View
356
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAHAN BELAJAR KETERAMPILAN MEDIK
BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran
BAHAN BELAJAR KETERAMPILAN MEDIK
FARMASI KEDOKTERAN
Siti Rahmatul Aini, S.F, Apt, dr. Triana Dyah C, dr. Ilsa Hunaifi
Andang Sari, S.Si, Apt, Drs. Agus Supriyanto, Apt, dr. Nurhidayati M.Kes, dr. Emmy Amalia
PENDAHULUAN
Ilmu farmasi kedokteran merupakan ilmu terintegrasi dengan ilmu farmasi dan ilmu kedokteran klinik. Ditilik dari sejarahnya, sebelum abad XX, obat yang digunakan masih sederhana yaitu obat tradisional dan Ars Prescribendi dan Ars Preparans dipegang oleh 1 ahli yaitu dokter/tabib. Sedangkan setelah abad XX, melalui perkembangan ilmu pengobatan maka diciptakan obat dari bahan kimia, Ars prescribendi oleh dokter dan Ars preparansi dilakukan oleh apoteker.
PERIHAL OBAT
BATASAN OBAT
Obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada manusia, hewan dan tumbuhan.
Obat adalah unsur bahan aktif secara fisiologis, zat kimia, atau racun. Menurut Permenkes RI No.242/1990, obat adalah bahan atau panduan bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan, dan peningkatan kesehatan termasuk kontrasepsi dan sediaan biologis.
Obat adalah unsur bahan aktif secara fisiologis, zat kimia, atau racun, sedangkan menurut Permenkes No.193/Kab/B-VII/71, obat adalah bahan/paduan bahan yang digunakan dalam menetapkan :
Diagnosis
Contoh: cairan kontras (BaSO4)
Mencegah
Contoh: vaksin, pil KB.
Menghilangkan penyakit/ gejala, luka/kelainan
Contoh: obat-obat simptomatis, contoh: parasetamol.
Memperindah/memperelok tubuh
Contoh: obat jerawat, pemutih
KATEGORI OBATObat bisa dikategorikan menurut UU Farmasi, bentuk (fisik), cara pemberian dan khasiat/efek obat. Berdasarkan keamanannya obat dapat digolongkan (Peraturan MenKes No. 242/ Thn 90)
Obat bebas
Obat bebas terbatas
Obat keras
Obat Psikotropika Obat narkotika
Menurut Jenisnya Obat Dapat Dibedakan Menjadi :
Obat baku/bahan obat (Substansi yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia atau buku resmi lainnya yang ditetapkan pemerintah.
Obat jadi (Obat standart, obat generik: obat dengan komposisi dan nama teknis standart seperti dalam Farmakope Indonesia atau buku lain yang ditetapkan pemerintah.
Obat paten(Trade name: obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar seperti nama pabrik atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya dan obat tersebut obat yang masih dilindung oleh hak patennya. Obat paten tidak tersedia dalam bentuk generik, dan tidak boleh suatu perusahaan membuat nama paten yang lain dengan kandungan yang sama selama masa paten obat ini masih dikuasai oleh perusahaan leadernya atau selama hak paten kandungannya tidak dijual atau dilisensikan ke perusahaan lain yang berminat.
Obat Off Paten(obat yang telah habis masa patennya
Obat Generik(obat dengan nama generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN (International Non-propietary Names) dari WHO (World Health Organization) untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Nama generik ini ditempatkan sebagai judul dari monografi sediaan-sediaan obat yang mengandung nama generik tersebut sebagai zat tunggal (Obat Generik Berlogo). Obat Generik bisa berupa obat off paten yang terdiri atas branded generik dan generik (berlogo).
Obat asli(Obat tradisional, jamu, fitofarmaka: obat yang didapat langsung dari bahan-bahan alamiah Indonesia.
Obat dengan Nama Dagang
(Obat generik yang dibuat oleh pabrik dengan nama yang berbeda dengan nama generiknya tetapi komposisinya sama dengan generiknya. Yang membedakan adalah bentuk sediaan, rasa, kemasan dan promosi.
Menurut Cara Pemberiannya, Obat Dibedakan Menjadi:
Obat sistemik, yaitu cara pemberian obat yang memungkinkan obat masuk dalam tubuh dan beredar dalam sirkulasi sistemik sehingga efek kerjanya bersifat sistemik. Cara pemberian obat sistemik ini misalnya pemberian per oral dan parenteral.
Obat lokal, yaitu cara pemberian obat yang menghasilkan efek setempat atau hanya pada tempat pemberian. Obat lokal ini tidak atau minimal ditemukan dalam sirkulasi sistemik. Cara pemberian obat dengan efek lokal misalnya obat topikal seperti salep kulit, sampho anti ketombe, dan pemberian per inhalasi.
Menurut khasiat/efek obat, obat dibedakan menjadi kelas terapi seperti tercantum dalam Daftar Obat Essensial Nasional ( DOEN).
Penggolongan Berdasar Efek Farmakologi
Contoh : Fenobarbital; dapat dikategorikan menurut:
Tempat kerja dalam tubuh; merupakan obat yang bekerja pada SSP
Aktivitas terapeutik; merupakan obat sedatif-hipnotik.
Mekanisme kerja farmakologi; merupakan depressan SSP
Sumber asal/ sifat-sifat kimia; merupakan turunan asam barbiturat.
Menurut bentuk dan struktur kimia:
Asam; contoh acetosal, acidum ascorbinium, barbitalum
Basa; contoh alucol, bisacodyl, hidrochlorothiazida
Garam; contoh : natrium chlorida, papaverine HCI, atropine sulfas
Garam/senyawa kompleks; contoh: magnesium trisilikat, cynacobalamin, aluminium/ kalium sulfat.
Ester; contoh: chloramphenicol palmitat, adrenaline bitartrat, gliceryl guayacolate
Kristal mengandung aior: contoh ampiciline trihiodrat, calcii lactas, codein HCI
Isotop radioaktif: contoh : chlormerodin Hg, natrii yodida.Hubungan antara struktur kimia-sifat kimia dan aktivitas biologis obat.
Struktur kimiaSifat kimia-fisikaAktifitas biologis obat
JumlahKelarutanRespon
MacamKoefisien partisiKenaikan jumlah ikatan obat reseptor
Susunan dari atom molekul obatAdsorpsi
Derajat ionisasi
Penggolongan Obat Tradisional
Penggolongan obat di atas adalah obat yang berbasis kimia modern, padahal juga dikenal obat yang berasal dari alam, yang biasa dikenal sebagai obat tradisional.Obat tradisional Indonesia semula hanya dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu obat tradisional atau jamu dan fitofarmaka. Namun, dengan semakin berkembangnya teknologi, telah diciptakan peralatan berteknologi tinggi yang membantu proses produksi sehingga industri jamu maupun industri farmasi mampu membuat jamu dalam bentuk ekstrak. Namun, sayang pembuatan sediaan yang lebih praktis ini belum diiringi dengan perkembangan penelitian sampai dengan uji klinik. Saat ini obat tradisional dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu jamu, obat ekstrak alam, dan fitofarmaka.
1.Jamu (Empirical based herbal medicine)
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5 10 macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu.
2.Obat Herbal Terstandar (Scientific based herbal medicine)
Adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak. Selain proses produksi dengan tehnologi maju, jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik seperti standart kandungan bahan berkhasiat, standart pembuatan ekstrak tanaman obat, standart pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis.
3.Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)
Merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia.. Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilimiah.
TATA NAMA
Sesuai dengan Monografi Farmakope Indonesia, maka nama yang sah digunakan dalam penulisan resep adalah:
Nama latin
: contoh: acidium acetylsalicylicum,aecetaminofen, methampyronum
Nama Indonesia: contoh:asam asetilsalisilat, asetaminofen, metampiron
Nama lazim/generik: contoh: acetosal, paracetamol, antalgin
DERIVAT OBAT (TURUNAN OBAT)
Derivat (turunan) obat adalah sekelompok obat yang diturunkan dari senyawa yang sama dengan senyawa induk tetapi masing-masing punya struktur kimia yang berbeda, umumnya digunakan untuk sekelompok obat dengan khasiat yang sama, dan didapatkan dari hasil manipulasi molekuler senyawa induk (dengan struktrur kimia tertentu).
Tujuan dibuatnya derivat obat adalah untuk mendapatkan obat baru dengan efek sama tapi lebih poten dan efek samping lebih kecil atau efek berbeda. Berdasarkan efek farmakologinya, derivat obat ini dapat dikategorikan menjadi obat lain. Sebagai contoh, SULFONAMID, suatu antimikroba, secara struktur kimia menyerupai PABA. Dari sulfonamid dapat diturunkan banyak obat baru dengan efek berbeda antara lain: chlorthiazide (berefek diuretika/ penurun tekanan darah); chlorpropamida yang mempunyai struktur mirip sulfonamid tapi berefek lain yaitu sebagai obat anti-diabetik.
DOSIS OBAT
Dosis lazim, dosis terapeutik adalah sejumlah obat ( dalam satuan berat/volume unit) yang memberikan efek terapeutik pada penderita ( dewasa). Selain dosis terapeutik, dikenal pula istilah, dosis awal, dosis pemeliharaan, dosis maksimum, dosis toksis, dan dosis letal.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dosis antara lain adalah faktor obat, faktor pemberian, faktor penderita dan indikasi dan patologi penyakit.
Dosis Maksimum (DM) kecuali dinyatakan lain, adalah dosis maksimum untuk dewasa untuk pemakaian melalui mulut, injeksi subkutan dan rektal. Penyerahan obat dengan melebih DM dapat dilakukan, jika dibelakang jumlah obat bersangkutan pada resep dibubuhi tanda seru dan paraf dokter penulis resep. Dosis Lazim untuk dewasa, anak dan bayi hanya merupakan petunjuk dan tidak mengikat.
FAKTOR OBAT
Dipengaruhi oleh sifat fisika, daya larut (air/lemak), bentuk(kristal/amorf), sifat kimia (asam, basa, garam, ester), derajat keasaman (pH dan pKa), toksisitas.
FAKTOR RUTE PEMBERIAN OBAT
Dosis obat yang diberikan melalui rute/cara pemberian apapun, harus mencapai dosis terapi dalam pada target organ. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor, misanya faktor yang membatasi kemampuan absorbsi obat pada pemberian per oral, maka dosis oral berbeda dengan dosis obat yang diberikan secara parenteral. Dosis obat pada pemberian per oral lebih tinggi dari pada per parenteral.
FAKTOR PENDERITA
Dipengaruhi oleh umur (anak, dewasa, geriatri), berat badan (normal, obesitas, malnutrisi), luas permukaan tubuh, ras dan sensitivitas individual.
INDIKASI DAN PATOLOGI PENYAKIT
Penyebab penyakit
Keadaan pato-fisiologis, misalnya pada gangguan fungsi hepar dan/atau gangguan fungsi ginjal, beberapa jenis obat dikontraindikasikan, atau dosis beberapa jenis obat perlu diturunkan atau interval pemberian diperlama.
PERHITUNGAN DOSIS OBAT UNTUK ANAK
Anak bukanlah miniatur dewasa, oleh karena organ tubuhnya (hepar, ginjal, saluran pencernaan, dan SSP) belum berfungsi secara sempurna, luas permukaan tubuh, kecepatan metabolisme basal, serta volume dan distribusi cairan tubuh berbeda dengan orang dewasa, maka besar dosis pada anak ditentukan berdasarkan pada keadan fisiologi anak. Dalam menghitung dosis obat untuk anak, perlu dibedakan antara :
Prematur
Neonatus ( 1bln)
Infant ( s.d 1 thn)
Balita (>1-5 thn)
Anak ( 6-12 tahun)
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan dosis anak:
Faktor farmakokinetik obat
Absorpsi : kemampuan absorpsi dipengaruhi oleh
PH lambung dan usus Waktu pengosongan lambung Waktu transit Enzim pencernaan Distribusi : jumlah obat yang sampai di jaringan dipengaruhi oleh: Masa jaringan Kandungan lemak Aliran darah Permeabilitas membran Kadar protein plasma Volume cairan ekstraseluler Metabolisme : kecepatan metabolisme dipengaruhi oleh: Ukuran hepar Kemampuan enzim mikrosomal Eksresi : proses eksresi obat terutama melalui ginjal dan dipengaruhi oleh: Kecepatan filtrasi glomeruler Proses sekresi dan reabsopsi tubulerCara menghitung dosis anak 1. Didasarkan perbandingan dengan dosis dewasa.
Berdasar perbandingan umur:
Rumus young ( Anak umur 1 8 tahun)
Da =
Angka 12 menunjukkan berlaku untuk umur anak 20-24 tahun.
Ket rumus diling:
Da= dosis anak
DM= dosis Maksimum
n= umur
2. Berdasar perbandingan berat badan
dianggap berat badan orang dewasa 70 kg
Rumus Clark =
3. Berdasar perbandingan luas permukaan tubuh (LPT)
Dianggap bahwa luas permukaan tubuh orang dewasa : 1,73 m2Rumus ( crawford- Terry Rouke) = LPT a
1,73
4. Didasarkan atas ukuran fisik anak secara individual
Sesuai dengan BB anak ( dalam kg)
Sesuai dengan LPT anak ( dalam m2)
CATATAN:
Kelemahan perhitungan anak dengan perbandingan dengan dosis dewasa:
Umur: tidak tepat oleh karena ada variasi BB dan LPT
Berat Badan : tidak tepat untuk semua obat
LPT : tidak praktis terutama kasus gawat
Karena kelemahan-kelemahan tersebut maka diciptakan rumus baru untuk menghitung dosis anak yang lebih akurat oleh bagian farmasi kedokteran Unair.
Untuk bayi 0-11 bulan
Da=
Da = dosis anak
DM= Dosis Makanan
m = umur dalam bulan
atau
Da =
W= berat dalam kg
Untuk balita 1 4 tahunDa =
n = umur dalam tahun
atau
Da =
W= berat badan dalam kg
Catatan : rumus ini diturunkan dari Rumus Clark ( yang telah diseuaikan untuk anak Indonesia).
PERHITUNGAN DOSIS OBAT PADA OBESITAS
Dikatakan obesitas jika BB > 20%, BB ideal dan komposisi komponen tubuh berbeda dengan BB normal
Untuk perhitungan dosisnya harus memperhatikan kelarutan obat dalam lemak (lipofisitas) :
Berdasar berat badan tanpa lemak (BBTL) untuk obat non-lipofilik.
Contoh: digitoksin, gentamisin
Berdasar berat badan normal ( BBN) untuk obat lipofilik
Contoh: thiopental
DOSIS LAZIM / TERAPEUTIK
Yang tertulis dalam pustaka
Dosis sekali (tunggal)
Bisacodyl 5-10 mg/ dosis tunggal
Dosis sehari
Dexamethasone 0,2-2mg/ hari
Diazepam 5-30 mg dalam dosis terbagi
Dosis/kg.BB/hari
Ampicilin 50-100 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam.
Griseofulvin 0,5-1 g/ hari ( dosis tunggal atau terbagi) ; anak : 10 mg/kg BB/ hari
DOSIS UNTUK EFEK BERBEDA
Sebagai contoh; PHENOBARBITAL sebagai :
sedative hipnotik, dosisnya 30 mg/ 3-4 d.d
antikonvulsan, dosisnya 30-60 mg/2-3 DM
KURVA BENTUK BEL
Menunjukkan efek obat dalam populasi
UNDANG-UNDANG FARMASI & KODE ETIK KEFARMASIAN DALAM KEDOKTERAN
UU FARMASI
Peraturan MenKes no. 242/ thn 90 :
Pasal 1 ayat 1
Obat adalah bahan atau panduan bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sisitem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan, dan peningkatan kesehatan termasuk kontrasepsi dan sediaan biologis.
Peraturan MenKes RI No. 922/thn 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek
Pasal 1 ayat 1Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dan dokter hewan kepada apoteker pengelola apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Masih tentang resep, Peraturan MenKes No. 26/ thn 1981 BAB III pasal 10 menjelaskan:
1. Resep harus ditulis dengan jelas (terbaca red) dan lengkap
2. Ketentuan mengenai resep yang dimaksud ayat ( 1) ditetapkan Menteri.
Selain itu , dalam Keputusan Menkes No. 280/ thn 1981 tentang resep yang terdapat dalam BAB II yang berbunyi:
Pasal II : disamping memuat pasal 10 ( no.26/thn 81) resep juga harus memuat juga:
1. Nama, alamat, dan nomor izin praktek dr, drg. drh
2. Tanggal penulisan R/, nama setiap obat dan komposisi obat
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan R/
4. Tanda tangan /paraf dokter penulis R/ sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
5. Jenis hewan, nama, serta alamat pemilik untuk R/ dokter hewan
6. Tanda seru dan paraf dokter untuk R/ yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimal.
Peraturan MenKes No. 922/ thn 93:
Pasal 15 ayat 3Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam R/ apoteker wajib berkonsultasi dngan dokter untuk pemilihan obat yang tepat.
Pasal 16:
1. apabila apoteker menganggap bahwa dalam R/ terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep.
2. apabila dalam hal dimkasud ayat (1) karena pertimbangan tertentu dokter penulis tetap pada pendirianya, dokter wajib menyatakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim diatas resep.
Pasal 17 ayat 3: R/ atau salinan R/ hanya boleh diperlihatkan kepada :
dokter penulis R/ atau yang merawat. Penderita yang bersangkutan Petugas kesehatan Petugas yang berwenang menurut perundang- undangan yang berlakuGOLONGAN OBAT
Peraturan MenKes no. 242/ thn 90 pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa obat digolongkan menjadi :
1. Obat bebas
obat bebas yaitu obat yang dijual bebas dan dapat dibeli secara bebas tanpa resep dokter, di toko, dan toko obat. Obat ini ditandai dengan lingkaran warna hijau. Dibuku ISO ada tanda atau tulisan B.
Lambang obat bebasContohnya:
Vitamin larut air
2-4 salep.
Oralit
Parasetamol 500mg
Ibuprofen 200 mg
2. Obat bebas terbatas
yaitu obat yang dibeli secara bebas tanpa resep dokter, tapi juga dengan batasan jumlah dan isi berkhasiat serta tanda peringatan P. Pada kemasannya ada tanda lingkaran biru tua dan termasuk obat daftar W ( Werschuwin) ( Kep. Menkes No. 6355/69). Di buku ISO ditandai dengan tulisan T.
Lambang obat bebas terbatasSebagai contoh peringatannya :
P No. I : awas obat keras, bacalah aturan pemakaiannya.
Dulcolax tablet
Acetaminofen = >600 mg/tab atau >40 mg/ml (kep Menkes no.66227/73)
SG tablet.
P No. 2 : awas obat keras, hanya untuk kumur , jangan ditelan
Gargarisma khan
Betadin gargarisma
P NO. 3 : awas obat keras hanya untuk bagian luar badan
Anthistamin pemakain luar , misal dalam bentuk cream, caladin, caladril.
Lasonil
Liquor burowl
P No. 4 : awas obat keras hanya untuk dibakar
Dalam bentuk rokok dan sebuk untuk penyakit asma yang mengandung scopolamin.
P No.5 ; awas obat keras tidak boleh ditelan
Dulcolax Suppos
Amonia 10 % ke bawah
P No. 6 : awas obat keras wasir jangan ditelan:
Varemoid
3. Obat keras
Adalah obat yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI dan yang ditandai dengan lingkaran warna merah lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di dalamnya dan di penandaanya harus dicantum kalimat Harus dengan Resep Dokter. Obat ini termasuk daftar G ( Gevarrlijk).
Lambang obat keras Berdasarkan keputusan Menkes No. 347/ menkes/SK/VII/1990 tentang obat wajib Apotek (OWA 1) No. I, dan keputusan Menkes : 924/93 (OWA 2) maka menurut cara memperolehnya, obat keras terbagi 2:
a. Harus dengan resep dokter ( G1)
Untuk semua injeksi
Antibiotika dan virus
Obat-obat jantung
Obat-obat psikotropika.
b. Disarankan oleh apoteker di apotek
pil kb
analgetik-antipiretik ( antalgin, asam mefenamat)
antihistamin dan obat asma
Psikotropika Kombinasi
Obat Keras tertentu
Menurut UU No. 49/1949 pasal 3 ayat 2, Apoteker hanya dapat menjual obat keras kepada:
1. pasien dengan resep dokter untuk obat yang bukan OWA
2. apoteker
3. dokter/dokter gigi
4. dokter hewan
Yang berhak memiliki serta menyimpan obat daftar G dalam jumlah yang patut disangka bahwa obat tersebut tidak akan digunakan sendiri adalah:
1. PBF (pedagang besar farmasi)
2. APA (apoteker pengelola apotik)
3. Dokter yang berizin (dr,drg)
4. Dokter hewan (dalam batas haknya)
4. PsikotropikaMenurut Undang-undang RI no. 5 tahun 1997 tentang PSIKOTROPIKA yang terdiri atas 16 bab 74 pasal, tertanggal 11 maret 1997, PSIKOTROPIKA adalah zat atau obat baik alamiah maupun bukan narkotik yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Pasal 2 ayat 2 tentang penggolongan psikotropika:
Penggolongan psikotropika:
1. psikotropika golongan I
2. psikotropika golngan II
3. psikotropika golongan III
4. psikotropika golongan IV
Pasal 4
1. psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan atau ilmu pengetahuan.
2. psikotropika golongan I untuk ilmu pengetahuan
3. selain pasal 4 ayat 2 psikotropika golongan I dinyatakan sebagai barang terlarang.
Pasal 14 ayat 5
Dokter hanya diperbolehkan menyerahkan obat psikotropika apabila:
a. menjalankan praktek dan diberikan dengan suntikan
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat
c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
BAB XIV. Ketentuan Pidana ( 13 pasal)
Pasal 59
1. Barang Siapa:
a. menggunakan psikotropika selain yang dimaksud pasal 4 ayat 2
b. memproduksi atau menggunakan psikotropika golongan I
c. mengedarkan psikotropika golongan I
d. mengimpor selain kepentingan ilmu pengetahuan
e. secara tanpa hak memiliki menyimpan atau membawa psikotropika golongan I dipidana penjara paling sedikit 4 tahun dan selama-lamanya 15 tahun dan membayar denda paling sedikit 150 juta dan paling bayak 750 jt.
2. Jika terorganisasi maka akan dipidana mati atau seumur hidup dan membayar denda 750 juta.
Pasal 68 : tindak pidana di bidang Psikotropika sebagaimana diatur dalam undang-undang ini adalah kejahatan:
5. NarkotikaObat narkotika ditandai dengan lingkaran warna putih ada palang merah di tengah-tengahnya dan termasuk daftar O (Opiat). Untuk memperolehnya harus dengan resep dokter dan apotik wajib melaporkan jumlah dan macamnya. Peresepan tidak boleh diulang dan ada tanda tangan dokter penulis resep. Di buku ISO ditandai dengan tulisan N.
Lambang obat golongan narkotikaUU Narkotika No. 9 thn 1976 yang terdiri atas 10 bab 55 pasal diganti dengan UU no. 22 tahun 1997 tentang Narkotika dengan 15 BAB 104 pasal.
BAB I
pasal 1Narkotika : zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Oleh karena itu, obat-obat ini mulai dari pembuatannya sampai pemakaiannya diawasi dengan ketat oleh Pemerintah dan hanya boleh diserahkan oleh apotek atas resep dokter. Tiap bulan apotek wajib melaporkan pembelian dan pemakaiannya pada pemerintah.BAB II
Pasal 2Narkotika digolongkan menjadi:
a. Narkotika golongan I- kokain, heroin
b. Narkotika golongan II= Metadon, morfina, opium, petidin, tebain
c. Narkotika golongan III- kodein.
Tujuan pengaturan Narkotika
1. menjamin ketersediaannya narkotika untuk keperluan pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan.
2. mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika
3. memberantas peredaran gelap narkotika.
Pasal 4
Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan.
Pasal 5
Narkotika golongan I hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang digunakan untuk kepentingan lainnya.
BAB III. Pengadaan
Pasal 6
I. Menkes : mengupayakan tersedianya narkotika untuk pelayanan kesehatan atau pengembangan ilmu pengetahuan
Pasal 9
I. narkotika golongan I dilarang diproduksi atau digunakan dalam proses produksi, kecuali jumlah sangat terbatas untuk pengembangan ilmu pengetahuan dengan pengawasan ketat dari Menkes.
BAB V PEREDARAN
Pasal 33Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada Depkes
Pasal 37
Narkotika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat tertentu atau pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.
Pasal 39
1. penyerahan narkotika hanya dilakukan oleh: apotek, rumah sakit, Puskesmas, balai pengobatan dan dokter.
2. apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada : rumah sakit, puskesmas, apotik lain , balai pengobatan, dokter, pasien.
3. rumah sakit, apotek, puskesmas, balai pengobatan hanya dapat menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan R/ dokter.
4. Penyerahan narkotika oleh dokter hanya dilakukan dalam:
a. menjalankan praktek dan diberikan melalui suntikan.
b. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat melalui suntikan.
c. Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
5. narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu , disarankan dokter dimaksud ayat 4 hanya dapat diperoleh di apotek.
BAB XII. KETENTUAN PIDANA ( PASAL 78-99)
Pasal 84Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:
a. menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan I untuk orang lain, dipidana paling lama 15 tahun dan didenda 750 jt
b. menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan II untuk orang lain, dipidana paling lama 10 tahun dan didenda 500 jt.
c. Menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan III untuk orang lain, dipidana paling lama 5 tahun dan didenda 250 jt.
Pasal 99
Dipidana penjara paling lama 10 tahun dan didenda 200 juta bagi pimpinan Rumah Sakit, Puskesmas, Balai Pengobatan, sarana penyimpanan pemerintah, apotek, dan dokter yang mengedarluaskan narkotika golongan II dan III bukan untuk pelayanan kesehatan.
HAK DAN KEWAJIBAN DOKTER TENTANG PENGELOLAAN OBAT SESUAI PERATURAN PERUNDANGAN
Hal ini dicantumkan dalam peraturan Menkes No. 385 tahun 1989
Pasal 26
Ayat 1
Dokter dan dokter gigi dilarang:
a. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kode etik kedokteran
b. memberikan suntikan atau meracik obat kecuali suntikan.
Ayat 2
Larangan pada ayat 1b tidak berlaku bagi dokter yang bertugas di Puskesmas atau daerah terpencil yang tidak ada apotek atau menolong orang sakit dalam keadaan darurat.
Pasal 1 ayat 1
Daerah terpencil adalah daerah yang sulit komunikasinya meliputi wilayah administrasi yang luas serta berpenduduk jarang. Peraturan ini juga berlaku untuk obat dan golongan psikotropika dan narkotika.
KODE ETIK KEFARMASIAN DALAM KEDOKTERAN
Etika adalah suatu perbuatan, tingkah laku, sikap dan kebiasaan manusia dalam pergaulan sesama manusia dalam masyarakat yang mengutamakan kejujuran terhadap diri sendiri dan sesama manusia.
Bagi apoteker:
1. R/ adalah rahasia tidak boleh dibicarakan kepada siapapun kecuali bila diperlukan untuk membuktikan kebenaran yaitu berdasarkan perintah pengadilan.
2. tidak boleh merubah obat yang tertulis dalam R/, tanpa konsultasi dokter penulis R/
3. apabila seorang pasien meminta nasehatnya dalam bidang pengobatan, maka apoteker harus menyarankan atau menasehati pasien untuk datang ke dokternya, kecuali jika pertolongan atau pengobatan itu sangat diperlukan, maka apoteker harus memberi pertolongan dalam batas pengetahuan dan kemampuannya.
4. seorang apoteker hendaknya menghindarkan diri dari tindakan atau pernyataan yang dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan pasien pada dokter.
Bagi dokter:
1. perlu dijaga agar kertas R/ jangan sampai digunakan orang lain untuk memberi atau menerima sebagaimana telah terjadi
2. jangan meninggalkan kertas R/ kosong yang sudah ditanda tangani
3. kalau ada kesalahan dengan apoteker saat memberikan obat, maka bertentangan sekali dengan kode etik bila hal ini dibicarakan dengan pasien. Hendaknya dokter langsung berhubungan dengan apoteker, demikian juga sebaliknya.
4. menghindarkan semua tindakan yang berentangan dengan etika kedokteran diantaranya:
memberikan atau meracik obat, kecuali suntikan
menulis R/ harus obat produk dari perusahaan farmasi tertentu
menjual obat ditempat praktek kecuali dengan ketentuan tertentu
menjual contoh obat.
BENTUK SEDIAAN OBAT
Bentuk sediaan obat (BSO) diperlukan agar penggunaan senyawa obat/ zat berkhasiat dalam farmakoterapi dapat secara aman, efisien dan atau memberikan efek yang optimal. Umumnya BSO mengandung satu atau lebih senyawa obat/ zat yang berkhasiat dan bahan dasar/ vehikulum yang diperlukan untuk formulasi tertentu.
MANFAT BENTUK SEDIAAN OBAT
Bentuk sediaan obat dipilih agar:
1. dapat melindungi obat dari faktor-faktor yang menimbulkan kerusakan baik di luar maupun dalam tubuh.
2. dapat menutupi rasa pahit dan tidak enak dari bahan obat
3. dapat menyediakan kerja yang luas
4. dapat melengkapi kerja obat yang optimum ( topikal, inhalasi)
5. merupakan sediaan yang cocok untuk:
obat yang tidak stabil, tidak larut
setiap cara penggunaan
penyakit pada berbagai tubuh
6. dapat dikemas/ dibentuk lebih menarik dan menyenangkan
Dalam memilih BSO perlu memperhatikan sifat bahan obat, sifat sediaan, kondisi penderita dan penyakitnya, harga, dll. Disamping itu perlu diperhatikan pula penulisan resepnya agar jelas dan lengkap , sehingga tidak memberikan permasalahan dalam pelayanannya.
FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENENTUKAN PEMILIHAN BENTUK SEDIAAN OBAT
1. Umur penderita:
a. anak balita: sebaiknya diberikan oral dalam bentuk sediaan cairan ( solutio, suspensi, emulsi, guttae) , karena bentuk sediaan cair lebih mudah diminum daripada bentuk padat. Bentuk sediaan padat yang masih dapat diberikan ialah bentuk pulveres ( puyer), sedang bentuk tablet atau kapsul hendaknya dihindari bagi anak dibawah umur lima tahun.
b. Orang dewasa : obat yang diberikan per oral lebih sering diberikan dalam bentuk sediaan padat daripada bentuk sediaan cair, oleh karena bentuk sediaan padat (tablet/kapsul) umumnya lebih stabil dalam penyimpanan daripada sediaan cair.
c. Geriatri : dalam hal kesulitan menelan pada penderita lanjut usia, pilih bentuk sediaan cair seperti bentuk sediaan pada anak-anak.2. Keadaan umum penderita
a. penderita tidak sadar atau koma: dipilih bentuk sediaan injeksi atu rektal
b. penderita masuk rumah sakit atau berobat jalan.
3. Lokasi tubuh dimana obat harus bekerja:
a. efek lokal: bentuk sediaan dapat berupa solutio/mixtura; suspensi/mixtura agitanda; unguentum/pasta. Bentuk sediaan tersebut harus dapat dibedakan untuk dipakai pada kulit biasa atau kulit berambut atau mukosa dan untuk kulit yang utuh atau terluka.
b. Penyerapan atau penetrasi obat melalui kulit: bentuk sediaan injeksi, atau linimentum/ cream/ unguentum/ cream dengan vehikulum tertentu.
c. Efek sistemik : bentuk sediaan dapat berupa cairan atau padat, per oral, rektal atau injeksi.
4. Kecepatan dan lama obat yang dikehendaki
a. obat berbentuk sediaan injeksi lebih cepat diabsorpsi daripada bentuk sediaan per oral atau per rektal
b. obat dengan bentuk sediaan sustained release ( berupa tablet atau capsul) bekerja lebih lama daripada bentuk sediaan tablet atau kapsul biasa, pemberiaan obat cukup sekali atau dua kali sehari.
5. Bentuk teraupetik obat yang optimal dan efek samping yang minimal bagi penderita:
a. Emetin HCI, morphin HCI diberikan dalam bentuk sediaan injeksi, tidak dalam bentuk oral.
b. Vitamin C dalam bentuk sediaan cairan (oral) akan terurai, sehingga diberikan dalam bentuk sediaan tablet.
6. Bentuk sediaan yang paling enak/ cocok bagi penderita:
a. Bahan oral yang sangat pahit meskipun mudah larut dalam air tidak diberikan dalam bentuk sediaan cair, sehingga akan lebih enak diberikan dalam bentuk sediaan padat ( tablet/kapsul)
Misalnya; Chloramphenicol, Cotrimoxsazol, Metronidazol
b. bahan obat yang berbau amis: dipilih dalam bentuk sediaan tablet atau kapsul atau lebih baik dalam bentuk dagree. Misalnya berbagai garam Fe ( Ferosi Sulfat, Ferosi klorida, Ferosi carbonas), karena bila diberikan dalam bentuk sediaan cair akan berasa seperti besi karatan pada lidah sangat tidak menyenangkan.
MACAM BENTUK SEDIAAN OBAT (BSO)
1. Bentuk sediaan padat : pulvis, pulveres, capsula, tabula, supositoria
2. Bentuk sediaan cair: solutio/mixtura, suspensi, emulsi, guttae, infusa, dll
3. Bentuk sediaan setengah padat : unguenta, cream, pasta, dll.
BENTUK SEDIAAN OBAT (BSO) PADAT
Pulvis dan granula (serbuk daN granul)
Serbuk adalah campuran kering bahan obat dan zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau luar. Karena mempunyai pemakaian yang luas., serbuk lebih mudah terdispersi dan lebih larut daripada bentuk sediaan yang dipadatkan. Anak-anak atau orang dewasa yang sukar menelan kapsul atau tablet lebih mudah menggunakan obat dalam bentuk serbuk. Masalah stabilitas yang sering dihadapi dalam sediaan bentuk cair, tidak ditemukan dalam bentuk serbuk. Obat yang tidak stabil diberikan dalam bentuk suspensi atau larutan air dapat dibuat dalam bentuk serbuk atau granul. Serbuk oral yang dapat diserahkan dalam bentuk terbagi ( pulveres) atau tidak terbagi ( pulvis). Serbuk oral yang tidak terbagi hanya terbatas pada obat yang relatif tidak paten, seperti laksan, antasida,makanan diet dan beberapa analgetika tertentu dan pasien dapat menakar secara syarat pulvis maupun pulveres :
Serbuk halus , kering dan homogen
Ukuran partikel 1,25 um-1,7 um
Macam-macam serbuk
PULVERES ( serbuk terbagi)
Suatu serbuk yang terbagi dalam bobot yang kurang lebih sama, dibungkus menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum. Diracik berdasarkan formula resep dokter. Berat pulveres antara 300-500 mg.
Keuntungan dan kerugiannya:
1. pada umumnya untuk pemakaian oral
2. penyerapan oleh gastrointestinal cukup baik
3. dokter hanya menyusun kombinasi dan dosis obat secara tepat sesuai kebutuhan
4. rasa pahit yang tidak enak dan tidak dapat disembunyikan.
5. tidak semua obat dapat diberikan dengan bentuk ini, misalnya beberapa obat yang saling berinteraksi.
PULVIS ADSPERSORIUS (serbuk tabur)
Serbuk ringan untuk topikal, dapat dikemas dalam wadah yang bagian atasnya berlubang halus untuk memudahkan penggunaan pada kulit. Pada umumnya serbuk tabur harus melewati ayakan dengan derajat 100 mesh seperti tertera pada pengayak dan derajat halus serbuk 1141 agar tidak menimbulkan iritasi pada bagian yang peka. Sediaan ini sebagai obat luar untuk terapetik, profilaksi dan lubricant
Penggunaan:
untuk tujuan menyerap tubuh
untuk mengurangi gesekan antara 2 lipatan
sebagai vehicle (pengisi)
tidak diberikan untuk luka yang terbuka.
FINELY DIVIDE POWDERS
Sediaan serbuk yang dimaksudkan untuk disuspensikan/dilarutkan dalam air atau dicampur dengan makanan lunak/ bahan lain. Yang tersedia merupakan sediaan paten.
EFER VERSENT POWDER
Sediaan yang mengandung selain bahan obat juga bahan pembantu yaitu Na bicarbonat dan asam citrat, asam tetrat, atau Na bisosfat. Yang tersedia merupakan sediaan paten.
GRANULA
Sediaan serbuk kasar yang dimaksudkan untuk di suspensikan /dilarutkan dalam air, atau dicampur dengan makanan lunak/bahan lain.Granula dibagi bulk granula dan divided granula. Bentuk sediaannnya pada umumnya paten yang tidak stabil dalam penyimpanan cukup lama. Contoh: antibiotik syrup (dry syrup), serbuk untuk injeksi. Ukuran partikel granul adalah 2-4 mm.
TABULAE ( COMPRESI, TABLET)
Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pembantu ( pengisi, pengikat, pengancur, pelicin).Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan tablet cetak dan tablet kempa. Syarat : memenuhi persyaratan yang tertera dalam Farmakope Indonesia yaitu keseragaman bobot dan kadar, kekerasan, waktu hancur. Sedangkan menurut Farmakope USA ditambah kecepatan disolusi ( kecepatan hancur dalam tubuh, biasanya 15 menit) dan bioavalibilitas . Penggunaan : pengobatan lokal dan sistemik. Bentuk sediaan tablet pada saat ini disiapkan oleh pabrik obat dengan alat dan teknik khusus, serta dibuat besar-besaran. Beberapa produk obat dirancang untuk melepaskan zat yang berkhasiat dan diabsorspsi tubuh secara cepat dan sempurna, produk lain mungkin dirancang untuk melepaskan zat secara perlahan-lahan supaya diabsorspsi secara lambat sehingga dapat memperpanjang aksinya. Oleh karena itu, pembuatan tablet memerlukan bahan tambahan yang disesuaikan terhadap fungsi/penggunaannya.
PERJALANan OBAT DALAM BENTUK SEDIAAN TABLET
Macam-macam tambahan untuk pembuatan tablet: (adanya bahan tambahan akan mempengaruhi kecepatan disolusi dan bioavailabilitas)
1. Pengisi (diluent)
Untuk memperbesar volume tablet. Contoh: sakarum laktis, amilum, Ca-fosfat, Ca-karbonat.
2. Pengikat (binder)
Dengan tujuan supaya tablet tidak mudah pecah dan bahan tablet dan saling merekat. Contoh: Mucilago gummi arabicium 10-20%
3. Penghancur (disintegrator)
Dengan tujuan supaya tablet dapat/cepat hancur di lambung. Contoh: amilum kering, gelatin, agar-agar, dan Na-alginat.
4. Pelicin ( lubricant)
Supaya talet tidak melekat pada cetakan (matriks). Contoh: talkum 5% , Mg-stearat.
5. Bahan pembantu lain, misal zat warna.
MACAM MACAM TABLET
1. TABLET KEMPA (Compressed Tablet)
a. Tablet triturat.
Merupakan tablet cetak atau kempa berbentuk kecil, umumnya silindris, digunakan untuk memberikan jumlah terukur yang tepat untuk peracikan obat. Jenis tablet ini sekarang sudah jarang digunakan.
b. Tablet Hipodermik
Merupakan tablet cetak yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam air dan digunakan untuk memberikan sediaan injeksi hipodermik.
c. Tablet bukal
Digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara gusi dan pipi. Zat aktif terserap langsung melalui mukosa mulut. Efek yang ditimbulkan bersifat sistemik dan lambat.
d. Tablet sub lingual
Digunakan dengan cara meletakkan di bawah lidah. Zat aktif diserap langsung melalui mukosa mulut dan efek yang ditimbulkan bersifat sistemik dan cepat.
e. Tablet effervescent
Dibuat dengan cara kempa, selain zat aktif juga mengandung campuran asam ( asam sitrat, asam tartrat) dan Na-bikarbonat dan apabila dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbon dioksida. Tablet dilarutkan atau didespresikan dalam air sebelum pemberian. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat atau kemasan tahan lembab dan pada etiket tertera tidak untuk langsung ditelan.
f. Tablet kunyah ( chewable)
Dimaksud untuk dikunyah, memberikan residu dengan rasa enak di rongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak. Jenis ini digunakan pada formulasi tablet untuk anak, terutama formulasi multivitamin, anatasida, dan antibiotika tertentu.
g. Tablet lozenges ( tablet hisap)
Adalah sediaan padat mengandung satu atau lebih bahan obat, umumnya dengan bahan dasar beraroma manis yang dapat membuat tablet melarut atau hancur perlahan-lahan dalam mulut. Tablet hisap yang dibuat dengan cara dituang kadang-kadang disebut dengan pastiles, sedangkan tablet hisap yang dibuat dengan cara kempa disebut dengan troches/trochisi. Tablet lozenges umumnya ditujukan untuk pengobatan iritasi lokal atau infeksi mulut atau tenggorokan, tetapi dapat juga mengandung bahan aktif yang ditujukan untuk absorpsi sistemik.
h. Tablet vagina
Adalah talet yang dimasukkan ke dalam rongga tubuh, khususnya vagina. Guna tablet vagina dimaksudkan untuk : kontrasepsi, pengobatan vaginitis, pengobatan infeksi candida albicans.
i. Tablet implantasi
Tablet implantasi juga disebut sebagai pelet/implants. Cara penggunaanya dengan mengimplementasi pelet di bawah kulit, penyerapan bahan obat terjadi secara perlahan dalam kurun waktu yang lama. Pelet umumnya mengandung zat berkhasiat hormon alami atau hormon sintesis tablet implantasi untuk Keluarga Berencana disebut susuk. Pada tablet ada yang namanya kaplet yaitu tablet yang bentuknya menyerupai kapsul.
2. TABLET SALUT
Tablet disalut untuk berbagai alasan, anatara lain melindungi zat aktif dari udara, kelembapan atau cahaya,menutupi rasa dan bau tidak enak, membuat penampilan lebih baik dan mengatur tempat pelepasan obat dalam saluran cerna.
a. Tablet salut biasa
Umumnya tablet disalut dengan gula dari suspensi dalam air mengandung serbuk yang tidak larut. Untuk tujuan identifikasi dari nilai estetika, zat penyalut bagian luar dapat diwarnai. SCT ( sugar Coated Tablet).
b. Tablet salut enterik ( Enteric Coated tablet (ECT)
Jika obat dapat rusak atau inaktif karena cairan lambung atau dapat mengiritasi lambung, diperlukan bahan yang untuk menunda pelepasan obat sampai tablet melewati lambung.
c. Tablet pelepasan terkendali ( Slow Reacting tablet (SRT))
Tablet pelepasan terkendali dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif aktif akan tersedia selama jangka waktu tertentu setelah obat diberikan. Berkaitan dengan hal ini, terdapat beberapa jenis sediaan obat yang mudahnya digolongkan ke dalam pelepasan terkendali, yakni aksi berulang (repeat action), aksi panjang (prolong action), dan pelepasan ajeg ( sustained action). Obat tersebut hancur di lambung.
Secara umum, produk sediaan lepas lambat ( Slow Reacting Tablet) dapat dibagi menjadi 3 tipe:
1. Sediaan pelepasan ajeg (Sustained Action)Suatu produk dirancang untuk melepaskan suatu dosis terapetik awal (loading dose) yang diikuti oleh dosis tambahan untuk memelihara kisaran kadar terapi (dosis pemeliharaan-maintenance dose) suatu pelepasan obat yang lebih lambat dan konstan. Produk tersebut, konsentrasi obat dalam plasma yang relatif konstan dapat dipertahankan dengan fluktuasi yang minimal. Dengan sediaan ini, benar-benar mengendalikan pelepasan dan absorpsi obat sehingga dapat memelihara secara ajeg dan dapat diperkirakan kadar obat plasma. Karena itu, sediaan pelepasan ajeg ini sepenuhnya menggambarkan sediaan pelepasan terkendali . Kurva hubungan antara kadar dalam plasma dan waktu untuk sediaan aksi panjang, sediaan pelepasan ajeg, aksi berulang dan sediaan konvesional.
2. Sediaan aksi panjang ( Prolonged action)Sediaan obat yang dirancang untuk melepaskan obat secara lambat dan memberi cadangan secara terus menerus, selama selang waktu yang panjang. Dalam hal ini absorpsi cepat yang menyebabkan kadar puncak obat dalam plasma sangat tinggi dapat dicegah. Karena itu, sediaan semacam ini sering juga disebut pelepasan lambat. Dan biasanya digunakan bila tidak diperlukan aksi obat dengan cepat.
3. Sediaan aksi berulang ( Repeat action)Sediaan repeat action terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama mempunyai dosis yang dapat melepaskan obatnya secara tepat, dan bagian kedua merupakan dosis yang baru dilepaskan setelah beberapa waktu berlangsung. Bahkan beberapa produk mempunyai bagian ketiga. Pada gambar terlihat bahwa konsentrasi obat dalam darah mempunyai puncak dan lembah. Sedangkan produk lain tidak.
Berbagai istilah lain yang sering dikaitkan dengan produk sediaan pelepasan terkendali meliput: Extended action, timed release, long action, drug delivery system dan programmed drug delivery.
Tujuan sediaan pelepasan terkendaliSebagaimana tersirat dalam uraian diatas, tujuan utama produk obat tersebut adalah untuk mencapai suatu efek samping yang diinginkan, yang disebabkan oleh fluktuasi kadar obat dalam plasma.
Beberapa keuntungan sediaan pelepasan terkendali, sebagaimana tersirat dari uraian diatas, meliputi:
1. Mempertahankan efek terapi untuk bebas waktu yang lama.
2. Mengurangi jumlah dan frekunsi pemakaian
3. Kepatuhan penderita tinggi karena obat yang dimakan lebih sedikit
4. Efek obat lebih seragam
5. Menghindari pemakaian obat pada malam hari
6. Mengurangi efek samping obat yang disebabkan oleh kadar obat yang tinggi dalam darah.
Adapun kerugiannya:
1. Biaya mahal
2. Dose dumping, yaitu adanya sejumlah besar obat dari sediaan lepas secara cepat, hal tersebut dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan seperti keracunan dan lebih sulit bila terjadi gangguan teknologi atau antaraksi.
3. Sering menimbulkan korelasi in vitro-in vivo yang jelek.
4. Fleksibilitas aturan dosis hilang
5. Efektivitas pelepasan obat dipengaruhi dan dibatasi oleh lama tinggal di saluran pencernaan.
6. Kepatuhan dan kemudahan penderita terhadap dosis mungkin berkurang.
MACAM, PEMAKAIAN DAN TEMPAT ABSORPSI TABLET
MacamPemakaianTempat absorpsi
1. Tablet kempa
Tablet salut gula (SCT)
Tablet salut film (FCT)
Tablet salut enterik (ECT)
Tablet lepasan terkendaliDitelan GIT
2. Tablet kunyah (chewable)Dikunyah kemudian ditelanGIT
MUKOSA
3. Tablet EffervescentDilarutkan kemudian ditelanGIT
4. Lozenges
Trochisci
PastilesDihisapMukosa mulut
5. Tablet bukalDiletakkan antara gusi dan pipiMukosa mulut
efek sistemik
efek lambat
6. Tablet sublingualDiletakkan di bawah lidahMukosa mulut
- efek sistemik
- efek cepat
7. Tablet vaginaDimasukkan ke vaginaMukosa vagina
- efek lokal
8. Tablet hipodermikDilarutkan kemudian disuntikkan- efek sistemik
9. Pellet
Cont:norplant susuk KBDisisipkan di bawah kulit efek sistemik
efek lama
CAPSULAE (KAPSUL)
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak. Biasanya dipakai secara oral. Obat bekerja setelah cangkang/kulit kapsul larut dan obat terlarut serta diabsorpsi utuh.
Bentuk obat dalam kapsul dapat berupa serbuk, granul, cair atau pasta dengan atau tanpa zat tambahan. Sediaan dapat berupa obat paten atau puyer yang disusun oleh penulis resep untuk memilih obat tunggal atau campuran dengan dosis tepat yang paling baik bagi setiap pasien. Fleksibilitas ini merupakan kelebihan kapsul cangkang dibandingkan bentuk sediaan tablet atau kapsul cangkang lunak. Macam sediaan kapsul ada kapsul biasa dan time released form. Syarat : memenuhi persyaratan yang tertera dalam farmakope Indonesia ( mengenai keseragaman bobot dan waktu hancur)
Macam kapsul menurut sifat cangkang:
1. Capsule gelatinosae operculatae (Hard gelatine capsules/kapsul gelatin keras)
Cangkang berisi gelatin, gula, air dan zat warna. Isi terpisah dari cangkang. Ukuran : 5 (terkecil)- 000 (terbesar). Sediaan pelepasan lambat ( time release) dalam kapsul keras: sustained released capsules dan enteric coated capsules.
2. Soft capsule (kapsul lunak)
Cangkang mengandung seperti no.1, tetapi gula diganti bahan plasticier yang membuat kapsul menjadi lunak. Isi tak terpisah dari cangkang ( cairan dalam minyak; suspensi). Bentuk: bulat, oval, tube. Misal: kapsul minyak ikan, kapsul vit.A.
SUPPOSITORIA, OVULA, BACILLA
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak, atau melunak atau melarut pada suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat berpengaruh pada pelepasan zat teraupetik. Isinya adalah zat aktif dalam vehikulum.
Menurut Farmakope Indonesia, membedakan:
Suppositoria digunakan melalui rektum, bentuk seperti torpedo.
Ovula digunakan melalui vagina, bentuk seperti telur.
Bacila digunakan melalui saluran kencing, bentuk seperti batang
Syarat : pada suhu tubuh bahan dasar harus dapat larut dan meleleh
Bahan dasar supositoria : - dapat melarut, misalnya : PEG ( Poly Etilen Glikol)
- dapat meleleh, misalnya : Oleum cacao
Tujuan pengobatan : - lokal : supositoria, ovula, bacilia
- sistematik : suposioria
Bentuk :
Mekanisme pelepasan obat:
Tujuan pemberian obat dalam bentuk supositoria :
1. Efek lokal : hemorrhoid, lokal anastetik
2. Efek sistemik, diberikan apabila cara pemberian lain sulit dilakukan, misalnya:
a. Obat tidak dapat diberikan per injeksi karena penderita berobat jalan.
b. Obat tak dapat diberikan per oral karena penderita hiperemesis atau baru saja menjalani operasi pada traktus digestivus bagian atas.
c. Penderita tak dapat menelan
d. Obat rusak oleh enzim yang ada di saluran cerna
e. Obat yang dapat mengiritasi lambung
f. Penderita dalam keadaan an-kooperatif
g. Mengurangi metablisme obat dalam hepar (tidak mengalami first past effect)
Alasan pembatasan di atas adalah karena bentuk sediaan supositoria bahan obat tidak diabsorpsi secara sempurna, umumnya fraksi yang diabsorbsi lebih rendah dibandingkan pemberian oral.
Bahan obat yang diberikan dapat dalam supositoria untuk efek sistemik:
Extr. Belladon (spamolitik)
Barbital (sedatif)
Diazepam ( trankuilizer)
Aminophylin ( bronkodilator)
Bisacodyl (laksatif)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan obat bentuk supositoria:
1. faktor fisisologi:
- volume cairan rektum
- isi rektum
- sifat mukosa rektum
- motilitas dinding rektum
2. faktor fisika kimia obat:
- kelarutan obat
- ukuran partikel
- konsentrasi obat dalam basis- basis supositoria.
Waktu dan cara pemakaian supositoria:
1. Sesudah defekasi, untuk menghindari obat dikeluarkan terlalu cepat bersama faeces sebelum sempat bekerja.
2. malam sebelum tidur, penderita dalam posisi terlentang untuk menghindari meleleh obat keluar rektum/vagina.
Cara pemakaian supositoria hendaknya penderita diberitahu dengan jelas, supaya jangan ditelan. Penyimpanan ; pada suhu sejuk 5-15 0C
BENTUK SEDIAAN OBAT (BSO) CAIR
SOLUTIONES/MIXTURA ( LARUTAN)
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut, misal: terdispersi secara molekular dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur.Diantara solutio dan mixtura tidak ada perbedaan yang pokok. Apabila menyebut solutio, jika hanya melarutkan satu jenis zat dalam pelarut yang cocok. Oleh karena molekul-molekul dalam larutan terdispersi secara merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur.
Bentuk sediaan larutan digolongkan menurut cara pemberiannya, misalnya larutan topikal atau penggolongan didasarkan pada sistem pelarut dan zat pelarut dan terlarut seperti spiritus, tingtur dan air.
LARUTAN ORALSediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis dan pemanis dan pewarna yang larut dalam air atau campuran konsolven-air.
LARUTAN TOPIKAL
Larutan yang biasanya mengandung air tetapi seringkali mengandung pelarut lain seperti etanol dan poliol untuk penggunaan topikal pada kulit, atau dalam hal larutan lidokain oral topikal untuk penggunaan pada permukaan mukosa mulut. Istilah lotio digunakan untuk larutan atau suspesi yang digunakan secara topikal.
Sifat-sifat:
1. Homogen
2. Dosis dapat diubah-ubah
3. Cocok untuk anak-anak, manula dan untuk penderita yang sukar menelan.
4. Absorpsi obatnya cepat, maka omset juga cepat
5. Dapat diberikan dalam larutan yang encer, untuk obat yang bersifat iritasi terhadap lambung.
6. Volume pemberian besar jika dibandingkan dengan tetes oral.
7. Obat-obat yang tidak stabil dalam air (misal: asetosal), jangan diberikan dalam bentuk sediaan cair karena obat dapat rusak.
8. Bagi obat yang rasanya pahit atau baunya tidak enak sukar ditutupi, oleh karena itu biasanya ditambah pemanis atau perasa ( flavoring agen)
9. Untuk obat luar mudah pemakaiannnya.
SEDIAAN FARMASI YANG BERUPA LARUTAN / MIXTURAa. COLLUTORIA (KOLUTORIUM)
Adalah obat cuci mulut, biasanya merupakan larutan pekat dalam air yang mengandung bahan deodoran, antiseptika, analgetika lokal atau adstringentia. Cara pemakaian : diencerkan dulu dengan sesuai aturan, lalu dikumur-kumur, tidak ditelan. Contoh: Effisol liquid.
b. COLLYRIA
Adalah obat cuci mata sediaan harus memenuhi syarat-syarat seperti tetes mata.
c. GARGARISMA (Gargle)
Adalah obat kumur, biasanya merupakan larutan pekat yang mengandung antiseptika atau adstringentia. Tujuan penggunaan untuk pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan, agar obat yang terkandung di dalamnya dapat langsung terkena selaput lendir sepanjang tenggorokan. Cara pemakaian: diencerkan dulu dengan air sesuai aturan, kemudian dikumur-kumur sampai pharing, tidak boleh ditelan. Contoh: Betadingargle & mouthwash.
d. ELIKSIRA (Eliksir)
Larutan oral, selain mengandung bahan obat juga alkohol dan zat tambahan seperti gula dan atau zat pemanis lainnya, zat pewarna, zat pewangi dan zat perasa. Kadar Alkohol antara 3-75%, tetapi biasanya sekitar5-15%. Kegunaan akohol disini selain sebagai pelarut juga, juga sebagai pengawet atau corrigens saporis.
Sifat-sifat:
1. Cocok untuk penderita yang sukar menelan
2. Dibanding dengan sediaan sirup, eliksir kurang manis dan kurang kental.
3. Berhubung mengandung alkohol, hati-hati untuk penderita yang tidak tahan alkohol atau penderita tertentu, misal sakit hepar.
Contoh: Bisovon eliksir, Batugin eliksir.
SIRUP
Larutan oral yang selain mengandung bahan obat juga mengandung sukrosa atau gula lain kadar tinggi sebagai pemanis, gliserol atau sorbitol sebagai pengental atau stabilisator, perasa (flavorong agent), pengawet dan pewarna.
Sifat- sifat sirup:
1. Homogen
2. Cocok diberikan untuk anak-anak dan penderita yang sukar menelan, rasanya lebih enak.
Ada 4 macam sediaan sirup:
a. Sirup Simpleks, solutio oral mengandung glukosa/sakarosa 65%. Tidak berwarna, tidak beraroma, sering disebut sirup putih.
b. Sirup thymi, mengandung ekstrak thymi 36% ( biasanya sebagai expectorant), glukosa/sakarosa 64%.
c. Sirup obat, selain mengandung obat juga mengandung sakarosa
Recommended