View
71
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Perkembangan lembaga keuangan syariah, baik bank maupun non bank di Indonesia
menunjukkan perkembangan yang baik. Terbukti banyak berdiri lembaga keuangan syariah
hampir di seluruh kota. Namun, masih banyak orang muslim yang enggan untuk melakukan
transaksi di lembaga keuangan syariah.
Untuk itu bank syariah sebagai salah satu lembaga keuangan syariah, diharapkan dapat
menarik minat masyarakat agar mau bertransaksi lewat bank syariah. Baik dalam menyimpan
dana, maupun pembiayaan. Dalam setiap kegiatan transaksi, di dalamnya pasti terdapat
resiko. Begitupun transaksi yang dilakukan oleh bank syariah terutama pembiayaan. Dalam
penyaluran pembiayaan, terdapat resiko yang harus dihadapi bank syariah.
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio dalam buku Bank Syariah dari Teori ke Praktek
dikatakan bahwa resiko yang disebabkan oleh kegiatan penbiayaan biasa disebut resiko
kredit. Penyebab utama terjadinya resiko kredit adalah terlalu mudahnya bank memberikan
pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan
likuiditas. Akibatnya , penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai
kemungkinan resiko usaha yang dibiayainya.
Muhammad, dalam bukunya Manajemen Bank Syariah menyatakan bahwa resiko yang
terjadi dari peminjam adalah peminjaman yang tertunda atau ketidakmampuan peminjam
untuk membayar kewajiban yang telah dibebankan, untuk mengantisipasi hal tersebut maka
bank syariah harus mampu menganalisis penyebab permasalahannya.
Menurut Adiwarman Karim dalam bukunya Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan
menyatakan bahwa sasaran kebijakan manajemen resiko adalah mengidentifikasi, memantau
dan mengendalikan jalannya kegiatan usaha bank dengan tingkat resiko yang wajar secara
terarah, terintegrasi dan berkesinambungan. Dengan demikian, manajemen resiko berfungsi
sebagai filter atau pemberi peringatan dini (early warning system) terhadap kegiatan usaha
bank.
Strategi Manajemen Resiko Pembiayaan di BNI Syariah cabang Pekalongan merupakan
pelaksanaan (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan penganalisisan) dalam
kegiatan penyaluran pembiayaan kepada nasabah.
A. Sejarah BNI Syariah
[30]
Tempaan krisis moneter tahun 1997 membuktikan ketangguhan sistem
perbankan syariah. Prinsip Syariah dengan 3 (tiga) pilarnya yaitu adil, transparan dan
maslahat mampu menjawab kebutuhan masyarakat terhadap sistem perbankan yang lebih
adil. Dengan berlandaskan pada Undang-undang No.10 Tahun 1998, pada tanggal
tanggal 29 April 2000 didirikan Unit Usaha Syariah (UUS) BNI dengan 5 kantor cabang
di Yogyakarta, Malang, Pekalongan, Jepara dan Banjarmasin. Selanjutnya UUS BNI
terus berkembang menjadi 28 Kantor Cabang dan 31 Kantor Cabang Pembantu.
Disamping itu nasabah juga dapat menikmati layanan syariah di Kantor Cabang
BNI Konvensional (office channelling) dengan lebih kurang 750 outlet yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia. Di dalam pelaksanaan operasional perbankan, BNI Syariah
tetap memperhatikan kepatuhan terhadap aspek syariah. Dengan Dewan Pengawas
Syariah (DPS) yang saat ini diketuai oleh KH.Ma'ruf Amin, semua produk BNI Syariah
telah melalui pengujian dari DPS sehingga telah memenuhi aturan syariah.
Di dalam Corporate Plan UUS BNI tahun 2000 ditetapkan bahwa status UUS
bersifat temporer dan akan dilakukan spin off tahun 2009. Rencana tersebut terlaksana
pada tanggal 19 Juni 2010 dengan beroperasinya BNI Syariah sebagai Bank Umum
Syariah (BUS). Realisasi waktu spin off bulan Juni 2010 tidak terlepas dari faktor
eksternal berupa aspek regulasi yang kondusif yaitu dengan diterbitkannya UU No.19
tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan UU No.21 tahun 2008
tentang Perbankan Syariah. Disamping itu, komitmen Pemerintah terhadap
pengembangan perbankan syariah semakin kuat dan kesadaran terhadap keunggulan
produk perbankan syariah juga semakin meningkat.
B. Perbedaan Karakteristik antara Bank Syariah dan Bank Konvensional
Terdapat lima perbedaan karakteristik antara Bank Syariah dan Bank
Konvensional :
1. Hubungan bank dengan nasabah
Pada bank syariah, karakteristik hubungan dengan nasabah adalah investor-investor
berlandaskan prinsip bagi hasil, perdagangan, dan jasa keuangan lainnya yang tidak
bertentangan dengan syariat Islam. Terdapat pembagian beban risiko dan hubungan
yang kuat antara sisi aktiva dan sisi pasiva.
[31]
Pada bank konvensional, karakteristik hubungan adalah kreditur-debitur. Kedua belah
pihak telah menetapkan besarnya pendapatan dan biaya yang menjadi hak dan beban
masing-masing dalam bentuk riba. Karakteristik ini mencerminkan tidak adanya
hubungan dan pembagian beban risiko antara sisi aktiva dan sisi pasiva.
2. Kriteria bidang usaha
Bank syariah tidak melakukan investasi pada usaha yang layak dan menguntungkan
secara finansial, namun mendorong timbulnya kemudharatan bagi kehidupan manusia.
Aspek halal dan kemaslahatan terhadap akal, harta, keturunan, agama, dan jiwa
menjadi kriteria usaha.
Pada bank konvensional, umumnya kriteria usaha berorientasi pada tingkat
keuntungan, kelayakan, arus kas dan pengamanan kredit. Terdapat pembatasan
kualitatif, namun hanya berdasarkan nilai etika yang dapat berubah sesuai perubahan
nilai masyarakatnya.
3. Ruang lingkup bidang usaha
Bank Syariah mempunyi ruang lingkup usaha vriti, meliputi bagi hasil, jual-beli,
sewa, gadai, dan jasa keuangan lainnya
4. Akuntansi dan penyajian laporan keuangan
Akuntansi dan penyajian laporan keuangan pada bank syariah bertanggun jawab
kepada Allah YME, stakeholders, dan lingkungan sosial berlandaskan kepada aspek
transparansi, akuntabilitas dan keadilan. Sistem pencatatan dan pelaporan mengacu
kepada Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia 2003 yang telah
dipublikasikan oleh IAI dan Biro Perbankan Syariah BI.
Pada bank konvensional, akuntansi dan penyajian laporan keuangan berorientasi
kepada kepentingan para pemegang saham, dan tidak dikenal konsep pertanggung
jawaban sosial dan keadilan. Walaupun demikian, dalam satu dekade terakhir, ada
kecenderungan akuntansi konvensional mengarah kepada konsep yang sejalan dengan
Islam, seperti berkembangnya konsep akuntansi pertanggung jawaban, akuntansi
sosial, akuntansi SDM, dan sebagainya (Sofyan Syafri Harahap, 1999, Akuntansi
Islam).
[32]
5. Corporate Governance
Pada perbankan syariah, corporate governance adalah pengejawantahan dan
aktualisasi amaliah pertanggungjawaban kepada Allah dari manajemen dan karyawan
sebagai pemikul amanah yang kemudian tercermin langsung dalam berbagai sistem
hak, proses dan kontrol internal dan eksternal untuk melindungi kepentingan
stakeholders. Staf bank Islam, sepanjang hidupnya harus bertingkah laku islami dalam
bekerja atau pun bersenang-senang. Bagi bank konvensional, konsep corporate
governance terbatas kepada pertanggung jawaban kepada pemilik perusahaan dan
berlandaskan nilai-nilai etika.
C. Bank Islam Versus Bank Konvensional
Walaupun sejarah lembaga keuangan telah lama mengakui peranan wariisan
khazanah kultur Islam, seperti istilah cek, wesel, duane (bea masuk), dan lain-lain yang
membuktikan kejayaan sistem keuangan dan ekonomi Muslim, namun para fuqaha baru
berhasil menyusun dalam aktivitas perbankan sejak tahun 1960-an. Ini sangat dimaklumi
menginggat kondisi negara-negara Muslim berada di bawah penjajahan.
Suatu hal yang sangat esensial yang membedakan prinsip bank Islam dari bank
konvensional adalah bahwa aktivitas-aktivitas bank Islam merupakan aplikasi ajaran
syariat Islam dan harus sejalan dengan prinsip-prinsipnya, sedangkan bank konvensional
tentu tidak memperdulikan nilai-nilai tersebut.
Secara fundamental komponen-komponen yang membedakan bank Islam dari
bank konvensional adalah sebagai berikut:
1. Praktek “pinjaman (loan)” yang berbasis sitem bunga dalam bank konvensional
secara total tidak ada dalam bank Islam, kecuali ”pinjaman bebas bunga (qardh
hasan)”. Sehingga dalam bank Islam tidak berlaku pepatah Inggris “Loans make
deposits (pinjaman menciptakan deposito)”.
2. Lenyapnya potongan surat obligasi dalam bank Islam, karena pada kenyataannya ini
merupakan pinjaman dari pemerintah atau perusahaan swasta dengan obligasi
pengembalian tersebut. Peminjam menjanjikan akan membayar bunga atas pinjaman
tersebut pada jangka waktu tertentu. Debitor (sebagai nasabah) mengajukan pinjaman
kepada suatu bank (kreditor) dengan jaminan surat obligasi berjangka waktu tertentu
sebelum jatuh tempo, lalu bank membayarkan sebesar nilai surat obligasi setelah
[33]
dipotong bunga sampai jatuh tempo yang tertera di dalamnya plus komisi atas
pelayanan administrasi. Setelah jatuh tempo, bank meminta pihak yang mengeluarkan
surat obligasi untuk membayar kepadanya nilai surat obligasi, dan kalau terlambat
membayar, dikenakan bunga sesuai suku bunga yang berlaku. Kalau surat obligasi itu
dijual sebelum jatuh tempo, dikenakan bunga sampai tanggal jatuh tempo plus harga
jual.
3. Sebagai ganti bentuk pinjaman dari praktek-praktek berbunga, bank Islam mengacu
model-model alternatif yang mengacu kepada “bagi hasil (profit loss sharing) :
Mudharabah, musyarakah, bai bi murabahah, ba’i-muajjal, ba’I salam, ijarah,
muzara’ah dan musaqqat”.
4. Muncul istilah “deposito investasi” atau “rekening investasi” dalam bank Islam.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka secara global perbedaan-perbedaan
operasional dalam kedua bank tersebut dapat dijelaskan melalui tabel berikut:
[34]
Tabel 1. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank Syariah Bank Konvensional
a. Berdasarkan prinsip investasi bagi
hasil
b. Menggunakan prinsip jual-beli
c. Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk hubungan kemitraan
d. Melakukan investasi-investasi yang
halal saja
e. Setiap produk dan jasa yang diberikan
sesuai dengan fatwa Dewan Syariah
f. Dilarang adanya transaksi Gharar dan
Maysir
g. Menciptakan keserasian antara
keduanya
h. Tidak memberikan dana secara tunai
tetapi memberikan barang yang
dibutuhkan
i. Bagi hasil menyeimbangkan sisi
pasiva dan aktiva.
a. Berdasarkan tujuan
membungakan uang
b. Prinsip pinjam-meminjam uang
c. Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk hubungan kreditur-debitur
d. Melakukan investasi-investasi
yang halal maupun yang haram.
e. Tidak mengenal Dewan sejenis
itu
f. Terkadang terlibat speculative
FOREX dealing
g. Berkontribusi dalam terjadinya
kesenjangan antara sekrot riil
dengan sektor moneter
h. Memberikan peluang yang sangat
besar untuk penyalah gunaan
dana pinjaman
i. Rentan terhadap negative spread
Islam mengharamkan bunga dan menghalalkan bagi hasil. Keduanya
memberikan keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat adanya
perbedaan antara investasi dan pembungaan uang. Dalam investasi, usaha yang
dilakukan mengandung risiko, dan karenanya mengandung unsur ketidak pastian.
Sebaliknya, pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak memiliki risiko karena adanya
persentase suku bunga tertentu yang ditetapkan berdasarkan besarnnya modal.
[35]
Tabel.2 Perbedaan antara Bunga dengan Bagi Hasil
Bunga Bagi Hasil
a. Penentuan bunga dilihat pada waktu
akad dengan asumsi harus selalu
untung
b. Besarnya bunga adalah suatu
persentase tertentu terhadap besarnya
uang yang dipinjamkan
c. Besarnya bunga tetap seperti yang
dijanjikan tanpa mempertimbangkan
apakah proyek/usaha yang dijalankan
oleh nasabah/mudharib untung atau
rugi
d. Eksistensi bunga diragukan (kalau
tidak dikecam) oleh semua agama
termasuk Islam
a. Penentuan besarnya nisbah bagi
hasil dibuat pada waktu akad
dengan berpedoman pada
kemunkinan untung-rugi
b. Besarnya bagi hasil adalah
berdasarkan nisbah terhadap
besarnya keuntungan yang
diperoleh
c. Besarnya bagi hasil tergantung
pada keuntungan proyek/usaha
yang dijalankan. Bila usaha merugi
maka kerugian akan ditanggung
bersama, kecuali kerugian karena
kelalaian, salah urus, atau
pelanggaran oleh mudharib
d. Tidak ada yang meragukan
keabsahan bagi hasil.
Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank syariah termasuk
kategori investasi. Besar-kecilnya perolehan kembalian itu tergantung pada hasil usaha
yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai pengelola dana.
Dengan demikian, bank syariah tidak dapat hanya sekedar emnyalurkan uang.
Bank syariah harus terus-menerus berusaha meningkatkan return on investemnt sehingga
lebih menarik dan lebih memberikan kepercayaan bagi pemilik dana.
Demikian secara garis besar aspek-aspek persamaan dan perbedaan antara bank
Islam dan bank konvensional. Dan ternyata fiqh mu’amalat Islam merupakan sumber
yang subur untuk merenovasi praktek-praktek perbankan yang tidak sejalan dengan nilai-
nilai syariah Islam.
[36]
D. Sistem Ekonomi Syariah
Ada tiga sistem ekonomi yang ada dimuka bumi ini yaitu kapitalis, sosialis dan
Mix Economic. Sistem ekonomi tersebut merupakan sistem ekonomi yang berkembang
berdasarkan pemikiran barat. Selain itu , tidak ada diantara sistem ekonomi yang ada
secara penuh berhasil diterapkan dalam perekonomian dibanyak negara. Sistem ekonomi
sosialis atau komando hancur dengan buabrnya Uni Soviet. Dengan hancurnya
komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal tahun 90-an membuat sistem
kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang shahih. Tetapi ternyata,
sistem ekonomi kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk, karena banyak negara
miskin bertambah miskin dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedkit semakin kaya.
Dengan kata lain kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak
terutama di negara – negara berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stilghtz (2006)
kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an karena keserakahan kapitalisme ini.
Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan karena
masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan yang lebih
besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau kekurangan dari
masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang kelebihannya.
Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol dari pada kebaikan
itulah yang menyebabkan muncul pemikiran baru tentang negara yang mayoritas
penduduknya beragama islam yaitu sistem ekonomi syariah. Negara-negara yang
penduduknya mayoritas muslim mencoba untuk mewujudkan suatu sistem ekonomi yang
didasarakan pada AL-Quran dan Hadist.
E. Prinsip-Prinsip Bank Syariah
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank
dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan usaha atau kegiatan lainya
yang sesuai dengan syariah. Beberapa prinsip hukum yang dianut oleh bank syariah
antara lain :
1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan
nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
2. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha
institusi yang meminjam dana.
[37]
3. Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya media
pertukaran dan bukan komoditas karena tidak mempunyai nilai intrinsik.
4. Unsur Gharar ( ketidakpastian, spekulasi ) tidak diperkenankan. keduabelah pihak
harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
5. Investasi hanya boleh pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha
minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
F. Pengelolaan dan Pengawasan Bank Syariah
Bank Syariah, selain berfungsi menjembatani antara pihak yang kelebihan dana
dengan pihak yang membutuhkan dana, juga secara khusus mempunyai fungsi amanah.
Untuk menjaga fungsi amanah tersebut, perlu adanya pengawasan yang melekat pada
setiap orang yang terlibat di dalam aktivitas perbankan berupa motivasi keagamaan
maupun pengawasan melalui kelembagaan. Supaya upaya pengendalian, meskipun suatu
lembaga telah menyandang nama syariah, namun tidak tertutup kemungkinan dalam
menjalankan usahanya menyimpang dari nama yang disandang tersebut. Di dalam
menjalankan usahanya, bank berdasarkan prinsip-prinsip syariah berupaya menjaga dan
memelihara agar prinsip-prinsip syariah tersebut tetap terpelihara dalam operasionalnya.
Di dalam menjalankan fungsi kelembagaan agar operasional Bank Syariah tidak
menyimpang dari tuntutan syariah Islam, maka diadakan “Dewan Pengawas Syariah”
yang tidak terdapat di dalam bank-bank konvesional.
Dewan pengawas syariah adalah suatu lembaga dewan yang dibentuk untuk
mengawasi jalannya Bank Syariah agar di dalam operasionalnya tidak menyimpang dari
prinsip-prinsip muamalah menurut Islam. Dewan pengawas syariah biasanya
ditempatkan pada posisi setingkat dewan komisaris pada setiap bank. Anggota dewan
syariah ditetapkan oleh rapa pemegang saham dari calon yang telah mendapat
rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.
Dewan syariah bertugas meneliti produk-produk baru bank syariah dan
memberikan rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat surat
pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan
prinsip-prinsip syariah. Dewan pengawas syariah juga bertugas untuk mendiskusikan
masalah-masalah dan transaksi bisnis yang diajukan kepada dewan sehingga dapat
[38]
ditentukan tentang sesuai atau tidaknya masalah-masalah tersebut dnegan ketentuan-
ketentuan syariah Islam. Adapun wewenang Dewan Pengawas Syariah adalah:
a. Memberikan pedoman secara garis besar tentang aspek syariah dari operasional
Bank Syariah, baik penyerahan dana,penyaluran dana maupun kegiatan-kegiatan
bank lainnya.
b. Mengadakan perbaikan terhadap suatu produk Bank Syariah yang telah atau sedang
berjalan. Namun, dinilai pelaksanaanya bertentangan ketentuan syariah.
Keberhasilan pelaksanaan tugas dan wewenang dewan syariah sangat
tergantung kepada independesinya di dalam membuat suatu putusan atau penilaian yang
dibutuhkan. Independasi dewan ini diharapkan dapat dijamin karena :
- Mereka bukan staf bank, sehingga tidak tunduk di bawah kekuasaan administratif
- Mereka dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham, demikian juga penentuan tentang
honorariumnya
- Dewan pengawas mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas khusus seperti halnya
Badan Pengawas lainnya.
Selain Dewan Pengawas Syariah, pada tingkat nasional ada pula Dewan Syariah
Nasional (DSN). Tugas lembaga ini antara lain, adalah sebagai berikut :
1. Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah, asuransi
syariah, reksadana syariah, modal ventura, dan lain-lain
2. Meneliti dan memberi fatwa terhadap produk-produk yang akan dikembangkan pada
bank-bank syariah yang diajukan manajemen bank yang bersangkutan setelah
mendapat rekomendasi dari dewan pengawas syariah.
3. Mengeluarkan pedoman yang akan digunakan oleh dewan pengawas syariah dalam
mengawasi bank-bank syariah
4. Merekomendasikann para ulama yang akan ditugaskan menjadi anggota dewan
pengawas syariah.
G. Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan
meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan
[39]
syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan
“Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya,
berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi aktual
industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, trend
perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan
sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka
sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API)
dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices
yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB
(Islamic Financial Services Board), AAOIFI dan IIFM.
Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan
terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional.
Oleh karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu
kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API),
Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian
dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih besar
pada tingkat nasional.
“Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” memuat visi, misi
dan sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan
prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun
waktu 10 tahun ke depan, yaitu pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang
signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas keuangan
nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dgn
sektor keuangan syariah lainnya.
Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada
pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar. Dengan kata lain,
perbankan Syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi
memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf internasional.
[40]
Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank
Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi
seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang
menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan
secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh
bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana
bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya
pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh
segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan
negeri.
H. Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah
Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia,
maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar
Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi
aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah
terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat
inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang
lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan
perbankan syariah lebih dari sekedar bank.
Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap
implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah,
antara lain adalah sebagai berikut:
Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I
tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking,
dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar
40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan
syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun
dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III tahun 2010 menjadikan perbankan
syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian
target asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%.
[41]
Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek
positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai
perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan
keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten
dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly,
serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek
branding adalah “bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking”.
Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar
perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai
layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai
dengan strategi masing-masing bank syariah.
Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi
produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling
menguntungkan) dan dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama
produk yang mudah dipahami.
Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang
kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan
kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah
kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah; dan
Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan
efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media
cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman
tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat.
[42]
Recommended