahih/valid karena tidak tegas butir opsi yang
dipilihnya (memilih lebih dari satu opsi, padahal tidak diberi opsi demikian).
2. Penyajian Data
Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data.
Penulis membatasi suatu “penyajian” sebagai sekumpulan informasi tersusun
yang memberi kemungkinan adanya penarikan simpulan dan pengambilan
tindakan. Penyajian yang paling sering digunakan pada data kualitatif pada
masa yang lalu adalah bentuk teks naratif (berbentuk catatan lapangan),
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Dalam penelitian ini, penyajian data juga
dalam bentuk narasi, tabel-tabel dengan grafik-grafik penguatnya (memperjelas
secara visual), dan ada pula yang berupa matriks komparatif (SMA Negeri 1
dan SMA Negeri 2 Ngaglik).
3. Menarik simpulan/Verifikasi
Simpulan-simpulan final dalam penelitian kualitatif mungkin tidak muncul,
karena harus tetap terbuka dan skeptik. Simpulan-simpulan juga diverifikasi
selama penelitian berlangsung, dan merupakan hasil analisis yang dapat
digunakan untuk mengambil tindakan.
Karena dalam penelitian ini tidak diperoleh data empirik yang menunjukkan
strategi khusus untuk mengimplementasikan sistem manajemen mutu (SMM)
dalam model ISO 9001: 2008 (by design), maka pertanyaan penelitian yang ke-
4, tentang strategi implementasi SMM-ISO dieliminasi atau dibatalkan.
Adapun simpulan-simpulan utama yang diambil adalah terkait dengan: faktor
sukses, gaya kepemimpinan pihak manajemen atau pimpinan sekolah, dan
impak atau dampak positif implementasi SMM-ISO bagi para pemangku
kepentingan (stakeholders atau para pelanggan: peserta didik/siswa,
orangtua/wali siswa, pendidik, dan pimpinan sekolah) serta dampak negatif
yang dirasakan oleh pimpinan sekolah.
Sebagaimana telah diuraikan di depan, untuk menjawab pertanyaan ke-1,
penulis menggunakan instrumen I sebagai pemandu wawancara dan
pengamatan secara langsung. Wawancara dilakukan kepada banyak pihak
terkait, baik jajaran manajemen sekolah (terlebih WMM), sejumlah guru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
maupun beberapa orang peserta didik.
Pertanyaan ke-2 dijawab dengan instrumen II, berupa angket/kuesioner
untuk mengumpulkan data kuantitatif yang diikuti wawancara konfirmatif.
Responden pengisi angket dan wawancara untuk data ini hanya dipilih dari
para guru non-pejabat struktural, yang sekaligus diharapkan cukup memiliki
wawasan kepemimpinan dengan segala idealismenya.
Sedang pertanyaan ke-3 dijawab dengan data kuantitatif dan kualitatif dari
para pendidik, peserta didik, orangtua peserta didik, dan manajemen sekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
1. Profil Singkat SMA Negeri 1 Ngaglik
Lokasi penelitian ini adalah di SMA Negeri 1 Ngaglik Sleman,
Yogyakarta, sedang waktu penelitiannya adalah pada paruh kedua tahun
2017. SMA tersebut berdiri pada tanggal 2 Februari 1968 dengan nama
SMA Negeri Donoharjo Filial SMA Negeri Sleman. Berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 28 Agustus 1974,
nomor 0219/O/1974 terhitung mulai 1 Juli 1974 berubah menjadi SMA
Negeri Donoharjo. Untuk pelaksanaan proses belajar mengajar, SMA
Negeri Donoharjo menempati tempat dan gedung milik Kelurahan
Donoharjo.
Setelah itu, berkat bantuan dari pemerintah melalui proyek
peningkatan Gedung Sekolah dan bantuan Anggota BPPP dan masyarakat
sekitarnya, Sekolah dapat memiliki gedung sendiri walaupun sampai saat ini
gedung-gedung tersebut menempati tanah milik Desa Donoharjo (HGB).
Secara geografis SMA Negeri 1 Ngaglik berada di Desa Donoharjo,
Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta,
tepatnya di dusun Kayunan, Jalan Palagan Tentara Pelajar, dari arah
Monumen Yogya Kembali ke utara kurang lebih 7 km.
Manajemen dan Kepemimpinan SMA Negeri 1 Ngaglik saat ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
berada pada para personal sebagai berikut.
Kepala Sekolah : Drs. Subagyo
Wakil Kepala Sekolah :
Urusan Kurikulum : Drs. Rahmad Saptanto, M.Pd.
Urusan Kesiswaan : Drs. Suharyono
Urusan Sarana Prasarana : Dra. Rin Utari Sutartinah
Urusan Hubungan Masyarakat : Drs. Hadi Siswanto
Wakil Manajemen Mutu : Dewi Rahayu, S.Pd., M.Pd.
1. Guru : 43 Orang
Latar Belakang Pendidikan : S1 = 38 orang
S2 = 6 orang
Golongan : III = 5 orang
: IV = 30 orang
Guru Tetap (PNS) : 35 orang
Guru Tidak tetap (Honorer) : 8 orang
2. Visi dan Misi Sekolah
a. Visi
Menjadi SMA sebagai komunitas beriman, bertakwa, cerdas,
berprestasi, berkecakapan hidup dan berkarakter kebangsaan
Pancasila.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Slogan (Tagline):
“Berkarakter – Cerdas – Prestasi – Terampil”
(Good Character – Smart – High Achievement – Life Skills)
b. Misi
1) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sarana-prasarana,
proses pembelajaran, dan budaya organisasi secara terus-menerus
(continuous improvement) yang mampu meningkatkan/meman-
tapkan kecerdasan warga komunitas SMA Negeri 1 Ngaglik.
2) Menyelenggarakan pendidikan karakter bangsa Pancasila
(termasuk akhlak mulia dan budi pekerti luhur) bagi seluruh
warga SMA sejak seawal mungkin (saat MOS bagi siswa baru,
dan pada saat merekrut pendidik maupun tenaga kependidikan
baru, dan berkelanjutan (melekat pada semua mata pelajaran), dan
melalui acara-acara khusus, seperti: lomba pidato berbahasa Jawa,
lomba panata cara (MC) dan tembang-tembang Jawa, perayaan
Hari Kartini dengan lomba Dimas-Diajeng, LCC dan lomba
pidato dan KTI bertemakan Pancasila, lomba menulis dan
membaca puisi dan geguritan, dan sebagainya.
3) Memberikan pendidikan soft skills, misalnya dengan pelatihan
“Seven habbit of highly effective people” menurut Steven Covey,
motivation and character building, pelatihan integritas (kejujuran,
anti korupsi) secara terprogram dan berkelanjutan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
4) Semakin memantapkan kurikulum sekolah (Standar Isi) yang
mendukung keunggulan, sesuai dengan kebutuhan peserta didik,
budaya dan kearifan lokal (local wisdom), maupun tuntutan lokal-
regional-nasional-global. Think globally, act locally. Misalnya:
tambahan mata pelajaran Bahasa Inggris khusus dalam wujud
English free conversation.
5) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran dan
bimbingan guna mengembangkan kreativitas, integritas,
kejujuran, dan kemandirian siswa.
6) Meningkatkan keterampilan dan sikap-mental positif siswa
melalui kegiatan ekstrakurikuler (soft skill), sesuai dengan potensi
(minat & bakat) yang dimiliki, minimal mengambil 1 bidang
kecakapan hidup: kewirausahaan, menjahit, produksi bidang
ekonomi-kreatif, olah raga, seni-budaya, dan kepenulisan.
7) Meningkatkan imtaq sesuai ajaran agama yang dianut dalam
kehidupan sehari hari dan di lingkungan masyarakat
c. Pemetaan 8 SNP di sekolah
Hasil kajian dalam bentuk studi dokumentasi dan wawancara yang
disertai pengamatan, menunjukkan bahwa sebagian besar standar nasional
pendidikan (SNP) di SMA Negeri 1 Ngaglik sudah baik, terutama yang
menyangkut:
1) Standar Isi
2) Standar Kompetensi Lulusan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
3) Standar Sarana dan Prasarana
4) Standar Pengelolaan, dan
5) Standar Pembiayaan.
Semua SNP itu sudah secara terus-menerus diperbaiki dan
ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya, sehingga wajarlah kalau kemudian
SMA tersebut telah memperoleh pengakuan Akreditasi A dari Badan
Akreditasi Sekolah dan mendapatkan sertifikat ISO 9001: 2008 dari PT TuV
Rheiland Indonesia. Apalagi semester ini pimpinan Sekolah (termasuk para
koordinator penyiapan tiap standar) tengah berbenah untuk menghadapi Tim
Asesor Akreditasi.
Boleh disebut bahwa yang masih perlu dibenahi adalah Standar
Proses, agar proses pembelajaran semakin berwajah saintifik (active
learning) yang mensyaratkan guru selaku fasilitator yang memadai, dan
Standar Penilaian yang cenderung masih belum lengkap
pengadministrasiannya oleh guru. Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan juga masih harus terus-menerus menjadi perhatian
pemangku kepentingan (stakeholders) Sekolah karena faktor mobilitas dan
peningkatan standar/tuntutan mutu. Bisa terjadi pensiun dan mutasi atau pun
promosi guru senior tidak langsung tergantikan oleh yang relatif sepadan.
Sebenarnya sarana dan prasarana yang berupa toilet bagi para peserta didik
juga masih kurang jumlah dan kualitasnya.
Pada 2 bulan terakhir ini SMA Negeri 1 Ngaglik agak merasa
kerepotan setelah 2 orang tenaga kependidikan (Bendahara dan Kepala TU)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
pensiun, sehingga pekerjaan-pekerjaannya dibagikan kepada beberapa orang
guru. Sekarang ini tinggal tersisa 3 orang tenaga kependidikan honorer
andalan dan seorang tenaga kependidikan PNS yang relatif kurang rajin.
Tenaga keamanan (satpam) ada 3 orang honorer masih perlu ditingkatkan
kontribusinya agar semakin tampak dan fungsional (“hadir”) bukan hanya
saat awal dan akhir PBM.
2. Profil Singkat SMA Negeri 2 Ngaglik
Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, tanggal 9 November 1983, nomor 0473/C/1983, dengan surat
persetujuan Men-PAN nomor B.748/I/MENPAN/9/1983, merupakan
bukti otentik lahir atau berdirinya SMA Negeri 2 Ngaglik, yang di kala
itu bernama SMA Negeri Ngaglik. Dengan berbagai pertimbangan,
tanggal terbitnya surat tidak dijadikan tanggal kelahiran, namun tanggal
31 Juli 1983 lah yang dianggap sebagai hari atau tanggal kelahiran.
Tahun 1983, di awal berdiri, SMA Negeri 2 Ngaglik bernaung pada
SMA Negeri 1 Ngaglik yang pada saat itu bernama SMA Negeri
Donoharjo, dibawah pimpinan Bapak Soewarno, BA. Karena tidak
tersedianya ruangan, SMA Negeri 2 Ngaglik ditempatkan di sebuah
barak penampungan korban Gunung Merapi di dusun Balong Donoharjo.
Jarak sekolah induk dengan sekolah ampuan cukup jauh, yakni kurang
lebih 1 kilometer. Tempat tersebut kondisinya tidak layak untuk dihuni,
apalagi untuk berlangsungnya proses belajar mengajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Keadaan ini bertahan selama satu semester Tahun Ajaran
1983/1984. Baru pada semester kedua, SMA Negeri 2 Ngaglik pindah
tempat ke Sukoharjo Ngaglik Sleman, yang notabene memang tempat
peruntukannya. Dikarenakan saat itu pembangunannya belum rampung,
sehingga masih belum diserahterimakan. Tempat ini berlokasi di Jl.
Besi–Jangkang, Sukoharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta atau kira-kira
berjarak 2,5 kilometer arah timur Jl. Kaliurang Km 12 Besi.
Kepindahan tempat ini membawa akibat munculnya kepemimpinan
ganda dalam satu sekolah. Kepala Sekolah yang masih tetap dijabat
Bapak Soewarno, BA tidak bisa mengawasi langsung kegiatan
operasional sehari-hari, sehingga ditunjuklah seorang Guru yang
bernama Bapak Drs. I. M. Sugeng sebagai Pelaksana Harian (Plh). Dari
waktu inilah boleh dibilang SMA Negeri 2 Ngaglik bagaikan bayi yang
baru mulai belajar merangkak, dengan segala keterbatasan, baik fasilitas
maupun tenaga atau sumber daya manusianya, dengan tempat yang
masih benar-benar baru, baik gedung maupun lingkungannya. Bahkan
fasilitas kantor dan anggaran pun benar-benar belum punya. Halaman
dan lingkungan masih berupa hamparan tanah kosong nan gersang
dengan sisa–sisa puing bahan bangunan. Gedung tersebut dibangun
diatas tanah seluas 31.675 m2 milik Pemerintah Desa Sukoharjo Ngaglik
Sleman, yang diserahkan kepada Pimpinan Proyek Peningkatan SMA
DIY guna pembangunan SMA Negeri 2 Ngaglik.
Manajemen dan Kepemimpinan SMA Negeri 2 Ngaglik saat ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
berada pada para personal sebagai berikut.
Kepala Sekolah : Drs. H. Agus Santosa
Wakil Kepala Sekolah :
Urusan Kurikulum : Dra. Enik Sri Agustini
Urusan Kesiswaan : Yuman Ahmad, S.Pd
Urusan Sarana Prasarana : Kartijono, S.Pd
Urusan Hubungan Masyarakat : Drs. H. Suharto, S.Sn.
Wakil Manajemen Mutu : Amirudin Ahmad, S.Pd.
1. Guru SMA Negeri 2 Ngaglik : 53 orang
Latar Belakang Pendidikan : S1 = 49 orang
S2 = 4 orang
Golongan : III = 6 orang
: IV = 47 orang
Guru Tetap : 45 orang
Guru Tidak tetap : 8 orang
2. Visi Sekolah
“Berkualitas, Berakhlak mulia dan Berwawasan Global.”
Berkualitas dan unggul dalam hal/segi :
a. Pelaksanaan kedisiplinan dan ketertiban
b. Perolehan NUAN yang tinggi
c. Persaingan di SMPTN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
d. Kegiatan Ekstrakurikuler
e. Kegiatan Lomba Olahraga dan Seni
f. Kreativitas dan Lomba Keagamaan
g. Kemantapan berbahasa Inggris
h. Ketrampilan pengoperasian komputer
3. Misi Sekolah
a. Melaksanakan proses pembelajaran dan bimbingan secara efektif agar
siswa berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki
untuk mencapai peningkatan Nilai UAN.
b. Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenal potensi
dirinya sehingga dapat dikembangkan secara optimal sesuai dengan
berwawasan global.
c. Menumbuhsuburkan suasana dan semangat yang kondusif agar siswa
dapat berkembang secara optimal.
d. Menumbuhkan semangat keunggulan kepada seluruh warga sekolah.
e. Kemantapan dan kemampuan berkomunikasi berbahasa Inggris.
4. Pemetaan 8 SNP di Sekolah
Tidak jauh berbeda dengan SMA Negeri 1 Ngaglik, hasil kajian dalam
bentuk studi dokumentasi dan wawancara yang disertai pengamatan,
menunjukkan bahwa sebagian besar standar nasional pendidikan (SNP) di
SMA Negeri 2 Ngaglik juga sudah (lebih) baik, terutama yang menyangkut:
1) Standar Isi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
2) Standar Proses
3) Standar Kompetensi Lulusan
4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
5) Standar Sarana dan Prasarana
6) Standar Pengelolaan
7) Standar Pembiayaan, dan
8) Standar Penilaian Pendidikan.
Karena setiap standar dalam SNP itu sudah secara terus-menerus
diperjuangkan peningkatan kualitasnya, maka sangat wajarlah ketika
kemudian SMA Negeri 2 Ngaglik pun telah memperoleh pengakuan
Akreditasi A dari Badan Akreditasi Sekolah dan mendapatkan sertifikat ISO
9001: 2008 dari PT TuV Rheiland Indonesia. Apalagi SMA Negeri 2
Ngaglik juga dipercaya membuka Kelas Khusus Olahraga (KKO), selain
prestasi akademik (nilai UN) juga relatif lebih baik.
Hampir setahun terakhir ini SMA Negeri 2 Ngaglik harus berbenah
secara serius setelah terjadi pergantian 2 orang penting di Sekolah (Kepala
Sekolah dan tenaga kependidikan yang menjadi Bendahara Sekolah dan
sekaligus Kepala TU, karena mutasi, dalam hal pencapaian standar
pengelolaan dan standar pembiayaan. Beruntung kedua personal yang
baru memang mumpuni dalam hal tersebut. Keduanya sangat menguasai
standar tersebut, bahkan kepala Administrasi/TU-nya bergelar S.E., M.M.
bidang keuangan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
B. Deskripsi dan Analisis Data
Mengacu pada masalah dan tujuan penelitian ini, maka deskripsi dan
analisis data penulis sajikan dalam tiga narasi utama: (1) faktor sukses kunci
implementasi sistem manajemen mutu (SMM) menurut standar ISO 9001:
2008; (2) faktor gaya kepemimpinan manajemen sekolah; dan (3) dampak
implementasi SMM-ISO bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) atau
para pelanggan (primer-sekunder-tersier) sekolah.
1. Faktor Sukses Implementasi ISO
Karena sejak awal dilakukan prasurvei sudah didapatkan informasi
bahwa program sertifikasi ISO yang ada di kedua SMA Negeri di
Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman itu merupakan kebijakan
(perintah) Bupati melalui Kepala Dinas Dikpora Sleman, maka penulis
meyakini faktor atau kunci suksesnya pastilah bukan sesuatu yang ideal-
otentik, melainkan suatu rekayasa portofolio. Oleh karenanya terhadap
variabel ini tidak disiapkan instrumen kuantitatif, melainkan cukup dengan
pengamatan dan wawancara mendalam.
Observasi atau pengamatan langsung dan wawancara mendalam
dilakukan dengan responden utama, yaitu 6 orang pimpinan sekolah yang
telah membuktikan bahwa karena usaha memperoleh sertifikat ISO 9001:
2008 merupakan kebijakan dan perintah bupati, maka apa pun yang ada
dan terjadi pasti tetap mendapatkan sertifikat ISO tersebut, sejauh semua
persyaratan (dan bukti) administratif dipenuhi. Selain pimpinan sekolah,
sejumlah guru senior non-pejabat struktural juga penulis wawancarai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Hasil wawancara dengan para responden, yang dikaitkan dengan
instrumen penelitian mengenai faktor sukses implementasi SMM-ISO, dan
sesuai pedoman implementasi ISO, dapatlah ditunjukkan adanya beberapa
faktor sukses kunci implementasi ISO 9001: 2008 di kedua SMA tersebut
adalah sebagai berikut.
a. Tim/manajemen mutu (quality team) atau wakil manajemen mutu
(WMM).
Di kedua SMA Negeri di Ngaglik tersebut, manajemen puncak (top
management) sudah menunjuk seorang anggota manajemen organisasi
(yaitu Dewi Rahayu, S.Pd., M.Pd. di SMAN 1 dan Amirudin Ahmad,
S.Pd.T. di SMAN 2), yang di luar tugas lainnya, memiliki tanggung
jawab dan wewenang berikut.
1) memastikan proses yang diperlukan untuk sistem manajemen mutu
yang telah ditetapkan, diterapkan dan dipelihara;
2) melaporkan kepada manajemen puncak tentang kinerja
(performance) sistem manajemen mutu dan kebutuhan apa pun
untuk perbaikannya; dan
3) memastikan untuk tumbuhnya kesadaran tentang persyaratan
pelanggan di seluruh organisasi.
Diakui oleh WMM SMA Negeri 1 Ngaglik (Dewi Rahayu, S.Pd.,
M.Pd.) bahwa kerja lembur administratif dilakukan utamanya oleh
WMM sendiri, tetapi sepenuhnya dia sadari bahwa hanya yang terkait
pekerjaan administratif (klerikal) dia bisa menyelesaikan tunggakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
kerja anggota tim dan para guru pada umumnya. Dalam soal yang
paling hakiki, yaitu membangun paradigma mutu PDCA (plan, do,
check, act), tetaplah merupakan kompetensi atau kewenangan
pemimpin pucuk (kepala sekolah).
Di SMAN 2, WMM melakukan kerja lembur terutama pada saat
awal program, yaitu membuat/menyusun pedoman mutu, kebijakan
mutu, dan SOP.
b. Komitmen dan dukungan manajemen (management commitment
and support).
Manajemen puncak (top management) harus memberi bukti
komitmennya pada pengembangan dan penerapan sistem manajemen
mutu dan terus-menerus memperbaiki efektivitasnya dengan cara:
1) menyampaikan ke organisasi pentingnya memenuhi persyaratan
pelanggan serta undang-undang dan peraturan,
2) menetapkan kebijakan mutu,
3) memastikan sasaran mutu yang ditetapkan,
4) melakukan tinjauan manajemen, dan
5) memastikan tersedianya sumber daya.
Hasil pengamatan dan wawancara dengan Tim Manajemen Mutu
atau WMM SMA Negeri 1 Ngaglik (khususnya Dewi Rahayu, S.Pd.,
M.Pd. dan Titik Krisnawati, S.Pd., M.Pd.), pemimpin puncak (kepala
sekolah) belum memiliki komitmen tinggi dalam memandu pembatinan
(internalisasi) kebijakan mutu dan implikasi manajerial dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
teknikalnya. Sebagian kecil guru memang sudah terbiasa dengan cara
kerja yang berorientasi mutu, terutama dengan semangat continuous
improvement, namun sebagian besar masih bertahan dengan
kemapanan, apalagi guru dan karyawan/karyawati yang mendekati
masa pensiun. Itu sering menjadi pembenar baginya. “Saya sudah
hampir pensiun, biar mereka yang muda-muda...” kata Dra. Hj. Siwi
Wahyuni dan Drs. Pratiknyo, yang memasuki masa pensiun pada
semester ini.
Di SMAN 1, butir nomor 1) di atas dilakukan oleh para pendamping
dan konsultan sertifikasi ISO. Sedang nomor 2) – 5) dilakukan oleh
WMM, yang diperkaya oleh anggota WMM baik secara individual
maupun dalam rapat tim/WMM.
WMM SMAN 2 menyatakan hal serupa, namun pada akhirnya juga
diakui bahwa kunci utama keberhasilan program sertifikasi ISO di
sekolahnya adalah komitmen masing-masing warga (terutama anggota
tim dan WMM) dalam menjalankan SMM-ISO.
Kebijakan afirmatif atasan selaku suprastruktur Sekolah, dalam hal
ini Bupati dan Kepala Dinas Dikpora Sleman, yang turun pada kepala
sekolah, yang mewajibkan sekolah-sekolah tertentu mengusahakan
diperolehnya sertifikat ISO bagi sekolahnya, pastilah juga menjadi
faktor kunci keberhasilan yang berkontribusi signifikan. Apalagi ada
pesan bahwa ketika penyerahan sertifikat ISO senantiasa diusahakan
agar Bupati berkesempatan menghadirinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
c. Komunikasi dan keterlibatan semua anggota (communication with
and involvement of all members).
Manajemen puncak harus memastikan bahwa proses komunikasi
sesuai dengan yang ditetapkan dalam organisasi dan bahwa komunikasi
terjadi sehubungan dengan efektivitas sistem manajemen mutu.
Faktor komunikasi dan keterlibatan semua anggota/warga SMAN 1
dapat dikatakan kurang optimal. Selain masalah kerja lembur WMM
dan tim, ada satu kelas (XII IPS3) yang penulis batalkan untuk
dijadikan responden tertulis dan lisan (wawancara) karena ketika
ditanya mengenai pengetahuannya tentang ISO, tidak ada yang mampu
menjawabnya secara memadai. Muhammad Devano adalah satu-
satunya peserta didik di kelas tersebut yang sedikit agak
mengetahuinya, dan menjawab: “semacam peringkat...?” Atau
Kasminah Puji Lestari: “ada peningkatan prestasi siswa dan pengajaran
guru, mungkin”. Artinya, kebanyakan peserta didik tidak merasakan
dampak signifikan atas diperolehnya sertifikat ISO di SMA mereka.
Dalam hal ini agak berbeda dengan kondisi di SMAN 2 yang para
peserta didik kelas XI-nya pun (bukan hanya kelas XII) cukup memiliki
informasi dan pemahaman mengenai sertifikasi ISO. Oleh karenanya,
penulis tidak membatalkan 1 kelas pun untuk dipilih menjadi responden
penelitian, maupun mereduksi data dari responden kelompok ini karena
kesalahpahaman atas pertanyaan/pernyataan penelitian yang penulis
ajukan dan dijawabnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
d. Tingkat organisasi sebelumnya (previous level of organization).
Alasan di balik faktor ini adalah bahwa jika sekolah, sebelum
memulai jejak langkah sertifikasi, telah memiliki proses-proses di
tempat (SOP) yang didefinisikan secara jelas dan terstruktur, pasti dapat
membantu membawa implementasi ISO 9001: 2008 menjadi sukses.
Dalam hal tertib administrasi pembelajaran, semua guru di kedua
SMAN Ngaglik sudah relatif baik, apalagi kalau menjelang atau
sesudah mengikuti akreditasi. Bahkan tuntutan guru saat menyiapkan
kenaikan pangkat dan golongan maupun untuk pemberkasan pengajuan
tunjangan profesi guru pada setiap semester telah memungkinkan
adanya usaha melengkapi administrasi pembelajarannya. Tertib
administrasi keuangan pun, baik yang dibuat guru maupun tenaga
kependidikan, sudah semakin ketat, bahkan terkesan terlalu ketat dan
birokratis. Hal ini sering dikritik oleh Presiden Joko Widodo.
Konstatasi ini diperkuat oleh Dra. Siwi Indarwati, seorang guru
senior SMAN 1 Ngaglik terkait dengan inti atau esensi SMM
“perbaikan terus-menerus (continuous improvement)”, katanya “ISO
sebenarnya sejajar dengan akreditasi, yang menuntut perbaikan terus-
menerus, apalagi dengan kurikulum baru, maka Sekolah memang
dituntut begitu”. Artinya, dengan memenuhi tuntutan akreditasi institusi
sekolah, maka sesungguhnya tuntutan SMM-ISO pun ikut terpenuhi.
Selain kategorisasi data di atas, sebenarnya ada juga pandangan-
pandang kritis-skeptik dari sejumlah guru tentang penerapan SMM-ISO
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
di SMA, bahkan oleh guru yang sekaligus WMM. Secara panjang
lebar, misalnya WMM SMA Negeri 2 Ngaglik mengungkapkan sebagai
berikut.
“Semangat dari implementasi ISO 9001: 2008 sebenarnya memacu
sekolah untuk lebih baik dari segi manajemen maupun kepuasan siswa
dan warga sekolah. Akan tetapi dalam pelaksanaannya diperlukan
komitmen yang tinggi dari top management dan stakeholders dalam
konsistensi pelaksanaan SMM ISO 9001: 2008, di samping itu sering
masih terjadi perbedaan interpretasi standar yang menyebabkan
kesulitan dalam pembuatan klausul yang sesuai dengan standar
pemerintah. Biaya sertifikasi juga menjadi masalah klasik, karena
untuk pemperoleh dan mempertahankan ISO dibutuhkan dana yang
tidak sedikit, yang tidak jarang dana yang sebenarnya dialokasikan
untuk kebutuhan penyelenggaraan kegiatan lain harus dikorbankan
untuk sertifikasi ISO. Untuk SMK mungkin lebih bagus
memanfaatkan Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO sesuai dengan
standar yang diperlukan oleh dunia industri. Untuk SMA mungkin
lebih baik menggunakan SMM yang dibuat oleh Lembaga Penjamin
Mutu Pendidikan (LPMP) yang lebih aplikatif, sesuai dengan standar
pemerintah, dan yang lebih penting murah!!!” (wawancara semi
tertulis dengan WMM, Amirudin Ahmad, S.Pd.T, 23/5/2017).
Salah satu guru sejarah SMA Negeri 1 Ngaglik, Triyana, S.Pd.,
menyatakan bahwa sebenarnya SMA ini tidak layak memiliki sertifikat
ISO, dan sesungguhnya tidak berdampak apa-apa ISO ini karena kepala
sekolah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, dan WMM tidak
memandunya secara memadai; pemahaman mereka pun masih sepotong-
sepotong”.
Dra. Susi Purwanti, guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 2 Ngaglik
yang senior dan berprestasi, termasuk berprestasi membimbing peserta
didik menulis buku fiksi (novel), mengatakan:
“ISO itu tidak baik dan tidak berguna, kecuali sesaat, penilaian
masyarakat (users) jauh lebih penting, yaitu berapa lulusannya
diterima di perguruan tinggi bermutu, bekerja di mana, dan bagaimana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
nilai UN-nya. Jadi, kunci suksesnya ada pada kemampuan kepala
sekolah mengompakkan para guru, terutama para guru senior yang
vokal harus ‘didengarkan’ dan jangan sampai diinterupsi dengan
ungkapan ‘ya, saya sudah tahu maksudnya, ...’”.
Komentar Dra. Susi Purwanti tersebut mempertegas bahwa
kepemimpinan kepala sekolah yang mampu mengompakkan dan
memotivasi utamanya para guru senior menjadi sangat menentukan. Hal
demikian dapat dipahami, sebab dengan mengompakkan dan memicu
komitmen para guru senior, maka para guru juniornya akan menjadi relatif
mudah ‘dikendalikan’. Dan menurut kesimpulan WMM-nya, komitmen
para warga sekolah menjadi salah satu kunci sukses implementasi SMM-
ISO di SMAN 2 Ngaglik.
2. Gaya Kepemimpinan dalam SMM-ISO
Baik dalam sistem manajemen mutu TQM maupun ISO, faktor
kepemimpinan menjadi nilai dan faktor diterminan yang disebutkan secara
jelas. Bahkan dalam TQM dikemukakan secara eksplisit pentingnya
manajemen partisipatif dan gaya kepemimpinan transformasional. Oleh
karenanya dalam studi ini juga diteliti mengenai gaya kepemimpinan
tersebut, baik secara kuantitatif maupun (diperkuat, dikonfirmasi) dengan
wawancara. Untuk mendapatkan data kuantitatif, penulis menggunakan
kuesioner/angket penelitian gaya kepemimpinan transformasional atau
transformatif di bidang pendidikan hasil penelitian Sunaengsih (2011).
Dua tabel (Tabel 4.1 dan Tabel 4.2) berikut merupakan instrumen
yang diisi oleh sejumlah responden khusus: dari 8 eksemplar kuesioner
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
yang penulis bagikan secara terbatas, 7 orang guru dari SMA Negeri 1
Ngaglik dan hanya 3 orang guru SMA Negeri 2 Ngaglik yang mengisi dan
mengembalikan angket/kuesioner mengenai gaya kepemimpinan.
Kesulitan penulis di SMA Negeri 2 Ngaglik adalah tidak mungkin untuk
datang setiap hari demi dapat bertemu semua guru terpilih. Responden
kelompok ini dipilih dari guru-PNS yang relatif kritis, bukan pimpinan
sekolah, dan terutama belum mengisi kuesioner lainnya.
Sebagai catatan adalah bahwa skor/nilai 1 pada kedua tabel (Tabel 4.1
dan Tabel 4.2) tersebut adalah terendah atau paling tidak/kurang
transformatif dan skor/nilai 5 berarti tertinggi atau paling transformatif.
Dengan cara lain, dapat dikatakan bahwa:
a. Skor 1 berarti sangat buruk, atau sangat tidak transformatif.
b. Skor 2 berarti buruk, atau kurang transformatif.
c. Skor 3 artinya sedang, atau cukup transformatif.
d. Skor 4 bermakna baik, atau transformatif
e. Skor 5 bermakna sangat baik, atau sangat transformatif.
Indikator-indikator tersebut masih dapat dipilah lagi ke dalam 4
variabel kepemimpinan transformasional, seturut pendapat Bass dan
Avolio, yaitu:
a. Idealized Influence (pengaruh ideal).
b. Intellectual Stimulation (stimulasi intelektual).
c. Inspirational motivation (motivasi inspirasional).
d. Individual consideration (perhatian/konsiderasi terhadap individu).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Nomor (a) di atas, yaitu Idealized Influence atau pengaruh ideal,
sebenarnya dapat disamakan dengan terma “ing ngarsa sung tuladha” atau
di depan memberi teladan, dalam trilogi kepemimpinan menurut Ki
Hadjar Dewantara. Nomor (b) Intellectual Stimulation atau stimulasi
intelektual, dan (c) yaitu Inspirational motivation atau motivasi
inspirasional, sesungguhnya tidak berbeda jauh dengan “ing madya
mangun karsa” atau di tengah membangun kehendak, memotivasi, dan
menginspirasi. Sedang kriteria/komponen terakhir (d) yaitu Individual
consideration (perhatian atau konsiderasi terhadap individu) dalam trilogi
kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara sama dengan “tut wuri handayani”
atau memberi perhatian dan dorongan dari belakang.
Hasil resume (reduksi data) penilaian atau persepsi responden (para
guru pengisi angket/kuesioner) mengenai gaya kepemimpinan pihak
manajemen atau pimpinan sekolah (kepala sekolah, 4 orang wakil kepala
sekolah, dan seorang WMM) adalah sebagai berikut.
Tabel 4.1
Hasil Penelitian Gaya Kepemimpinan Manajemen Sekolah
di SMA Negeri 1 Ngaglik, Sleman
Varia-bel
Indikator Skor-Nilai
1 2 3 4 5
1. Id
eali
zed I
nfl
uen
ce
(pen
gar
uh i
dea
l, k
har
ism
atik
) Pimpinan Sekolah (Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Tim/Manajemen Mutu) menjalankan tugasnya sesuai dengan visi dan misi sekolah.
1 1 2 3 0
Pimpinan Sekolah merumuskan visi dan misi sekolah secara bersama untuk menumbuhkan wawasan dan keterlibatan guru.
1 1 2 2 1
Pimpinan Sekolah mengingatkan guru untuk saling menghargai dengan sesama guru.
0 3 1 3 0
Pimpinan Sekolah memberikan contoh perilaku yang baik di lingkungan sekolah.
0 1 1 5 0
Pimpinan Sekolah menanamkan komitmen yang tinggi kepada guru terhadap visi sekolah.
0 4 0 2 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Varia-bel
Indikator Skor-Nilai
1 2 3 4 5
Pimpinan Sekolah mengurangi hukuman terhadap kekeliruan sebagai upaya profesional.
0 1 2 4 0
Pimpinan Sekolah memberikan kebebasan berkreasi kepada guru dalam mengemban tugas yang telah diberikan.
1 0 1 5 0
Jumlah responden/frekuensi tiap skor pada variabel 1 3 11 9 24 2
2. In
tell
ectu
al
Sti
mu
lati
on
(s
tim
ula
si i
nte
lektu
al)
Pimpinan Sekolah memberikan buku atau referensi lainnya kepada guru untuk dijadikan acuan dalam pengembangan diri guru.
2 0 5 0 0
Pimpinan Sekolah memberikan kesempatan kepada guru untuk melakukan pendidikan dan pelatihan.
0 2 2 1 2
Pimpinan Sekolah memberikan kebebasan berpendapat bagi guru mengenai kebijakan yang diberlakukan di sekolah.
0 2 2 3 0
Pimpinan Sekolah melibatkan guru untuk mengambil keputusan dan melakukan penilaian terhadap kegiatan sekolah.
0 1 2 4 0
Pimpinan Sekolah mempunyai cara tersendiri dalam memecahkan masalah yang rumit.
0 2 1 4 0
Jumlah responden/frekuensi tiap skor pada variabel 2 2 7 12 12 2
3. In
spir
ati
on
al
moti
vati
on
(m
oti
vas
i in
spir
asio
nal
)
Pimpinan Sekolah memengaruhi guru untuk bersikap optimistik dalam menghadapi masa depan.
1 3 1 2 0
Pimpinan Sekolah memberikan pengakuan atas kerja guru dalam bentuk pujian secara personal.
0 3 1 3 0
Pimpinan Sekolah memberikan semangat kepada guru untuk melaksanakan tugas secara baik.
0 2 2 2 1
Pimpinan Sekolah memberikan dukungan kepada guru untuk memperoleh hasil yang terbaik dalam pembelajaran di kelas.
0 4 0 3 0
Pimpinan Sekolah menceritakan succes story rekan-rekannya untuk memotivasi guru agar dapat mencapai sukses seperti mereka.
1 3 1 1 1
Pimpinan Sekolah memberikan dorongan kepada guru untuk bekerja keras dan cerdas secara profesional.
0 3 1 3 0
Pimpinan Sekolah memberikan semangat guru untuk mencari metode lain dalam memecahkan masalah mengenai pembelajaran di kelas.
0 4 1 2 0
Pimpinan Sekolah mendorong guru untuk memraktikkan pendekatan baru dalam melaksanakan pembelajaran.
0 4 2 1 0
Pimpinan Sekolah mengomunikasikan tujuan yang harus dicapai guru secara jelas.
1 2 2 2 0
Pimpinan Sekolah memberikan penghargaan/pujian kepada guru yang telah menyelesaikan pekerjaan secara baik.
0 4 0 2 1
Pimpinan Sekolah memberikan waktu khusus kepada guru untuk berdiskusi mengenai bagaimana menyelesaikan tugas secara baik.
1 2 2 2 0
Jumlah responden/frekuensi tiap skor pada variabel 3 4 34 13 23 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Varia-bel
Indikator Skor-Nilai
1 2 3 4 5
4. In
div
idu
al
con
sider
ati
on
(per
hat
ian t
erhad
ap
indiv
idu)
Pimpinan Sekolah memuji dan memberikan penghargaan terhadap hasil kerja atau prestasi guru.
0 3 2 1 1
Pimpinan Sekolah menerima saran-saran perbaikan atas kinerja yang dilakukannya.
0 2 1 3 1
Pimpinan Sekolah secara rutin memberikan waktu khusus kepada guru dalam menyampaikan pendapat.
0 2 4 1 0
Pimpinan Sekolah meminta pendapat guru mengenai kepemimpinannya di sekolah.
2 1 4 0 0
Pimpinan Sekolah melaksanakan atau menindak-lanjuti saran yang pernah disampaikan guru.
1 2 2 1 1
Pimpinan Sekolah memberitahu guru untuk meme-riksa hasil evaluasi guna melengkapi kekurangannya.
2 2 2 1 0
Pimpinan Sekolah membimbing dan melatih guru secara pribadi apabila memiliki masalah.
1 1 4 1 0
Pimpinan Sekolah mengetahui keterampilan atau keahlian yang guru miliki dan mengetahui kebutuhan guru untuk kelancaran pembelajaran di kelas.
0 4 1 2 0
Pimpinan Sekolah memberikan perhatian dengan cara mendengarkan keluhan guru demi kenyamanan bersama.
0 3 1 3 0
Jumlah responden/frekuensi tiap skor pada variabel 4 6 20 21 13 3
Total responden/frekuensi x skor, semua variabel 15 72 55 72 10
Proporsi agregatif (dalam persen) 6,7 32 24,6 32 4,5
PS: skor/nilai 1 (terendah, paling tidak/kurang transformatif) dan skor/nilai 5
(tertinggi, paling transformatif). Modus (skor/nilai tertinggi) bersifat
agregatif untuk semua kriteria (variabel dan indikator) kepemimpinan
transformatif atau transformasional.
Dengan modus penilaian kembar yang berada pada skor 2 dan 4 (yaitu
berjumlah 72 atau 32%), tabel (4.1) tersebut menunjukkan bahwa pendapat
responden (guru non-pejabat struktural), selain yang memilih skor 3
(cukup transformatif, 24,6%), seolah terbelah menjadi 2 ujung yang
berseberangan: pertama, sebagian yang relatif lebih besar atau tepatnya
38,7% guru menilai (mempersepsikan) pimpinan/manajemen sekolah
(kepala sekolah, para wakil kepala sekolah, dan WMM) SMA Negeri 1
Ngaglik sebagai kurang transformatif (32%) dan tidak transformatif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
(6,7%); dan kedua, sebagian lainnya (36,5%) guru menilai
(mempersepsikan) pimpinan sekolah (kepala sekolah, para wakil kepala
sekolah, dan WMM) SMA Negeri 1 Ngaglik sebagai transformatif (32%)
dan sangat transformatif (4,5%).
Namun, dari dimensi kelompok variabel, penilaian responden hanya
baik dari aspek keteladanan, sebab skor/nilai “Baik” hanya diberikan
pada variabel Keteladanan (skor 4 memiliki frekuensi tertinggi [24] pada
variabel ke-1 (pengaruh ideal), dan frekuensi tertinggi yang juga bernilai
kembar [12] diberikan bagi skor 3 dan 4 pada variabel ke-2 (stimulasi
intelektual). Sebagaimana diuraikan di depan, variabel ke-1 tersebut
sesungguhnya sama esensinya dengan watak/sifat “ing ngarsa sung
tuladha”, dan ke-2 mirip dengan sebagian “ing ngarsa sung tuladha”
dalam trilogi kepemimpinan menurut Ki Hadjar Dewantara.
Namun dari aspek/sifat memotivasi dan menginspirasi pengikut
(para guru dan karyawan), sebagai variabel ke-3 (motivasi inspirasional),
pimpinan SMA Negeri 1 Ngaglik masih dirasakan kurang karena modus
penilaian (34) berada pada skor 2 yang maknanya kurang transformatif.
Dalam terminologi kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara variabel (kriteria)
ini tidak berbeda jauh dengan terma “ing madya mangun karsa”,
membangun hasrat dari tengah, dengan motivasi dan inspirasi.
Sedang kriteria terakhir (variabel ke-4, perhatian terhadap individu)
dalam terminologi kepemimpinan among menurut Ki Hadjar Dewantara
sama dengan “tut wuri handayani”, memerhatikan dan mendorong dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
belakang, bisa dikatakan bahwa pimpinan SMA Negeri 1 Ngaglik relatif
cukup transformatif, meskipun cenderung/mendekati kurang tranformatif,
karena modus penilaian ada pada skor 3 (21) diikuti skor 2 (20). Artinya,
secara rerata (mean) berada di antara skor 2 (berarti buruk, atau kurang
transformatif) dan skor 3 (artinya sedang, atau cukup transformatif).
Dalam praksis keseharian, penulis menemukan data berupa beberapa
contoh pernyataan dan tindakan pimpinan sekolah yang membenarkan hal
di atas. Pada semester ini, ketika sekolah tidak memiliki bendahara sekolah
dan kepala TU (karena pensiun dan belum memperoleh ganti), tugas
tersebut diberikan kepada seorang guru PNS (kebetulan juga WMM).
Pekerjaan administratif dan fisik yang sangat rumit dan ribet (karena
dalam setiap bulannya harus beberapa kali bolak-balik ke Dinas Dikpora
dan Bank), namun ternyata sampai bulan ketiga bekerja belum
mendapatkan tunjangan apa pun, bahkan pengganti biaya transportasi pun
belum. “...ini sebagai ibadah Pak, toh saya juga butuh lancar
penggajian...”, katanya. Luar biasa spiritualitas kerjanya.
Hal ini berarti bahwa kepala sekolah belum juga melakukan tindakan
diskresi yang memadai, kurang memberi perhatian yang memotivasi atau
mendorong dari tengah (motivasi inspirasional atau ing madya mangun
karsa), baik berupa pengakuan kerja dalam bentuk pujian secara personal,
pemberian dukungan, maupun penghargaan. Di sini terbukti kurang tinggi
kadar trasformatifnya gaya kepemimpinan kepala sekolah.
Sementara itu Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum dirasakan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
dialami begitu mudahnya menyalahkan guru walaupun datanya tidak
akurat (antara lain testimoni guru honorer seni budaya: Doni Darmawan,
S.Pd. dan Titik Krisnawati, S.Pd., M.Pd. seorang guru PNS Biologi yang
cukup berprestasi), sedang Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan
begitu mudah marah-marah kepada peserta didik. Kedua contoh yang
disebutkan terakhir juga menunjukkan kurangnya dalam hal memberi
perhatian individual dan inspirasi yang memotivasi/mendorong dari tengah
(motivasi inspirasional atau ing madya mangun karsa) dan dari belakang
(konsiderasi individual atau tut wuri handayani). Daripada menyalahkan
dan memarahi, akan jauh lebih berguna (memotivasi) dengan
mendengarkan, memberi penghargaan dan memberi pujian (guru seni
budaya sering membimbing siswa dan berprestasi, sedang guru biologi
tersebut termasuk guru berprestasi).
Penilaian yang agak berbeda terjadi pada para pendidik SMA Negeri 2
Ngaglik terhadap pimpinan sekolahnya. Hasil pengolahan data tampak
dalam tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2
Hasil Penelitian Gaya Kepemimpinan Manajemen Sekolah
di SMA Negeri 2 Ngaglik, Sleman
Varia-bel
Indikator Skor-Nilai
1 2 3 4 5
1. Id
eali
zed I
nfl
uen
ce
(pen
gar
uh i
dea
l,
khar
ism
atik
)
Pimpinan Sekolah (Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Tim/Manajemen Mutu) menjalankan tugasnya sesuai dengan visi dan misi sekolah.
0 0 0 3 0
Pimpinan Sekolah merumuskan visi dan misi sekolah secara bersama untuk menumbuhkan wawasan dan keterlibatan guru.
0 0 0 3 0
Pimpinan Sekolah mengingatkan guru untuk saling menghargai dengan sesama guru.
0 0 1 1 1
Pimpinan Sekolah memberikan contoh perilaku yang 0 0 1 1 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Varia-bel
Indikator Skor-Nilai
1 2 3 4 5
baik di lingkungan sekolah.
Pimpinan Sekolah menanamkan komitmen yang tinggi kepada guru terhadap visi sekolah.
0 0 1 1 1
Pimpinan Sekolah mengurangi hukuman terhadap kekeliruan sebagai upaya profesional.
0 1 2 0 0
Pimpinan Sekolah memberikan kebebasan berkreasi kepada guru dalam mengemban tugas yang telah diberikan.
0 0 1 1 1
Jumlah responden/frekuensi tiap skor pada variabel 1 0 1 6 10 4
2. In
tell
ectu
al
Sti
mu
lati
on
(s
tim
ula
si i
nte
lektu
al)
Pimpinan Sekolah memberikan buku atau referensi lainnya kepada guru untuk dijadikan acuan dalam pengembangan diri guru.
0 0 2 1 0
Pimpinan Sekolah memberikan kesempatan kepada guru untuk melakukan pendidikan dan pelatihan.
0 0 1 0 2
Pimpinan Sekolah memberikan kebebasan berpendapat bagi guru mengenai kebijakan yang diberlakukan di sekolah.
0 0 1 1 1
Pimpinan Sekolah melibatkan guru untuk mengambil keputusan dan melakukan penilaian terhadap kegiatan sekolah.
0 0 0 2 1
Pimpinan Sekolah mempunyai cara tersendiri dalam memecahkan masalah yang rumit.
0 0 0 2 1
Jumlah responden/frekuensi tiap skor pada variabel 2 0 0 4 6 5
3. In
spir
ati
on
al
moti
vati
on
(m
oti
vas
i in
spir
asio
nal
)
Pimpinan Sekolah memengaruhi guru untuk bersikap optimistik dalam menghadapi masa depan.
0 0 0 2 1
Pimpinan Sekolah memberikan pengakuan atas kerja guru dalam bentuk pujian secara personal.
0 0 0 3 0
Pimpinan Sekolah memberikan semangat kepada guru untuk melaksanakan tugas secara baik.
0 0 0 2 1
Pimpinan Sekolah memberikan dukungan kepada guru untuk memperoleh hasil yang terbaik dalam pembelajaran di kelas.
0 0 0 3 0
Pimpinan Sekolah menceritakan succes story rekan-rekannya untuk memotivasi guru agar dapat mencapai sukses seperti mereka.
0 0 1 2 0
Pimpinan Sekolah memberikan dorongan kepada guru untuk bekerja keras dan cerdas secara profesional.
0 0 0 2 1
Pimpinan Sekolah memberikan semangat guru untuk mencari metode lain dalam memecahkan masalah mengenai pembelajaran di kelas.
0 0 1 1 1
Pimpinan Sekolah mendorong guru untuk memraktikkan pendekatan baru dalam melaksanakan pembelajaran.
0 0 0 3 0
Pimpinan Sekolah mengomunikasikan tujuan yang harus dicapai guru secara jelas.
0 0 1 2 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Varia-bel
Indikator Skor-Nilai
1 2 3 4 5
Pimpinan Sekolah memberikan penghargaan/pujian kepada guru yang telah menyelesaikan pekerjaan secara baik.
0 0 0 2 1
Pimpinan Sekolah memberikan waktu khusus kepada guru untuk berdiskusi mengenai bagaimana menyelesaikan tugas secara baik.
0 0 0 2 1
Jumlah responden/frekuensi tiap skor pada variabel 3 0 0 3 24 6
4. In
div
idu
al
con
sider
ati
on
(per
hat
ian t
erhad
ap
indiv
idu)
Pimpinan Sekolah memuji dan memberikan penghargaan terhadap hasil kerja atau prestasi guru.
0 0 0 3 0
Pimpinan Sekolah menerima saran-saran perbaikan atas kinerja yang dilakukannya.
0 0 0 2 1
Pimpinan Sekolah secara rutin memberikan waktu khusus kepada guru dalam menyampaikan pendapat.
0 0 3 0 0
Pimpinan Sekolah meminta pendapat guru mengenai kepemimpinannya di sekolah.
0 1 1 1 0
Pimpinan Sekolah melaksanakan atau menindak-lanjuti saran yang pernah disampaikan guru.
0 0 0 2 1
Pimpinan Sekolah memberitahu guru untuk meme-riksa hasil evaluasi guna melengkapi kekurangannya.
0 1 2 0 0
Pimpinan Sekolah membimbing dan melatih guru secara pribadi apabila memiliki masalah.
0 0 2 1 0
Pimpinan Sekolah mengetahui keterampilan atau keahlian yang guru miliki dan mengetahui kebutuhan guru untuk kelancaran pembelajaran di kelas.
0 0 1 1 1
Pimpinan Sekolah memberikan perhatian dengan cara mendengarkan keluhan guru demi kenyamanan bersama.
0 1 0 1 1
Jumlah responden/frekuensi tiap skor pada variabel 4 0 3 9 11 4
Total responden/frekuensi x skor, semua variabel 0 4 24 51 17
PS: skor/nilai 1 (terendah, paling tidak/kurang transformatif) dan skor/nilai 5
(tertinggi, paling transformatif). Modus (skor/nilai tertinggi) bersifat
agregatif untuk semua kriteria (variabel dan indikator) kepemimpinan
transformatif atau transformasional.
Tabel (4.2) di atas menunjukkan bahwa para responden menilai
(mempersepsikan) pimpinan SMA Negeri 2 Ngaglik sebagai transformatif,
karena skor/nilai “Baik” diberikan pada semua variabel kepemimpinan
transformatif (transformasional). Jadi pimpinan/manajemen sekolah
mereka dinilai memenuhi 3 kriteria menurut terminologi kepemimpinan Ki
Hadjar Dewantara: “ing ngarsa sung tuladha”, “ing madya mangun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
karsa”, dan “tut wuri handayani”. Modus skor-penilaian untuk keempat
variabel, baik menurut konsep Bass dan Avolio maupun dalam trilogi
kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara, ada pada skor 4 (Baik) yang berarti
transformatif.
Para responden pada instrumen ke-dua ini dipilih yang bukan
pimpinan atau manajemen sekolah karena akan menilai tingkat/kadar
transformasionalnya gaya kepemimpinan manajemen sekolah. Selain
kriterium itu, responden untuk variabel ini juga dipilih yang diduga
memiliki pemahaman yang cukup tentang kepemimpinan ideal (sehingga
mampu menilainya secara kritis dan objektif), dan utamanya yang belum
mengisi instrumen penelitian variabel lainnya. Tentang dugaan bahwa
responden-responden tersebut memiliki pemahaman yang cukup tentang
kepemimpinan ideal, penulis mendasarkan penilaian secara pribadi
(personal judgement) dalam pergaulan dan diskusi sehari-hari. Penilaian
tetap dengan Skala Likert: nilai 1 (terendah, paling tidak transformatif)
sampai dengan nilai 5 (paling transformatif). Modus (skor/nilai tertinggi)
juga bersifat agregatif untuk semua kriteria (variabel dan indikator)
kepemimpinan transformatif atau transformasional.
Tentang keunggulan prestasi akademik SMA Negeri 2 Ngaglik,
penulis mendapatkan kesan kebanggaan otentik dari salah seorang staf
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum (Samsul Bakri, S.Pd.). Ia
menyatakan bahwa nilai masuk siswa baru (intake) sekitar 2 angka di
bawah SMA Negeri 1 Pakem (SMAN favorit), namun pada saat kelulusan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
selisihnya tinggal di bawah 1. Sementara itu, kepala sekolah SMA Negeri
2 Ngaglik (Drs H. Agus Santosa) memiliki prinsip bahwa prestasi adalah
bagian dari 4 hal tak terpisahkan: disiplin, tertib, bersih, dan prestasi. Ini
menjadi litani yang sering diulang diucapkan dalam upacara bendera.
Disiplin diyakini menjadi kunci segala prestasi.
Kepala sekolah meyakini bahwa Kurikulum adalah hasil kajian
mendalam para pakar dan praktisi, yang berarti perhitungan kebutuhan
waktu bagi peserta didik belajar sudah memadai. Oleh karenanya,
sesungguhnya tambahan jam pembelajaran secara umum sudah tidak
diperlukan. Yang paling penting adalah bahwa jam efektif pembelajaran
jangan sampai diganggu apa pun, maka dipilih beberapa kiat berikut.
a. Pada awal tahun pembelajaran, yang sering menjadi jam-jam pelajaran
yang kurang efektif, seperti semester awal (Juli 2017 yang lalu),
pimpinan sekolah mengambil kebijakan-kebijakan berikut:
1) Sementara peserta didik baru mengikuti program pengenalan
lingkungan sekolah, Kelas XI mengikuti kegiatan pendidikan
kepramukaan secara blok;
2) Kelas XII menerima beragam masukan dan motivasi dari: para
alumni yang sukses, anggota POLRI, perguruan tinggi, dan
lembaga bimbingan belajar.
b. Setiap hari selambat-lambatnya jam 06.55 (masuk pelajaran jam
07.00) diadakan doa bersama bagi para guru, kadang sambil briefing,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
yang dipimpin secara bergantian oleh para wakil kepala sekolah, guru
piket, atau sesekali oleh kepala sekolah sendiri.
c. Kelas Khusus Olah raga (KKO) tidak diperkenankan hanya
mengandalkan prestasi di bidang olah raga khusus minatnya, dan
mengabaikan sikap-sikap dan komitmen pada mata pelajaran lainnya.
Kebijakan-kebijakan tersebut membuat penulis semakin yakin bahwa
kepala sekolah SMA Negeri 2 Ngaglik memiliki karakter pemimpin
transformasional: memberi teladan, memotivasi dan menstimulasi para
guru dan karyawan, dan sekaligus melakukan perubahan dengan
terobosan-terobosannya (tindakan transformatif). Pengalaman selaku guru
PNS yang tinggal setahun memasuki masa pensiun, dan selaku kepala
sekolah yang juga sangat senior karena sudah menjadi kepala di 3 SMAN,
dua di antaranya selama 2 periode (2 x 4 tahun) begitu tampak melekat
pada dirinya saat penulis wawancarai secara langsung maupun tidak
langsung (sambil mewawancarai dalam rangka OJL Diklat Cakep).
3. Dampak Implementasi ISO
Dengan mengadopsi dan mengadaptasi teori Sallis (1993), penelitian
mengenai impak atau dampak implementasi SMM-ISO di 2 SMA Negeri
di Ngaglik, Sleman, ini mengkaji dari sisi para pemangku kepentingan
(pelanggan eksternal dan internal)-nya.
a. Penilaian/Persepsi Peserta Didik
Hasil survei pendahuluan yang penulis lakukan menunjukkan
bahwa hanya peserta didik kelas XII dari SMA Negeri 1 Ngaglik yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
memahami adanya sertifikasi ISO. Oleh karenanya, penulis meminta
kesediaan peserta didik dari IPS (2 kelas atau rombel) dan 1 kelas IPA
yang kebetula sedang kosong (tidak ada guru). Dampak implementasi
SMM ISO dibandingkan antara sebelumnya (September 2015, proses
mulai) dengan sesudah diterima sertifikat ISO (Mei 2016).
Secara keseluruhan ada 35 orang peserta didik yang mengisi dan
mengembalikan angket/kuesioner, namun setelah direduksi tinggal 27
yang layak diolah dan dianalisis lebih lanjut karena tidak lengkap atau
salah memahami pertanyaan/pernyataan. Jumlah tersebut memang
bukanlah sampel yang representatif untuk membuat generalisasi dalam
simpulan. Namun demikian, penulis merasa cukuplah untuk sebuah
penelitian yang lebih menitikberatkan pendekatan kualitatif, apalagi
kalau memerhatikan jumlah sampel guru/pendidik dan pimpinan
sekolah yang sudah hampir mendekati sebanyak populasi.
Sebagai catatan adalah bahwa skor/nilai 1 pada kedua tabel (Tabel
4.3 dan Tabel 4.4) di bawah adalah terendah atau paling tidak/kurang
memuaskan dan skor/nilai 5 berarti tertinggi atau paling memuaskan.
Dengan cara lain, dapat dikatakan bahwa:
a. Skor 1 berarti sangat buruk, atau sangat tidak memuaskan.
b. Skor 2 berarti buruk, atau kurang memuaskan.
c. Skor 3 artinya sedang, atau cukup memuaskan.
d. Skor 4 bermakna baik, atau memuaskan.
e. Skor 5 bermakna sangat baik, atau sangat memuaskan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Adapun hasil analisis data kuantitatif mengenai dampak
implementasi SSM-ISO bagi para peserta didik di kedua sekolah
penulis sajikan dalam tabel (Tabel 4.3 dan Tabel 4.4) dan grafik
(Gambar 4.1, 4.2, 4.3, dan 4.4) yang diharapkan mampu memperjelas
secara visual, di bawah ini.
Tabel 4.3
Dampak ISO menurut Peserta Didik SMAN 1 Ngaglik
No Butir-butir Pernyataan Skor Sebelum ISO Skor Sesudah ISO
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1. Anda merasakan/melihat ada
perbaikan terus-menerus. 0 13 10 4 0 0 0 6 17 4
2. Ada standarisasi/pembakuan dan
efisiensi proses. 0 13 12 2 0 1 1 12 11 2
3.
Peningkatan lingkungan kerja
bagi staf dan siswa. 4 15 8 2 0 1 1 17 7 1
4.
Konsistensi dalam dokumentasi,
perbaikan dokumen dan
manajemen catatan di seluruh
lembaga (SMA).
0 17 9 1 0 0 6 14 6 1
5.
Peningkatan kepuasan
pelanggan; indeks kepuasan
siswa yang membaik.
0 12 14 1 0 0 2 15 8 2
6.
Peningkatan penggunaan TIK
(ICT) sebagai penggerak utama
peningkatan kinerja di sekolah.
3 6 16 1 1 0 2 6 16 3
Jumlah frekuensi 7 76 69 11 1 2 12 70 65 13
Jumlah frekuensi x skor 7 152 207 44 5 2 24 210 260 65
Skor total sebelum & sesudah ISO 415 561
Perubahan (kenaikan) 146 = 35%
PS: Skor/nilai 1 berarti terendah atau sangat tidak memuaskan sedang
skor/nilai 5 bermakna tertinggi atau sangat memuaskan; skor-skor di
tengah (2, 3, dan 4) menunjukkan persepsi: kurang memuaskan, cukup
memuaskan, dan memuaskan. Modus (skor/nilai tertinggi) bersifat
agregatif untuk semua butir aspek kepuasan (sebelum ISO) dan dampak
(sesudah) implementasi SMM-ISO.
Dengan asumsi bahwa semua aktivitas manajerial di sekolah pada
waktu itu tidak terlepas dari usaha mendapatkan sertifikat ISO, maka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
dapat dikatakan bahwa ada kenaikan skor total sebanyak 146 atau
35% dari sebelum implementasi sistem manajemen mutu (SMM) ISO
dan sesudahnya. Ini artinya, ada dampak positif yang dirasakan oleh
27 orang peserta didik SMA Negeri 1 Ngaglik.
Dengan cara berbeda, ada 3 orang peserta didik (Aji, Fatimah,
dan Heribertus Agil) dari kelas XII IPS2 SMA Negeri 1 Ngaglik yang
dengan mantap mengatakan adanya peningkatan mutu SMA mereka,
sehingga layak memperoleh sertifikat ISO. Spontan mereka menyebut
semakin baiknya peraturan, infrastruktur (taman dan ruang kelas)
semakin baik, dan kantin sekolah sudah memadai. Artinya, selain butir
(nomor 6) pernyataan mengenai penguatan penggunaan TIK, mereka
implisit menilai baik untuk semua butir lainnya (1-5).
Meskipun kontras, tetapi justru memperkaya perspektif, jawaban
lisan 3 orang peserta didik lain juga penulis sajikan sebagai berikut.
“Sertifikasi ISO tidak meningkatkan apa pun, bahkan justru ada
yang menurun: kedisiplinan siswa kurang baik karena sekolah
kurang tegas, baik karena ikut tawuran, terlambat datang ke
sekolah dan ada yang sudah diberi point (pelanggaran) hanya
mendapat skorsing 1-2 minggu. Ada juga guru yang hanya
memerhatikan murid yang menonjol, kalau yang itu sudah jelas
ya sudah, lalu mengatakan: ‘kalau belum jelas tanya saja pada
teman-temannya, itu ada di LKS’” (diwakili oleh Mutiara, XII
IPA1 SMA Negeri 1 Ngaglik, 28/4/2017).
Pernyataan yang mirip dengan itu disampaikan juga oleh 2
orang siswi kelas XI IPS dan XI IPA SMA Negeri 1 Ngaglik, aktivis
OSIS dan lomba (Lianita dan seorang temannya yang penulis lupa
mencatat namanya).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Data kuantitatif, sesuai tabel (4.3) di atas, mengenai tingkat
kepuasan (persepsi/penilaian sebelum ISO) dan dampak positif
(sesudah ISO) tampak diperjelas oleh 2 gambar visual (grafik) di
bawah ini.
Gambar 4.1
Grafik Kepuasan Awal Peserta Didik SMAN 1 Ngaglik
Grafik (gambar 4.1) tersebut menunjukkan bahwa kepuasan
pelanggan eksternal-primer sebelum sertifikasi ISO didominasi oleh
skor 2 dan 3 untuk semua butir pernyataan dalam kuesioner/angket.
Hal tersebut berbeda/berubah (menjadi lebih baik pasca sertifikasi
ISO), sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.2 berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Gambar 4.2
Grafik Dampak ISO menurut Peserta Didik SMAN 1 Ngaglik
Pasca implementasi ISO (Gambar 4.2), responden (peserta didik,
yang adalah pelanggan eksternal-primer) menilai ada perbaikan mutu
di semua unsur/butir pernyataan. Skor yang membaik (menjadi 3 atau
4) mewarnai secara mencolok, pengecualian terjadi pada butir nomor
2 (frekuensi skor 3 tetap sebanyak 12) dan butir nomor 4 (frekeuensi
skor 2 dan 4 sama: 6, kendati skor 3-nya meningkat).
Tabel (4.4) di bawah ini menunjukkan bahwa kondisi di SMA
Negeri 2 Ngaglik tidak berbeda jauh dengan kondisi di SMA Negeri 1
Ngaglik, karena hasil tabulasi data juga menampilkan adanya
kenaikan jumlah skor sesudah implementasi ISO sebesar 232 atau
44%. Tabel (4.4) tersebut menggambarkan tanggapan (persepsi dan
penilaian pribadi) para peserta didik (siswi-siswa) di SMA Negeri 2
Ngaglik. Ada sejumlah 36 orang responden dari SMA Negeri 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Ngaglik (semuanya dari kelas XI IPS dan XI IPA) yang
angket/kuesionernya diisi dan dikumpulkan, namun hanya ada 30
orang responden dari SMA Negeri 2 Ngaglik yang mengisinya secara
benar sehingga bisa diolah dan dianalisis. Mereka dipilih dari kelas-
kelas yang relatif ‘mendengar’ dan memahami adanya sertifikasi ISO
di SMA-nya. Kelas XII sebenarnya (semestinya) lebih
‘mendengarnya’, namun karena mereka sedang sibuk mengikuti
serangkaian ujian akhir, maka penulis tidak sampai hati
mengganggunya. Para responden itu membandingkan kondisi sebelum
dan sesudah ada sertifikasi ISO.
Tabel 4.4
Dampak ISO menurut Peserta Didik SMAN 2 Ngaglik
No Butir-butir Pernyataan Skor Sebelum Skor Sesudah
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1. Anda merasakan/melihat ada
perbaikan terus-menerus. 0 19 8 1 2 0 0 5 17 8
2. Ada standarisasi/pembakuan
dan efisiensi proses. 1 15 11 3 0 0 3 10 14 3
3. Peningkatan lingkungan
kerja bagi staf dan siswa. 9 10 11 2 0 2 3 1 17 7
4.
Konsistensi dalam dokumen-
tasi, perbaikan dokumen dan
manajemen catatan di
seluruh lembaga (SMA).
0 10 19 1 1 0 0 11 10 9
5.
Peningkatan kepuasan
pelanggan; indeks kepuasan
siswa yang membaik.
0 7 18 4 0 0 1 7 14 8
6.
Peningkatan penggunaan
TIK (ICT) sebagai pengge-
rak utama peningkatan
kinerja di sekolah.
1 16 8 4 1 0 2 5 13 10
Jumlah frekuensi 12 79 78 19 9 3 11 42 89 50
Jumlah frekuensi x skor 12 158 234 76 45 3 22 126 356 250
Jumlah skor total sebelum
& sesudah ISO 525 757
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
No Butir-butir Pernyataan Skor Sebelum Skor Sesudah
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Perubahan (kenaikan) 232 = 44%
PS: Skor/nilai 1 berarti terendah atau sangat tidak memuaskan sedang
skor/nilai 5 bermakna tertinggi atau sangat memuaskan; skor-skor di
tengah (2, 3, dan 4) menunjukkan persepsi: kurang memuaskan, cukup
memuaskan, dan memuaskan. Modus (skor/nilai tertinggi) bersifat
agregatif untuk semua butir aspek kepuasan (sebelum ISO) dan dampak
(sesudah) implementasi SMM-ISO.
Karena tidak ada kesempatan untuk mewawancarai para peserta
didik SMA Negeri 2 Ngaglik secara mendalam demi mengkorfirmasi
jawaban dalam kuesioner/angket yang telah mereka isi, maka penulis
memintanya via email dan WA, pada mereka yang telah
mencantumkan nama dan alamat email dan/atau nomor WA. Namun
hanya seorang yang mau menjawabnya. Dia adalah Kamila Amalia
kelas XI IPS, yang menjawab pertanyaan penulis melalui WA:
“Alhamdulillah puas, terutama dalam hal lingkungan sekolah yang
semakin baik. Ada perbedaan antara sebelum dan sesudah ISO:
semakin baik. Yang kurang memuaskan adalah waktu istirahat kurang
lama” (wawancara 15/8/2017). Berarti ini bukanlah kondisi yang
begitu penting, namun hanya sekadar kesenangan untuk lebih santai.
Dalam bentuk visualisasi grafis, data kuantitatif pada tabel (4.4)
di atas menjadi tampak lebih jelas sebagaimana ditampilkan di bawah
ini. Dan untuk seterusnya, dalam konteks dampak ISO, dibuat 2 buah
grafik yang disandingkan/ditampilkan berturutan: grafik pertama
menggambarkan tingkat kepuasan mula-mula (persepsi/penilaian
kondisi sebelum ISO) dan grafik ke-dua menunjukkan dampak positif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
dari implementasi SMM ISO 9001: 2008 (kondisi sesudah/pasca ISO).
Gambar (4.3) di bawah ini menunjukkan bahwa kepuasan
pelanggan eksternal-primer sebelum sertifikasi ISO didominasi oleh
skor 2 dan 3 untuk semua butir pernyataan dalam kuesioner/angket.
Frekuensi skor-skor tersebut berubah (menjadi lebih baik pasca
implementasi SMM ISO).
Kemudian pasca implementasi SMM ISO (Gambar 4.4),
responden (peserta didik, yang adalah pelanggan eksternal-primer)
menilai ada perbaikan mutu di semua unsur/butir pernyataan. Skor
yang membaik (menjadi atau 3 atau 4 atau 5) mewarnai secara
mencolok, frekuensi skor 5 yang terkecil (3) ada pada butir nomor 2.
Ini menggambarkan kepuasan yang kurang tinggi para responden
berada pada standarisasi/pembakuan dan efisiensi proses.
Gambar 4.3
Grafik Kepuasan Awal Peserta Didik SMAN 2 Ngaglik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Gambar 4.4
Grafik Dampak ISO menurut Peserta Didik SMAN 2 Ngaglik
b. Penilaian/Persepsi Orangtua Peserta Didik
Karena keterbatasan waktu penulis, untuk meminta kesediaan
para orangtua/wali peserta didik, penulis meminta kesediaan puteri-
puteranya untuk mewakili menjelaskan dan meminta para orangtuanya
mengisi kuesioner/angket sederhana penelitian ini. Ada sebanyak 12
orangtua/wali peserta didik SMA Negeri 1 Ngaglik, dan 8 orangtua
peserta didik SMA Negeri 2 Ngaglik, yang bersedia mengisi dan
mengembalikan angket yang hanya penulis titipkan puteri/puteranya.
Penulis tidak bisa berharap terlalu banyak atas data dari
orangtua peserta didik karena di kedua SMA tersebut mereka tidak
cukup intensif berinteraksi dengan pimpinan sekolah. Maka angket
kepada orangtua tersebut boleh dikatakan sekadar ‘melengkapi’ atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
sedikit memperkaya perspektif saja. Alasan lainnya adalah
kekurangmampuan penulis menemui mereka secara langsung dan
intensif. Penulis pun hanya bisa memercayai bahwa para responden
tersebut mengisi sendiri angket tersebut secara langsung, walaupun
mungkin “diisikan” oleh anaknya. Berikut hasil olah datanya.
PS: Skor/nilai 1 berarti terendah atau sangat tidak memuaskan sedang
skor/nilai 5 bermakna tertinggi atau sangat memuaskan; skor-skor di
tengah (2, 3, dan 4) menunjukkan persepsi: kurang memuaskan, cukup
memuaskan, dan memuaskan. Modus (skor/nilai tertinggi) bersifat
agregatif untuk semua butir aspek kepuasan (sebelum ISO) dan dampak
(sesudah) implementasi SMM-ISO.
Para orangtua/wali peserta didik SMA Negeri 1 Ngaglik
merasakan ada kenaikan jumlah skor sebanyak 43 atau 37,7%, dari
sebelum ke sesudah ISO, yang artinya ada dampak positif yang
dirasakan orangtua/wali peserta didik atas program implementasi
SMM ISO 9001: 2008. Grafik berikut kiranya dapat memperjelas
aspek yang dirasakan relatif paling baik adalah perbaikan lingkungan
Tabel 4.5
Dampak ISO menurut Orangtua Siswa SMAN 1 Ngaglik
No Butir-butir Pernyataan Skor Sebelum Skor Sesudah
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1. Anda merasakan/melihat ada
perbaikan terus-menerus. 2 4 6 0 0 0 2 3 6 1
2. Ada standarisasi/pembakuan dan
efisiensi proses. 0 4 3 2 0 0 0 5 5 0
3. Peningkatan lingkungan kerja bagi
staf dan siswa. 1 4 6 0 0 0 0 3 6 1
4. Konsistensi dalam dokumentasi,
perbaikan dokumen dan manajemen
catatan di seluruh lembaga (SMA).
1 3 6 1 1 0 1 2 6 2
Jumlah frekuensi 4 15 21 3 1 0 3 13 23 4
Jumlah frekuensi x skor 4 30 63 12 5 0 6 39 92 20
Skor total sebelum & sesudah ISO 114 157
Perubahan (kenaikan) 43 = 37,7%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
kerja staf dan siswa.
Gambar 4.5
Grafik Kepuasan Awal Orangtua Siswa SMAN 1 Ngaglik
Gambar 4.6
Grafik Dampak ISO menurut Orangtua Siswa SMAN 1 Ngaglik
Dari 2 grafik di atas tampaklah secara visual-jelas bahwa
frekuensi nilai tinggi sebelum SMM ISO ada pada skor 3 dan 2,
sedang sesudahnya berada pada skor 4 dan 3. Artinya, secara
kuantitatif dipersepsikan oleh sebagian besar responden-orangtua
peserta didik bahwa implementasi SMM ISO berdampak positif
(memberi manfaat) bagi pemangku kepentingan sekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
Sedang dampak implementasi SMM ISO 9001: 2008, menurut
para orangtua/wali peserta didik (siswa) SMA Negeri 2 Ngaglik
disajikan dalam tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.6
Dampak ISO menurut Orangtua Siswa SMAN 2 Ngaglik
No Butir-butir Pernyataan Skor Sebelum Skor Sesudah
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1.
Anda merasakan/melihat ada
perbaikan terus-menerus. 1 7 0 0 0 0 1 1 6 0
2.
Ada standarisasi/pembakuan dan
efisiensi proses. 2 6 0 0 0 0 1 4 3 0
3.
Peningkatan lingkungan kerja bagi
staf dan siswa. 0 7 1 0 0 0 2 2 4 0
4.
Konsistensi dalam dokumentasi,
perbaikan dokumen dan manajemen
catatan di seluruh lembaga (SMA).
0 2 5 1 0 0 1 1 6 0
Jumlah frekuensi 3 22 6 1 0 0 5 8 19 0
Jumlah frekuensi x skor 3 44 18 4 0 0 10 24 76 0
Skor total sebelum & sesudah ISO 69 110
Perubahan (kenaikan) 41 = 59,4%
PS: Skor/nilai 1 berarti terendah atau sangat tidak memuaskan sedang
skor/nilai 5 bermakna tertinggi atau sangat memuaskan; skor-skor di
tengah (2, 3, dan 4) menunjukkan persepsi: kurang memuaskan,
cukup memuaskan, dan memuaskan. Modus (skor/nilai tertinggi)
bersifat agregatif untuk semua butir aspek kepuasan (sebelum ISO)
dan dampak (sesudah) implementasi SMM-ISO.
Perubahan (kenaikan) skor dari kondisi sebelum ke sesudah
implementasi SMM ISO sebanyak 41 atau 59,4% dapat dimaknai
bahwa ada dampak (positif) atas program sertifikasi ISO tersebut oleh
para orangtua peserta didik SMA Negeri 2 Ngaglik. Itu artinya juga
ada kenaikan tingkat kepuasan pelanggan eksternal-sekunder.
Tabel 4.5 (jumlah skor naik 43 atau 37,7%) dan tabel 4.6
(jumlah skor naik 41 atau 59,4%) juga dirancang untuk model Wi-Wo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
Analysis, dari persepektif orangtua peserta didik. Yang cukup
menonjol dari penilaian orangtua (terlebih dari SMA Negeri 2
Ngaglik) adalah bahwa mereka (cenderung) tidak menilai dengan skor
5 – baik sebelum maupun sesudah ISO – yang artinya dalam semua
aspek/unsur/butir penilaian ini kedua SMAN Ngaglik belum sangat
memuaskan mereka (para responden), atau dengan kata lain semua
aspek manajerial sekolah masih dapat diperbaiki/ditingkatkan.
Tingkat kepuasan awal para orangtua peserta didik SMA
Negeri 2 Ngaglik, dan dampak implementasi SMM ISO 9001: 2008
yang mereka persepsikan, tampak lebih jelas dalam visualisasi 2
grafik di bawah ini.
Gambar 4.7
Grafik Kepuasan Awal Orangtua Siswa SMAN 2 Ngaglik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
Gambar 4.8
Grafik Dampak ISO menurut Orangtua Siswa SMAN 2 Ngaglik
Dua grafik (Gambar 4.7 & 4.8) di atas menunjukkan secara
visual-jelas bahwa frekuensi skor tinggi sebelum SMM ISO ada pada
skor 2 (frekuensi 7 untuk butir 1 & 3, dan frekuensi 6 untuk butir 2),
dan satu aspek saja (konsistensi dokumentasi) yang dinilai agak tinggi
yaitu 3 (frekuensi 5), sedang frekuensi skor tinggi sesudah
implementasi ISO (dampaknya) berada pada skor 4 (frekuensi 6 untuk
butir 1 & 4, dan frekuensi 4 & 3 untuk butir 4 & 3 juga), dan satu
aspek/butir (pembakuan proses) yang masih diberi skor 3 (frekuensi 4,
dan butir lain dengan frekuensi 2 & 1). Artinya, secara kuantitatif
dipersepsikan oleh sebagian besar responden-orangtua peserta didik
bahwa implementasi SMM ISO berdampak positif (memberi manfaat)
bagi pemangku kepentingan sekolah.
c. Penilaian/Persepsi Pendidik/Guru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
Pada dasarnya semua guru PNS di kedua SMAN Ngaglik
diminta mengisi kuesioner atau angket penelitian ini, sejauh bisa
penulis temui secara langsung dan sempat menjelaskan konteks dan
konten penelitian, beserta tujuan penelitian ini. Dari 35 orang guru
PNS (minus 6 orang pimpinan sekolah) di SMA Negeri 1 Ngaglik,
sebanyak 18 orang mengisi dan mengembalikan kuesioner/angket.
Sedang di SMA Negeri 2 Ngaglik, dari sejumlah 45 orang guru PNS
(minus 6 orang pimpinan sekolah) yang ada hanya didapatkan 18
angket/kuesioner yang diisi dan dikembalikan.
Hasil pengolahan data perspektif pendidik/guru tentang dampak
ISO di SMA Negeri 1 Ngaglik dan SMA Negeri 2 Ngaglik penulis
sajikan dalam tabel 4.7 dan tabel 4.8 serta grafik pada gambar 4.9 dan
4.10 berikut.
Tabel 4.7
Dampak ISO menurut Pendidik SMAN 1 Ngaglik
No Butir-butir Pernyataan Skor Sebelum Skor Sesudah
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1. Anda merasakan/melihat ada
perbaikan terus-menerus. 1 1 12 4 0 0 3 4 8 3
2. Ada standarisasi/pembakuan dan
efisiensi proses. 0 1 13 5 0 0 2 5 7 4
3. Peningkatan lingkungan kerja bagi
staf dan siswa. 1 3 10 4 0 0 1 7 7 3
4. Konsistensi dalam dokumentasi,
perbaikan dokumen dan manajemen
catatan di seluruh lembaga (SMA).
0 2 7 9 0 0 0 7 8 3
5. Peningkatan sarana dan prasarana. 0 3 11 4 0 0 1 4 11 2
6.
Berbagai jenis peralatan di
laboratorium, bengkel dan teater
secara teratur dikalibrasi, diservis,
dan dipelihara/dirawat.
1 2 11 4 0 1 0 3 11 4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
No Butir-butir Pernyataan Skor Sebelum Skor Sesudah
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
7. Peningkatan kompetensi, moral,
dan rasa kepemilikan staf. 0 4 11 3 0 0 1 5 10 2
Jumlah frekuensi 3 16 90 36 0 2 8 35 62 21
Jumlah frekuensi x skor 3 32 270 144 0 2 16 105 248 105
Skor total sebelum & sesudah ISO 449 476
Perubahan (kenaikan) 27 atau 6%
PS: Skor/nilai 1 berarti terendah atau sangat tidak memuaskan sedang
skor/nilai 5 bermakna tertinggi atau sangat memuaskan; skor-skor di
tengah (2, 3, dan 4) menunjukkan persepsi: kurang memuaskan, cukup
memuaskan, dan memuaskan. Modus (skor/nilai tertinggi) bersifat
agregatif untuk semua butir aspek kepuasan (sebelum ISO) dan dampak
(sesudah) implementasi SMM-ISO.
Dilihat dari jumlah skor total sebelum dan sesudah implementasi
SMM ISO 9001: 2008, para pendidik di SMA Negeri 1 Ngaglik
merasakan dampak positif dari implementasi ISO, karena tabel 4.7
menunjukkan adanya kenaikan jumlah skor total sebanyak 27 atau
6%. Namun sesudah implementasi ISO pun masih ada 2 orang
partisipan yang memberikan skor 1.
Dra. Siwi Indarwati, seorang guru senior dan pernah menjadi
kepala sekolah DPK di SMA Muhammadiyah Pakem, memberikan
penjelasan lisan atas angket yang telah diisinya (semua dinilai 3
sebelum ISO dan kemudian pasca ISO tetap menjadi 3 kecuali butir
ke-1 dan ke-3 yang nilainya menjadi 4) sebagai berikut.
Butir pernyataan 1 (perbaikan terus-menerus): “ISO sebenarnya
sejajar dengan akreditasi, yang menuntut perbaikan terus-
menerus, apalagi dengan Kurikulum baru, maka Sekolah
memang dituntut begitu”.
Butir pernyataan 2 (pembakuan dan efisiensi proses): “...kami
mengenal protap yang seharusnya pelaksanaannya sama...”
Butir pernyataan 3 (peningkatan lingkungan kerja): “...ruang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
lobi ditata lebih bagus, ruang guru juga ditata ulang menjadi
lebih komunikatif.”
Butir pernyataan 4 (konsistensi dalam dokumentasi...): “...semua
dokumen lebih terstandar, misalnya selalu diberi header ‘nomor
dokumen, terkait ISO’, tetapi baru seperti itu…”.
Butir pernyataan 5 (Peningkatan sarana dan prasarana): “...Ada
perawatan dan perbaikan kecil-kecil, seperti kipas angin dan
LCD di kelas-kelas, penambahan ruang kelas (gedung lantai 2)
yang mungkin hanya kebetulan ada bansos dan DAK.”
Butir pernyataan 6 (peralatan di laboratorium, bengkel dan teater
secara teratur dikalibrasi, diservis, ...): “...Belum ada, padahal
semestinya ada, catatan yang menggambarkan riwayat
perawatan alat-alat praktikum, ....”
Butir pernyataan 7 (Peningkatan kompetensi, moral, dan rasa
kepemilikan staf): “...dalam tahap pengetahuan mungkin ada
peningkatan, tetapi belum sampai pelaksanaan”.
Yang lebih “istimewa” (ekstrem) adalah penilaian Drs Sumarjo,
seorang guru senior dan anggota tim pembina kesiswaan, yang
memberi skor 4 untuk semua butir pertanyaan/pernyataan, dan
kemudian pasca ISO tetap dengan skor 4 semuanya. Ketika
dikonfirmasi, responden tersebut bergeming dengan penilaian tersebut
karena yakin memang tidak ada dampak apa pun dari sertifikasi ISO
di SMAN 1 Ngaglik. Baginya, kuncinya ada pada pemimpin: ada
tidaknya terobosan kepemimpinan yang memperbaiki sekolah, dan
ternyata sekian tahun terakhir tidak ada perubahan (perbaikan) yang
berarti.
Drs. Indar Yulianto, seorang guru senior lain dan yang juga
pernah menjadi kepala sekolah DPK di SMA Muhammadiyah
Kalasan, memberikan penjelasan lisan atas angket yang telah diisinya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
(penilaian hanya pada skor 3 sebelum ISO dan pasca ISO menjadi 4
semuanya, akhirnya terlontar penyesalan atas pengisian angket yang
kurang dipikir), sebagai berikut.
Butir pernyataan 1 (perbaikan terus-menerus): “...Salam,
senyum, dan sapa dari petugas piket semakin digiatkan”.
Butir pernyataan 2 (pembakuan dan efisiensi proses:
“...sebenarnya semakin kurang jelas, apalagi sekarang tidak
memiliki kepala TU...”
Butir pernyataan 3 (peningkatan lingkungan kerja):
“...perawatan taman akan melibatkan guru dan siswa-siswi.”
Butir pernyataan 4 (konsistensi dalam dokumentasi...):
“...dokumentasi untuk guru dikelola dengan Dapodik oleh
seorang petugas khusus.”
Butir pernyataan 5 (peningkatan sarana dan prasarana): “...telah
disediakan almari tiap kelas.”
Butir pernyataan 6 (peralatan di laboratorium, bengkel dan teater
secara teratur dikalibrasi, diservis, ...): “...perbaikan baru
ruangnya, alatnya belum.”
Butir pernyataan 7 (Peningkatan kompetensi, moral, dan rasa
kepemilikan staf): “...pembinaan mental dan kerohanian akan
dilakukan tiap minggu ke-2”.
Sementara itu, salah seorang guru muda namun juga senior yang
pernah menjadi calon peserta diklat calon kepala sekolah, dan
cenderung kritis-skeptik (penilaian hanya pada skor 1 dan kemudian
pasca ISO menjadi 2 hanya untuk butir nomor 1 & 2, selebihnya tak
ada perbaikan sedikit pun: butir nomor 3, 5, & 7 dari skor 2 tetap
menjadi 2, sedang butir nomor 4 & 6 statik pada skor 1 pasca ISO),
Titik Krisnawati, S.Pd., M.Pd., memberikan penjelasan lisan atas
angket yang telah diisinya, sebagai berikut.
Butir pernyataan 1 (perbaikan terus-menerus), yang dinilai 1
kemudian menjadi 2: “...Literasi pagi sudah mulai baik, hampir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
semua guru bisa masuk jam 07.00 untuk itu”.
Butir pernyataan 2 (pembakuan dan efisiensi proses), yang
dinilai 1 kemudian menjadi 2: “...sebenarnya ada SOP, tetapi
belum dipraktikkan...”
Butir pernyataan 3 (peningkatan lingkungan kerja), yang dinilai
2 kemudian tetap 2: “...perawatan taman sudah mulai dengan
pemupukan.”
Butir pernyataan 4 (konsistensi dalam dokumentasi... ), yang
dinilai 1 kemudian tetap menjadi 1: “...WKS Humas tidak
mampu mengkoordinasi kegiatan sosial para guru-karyawan.
Selalu jalan sendiri-sendiri. Surat Edaran untuk siswa selalu
tidak dengan tembusan kepada para wali kelas”
Butir pernyataan 5 (peningkatan sarana dan prasarana): “...telah
disediakan almari tiap kelas.”
Butir pernyataan 6 (peralatan di laboratorium, bengkel dan teater
secara teratur dikalibrasi, diservis, ...), yang dinilai 1 kemudian
tetap menjadi 1: “...Belum terprogram, hanya sesekali kalau ada
penawaran dan ada dana...”
Butir pernyataan 7 (Peningkatan kompetensi, moral, dan rasa
kepemilikan staf...), yang dinilai 2 kemudian tetap menjadi 2
“...baru hasil usaha sendiri...yang mau...”.
Penilaian para responden (pendidik) SMA Negeri 1 Ngaglik,
baik sebelum maupun sesudah (dampak) implementasi SMM ISO
menjadi lebih tampak jelas dalam visualisasi 2 grafik berikut ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
Gambar 4.9
Grafik Kepuasan Awal Pendidik (Guru) SMAN 1 Ngaglik
Gambar 4.10
Grafik Dampak ISO menurut Pendidik SMAN 1 Ngaglik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
Sedang hasil pengolahan data persepsi/penilaian 18 orang
responden dari unsur pendidik SMA Negeri 2 Ngaglik tentang
dampak implementasi SMM ISO 9001: 2008 disajikan dalam tabel
berikut.
Tabel 4.8
Dampak ISO menurut Pendidik SMAN 2 Ngaglik
No Butir-butir Pernyataan Skor Sebelum Skor Sesudah
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1. Anda merasakan/melihat ada
perbaikan terus-menerus. 1 6 10 1 0 0 2 7 6 3
2. Ada standarisasi/pembakuan dan
efisiensi proses. 1 7 10 0 0 0 1 6 7 4
3. Peningkatan lingkungan kerja bagi
staf dan siswa. 1 5 12 0 0 0 1 6 8 3
4.
Konsistensi dalam dokumentasi,
perbaikan dokumen dan
manajemen catatan di seluruh
lembaga (SMA).
1 5 11 1 0 0 2 5 8 3
5. Peningkatan sarana dan prasarana. 1 6 9 1 1 0 1 5 9 3
6.
Berbagai jenis peralatan di
laboratorium, bengkel dan teater
secara teratur dikalibrasi, diservis,
dan dipelihara/dirawat.
2 7 5 3 0 0 6 5 4 3
7. Peningkatan kompetensi, moral,
dan rasa kepemilikan staf. 1 7 5 5 0 0 3 5 7 3
Jumlah frekuensi 8 43 62 11 1 0 16 39 49 22
Jumlah frekuensi x skor 8 86 186 44 5 0 32 117 196 110
Skor total sebelum & sesudah ISO 329 455
Perubahan (kenaikan) 126 = 38,3%
PS: Skor/nilai 1 berarti terendah atau sangat tidak memuaskan sedang
skor/nilai 5 bermakna tertinggi atau sangat memuaskan; skor-skor di
tengah (2, 3, dan 4) menunjukkan persepsi: kurang memuaskan, cukup
memuaskan, dan memuaskan. Modus (skor/nilai tertinggi) bersifat
agregatif untuk semua butir aspek kepuasan (sebelum ISO) dan dampak
(sesudah) implementasi SMM-ISO.
Dilihat dari jumlah skor total sebelum dan sesudah implementasi
SMM ISO 9001: 2008, para pendidik di SMA Negeri 2 Ngaglik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
merasakan dampak positif dari implementasi ISO, karena dari tabel
4.8 tampak adanya kenaikan jumlah skor total sebanyak 126 atau
38,3%. Dan sesudah implementasi ISO tidak ada lagi
partisipan/responden yang memberikan skor 1. Artinya ada kenaikan
(pengaruh positif) yang berarti (signifikan) pasca implementasi ISO.
Salah satu guru PNS yang sempat penulis wawancarai adalah
Yuliastuti Eka Purnamawati, S.Pd., seorang guru senior namun masih
muda, memberikan penjelasan lisan atas angket yang telah diisinya
(penilaiannya antara skor 3 dan 2 yang kemudian tetap menjadi 2,
tetap/menjadi 3 atau naik 1 menjadi 4), sebagai berikut.
Butir pernyataan 1 (perbaikan terus-menerus): “Petugas piket
setiap hari dibagi menjadi beberapa penjuru untuk 3S (senyum,
salam, dan sapa): di depan gerbang, depan ruang piket, dan
selatan sekolah”.
Butir pernyataan 2 (pembakuan dan efisiensi proses:
“Sebetulnya Pak Kepala yang sekarang lebih tegas, teliti, dalam
segala hal...kondisi proses belajar mengajar semakin
terkondisikan (kondusif)...tertib”.
Butir pernyataan 3 (peningkatan lingkungan kerja): “Sekarang
setiap hari Jumat karyawan bekerja bakti untuk membersihkan
lingkungan yang selama ini mungkin tidak dilakukan...dan siswa
yang terlambat diminta membersihkan lingkungan.”
Butir pernyataan 4 (konsistensi dalam dokumentasi...): “...untuk
dokumen justru kami rasakan semakin menurun... dibandingkan
dulu... karena sekarang tidak ada keseragaman dalam pembuatan
dokumen”.
Butir pernyataan 5 (Peningkatan sarana dan prasarana): “Sarana
prasarana semakin bagus...50% kelas terpasang LCD...dulu
kalau mau pakai harus mengambil dulu di gudang.”
Butir pernyataan 6 (peralatan di laboratorium, bengkel dan teater
secara teratur dikalibrasi, diservis, ...): “Perawatan laboratorium
dilakukan pada event tertentu karena tidak ada laboran”.
Butir pernyataan 7 (Peningkatan kompetensi, moral, dan rasa
kepemilikan staf): “Peningkatan kompetensi dilakukan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
adanya workshop, diklat, dll”.
Penyandingan 2 tabel (Tabel 4.7 dan Tabel 4.8) dimaksudkan
untuk melihat persepsi dan penilaian para pendidik (guru) di kedua
SMA Negeri Ngaglik terhadap signifikansi pengaruh atau dampak
positif kepemilikan sertifikat ISO 9001: 2008 di SMA-nya. Memang
tidak dilakukan uji signifikansi, karena ini bukan penelitian kuantitatif
murni. Penulis menduga bahwa data yang tersaji dalam kedua tabel
tersebut (naik 6% dan 39%) menunjukkan pengaruh yang lebih positif
(baik, berarti) daripada yang terungkap secara lisan karena rasa
pekewuh atau sungkan dan senyatanya mereka ikut terlibat
memperjuangkan pemerolehannya. Grafik-grafik berikut ini
diharapkan secara visual dapat memperjelasnya.
Gambar 4.11
Grafik Kepuasan Awal Pendidik SMAN 2 Ngaglik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
Gambar 4.12
Grafik Dampak ISO menurut Pendidik SMAN 2 Ngaglik
d. Penilaian/Persepsi Manajemen/Pimpinan Sekolah
Sekali lagi, yang dimaksudkan dengan manajemen/pimpinan
sekolah adalah seorang kepala sekolah, 4 orang wakil kepala sekolah,
dan seorang wakil manajemen mutu (WMM). Merekalah yang dipilih
untuk mengisi instrumen ini, dan tidak mengisi instrumen lainnya.
Namun kedua orang kepala sekolah dari 2 SMAN Ngaglik tersebut
tidak mengembalikan angket yang penulis berikan. Kepala SMA
Negeri 2 Ngaglik mengatakan dengan sengaja tidak mengisinya
karena baru 1 semester ini mutasi ke sekolah tersebut. Adapun hasil
pengolahan data persepsi manajemen kedua SMA itu disajikan dalam
4 tabel di bawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
Tabel 4.9
Dampak ISO menurut Manajemen SMAN 1 Ngaglik
No. Butir-butir Pernyataan Skor Sebelum Skor Sesudah
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1. Anda merasakan/melihat ada
perbaikan terus-menerus. 0 2 3 0 0 0 0 1 4 0
2. Ada standarisasi/pembakuan dan
efisiensi proses. 0 2 3 0 0 0 0 2 3 0
3. Peningkatan lingkungan kerja bagi
staf dan siswa. 0 2 1 2 0 0 0 1 4 0
4. Konsistensi dalam dokumentasi,
perbaikan dokumen dan manajemen
catatan di seluruh lembaga (SMA).
0 2 1 1 0 0 0 0 4 0
5. Peningkatan kepuasan pelanggan;
indeks kepuasan siswa yang membaik. 0 2 1 2 0 0 0 2 3 0
6. Peningkatan penggunaan TIK sebagai
penggerak utama peningkatan kinerja
di sekolah.
0 1 3 1 0 0 0 0 4 1
7. Peningkatan branding, visibilitas,
peringkat dan benchmarking dengan
sekolah lainnya.
0 3 1 1 0 0 0 3 2 0
8. Peningkatan sarana dan prasarana. 0 2 1 2 0 0 0 1 4 0
Jumlah frekuensi 0 14 11 9 0 0 0 9 24 1
Jumlah frekuensi x skor 0 28 33 36 0 0 0 27 96 5
Skor total sebelum & sesudah ISO 97 128
Perubahan (kenaikan) 31 = 32%
PS: Skor/nilai 1 berarti terendah atau sangat tidak memuaskan sedang
skor/nilai 5 bermakna tertinggi atau sangat memuaskan; skor-skor di
tengah (2, 3, dan 4) menunjukkan persepsi: kurang memuaskan, cukup
memuaskan, dan memuaskan. Modus (skor/nilai tertinggi) bersifat
agregatif untuk semua butir aspek kepuasan (sebelum ISO) dan dampak
(sesudah) implementasi SMM-ISO.
Data yang diperoleh dari hampir semua pimpinan sekolah (5
orang mengisi, dan seorang kepala sekolah tidak mengisi angket,
namun bersedia diwawancarai), membuktikan adanya peningkatan
jumlah skor total sebanyak 31 atau 32% setelah implementasi ISO
yang menunjukkan dampak positif yang dirasakan oleh pihak
manajemen SMA Negeri 1 Ngaglik. Penilaian positif tersebut sangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
masuk akal karena merekalah yang (semestinya) paling bertanggung
jawab atas kinerja sekolah.
Gambar 4.13
Grafik Kepuasan Awal Manajemen SMAN 1 Ngaglik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Gambar 4.14
Grafik Dampak ISO menurut Manajemen SMAN 1 Ngaglik
Selain ditanya persepsi/diminta menilai mengenai tingkat
kepuasan awal (sebelum ISO) dan impak atau dampak implementasi
SMM ISO 9001: 2008 (sesudah ISO), pimpinan atau manajemen
sekolah juga diminta tanggapannya terhadap (kalau ada) dampak
negatifnya. Format instrumennya sengaja dibuat lebih sederhana
sebagaimana tersaji di bawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
Tabel (4.10) tersebut menunjukkan bahwa semua pemimpin
atau manajemen SMA Negeri 1 Ngaglik merasakan bahwa
implementasi SMM ISO 9001: 2008 juga memiliki dampak negatif.
Dampak negatif yang paling mutlak ada/dirasakan oleh semua
personal adalah biaya sertifikasi dan pemeliharaan yang tinggi. Dua
butir sangat dirasakan/diyakini ada oleh 4 (dari 5) orang responden,
yaitu problema adaptasi sumberdaya insani dan penggunaan waktu
dan proses permintaan. Sedang 3 hal/faktor yang lain, yaitu: ada
penambahan birokrasi, isu-isu mengenai interpretasi standar, dan
kesulitan adaptasi standar pendidikan, bersifat nisbi (3-2 responden
saja yang merasakan ada/tidak menganggap ada).
Berikut tabel dampak positif implementasi SMM ISO 9001:
2008 bagi manajemen SMA Negeri 2 Ngaglik.
Tabel 4.10
Dampak Negatif ISO menurut Manajemen SMAN 1 Ngaglik
No Butir-Butir Pernyataan Ada Tidak ada
1. Anda merasakan/melihat ada penambahan
birokrasi. 3 2
2. Biaya sertifikasi dan pemeliharaan yang tinggi. 5 0
3. Isu-isu mengenai interpretasi standar. 3 2
4. Kesulitan adaptasi standar pendidikan. 3 2
5. Problema adaptasi sumberdaya insani. 4 1
6. Konsumsi/penggunaan waktu dan proses
permintaan. 4 1
Jumlah partisipan/responden 22 8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
Tabel 4.11
Dampak ISO menurut Manajemen SMAN 2 Ngaglik
No Butir-butir Pernyataan Skor Sebelum Skor Sesudah
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1. Anda merasakan/melihat ada
perbaikan terus-menerus. 0 0 3 0 0 0 0 1 2 0
2. Ada standarisasi/pembakuan dan
efisiensi proses. 0 0 3 0 0 0 0 2 1 0
3. Peningkatan lingkungan kerja bagi
staf dan siswa. 0 0 2 1 0 0 0 1 2 0
4. Konsistensi dalam dokumentasi,
perbaikan dokumen dan manajemen
catatan di seluruh lembaga (SMA).
0 0 3 0 0 0 0 0 3 0
5. Peningkatan kepuasan pelanggan;
indeks kepuasan siswa yang membaik. 0 0 3 0 0 0 0 2 1 0
6. Peningkatan penggunaan TIK sebagai
penggerak utama peningkatan kinerja
di sekolah.
0 0 2 1 0 0 0 0 3 1
7. Peningkatan branding, visibilitas,
peringkat dan benchmarking dengan
sekolah lainnya.
0 0 3 0 0 0 0 2 1 0
8. Peningkatan sarana dan prasarana. 0 0 1 1 0 0 0 1 2 0
Jumlah frekuensi 0 0 17 3 0 0 0 8 13 1
Jumlah frekuensi x skor 0 0 51 12 0 0 0 24 52 5
Skor total sebelum & sesudah ISO 63 81
Perubahan (kenaikan) 18 = 30%
PS: Skor/nilai 1 berarti terendah atau sangat tidak memuaskan sedang
skor/nilai 5 bermakna tertinggi atau sangat memuaskan; skor-skor di
tengah (2, 3, dan 4) menunjukkan persepsi: kurang memuaskan, cukup
memuaskan, dan memuaskan. Modus (skor/nilai tertinggi) bersifat
agregatif untuk semua butir aspek kepuasan (sebelum ISO) dan dampak
(sesudah) implementasi SMM-ISO.
Data (Tabel 4.9 dan 4.11) menunjukkan keadaan sangat mirip
pada kedua SMAN (naik 32 & 30%). Grafik di SMAN 2 berikut ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
Gambar 4.15
Grafik Kepuasan Awal Manajemen SMAN 2 Ngaglik
Gambar 4.16
Grafik Dampak ISO menurut Manajemen SMAN 2 Ngaglik
Dalam hal dampak negatif ISO yang dirasakan oleh pihak
manajemen sekolah, data pada tabel (4.12) di bawah ini membuktikan
bahwa di SMA Negeri 2 Ngaglik hampir semua faktor/hal yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
ditanyakan oleh penulis dianggap sebagai dampak negatif. Hanya 1
hal, yaitu tentang isu-isu mengenai interpretasi standar, yang tidak
dirasakan sebagai dampak negatif oleh seorang responden (Wakil
Kepala Sekolah Bidang Kurikulum).
Tabel 4.12
Dampak Negatif ISO menurut Manajemen SMAN 2 Ngaglik
No. Butir-Butir Pernyataan Ada Tidak ada
1. Anda merasakan/melihat ada penambahan
birokrasi. 4 0
2. Biaya sertifikasi dan pemeliharaan yang tinggi. 4 0
3. Isu-isu mengenai interpretasi standar. 3 1
4. Kesulitan adaptasi standar pendidikan. 4 0
5. Problema adaptasi sumberdaya insani. 4 0
6. Konsumsi/penggunaan waktu dan proses
permintaan. 4 0
Jumlah partisipan/responden 23 1
Empat tabel terakhir pada bab ini (Tabel 4.9 – 4.12) adalah resume
persepsi dan penilaian pihak Manajemen Sekolah (para Wakil Kepala
Sekolah dan WMM) tentang dampak positif dan negatif implementasi
Manajemen Mutu berupa ISO 9001: 2008. Mereka adalah pihak yang
paling bertanggung jawab (Kepala Sekolah tidak sempat mengisi
angket/kuesioner dan memang tidak sesibuk 4-5 orang personal tersebut),
maka penulis merasa wajar kalau penilaiannya relatif tinggi (ISO
berdampak positif).
Betapa pun demikian, ternyata kelompok responden ini juga tetap
kritis dalam menilai karena terlihat hampir tidak ada yang memberi skor 5,
baik sebelum maupun sesudah ada sertifikasi ISO. Semoga hal tersebut
menjadi indikator adanya sikap ketidakpuasan kreatif yang berimplikasi
pada usaha perbaikan berkelanjutan (continuous improvement)
sebagaimana diprasyaratkan oleh standar manajemen mutu versi/model
mana pun. Pihak manajemen sekolah juga melihat dampak negatif dari
implementasi SMM ISO 9001: 2008 tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
C. Pembahasan
Demi menjawab pertanyaan penelitian, pembahasan dilakukan berturut-
turut: (1) faktor sukses implementasi SMM menurut standar ISO 9001: 2008,
(2) gaya kepemimpinan transformasional, dan (3) dampak implementasi
SMM-ISO bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) atau para
pelanggan (eksternal dan internal) di kedua sekolah (SMA Negeri 1 dan 2
Ngaglik). Pembahasan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Faktor Sukses Kunci Implementasi ISO
Mencermati data hasil wawancara dengan para responden, yang
dikaitkan dengan instrumen penelitian mengenai faktor sukses
implementasi SMM-ISO, dapatlah ditunjukkan adanya beberapa faktor
sukses kunci implementasi ISO 9001: 2008 di kedua SMA tersebut adalah
sebagai berikut.
a. Tim/manajemen mutu (quality team) atau wakil manajemen mutu.
Di kedua SMA Negeri di Ngaglik tersebut, manajemen puncak (top
management) sudah menunjuk masing-masing seorang wakil
manajemen mutu (WMM), yang di luar tugas utamanya, memiliki
tanggung jawab dan wewenang berikut.
1) memastikan proses yang diperlukan untuk sistem manajemen
mutu yang telah ditetapkan, diterapkan dan dipelihara;
2) melaporkan kepada manajemen puncak tentang kinerja
(performance) sistem manajemen mutu dan kebutuhan apa pun
untuk perbaikannya; dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
3) memastikan untuk tumbuhnya kesadaran tentang persyaratan
pelanggan di seluruh organisasi.
Namun masih diakui oleh WMM bahwa mereka masih melakukan
kerja lembur administratif pada saat awal program, menyusun
pedoman mutu, kebijakan mutu, dan SOP.
b. Komitmen dan dukungan manajemen (management commitment
and support).
Manajemen puncak (top management) harus memberi bukti
komitmennya pada pengembangan dan penerapan sistem manajemen
mutu dan terus-menerus memperbaiki efektivitasnya dengan cara:
1) menyampaikan ke organisasi pentingnya memenuhi persyaratan
pelanggan serta undang-undang dan peraturan,
2) menetapkan kebijakan mutu,
3) memastikan sasaran mutu yang ditetapkan,
4) melakukan tinjauan manajemen, dan
5) memastikan tersedianya sumber daya.
Data hasil wawancara dengan Tim Manajemen Mutu (WMM)
SMAN 1, maupun hasil pengamatan penulis, pemimpin puncak
(kepala sekolah) belum memiliki komitmen tinggi dalam memandu
pembatinan (internalisasi) kebijakan mutu dan implikasi manajerial
dan teknikalnya. Sebagian kecil guru memang sudah terbiasa dengan
cara kerja yang berorientasi mutu, terutama dengan semangat
continuous improvement, namun sebagian besar masih bertahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
dengan kemapanan dan kenyamanan, apalagi pendidik yang
mendekati masa pensiun.
Di kedua SMA, butir nomor 1) di atas dilakukan oleh para
pendamping dan konsultan sertifikasi ISO. Sedang nomor 2) – 5)
dilakukan oleh WMM, yang diperkaya oleh anggota WMM baik
secara individual maupun dalam rapat tim/WMM.
Selain itu, WMM SMAN 2 juga mengakui bahwa kunci utama
keberhasilan program sertifikasi ISO di sekolahnya adalah komitmen
masing-masing warga (terutama anggota tim dan WMM) dalam
menjalankan SMM-ISO. Tentu saja penyediaan dana yang cukup
besar (tersedianya sumber daya) juga terjadi di 2 SMA tersebut.
Kebijakan afirmatif atasan selaku suprastruktur Sekolah, dalam
hal ini Bupati dan Kepala Dinas Dikpora Sleman, yang turun pada
kepala sekolah, yang mewajibkan SMA & SMK Negeri tertentu
mengikuti program sertifikakasi ISO, pastilah juga menjadi faktor
kunci keberhasilan yang berkontribusi signifikan. Apalagi ditambah
pesan lisan agar ketika penyerahan sertifikat ISO diusahakan ketika
Bupati berkesempatan menghadirinya.
c. Komunikasi dan keterlibatan semua anggota (communication with
and involvement of all members).
Masih ada masalah kurang optimalnya komunikasi dan keterlibatan
semua anggota/warga SMAN 1. Hal itu tampak dari fakta bahwa ada
kelas XII yang tidak memiliki informasi yang memadai perihal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
sertifikasi ISO, sedang di SMAN 2 peserta didik kelas XI-nya pun
cukup memiliki informasi dan pemahaman mengenai sertifikasi ISO.
d. Tingkat organisasi sebelumnya (previous level of organization).
Karena tuntutan dalam akreditasi dan sertifikasi guru, maka tertib
administrasi (perencanaan dan pelaksanaan) pembelajaran maupun
keuangan, hampir semua guru di kedua SMAN Ngaglik sudah relatif
baik dan lengkap. Hal ini memudahkan dalam sertifikasi ISO.
Selain kategorisasi data di atas, sebenarnya ada juga pandangan-
pandang kritis-skeptik dari sejumlah guru dan pengamat pendidikan
tentang penerapan SMM-ISO di SMA, bahkan WMM. Kegundahan
juga muncul dari seorang pengamat pendidikan yang juga anggota tim
penyusun Kurikulum 2013 (Darmaningtyas, 1/5/2017): “ISO itu untuk
dunia industri (pabrik) yang memerlukan presisi tertentu; tidak cocok
untuk dunia pendidikan”.
Berbagai pernyataan kritis para responden (guru) sebenarnya
mempertegas bahwa kepemimpinan kepala sekolah memang sangat
urgen dalam implementasi SMM-ISO di SMAN Ngaglik.
2. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional
Gaya kepemimpinan pihak manajemen sekolah (kepala sekolah, para
wakil kepala sekolah, dan wakil manajemen mutu) SMA Negeri 1 Ngaglik
dipersepsikan sebagai cukup transformatif, oleh beberapa orang responden (3
orang). Tetapi sebagian besar responden lainnya (4 orang) cenderung menilai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
kurang transformatif gaya kepemimpinannya. Responden untuk variabel ini 7
orang guru yang bukan pejabat atau pimpinan sekolah, namun dipilih yang
relatif memiliki wawasan (dan kompetensi) kepemimpinan.
Hasil analisis temuan data tersebut merepresentasikan adanya dua
kelompok responden penilai: yang ekstrim memberi skor kecil (1 & 2) di
satu pihak dan yang di ekstrim seberang menilai relatif tinggi (3 & 4, bahkan
5). Penulis sempat mengidentifikasi, kendatipun angket/kuesioner yang terisi
dengan atau tanpa nama, bahwa kelompok pertama adalah para guru yang
relatif muda dengan idealisme tinggi, sedang kelompok kedua terutama guru
senior dan/atau mantan kepala sekolah SMA swasta yang pindah ke SMA
Negeri 1 Ngaglik. Artinya, ada rasa tidak enak hati alias pekewuh bagi
kelompok ke-2 itu dalam memberi penilaian kepada mantan kawan MKKS
(Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) sendiri. Pengamatan penulis pribadi
cenderung sependapat dengan kelompok pertama.
Ketika dilihat dari keempat variabel kepemimpinan transformasional
dalam pendidikan, maka dapat disajikan dalam matriks berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
Tabel 4.13
Kadar Kepemimpinan Transformasional Dua SMAN Ngaglik
Variabel Kepemimpinan
Transformasional
Skor dengan frekuensi 3
tertinggi, Pimpinan SMAN
1 Ngaglik
Skor dengan frekuensi 3
tertinggi, Pimpinan
SMAN 2 Ngaglik
1. Idealized Influence
(pengaruh ideal,
kharismatik).
Skor 4 (frekuensi 24),
skor 2 (frekuensi 11), dan
skor 3 (frekuensi 9).
Skor 4 (frekuensi 10),
skor 3 (frekuensi 6), dan
skor 5 (frekuensi 4).
2. Intellectual Stimulation
(stimulasi intelektual).
Skor 3 & 4 (masing-masing
dengan frekuensi 12), dan
skor 2 (frekuensi 7).
Skor 4 (frekuensi 6),
skor 5 (frekuensi 5), dan
skor 3 (frekuensi 4).
3. Inspirational motivation
(motivasi inspirasional).
Skor 2 (frekuensi 34),
skor 4 (frekuensi 23), dan
skor 3 (frekuensi 13).
Skor 4 (frekuensi 24),
skor 5 (frekuensi 6), dan
skor 3 (frekuensi 3).
4. Individual consideration
(perhatian atau konside-
rasi terhadap individu).
Skor 3 (frekuensi 21),
skor 2 (frekuensi 20), dan
skor 4 (frekuensi 13).
Skor 4 (frekuensi 11),
skor 3 (frekuensi 9), dan
skor 5 (frekuensi 4).
Matriks tersebut memperjelas bahwa nilai kadar transformasional
kepemimpinan SMA Negeri 2 Ngaglik lebih tinggi daripada di SMA Negeri 1
Ngaglik, meskipun penelitian ini bukan dalam rangka mengkomparasikan
keduanya. Dengan 4 variabel gaya kepemimpinan menurut Bass dan Avolio
tersebut, pimpinan SMA Negeri 2 Ngaglik lebih transformatif secara merata.
Sedang pimpinan SMA Negeri 1 Ngaglik hanya agak baik pada variabel 1
dan 2, yang dalam terminologi Ki Hadjar Dewantara sama dengan “ing
ngarsa sung tuladha”, dan hanya bernilai Cukup/Kurang pada variabel 3 dan
4, yang sesungguhnya tidak berbeda jauh dengan “ing madya mangun karsa”
dan “tut wuri handayani” dalam trilogi kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara.
Modus (agregatif, 53% untuk skor 3) pada SMA Negeri 2 Ngaglik
menunjukkan bahwa pimpinan sekolah pada waktu memperjuangkan dan
memperoleh sertifikat ISO 9001: 2008, yang ketika itu dengan kepala sekolah
Darwito, S.Pd., relatif memiliki gaya kepemimpinan transformasional. Hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
tersebut dikonfirmasi oleh komentar karyawati honorer bagian perpustakaan
(Lastinawati, A.Md.) yang kebetulan mengikuti kepala sekolah tersebut pada
2 SMA berbeda: “keteladanan kepala sekolah menjadi kunci keberhasilan,
yaitu dalam hal kedisiplinan dan kinerja yang baik”.
WMM SMA Negeri 1 Ngaglik, mengatakan bahwa tidak perlu gaya
kepemimpinan khusus, melainkan yang penting melaksanakan siklus PDCA
(plan-do,check,act) secara lengkap, dan bukan hanya PD-nya saja. Ia pernah
menyaksikan Kepala Sekolah kalau pagi hanya membaca koran (padahal
bersama penulis selaku auditor internal, WMM tersebut menemukan bahwa
Kepala Sekolah kurang menguasai dokumen ISO yang dimiliki, bahkan ada
dokumen Kepala Sekolah yang sekadar hasil copas tetapi kurang diedit).
Dengan kondisi begitu pun sertifikat ISO tetap diperoleh.
Dalam pandangan Koordinator PKG (Penilaian Kinerja Guru) SMA
Negeri 1 Ngaglik, Titik Krisnawati, S.Pd., M.Pd., kunci semua kemajuan dan
pengembangan mutu sekolah berada pada kepemimpinan kepala sekolah.
“Kalau Kepala sekolah diam saja sulitlah berharap ada kemajuan, diberi
masukan untuk bersama-sama membenahi mutu pembelajaran dan
manajemen sekolah, seolah diterima tetapi tidak ditindaklanjuti. Anehnya
ketika ada rekayasa menjatuhkan kredibilitas saya melalui siswa, malah
langsung diterima. Saya mengalami hal-hal seperti itu. Dalam banyak
hal, kepala sekolah saat ini sangat kontras dengan kepala sekolah
sebelumnya yang sangat tegas (kadang terlalu keras) dan berkomitmen
tinggi (proaktif).”
Pengamatan penulis juga memperkuat sinyalemen responden di atas.
Pada semester ini, ketika sekolah tidak memiliki bendahara sekolah dan
kepala TU (karena pensiun dan belum memperoleh ganti), tugas tersebut
diberikan kepada seorang guru PNS (kebetulan juga WMM). Pekerjaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
administratif dan fisikal sangat rumit dan ribet (karena dalam setiap bulannya
harus beberapa kali bolak-balik ke Dinas Dikpora dan Bank), namun ternyata
sampai bulan ketiga ini belum mendapatkan tunjangan apa pun, bahkan
pengganti biaya transportasi pun belum. “...ini sebagai ibadah Pak, toh saya
juga butuh lancar penggajian...”, katanya. Luar biasa spiritualitas kerjanya.
Dalam hal ini, kepala sekolah belum juga melakukan tindakan diskresi yang
memadai. Di sini terbukti kurang tinggi kadar trasformasional gaya
kepemimpinan kepala sekolah.
Testimoni para pembimbing aneka lomba dan olimpiade pun
memperkuat hal tersebut. Para pembimbing itu biasanya melakukan
pembimbingan persiapan berhari-hari, dan pada saat pelaksanaan lomba
(olimpiade ekonomi-akuntansi, lomba roket-fisika, seni musik, dan
sebagainya) biasanya mengantar dan mendampingi para peserta,
memfasilitasi transportasi, dan tidak jarang mentraktir makan pada sore
harinya. Tetapi hampir tidak ada penghargaan dari (pimpinan) sekolah,
paling-paling mendapat uang transpor Rp20.000,00. “Padahal ada surat tugas
untuk itu”, kata Dra Parjilah, salah seorang pembimbing lomba tersebut.
Salah seorang guru sejarah, Triyana, S.Pd. menilai soal kepemimpinan
sekolah demikian: “...sebenarnya SMA ini tidak layak mendapatkan sertifikat
ISO dan dengan demikian juga tidak berdampak apa-apa, karena kepala
sekolah, WSK Kurikulum, dan WMM tidak memandunya secara memadai;
pemahaman mereka pun masih sepotong-sepotong”. Ini sesungguhnya juga
memperkuat konstatasi bahwa sebenarnya kepemimpinan transformasional
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
memang sangat diperlukan untuk melakukan perubahan (perbaikan) sekolah.
Jadi, walaupun idealnya diperlukan gaya kepemimpinan transformasional
secara penuh/lengkap kepala sekolah (dan pimpinan atau manajemen sekolah
lainnya) agar implementasi SMM-ISO dapat berjalan dan teradministrasikan
secara optimal, namun ternyata dengan kepemimpinan yang kurang
transformatif (tidak lengkap keempat variabelnya) pun, SMA Negeri 1
Ngaglik masih tetap dapat meraih sertifikat ISO, yang penting tidak justru
menghambat WMM bekerja dalam rangka memenuhi tuntutan sertifikasi
ISO. Berarti gaya kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh
langsung dalam pemerolehan sertifikat ISO. Tentu saja hasilnya, berupa
peningkatan mutu sekolah, akan lebih baik seandainya pihak
manajemen/pimpinan sekolah memiliki gaya kepemimpinan transformasional
relatif penuh, minimal sebagaimana terjadi di SMA Negeri 2 Ngaglik.
3. Dampak Implementasi ISO
Dampak positif atas implementasi SMM ISO 9001: 2008 dipersepsikan
secara beragam oleh para pemangku kepentingan (stakeholders) atau para
pelanggan sekolah. Mereka itu adalah (a) pelanggan eksternal-primer
(peserta didik), (b) pelanggan eksternal-sekunder (orangtua/wali peserta
didik), (c) pelanggan internal (pendidik/guru dan staf pendukung/tenaga
kependidikan), dan (d) pihak manajemen sekolah.
Penilaian dilakukan dengan mengkomparasikan persepsi dan penilaian
antara sebelum dengan sesudah diimplementasikan SMM ISO 9001: 2008.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
Penilaian mereka memang berupa persepsi subjektif, namun demikian karena
subjektivitas tersebut dari banyak subjek, maka secara filosofis menjadi
relatif objektif, betapa pun tanpa kriteria yang rinci dan rigid.
Penilaian/persepsi responden sebelum implementasi SMM-ISO penulis
maknai sebagai tingkat kepuasan awal pelanggan yang bersangkutan, sedang
penilaian sesudah/pasca ISO diterjemahkan sebagai dampak (positif) atas
implementasi SMM-ISO tersebut. Persepsi dan penilaian para responden di
kedua SMA yang diteliti adalah sebagai berikut.
a. Penilaian/Persepsi Peserta Didik
Dengan asumsi bahwa semua aktivitas manajerial di SMA Negeri 1
Ngaglik tidak terlepas dari usaha mendapatkan sertifikat ISO, maka dapat
dikatakan bahwa ada kenaikan skor total sebanyak 146 atau 35% dari
sebelum implementasi sistem manajemen mutu (SMM) ISO dan
sesudahnya. Ini artinya, dengan asumsi SMM ISO menjadi faktor/variabel
utama, ada dampak positif yang dirasakan oleh 27 orang peserta didik SMA
Negeri 1 Ngaglik.
Kepuasan (penilaian awal/sebelum ISO dianggap baik, memuaskan)
tertinggi (skor 3) ada pada butir nomor 6 (Peningkatan penggunaan
TIK/ICT sebagai penggerak utama peningkatan kinerja di sekolah) dan
diikuti nomor 5 (Peningkatan kepuasan pelanggan; indeks kepuasan siswa
yang membaik). Sedang dampak positif atas implementasi SMM ISO 9001:
2008 yang dirasakan oleh peserta didik paling baik adalah butir nomor 1
(ada perbaikan terus-menerus) dan butir nomor 6 juga. Secara agregatif,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
dampak positif memang berada pada skor 4 atau Baik (sebanyak 260) yang
disusul skor 3 atau Cukup (210).
Ada 3 orang peserta didik (Aji, Fatimah, dan Heribertus Agil) dari
kelas XII IPS2 yang dengan mantap mengatakan adanya peningkatan mutu
SMAN 1, sehingga layak memperoleh sertifikat ISO. Spontan mereka
menyebut semakin baiknya peraturan, infrastruktur (taman dan ruang kelas)
semakin baik, dan kantin sekolah sudah memadai.
Pernyataan tersebut memang agak kontras dengan jawaban lisan 3
orang peserta didik lainnya yang penulis peroleh berikut ini.
“Sertifikasi ISO tidak meningkatkan apa pun, bahkan justru ada yang
menurun: kedisiplinan siswa kurang baik karena sekolah kurang tegas,
baik karena ikut tawuran, terlambat datang ke sekolah dan ada yang
sudah diberi point (pelanggaran) hanya mendapat skorsing 1-2
minggu. Ada juga guru yang hanya memerhatikan murid yang
menonjol, kalau yang itu sudah jelas ya sudah, lalu mengatakan:
‘kalau belum jelas tanya saja pada teman-temannya, itu ada di LKS’”
(diwakili oleh Mutiara, XII IPA1 SMA Negeri 1 Ngaglik, 28/4/2017).
Pernyataan serupa juga dikatakan oleh 2 orang siswi kelas XI IPS dan
XI IPA SMA Negeri 1 Ngaglik (Lianita dan seorang temannya yang penulis
lupa mencatat namanya). Ada satu kelas (XII IPS3) yang penulis batalkan
untuk dijadikan responden tertulis dan lisan (wawancara) karena ketika
ditanya mengenai pengetahuannya tentang ISO, tidak ada yang mampu
menjawabnya. Muhammad Devano adalah satu-satunya peserta didik di
kelas tersebut yang sedikit agak mengetahuinya, dan menjawab: “semacam
peringkat...?” Atau Kasminah Puji Lestari: “ada peningkatan prestasi siswa
dan pengajaran guru, mungkin”. Artinya, kebanyakan peserta didik tidak
merasakan dampak signifikan atas diperolehnya sertifikat ISO di SMA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
mereka.
Dengan asumsi yang sama, bahwa semua aktivitas manajerial di SMA
Negeri 2 Ngaglik tidak terlepas (inherent) dengan usaha mendapatkan
sertifikat ISO, maka dapat dikatakan bahwa ada kenaikan skor total
sebanyak 43 atau 37,7% dari sebelum implementasi sistem manajemen
mutu (SMM) ISO dan sesudahnya. Ini artinya, dengan asumsi SMM ISO
menjadi faktor/variabel utama, ada dampak positif yang dirasakan oleh 30
orang peserta didik SMA Negeri 2 Ngaglik. Bahkan responden cukup
diambil dari kelas XI, karena mereka pun memahami secara relatif benar
mengenai ISO. Berbeda dengan responden SMA Negeri 1 Ngaglik, yang
ketika memilih peserta didik kelas XII pun tidak semua kelas
memahaminya, apalagi kelas-kelas di bawahnya.
Dari perspektif butir-butir/dimensi dampak ISO, peserta didik SMA
Negeri 2 Ngaglik merasakan tingkat kepuasan (sebelum ISO) Cukup atau
pada skor 3 (frekuensi dikalikan skor: 234) yang diikuti skor 2 atau kurang
puas (158), namun modus (nilai tertinggi pasca implementasi ISO) berada
pada skor 4 atau memuaskan (250). Dengan komparasi sebelum dan sesudah
(pasca) ISO secara agregatif juga menunjukkan adanya kenaikan skor 43
atau 37,7%.
Kamila Amalia kelas XI IPS SMA Negeri 2 Ngaglik, menjawab
pertanyaan penulis melalui WA: “Alhamdulillah puas, terutama dalam hal
lingkungan sekolah yang semakin baik. Ada perbedaan antara sebelum dan
sesudah ISO: semakin baik. Yang kurang memuaskan adalah waktu istirahat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
kurang lama” (wawancara 15/8/2017).
b. Penilaian/Persepsi Orangtua Peserta Didik
Baik orangtua/wali peserta didik SMA Negeri 1 Ngaglik maupun dari
SMA Negeri 2 Ngaglik sama-sama merasakan adanya dampak positif atas
penerimaan sertifikat ISO 9001: 2008 SMA anak-anak mereka. Hanya saja,
para orangtua peserta didik di SMA Negeri 2 Ngaglik lebih merasakan
dampak positif tersebut (peningkatan frekuensi skor dari saat sebelum
sampai sesudah implementasi ISO sebanyak 41 atau 59,4%) dibandingkan
dengan di SMA Negeri 1 Ngaglik yang hanya sebesar 43 yang setara
dengan 37,7%. Hal ini dapat penulis pahami ketika dikaitkan dengan
pernyataan para guru SMA Negeri 2 Ngaglik yang mengalami perjuangan
(pemerolehan sertifikat ISO) tersebut selama 2 tahun, sedang di SMA
Negeri 1 Ngaglik cukup setahun. Apalagi kalau dihubungkan dengan
penilaian guru dan karyawan yang menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan
pihak manajemen SMA Negeri 2 Ngaglik relatif lebih tranformatif
dibandingkan di SMA Negeri 1 Ngaglik.
Tidak satu pun responden-orangtua yang sempat penulis wawancarai.
Bahkan untuk kedua SMAN tersebut, penulis hanya dapat meminta tolong
para peserta didik yang bersedia menyampaikan angket/kuesioner (sekaligus
menjelaskannya) kepada orangtua mereka. Ini merupakan keterbatasan
penelitian ini (juga). Ada seorang responden yang ketika bertemu dan
menyerahkan kembali kuesioner yang telah ia isi mengatakan “ini terlalu
berat Pak untuk kami orang tua”. Penulis menduga bahwa sebenarnya para
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
orangtua memercayai Sekolah secara taken for granted. Mungkin hal itu
juga sebuah masalah kekurangjelasan atas butir-butir pertanyaan/pernyataan
yang penulis ajukan karena tanpa ada penjelasan secukupnya.
c. Penilaian/Persepsi Pendidik/Guru
Hasil pengolahan data menunjukkan hal serupa dalam hal persepsi
para guru atas manfaat atau dampak positif pemerolehan sertifikat ISO
9001: 2008. Para guru di SMA Negeri 2 Ngaglik lebih merasakan dampak
positif tersebut (ada kenaikan skor 122 atau 39%) daripada dari SMA
Negeri 1 Ngaglik yang dinilai/dipersepsikan hanya ada kenaikan skor
sebesar 27 atau setara dengan 6% saja.
Dalam percakapan informal, muncul kesan bahwa beberapa orang
guru SMA Negeri 1 Ngaglik masih bersikap skeptik terhadap ISO. Hal itu
tampak dari, misalnya, munculnya pernyataan: “untuk apa ada ISO, ini kan
bukan pabrik barang”, “daripada uang jutaan hanya untuk ISO, lebih baik
untuk menambah fasilitas dan kesejahteraan kita (guru)”, “dengan ISO,
sekolah jadi lebih baik?”, “hanya pada saat sertifikasi ISO kondisi sekolah
baik, sesudahnya kembali kurang baik dan tanpa pengawasan yang baik”,
dan aneka ungkapan kurang menggembirakan serupa lainnya.
Ada pernyataan sefrekuensi guru SMA Negeri 1 dan 2 Ngaglik yang
memperkuat penilaian pentingnya ISO dengan catatan tersebut, yaitu:
“Sebenarnya ISO baik, karena memang memaksa Sekolah menertibkan
banyak administrasi, namun sayangnya hanya terjadi pada saat pelaksanaan,
dan kurang pemantauan”. “ISO baik, tetapi sayangnya kurang pemantauan”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
“Saya rasa perlu ditingkatkan kedisiplinan semua stakeholders sekolah,
begitu pula sarana-prasarana (terutama buku pegangan siswa) perlu semakin
dilengkapi”. “Pengawasan harus dilakukan secara terus-menerus, evaluasi
dilakukan setiap 3 dan 6 bulan, dilanjutkan perbaikan, baik sarana-prasarana
maupun kinerja pendidik dan tenaga kependidikannya” (Dra. Sri Astuti,
Partini, S.Pd., M.Pd., dan Dra. J. Christi Susi I). Mereka semakin
membenarkan pentingnya Siklus PDCA dari Demming, untuk sistem
manajemen mutu, yang harus sungguh-sungguh diperhatikan dan dilakukan
secara konsisten dan berkelanjutan oleh manajemen sekolah.
Penulis memaknai komentar-komentar para pendidik tersebut sebagai
bentuk harapan atau tuntutan untuk membangun budaya mutu organisasi
sebagai prakondisi SMM-ISO terlebih dahulu sebelum mendeklarasikan
kebijakan implementasi sistem manajemen mutu, entah dalam bentuk
Sistem Penjaminan Mutu, TQM, ISO, dan lain-lainnya. Sebenarnya kalau
budaya mutu sudah terinternalisasi (terbatinkan) secara baik dan
menyeluruh, maka bisa diyakini perjuangan memperoleh sertifikasi ISO,
terakreditasi A, dan berharap mutu lulusan yang memenuhi harapan
pelanggan ekternal-tersier (perguruan tinggi dan dunia kerja) bukanlah hal
yang susah.
d. Penilaian/Persepsi Manajemen Sekolah
Barangkali pihak ini (Manajemen Sekolah, yang terdiri para wakil
kepala sekolah dan WMM, karena Kepala Sekolah tidak mau/tidak sempat
mengisi angket/kuesioner) yang relatif paling subjektif memberi penilaian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
atau mempersepsikan dampak positif penerapan ISO, karena merekalah
yang paling bertanggung jawab terhadapnya. Dalam hal penilaian dampak
positif, manajemen SMA Negeri 1 Ngaglik lebih konservatif karena hanya
menganggap ada peningkatan frekuensi skor 31 atau 32%, sedang di SMA
Negeri 2 Ngaglik dipersepsikan naik sangat signifikan (skor naik 18 atau
30%). Sekali lagi ini masalah persepsi subjektif, terlebih menurut kacamata
pelaku utama. Di kedua SMA tersebut, penilaian kepuasan tertinggi
(sebelum ISO) dan dampak positif (sesudah) ISO berada pada “Peningkatan
penggunaan TIK sebagai penggerak utama peningkatan kinerja di sekolah”.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMA Negeri 2 Ngaglik
(Dra. Enik Sri Agustini) mengatakan “Memang ISO sebenarnya kalau bisa
diterapkan secara menyeluruh bagus. Tetapi dana (biaya?)-nya terlalu besar,
dan sudah ada SPMI (Sistem Penjamin Mutu Internal) dari LPMI (Lembaga
Penjamin Mutu Internal) berdasar Permen dan tidak berbiaya. Jadi
sebaiknya SPMI saja.”
Ketika penulis bertanya “Adakah manfaat ISO yang Bapak rasakan?”
kepada Kepala SMA Negeri 1 Ngaglik, Drs Subagyo, jawabannya sebagai
berikut.
“ISO hanya berbuah/ada manfaat (dampak) sedikit, karena tidak
berorientasi proses melainkan hanya hasil, itu pun hanya bersifat
administratif. Apalagi PT TuV Rheiland Indonesia (yang
mengeluarkan sertifikat ISO) berorientasi bisnis, sehingga kurang
sedikit pun tidak masalah asal pembayaran beres, kalau dengan
standar ketat mestinya banyak sekolah yang tidak lolos. ISO diadopsi
dari dunia bisnis, kurang cocok untuk lembaga pendidikan, lebih
mendalam akreditasi. Mungkin lebih cocok model penjaminan mutu
(ISO internal) yang dari LPMP” (wawancara, 14/8/2017).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
Untuk dampak negatif sertifikasi ISO, Manajemen SMA Negeri 2
Ngaglik lebih merasakan (96%) daripada di SMA Negeri 1 Ngaglik (73%).
Barangkali yang ke-2 itu lebih optimistik atau berkonfidensi tinggi. Tapi
ungkapan positif-optimistik juga muncul dari Wakil Kepala Sekolah Bidang
Humas SMA Negeri 1 Ngaglik (Drs. Hadi Siswanto): “Dengan adanya
implementasi ISO di SMA ini secara administrasi kelihatan tertata lebih
baik, kesadaran bapak-ibu guru tentang pentingnya tertib administrasi
memang diperlukan”.
Dampak negatif yang paling mutlak ada/dirasakan oleh semua
personal SMA Negeri 1 Ngaglik adalah biaya sertifikasi dan pemeliharaan
yang tinggi. Dua butir sangat dirasakan/diyakini ada oleh 4 (dari 5) orang
responden, yaitu problema adaptasi sumberdaya insani dan
konsumsi/penggunaan waktu dan proses permintaan. Sedang 3 hal/faktor
yang lain, yaitu: ada penambahan birokrasi, isu-isu mengenai interpretasi
standar, dan kesulitan adaptasi standar pendidikan, bersifat nisbi (3-2
responden saja yang merasakan ada/tidak menganggap ada). Sedang di
SMA Negeri 2 Ngaglik hampir semua faktor/hal yang ditanyakan oleh
penulis dianggap sebagai dampak negatif. Hanya 1 hal, yaitu tentang isu-isu
mengenai interpretasi standar, yang dirasakan bukan dampak negatif oleh
seorang responden (Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
BAB V
SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan berbagai uraian yang tersaji pada semua bab sebelumnya,
penulis membuat simpulan pokok berikut ini.
1. Faktor sukses kunci yang paling memengaruhi keberhasilan SMA Negeri 1
Ngaglik dan SMA Negeri 2 Ngaglik dalam mengimplementasikan sistem
manajemen mutu dengan standar ISO 9001: 2008, adalah sebagai berikut.
a. Tim/manajemen mutu (quality team) atau wakil manajemen mutu.
Karena tuntutan pemberi sertifikat ISO adalah bukti-bukti fisik dan
administratif, maka tim (WMM) itulah yang paling menentukan
keberhasilan pemerolehan sertifikat tersebut, meskipun untuk itu mereka
harus berhari-hari kerja lembur, di sekolah maupun di rumah. Dengan kata
lain, salah satu faktor sukses kunci memperoleh sertifikat ISO adalah
adanya WMM, bersama timnya, yang bersedia mengerjakan macam-
macam tuntutan administrasi yang ditetapkan dalam ISO. Artinya, tim
tersebut siap menanganinya, kendati harus bekerja secara lembur siang-
sore dan malam. Selain kerja lembur pekerjaan administratif-klerikal, ada
pekerjaan yang paling esensial yaitu perumusan dan penetapan kebijakan
mutu, dan aneka SOP-nya.
b. Komitmen dan dukungan manajemen (management commitment and
support).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
Manajemen puncak (top management) sebenarnya harus memberi bukti
komitmennya pada pengembangan dan penerapan sistem manajemen mutu
dan terus-menerus memperbaiki efektivitasnya dengan cara:
1) menyampaikan ke organisasi pentingnya memenuhi persyaratan
pelanggan serta undang-undang dan peraturan,
2) menetapkan kebijakan mutu,
3) memastikan sasaran mutu yang ditetapkan,
4) melakukan tinjauan manajemen, dan
5) memastikan tersedianya sumber daya.
Namun, data hasil wawancara dengan Tim Manajemen Mutu (WMM)
SMAN 1, maupun hasil pengamatan, pemimpin puncak (kepala sekolah)
belum memiliki komitmen tinggi dalam memandu pembatinan
(internalisasi) kebijakan mutu dan implikasi manajerial dan teknikalnya.
Sebagian kecil guru memang sudah terbiasa dengan cara kerja yang
berorientasi mutu, terutama dengan semangat continuous improvement,
namun sebagian besar masih bertahan dengan kemapanan dan
kenyamanan, apalagi pendidik yang mendekati masa pensiun.
Di kedua SMA, butir nomor 1) di atas dilakukan oleh para pendamping
dan konsultan sertifikasi ISO. Sedang nomor 2) – 5) dilakukan oleh WMM
bersama timnya.
Selain itu, WMM SMAN 2 juga mengakui bahwa kunci utama
keberhasilan program sertifikasi ISO di sekolahnya adalah komitmen
masing-masing warga (terutama anggota tim dan WMM) dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
menjalankan SMM-ISO. Tentu saja penyediaan dana yang cukup besar
(tersedianya sumber daya) juga terjadi di 2 SMA tersebut.
c. Komunikasi dan keterlibatan semua anggota (communication with and
involvement of all members).
Masih ada masalah kurang optimalnya komunikasi dan keterlibatan
semua anggota/warga SMAN 1. Hal itu tampak dari fakta bahwa ada kelas
XII yang tidak memiliki informasi yang memadai perihal sertifikasi ISO,
sedang di SMAN 2 peserta didik kelas XI-nya pun cukup memiliki
informasi dan pemahaman mengenai sertifikasi ISO.
d. Tingkat organisasi sebelumnya (previous level of organization).
Karena tuntutan dalam akreditasi dan sertifikasi guru, maka tertib
administrasi (perencanaan dan pelaksanaan) pembelajaran maupun
keuangan, hampir semua guru di kedua SMAN Ngaglik sudah relatif baik
dan lengkap. Hal ini memudahkan dalam sertifikasi ISO.
2. Gaya Kepemimpinan dalam SMM-ISO pihak manajemen SMA Negeri 1
Ngaglik dipersepsikan oleh para pendidik sebagai cukup transformatif,
meskipun hanya kuat pada variabel ke-1 (pengaruh ideal, atau keteladanan, ing
ngarsa sung tuladha) dan ke-2 (stimulasi intelektual, sebagian dari ing madya
mangun karsa), sedang gaya kepemimpinan pihak manajemen SMA Negeri 2
Ngaglik dipersepsikan transformatif dan merata untuk semua variabel
kepemimpinan transformasional. Semua variabel tersebut adalah: (1) pengaruh
ideal atau keteladanan (ing ngarsa sung tuladha); (2) stimulasi intelektual
(sebagian dari ing madya mangun karsa); (3) motivasi inspirasional, atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
memotivasi dan menginspirasi (sebagian dari ing madya mangun karsa); dan
(4) konsiderasi individual, memberi perhatian individual (tut wuri handayani).
Hasil wawancara mengkonstatasi bahwa kepemimpinan SMAN 1
Ngaglik kurang transformatif, sedang kepemimpinan SMAN 2 Ngaglik
transformatif. Dengan demikian, walaupun idealnya – secara teoretis –
diperlukan gaya kepemimpinan transformasional secara penuh/lengkap kepala
sekolah (dan pimpinan atau manajemen sekolah lainnya) agar implementasi
SMM-ISO dapat berjalan dan teradministrasikan secara optimal, namun
ternyata dengan kepemimpinan sekolah yang hanya cukup atau bahkan kurang
transformatif (tidak lengkap keempat dimensi/variabelnya) pun, sertifikat ISO
masih tetap dapat diraih SMA Negeri 1 Ngaglik, yang penting tidak
menghambat WMM dan timnya bekerja memenuhi tuntutan sertifikasi ISO.
Jadi, gaya kepemimpinan transformatif pimpinan atau pihak manajemen
sekolah (SMA Negeri 1 dan 2 Ngaglik) tidak memiliki pengaruh langsung
dalam implementasi, atau lebih tepatnya dalam upaya pemerolehan sertifikat
ISO 9001: 2008. Tentu saja hasilnya, peningkatan mutu sekolah, akan jauh
lebih baik seandainya pihak manajemen sekolah memiliki gaya kepemimpinan
yang relatif transformasional secara penuh, sebagaimana terjadi atau ada di
SMA Negeri 2 Ngaglik.
3. Dampak positif implementasi sistem manajemen mutu dengan standar ISO
9001: 2008 bagi pemangku kepentingan (stakeholders atau para pelanggan)
SMA Negeri 1 Ngaglik dan SMA Negeri 2 Ngaglik, Sleman dapat dirinci
sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
a. Pelanggan eksternal-primer (peserta didik) SMA Negeri 1 Ngaglik
maupun SMA Negeri 2 Ngaglik merasakan/mempersepsikan dampak
positif dari adanya implementasi SMM-ISO 9001: 2008 karena ada
peningkatan skor 146 atau 35% dan 43 atau 37,7%. Namun demikian,
dalam wawancara diperoleh komentar lisan yang beragam di SMA Negeri
1 Ngaglik ada 5 orang peserta didik yang justru mengatakan malah terjadi
penurunan kualitas dalam pembelajaran dan penegakan disiplin, tetapi 3
orang peserta didik yang lain menyatakan ada kenaikan mutu dalam
peraturan, sarana-prasarana/infrastruktur (taman dan kantin). Sementara
dari peserta didik SMA Negeri 2 Ngaglik, penulis tidak mendapatkan
keluhan (penurunan) mutu pasca ISO, selain tentang jam istirahat yang
kurang.
b. Pelanggan eksternal-sekunder (orangtua peserta didik), di kedua SMA
tersebut merasakan/mempersepsikan adanya kenaikan mutu atau kepuasan
karena implementasi ISO, masing-masing dengan kenaikan frekuensi skor
total 43 atau 37,7% (SMA Negeri 1 Ngaglik) dan 41 atau 59,4% (SMA
Negeri 2 Ngaglik).
c. Pelanggan internal (pendidik/guru) di kedua SMA merasakan adanya
dampak positif dari implementasi SMM ISO 9001: 2008 karena hasil
pengumpulan data tertulis menunjukkan kenaikan skor total 27 atau setara
6% di SMA Negeri 1 Ngaglik, tetapi masih ada 2 orang partisipan-
responden yang tetap memberi skor 1 pasca ISO, dan kenaikan skor 122
atau sama dengan 39% di SMA Negeri 2 Ngaglik. Namun hasil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
wawancara menunjukkan masih ada kekecewaan mereka dengan aneka
ungkapan skeptik dan pesimistik, terutama harapan/tuntutan agar proses
dan hasil ISO selalu dipantau dan diawasi serta terus diperbaiki. Mereka
menyadari pentingnya pelaksanaan Siklus Deming PDCA secara konsisten
dan kontinyu, seturut prinsip continuous improvement dalam SMM.
d. Pelanggan internal (manajemen sekolah: para wakil kepala sekolah dan
WMM) di kedua SMA tersebut merasakan dampak positif dan negatif dari
implementasi ISO. Manajemen SMA Negeri 1 Ngaglik menganggap ada
peningkatan skor 31 atau setara 32%, sedang di SMA Negeri 2 Ngaglik
dipersepsikan kenaikan kepuasan dalam skor 18 atau sama dengan 30%.
Pendidik dan manajemen SMA Negeri 2 Ngaglik merekomendasikan
model penjaminan mutu yang sudah lebih dulu dirintis dan tidak berbiaya
mahal yaitu Sistem Penjaminan Mutu dari LPMP.
e. Adapun dampak negatif sertifikasi ISO, menurut manajemen atau
pimpinan sekolah adalah: SMA Negeri 2 Ngaglik lebih merasakan (96%)
lebih besar daripada manajemen SMA Negeri 1 Ngaglik (73%). Dampak
negatif yang paling mutlak ada/dirasakan oleh semua personal SMA
Negeri 1 Ngaglik adalah biaya sertifikasi dan pemeliharaan yang tinggi.
Dua butir sangat dirasakan/diyakini ada oleh 4 (dari 5) orang responden,
yaitu problema adaptasi sumberdaya insani dan konsumsi/penggunaan
waktu dan proses permintaan. Sedang 3 hal/faktor yang lain, yaitu: ada
penambahan birokrasi, isu-isu mengenai interpretasi standar, dan kesulitan
adaptasi standar pendidikan, bersifat nisbi (3-2 responden saja yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
merasakan ada/tidak menganggap ada). Sedang di SMA Negeri 2 Ngaglik
hampir semua faktor/hal yang ditanyakan oleh penulis dianggap sebagai
dampak negatif. Hanya 1 hal, yaitu tentang isu-isu mengenai interpretasi
standar, yang dirasakan bukan dampak negatif oleh seorang responden
(Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum).
B. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini semestinya dirancang dengan memadukan pendekatan
kualitatif dan kuantitatif. Namun, dengan alasan keterbatasan waktu penelitian
dan berbagai fasilitas pendukung lain, pendekatan kuantitatif tidak bisa dilakukan
secara ketat, sedang dengan pendekatan kualitatif, penulis tidak sanggup meneliti
di kalangan peserta didik secara lebih mendalam. Oleh karenanya penulis tidak
memiliki data yang memadai untuk itu, apalagi dari kalangan orangtua/wali
peserta didik. Dengan demikian, agar data semakin lengkap dan komprehensif, di
kemudian hari perlu dilakukan penelitian yang (juga) lebih mendalam dari unsur
peserta didik dan orangtua/wali mereka.
C. Saran atau Rekomendasi
Atas dasar simpulan-simpulan di atas, penulis memberanikan diri
mengajukan beberapa rekomendasi atau saran sebagai berikut.
1. Untuk Pimpinan SMA Negeri 1 Ngaglik:
a. Faktor sukses kunci dalam implementasi sistem manajemen mutu-ISO,
sebanyak 4 dari 5 faktor yang ideal, perlu dirawat agar tetap dapat berfungsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
dan berkontribusi demi peningkatan mutu sekolah yang berkelanjutan. Satu
faktor yang belum optimal, yaitu faktor komunikasi dan keterlibatan semua
anggota atau pemangku kepentingan, perlu diperbaiki dan dimantapkan.
b. Gaya kepemimpinan pihak manajemen sekolah (bukan hanya kepala
sekolah, namun termasuk para wakil kepala sekolah dan WMM) perlu
direfleksikan bersama dan kemudian diupayakan semakin transformatif,
bukan hanya demi memperoleh sertifikat ISO (yang sekarang sudah
diperoleh, meskipun harus selalu diperbarui), tetapi lebih-lebih untuk
memajukan sekolah secara otentik dalam jangka panjang.
c. Dampak positif implementasi ISO, yang berarti tingkat kepuasan semua
pelanggan internal-eksternal sekolah, perlu diukur dan dinilai secara rutin,
dan secara terus-menerus diupayakan pemenuhannya oleh pimpinan atau
pihak manajemen sekolah. Kepuasan pelanggan (peserta didik, orangtua,
pendidik, tenaga kependidikan, manajemen, dan pemerintah/PT/DU) harus
menjadi prioritas perhatian sekolah (SMA Negeri 1 Ngaglik).
d. Pimpinan sekolah perlu membangun prasyarat atau prakondisi terlebih
dahulu untuk mengimplementasikan sistem manajemen mutu seperti TQM
ataupun ISO yaitu membangun budaya mutu dengan komitmen tinggi dan
teladan pimpinan atau manajemen sekolah (kepala sekolah dan para
wakilnya).
e. Manajemen sekolah harus aktif dan secara terus-menerus melakukan
evaluasi diri (EDS) dan mendiskusikan bersama secara jujur, objektif, dan
komprehensif, sambil memanfaatkan masukan para pemangku kepentingan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
171
atau pelanggan eksternal dan internal, menindaklanjuti dalam berbagai
macam upaya melakukan perbaikan (mutu) secara berkelanjutan
(continuous improvement). Dengan kata lain, Siklus PDCA dari Deming
harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan, atau sebenarnya dengan
proses manajerial ‘konvensional’ (POAC, POCCC, POMCE, POSLC, atau
lainnya) pun sudah bermakna untuk mengharuskan melakukan perbaikan
(mutu) secara berkelanjutan (continuous improvement).
2. Untuk Pimpinan SMA Negeri 2 Ngaglik:
a. Lima faktor sukses kunci dalam implementasi sistem manajemen mutu-ISO
di SMA Negeri 2 Ngaglik yang sudah baik perlu dirawat agar tetap dapat
berfungsi dan berkontribusi secara optimal demi peningkatan mutu sekolah
yang berkelanjutan.
b. Gaya kepemimpinan pihak manajemen sekolah (bukan hanya kepala
sekolah, namun termasuk para wakil kepala sekolah dan WMM) SMA
Negeri 2 Ngaglik yang sudah transformatif perlu dipertahankan atau
ditingkatkan agar, siapa pun kepala sekolahnya, gaya kepemimpinannya
tetap transformatif, sehingga sekolah tidak menjadi mandeg atau statik,
melainkan senantiasa (siap) berubah menjadi semakin baik dan bermutu.
c. Dampak positif implementasi ISO, yang berarti tingkat kepuasan semua
pelanggan internal-eksternal sekolah, perlu diukur dan dinilai secara rutin,
dan secara terus-menerus diupayakan pemenuhannya oleh pimpinan atau
pihak manajemen sekolah. Kepuasan pelanggan (peserta didik, orangtua,
pendidik, tenaga kependidikan, manajemen, dan pemerintah/PT/DU) harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
172
menjadi prioritas perhatian sekolah (SMA Negeri 2 Ngaglik).
d. Walaupun sudah relatif baik, Manajemen SMA Negeri 2 Ngaglik harus
tetap aktif dan secara terus-menerus melakukan evaluasi diri (EDS) dan
mendiskusikan bersama secara jujur, objektif, dan komprehensif, sambil
memanfaatkan masukan para pemangku kepentingan atau pelanggan
eksternal dan internal, menindaklanjuti dalam segala macam upaya
melakukan perbaikan (mutu) yang berkelanjutan (continuous
improvement). Dengan kata lain, Siklus PDCA dari Deming harus dilakukan
secara konsisten dan berkelanjutan.
3. Untuk Pemerintah Kabupaten dan Dinas Dikpora Sleman:
a. Karena hasil penelitian menunjukkan batapa banyak komponen Sekolah,
termasuk Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum dan WMM SMAN 2
Ngaglik dan bahkan juga Kepala SMAN 1 Ngaglik, yang cukup skeptik
terhadap manfaat mendasar sertifikasi ISO, maka sebaiknya pemerintah
kabupaten (Bupati) tidak serta merta memerintahkan implementasi ISO
kepada pimpinan SMA, agar tidak terjebak pada kesalahan konklusi-
generalisasi dalam kebijakan/program, demi tidak terjadi tyranny of experts,
yaitu kebijakan di satu bidang (SMA/SMK) begitu saja diberlakukan untuk
sekolah-sekolah lainnya. Data yang penulis peroleh juga mengungkapkan
adanya beberapa pihak yang meyakini bahwa ISO lebih cocok untuk
industri (perusahaan manufaktur), dan yang lain memercayai sesuai untuk
SMK. Jadi, diperlukan penilaian kesiapan awal Sekolah (EDS), termasuk
kepemimpinan yang menunjang untuk itu (gaya kepemimpinan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
173
transformasional otentik).
b. Pimpinan sekolah perlu dibantu/dibimbing dan difasilitasi untuk
membangun prasyarat atau prakondisi terlebih dahulu dalam rangka
mengimplementasikan kebijakan sistem manajemen mutu seperti TQM,
Sistem Penjaminan Mutu Interrnal (SPMI), ataupun ISO yaitu membangun
budaya mutu dengan komitmen tinggi dan teladan pimpinan atau
manajemen sekolah (kepala sekolah dan para wakilnya). Dengan demikian
diklat untuk mereka semua, bukan hanya calon kepala sekolah, sungguh
diperlukan. Pemerintah perlu memberikan diklat untuk semua wakil kepala
sekolah tentang sistem manajemen mutu. Pemerintah, melalui Dinas
Dikpora, wajib memfasilitasi hal tersebut, daripada sekadar memerintahkan
melakukan implementasi SMM ISO dan hanya menunggu saat upacara hand
over sertifikat ISO.
c. Karena ISO hanyalah salah satu dari berbagai sistem manajemen mutu
(SMM), maka biarlah masing-masing sekolah memilih yang paling sesuai
dengan kondisi mereka, misalnya pimpinan SMA Negeri 2 Ngaglik,
khususnya WMM dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, cenderung
memilih model Sistem Penjaminan Mutu Interrnal (SPMI) dari LPMP.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
175
Hoy, Ch., Bayne-Jardine, C., & Wood, M., (2000). Improving quality in
education, London & New York: Falmer Press.
Hughes, Ginnett, dan Curphy. (2015). Leadership: enhancing the lessons of
experience. New York: McGraw-Hill Education.
International Standard ISO 9001 (2008). Quality management systems –
requirements. Fourth edition 2008-11-15.
Jalal, Fasli dan Dedi Supriadi (Ed.). (2001). Reformasi pendidikan dalam konteks
otonomi daerah. Yogyakarta: Depdiknas-Bappenas-Adicita Karya Nusa.
Jorge Gamboa, António dan Nuno Filipe Melão, (2012),"The impacts and success
factors of ISO 9001 in education", International Journal of Quality &
Reliability Management, Vol. 29 Iss 4 pp. 384 – 401. Diunduh 23
September 2016.
Keung, Emerson K. dan Rockinson-Szapkiw, Amanda J. “The relationship
between transformational leadership and cultural intelligence. A study of
international school leaders”. Journal of Educational Administration, Vol.
51 No. 6, 2013, pp. 836-854, Emerald Group Publishing Ltd, 0957-8234,
DOI 10.1108/JEA-04-2012-0049, Diunduh tanggal 28 Februari 2016.
Kompas, 18 Mei 2016.
Lejf Moos John Krejsler Klaus Kasper Kofod Bent Brandt Jensen, Successful
school principalship in Danish schools, Journal of Educational
Administration Vol. 43 Iss 6 pp. 563 – 5722005.
http://dx.doi.org/10.1108/09578230510625665. Downloaded on: 17
February 2015.
Lowney, Chris, (2003). Heroic leadership, best practices from a 450 – year – old
company that changed the world. Chicago: Loyola Press.
Miles, M.B., & Huberman, A.M. (1994). Qualitative data analysis (2nd
ed.).
London: Sage Publications.
Moleong, L. (1993). Metode penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Rodaskarya.
Moturi, Christopher dan Peter M.F. Mbithi, (2015), "ISO 9001: 2008
implementation and impact on the University of Nairobi: a case study",
The TQM Journal, Vol. 27 Iss 6 pp. 752 – 760. Diunduh 23 September
2016.
Mulyadi, (1998). Total quality management (edisi ke-1). Yogyakarta: Aditya
Media.
Nasution, S. (1988). Metode penelitian naturalistik – kualitatif. Bandung: Tarsito.
Nawawi, Hadari, H. (2000). Manajemen strategik organisasi non profit bidang
pemerintahan, dengan ilustrasi di bidang pendidikan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Oliver, Paul (ed.), (1996). The management of educational change: a case study
approach. Huddusfield: Arena.
Psomas, Evangelos dan Angelos Pantouvakis, (2015), "ISO 9001 overall
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
176
performance dimensions: an exploratory study", The TQM Journal, Vol.
27 Iss 5 pp. 519 – 531. Diunduh 23 September 2016.
Pulungan, I., 2000. Manajemen mutu terpadu dalam pembelajaran. Jakarta: PAU-
PPAI Universitas Terbuka.
Purnama, Nursya’bani (2006). Manajemen kualitas; perspektif global.
Yogyakarta: Penerbit Ekonisia Fakultas Ekonomi UII.
Richard, Daft, L. (2015). The leadership experience. Stanford: Cengage
Learning.
Rizal, Ch., (Desember 1997). Penerapan Prinsip-prinsip TQM dalam Dunia
Pendidikan. Makalah disajikan dalam Rapat Kerja MPK Keuskupan
Agung Semarang, Muntilan – Jawa Tengah.
Rue, L.W. & Lloyd L. Byars, (2000). Management, skills and application (8th
ed.). Boston: Irwin McGraw-Hill.
Sadler, Philip, (1997). Leadership. London: Kogan Page Limited.
Sallis, Edward, (1993). Total quality management in education. London: Kogan
Page Limited.
____________ (2006). Total quality management in education.Manajemen mutu
terpadu. Alih bahasa Ahmad Ali Riyadi dan Fahrurrozi. Yogyakarta:
IRCiSoD.
Saskhin, M. & Kiser KJ., (1993). Putting total quality management to work: What
TQM means, how to use it & how to sustain it over the long run. San
Francisco: Berrett-Koehler Publishers.
Scholten, P., (Oktober 1999). Quality improvement in higher education: The
EFQM model, dalam Proceedings – International Seminar Managing
Higher Education in the Third Millennium, Jakarta.
Sindhunata (Ed.) (2000). Menggagas paradigma baru pendidikan: demokratisasi,
otonomi, civil society, globalisasi. Yogyakarta: Kanisius.
Slamet PH., (2002). Pedoman umum pelaksanaan akreditasi sekolah. Jakarta:
Badan Akreditasi Sekolah Nasional Departemen Pendidikan Nasional.
Stensaker, Bjørn, Nicoline Jeroen Huisman Erica Wayne, Lisa Scordato, dan
Paulo Pimentel Botas, “Faktor yang Memengaruhi Perubahan Strategik
dalam Pendidikan Tinggi (Factors Affecting Strategic Change in Higher
Education)”. http://dx.doi.org/10.1108/JSMA-12-2012-0066. Diunduh: 17
Februari 2015.
Stoner, JAF., Freeman RE., Gilbert, D.R., Jr., (1995). Management (6th
ed.). New
Jersey: Printice-Hall, Inc.
Sugiyono (2014a). Metode penelitian bisnis. Bandung: Alfabeta.
________ (2014b). Metode penelitian manajemen. Bandung: Alfabeta.
Sunaengsih, Cucun (2011). Pengaruh kepemimpinan transformasional kepala
sekolah dan budaya sekolah terhadap mutu sekolah di SMP negeri dan
swasta wilayah kota Bandung. thesis S2, Universitas Pendidikan Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
177
Surapranata, Sumarna. LPTK kembali ke khitah, pendidikan guru abad 21.
Direktorat Jendral Guru dan Tenaga Kependidikan, P4TK Yogyakarta, 12
Mei 2016.
Suryadi Sw., Ignas. Mutu dan Target Layanan Lembaga Pendidikan. Harian
BERNAS, Yogyakarta, 3 Juli 2002.
_____________________ Kepuasan Pelanggan dan Keunggulan Lembaga
Pendidikan. Majalah EDUCARE, Jakarta, Mei 2009
______________________ Reformulasi Visi-Misi SMA Negeri 1 Ngaglik,
Kolaborasi Penyusunan Visi-Misi SMA Negeri 1 Ngaglik. Acuan dan
Panduan Reformulasi Visi-Misi SMA Negeri 1 Ngaglik Sleman, dalam
rangka penyusunan Rencana Strategik Institusi. Makalah dipresentasikan
dalam Seminar Guru, dalam peringatan Hardiknas 3 Mei 2014.
Suyanto (Februari 2001). Menggali dan Mengembangkan Potensi Daerah Melalui
Pendidikan. Makalah disajikan dalam peluncuran buku & seminar regional
“Otonomi Pendidikan dalam Otonomi Daerah”, di Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta, 22 Februari 2001.
Temel Calik, Ferudun Sezgin, Ali Cagatay Kilinc, dan Hasan KAVGACIa,
“Examination of Relationships between Instructional Leadership of School
Principals and Self-Efficacy of Teachers and Collective Teacher Efficacy”.
Educational Sciences: Theory & Practice - 12(4) Autumn 2498-2504
©2012 Educational Consultancy and Research Center.
www.edam.com.tr/estp.
Terry, George R., (1986). Asas-asas manajemen. (terjemahan Winardi). Bandung:
Alumni.
Tim ISO SMK Negeri 2 Depok (Nara Sumber: Dr. Sukamta). Sistem Dokumentasi
ISO 9001: 2008. Yogyakarta (tanpa tahun).
Tjiptono, Fandy dan Diana, Anastasia, (2001). Total quality management,
Yogyakarta: Andi.
Waruwu, Fidelis. Mengembalikan kejayaan Sekolah Katolik. Majalah HIDUP,
Jakarta (terbitan 25/9/2016).
Wheelen, Thomas L. & J. David Hunger (2012). Strategic management and
business policy, toward global sustainability, Thirteenth Edition. Boston:
Pearson.
Yin, Robert K. (2011). Qualitative research from start to finish. New York: The
Guildford Press.
____________ (2015). Studi kasus, desain & metode. (Terjemahan M. Djauzi
Mudzakir). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Yukl, G. 1998. Kepemimpinan dalam organisasi: leadership in organizations 3e.
(terjemahan Yusuf Udaya). Jakarta: Prenhallindo.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
174
DAFTAR PUSTAKA
Adelina & S. Rambe, (1994). Dasar-dasar manajemen. Bandung: Angkasa.
Barth-Farkas, Faye dan Vera, Antonio, Power and transformational leadership in
public organizations. http://dx.doi.org/10.1108/IJLPS-07-2014-0011.
Downloaded on: 28 February 2016.
Bass, B.M. & Ronald E. Riggio (2006). Transformational leadership. London:
Lawrence Erlbaum.
Biech, Elaine, (1994). TQM in training. New York: McGraw-Hill, Inc.
Blase, Joseph dan Blase, Jo, “Effective instructional leadership. Teachers’
perspectives and how principals promote teaching and learning in
schools”. Journal of Education Administration 38,2, 1999; pp. 130-141.
http://www.emerald-library.com.
Blocher, Erdward J., David E. Stout, Paul E. Juras, dan Gary Cokins, (2013),
“Cost management: a streategic emphasis”. McGraw-Hill Sixth Edition
Brannen, Julia (Ed.), (1997). Memadu metode penelitian kualitatif dan kuantitatif.
(Terjemahan Tim Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Samarinda).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bush, Toni & Mariane Coleman, (2000). Leadership and strategic management in
education. London: Paul Chapman Publishing Ltd.
Cotton, K. (November 2001). Applying Total Quality Management Principles to
Secondary Education Mt. Edgecumbe High School Sitka, Alaska (diakses
pada bulan Mei 2002), dari http://www.nwrel.org/scpd/sirs/9/s035.html.
Creswell, John W. (2007). Qualitative Inquiry & Research Design, Choosing
Among Five Approaches, Second Edition. London: SAGE Publications.
English, Fenwick, P. (Ed), (2015). The SAGE guide to educational management
and leadership. Los Angeles: SAGE Publication, Inc.
Gaspersz, Vincent, (1997), Konsep Vincent: penerapan konsep vincent tentang
kualitas dalam manajemen bisnis total. Jakarta: Gramedia.
Goetsch, D.L. & Stanley Davis, (1994). Introduction to total quality: quality,
productivity, competitiveness. London: Prentice Hall International, Inc.
Hadi, Sutrisno, (1994). Metodologi research, Jilid 1, 2, & 3. Yogyakarta: Andi
Offset.
Hadiwiardjo, B.H. & Wibisono, S., (1996). ISO 9000: Sistem manajemen mutu.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Handoko, T. Hani, (2000), Manajemen, (edisi 2). Yogyakarta: BPFE.
Hardiman, Budi, F. Transaksional, Transformasional, KOMPAS.com, Senin, 16
Juni 2014.
Harmanto, Titi Sulistiyani, Arwan Rifai, Mustari, dan Aris Munandar, (2016).
Penjaminan mutu internal sekolah, teori dan praktik. Yogyakata: Penerbit
Andi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
180
Lampiran 2:
KEBIJAKAN MUTU SMAN 1 NGAGLIK
Menghasilkan Lulusan yang :
CAKAP
C ERDAS
A KHLAQ MULIA
K ECAKAPAN HIDUP
A MANAH
P RESTASI
BERBAKAT
B ERKARAKTER PANCASILA
E MPATI
R AMAH
B ERBUDAYA
A NTUSIAS
K REATIF
A DAB
T ANGGUH
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 3:
181
Diperiksa Disahkan
WMM Kepala Sekolah
KEBIJAKAN MUTU
SMA Negeri 2 Ngaglik menyadari bahwa sekolah ini merupakan tumpuan
harapan peserta didik dan masyarakat dalam menghantarkan peserta didik
mencapai cita-cita di masa depan.
Oleh sebab itu, sekolah ini bertekad menempatkan permintaan / harapan /
keinginan peserta didik dan masyarakat sebagai prioritas pertama yang harus
dipenuhi dengan :
1. melakukan perbaikan terus – menerus Sistem Manajemen Mutu (SMM)
2. melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu sesuai Standar Nasional
Pendidikan (SNP)
Kami bertekad menyelenggarakan proses pembelajaran Sekolah Menengah Atas
dan menghasilkan lulusan yang “BERKIBAR” :
B = Berakhlak Mulia
E = Efektif dan Efisien
R = Relijius
K = Konsisten
I = Inovatif
B = Berbudaya
A = Amanah
R = Ramah
Dengan mutu organisasi yang “HANDAL”:
H=Harmonis
A=Amanah
N=Nasionalis
D=Dinamis
A=Antusias
L=Legowo
Kebijakan mutu ini merupakan arahan untuk setiap sasaran mutu dalam rangka
perbaikan terus-menerus SMM dan pemenuhan permintaan / harapan / keinginan
siswa dan orangtua siswa/masyarakat terhadap sekolah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
182
Lampiran 4:
Lampiran : SK Tim PM ISO 9001:2008 Th Pel. 2015/2016, No:
Tanggal : Juni 2015
No Jabatan dalam
TIM Nama Uraian Tugas
1.
2.
3.
4.
5.
Penanggung Jawab
WMM
Sekretaris
Bendahara
Pengendali
dokumen
a. Penanggung
jawab standar
ISI
b. Penanggung
jawab standar
SKL
c. Penanggung
jawab standar
PROSES
Drs. Subagyo
Dewi Rahayu, S.Pd
1. Drs. Rahmad Saptanto, M.Pd
2. K. Ninik Sriningsih, S.Pd
Dra. Dwi Lestari
Titik Krisnawati, S.Pd, M.Pd
1. Drs. I. Suryadi, S.E., M.Pd.
2. Chusnul Chatimah, S. Ag
3. Ekowati, S. Pd
4. Sujarwati, S. Pd
1. Saptiwi Rohayati, S.Pd
2. Drs. Suharyono
3. Triyana, S.Pd
4. Drs. Rochmadi
5. Doni Darmawan, S.Pd
1. Sudjijana, S. Pd
2. Dra. Hj. Sri Handayani, M.Pd
3. Dra. Parjilah
4. Sumiasih, S.Pd
Bertanggung jawab atas
pelaksanaan Penjaminan Mutu
Sekolah berbasis ISO 9001:2008
Mengkoordinir dan mengontrol
pelaksanaan Penjaminan Mutu
Sekolah berbasis ISO 9001:2008
Merencanakan program
Penjaminan Mutu berbasis ISO,
menyiapkan administrasi
kegiatan dan membuat laporan.
Mengelola Keuangan kegiatan
Penjaminan Mutu berbasis ISO
dan membuat laporan
Bertanggungjawab atas
pengendalian dokumen
Penjaminan Mutu berbasis ISO
9001:2008
Bertanggung jawab atas
pelaksanaan Penjaminan Mutu
Sekolah berbasis ISO 9001:2008
pada Standar ISI
Bertanggung jawab atas
pelaksanaan Penjaminan Mutu
Sekolah berbasis ISO 9001:2008
pada Standar SKL
Bertanggung jawab atas
pelaksanaan Penjaminan Mutu
Sekolah berbasis ISO 9001:2008
pada Standar Proses
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
183
6.
7.
d. Penanggung
jawab standar
PTK
e. Penanggung
jawab standar
SARPRAS
f. Penanggung
jawab standar PENGELOLAAN
g. Penanggung
jawab standar PEMBIAYAAN
h. Penanggung
jawab standar
PENILAIAN
Pengendali
Rekaman
Koordinator Audit
1. Waljiyati
2. Singgih Priyono, S.Pd
3. Drs. Alip Wiyono
4. Putri Sujarwanti, S.Pd
1. Drs. Sugito
2. Drs. Sukasdiman
3. Drs Sumardjo
4. Fatimah Nur R, M.Pd
1. Prasetya Wibowo
2. Drs. Hadi Siswanto
3. Dra. JC. Suzie Istanti
4. Siti Rochani, S.Pd
1. Sutini, S.Pd
2 Surani
3. Dra. Hj. Siwi Wahyuni
4. Drs. Pratiknyo
1. Dra. Siwi Indarwati
2. Wawan Dewanto, S.Pd
3. Drs, Indar Yulianto
4. Paulus Sonda, S.Th
1 Partini, S. Pd
2.Suhartiningsih
3. Fitri Astuti, A.Md
4. Sumartini, A.Md
5. Subandri
Dra. Rin Utari Sutartinah
Anggota: Assessor PKG
Bertanggung jawab atas
pelaksanaan Penjaminan Mutu
Sekolah berbasis ISO 9001:2008
pada Standar Pendidik dan
Tenaga Kependidikan.
Bertanggung jawab atas
pelaksanaan Penjaminan Mutu
Sekolah berbasis ISO 9001:2008
pada Standar Sarana Prasarana
Bertanggung jawab atas
pelaksanaan Penjaminan Mutu
Sekolah berbasis ISO 9001:2008
pada Pengelolaan
Bertanggung jawab atas
pelaksanaan Penjaminan Mutu
Sekolah berbasis ISO 9001:2008
pada Standar Pembiayaan
Bertanggung jawab atas
pelaksanaan Penjaminan Mutu
Sekolah berbasis ISO 9001:2008
pada Standar Penilaian
Mengendalikan semua
catan/rekaman, administrasi
pelaksanaan Penjaminan Mutu
Sekolah berbasis ISO 9001:2008
Bertanggung jawab atas
pelaksanaan audit internal
Ngaglik, 10 Juni 2015
Kepala SMA N 1 Ngaglik
Drs. Subagyo
Pembina IV a
NIP. 19620712 198703 1 011
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
184
Lampiran 5:
SURAT KEPUTUSAN KEPALA SMA NEGERI 2 NGAGLIK
Nomor: 007 /141 / 2014
Tentang
PENGANGKATAN TIM MANAJEMEN MUTU SMA NEGERI 2 NGAGLIK
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
KEPALA SMA NEGERI 2 NGAGLIK : Menimbang a bahwa guna memenuhi standar mutu pelayanan
pendidikan di SMA Negeri 2 Ngaglik tahun pelajaran 2014/2015 dipandang perlu untuk mengangkat Tim Manajemen Mutu pada struktur organisasi sekolah.
b Bahwa dalam hal tersebut perlu memberi tugas tambahan
guru untuk mengisi jabatan sesuai struktur organisasi sekolah
Mengingat a. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
b. c.
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2010 tentang perubahan atas Permendiknas Nomor 2 tentang Rencana Strategis Kementrian Pendidikan Nasional Tahun 2010 – 2014
d. Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008.
PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN
DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA
SMA NEGERI 2 NGAGLIK Alamat : Sukoharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta,
Telepon : (0274) 896375, Fax : (0274) 896376, Kode Pos : 55581
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
185
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : SURAT KEPUTUSAN KEPALA SEKOLAH SMA NEGERI
2 NGAGLIK TENTANG PEMBENTUKAN PENGANGKATAN TIM MANAJEMEN MUTU SMA NEGERI 2 NGAGLIK TAHUN PELAJARAN 2014/2015
KESATU : Mengangkat nama-nama sebagaimana dalam lampiran 1 (satu) surat keputusan ini untuk memangku jabatan sebagai Tim Manajemen Mutu sesuai dengan struktur organisasi SMA Negeri 2 Ngaglik Tahun Pelajaran 2014/2015.
KEDUA : TIM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2008 bertugas Melakukan Perencanaan kegiatan Sertifikasi ISO 9001:2008, Melaksanakan Diklat SMM ISO 9001:2008,Melakukan penyusunan dokumen manual mutu, Melakukan Diklat Internal Audit, Melakukan Tinjauan manajemen, Melakukan Pre Audit, Melakukan Eksternal Audit, dan melaporkan hasilnya.
KETIGA : Biaya yang timbul akibat adanya Surat Keputusan ini dibebankan pada anggaran yang telah ditentukan
KEEMPAT : Apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya
KELIMA : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan
Ditetapkan di : Sleman Pada tanggal : 3 Juni 2014
Kepala SMA Negeri 2 Ngaglik Darwito, S.Pd. NIP: 19600303 198412 1 003
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
186
Lampiran Surat Keputusan Kepala SMA Negeri 2 Ngaglik Nomor : 007 /141 / 2014
Tanggal : 3 Juni 2014
SUSUNAN TIM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2008 SMA NEGERI 2 NGAGLIK
TAHUN 2014/2015
Penanggung Jawab : Kepala Sekolah
Ketua (WMM) : Amirudin Ahmad, S.Pd.T.
Sekretaris : Maryati, S.Pd.
Bendahara : Dra. Yuntikanah
Pengembang Dokumen
Koordinator : Dra. Enik Sri Agustini Anggota : 1. Drs. H. Suharto, S.Si. 2. Kartijono, S.Pd. 3. Yuman Ahmad, S.Pd. 4. Yusni handayani Pengendalian Dokumen
Koordinator : Drs. Warsun Latif Anggota : 1. Samsul Bakri S.Pd 2. Dra. Siti Aptinah 3. Tri Joko Suryatmoko Audit
Koordinator : Dra. Sri Astuti Anggota : 1. Drs. Agus Marjanto 2. Dra. Susi Purwani 3. Drs. Sarsanto Sleman, 3 Juni 2014 Kepala SMA N 2 Ngaglik Darwito, S.Pd. NIP: 19600303 198412 1 003
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
187
Lampiran Surat Keputusan Kepala SMA Negeri 2 Ngaglik Nomor : 007 /141 / 2014 Tanggal : 3 Juni 2014
TIM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2008
SMA NEGERI 2 NGAGLIK TAHUN 2014/2015
1. Ketua a. Memastikan bahwa proses yang diperlukan untuk pelaksanaan SMM
ditetapkan, diterapkan, dan dipelihara. b. Melaporkan kepada Kepala Sekolah tentang kinerja Sistem Manajemen Mutu
dan kebutuhan apapun untuk perbaikannya c. Mensosialisasikan tentang program manajemen mutu dan harapan stake
holder. d. Menjadi penghubung dengan pihak luar dalam masalah berkaitan dengan
manajemen mutu 2. Sekretaris
a. Mempersiapkan administrasi SMM b. Mengarsip dokumen SMM c. Mempersiapkan fasilitas penyelenggaraan rapat SMM d. Mencatat notulen rapat SMM
3. Bendahara a. Mengalokasi Dana SMM b. Menyiapkan konsumsi untuk penyelenggaraan rapat SMM
4. Pengembang dokumen a. Menyusun dokumen SMM b. Merevisi dokumen SMM c. Menghapus dokumen SMM
5. Pengendalian dokumen
a. Melakukan identifikasi dokumen SMM b. Mengendalikan dokumen SMM c. Mendistribusikan dokumen SMM
6. Audit a. Menyelenggarakan pelatihan audit b. Merencanakan pelaksanaan audit c. Menyelenggarakan audit d. Merekap hasil audit
Sleman, 3 Juni 2014
Kepala SMA N 2 Ngaglik Darwito, S.Pd. NIP: 19600303 198412 1 003
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 6:
188
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 6:
189
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Recommended