View
235
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
dbd
Citation preview
DIAGNOSTIK DAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE
Mardi Santoso, Efilda Silviana, Suzanna Ndraha
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FK UKRIDA/ STAFF MEDIS
FUNGSIONAL RSUD KOJA
2004
PENDAHULUAN
A.Definisi
Demam Berdarah Dengue adalah suatu
penyakit infeksi pada anak dan dewasa
yang disebabkan oleh virus Dengue
Famili Flaviviridae, Genus Flavivirus,
dengan gejala utama demam, nyeri otot
dan sendi, uji turniket +dengan atau
tampa ruam disertai beberapa atau
semua gejala perdarahan.(1,8)
Penyakit ini termasuk self limiting
disease.(5)
B Epidemiologi
DBD pertama kali ditemukan di Filipina
tahun 1953. (1,2,4,6,7) Kemudian
menyebar ke seluruh negara tropis
dan subtropis. Kini sekitar 2,5 milyar
(2/5 penduduk dunia) punya risiko
terserang virus dengue. Lebih dari
100negara tropis dan subtropis
pernah mengalami letusan wabah
demam dengue dan DBD.(7) Setiap
tahun diperkirakan terdapat 20 juta
kasus infeksi dengue.(4)
Di Indonesia Kasus DBD pertama
kali ditemukan di Surabaya pada
tahun 1968. (1,6,7,8) Kasusnya makin
lama makin meningkat dan
menyebar ke seluruh pelosok Tanah
Air. Dari 27 propinsi di Indonesia
tahun 1997, sebanyak 31.789
menderita DBD 705 di antaranya
meninggal dunia.Sedangkan pada tahun
1998, Sebanyak 65.968 orang menderita
DBD dengan 1275 berakhir dengan
kematian. (7)
Studi epidemiologi di daerah tropis dan
subtropis:
- Epidemi terjadi tiap 2-5
tahun. (1,4)
- Sebelum tahun 1997
kebanyakan menyerang usia
< 15 tahun kini baik dewasa
maupun anak kasusnya
seimbang. (4,7)
- Meningkat pada musim
hujan. (1,4,7) Suhu dan
turunnya hujan dapat
mempengaruhi daya tahan
hidup, laju penularan, pola
makan dan reproduksi
nyamuk. (4)
Namun epidemiologi DBD
dapat berbeda-beda
tergantung pada kondisi
geografis dan serotipe
virusnya. (4,6,7,8)
C.Etiologi
Demam Berdarah Dengue
disebabkan oleh virus Dengue ;
- virus RNA untai tunggal,
ukuran 50 nm (1,2,4,6,7,8)
- Famili Flaviviridae,
Genus Flavivirus (1,2,3.4,6,7,8)
- Termasuk kelompok B
Arthropod Borne virus
(Arbo viruses) (3)
- Terdiri dari 4 serotipe ;
Den 1, Den 2, Den 3, Den
4 (1,2,3,4,6,7,8)
- Infeksi salah satu serotipe
menimbulkan antibodi
terhadap serotipe yang
bersangkutan dan kurang
terhadap serotipe yang
lainnya. Semua serotipe
tersebar di berbagai daerah
Indonesia. (3,4,6,8) Serotipe Den
3 paling dominan dan
diasumsikan menimbulkan
manifestasi klinik yang berat.
(3)
- vektor utama adalah nyamuk
Aedes aegypti, sedangkan
vektor sekunder
yang kurang efisien adalah
nyamuk Ae. albopictus, Ae.
polynesiensis,Ae. scutellaris
complex, Ae. finlaya niveus (3,4,7,8)
Vektor sekunder kurang efisien
karena hidup dan berkembang
biak di kebun atau semak-semak
sehingga relatif jauh kontak
dengan manusia.
C. Vektor Utama (Ae. aegypti)
Dinamakan Ae. aegypti sebab
pertama kali ditemukan di Mesir
tahun 1905,kemudian menyebar di
seluruh dunia melalui kapal laut dan
udara. (6,7)
- hidup optimal pada iklim
tropis dan subtropis, biasa
pada garis lintang
35U dan 35S (1,3,4,7)
- habitatnya adalah tempat-
tempat penampungan air
bersih yang tidak
langsung
berhubungan dengan tanah.
suka istirahat pada benda-
benda yang tergantung dalam
rumah. (7)
- tersebar luas di seluruh
pelosok tanah air baik
kota maupun desa, tidak
dapat hidup pada ketinggian
>1000 m di atas permukaan laut.
(4,7)
- bersifat sangat antropofilik
dan hidup dekat dengan
manusia.(4)
- kemampuan jarak terbang 40-
100 m dari tempat
berkembang biaknya (7)
- dari telur hingga dewasa
perlu waktu 10-12 hari (4,7)
- umur nyamuk betina rata-rata
6 minggu (7)
- hanya nyamuk betina yang
mengigit dan menghisap
darah.
- hanya darah manusia yang
dipilihnya untuk
mematangkan telur (7)
E. Cara penularan
Virus Dengue masuk ke tubuh
nyamuk Ae. aegypti pada saat
menghisap darah manusia yang
sedang terinfeksi virus dengue
dalam keadaan viremia (2 hari
sebelum panas sampai dengan 5
hari setelah demam). (1,2,3,4,6,7,8)
Bila terinfeksi, nyamuk tetap
akan terinfeksi sepanjang
hidupnya dan siap menularkan
virus ke manusia yang rentan.
(1,2,3,4,6,7,8) Nyamuk betina
yang terinfeksi dapat menularkan
virus secara Transovarian.(4,6,7)
Dalam 8-10 hari virus dengue
berlipat ganda dalam epitel usus
tengah nyamuk lalu migrasi ke
kelenjar ludah nyamuk
(probosis) (extrinsic incubation
period) dan
siap ditularkan ke manusia bila
nyamuk betina tersebut
menggigitnya. (6) Dalam tubuh
manusia, masa tunas yang diperlukan
virus antara 4-6 hari
sebelum menimbulkan penyakit.
(Intrinsic Incubation Period).
PATOGENESIS
Virus merupakan organisme yang hanya
dapat hidup dalam sel hidup. Maka demi
kelangsungan hidupnya virus harus
bersaing dengan sel manusia sebagai
pejamu, terutama dalam mencukupi
kebutuhan akan protein. Persaingan
tersebut sangat tergantung pada daya
tahan pejamu.
Teori yang banyak dianut pada DBD
adalah ; Teori hipotesis infeksi sekunder
(Secondary Heterogenous Infection
Theory) dan Teori hipotesis Imunne
Enhancement. (3,4) Kedua teori tersebut
secara tidak langsung menyatakan
bahwa manusia yang mengalami infeksi
yang kedua kalinya dengan serotipe
virus dengue yang heterolog punya
risiko berat lebih besar untuk
menderita DBD berat. Antibodi
heterolog yang telah ada sebelumnya
akan mengenai virus lain yang
menginfeksi membentuk kompleks
antigen-antibodi. Kompleks tersebut
berikatan dengan Fc reseptor
membran sel leukosit terutama
makrofag. Oleh karena antibodi
heterolog maka virus tidak
dinetralisasikan oleh tubuh, maka
bebas bereplikasi dalam sel
makrofag. (3)
Teori lain yaitu Antibody Dependent
Enhancement (ADE) menyatakan
bahwa suatu proses akan
meningkatkan infeksi dan replikasi
virus dengue dalam mononuklear
sebagai tanggapan terhadap infeksi
tersebut. Terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah sehingga
mengakibatkan keadaan-keadaan seperti
hipovolemia dan syok. (3)
Berdasarkan teori secondary Heterolog
Infection bahwa akibat infeksi sekunder
oleh tipe virus dengue yang berlainan
pada seorang pasien, respon antibodi
amnestik yang terjadi dalam beberapa
hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi Limfosit yang
menghasilkan titer tinggi Antibodi Ig G
anti dengue. Terbentuk kompleks virus-
antigen-antibodi. Kompleks tersebut
mengaktifkan sistim komplemen;
terutama C3 dan C5. Selanjutnya akibat
aktivasi C3 dan C5 dilepaskan C3a dan
C5a yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah
dan merembesnya plasma dari
intravaskular ke ekstravaskular, yang
ditandai dengan peningkatan kadar
hematokrit, penurunan natrium, dan
terdapat cairan dalam rongga serosa
( efusi pleura, asites). (3,5,6,7)
Selain mengaktivasi sistim
komplemen, kompleks virus-
antigen-antibodi juga menyebabkan
agregasi trombosit dan mengaktivasi
sistim koagulasi melalui kerusakan
sel endotel pembuluh darah. Kedua
faktor tersebut menyebabkan
perdarahan pada DBD. Agregasi
trombosit terjadi sebagai akibat
perlekatan kompleks antigen-
antibodi pada membran trombosit
sehingga dikeluarkan ADP
(Adenosin Diphosphate) akibatnya
trombosit melekat satu sama lain.
Agregasi trombosit menyebabkan :
- penghancuran oleh RES
(Retikulo Endotelial
Sistim) sehingga
mengakibatkan
trombositopenia
- pengeluaran pletelet faktor III
sehingga terjadi koagulopati
konsumtif (KID) yang
ditandai oleh peningkatan
FDP (Fibrinogen
Degradation Product)
sehingga terjadi penurunan
faktor pembekuan.
- gangguan fungsi trombosit,
sehingga walaupun
jumlahnya cukup namun
tidak berfungsi baik.
- aktivasi koagulasi menyebabkan
diaktifkannya faktor Hageman
selanjutnya terjadi aktivasi sistim kinin
yang memacu peningkatan permeabilitas
kapiler sehingga mempercepat terjadinya
syok. Ke empat hal tersebutlah yang
menyebabkan perdarahan masif
padaDBD. (3)
- MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis virus dengue
sangat bervariasi tergantung daya
tahan tubuh dan virulensi virus itu
sendiri. (1,2,3,4,6,7)
Mulai dari tanpa gejala
(asimtomatik), demam ringan tidak
spesifik
(Undifferentiated Fever), Demam
Dengue, Demam Berdarah Dengue
dan Sindrom syok Dengue (SSD).
(1,3,4,6,7,8)
A. DEMAM DENGUE
Pada demam dengue (DD) dapat
dijumpai keadaan-keadaan berikut ;
(1,3,4,7)
- Demam tinggi tiba-tiba
(>39oC), menetap 2-7
hari, kadang bersifat
Bifasik
- Muka kemerahan
(Flushing Face)
- Nyeri seluruh tubuh ; nyeri
kepala, nyeri belakang mata
terutama bila digerakkan,
nyeri otot, nyeri tulang, nyeri
sendi dan nyeri perut.
- Mual, muntah-muntah, tidak
nafsu makan
- Timbul ruam merah halus
sampai petekie
- Laboratorium terdapat
leukopeni hingga
trombositopenia.
Namun demam dengue yang disertai
perdarahan harus dibedakan dengan
DBD. Pada penderita demam dengue
tidak ada tanda-tanda kebocoran plasma
dan sebaliknya.
B. DEMAM BERDARAH DENGUE
Perbedaan DD dengan DBD terletak
pada patofisiologi penyakit tersebut, di
mana pada DBD terdapat kelainan
homeostasis dan perembesan plasma
yang dibuktikan dengan adanya
trombositopenia dan peningkatan
hematokrit. (1,3,4,6,7)
Kriteria diagnosis DBD menurut
WHO 1997 : (1,3,4,6,7,8)
a) Klinis
Demam tinggi tiba-tiba selama 2-
7 hari, tanpa sebab yang jelas
a) Terdapat menifestasi
perdarahan berupa ; uji
turniket +, petekie,
ekimosis, purpura,
perdarahan mukosa,
epistaksis, perdarahan
gusi, hematemesis dan
atau melena.
b) Pembesaran hati
(hepatomegali)
b) Laboratoris
a) Trombositopenia
(trombosit < 100.000/μl)
b) Hemokonsentrasi ;
peningkatan hematokrit
>20%
Diagnosis ditegakkan dengan dua
kriteria klinis + dua kriteria laboratoris.
Efusi pleura dan atau hipoalbuminemia
memperkuat diagnosis.
Menurut WHO 1997, DBD dibagi
menjadi 4 derajat, yaitu :. (3,4,6,7,8)
I Demam disertai gejala tidak
khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji turniket +
II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain
III Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan dalam, tekanan nadi menurun <20 mmHg, hipotensi,sianosis sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, tampak gelisah
IV Syok berat, nadi tidak dapat
diraba tekanan darah tidak
dapat diukur
C. SINDROM SYOK DENGUE
(SSD)
Biasanya terjadi pada saat atau
segera setelah suhu turun biasanya
antara hari ke 3 sampai ke 7).(3,4,7)
Gejala yang timbul sesuai dengan
keadaan syok :
- pasien tampak gelisah
- akral dingin dan pucat,
kulit lembab
- hipotensi, penurunan tekanan
nadi (<20 mmHg)
- nadi cepat dan lemah
- turgor kulit menurun
- mata cekung
- pada bayi ubun-ubun dapat
terlihat cekung
LABORATORIUM DAN
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium (1,3,4,6,7,8)
- Trombositopenia ( trombosit
<100.000/μl )
- Hematokrit meningkat >20%
- Hipoproteinemia, penurunan kadar
fibrinogen, protrombin, faktor
VIII, faktor XII, dan anti trombin
III
- PT dan PTT memanjang
- asidosis metabolik dan kadar BUN
(Basal Urea Nitrogen) meningkat
pada syok berat.
- SGOT dan SGPT meningkat ringan
- Serum komplemen menurun
B. Pemeriksaan Penunjang
1) Radiologis (1,3,6,7)
a) Rontgen Thorax PA terdapat
gambaran efusi pleura terutama
pada hemitorak
kanan.
b) USG abdomen tampak asites
dan efusi pleura bagian kanan.
2) Serologis (3,7)
Dikenal 6 jenis uji serologi yang
dapat menentukan adanya virus
dengue, yaitu :
a) Uji Hemaglutinasi Inhibisi
(HI test) paling sering dipakai
dan merupakan Gold Standard
serologi untuk dengue uji HI
sensitif, tidak spesifik. Untuk
diagnosis positif terdapat
kenaikan titer konvalesen 4x
lipat dari titer serum akut
(>1280). Baik pada serum akut
maupun konvalesen
b) Ig M Elisa
Kelebihan uji ini adalah hanya perlu
satu serum akut saja. Spesifitas sama
uji HI. Sensitifitas sedikit di bawah
uji HI.
c) Ig E Elisa
Sedikit lebih spesifik dibanding Ig M
Elisa. Positif jika infeksi sudah lama.
d) Uji Netralisasi
Paling spesifik dan sensitif untuk
virus dengue. Namun rumit dan perlu
lama sehingga jarang dipakai sebagai
pemeriksaan rutin.
e) Uji komplement fiksasi
(complement Fixation Test) Jarang
digunakan karena rumit dan perlu
tenaga ahli
f) PCR ( Polymerase Chain
Reaction) Sangat spesifik dan
sensitif. Hasilnya cepat dan dapat
diulang dengan mudah.
Belakangan ini teknik PCR
makin berkembang.
DIAGNOSIS BANDING
Karena gejala-gejala DBD pada awal
perjalanan penyakit hanya
merupakan gejala umum dan tidak
spesifik maka sulit membedakannya
dengan penyakit-penyakit lain yang
mempunyai gejala serupa.
- Awal perjalanan penyakit
: Demam Chikunguya,
Demam Tipoid, Campak,
Influensa, Leptospirosis,
dan Malaria. Semua
penyalit tersebut
mempunyai gejala-gejala
yang serupa dengan DBD
tetapi adanya
trombositopenia yang
jelas dengan
hemokonsentrasi dapat
membedakannya. (3,4)
- DBD derajat II sulit
dibedakan dengan Idiopatik
Trombositopenia Purpura
(ITP) tetapi demam pada ITP
cepat hilang, dan tidak terjadi
hemokonsentrasi. Pada masa
penyembuhan jumlah
trombosit pada DBD lebih
cepat kembali normal
ketimbang pada ITP. (3,4,7)
KOMPLIKASI PENYAKIT
Ensepalopati Dengue
Terjadi akibat komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan perdarahan,
gangguan metabolik seperti
hipoksemia, hiponatremia, trombosis
pembuluh darah otak akibat KID
(Koagulopati Intravaskular
Disemata). Pada ensefalopati
dengue, kesadaran pasien menurun,
dapat disertai kejang,
peningkatan SGOT/SGPT, PT
dan PTT memanjang, alkalosis,
hiponatremia, hipoglikemia
B. Gagal ginjal akut
Terjadi pada fase terminal akibat
syok yang adekuat. Dapat
dijumpai
Sindrom uremik hemolitik,
dan acute tubular necrotizing.
Diuresis merupakan Parameter
penting dan mudah di kerjakan
dalam monitor kelainan ginjal.
(3,4,7)
Odem paru
Terjadi akibat pemberian cairan yg
berlebihan (overload). Pasien
mengalamidistres pernafasan disertai
sembab pada kelopak mata. Rontgen
Thorax PA memberikan gambaran
Bat Wing Appearance yang sesuai
dengan gambaran odem paru. (1)
Sepsis (4)
Akibat penggunaan jalur intravena yang
terkontaminasi
Syok hingga kematian (3,4)
Terjadi karena penanganan yang tidak
adekuat
PENATALAKSANAAN
Pada Anak-anak
Demam Dengue (3)
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak
perlu dirawat. (3,4,7) pasien dianjurkan:
- tirah baring selama masa
demam
- pemberian antipiretik
paracetamol untuk
menurunkan panas
- pemberian cairan dan
elektrolit per oral seperti jus
buah, sirup, dan susu
di samping air putih
- monitor suhu, jumlah
trombosit dan hematokrit
sampai fase konvalesen
saat suhu turun pada
umumnya merupakan tanda
penyembuhan.
Demam Berdarah Dengue (3,4)
a)demam dapat di atasi dengan
kompres air dingin antipiretik
parasetamol 3x sehari pemberian
cairan per oral
periksa kadar Hematokrit berkala
b) penggantian volume plasma
Indikasi pemberian cairan intravena :
- pasien terus muntah, tidak mau
minum, demam tinggi
- Hematokrit semakin meningkat
Jenis cairan (rekomendasi WHO
1997)(3,4)
1) Kristaloid
- Larutan Ringer Laktat (RL)
- Larutan Ringer Asetat
- Larutan Nacl 0,9% (garam faali)
- Dextrosa 5% dalam RL (D5/RL)
- Dextrosa 5% dalam RA (D5/RA)
- Dextrosa 5% dalam ½ larutan Nacl
0.9% (D5/ ½ LGF) (catatan : untuk
resusitasi syok digunakan RL/RA, tidak
boleh Larutan yang mengandung
dextrosa)
2) Koloid
- Dextran 4o
- Plasma
- Albumin
Pasien datang, beri cairan kristaloid
6-7 ml/kgBB /jam. Monitor tanda
vital tiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi
selama 12-24 jam. Bila selama
observasi keadaan umum membaik
tetesan kurangi menjadi 5
ml/kgBB/jam.
Bila observasi selanjutnya makin
membaik kurangi tetesan menjadi 3
ml/kgBB/jam sampai akhirnya
setelah 24-48 jam cairan
dihentikan.
Bila keadaan makin buruk
tetesan di naikkan menjadi 10
ml/kgBB/jam.
Bila dalam 1 jam tidak ada
perbaikan naikkan tetesan
menjadi 15 ml/kgBB/jam. Bila
terjadi distres pernafasan dan Ht
naik maka ganti menjadi cairan
koloid 20-30 ml/kgBB/jam
maksimal 1500ml/kali. Tapi bila
Ht turun berikan transfusi darah
segar 10 ml/kgBB. Bila keadaan
klinis membaik cairan
disesuaikan.
Sindrom Syok Dengue (3,4)
Segera beri infus kristaloid 10-20
ml/kgBB/30 menit berikut O2 2
lt/mnt. Untuk SSD berat
ditambah larutan koloid 10-20
ml/kgBB/kali diberikan
bersamaan dengan lajur infus
kristaloid. Observasi tekanan darah
tiap 15 menit, hematokrit dan
trombosit tiap 4-6 jam. Periksa
elektrolit dan gula darah.
Bila dalam 30 menit syok belum
teratasi, penanganan sama seperti
syok berat.
Bila syok teratasi dengan tanda-tanda
yaitu penurunan Hb/Ht, tekanan nadi
>20mmHg, nadi kuat maka tetesan
kurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam
pertahankan hingga 24 jam atau
sampai klinis stabil dan Ht turun
<40%.
Selanjutnya tetesan dikurangi
menjadi 7 ml/kgBB/jam kemudian 5
ml/kgBB/jam kemudian
3ml/kgBB/jam hingga 48 jam setelah
syok teratasi, bila keadaan makin
membaik hentikan cairan.
Bila syok belum teratasi
sedangkan Ht menurun >40%
berikan transfusi darah segar 10
ml/kgBB. Bila perdarahan masif
berikan transfusi darah segar 20
ml/kgBB/jam dan lanjutkan
dengan kristaloid 10
ml/kgBB/jam.
Bila syok masih juga belum
teratasi, pasang kateter urin
untuk memonitor balans cairan.
Dan berikan obat-obatan
vasopresor. Berikan terapi
simtomatik sesuai indikasi.
Protokol 1 : Tersangka DBD
Pasien pulang bila : Hb,Ht normal,
trombosit >100.000 /μl dalam 24
jam. Dengan catatan kontrol kembali
bila keadaan malin buruk. Bila masih
meragukan, observasi dan berikan
infus kristaloid 500 cc per 4 jam,
ulang Hb, Ht, trombosit.
Pasien di rawat bila Hb, Ht normal tapi
trombosit < 100.000/ μl. Atau Hb, Ht
tetap/meningkat dengan trombosit
normal/ menurun. Monitor vital serta
jumlah urin tiap 4 jam.
Protokol 2 DBD : tanpa perdarahan
masif dan syok
Berikan infus larutan kristaloid 4 jam/
kolf. Bila Hb,Ht normal dan trombosit >
100.000 -150.000 maka cukup monitor
lagi tiap 24 jam. Tapi bila Hb, Ht
meningkat periksa ulang tiap 12 jam.
Setelah 24 jam bila Hb, Ht, dan
trombosit :
- stabil, pasien boleh pulang
- normal/ meningkat trombosit
>100.000, ulang periksa tiap
12 jam selama 24 jam. Bila
normal dan stabil, boleh
pulang.
- klinis memburuk,
menunjukkan tanda syok,
terapi di sesuaikan seperti
pada syok.
Pasien pulang bila : tidak demam,
hemodinamik baik. Kontrol
poliklinik 24 jam kemudian sambil
periksa darah perifer lengkap. Bila
keadaan memburuk harus segera
kembali dirawat.
Protokol 3 : DBD dengan
perdarahan spontan dan masif tanpa
syok
Segera infus larutan kristaloid 4 jam/
kolf. Periksa tanda-tanda vital,
darah perifer lengkap, dan
homeostasis tiap 4-6 jam. Bila ada
tanda-tanda KID berikan heparin.
Transfusi komponen darah diberikan
sesuai indikasi. Fresh rozen plasma
(FFP) diberikan bila terdapat
defisiensi faktor-faktor pembekuan
(PT dan PTT memanjang). Packed
Red Cells (PRC) diberikan bila nilai
Hb kurang dari 10 g%. transfusi
trombosit diberikan pada DBD dengan
perdarahan spontan dan masif dengan
jumlah trombosit < 100.000 disertai atau
tanpa KID.
Pada kasus dengan KID pemeriksaan
homeostasis diulang 24 jam kemudian,
sedangkan pada kasus tanpa KID
pemeriksaan dikerjakan bila masih ada
perdarahan. Penderita DBD dengan
gejala-gejala tersebut bila dijumpai di
puskesmas perlu dirujuk dengan infus,
idealnya dengan plasma expander
(dekstran) 1-1,5 lt/24 jam. Bila tidak
tersedia dapat diberikan kristaloid.
Juga diberikan terapi simtomatik sesuai
indikasi.
Protokol 4 : DBD dengan syok dan
perdarahan spontan.
Fase awal segera berikan infus larutan
kristaloid terutama RL 20 ml/kgBB/jam.
Berikan O2 2-4 lt/mnt periksa elektrolit
dan ureum, kreatinin. Evaluasi
selama 30-120 menit. Syok
dikatakan teratasi bila keadaan
umum membaik, keadaan Sistim
Saraf Pusat baik, sistol di atas 100
mmhg dengan tekanan nadi > 20
mmHg. Nadi kurang dari
100X/menit dengan volume yang
cukup. Akral hangat, tidak pucat
serta diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam.
Bila syok telah teratasi infus
dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam
lanjut evaluasi 60-120 menit berikut.
Bila klinis menjadi stabil kurangi
lagi menjadi 4 jam/kolf. Selama ini
periksa ulang Hb, Ht, trombosit,
serta elektrolit tiap 4-6 jam. Bila
hemodinamik masih belum stabil
dengan Ht >30% anjuran kombinasi
kristaloid dan koloid dengan
perbandingan 3-4: 1 namun bila Ht
<30% berikan transfusi darah merah.
Bila syok dari awal tidak teratasi
langsung berikan lar koloid 10-20
ml/kgBB/jam maksimal 1500 ml/24 jam.
Bila Ht<30% segera transfusi darah
merah.
Bila syok masih juga belum teratasi
berikan obat-obatan vasopresor seperti
dopamin, dobutamin atau epinefrin. Bila
ternyata ada KID berikan heparin dan
transfusi komponen darah sesuai
indikasi. Periksa homeostasis 24 jam
setelah pemberian heparin. Tanpa KID
periksa homeostasis di ulang bila masih
ada perdarahan. Berikan juga obat-
obatan sesuai gejala yang ada. (terapi
simtomatik)
Protokol 5 : DBD dengan syok tanpa
perdarahan
Pada dasarnya sama prinsipnya seperti
protokol 4 hanya saja pemeriksaan klinis
dan laboratorium dilakukan seteliti
mungkin untuk menentukan
kemungkinan perdarahan
tersembunyi disertai KID, maka
heparin dapat diberikan. Bila tidak
didapatkan tanda-tanda perdarahan,
walau hasil pemeriksaan
homeostasis menunjukkan KID
maka heparin tidak diberikan,
kecuali bila ada perkembangan ke
arah perdarahan.
UPAYA PENCEGAHAN (7)
Gerakan 3 M :
- Menguras tempat-tempat
penampungan air minimal seminggu
sekali, dan menaburkan bubuk Abate
ke dalamnya.
- Menutup rapat tempat-tempat
penempungan air
- Mengubur barang-barang bekas
yang dapat menampung air hujan
2) Pemberantasan vektor
- penyemprotan (fogging)
- abatisasi selektif
- kerjabakti lingkungan dalam rumah
seperti : jangan menggantung Pakaian,
semprot dengan racun serangga terutama
pagi hari.
- kerjabakti lingkungan luar rumah
- penyuluhan masyarakat
3) Pemakaian repellent (lotion anti
nyamuk), menyemprot anti serangga di
dalam rumah
4) Lapor ke puskesmas setempat.
KESIMPULAN
Demam Berdarah Dengue sebagai
penyakit yang dapat menimbulkan
wabah dan korban meninggal dunia yang
tidak sedikit masih terus saja ada hingga
saat ini. Terakhir kembali mewabah pada
awal tahun 2004 yang lalu. Penyakit ini
disebabkan virus Dengue yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti
sebagai vektor utama. Manifestasi klinis
penyakit dapat bermacam-macam mulai
dari demam tidak khas, demam dengue,
demam berdarah dengue, sindrom
syok dengue, hingga berakhir kepada
kematian. Terapi ditujukan terutama
pada pengantian volume plasma
yang hilang. Selain dibarengi dengan
terapi simtomatik sesuai indikasi.
Upaya pencegahan penyakit harus
semakin ditingkatkan guna
mencegah atau mengurangi kasus,
morbiditas serta mortalitas akibat
DBD.
Daftar Pustaka
1) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
FKUI edisi III. Jakarta, 1996. Hal : 417-426
2) Harrison’s Principles of Internal
Medicine 14th edition volume 2.
International edition. USA,1998. Page:
1141-1145.
3) Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Departemen Kesehatan. Dirjen
Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan, edisi 2 tahun 2001
4) Demam Berdarah Dengue. Diagnosis,
Pengobatan, Pencegahan dan Pengendalian.
World Heatlh Organization. Jakarta : EGC,1999
6). Pangalila PEA. Demam Berdarah Dengue
pada remaja/ dewasa. Presentasi pada simposium
Demam Berdarah Dengue, IPD FK Untar/RS
Sumber Waras. Jakarta : 1997
7) Demam Berdarah Dengue. Naskah Lengkap
Pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak dan
dokter spesialis penyakit dalam pada tatalaksana
kasus Demam Berdarah Dengue. Penyunting
Srie Rejeki H. Hadinegoro, Hindrawan Irawan .
FKUI, Jkt: 2002
8) www.infesksi.com (infeksi tropik-demam
berdarah dengue)
9) http:// cybermed.cbn.net.id
10) www.kesgadar.dki.org