View
28
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komunikasi Massa
Jika di tinjau secara asal usul katanya, komunikasi massa berasal dari : (1) mass
communications dan (2) mass communications (pakai s) menunjuk pada media mekanis yang
digunakan dalam komunikasi massa yakni media massa. Sementara itu mass communication
menunjuk pada teori atau proses teoritik (proses dalam komunikasi massa itu sendiri)
(Nurudin, 2017: 92).
Komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan dengan orang banyak dengan
memanfaatkan media massa sebagai sarananya. Istilah media massa mengacu kepada
sejumlah media media yang telah ada sejak puluhan tahun yang lalu tetap digunakan hingga
saat ini seperti surat kabar, majalah, film, radio, televisi, dan internet (Morissan, 2013: 479).
Kata “massa” itu sendiri menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan dengan media
massa, contohnya khalayak, audiens, penonton, pemirsa atau pembaca. Bagi Nabeel Jurdi
dalam bukunya Reading in Mass Comunication
(1983) disebutkan bahwa “in mass communication, there is no face-to-face contact (Dalam
komunikasi massa, tidak ada tatap muka antar penerima pesan) (Nurudin, 2013: 63).
Ada beberapa ciri-ciri komunikasi massa yang sekaligus membedakannya dengan
bentuk komunikasi lain:
1. Komunikator dalam komunikasi massa melembaga
9
Komunikator dalam komunikasi massa itu bukan individu tetapi lembaga media.
Memang ada individu yang paling berpengaruh dalam lembaga media tetapi ia bukan
komunikator sebagaimana yang dimaksud. Komunikatornya tetap lembaga media tersebut.
Jadi disimpulkan, maka ciri lembaga komunikator dalam komunikasi massa antara
lain; (a) kumpulan individu-individu (organisasi), (2) dalam berkomunikasi individu-
individu itu terbatasi perannya dengan system media massa (3) pesan yang di sebarkan atas
nama media, bukan atas nama pribadi, dan (4) bertujuan untuk mencapai keuntungan
ekonomis.
2. Komunikan dalam komunikasi massa heterogen
Komunikan dalam komunikasi massa tidak saling mengenal satu sama lain. Begitu
juga, mereka bermacam-macam atau heterogen (status sosial, latar belakang pendidikan,
pakaian yang dipakai, motivasi menonton, umur, posisi saat menonton apakah berdiri,
duduk, jongkok dan sebagainya).
3. Pesannya bersifat umum
Bersifat umum disini berarti untuk memenuhi kepentingan orang banyak yang
memungkinkan mereka bisa menikmatinya.
4. Komunikasinya berlangsung satu arah
Komunikasi dalam komunikasi massa berlangsung satu arah. Dalam komunikasi
massa umpan baliknya tertunda (delayed feedback).
5. Pesannya disebarkan secara serentak
Serentak di sini tentu tergantung kelebihan dan kekurangan masingmasing media
massa. Tapi ide disebarkannya pesan dari komunikator itu inginnya serentak.
10
6. Mengandalkan peralatan teknis
Beberapa alat teknis yang dimaksud antara lain pemancar, satelit, mesin cetak
massal, stasiun relay dan lain-lain. Media massa modern tentu sangat bergantung pada alat
teknis tersebut.
7. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper
Secara harfiah gatekeeper berarti penapis informasi. John R. Bittner (1996)
mengatakan bahwa gatekeeper adalah individu-individu atau kelompok orang-orang yang
bertugas memantau arus informasi dalam sebuah saluran komunikasi massa. Karena
bertugas memantau arus informasi gatekeeper berfungsi sebagai orang yang ikut
menambah atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang
disebarkan lebih mudah dipahami.
Menurut De Vito (1997) ada beberapa fungsi yang diemban komunikasi massa, yakni
(Winarni, 2003: 45-47):
1. Menghibur
Media massa sebagian besar melakukan fungsi sebagai media yang memberikan
penghiburan bagi khalayaknya. Hal ini terlihat pada acara humor, artikel humor, irama
musik, tarian, dan lain-lain. Dimana pesanpesan yang menghibur tersebut di desain
sedemikian rupa sehingga menarik dan menghibur khalayak.
2. Meyakinkan
Media mempunyai fungsi untuk meyakinkan khalayaknya persuasi ini dapat datang dalam
bentuk :
11
a. Mengukuhkan atau memperkuat sikap, kepercayaan, atau nilai seseorang. Media akan
kesulitan untuk mengubah orang dalam suatu sikap tertentu ke sikap yang lain. Lebih
sering media mengukuhkan atau membuat kepercayaan, sikap, nilai, opini kita menjadi
kuat.
b. Mengubah sikap, nilai, kepercayaan seseorang. Media akan mengubah sementara orang
yang tidak memihak dalam suatu masalah tertentu.
c. Menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Dari sudut pandang pengiklan,
fungsi media adalah menggerakan konsumen/khalayak dibentuk atau suatu pola
perilaku dimantapkan media massa berfungsi menyalurkan, mengendalikannya ke arah
tertentu.
d. Menawarkan etika atau sistem nilai tertentu. Media dapat mengungkapkan secara
terbuka adanya penyimpangan tertentu dari suatu norma yang berlaku. Media dapat
merangsang masyarakat untuk mengubah situasi. Media menyajikan etika kolektif
kepada khalayak.
3. Menginformasikan
Media memberikan informasi tentang peristiwa, baik yang bersifat lokal, regional,
nasional, dan internasional kepada khalayaknya. Kita tahu bahwa sebagian besar informasi,
kita dapatkan dari media. Baik itu informasi musik, politik, film, seni, ekonomi, sejarah,
dan lain-lain.
4. Menganugerahkan status
Menurut Paul Lazarsfeld dan rober K. Merton, “Jika anda benar-benar penting, anda
akan menjadi pusat perhatian massa dan jika anda menjadi pusat perhatian massa, berarti
12
anda memang penting”. Sebaliknya,” Jika anda tidak mendapatkan perhatian massa, maka
anda tidak penting.” Orangorang yang penting setidaknya di mata masyarakat adalah
orang-orang yang sering dimuat di media.
5. Membius
Fungsi membiusnya media terjadi bila media menyajikan informasi tentang sesuatu,
penerima percaya bahwa tindakan tertentu telah diambil. Sebagai akibatnya penerima
terbius dalam keadaan tidak aktif seakan berada dalam pengaruh narkotik.
6. Menciptakan rasa kebersatuan
Media mampu menciptakan/membuat kita/khalayak merasa menjadi anggota suatu
kelompok.
a. Privatisasi
Media mampu/memiliki kecenderungan menciptakan lawan dari rasa kesatuan dan
hubungan yaitu membuat seseorang untuk menarik diri dari kelompok sosial dan
menguatkan diri kedalam dunianya sendiri.
b. Parasosial
Hubungan yang dikembangkan oleh pemirsa/khalayak dengan tokohtokoh media atau
tokoh dramatik. Biasanya dalam bentuk menulis surat, telepon, faksimile, email, kepada
tokoh-tokoh seperti dokter, pengacara, dai, dan lain-lain untuk mendapatkan nasehat.
Dari beberapa penjelasan fungsi-fungsi komunikasi tersebut dapat kita lihat bahwa
beberapa komunikasi massa sangat penting dalam kehidupan kita dan membuat manusia
menjadi bergantung pada media.
13
B. Media Massa
Media massa kini, semakin tidak dapat dipisahkan dari masyarakat modern. Menurut
perkiraan industri, orang dewasa saat ini menghabiskan lebih dari setengah waktu mereka
dengan media saat mereka terbangun-lebih lama dari waktu tidur. Sepanjang hari rata-rata
setiap orang menghabiskan waktu lebih banyak dengan media daripada tanpa media. Beberapa
bentuk media massa menyentuh anda setiap hari secara ekonomis, sosial, dan budaya.
Terkadang, media massa mempengaruhi apa yang anda makan, bicarakan, kerjakan, pelajari,
dan beristirahat (Shirley, 2010:5).
Denis McQuail (1987) pernah menyodorkan beberapa asumsi arti penting media massa
(Nurudin, 2007:34) :
1. Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja,
barang, dan jasa serta menghidupkan industri lain yang terkait. Media juga merupakan
industri tersendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi
tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya.
2. Media massa merupakan sumber kekuatan, alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam
masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya
lainnya.
3. Media merupakan lokasi (atau norma) yang semakin berperan untuk menampilkan
peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf nasional maupun
internasional.
4. Media sering kali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan.
Bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi
14
juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup, dan norma-norma.
Media massa terbagi menjadi tiga, yakni media massa cetak (koran, tabloid, majalah),
media massa elekktronik (televisi dan radio), dan media massa baru (web, portal berita, blog,
dan lain-lain).
Perkembangan zaman yang semakin maju mendatangkan kemunculan media massa baru
(new media) yang tentunya memiliki karakteristik yang berbeda dengan media massa cetak
maupun elektronik. Media massa baru atau lebih sering di sebut new media ini, dalam proses
komunikasi massanya mereka menggunakan kekuatan internet. Sehingga untuk penyebaran
informasinya new media lebih cepat dibandingkan oleh media massa tradisional (cetak dan
elektronik). Meskipun terbilang cukup baru, namun new media sudah dapat menarik khalayak
dengan jumlah yang terbilang cukup besar. Kebutuhan masyarakat untuk memperoleh
informasi dengan cepat/ dimanfaatkan oleh new media untuk memberikan informasi dengan
cepat dan edukasi yang luas.
Media massa diyakini memiliki kekuatan yang maha dasyat dalam mempengaruhi
pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat. Bahkan media massa dengan mudah dapat
mengarahkan masyarakat membentuk opini akan suatu peristiwa yang selanjutnya akan terjadi.
Media massa mampu mengarahkan, membimbing, dan mempengaruhi kehidupan di masa kini
dan dimasa mendatang (Nurudin, 2009: 255).
C. Peran media massa
Peran media massa dalam kehidupan sosial, terutama dalam masyarakat modern telah
memainkan peranan yang begitu penting. Menurut McQuail (2011:63) dalam bukunya Mass
15
Communication Theories, ada enam perspektif dalam hal melihat peran media dalam kehidupan
social, antara lain :
1. Melihat media massa seabagai window on event and experience. Media dipandang sebagai
jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi di luar sana. Atau
media merupakan sarana belajar untuk mengetahui berbagai peristiwa.
2. Media juga sering dianggap sebagai a mirror of event in society and the world, implying a
faithful reflection. Cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia, yang
merefleksikan apa adanya. Karenanya para pengelola media sering merasa tidak “bersalah”
jika isi media penuh dengan kekerasan, konflik, pornografi dan berbagai keburukan lain,
karena memang menurut mereka faktanya demikian, media hanya sebagai refleksi fakta,
terlepas dari suka atau tidak suka. Padahal sesungguhnya, angle, arah dan framing dari isi
yang dianggap sebagai cermin realitas tersebut diputuskan oleh para profesional media, dan
khalayak tidak sepenuhnya bebas untuk mengetahui apa yang mereka inginkan.
3. Memandang media massa sebagai filter, atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk
diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih isu, informasi atau bentuk content
yang lain berdasar standart para pengelolanya.
Disini khalayak “dipilihkan” oleh media tentang apa-apa yang layak diketahui dan mendapat
perhatian.
4. Media massa seringkali pula dipandang sebagai guide, penunjuk jalan atau interpreter, yang
menerjemahkan dan menunjukkan arah atas berbagai ketidakpastian, atau alternatif yang
beragam.
5. Melihat media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai informasi dan ide-
ide kepada khalayak, sehingga memungkinkan terjadinya tanggapan dan umpan balik.
16
6. Media massa sebagai interlocutor, yang tidak hanya sekadar tempat berlalu lalangnya
informasi, tetapi juga partner komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi
interaktif.
D. Jurnalisme Online
Perkembangan teknologi yang semakin canggih, kian memberikan kemudahan bagi setiap
orang untuk memperoleh informasi. Jurnalisme yang awalnya berbasis cetak, kini kian bergeser
ke jurnalisme online untuk penyebaran informasinya. Jurnalisme online memiliki arti kegiatan
jurnalistik yang memanfaatkan internet untuk proses komunikasi massanya. Melalui jurnalisme
online seseorang akan dapat memperoleh informasi secara up to date dan gratis. Hal tersebut
membuat seseorang kini sudah jarang berlangganan koran.
Sifatnya yang berbeda dengan jurnalisme cetak, jurnalisme radio ataupun jurnalisme
televisi, membuat jurnalisme online memiliki karakteristik yang khas. Jurnalisme online
berbeda dengan jurnalisme cetak yang mempunyai kekuatan pada bahasa cetaknya yang bisa
dibaca verbal. Jurnalisme online juga berbeda dengan jurnalisme penyiaran, yang bertumpu
pada bahasa visual baik untuk verbal maupun nonverbal. Jurnalisme online mempunyai karakter
yang berbeda karena tipikal jurnalisme dalam media baru ini mengonvergensikan sifat media,
baik media cetak maupun media siar. Terkadang juga mengadaptasi secara persial, seperti
berita-berita pada Detiknews.com atau siar saja Detiktv.
Mark Deuze mengidentifikasikan dalam jurnalisme online terdapat tiga hal-hal yang dapat
diidentifikasikan sebagai bahasa operasinya, yaitu hypertextuality, multimediality dan
interactivity (Wadhani: 2012: 136).
17
Hypertextuality, dimaksudkan sebagai penekanan pada jurnalime yang hyperlink, yang
terbentuk karena banyaknya teks yang terhubung atau kaitannya dengan informasi terdekat.
Dengan hyperlink ini mereka mengakses berita melalui online bisa mendapatkan informasi yang
lebih dengan sudut banyak informasi daripada yang dibutuhkan oleh pengaksesnya.
Multimediality, dimakasudkan dengan melalui jurnalisme online yang dapat dilakukan
dengan ruang lingkup yang lebih sempit namun efisien. Media baru menawarkan efektifitasan
lebih dengan mengintegrasikan pekerjaan media yang tradisional dengan pekerjaan yang web
based.
Interactivity, dimaksudkan sebagai penggambaran bagaiamana interaktivitas yang terjadi
dalam media baru. Internet merupakan media yang interaktif sejauh akses terhadap file, data,
dokumen, dan konten media lainnya terpenuhi. Proses interaktivitas ini meliputi
interconnectivity dan interoperability. Interconnectivity mengacu pada kapasitas yang
memungkinkan untuk berhubungan dan berinteraksi melalui jaringan yang berbeda. Adapun
interoperability diartikan sebagai kapasitas untuk mengakses semua bentuk informasi yang
memungkinkan untuk diakses dan isi media menggunakan system operasi yang berbeda
(Zulkarnain, 2016: 133).
E. Pengertian Berita
Berita adalah sebuah informasi yang tidak biasa, yang ditujukan kepada masyarakat yang
berisikan tentang suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi, yang diliput oleh wartawan dan
dikemas dalam bentuk tulisan, gambar, atau video. Djafar Husin Assegaf dalam bukunya
jurnalistik masa kini berpendapat, “Berita adalah laporan tentang fakta atau ide yang termasa,
yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik pembaca, entah
18
karena pentingnya atau akibatnya, entah pula karena ia mencakup segi-segi human interest,
seperti humor, emosi, dan ketegangan” (Nasrullah, 2010: 65).
Faktor peristiwa atau kejadian menjadi pemicu utama terjadinya sebuah berita (Husnun,
2009:9). Menurut Northcliffe, “if a dog bites a man, that’s not news; if a man bites a dog, that’s
news.”(kalau anjing menggigit orang, itu bukan berita; kalau orang menggigit anjing, itu baru
berita) (Hikmat Kusuma Ningrat, 2012:33).
Untuk memahami berita, poin-poin berikut ini penting untuk diketahui
(Tom E. Rolnicki, 2008:2) :
1. Berita harus faktual, tetapi tidak semua fakta adalah berita
2. Berita mungkin berupa opini, khususnya dari tokoh atau otoritas dibidang tertentu.
3. Berita terutama adalah tentang orang, tentang apa yang mereka katakan dan lakukan.
4. Berita tidak selalu berupa laporan kejadian terkini. Teks lengkap dari berita tidak selalu
tentang peristiwa terbaru. Sering kali paragraf pertama dan beberapa paragraf selanjutnya
memuat fakta dan opini yang membuat berita lama menjadi baru kembali. Sebuah peristiwa
yang terjadi sebulan lalu atau bahkan setahun lalu mungkin akan menjadi berita jika ia baru
diungkap.
5. Apa-apa yang merupakan berita penting bagi satu komunitas atau universitas mungkin tidak
penting atau kurang penting atau bahkan tidak punyak nilai berita bagi komunitas atau
universitas lain.
6. Apa-apa yang menjadi berita disatu komunitas atau universitas mungkin juga merupakan
berita bagi setiap komunitas atau universitas lainnya.
7. Apa-apa yang hari ini menjadi berita sering kali sudah bukan berita lagi keesokan harinya.
19
8. Apa yang dianggap berita oleh seseorang belum tentu dianggap berita pula bagi orang lain.
9. Dua faktor yang penting bagi berita, daya tarik dan arti penting, tidak selalu sinonim karena
berita baru yang paling penting tidak selalu menarik.
F. Nilai berita (layak berita)
Nilai berita adalah seperangkat kriteria/acuan wartawan untuk menilai apakah sebuah
fakta yang ada di lapangan cukup pantas untuk dijadikan sebuah berita atau tidak. Seseorang
wartawan dalam menulis sebuah berita harus mengetahui unsur-unsur nilai berita. Nilai berita
merupakan salah satu unsur penguat berita, karena tidak hanya melengkapi sebuah berita,
namun juga membuat berita lebih layak untuk dipublikasikan ke khalayak dan dapat menarik
pembaca untuk membaca berita yang dihasilkan. Nilai berita juga menjadi prioritas bagi
seorang editor (pengedit berita sebelum berita dipublish) dalam mempertimbangkan mana
berita terpenting dan terbaik untuk dimuat ataupun mana pula berita yang menarik untuk ditaruh
di halaman depan.
Seperti yang dikatakan oleh Husnun pada bukunya yang berjudul
“Panduan Menulis Berita” (2006), terdapat 13 unsur berita yang sangat penting untuk
diketahui sebelum menulis karena akan menjadi panduan bagi seorang wartawan untuk
memutuskan suatu kejadian, informasi atau keadaan itu layak diberitakan atau tidak. Ketiga
belas unsur tersebut antara lain adalah:
1. Aktual atau Termasa
20
Salah satu ciri bisnis media massa adalah berpacu dengan waktu. Koran harian saling
berpacu paling cepat sampai ditangan pembacanya. Salah satu modal untuk memenangkan
persaingan bisnis antar media satu sama lain.
2. Kedekatan
Secara psikologis, sesesorang akan terpengaruh oleh berita yang berhubungan dengan
dirinya, baik secara pribadi maupun kelompok masyarakat. Bukan hanya kepentingan yang
bersifat kejiwaan, tapi juga lokasi kejadian.
3. Penting
Wartawan harus berpikir bahwa beritanya itu bisa merangsang orang untuk
membacanya. Ketertarikan itu bisa karena adanya kepentingan masyarakat yang ada dalam
berita itu. Penting tidaknya sebuah berita tidak ditentukan oleh besar kecilnya atau panjang
pendeknya berita, tapi ditentukan sejauh mana masyarakat membutuhkan. Kebutuhan ini
tidak sekedar kebutuhan informasi tapi juga menyangkut hasrat orang banyak.
4. Luar Biasa
Hal-hal yang sudah biasa terjadi tidak menarik untuk diberitakan, kecuali diantara
rutinitas itu muncul sesuatu yang baru dan menarik. Dibutuhkan kejelian dan ketajaman
intuisi wartawan untuk menelisik masalah yang terjadi di masyarakat dari berbagai upaya
itu bisa jadi akan ditemukan sesuatu yang luar biasa. Contohnya, peristiwa yang tak terduga
seperti bencana alam, maupun peristiwa yang tidak pernah ada sebelumnya seperti seekor
kambing melahirkan anak yang wajahnya mirip anjing, dan lain sebagainya.
5. Tokoh
21
Untuk menentukan sumber berita, harus dilihat kadar ketenaran , kepintaran, dan
pengaruh seseorang di masyarakat. Apapun yang dilakukan oleh seorang tokoh masyarakat
(public figure) menarik untuk diberitakan, baik tingkah laku maupun ucapannya. Ada dua
kategori tokoh dalam berita yakni tokoh masyarakat dan tokoh dalam berita. Tokoh dalam
berita tidak harus public figure, tapi siapa saja yang terlibat dalam sebuah peristiwa yang
jadi publikasi media massa atau siapa saja yang paling tau soal sebuah peristiwa.
6. Eksklusif
Persaingan bisnis media saat ini membutuhkan kiat khusus agar bisa tetap survive.
Masing-masing media harus punya keunggulan yang ditawarkan kepada pembacanya.
Keunggulan media elektronik dan internet yang mampu menampilkan peristiwa secara live
menjadi ancaman serius bagi eksistensi media cetak. Banyak cara untuk bisa mendapatkan
berita yang
eksklusif, antara lain :
a. Menemui banyak sumber
Wartawan harus jeli dan peka dalam keseharian yang ditemuinya, karena banyak hal yang
menarik yang dapat dijadikan bahan berita.
b. Jeli memanfaatkan kesempatan
Berita eksklusif tidak hanya sesuatu yang diperoleh sendirian, tapi soal penyajian dan
materi juga berperan penting. Sebuah peristiwa besar misalnya kecelakaan atau ledakan
bom, yang diliput banyak wartawan, tentu punya banyak sisi yang bisa diungkap. Banyak
orang yang bisa ditanya untuk menceritakan sebuah kejadian tersebut.
22
7. Ketegangan
Berita yang baik adalah berita yang mampu mempengarui pembacanya, baik secara
positif maupun negatif. Pengaruh berita kepada pembacanya terjadi karena yang pertama
ialah materi berita, kedua ialah cara penyajian sebuah tulisan agar menarik untuk dibaca, dan
yang ketiga ialah peran redaktur sebagai pembimbing dan pendamping dalam menuliskan
berita.
8. Konflik
Pers dituding sebagai provokator yang menimbulkan kerusuhan, padahal sampai
sekarang tidak ada bukti otentik bahwa berita pers menimbulkan kekacauan bahkan
kerusushan di masyarakat. Disatu sisi masyarakat menuduh, pers sebagai. menimbulkan
ketegangan dan kerusushan, tapi disisi lain mereka sangat menggemari berita-berita
pertentangan/konflik.
9. Human Interest
Dalam penulisan berita, tidak ada satupun yang lepas dari unsur human interest karena
melibatkan perasaan manusia sebagai sumber berita. Setiap kali kita membaca sebuah berita,
ada unsur kemanusiaan di dalamnya yang membuat perasaan kita tersentuh.
10. Seks
Beragam berita yang terkait dengan seks sealu menarik minat pembaca, baik seks
dalam artian harfiah maupun dalam arti yang luas.
11. Progresif
23
Contohnya, Sebuah berita besar tidak akandiberitakan hanya sekali tetap terus
menerus sampai beberapa edisi, karena ketertarikan pembaca untuk mengetahui
perkembangan berita tersebut.
12. Trend
Perkembangan yang terjadi dimasyarakat modern berlangsung cepat. Trend bukan
hanya soal munculnya produk baru yang digemari masyarakat tapi juga menyangkut tingkah
laku dan ucapan.
13. Berita Humor
Humor menjadi bahan yang menarik untuk penyeimbang dengan topik berita lain
seperti kriminal, politik, sosial dan lain-lain. Humor dapat dikemas dalam wujud tulisan dan
gambar.
G. Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia
Kode Etik berasal dari dua kata, yakni kode yang berarti adalah sistem pengaturan-
pengaturan. Dan etik yang berarti adalah norma perilaku, suatu perbuatan di kategorikan etik
apabila sesuai dengan aturan yang menuntun perilaku baik manusia. Sedangkan jurnalistik
sendiri memiliki arti sebuah profesi dalam kegiatan tulis menulis berita atau kewartawanan.
Kode Etik ialah norma yang diterima oleh kelompok tertentu sebagai pedoman dalam tingkah
laku. Kode Etik Jurnalistik merupakan himpunan etika para profesi kewartawanan dan
ditetapkan oleh Dewan Pers. Dewan Pers merupakan sebuah badan atau lembaga yang
mengawasi dan mengontrol keguatan jurnalistik atau segala sesuatu yang berkaitan dengan
Pers. Etika Pers adalah ketika semua orang yang terlibat dalam pers mengatur tingkah laku pers.
Sumber Etika Pers adalah kegiatan moral pers mengenai pengetahuan baik dan buruk, benar
24
dan salah, serta tepat dan tidak tepat bagi orang yang terlibat dalam kegiatan pers. Kode Etik
memiliki beberapa ciri-ciri antara lain yaitu sebagai berikut :
1. Kode Etik dibuat dan disusun oleh organisasi profesi yang bersangkutan dan sesuai dengan
aturan organisasi dan bukan dari pihak luar.
2. Sanksi bagi siapa saja yang melanggar Kode Etik bukan pidana, melainkan bersifat moral
atau mengikat secara moral pada anggota kelompok tersebut. Daya jangkau suatu kode etik
hanya berlaku pada anggota organisasi yang memiliki kode etik tersebut bukan pada
organisasi lain.
Untuk wartawan Indonesia Kode Etik Jurnalistik pertama kali di keluarkan oleh
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai organisasi tunggal waratawan pada masa orde
baru. Fungsi kode etik menurut M.Alwi Dahlan
adalah :
1. Melindungi keberadaan seseorang professional dalam berkiprah di bidangnya.
2. Melindungi masyarakat dari malpraktik oleh praktisi yang kurang
professional.
3. Mendorong persaingan sehat antar praktisi.
4. Mencegah kecurangan antar rekan profesi.
5. Mencegah manipulasi informasi oleh narasumber.
25
H. Objectifitas Berita
Sikap objektif dalam berita merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh seorang
wartawan, karena apabila wartawan dalam memberitakan sebuah fakta tidak memiliki sikap
objektif, hal tersebut akan membuat media menjadi berpihak. Dalam sebuah berita, objektif
memiliki arti selaras dengan kejadian/fakta yang terjadi, tidak berat sebelah dan bebas dari
prasangka. Unsur objektif diharapkan dapat membuat seorang wartawan menjadi independent.
Pada pasal 1 Kode Etik Jurnalistik menyatakan bahwa wartawan Indonesia bersikap
independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikat buruk. Apabila
seorang jurnalis mampu melakukan sikap tersebut, maka dapat dipastikan jurnalis akan
menghasilkan berita yang memiliki informasi yang berkualitas.
Konsep paling inti dari teori media yang berkaitan dengan kualitas informasi barangkali
adalah objectivitas, terutama jika berhubungan dengan informasi berita. Objectivitas adalah
bentuk tertentu dari praktik media dan juga merupakan sikap tertentu dari tugas pengumpulan,
pengelolahan, dan penyebaran informasi. Ciri utamanya adalah penerapan posisi keterlepasan
dan netralitas terhadap objek peliputan. Kedua, terdapat upaya untuk menghindari keterlibatan:
tidak berpihak dalam penyelisihan atau menunjukan bias. Ketiga, objectivitas membutuhkan
ketertarikan yang kuat terhadap akurasi dan jenis kebenaran media yang lain (seperti relevansi
dan keutuhan) (McQuail, 2011: 222).
Satu versi dari komponen objectivitas oleh Westerstahl (1983) di dalam konteks
penelitian mengenai tingkat objectivitas yang ditunjukan oleh sistem penyiaran Swedia. Versi
ini memperlihatkan bahwa objectivitas harus berhadapan dengan fakta dan bahwa fakta juga
harus memiliki dampak yang evaluative.
26
Dalam skema faktualitas (factuality) ini merujuk, pertama pada bentuk peliputan yang
berkaitan dengan peristiwa dan pernyataan yang dapat diperiksa terhadap sumber dan
ditampilkan bebas dari komentar atau setidaknya dipisahkan dari komentar apapun. Faktualitas
melibatkan beberapa kriteria kebenaran yang lain: keutuhan laporan, akurasi, dan niat untuk
tidak menyesatkan dan menyembunyikan hal yang relevan ( kepercayaan yang baik).
Aspek utama yang lain dari faktualitas adalah ‘relevansi’. Hal ini lebih sulit untuk didefinisikan
maupun diraih dalam cara yang objektif. Konsep ini berkaitan dengan proses seleksi (McQuail,
2011:223).
Berbeda halnya dengan skema impartiality, yang merupakan wujud dari skema yang
menjelaskan tentang aspek evaluative. Dalam skema impartiality, penulis dapat mengevaluasi
subyektivitas (penilaian, interpretasi, dan opini pribadi) wartawan tak terlibat dalam memproses
fakta menjadi berita. Aspek evaluative ini dibedakan menjadi dua, yaitu balance dan neutrality.
Umumnya standar normal dari keberimbangan (balance) membutuhkan keseimbangan dalam
pilihan dan penggunakan sumber, sebagaiamana juga mencerminkan sudut pandang yang
berbeda dan juga penyajian dari dua (atau lebih) sisi di mana penilaian fakta di perbandingkan
(McQuail, 2011: 97). Intinya balance berkaitan dengan pemberian kesempatan dan perhatian
yang seimbang, yang peneliti contohkan disini adalah kedua belah pihak yang terkait dengan
konflik serangan
USA ke Suriah. Dalam memberitakan sebuah berita tentang konflik, media memberikan porsi
yang seimbang terhadap pemberitaan kesempatan dan perhatian kedua nara sumber agar
menghasilkan berita yang balance.
27
Lalu aspek lain yakni neutrality (netralitas). Wujud dari netralitas dalam penyajian berita
adalah memisahkan fakta dari opini, menghindari penilaian atau bahasa dan gambar yang
emosional. Istilah “sensational” telah digunakan untuk
merujuk pada betuk penyajian yang lepas dari standart objektifitas.
Dari segala penjelasan di atas kesimpulannya, paling tidak terdapat tiga gambaran
persyaratan utama bagi seorang wartawan dan media massa agar dapat menhasilkan kualitas
informasi yang baik sehingga dapat menghasilkan berita yang berkualitas:
1. Media massa harus menyediakan pasokan yang menyeluruh atas berita yang relevan serta
latar belakang informasi mengenai peristiwa yang terjadi di masyarakat dan sekeliling dunia.
2. Informasi harus objektif dalam artian memiliki bentuk yang faktual akurat, jujur, utuh, dan
jujur terhadap realitas, dan dapat di andalkan dalam artian dapar diperiksa dan memisahkan
antara fakta dan opini.
3. Informasi harus berimbang dan adil (tidak memihak), melaporkan sudut pandang alternative
dan penafsiran dengan cara yang sedapat mungkin tidak sensasional atau tidak bias
(McQuail, 2011: 224).
Berkaitan dengan penelitian ini, keberpihakan media massa dalam penyajian berita serangan
balasan USA ke Suriah, penulis memfokuskan pada
“Keberpihakan Media”. Dalam hal ini, penulis melawan konsep objectivitas yang ada agar
menemukan unsur keberpihakan. Keberpihakan memiliki arti berpihak pada salah satu pihak
yang terkait konflik, dan di dalam media massa yang cenderung berpihak ditonjolkan dalam
bentuk informasi yang disajikan tidak objektif maupun tidak seimbang, kebijakan
redaksional media dalam pemilihan narasumber tertentu, adanya pencampura fakta dan opini
dalam berita, adanya pemberitaan porsi yang berbeda terhadap pihak-pihak tertentu, adanya
28
gambaratau tulisan yang sensasional dan mengandug unsur mengadu domba, terdapat bias
dalam sisi peliputan, adanya pembenaran kepada pihak-pihak tertentu yang terkait konflik
dalam sajian berita.
I. Media massa dan konflik
Konflik secara etimologi memiliki banyak arti, bias berarti bentrokan, cidera, fisik,
kelahi, kontrofersi, percekcokan, pergesekan, perpecahan, perselisihan (Endarmoko,
2000:333). Adapun secara istilah, konflik dapat didefinisikan sebagai sebuah perbedaan posisi
antar manusia atau perselisihan yang termanifestasikan sebagai sebuah perbedaan posisi antar
manusia atau perselisishan yang terwujud dalam bentuk pertentangan fisik dan non-fisik antara
beberapa pihak dalam arena distribusi sember daya yang terbatas (Littlejohn dan Domenici,
2007: 9; dan Putnam, 2006: 5).
Konflik yang terjadi di masyarakat tentunya memiliki faktor penyebab, faktor tersebut
antara lain adalah faktor pertama penyebab konflik adalah adanya kepercayaan sebuah
kelompok bahwa mereka mampu mendapatkan sesuatu nilai dari tindakan kolektif yang mudah
mendorong terjadinya konflik besar. Faktor pemicu kedua adalah adanya presepsi tentang
aspirasi dari pihak lain. Presepsi yang negatif yang muncul dari aspirasi pihak lain mendorong
emosi agresif yang mendorong dan memicu tindakan irasional yang bergerak menurut
presepsinya sendiri. Faktor pemicu konflik yang ketiga adalah tidak adanya alternatif yang
dapat diterima semua pihak (M.Fikri, 2015:8).
Media massa adalah sarana bagi masyarakat untuk memperoleh informasi peristiwa
yang terjadi di luar. Konflik menjadi salah satu peristiwa yang memiliki nilai berita yang
29
banyak dilirik oleh media massa. Di manapun dan kapanpun konflik selalu menarik dijadikan
bahan pemberitaan. Oleh karenanya media massa dalam memberitakan sebuah konflik
wartawan sudah seharusnya berhati-hati karena apabila tidak mematuhi unsur kode etik maka
besar kemungkinan media massa tersebut dapat memperburuk keadaan.
Adapun dalam peliputan dan penulisan berita konflik harus dilakukan secara kredibel,
ketaatan pada prinsip etika juga perlu disepakati bersama untuk menyisihkan kesemena-
menaaan sehingga gilirannya mampu memberikan jaminan keamanan bagi individu, kelompok
dan masyarakat di dalammnya (Prajarto, 2011: 375).
Media online sebagai salah satu bentuk media massa, berperan sebagai sumber
informasi bagi user dan konstelasi tiga bentuk, yaitu pertama menjadi pemertajam konflik,
yang dimaskud pemertajam konflik adalah media dengan sendirinya mengambil posisi pada
salah satu pihak yang berkonflik (Prajarto, 1993:32). Bentuknya bisa memberikan porsi
pemberitaan yang lebih besar kepada salah satu pihak, atau mewawancarai satu saja pihak
narasumber yang berkonflik dan mengabaikan narasumber pada pihak lain. Jika media massa
bersikap demikian maka hasilnya kemungkinan besar berita menjadi tidak lengkap,
menimbulkan salah paham, menuai protes dan kritik, terutama pada hal teknis seperti pemuatan
narasumber, identitas penyerang, maupun asal-usul kelompok yang berkonflik.
Bentuk yang kedua adalah media menjadi pereda konflik. Pada posisi media sebagai
pereda konflik ini, bentuk yang dimunculkan adalah peristiwa lain yang dinilai memiliki daya
tarik setara, sehingga meskipun konflik yang terjadi sebenarnya heboh, tapi tidak diketahui
masyarakat luas, karena sangat mungkin ketika media bungkam terhadap isu konflik, perhatian
khalayak terhadapnya juga semakin kecil, dan dapat membuat meredahnya konflik.
30
Bentuk ketiga media berita menjadi pihak netral, caranya dengan memberitakan insiden
konflik itu apa adanya, tidak menambah atau mengurangi. Media berita tidak dipengaruih oleh
siapa pun, mampu melepaskan diri dari suatu kekuatan dan tekanan dari pihak-pihak yang
bertikai dakam konflik. Teori posisi media berita menjadi story teller yang netral adalah yang
paling ideal. Namun pada realitanya posisi ini relatif lebih sulit dibandingkan dengan posisi
lainnya.
Sebagai seorang jurnalis, wartawan dituntut dapat menghasilkan berita konflik yang
berkualitas, dan hal tersebut dapat terpenuhi apabila seorang wartawan memiliki kredibilitas
dan pengalaman meliput konflik secara balance. Yang kedua media memberitakan peristiwa
konflik harus independent, betulbetul menginformasikan fakta, tidak lebih dan tidak kurang,
dan berimbang. Tidak berpihak kepada pihak yang bertikai (Prajarto, 1993:208). Dalam media
massa, media seharusnya menselaraskan dua kelompok yang bertikai, karena hakikatnya media
massa memiliki dua peluang yakni media menjadi penyatu dan media juga dapat menjadi
pemecah berai masyarakat.
J. Fokus Penelitian
Masalah pada penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus. Adapun maksud dalam
merumuskan masalah penelitian dengan jalan memanfaatkan fokus yaitu pertama, penetapan
fokus dapat membatasi studi; kedua, penetapan fokus berfungsi untuk memenuhui inklusi-
inklusi atau kriteria masuk-keluar (inclusion- exlusion criteria) atau informasi baru yang
diperoleh di lapangan sebagaimana dikemukakan Moleong (2004:93-94). Dalam metode
kualitatif, fokus penelitian berguna untuk membatasi bidang inquiry. Tanpa adanya fokus
penelitian, peneliti akan terjebak oleh banyaknya data yang diperoleh dilapangan. Oleh karena
31
itu fokus penelitian akan berperan sangat penting dalam memandang dan mengarahkan
penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian pada keberpihakan yang
ditonjolkan dalam penyajian berita mengenai pro-kontra serangan rudal Tomahawk Amerika
ke Suriah. Aspek-aspek yang menjadi fokus penelitian ini adalah:
1. Kecenderungan media mendukung berita serangan rudal Tomahawk Amerika ke Suriah:
a. Kebijakan redaksional media dalam pemilihan nara sumber tertentu
2. Sikap mendukung dari seorang wartawan yang terwujud dalam penyajian berita yang
mengandung:
a. Adanya percampuran fakta dan opini
b. Adanya pemberian porsi yang berbeda terhadap pihak-pihak yang terkait konflik
c. Adanya gambar atau tulisan yang sensasional dan mengandung unsure mengadu domba.
d. Terdapat bias dalam sisi peliputan.
e. Adanya pembenaran kepada pihak-pihak tertentu yang terkait konflik dalam bentuk sajian
berita
K. Struktur Kategori
Kategorisasi dalam analisis merupakan bagian terpenting yang digunakan untuk
mengklasifikasi isi media. Ketepatan dalam melaksanakan kategorisasi akan memperjelas
tentang topik penelitian. Menyusun kategorisasi haruslah secara baik dan hati-hati. Terdapat
32
tiga prinsip penting dalam menyusun kategorisasi (Nuendorf, 2002, dalam Eriyanto. 2011: 203).
Yaitu:
1. Terpisah Satu Sama Lain (Mutually Exclusive), yakni dapat dibedakan secara jelas antarsatu
kategori dengan kategori lain.
2. Lengkap (Exhaustive), yakni dapat menampung semua kemungkinan yang muncul.
Menyertakan semua kategori yang ada, sehingga semua kemungkinan tersedia
3. Kehandalan atau dapat dipercaya (Realiabel), yakni kategori yang dibuat juga harus reliable,
dapat dipahami secara sama oleh semua orang. Coding sheet yang dibuat tidak boleh ada
beda penafsiran antara satu orang dengan orang lainnya.
Struktur kategorisasi yang dibuat oleh peneliti di sini, berupa penyajian berita mengenai
pro-kontra serangan rudal Tomahawk USA ke Suriah yang mengandung unsur keberpihakan
yang ditonjolkan dalam sajian berita.
Struktur Kategori
Kecenderungan Media Mendukung Berita Serangan Rudal Tomahawk Amerika
ke Suriah
Kategori Penjelasan
Kebijakan redaksional
media dalam pemilihan
nara sumber tertentu
Terdapat satu narasumber yang paling ditonjolkan
dalam penyajian berita mengenai serangan rudal
Tomahawk USA ke Suriah
33
Kecenderungan Pro-Kontra dalam Penyajian Berita Serangan
Rudal Tomahawk ke Suriah pada Kompas.com dan Detik.com
Kecenderungan Pro
Kecenderungan Kontra
Terdapat pemilihan kata untuk judul yang
terlalu menggiring opini publik untuk
membenarkan tindakan USA
Terdapat pemilihan kata untuk judul yang
menggiring opini publik untuk menentang
tindakan USA
Terdapat pemilihan gambar pada satu item
berita yang cenderung berpihak kepada USA
Terdapat banyak kalimat dalam satu item berita
yang berisi menyalahkan tindakan USA
Dalam satu item berita, terdapat banyak
paragraf yang mengandung kecenderungan
berpihak kepada USA
Terdapat banyak kalimat ketidaksetujuan
terhadap serangan rudal USA dalam satu item
berita
Terdapat banyak statment yang diambil dari
narasumber, yang mengandung pembenaran
atas sikap USA
Terdapat kalimat provokatif untuk
menyudutkan pihak USA
34
Terdapat kalimat tuduhan terhadap pihak Suriah
Terdapat banyak statment yang diambil dari
narasumber yang pro terhadap suriah
Terdapat kalimat provokatif untuk
menyudutkan pihak Suriah
Terdapat banyak statment yang diambil dari
narasumber yang tidak setuju terhadap tindakan
USA
Dalam satu item berita terdapat banyak banyak
paragraf yang memuat keterangan dari
narasumber yang pro terhadap USA
Terdapat banyak statement dalam satu item
berita, dari narasumber yang mengandung
bantahan terhadap tuduhan USA
Terdapat gambar yang menyudutkan
atastindakan yang sudah diambil USA
35
Sikap Mendukung dari Seorang Wartawan yang Terwujud dalam Penyajian
Berita
NO Kategori Penjelasan
1
Adanya Percampuran
Fakta dan Opini
Terdapat fakta dan opini dalam sajian berita, hal
tersebut bukan saja melanggar kode etik
pemberitaan, namun juga menghasilkan
2
Adanya Pemberitaan
Porsi yang Berbeda
Terhadap Pihak-Pihak
yang Terkait Konflik
Terdapat pembagian porsi yang berbeda dalam satu
sajian berita, yang dilakukan dengan
sengaja oleh wartawan.hal itu tampak apabila dalam
satu berita terdapat banyak paragraf yang di berikan
oleh pihak tertentu dan porsi aragraf kepada pihak
tertentu. Media massa di Indonesia dimiliki oleh
individu-individu yang mempunyai kepentingan
ekonomi dan politik sehingga objektivitas
pemberitaannya perlu dipertanyakan kembali
3
Adanya Gambar, Judul,
36
Tulisan yang
Sensasional dan
Mengandung Unsur
Mengadu Domba
Terdapat kata-kata, kalimat, ataupun gambar yang
mengandung undur sensasional dan mengadu
domba.
Seperti kata, biadab, dictator, dan lain-lain. Di media
sosial baik melalui kegiatan jurnalistik atau media
komunikasi lainnya, tidak mengindahkan
nilai-nilai etika, moral dan cenderung provokatif
4 Adanya Bias dalam Sisi
Peliputan
Bahwa liputan-liputan yang mereka turunkan
mengandung bias kepentingan dan membuat publik
menikmati sajian informasi yang tidak berimbang
5 Adanya Pembenaran
Kepada Pihak-Pihak
Tertentu yang Terkait
Konflik Dalam Bentuk
Sajian Berita
Terdapat penekanan yang lebih banyak pada satu
aspek tertentu dari suatu peristiwa dan menafikan
aspek lainnya dalam sajian berita. Dengan begitu
media dengan sengaja menciptakan suatu frame yang
dimaksudkan untuk membentuk opini publik atau
menyetir wacana di media
Recommended