21
BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN Perkembangan lembaga keuangan syariah, baik bank maupun non bank di Indonesia menunjukkan perkembangan yang baik. Terbukti banyak berdiri lembaga keuangan syariah hampir di seluruh kota. Namun, masih banyak orang muslim yang enggan untuk melakukan transaksi di lembaga keuangan syariah. Untuk itu bank syariah sebagai salah satu lembaga keuangan syariah, diharapkan dapat menarik minat masyarakat agar mau bertransaksi lewat bank syariah. Baik dalam menyimpan dana, maupun pembiayaan. Dalam setiap kegiatan transaksi, di dalamnya pasti terdapat resiko. Begitupun transaksi yang dilakukan oleh bank syariah terutama pembiayaan. Dalam penyaluran pembiayaan, terdapat resiko yang harus dihadapi bank syariah. Menurut Muhammad Syafi’i Antonio dalam buku Bank Syariah dari Teori ke Praktek dikatakan bahwa resiko yang disebabkan oleh kegiatan penbiayaan biasa disebut resiko kredit. Penyebab utama terjadinya resiko kredit adalah terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas. Akibatnya , penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan resiko usaha yang dibiayainya. Muhammad, dalam bukunya Manajemen Bank Syariah menyatakan bahwa resiko yang terjadi dari peminjam adalah peminjaman yang tertunda atau ketidakmampuan peminjam untuk membayar kewajiban [30]

BAB III LKS

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB III LKS

BAB III

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Perkembangan lembaga keuangan syariah, baik bank maupun non bank di Indonesia

menunjukkan perkembangan yang baik. Terbukti banyak berdiri lembaga keuangan syariah

hampir di seluruh kota. Namun, masih banyak orang muslim yang enggan untuk melakukan

transaksi di lembaga keuangan syariah. 

Untuk itu bank syariah sebagai salah satu lembaga keuangan syariah, diharapkan dapat

menarik minat masyarakat agar mau bertransaksi lewat bank syariah. Baik dalam menyimpan

dana, maupun pembiayaan. Dalam setiap kegiatan transaksi, di dalamnya pasti terdapat

resiko. Begitupun transaksi yang dilakukan oleh bank syariah terutama pembiayaan. Dalam

penyaluran pembiayaan, terdapat resiko yang harus dihadapi bank syariah.

Menurut Muhammad Syafi’i Antonio dalam buku Bank Syariah dari Teori ke Praktek

dikatakan bahwa resiko yang disebabkan oleh kegiatan penbiayaan biasa disebut resiko

kredit. Penyebab utama terjadinya resiko kredit adalah terlalu mudahnya bank memberikan

pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan

likuiditas. Akibatnya , penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai

kemungkinan resiko usaha yang dibiayainya. 

Muhammad, dalam bukunya Manajemen Bank Syariah menyatakan bahwa resiko yang

terjadi dari peminjam adalah peminjaman yang tertunda atau ketidakmampuan peminjam

untuk membayar kewajiban yang telah dibebankan, untuk mengantisipasi hal tersebut maka

bank syariah harus mampu menganalisis penyebab permasalahannya. 

Menurut Adiwarman Karim dalam bukunya Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan

menyatakan bahwa sasaran kebijakan manajemen resiko adalah mengidentifikasi, memantau

dan mengendalikan jalannya kegiatan usaha bank dengan tingkat resiko yang wajar secara

terarah, terintegrasi dan berkesinambungan. Dengan demikian, manajemen resiko berfungsi

sebagai filter atau pemberi peringatan dini (early warning system) terhadap kegiatan usaha

bank.

Strategi Manajemen Resiko Pembiayaan di BNI Syariah cabang Pekalongan merupakan

pelaksanaan (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan penganalisisan) dalam

kegiatan penyaluran pembiayaan kepada nasabah.

A. Sejarah BNI Syariah

[30]

Page 2: BAB III LKS

Tempaan krisis moneter tahun 1997 membuktikan ketangguhan sistem

perbankan syariah. Prinsip Syariah dengan 3 (tiga) pilarnya yaitu adil, transparan dan

maslahat mampu menjawab kebutuhan masyarakat terhadap sistem perbankan yang lebih

adil. Dengan berlandaskan pada Undang-undang No.10 Tahun 1998, pada tanggal

tanggal 29 April 2000 didirikan Unit Usaha Syariah (UUS) BNI dengan 5 kantor cabang

di Yogyakarta, Malang, Pekalongan, Jepara dan Banjarmasin. Selanjutnya UUS BNI

terus berkembang menjadi 28 Kantor Cabang dan 31 Kantor Cabang Pembantu.

Disamping itu nasabah juga dapat menikmati layanan syariah di Kantor Cabang

BNI Konvensional (office channelling) dengan lebih kurang 750 outlet yang tersebar di

seluruh wilayah Indonesia. Di dalam pelaksanaan operasional perbankan, BNI Syariah

tetap memperhatikan kepatuhan terhadap aspek syariah. Dengan Dewan Pengawas

Syariah (DPS) yang saat ini diketuai oleh KH.Ma'ruf Amin, semua produk BNI Syariah

telah melalui pengujian dari DPS sehingga telah memenuhi aturan syariah.

Di dalam Corporate Plan UUS BNI tahun 2000 ditetapkan bahwa status UUS

bersifat temporer dan akan dilakukan spin off tahun 2009. Rencana tersebut terlaksana

pada tanggal 19 Juni 2010 dengan beroperasinya BNI Syariah sebagai Bank Umum

Syariah (BUS). Realisasi waktu spin off bulan Juni 2010 tidak terlepas dari faktor

eksternal berupa aspek regulasi yang kondusif yaitu dengan diterbitkannya UU No.19

tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan UU No.21 tahun 2008

tentang Perbankan Syariah. Disamping itu, komitmen Pemerintah terhadap

pengembangan perbankan syariah semakin kuat dan kesadaran terhadap keunggulan

produk perbankan syariah juga semakin meningkat.

B. Perbedaan Karakteristik antara Bank Syariah dan Bank Konvensional

Terdapat lima perbedaan karakteristik antara Bank Syariah dan Bank

Konvensional :

1. Hubungan bank dengan nasabah

Pada bank syariah, karakteristik hubungan dengan nasabah adalah investor-investor

berlandaskan prinsip bagi hasil, perdagangan, dan jasa keuangan lainnya yang tidak

bertentangan dengan syariat Islam. Terdapat pembagian beban risiko dan hubungan

yang kuat antara sisi aktiva dan sisi pasiva.

[31]

Page 3: BAB III LKS

Pada bank konvensional, karakteristik hubungan adalah kreditur-debitur. Kedua belah

pihak telah menetapkan besarnya pendapatan dan biaya yang menjadi hak dan beban

masing-masing dalam bentuk riba. Karakteristik ini mencerminkan tidak adanya

hubungan dan pembagian beban risiko antara sisi aktiva dan sisi pasiva.

2. Kriteria bidang usaha

Bank syariah tidak melakukan investasi pada usaha yang layak dan menguntungkan

secara finansial, namun mendorong timbulnya kemudharatan bagi kehidupan manusia.

Aspek halal dan kemaslahatan terhadap akal, harta, keturunan, agama, dan jiwa

menjadi kriteria usaha.

Pada bank konvensional, umumnya kriteria usaha berorientasi pada tingkat

keuntungan, kelayakan, arus kas dan pengamanan kredit. Terdapat pembatasan

kualitatif, namun hanya berdasarkan nilai etika yang dapat berubah sesuai perubahan

nilai masyarakatnya.

3. Ruang lingkup bidang usaha

Bank Syariah mempunyi ruang lingkup usaha vriti, meliputi bagi hasil, jual-beli,

sewa, gadai, dan jasa keuangan lainnya

4. Akuntansi dan penyajian laporan keuangan

Akuntansi dan penyajian laporan keuangan pada bank syariah bertanggun jawab

kepada Allah YME, stakeholders, dan lingkungan sosial berlandaskan kepada aspek

transparansi, akuntabilitas dan keadilan. Sistem pencatatan dan pelaporan mengacu

kepada Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia 2003 yang telah

dipublikasikan oleh IAI dan Biro Perbankan Syariah BI.

Pada bank konvensional, akuntansi dan penyajian laporan keuangan berorientasi

kepada kepentingan para pemegang saham, dan tidak dikenal konsep pertanggung

jawaban sosial dan keadilan. Walaupun demikian, dalam satu dekade terakhir, ada

kecenderungan akuntansi konvensional mengarah kepada konsep yang sejalan dengan

Islam, seperti berkembangnya konsep akuntansi pertanggung jawaban, akuntansi

sosial, akuntansi SDM, dan sebagainya (Sofyan Syafri Harahap, 1999, Akuntansi

Islam).

[32]

Page 4: BAB III LKS

5. Corporate Governance

Pada perbankan syariah, corporate governance adalah pengejawantahan dan

aktualisasi amaliah pertanggungjawaban kepada Allah dari manajemen dan karyawan

sebagai pemikul amanah yang kemudian tercermin langsung dalam berbagai sistem

hak, proses dan kontrol internal dan eksternal untuk melindungi kepentingan

stakeholders. Staf bank Islam, sepanjang hidupnya harus bertingkah laku islami dalam

bekerja atau pun bersenang-senang. Bagi bank konvensional, konsep corporate

governance terbatas kepada pertanggung jawaban kepada pemilik perusahaan dan

berlandaskan nilai-nilai etika.

C. Bank Islam Versus Bank Konvensional

Walaupun sejarah lembaga keuangan telah lama mengakui peranan wariisan

khazanah kultur Islam, seperti istilah cek, wesel, duane (bea masuk), dan lain-lain yang

membuktikan kejayaan sistem keuangan dan ekonomi Muslim, namun para fuqaha baru

berhasil menyusun dalam aktivitas perbankan sejak tahun 1960-an. Ini sangat dimaklumi

menginggat kondisi negara-negara Muslim berada di bawah penjajahan.

Suatu hal yang sangat esensial yang membedakan prinsip bank Islam dari bank

konvensional adalah bahwa aktivitas-aktivitas bank Islam merupakan aplikasi ajaran

syariat Islam dan harus sejalan dengan prinsip-prinsipnya, sedangkan bank konvensional

tentu tidak memperdulikan nilai-nilai tersebut.

Secara fundamental komponen-komponen yang membedakan bank Islam dari

bank konvensional adalah sebagai berikut:

1. Praktek “pinjaman (loan)” yang berbasis sitem bunga dalam bank konvensional

secara total tidak ada dalam bank Islam, kecuali ”pinjaman bebas bunga (qardh

hasan)”. Sehingga dalam bank Islam tidak berlaku pepatah Inggris “Loans make

deposits (pinjaman menciptakan deposito)”.

2. Lenyapnya potongan surat obligasi dalam bank Islam, karena pada kenyataannya ini

merupakan pinjaman dari pemerintah atau perusahaan swasta dengan obligasi

pengembalian tersebut. Peminjam menjanjikan akan membayar bunga atas pinjaman

tersebut pada jangka waktu tertentu. Debitor (sebagai nasabah) mengajukan pinjaman

kepada suatu bank (kreditor) dengan jaminan surat obligasi berjangka waktu tertentu

sebelum jatuh tempo, lalu bank membayarkan sebesar nilai surat obligasi setelah

[33]

Page 5: BAB III LKS

dipotong bunga sampai jatuh tempo yang tertera di dalamnya plus komisi atas

pelayanan administrasi. Setelah jatuh tempo, bank meminta pihak yang mengeluarkan

surat obligasi untuk membayar kepadanya nilai surat obligasi, dan kalau terlambat

membayar, dikenakan bunga sesuai suku bunga yang berlaku. Kalau surat obligasi itu

dijual sebelum jatuh tempo, dikenakan bunga sampai tanggal jatuh tempo plus harga

jual.

3. Sebagai ganti bentuk pinjaman dari praktek-praktek berbunga, bank Islam mengacu

model-model alternatif yang mengacu kepada “bagi hasil (profit loss sharing) :

Mudharabah, musyarakah, bai bi murabahah, ba’i-muajjal, ba’I salam, ijarah,

muzara’ah dan musaqqat”.

4. Muncul istilah “deposito investasi” atau “rekening investasi” dalam bank Islam.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka secara global perbedaan-perbedaan

operasional dalam kedua bank tersebut dapat dijelaskan melalui tabel berikut:

[34]

Page 6: BAB III LKS

Tabel 1. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

Bank Syariah Bank Konvensional

a. Berdasarkan prinsip investasi bagi

hasil

b. Menggunakan prinsip jual-beli

c. Hubungan dengan nasabah dalam

bentuk hubungan kemitraan

d. Melakukan investasi-investasi yang

halal saja

e. Setiap produk dan jasa yang diberikan

sesuai dengan fatwa Dewan Syariah

f. Dilarang adanya transaksi Gharar dan

Maysir

g. Menciptakan keserasian antara

keduanya

h. Tidak memberikan dana secara tunai

tetapi memberikan barang yang

dibutuhkan

i. Bagi hasil menyeimbangkan sisi

pasiva dan aktiva.

a. Berdasarkan tujuan

membungakan uang

b. Prinsip pinjam-meminjam uang

c. Hubungan dengan nasabah dalam

bentuk hubungan kreditur-debitur

d. Melakukan investasi-investasi

yang halal maupun yang haram.

e. Tidak mengenal Dewan sejenis

itu

f. Terkadang terlibat speculative

FOREX dealing

g. Berkontribusi dalam terjadinya

kesenjangan antara sekrot riil

dengan sektor moneter

h. Memberikan peluang yang sangat

besar untuk penyalah gunaan

dana pinjaman

i. Rentan terhadap negative spread

Islam mengharamkan bunga dan menghalalkan bagi hasil. Keduanya

memberikan keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat adanya

perbedaan antara investasi dan pembungaan uang. Dalam investasi, usaha yang

dilakukan mengandung risiko, dan karenanya mengandung unsur ketidak pastian.

Sebaliknya, pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak memiliki risiko karena adanya

persentase suku bunga tertentu yang ditetapkan berdasarkan besarnnya modal.

[35]

Page 7: BAB III LKS

Tabel.2 Perbedaan antara Bunga dengan Bagi Hasil

Bunga Bagi Hasil

a. Penentuan bunga dilihat pada waktu

akad dengan asumsi harus selalu

untung

b. Besarnya bunga adalah suatu

persentase tertentu terhadap besarnya

uang yang dipinjamkan

c. Besarnya bunga tetap seperti yang

dijanjikan tanpa mempertimbangkan

apakah proyek/usaha yang dijalankan

oleh nasabah/mudharib untung atau

rugi

d. Eksistensi bunga diragukan (kalau

tidak dikecam) oleh semua agama

termasuk Islam

a. Penentuan besarnya nisbah bagi

hasil dibuat pada waktu akad

dengan berpedoman pada

kemunkinan untung-rugi

b. Besarnya bagi hasil adalah

berdasarkan nisbah terhadap

besarnya keuntungan yang

diperoleh

c. Besarnya bagi hasil tergantung

pada keuntungan proyek/usaha

yang dijalankan. Bila usaha merugi

maka kerugian akan ditanggung

bersama, kecuali kerugian karena

kelalaian, salah urus, atau

pelanggaran oleh mudharib

d. Tidak ada yang meragukan

keabsahan bagi hasil.

Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank syariah termasuk

kategori investasi. Besar-kecilnya perolehan kembalian itu tergantung pada hasil usaha

yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai pengelola dana.

Dengan demikian, bank syariah tidak dapat hanya sekedar emnyalurkan uang.

Bank syariah harus terus-menerus berusaha meningkatkan return on investemnt sehingga

lebih menarik dan lebih memberikan kepercayaan bagi pemilik dana.

Demikian secara garis besar aspek-aspek persamaan dan perbedaan antara bank

Islam dan bank konvensional. Dan ternyata fiqh mu’amalat Islam merupakan sumber

yang subur untuk merenovasi praktek-praktek perbankan yang tidak sejalan dengan nilai-

nilai syariah Islam.

[36]

Page 8: BAB III LKS

D. Sistem Ekonomi Syariah

Ada tiga sistem ekonomi yang ada dimuka bumi ini yaitu kapitalis, sosialis dan

Mix Economic. Sistem ekonomi tersebut merupakan sistem ekonomi yang berkembang

berdasarkan pemikiran barat. Selain itu , tidak ada diantara sistem ekonomi yang ada

secara penuh berhasil diterapkan dalam perekonomian dibanyak negara. Sistem ekonomi

sosialis atau komando hancur dengan buabrnya Uni Soviet. Dengan hancurnya

komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal tahun 90-an membuat sistem

kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang shahih. Tetapi ternyata,

sistem ekonomi kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk, karena banyak negara

miskin bertambah miskin dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedkit semakin kaya.

Dengan kata lain kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak

terutama di negara – negara berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stilghtz (2006)

kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an karena keserakahan kapitalisme ini.

Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan karena

masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan yang lebih

besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau kekurangan  dari

masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang kelebihannya.

Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol dari pada kebaikan

itulah yang menyebabkan muncul pemikiran baru tentang negara yang mayoritas

penduduknya beragama islam yaitu sistem ekonomi syariah. Negara-negara yang

penduduknya mayoritas muslim mencoba untuk mewujudkan suatu sistem ekonomi yang

didasarakan pada AL-Quran dan Hadist.

E. Prinsip-Prinsip Bank Syariah

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank

dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan usaha atau kegiatan lainya

yang sesuai dengan syariah. Beberapa prinsip hukum yang dianut oleh bank syariah

antara lain :

1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan

nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.

2. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha

institusi yang meminjam dana.

[37]

Page 9: BAB III LKS

3. Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya media

pertukaran dan bukan komoditas karena tidak mempunyai nilai intrinsik.

4. Unsur Gharar ( ketidakpastian, spekulasi ) tidak diperkenankan. keduabelah pihak

harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.

5. Investasi hanya boleh pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha

minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.

F. Pengelolaan dan Pengawasan Bank Syariah

Bank Syariah, selain berfungsi menjembatani antara pihak yang kelebihan dana

dengan pihak yang membutuhkan dana, juga secara khusus mempunyai fungsi amanah.

Untuk menjaga fungsi amanah tersebut, perlu adanya pengawasan yang melekat pada

setiap orang yang terlibat di dalam aktivitas perbankan berupa motivasi keagamaan

maupun pengawasan melalui kelembagaan. Supaya upaya pengendalian, meskipun suatu

lembaga telah menyandang nama syariah, namun tidak tertutup kemungkinan dalam

menjalankan usahanya menyimpang dari nama yang disandang tersebut. Di dalam

menjalankan usahanya, bank berdasarkan prinsip-prinsip syariah berupaya menjaga dan

memelihara agar prinsip-prinsip syariah tersebut tetap terpelihara dalam operasionalnya.

Di dalam menjalankan fungsi kelembagaan agar operasional Bank Syariah tidak

menyimpang dari tuntutan syariah Islam, maka diadakan “Dewan Pengawas Syariah”

yang tidak terdapat di dalam bank-bank konvesional.

Dewan pengawas syariah adalah suatu lembaga dewan yang dibentuk untuk

mengawasi jalannya Bank Syariah agar di dalam operasionalnya tidak menyimpang dari

prinsip-prinsip muamalah menurut Islam. Dewan pengawas syariah biasanya

ditempatkan pada posisi setingkat dewan komisaris pada setiap bank. Anggota dewan

syariah ditetapkan oleh rapa pemegang saham dari calon yang telah mendapat

rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.

Dewan syariah bertugas meneliti produk-produk baru bank syariah dan

memberikan rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat surat

pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan

prinsip-prinsip syariah. Dewan pengawas syariah juga bertugas untuk mendiskusikan

masalah-masalah dan transaksi bisnis yang diajukan kepada dewan sehingga dapat

[38]

Page 10: BAB III LKS

ditentukan tentang sesuai atau tidaknya masalah-masalah tersebut dnegan ketentuan-

ketentuan syariah Islam. Adapun wewenang Dewan Pengawas Syariah adalah:

a. Memberikan pedoman secara garis besar tentang aspek syariah dari operasional

Bank Syariah, baik penyerahan dana,penyaluran dana maupun kegiatan-kegiatan

bank lainnya.

b. Mengadakan perbaikan terhadap suatu produk Bank Syariah yang telah atau sedang

berjalan. Namun, dinilai pelaksanaanya bertentangan ketentuan syariah.

Keberhasilan pelaksanaan tugas dan wewenang dewan syariah sangat

tergantung kepada independesinya di dalam membuat suatu putusan atau penilaian yang

dibutuhkan. Independasi dewan ini diharapkan dapat dijamin karena :

- Mereka bukan staf bank, sehingga tidak tunduk di bawah kekuasaan administratif

- Mereka dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham, demikian juga penentuan tentang

honorariumnya

- Dewan pengawas mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas khusus seperti halnya

Badan Pengawas lainnya.

Selain Dewan Pengawas Syariah, pada tingkat nasional ada pula Dewan Syariah

Nasional (DSN). Tugas lembaga ini antara lain, adalah sebagai berikut :

1. Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah, asuransi

syariah, reksadana syariah, modal ventura, dan lain-lain

2. Meneliti dan memberi fatwa terhadap produk-produk yang akan dikembangkan pada

bank-bank syariah yang diajukan manajemen bank yang bersangkutan setelah

mendapat rekomendasi dari dewan pengawas syariah.

3. Mengeluarkan pedoman yang akan digunakan oleh dewan pengawas syariah dalam

mengawasi bank-bank syariah

4. Merekomendasikann para ulama yang akan ditugaskan menjadi anggota dewan

pengawas syariah.

G. Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia

Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan

meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan

[39]

Page 11: BAB III LKS

syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan

“Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya,

berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi aktual

industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, trend

perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan

sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka

sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API)

dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices

yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB

(Islamic Financial Services Board), AAOIFI dan IIFM.

Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan

terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional.

Oleh karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu

kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API),

Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

(RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian

dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih besar

pada tingkat nasional.

“Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” memuat visi, misi

dan sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan

prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun

waktu 10 tahun ke depan, yaitu  pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang

signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas keuangan

nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dgn

sektor keuangan syariah lainnya.

Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada

pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar. Dengan kata lain,

perbankan Syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi

memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf internasional.

[40]

Page 12: BAB III LKS

Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank

Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi

seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang

menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan

secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh

bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana

bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya

pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh

segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan

negeri.

H. Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah

Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia,

maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar

Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi

aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah

terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat

inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang

lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan

perbankan syariah lebih dari sekedar bank.

Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap

implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah,

antara lain adalah sebagai berikut:

Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I

tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking,

dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar

40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan

syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun

dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III  tahun 2010 menjadikan perbankan

syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian

target asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%.

[41]

Page 13: BAB III LKS

Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek

positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai

perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan

keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten

dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly,

serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek

branding adalah “bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking”.

Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar

perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai

layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai

dengan strategi masing-masing bank syariah.

Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi

produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling

menguntungkan) dan  dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama

produk yang mudah dipahami.

Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang

kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan

kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah

kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah; dan

Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan

efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media

cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman

tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh

masyarakat.

[42]