View
8
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
13
BAB II
KAJIAN TEORITIK
DAN PENGAJUAN KERANGKA KONSEPTUAL PERENCANAAN
TINDAKAN
A. Kajian Teoritik
1. Kecemasan
a. Pengertian Kecemasan
Secara leksikal kata cemas atau “Anxiety” diambil dari Bahasa
Inggris, berpadanan dengan kata “fear”, yang memiliki arti “kecemasan
atau ketakutan”. Menurut DepKes RI, 1990, kecemasan adalah “ketegangan,
rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi
sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak
diketahui dan berasal dari dalam.“1
Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb kecemasan adalah “respon
terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal normal yang
terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru, atau yang
pernah dilakukan.“2 Stuart & Sundeen, berpendapat bahwa kecemasan
berbeda dengan rasa takut. Kecemasan adalah respon emosional terhadap
penilaian yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.
Keadaan emosional ini tidak memiliki objek yang spesifik yang merupakan
penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Sedangkan menurut
Cluster kecemasan merupakan reaksi individu yang tertekan dalam
menghadapi kesulitan sebelum kesulitan itu terjadi. 3
Menurut para ahli psikologi, kecemasan (anxiety) seringkali juga
digambarkan sebagai perpaduan empat komponen , yaitu kognitif, somatik,
emosi, dan tingkah laku. Komponen kognitif, kecemasan (anxiety)
menyebabkan seseorang mengalami kehilangan kontrol konsentrasinya,
yang ditandai oleh keinginan untuk menghilangkan perasaan yang tidak
1 “Kecemasan” dalam http://www.scribd.com/doc/19546358/kecemasan
2 Fitri Fausiah dan Julianti Widuri (eds),Psikologi Abnormal Klinis Dewasa, (Jakarta:UI
Press,2008),h.73. 3 “Kecemasan” dalam http://www.scribd.com/doc/19546358/kecemasan
14
menentu atau perasaan yang membahayakan bagi dirinya. Secara somatik,
anxiety menyebabkan seseorang yang mengalami kehilangan kontrol
fisiknya, yang ditandai dengan “kecepatan detak jantung yang meningkat,
keringat bertambah, aliran darah meningkat, dan fungsi sistem kekebalan
dan pencernaan tersumbat, kulit pucat, keringat, dan gemetar.”4 Secara
emosi, kecemasan (anxiety) menyebabkan perasaan seseorang takut atau
panik, yang ditandai dengan perasaan muak atau sikap dingin. Secara
tingkah laku, kecemasan (anxiety) menyebabkan sikap keterpaksaan
seseorang melakukan sesuatu dan ingin melepaskan diri dari sumber
kecemasan (anxiety), yang ditandai dengan sikap yang tidak terkendali
dalam melakukan sesuatu.
Masih banyak lagi pendapat-pendapat tentang kecemasan dari para
ahli psikologi, namun dari beberapa uraian di atas penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa kecemasan adalah suatu perasaan subjektif mengenai
ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari
ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman.
Seperti suasana yang dihadapi siswa saat harus menghadapi ujian, merasa
tidak sanggup mencapai target kurikulum yang ditetapkan sebagai standar
kelulusan dan sebagainya. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada
umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau
disertai disertasi perubahan fisiologis (seperti gemetar, berkeringat, detak
jantung meningkat) dan psikologis (seperti perasaan panik, tegang, bingung,
dan perasaan tidak atau sulit berkonsentrasi).5
Mesikupun demikian, menurut penulis kecemasan (anxiety)
bukanlah sesuatu masalah yang tidak dapat dikendalikan, karena kecemasan
(anxiety) merupakan perubahan emosi yang biasa terjadi pada diri seseorang
dalam perjalanan hidupnya, seperti rasa khawatir, takut, sedih, dan senang.
4Pengertian Kecemasan dalam http:// Psikologi.or.id.
5Pengertian Kecemasan dalam http:// Psikologi.or.id.
15
b. Tipe atau Macam Bentuk Kecemasan
Para ahli psikologi membagi kecemasan (anxiety) pada beberapa
tipe/macam, tergantung jenis pengelompokannya. Freud, seorang pakar
psikoanalitik pertama mengungkapkan bahwa ada 3 macam kecemasan,
yaitu:6
1. Kecemasan realistik, yaitu kecemasan akan adanya ancaman dari luar.
Adapun taraf kecemasannya tergantung/ sesuai dari besarnya ancaman
tersebut. Kecemasan inilah yang persis dikatakan oleh Freud sebagai rasa
takut.
2. Kecemasan moral, yaitu kecemasan yang bukan datang dari dunia luar
atau dunia fisik tapi dari dunia super ego yang telah diinternalisasikan ke
dalam diri kita. Kecemasan bentuk ini merupakan kecemasan terhadap
hati nurani sendiri.
3. Kecemasan neorotik, yaitu kecemasan yang muncul akibat rangsangan-
rangsangan id. Contohnya adalah munculnya perasaan gugup, kehilangan
ide, tidak mampu mengendalikan diri, perilaku bahkan pikiran.
Kecemasan neurotik inilah yang biasa disebut dengan kecemasan yang
sehari-hari sering dialami oleh setiap orang.
Sementara itu, Lahey dan Ciminero mengelompokkan tipe/ macam
kecemasan berdasarkan sifatnya ke dalam 3 tipe, yaitu:
1. Kecemasan yang bersifat afersif, kecemasan ini merupakan pengalaman
yang tidak menyenangkan, sehingga seseorang yang mengalaminya
berusaha untuk menghindari kecemasan dengan cara menghindarkan diri
dari berbagai stimulus yang dapat menghasilkan kecemasan.
2. Kecemasan yang bersifat mengganggu, kecemasan ini merupakan
kecemasan yang dapat mengganggu kemampuan kognitif dan motorik.
3. Kecemasan yang bersifat psikofisiologis. Kecemasan ini berkaitan
dengan pengalaman yang melibatkan aspek psikologis dan biologis yang
mengalaminya. Dengan kata lain, seseorang yang sedang mengalami
6 “Kecemasan” dalam http://www.scribd.com/doc/19546358/kecemasan
16
kecemasan ini akan mengalami perubahan-perubahan. Perubahan dalam
pola perilaku psikologinya dan gejala-gejala fisiologisnya.
c. Kecemasan Siswa Dalam Pembelajaran Matematika
Pada dasarnya belajar adalah memberikan bekal hidup kepada
peserta didik agar mampu menghadapi hidup pada masa depan. Untuk itu,
selama berlangsungnya proses belajar seorang guru harus dapat melihat
potensi yang dimiliki peserta didiknya (siswa) sehingga keberhasilan belajar
dapat tercapai, yang tercermin dari performan belajar siswa. Menurut Gagne
“belajar telah terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi
ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga performannya
berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia
mengalami situasi tadi.”7
Sebagai pengajar, guru harus sadar akan situasi dan berhati-hati
mengamati lingkungan sekolah, sehingga peristiwa-peristiwa traumatik
yang dapat merendahkan konsep diri siswa dapat dikurangi. Karena selain
mempengaruhi tingkat aspirasi dan konsep diri siswa, situasi pembelajaran
yang menekan juga cenderung menimbulkan kecemasan pada diri siswa.8
Beberapa hasil penelitian atau kajian menunjukkan bahwa kecemasan
(anxiety) dalam belajar matematika berkaitan dengan performan belajar
matematika siswa.9
Misalnya, penelitian Bessant (1995) menyatakan anxiety
matematika berkorelasi dengan sikap terhadap matematika.
Eccles dan Jacob (Wisenbaker, 2001) menyatakan bahwa
kualitas belajar matematika siswa sangat dipengaruhi oleh
konsep diri siswa dan anxiety matematika siswa. Kualitas belajar
yang dimaksud adalah kualitas pada proses belajar dan hasil
belajar matematika siswa. Barlow (2003) anxiety matematika
mempengaruhi efektivitas belajar, semakin rendah anxiety
matematika maka efektivitas belajar tinggi dan demikian
7 M.Ngalim Purwanto,Psikologi Pendidikan,(Bandung: PT.Remaja Rosda Karya,
2004),Cet.XVIII,h.84. 8 Slameto,Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya,(Jakarta:Remaja PT Rineka
Cipta,2010),Cet.V,h.185. 9 “Mengatasi Kecemasan (Anxiety) Dalam Pembelajaran Matematika” dalam Pustaka
ilmiah.unila.ac.id/2009/ 07/16/. Pukul 19:49
17
sebaliknya. Pendapat yang lain, Tapia dan Marsh (2004)
menyatakan anxiety matematika memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap keyakinan diri dan motivasi matematika.
Nasser (2004) menyatakan bahwa anxiety mempengaruhi
kemampuan dasar matematika. Berdasarkan beberapa pendapat
di atas, nampaklah bahwa anxiety matematika secara signifikan
berkaitan dengan performan belajar matematika siswa, seperti
efektivitas belajar matematika dan kemampuan dasar
matematika (aspek kognitif, serta sikap terhadap matematika,
motivasi berprestasi matematika, dan konsep diri matematika
(aspek afektif).
Dari penelitian Sarason dan kawan kawanpun didapati kenyataan
bahwa “siswa dengan tingkat kecemasan yang tinggi tidak berprestasi
sebaik siswa yang tingkat kecemasannya lebih rendah pada beberapa jenis
tugas.”10
Padahal „ambisi‟ berprestasi sangat diperlukan dalam belajar,
karena dengan „ambisi‟ itu akan memberikan motivasi belajar yang kuat dan
kemampuan untuk berlama-lama dalam belajar. Pendapat ini memberikan
pengertian bahwa kecemasan (anxiety) sangat diperlukan dalam belajar
matematika, namun kecemasan (anxiety) yang terjadi tidak boleh terlalu
lama atau dengan kata lain kecemasan (anxiety) harus dikendalikan.
Guru sebagai pengajar yang efektif hendaknya harus dapat
menciptakan minat dan motivasi yang cukup pada siswa untuk berprestasi,
tanpa menciptakan keadaan-keadaan yang menekan. Karena sebenarnya,
kecemasan (anxiety) dalam matematika merupakan hal yang wajar pada diri
siswa karena orang pasti memiliki kecemasan (anxiety). Namun yang perlu
diperhatikan adalah kecemasan (anxiety) matematika siswa tidak boleh
dibiarkan terlalu lama mengendap pada diri siswa karena hal itu akan
menyebabkan turunnya semangat berprestasi.
Pada kadar yang rendah, kecemasan mambantu individu untuk
bersiaga mengambil langkah–langkah mencegah bahaya atau untuk
memperkecil dampak bahaya tersebut. Kecemasan pada taraf tertentu dapat
mendorong meningkatnya performa misalnya karena cemas mendapatka IP/
nilai yang buruk maka mahasiswa/ siswa berusaha belajar keras dan
10
Slameto,Belajar dan Faktor-faktor ..., h.185.
18
mempersiapkan diri saat akan menghadapi ujian.11
Oleh karena itu,
kecemasan (anxiety) yang pada diri siswa tidak mungkin dapat dihilangkan
namun hanya dapat dikurangi atau dikendalikan, kemudian kecemasan
(anxiety) ini diarahkan pada pengembangan potensi diri siswa. Slameto
dalam bukunya memberikan beberapa saran yang mungkin dapat membantu
memotivasi siswa untuk menyiapkan diri dan melaksanakan tes tanpa
merasa cemas, yaitu:12
1. Tes harus dimaksudkan untuk diagnosa, bukan untuk menghukum
siswa yang gagal mencapai harapan-harapan guru dan orang tua.
2. Hindari menentukan berhasil atau tidaknya siswa hanya dari hasil satu
tes.
3. Buatlah catatan pribadi pada setiap lembar jawaban tes yang
menyarankan siswa untuk tetap berusaha dengan baik atau harus
meningkatkan usahanya.
4. Yakinkan bahwa setiap pertanyaan mengukur hal yang penting yang
telah diajarkan kepada siswa.
5. Hindari pelaksanaan ujian tanpa adanya pemberitahuan.
6. Jadwalkan pertemuan-pertemuan pribadi dengan siswa sesering
mungkin untuk untuk mengurangi kecemasan dan untuk mengarahkan
belajar apabila perlu.
7. Hindari membanding-bandingkan siswa, yang dapat menyinggung
perasaan.
8. Tekankan kelebihan-kelebihan siswa bukan kelemahan-kelemahannya.
9. Kurangi peranan-peranan ujian yang bersifat kompetitif bila siswa tidak
sanggup bersaing.
10. Rahasiakan taraf dan nilai-nilai siswa dari siswa-siswa lainnya.
11. Beri siswa kemungkinan untuk memilih aktivitas-aktivitas yang
mempunyai nilai pengajaran yang sebanding.
11
Fitri Fausiah dan Julianti Widuri (eds),Psikologi Abnormal..., h.74. 12
Slameto,Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya..., h.187.
19
2. Belajar dan Pembelajaran Matematika
a. Pengertian Belajar
Banyak orang menganggap bahwa belajar adalah semata-mata
mengumpulkan/ menghafal fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk
informasi/materi pelajaran. Biasanya orang yang beranggapan demikian
akan merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu menyebutkan
kembali secara lisan sebagai informasi yang terdapat dalam buku teks atau
yang telah diajarkan oleh guru. Ada juga sebagian orang yang menganggap
bahwa belajar itu sebagai latihan belaka, seperti tampak ketika anak-anak
belajar menulis atau membaca saat di sekolah. Hal demikian memang benar,
tapi pada hakikatnya belajar tidak semudah seperti persepsi yang telah
disebutkan.
Pengertian belajar tidak hanya sekedar mengumpulkan ilmu
pengetahuan, menghafal, menghadapi buku-buku atau menyelesaikan soa-
soal suatu mata pelajaran tetapi lebih daripada itu, belajar adalah suatu
proses yang dapat membawa perubahan pada diri individu yang belajar.
Hilgard dalam buku Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar
mengatakan bahwa “Belajar adalah suatu proses dimana ditimbulkan atau
diubahnya suatu kegiatan karena mereaksi suatu keadaan.”13
Oleh karena itu
berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung
pada proses belajar yang dialami siswa. Menurut Witherington “belajar
merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai
pola-pola respon yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan,
pengetahuan dan kecakapan.”14
Morgan mengemukakan belajar adalah
setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi
sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.15
Menurut Whittaker
belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan
13
Moh.Uzer Usman dan Lili Setiawati(eds),Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar
Mengajar,(Bandung:Remaja Rosda Karya,2005),h.5. 14
Nana Syaodih Sukmadinata(ed),Landasan Psikologi Proses Pendidikan, ( Bandung:
PT.RemajaRosdakarya, 2003),h.155. 15
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet.
XX, hal. 84
20
atau diubah melalui suatu pengalaman.16
Belajar dapat pula diartikan
sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu dikarenakan
adanya interaksi antara individu dengan individu, atau individu dengan
lingkungannya, seperti yang dikatakan oleh W.H Burton “learning is a
change in the individual due to instruction of that individual and his
environment, wich fells a need and makes him more capable of dealing
adequately with his environment.”17
Banyak sekali pendapat para ahli pendidikan tentang pengertian
belajar, seperti yang telah disebutkan di atas. Timbulnya keanekaragaman
pendapat para ahli adalah wajar adanya dikarenakan adanya perbedaan titik
pandang serta perbedaan situasi belajar yang satu dengan situasi belajar
yang lainnya. “Namun demikian, dalam beberapa hal tertentu yang
mendasar mereka sepakat, seperti dalam penggunaan kata “berubah” dan
“tingkah laku”.”18
Telah kita ketahui bahwa belajar adalah suatu proses yang
menimbulkan terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah
laku atau kecakapan, maka berhasil atau tidaknya sorang siswa dalam
belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Adapun faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam
belajar, menurut Ngalim Purwanto dalam bukunya yang berjudul Psikologi
Pendidikan adalah:19
1. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang kita sebut
faktor individual, seperti kematangan/ pertumbuhan individu,
kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.
16
Abu Ahmadi dan Widodo Supriono “Psikologi belajar” (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2003), Cet. II, h.126. 17
Moh. Uzer Usman(ed), Menjadi Guru Profesional, (Bandung:Remaja Rosda Karya,
2003), Cet.XV,h.5. 18
Muhibbin Syah(ed), Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya,2004), Cet.IX..90-93. 19
M.Ngalim Purwanto,Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT.Remaja Rosda Karya,
2004),Cet.XII,h.102-105.
21
2. Faktor yang ada diluar individu yang kita sebut faktor sosial.
Adapun yang termasuk kedalam faktor sosial antara lain: faktor
keluarga/ keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-
alat yang dipergunakan dalam belajar-mengajar, lingkungan dan
kesempatan belajar serta motivasi sosial.
Selain faktor internal dan faktor eksternal, Muhibbin menambahkan
pendekatan belajar sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
pembelajaran.20
c. Pengertian Matematika
Secara etimologi, kata matematika berasal dari bahasa latin
mathematica, yang mula-mula berasal dari kata Yunani “mathematike”,
akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu, kata mathematike
berkaitan pula dengan kata mathenain yang berarti berfikir atau belajar yang
lebih jauhnya berarti matematis.21
Somardyono mengatakan bahwa
“Matematika adalah produk dari pemikiran intelektual manusia”.22
Menurut
Jujun matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna
dari pernyataan yang ingin kita sampaikan.23
Masih banyak lagi pengertian matematika, namun sampai saat ini
belum ada kesepakatan yang bulat diantara matematikawan. Hal ini
disebabkan penelaahan matematika yang begitu kompleks dan banyak yang
bersifat abstrak. Banyak muncul definisi/ pengertian tentang matematika
yang beraneka ragam, hal itu disebabkan adanya perbedaan sudut pandang
dari para ahli / tokoh matematika. Dengan kata lain, tidak terdapat satu
definisi tentang matematika yang tunggal dan disepakati oleh semua tokoh/
20
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar… h.132 21
Matematika dalam http://id.wikipedia.org/wiki/matematika/26/02/2010 pukul 13:56 22
Sumardyono, “Karakteristik Matematika Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran
Matematika”, Disertasi, (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah, 2004), h. 5. 23
Joula Eka Ningsih Paimin, “Agar anak Pintar Matematika”. (Jakarta:Puspa Swara,
1998) h.3.
22
pakar matematika. Berikut beberapa pendapat tentang definisi matematika
yang dikutip oleh Maman dalam buku Erman:24
1. James and James dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa
matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan
besaran, dan konsep-konsep berhubungan lainnya dengan jumlah yang
banyak yang terbagi kedalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan
geometri.
2. Menurut Johnson and Rising bahwa matematika adalah pola berpikir,
pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, atau matematika itu
adalah bahasa yang menggunakan istilah didefinisikan dengan cermat,
jelas dan akurat, merefleksikannya dengan simbol-simbol dan padat,
lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyinya.
3. Menurut Reyes adalah bahwa matematika merupakan telaah tentang
pola hubungan sesuatu atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan
suatu alat.
4. Menurut Kline, matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang
dapat sempurna karena adanya sendiri, tetapi adanya matematika itu
terutama untuk manusia dalam memahami dan menguasai
permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.
d. Pengertian Pembelajaran Matematika
Pembelajaran dalam arti luas diartikan “suatu konsep yang bisa
berkembang seirama dengan tuntunan kebutuhan hasil pendidikan yang
berkaitan dengan kemajuan teknologi yang melekat pada wujud
perkembangan kualitas sumber daya manusia.”25
Sedangkan pengertian
pembelajaran yang berkaitan dengan sekolah diartikan “kemampuan dalam
mengelola secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen
yang berkaitan dengan pembelajaran, sehingga menghasilkan nilai tambah
24
Erman Suherman dkk, Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA,
2003), h.15. 25
Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual
Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), h.21-22
23
terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku.”26
Disebutkan pula oleh Sumiati bahwa “pembelajaran merupakan proses
memberi pengalaman belajar kepada siswa sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai dengan berbagai cara.”27
Karena pembelajaran merupakan
proses yang dilakukan untuk membantu para siswa untuk mengoptimalkan
belajarnya. “Pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar
dapat belajar dengan baik.”28
Sedangkan tanda umum telah terjadinya proses
pembelajaran didapatnya perubahan tingkah laku siswa yang lebih maju,
lebih tinggi, dan lebih baik dari tingkah laku sebelum terjadinya proses
pembelajaran. Pengertian pembelajaran ini menyebutkan bahwa
pembelajaran adalah perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku
melalui pembelajaran yaitu perubahan yang lebih maju, lebih tinggi dan
lebih baik daripada tingkah laku yang sedia ada sebelum aktifitas
pembelajaran. Secara luas dapat dibedakan bahwa belajar adalah proses
yang dilakukan oleh siswa secara individu dan pembelajaran adalah proses
yang sengaja dilakukan agar kegiatan belajar siswa lebih optimal. Menurut
Usman, “...proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik
yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.”29
Sedangkan matematika sendiri sebenarnya cukup sulit untuk
didefinisikan secara konkret, namun menurut sebagian pendapat ada yang
mencoba mendefinisikan arti dari matematika. Seperti Johnson dan Rising
(1972) yang mengatakan bahwa “matematika adalah pola berpikir, pola
mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa
yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan
akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa
simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.”30
26
Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan...., h.22 27
Sumiati dan Asra, “Metode Pembelajaran” (Bandung: Wacana Prima, 2009), h.3. 28
Pembelajaran, dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran 10 April 2008, 23:12. 29
Ragam Metode Pembelajaran Interaktif, dalam http://dossuwanda. wordpress.com
3 April 2008 23:49. 30
Erman Suherman, dkk. (eds.), Strategi Pembelajaran Matematika..., hal.17
24
Dengan demikian pembelajaran matematika merupakan suatu proses
kegiatan yang dilakukan guru terhadap siswa untuk membantu siswa dalam
belajar matematika ke arah perubahan tingkah laku dan pola pikir yang lebih
maju, lebih tinggi, dan lebih baik dari sebelumnya.
e. Karakteristik Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-
sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa
yang diajar. Ada beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika.
Menurut Erman. dalam bukunya mengungkapkan bahwa:31
a) Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap).
Bahan kajian matematika yang diajarkan dimulai dari hal yang kongkrit
dan dilanjutkan ke hal yang abstrak atau dari konsep yang mudah atau
sederhana kepada konsep yang sukar atau kompleks. Contohnya adalah
pengenalan luas bangun datar sebelum pengenalan luas bangun ruang.
b) Pembelajaran matematika mengikuti metoda spiral
Metoda spiral yang dimaksud adalah spiral naik. Artinya setiap
memperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu memperhatikan
konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Bahan yang
baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari. Pengulangan
konsep dalam bahan ajar dengan cara memperluas dan memperdalam
adalah perlu dalam pembelajaran matematika. Contohnya adalah
pengulangan atau pendalaman konsep rumus phytagoras ketika konsep
penghitungan luas segitiga siku-siku diajarkan.
c) Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif.
Matematika adalah ilmu deduktif yang tersusun secara deduktif
aksiomatik. Namun demikian kita harus dapat memilih pendekatan yang
cocok dengan kondisi anak didik yang kita ajar. Artinya walaupun secara
31
Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika..., h.68-69
25
keseluruhan matematika adalah ilmu deduktif tetapi belum seluruhnya
cocok menggunakan pendekatan deduktif. Sebagai contoh dalam
pengenalan fungsi, tidak diawali oleh definisi fungsi, tetapi diawali
dengan memberikan contoh-contoh relasi yang diantaranya ada yang
merupakan fungsi. Sehingga dari pengamatan terhadap contoh-contoh
tersebut kelihatan bedanya antara relasi biasa dengan relasi yang khusus
yaitu fungsi. Namun secara umum pembelajaran matematika akan lebih
baik bila menekanankan pada pola pikir deduktif.
d) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi.
Kebenaran dalam matematika sesuai dengan struktur deduktif
aksiomatiknya. Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya
merupakan kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara
kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap
benar bila didasarkan atas pernyataan-pernyataan terdahulu yang telah
diterima kebenarannya.
Sedangkan menurut Sumardyono karakteristik pembelajaran
matematika sekolah antara lain:32
a) Penyajian
Penyajian matematika tidak harus diawali dengan teorema maupun
definisi, tetapi haruslah disesuaikan dengan perkembangan intelektual
siswa.
b) Pola Pikir
Pembelajaran matematika sekolah dapat menggunakan pola pikir
deduktif maupun pola pikir induktif. Hal ini harus disesuaikan dengan
topik bahasan dan tingkat intelektual siswa. Sebagai kriteria umum,
biasanya di SD menggunakan pendekatan induktif lebih dulu karena hal
ini lebih memungkinkan siswa menangkap pengertian yang dimaksud.
32
Sumardyono, “Karakteristik Matematika Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran
Matematika....., h. 43 - 45. t.d.
26
Sementara untuk tingkat SMP dan SMA, pola pikir deduktif sudah
semakin ditekankan.
c) Semesta Pembicaraan
Sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual siswa, maka matematika
yang disajikan dalam jenjang pendidikan juga dalam kekomplekan
semestanya.
d) Tingkat Keabstrakan
Seperti pada poin sebelumnya, tingkat keabstrakan matematika juga harus
menyesuaikan perkembangan intelektual siswa.
3. Metode Diskusi Kelompok Teknik Tutor Sebaya
a. Pengertian Metode Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok merupakan gabungan dari dua kata, diskusi dan
kelompok. Secara harfiah diskusi diartikan sebagai “kegiatan yang
melibatkan individu yang terlibat didalamnya untuk saling tukar menukar
pengalaman, informasi dalam rangka memecahkan masalah;”33
sedangkan
kelompok adalah kumpulan dua orang atau lebih untuk suatu kerja atau
suatu tujuan. Jadi diskusi kelompok erat kaitannya dengan belajar dapat
diartikan sebagai sekelompok siswa yang mengerjakan pelajaran secara
bersama-sama dalam rangka mencapai tujuan pengajaran.34
Menurut
Sumiati dalam buku metode pembelajaran adalah “satu metode
pembelajaran agar siswa dapat berbagi pengetahuan, pandangan, dan
keterampilannya.”35
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa metode dikusi kelompok adalah: metode atau cara
penyajian suatu pelajaran, dimana siswa dihadapkan pada suatu masalah
yang berupa pernyataan atau pertanyaan bersifat problematis untuk dibahas
atau dipecahkan secara bersama.
33
Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), Cet.VII,
h.5. 34
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka
Setia, 2005), Cet.II, h.89. 35
Sumiati dan Asra, “Metode... , h.141.
27
Diskusi Kelompok pada dasarnya memecahkan persoalan secara
bersama, artinya setiap orang turut memberikan sumbangan pikiran dalam
memecahkan persoalan tersebut, sehingga diperoleh hasil yang lebih baik
sebab cara belajar sendiri di rumah sering menimbulkan kebosanan dan
kejenuhan. Untuk mengatasinya divariasikan dengan cara belajar bersama
dengan teman yang paling dekat (belajar kelompok).
Pengorganisasian murid-murid menjadi kelompok, memainkan
peranan penting agar hasil belajar dapat mencapai hasil yang memuaskan.
Maka dalam membentuk kelompok kita dapat menggunakan berbagai
argumentasi; Ditinjau dari lamanya suatu kelompok berfungsi, kita
membedakan adanya:36
a) Kelompok Permanen (Long Term Group); misalnya kelompok yang
dibentuk untuk selama satu tahun.
b) Kelompok Temporer (Short Term Group); misalnya kelompok yang
dibentuk hanya untuk selama satu atau dua jam pelajaran dan lain
sebagainnya.
Ditinjau dari komposisi anggota kelompok, kita membedakannya
menjadi kelompok heterogen dan kelompok homogen. Kemudian kelompok
heterogen dan kelompok homogen dapat pula dilanjutkan pembagiannya ke
dalam bentuk sebagai berikut: Kelompok heterogen menurut jenis kelamin,
kelompok heterogen menurut taraf kecerdasan, kelompok homogen jenis
kelamin, dan kelompok homogen menurut taraf kecerdasan.
Membentuk suatu kelompok murid, yang terbaik adalah setelah
kelompok terbentuk, semua anggota kelompok itu dapat bekerja sama secara
harmonis. Trianto dalam bukunya memberikan langkah-langkah
penyelenggaraan metode diskusi yaitu sebagai berikut:37
36
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar..., h.92. 37
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstuktivistik, (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2007), h.118.
28
Tabel 2.1
Langkah-langkah Penyelenggaraan Diskusi
Tahap Kegiatan Guru
1.Menyampaikan tujuan dan
mengatur siswa
a. Menyampaikan Pendahuluan
(a).Motivasi (b).menyampaikan tujuan dasar
diskusi (c).apersepsi
b. Menjelaskan tujuan diskusi
2. Mengarahkan Diskusi Memberikan petanyaan awal (topik/ materi).
3.Menyelenggarakan
Diskusi Membimbing/ mengarahkan diskusi.
4.Mengakhiri Diskusi Menutup diskusi.
5. Melakukan tanya jawab
singkat
Membantu siswa membuat rangkuman
diskusi dan tanya jawab singkat.
Belajar kelompok ini diperlukan sekali bagi siswa yang mendapat
tugas untuk mengatasi kesulitan belajar yang dihadapi siswa.
b. Kriteria Diskusi Kelompok yang Baik
Agar penerapan diskusi dalam kelompok menjadi lebih aktif, maka
ada beberapa yang perlu diperhatikan diantaranya adalah:
a) Tujuan
Tujuan harus jelas bagi setiap anggota kelompok, agar diperoleh hasil
kerja yang baik. Tiap anggota harus tahu apa yang harus dikerjakan dan
bagaimana cara mengerjakannya. Itulah sebabnya dalam setiap kerja
kelompok perlu didahului dengan kegiatan diskusi untuk menentukan
kerja apa dan oleh siapa.
b) Interaksi
Dalam diksusi kelompok ada tugas yang harus diselasaikan bersama
sehingga perlu dilakukan pembagian kerja. Salah satu persyaratan utama
29
bagi terjadinya kerjasama adalah komunikasi yang efektif, perlu adanya
interaksi antar anggota kelompok.
c) Kepemimpinan
Tugas yang jelas, komunikasi yang efektif, kepemimpinan yang baik
akan berpengaruh terhadap suasana kerja, dan pada gilirannya suasana
akan mempengaruhi proses penyelesaian tugas. Oleh karena itu maka
produktivitas dan iklim emosional kelompok merupakan dua aspek yang
saling terkait dalam proses kelompok.
Sebagai metode pembelajaran, diskusi tidak lepas dari kekurangan.
Namun demikian guru dapat menggunakan kelebihanya untuk dapat
mengoptimalkan siswa dalam belajar. Agar diskusi kelompok dapat berjalan
optimal, maka perlu diketahui ciri-ciri diskusi yang baik sehingga
memungkinkan kelompok untuk mencapai tujuan belajar yang efektif. Suatu
kelompok diskusi dikatakan baik apabila :
a) Semua anggota terlibat secara maksimal dalam menjalankan tugas yang
telah ditetapkan.
b) Interaksi yang terjadi antara siswa secara spontan terus dirangsang dan
senantiasa dikembangkan.
c) Antar anggota terjadi saling membimbing dan membantu dalam usaha-
usaha kelompok sewaktu diperlukan.
d) Komunikasi antar anggota terjadi secara interaksional.
e) Diskusi dilakukan atas dasar rasional dan penalaran. Bukan atas dasar
sentimen dan emosi.
f) Anggota diskusi dapat bersikap demokratis.
c. Pengertian Teknik Tutor Sebaya
Salah satu masalah dalam pembelajaran di sekolah adalah rendahnya
hasil belajar siswa. Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik
faktor dari dalam (individual) maupun faktor dari luar (sosial).
Faktor individu siswa terdiri dari aspek jasmani dan aspek rohani,
kesehatan aspek jasmani sudah pasti sangat mempengaruhi kelancaran siswa
30
dalam belajar, akan tetapi aspek psikis atau rohanipun tidak kalah
pentingnya dengan aspek jasmani. Untuk menunjang kelancaran belajar,
bukan hanya dituntut kesehatan jasmani saja, akan tetapi kesehatan
rohanipun diperlukan. Siswa yang sehat rohaninya adalah siswa yang
terbebas dari tekanan-tekanan batin yang mendalam, gangguan-gangguan
perasaan seperti kecemasan, frustasi dan depresi serta terbebas dari konflik
psikis.
Sering ditemukan di lapangan bahwa guru dalam membelajarkan
siswa hanya memperhatikan sisi kognitifnya tanpa memperhatikan sisi
psikologis siswa, sehingga sampai saat ini mengakarlah dogma bahwa siswa
yang mampu mendapat nilai sesuai standar yang ditentukan dapat
dinyatakan telah berhasil mengikuti proses pembelajaran. Sehingga siswa
dipaksa untuk belajar dan melatih kemampuannya untuk menyelesaikan soal
sebanyak mungkin tanpa memperhatikan apakah siswa merasa nyaman,
tidak terbebani dengan metode atau model belajar yang berorientasi pada
pencapaian nilai akhir setinggi mungkin yang tanpa disadari dapat
menimbulkan kecemasan siswa jika pada saatnya mengikuti tes akhir
mereka tidak mampu mendapatkan nilai sesuai yang telah ditentukan.
Timbul pertanyaan apakah mungkin dikembangkan suatu model
pembelajaran yang sederhana, sistematik, bermakna dan dapat digunakan
oleh guru sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan
baik yang tidak hanya menekankan pada pencapaian nilai akhir saja, akan
tetapi mampu membantu siswa dalam mengeksplorasi kemampuannya serta
dapat membantu siswa untuk memahami pelajaran dengan nyaman, tidak
terbebani serta tidak merasakan kecemasan dengan intensitas tinggi selama
kegiatan belajar berlangsung yang pada akhirnya mampu meningkatkan
hasil belajar siswa.
Seiring berkembangnya media dan metodologi pembelajaran, makin
banyak perhatian terhadap pengajaran tutor sebaya yang pada dasarnya
sama dengan program bimbingan, yang bertujuan memberikan bantuan dari
dan kepada siswa agar dapat mencapai prestasi belajar secara optimal
31
karena sumber daya pengajar tidak harus selalu guru. Sumber daya pengajar
dapat dari orang lain yang bukan guru, melainkan teman sekelas.
Pembelajaran menggunakan metode tutor sebaya/ sistem tutor ini
telah banyak digunakan di Inggris dan di negara-negara yang mengikuti
sistem pendidikan Inggris38
Menurut Harsunarko “Sumber daya pengajar
yang bukan guru berasal dari orang yang lebih pandai disebut sebagai
tutor.”39
Seperti yang diungkapkan Supriyadi “Tutor sebaya adalah seorang
atau beberapa orang siswa yang ditunjuk dan ditugaskan untuk membantu
siswa yang mengalami kesulitan belajar. Tutor tersebut diambil dari
kelompok yang prestasinya lebih tinggi.“40
menurut Martinis Yamin model
tutorial merupakan cara penyampaian bahan pelajaran yang telah
dikembangkan dalam bentuk modul untuk dipelajari siswa secara mandiri.
Dari penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan defenisi teknik tutor
sebaya adalah teknik yang diterapkan dalam proses pembelajaran, dengan
menunjuk siswa sebagai tutor yang bertugas memberikan pemahaman
kepada siswa lainya dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain tutor
adalah salah seorang atau beberapa orang siswa yang pantas ditunjuk, dan
ditegaskan membantu siswa lain yang mengalami kesulitan dalam belajar.
Dalam hal ini fungsi tutor hanyalah membantu guru dan bekerja sesuai
dengan petunjuk yang diberikan, ia bukanlah guru atau pengganti guru.
Pembelajaran tutor sebaya ini dapat dipandang sebagai reaksi
terhadap pembelajaran klasikal dengan kelas yang terlampau besar dan
padat sehingga guru atau tenaga pengajar tak dapat memberikan bantuan
individual, bahkan sering tidak mengenal pelajar seorang demi seorang.
Selain itu para pendidik mengetahui bahwa beberapa siswa menunjukkan
perbedaan dalam cara-cara belajar. Pengajaran klasikal yang menggunakan
proses belajar-mengajar yang sama bagi semua siswa tidak akan sesuai bagi
kebutuhan dan kepribadian setiap siswa. Maka karena itu perlu dicari sistem
38
S.Nasution, berbagai pendekatan dalam proses belajar dan mengajar, (Jakarta:PT
Bumi Aksara,2008), Cet.XII, h.199 39
Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika..., h.276 40
Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika...., h.277
32
pembelajaran yang membuka kemungkinan memberikan pengajaran bagi
sejumlah besar siswa dan di samping itu memberi kesempatan bagi
pengajaran tutor sebaya.
Jadi, dalam pembelajaran dengan tutor sebaya, tutor hendaknya
adalah siswa yang mempunyai kemampuan lebih dibandingkan dengan
teman-temannya, sehingga pada saat ia membimbing teman-temannya ia
sudah menguasai bahan yang akan disampaikan kepada teman-teman
lainnya. Sebenarnya tutor sebaya merupakan modifikasi dari cara belajar
kelompok. Perbedaannya, pada cara berkelompok belum ada penekanan
secara khusus tentang siapa yang menjadi tutor bagi temannya. Masalah ini
dapat dilihat dari hasil evaluasi belajar yang menunjukkan siswa berhasil
dalam kelompok, namun tidak berhasil pada saat evaluasi belajar secara
individu. Karena dalam belajar kelompok, siswa yang lebih pandai tidak
berusaha memberikan penjelasan kepada siswa yang kurang, dan begitu
sebaliknya, siswa yang kurang pandai tidak diberikan kesempatan untuk
berdiskusi dan bertanya kepada teman yang lebih pandai. Akhirnya yang
bekerja dalam kelompok adalah mereka yang pandai.
Kelebihan tutor sebaya dalam pendidikan yaitu dalam penerapan
tutor sebaya siswa diajar untuk mandiri, dewasa, dan punya rasa setia kawan
yang tinggi. Artinya dalam penerapan tutor sebaya itu, siswa yang dianggap
pintar bisa mengajari atau menjadi tutor temannya yang kurang pandai atau
ketinggalan. Di sini peran guru hanya sebagai fasilitator atau pembimbing
saja. Dengan kata lain, guru dapat menugaskan siswa pandai untuk
memberikan penjelasan (menjadi tutor sebaya) kepada siswa kurang pandai,
dengan demikian siswa yang bertanya tidak akan takut karena yang
mejelaskannya adalah tak lain kawan mereka sendiri.
Tutor dikatakan berhasil jika dapat menjelaskan dan yang dijelaskan
dapat membuktikan bahwa dia telah mengerti atau memahami dengan cara
hasil pekerjaannya. Adapun tahap-tahap kegiatan pembelajaran di kelas
33
dengan menggunakan pendekatan tutor sebaya menurut Hamalik dalam
skripsi Syaripudin adalah sebagai berikut:41
1. Tahap persiapan
a) Guru membuat program pengajaran satu pokok bahasan yang
dirancang dalam bentuk penggalan-penggalan sub pokok bahasan.
Setiap penggalan satu pertemuan yang didalamnya mencakup judul
penggalan tujuan pembelajaran, khususnya petunjuk pelaksanaan
tugas-tugas yang harus diselesaikan.
b) Menentukan beberapa orang siswa yang memenuhi kriteria sebagai
tutor sebaya. Jumlah tutor sebaya yang di tunjuk disesuaikan dengan
jumlah kelompok yang dibentuk.
c) Mengadakan latihan bagi para tutor. Dalam pelaksanaan tutorial atau
bimbingan ini, siswa yang menjadi tutor bertindak sebagai guru.
Sehingga latihan yang diadakan oleh guru merupakan semacam
pendidikan guru atau siswa itu. Latihan diadakan dengan dua cara
yaitu melalui latihan kelompok kecil dimana dalam hal ini yang
mendapatkan latihan hanya siswa yang akan menjadi tutor, dan
melalui latihan klasikal, dimana siswa seluruh kelas dilatih bagaimana
proses pembimbingan ini berlangsung.
d) Pengelompokan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang yang
terdiri atas 4-6 orang. Kelompok ini disusun berdasarkan variasi
tingkat kecerdasan siswa. Kemudian tutor sebaya yang telah ditunjuk
di sebar pada masing-masing kelompok yang telah ditentukan.
2. Tahap pelaksanaan
a) Setiap pertemuan guru memberikan penjelasan terlebih dahulu tentang
materi yang di ajarkan.
b) Siswa belajar dalam kelompoknya sendiri. Tutor sebaya menanyai
anggota kelompoknya secara bergantian akan hal-hal yang belum
41
Sarifuddin, “Penerapan teknik tutor sebaya dan pemberian kartu skor partisipasi siswa
untuk meningkaatkan motivasi belajar matematika siswa”, Skripsi Jurusan Matematika
Universitas Islam Negeri Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama; 2008).t.d
34
dimengerti, demikian pula halnya dengan menyelesaikan tugas. Jika
ada masalah yang tidak diselesaikan barulah tutor meminta bantuan
guru.
c) Guru mengawasi jalannya proses belajar, guru berpindah-pindah dari
satu kelompok ke kelompok yang lain untuk memberikan bantuan jika
ada masalah yang tidak dapat diselesaikan dalam kelompoknya.
3. Tahap evaluasi
a) Sebelum kegiatan pembelajaran berakhir, guru memberikan soal-soal
latihan kepada anggota kelompok (selain tutor) untuk mengetahui
apakah tutor sudah menjelaskan tugasnya atau belum
b) Mengingatkan siswa untuk mempelajari sub pokok bahasan
sebelumnya di rumah.
Dengan menggunakan pendekatan tutor sebaya, diharapkan mampu
mengatasi masalah kelemahan dalam belajar kelompok. Namun demikian,
perlu diketahui bahwa teknik tutor sebaya memiliki kelebihan dan
kekurangan. Berdasarkan beberapa sumber, dapat diambil kesimpulan
tentang kelebihan pendekatan tutor sebaya antara lain:
a) Hasilnya lebih baik, bagi beberapa siswa yang mempunyai
perasaan takut atau enggan kepada guru.
b) Bagi tutor, pekerjaan tutoring akan memperkuat konsep yang
dibahas dan memberikan kesempatan untuk melatih diri
memegang/ memberikan tanggung jawab suatu tugas serta melatih
kesabaran.
Adapun kelemahan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
a) Siswa yang dibantu seringkali belajar kurang serius, dan beberapa
siswa takut rahasianya diketahui teman.
b) Pada kelas-kelas tertentu, kegiatan tutoring ini sulit dilaksanakan
karena ada perbedaaan jenis kelamin antara tutor dan yang diberi
tutor.
c) Tidak semua siswa pandai dapat memberikan penjelasan kembali
kepada temannya.
35
B. Penelitian yang Relevan
Sebagai bahan pertimbangan peneliti mengangkat masalah upaya
mengurangi kecemasan dengan penerapan model pembelajaran tutor sebaya
metode diskusi kelompok adalah kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh
saudara Syarifuddin. Beliau menuliskan pada poin empat di halaman 76 s/d 77
bahwa:
“tutor sebaya memberikan lingkungan yang nyaman bagi siswa untuk
bertanya tanpa merasa takut atau malu ditertawakan. Siswa dapat
bertanya sebebas-bebasnya kepada tutor dalam kelompoknya. Para
siswa menjadi lebih senang dan bersemangat belajar matematika karena
soal-soalnya tidak lagi menjadi momok yang menakutkan bagi mereka.
Siswa dapat dengan mudah menyelasaikan soal-soal yang dihadapi
melalui diskusi dalam kelomponya serta bimbingan dari tutor yang
cukup membantu mereka dalam belajar matematika.”42
Hanya saja penelitian sebelumnya mempunyai variabel motivasi. Oleh
karena itu, penelitian kali ini mengambil variabel yang berbeda, yaitu kecemasan.
Dari pernyataan tersebut peneliti berasumsi, jika dengan penerapan tutor sebaya
mampu membuat siswa merasa nyaman dan mampu meningkatkan motivasi siswa
dalam belajar matematika, maka tidak menutup kemungkinan dengan penerapan
teknik tutor sebaya dalam diskusi kelompokpun akan mampu mengurangi tingkat
kecemasan siswa dalam belajar matematika dikarenakan berbagai hal, mulai dari
masalah pribadi, seperti selalu gugup untuk menjawab soal karena takut kepada
guru bidang studi, sampai dengan kecemasan yang dirasakan siswa oleh karena
adanya ketetapan standar nilai kelulusan yang dibuat oleh pemerintah yang selalu
bertambah dari tahun ke tahun tanpa mempertimbangkan sisi psikologis siswa.
C. Pengajuan Kerangka Konseptual dan Intervensi/ Perencanaan Tindakan
Pada hakekatnya, hasil belajar ditentukan oleh banyak faktor, yaitu
faktor guru, lingkungan sekolah, lingkungan tempat tinggal, cara belajar siswa,
fasilitas belajar yang digunakan, faktor internal siswa, dan lain sebagainya. Akan
tetapi seorang siswa yang telah menyadari tugasnya sebagai seorang pembelajar
42
Sarifuddin, “Penerapan teknik tutor sebaya dan pemberian kartu skor partisipasi siswa
untuk meningkaatkan motivasi belajar matematika siswa”, Skripsi Jurusan Matematika
Universitas Islam Negeri Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama; 2008). t.d.
36
seharusnya dapat menggunakan faktor-faktor yang ada untuk memaksimalkan
hasil belajarnya.
Ada banyak sekali pekerjaan, tantangan, dan tuntutan yang dihadapi
dan harus di jalankan oleh siswa. jika siswa dapat mengendalikan ketegangan saat
menghadapi pekerjaan, tantangan dan tuntutan, dan tetap tenang, maka tidak ada
hal yang menghambatnya, setidaknya dari dalam dirinya ia sudah dapat
menguasai kondisinya sendiri. Tapi jika siswa memiliki perasaan takut/ cemas
akan kegagalan atau merasa panik dalam menghadapi ujian, walaupun ia memiliki
motivasi untuk berprestasi, tetap saja siswa akan mengalami kesulitan untuk dapat
meraih prestasi yang maksimal.
Kecemasan akan timbul jika individu menghadapi situasi yang
dianggapnya mengancam dan menekan. Misalnya saja, apabila seseorang ingin
melaksanakan atau melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan yang baru, maka
tentu orang tersebut akan merasa cemas dalam menghadapi pekerjaannya tersebut,
apakah orang itu dapat melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan tersebut
dengan hasil yang baik atau bahkan sebaliknya.
Ada beberapa model atau metode pembelajaran modern yang bisa
digunakan untuk mengurangi kecemasan belajar siswa, Salah satunya adalah
metode diskusi kelompok dengan teknik tutor sebaya. Dengan menerapkan
metode diskusi kelompok maka siswa akan merasa nyaman dalam belajar, beban
yang awalnya ditanggung sendiri, kini mereka tanggung secara kelompok,
siswapun merasa lebih nyaman karena ketika menemui kendala atau materi yang
dianggap susah, dapat didiskusikan langsung bersama anggota kelompoknya.
Dengan menerapkan teknik tutor sebaya dalam metode diskusi
kelompok pula, maka yang semula siswa merasa takut atau panik saat belajar akan
menjadi lebih nyaman, karena pada saat melakukan proses pembelajaran, mereka
dapat bertanya langsung kepada temanya yang menjadi tutor apabila menemui
kesulitan. Oleh karena itu penulis mengangkat penelitian pembelajaran dengan
metode diskusi kelompok menggunakan teknik tutor sebaya untuk mengurangi
kecemasan belajar matematika siswa
37
Kerangka konseptual perencanaan tindakan yang akan digunakan dalam
penelitian tindakan kelas ini adalah pytagoras dan lingkaran yang mencakup pada
pokok bahasan: mengenal bagian-bagian lingkaran, menghitung besaran-besaran
pada lingkaran dan garis singgung pada lingkaran.. Pokok bahasan ini diajarkan
pada kelas VIII SLTP pada semester genap.
Sedangkan bentuk penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor
sebaya yang akan dilakukan pada siklus pertama adalah penerapan metode diskusi
kelompok teknik tutor sebaya dengan menambahkan hand-out dalam mempelajari
bahasan pytagoras. Dengan pemberian hand-out ini diharapkan akan membantu
siswa dalam memahami materi dan lebih memberi waktu untuk mendiskusikan
materi juga menumbuhkan daya tarik siswa terhadap pelajaran matematika karena
siswa tidak lagi mencatat materi yang akan diajarkan.
Kemudian pada siklus kedua dilaksananakan penerapan metode diskusi
kelompok teknik tutor sebaya dengan mengacak siswa yang meriview materi
dengan bantuan tutor, pengacakan siswa yang meriview materi ini diterapkan
dengan harapan dapat mengurangi sikap acuh setiap anggota kelompok saat
diskusi berlangsung, atau dengan kata lain dapat membuat siswa yang menjadi
peserta diskusi dalam kelompok ikut berperan aktif pada kelompoknya masing-
masing juga menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa, karena dengan
pengacakan ini, maka siswa yang mendapat tugas meriview materi akan
merasakan bagaimana rasanya saat meriview materi seperti yang telah tutor
lakukan selama siklus satu.
Sedangkan pada siklus ketiga akan diterapkan metode diskusi kelompok
teknik tutor sebaya dengan penambahan hadiah (reword) bagi kelompok terbaik
berdasarkan polling dari seluruh kelompok dan masukan dari guru kolaborator.
Intervensi ini diharapakan akan membuat siswa merasa tertantang untuk
memperhatikan setiap materi diskusi, tanpa menimbulkan tekanan yang
menimbulkan kecemasan, karena dengan penambahan hadiah (reword) ini,
kelompok siswa yang dianggap terbaik pada akhir siklus III akan mendapatkan
hadiah (reword). Intervensi ini juga diharapkan dapat memperdalam pengertian
siswa terhadap pelajaran matematika. Maka dengan penerapan pembelajaran tutor
38
sebaya metode diskusi kelompok pada penelitian ini, diharapakan dapat
mengurangi tingkat kecemasan yang dialami siswa saat belajar matematika,
namun tidak menghilangkan kecemasan yang sifatnya sebagai “(facilitating
anxiety) yaitu bentuk kecemasan dengan taraf rendah yang berfungsi sebagai
pemicu/ pendorong siswa untuk bersiaga mengambil langkah-langkah mencegah
atau memperkecil kemungkinan terjadinya hal yang tidak diinginkan” 43
, seperti
karena tidak ingin mendapatkan nilai yang rendah maka siswa mempersiapkan
diri dengan cara belajar lebih giat.
Jika digambarkan, maka bagan desain kerangka konseptual dan
intervensi tindakan yang diharapkan sebagai berikut:
Bagan 2.1
Desain kerangka konseptual & Intervensi Tindakan yang diharapkan
43
Fitri Fausiah dan Julianti Widuri (eds),Psikologi Abnormal..., h.73.
Masalah siswa
Merasa cemas saat belajar
matematika pada bahasan
pytagoras dan lingkaran
Intervensi tindakan
Penerapan metode diskusi
kelompok teknik tutor sebaya
Hasil intervensi yang diharapkan
Intensitas kecemasan siswa saat belajar
matematika bahasan lingkaran menurun
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Tempat dan Waktu Penelitian
a) Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 21 Tangerang yang berada di
Jl: Halim Perdana Kusuma, komplek alam raya, Kel.Jurumudi Baru, Kec.
Benda, Kota Tangerang 15124
b) Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai dari tanggal 23 Desember 2010 – 02 Februari 2011.
B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas yang biasa disingkat menjadi PTK, atau dikenal juga
dengan nama Classroom action research method. Metode penelitian tindakan
kelas ini dilakukan dalam proses pembelajaran matematika pokok bahasan
pytagoras dan lingkaran dengan menerapkan metode diskusi kelompok teknik
tutor sebaya.
Alasan penulis menerapkan metode pembelajaran diskusi kelompok
teknik tutor sebaya ini adalah karena peneliti menemukan permasalahan
yaitu tingginya intensitas kecemasan siswa saat belajar matematika, beberapa
penyebabnya adalah masih ada rasa takut pada diri siswa saat dimintai
pendapat, diminta untuk mengerjakan soal di depan kelas, maupun ketika
siswa diminta untuk bertanya kepada guru tentang materi yang belum mereka
pahami saat pembelajaran berlangsung. Hal ini tergambar dari hasil
wawancara yang yang dilakukan oleh penulis saat melakukan kegiatan survei
pendahuluan.
Dengan menerapkan metode pembelajaran ini, penulis mengupayakan
untuk dapat memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi siswa, yakni
mengurangi tingkat kecemasan (anxiety) dalam belajar matematika. Dengan
kata lain siswa diharapkan dapat belajar dengan rileks, tidak malu dan takut
untuk menanyakan materi yang belum mereka pahami, karena yang menjadi
40
guru adalah temannya sendiri. Dengan demikian siswa diharapkan dapat
mengurangi tingkat kecemasannya dalam belajar matematika.
Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari beberapa siklus. Dalam
penelitian ini digunakan tiga siklus yang pada tiap siklusnya terdiri dari empat
tahap, yaitu:
1) Perencanaan (Planning)
Peneliti merencanakan tindakan berdasarkan tujuan penelitian. Peneliti
menyiapkan skenario pembelajaran dan instrumen penelitian yang terdiri
atas lembar soal-soal akhir siklus, lembar angket kecemasan siswa, lembar
observasi untuk siswa dan guru juga lembar wawancara.
2) Tindakan/Pelaksanaan (Acting)
Tahap ke-2 dari penelitian ini adalah pelaksanaan yang merupakan
implementasi rancangan, yaitu melaksanakan tindakan kelas menggunakan
metode yang telah direncanakan.
3) Pengamatan (Observasi)
Pada tahap ini peneliti melakukan pengamatan bersamaan dengan
pelaksanaan tindakan agar memperoleh data yang akurat untuk perbaikan
pada siklus berikutnya. Observasi dimaksudkan sebagai kegiatan
mengamati, menggali, dan mendokumentasikan semua gejala atau
indikator yang terjadi selama proses penelitian. Dalam penelitian ini,
peneliti dibantu oleh guru kelas yang bertugas sebagai kolaborator, yaitu
membantu peneliti untuk mengamati aktivitas siswa selama proses
pembelajaran. Selain itu, kolaboratorpun mengamati peneliti dalam
menyampaikan materi pelajaran.
4) Refleksi (Reflecting)
Pada tahap ini, hasil yang didapat dari observasi dikumpulkan dan
dianalisis bersama oleh peneliti dan guru (kolaborator), sehingga dapat
diketahui apakah kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang
41
direncanakan. Hasil analisis tersebut akan dibandingkan dengan instrumen
penelitian lainnya untuk kemudian digunakan sebagai acuan merencakan
tindakan selanjutnya.
Berdasarkan hasil reflektif yang bersumber dari angket kecemasan
serta lembar observasi tim peneliti, maka akan ditentukan perlu atau tidaknya
dilaksanakan siklus selanjutnya. Siklus berikutnya akan dilaksanakan jika
tujuan penelitian dan indikator keberhasilan yang direncanakan belum
tercapai. Namun siklus akan dihentikan ketika tujuan penelitian dan indikator
keberhasilan yang direncanakan telah tercapai dengan baik. Pada penelitian
ini, disain intervensi tindakan menggunakan disain atau model spiral dari
Kemmis dan Taggart yang digambarkan sebagai berikut:1
1 Rochiati Wiria Atmadja (ed.), Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007), Cet.III, h.66.
42
Tabel 3.1
Diagram Desain Penelitian
Siklus
1
Siklus
2
Siklus
3
OBSERVE
(Pengamatan)
ACTION (Tindakan)
Penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor
sebaya dengan penambahan Reword (hadiah)
Siklus Selanjutnya
REFLECT
(Refleksi)
PLAN
(Perencanaan)
OBSERVE
(Pengamatan)
ACTION (Tindakan)
Penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor
sebaya menggunakan handout
REFLECT
(Refleksi)
REVISED PLAN
(Perubahan Perencanaan)
ACTION (Tindakan)
Penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor
sebaya dengan merandom siswa yang mendapat
tugas untuk meriview materi
REFLECT
(Refleksi)
REVISED PLAN
(Perubahan Perencanaan)
OBSERVE
(Pengamatan)
PROBLEM (Masalah)
Tingginya intensitas kecemasan siswa saat mengikuti
kegiatan belajar matematika
43
C. Subjek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kelas VIII-D SMP Negeri 21 Tangerang.
Jumlah siswa dikelas penelitian ini sebanyak 40 siswa yang terdiri dari 22
siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Seluruh siswa di kelas ini dijadikan
sebagai subjek penelitian.
Peneliti melakukan tindakan sekaligus mengamati setiap aktivitas
siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Guru kelas terlibat dalam
penelitian ini sebagai kolaborator. Guru kelas membantu peneliti mulai dari
menyiapkan RPP, mengamati kegiatan/ aktivitas siswa selama proses
pembelajaran di kelas, hingga melakukan refleksi akhir siklus. Selain itu,
kolaborator juga mengamati, menilai, dan memberikan arahan kepada peneliti
dalam menyampaikan materi pelajaran kelas.
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian
Peneliti bertindak sebagai perancang dan pelaksana kegiatan. Peneliti
membuat perencanaan kegiatan, melaksanakan kegiatan, melakukan
pengamatan, mengumpulkan dan menganalisis data serta melaporkan hasil
penelitian. Dalam penelitian peneliti dibantu oleh seorang guru, guru ini
adalah guru mata pelajaran matematika kelas VIII yang bertindak sebagai
kolaborator.
E. Tahapan Intervensi Tindakan
Tahapan penelitian ini diawali dengan dilakukannya survei
pendahuluan (tahapan pra penelitian) dan akan dilanjutkan dengan tindakan
pertama berupa siklus yang terdiri dari perencanaan tindakan, pelaksanaan
tindakan, observasi, serta analisis dan refleksi. Setelah melakukan analisis
dan refleksi pada tindakan I (Siklus 1), penelitian akan dilanjutkan dengan
tindakan II (Siklus 2), jika data yang diperoleh masih memerlukan
penyempurnaan akan dilanjutkan kembali pada tindakan III (Siklus 3), dan
begitu seterusnya.
44
Adapun tahapan penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan
digambarkan sebagai berikut:
1. Tahap Survei Pendahuluan (Tahap Pra Penelitian)
a. Mengurus surat izin observasi dan surat izin pelaksanaan penelitian untuk
SMP Negeri 21 Tangerang.
b. Menghubungi kepala sekolah SMP Negeri 21 Tangerang.
c. Menghubungi guru bidang studi matematika kelas VIII.
d. Memberi dan menjelaskan proposal penelitian kepada guru bidang studi
matematika.
e. Melaksanakan wawancara dengan guru bidang studi matematika.
f. Menentukan kelas sebagai subjek penelitian.
g. Memberi angket pengukur kecemasan belajar matematika kepada kelas
subjek penelitian.
h. Melakukan proses penilaian terhadap angket yang telah disebarkan.
2. Tahap Penelitian Siklus 1
a. Tahap Perencanaan
1) Membuat rancangan proses pembelajaran (RPP).
2) Mendiskusikan rancangan proses pembelajaran (RPP) dan model
pembelajaran yang akan digunakan dalam kelas penelitian dengan
guru bidang studi matematika.
3) Menyiapkan materi pengajaran untuk tiap pertemuan.
4) Membuat rencana pengajaran.
5) Menyiapkan tugas untuk di kelas dan PR.
6) Menyiapkan lembar observasi siswa dan guru, serta lembar
wawancara.
7) Menyiapkan alat dokumentasi.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Menerangkan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya.
45
2) Membentuk kelompok diskusi dan menetukan tutor kelompok sesuai
arahan dari guru bidang studi.
3) Menjelaskan materi yang telah ditentukan dan direncanakan dalam
RPP.
4) Membimbing pelaksanaan tugas yang telah diberikan, yaitu
mempelajari materi pytagoras (dengan kompetensi dasar
menggunakan teorema pytagoras dalam pemecahan masalah) dan
memberikan handout kepada siswa.
5) Mengerjakan tugas dan membahasnya.
6) Memberikan soal latihan dan PR.
7) Penilaian hasil siklus 1.
8) Mewawancarai guru dan beberapa siswa.
9) Dokumentasi.
c. Tahap Observasi/ Pengamatan
1) Melakukan pengisian lembar observasi untuk siswa dan guru selama
proses belajar mengajar berlangsung.
2) Mencatat, Memproses, dan menilai hasil obesevasi yang terjadi
selama proses belajar mengajar berlangsung pada tiap pertemuan.
d. Refleksi
Menilai keberhasilan dan kekurangan dari pelaksanaan kegiatan
penelitian pada siklus 1 untuk dijadikan dasar pelaksanaan kegiatan
penelitian pada siklus 2.
3. Tahap Penelitian Siklus 2
a. Tahap Perencanaan
1) Membuat rancangan proses pembelajaran (RPP).
2) Mendiskusikan rancangan proses pembelajaran (RPP) dan
dilakukannya pengacakan siswa dalam meriview materi disetiap
pertemuannya.
46
3) Menyiapkan materi pengajaran untuk tiap pertemuan.
4) Membuat rencana pengajaran.
5) Menyiapkan tugas untuk di kelas dan PR.
6) Menyiapkan lembar observasi siswa dan guru, serta lembar
wawancara.
7) Menyiapkan alat dokumentasi.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Menjelaskan tentang pengacakan siswa yang meriview materi
selama pembelajaran siklus II berlangsung serta tujuannya.
2) Menjelaskan materi yang telah direncanakan dalam RPP.
3) Membimbing pelaksanaan tugas yang telah diberikan, yaitu
mempelajari materi lingkaran (dengan kompetensi dasar menentukan
unsur dan bagian-bagian lingkaran, dan menghitung keliling dan luas
lingkaran).
4) Mengerjakan tugas dan membahasnya.
5) Penilaian hasil siklus 2.
6) Mewawancarai guru dan siswa.
7) Dokumentasi.
c. Tahap Pengamatan
1) Melakukan pengisian lembar observasi untuk siswa dan guru ketika
proses belajar mengajar berlangsung.
2) Memproses dan menilai hasil obesevasi pada tiap pertemuan.
d. Refleksi
Menilai keberhasilan dan kekurangan dari pelaksanaan kegiatan
siklus 3 untuk dijadikan dasar pelaksanaan kegiatan siklus berikutnya
(jika diperlukan).
47
4. Tahap Penelitian Siklus 3
a. Tahap Perencanaan
1) Mendiskusikan rancangan proses pembelajaran (RPP) dengan guru
bidang studi matematika.
2) Menyiapkan materi pengajaran.
3) Membuat rencana pengajaran.
4) Menyiapkan tugas untuk di kelas dan PR.
5) Menyiapkan (reword) hadiah untuk kelompok
6) Menyiapkan lembar observasi siswa dan guru, dan lembar
wawancara.
7) Menyiapkan alat dokumentasi.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Menjelaskan (reword) hadiah yang akan didapat bagi kelompok
yang aktif dalam mengikuti pembelajaran sesuai polling seluruh
kelompok dan penilaian guru bidang studi (Kolaborator).
2) Menjelaskan materi lingkaran (dengan kompetensi dasar
Menggunakan hubungan sudut pusat, panjang busur, luas juring
dalam pemecahan masalah).
3) Menerapkan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya, dengan
menggunakan (reword) hadiah dan menjelaskan tujuannya.
4) Mengawasi dan membimbing pelaksanaan tugas yang telah
diberikan. Yaitu mempelajari materi menghitung panjang garis
singgung persekutuan dua lingkaran.
5) Mewawancarai guru dan beberapa siswa.
6) Dokumentasi.
c. Tahap Pengamatan
1) Melakukan pengisian lembar observasi untuk siswa dan guru ketika
proses belajar mengajar berlangsung.
2) Memproses dan menilai hasil obesevasi pada tiap pertemuan.
48
d. Refleksi
Menilai keberhasilan dan kekurangan dari pelaksanaan kegiatan
siklus 3 untuk dijadikan dasar pelaksanaan kegiatan siklus berikutnya
(jika diperlukan).
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan
Hasil penelitian yang diharapkan adalah sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai oleh peneliti yaitu mengurangi intensitas kecemasan belajar
matematika siswa kelas VIII-D semester II dengan menerapkan metode
diskusi kelompok teknik tutor sebaya.
G. Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data kuantitatif
dan data kualitatif.
a. Data kuantitatif
1) Lembar tes tertulis yang digunakan untuk memperoleh gambaran hasil
belajar setelah ada perubahan aktivitas siswa saat proses
pembelajaran.
2) Skor skala kecemasan belajar siswa yang berupa angket yang disebar
kepada siswa
b. Data Kualitatif
1) Format pertanyaan dan wawancara mengenai hal-hal yang perlu
diperbaiki dalam proses belajar mengajar di kelas, baik berupa kritik
ataupun saran yang akan dipertimbangkan kemudian sebagai langkah
perbaikan.
2) Catatan lapangan, yaitu mencatat seluruh perubahan dalam proses
kegiatan belajar mengajar yang terjadi di dalam kelas, baik itu
perubahan perilaku siswa ataupun guru.
3) Angket yang berisikan pertanyaan tentang metode diskusi kelompok
teknik tutor sebaya yang diberikan pada akhir siklus I, siklus II dan
siklus III.
49
4) Foto yang dibuat untuk melengkapi kejadian-kejadian yang penting di
dalam kelas, seperti pada saat diskusi, tutor dalam membimbing
kelompok diskusi, kegiatan kolaborator saat mengobservasi siswa,
saat diberlakukannya (reword) hadiah, juga pada saat siswa menjawab
pertanyaan didepan kelas baik dari guru maupun dari kelompok lain.
Foto ini digunakan agar penelitian lebih obyektif karena ada fakta
yang menunjang.
Sedangkan sumber data dalam penelitian kaji tindak ini adalah guru,
siswa dan peneliti.
H. Instrumen-instrumen Pengumpul Data yang Digunakan
Instrumen-instrumen pengumpul data yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan dua buah instrumen, yaitu instrumen tes dan non
tes. Instrumen tes diberikan setiap akhir siklus untuk mengetahui tingkat
pemahaman siswa dan berfungsi sebagai data tambahan. Adapun instrumen
non tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Panduan Observasi Siswa Terstruktur/ Tertutup
Lembar observasi terstruktur/ tertutup digunakan untuk mengetahui tingkat
aktivitas siswa dalam proses pembelajaran yang menitikberatkan pada
indikator kecemasan yang diteliti.
2) Panduan Observasi Siswa Terbuka
Lembar observasi terbuka digunakan untuk mengetahui kejadian-kejadian
dalam proses pembelajaran yang tidak terdapat pada lembar observasi
tertutup.
3) Format Wawancara
Format wawancara adalah format yang dibuat oleh peneliti sebagai
pedoman untuk melakukan wawancara kepada guru bidang studi. Pada
saat awal penelitian hasil wawancara bertujuan untuk mengetahui kelas
yang siswanya memiliki intensitas kecemasan tinggi untuk kemudian
diberikan intervensi tindakan serta untuk mengetahui kesulitan belajar
matematika siswa pada bab lingkaran, metode yang digunakan oleh guru
50
bidang studi saat proses pembelajaran. Sedangkan format wawancara
terhadap siswa sebagai subjek penelitian dilakukan setiap akhir siklus
untuk mengetahui tanggapan siswa tehadap intervensi tindakan penelitian
yang telah dilakukan.
4) Angket Kecemasan Siswa
Instrumen ini diberikan kepada subjek penelitian sebelum dilakukannya
intervensi tindakan yang hasilnya dijadikan sebagai nilai awal kecemasan
siswa dan diakhir siklus selama dilakukannya intervensi tindakan sampai
penelitian di kelas selesai dilaksanakan.
5) Dokumentasi
Dokeumentasi digunakan untuk bukti visualisasi proses pembelajaran
selama penelitian dilaksanakan.
I. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan beberapa
kegiatan, diantaranya melakukan wawancara dengan guru bidang studi dan
siswa sebagai objek penelitian, melakukan pengamatan lembar observasi
selama proses belajar mengajar berlangsung, dan memberikan angket
pengukur tingkat kecemasan (anxiety) siswa dalam belajar matematika ditiap
akhir siklus untuk kemudian dibandingkan dengan siklus sebelumnya.
Angket persepsi kecemasan belajar matematika siswa dalam
penelitian ini menggunakan teknik Sala berjenjang (Rating Scale) yang
mengadopsi model likert dengan skala lima angka.2 Skala 5 (lima) berarti
sangat negatif dan skala 1 (satu) berarti sangat positif”. Kategori jawaban
pernyataan angket adalah: selalu, sering, kadang-kadang, jarang, dan tidak
pernah. Agar jawaban siswa tidak menyimpang dari tujuan penelitian, maka
peneliti melakukan keseragaman mengenai waktu terhadap variabel yang
ingin diteliti dengan cara menentukan rentang waktu siswa saat mengalami
kecemasan. Adapun nilai untuk pernyataan pada ketegori jawaban selalu
2 Nana Saodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya
2007) cet.II, hal.242-243.
51
diberi kode dengan skor 5, nilai sering diberi skor 4, nilai kadang-kadang
diberi skor 3, nilai jarang diberi skor 2, dan nilai sangat tidak pernah diberi
skor 1. Untuk melengkapi hasil penelitian pengumpulan data juga dilakukan
wawancara mengenai persepsi siswa terhadap pembelajaran matematika
dengan penerapan model pembelajaran tutor sebaya metode diskusi
kelompok. Hasil setiap pengamatan didiskusikan oleh peneliti bersama guru
bidang studi (kolaborator) pada saat menganalisis data untuk membuat
tindakan pada siklus berikutnya.
J. Validitas dan Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trusworthiness)
Studi
Keabsahan hasil temuan dari penelitian tindakan ini, menggunakan
teknik triangulasi. Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.3
Untuk pengecekan keabsahan data ini digunakan teknik triangulasi
sumber, penyidik, dan teori. Triangulasi sumber yaitu teknik membandingkan
dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat dalam metode kualitatif. Sedangkan triangulasi
penyidik yaitu dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya
untuk keperluan pengecekkan kembali derajat kepercayaan data. Untuk
triangulasi teori yaitu digunakan sebagai penjelasan banding (rival
explanation).
Agar dapat diperoleh data yang valid, instrumen atau alat
mengevaluasi harus valid. Oleh karena itu, sebelum digunakan dalam
penelitian, instrumen angket kecemasan belajar siswa terlebih dahulu
diujicobakan untuk mengetahui dan mengukur validitas dan reabilitasnya.
a. Validitas Angket
3 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT: Remaja Rosdakarya, 1995), Cet.
Ke-6, h. 178.
52
Untuk mengetahui validitas instrumen angket maka digunakan
rumus Product Moment sebagai berikut:4
rxy = N ∑ X Y − ( ∑ X )( ∑ Y )
𝑁∑X2− ∑X 2 𝑁∑Y2− ∑Y 2
Keterangan :
rxy = Validitas instrumen
N = Jumlah responden
X = Skor item (butir) total
Y = Skor total
b. Reliabilitas
Untuk mengetahui reliabilitas instrument angket digunakan rumus
Alpha Cronbach sebagai berikut:5
Keterangan:
11 r = reliabilitas instrumen
n = banyaknya butir pertanyaan atau soal
2
b = jumlah varians butir
2
1 = varians total
K. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis
Proses analisis data terdiri atas analisis data pada saat di lapangan
yaitu pada saat pelaksanaan kegiatan dan analisis data yang sudah terkumpul.
Data yang sudah terkumpul berupa hasil tes siswa, hasil wawancara, hasil
angket kecemasan siswa, hasil observasi, dan catatan lapangan.
4 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001),
cet II, h. 72 5 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan….,h. 109
r11 = 𝑛
𝑛−1 1 −
∑𝜎12
𝜎12
53
Tahap analisis data dimulai dengan membaca keseluruhan data yang
ada dari berbagai sumber, kemudian mengadakan reduksi data, menyusunnya
dalam satuan-satuan, dan mengkategorikannya. Data yang diperoleh berupa
kalimat-kalimat dan aktivitas-aktivitas siswa diubah menjadi kalimat yang
bermakna dan alamiah
L. Tindak Lanjut/ Pengembangan Perencanaan Tindakan
Setelah tindakan pertama (siklus I) selesai dilakukan dan hasil yang
diharapkan adalah belum tercapainya kriteria keberhasilan yaitu penurunan
intensitas kecemasan belajar matematika siswa maka akan ditindak lanjuti
untuk melakukan tindakan selanjutnya sebagai rencana perbaikan
pembelajaran.
Penelitian ini akan berakhir apabila peneliti menyadari bahwa
penelitian ini dinyatakan telah berhasil dalam pencapaian indikator
keberhasilan berdasarkan lembar observasi dan angket kecemasan siswa yang
disebarkan diakhir siklus. Lembar observasi dinyatakan berhasil apabila rata-
rata nilai observasi siswa mencapai nilai kurang dari atau sama dengan 17
dengan kriteria skala kecemasan belajar rendah. Sedangkan angket
kecemasan siswa dikatakan berhasil apabila siswa sudah mencapai rata-rata
skor sebesar 75 atau kurang dari 75 dengan skala kecemasan belajar rendah
dan frekuensi siswa yang berada pada skala kategori kecemasan tinggi tidak
lebih dari 10 %. Tiga indikator tersebut menjadi acuan berhasil atau tidaknya
penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya dalam mengurangi
intensitas kecemasan siswa belajar matematika pada penelitian ini.
Namun demikian masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi
kecemasan belajar matematika siswa, juga masih banyak model, metode, dan
teknik pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengurangi intensitas
kecemasan siswa dalam belajar matematika. Untuk itu masih diperlukan
penelitian lebih lanjut untuk menemukan faktor-faktor lain tersebut.
54
BAB IV
DESKRIPSI, ANALISIS DATA INTERPRETASI HASIL ANALISIS
DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Intervesi Tindakan dan Hasil Pengamatan
1. Survei Pendahuluan
Survei pendahuluan dimulai dengan melakukan wawancara kepada
guru bidang studi, kemudian dilanjutkan dengan menyebarkan angket
kecemasan belajar siswa pada kelas VIII-D sesuai dengan saran guru bidang
studi. Setelah penyebaran angket, kegiatan penelitian dilanjutkan dengan
observasi ke kelas penelitian. Observasi ini mencakup beberapa pengamatan,
diantaranya pengamatan terhadap kegiatan pembalajaran yang dilakukan oleh
guru bidang studi, penggunaan bahan dan media pembelajaran dalam kelas,
serta kecemasan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Dari hasil
wawancara didapat,
a) Kelas yang akan dijadikan kelas penelitian adalah kelas VIII-D,
karena menurut guru bidang studi, siswa dalam kelas ini tingkat
kecemasannya relatif tinggi.
b) Kadang ada siswa yang tidak masuk kelas tanpa keterangan, atau ada
juga siswa yang membolos jika pada pertemuan sebelumnya guru
memberikan pekerjaan rumah (PR).
c) Saat melakukan diskusi ada beberapa siswa yang terlihat pucat, gugup
dan malu ketika mendapat tugas mewakili kelompoknya untuk
menjawab soal dari kelompok lain.
Adapun hasil observasi yang telah dilakukan pada kelas penelitian
selama satu minggu didapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Kegiatan pembelajaran yang berlangsung di kelas cukup teratur, siswa
umumnya memperhatikan penjelasan guru. Namun ada beberapa
siswa masih terlihat tegang.
b. Metode mengajar yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan
pelajaran matematika kepada siswa belum bervariasi, selama kegiatan
55
observasi, guru selalu menggunakan metode ekspositori di tiap
pertemuannya.
c. Saat belajar menggunakan metode ekspositori yang selama ini
dilakukan oleh guru bidang studi, siswa banyak yang mengalami
kecemasan, hal ini tergambar diantaranya dari raut wajah siswa yang
tegang saat diminta untuk menjawab soal latihan di depan kelas,
terbata-batanya beberapa siswa saat diberi pertanyaan oleh guru
bidang studi.
d. Adanya beberapa siswa yang tidak mau maju ketika dipersilahkan
untuk menjawab soal didepan kelas karena malu dan takut jika
jawabannya salah lalu diejek oleh teman-temannya.
e. Rasa percaya diri dan keberanian siswa dalam menanyakan materi
yang belum dipahami dan dalam menjawab soal didepan kelas masih
relatif rendah. Hal ini terlihat ketika guru mempersilahkan siswa untuk
menanyakan materi yang belum dipahami saat pembelajaran
berlangsung, tidak ada satupun siswa yang berani mengacungkan
tangan untuk bertanya.
Setelah melakukan wawancara dan observasi selama satu minggu,
selanjutnya peneliti berdiskusi dengan guru kolaborator untuk melakukan
intervensi tindakan berupa penerapan metode diskusi kelompok dengan teknik
tutor sebaya dengan tujuan mengurangi tingkat kecemasan saat pembelajaran
matematika.
2. Siklus I
a. Tahap perencanaan
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah
mendiskusikan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan hand-out yang
telah dibuat dengan guru bidang studi yang bertindak sebagai kolaborator.
Adapun RPP yang digunakan saat penelitian dapat dilihat pada lampiran 2.
Penggunaan hand-out ini dilakukan untuk menyiasati keterlambatan
datangnya buku LKS yang telah dipesan oleh pihak sekolah kepada supplier,
56
juga agar rencana pembelajaran yang dibuat tidak menyimpang dengan
kurikulum yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah SMP Negeri 21
Tangerang, setelah itu peneliti menyiapkan lembar observasi, dan mendesain
lembar evaluasi.
Pada kegiatan ini juga peneliti berdiskusi dan berbagi tugas dengan
guru kolaborator pada saat penelitian berlangsung, kegiatan ini dimaksudkan
agar peneliti dan guru dapat bekerjasama mengamati jalannya penelitian.
Berdasarkan diskusi dengan guru kolaborator, diperoleh kesepakatan sebagai
berikut:
1) Pembentukan kelompok beserta penentuan tutor berdasarkan hasil belajar
selama semester satu, kemudian kolaborator dapat melakukan
perombakan anggota kelompok agar didapat kelompok yang heterogen.
Dalam kelas penelitian, siswa dikelompokkan menjadi 10 kelompok
dimana tiap-tiap kelompok terdiri dari 4 siswa. Masing-masing kelompok
terdiri dari satu orang tutor dan empat orang lainnya sebagai anggota.
Pembagian kelompok dalam siklus I ini, dapat dilihat dalam lampiran 3
2) Pada siklus I pembelajaran matematika menggunakan metode diskusi
kelompok teknik tutor sebaya, disertai pemberian hand-out kepada
seluruh siswa. Selain menyiasati keterlambatan datangnya buku LKS
yang telah dipesan oleh pihak sekolah kepada supplier, pemberian hand-
out juga diharapankan dapat mengurangi kecemasan siswa karena takut
ketinggalan mencatat materi yang telah dijelaskan saat pembelajaran juga
memberikan waktu lebih kepada siswa untuk memahami materi yang
sedang diajarkan.
3) Peneliti membuatkan desain kelas/ pengaturan tempat duduk siswa secara
kelompok sebelum siklus I dimulai, kemudian mengcopy sebanyak 10
lembar dan tiap lembarnya dibagikan kepada tutor, hal ini dilakukan agar
pembentukan kelompok tidak banyak menghabiskan waktu belajar.
Desain posisi duduk siswa dalam kelas selama diskusi kelompok dapat
dilihat pada lampiran 4
57
b. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan siklus I ini terdiri dari empat kali pertemuan.
Pertemuan pertama membahas pokok bahasan teorema pytagoras, pertemuan
yang kedua membahas pokok bahasan mencari sisi-sisi segitiga siku-siku yang
sudutnya merupakan sudut istimewa, pertemuan yang ketiga membahas pokok
bahasan menghitung panjang diagonal sisi pada bidang datar, dan pertemuan
yang keempat adalah pelaksanaan tes akhir siklus satu.
Rencana pelaksanaan pembelajaran pada siklus satu ini disesuaikan
dengan pertemuan tiap minggunya. Dalam satu minggu pelajaran matematika
di kelas VIII-D ada tiga pertemuan, yaitu hari senin jam 10.10 – 10.50 (1 jam
pelajaran), selasa jam 09.10 – 10.50 (2 jam pelajaran), dan rabu jam 08.20 –
09.00 (1 jam pelajaran). Untuk lebih lengkapnya proses pembelajaran pada
siklus satu diuraikan sebagai berikut:
1) Pertemuan pertama (Senin, 10 Januari 2011)
Kegiatan belajar matematika di kelas VIII-D pada pertemuan
pertama ini jumlah siswa yang hadir ada 40 orang. Guru matematika hadir
untuk memberikan bantuan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Karena guru bidang studi telah memberitahukan kepada siswa akan ada
mahasiswa yang melakukan penelitian, maka pada pertemuan kali ini, guru
bidang studi langsung mempersilahkan peneliti untuk memperkenalkan diri
kepada siswa dan menjelaskan maksud mengadakan penelitian dikelas ini.
Selain itu, siswa juga diberikan penjelasan tentang metode belajar diskusi
kelompok menggunakan teknik tutor sebaya sekaligus melakukan
pembagian kelompok dan menyebutkan tutor anggota kelompok. Setelah itu
peneliti membagikan lembar desain kelas/ pengaturan tempat duduk siswa
secara kelompok kepada masing-masing siswa yang terpilih sebagai tutor
dan memberikan hand-out materi kepada masing-masing tutor untuk
kemudian dibagikan kepada seluruh siswa. Kegiatan pembelajaran dimulai
dengan mempesilahkan siswa untuk melakukan diskusi materi pertemuan
pertama pada hand-out.
58
Peneliti dan kolaborator berkeliling kelas untuk membimbing siswa
dalam melakukan diskusi, peneliti juga mengarahkan siswa yang terpilih
sebagai tutor pada setiap kelompok untuk menjelaskan materi dan contoh
soal yang telah dibuat dalam hand-out kepada kepada anggota
kelompoknya.
Pada pertemuan pertama ini, kendala yang dihadapi antara lain
lamanya siswa dalam mengatur posisi duduk sesuai anggota dan belum
terbiasanya tutor menjelaskan materi kepada anggota kelompok karena
merasa malu dan takut. Hal ini mengakibatkan banyak waktu belajar yang
terbuang. Hal ini dapat dimaklumi karena ini merupakan pertemuan pertama
dan siswa membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri. Akan tetapi
dengan bimbingan dan arahan dari peneliti dan guru bidang studi yang
bertindak sebagai kolaborator kendala tersebut dapat diminimalisir. Diakhir
pembelajaran, peneliti kembali mengarahkan siswa untuk menyelesaikan
latihan soal yang belum diselesaikan dan dijadikan tugas pekerjaan rumah
(PR). Siswa juga diarahkan untuk mempelajari pokok bahasan
membandingan sisi-sisi segitiga siku-siku istimewa di rumah baik secara
kelompok maupun individu.
Setelah pembelajaran selesai, peneliti pun meminta kepada seluruh
siswa untuk merapikan kembali meja dan kursi seperti keadaan semula.
2) Pertemuan kedua (Selasa, 11 Januari 2011)
Pertemuan kali ini terpotong waktu istirahat selama 20 menit,
tepatnya pukul 09.50 – 10.10. Materi yang diajarkan pada pertemuan kedua
ini adalah pokok bahasan mencari sisi-sisi segitiga siku-siku yang sudutnya
merupakan sudut istimewa. Pada pertemuan kali ini jumlah siswa yang hadir
40 siswa. Siswa pun langsung berkumpul sesuai dengan kelompok masing-
masing. Peneliti meminta bantuan kepada tutor masing-masing kelompok
untuk mengumpulkan PR yang telah dikerjakan. Ternyata masih banyak
siswa yang belum selesai mengerjakan PR dirumah. Setelah tutor
mengumpulkan seluruh PR kelompoknya, peneliti memulai pembelajaran
59
dengan membahas latihan soal yang ditugaskan menjadi pekerjaan rumah
(PR).
Pada saat kegiatan membahas PR, seluruh siswa dalam kelompok
dipersilahkan untuk menanyakan soal materi yang dianggap sulit. Pada
pertemuan kedua ini hanya ada beberapa siswa yang berani menanyakan
kesulitan yang dihadapi saat mengerjakan PR, selanjutnya peneliti
memanggil sekaligus beberapa siswa dari kelompok untuk menyelesaikan
PR tersebut di depan kelas. Tiba-tiba kelas jadi sunyi, siswa dalam
kelompok mulai membuka hand-out dan mulai menanyakan soal-soal yang
telah dikerjakan kepada tutornya masing-masing, hal ini menandakan
kecemasan siswa begitu terasa saat mereka diminta untuk mengerjakan
latihan soal di depan kelas. Namun demikian jawaban soal latihan yang
telah dikerjakan oleh beberapa siswa relatif banyak yang benar.
Setelah selesai membahas soal selesai kurang lebih selama 20 menit,
tutor diarahkan untuk memulai dan memimpin kelompoknya masing-masing
dalam mendiskusikan materi pertemuan kedua pada hand-out yaitu mencari
sisi-sisi segitiga siku-siku yang sudutnya merupakan sudut istimewa.
Seperti pada pertemuan sebelumnya, peneliti berkeliling kelas untuk
membimbing siswa dalam berdiskusi dan memberikan arahan untuk
kelompok yang menemui kesulitan dalam memahami pokok bahasan
diskusi. Kali ini kolaborator pun ikut berkeliling sambil membawa lembar
observasi dengan tujuan membimbing siswa dalam berdiskusi dan
mengamati siswa tiap kelompok, sesekali waktu kolaborator menceklis
lembar observasi untuk menilai sikap siswa selama pertemuan kedua.
Adapun lembar panduan observasi kecemasan siswa dalam belajar
matematika dapat dilihat pada lampiran 5
Kolaborator datang ke kelas penelitian 5 menit sebelum bel masuk
berbunyi. Ketika bel masuk berbunyi siswa memasuki kelas, ada beberapa
siswa yang masuk kelas sambil membawa makanannya, beberapa siswa pun
ada yang belum masuk kelas. Kemudian kolaborator mempersilahkan
peneliti untuk melanjutkan kegiatan pembelajaran.
60
Setelah selesai meriview materi, peneliti mempersilahkan beberapa
tutor baik untuk menjelaskan kembali materi atau membahas contoh soal
kepada seluruh siswa di depan kelas. Pada pertemuan kedua ini beberapa
tutor terlihat gugup saat menjelaskan materi kepada anggotanya. Setelah
tutor meriview materi, selanjutnya siswa dipersilahkan untuk mengerjakan
latihan soal secara individu, peneliti kembali berkeliling kelas untuk
membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan latihan soal.
sebelum bel pergantian pelajaran berbunyi, peneliti meminta bantuan tutor
untuk mengumpulkan latihan soal yang telah dikerjakan. Selanjutnya
peneliti menutup pelajaran dan menugaskan siswa untuk mempelajari materi
menghitung panjang diagonal sisi pada bidang datar.
3) Pertemuan ketiga (Rabu, 12 Januari 2011)
Pertemuan pada hari rabu ini materi yang diajarkan adalah pokok
bahasan menghitung panjang diagonal sisi pada bidang datar. Seperti pada
pertemuan-pertemuan sebelumnya, siswa langsung berkumpul sesuai
kelompoknya masing-masing. Kali ini siswa terlihat lebih cepat dalam
berkelompok, sehingga waktu untuk belajar dapat dimaksimalkan. Peneliti
langsung mempersilahkan tutor untuk membuka dan memimpin jalannya
diskusi pokok bahasan pertemuan ketiga pada hand-out. Sementara siswa
melakukan diskusi dengan masing-masing kelompok, peneliti dan
kolaborator berkeliling kelas untuk memimbing dan memberikan bantuan
bagi kelompok yang menemui kesulitan saat mendiskusikan materi dan
membahas contoh soal.
Pada pertemuan ketiga ini, kegiatan diskusi yang dilakukan siswa
terasa lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan aktifnya seluruh anggota
dalam beberapa kelompok, beberapa tutor yang sebelumya terlihat gerogi
sudah mulai berani dan terlihat percaya diri saat menjelaskan materi kepada
anggotanya meski sesekali terbata-bata saat menjelaskan materi. Setelah
waktu diskusi berlalu 20 menit, seluruh siswa diminta untuk memperhatikan
penjelasan ulang materi menghitung panjang diagonal sisi pada bidang datar
dari peneliti, saat peneliti masuk pada pembahasan contoh soal, peneliti
61
menawarkan siswa untuk menjelaskan contoh soal tersebut di papan tulis,
ada 2 siswa yang mengacungkan tangan, yaitu siswa B5 dan siswa A2. Hal
ini menandakan mulai adanya rasa percaya diri pada diri siswa untuk maju
dan menjelaskan contoh soal didepan kelas. Saat siswa B5 memberikan
penjelasan di depan kelas, peneliti berkeliling dengan tujuan mengamati
seluruh siswa dalam memperhatikan penjelasan dan mengamati siswa B5
dalam memberikan penjelasan.
Setelah kedua siswa selesai memberikan penjelasan bahasan contoh
soal, peneliti mempersilahkan seluruh siswa untuk menanyakan hal-hal yang
belum dipahami. Siswa A1 mengacungkan tangan untuk bertanya, lalu
peneliti mempersilahkan tutor atau anggota kelompok lain untuk
menanggapi pertanyaan siswa A1. Lalu siswa B4 mengacungkan tangan
untuk menawab.
Setelah jam pelajaran habis, seluruh siswa ditugaskan untuk
membaca kembali pelajaran yang telah diberikan pada pertemuan-
pertemuan sebelumnya dirumah, karena pada pertemuan berikutnya.
4) Pertemuan keempat (Senin, 17 Januari 2011)
Pada pertemuan keempat ini siswa yang hadir sebanyak 40 siswa,
dengan kata lain tidak ada siswa yang absen untuk mengikuti tes akhir
siklus I. Tes akhir siklus ini mencakup pembahasan teorema pytagoras,
mencari sisi-sisi segitiga siku-siku yang sudutnya merupakan sudut
istimewa, dan menghitung panjang diagonal sisi pada bidang datar yang
telah diberikan kepada seluruh siswa dalam pertemuan sebelumnya.
Tes ini berbentuk essay dan berjumlah 5 soal. Tes ini dimaksudkan
untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang telah
diajarkan pada pertemuan kesatu, kedua dan ketiga. Tes akhir siklus ini
dilaksanakan dalam waktu 1 x 40 menit (satu jam pelajaran). Adapun kisi-
kisi dan soal tes dapat dilihat pada lampiran 6.
Setelah siswa menyelesaikan tes akhir siklus I, angket kecemasan
disebarkan dengan tujuan mengetahui perubahan kecemasan siswa diakhir
62
siklus I. adapun angket kecemasan siswa sebelum dan setelah validitas dapat
dilihat pada lampiran 7.
c. Tahap Observasi
Tahapan ini pada dasarnya berlangsung bersamaan dengan
pelaksanaan tindakan. Namun demikian, tahapan ini merupakan rangkuman
dari pengamatan yang telah dilakukan oleh kolaborator dalam mencatat seluruh
aktifitas siswa dan hal-hal yang terjadi dalam proses pembelajaran selama
siklus satu berlangsung.
Gambar 4.1
Aktifitas Kolaborator Saat Mencatat Aktifitas yang Berhubungan Dengan
Kecemasan Siswa
Berdasarkan hasil pengamatan kolaborator menggunakan lembar
observasi terhadap sikap siswa yang berkaitan dengan kecemasan selama
mengikuti kegiatan pembelajaran matematika saat dilaksanakannya kegiatan
pelaksanaan intervensi tindakan di siklus pertama dapat dilihat pada tabel
berikut:
63
Tabel 4.1
Skor Rata-rata Kecemasan Siswa kelas VIII-D SMP Negeri 21 Tangerang
dalam Pembelajaran Matematika Selama Siklus I
No
Aktivitas yang dilakukan
Rata-rata
pertemuan
ke-1
Rata-rata
pertemuan
ke-2
Rata-rata
pertemuan
ke-3
Rata-rata
Total
1 Tidak tenang saat mengikuti
kegiatan pembelajaran. 2,45 2,15 2,05 2,22
2 Tidak berani bertanya kepada guru
jika ada materi yang kurang jelas. 3,63 3,48 3,05 3,39
3 Malu saat menjelaskan materi
diskusi. 3,18 3,05 3,05 3,09
4 Terbata-bata saat mengeluarkan ide/
gagasan ketika diskusi kelompok
berlangsung.
3,35 3,18 3 3,18
5 Tidak berani menanggapi pertanyaan
dari kelompok lain di depan kelas. 2,93 2,8 2,63 2,79
6 Pucat ketika mendapat tugas untuk
menjawab pertanyaan dari guru atau
kelompok lain.
1,5 1,45 1,23 1,39
7 Gerogi/ gugup ketika mendapat
tugas untuk menjawab pertanyaan
dari guru atau kelompok lain.
3,08 2,75 2,5 2,78
8 Tidak percaya diri saat menjelaskan/
mengerjakan soal di papan tulis. 3,13 3,08 3 3,07
9 Gerogi saat mengerjakan soal
latihan/ ulangan harian. - - 2,95 2,95
Jumlah 24,85
Keterangan :
Skala penilaian rata-rata setiap aspek: Skala penilaian jumlah rata-rata:
1 : dilakukan sangat baik 9 – 17 : Kecemasan belajar rendah
2 : dilakukan dengan baik 18 – 26 : Kecemasan belajar sedang
3 : dilakukan cukup baik 27 – 36 : Kecemasan belajar tinggi
4 : dilakukan kurang baik
Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa dari 9 aktifitas yang diamati pada pertemuan 1,
pertemuan 2, dan pertemuan 3 didapatkan rata-rata 24,85 dengan kategori
64
kecemasan belajar siswa pada tingkat sedang dengan adanya intervensi tindakan
berupa penerapan metode diskusi kelompok dengan teknik tutor sebaya pada
proses belajar matematika siklus I. rata-rata skor yang didapat siswa ini belum
menunjukkan kecemasan belajar rendah dalam belajar matematika.
Dari hasil lembar observasi siswa, terlihat siswa mulai tenang mengikuti
kegiatan pembelajaran pada tiap pertemuannya. Nilai rata-rata aktifitas siswa yang
diamati juga mengalami peningkatan pada tiap pertemuannya. Hanya saja dari 9
aktivitas yang diamati, ada beberapa aktifitas yang dilkukan belum maksimal oleh
siswa sehingga kategori penilaiannya masih berada dalam skala cukup baik.
Tepatnya pada aktifitas siswa dalam menjelaskan materi masih banyak yang
terbata-bata, kebanyakan siswa juga terlihat belum berani untuk menanyakan
materi yang belum dipahami kepada guru bidang studi. Rasa malu beberapa tutor
saat menjelaskan materi pun masih terbilang besar. Hal ini terlihat dari adanya
beberapa tutor yang mukanya memerah saat menjelaskan materi kepada
kelompoknya, begitu juga sikap gugup / gerogi tutor saat mengeluarkan kata-kata
pada waktu kegiatan diskusi berlangsung. Namun demikian sikap gerogi/gugup
yang siswa alami ketika mengikuti kegiatan sudah relatif stabil hanya saja
kebanyakan siswa masih mengalami gerogi/ gugup pada saat tertentu saja,
misalnya ketika dipersilahkan untuk menjawab soal atau menjelaskan kembali
pembahasan contoh soal di depan kelas. Dokumentasi siswa saat meminta
penjelasan hasil latihan kepada tutor karena cemas/ khawatir dipanggil untuk
mengerjakan soal di depan kelas dapat dilihat pada gambar berikut:
65
Gambar 4.2
Aktifitas Siswa Ketika Meminta Penjelasan Kepada Tutor
Pada pertemuan keempat dilaksanakan penyebaran angket
kecemasan untuk mengetahui apakah skor kecemasan siswa mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan skor kecemasan yang didapat siswa
sebelum diberikan intervensi tindakan berupa penerapan metode diskusi
kelompok teknik tutor sebaya, rangkuman hasil angket siswa disajikan
sebagai berikut:
Tabel 4.2
Skala Rata-rata Skor Kecemasan Belajar Matematika Siswa
SLTP Negeri 21 Tangerang Kelas VIII-D Siklus I
Kategori Kecemasan
Belajar Skala kecemasan f
relatiff
Tinggi x ≥ 90,49 7 17,5%
Sedang 63,81 < x < 90,49 26 65%
Rendah x ≤ 63,81 7 17,5%
Dari tabel 4.2 didapat keterangan bahwa jumlah siswa yang berada
pada kategori kecemasan belajar rendah tidak mengalami peningkatan,
akan tetapi jumlah siswa pada kategori kecemasan belajar sedang
66
mengalami peningkatan (semula jumlahnya 22 siswa menjadi 26 siswa)
dan jumlah siswa yang berada pada kategori kecemasan belajar tinggi
mengalami pengurangan (jumlah sebelum intervensi tindakan 11 siswa
berkurang menjadi 7 siswa) jika dibandingkan dengan hasil sebaran angket
sebelum dilakukannya intervensi tindakan. Penurunan skor juga terjadi
pada rata-rata skor angket yang diperoleh siswa dari 98,43 menjadi 77,15.
Menurut kolaborator, terjadinya perubahan frekuensi kecemasan siswa
pada siklus I ini adalah wajar, karena pada siklus I ini siswa mendapat
nuansa baru dalam belajar. Siswa juga merasa senang karena dapat
mengekplorasi kemampuannya dalam belajar. (rangkuman skor kecemasan
siswa dapat dilihat pada lampiran 8)
Pada akhir siklus pertama juga siswa diberikan tes akhir siklus I.
Hasil tes tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa
terhadap materi yang telah diberikan. Adapun nilai tes yang di dapat siswa
di akhir siklus, disajikan dalam bentuk Tabel sebagai berikut:
Tabel 4.3
Nilai Tes Akhir Siklus I
Keterangan:
Nilai tertinggi = 95 Rata-rata = 68,21
Nilai terendah = 45 SD = 11,87
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diperoleh informasi bahwa sebagian
siswa (50 %) berada di bawah nilai rata-rata akhir siklus I. Nilai rata-rata
Interval Frekuensi
Absolut
Frekuensi
Relatif
Frekuensi
Kumulatif
42 – 50 3 0,075 100 %
51 – 59 5 0,125 87,5 %
60 – 68 12 0,30 57,5 %
69 – 77 10 0,25 32,5 %
78 – 86 7 0,175 15 %
87 – 95 3 0,075 7,5 %
Jumlah 40 1 100 %
67
yang diperoleh sebesar 68,21 (terlampir di lampiran 9). Meskipun nilai rata-
rata kelas yang diperoleh > 60,0 akan tetapi masih ada 3 siswa (7,5 %)
berada dalam rentang nilai 42-50, 5 siswa (12,5 %) berada dalam rentang
nilai 51-59 dan 12 siswa (30 %) berada dalam rentang nilai 60-68, sehingga
skor rata-rata keseluruhan siswa belum mencapai SKBM yang ditetapkan
sekolah.
d. Tahap Refleksi
Setelah melihat hasil penilaian lembar observasi tertutup, catatan
penemuan lembar observasi terbuka, hasil diskusi dengan guru kolaborator,
dan angket skala kecemasan siswa. Masih banyak hal yang perlu diperbaiki
dalam kegiatan belajar yang telah dilakukan pada siklus I ini. Diantaranya
adalah persiapan guru ketika akan mengajar serta pelaksanaannya pada
siklus selanjutnya perlu ditingkatkan, dalam hal ini kolaborator mencatat
bahwa tulisan peneliti saat mengajar masih terlalu kecil, sehingga
kelompok siswa yang posisi duduknya berada di belakang agak samar
ketika melihat tulisan di papan tulis. Ketika akan menghapus materi dan
contoh soal yang dicatat di papan tulis hendaknya mengkonfirmasi siswa
terlebih dahulu agar siswa yang belum selesai mencatat bisa bergegas untuk
menyelesaikan catatannya. Penggunaan nada bicara ketika mengajar dikelas
agar lebih keras lagi dan disesuaikan, karena pada dua pertemuan pertama
suara peneliti kalah dengan suara siswa.
Adapun penyampaian tujuan pembelajaran (apersepsi) yang
dilakukan oleh peneliti juga cara menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
siswa sudah terbilang baik. Namun demikian, peneliti masih terlihat kaku
ketika menyampaikan materi dan saat melakukan monitoring siswa pada
waktu diskusi. Oleh karena itu kolaboratorpun menyarankan kepada peneliti
agar pada siklus selanjutnya tidak terlalu sering berkeliling kelas untuk
memonitoring siswa ketika melakukan kegiatan diskusi, hal ini bisa saja
malah membuat siswa menjadi merasa tidak nyaman dan dikhawatirkan
akan meningkatkan kecemasan siswa. dalam menjelaskan materipun
68
kolaborator memberikan arahan kepada peneliti, yaitu kolaborator meminta
agar kegiatan menjelaskan materi yang telah dilaksanakan pada siklus
pertama hendaknya dirubah, jika pada siklus pertama guru menjelaskan
materi setelah kegiatan diskusi, maka pada siklus kedua nanti guru
menjelaskan materi terlebih dahulu, baru kemudian siswa mendiskusikan
materi.
Dari cacatan observasi tertutup kolaborator, didapat bahwa dalam
berdiskusi kebanyakan siswa yang menjadi tutor belum terbiasa untuk
menjelaskan materi kepada anggota kelompoknya, anggota kelompokpun
masih terbata-bata ketika menyampaikan pendapat dan menanggapi jawaban
kelompok lain dalam berdiskusi. Dalam hal bertanya kepada guru mengenai
materi yang belum dimengerti, siswa lebih memilih bertanya kepada
temannya yang terdekat. Jadi penggunaan teknik tutor dalam kegiatan
diskusi pada siklus satu ini dapat dikatakan berjalan dengan baik seperti
ungkapan seorang siswa yang diwawancarai oleh peneliti diakhir siklus satu
“saya merasa senang dengan adanya tutor dalam berdiskusi, karena
bertanyanya bisa langsung ke temen. Ga usah nanya guru jadi ga malu”.
(Panduan wawancara dapat dilihat pada lampiran 10 ).
Namun demikian, terlihat dengan adanya tutor juga mengakibatkan
keberanian siswa untuk bertanya kepada guru menjadi tidak maksimal dan
rasa malu siswa menanyakan materi yang belum dipahami menjadi besar.
Dari hasil wawancara juga didapat bahwa pembelajaran pada siklus pertama
ini, tanggung jawab dan orientasi siswa terlalu berfokus pada tutor sehingga
kebanyakan siswa yang menjadi anggota kelompok jarang mendapatkan
tugas untuk menjelaskan materi. Hal ini terlihat dari ungkapan beberapa
siswa yang menjadi tutor saat wawancara mengenai persepsi siswa terhadap
penerapan diskusi kelompok teknik tutor sebaya di akhir siklus pertama
sebagai berikut: menurut siswa E2 “saya sangat senang dengan
diadakannya diskusi saat belajar matematika, tetapi saya merasa tugas
saya menjadi tutor jadi sangat berat, soalnya saya harus nyiapin diri
sebelum diskusi” menurut siswa B5 “saya senang jadi tutor kelompok,
69
meskipun berat dan agak gerogi waktu jelasin sama anggota saya, saya
merasa terdorong untuk untuk membaca materi sebelum berangkat sekolah
kalo ada pelajaran matematika”.
Jika melihat hasil observasi secara keseluruhan, Jumlah skor total
skala kecemasan yang di peroleh siswa dengan nilai 19,26%, dengan skala
nilai kecemasan siswa berada pada kecemasan belajar sedang. Maka
kolaborator dan peneliti menyimpulkan perlunya untuk melakukan siklus
selanjutnya dengan tujuan mencapai indikator keberhasilan penelitian.
Untuk menyelesaikan beberapa permasalahan siswa yang
diungkapkan kolaborator, maka intervensi yang diterapkan pada siklus
selanjutnya adalah penerapan diskusi teknik tutor sebaya dengan cara
mengacak siswa yang meriview materi dengan bantuan tutor pada setiap
pertemuannya.
hal ini bertujuan membiasakan siswa dalam meyiapkan diri, karena
dengan mengacak siswa yang meriview materi dengan dibantu tutornya,
diharapkan siswa dapat membiasakan diri untuk menjelaskan materi pada
anggotanya sehingga rasa malu siswa dapat berkurang, keberanian siswa
menjadi bertambah dan gugup yang dialami siswa saat menjelaskan materi
dan menanggapi pertanyaan dari kelompok lain dapat dikurangi. Dengan
kata lain, tugas untuk memimpin diskusi dan menjelaskan materi tidak lagi
menjadi tugas tutor semata seperti yang terjadi pada siklus pertama. Dengan
mengacak tutor pada tiap pertemuannya diharapkan beberapa indikator
kecemasan siswa dalam belajar matematika yang pada saat siklus pertama
dirasa masih kurang, pada siklus II nanti akan meningkat.
3. Siklus II
a. Tahap perencanaan
Tahap perencanaan siklus II ini dimulai dengan menyiapkan
rencana pembelajaran yang telah dibuat, kemudian disesuaikan dengan
buku LKS yang dibrelakukan oleh pihak sekolah, menyiapkan soal tes
akhir siklus II, menyiapkan lembar observasi terbuka dan tertutup untuk
70
siklus II serta menyiapkan angket persepsi siswa tentang penggunaan
teknik tutor sebaya dalam diskusi kelompok.
Berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan oleh peneliti dan
kolaborator selama siklus I, maka dipersiapkan suatu intervensi tindakan
yang diharapkan dapat meningkatkan beberapa aktifitas siswa yang masih
kurang, diantaranya adalah meningkatkan rasa percaya diri siswa agar
siswa tidak merasa malu saat menjelaskan materi kepada temannya, tidak
terbata-bata saat menjelaskan materi dan membahas soal di depan kelas.
Serta meningkatkan rasa percaya diri siswa saat mengerjakan ulangan
harian.
Berdasarkan kesepakatan antara peneliti dengan kolaborator,
diperoleh hasil sebagai berikut:
a) Pada penelitian siklus II ini akan digunakan metode diskusi kelompok
teknik tutor sebaya, dengan cara mengacak siswa yang meriview
materi dalam kelompok dengan bantuan tutornya ditiap pertemuannya.
b) Untuk setiap pertemuan di siklus kedua ini, siswa yang menjadi tutor
adalah siswa yang menjadi tutor pada siklus satu. Namun kali ini tutor
tidak lagi bertaggung jawab sepenuhnya untuk meriview materi,
melainkan siswa yang mendapat tugas untuk melakukannya.
c) Siswa yang mendapat tugas meriview materi untuk tiap pertemuan
diberitahukan pada pertemuan sebelumnya. Hal ini dilakukan agar
siswa yang terpilih untuk meriview materi dapat menyiapkan diri
sebelum pembelajaran dilakukan.
d) Kelompok yang digunakan dalam Siklus II tidak ada perubahan, yaitu
terbagi menjadi sepuluh kelompok yang heterogen.
e) Pada siklus II ini, posisi kelompok dalam kelas tidak berubah, sama
pada saat kegiatan pembelajaran siklus I.
f) Sebelum siklus II dimulai, terlebih dahulu diadakan sosialisasi tentang
pemilihan siswa yang bertugas meriview materi secara acak ini kepada
seluruh siswa. Sosialisasi ini diharapkan agar seluruh siswa memahami
tujuan penerapannya dalam diskusi kelompok.
71
b. Tahap Pelaksanaan
1) Pertemuan kelima (Selasa, 18 januari 2011)
Pada pertemuan pertama dalam siklus II ini, siswa sudah mulai
terbiasa duduk dengan kelompoknya masing-masing sebelum kegiatan
belajar dimulai. Namun demikian, pada pertemuan kali ini ada dua siswa
yang tidak masuk kelas tanpa keterangan, yaitu siswa D3 dan siswa G5.
Kegiatan belajar mengajar dimulai pada pukul 09.10 – 10.50 WIB
dengan diawali pemberitahuan adanya pengacakan tutor ditiap pertemuan
dan pemberian apersepsi selama 2 menit, setelah itu siswa dipersilahkan
untuk duduk sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Materi yang
diberikan adalah mengenali unsur-unsur lingkaran serta menghitung
besaran keliling lingkaran. Ditengah pembelajaran guru mempersilahkan
beberapa siswa untuk mengerjakan soal latihan dan menjelaskannya
kepada siswa. Adapun beberapa latihan soal yang belum diselesaikan
oleh siswa dijadikan tugas rumah (PR). Setelah kegiatan belajar berakhir,
guru memberitahukan nama-nama siswa yang akan menjadi tutor pada
pertemuan selanjutnya
2) Pertemuan keenam (Rabu, 19 Januari 2011)
Pada pertemuan ini, sebelum masuk materi siswa terlebih dahulu
mengumpulkan PR yang telah dikerjakan dirumah. materi yang diajarkan
pada pertemuan kali ini adalah menghitung luas lingkaran. Pembelajaran
diawali dengan penjelasan materi secara umum dari guru, kemudian
dilanjutkan dengan penjelasan kembali oleh tutor sebaya dalam
kelompoknya masing-masing.
Setelah semua tutor sebaya selesai menjelaskan 10 menit
selanjutnya siswa dipersilahkan mengerjakan latihan soal dalam buku
LKS. Setelah beberapa menit mengerjakan soal latihan, beberapa siswa
dipersilahkan mengerjakan latihan soal di depan kelas dan menjelaskan
pembahasannya. Seperti pada pertemuan selanjutnya, sebelum
pembelajaran berakhir, guru mengumumkan tutor untuk pertemuan
selanjutnya.
72
3) Pertemuan ketujuh (Senin, 24 Januari 2011)
Pada pertemuan ketujuh ini, siswa telah terbiasa langsung
menyiapkan diri untuk duduk dalam kelompok, namun pada pertemuan
kali ini ada tiga siswa yang tidak masuk kelas tanpa keterangan, yaitu
siswa A3, A4, dan G5. Dengan tidak masuknya siswa A3 dan G5 ini
membuat kelompok tujuh hanya ada dua anggota dan tidak mempunyai
tutor. Untuk menyiasati kejadian ini guru menggabungkan kelompok tiga
dengan kelompok tujuh.
Setelah itu, maka peneliti langsung memulai kegiatan belajar.
Materi yang dibahas adalah besar perubahan luas jika ukuran jari-jarinya
berubah dan menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan
perhitungan keliling dan luas lingkaran.
Seperti pada pertemuan terdahulu, setelah guru menjelaskan
materi, siswa yang menjadi tutor dipersilahkan untuk meriview materi
pada anggota kelompoknya yang dilanjutkan dengan kegiatan
mengerjakan soal latihan dan memanggil beberapa siswa untuk
menyelesaikan latihan soal di depan kelas. setelah kegiatan belajar
selesai, siswa diminta untuk membaca materi yang telah disampaikan
selama siklus II karena pada pertemuan selanjutnya akan diadakan
ulangan harian.
4) Pertemuan kedelapan (Selasa, 25 Januari 2011)
Pada pertemuan kalai ini ada satu siswa yang tidak masuk karena
sakit, yaitu siswa B2. Pertemuan kali ini adalah untuk melaksanakan tes
akhir siklus II dengan pokok bahasan lingkaran. Soal tes berbentuk essay
berjumlah 5 soal dengan indikator pembelajaran yang ingin dicapai untuk
pokok bahasan tersebut.
Tes dilaksanakan selama 60 menit. Tes ini dilaksanakan untuk
mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi materi yang telah
diajarkan selama tiga pertemuan pada siklus kedua dan untuk mengetahui
apakah ada peningkatan hasil belajar antara siklus I dengan siklus II.
73
Setelah kegiatan tes akhir siklus beakhir, siswa ditugaskan untuk
membawa busur pada pertemuan selanjutnya.
c. Tahap Observasi
Pembelajaran pada siklus II ini secara umum dapat dikatakan sudah
baik. Pada pertemuan pertama dalam siklus II ini proses belajar berjalan
agak sedikit gaduh dikarenakan keaktifan siswa, namun demikian kegiatan
diskusi berjalan cukup tertib dan lancar. Siswa mulai berani menanyakan
materi kepada guru dan tutor kelompok. Pada saat membahas hasil
penyelesaian latihan soal yang telah dikerjakan oleh beberapa siswa di
depan kelas, ada beberapa anggota kelompok yang berani menyanggah
bahkan memberi saran kepada siswa yang dirasa jawabannya kurang
lengkap. Hal ini berbeda dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya.
Pada pertemuan kedua saat meriview materi, terlihat siswa yang
bukan tutorpun ikut memberikan penjelasan kepada teman dalam satu
anggotanya yang belum mengerti. Pada pertemuan kedua ini, siswa sudah
bisa meminimalisir rasa malu mereka ketika belajar. Saat mengerjakan
latihan soal terlihat ada beberapa anggota kelompok yang berpindah tempat
duduk hanya untuk memberikan penjelasan bagi temannya yang ada di
kelompok lain. Dokumentasi ketika siswa sedang menjelaskan materi
kepada anggota kelompoknya dapat dilihat pada gambar berikut:
74
Gambar 4.3
Aktifitas Siswa (Tutor) Ketika Memberikan Penjelasan Kepada
Anggota Kelompok
Pada pertemuan ketiga, gerogi yang dialami siswa dalam
menjelaskan materi di depan kelas mulai berkurang, ini terbukti dari siswa
yang pada saat mendapat tugas mengerjakan latihan soal di depan kelas dan
membahas hasil pengerjaannya, siswa mulai terbiasa dan rileks ketika
menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan oleh beberapa temannya.
Bahkan kadang diselingi dengan bercanda sehingga kegiatan belajar tidak
lagi terasa tegang. Pada saat mengikuti tes akhir siklus II, siswa yang
menyontek pada saat ulangan harian di siklus pertama sudah mulai percaya
diri, mereka tidak lagi mencontek.
Hasil rangkuman pengamatan tentang aktivitas yang berkaitan
dengan kecemasan siswa melalui lembar observasi yang dilakukan oleh
kolaborator pada siklus II, dapat dilihat pada tabel berikut:
75
Tabel 4.4
Skor Rata-rata Kecemasan Siswa kelas VIII-D SMP Negeri 21 Tangerang
dalam Pembelajaran Matematika Selama Siklus II
No
Aktivitas yang dilakukan
Rata-rata
pertemuan
ke-1
Rata-rata
pertemuan
ke-2
Rata-rata
pertemuan
ke-3
Rata-rata
Total
1 Tidak tenang saat mengikuti
kegiatan pembelajaran. 2 1,63 1,33 1,65
2 Tidak berani bertanya kepada guru
jika ada materi yang kurang jelas. 3,03 2,63 2,18 2,61
3 Malu saat menjelaskan materi
diskusi. 3 2,58 2,43 2,67
4 Terbata-bata saat mengeluarkan
ide/ gagasan ketika diskusi
kelompok berlangsung.
2,73 2,33 2,03 2,36
5 Tidak berani menanggapi
pertanyaan dari kelompok lain di
depan kelas.
2,45 2,18 2,05 2,23
6 Pucat ketika mendapat tugas untuk
menjawab pertanyaan dari guru
atau kelompok lain.
1,13 1,08 1,03 1,08
7 Gerogi/ gugup ketika mendapat
tugas untuk menjawab pertanyaan
dari guru atau kelompok lain.
2,65 2,33 2,05 2,34
8 Tidak percaya diri saat
menjelaskan/ mengerjakan soal di
papan tulis.
3,08 2,55 2,38 2,67
9 Gerogi saat mengerjakan soal
latihan/ ulangan harian. - - 0,98 0,98
Jumlah 18,60
Keterangan :
Skala penilaian rata-rata setiap aspek: Skala penilaian jumlah rata-rata:
1 : dilakukan sangat baik 9 – 17 : Kecemasan belajar rendah
2 : dilakukan dengan baik 18 – 26 : Kecemasan belajar sedang
3 : dilakukan cukup baik 27 – 36 : Kecemasan belajar tinggi
4 : dilakukan kurang baik
Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa dari 9 aktifitas yang diamati pada
pertemuan 5, pertemuan 6, dan pertemuan 7 didapatkan rata-rata 18,60
76
dengan kategori kecemasan belajar siswa masih berada pada tingkat sedang
dengan adanya intervensi tindakan berupa penerapan metode diskusi
kelompok dengan teknik tutor sebaya dengan mengacak siswa yang
meriview materi ditiap pertemuannya saat belajar matematika siklus II.
Dalam hal ini siswa yang pada siklus pertama mengalami ketegangan sudah
bisa membiasakan diri dengan diskusi kelompok dan rileks dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran.
Dari hasil observasi kolaborator, ketenangan siswa dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran tetap terjaga, dengan kata lain meski terjadi
kegaduhan pada saat pelaksanaan pertemuan kelima, namun secara
keseluruhan ketenangan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
cenderung dapat dikendalikan. Pada tiap pertemuannya, nilai rata-rata
aktifitas siswa yang berkaitan dengan kecemasan siswa secara keseluruhan
relatif mengalami penurunan jika dibandingkan dengan skor yang didapat
pada saat siklus pertama.
Menurunnya skor kecemasan siswa pada akhir siklus II pun dapat
dilihat berdasarkan hasil sebaran angket kecemasan siswa yang dilakukan
pada pertemuan kedelapan. Rangkuman hasil sebaran angket tersebut
disajikan sebagai berikut:
Tabel 4.5
Skala Rata-rata Skor Kecemasan Belajar Matematika Siswa
SLTP Negeri 21 Tangerang Kelas VIII-D Siklus II
Kategori Kecemasan
Belajar Skala kecemasan f
relatiff
Tinggi x ≥ 86,83 7 17,5%
Sedang 62,77 < x < 86,83 25 62,5%
Rendah x ≤ 62,77 8 20%
Dari tabel 4.5 diperoleh informasi bahwa frekuensi siswa yang
berada pada kategori kecemasan belajar rendah meningkat, dari 7 siswa
pada siklus I menjadi 8 siswa pada siklus ini. Meningkatnya jumlah siswa
pada kategori kecemasan belajar rendah dibarengi dengan berkurangnya
77
skor rata-rata angket kecemasan belajar siswa sebesar 2,35. Yaitu dari 77,15
menjadi 74,80.
Pada pertemuan kedelapan dilaksanakan juga tes akhir siklus II, rasa
percaya diri siswa secara keseluruhan mengalami peningkatan jika
dibandingkan dengan siklus pertama. Untuk hasil tes siswa secara
keseluruhan tersebut disajikan dalam Tabel sebagai berikut:
Tabel 4.6
Nilai Tes Akhir Siklus II
Keterangan:
Nilai tertinggi = 95 Rata-rata = 73
Nilai terendah = 45 SD = 11,28
d. Tahap Refleksi
Berdasakan hasil observasi pada siklus II yang terdiri dari empat
pertemuan, diperoleh informasi bahwa skor kecemasan belajar siswa dari
hasil lembar observasi siswa mengalami penurunan yang cukup baik
dibanding siklus I. Poin-poin aktifitas yang pada saat siklus I dirasa masih
tinggi, pada siklus II ini mengalami penurunan. Skor rata-rata total yang
didapat pada pelaksanaan siklus II ini adalah 18,60 dengan skala kecemasan
siswa berada pada kecemasan sedang.
Interval Frekuensi
Absolut
Frekuensi
Relatif
Frekuensi
Kumulatif
45 – 53 2 0,05 100 %
54 – 62 6 0,15 95 %
63 – 71 9 0,225 80 %
72 – 80 14 0,35 57,5 %
81 – 89 7 0,175 22,5 %
90 – 98 2 0,05 5 %
Jumlah 40 1 100 %
78
Skor hasil belajar yang didapat siswa secara keseluruhan pada siklus
II mengalami peningkatan. Setelah melakukan tes akhir siklus II tersisa 12
siswa yang belum mencapai hasil belajar (SKBM) yang telah ditetapkan
oleh sekolah untuk tahun ajaran 2010-2011, yaitu siswa harus mendapat
nilai 70. Namun demikian, perolehan nilai siswa secara keseluruhan sudah
dapat dikategorikan mencapai SKBM yang telah ditetapkan sekolah.
Setelah melakukan diskusi dengan guru kolaborator mengenai
lembar observasi dan angket kecemasan belajar, maka kegiatan penelitian
diputuskan untuk dilanjutkan. Karena indikator keberhasilan penelitian
belum tercapai.
Berdasarkan saran guru kolaborator maka siklus III akan
dilaksanakan dengan intervensi tindakan berupa pemberian hadiah (reword)
bagi anggota kelompok yang berprestasi pada akhir siklus III. Penerapan
pemberian hadiah (reword) ini diharapkan dapat mengurangi kecemasan
siswa dalam belajar matematika serta merangsang siswa untuk termotivasi
dan lebih aktif dalam berdiskusi, sehingga kerjasama siswa dalam
berdiskusi terbangun, dengan diterapkannya pemberian hadiah ini
diharapkan siswa lebih rileks dalam mengikuti kegiatan belajar pada siklus
III. Dengan kata lain, intervensi tindakan berupa penerapan metode diskusi
kelompok teknik tutor sebaya dengan pemberian hadiah diharapkan dapat
mendorong siswa untuk mencapai indikator keberhasilan penelitian.
4. Siklus III
a. Tahap perencanaan
Tahap perencanaan siklus III dimulai dengan mendiskusikan RPP
dengan guru kolaborator, menyiapkan lembar observasi yang akan
digunakan oleh guru kolaborator, menyiapkan jawaban soal untuk sebaran
angket akhir siklus dan menyiapkan soal tes akhir siklus III.
Selanjutnya peneliti mendiskusikan beberapa hal yang dirasa perlu
dibahas untuk menunjang keberhasilan intervensi yang akan dilakukan pda
79
siklus III. Berdasarkan kesepakatan dengan kolaborator, diperoleh hasil
sebagai berikut:
1) Pada siklus III ini kegiatan pembelajaran masih menggunakan metode
diskusi kelompok teknik tutor sebaya disertai pemberian hadiah
(reword). Hal ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi berprestasi
siswa juga dapat meningkatkan pencapaian skors kecemasan yang
dirasa sudah cukup baik pada pertemuan sebelumnya.
2) Hadiah akan diberikan kepada kelompok yang sangat aktif dalam
berdiskusi menurut penilaian kolaborator. Adapun hadiahnya adalah:
piagam untuk kelompok serta hadiah untuk anggotanya berupa
calculator science merek karce KC-109
3) Kelompok yang dibeentuk pada siklus III, sebaiknya menggunakan
kelompok yang telah dibentuk pada siklus-siklus terdahulu. Dengan
kata lain, kelompok siswa tidak usah dirombak. Karena menurut guru
kolaborator, kelompokk siswa yang telah berjalan selama dua siklus
ini sudah cukup homogen.
4) Hadiah (reword) yang akan diberikan kepada siswa akan diberikan
pada akhir siklus, adapun bentuk hadiahnya diusahakan yang bisa
bermanfaat untuk kebutuhan siswa dalam kegiatan belajar.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Pertemuan kesembilan (Rabu, 26 Januari 2011)
Pada pertemuan kali ini, ada siswa yangg tidak masuk karena
sakit, yaitu siswa A4. Setelah mengabsen siswa proses pembelajaran
dimulai dengan mengatur bangku untuk diskusi kelompok seperti pada
pertemuan sebelumnya. Pada pertemuan kali ini siswa dibimbing dan
diarahkan untuk mempelajari materi menghitung panjang busur dan luas
juring. Awalnya sebagian besar siswa merasa sulit memahami materi ini,
karena siswa harus mengingat dan menghubungkan keliling lingkaran
dan luas lingkaran, terlebih lagi pada saat melakukan perkalian silang.
Tetapi setelah guru dan usaha tutor membimbing dan memberikan
80
pemahaman kembali secara perlahan, siswa dapat memahami materi
dengan baik.
Pada pertemuan kali ini pembelajaran berjalan dengan tertib dan
kondusif, siswa terlihat santai dalam mempelajari materi dan
mengerjakan latihan soal bahkan saat membahas latihan soalpun mulai
ada beberapa siswa yang menawarkan diri untuk menyelesaikan di depan
kelas.
2) Pertemuan kesepuluh ( Senin, 31 Januari 2011)
Pada pertemuan kesepuluh ini siswa hadir semua. Sebelum masuk
materi, guru memberikan apersepsi kepada siswa mengenai perhitungan
luas segitiga. Pemberian apersepsi ini dirasa sangat perlu untuk
menunjang keberhasilan memahami materi yang akan diajarkan pada
pertemuan kali ini.
Adapun materi yang dibahas pada pertemuan kali ini adalah
menghitung luas tembereng. Sama pada pertemuan sebelumnya, awalnya
siswa merasa sulit dalam memahami materi. Lalu siswa dipersilahkan
kembali untuk membuka hand-out yang telah diberikan ketika
pembelajaran siklus I. Selanjutnya siswa dipersilahkan untuk membahas
beberapa latihan soal pada buku LKS.
Pertemuan kali ini terasa jauh berbeda dengan pertemuan-
pertemuan sebelumnya. Saat kegiatan membahas soal latihan, persaingan
antar kelompok siswa mulai terasa. Setelah waktu habis, maka latihan
soal yang belum selesai dijadikan tugas rumah untuk siswa.
3) Pertemuan kesebelas (Selasa 01 Februari 2011)
Pada pertemuan kali ini sebelum memulai kegiatan belajar, siswa
meminta kepada guru untuk membahas PR yang telah dikerjakan oleh
siswa. beberapa siswa menawarkan diri untuk menyelesaikan PR di
depan kelas tanpa diminta oleh guru. Kompetisi antar kelompok yang
terjadi pada pertemuan kesepuluh, kembali terjadi dipertemuan kesebelas
ini bahkan terasa lebih aktif.
81
Setelah kegiatan membahas PR selesai, maka kegiatan
pembelajaran mulai memasuki pembahasan materi, yaitu membahas
materi mengenal hubungan sudut pusat dan sudut keliling jika
menghadap busur yang sama. Kegiatan belajar pada pertemuan kali ini
terasa makin baik dan lebih mudah dalam mengkondisikan siswa ketika
akan memberikan penjelasan. Diskusi yang dilakukan oleh siswapun
mulai membaik, siswa yang menjadi tutorpun tidak menunggu instruksi
dari guru untuk menjelaskan kepada anggota kelompoknya. Setelah
kegiatan belajar selesai, siswa ditugaskan untuk mempelajari materi yang
telah disampaikan selama siklus II berlangsung. Karena pada pertemuan
selanjutnya akan diadakan ulangan harian.
4) Pertemuan kedua belas (Rabu, 02 Februari 2011)
Pertemuan kedua belas ini merupakann pertemuan yang terakhir.
Pada pertemuan kali ini dilaksanakan tes akhir siklus III untuk materi
menghitung panjang busur, luas juring dan luas tembereng dan materi
mengenal hubungan sudut pusat dan sudut keliling jika menghadap busur
yang sama. Soal tes berbentuk essay berjumlah 5 soal yang disesuaikan
dengan indikator pembelajaran yang ingin dicapai untuk pokok bahasan
tersebut.
Tes ini dilaksanakan untuk mengetahui tingkat penguasaan materi
yang telah diajarkan dan untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil
belajar antara siklus II dengan siklus III. Diakhir pembelajaran peneliti
membagikan angket pengukur kecemasan siswa dalam belajar
matematika siswa.
c. TahapTahap Observasi
Pembelajaran pada siklus III ini berjalan dengan baik, kondisi kelas
lebih kondusif dibandingkan siklus II. Siswa lebih santai dalam mengikuti
kegiatan diskusi kelompok dan dalam mengerjakan latihan-latihan soal yang
ada dibuku LKS. Siswa-siswa yang lebih lambat memahami materi dapat
mengikuti pelajaran dengan baik dengan adanya bimbingan ekstra dari tutor
82
sebaya dalam kelompok masing-masing. Hasil pengamatan terhadap
pengajaran guru oleh observer sudah baik dan lembar pengamatan guru
dapat dilihat pada lampiran 11.
Berdasarkan lembar observasi guru kolaborator, beberapa skor
sikap siswa yang berkaitan dengan kecemasan mengalami peningkatan.
Hasil observasi yang dilakukan oleh kolaborator pada kegiatan siklus III ini,
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7
Skor Rata-rata Kecemasan Siswa kelas VIII-D SMP Negeri 21 Tangerang
dalam Pembelajaran Matematika Selama Siklus III
No
Aktivitas yang dilakukan
Rata-rata
pertemuan
ke-9
Rata-rata
pertemuan
ke-10
Rata-rata
pertemuan
ke-11
Rata-rata
Total
1 Tidak tenang saat mengikuti
kegiatan pembelajaran. 1,65 1,33 0,75 1,24
2 Tidak berani bertanya kepada guru
jika ada materi yang kurang jelas. 2,58 2,18 2 2,25
3 Malu saat menjelaskan materi
diskusi. 2,73 2,38 2,25 2,45
4 Terbata-bata saat mengeluarkan ide/
gagasan ketika diskusi kelompok
berlangsung.
2,73 2,33 2,03 2,36
5 Tidak berani menanggapi pertanyaan
dari kelompok lain di depan kelas. 2,18 2,05 1,78 2
6 Pucat ketika mendapat tugas untuk
menjawab pertanyaan dari guru atau
kelompok lain.
1,33 1,03 0,88 1,08
7 Gerogi/ gugup ketika mendapat
tugas untuk menjawab pertanyaan
dari guru atau kelompok lain.
2,53 2,33 2,03 2,3
8 Tidak percaya diri saat menjelaskan/
mengerjakan soal di papan tulis. 2,38 2,18 1,73 2,1
9 Gerogi saat mengerjakan soal
latihan/ ulangan harian. - - 1,09 1,09
Jumlah 16,88
83
Keterangan :
Skala penilaian rata-rata setiap aspek: Skala penilaian jumlah rata-rata:
1 : dilakukan sangat baik 9 – 17 : Kecemasan belajar rendah
2 : dilakukan dengan baik 18 – 26 : Kecemasan belajar sedang
3 : dilakukan cukup baik 27 – 36 : Kecemasan belajar tinggi
4 : dilakukan kurang baik
Pada Tabel 4.5 terlihat bahwa dari 9 aspek yang diamati melalui
lembar observasi pada pertemuan 9, 10 dan 11 didapatkan rata-rata 16,88
kategori kecemasan siswa dalam belajar matematika berada dalam rentang
skala kecemasan belajar rendah dengan adanya penerapan metode diskusi
kelompok teknik tutor sebaya dengan menyertakan pemberian hadiah
(reword) dalam belajar matematika. Dengan pencapaian skor hasil observasi
sebesar 16,88, maka indikator keberhasilan telah tercapai. Hal ini dibarengi
pula dengan berkurangnya frekuensi siswa yang berada pada skala
kecemasan belajar tinggi. Jika pada siklus II frekuensi siswa yang berada
pada kategori kecemasan tinggiHal ini dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 4.8
Skala Rata-rata Skor Kecemasan Belajar Matematika Siswa
SLTP Negeri 21 Tangerang Kelas VIII-D Siklus III
Kategori Kecemasan
Belajar Skala kecemasan f
relatiff
Tinggi x ≥ 82,42 4 10%
Sedang 60,78 < x < 82,42 28 70%
Rendah x ≤ 60,78 8 20%
Ketika pelaksanaan tes akhir siklus III pada pertemuan keduabelas,
seluruh siswa mengerjakan soal yang diberikan dan menurut hasil
pengamatan peneliti dan kolaborator, ada beberapa siswa yang mencontek
dan jumlahnya lebih banyak jika dibandingkan ketika siswa melakukan tes
diakhir siklus II.
Hasil belajar siswa yang diperoleh dari tes akhir siklus III pada
pertemuan kedua belas disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
84
Tabel 4.9
Nilai Tes Akhir Siklus III
Keterangan:
Nilai tertinggi = 90 Rata-rata = 71,5
Nilai terendah = 50 SD = 9,30
Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diperoleh informasi bahwa pada siklus
III rata-rata hasil belajar yang diperoleh oleh siswa mengalami penurunan.
Namun demikian rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa masih berada
diatas SKBM yang telah ditetapkan.
Pada siklus II siswa yang berada di bawah SKBM berjumlah 12,
namun pada siklus III jumlahnya berkurang menjadi 10 orang. Jadi
meskipun nilai rata-rata siswa mengalami penurunan, akan tetapi siswa
yang mencapai SKBM jumlahnya bertambah. Hasil belajar yang diperoleh
siswa yang diadakan pada tiap akhir siklus.
d. Tahap Refleksi
Pada saat melaksanakan siklus III ini, kemampuan siswa dalam
memahami materi yang disampaikan sudah sangat baik.
Dipertahankankannya anggota kelompok selama kegiatan hingga saat
pelaksanaan siklus III membuat tutor sebaya lebih optimal dalam
menjelaskan materi kepada anggota kelompok, bahkan karena telah lama
Interval Frekuensi
Absolut
Frekuensi
Relatif
Frekuensi
Kumulatif
45 – 53 2 0,050 100 %
54 – 62 4 0,100 95 %
63 – 71 18 0,450 85 %
72 – 80 9 0,225 40 %
81 – 89 6 0,150 17,5 %
90 – 98 1 0,025 2,5 %
Jumlah 40 1 100 %
85
bergabung dalam satu kelompok, sehingga pembelajaran berjalan lebih
kondusif dibandingkan dengan pembelajaran pada siklus II. Kerja sama
dalam kelompok diskusipun begitu terlihat ketika siswa mengerjakan soal
yang sulit terpecahkan.
Berdasarkan pengamatan melalui lembar observasi, ternyata hasil
perolehan skor kecemasan siswa pada siklus III telah mencapai indikator
keberhasilan penelitian. Dengan adanya pemberian hadiah (reword) ketika
menerapkan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya, hasil belajar tes
akhir siklus III sudah menunjukkan hasil yang baik. Meskipun rata-rata
nilai tes siswa mengalami penurunan dari 73 menjadi 71,5. Kolaborator
menganggap hal ini wajar mengingat materi yang disampaikan pada
siklus III lebih sulit dari materi siklus II dan penurunan nilai siswa masih
berada diatas SKBM yang telah ditetapkan.
Selain menggunakan lembar observasi untuk mengukur kecemasan
yang dialami siswa dalam belajar matematika. Pada hari rabu, 02 februari
2011 siswa kelas VIII-D diberikan angket pengukur skala kecemasan
dalam belajar matematika untuk melihat kategori kecemasan belajar siswa
pada siklus III. Hasil yang didapat adalah berkurangnya frekuensi siswa
yang berada pada kategori kecemasan belajar tinggi menjadi empat siswa
B. Pemeriksaan Keabsahan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya angket
kecemasan siswa dalam belajar matematika. Instrumen ini disebarkan ke siswa
kelas penelitian pada hari rabu, 05 januari 2011 untuk mengetahui tingkat
kecemasan yang dialami siswa, kemudian skor hasil sebaran angket tersebut diuji
validitas dan reliabilitasnya. Dari 50 pernyataan, setelah diujikan ke siswa didapat
jumlah pernyataan yang valid sebanyak 32 pernyataan. Dengan tingkat reliabilitas
0,926 (reliabilitas tinggi). (hasil dan contoh perhitungan validitas dan reliabilitas
dapat dilihat pada lampiran 12) Selanjutnya peneliti mengkasifikasikan
kecemasan siswa kedalam beberapa kelas yaitu: kecemasan belajar rendah,
kecemasan belajar sedang dan kecemasan belajar tinggi berdasarkan hasil jawaban
86
32 pernyataan angket yang telah didapat validitas dan reliabilitasnya. kemudian
angket dengan jumlah 32 pernyataan disebarkan kembali untuk mengetahui
apakah ada peningkatan skor kecemasan siswa dalam belajar matematika setelah
dilakukan intervensi tindakan berupa penerapan metode diskusi kelompok teknik
tutor sebaya dalam belajar matematika.
Selain menggunakan angket untuk mengetahui peningkatan skors
kecemasan siswa, digunakan pula lembar observasi tertutup dan terbuka, dan
wawancara untuk mengetahui aktivitas yang berkaitan dengan kecemasan siswa
setiap pertemuan pada siklus I, II dan III. Untuk mengetahui apakah data yang
diperoleh valid dan memiliki keterpercayaan yang tinggi, dilakukan member chek.
Kegiatan ini meliputi memeriksa kembali keterangan atau informasi yang
diperoleh selama observasi dari narasumber, memeriksa apakah informasi tersebut
tetap sifatnya atau tidak berubah sehingga dapat dipastikan keajegannya, dan
memastikan kebenaran data. Untuk mendapatkan data yang absah dilakukan pula
teknik triangulasi melalui pengamatan terhadap aktivitas yang berkaitan dengan
kecemasan siswa apakah menunjukkan peningkatan skor yang didapat dengan
dilakukannya intervensi tindakan berupa penerapan metode diskusi kelompok
teknik tutor sebaya dalam belajar matematika. Hal ini bertujuan untuk menggali
data dari sumber yang sama dengan menggunakan cara yang berbeda.
Lembar catatan hasil diskusi dengan guru kolaborator mengenai hasil
observasi yang diperoleh diakhir siklus dibaca berulang-ulang kemudian
dilakukan reduksi data yaitu menghilangkan data yang tidak relevan dengan fokus
penelitian. Hal ini bertujuan agar data atau informasi yang diperoleh sesuai
dengan tujuan penelitian dan menjaga kesesuaian dengan keadaan yang
sebenarnya.
Untuk mengetahui apakah hasil wawancara dengan siswa tentang persepsi
siswa terhadap penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya serta
dampaknya bagi peningkatan siswa didapat informasi yang sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya, wawancara dilakukan berulang kali disetiap akhir pertemuan.
Siswa yang dipilih saat wawancara, diambil dari siswa yang prestasi belajarnya
87
rendah, sedang dan tinggi. Hal ini agar informasi yang diperoleh dapat mewakili
siswa-siswa dalam kelas secara keseluruhan.
Untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa dilakukan dengan memeriksa
hasil tes akhir siklus siswa. Soal yang dibuat disesuaikan dengan kurikulum
sekolah mengenai kompetensi dasar dan indikator pembelajaran yang ingin
dicapai. Soal tersebut sebelumnya dikonsultasikan dengan guru kolaborator yang
merupakan guru mata pelajaran matematika di SMP Negeri 21 Tangerang.
C. Analisis Data
Hasil pengamatan siklus I siklus pertama secara keseluruhan belum
mencapai keberhasilan. Merujuk nilai rata-rata angket kecemasan siswa yang
disebarkan setelah kegiatan siklus I berlangsung Intensitas kecemasan siswa
mengalami penurunan yang cukup signifikan. Dari frekuensi siswa sebanyak 11
siswa yang memiliki kecemasan tinggi pada survei pendahuluan, jumlahnya
berkurang menjadi 4 siswa. Meskipun tidak terjadi peningkatan pada frekuensi
siswa dengan kategori kecemasan belajar rendah setelah dilakukannya intervensi
tindakan pada siklus I. Akan tetapi hal ini tidak dibarengi dengan pencapaian nilai
pada hasil lembar observasi yang dilakukan oleh kolaborator.
Dari hasil observasi tersebut terlihat bahwa masih banyak siswa yang
mengalami kecemasan. Meskipun diperoleh data bahwa siswa cukup tenang
ketika mengikuti kegiatan belajar dengan menggunakan metode diskusi kelompok
teknik tutor sebaya. Ada beberapa sikap siswa yang berkaitan dengan kecemasan
siswa belum dilakukan cukup baik diantaranya: masih banyaknya siswa yang
merasa malu ketika dipersilahkan mengerjakan soal di depan kelas, keberanian
siswa baik untuk bertanya kepada guru maupun menaggapi pertanyaan dari
kelompok lain belum terlihat. Disamping itu, beberapa tutor masih terlihat gugup
saat meriview materi dan membuat mereka terbata-bata saat menjelaskannya
kepada anggota kelompok. Beberapa siswa juga terlihat panik saat melaksanakan
ulangan harian diakhir siklus I.
Setelah melakukan refleksi di siklus I maka perbaikan dilakukan
berdasarkan masukan kolaborator berdasarkan lembar observasi siswa, lembar
88
observasi guru dan lembar observasi terbuka yang didiskusikan dengan guru
kolaborator dengan tujuan memperbaiki kekurangan yang terjadi selama
pelaksanaan siklus I. Setelah mengolah data hasil lembar angket kecemasan yang
disebarkan setelah siklus II berlangsung, secara umum intervensi tindakan yang
dilakukan pada siklus II ini mengalami peningkatan. Dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa siswa dapat meningkatkan ferforman belajar mereka selama
siklus II. Hal ini terlihat dari berkurangnya skor rata-rata angket kecemasan
mereka. Jika pada siklus sebelumnya rata-rata yang dicapai adalah 77,15 pada
siklus II ini berkurang sebesar 2,35 menjadi 74,80. Kali ini berkurangnya skor
rata-rata angket kecemasan siswa dibarengi dengan menurunnyanya pencapaian
nilai rata-rata hasil lembar observasi yang dilakukan oleh kolaborator.
Beberapa aktifitas yang berkaitan dengan kecemasan siswa yang dirasa
masih tinggi pada siklus I, maka pada siklus II ini mengalami penurunan. Seperti
rasa malu yang dirasakan siswa saat dipersilahkan mengerjakan soal di depan
kelas sudah hampir tidak terlihat. Ketidakberanian siswa dalam menjawab
pertanyaan dari guru dan menanggapi pertanyaan dari kelompok lain semakin
menurun. Saat melakukan diskusi kelompok pada siklus II, tutor sudah tidak
terlihat gerogi, hal ini dikarenakan siswa yang diberitahukan menjadi tutor pada
pertemuan selanjutnya sudah mempersiapkan diri dengan cara membaca buku
yang berkaitan dengan materi yang akan dibahas, sehingga dalam meriview
materipun tutor terlihat santai dan tidak begitu terbata-bata dalam menjelaskan
materi seperti pada pertemuan di siklus pertama. Pada saat mengerjakan tes akhir
siklus yang merupakan ulangan harianpun siswa terlihat mulai percaya diri
dengan kemampuannya. Hal ini terlihat dari pencapaian nilai siswa mengenai
aktifitas “Tenang pada saat melaksanakan latihan soal/ ujian harian” pada lembar
observasi mengalami peningkatan.
Secara keseluruhan pencapaian siswa pada siklus II ini mengalami
peningkatan. Akan tetapi pencapaian yang mereka raih belum mencapai standar
keberhasilan penelitian. Maka berdasarkan hasil refleksi bersama guru
kolaborator, penelitian perlu dilanjutkan pada siklus III agar siswa dapat mencapai
standar keberhasilan penelitian yaitu berkurangnya jumlah siswa yang memiliki
89
intensitas kecemasan tinggi hingga 10 % dibarengi pencapaian nilai rata-rata
observasi sebesar 27 dan pencapaian rata-rata nilai angket sebesar 75 yang telah
ditentukan oleh peneliti dengan kategori kecemasan belajar rendah.
Pada siklus III proses pembelajaran sudah berjalan dengan baik dan tertib.
Suasana kelas yang kondusif, dikarenakan semakin kompaknya siswa karena
lamanya anggota dalam satu kelompok sangat membantu tutor dalam mengenali
karakter teman dalam kelompoknya. Dengan demikian bimbingan tutor sebaya
cukup membantu proses pembelajaran menjadi lebih efektif dibandingkan
pertemuan-pertemuan sebelumnya.
Berdasarkan hasil angket yang disebarkan diakhir siklus III dapat dilihat
bahwa siswa dapat mempertahankan performan belajar mereka, bahkan pada
siklus kali ini terjadi penurunan frekuensi siswa yang berada pada kategori
kecemasan belajar tinggi. Jika pada siklus II terdapat 7 siswa yang memiliki
kecemasan tinggi, kali ini jumlahnya menjadi 4 siswa. Pada siklus III ini, sebagian
besar siswa sudah memiliki kecemasan dengan kategori belajar rendah.
Rendahnya kebanyakan siswa setelah dilakukan intervensi tindakan yang
dilakukan pada siklus III ini dapat terlihat dari pencapaian siswa terhadap
indikator keberhasilan penelitian. Diantaranya adalah: Jika pada lembar observasi
nilai rata-rata standar indikator keberhasilan yang ditentukan adalah sebesar 17.
Siswa berhasil mencapai nilai rata-rata sebesar 16,88. Adapun nilai rata-rata
angket kecemasan yang dicapai siswa setelah intervensi siklus III dilaksanakan
sebesar 71,60. Skornya lebih rendah 3,40 dari standar rata-rata yang ditetapkan
peneliti, yaitu sebesar 75. yang terakhir adalah frekuensi siswa yang berada pada
kategori tingkat kecemasan tinggi berkurang menjadi 4 orang (10%).
Merujuk pada beberapa hasil yang telah dicapai oleh siswa, yaitu hasil
nilai rata-rata angket kecemasan siswa dan lembar observasi maka peneliti dan
kolaborator menghentikan penelitian ini pada siklus III dengan alasan telah
tercapainya indikator keberhasilan penelitian.
90
D. Interpretasi Hasil Analisis
Pada siklus I, II, dan III dari hasil pengamatan menunjukkan siswa mulai
merasa nyaman dan tidak tegang saat mengikuti kegiatan belajar matematika
dengan adanya penerapan teknik tutor sebaya. Meskipun, akan tetapi rata-rata
skor yang dicapai mengalami peningkatan dari pada sebelum dilakukan intervensi
yang dilakukan saat survei pendahuluan. Selanjutnya pada siklus II kegiatan
pembelajaran semakin membaik, siswa yang pada pertemuan siklus pertama
masih terbata-bata saat menjelaskan materi, disiklus II mengalami peningkatan,
hal ini dibarengi juga dengan keberanian siswa untuk menanyakan dan
menanggapi materi saat berdiskusi. Nilai kecemasan siswa mulai dari kegiatan
survei pendahuluan sampai kegiatan siklus tiga berakhir, dapat dilihat dalam tabel
berikut:
Tabel 4.10
Rekapitulasi Skor Kecemasan Siswa Dalam Belajar Matematika
Berdasarkan Angket Kecemasan Belajar Matematika
Kategori Pra intervensi Siklus I Siklus II Siklus III
Kecemasan belajar rendah 17,5% 17,5% 20% 20%
Kecemasan belajar sedang 55% 65% 62,5% 70%
Kecemasan belajar tinggi 27,5% 17,5% 17,5% 10%
Rata-rata Skor 98,43 77,15 74,80 71,60*
* Indikator keberhasilan tercapai
Berdasarkan hasil observasi tentang aktivitas siswa melalui lembar
observasi menunjukkan bahwa kecemasan siswa dalam belajar matematika dapat
dikurangi dengan adanya penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor
sebaya. Pada siklus I hasil pengamatan melalui lembar observasi mendapatkan
skor rata-rata 24,85 dengan kategori kecemasan belajar siswa sedang, pada siklus
II skor rata-rata hasil observasi berkurang menjadi 18,60 dengan kategori
kecemasan belajar siswa sedang. Dari aspek yang diamati skor kecemasan belajar
siswa mengalami penurunan yang cukup baik. Siswa yang keberanian siswa
dalam menjawab materi didepan kelas, mengemukakan pendapat dan menanyakan
materi yang tidak dipahami meningkat dari siklus I. Secara keseluruhan
91
pencapaian skor yang diamati mengalami peningkatan, namun indikator
keberhasilan belum tercapai maka dilaksanakan siklus III. Hasil pengamatan pada
siklus III diperoleh rata-rata skor kecemasan siswa sebesar 16,88 dengan kategori
kecemasan belajar siswa rendah. Skor tersebut menunjukkan bahwa indikator
keberhasilan tercapai. Siswa terlihat santai dalam belajar dan suasana kelas saat
belajarpun tidak tegang, keberanian siswa dalam menyampaikan materi,
memberikan ide saat diskusi dan menanyakan materi yang belum dipahami makin
membaik. Untuk melihat peningkaatan skor rata-rata yang didapat siswa setiap
siklus, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.11
Rekapitulasi Rata-rata Skor kecemasan Siswa
Berdasarkan Lembar Observasi Siswa
Siklus Rata-rata Skor Kategori
I 24,85 Kecemasan belajar sedang
II 18,60 Kecemasan belajar sedang
III 16,88* Kecemasan belajar rendah
* Indikator keberhasilan tercapai
Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa siswa yang
diperoleh informasi bahwa penerapan metode diskusi kelompok teknik
tutor sebaya memberikan nuansa belajar yang baru bagi siswa. Belajar
dengan adanya tutor membuat siswa tidak khawatir saat menemui
kesulitan, karena ada tutor sebagai tempat bertanya. Saat menanyakan
materi yang belum dipahamipun siswa merasa tidak malu karena yang
mereka tanya merupakan teman mereka sendiri.
Siswa yang kemampuan matematikanya rendah, dengan belajar
menggunakan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya memberikan
pengaruh positif terhadap pola belajar siswa tersebut. Seperti pernyataan
yang dikatakan seorang siswa bahwa dia senang belajar dengan kelompok
tutor sebaya karena ketika ada materi yang belum jelas, siswa tersebut bisa
langsung bertanya kepada tutor sebaya tanpa rasa malu dan takut.
92
Adapun hasil belajar matematika yang diperoleh dari siklus 1, 2
dan 3 terlihat mengalami peningkatan yang cukup baik. rata-rata tes akhir
siklus I sebesar 62 dan mengalami peningkatan di siklus II menjadi 73.
Meskipun pada siklus III mengalami penurunan menjadi 71,5. Namun
rata-rata yang tersebut masih memenuhi SKBM yang ditetapkan sekolah.
Perolehan skor rata-rata siswa tiap siklus disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.12
Rekapitulasi Tes Hasil Belajar Siklus I, II, dan III
Siklus I
Nilai siswa lebih dari rata-rata Nilai siswa kurang dari rata-rata
Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi
20 50% 20 50%
Siklus II
Nilai siswa lebih dari rata-rata Nilai siswa kurang dari rata-rata
Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi
23 57,5% 17 42,5%
Siklus III
Nilai siswa lebih dari rata-rata Nilai siswa kurang dari rata-rata
Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi
16 40% 24 60%
Dari Tabel 4.12 terlihat jumlah siswa yang mendapatkan nilai lebih dari
rata-rata nilai tes keseluruhan meningkat dari mulai siklus I ke siklus II dan
menurun lagi pada siklus III. Meskipun terjadi penurunan rata-rata tes hasil
belajar siswa pada siklus III, hal ini dianggap wajar karena materi pada pertemuan
ketiga dianggap memiliki kesukaran yang lebih bila dibandingkan dengan materi
pada siklus II
E. Pembahasan Hasil Temuan Penelitian
Dari hasil pengamatan selama kegiatan intervensi tindakan didapat beberapa
temuan. Diantaranya:
93
1. Penerapan teknik tutor sebaya dalam proses belajar dapat mengurangi
kecemasan siswa belajar matematika.
Survei pendahuluan yang telah dilakukan memberikan gambaran
kondisi pembelajaran di kelas VIII-D yang agak monoton dan terjadi
ketegangan dalam mengikuti pelajaran matematika. Oleh karena itu
diperlukan upaya dari guru matematika untuk mengatasi hal tersebut
sehingga dapat mengurangi kecemasan siswa dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran matematika di sekolah. Guru diharapkan mampu
membangkitkan semangat belajar siswa dengan menyajikan menu belajar
yang menggugah selera serta memberikan lingkungan yang kondusif untuk
belajar.
Salah satu upaya yang dilakukan guru untuk mengurangi intensitas
kecemasan yang dialami siswa saat belajar matematika di kelas VIII-D
adalah dengan menerapkan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya.
Penerapan tutor sebaya ini memberikan nuansa yang berbeda di kelas VIII-
D, karena sebelumnya guru terlalu sering menggunakan metode
ekspositori yang dianggap menjenuhkan oleh siswa. Metode diskusi
kelompok teknik tutor sebaya memberikan lingkungan yang nyaman bagi
siswa untuk bertanya tanpa merasa takut dan malu ditertawakan. Siswa
dapat bertanya sebebas-bebasnya kepada tutor dalam kelompoknya. Siswa
menjadi santai dan bersemangat belajar matematika karena soal-soalnya
tidak lagi menjadi momok yang menakutkan bagi mereka. Siswa dapat
dengan mudah menyelesaikan soal-soal yang dihadapi melalui diskusi
dalam kelompoknya serta bimbingan dari tutor yang cukup membantu
mereka dalam belajar matematika.
Dalam penelitian ini indikasi penurunan kecemasan siswa dalam
belajar matematika telah tercapai sebagaimana nampak kenyamanan siswa
dalam mengikuti kegiatan belajar, keberanian siswa menanyakan materi
yang belum dipahami, juga berkurangnya rasa malu siswa untuk
menjelaskan materi di depan kelas dan menanggapi jawaban saat
berdiskusi. Saat kegiatan intervensi tindakan dilakukan, siswa terlihat lebih
94
senang terhadap pelajaran, tidak terbata-bata dan gugup saat menjelaskan
materi.
2. Penerapan metode tutor sebaya dapat mendorong tiap-tiap kelompok siswa
untuk berani bertanya tentang hal-hal yang tidak dimengerti dalam
pelajaran matematika
Siswa membutuhkan lingkungan yang nyaman untuk belajar baik
secara fisik, sosial, dan emosional. Pada penelitian yang telah dilakukan
guru mengkondisikan siswa dalam kelompok tutor sebaya agar terjadi
interaksi belajar antar siswa. Kelompok tutor sebaya juga dimaksudkan
untuk meminimalisir kesenjangan antara siswa pandai dan siswa yang
kurang pandai. Senada dengan ungkapan Erman Suherman yang
menyatakan bahwa “menonjolkan interaksi dalam kelompok, membuat
siswa menerima siswa lain yang berkemampuan dan berlatar belakang
berbeda”.
Dalam kelompok tutor sebaya, anggota bebas bertanya kepada
tutornya dengan bahasa pertemanan sehingga tidak tegang. Siswa tidak
lagi cemas menghadapi soal-soal yang sulit karena dapat bertanya kepada
tutornya tanpa rasa malu dan takut ditertawakan oleh temannya yang lain.
Tidak nampak lagi siswa yang hanya terdiam, menunggu jawaban dari
temannya.
Pada saat pelaksanaan metode tutor sebaya, suasana kelas terkesan
ramai. Akan tetapi keramaian itu lebih disebabkan karena suara-suara
diskusi dalam kelompoknya masing-masing. Pada situasi ini peranan guru
sangat penting untuk mengawasi siswa agar keaktifan dan interaksi yang
terjadi pada siswa tetap sesuai dengan tujuan pembelajaran. Guru
diharapkan dapat memandu pelaksanaan diskusi kelompok agar berjalan
dengan baik, meminimalisir sikap mengajar yang dapat membuat siswa
merasa takut sehingga dapat menumbuhkan rasa berani siswa dalam
bertanya agar memperoleh hasil belajar yang optimal.
95
3. Belajar dengan teman sebaya lebih mudah dipahami siswa
Banyak faktor yang menyebabkan siswa menjadi cemas dalam
belajar, diantaranya adalah metode belajar yang monoton dan pelajaran
yang dianggap sulit oleh siswa misalnya matematika. Adakalanya siswa
merasa kesulitan memahami pembahasan yang disampaikan oleh guru,
namun malu atau takut bertanya kembali untuk memperjelas materi yang
sudah disampaikan. Oleh karena itu guru merasa perlu menerapkan metode
tutor sebaya dimana siswa dikondisikan nyaman untuk bertanya dan
meminta penjelasan kembali kepada tutornya tanpa takut dan malu
ditertawakan. Para tutee merasa penjelasan ulang oleh para tutor lebih
mudah dipahami yang disampaikan dengan menggunakan bahasa
pertemanan, lebih ringan dan lebih akrab. Belajar dalam kelompok tutor
sebaya membuat siswa berada dalam lingkungan nyaman, tidak tegang
membuat siswa lebih mudah untuk belajar.
Interaksi yang baik dalam kelompok tutor sebaya akan membuat
belajar menjadi lebih menyenangkan. Siswa dari kelompok nilai bawah
tidak lagi takut menghadapi soal-soal yang mereka anggap sulit. Semangat
untuk mencoba mengerjakan soal-soal tersebut muncul dengan adanya
bantuan dari tutor.
96
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi data dan pembahasan pada bab IV, dapat disimpulkan hal-
hal sebagai berikut:
1. Penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya dalam pembelajaran
matematika dapat membantu siswa dalam mengurangi kecemasan yang
dialami siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran.
2. Penerapan metode diskusi kelompok dalam belajar dapat mengurangi jumlah
siswa yang berada pada kategori kecemasan tinggi. Hal ini terlihat dari hasil
penelitian yang telah dilakukan. Jika sebelum dilakukannya intervensi
tindakan berupa penerapan metode diskusi kelompok jumlah siswa yang
kecemasannya tinggi berjumlah 11 siswa. setelah dilakukannya intervensi
jumlahnya berkurang menjadi hanya 4 siswa.
3. Penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya dalam belajar
menciptakan suasana belajar yang nyaman bagi siswa untuk bertanya tanpa
merasa takut atau malu ditertawakan. Siswa dapat bertanya sebebas-bebasnya
kepada tutor dalam kelompoknya. Siswapun menjadi lebih senang, rileks, dan
bersemangat belajar matematika karena pada saat menemui kesulitan dalam
menjawab soal yang dianggap rumit, siswa dapat mendiskusikannya dan
langsung menannyakannya kepada tutor kelompok. Secara keseluruhan,
siswa merasa lebih senang dengan dilakukannya variasi metode belajar, salah
satunya dengan menerapkan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya
dalam belajar matematika.
4. Kegiatan belajar siswa menggunakan metode belajar diskusi kelompok
ternyata membuat siswa lebih aktif. Hal ini dapat terlihat ketika penelitian di
siklus III. Setiap kelompok terlihat begitu aktif dalam belajar, saling tanya
pun mengalir tanpa harus diminta oleh guru.
97
B. Saran
1. Dalam menyampaikan materi, hendaknya guru tidak hanya berorientasi pada
kemampuan kognitifnya saja, melainkan perlu mempertimbangkan berbagai
aspek yang dimiliki siswa. Karena keberhasilan belajar siswa tidak hanya
dinilai dari satu aspek saja, melainkan dari tiga aspek, yaitu aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik siswa.
2. Guru hendaknya mempersiapkan rencana atau skenario pembelajaran yang
tepat, dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika siswa sehingga
siswa merasa santai saat mengikuti kegiatan pembelajaran.
3. Dalam menerapkan diskusi sebagai suatu metode pembelajaran, hendaknya
guru mengetahui kemampuan masing-masing siswa, sehingga dalam
pembagian kelompok dapat tersebar secara heterogen.
4. Guru hendaknya mampu menggabungkan metode diskusi dengan teknik-
teknik belajar yang lain, jangan hanya berorientasi pada satu metode saja,
karena hal tersebut dapat membuat siswa merasakan kejenuhan dalam belajar.
5. Berdasarkan hasil penelitian ini, hendaknya guru dapat dan mau menerapkan
metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya sebagai salah satu metode
belajar bagi siswanya. Karena metode tersebut terbukti dapat menmengurangi
intensitas kecemasan yang dialami siswa dalam belajar.
6. Pihak sekolah hendaknya mendukung upaya guru untuk menmengurangi
kecemasan siswa dalam belajar, dengan jalan tidak terlalu tinggi dalam
menetapkan standar ketuntasan belajar mengajar (SKBM). Karena apabila
penetapan SKBM yang terlalu tinggi dikhawatirkan memicu kecemasan siswa.
7. Bagi peneliti yang ingin melanjutkan penelitian tentang kecemasan ini
hendaknya melakukan penelitian pada aspek kematangan remaja sehingga
sikap yang berkaitan dengan kecemasan siswa dapat diteliti secara lengkap.
Mengingat masih adanya kelemahan-kelemahan metode diskusi kelompok
teknik tutor sebaya, maka dalam penggunaan metode tersebut selanjutnya,
hendaknya diperhatikan kondisi dan karakter sebagian besar siswa terlebih
dahulu, agar saat melaksanakan teknik tutor sebaya tidak mengalami kesulitan.
98
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung:
Pustaka Setia, 2005)
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT.Rineka Cipta,
2001)
Ahmadi, Abu dan Widodo Supriono, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT.Rineka
Cipta, 2003)
Arifin, Anwar, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-
Undang Sisdiknas, (Jakarta: Ditjen kelembagaan Agama Islam Depag,
2003)
Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,
2001)
Atmadja , Rochiati Wiria, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2007)
Depag R.I. ,Alquran dan Terjemahnya, (Surabaya: CV Jaya Sakti, 2005)
Fausiah, Fitri dan Julianti Widuri, Psikologi Abnormal Klinis Dewasa, (Jakarta:UI
Press, 2008)
Hamalik, Oemar, Psikologi Belajar & Mengajar, (Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 2009)
http://dossuwanda. wordpress.com
http://id.wikipedia.org/wiki/matematika/26/02/2010
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran
http://image.pos-kupang.com/printnews/artikel/29839. 20/12/2010.
http://nces.ed.gov/timss/table07_1.asp.19/10/10
http:// Psikologi.or.id.
http://ujiannasional.org/tips-menghilangkan-kecemasan-UN.htm.
http//www.Anan‟s Blogs.ac.id.
http://www.hrcentro.com/artikel/Mengatasi_Kecemasan_100310.htm
http://www.scribd.com/doc/19546358/kecemasan.
Moleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya, 2005)
99
Paimin, Joula Eka Ningsih, Agar Anak Pinta Matematika, (Jakarta: Puspa Swara,
1998)
Purwanto, M.Ngalim, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran,
(Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 2004)
------------, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2004)
Pustaka ilmiah.unila.ac.id/2009/ 07/16/.
Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008)
S. Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar,
(Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2008)
Sarifuddin, Penerapan Teknik Tutor Sebaya dan Pemberian Kartu Skor
Partisipasi Siswa Untuk Meningkaatkan Motivasi Belajar Matematika
Siswa, Skripsi Jurusan Matematika Universitas Islam Negeri Jakarta,
(Jakarta: Perpustakaan Utama, 2008).t.d
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta:Remaja
PT.Rineka Cipta, 2010)
Suherman, Erman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:
JICA, 2003)
Sukmadinata, Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, ( Bandung:
PT.RemajaRosdakarya, 2003)
----------, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT.Remaja Rosda Karya,
2007)
Sumardyono, Karakteristik Matematika dan Implikasinya Terhadap
Pembelajaran Matematika, Paket Pembinaan penataran, (Yogyakarta:
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah, 2004), t.d.
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya, 2004)
Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, (Bandung: Wacana Prima, 2009)
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstuktivistik,
(Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007)
Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT.Remaja Rosda
Karya, 2003)
100
Usman, Moh.Ujer dan Lili Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar
Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005)
Yamin, Martinis, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Gaung
persada Press, 2004)
Yamin, Martinis dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan
Individual Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008)
Recommended