View
17
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecoa
1. Taksonomi Kecoa
a. Kingdom : Animalia
b. Filum : Arthropoda
c. Kelas : Insecta
d. Upakelas : Pterygota
e. Infrakelas : Neoptera
f. Superordo : Dictyoptera
g. Ordo : Blattodea
h. Famili : Blaberidae, Blattellide, Blattidae, Cryptocercidae,
Polyphagiadae
i. Genus : Periplanate, Blattella
j. Spesies : Periplanate, Americana, Blattella, germanica, Asahinai
2. Beberapa spesies kecoa dari Ordo Blattodae
a. Kecoa terberat
Kecoa rhinoceros Australia, dengan berat 1 ounce (30 gram) atau sama
dengan 3 ekor burung berkicau dewasa yang biasa disebut blue titst
b. Kecoa terkecil
Fungicola Attaphila Amerika Utara, panjangnya sekitar 3 milimeter atau
seekor semut merah, hidup di sela-sela sarang semut daun
8
c. Kecoa paling ersik
Kecoa Madagascar.
George Beccaloni, seorang pakar kecoa di natural History Museum,
menyusun database tersebut dari 1. 224 halaman katalok yang dibuat
Karlis prancis, diterbitkan dalam 8 seri antara 1862 sampai 1971.
3. Morfologi Kecoa
Dengan sepasang mata majemuk Kecoa adalah serangga dengan bentuk
tubuh oval, pipih dorso-ventral. Kepalanya tersembunyi di bawah pronotum,
dilengkapi dan satu mata tunggal, antena panjang, sayap dua pasang, dan tiga
pasang kaki. Pronotum dan sayap licin, tidak berambut dan tidak bersisik,
berwarna coklat sampai coklat tua.
Kecoa memiliki bagian-bagian antara lain :
a. Caput (kepala)
Pada bagian kepala terdapat mulut yang digunakan untuk
mengunyah/memamah makanan. Ada sepasang mata majemuk yang dapat
membedakan gelap dan terang. Di kepala terdapat sepasang antena yang
panjang, alat indera yang dapat mendeteksi bau-bauan dan vibrasi di udara.
Dalam keadaan istirahat kepalanya ditundukkan kebawah pronotum yang
berbentuk seperti perisai.
b. Toraks (dada)
Pada bagian dada terdapat tiga pasang kaki dan sepasang sayap yang
menyebabkan kecoa dapat terbang dan berlari dengan cepat. Terdapat struktur
seperti lempengan besar yang berfungsi menutupi dasar kepala dan sayap
dibelakang kepala disebut pronotum.
9
c. Abdomen (perut)
Badan atau perut kecoa merupakan bangunan dan sistim reproduksi. Kecoa
akan mengandung telur-telurnya sampai telur-telur tersebut menetas. Dari
ujung abdomen terdapat sepasang cerci yang berperan sebagai alat indera.
Cerci berhubungan langsung dengan kaki melalui ganglia saraf abdomen (otak
sekunder) yang penting dalam adaptasi pertahanan. Apabila kecoa merasakan
adanya gangguan pada cerci maka kakinya akan bergerak lari sebelum otak
menerima tanda tanda atau sinyal. Kecoa seringkali dijumpai di sudut sudut
perumahan tidak peduli perumahan kelas bawah maupun perumahan mewah
sekalipun. Bila kita amati, biasanya sudut sudut rumah maupun komplek
perumahan merupakan bagian yang disenangi oleh binatang ini karena banyak
terdapat makanan yang bisa dinikmati sekaligus bisa dijadikan tempatnya
bersarang .
Secara umum Kecoa memiliki morfologi sebagai berikut :
1) Tubuh bulat telur dan pipih dorsoventral (gepeng)
2) Kepala agak tersembunyi dilengkapi sepasang antena panjang yang
berbentuk filiform yang bersegmen, dan mulut tipe pengunyah.
3) Bagian dada terdapat 3 kaki, 2 pasang sayap, bagian luar tebal, bagian
dalam berbentuk membran.
4) Caput melengkung ke ventro caudal di bawah sehingga mulut menjol
diantara dasar kaki pertama.
5) Biasanya bersayap 2 pasang jenis Blatta Orientialis betina memiliki sayap
yang lebih pendek daripada jantan (tidak menutup abdomen).
6) Kaki disesuaikan untuk berlari
10
7) Metamorfosis tidak sempurna (telur-nimpha-dewasa), telur terbungkus
ooteca 6-30 butir telur dan menetas 26-69 hari sedangkan nimpha menjadi
dewasa mengalami molting sebanyak 13 kali, siklus hidup secara
keseluruhan 2-21 bulan dan kecoa dewasa dapat hidup selama 3 tahun.
8) Kebiasaan hidupnya, kecoa termasuk binatang malam (nocturnal) yang
dapat bergerak cepat dan selalu menghindari cahaya. Bersifat omnivora
memakan buku, kotoran, tinja dan dahak atau makanan dari kanji.
4. Siklus Hidup
Kecoa adalah serangga dengan metamorfosa tidak lengkap, hanya melalui
tiga stadia (tingkatan), yaitu stadium telur, stadium nimfa dan stadium dewasa
yang dapat dibedakan jenis jantan dan betinanya. Nimfa biasanya menyerupai
yang dewasa, kecuali ukurannya, sedangkan sayap dan alat genitalnya dalam
taraf perkembangan.
Gambar 2.1 30–86 Kapsul Per Kecoa Dengan Interval Peletakan Tiap 3–5 hari
Telur kecoa berada dalam kelompok yang diliputi oleh selaput keras yang
menutupinya kelompok telur kecoa tersebut dikenal sebagai kapsul telur
atau“Ootheca”. Kapsul telur dihasilkan oleh kecoa betina dan diletakkan pada
tempat tersembunyi atau pada sudut-sudut dan pemukaan sekatan kayu hingga
menetas dalam waktu tertentu yang dikenal sebagai masa inkubasi kapsul telur,
11
tetapi pada spesies kecoa lainnya kapsul telur tetap menempel pada ujung
abdomen hingga menetas. Jumlah telur maupun masa inkubasinya tiap kapsul
telur berbeda menurut spesiesnya.
Dari kapsul telur yang telah dibuahi akan menetas menjadi nimfa yang
hidup bebas dan bergerak aktif. Nimfa yang baru keluar dari kapsul telur
berwarna putih seperti buturan beras, kemudian berangsur-angsur berubah
menjadi berwarna coklat, Nimfa tersebut berkembang melalui sederetan instar
dengan beberapa kali berganti kutikula sehingga mencapai stadium dewasa.
Periplanetta americana Linnaeus dewasa dapat dikenal dengan adanya
perubahan dari tidak bersayap pada stadium nimfa menjadi bersayap pada
stadium dewasanya pada P. Americana yang dewasa terdapat dua pasang sayap
baik pada yang jantan maupun betinanya.
Daur hidup Periplaneta brunnea Burmeister dalam kondisi laboratorium
dengan suhu rata-rata 29 º C, dan kelembaban 78 % mencapai 7 bulan, terdiri
atas masa inkubasi kapsul telur rata-rata 40 hari, perkembangan stadium nimfa 5
sampai 6 bulan.
Masa inkubasi kapsul telur P. americana rata-rata 32 hari, perkembangan
nimfa inkubasi antar 5 sampai 6 bulan, serangga dewasa kemudian berkopulasi
dan satu minggu kemudian menghasilkan kapsul telur yang pertama sehingga
daur hidup P americana memerlukan waktu rata-rata 7 bulan.
Daur hidup Neostylopyga rhombifolia (Stoll) mencapai 6 bulan, meliputi
masa inkubasi kapsul telur rata-rata 30 hari, perkembangan nimfa antara 4 bulan
dan 5 bulan. Serangga dewasa kemudian berkopulasi dan 15 hari kemudian yang
betina menghasilkan kapsul telur.
12
Daur hidup Periplaneta australasiae (Fabricius) mencapai 7 bulan,
meliputi masa inkubasi kapsul telur rata-rata 35 hari, perkembangan nimfa
memerlukan waktu antara 4 bulan sampai 6 bulan, serangga dewasa kemudian
berkopulasi dan 10 hari kemudian yang betina menghasilkan kapsul telur yang
pertama.
a. Habitat
Banyak spesies kecoa di seluruh dunia, beberapa diantaranya berada di
dalam rumah dan sering didapatkan di restoran, hotel, rumah sakit, gudang,
kantor dan perpustakaan
b. Morfologi Kecoa
Kecoa adalah serangga dengan bentuk tubuh oval, pipih dorso-ventral.
Kepalanya tersembunyi di bawah pronotum, dilengkapi dengan sepasang
mata majemuk dan satu mata tunggal, antena panjang, sayap dua pasang,dan
tiga pasang kaki. Pronotum dan sayap licin, tidak berambut dan tidak
bersisik, berwarna coklat sampai coklat tua.
Gambar 2.2. Kecoa
13
5. Jenis-Jenis Kecoa
Di dunia terdapat kurang lebih 3.500 Species kecoa, 4 (empat) Spesies
diantaranya umumnya terdapat di dalam rumah yaitu Periplaneta Americana
(American Cockroach), Blattela germanica (German Cockroach),
Blattaorientalis (Oriental Cockroach), dan Supella langipalpa (Brown Banded
Cockroach) keempat species kecoa tersebut dari kapsul telur, nymfa dan
dewasanya.
6. Kebiasaan Hidup
Kecoa kebanyakan terdapat di daerah tropika yang kemudian menyebar
kedaerah sub tropika atau sampai kedaerah dingin. Pada umumnya tinggal
didalam rumah-rumah makan segala macam bahan, mengotori makanan
manusia, berbau tidak sedap. Kebanyakan kecoa dapat terbang, tetapi mereka
tergolong pelari cepat (“ cursorial“), dapat bergerak cepat, aktif pada malam
hari, metamorfosa tidak lengkap, Kerusakan yang ditimbulkan oleh kecoa
relative sedikit, tetapi adanya kecoa menunjukkan bahwa sanitasi didalam rumah
bersangkutan kurang baik.
Hubungan kecoa dengan berbagai penyakit belum jelas, tetapi
menimbulkan gangguan yang cukup serius, karena dapat merusak pakaian,
buku-buku dan mencemari makanan. Kemungkinan dapat menularkan penyakit
secara mekanik karena pernah ditemukan telur cacing, protozoa, virus dan jamur
yang pathogen pada tubuh kecoa.
Seekor P brunnea betina yang telah dewasa dapat menghasilkan 30 kapsul
telur atau lebih dengan selang waktu peletakkan kapsul telur yang satu dengan
14
peletakkan kapsul telur berikutnya berkisar antara 3 sampai 5 hari tiap kapsul
telur P. brunnea rata-rata berisi 24 telur, yang menetes rata-rata 20 nimfa dan
10ekor diantaranya dapat mencapai stadium dewasa. Nimfa P. Brunnea
berkembang melalui sederetan instar dengan 23 kali berganti kutikula sebelum
mencapai stadium dewasa.
Hasil pengamatan di laboratorium menunjukkan bahwa seekor P.
Americana betina ada yang dapat menghasilkan 86 kapsul telur, dengan selang
waktu peletakkan kapsul telur yang satu dengan kapsul telur berikutnya rata-rata
4 hari. Dari seekor N. rhombifolia betina selama hidupnya ada yang dapat
menghasilkan 66 kapsul telur, sedangkan P. autralasiae betina dapat
menghasikan 30-40 kapsul telur. (Meliala, 2017:20-26)
B. Upaya Pengendalian Kecoa
Berkaitan dengan pengendalian yang menggunakan insektisida, teknik-teknik
berikut ini dapat digunakan yaitu:
1. Residual sprays, digunakan dalam penyemprotan residual, methoxychlor,
lindane 0,5% dan chlordane 2,5%.
2. Baits, bahan kimia yang dipakai antara lain, diazinon, malathion, dan
dichlorvos.
3. Cords dan ribbons, dapat mengandung bahan diazinon, fenthion, atau
dimethoate.
4. Space sprays, di dalam metode penyemprotan ruang dapat digunakan
pyrethrine, BHC.
15
5. Larvacid, bahan kimia yang dapat dipakai antara lain diazinon 0,5%,
dichlorvos 2%, atau dimethoate. (Sumantri, 2013 dalam Ahyanti 2018)
Dalam hal pengendalian menggunakan insectisida, penting dipilih
insektisida berbahan alami yang ramah lingkungan. Kardinan (2007) dalam
Ahyanti (2018) menyebutkan, salah satu bahan alami yang dapat dimanfaatkan
sebagai insectisida adalah tanaman dengan aroma yang bersifat mengusir
(repellent). Beberapa yang tergolong dalam tanaman aromatik tersebut adalah
srai wangi, cengkeh, kayu putih, geranium, zodia, dan lain-lain. Selain berfungsi
sebagai pengusir kecoa, aroma dari tanaman ini merupakan aromatherapy bagi
manusia yang memberikan rasa nyaman bernuansa alami. Salah satu jenis bahan
alami yang dapat digunakan sebagai repellent adalah serbuk biji lada (Piper
nigrum).
Strategi pengendalian kecoa ada 4 cara (Depkes RI, 2002) dalam Buku Ajar,
Sang Gede Purnama (2015) :
a. Pencegahan
Cara ini termasuk melakukan pemeriksaan secara teliti barang-barang atau
bahan makanan yang akan dinaikkan ke atas kapal, serta menutup semua
celah-celah, lobang atau tempat-tempat tersembunyi yang bisa menjadi
tempat hidup kecoa dalam dapur, kamar mandi, pintu dan jendela, serta
menutup atau memodifikasi instalasi pipa sanitasi.
b. Sanitasi
16
Cara yang kedua ini termasuk memusnahkan makanan dan tempat tinggal
kecoa antara lain, membersihkan remah-remah atau sisa-sisa makanan di
lantai atau rak, segera mencuci peralatan makan setelah dipakai,
membersihkan secara rutin tempat-tempat yang menjadi persembunyian
kecoa seperti tempat sampah, di bawah kulkas, kompor, furniture, dan tempat
tersembunyi lainnya. Jalan masuk dan tempat hidup kecoa harus ditutup, dengan
cara memperbaiki pipa yang bocor, membersihkan saluran air (drainase), bak cuci
piring dan washtafel. Pemusnahan tempat hidup kecoa dapat dilakukan juga
dengan membersihkan lemari pakaian atau tempat penyimpanan kain, tidak
menggantung atau segera mencuci pakaian kotor dan kain lap kotor
c. Trapping
Perangkap kecoa yang sudah dijual secara komersil dapat membantu untuk
menangkap kecoa dan dapat digunakan untuk alat monitoring. Penempatan
perangkap kecoa yang efektif adalah pada sudut-sudut ruangan, di bawah
washtafel dan bak cuci piring, di dalam lemari, di dalam basement dan pada
lantai di bawah pipa saluran air.
d. Pengendalian dengan insektisida
Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang
digunakan untuk membunuh serangga. Insektisida yang banyak digunakan
untuk pengendalian kecoa antara lain Clordane, Dieldrin, Heptachlor,
Lindane, golongan organ ophosphate majemuk, Diazinon, Dichlorvos,
Malathion dan Runnel. Penggunaan bahan kimia (insektisida) ini dilakukan
apabila ketiga cara di atas telah dipraktekkan namun tidak berhasil.
Disamping itu bisa juga diindikasikan bahwa pemakaian insektisida dapat
17
dilakukan jika ketiga cara tersebut di atas (pencegahan, sanitasi, trapping)
dilakukan dengan cara yang salah atau tidak pernah melakukan sama sekali.
Celah-celah atau lobang-lobang dinding, lantai dan lain-lain merupakan
tempat persembunyian yang baik. Lobang-lobang yang demikian hendaknya
ditutup/ditiadakan atau diberi insektisida seperti Natrium Fluoride (beracun
bagi manusia), serbuk Pyrethrum dan Rotenone, Chlordane 2,5 %, efeknya
baik dantahan lama sehingga kecoa akan keluar dari tempat-tempat
persembunyiannya. Tempat-tempat tersebut kemudian diberi serbuk
insektisida dan apabila infestasinya sudah sangat banyak maka
pemberantasan yang paling efektif adalah dengan fumigasi.
C. Tanaman Lada
1. Klasifikasi Lada Hitam
Klasifikasi tanaman lada Menurut Tjitrosoepomo (2007)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Piperales
Familia : Piperaceae
Genus : Piper
Species : Piper nigrum L.
2. Sejarah Tanaman Lada
18
Tanaman lada ditemukan pertama kali di daerah Western Ghast, India.
Tanaman lada ditemukan tumbuh liar di daerah pegunungan Assam (India)
dan utara Burma. Tanaman ini kemudian mulai dibudidayakan dan menjadi
barang berharga ketika mulai diintroduksi ke Eropa dan dikenal oleh bangsa
Yunani dan Romawi kuno. Seorang filsafat Yunani bernama Theophratus
(372-278 B.C) yang dikenal sebagai Bapak Botani menyebutkan dua tipe lada
yang digunakan di Yunani dan Romawi yaitu black pepper (lada hitam),
Piper nigrum dan long pepper (lada panjang), Piper longum. Lada kemudian
menyebar dari Malabar (India) ke daerah-daerah Eropa dan Asia termasuk
Indonesia. Lada kemungkinan masuk ke Indonesia dibawa oleh masyarakat
Hindu ke daerah Jawa antara 100 B.C dan 600 A.D. Sentra produksi lada di
Indonesia adalah daerah Lampung, Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka
Belitung. Kedua daerah ini memproduksi kurang lebih 90% dari produksi
lada di Indonesia. Daerah penghasil lada lainnya yaitu Bengkulu, Aceh,
Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan,
dan Sulawesi Selatan.
3. Biologi Lada
Lada merupakan tanaman tahunan yang memanjat dari keluarga
Piperaceae. Tanaman lada memiliki akar tunggang dengan akar utama dapat
menembus tanah sampai kedalaman 1-2 m. Batang tanaman lada berbuku-
buku dan berbentuk sulur yang dapat dikelompokkan menjadi empat macam
sulur, yaitu sulur gantung, sulur panjat, sulur buah, dan sulur tanah. Daun
lada merupakan daun tunggal dengan duduk daun berseling dan tumbuh pada
19
setiap buku. Warna daun hijau muda pada waktu muda dan daun tua
berwarna hijau mengkilat pada permukaan atas. Pertulangan daun
melengkung dengan tepi daun bergelombang atau rata. Bunga-bunga terdapat
pada cabang plagiotrophic (horizontal) yang tersusun dalam bulir (spica) atau
untai (amentum). Buah lada temasuk buah buni berbentuk bulat berwarna
hijau dan pada waktu masak berwarna merah. Biji lada berwarna putih
cokelat dengan permukaan licin.
Tanaman lada merupakan tanaman tahunan yang tingginya dapat
mencapai 10 m dan diameter tajuk dapat mencapai 1,5 m bila dibudidayakan
dengan baik. Sulur panjat tumbuh lebih baik dalam lingkungan kurang cahaya
(fototropisme negatif) sedangkan sulur buah dalam keadaan cukup cahaya
(fototropime positif). Intensitas cahaya yang dibutuhkan berkisar antara 50%
sampai 75%. Lada dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan ketinggian 0-
500 m dpl. Curah hujan yang paling baik untuk tanaman lada adalah 2000 –
3000 mm/tahun dengan hari hujan 110-170 hari, dan musim kemarau 2-3
bulan/tahun. Kelembaban udara yang sesuai adalah sekitar 70% sampai 90%
dengan kisaran suhu 25-35. Tanaman lada dapat tumbuh pada semua jenis
tanah, terutama tanah berpasir dan gembur dengan unsur hara yang cukup
serta pH tanah yang sesuai berkisar antara 5-6,5 (Balittri, 2007).
Gambar 2.3. Tanaman lada (Parthasarathy et al., 2008)
20
4. Kandungan Kimia dan Manfaat Buah Lada
Buah lada hitam mengandung bahan aktif seperti amida fenolat, asam
fenolat, dan flavonoid yang bersifat antioksidan sangat kuat. Selain
mengandung bahan-bahan antioksidan, lada hitam juga mengandung piperin
yang diketahui berkhasiat sebagai obat analgesik, antipiretik, anti inflamasi,
serta memperlancar proses pencernaan.
Kandungan lada hitam sangat beranekaragam dan piperin merupakan
kandungan utama serta kavisin yang merupakan isomer dari piperin. Piperin
adalah senyawa alkaloid yang paling banyak terkandung dalam lada hitam
dan semua tanaman yang termasuk dalam famili Piperaceae. Senyawa amida
(piperin) berupa kristal berbentuk jarum, berwarna kuning, tidak berbau, tidak
berasa, lama-kelamaan pedas, larut dalam etanol, asam cuka, benzena, dan
kloroform. Piperin memiliki manfaat sebagai anti-inflamasi, antiarthritik,
analgesik, depresan sistem saraf pusat dan anticonvulsan. Kombinasi zat-zat
yang terkandung mengakibatkan lada hitam memiliki rasa pedas, berbau khas
dan aromatik. Kandungan zat yang memberikan warna, bau dan aroma dalam
21
lada hitam adalah a-terpinol, acetophenone, hexonal, nerol, nerolidol, 1,8
cineol, dihydrocarveol, citral, a-pinene dan piperolnol. Piperin memiliki
banyak efek farmakologi yaitu sebagai antiinflamasi, antimikroba,
hepatoprotektor, antikanker dan meningkatkan efek antioksidan sel. Piperin
mampu melindungi sel dari kanker dengan mengikat protein di mitokondria
sehingga memicu apoptosistanpa merusak sel-sel yang normal melalui
peningkatan aktivitas enzim antioksidan seperti superoxide dismutase,
catalase dan glutathione peroxidase. Piperin juga berkhasiat sebagai
antioksidan, antidiare, dan insektisida (Namara, 2005). Lada hitam juga
mengandung alkaloid, flavonoid, dan komposisi aromatik, dan senyawa
amida.
Flavonoid merupakan golongan metabolit sekunder yang terbesar dalam
dunia tumbuhan dan termasuk golongan polifenol. Senyawa flavonoid adalah
senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari 2 cincin
benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai yang terdiri dari 3 atom
karbon yang juga dapat ditulis sebagai sistem C6 – C3 – C6. Flavonoid
berperan sebagai antioksidan dengan cara mendonasikan atom hidrogennya
atau melalui kemampuannya mengkelat logam, berada dalam bentuk
glukosida (mengandung rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas
yang disebut aglikon.
Sebuah studi mengenai analisis struktur persenyawaan genus
Piperaceae, telah diidentifikasi 5 amida fenolat dari Piper nigrum, 7 senyawa
dari P. retrofractum dan 2 senyawa dari P. baccatum. Semua senyawa amida
fenolat tersebut memiliki aktivitas antioksidan yang lebih efektif daripada
22
antioksidan alami yaitu a- tokoferol. Satu senyawa amida fenolat yakni
feruperine memiliki aktivitas antioksidan yang sama tingginya dengan
antioksidan sintetik butil hidroksi anisol (BHA) dan butil hidroksi toluena
(BHT). Contoh senyawa amida fenolat antara lain acetyl coumaperine, N-
Trans-feruloyl piperidine, N-Trans-feruloyl tyramine,dan piperic acid.
Asam fenolat merupakan salah satu jenis metabolit sekunder yang
banyak ditemukan dalam berbagai jenis tumbuhan. Turunan asam
hidroksibenzoat dan asam hidroksisinamat adalah jenis asam fenolat yang
banyak terdapat pada tumbuhan. Contoh senyawa asam fenolat adalah asam
p-kumarat. Seperti senyawa flavonoid, asam fenolat menetralkan radikal
bebas dengan melepaskan proton (atom hidrogen).
Kandungan kimia lain dalam lada hitam adalah saponin, flavonoida
minyak atsiri, kavisin, resin, zat putih telur, amilum, piperilin, piperolein,
poperanin, piperonal, dihdrokarveol, kanyofillene oksida, kariptone, trans
piocarrol, dan minyak lada. Lada hitam banyak dimanfaatkan sebagai
rempah-rempah dan obat. Lada juga memiliki manfaat untuk kesehatan,
antara lain melancarkan pencernaan dengan meningkatkan sekresi asam
lambung melonggarkan saluran pernapasan, dan melancarkan aliran darah di
sekitar kepala. Lada hitam termasuk bahan alami yang berpotensi sebagai
afrodisiak.
D. Bahan aktif kimia yang ditemukan dalam lada
Berkaitan dengan bahan aktif yang ditemukan dalam lada, didasarkan atas
bahan-bahan berikut ini yaitu:
23
1. Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa yang di dalam tumbuhan menjadi garam
berbagai senyawa organik. Alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari
serangan parasit atau pemangsa tumbuhan. Didalam alkaloid terdapat
senyawa toksik yang mampu membunuh serangga dan fungi.
2. Saponin
Saponin yang termasuk senyawa glikosida memiliki sifat khas apabila
diaduk/dikocok menghasilkan busa. Saponin dapat merusak saraf hama
dan mengakibatkan nafsu makan berkurang dan akhirnya mati.
3. Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan bahan terpenoid yang mudah menguap dan
menghasilkan bau sesuai tanaman aslinya. Senyawa ini mampu
menghambat tumbuhan lain dan membunuh hama dengan toksik yang
tinggi.
4. Flavonoid
Flavonoid termasuk golongan fenol terbesar yang memiliki sifat khusus
berupa bau yang tajam. Flavonoid sebagai bahan antimikrob, antivirus dan
pembunuh serangga dengan mengganggu/ menghambat pernafasan.
(Nurhadiman, 2017:15-16)
E. Penelitian Serbuk Biji Lada Terhadap Kecoa
24
Berdasarkan Penelitian Munandar (1986) dalam Oktariani (2002)
pengaruh penolakan menggunakan serbuk biji lada seberat 1 gram, didapat
persen penolakan kecoa sebesar 34%.
Tabel 2.1
Hasil jumlah (Periplaneta Americana) yang menolak
pada penelitian Rini Oktarina
Nomor ulangan Kontrol Dosis Serbuk Biji Lada
1 gram 2 gram 3 gram 4 gram
1
2
3
4
2
1
1
2
6
5
4
5
7
8
8
6
9
8
9
8
10
9
10
9
Jumlah 6 20 29 34 38
Rata-Rata 1,5 5 7,25 8,5 9,5
Persen
Penolakan (%)
15 50 72,5 85 95
Menurut penelitian Rini Oktarina yang berjudul “ Efektifitas Serbuk Biji
Lada (Piper Nigrum) Sebagai Repellent terhadap Kecoa (Periplaneta
25
Americana). Didapatkan hasil dari 5 perlakuan (4 dosis perlakuan + 1 kontrol)
dengan 4 kali pengulangan selama pengamatan terhadap kecoa menunjukkan
penolakan yang berbeda yaitu pada perlakuan dosis serbuk biji lada seberat 1
gram jumlah Periplaneta Americana yang menolak 20 ekor dengan persen
penolakan 50 %, pada dosis serbuk biji lada seberat 2 gram jumlah Periplaneta
Americana yang menolak 29 ekor dengan persen penolakan 72,5 %, sedangkan
pada dosis serbuk biji lada seberat 3 gram jumlah Periplaneta Americana yang
menolak 32 ekor dengan persen penolakan 85 %, dan pada dosis serbuk biji
lada seberat 4 gram jumlah Periplaneta Americana yang menolak 38 ekor
dengan persen penolakan 95 %. Kemudian hasil uji Duncan’s dosis yang paling
efektif sebagai penolak kecoa adalah pada dosis serbuk biji lada seberat 3
gram, dengan persen penolakan mencapai 85 %.
F. Perhitungan Pengenceran
Untuk menentukan konsentrasi dihitung dengan rumus yaitu:
V1 . N1= V2 . N2
Keterangan:
a. V1 = Volume larutan sebelum diencerkan (ml)
b. N1 = Konsentrasi larutan sebelum diencerkan (%)
c. V2 = Volume larutan setelah diencerkan (ml)
d. N2 = Konsentrasi larutan setelah diencerkan (%)
26
G. Kerangka Teori
Berdasarkan teori yang telah dipaparkan maka dapat disusun kerangka teori
sebagai berikut:
Sumber : Depkes RI, 2002 dalam Buku Ajar, Sang Gede Purnama (2015)
Pengendalian
Kecoa Rumah
Pencegahan
Sanitasi
Kecoa
(Periplaneta
Americana) Nabati
Berasal Dari
Tanaman
Trapping
Insektisida
Kimia (Natrium
Fluoride, Serbuk
Pyrethrum Dan
Rotenone)
27
H. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini didapat sebagai berikut:
DOSIS LAMA KONTAK
- SUHU
- KELEMBABAN
JUMLAH KECOA
(Periplaneta
Americana)
YANG MATI
Pengendalian
Kecoa Rumah
Insektisida
Nabati Berasal
Dari Tanaman
28
Recommended