View
221
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
54
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Peta Lokasi Penelitian
Gambaran umum lokasi penelitian seperti pada gambar berikut ini
Gambar 4.1 Peta Lokasi Wilayah Kerja Puskesmas Limboto
2. Keadaaan Geografis
Kecamatan Limboto merupakan salah satu dari 17 Kecamatan yang ada di
Kabupaten Gorontalo, Kecamatan ini merupakan ibukota Kabupaten Gorontalo.
Kecamatan terletak : 0,300 Lintang Utara, 1,00 Lintang Selatan, 1210
Bujur Timur,
123,30 Bujur Barat.
55
Kecamatan dengan luas wilayah 127,92 km2 ini berbatasan dengan Kabupaten
Gorontalo Utara di sebelah utara, Kecamatan Telaga Biru di sebelah timur, Batudaa
di sebelah selatan serta Kecamatan Limboto Barat di sebelah barat.
Kecamatan Limboto terdiri dari 14 kelurahan yaitu : Tenilo, Bolihuangga,
Hunggaluwa, Kayubulan, Hepuhulawa, Dutulanaa, Hutuo, Bulota, Malahu, Biyonga,
Polohungo, Bongohulawa, Kayumerah dan Tilihuwa dengan ibukota Kecamatan
terletak di Kelurahan Kayubulan. Jumlah Lingkungan yang ada di Kecamatan
Limboto sebanyak 56 buah.
3. Keadaan Iklim
Kecamatan Limboto merupakan daerah tropis yang terdapat 2 musim yaitu
musim penghujan yang berlangsung dari bulan Desember sampai bulan Maret dan
musim kemarau yang berlangsung dari bulan Juni sampai bulan September, iklim ini
bergantian dalam keadaan normal setiap 6 bulan. Suhu rata-rata 28o-32
o Celcius
dengan curah hujan rata-rata 128,75 mm dan rata-rata hari hujan 187 hari hujan per
tahun dan kelembaban rata-rata 70% - 90 %.
4. Kependudukan
Berdasarkan hasil verifikasi pendataan KK Miskin diperoleh jumlah penduduk
Kecamatan Limboto pada tahun 2010 sebanyak 45.252 jiwa, dengan jumlah KK
sebanyak 12.042 KK. Laki-laki : 22.284 ( 49.2 %) Perempuan : 22.968 (50.8 %).
Jumlah penduduk miskin berdasarkan data BPS sebanyak 14.198 Jiwa (31.3 %) .
Kepadatan penduduk Kecamatan Limboto 2009 sebesar 9.402 jiwa per km2.
Kelurahan yang paling padat penduduknya adalah Dutulanaa 1.893 jiwa/ km2,
56
sedangkan yang terendah adalah Malahu 45 jiwa /per km2 . Selain suku asli terdapat
suku lain yang yang telah lama menetap, diantaranya suku Jawa, Bugis, Bali,
Minahasa dan suku keturunan diantaranya Cina dan Arab.
Mata Pencaharian terperinci atas: 59% petani, nelayan, peternak ; 24 %
dibidang jasa ; 16,1 % pedagang ; 0,34 % industri dan 0.34 % lain-lain.
Kecamatan Limboto merupakan salah satu daerah adat yang memilki satu
kesatuan adat yang dikenal dengan “ Uduluwo Lou Limo Lo Pohalaa “dengan
falsafah ADAT bersendi SYARA, SYARA bersendi KITABULLAH.
Adapun kondisi kependudukan di wilayah Puskesmas Limboto seperti gambar
berikut ini.
Laki-laki/Male Perempuan/ Female
Gambar 4.2 Piramida Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Limboto
5. Sejarah Puskesmas Limboto
Sejak diberlakukannya otonomisasi daerah, pemerintah Kabupaten Gorontalo
memekarkan beberapa wilayahnya untuk mempermudah pelayanan dan pemerataan
57
pembangunan di Kabupaten Gorontalo, tidak terkecuali dengan wilayah Kecamatan
Limboto yang pada tahun 2004 dipecah dua menjadi Kecamatan Limboto dan
Limboto Barat, hal ini juga berpengaruh pada keberadaan puskesmas Limboto yang
waktu itu bertempat di Desa Yosonegoro yang pada saat pemekaran menjadi wilayah
kerja kecamatan Limboto Barat sehingga Puskesmas Limboto dipindahkan ke
Kelurahan Hepuhulawa.
Puskesmas Limboto merupakan puskesmas rawat jalan. Namun pada tahun
2007 puskesmas Limboto menjadi salah satu puskesmas medical center (non rawat
inap) yang diwajibkan oleh pemerintah Kabupaten Gorontalo menyelenggarakan
pelayanan kesehatan darurat 1x24 jam.
Tahun 2011 pemerintah Kabupaten Gorontalo mencanangkan sebagai tahun
layanan publik yang mengharuskan semua dinas instansi menyelenggarakan
kegiatannya berdasarkan Standar Pelayanan Minimal yang ada. Berangkat dari itulah
Dinas Kesehatan kabupaten Gorontalo membagi puskesmas yang ada di Kabupaten
Gorontalo menjadi 3 tingkatan (stratafikasi puskesmas). Stratafikasi puskesmas ini
didasarkan pada potensi yang dimiliki puskesmas, baik sumber daya alam,
masyarakat, dan tenaga kesehatan yang dimilikinya dengan tujuan agar arah
kebijakan dan beban kerja program dapat lebih selektif mengikuti kemampuan
puskesmas tersebut sehingga pembangunan kesehatan dapat secara maksimal
dilakukan oleh puskemas yang ada di Kabupaten Gorontalo.
Adapun standar yang diberlakukan untuk ketiga strata puskesmas itu adalah:
1) Puskesmas Global:
58
a. Melaksanakan Pelayanan Kesehatan Dasar 100%
b. Penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB <24 jam
c. Melaksanakan klinik sanitasi aktif
d. Desa siaga aktif 100%
e. Pelayanan Kesehatan penunjang diagnostik (Lab dasar) termasuk Penyakit
Tidak Menular
f. Melaksanakan program Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM)
g. Pelayanan Kesehatan sekolah berkala
h. Perawatan kesehatan di masyarakat (Perkesmas)
i. Pelayanan kesehatan Gigi dan Mulut
j. Melaksanakan pelayananan obstetric neonates emergency dasar (PONED) dan
Therapeutic Food Center (TFC) untuk rawat inap
k. Melaksanakan Program Kesehatan Peduli Remaja dan Usila
l. Pelayanan UGD
m. Pelayanan kesehatan 1x24 jam
n. Dipimpin oleh dokter atau sarjana kesehatan (S2)
2) Puskesmas Pengembangan Medical Centre
a. Melaksanakan Pelayanan Kesehatan Dasar 100%
b. Penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB <24 jam
c. Melaksanakan klinik sanitasi aktif
d. Desa siaga aktif secara bertahap
e. Pelayanan Kesehatan penunjang diagnostik (Lab dasar) yang bersifat program
59
f. Perawatan kesehatan di masyarakat (Perkesmas)
g. Upaya Pelayanan kesehatan Gigi dan Mulut
h. Pelayanan Kesehatan sekolah
i. Melaksanakan pelayanan kesehatan berdasarkan karakteristik wilayah
j. Pelayanan kesehatan sesuai jam kerja (08.00-14.00) kecuali hari Jumat sampai
jam 11.00, dan Pelayanan UGD 1x24 jam
k. Dipimpin oleh dokter atau sarjana kesehatan
3) Puskesmas Standar
a. Melaksanakan Pelayanan Kesehatan Dasar 100%
b. Penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB <24 jam
c. Melaksanakan klinik sanitasi aktif
d. Desa siaga aktif secara bertahap
e. Melaksanakan pelayanan kesehatan berdasarkan karakteristik wilayah
f. Pelayanan kesehatan sesuai jam kerja (08.00-14.00) kecuali hari Jumat sampai
jam 11.00
Berdasarkan hasil penilaian terhadap kinerja dan cakupan program puskesmas
Limboto selama ini, Dinas Kesehatan menilai Puskesmas Limboto layak masuk
dalam kategori Puskesmas Global, sehingga pada tanggal 22 Januari 2011
berdasarkan SK Bupati Gorontalo nomor 23/14/I/2011 tentang kualifikasi Pusat
Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Gorontalo, ditetapkanlah Puskesmas Limboto
bersama 4 Puskesmas lainnya yaitu Puskesmas Mongolato, Tibawa, Batudaa dan
Sidomulyo menjadi Puskesmas Global.
60
4) Kepala Puskesmas yang pernah Memimpin
Dari tahun 2004 sampai saat ini tercatan sudah ada 4 Kepala Puskesmas yang
pernah memimpin Puskesmas Limboto, yaitu:
a. dr. H. Farid Otoluwa tahun 2004-2006
b. dr. Janny Korah (alm) tahun 2006-2010 (Almarhum)
c. dr. H. Iwan K. Yusuf April 2010-Agustus 2010
d. dr.Hj. Andy Kurniati NauE, M.kes 2010 – sekarang
5) Sumber daya yang dimiliki
a. Sumber Daya Manusia Kesehatan
Puskesmas Global Limboto memiliki 68 orang staf yang terdistribusi menurut
status kepegawaian, yaitu 41 orang PNS atau 60%, PTT 2 orang (3%), magang 18
orang (27%) dan tenaga abdi 7 orang (10%).
Tabel 4.1 Distribusi SDM Kesehatan Menurut Status Kepegawaian
Nomor Status Kepegawaian Jumlah Persentase
1 P N S 41 60
2 PTT 2 3
3 Magang 18 27
4 Abdi 7 10
Jumlah 68 100
Distribusi SDM Kesehatan menurut profesi pada Puskesmas Limboto
dipaparkan pada tabel berikut.
Tabel 4.2 Distribusi SDM Kesehatan Menurut Profesi
No Ketenagaan Jumlah Persentase
1 Dokter Umum 4 6
2 Dokter Gigi 1 1
3 Penyuluh Kesehatan 2 3
4 Farmasi 1 1
61
5 Perawat 11 16
6 Perawat Gigi 1 1
7 Bidan 14 21
8 Sanitarian 3 4
9 Nutrition 4 6
10 Asisten Perawat 3 4
11 Pendamping Gizi 5 7
12 Pendamping Sanitasi 6 9
13 Pranata Komputer 3 4
14 Administrasi 5 7
15 Sopir 3 4
16 Cleaning Service 2 3
Jumlah 68 100
Data pada tabel 4.2 diperoleh gambaran bahwa kecenderungan distribusi SDM
kesehatan menurut profesi di Puskesmas Limboto adalah profesi bidan sebanyak 14
orang atau 21%, sedangkan profesi yang paling sedikit adalah dokter gigi dan perawat
gigi sebanyak 1 orang atau 1%.
Distribusi SDM kesehatan menurut penyuluhan pada Puskesmas Limboto
dipaparkan pada tabel berikut ini.
Tabel 4.3 Distribusi SDM Kesehatan Menurut Pendidikan
Nomor Profesi Jumlah Persentase
1 Strata 2 4 6
2 Strata 1 16 24
3 Diploma 3 19 28
4 Diploma 1 9 13
5 S L T A 18 26
6 S L T P 1 1
7 S D 1 1
Jumlah 68 100
Data pada tabel 4.3 diperoleh gambaran bahwa kecenderungan SDM kesehatan
menurut penyuluhan adalah pada tingkat penyuluhan Diploma I yaitu 19 orang atau
28% sedangkan tingkat penyuluhan SLTP dan SD masing-masing 1 orang atau 1%.
62
b. Sarana dan Prasarana
Puskesmas global Limboto memiliki 9 buah POSKESDES, 2 buah PUSTU,1
buah pusling dan 45 posyandu dan sarana penunjang diagnostic lainnya seperti:
1) Laboratorium :
a. Mikroskopik Elektrik : 1 unit
b. Fotometer : 1 unit
c. Centrifuse : 1 unit
d. Urinalisis : 1 unit
2) Elektrokardiografi (EKG) : 2 unit
3) Pengukur Indeks Massa Tubuh : 1 unit
4.1.2 Karakteristik Responden
1. Keadaan Responden Menurut Umur
Keadaan responden menurut umur seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 4.4 Keadaan Responden Menurut Umur
No Rentang Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
1 19- 22 51 25
2 23-26 91 45
3 27-30 23 11
4 31-34 26 13
5 35-38 12 6
Jumlah 203 100
Berdasarkan data pada tabel 4.4 diperoleh gambaran bahwa kecenderungan
umur responden pada pada interval 23-26 tahun dengan jumlah 91 orang atau 45%
sedangkan yang paling sedikit adalah pada kelas interval umur 35-38 tahun sebanyak
12 orang atau 6%.
63
2. Keadaan Responden Menurut Pekerjaan
Keadaan Responden menurut pekerjaan seperti pada tabel berikut ini
Tabel 4.5 Keadaan Responden Menurut Pekerjaan
No Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)
1 PNS 11 5
2 Petani 85 42
3 Pedagang 23 11
4 URT 21 10
5 Wiraswasta 63 31
Jumlah 203 100
Berdasarkan data pada tabel 4.5 diperoleh gambaran bahwa kecenderungan
jenis pekerjaan responden adalah sebagai petani dengan jumlah 85 orang atau 42%
sedangkan yang paling sedikit adalah yang bekerja sebagai PNS sebanyak 11 orang
atau 5%.
3. Keadaan Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Keadaan responden menurut tingkat penyuluhan seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 4.6 Keadaan Responden menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
1 PerguruanTinggi 15 7
2 SMA 66 33
3 SMP 57 28
4 SD 41 20
5 Tidak Sekolah 24 12
Jumlah 203 100
Berdasarkan data pada tabel 4.6 diperoleh gambaran bahwa kecenderungan
Tingkat Pendidikan responden adalah SMA dengan jumlah 66 orang atau 33%
sedangkan yang paling sedikit adalah tingkat perguruan tinggi sebanyak 15 orang
atau 7%.
64
4.1.3 Analisis Univariat
Berdasarkan hasil pengolahan data pada lampiran 9 maka dipaparkan data
sebelum dan sesudah perlakukan penyuluhan kesehatan sebagai berikut.
1. Hasil Pengolahan Data Sebelum Diberikan Penyuluhan Kesehatan
Data hasil pengolahan data sebelum diberikan penyuluhan kesehatan seperti
berikut ini.
Tabel 4.9 Hasil Pengolahan Data Sebelum Diberikan Penyuluhan Kesehatan
No Pengetahuan Jumlah (N) Persentase (%)
1 Kurang 96 47
2 Cukup 107 53
3 Baik - -
Jumlah 203 100
Berdasarkan data pada tabel 4.9 diperoleh gambaran sebelum diberikan
penyuluhan kesehatan cenderung berkualitas cukup yaitu 107 orang atau 53%
sedangkan yang berkualitas kurang hanya 96 orang atau 47%.
2. Hasil Pengolahan Data Sesudah Diberikan Penyuluhan Kesehatan
Hasil pengolahan data sebelum diberikan penyuluhan kesehatan seperti pada
tabel berikut ini.
Tabel 4.10 Hasil pengolahan data sesudah diberikan penyuluhan kesehatan
No Pengetahuan Jumlah (N ) Persentase (%)
1 Kurang 35 17
2 Cukup 103 51
3 Baik 65 32
Jumlah 203 100
65
Berdasarkan data pada tabel 4.10 diperoleh gambaran sesudah diberikan
penyuluhan kesehatan cenderung berkualitas cukup yaitu 103 orang atau 51%
sedangkan yang berkualitas baik sebanyak 65 orang atau 32% dan yang berkurang
hanya 33 orang atau 17%.
3. Hasil Pengolahan Data Keseluruhan Sebelum dan Sesudah diberikan Penyuluhan
Kesehatan
Hasil pengolahan data keseluruhan sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan
kesehatan seperti tabel berikut.
Tabel 4.11 Hasil Pengolahan Data Keseluruhan Sebelum dan Sesudah
diberikan Penyuluhan Kesehatan
No Pengetahuan
Pre Tes Post Tes
Jumlah (N ) Persentase
(%) Jumlah (N) Persentase (%)
1 Kurang 96 47 35 17
2 Cukup 107 53 103 51
3 Baik - - 65 32
Jumlah 203 100 203 100
Berdasarkan data pada tabel 4.11 diperoleh gambaran sesudah diberikan
penyuluhan kesehatan kecenderungan sebelum penyuluhan kesehatan berkualitas
cukup yaitu 103 orang atau 51% dan dan sesudah penyuluhan kesehatan berkualitas
cukup 103 orang atau 51%.
4.1.4 Pengujian Persyaratan Analisis
66
Pengujian pengujian persyaratan analisis data adalah pengujian homogenitas
varians dan normalitas data. Hasil pengujian kedua jenis uji ini berdasarkan data
umum pada lampiran 8 dan diuraikan sebagai berikut.
1. Pengujian Homogenitas Varians Data
Pengujian homogenitas menggunakan uji varians, dan berdasarkan data pada
lampiran 8 dipaparkan data pada tabel berikut ini.
Tabel 4.12 Hasil Pengujian Homogenitas Data
Sampel Dk 1/dk Si Si2 Fhitung Ftabel
X1 202 0.0050 4.4829 20.0968 1.870 1.26
X2 202 0.0050 6.1303 37.5803
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh Fhitung > Ftabel atau 1,87 > 1,26
sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan data homogen.
2. Pengujian Normalitas Data
Berdasarkan hasil pengolahan data pada lampiran 10 diperoleh hasil pengujian
normalitas data dengan menggunakan uji Liliefors. Kriteria pengujian yaitu: terima
Ho jika Lohitung lebih kecil dari Lotabel pada α = 0,01, selain harga itu normalitas data
ditolak. Adapun hasil pengujian normalitas data untuk kedua variabel dalam
penelitian ini seperti tabel berikut ini.
Tabel 4.13 Rangkuman Hasil Uji Normalitas
No Hasil Lohitung Lotabel Keterangan
1 Pres test 0.0602 0.0913 Berdistribusi normal
67
2 Post test 0.0709 0.0913 Berdistribusi normal
Memperhatikan data pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa harga Lotabel pada N=
203 harga Lohitung lebih kecil dari Lodaftar dan implikasinya data berdistribusi normal.
4.1.5 Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hasil pengolahan data pada lampiran 11 diperoleh hasil pengujian
hipotesis dengan menggunakan uji perbedaan antara pre tes dan post tes. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa harga thitung sebesar 9,03 dan harga ttabel sebesar
1,608. Setelah dilakukan konsultasi dengan kedua harga tersebut diperoleh jika thitung>
ttabel atau thitung > ttabelatau 9,03 > 1,68 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil ini
memberikan gambaran hipotesis yang berbunyi: artinya terdapat perbedaan
pengetahuan dan tindakan ibu tentang penanganan penyakit diare pada anak sebelum
dan sesudah penyuluhan kesehatan di Puskesmas Limboto (Ho) diterima. Sebaliknya
hipotesis yang berbunyi: Tidak terdapat perbedaan pengetahuan ibu tentang
penanganan penyakit diare pada anak sebelum dan sesudah penyuluhan kesehatan di
Puskesmas Limboto (Ha) ditolak pada α= 0,05.
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian
Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian
pada bayi dan anak-anak. Saat ini morbiditas (angka kesakitan) diare di Indonesia
mencapai 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang tertinggi di antara
negara-negara di ASEAN. Diare juga masih merupakan masalah kesehatan yang
penting di Indonesia. Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi
angka morbiditas masih cukup tinggi Penanganan diare yang dilakukan secara baik
68
selama ini membuat angka kematian akibat diare dalam 20 tahun terakhir menurun
tajam. Walaupun angka kematian sudah menurun tetapi angka kesakitan masih cukup
tinggi. Lama diare serta frekuensi diare pada penderita akut belum dapat diturunkan.
Diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita mencret-mencret,
tinjanya encer,dapat bercampur darah dan lendir kadang disertai muntah-muntah.
Sehingga diare dapat menyebabkan cairan tubuh terkuras keluar melalui tinja. Bila
penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat
menyebabkan kematian terutama pada bayi dan anak-anak usia di bawah lima tahun.
Dampak negatif penyakit diare pada bayi dan anak-anak antara lain adalah
menghambat proses tumbuh kembang anak yang pada akhirnya dapat menurunkan
kualitas hidup anak. Penyakit diare di masyarakat (Indonesia) lebih dikenal dengan
istilah "Muntaber". Penyakit ini mempunyai konotasi yang mengerikan serta
menimbulkan kecemasan dan kepanikan warga masyarakat karena bila tidak segera
diobati, dalam waktu singkat (±48 jam) penderita akan meninggal (Triatmodjo.
2008).
Diare dapat terjadi sebagai efek samping dari penggunaan obat terutama
antibiotik. Selain itu, bahan-bahan pemanis buatan seperti sorbitol dan manitol yang
ada dalam permen karet serta produk-produk bebas gula lainnya menimbulkan diare.
Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki daya tahan tubuh
yang lemah. Orang tua berperan besar dalam menentukan penyebab anak terkena
diare. Bayi dan balita yang masih menyusui dengan ASI eksklusif umumnya jarang
69
diare karena tidak terkontaminasi dari luar. Namun, susu formula dan makanan
pendamping ASI dapat terkontaminasi bakteri dan virus.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu balita tentang
penanganan diare memiliki persentase skor sebesar 56% dengan kategori yang yang
cukup. Data ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden tentang
penanganan diare termasuk kategori yang cukup baik. Dengan demikian dapat
dimaknai bahwa pengetahuan yang ibu tentang penanganan bali yang menderita
penyakit diare memiliki kategori cukup baik.
Hasil ini memprediksi adanya perbaikan hygiene dan sanitasi di lingkungan
tempat tingal masih rendah. Kasus diare rotavirus merata sepanjang tahun,
sedangkan kasus diare non rotavirus dan diare keseluruhan meningkat pada musim
kemarau, tetapi tidak ada trend menurut musim. Keadaan ini berkaitan dengan cara
penularan diare non rotavirus yang water borne dan melalui tangan mulut, sedangkan
diare rotavirus selain ditularkan secara fekal oral, diduga ditularkan juga melalui
droplet saluran napas.
Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Departemen Kesehatan RI
menunjukkan 5.051 kasus diare sepanjang tahun 2005 lalu di 12 provinsi. Jumlah ini
meningkat drastis dibandingkan dengan jumlah pasien diare pada tahun sebelumnya,
yaitu sebanyak 1.436 orang. Di awal tahun 2006, tercatat 2.159 orang di Jakarta yang
dirawat di rumah sakit akibat menderita diare. “Melihat data tersebut dan kenyataan
bahwa masih banyak kasus diare yang tidak terlaporkan, departemen kesehatan
70
menganggap diare merupakan isu prioritas kesehatan di tingkat lokal dan nasional
karena punya dampak besar pada kesehatan masyarakat (Depkes RI 2008).
Komplikasi diare yang sering terjadi adalah dehidrasi (ringan sedang, berat,
hipotonik,isotonik atau hipertonik), renjatan hipovolemik, hipokalemia (dengan
gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram),
hipoglikemia, intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi
enzim laktosa, kejang terjadi juga pada dehidrasi hipertonik dan juga malnutrisi
energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik). Komplikasi yang
jarang terjadi adalah kerusakan saraf, persendian atau jantung, dan kadang-kadang
usus yang berlubang. Dorongan yang kuat selama proses buang air besar,
menyebabkan sebagian selaput lendir usus keluar melalui lubang dubur.
Sigelosis bisa menyebabkan penurunan kesadaran, kejang dan koma dengan
sedikit bahkan tanpa diare. Infeksi ini akan berakibat fatal dalam 12-24 jam. Infeksi
bakteri lain bisa menyertai sigelosis, terutama pada penderita yang mengalami
dehidrasi dan kelemahan. Terbentuknya luka di usus karena sigelosis bisa
menyebabkan kehilangan darah yang berat. Penyebab- diare sangat penting untuk
diketahui. Dokter tidak dapat meresepkan obat tanpa mengetaui penyebab diare.
Berdasar metaanalisis di seluruh dunia, setiap anak minimal mengalami diare
satu kali setiap tahun. Dari setiap lima pasien anak yang datang karena diare, satu di
antaranya akibat rotavirus. Kemudian, dari 60 anak yang dirawat di rumah sakit
akibat diare satu di antaranya juga karena rotavirus. Di Indonesia, sebagian besar
diare pada bayi dan anak disebabkan oleh infeksi rotavirus. Bakteri dan parasit juga
71
dapat menyebabkan diare. Organisme-organisme ini mengganggu proses penyerapan
makanan di usus halus. Dampaknya makanan tidak dicerna kemudian segera masuk
ke usus besar. Penyakit diare menjadi penyebab utama nomor dua kematian pada
anak usia 6 bulan hingga 2 tahun. Penyebabnya, pemberian antibiotik saja.
Penyebab diare pada balita lebih beragam, bisa karena infeksi bakteri, virus,
dan amuba. Bisa jadi juga akibat salah mengkonsumsi makanan. Protein susu sapi
merupakan bahan makanan terbanyak penyebab diare. Makanan lain penyebab
timbulnya alergi ialah ikan, telur, dan bahan pewarna atau pengawet.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa banyak
faktor yang mempengaruhi kejadian diare akut pada balita. Faktor-faktor tersebut
diantaranya adalah faktor lingkungan dan keadaan sosial ekonomi. Faktor-faktor
tersebut merupakan faktor yang berasal dari luar dan dapat diperbaiki, sehingga
dengan memperbaiki faktor resiko tersebut diharapkan dapat menekan angka
kesakitan dan kematian diare pada balita.
Temuan penelitian di atas menjadi dasar bagi peneliti untuk mengetahui
Tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada balita di wilayah kerja puskesmas
Limboto Kabupaten Gorontalo. Berdasarkan temuan di atas maka peneliti
berkesimpulan bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada balita di wilayah
kerja puskesmas Global Limboto Kabupaten Gorontalo memiliki kategori yang cukup
baik.
72
Pencegahan diare merupakan salah satu upaya yang baik dilakukan untuk
menghindari gejala diare secara efektif. Cuci tangan terutama saat ingin makan atau
aktivitas lain merupakan upaya pencegahan diare agar virus tidak menyebar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa memiliki persentase skor capaian sebesar
56% dengan kategori yang cukup. Hal ini terindikasi bahwa tindakan ibu tentang
penanganan penyakit diare memiliki kualitas yang cukup baik. Tindakan ini Nampak
pada aktivitas pencegahan penyakit diare pada balita seperti sajikan makanan
dimasak atau dipanaskan. Jika belum diolah dinginkan makanan dalam kulkas.
Membiarkan makanan pada suhu kamar dapat mendorong pertumbuhan bakteri
sehingga dapat dilakukan pencegahan diare. Cuci permukaan alat atau perkakas untuk
menghindari penyebaran kuman dari satu tempat ke tempat yang lain.
Selain dari orang ke orang dalam suatu lingkungan, pencegahan diare juga
sangat penting sehingga mencegah penyebaran endemic. Diare biasanya
mempengaruhi orang-orang yang bepergian ke negara-negara berkembang, di mana
kadang-kadang diare karena sanitasi yang tidak memadai makanan dan air yang
terkontaminasi. Untuk mengurangi resiko perhatikan apa sanitasi, makanan dan
minuman.
Banyak kasus diare tersebar di wilayah puskesmas Limboto yang belum
melakukan tindakan pencegahan diare dengan baik seperti kurang merawat anak yang
sakit atau orang dewasa dengan hati-hati, jarang mencuci tangan setelah mengganti
popok bayi, membantu penggunaan individu kamar mandi, atau membantu individu
di sekitar rumah. Pasteurisasi (mentah) susu yang dapat terkontaminasi dengan
73
bakteri dan selalu harus dihindari. Jus atau sari buah yang tidak di pasteurisasi harus
dihindari bahkan jika sumber tersebut tidak diketahui karena buah mungkin telah
datang dalam kontak dengan kotoran hewan yang terkontaminasi di kebun.
Penyuluhan kesehatan adalah suatu proses yang menjembatani kesenjangan
antara informasi dan tingkah laku kesehatan. Penyuluhan kesehatan memotivasi
seseorang untuk menerima informasi kesehatan dan berbuat sesuai dengan informasi
tersebut agar mereka menjadi lebih tahu dan lebih sehat.
Penyuluhan kesehatan merupakan proses belajar, dalam hal ini berarti terjadi
proses perkembangan atau perubahan kearah yang lebih tahu dan lebih baik pada diri
individu. Pada kelompok masyarakat dari tidak tahu tentang nilai- nilai kesehatan
menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi sendiri masalah- masalah kesehatan
menjadi mampu.
Tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk meningkatkan status kesehatan dan
mencegah timbulnya penyakit, mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada,
memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan
keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa harga thitung sebesar 9,03 dan harga ttabel
sebesar 1,608. Setelah dilakukan konsultasi dengan kedua harga tersebut diperoleh
jika thitung > ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil ini memberikan gambaran
hipotesis yang berbunyi: artinya terdapat perbedaan pengetahuan ibu tentang
penanganan penyakit diare pada anak sebelum dan sesudah penyuluhan kesehatan di
Puskesmas Global Limboto (Ho) ditolak. Sebaliknya hipotesis yang berbunyi: Tidak
74
terdapat perbedaan pengetahuan ibu tentang penanganan penyakit diare pada anak
sebelum dan sesudah penyuluhan kesehatan di Puskesmas Global Limboto (Ha)
diterima pada α= 0,05.
Data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan penyuluhan
kesehatan telah mampu mengubah perilaku individu atau masyarakat dibidang
kesehatan. Hal ini sejalan dengan Herawani (2001:78) penyuluhan kesehatan
merupakan sesuatu yang bernilai dimasyarakat, menolong individu agar mampu
secara mandiri atau kelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup
sehat, mendorong pengembangan dan menggunaan secara tepat sarana pelayanan
kesehatan yang ada.
Penyuluhan kesehatan merupakan proses perubahan, yang bertujuan untuk
mengubah individu, kelompok dan masyarakat menuju hal- hal yang positif secara
terencana melalui proses belajar. Perubahan tersebut mencangkup antara lain
pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui proses penyuluhan kesehatan.
Pada hakikatnya dapat berupa emosi, pengetahuan, pikiran keinginan, tindakan
nyata dari individu, kelompok dan masyarakat. Penyuluhan kesehatan merupakan
aspek penting dalam meningkatkan pengetahuan keluarga tentang garam beryodium
dengan melakukan penyuluhan kesehatan berarti petugas kesehatan membantu
keluarga dalam mengkonsumsi garam yang beryodium untuk meningkatkan derajat
kesehatan.
Menurut Notoatmodjo (2000:81) bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh
tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor penguat. Faktor
75
predisposisi meliputi pendidikan, ekonomi (pendapatan), hubungan sosial
(lingkungan, sosial, budaya) dan pengalaman. Penyuluhan seseorang akan
berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang
dengan penyuluhan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional terhadap
informasi yang datang dan akan berpikir sejauhmana keuntungan yang mungkin akan
mereka peroleh dari penyuluhan kesehatan. Pada status ekonomi dalam keluarga
mempengaruhi daya beli keluarga dalam memenuhi kebutuhan, semakin tinggi
pendapatan keluarga akan lebih mudah tercukupi konsumsi garam beryodium
dibanding dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan
kebutuhan pada keluarga. Selanjutnya pada hubungan sosial (lingkungan, sosial,
budaya), manusia adalah makhluk sosial dimana kehidupan saling berinteraksi antara
satu dengan yang lain.
Keluarga yang berinteraksi secara langsung akan lebih besar terpapar informasi,
sehingga lingkungan sekitar mempengaruhi untuk mengkonsumsi garam beryodium.
Sedangkan pada pengalaman keluarga tentang garam beryodium diperoleh dari
tingkat kehidupan keluarga dalam mengkonsumsi garam beryodium. Faktor kedua
yang dapat mempengaruhi perilaku adalah faktor pendukung, mencakup ketersediaan
sumber-sumber dan fasilitas yang memadai. Sumber- sumber dan fasilitas tersebut
harus digali dan dikembangkan dari keluarga itu sendiri. Faktor pendukung ada dua
macam yaitu fasilitas fisik dan fasilitas umum. Fasilitas fisik yaitu fasilitas atau
sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat- obatan. Sedangkan fasilitas umum yaitu
media massa meliputi TV, radio, majalah, ataupun flamlet. Faktor penguat sebagai
76
faktor ketiga yang mempengaruhi perilaku kesehatan meliputi sikap dan perilaku
petugas. Semua petugas kesehatan baik dilihat dari jenis dan tingkatannya pada
dasarnya adalah pendidik kesehatan. Karenanya, petugas kesehatan harus memiliki
sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Selain itu perilaku tokoh
masyarakat juga dapat merupakan panutan orang lain untuk berperilaku sehat.
Recommended