88
13 BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA KONSEPTUAL PERENCANAAN TINDAKAN A. Kajian Teoritik 1. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan Secara leksikal kata cemas atau Anxiety” diambil dari Bahasa Inggris, berpadanan dengan kata “fear”, yang memiliki arti “kecemasan atau ketakutan”. Menurut DepKes RI, 1990, kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam.“ 1 Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb kecemasan adalah “respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal normal yang terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru, atau yang pernah dilakukan.“ 2 Stuart & Sundeen, berpendapat bahwa kecemasan berbeda dengan rasa takut. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosional ini tidak memiliki objek yang spesifik yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Sedangkan menurut Cluster kecemasan merupakan reaksi individu yang tertekan dalam menghadapi kesulitan sebelum kesulitan itu terjadi. 3 Menurut para ahli psikologi, kecemasan (anxiety) seringkali juga digambarkan sebagai perpaduan empat komponen , yaitu kognitif, somatik, emosi, dan tingkah laku. Komponen kognitif, kecemasan (anxiety) menyebabkan seseorang mengalami kehilangan kontrol konsentrasinya, yang ditandai oleh keinginan untuk menghilangkan perasaan yang tidak 1 “Kecemasan” dalam http://www.scribd.com/doc/19546358/kecemasan 2 Fitri Fausiah dan Julianti Widuri (eds),Psikologi Abnormal Klinis Dewasa, (Jakarta:UI Press,2008),h.73. 3 “Kecemasan” dalam http://www.scribd.com/doc/19546358/kecemasan

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

13

BAB II

KAJIAN TEORITIK

DAN PENGAJUAN KERANGKA KONSEPTUAL PERENCANAAN

TINDAKAN

A. Kajian Teoritik

1. Kecemasan

a. Pengertian Kecemasan

Secara leksikal kata cemas atau “Anxiety” diambil dari Bahasa

Inggris, berpadanan dengan kata “fear”, yang memiliki arti “kecemasan

atau ketakutan”. Menurut DepKes RI, 1990, kecemasan adalah “ketegangan,

rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi

sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak

diketahui dan berasal dari dalam.“1

Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb kecemasan adalah “respon

terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal normal yang

terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru, atau yang

pernah dilakukan.“2 Stuart & Sundeen, berpendapat bahwa kecemasan

berbeda dengan rasa takut. Kecemasan adalah respon emosional terhadap

penilaian yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.

Keadaan emosional ini tidak memiliki objek yang spesifik yang merupakan

penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Sedangkan menurut

Cluster kecemasan merupakan reaksi individu yang tertekan dalam

menghadapi kesulitan sebelum kesulitan itu terjadi. 3

Menurut para ahli psikologi, kecemasan (anxiety) seringkali juga

digambarkan sebagai perpaduan empat komponen , yaitu kognitif, somatik,

emosi, dan tingkah laku. Komponen kognitif, kecemasan (anxiety)

menyebabkan seseorang mengalami kehilangan kontrol konsentrasinya,

yang ditandai oleh keinginan untuk menghilangkan perasaan yang tidak

1 “Kecemasan” dalam http://www.scribd.com/doc/19546358/kecemasan

2 Fitri Fausiah dan Julianti Widuri (eds),Psikologi Abnormal Klinis Dewasa, (Jakarta:UI

Press,2008),h.73. 3 “Kecemasan” dalam http://www.scribd.com/doc/19546358/kecemasan

Page 2: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

14

menentu atau perasaan yang membahayakan bagi dirinya. Secara somatik,

anxiety menyebabkan seseorang yang mengalami kehilangan kontrol

fisiknya, yang ditandai dengan “kecepatan detak jantung yang meningkat,

keringat bertambah, aliran darah meningkat, dan fungsi sistem kekebalan

dan pencernaan tersumbat, kulit pucat, keringat, dan gemetar.”4 Secara

emosi, kecemasan (anxiety) menyebabkan perasaan seseorang takut atau

panik, yang ditandai dengan perasaan muak atau sikap dingin. Secara

tingkah laku, kecemasan (anxiety) menyebabkan sikap keterpaksaan

seseorang melakukan sesuatu dan ingin melepaskan diri dari sumber

kecemasan (anxiety), yang ditandai dengan sikap yang tidak terkendali

dalam melakukan sesuatu.

Masih banyak lagi pendapat-pendapat tentang kecemasan dari para

ahli psikologi, namun dari beberapa uraian di atas penulis dapat menarik

kesimpulan bahwa kecemasan adalah suatu perasaan subjektif mengenai

ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari

ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman.

Seperti suasana yang dihadapi siswa saat harus menghadapi ujian, merasa

tidak sanggup mencapai target kurikulum yang ditetapkan sebagai standar

kelulusan dan sebagainya. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada

umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau

disertai disertasi perubahan fisiologis (seperti gemetar, berkeringat, detak

jantung meningkat) dan psikologis (seperti perasaan panik, tegang, bingung,

dan perasaan tidak atau sulit berkonsentrasi).5

Mesikupun demikian, menurut penulis kecemasan (anxiety)

bukanlah sesuatu masalah yang tidak dapat dikendalikan, karena kecemasan

(anxiety) merupakan perubahan emosi yang biasa terjadi pada diri seseorang

dalam perjalanan hidupnya, seperti rasa khawatir, takut, sedih, dan senang.

4Pengertian Kecemasan dalam http:// Psikologi.or.id.

5Pengertian Kecemasan dalam http:// Psikologi.or.id.

Page 3: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

15

b. Tipe atau Macam Bentuk Kecemasan

Para ahli psikologi membagi kecemasan (anxiety) pada beberapa

tipe/macam, tergantung jenis pengelompokannya. Freud, seorang pakar

psikoanalitik pertama mengungkapkan bahwa ada 3 macam kecemasan,

yaitu:6

1. Kecemasan realistik, yaitu kecemasan akan adanya ancaman dari luar.

Adapun taraf kecemasannya tergantung/ sesuai dari besarnya ancaman

tersebut. Kecemasan inilah yang persis dikatakan oleh Freud sebagai rasa

takut.

2. Kecemasan moral, yaitu kecemasan yang bukan datang dari dunia luar

atau dunia fisik tapi dari dunia super ego yang telah diinternalisasikan ke

dalam diri kita. Kecemasan bentuk ini merupakan kecemasan terhadap

hati nurani sendiri.

3. Kecemasan neorotik, yaitu kecemasan yang muncul akibat rangsangan-

rangsangan id. Contohnya adalah munculnya perasaan gugup, kehilangan

ide, tidak mampu mengendalikan diri, perilaku bahkan pikiran.

Kecemasan neurotik inilah yang biasa disebut dengan kecemasan yang

sehari-hari sering dialami oleh setiap orang.

Sementara itu, Lahey dan Ciminero mengelompokkan tipe/ macam

kecemasan berdasarkan sifatnya ke dalam 3 tipe, yaitu:

1. Kecemasan yang bersifat afersif, kecemasan ini merupakan pengalaman

yang tidak menyenangkan, sehingga seseorang yang mengalaminya

berusaha untuk menghindari kecemasan dengan cara menghindarkan diri

dari berbagai stimulus yang dapat menghasilkan kecemasan.

2. Kecemasan yang bersifat mengganggu, kecemasan ini merupakan

kecemasan yang dapat mengganggu kemampuan kognitif dan motorik.

3. Kecemasan yang bersifat psikofisiologis. Kecemasan ini berkaitan

dengan pengalaman yang melibatkan aspek psikologis dan biologis yang

mengalaminya. Dengan kata lain, seseorang yang sedang mengalami

6 “Kecemasan” dalam http://www.scribd.com/doc/19546358/kecemasan

Page 4: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

16

kecemasan ini akan mengalami perubahan-perubahan. Perubahan dalam

pola perilaku psikologinya dan gejala-gejala fisiologisnya.

c. Kecemasan Siswa Dalam Pembelajaran Matematika

Pada dasarnya belajar adalah memberikan bekal hidup kepada

peserta didik agar mampu menghadapi hidup pada masa depan. Untuk itu,

selama berlangsungnya proses belajar seorang guru harus dapat melihat

potensi yang dimiliki peserta didiknya (siswa) sehingga keberhasilan belajar

dapat tercapai, yang tercermin dari performan belajar siswa. Menurut Gagne

“belajar telah terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi

ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga performannya

berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia

mengalami situasi tadi.”7

Sebagai pengajar, guru harus sadar akan situasi dan berhati-hati

mengamati lingkungan sekolah, sehingga peristiwa-peristiwa traumatik

yang dapat merendahkan konsep diri siswa dapat dikurangi. Karena selain

mempengaruhi tingkat aspirasi dan konsep diri siswa, situasi pembelajaran

yang menekan juga cenderung menimbulkan kecemasan pada diri siswa.8

Beberapa hasil penelitian atau kajian menunjukkan bahwa kecemasan

(anxiety) dalam belajar matematika berkaitan dengan performan belajar

matematika siswa.9

Misalnya, penelitian Bessant (1995) menyatakan anxiety

matematika berkorelasi dengan sikap terhadap matematika.

Eccles dan Jacob (Wisenbaker, 2001) menyatakan bahwa

kualitas belajar matematika siswa sangat dipengaruhi oleh

konsep diri siswa dan anxiety matematika siswa. Kualitas belajar

yang dimaksud adalah kualitas pada proses belajar dan hasil

belajar matematika siswa. Barlow (2003) anxiety matematika

mempengaruhi efektivitas belajar, semakin rendah anxiety

matematika maka efektivitas belajar tinggi dan demikian

7 M.Ngalim Purwanto,Psikologi Pendidikan,(Bandung: PT.Remaja Rosda Karya,

2004),Cet.XVIII,h.84. 8 Slameto,Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya,(Jakarta:Remaja PT Rineka

Cipta,2010),Cet.V,h.185. 9 “Mengatasi Kecemasan (Anxiety) Dalam Pembelajaran Matematika” dalam Pustaka

ilmiah.unila.ac.id/2009/ 07/16/. Pukul 19:49

Page 5: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

17

sebaliknya. Pendapat yang lain, Tapia dan Marsh (2004)

menyatakan anxiety matematika memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap keyakinan diri dan motivasi matematika.

Nasser (2004) menyatakan bahwa anxiety mempengaruhi

kemampuan dasar matematika. Berdasarkan beberapa pendapat

di atas, nampaklah bahwa anxiety matematika secara signifikan

berkaitan dengan performan belajar matematika siswa, seperti

efektivitas belajar matematika dan kemampuan dasar

matematika (aspek kognitif, serta sikap terhadap matematika,

motivasi berprestasi matematika, dan konsep diri matematika

(aspek afektif).

Dari penelitian Sarason dan kawan kawanpun didapati kenyataan

bahwa “siswa dengan tingkat kecemasan yang tinggi tidak berprestasi

sebaik siswa yang tingkat kecemasannya lebih rendah pada beberapa jenis

tugas.”10

Padahal „ambisi‟ berprestasi sangat diperlukan dalam belajar,

karena dengan „ambisi‟ itu akan memberikan motivasi belajar yang kuat dan

kemampuan untuk berlama-lama dalam belajar. Pendapat ini memberikan

pengertian bahwa kecemasan (anxiety) sangat diperlukan dalam belajar

matematika, namun kecemasan (anxiety) yang terjadi tidak boleh terlalu

lama atau dengan kata lain kecemasan (anxiety) harus dikendalikan.

Guru sebagai pengajar yang efektif hendaknya harus dapat

menciptakan minat dan motivasi yang cukup pada siswa untuk berprestasi,

tanpa menciptakan keadaan-keadaan yang menekan. Karena sebenarnya,

kecemasan (anxiety) dalam matematika merupakan hal yang wajar pada diri

siswa karena orang pasti memiliki kecemasan (anxiety). Namun yang perlu

diperhatikan adalah kecemasan (anxiety) matematika siswa tidak boleh

dibiarkan terlalu lama mengendap pada diri siswa karena hal itu akan

menyebabkan turunnya semangat berprestasi.

Pada kadar yang rendah, kecemasan mambantu individu untuk

bersiaga mengambil langkah–langkah mencegah bahaya atau untuk

memperkecil dampak bahaya tersebut. Kecemasan pada taraf tertentu dapat

mendorong meningkatnya performa misalnya karena cemas mendapatka IP/

nilai yang buruk maka mahasiswa/ siswa berusaha belajar keras dan

10

Slameto,Belajar dan Faktor-faktor ..., h.185.

Page 6: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

18

mempersiapkan diri saat akan menghadapi ujian.11

Oleh karena itu,

kecemasan (anxiety) yang pada diri siswa tidak mungkin dapat dihilangkan

namun hanya dapat dikurangi atau dikendalikan, kemudian kecemasan

(anxiety) ini diarahkan pada pengembangan potensi diri siswa. Slameto

dalam bukunya memberikan beberapa saran yang mungkin dapat membantu

memotivasi siswa untuk menyiapkan diri dan melaksanakan tes tanpa

merasa cemas, yaitu:12

1. Tes harus dimaksudkan untuk diagnosa, bukan untuk menghukum

siswa yang gagal mencapai harapan-harapan guru dan orang tua.

2. Hindari menentukan berhasil atau tidaknya siswa hanya dari hasil satu

tes.

3. Buatlah catatan pribadi pada setiap lembar jawaban tes yang

menyarankan siswa untuk tetap berusaha dengan baik atau harus

meningkatkan usahanya.

4. Yakinkan bahwa setiap pertanyaan mengukur hal yang penting yang

telah diajarkan kepada siswa.

5. Hindari pelaksanaan ujian tanpa adanya pemberitahuan.

6. Jadwalkan pertemuan-pertemuan pribadi dengan siswa sesering

mungkin untuk untuk mengurangi kecemasan dan untuk mengarahkan

belajar apabila perlu.

7. Hindari membanding-bandingkan siswa, yang dapat menyinggung

perasaan.

8. Tekankan kelebihan-kelebihan siswa bukan kelemahan-kelemahannya.

9. Kurangi peranan-peranan ujian yang bersifat kompetitif bila siswa tidak

sanggup bersaing.

10. Rahasiakan taraf dan nilai-nilai siswa dari siswa-siswa lainnya.

11. Beri siswa kemungkinan untuk memilih aktivitas-aktivitas yang

mempunyai nilai pengajaran yang sebanding.

11

Fitri Fausiah dan Julianti Widuri (eds),Psikologi Abnormal..., h.74. 12

Slameto,Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya..., h.187.

Page 7: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

19

2. Belajar dan Pembelajaran Matematika

a. Pengertian Belajar

Banyak orang menganggap bahwa belajar adalah semata-mata

mengumpulkan/ menghafal fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk

informasi/materi pelajaran. Biasanya orang yang beranggapan demikian

akan merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu menyebutkan

kembali secara lisan sebagai informasi yang terdapat dalam buku teks atau

yang telah diajarkan oleh guru. Ada juga sebagian orang yang menganggap

bahwa belajar itu sebagai latihan belaka, seperti tampak ketika anak-anak

belajar menulis atau membaca saat di sekolah. Hal demikian memang benar,

tapi pada hakikatnya belajar tidak semudah seperti persepsi yang telah

disebutkan.

Pengertian belajar tidak hanya sekedar mengumpulkan ilmu

pengetahuan, menghafal, menghadapi buku-buku atau menyelesaikan soa-

soal suatu mata pelajaran tetapi lebih daripada itu, belajar adalah suatu

proses yang dapat membawa perubahan pada diri individu yang belajar.

Hilgard dalam buku Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar

mengatakan bahwa “Belajar adalah suatu proses dimana ditimbulkan atau

diubahnya suatu kegiatan karena mereaksi suatu keadaan.”13

Oleh karena itu

berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung

pada proses belajar yang dialami siswa. Menurut Witherington “belajar

merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai

pola-pola respon yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan,

pengetahuan dan kecakapan.”14

Morgan mengemukakan belajar adalah

setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi

sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.15

Menurut Whittaker

belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan

13

Moh.Uzer Usman dan Lili Setiawati(eds),Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar

Mengajar,(Bandung:Remaja Rosda Karya,2005),h.5. 14

Nana Syaodih Sukmadinata(ed),Landasan Psikologi Proses Pendidikan, ( Bandung:

PT.RemajaRosdakarya, 2003),h.155. 15

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet.

XX, hal. 84

Page 8: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

20

atau diubah melalui suatu pengalaman.16

Belajar dapat pula diartikan

sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu dikarenakan

adanya interaksi antara individu dengan individu, atau individu dengan

lingkungannya, seperti yang dikatakan oleh W.H Burton “learning is a

change in the individual due to instruction of that individual and his

environment, wich fells a need and makes him more capable of dealing

adequately with his environment.”17

Banyak sekali pendapat para ahli pendidikan tentang pengertian

belajar, seperti yang telah disebutkan di atas. Timbulnya keanekaragaman

pendapat para ahli adalah wajar adanya dikarenakan adanya perbedaan titik

pandang serta perbedaan situasi belajar yang satu dengan situasi belajar

yang lainnya. “Namun demikian, dalam beberapa hal tertentu yang

mendasar mereka sepakat, seperti dalam penggunaan kata “berubah” dan

“tingkah laku”.”18

Telah kita ketahui bahwa belajar adalah suatu proses yang

menimbulkan terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah

laku atau kecakapan, maka berhasil atau tidaknya sorang siswa dalam

belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Adapun faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam

belajar, menurut Ngalim Purwanto dalam bukunya yang berjudul Psikologi

Pendidikan adalah:19

1. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang kita sebut

faktor individual, seperti kematangan/ pertumbuhan individu,

kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.

16

Abu Ahmadi dan Widodo Supriono “Psikologi belajar” (Jakarta: PT Rineka Cipta,

2003), Cet. II, h.126. 17

Moh. Uzer Usman(ed), Menjadi Guru Profesional, (Bandung:Remaja Rosda Karya,

2003), Cet.XV,h.5. 18

Muhibbin Syah(ed), Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung:

PT.Remaja Rosdakarya,2004), Cet.IX..90-93. 19

M.Ngalim Purwanto,Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT.Remaja Rosda Karya,

2004),Cet.XII,h.102-105.

Page 9: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

21

2. Faktor yang ada diluar individu yang kita sebut faktor sosial.

Adapun yang termasuk kedalam faktor sosial antara lain: faktor

keluarga/ keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-

alat yang dipergunakan dalam belajar-mengajar, lingkungan dan

kesempatan belajar serta motivasi sosial.

Selain faktor internal dan faktor eksternal, Muhibbin menambahkan

pendekatan belajar sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

pembelajaran.20

c. Pengertian Matematika

Secara etimologi, kata matematika berasal dari bahasa latin

mathematica, yang mula-mula berasal dari kata Yunani “mathematike”,

akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu, kata mathematike

berkaitan pula dengan kata mathenain yang berarti berfikir atau belajar yang

lebih jauhnya berarti matematis.21

Somardyono mengatakan bahwa

“Matematika adalah produk dari pemikiran intelektual manusia”.22

Menurut

Jujun matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna

dari pernyataan yang ingin kita sampaikan.23

Masih banyak lagi pengertian matematika, namun sampai saat ini

belum ada kesepakatan yang bulat diantara matematikawan. Hal ini

disebabkan penelaahan matematika yang begitu kompleks dan banyak yang

bersifat abstrak. Banyak muncul definisi/ pengertian tentang matematika

yang beraneka ragam, hal itu disebabkan adanya perbedaan sudut pandang

dari para ahli / tokoh matematika. Dengan kata lain, tidak terdapat satu

definisi tentang matematika yang tunggal dan disepakati oleh semua tokoh/

20

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar… h.132 21

Matematika dalam http://id.wikipedia.org/wiki/matematika/26/02/2010 pukul 13:56 22

Sumardyono, “Karakteristik Matematika Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran

Matematika”, Disertasi, (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal

Pendidikan Dasar dan Menengah, 2004), h. 5. 23

Joula Eka Ningsih Paimin, “Agar anak Pintar Matematika”. (Jakarta:Puspa Swara,

1998) h.3.

Page 10: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

22

pakar matematika. Berikut beberapa pendapat tentang definisi matematika

yang dikutip oleh Maman dalam buku Erman:24

1. James and James dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa

matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan

besaran, dan konsep-konsep berhubungan lainnya dengan jumlah yang

banyak yang terbagi kedalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan

geometri.

2. Menurut Johnson and Rising bahwa matematika adalah pola berpikir,

pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, atau matematika itu

adalah bahasa yang menggunakan istilah didefinisikan dengan cermat,

jelas dan akurat, merefleksikannya dengan simbol-simbol dan padat,

lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyinya.

3. Menurut Reyes adalah bahwa matematika merupakan telaah tentang

pola hubungan sesuatu atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan

suatu alat.

4. Menurut Kline, matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang

dapat sempurna karena adanya sendiri, tetapi adanya matematika itu

terutama untuk manusia dalam memahami dan menguasai

permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.

d. Pengertian Pembelajaran Matematika

Pembelajaran dalam arti luas diartikan “suatu konsep yang bisa

berkembang seirama dengan tuntunan kebutuhan hasil pendidikan yang

berkaitan dengan kemajuan teknologi yang melekat pada wujud

perkembangan kualitas sumber daya manusia.”25

Sedangkan pengertian

pembelajaran yang berkaitan dengan sekolah diartikan “kemampuan dalam

mengelola secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen

yang berkaitan dengan pembelajaran, sehingga menghasilkan nilai tambah

24

Erman Suherman dkk, Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA,

2003), h.15. 25

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual

Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), h.21-22

Page 11: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

23

terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku.”26

Disebutkan pula oleh Sumiati bahwa “pembelajaran merupakan proses

memberi pengalaman belajar kepada siswa sesuai dengan tujuan yang

hendak dicapai dengan berbagai cara.”27

Karena pembelajaran merupakan

proses yang dilakukan untuk membantu para siswa untuk mengoptimalkan

belajarnya. “Pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar

dapat belajar dengan baik.”28

Sedangkan tanda umum telah terjadinya proses

pembelajaran didapatnya perubahan tingkah laku siswa yang lebih maju,

lebih tinggi, dan lebih baik dari tingkah laku sebelum terjadinya proses

pembelajaran. Pengertian pembelajaran ini menyebutkan bahwa

pembelajaran adalah perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku

melalui pembelajaran yaitu perubahan yang lebih maju, lebih tinggi dan

lebih baik daripada tingkah laku yang sedia ada sebelum aktifitas

pembelajaran. Secara luas dapat dibedakan bahwa belajar adalah proses

yang dilakukan oleh siswa secara individu dan pembelajaran adalah proses

yang sengaja dilakukan agar kegiatan belajar siswa lebih optimal. Menurut

Usman, “...proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung

serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik

yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.”29

Sedangkan matematika sendiri sebenarnya cukup sulit untuk

didefinisikan secara konkret, namun menurut sebagian pendapat ada yang

mencoba mendefinisikan arti dari matematika. Seperti Johnson dan Rising

(1972) yang mengatakan bahwa “matematika adalah pola berpikir, pola

mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa

yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan

akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa

simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.”30

26

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan...., h.22 27

Sumiati dan Asra, “Metode Pembelajaran” (Bandung: Wacana Prima, 2009), h.3. 28

Pembelajaran, dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran 10 April 2008, 23:12. 29

Ragam Metode Pembelajaran Interaktif, dalam http://dossuwanda. wordpress.com

3 April 2008 23:49. 30

Erman Suherman, dkk. (eds.), Strategi Pembelajaran Matematika..., hal.17

Page 12: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

24

Dengan demikian pembelajaran matematika merupakan suatu proses

kegiatan yang dilakukan guru terhadap siswa untuk membantu siswa dalam

belajar matematika ke arah perubahan tingkah laku dan pola pikir yang lebih

maju, lebih tinggi, dan lebih baik dari sebelumnya.

e. Karakteristik Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-

sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa

yang diajar. Ada beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika.

Menurut Erman. dalam bukunya mengungkapkan bahwa:31

a) Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap).

Bahan kajian matematika yang diajarkan dimulai dari hal yang kongkrit

dan dilanjutkan ke hal yang abstrak atau dari konsep yang mudah atau

sederhana kepada konsep yang sukar atau kompleks. Contohnya adalah

pengenalan luas bangun datar sebelum pengenalan luas bangun ruang.

b) Pembelajaran matematika mengikuti metoda spiral

Metoda spiral yang dimaksud adalah spiral naik. Artinya setiap

memperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu memperhatikan

konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Bahan yang

baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari. Pengulangan

konsep dalam bahan ajar dengan cara memperluas dan memperdalam

adalah perlu dalam pembelajaran matematika. Contohnya adalah

pengulangan atau pendalaman konsep rumus phytagoras ketika konsep

penghitungan luas segitiga siku-siku diajarkan.

c) Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif.

Matematika adalah ilmu deduktif yang tersusun secara deduktif

aksiomatik. Namun demikian kita harus dapat memilih pendekatan yang

cocok dengan kondisi anak didik yang kita ajar. Artinya walaupun secara

31

Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika..., h.68-69

Page 13: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

25

keseluruhan matematika adalah ilmu deduktif tetapi belum seluruhnya

cocok menggunakan pendekatan deduktif. Sebagai contoh dalam

pengenalan fungsi, tidak diawali oleh definisi fungsi, tetapi diawali

dengan memberikan contoh-contoh relasi yang diantaranya ada yang

merupakan fungsi. Sehingga dari pengamatan terhadap contoh-contoh

tersebut kelihatan bedanya antara relasi biasa dengan relasi yang khusus

yaitu fungsi. Namun secara umum pembelajaran matematika akan lebih

baik bila menekanankan pada pola pikir deduktif.

d) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi.

Kebenaran dalam matematika sesuai dengan struktur deduktif

aksiomatiknya. Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya

merupakan kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara

kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap

benar bila didasarkan atas pernyataan-pernyataan terdahulu yang telah

diterima kebenarannya.

Sedangkan menurut Sumardyono karakteristik pembelajaran

matematika sekolah antara lain:32

a) Penyajian

Penyajian matematika tidak harus diawali dengan teorema maupun

definisi, tetapi haruslah disesuaikan dengan perkembangan intelektual

siswa.

b) Pola Pikir

Pembelajaran matematika sekolah dapat menggunakan pola pikir

deduktif maupun pola pikir induktif. Hal ini harus disesuaikan dengan

topik bahasan dan tingkat intelektual siswa. Sebagai kriteria umum,

biasanya di SD menggunakan pendekatan induktif lebih dulu karena hal

ini lebih memungkinkan siswa menangkap pengertian yang dimaksud.

32

Sumardyono, “Karakteristik Matematika Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran

Matematika....., h. 43 - 45. t.d.

Page 14: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

26

Sementara untuk tingkat SMP dan SMA, pola pikir deduktif sudah

semakin ditekankan.

c) Semesta Pembicaraan

Sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual siswa, maka matematika

yang disajikan dalam jenjang pendidikan juga dalam kekomplekan

semestanya.

d) Tingkat Keabstrakan

Seperti pada poin sebelumnya, tingkat keabstrakan matematika juga harus

menyesuaikan perkembangan intelektual siswa.

3. Metode Diskusi Kelompok Teknik Tutor Sebaya

a. Pengertian Metode Diskusi Kelompok

Diskusi kelompok merupakan gabungan dari dua kata, diskusi dan

kelompok. Secara harfiah diskusi diartikan sebagai “kegiatan yang

melibatkan individu yang terlibat didalamnya untuk saling tukar menukar

pengalaman, informasi dalam rangka memecahkan masalah;”33

sedangkan

kelompok adalah kumpulan dua orang atau lebih untuk suatu kerja atau

suatu tujuan. Jadi diskusi kelompok erat kaitannya dengan belajar dapat

diartikan sebagai sekelompok siswa yang mengerjakan pelajaran secara

bersama-sama dalam rangka mencapai tujuan pengajaran.34

Menurut

Sumiati dalam buku metode pembelajaran adalah “satu metode

pembelajaran agar siswa dapat berbagi pengetahuan, pandangan, dan

keterampilannya.”35

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat ditarik

kesimpulan bahwa metode dikusi kelompok adalah: metode atau cara

penyajian suatu pelajaran, dimana siswa dihadapkan pada suatu masalah

yang berupa pernyataan atau pertanyaan bersifat problematis untuk dibahas

atau dipecahkan secara bersama.

33

Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), Cet.VII,

h.5. 34

Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka

Setia, 2005), Cet.II, h.89. 35

Sumiati dan Asra, “Metode... , h.141.

Page 15: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

27

Diskusi Kelompok pada dasarnya memecahkan persoalan secara

bersama, artinya setiap orang turut memberikan sumbangan pikiran dalam

memecahkan persoalan tersebut, sehingga diperoleh hasil yang lebih baik

sebab cara belajar sendiri di rumah sering menimbulkan kebosanan dan

kejenuhan. Untuk mengatasinya divariasikan dengan cara belajar bersama

dengan teman yang paling dekat (belajar kelompok).

Pengorganisasian murid-murid menjadi kelompok, memainkan

peranan penting agar hasil belajar dapat mencapai hasil yang memuaskan.

Maka dalam membentuk kelompok kita dapat menggunakan berbagai

argumentasi; Ditinjau dari lamanya suatu kelompok berfungsi, kita

membedakan adanya:36

a) Kelompok Permanen (Long Term Group); misalnya kelompok yang

dibentuk untuk selama satu tahun.

b) Kelompok Temporer (Short Term Group); misalnya kelompok yang

dibentuk hanya untuk selama satu atau dua jam pelajaran dan lain

sebagainnya.

Ditinjau dari komposisi anggota kelompok, kita membedakannya

menjadi kelompok heterogen dan kelompok homogen. Kemudian kelompok

heterogen dan kelompok homogen dapat pula dilanjutkan pembagiannya ke

dalam bentuk sebagai berikut: Kelompok heterogen menurut jenis kelamin,

kelompok heterogen menurut taraf kecerdasan, kelompok homogen jenis

kelamin, dan kelompok homogen menurut taraf kecerdasan.

Membentuk suatu kelompok murid, yang terbaik adalah setelah

kelompok terbentuk, semua anggota kelompok itu dapat bekerja sama secara

harmonis. Trianto dalam bukunya memberikan langkah-langkah

penyelenggaraan metode diskusi yaitu sebagai berikut:37

36

Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar..., h.92. 37

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstuktivistik, (Jakarta:

Prestasi Pustaka, 2007), h.118.

Page 16: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

28

Tabel 2.1

Langkah-langkah Penyelenggaraan Diskusi

Tahap Kegiatan Guru

1.Menyampaikan tujuan dan

mengatur siswa

a. Menyampaikan Pendahuluan

(a).Motivasi (b).menyampaikan tujuan dasar

diskusi (c).apersepsi

b. Menjelaskan tujuan diskusi

2. Mengarahkan Diskusi Memberikan petanyaan awal (topik/ materi).

3.Menyelenggarakan

Diskusi Membimbing/ mengarahkan diskusi.

4.Mengakhiri Diskusi Menutup diskusi.

5. Melakukan tanya jawab

singkat

Membantu siswa membuat rangkuman

diskusi dan tanya jawab singkat.

Belajar kelompok ini diperlukan sekali bagi siswa yang mendapat

tugas untuk mengatasi kesulitan belajar yang dihadapi siswa.

b. Kriteria Diskusi Kelompok yang Baik

Agar penerapan diskusi dalam kelompok menjadi lebih aktif, maka

ada beberapa yang perlu diperhatikan diantaranya adalah:

a) Tujuan

Tujuan harus jelas bagi setiap anggota kelompok, agar diperoleh hasil

kerja yang baik. Tiap anggota harus tahu apa yang harus dikerjakan dan

bagaimana cara mengerjakannya. Itulah sebabnya dalam setiap kerja

kelompok perlu didahului dengan kegiatan diskusi untuk menentukan

kerja apa dan oleh siapa.

b) Interaksi

Dalam diksusi kelompok ada tugas yang harus diselasaikan bersama

sehingga perlu dilakukan pembagian kerja. Salah satu persyaratan utama

Page 17: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

29

bagi terjadinya kerjasama adalah komunikasi yang efektif, perlu adanya

interaksi antar anggota kelompok.

c) Kepemimpinan

Tugas yang jelas, komunikasi yang efektif, kepemimpinan yang baik

akan berpengaruh terhadap suasana kerja, dan pada gilirannya suasana

akan mempengaruhi proses penyelesaian tugas. Oleh karena itu maka

produktivitas dan iklim emosional kelompok merupakan dua aspek yang

saling terkait dalam proses kelompok.

Sebagai metode pembelajaran, diskusi tidak lepas dari kekurangan.

Namun demikian guru dapat menggunakan kelebihanya untuk dapat

mengoptimalkan siswa dalam belajar. Agar diskusi kelompok dapat berjalan

optimal, maka perlu diketahui ciri-ciri diskusi yang baik sehingga

memungkinkan kelompok untuk mencapai tujuan belajar yang efektif. Suatu

kelompok diskusi dikatakan baik apabila :

a) Semua anggota terlibat secara maksimal dalam menjalankan tugas yang

telah ditetapkan.

b) Interaksi yang terjadi antara siswa secara spontan terus dirangsang dan

senantiasa dikembangkan.

c) Antar anggota terjadi saling membimbing dan membantu dalam usaha-

usaha kelompok sewaktu diperlukan.

d) Komunikasi antar anggota terjadi secara interaksional.

e) Diskusi dilakukan atas dasar rasional dan penalaran. Bukan atas dasar

sentimen dan emosi.

f) Anggota diskusi dapat bersikap demokratis.

c. Pengertian Teknik Tutor Sebaya

Salah satu masalah dalam pembelajaran di sekolah adalah rendahnya

hasil belajar siswa. Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik

faktor dari dalam (individual) maupun faktor dari luar (sosial).

Faktor individu siswa terdiri dari aspek jasmani dan aspek rohani,

kesehatan aspek jasmani sudah pasti sangat mempengaruhi kelancaran siswa

Page 18: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

30

dalam belajar, akan tetapi aspek psikis atau rohanipun tidak kalah

pentingnya dengan aspek jasmani. Untuk menunjang kelancaran belajar,

bukan hanya dituntut kesehatan jasmani saja, akan tetapi kesehatan

rohanipun diperlukan. Siswa yang sehat rohaninya adalah siswa yang

terbebas dari tekanan-tekanan batin yang mendalam, gangguan-gangguan

perasaan seperti kecemasan, frustasi dan depresi serta terbebas dari konflik

psikis.

Sering ditemukan di lapangan bahwa guru dalam membelajarkan

siswa hanya memperhatikan sisi kognitifnya tanpa memperhatikan sisi

psikologis siswa, sehingga sampai saat ini mengakarlah dogma bahwa siswa

yang mampu mendapat nilai sesuai standar yang ditentukan dapat

dinyatakan telah berhasil mengikuti proses pembelajaran. Sehingga siswa

dipaksa untuk belajar dan melatih kemampuannya untuk menyelesaikan soal

sebanyak mungkin tanpa memperhatikan apakah siswa merasa nyaman,

tidak terbebani dengan metode atau model belajar yang berorientasi pada

pencapaian nilai akhir setinggi mungkin yang tanpa disadari dapat

menimbulkan kecemasan siswa jika pada saatnya mengikuti tes akhir

mereka tidak mampu mendapatkan nilai sesuai yang telah ditentukan.

Timbul pertanyaan apakah mungkin dikembangkan suatu model

pembelajaran yang sederhana, sistematik, bermakna dan dapat digunakan

oleh guru sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan

baik yang tidak hanya menekankan pada pencapaian nilai akhir saja, akan

tetapi mampu membantu siswa dalam mengeksplorasi kemampuannya serta

dapat membantu siswa untuk memahami pelajaran dengan nyaman, tidak

terbebani serta tidak merasakan kecemasan dengan intensitas tinggi selama

kegiatan belajar berlangsung yang pada akhirnya mampu meningkatkan

hasil belajar siswa.

Seiring berkembangnya media dan metodologi pembelajaran, makin

banyak perhatian terhadap pengajaran tutor sebaya yang pada dasarnya

sama dengan program bimbingan, yang bertujuan memberikan bantuan dari

dan kepada siswa agar dapat mencapai prestasi belajar secara optimal

Page 19: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

31

karena sumber daya pengajar tidak harus selalu guru. Sumber daya pengajar

dapat dari orang lain yang bukan guru, melainkan teman sekelas.

Pembelajaran menggunakan metode tutor sebaya/ sistem tutor ini

telah banyak digunakan di Inggris dan di negara-negara yang mengikuti

sistem pendidikan Inggris38

Menurut Harsunarko “Sumber daya pengajar

yang bukan guru berasal dari orang yang lebih pandai disebut sebagai

tutor.”39

Seperti yang diungkapkan Supriyadi “Tutor sebaya adalah seorang

atau beberapa orang siswa yang ditunjuk dan ditugaskan untuk membantu

siswa yang mengalami kesulitan belajar. Tutor tersebut diambil dari

kelompok yang prestasinya lebih tinggi.“40

menurut Martinis Yamin model

tutorial merupakan cara penyampaian bahan pelajaran yang telah

dikembangkan dalam bentuk modul untuk dipelajari siswa secara mandiri.

Dari penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan defenisi teknik tutor

sebaya adalah teknik yang diterapkan dalam proses pembelajaran, dengan

menunjuk siswa sebagai tutor yang bertugas memberikan pemahaman

kepada siswa lainya dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain tutor

adalah salah seorang atau beberapa orang siswa yang pantas ditunjuk, dan

ditegaskan membantu siswa lain yang mengalami kesulitan dalam belajar.

Dalam hal ini fungsi tutor hanyalah membantu guru dan bekerja sesuai

dengan petunjuk yang diberikan, ia bukanlah guru atau pengganti guru.

Pembelajaran tutor sebaya ini dapat dipandang sebagai reaksi

terhadap pembelajaran klasikal dengan kelas yang terlampau besar dan

padat sehingga guru atau tenaga pengajar tak dapat memberikan bantuan

individual, bahkan sering tidak mengenal pelajar seorang demi seorang.

Selain itu para pendidik mengetahui bahwa beberapa siswa menunjukkan

perbedaan dalam cara-cara belajar. Pengajaran klasikal yang menggunakan

proses belajar-mengajar yang sama bagi semua siswa tidak akan sesuai bagi

kebutuhan dan kepribadian setiap siswa. Maka karena itu perlu dicari sistem

38

S.Nasution, berbagai pendekatan dalam proses belajar dan mengajar, (Jakarta:PT

Bumi Aksara,2008), Cet.XII, h.199 39

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika..., h.276 40

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika...., h.277

Page 20: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

32

pembelajaran yang membuka kemungkinan memberikan pengajaran bagi

sejumlah besar siswa dan di samping itu memberi kesempatan bagi

pengajaran tutor sebaya.

Jadi, dalam pembelajaran dengan tutor sebaya, tutor hendaknya

adalah siswa yang mempunyai kemampuan lebih dibandingkan dengan

teman-temannya, sehingga pada saat ia membimbing teman-temannya ia

sudah menguasai bahan yang akan disampaikan kepada teman-teman

lainnya. Sebenarnya tutor sebaya merupakan modifikasi dari cara belajar

kelompok. Perbedaannya, pada cara berkelompok belum ada penekanan

secara khusus tentang siapa yang menjadi tutor bagi temannya. Masalah ini

dapat dilihat dari hasil evaluasi belajar yang menunjukkan siswa berhasil

dalam kelompok, namun tidak berhasil pada saat evaluasi belajar secara

individu. Karena dalam belajar kelompok, siswa yang lebih pandai tidak

berusaha memberikan penjelasan kepada siswa yang kurang, dan begitu

sebaliknya, siswa yang kurang pandai tidak diberikan kesempatan untuk

berdiskusi dan bertanya kepada teman yang lebih pandai. Akhirnya yang

bekerja dalam kelompok adalah mereka yang pandai.

Kelebihan tutor sebaya dalam pendidikan yaitu dalam penerapan

tutor sebaya siswa diajar untuk mandiri, dewasa, dan punya rasa setia kawan

yang tinggi. Artinya dalam penerapan tutor sebaya itu, siswa yang dianggap

pintar bisa mengajari atau menjadi tutor temannya yang kurang pandai atau

ketinggalan. Di sini peran guru hanya sebagai fasilitator atau pembimbing

saja. Dengan kata lain, guru dapat menugaskan siswa pandai untuk

memberikan penjelasan (menjadi tutor sebaya) kepada siswa kurang pandai,

dengan demikian siswa yang bertanya tidak akan takut karena yang

mejelaskannya adalah tak lain kawan mereka sendiri.

Tutor dikatakan berhasil jika dapat menjelaskan dan yang dijelaskan

dapat membuktikan bahwa dia telah mengerti atau memahami dengan cara

hasil pekerjaannya. Adapun tahap-tahap kegiatan pembelajaran di kelas

Page 21: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

33

dengan menggunakan pendekatan tutor sebaya menurut Hamalik dalam

skripsi Syaripudin adalah sebagai berikut:41

1. Tahap persiapan

a) Guru membuat program pengajaran satu pokok bahasan yang

dirancang dalam bentuk penggalan-penggalan sub pokok bahasan.

Setiap penggalan satu pertemuan yang didalamnya mencakup judul

penggalan tujuan pembelajaran, khususnya petunjuk pelaksanaan

tugas-tugas yang harus diselesaikan.

b) Menentukan beberapa orang siswa yang memenuhi kriteria sebagai

tutor sebaya. Jumlah tutor sebaya yang di tunjuk disesuaikan dengan

jumlah kelompok yang dibentuk.

c) Mengadakan latihan bagi para tutor. Dalam pelaksanaan tutorial atau

bimbingan ini, siswa yang menjadi tutor bertindak sebagai guru.

Sehingga latihan yang diadakan oleh guru merupakan semacam

pendidikan guru atau siswa itu. Latihan diadakan dengan dua cara

yaitu melalui latihan kelompok kecil dimana dalam hal ini yang

mendapatkan latihan hanya siswa yang akan menjadi tutor, dan

melalui latihan klasikal, dimana siswa seluruh kelas dilatih bagaimana

proses pembimbingan ini berlangsung.

d) Pengelompokan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang yang

terdiri atas 4-6 orang. Kelompok ini disusun berdasarkan variasi

tingkat kecerdasan siswa. Kemudian tutor sebaya yang telah ditunjuk

di sebar pada masing-masing kelompok yang telah ditentukan.

2. Tahap pelaksanaan

a) Setiap pertemuan guru memberikan penjelasan terlebih dahulu tentang

materi yang di ajarkan.

b) Siswa belajar dalam kelompoknya sendiri. Tutor sebaya menanyai

anggota kelompoknya secara bergantian akan hal-hal yang belum

41

Sarifuddin, “Penerapan teknik tutor sebaya dan pemberian kartu skor partisipasi siswa

untuk meningkaatkan motivasi belajar matematika siswa”, Skripsi Jurusan Matematika

Universitas Islam Negeri Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama; 2008).t.d

Page 22: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

34

dimengerti, demikian pula halnya dengan menyelesaikan tugas. Jika

ada masalah yang tidak diselesaikan barulah tutor meminta bantuan

guru.

c) Guru mengawasi jalannya proses belajar, guru berpindah-pindah dari

satu kelompok ke kelompok yang lain untuk memberikan bantuan jika

ada masalah yang tidak dapat diselesaikan dalam kelompoknya.

3. Tahap evaluasi

a) Sebelum kegiatan pembelajaran berakhir, guru memberikan soal-soal

latihan kepada anggota kelompok (selain tutor) untuk mengetahui

apakah tutor sudah menjelaskan tugasnya atau belum

b) Mengingatkan siswa untuk mempelajari sub pokok bahasan

sebelumnya di rumah.

Dengan menggunakan pendekatan tutor sebaya, diharapkan mampu

mengatasi masalah kelemahan dalam belajar kelompok. Namun demikian,

perlu diketahui bahwa teknik tutor sebaya memiliki kelebihan dan

kekurangan. Berdasarkan beberapa sumber, dapat diambil kesimpulan

tentang kelebihan pendekatan tutor sebaya antara lain:

a) Hasilnya lebih baik, bagi beberapa siswa yang mempunyai

perasaan takut atau enggan kepada guru.

b) Bagi tutor, pekerjaan tutoring akan memperkuat konsep yang

dibahas dan memberikan kesempatan untuk melatih diri

memegang/ memberikan tanggung jawab suatu tugas serta melatih

kesabaran.

Adapun kelemahan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

a) Siswa yang dibantu seringkali belajar kurang serius, dan beberapa

siswa takut rahasianya diketahui teman.

b) Pada kelas-kelas tertentu, kegiatan tutoring ini sulit dilaksanakan

karena ada perbedaaan jenis kelamin antara tutor dan yang diberi

tutor.

c) Tidak semua siswa pandai dapat memberikan penjelasan kembali

kepada temannya.

Page 23: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

35

B. Penelitian yang Relevan

Sebagai bahan pertimbangan peneliti mengangkat masalah upaya

mengurangi kecemasan dengan penerapan model pembelajaran tutor sebaya

metode diskusi kelompok adalah kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh

saudara Syarifuddin. Beliau menuliskan pada poin empat di halaman 76 s/d 77

bahwa:

“tutor sebaya memberikan lingkungan yang nyaman bagi siswa untuk

bertanya tanpa merasa takut atau malu ditertawakan. Siswa dapat

bertanya sebebas-bebasnya kepada tutor dalam kelompoknya. Para

siswa menjadi lebih senang dan bersemangat belajar matematika karena

soal-soalnya tidak lagi menjadi momok yang menakutkan bagi mereka.

Siswa dapat dengan mudah menyelasaikan soal-soal yang dihadapi

melalui diskusi dalam kelomponya serta bimbingan dari tutor yang

cukup membantu mereka dalam belajar matematika.”42

Hanya saja penelitian sebelumnya mempunyai variabel motivasi. Oleh

karena itu, penelitian kali ini mengambil variabel yang berbeda, yaitu kecemasan.

Dari pernyataan tersebut peneliti berasumsi, jika dengan penerapan tutor sebaya

mampu membuat siswa merasa nyaman dan mampu meningkatkan motivasi siswa

dalam belajar matematika, maka tidak menutup kemungkinan dengan penerapan

teknik tutor sebaya dalam diskusi kelompokpun akan mampu mengurangi tingkat

kecemasan siswa dalam belajar matematika dikarenakan berbagai hal, mulai dari

masalah pribadi, seperti selalu gugup untuk menjawab soal karena takut kepada

guru bidang studi, sampai dengan kecemasan yang dirasakan siswa oleh karena

adanya ketetapan standar nilai kelulusan yang dibuat oleh pemerintah yang selalu

bertambah dari tahun ke tahun tanpa mempertimbangkan sisi psikologis siswa.

C. Pengajuan Kerangka Konseptual dan Intervensi/ Perencanaan Tindakan

Pada hakekatnya, hasil belajar ditentukan oleh banyak faktor, yaitu

faktor guru, lingkungan sekolah, lingkungan tempat tinggal, cara belajar siswa,

fasilitas belajar yang digunakan, faktor internal siswa, dan lain sebagainya. Akan

tetapi seorang siswa yang telah menyadari tugasnya sebagai seorang pembelajar

42

Sarifuddin, “Penerapan teknik tutor sebaya dan pemberian kartu skor partisipasi siswa

untuk meningkaatkan motivasi belajar matematika siswa”, Skripsi Jurusan Matematika

Universitas Islam Negeri Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama; 2008). t.d.

Page 24: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

36

seharusnya dapat menggunakan faktor-faktor yang ada untuk memaksimalkan

hasil belajarnya.

Ada banyak sekali pekerjaan, tantangan, dan tuntutan yang dihadapi

dan harus di jalankan oleh siswa. jika siswa dapat mengendalikan ketegangan saat

menghadapi pekerjaan, tantangan dan tuntutan, dan tetap tenang, maka tidak ada

hal yang menghambatnya, setidaknya dari dalam dirinya ia sudah dapat

menguasai kondisinya sendiri. Tapi jika siswa memiliki perasaan takut/ cemas

akan kegagalan atau merasa panik dalam menghadapi ujian, walaupun ia memiliki

motivasi untuk berprestasi, tetap saja siswa akan mengalami kesulitan untuk dapat

meraih prestasi yang maksimal.

Kecemasan akan timbul jika individu menghadapi situasi yang

dianggapnya mengancam dan menekan. Misalnya saja, apabila seseorang ingin

melaksanakan atau melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan yang baru, maka

tentu orang tersebut akan merasa cemas dalam menghadapi pekerjaannya tersebut,

apakah orang itu dapat melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan tersebut

dengan hasil yang baik atau bahkan sebaliknya.

Ada beberapa model atau metode pembelajaran modern yang bisa

digunakan untuk mengurangi kecemasan belajar siswa, Salah satunya adalah

metode diskusi kelompok dengan teknik tutor sebaya. Dengan menerapkan

metode diskusi kelompok maka siswa akan merasa nyaman dalam belajar, beban

yang awalnya ditanggung sendiri, kini mereka tanggung secara kelompok,

siswapun merasa lebih nyaman karena ketika menemui kendala atau materi yang

dianggap susah, dapat didiskusikan langsung bersama anggota kelompoknya.

Dengan menerapkan teknik tutor sebaya dalam metode diskusi

kelompok pula, maka yang semula siswa merasa takut atau panik saat belajar akan

menjadi lebih nyaman, karena pada saat melakukan proses pembelajaran, mereka

dapat bertanya langsung kepada temanya yang menjadi tutor apabila menemui

kesulitan. Oleh karena itu penulis mengangkat penelitian pembelajaran dengan

metode diskusi kelompok menggunakan teknik tutor sebaya untuk mengurangi

kecemasan belajar matematika siswa

Page 25: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

37

Kerangka konseptual perencanaan tindakan yang akan digunakan dalam

penelitian tindakan kelas ini adalah pytagoras dan lingkaran yang mencakup pada

pokok bahasan: mengenal bagian-bagian lingkaran, menghitung besaran-besaran

pada lingkaran dan garis singgung pada lingkaran.. Pokok bahasan ini diajarkan

pada kelas VIII SLTP pada semester genap.

Sedangkan bentuk penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor

sebaya yang akan dilakukan pada siklus pertama adalah penerapan metode diskusi

kelompok teknik tutor sebaya dengan menambahkan hand-out dalam mempelajari

bahasan pytagoras. Dengan pemberian hand-out ini diharapkan akan membantu

siswa dalam memahami materi dan lebih memberi waktu untuk mendiskusikan

materi juga menumbuhkan daya tarik siswa terhadap pelajaran matematika karena

siswa tidak lagi mencatat materi yang akan diajarkan.

Kemudian pada siklus kedua dilaksananakan penerapan metode diskusi

kelompok teknik tutor sebaya dengan mengacak siswa yang meriview materi

dengan bantuan tutor, pengacakan siswa yang meriview materi ini diterapkan

dengan harapan dapat mengurangi sikap acuh setiap anggota kelompok saat

diskusi berlangsung, atau dengan kata lain dapat membuat siswa yang menjadi

peserta diskusi dalam kelompok ikut berperan aktif pada kelompoknya masing-

masing juga menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa, karena dengan

pengacakan ini, maka siswa yang mendapat tugas meriview materi akan

merasakan bagaimana rasanya saat meriview materi seperti yang telah tutor

lakukan selama siklus satu.

Sedangkan pada siklus ketiga akan diterapkan metode diskusi kelompok

teknik tutor sebaya dengan penambahan hadiah (reword) bagi kelompok terbaik

berdasarkan polling dari seluruh kelompok dan masukan dari guru kolaborator.

Intervensi ini diharapakan akan membuat siswa merasa tertantang untuk

memperhatikan setiap materi diskusi, tanpa menimbulkan tekanan yang

menimbulkan kecemasan, karena dengan penambahan hadiah (reword) ini,

kelompok siswa yang dianggap terbaik pada akhir siklus III akan mendapatkan

hadiah (reword). Intervensi ini juga diharapkan dapat memperdalam pengertian

siswa terhadap pelajaran matematika. Maka dengan penerapan pembelajaran tutor

Page 26: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

38

sebaya metode diskusi kelompok pada penelitian ini, diharapakan dapat

mengurangi tingkat kecemasan yang dialami siswa saat belajar matematika,

namun tidak menghilangkan kecemasan yang sifatnya sebagai “(facilitating

anxiety) yaitu bentuk kecemasan dengan taraf rendah yang berfungsi sebagai

pemicu/ pendorong siswa untuk bersiaga mengambil langkah-langkah mencegah

atau memperkecil kemungkinan terjadinya hal yang tidak diinginkan” 43

, seperti

karena tidak ingin mendapatkan nilai yang rendah maka siswa mempersiapkan

diri dengan cara belajar lebih giat.

Jika digambarkan, maka bagan desain kerangka konseptual dan

intervensi tindakan yang diharapkan sebagai berikut:

Bagan 2.1

Desain kerangka konseptual & Intervensi Tindakan yang diharapkan

43

Fitri Fausiah dan Julianti Widuri (eds),Psikologi Abnormal..., h.73.

Masalah siswa

Merasa cemas saat belajar

matematika pada bahasan

pytagoras dan lingkaran

Intervensi tindakan

Penerapan metode diskusi

kelompok teknik tutor sebaya

Hasil intervensi yang diharapkan

Intensitas kecemasan siswa saat belajar

matematika bahasan lingkaran menurun

Page 27: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

39

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Setting Tempat dan Waktu Penelitian

a) Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 21 Tangerang yang berada di

Jl: Halim Perdana Kusuma, komplek alam raya, Kel.Jurumudi Baru, Kec.

Benda, Kota Tangerang 15124

b) Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari tanggal 23 Desember 2010 – 02 Februari 2011.

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian tindakan kelas yang biasa disingkat menjadi PTK, atau dikenal juga

dengan nama Classroom action research method. Metode penelitian tindakan

kelas ini dilakukan dalam proses pembelajaran matematika pokok bahasan

pytagoras dan lingkaran dengan menerapkan metode diskusi kelompok teknik

tutor sebaya.

Alasan penulis menerapkan metode pembelajaran diskusi kelompok

teknik tutor sebaya ini adalah karena peneliti menemukan permasalahan

yaitu tingginya intensitas kecemasan siswa saat belajar matematika, beberapa

penyebabnya adalah masih ada rasa takut pada diri siswa saat dimintai

pendapat, diminta untuk mengerjakan soal di depan kelas, maupun ketika

siswa diminta untuk bertanya kepada guru tentang materi yang belum mereka

pahami saat pembelajaran berlangsung. Hal ini tergambar dari hasil

wawancara yang yang dilakukan oleh penulis saat melakukan kegiatan survei

pendahuluan.

Dengan menerapkan metode pembelajaran ini, penulis mengupayakan

untuk dapat memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi siswa, yakni

mengurangi tingkat kecemasan (anxiety) dalam belajar matematika. Dengan

kata lain siswa diharapkan dapat belajar dengan rileks, tidak malu dan takut

untuk menanyakan materi yang belum mereka pahami, karena yang menjadi

Page 28: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

40

guru adalah temannya sendiri. Dengan demikian siswa diharapkan dapat

mengurangi tingkat kecemasannya dalam belajar matematika.

Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari beberapa siklus. Dalam

penelitian ini digunakan tiga siklus yang pada tiap siklusnya terdiri dari empat

tahap, yaitu:

1) Perencanaan (Planning)

Peneliti merencanakan tindakan berdasarkan tujuan penelitian. Peneliti

menyiapkan skenario pembelajaran dan instrumen penelitian yang terdiri

atas lembar soal-soal akhir siklus, lembar angket kecemasan siswa, lembar

observasi untuk siswa dan guru juga lembar wawancara.

2) Tindakan/Pelaksanaan (Acting)

Tahap ke-2 dari penelitian ini adalah pelaksanaan yang merupakan

implementasi rancangan, yaitu melaksanakan tindakan kelas menggunakan

metode yang telah direncanakan.

3) Pengamatan (Observasi)

Pada tahap ini peneliti melakukan pengamatan bersamaan dengan

pelaksanaan tindakan agar memperoleh data yang akurat untuk perbaikan

pada siklus berikutnya. Observasi dimaksudkan sebagai kegiatan

mengamati, menggali, dan mendokumentasikan semua gejala atau

indikator yang terjadi selama proses penelitian. Dalam penelitian ini,

peneliti dibantu oleh guru kelas yang bertugas sebagai kolaborator, yaitu

membantu peneliti untuk mengamati aktivitas siswa selama proses

pembelajaran. Selain itu, kolaboratorpun mengamati peneliti dalam

menyampaikan materi pelajaran.

4) Refleksi (Reflecting)

Pada tahap ini, hasil yang didapat dari observasi dikumpulkan dan

dianalisis bersama oleh peneliti dan guru (kolaborator), sehingga dapat

diketahui apakah kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang

Page 29: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

41

direncanakan. Hasil analisis tersebut akan dibandingkan dengan instrumen

penelitian lainnya untuk kemudian digunakan sebagai acuan merencakan

tindakan selanjutnya.

Berdasarkan hasil reflektif yang bersumber dari angket kecemasan

serta lembar observasi tim peneliti, maka akan ditentukan perlu atau tidaknya

dilaksanakan siklus selanjutnya. Siklus berikutnya akan dilaksanakan jika

tujuan penelitian dan indikator keberhasilan yang direncanakan belum

tercapai. Namun siklus akan dihentikan ketika tujuan penelitian dan indikator

keberhasilan yang direncanakan telah tercapai dengan baik. Pada penelitian

ini, disain intervensi tindakan menggunakan disain atau model spiral dari

Kemmis dan Taggart yang digambarkan sebagai berikut:1

1 Rochiati Wiria Atmadja (ed.), Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2007), Cet.III, h.66.

Page 30: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

42

Tabel 3.1

Diagram Desain Penelitian

Siklus

1

Siklus

2

Siklus

3

OBSERVE

(Pengamatan)

ACTION (Tindakan)

Penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor

sebaya dengan penambahan Reword (hadiah)

Siklus Selanjutnya

REFLECT

(Refleksi)

PLAN

(Perencanaan)

OBSERVE

(Pengamatan)

ACTION (Tindakan)

Penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor

sebaya menggunakan handout

REFLECT

(Refleksi)

REVISED PLAN

(Perubahan Perencanaan)

ACTION (Tindakan)

Penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor

sebaya dengan merandom siswa yang mendapat

tugas untuk meriview materi

REFLECT

(Refleksi)

REVISED PLAN

(Perubahan Perencanaan)

OBSERVE

(Pengamatan)

PROBLEM (Masalah)

Tingginya intensitas kecemasan siswa saat mengikuti

kegiatan belajar matematika

Page 31: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

43

C. Subjek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kelas VIII-D SMP Negeri 21 Tangerang.

Jumlah siswa dikelas penelitian ini sebanyak 40 siswa yang terdiri dari 22

siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Seluruh siswa di kelas ini dijadikan

sebagai subjek penelitian.

Peneliti melakukan tindakan sekaligus mengamati setiap aktivitas

siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Guru kelas terlibat dalam

penelitian ini sebagai kolaborator. Guru kelas membantu peneliti mulai dari

menyiapkan RPP, mengamati kegiatan/ aktivitas siswa selama proses

pembelajaran di kelas, hingga melakukan refleksi akhir siklus. Selain itu,

kolaborator juga mengamati, menilai, dan memberikan arahan kepada peneliti

dalam menyampaikan materi pelajaran kelas.

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian

Peneliti bertindak sebagai perancang dan pelaksana kegiatan. Peneliti

membuat perencanaan kegiatan, melaksanakan kegiatan, melakukan

pengamatan, mengumpulkan dan menganalisis data serta melaporkan hasil

penelitian. Dalam penelitian peneliti dibantu oleh seorang guru, guru ini

adalah guru mata pelajaran matematika kelas VIII yang bertindak sebagai

kolaborator.

E. Tahapan Intervensi Tindakan

Tahapan penelitian ini diawali dengan dilakukannya survei

pendahuluan (tahapan pra penelitian) dan akan dilanjutkan dengan tindakan

pertama berupa siklus yang terdiri dari perencanaan tindakan, pelaksanaan

tindakan, observasi, serta analisis dan refleksi. Setelah melakukan analisis

dan refleksi pada tindakan I (Siklus 1), penelitian akan dilanjutkan dengan

tindakan II (Siklus 2), jika data yang diperoleh masih memerlukan

penyempurnaan akan dilanjutkan kembali pada tindakan III (Siklus 3), dan

begitu seterusnya.

Page 32: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

44

Adapun tahapan penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan

digambarkan sebagai berikut:

1. Tahap Survei Pendahuluan (Tahap Pra Penelitian)

a. Mengurus surat izin observasi dan surat izin pelaksanaan penelitian untuk

SMP Negeri 21 Tangerang.

b. Menghubungi kepala sekolah SMP Negeri 21 Tangerang.

c. Menghubungi guru bidang studi matematika kelas VIII.

d. Memberi dan menjelaskan proposal penelitian kepada guru bidang studi

matematika.

e. Melaksanakan wawancara dengan guru bidang studi matematika.

f. Menentukan kelas sebagai subjek penelitian.

g. Memberi angket pengukur kecemasan belajar matematika kepada kelas

subjek penelitian.

h. Melakukan proses penilaian terhadap angket yang telah disebarkan.

2. Tahap Penelitian Siklus 1

a. Tahap Perencanaan

1) Membuat rancangan proses pembelajaran (RPP).

2) Mendiskusikan rancangan proses pembelajaran (RPP) dan model

pembelajaran yang akan digunakan dalam kelas penelitian dengan

guru bidang studi matematika.

3) Menyiapkan materi pengajaran untuk tiap pertemuan.

4) Membuat rencana pengajaran.

5) Menyiapkan tugas untuk di kelas dan PR.

6) Menyiapkan lembar observasi siswa dan guru, serta lembar

wawancara.

7) Menyiapkan alat dokumentasi.

b. Tahap Pelaksanaan

1) Menerangkan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya.

Page 33: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

45

2) Membentuk kelompok diskusi dan menetukan tutor kelompok sesuai

arahan dari guru bidang studi.

3) Menjelaskan materi yang telah ditentukan dan direncanakan dalam

RPP.

4) Membimbing pelaksanaan tugas yang telah diberikan, yaitu

mempelajari materi pytagoras (dengan kompetensi dasar

menggunakan teorema pytagoras dalam pemecahan masalah) dan

memberikan handout kepada siswa.

5) Mengerjakan tugas dan membahasnya.

6) Memberikan soal latihan dan PR.

7) Penilaian hasil siklus 1.

8) Mewawancarai guru dan beberapa siswa.

9) Dokumentasi.

c. Tahap Observasi/ Pengamatan

1) Melakukan pengisian lembar observasi untuk siswa dan guru selama

proses belajar mengajar berlangsung.

2) Mencatat, Memproses, dan menilai hasil obesevasi yang terjadi

selama proses belajar mengajar berlangsung pada tiap pertemuan.

d. Refleksi

Menilai keberhasilan dan kekurangan dari pelaksanaan kegiatan

penelitian pada siklus 1 untuk dijadikan dasar pelaksanaan kegiatan

penelitian pada siklus 2.

3. Tahap Penelitian Siklus 2

a. Tahap Perencanaan

1) Membuat rancangan proses pembelajaran (RPP).

2) Mendiskusikan rancangan proses pembelajaran (RPP) dan

dilakukannya pengacakan siswa dalam meriview materi disetiap

pertemuannya.

Page 34: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

46

3) Menyiapkan materi pengajaran untuk tiap pertemuan.

4) Membuat rencana pengajaran.

5) Menyiapkan tugas untuk di kelas dan PR.

6) Menyiapkan lembar observasi siswa dan guru, serta lembar

wawancara.

7) Menyiapkan alat dokumentasi.

b. Tahap Pelaksanaan

1) Menjelaskan tentang pengacakan siswa yang meriview materi

selama pembelajaran siklus II berlangsung serta tujuannya.

2) Menjelaskan materi yang telah direncanakan dalam RPP.

3) Membimbing pelaksanaan tugas yang telah diberikan, yaitu

mempelajari materi lingkaran (dengan kompetensi dasar menentukan

unsur dan bagian-bagian lingkaran, dan menghitung keliling dan luas

lingkaran).

4) Mengerjakan tugas dan membahasnya.

5) Penilaian hasil siklus 2.

6) Mewawancarai guru dan siswa.

7) Dokumentasi.

c. Tahap Pengamatan

1) Melakukan pengisian lembar observasi untuk siswa dan guru ketika

proses belajar mengajar berlangsung.

2) Memproses dan menilai hasil obesevasi pada tiap pertemuan.

d. Refleksi

Menilai keberhasilan dan kekurangan dari pelaksanaan kegiatan

siklus 3 untuk dijadikan dasar pelaksanaan kegiatan siklus berikutnya

(jika diperlukan).

Page 35: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

47

4. Tahap Penelitian Siklus 3

a. Tahap Perencanaan

1) Mendiskusikan rancangan proses pembelajaran (RPP) dengan guru

bidang studi matematika.

2) Menyiapkan materi pengajaran.

3) Membuat rencana pengajaran.

4) Menyiapkan tugas untuk di kelas dan PR.

5) Menyiapkan (reword) hadiah untuk kelompok

6) Menyiapkan lembar observasi siswa dan guru, dan lembar

wawancara.

7) Menyiapkan alat dokumentasi.

b. Tahap Pelaksanaan

1) Menjelaskan (reword) hadiah yang akan didapat bagi kelompok

yang aktif dalam mengikuti pembelajaran sesuai polling seluruh

kelompok dan penilaian guru bidang studi (Kolaborator).

2) Menjelaskan materi lingkaran (dengan kompetensi dasar

Menggunakan hubungan sudut pusat, panjang busur, luas juring

dalam pemecahan masalah).

3) Menerapkan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya, dengan

menggunakan (reword) hadiah dan menjelaskan tujuannya.

4) Mengawasi dan membimbing pelaksanaan tugas yang telah

diberikan. Yaitu mempelajari materi menghitung panjang garis

singgung persekutuan dua lingkaran.

5) Mewawancarai guru dan beberapa siswa.

6) Dokumentasi.

c. Tahap Pengamatan

1) Melakukan pengisian lembar observasi untuk siswa dan guru ketika

proses belajar mengajar berlangsung.

2) Memproses dan menilai hasil obesevasi pada tiap pertemuan.

Page 36: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

48

d. Refleksi

Menilai keberhasilan dan kekurangan dari pelaksanaan kegiatan

siklus 3 untuk dijadikan dasar pelaksanaan kegiatan siklus berikutnya

(jika diperlukan).

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan

Hasil penelitian yang diharapkan adalah sesuai dengan tujuan yang

ingin dicapai oleh peneliti yaitu mengurangi intensitas kecemasan belajar

matematika siswa kelas VIII-D semester II dengan menerapkan metode

diskusi kelompok teknik tutor sebaya.

G. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data kuantitatif

dan data kualitatif.

a. Data kuantitatif

1) Lembar tes tertulis yang digunakan untuk memperoleh gambaran hasil

belajar setelah ada perubahan aktivitas siswa saat proses

pembelajaran.

2) Skor skala kecemasan belajar siswa yang berupa angket yang disebar

kepada siswa

b. Data Kualitatif

1) Format pertanyaan dan wawancara mengenai hal-hal yang perlu

diperbaiki dalam proses belajar mengajar di kelas, baik berupa kritik

ataupun saran yang akan dipertimbangkan kemudian sebagai langkah

perbaikan.

2) Catatan lapangan, yaitu mencatat seluruh perubahan dalam proses

kegiatan belajar mengajar yang terjadi di dalam kelas, baik itu

perubahan perilaku siswa ataupun guru.

3) Angket yang berisikan pertanyaan tentang metode diskusi kelompok

teknik tutor sebaya yang diberikan pada akhir siklus I, siklus II dan

siklus III.

Page 37: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

49

4) Foto yang dibuat untuk melengkapi kejadian-kejadian yang penting di

dalam kelas, seperti pada saat diskusi, tutor dalam membimbing

kelompok diskusi, kegiatan kolaborator saat mengobservasi siswa,

saat diberlakukannya (reword) hadiah, juga pada saat siswa menjawab

pertanyaan didepan kelas baik dari guru maupun dari kelompok lain.

Foto ini digunakan agar penelitian lebih obyektif karena ada fakta

yang menunjang.

Sedangkan sumber data dalam penelitian kaji tindak ini adalah guru,

siswa dan peneliti.

H. Instrumen-instrumen Pengumpul Data yang Digunakan

Instrumen-instrumen pengumpul data yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan dua buah instrumen, yaitu instrumen tes dan non

tes. Instrumen tes diberikan setiap akhir siklus untuk mengetahui tingkat

pemahaman siswa dan berfungsi sebagai data tambahan. Adapun instrumen

non tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Panduan Observasi Siswa Terstruktur/ Tertutup

Lembar observasi terstruktur/ tertutup digunakan untuk mengetahui tingkat

aktivitas siswa dalam proses pembelajaran yang menitikberatkan pada

indikator kecemasan yang diteliti.

2) Panduan Observasi Siswa Terbuka

Lembar observasi terbuka digunakan untuk mengetahui kejadian-kejadian

dalam proses pembelajaran yang tidak terdapat pada lembar observasi

tertutup.

3) Format Wawancara

Format wawancara adalah format yang dibuat oleh peneliti sebagai

pedoman untuk melakukan wawancara kepada guru bidang studi. Pada

saat awal penelitian hasil wawancara bertujuan untuk mengetahui kelas

yang siswanya memiliki intensitas kecemasan tinggi untuk kemudian

diberikan intervensi tindakan serta untuk mengetahui kesulitan belajar

matematika siswa pada bab lingkaran, metode yang digunakan oleh guru

Page 38: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

50

bidang studi saat proses pembelajaran. Sedangkan format wawancara

terhadap siswa sebagai subjek penelitian dilakukan setiap akhir siklus

untuk mengetahui tanggapan siswa tehadap intervensi tindakan penelitian

yang telah dilakukan.

4) Angket Kecemasan Siswa

Instrumen ini diberikan kepada subjek penelitian sebelum dilakukannya

intervensi tindakan yang hasilnya dijadikan sebagai nilai awal kecemasan

siswa dan diakhir siklus selama dilakukannya intervensi tindakan sampai

penelitian di kelas selesai dilaksanakan.

5) Dokumentasi

Dokeumentasi digunakan untuk bukti visualisasi proses pembelajaran

selama penelitian dilaksanakan.

I. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan beberapa

kegiatan, diantaranya melakukan wawancara dengan guru bidang studi dan

siswa sebagai objek penelitian, melakukan pengamatan lembar observasi

selama proses belajar mengajar berlangsung, dan memberikan angket

pengukur tingkat kecemasan (anxiety) siswa dalam belajar matematika ditiap

akhir siklus untuk kemudian dibandingkan dengan siklus sebelumnya.

Angket persepsi kecemasan belajar matematika siswa dalam

penelitian ini menggunakan teknik Sala berjenjang (Rating Scale) yang

mengadopsi model likert dengan skala lima angka.2 Skala 5 (lima) berarti

sangat negatif dan skala 1 (satu) berarti sangat positif”. Kategori jawaban

pernyataan angket adalah: selalu, sering, kadang-kadang, jarang, dan tidak

pernah. Agar jawaban siswa tidak menyimpang dari tujuan penelitian, maka

peneliti melakukan keseragaman mengenai waktu terhadap variabel yang

ingin diteliti dengan cara menentukan rentang waktu siswa saat mengalami

kecemasan. Adapun nilai untuk pernyataan pada ketegori jawaban selalu

2 Nana Saodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya

2007) cet.II, hal.242-243.

Page 39: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

51

diberi kode dengan skor 5, nilai sering diberi skor 4, nilai kadang-kadang

diberi skor 3, nilai jarang diberi skor 2, dan nilai sangat tidak pernah diberi

skor 1. Untuk melengkapi hasil penelitian pengumpulan data juga dilakukan

wawancara mengenai persepsi siswa terhadap pembelajaran matematika

dengan penerapan model pembelajaran tutor sebaya metode diskusi

kelompok. Hasil setiap pengamatan didiskusikan oleh peneliti bersama guru

bidang studi (kolaborator) pada saat menganalisis data untuk membuat

tindakan pada siklus berikutnya.

J. Validitas dan Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trusworthiness)

Studi

Keabsahan hasil temuan dari penelitian tindakan ini, menggunakan

teknik triangulasi. Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan

data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.3

Untuk pengecekan keabsahan data ini digunakan teknik triangulasi

sumber, penyidik, dan teori. Triangulasi sumber yaitu teknik membandingkan

dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh

melalui waktu dan alat dalam metode kualitatif. Sedangkan triangulasi

penyidik yaitu dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya

untuk keperluan pengecekkan kembali derajat kepercayaan data. Untuk

triangulasi teori yaitu digunakan sebagai penjelasan banding (rival

explanation).

Agar dapat diperoleh data yang valid, instrumen atau alat

mengevaluasi harus valid. Oleh karena itu, sebelum digunakan dalam

penelitian, instrumen angket kecemasan belajar siswa terlebih dahulu

diujicobakan untuk mengetahui dan mengukur validitas dan reabilitasnya.

a. Validitas Angket

3 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT: Remaja Rosdakarya, 1995), Cet.

Ke-6, h. 178.

Page 40: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

52

Untuk mengetahui validitas instrumen angket maka digunakan

rumus Product Moment sebagai berikut:4

rxy = N ∑ X Y − ( ∑ X )( ∑ Y )

𝑁∑X2− ∑X 2 𝑁∑Y2− ∑Y 2

Keterangan :

rxy = Validitas instrumen

N = Jumlah responden

X = Skor item (butir) total

Y = Skor total

b. Reliabilitas

Untuk mengetahui reliabilitas instrument angket digunakan rumus

Alpha Cronbach sebagai berikut:5

Keterangan:

11 r = reliabilitas instrumen

n = banyaknya butir pertanyaan atau soal

2

b = jumlah varians butir

2

1 = varians total

K. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis

Proses analisis data terdiri atas analisis data pada saat di lapangan

yaitu pada saat pelaksanaan kegiatan dan analisis data yang sudah terkumpul.

Data yang sudah terkumpul berupa hasil tes siswa, hasil wawancara, hasil

angket kecemasan siswa, hasil observasi, dan catatan lapangan.

4 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001),

cet II, h. 72 5 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan….,h. 109

r11 = 𝑛

𝑛−1 1 −

∑𝜎12

𝜎12

Page 41: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

53

Tahap analisis data dimulai dengan membaca keseluruhan data yang

ada dari berbagai sumber, kemudian mengadakan reduksi data, menyusunnya

dalam satuan-satuan, dan mengkategorikannya. Data yang diperoleh berupa

kalimat-kalimat dan aktivitas-aktivitas siswa diubah menjadi kalimat yang

bermakna dan alamiah

L. Tindak Lanjut/ Pengembangan Perencanaan Tindakan

Setelah tindakan pertama (siklus I) selesai dilakukan dan hasil yang

diharapkan adalah belum tercapainya kriteria keberhasilan yaitu penurunan

intensitas kecemasan belajar matematika siswa maka akan ditindak lanjuti

untuk melakukan tindakan selanjutnya sebagai rencana perbaikan

pembelajaran.

Penelitian ini akan berakhir apabila peneliti menyadari bahwa

penelitian ini dinyatakan telah berhasil dalam pencapaian indikator

keberhasilan berdasarkan lembar observasi dan angket kecemasan siswa yang

disebarkan diakhir siklus. Lembar observasi dinyatakan berhasil apabila rata-

rata nilai observasi siswa mencapai nilai kurang dari atau sama dengan 17

dengan kriteria skala kecemasan belajar rendah. Sedangkan angket

kecemasan siswa dikatakan berhasil apabila siswa sudah mencapai rata-rata

skor sebesar 75 atau kurang dari 75 dengan skala kecemasan belajar rendah

dan frekuensi siswa yang berada pada skala kategori kecemasan tinggi tidak

lebih dari 10 %. Tiga indikator tersebut menjadi acuan berhasil atau tidaknya

penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya dalam mengurangi

intensitas kecemasan siswa belajar matematika pada penelitian ini.

Namun demikian masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi

kecemasan belajar matematika siswa, juga masih banyak model, metode, dan

teknik pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengurangi intensitas

kecemasan siswa dalam belajar matematika. Untuk itu masih diperlukan

penelitian lebih lanjut untuk menemukan faktor-faktor lain tersebut.

Page 42: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

54

BAB IV

DESKRIPSI, ANALISIS DATA INTERPRETASI HASIL ANALISIS

DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data Intervesi Tindakan dan Hasil Pengamatan

1. Survei Pendahuluan

Survei pendahuluan dimulai dengan melakukan wawancara kepada

guru bidang studi, kemudian dilanjutkan dengan menyebarkan angket

kecemasan belajar siswa pada kelas VIII-D sesuai dengan saran guru bidang

studi. Setelah penyebaran angket, kegiatan penelitian dilanjutkan dengan

observasi ke kelas penelitian. Observasi ini mencakup beberapa pengamatan,

diantaranya pengamatan terhadap kegiatan pembalajaran yang dilakukan oleh

guru bidang studi, penggunaan bahan dan media pembelajaran dalam kelas,

serta kecemasan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Dari hasil

wawancara didapat,

a) Kelas yang akan dijadikan kelas penelitian adalah kelas VIII-D,

karena menurut guru bidang studi, siswa dalam kelas ini tingkat

kecemasannya relatif tinggi.

b) Kadang ada siswa yang tidak masuk kelas tanpa keterangan, atau ada

juga siswa yang membolos jika pada pertemuan sebelumnya guru

memberikan pekerjaan rumah (PR).

c) Saat melakukan diskusi ada beberapa siswa yang terlihat pucat, gugup

dan malu ketika mendapat tugas mewakili kelompoknya untuk

menjawab soal dari kelompok lain.

Adapun hasil observasi yang telah dilakukan pada kelas penelitian

selama satu minggu didapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Kegiatan pembelajaran yang berlangsung di kelas cukup teratur, siswa

umumnya memperhatikan penjelasan guru. Namun ada beberapa

siswa masih terlihat tegang.

b. Metode mengajar yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan

pelajaran matematika kepada siswa belum bervariasi, selama kegiatan

Page 43: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

55

observasi, guru selalu menggunakan metode ekspositori di tiap

pertemuannya.

c. Saat belajar menggunakan metode ekspositori yang selama ini

dilakukan oleh guru bidang studi, siswa banyak yang mengalami

kecemasan, hal ini tergambar diantaranya dari raut wajah siswa yang

tegang saat diminta untuk menjawab soal latihan di depan kelas,

terbata-batanya beberapa siswa saat diberi pertanyaan oleh guru

bidang studi.

d. Adanya beberapa siswa yang tidak mau maju ketika dipersilahkan

untuk menjawab soal didepan kelas karena malu dan takut jika

jawabannya salah lalu diejek oleh teman-temannya.

e. Rasa percaya diri dan keberanian siswa dalam menanyakan materi

yang belum dipahami dan dalam menjawab soal didepan kelas masih

relatif rendah. Hal ini terlihat ketika guru mempersilahkan siswa untuk

menanyakan materi yang belum dipahami saat pembelajaran

berlangsung, tidak ada satupun siswa yang berani mengacungkan

tangan untuk bertanya.

Setelah melakukan wawancara dan observasi selama satu minggu,

selanjutnya peneliti berdiskusi dengan guru kolaborator untuk melakukan

intervensi tindakan berupa penerapan metode diskusi kelompok dengan teknik

tutor sebaya dengan tujuan mengurangi tingkat kecemasan saat pembelajaran

matematika.

2. Siklus I

a. Tahap perencanaan

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah

mendiskusikan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan hand-out yang

telah dibuat dengan guru bidang studi yang bertindak sebagai kolaborator.

Adapun RPP yang digunakan saat penelitian dapat dilihat pada lampiran 2.

Penggunaan hand-out ini dilakukan untuk menyiasati keterlambatan

datangnya buku LKS yang telah dipesan oleh pihak sekolah kepada supplier,

Page 44: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

56

juga agar rencana pembelajaran yang dibuat tidak menyimpang dengan

kurikulum yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah SMP Negeri 21

Tangerang, setelah itu peneliti menyiapkan lembar observasi, dan mendesain

lembar evaluasi.

Pada kegiatan ini juga peneliti berdiskusi dan berbagi tugas dengan

guru kolaborator pada saat penelitian berlangsung, kegiatan ini dimaksudkan

agar peneliti dan guru dapat bekerjasama mengamati jalannya penelitian.

Berdasarkan diskusi dengan guru kolaborator, diperoleh kesepakatan sebagai

berikut:

1) Pembentukan kelompok beserta penentuan tutor berdasarkan hasil belajar

selama semester satu, kemudian kolaborator dapat melakukan

perombakan anggota kelompok agar didapat kelompok yang heterogen.

Dalam kelas penelitian, siswa dikelompokkan menjadi 10 kelompok

dimana tiap-tiap kelompok terdiri dari 4 siswa. Masing-masing kelompok

terdiri dari satu orang tutor dan empat orang lainnya sebagai anggota.

Pembagian kelompok dalam siklus I ini, dapat dilihat dalam lampiran 3

2) Pada siklus I pembelajaran matematika menggunakan metode diskusi

kelompok teknik tutor sebaya, disertai pemberian hand-out kepada

seluruh siswa. Selain menyiasati keterlambatan datangnya buku LKS

yang telah dipesan oleh pihak sekolah kepada supplier, pemberian hand-

out juga diharapankan dapat mengurangi kecemasan siswa karena takut

ketinggalan mencatat materi yang telah dijelaskan saat pembelajaran juga

memberikan waktu lebih kepada siswa untuk memahami materi yang

sedang diajarkan.

3) Peneliti membuatkan desain kelas/ pengaturan tempat duduk siswa secara

kelompok sebelum siklus I dimulai, kemudian mengcopy sebanyak 10

lembar dan tiap lembarnya dibagikan kepada tutor, hal ini dilakukan agar

pembentukan kelompok tidak banyak menghabiskan waktu belajar.

Desain posisi duduk siswa dalam kelas selama diskusi kelompok dapat

dilihat pada lampiran 4

Page 45: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

57

b. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan siklus I ini terdiri dari empat kali pertemuan.

Pertemuan pertama membahas pokok bahasan teorema pytagoras, pertemuan

yang kedua membahas pokok bahasan mencari sisi-sisi segitiga siku-siku yang

sudutnya merupakan sudut istimewa, pertemuan yang ketiga membahas pokok

bahasan menghitung panjang diagonal sisi pada bidang datar, dan pertemuan

yang keempat adalah pelaksanaan tes akhir siklus satu.

Rencana pelaksanaan pembelajaran pada siklus satu ini disesuaikan

dengan pertemuan tiap minggunya. Dalam satu minggu pelajaran matematika

di kelas VIII-D ada tiga pertemuan, yaitu hari senin jam 10.10 – 10.50 (1 jam

pelajaran), selasa jam 09.10 – 10.50 (2 jam pelajaran), dan rabu jam 08.20 –

09.00 (1 jam pelajaran). Untuk lebih lengkapnya proses pembelajaran pada

siklus satu diuraikan sebagai berikut:

1) Pertemuan pertama (Senin, 10 Januari 2011)

Kegiatan belajar matematika di kelas VIII-D pada pertemuan

pertama ini jumlah siswa yang hadir ada 40 orang. Guru matematika hadir

untuk memberikan bantuan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Karena guru bidang studi telah memberitahukan kepada siswa akan ada

mahasiswa yang melakukan penelitian, maka pada pertemuan kali ini, guru

bidang studi langsung mempersilahkan peneliti untuk memperkenalkan diri

kepada siswa dan menjelaskan maksud mengadakan penelitian dikelas ini.

Selain itu, siswa juga diberikan penjelasan tentang metode belajar diskusi

kelompok menggunakan teknik tutor sebaya sekaligus melakukan

pembagian kelompok dan menyebutkan tutor anggota kelompok. Setelah itu

peneliti membagikan lembar desain kelas/ pengaturan tempat duduk siswa

secara kelompok kepada masing-masing siswa yang terpilih sebagai tutor

dan memberikan hand-out materi kepada masing-masing tutor untuk

kemudian dibagikan kepada seluruh siswa. Kegiatan pembelajaran dimulai

dengan mempesilahkan siswa untuk melakukan diskusi materi pertemuan

pertama pada hand-out.

Page 46: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

58

Peneliti dan kolaborator berkeliling kelas untuk membimbing siswa

dalam melakukan diskusi, peneliti juga mengarahkan siswa yang terpilih

sebagai tutor pada setiap kelompok untuk menjelaskan materi dan contoh

soal yang telah dibuat dalam hand-out kepada kepada anggota

kelompoknya.

Pada pertemuan pertama ini, kendala yang dihadapi antara lain

lamanya siswa dalam mengatur posisi duduk sesuai anggota dan belum

terbiasanya tutor menjelaskan materi kepada anggota kelompok karena

merasa malu dan takut. Hal ini mengakibatkan banyak waktu belajar yang

terbuang. Hal ini dapat dimaklumi karena ini merupakan pertemuan pertama

dan siswa membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri. Akan tetapi

dengan bimbingan dan arahan dari peneliti dan guru bidang studi yang

bertindak sebagai kolaborator kendala tersebut dapat diminimalisir. Diakhir

pembelajaran, peneliti kembali mengarahkan siswa untuk menyelesaikan

latihan soal yang belum diselesaikan dan dijadikan tugas pekerjaan rumah

(PR). Siswa juga diarahkan untuk mempelajari pokok bahasan

membandingan sisi-sisi segitiga siku-siku istimewa di rumah baik secara

kelompok maupun individu.

Setelah pembelajaran selesai, peneliti pun meminta kepada seluruh

siswa untuk merapikan kembali meja dan kursi seperti keadaan semula.

2) Pertemuan kedua (Selasa, 11 Januari 2011)

Pertemuan kali ini terpotong waktu istirahat selama 20 menit,

tepatnya pukul 09.50 – 10.10. Materi yang diajarkan pada pertemuan kedua

ini adalah pokok bahasan mencari sisi-sisi segitiga siku-siku yang sudutnya

merupakan sudut istimewa. Pada pertemuan kali ini jumlah siswa yang hadir

40 siswa. Siswa pun langsung berkumpul sesuai dengan kelompok masing-

masing. Peneliti meminta bantuan kepada tutor masing-masing kelompok

untuk mengumpulkan PR yang telah dikerjakan. Ternyata masih banyak

siswa yang belum selesai mengerjakan PR dirumah. Setelah tutor

mengumpulkan seluruh PR kelompoknya, peneliti memulai pembelajaran

Page 47: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

59

dengan membahas latihan soal yang ditugaskan menjadi pekerjaan rumah

(PR).

Pada saat kegiatan membahas PR, seluruh siswa dalam kelompok

dipersilahkan untuk menanyakan soal materi yang dianggap sulit. Pada

pertemuan kedua ini hanya ada beberapa siswa yang berani menanyakan

kesulitan yang dihadapi saat mengerjakan PR, selanjutnya peneliti

memanggil sekaligus beberapa siswa dari kelompok untuk menyelesaikan

PR tersebut di depan kelas. Tiba-tiba kelas jadi sunyi, siswa dalam

kelompok mulai membuka hand-out dan mulai menanyakan soal-soal yang

telah dikerjakan kepada tutornya masing-masing, hal ini menandakan

kecemasan siswa begitu terasa saat mereka diminta untuk mengerjakan

latihan soal di depan kelas. Namun demikian jawaban soal latihan yang

telah dikerjakan oleh beberapa siswa relatif banyak yang benar.

Setelah selesai membahas soal selesai kurang lebih selama 20 menit,

tutor diarahkan untuk memulai dan memimpin kelompoknya masing-masing

dalam mendiskusikan materi pertemuan kedua pada hand-out yaitu mencari

sisi-sisi segitiga siku-siku yang sudutnya merupakan sudut istimewa.

Seperti pada pertemuan sebelumnya, peneliti berkeliling kelas untuk

membimbing siswa dalam berdiskusi dan memberikan arahan untuk

kelompok yang menemui kesulitan dalam memahami pokok bahasan

diskusi. Kali ini kolaborator pun ikut berkeliling sambil membawa lembar

observasi dengan tujuan membimbing siswa dalam berdiskusi dan

mengamati siswa tiap kelompok, sesekali waktu kolaborator menceklis

lembar observasi untuk menilai sikap siswa selama pertemuan kedua.

Adapun lembar panduan observasi kecemasan siswa dalam belajar

matematika dapat dilihat pada lampiran 5

Kolaborator datang ke kelas penelitian 5 menit sebelum bel masuk

berbunyi. Ketika bel masuk berbunyi siswa memasuki kelas, ada beberapa

siswa yang masuk kelas sambil membawa makanannya, beberapa siswa pun

ada yang belum masuk kelas. Kemudian kolaborator mempersilahkan

peneliti untuk melanjutkan kegiatan pembelajaran.

Page 48: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

60

Setelah selesai meriview materi, peneliti mempersilahkan beberapa

tutor baik untuk menjelaskan kembali materi atau membahas contoh soal

kepada seluruh siswa di depan kelas. Pada pertemuan kedua ini beberapa

tutor terlihat gugup saat menjelaskan materi kepada anggotanya. Setelah

tutor meriview materi, selanjutnya siswa dipersilahkan untuk mengerjakan

latihan soal secara individu, peneliti kembali berkeliling kelas untuk

membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan latihan soal.

sebelum bel pergantian pelajaran berbunyi, peneliti meminta bantuan tutor

untuk mengumpulkan latihan soal yang telah dikerjakan. Selanjutnya

peneliti menutup pelajaran dan menugaskan siswa untuk mempelajari materi

menghitung panjang diagonal sisi pada bidang datar.

3) Pertemuan ketiga (Rabu, 12 Januari 2011)

Pertemuan pada hari rabu ini materi yang diajarkan adalah pokok

bahasan menghitung panjang diagonal sisi pada bidang datar. Seperti pada

pertemuan-pertemuan sebelumnya, siswa langsung berkumpul sesuai

kelompoknya masing-masing. Kali ini siswa terlihat lebih cepat dalam

berkelompok, sehingga waktu untuk belajar dapat dimaksimalkan. Peneliti

langsung mempersilahkan tutor untuk membuka dan memimpin jalannya

diskusi pokok bahasan pertemuan ketiga pada hand-out. Sementara siswa

melakukan diskusi dengan masing-masing kelompok, peneliti dan

kolaborator berkeliling kelas untuk memimbing dan memberikan bantuan

bagi kelompok yang menemui kesulitan saat mendiskusikan materi dan

membahas contoh soal.

Pada pertemuan ketiga ini, kegiatan diskusi yang dilakukan siswa

terasa lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan aktifnya seluruh anggota

dalam beberapa kelompok, beberapa tutor yang sebelumya terlihat gerogi

sudah mulai berani dan terlihat percaya diri saat menjelaskan materi kepada

anggotanya meski sesekali terbata-bata saat menjelaskan materi. Setelah

waktu diskusi berlalu 20 menit, seluruh siswa diminta untuk memperhatikan

penjelasan ulang materi menghitung panjang diagonal sisi pada bidang datar

dari peneliti, saat peneliti masuk pada pembahasan contoh soal, peneliti

Page 49: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

61

menawarkan siswa untuk menjelaskan contoh soal tersebut di papan tulis,

ada 2 siswa yang mengacungkan tangan, yaitu siswa B5 dan siswa A2. Hal

ini menandakan mulai adanya rasa percaya diri pada diri siswa untuk maju

dan menjelaskan contoh soal didepan kelas. Saat siswa B5 memberikan

penjelasan di depan kelas, peneliti berkeliling dengan tujuan mengamati

seluruh siswa dalam memperhatikan penjelasan dan mengamati siswa B5

dalam memberikan penjelasan.

Setelah kedua siswa selesai memberikan penjelasan bahasan contoh

soal, peneliti mempersilahkan seluruh siswa untuk menanyakan hal-hal yang

belum dipahami. Siswa A1 mengacungkan tangan untuk bertanya, lalu

peneliti mempersilahkan tutor atau anggota kelompok lain untuk

menanggapi pertanyaan siswa A1. Lalu siswa B4 mengacungkan tangan

untuk menawab.

Setelah jam pelajaran habis, seluruh siswa ditugaskan untuk

membaca kembali pelajaran yang telah diberikan pada pertemuan-

pertemuan sebelumnya dirumah, karena pada pertemuan berikutnya.

4) Pertemuan keempat (Senin, 17 Januari 2011)

Pada pertemuan keempat ini siswa yang hadir sebanyak 40 siswa,

dengan kata lain tidak ada siswa yang absen untuk mengikuti tes akhir

siklus I. Tes akhir siklus ini mencakup pembahasan teorema pytagoras,

mencari sisi-sisi segitiga siku-siku yang sudutnya merupakan sudut

istimewa, dan menghitung panjang diagonal sisi pada bidang datar yang

telah diberikan kepada seluruh siswa dalam pertemuan sebelumnya.

Tes ini berbentuk essay dan berjumlah 5 soal. Tes ini dimaksudkan

untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang telah

diajarkan pada pertemuan kesatu, kedua dan ketiga. Tes akhir siklus ini

dilaksanakan dalam waktu 1 x 40 menit (satu jam pelajaran). Adapun kisi-

kisi dan soal tes dapat dilihat pada lampiran 6.

Setelah siswa menyelesaikan tes akhir siklus I, angket kecemasan

disebarkan dengan tujuan mengetahui perubahan kecemasan siswa diakhir

Page 50: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

62

siklus I. adapun angket kecemasan siswa sebelum dan setelah validitas dapat

dilihat pada lampiran 7.

c. Tahap Observasi

Tahapan ini pada dasarnya berlangsung bersamaan dengan

pelaksanaan tindakan. Namun demikian, tahapan ini merupakan rangkuman

dari pengamatan yang telah dilakukan oleh kolaborator dalam mencatat seluruh

aktifitas siswa dan hal-hal yang terjadi dalam proses pembelajaran selama

siklus satu berlangsung.

Gambar 4.1

Aktifitas Kolaborator Saat Mencatat Aktifitas yang Berhubungan Dengan

Kecemasan Siswa

Berdasarkan hasil pengamatan kolaborator menggunakan lembar

observasi terhadap sikap siswa yang berkaitan dengan kecemasan selama

mengikuti kegiatan pembelajaran matematika saat dilaksanakannya kegiatan

pelaksanaan intervensi tindakan di siklus pertama dapat dilihat pada tabel

berikut:

Page 51: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

63

Tabel 4.1

Skor Rata-rata Kecemasan Siswa kelas VIII-D SMP Negeri 21 Tangerang

dalam Pembelajaran Matematika Selama Siklus I

No

Aktivitas yang dilakukan

Rata-rata

pertemuan

ke-1

Rata-rata

pertemuan

ke-2

Rata-rata

pertemuan

ke-3

Rata-rata

Total

1 Tidak tenang saat mengikuti

kegiatan pembelajaran. 2,45 2,15 2,05 2,22

2 Tidak berani bertanya kepada guru

jika ada materi yang kurang jelas. 3,63 3,48 3,05 3,39

3 Malu saat menjelaskan materi

diskusi. 3,18 3,05 3,05 3,09

4 Terbata-bata saat mengeluarkan ide/

gagasan ketika diskusi kelompok

berlangsung.

3,35 3,18 3 3,18

5 Tidak berani menanggapi pertanyaan

dari kelompok lain di depan kelas. 2,93 2,8 2,63 2,79

6 Pucat ketika mendapat tugas untuk

menjawab pertanyaan dari guru atau

kelompok lain.

1,5 1,45 1,23 1,39

7 Gerogi/ gugup ketika mendapat

tugas untuk menjawab pertanyaan

dari guru atau kelompok lain.

3,08 2,75 2,5 2,78

8 Tidak percaya diri saat menjelaskan/

mengerjakan soal di papan tulis. 3,13 3,08 3 3,07

9 Gerogi saat mengerjakan soal

latihan/ ulangan harian. - - 2,95 2,95

Jumlah 24,85

Keterangan :

Skala penilaian rata-rata setiap aspek: Skala penilaian jumlah rata-rata:

1 : dilakukan sangat baik 9 – 17 : Kecemasan belajar rendah

2 : dilakukan dengan baik 18 – 26 : Kecemasan belajar sedang

3 : dilakukan cukup baik 27 – 36 : Kecemasan belajar tinggi

4 : dilakukan kurang baik

Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa dari 9 aktifitas yang diamati pada pertemuan 1,

pertemuan 2, dan pertemuan 3 didapatkan rata-rata 24,85 dengan kategori

Page 52: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

64

kecemasan belajar siswa pada tingkat sedang dengan adanya intervensi tindakan

berupa penerapan metode diskusi kelompok dengan teknik tutor sebaya pada

proses belajar matematika siklus I. rata-rata skor yang didapat siswa ini belum

menunjukkan kecemasan belajar rendah dalam belajar matematika.

Dari hasil lembar observasi siswa, terlihat siswa mulai tenang mengikuti

kegiatan pembelajaran pada tiap pertemuannya. Nilai rata-rata aktifitas siswa yang

diamati juga mengalami peningkatan pada tiap pertemuannya. Hanya saja dari 9

aktivitas yang diamati, ada beberapa aktifitas yang dilkukan belum maksimal oleh

siswa sehingga kategori penilaiannya masih berada dalam skala cukup baik.

Tepatnya pada aktifitas siswa dalam menjelaskan materi masih banyak yang

terbata-bata, kebanyakan siswa juga terlihat belum berani untuk menanyakan

materi yang belum dipahami kepada guru bidang studi. Rasa malu beberapa tutor

saat menjelaskan materi pun masih terbilang besar. Hal ini terlihat dari adanya

beberapa tutor yang mukanya memerah saat menjelaskan materi kepada

kelompoknya, begitu juga sikap gugup / gerogi tutor saat mengeluarkan kata-kata

pada waktu kegiatan diskusi berlangsung. Namun demikian sikap gerogi/gugup

yang siswa alami ketika mengikuti kegiatan sudah relatif stabil hanya saja

kebanyakan siswa masih mengalami gerogi/ gugup pada saat tertentu saja,

misalnya ketika dipersilahkan untuk menjawab soal atau menjelaskan kembali

pembahasan contoh soal di depan kelas. Dokumentasi siswa saat meminta

penjelasan hasil latihan kepada tutor karena cemas/ khawatir dipanggil untuk

mengerjakan soal di depan kelas dapat dilihat pada gambar berikut:

Page 53: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

65

Gambar 4.2

Aktifitas Siswa Ketika Meminta Penjelasan Kepada Tutor

Pada pertemuan keempat dilaksanakan penyebaran angket

kecemasan untuk mengetahui apakah skor kecemasan siswa mengalami

penurunan jika dibandingkan dengan skor kecemasan yang didapat siswa

sebelum diberikan intervensi tindakan berupa penerapan metode diskusi

kelompok teknik tutor sebaya, rangkuman hasil angket siswa disajikan

sebagai berikut:

Tabel 4.2

Skala Rata-rata Skor Kecemasan Belajar Matematika Siswa

SLTP Negeri 21 Tangerang Kelas VIII-D Siklus I

Kategori Kecemasan

Belajar Skala kecemasan f

relatiff

Tinggi x ≥ 90,49 7 17,5%

Sedang 63,81 < x < 90,49 26 65%

Rendah x ≤ 63,81 7 17,5%

Dari tabel 4.2 didapat keterangan bahwa jumlah siswa yang berada

pada kategori kecemasan belajar rendah tidak mengalami peningkatan,

akan tetapi jumlah siswa pada kategori kecemasan belajar sedang

Page 54: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

66

mengalami peningkatan (semula jumlahnya 22 siswa menjadi 26 siswa)

dan jumlah siswa yang berada pada kategori kecemasan belajar tinggi

mengalami pengurangan (jumlah sebelum intervensi tindakan 11 siswa

berkurang menjadi 7 siswa) jika dibandingkan dengan hasil sebaran angket

sebelum dilakukannya intervensi tindakan. Penurunan skor juga terjadi

pada rata-rata skor angket yang diperoleh siswa dari 98,43 menjadi 77,15.

Menurut kolaborator, terjadinya perubahan frekuensi kecemasan siswa

pada siklus I ini adalah wajar, karena pada siklus I ini siswa mendapat

nuansa baru dalam belajar. Siswa juga merasa senang karena dapat

mengekplorasi kemampuannya dalam belajar. (rangkuman skor kecemasan

siswa dapat dilihat pada lampiran 8)

Pada akhir siklus pertama juga siswa diberikan tes akhir siklus I.

Hasil tes tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa

terhadap materi yang telah diberikan. Adapun nilai tes yang di dapat siswa

di akhir siklus, disajikan dalam bentuk Tabel sebagai berikut:

Tabel 4.3

Nilai Tes Akhir Siklus I

Keterangan:

Nilai tertinggi = 95 Rata-rata = 68,21

Nilai terendah = 45 SD = 11,87

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diperoleh informasi bahwa sebagian

siswa (50 %) berada di bawah nilai rata-rata akhir siklus I. Nilai rata-rata

Interval Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatif

Frekuensi

Kumulatif

42 – 50 3 0,075 100 %

51 – 59 5 0,125 87,5 %

60 – 68 12 0,30 57,5 %

69 – 77 10 0,25 32,5 %

78 – 86 7 0,175 15 %

87 – 95 3 0,075 7,5 %

Jumlah 40 1 100 %

Page 55: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

67

yang diperoleh sebesar 68,21 (terlampir di lampiran 9). Meskipun nilai rata-

rata kelas yang diperoleh > 60,0 akan tetapi masih ada 3 siswa (7,5 %)

berada dalam rentang nilai 42-50, 5 siswa (12,5 %) berada dalam rentang

nilai 51-59 dan 12 siswa (30 %) berada dalam rentang nilai 60-68, sehingga

skor rata-rata keseluruhan siswa belum mencapai SKBM yang ditetapkan

sekolah.

d. Tahap Refleksi

Setelah melihat hasil penilaian lembar observasi tertutup, catatan

penemuan lembar observasi terbuka, hasil diskusi dengan guru kolaborator,

dan angket skala kecemasan siswa. Masih banyak hal yang perlu diperbaiki

dalam kegiatan belajar yang telah dilakukan pada siklus I ini. Diantaranya

adalah persiapan guru ketika akan mengajar serta pelaksanaannya pada

siklus selanjutnya perlu ditingkatkan, dalam hal ini kolaborator mencatat

bahwa tulisan peneliti saat mengajar masih terlalu kecil, sehingga

kelompok siswa yang posisi duduknya berada di belakang agak samar

ketika melihat tulisan di papan tulis. Ketika akan menghapus materi dan

contoh soal yang dicatat di papan tulis hendaknya mengkonfirmasi siswa

terlebih dahulu agar siswa yang belum selesai mencatat bisa bergegas untuk

menyelesaikan catatannya. Penggunaan nada bicara ketika mengajar dikelas

agar lebih keras lagi dan disesuaikan, karena pada dua pertemuan pertama

suara peneliti kalah dengan suara siswa.

Adapun penyampaian tujuan pembelajaran (apersepsi) yang

dilakukan oleh peneliti juga cara menjawab pertanyaan yang diajukan oleh

siswa sudah terbilang baik. Namun demikian, peneliti masih terlihat kaku

ketika menyampaikan materi dan saat melakukan monitoring siswa pada

waktu diskusi. Oleh karena itu kolaboratorpun menyarankan kepada peneliti

agar pada siklus selanjutnya tidak terlalu sering berkeliling kelas untuk

memonitoring siswa ketika melakukan kegiatan diskusi, hal ini bisa saja

malah membuat siswa menjadi merasa tidak nyaman dan dikhawatirkan

akan meningkatkan kecemasan siswa. dalam menjelaskan materipun

Page 56: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

68

kolaborator memberikan arahan kepada peneliti, yaitu kolaborator meminta

agar kegiatan menjelaskan materi yang telah dilaksanakan pada siklus

pertama hendaknya dirubah, jika pada siklus pertama guru menjelaskan

materi setelah kegiatan diskusi, maka pada siklus kedua nanti guru

menjelaskan materi terlebih dahulu, baru kemudian siswa mendiskusikan

materi.

Dari cacatan observasi tertutup kolaborator, didapat bahwa dalam

berdiskusi kebanyakan siswa yang menjadi tutor belum terbiasa untuk

menjelaskan materi kepada anggota kelompoknya, anggota kelompokpun

masih terbata-bata ketika menyampaikan pendapat dan menanggapi jawaban

kelompok lain dalam berdiskusi. Dalam hal bertanya kepada guru mengenai

materi yang belum dimengerti, siswa lebih memilih bertanya kepada

temannya yang terdekat. Jadi penggunaan teknik tutor dalam kegiatan

diskusi pada siklus satu ini dapat dikatakan berjalan dengan baik seperti

ungkapan seorang siswa yang diwawancarai oleh peneliti diakhir siklus satu

“saya merasa senang dengan adanya tutor dalam berdiskusi, karena

bertanyanya bisa langsung ke temen. Ga usah nanya guru jadi ga malu”.

(Panduan wawancara dapat dilihat pada lampiran 10 ).

Namun demikian, terlihat dengan adanya tutor juga mengakibatkan

keberanian siswa untuk bertanya kepada guru menjadi tidak maksimal dan

rasa malu siswa menanyakan materi yang belum dipahami menjadi besar.

Dari hasil wawancara juga didapat bahwa pembelajaran pada siklus pertama

ini, tanggung jawab dan orientasi siswa terlalu berfokus pada tutor sehingga

kebanyakan siswa yang menjadi anggota kelompok jarang mendapatkan

tugas untuk menjelaskan materi. Hal ini terlihat dari ungkapan beberapa

siswa yang menjadi tutor saat wawancara mengenai persepsi siswa terhadap

penerapan diskusi kelompok teknik tutor sebaya di akhir siklus pertama

sebagai berikut: menurut siswa E2 “saya sangat senang dengan

diadakannya diskusi saat belajar matematika, tetapi saya merasa tugas

saya menjadi tutor jadi sangat berat, soalnya saya harus nyiapin diri

sebelum diskusi” menurut siswa B5 “saya senang jadi tutor kelompok,

Page 57: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

69

meskipun berat dan agak gerogi waktu jelasin sama anggota saya, saya

merasa terdorong untuk untuk membaca materi sebelum berangkat sekolah

kalo ada pelajaran matematika”.

Jika melihat hasil observasi secara keseluruhan, Jumlah skor total

skala kecemasan yang di peroleh siswa dengan nilai 19,26%, dengan skala

nilai kecemasan siswa berada pada kecemasan belajar sedang. Maka

kolaborator dan peneliti menyimpulkan perlunya untuk melakukan siklus

selanjutnya dengan tujuan mencapai indikator keberhasilan penelitian.

Untuk menyelesaikan beberapa permasalahan siswa yang

diungkapkan kolaborator, maka intervensi yang diterapkan pada siklus

selanjutnya adalah penerapan diskusi teknik tutor sebaya dengan cara

mengacak siswa yang meriview materi dengan bantuan tutor pada setiap

pertemuannya.

hal ini bertujuan membiasakan siswa dalam meyiapkan diri, karena

dengan mengacak siswa yang meriview materi dengan dibantu tutornya,

diharapkan siswa dapat membiasakan diri untuk menjelaskan materi pada

anggotanya sehingga rasa malu siswa dapat berkurang, keberanian siswa

menjadi bertambah dan gugup yang dialami siswa saat menjelaskan materi

dan menanggapi pertanyaan dari kelompok lain dapat dikurangi. Dengan

kata lain, tugas untuk memimpin diskusi dan menjelaskan materi tidak lagi

menjadi tugas tutor semata seperti yang terjadi pada siklus pertama. Dengan

mengacak tutor pada tiap pertemuannya diharapkan beberapa indikator

kecemasan siswa dalam belajar matematika yang pada saat siklus pertama

dirasa masih kurang, pada siklus II nanti akan meningkat.

3. Siklus II

a. Tahap perencanaan

Tahap perencanaan siklus II ini dimulai dengan menyiapkan

rencana pembelajaran yang telah dibuat, kemudian disesuaikan dengan

buku LKS yang dibrelakukan oleh pihak sekolah, menyiapkan soal tes

akhir siklus II, menyiapkan lembar observasi terbuka dan tertutup untuk

Page 58: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

70

siklus II serta menyiapkan angket persepsi siswa tentang penggunaan

teknik tutor sebaya dalam diskusi kelompok.

Berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan oleh peneliti dan

kolaborator selama siklus I, maka dipersiapkan suatu intervensi tindakan

yang diharapkan dapat meningkatkan beberapa aktifitas siswa yang masih

kurang, diantaranya adalah meningkatkan rasa percaya diri siswa agar

siswa tidak merasa malu saat menjelaskan materi kepada temannya, tidak

terbata-bata saat menjelaskan materi dan membahas soal di depan kelas.

Serta meningkatkan rasa percaya diri siswa saat mengerjakan ulangan

harian.

Berdasarkan kesepakatan antara peneliti dengan kolaborator,

diperoleh hasil sebagai berikut:

a) Pada penelitian siklus II ini akan digunakan metode diskusi kelompok

teknik tutor sebaya, dengan cara mengacak siswa yang meriview

materi dalam kelompok dengan bantuan tutornya ditiap pertemuannya.

b) Untuk setiap pertemuan di siklus kedua ini, siswa yang menjadi tutor

adalah siswa yang menjadi tutor pada siklus satu. Namun kali ini tutor

tidak lagi bertaggung jawab sepenuhnya untuk meriview materi,

melainkan siswa yang mendapat tugas untuk melakukannya.

c) Siswa yang mendapat tugas meriview materi untuk tiap pertemuan

diberitahukan pada pertemuan sebelumnya. Hal ini dilakukan agar

siswa yang terpilih untuk meriview materi dapat menyiapkan diri

sebelum pembelajaran dilakukan.

d) Kelompok yang digunakan dalam Siklus II tidak ada perubahan, yaitu

terbagi menjadi sepuluh kelompok yang heterogen.

e) Pada siklus II ini, posisi kelompok dalam kelas tidak berubah, sama

pada saat kegiatan pembelajaran siklus I.

f) Sebelum siklus II dimulai, terlebih dahulu diadakan sosialisasi tentang

pemilihan siswa yang bertugas meriview materi secara acak ini kepada

seluruh siswa. Sosialisasi ini diharapkan agar seluruh siswa memahami

tujuan penerapannya dalam diskusi kelompok.

Page 59: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

71

b. Tahap Pelaksanaan

1) Pertemuan kelima (Selasa, 18 januari 2011)

Pada pertemuan pertama dalam siklus II ini, siswa sudah mulai

terbiasa duduk dengan kelompoknya masing-masing sebelum kegiatan

belajar dimulai. Namun demikian, pada pertemuan kali ini ada dua siswa

yang tidak masuk kelas tanpa keterangan, yaitu siswa D3 dan siswa G5.

Kegiatan belajar mengajar dimulai pada pukul 09.10 – 10.50 WIB

dengan diawali pemberitahuan adanya pengacakan tutor ditiap pertemuan

dan pemberian apersepsi selama 2 menit, setelah itu siswa dipersilahkan

untuk duduk sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Materi yang

diberikan adalah mengenali unsur-unsur lingkaran serta menghitung

besaran keliling lingkaran. Ditengah pembelajaran guru mempersilahkan

beberapa siswa untuk mengerjakan soal latihan dan menjelaskannya

kepada siswa. Adapun beberapa latihan soal yang belum diselesaikan

oleh siswa dijadikan tugas rumah (PR). Setelah kegiatan belajar berakhir,

guru memberitahukan nama-nama siswa yang akan menjadi tutor pada

pertemuan selanjutnya

2) Pertemuan keenam (Rabu, 19 Januari 2011)

Pada pertemuan ini, sebelum masuk materi siswa terlebih dahulu

mengumpulkan PR yang telah dikerjakan dirumah. materi yang diajarkan

pada pertemuan kali ini adalah menghitung luas lingkaran. Pembelajaran

diawali dengan penjelasan materi secara umum dari guru, kemudian

dilanjutkan dengan penjelasan kembali oleh tutor sebaya dalam

kelompoknya masing-masing.

Setelah semua tutor sebaya selesai menjelaskan 10 menit

selanjutnya siswa dipersilahkan mengerjakan latihan soal dalam buku

LKS. Setelah beberapa menit mengerjakan soal latihan, beberapa siswa

dipersilahkan mengerjakan latihan soal di depan kelas dan menjelaskan

pembahasannya. Seperti pada pertemuan selanjutnya, sebelum

pembelajaran berakhir, guru mengumumkan tutor untuk pertemuan

selanjutnya.

Page 60: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

72

3) Pertemuan ketujuh (Senin, 24 Januari 2011)

Pada pertemuan ketujuh ini, siswa telah terbiasa langsung

menyiapkan diri untuk duduk dalam kelompok, namun pada pertemuan

kali ini ada tiga siswa yang tidak masuk kelas tanpa keterangan, yaitu

siswa A3, A4, dan G5. Dengan tidak masuknya siswa A3 dan G5 ini

membuat kelompok tujuh hanya ada dua anggota dan tidak mempunyai

tutor. Untuk menyiasati kejadian ini guru menggabungkan kelompok tiga

dengan kelompok tujuh.

Setelah itu, maka peneliti langsung memulai kegiatan belajar.

Materi yang dibahas adalah besar perubahan luas jika ukuran jari-jarinya

berubah dan menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan

perhitungan keliling dan luas lingkaran.

Seperti pada pertemuan terdahulu, setelah guru menjelaskan

materi, siswa yang menjadi tutor dipersilahkan untuk meriview materi

pada anggota kelompoknya yang dilanjutkan dengan kegiatan

mengerjakan soal latihan dan memanggil beberapa siswa untuk

menyelesaikan latihan soal di depan kelas. setelah kegiatan belajar

selesai, siswa diminta untuk membaca materi yang telah disampaikan

selama siklus II karena pada pertemuan selanjutnya akan diadakan

ulangan harian.

4) Pertemuan kedelapan (Selasa, 25 Januari 2011)

Pada pertemuan kalai ini ada satu siswa yang tidak masuk karena

sakit, yaitu siswa B2. Pertemuan kali ini adalah untuk melaksanakan tes

akhir siklus II dengan pokok bahasan lingkaran. Soal tes berbentuk essay

berjumlah 5 soal dengan indikator pembelajaran yang ingin dicapai untuk

pokok bahasan tersebut.

Tes dilaksanakan selama 60 menit. Tes ini dilaksanakan untuk

mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi materi yang telah

diajarkan selama tiga pertemuan pada siklus kedua dan untuk mengetahui

apakah ada peningkatan hasil belajar antara siklus I dengan siklus II.

Page 61: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

73

Setelah kegiatan tes akhir siklus beakhir, siswa ditugaskan untuk

membawa busur pada pertemuan selanjutnya.

c. Tahap Observasi

Pembelajaran pada siklus II ini secara umum dapat dikatakan sudah

baik. Pada pertemuan pertama dalam siklus II ini proses belajar berjalan

agak sedikit gaduh dikarenakan keaktifan siswa, namun demikian kegiatan

diskusi berjalan cukup tertib dan lancar. Siswa mulai berani menanyakan

materi kepada guru dan tutor kelompok. Pada saat membahas hasil

penyelesaian latihan soal yang telah dikerjakan oleh beberapa siswa di

depan kelas, ada beberapa anggota kelompok yang berani menyanggah

bahkan memberi saran kepada siswa yang dirasa jawabannya kurang

lengkap. Hal ini berbeda dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya.

Pada pertemuan kedua saat meriview materi, terlihat siswa yang

bukan tutorpun ikut memberikan penjelasan kepada teman dalam satu

anggotanya yang belum mengerti. Pada pertemuan kedua ini, siswa sudah

bisa meminimalisir rasa malu mereka ketika belajar. Saat mengerjakan

latihan soal terlihat ada beberapa anggota kelompok yang berpindah tempat

duduk hanya untuk memberikan penjelasan bagi temannya yang ada di

kelompok lain. Dokumentasi ketika siswa sedang menjelaskan materi

kepada anggota kelompoknya dapat dilihat pada gambar berikut:

Page 62: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

74

Gambar 4.3

Aktifitas Siswa (Tutor) Ketika Memberikan Penjelasan Kepada

Anggota Kelompok

Pada pertemuan ketiga, gerogi yang dialami siswa dalam

menjelaskan materi di depan kelas mulai berkurang, ini terbukti dari siswa

yang pada saat mendapat tugas mengerjakan latihan soal di depan kelas dan

membahas hasil pengerjaannya, siswa mulai terbiasa dan rileks ketika

menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan oleh beberapa temannya.

Bahkan kadang diselingi dengan bercanda sehingga kegiatan belajar tidak

lagi terasa tegang. Pada saat mengikuti tes akhir siklus II, siswa yang

menyontek pada saat ulangan harian di siklus pertama sudah mulai percaya

diri, mereka tidak lagi mencontek.

Hasil rangkuman pengamatan tentang aktivitas yang berkaitan

dengan kecemasan siswa melalui lembar observasi yang dilakukan oleh

kolaborator pada siklus II, dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 63: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

75

Tabel 4.4

Skor Rata-rata Kecemasan Siswa kelas VIII-D SMP Negeri 21 Tangerang

dalam Pembelajaran Matematika Selama Siklus II

No

Aktivitas yang dilakukan

Rata-rata

pertemuan

ke-1

Rata-rata

pertemuan

ke-2

Rata-rata

pertemuan

ke-3

Rata-rata

Total

1 Tidak tenang saat mengikuti

kegiatan pembelajaran. 2 1,63 1,33 1,65

2 Tidak berani bertanya kepada guru

jika ada materi yang kurang jelas. 3,03 2,63 2,18 2,61

3 Malu saat menjelaskan materi

diskusi. 3 2,58 2,43 2,67

4 Terbata-bata saat mengeluarkan

ide/ gagasan ketika diskusi

kelompok berlangsung.

2,73 2,33 2,03 2,36

5 Tidak berani menanggapi

pertanyaan dari kelompok lain di

depan kelas.

2,45 2,18 2,05 2,23

6 Pucat ketika mendapat tugas untuk

menjawab pertanyaan dari guru

atau kelompok lain.

1,13 1,08 1,03 1,08

7 Gerogi/ gugup ketika mendapat

tugas untuk menjawab pertanyaan

dari guru atau kelompok lain.

2,65 2,33 2,05 2,34

8 Tidak percaya diri saat

menjelaskan/ mengerjakan soal di

papan tulis.

3,08 2,55 2,38 2,67

9 Gerogi saat mengerjakan soal

latihan/ ulangan harian. - - 0,98 0,98

Jumlah 18,60

Keterangan :

Skala penilaian rata-rata setiap aspek: Skala penilaian jumlah rata-rata:

1 : dilakukan sangat baik 9 – 17 : Kecemasan belajar rendah

2 : dilakukan dengan baik 18 – 26 : Kecemasan belajar sedang

3 : dilakukan cukup baik 27 – 36 : Kecemasan belajar tinggi

4 : dilakukan kurang baik

Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa dari 9 aktifitas yang diamati pada

pertemuan 5, pertemuan 6, dan pertemuan 7 didapatkan rata-rata 18,60

Page 64: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

76

dengan kategori kecemasan belajar siswa masih berada pada tingkat sedang

dengan adanya intervensi tindakan berupa penerapan metode diskusi

kelompok dengan teknik tutor sebaya dengan mengacak siswa yang

meriview materi ditiap pertemuannya saat belajar matematika siklus II.

Dalam hal ini siswa yang pada siklus pertama mengalami ketegangan sudah

bisa membiasakan diri dengan diskusi kelompok dan rileks dalam mengikuti

kegiatan pembelajaran.

Dari hasil observasi kolaborator, ketenangan siswa dalam mengikuti

kegiatan pembelajaran tetap terjaga, dengan kata lain meski terjadi

kegaduhan pada saat pelaksanaan pertemuan kelima, namun secara

keseluruhan ketenangan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran

cenderung dapat dikendalikan. Pada tiap pertemuannya, nilai rata-rata

aktifitas siswa yang berkaitan dengan kecemasan siswa secara keseluruhan

relatif mengalami penurunan jika dibandingkan dengan skor yang didapat

pada saat siklus pertama.

Menurunnya skor kecemasan siswa pada akhir siklus II pun dapat

dilihat berdasarkan hasil sebaran angket kecemasan siswa yang dilakukan

pada pertemuan kedelapan. Rangkuman hasil sebaran angket tersebut

disajikan sebagai berikut:

Tabel 4.5

Skala Rata-rata Skor Kecemasan Belajar Matematika Siswa

SLTP Negeri 21 Tangerang Kelas VIII-D Siklus II

Kategori Kecemasan

Belajar Skala kecemasan f

relatiff

Tinggi x ≥ 86,83 7 17,5%

Sedang 62,77 < x < 86,83 25 62,5%

Rendah x ≤ 62,77 8 20%

Dari tabel 4.5 diperoleh informasi bahwa frekuensi siswa yang

berada pada kategori kecemasan belajar rendah meningkat, dari 7 siswa

pada siklus I menjadi 8 siswa pada siklus ini. Meningkatnya jumlah siswa

pada kategori kecemasan belajar rendah dibarengi dengan berkurangnya

Page 65: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

77

skor rata-rata angket kecemasan belajar siswa sebesar 2,35. Yaitu dari 77,15

menjadi 74,80.

Pada pertemuan kedelapan dilaksanakan juga tes akhir siklus II, rasa

percaya diri siswa secara keseluruhan mengalami peningkatan jika

dibandingkan dengan siklus pertama. Untuk hasil tes siswa secara

keseluruhan tersebut disajikan dalam Tabel sebagai berikut:

Tabel 4.6

Nilai Tes Akhir Siklus II

Keterangan:

Nilai tertinggi = 95 Rata-rata = 73

Nilai terendah = 45 SD = 11,28

d. Tahap Refleksi

Berdasakan hasil observasi pada siklus II yang terdiri dari empat

pertemuan, diperoleh informasi bahwa skor kecemasan belajar siswa dari

hasil lembar observasi siswa mengalami penurunan yang cukup baik

dibanding siklus I. Poin-poin aktifitas yang pada saat siklus I dirasa masih

tinggi, pada siklus II ini mengalami penurunan. Skor rata-rata total yang

didapat pada pelaksanaan siklus II ini adalah 18,60 dengan skala kecemasan

siswa berada pada kecemasan sedang.

Interval Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatif

Frekuensi

Kumulatif

45 – 53 2 0,05 100 %

54 – 62 6 0,15 95 %

63 – 71 9 0,225 80 %

72 – 80 14 0,35 57,5 %

81 – 89 7 0,175 22,5 %

90 – 98 2 0,05 5 %

Jumlah 40 1 100 %

Page 66: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

78

Skor hasil belajar yang didapat siswa secara keseluruhan pada siklus

II mengalami peningkatan. Setelah melakukan tes akhir siklus II tersisa 12

siswa yang belum mencapai hasil belajar (SKBM) yang telah ditetapkan

oleh sekolah untuk tahun ajaran 2010-2011, yaitu siswa harus mendapat

nilai 70. Namun demikian, perolehan nilai siswa secara keseluruhan sudah

dapat dikategorikan mencapai SKBM yang telah ditetapkan sekolah.

Setelah melakukan diskusi dengan guru kolaborator mengenai

lembar observasi dan angket kecemasan belajar, maka kegiatan penelitian

diputuskan untuk dilanjutkan. Karena indikator keberhasilan penelitian

belum tercapai.

Berdasarkan saran guru kolaborator maka siklus III akan

dilaksanakan dengan intervensi tindakan berupa pemberian hadiah (reword)

bagi anggota kelompok yang berprestasi pada akhir siklus III. Penerapan

pemberian hadiah (reword) ini diharapkan dapat mengurangi kecemasan

siswa dalam belajar matematika serta merangsang siswa untuk termotivasi

dan lebih aktif dalam berdiskusi, sehingga kerjasama siswa dalam

berdiskusi terbangun, dengan diterapkannya pemberian hadiah ini

diharapkan siswa lebih rileks dalam mengikuti kegiatan belajar pada siklus

III. Dengan kata lain, intervensi tindakan berupa penerapan metode diskusi

kelompok teknik tutor sebaya dengan pemberian hadiah diharapkan dapat

mendorong siswa untuk mencapai indikator keberhasilan penelitian.

4. Siklus III

a. Tahap perencanaan

Tahap perencanaan siklus III dimulai dengan mendiskusikan RPP

dengan guru kolaborator, menyiapkan lembar observasi yang akan

digunakan oleh guru kolaborator, menyiapkan jawaban soal untuk sebaran

angket akhir siklus dan menyiapkan soal tes akhir siklus III.

Selanjutnya peneliti mendiskusikan beberapa hal yang dirasa perlu

dibahas untuk menunjang keberhasilan intervensi yang akan dilakukan pda

Page 67: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

79

siklus III. Berdasarkan kesepakatan dengan kolaborator, diperoleh hasil

sebagai berikut:

1) Pada siklus III ini kegiatan pembelajaran masih menggunakan metode

diskusi kelompok teknik tutor sebaya disertai pemberian hadiah

(reword). Hal ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi berprestasi

siswa juga dapat meningkatkan pencapaian skors kecemasan yang

dirasa sudah cukup baik pada pertemuan sebelumnya.

2) Hadiah akan diberikan kepada kelompok yang sangat aktif dalam

berdiskusi menurut penilaian kolaborator. Adapun hadiahnya adalah:

piagam untuk kelompok serta hadiah untuk anggotanya berupa

calculator science merek karce KC-109

3) Kelompok yang dibeentuk pada siklus III, sebaiknya menggunakan

kelompok yang telah dibentuk pada siklus-siklus terdahulu. Dengan

kata lain, kelompok siswa tidak usah dirombak. Karena menurut guru

kolaborator, kelompokk siswa yang telah berjalan selama dua siklus

ini sudah cukup homogen.

4) Hadiah (reword) yang akan diberikan kepada siswa akan diberikan

pada akhir siklus, adapun bentuk hadiahnya diusahakan yang bisa

bermanfaat untuk kebutuhan siswa dalam kegiatan belajar.

b. Tahap Pelaksanaan

1) Pertemuan kesembilan (Rabu, 26 Januari 2011)

Pada pertemuan kali ini, ada siswa yangg tidak masuk karena

sakit, yaitu siswa A4. Setelah mengabsen siswa proses pembelajaran

dimulai dengan mengatur bangku untuk diskusi kelompok seperti pada

pertemuan sebelumnya. Pada pertemuan kali ini siswa dibimbing dan

diarahkan untuk mempelajari materi menghitung panjang busur dan luas

juring. Awalnya sebagian besar siswa merasa sulit memahami materi ini,

karena siswa harus mengingat dan menghubungkan keliling lingkaran

dan luas lingkaran, terlebih lagi pada saat melakukan perkalian silang.

Tetapi setelah guru dan usaha tutor membimbing dan memberikan

Page 68: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

80

pemahaman kembali secara perlahan, siswa dapat memahami materi

dengan baik.

Pada pertemuan kali ini pembelajaran berjalan dengan tertib dan

kondusif, siswa terlihat santai dalam mempelajari materi dan

mengerjakan latihan soal bahkan saat membahas latihan soalpun mulai

ada beberapa siswa yang menawarkan diri untuk menyelesaikan di depan

kelas.

2) Pertemuan kesepuluh ( Senin, 31 Januari 2011)

Pada pertemuan kesepuluh ini siswa hadir semua. Sebelum masuk

materi, guru memberikan apersepsi kepada siswa mengenai perhitungan

luas segitiga. Pemberian apersepsi ini dirasa sangat perlu untuk

menunjang keberhasilan memahami materi yang akan diajarkan pada

pertemuan kali ini.

Adapun materi yang dibahas pada pertemuan kali ini adalah

menghitung luas tembereng. Sama pada pertemuan sebelumnya, awalnya

siswa merasa sulit dalam memahami materi. Lalu siswa dipersilahkan

kembali untuk membuka hand-out yang telah diberikan ketika

pembelajaran siklus I. Selanjutnya siswa dipersilahkan untuk membahas

beberapa latihan soal pada buku LKS.

Pertemuan kali ini terasa jauh berbeda dengan pertemuan-

pertemuan sebelumnya. Saat kegiatan membahas soal latihan, persaingan

antar kelompok siswa mulai terasa. Setelah waktu habis, maka latihan

soal yang belum selesai dijadikan tugas rumah untuk siswa.

3) Pertemuan kesebelas (Selasa 01 Februari 2011)

Pada pertemuan kali ini sebelum memulai kegiatan belajar, siswa

meminta kepada guru untuk membahas PR yang telah dikerjakan oleh

siswa. beberapa siswa menawarkan diri untuk menyelesaikan PR di

depan kelas tanpa diminta oleh guru. Kompetisi antar kelompok yang

terjadi pada pertemuan kesepuluh, kembali terjadi dipertemuan kesebelas

ini bahkan terasa lebih aktif.

Page 69: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

81

Setelah kegiatan membahas PR selesai, maka kegiatan

pembelajaran mulai memasuki pembahasan materi, yaitu membahas

materi mengenal hubungan sudut pusat dan sudut keliling jika

menghadap busur yang sama. Kegiatan belajar pada pertemuan kali ini

terasa makin baik dan lebih mudah dalam mengkondisikan siswa ketika

akan memberikan penjelasan. Diskusi yang dilakukan oleh siswapun

mulai membaik, siswa yang menjadi tutorpun tidak menunggu instruksi

dari guru untuk menjelaskan kepada anggota kelompoknya. Setelah

kegiatan belajar selesai, siswa ditugaskan untuk mempelajari materi yang

telah disampaikan selama siklus II berlangsung. Karena pada pertemuan

selanjutnya akan diadakan ulangan harian.

4) Pertemuan kedua belas (Rabu, 02 Februari 2011)

Pertemuan kedua belas ini merupakann pertemuan yang terakhir.

Pada pertemuan kali ini dilaksanakan tes akhir siklus III untuk materi

menghitung panjang busur, luas juring dan luas tembereng dan materi

mengenal hubungan sudut pusat dan sudut keliling jika menghadap busur

yang sama. Soal tes berbentuk essay berjumlah 5 soal yang disesuaikan

dengan indikator pembelajaran yang ingin dicapai untuk pokok bahasan

tersebut.

Tes ini dilaksanakan untuk mengetahui tingkat penguasaan materi

yang telah diajarkan dan untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil

belajar antara siklus II dengan siklus III. Diakhir pembelajaran peneliti

membagikan angket pengukur kecemasan siswa dalam belajar

matematika siswa.

c. TahapTahap Observasi

Pembelajaran pada siklus III ini berjalan dengan baik, kondisi kelas

lebih kondusif dibandingkan siklus II. Siswa lebih santai dalam mengikuti

kegiatan diskusi kelompok dan dalam mengerjakan latihan-latihan soal yang

ada dibuku LKS. Siswa-siswa yang lebih lambat memahami materi dapat

mengikuti pelajaran dengan baik dengan adanya bimbingan ekstra dari tutor

Page 70: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

82

sebaya dalam kelompok masing-masing. Hasil pengamatan terhadap

pengajaran guru oleh observer sudah baik dan lembar pengamatan guru

dapat dilihat pada lampiran 11.

Berdasarkan lembar observasi guru kolaborator, beberapa skor

sikap siswa yang berkaitan dengan kecemasan mengalami peningkatan.

Hasil observasi yang dilakukan oleh kolaborator pada kegiatan siklus III ini,

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.7

Skor Rata-rata Kecemasan Siswa kelas VIII-D SMP Negeri 21 Tangerang

dalam Pembelajaran Matematika Selama Siklus III

No

Aktivitas yang dilakukan

Rata-rata

pertemuan

ke-9

Rata-rata

pertemuan

ke-10

Rata-rata

pertemuan

ke-11

Rata-rata

Total

1 Tidak tenang saat mengikuti

kegiatan pembelajaran. 1,65 1,33 0,75 1,24

2 Tidak berani bertanya kepada guru

jika ada materi yang kurang jelas. 2,58 2,18 2 2,25

3 Malu saat menjelaskan materi

diskusi. 2,73 2,38 2,25 2,45

4 Terbata-bata saat mengeluarkan ide/

gagasan ketika diskusi kelompok

berlangsung.

2,73 2,33 2,03 2,36

5 Tidak berani menanggapi pertanyaan

dari kelompok lain di depan kelas. 2,18 2,05 1,78 2

6 Pucat ketika mendapat tugas untuk

menjawab pertanyaan dari guru atau

kelompok lain.

1,33 1,03 0,88 1,08

7 Gerogi/ gugup ketika mendapat

tugas untuk menjawab pertanyaan

dari guru atau kelompok lain.

2,53 2,33 2,03 2,3

8 Tidak percaya diri saat menjelaskan/

mengerjakan soal di papan tulis. 2,38 2,18 1,73 2,1

9 Gerogi saat mengerjakan soal

latihan/ ulangan harian. - - 1,09 1,09

Jumlah 16,88

Page 71: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

83

Keterangan :

Skala penilaian rata-rata setiap aspek: Skala penilaian jumlah rata-rata:

1 : dilakukan sangat baik 9 – 17 : Kecemasan belajar rendah

2 : dilakukan dengan baik 18 – 26 : Kecemasan belajar sedang

3 : dilakukan cukup baik 27 – 36 : Kecemasan belajar tinggi

4 : dilakukan kurang baik

Pada Tabel 4.5 terlihat bahwa dari 9 aspek yang diamati melalui

lembar observasi pada pertemuan 9, 10 dan 11 didapatkan rata-rata 16,88

kategori kecemasan siswa dalam belajar matematika berada dalam rentang

skala kecemasan belajar rendah dengan adanya penerapan metode diskusi

kelompok teknik tutor sebaya dengan menyertakan pemberian hadiah

(reword) dalam belajar matematika. Dengan pencapaian skor hasil observasi

sebesar 16,88, maka indikator keberhasilan telah tercapai. Hal ini dibarengi

pula dengan berkurangnya frekuensi siswa yang berada pada skala

kecemasan belajar tinggi. Jika pada siklus II frekuensi siswa yang berada

pada kategori kecemasan tinggiHal ini dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 4.8

Skala Rata-rata Skor Kecemasan Belajar Matematika Siswa

SLTP Negeri 21 Tangerang Kelas VIII-D Siklus III

Kategori Kecemasan

Belajar Skala kecemasan f

relatiff

Tinggi x ≥ 82,42 4 10%

Sedang 60,78 < x < 82,42 28 70%

Rendah x ≤ 60,78 8 20%

Ketika pelaksanaan tes akhir siklus III pada pertemuan keduabelas,

seluruh siswa mengerjakan soal yang diberikan dan menurut hasil

pengamatan peneliti dan kolaborator, ada beberapa siswa yang mencontek

dan jumlahnya lebih banyak jika dibandingkan ketika siswa melakukan tes

diakhir siklus II.

Hasil belajar siswa yang diperoleh dari tes akhir siklus III pada

pertemuan kedua belas disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Page 72: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

84

Tabel 4.9

Nilai Tes Akhir Siklus III

Keterangan:

Nilai tertinggi = 90 Rata-rata = 71,5

Nilai terendah = 50 SD = 9,30

Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diperoleh informasi bahwa pada siklus

III rata-rata hasil belajar yang diperoleh oleh siswa mengalami penurunan.

Namun demikian rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa masih berada

diatas SKBM yang telah ditetapkan.

Pada siklus II siswa yang berada di bawah SKBM berjumlah 12,

namun pada siklus III jumlahnya berkurang menjadi 10 orang. Jadi

meskipun nilai rata-rata siswa mengalami penurunan, akan tetapi siswa

yang mencapai SKBM jumlahnya bertambah. Hasil belajar yang diperoleh

siswa yang diadakan pada tiap akhir siklus.

d. Tahap Refleksi

Pada saat melaksanakan siklus III ini, kemampuan siswa dalam

memahami materi yang disampaikan sudah sangat baik.

Dipertahankankannya anggota kelompok selama kegiatan hingga saat

pelaksanaan siklus III membuat tutor sebaya lebih optimal dalam

menjelaskan materi kepada anggota kelompok, bahkan karena telah lama

Interval Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatif

Frekuensi

Kumulatif

45 – 53 2 0,050 100 %

54 – 62 4 0,100 95 %

63 – 71 18 0,450 85 %

72 – 80 9 0,225 40 %

81 – 89 6 0,150 17,5 %

90 – 98 1 0,025 2,5 %

Jumlah 40 1 100 %

Page 73: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

85

bergabung dalam satu kelompok, sehingga pembelajaran berjalan lebih

kondusif dibandingkan dengan pembelajaran pada siklus II. Kerja sama

dalam kelompok diskusipun begitu terlihat ketika siswa mengerjakan soal

yang sulit terpecahkan.

Berdasarkan pengamatan melalui lembar observasi, ternyata hasil

perolehan skor kecemasan siswa pada siklus III telah mencapai indikator

keberhasilan penelitian. Dengan adanya pemberian hadiah (reword) ketika

menerapkan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya, hasil belajar tes

akhir siklus III sudah menunjukkan hasil yang baik. Meskipun rata-rata

nilai tes siswa mengalami penurunan dari 73 menjadi 71,5. Kolaborator

menganggap hal ini wajar mengingat materi yang disampaikan pada

siklus III lebih sulit dari materi siklus II dan penurunan nilai siswa masih

berada diatas SKBM yang telah ditetapkan.

Selain menggunakan lembar observasi untuk mengukur kecemasan

yang dialami siswa dalam belajar matematika. Pada hari rabu, 02 februari

2011 siswa kelas VIII-D diberikan angket pengukur skala kecemasan

dalam belajar matematika untuk melihat kategori kecemasan belajar siswa

pada siklus III. Hasil yang didapat adalah berkurangnya frekuensi siswa

yang berada pada kategori kecemasan belajar tinggi menjadi empat siswa

B. Pemeriksaan Keabsahan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya angket

kecemasan siswa dalam belajar matematika. Instrumen ini disebarkan ke siswa

kelas penelitian pada hari rabu, 05 januari 2011 untuk mengetahui tingkat

kecemasan yang dialami siswa, kemudian skor hasil sebaran angket tersebut diuji

validitas dan reliabilitasnya. Dari 50 pernyataan, setelah diujikan ke siswa didapat

jumlah pernyataan yang valid sebanyak 32 pernyataan. Dengan tingkat reliabilitas

0,926 (reliabilitas tinggi). (hasil dan contoh perhitungan validitas dan reliabilitas

dapat dilihat pada lampiran 12) Selanjutnya peneliti mengkasifikasikan

kecemasan siswa kedalam beberapa kelas yaitu: kecemasan belajar rendah,

kecemasan belajar sedang dan kecemasan belajar tinggi berdasarkan hasil jawaban

Page 74: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

86

32 pernyataan angket yang telah didapat validitas dan reliabilitasnya. kemudian

angket dengan jumlah 32 pernyataan disebarkan kembali untuk mengetahui

apakah ada peningkatan skor kecemasan siswa dalam belajar matematika setelah

dilakukan intervensi tindakan berupa penerapan metode diskusi kelompok teknik

tutor sebaya dalam belajar matematika.

Selain menggunakan angket untuk mengetahui peningkatan skors

kecemasan siswa, digunakan pula lembar observasi tertutup dan terbuka, dan

wawancara untuk mengetahui aktivitas yang berkaitan dengan kecemasan siswa

setiap pertemuan pada siklus I, II dan III. Untuk mengetahui apakah data yang

diperoleh valid dan memiliki keterpercayaan yang tinggi, dilakukan member chek.

Kegiatan ini meliputi memeriksa kembali keterangan atau informasi yang

diperoleh selama observasi dari narasumber, memeriksa apakah informasi tersebut

tetap sifatnya atau tidak berubah sehingga dapat dipastikan keajegannya, dan

memastikan kebenaran data. Untuk mendapatkan data yang absah dilakukan pula

teknik triangulasi melalui pengamatan terhadap aktivitas yang berkaitan dengan

kecemasan siswa apakah menunjukkan peningkatan skor yang didapat dengan

dilakukannya intervensi tindakan berupa penerapan metode diskusi kelompok

teknik tutor sebaya dalam belajar matematika. Hal ini bertujuan untuk menggali

data dari sumber yang sama dengan menggunakan cara yang berbeda.

Lembar catatan hasil diskusi dengan guru kolaborator mengenai hasil

observasi yang diperoleh diakhir siklus dibaca berulang-ulang kemudian

dilakukan reduksi data yaitu menghilangkan data yang tidak relevan dengan fokus

penelitian. Hal ini bertujuan agar data atau informasi yang diperoleh sesuai

dengan tujuan penelitian dan menjaga kesesuaian dengan keadaan yang

sebenarnya.

Untuk mengetahui apakah hasil wawancara dengan siswa tentang persepsi

siswa terhadap penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya serta

dampaknya bagi peningkatan siswa didapat informasi yang sesuai dengan keadaan

yang sebenarnya, wawancara dilakukan berulang kali disetiap akhir pertemuan.

Siswa yang dipilih saat wawancara, diambil dari siswa yang prestasi belajarnya

Page 75: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

87

rendah, sedang dan tinggi. Hal ini agar informasi yang diperoleh dapat mewakili

siswa-siswa dalam kelas secara keseluruhan.

Untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa dilakukan dengan memeriksa

hasil tes akhir siklus siswa. Soal yang dibuat disesuaikan dengan kurikulum

sekolah mengenai kompetensi dasar dan indikator pembelajaran yang ingin

dicapai. Soal tersebut sebelumnya dikonsultasikan dengan guru kolaborator yang

merupakan guru mata pelajaran matematika di SMP Negeri 21 Tangerang.

C. Analisis Data

Hasil pengamatan siklus I siklus pertama secara keseluruhan belum

mencapai keberhasilan. Merujuk nilai rata-rata angket kecemasan siswa yang

disebarkan setelah kegiatan siklus I berlangsung Intensitas kecemasan siswa

mengalami penurunan yang cukup signifikan. Dari frekuensi siswa sebanyak 11

siswa yang memiliki kecemasan tinggi pada survei pendahuluan, jumlahnya

berkurang menjadi 4 siswa. Meskipun tidak terjadi peningkatan pada frekuensi

siswa dengan kategori kecemasan belajar rendah setelah dilakukannya intervensi

tindakan pada siklus I. Akan tetapi hal ini tidak dibarengi dengan pencapaian nilai

pada hasil lembar observasi yang dilakukan oleh kolaborator.

Dari hasil observasi tersebut terlihat bahwa masih banyak siswa yang

mengalami kecemasan. Meskipun diperoleh data bahwa siswa cukup tenang

ketika mengikuti kegiatan belajar dengan menggunakan metode diskusi kelompok

teknik tutor sebaya. Ada beberapa sikap siswa yang berkaitan dengan kecemasan

siswa belum dilakukan cukup baik diantaranya: masih banyaknya siswa yang

merasa malu ketika dipersilahkan mengerjakan soal di depan kelas, keberanian

siswa baik untuk bertanya kepada guru maupun menaggapi pertanyaan dari

kelompok lain belum terlihat. Disamping itu, beberapa tutor masih terlihat gugup

saat meriview materi dan membuat mereka terbata-bata saat menjelaskannya

kepada anggota kelompok. Beberapa siswa juga terlihat panik saat melaksanakan

ulangan harian diakhir siklus I.

Setelah melakukan refleksi di siklus I maka perbaikan dilakukan

berdasarkan masukan kolaborator berdasarkan lembar observasi siswa, lembar

Page 76: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

88

observasi guru dan lembar observasi terbuka yang didiskusikan dengan guru

kolaborator dengan tujuan memperbaiki kekurangan yang terjadi selama

pelaksanaan siklus I. Setelah mengolah data hasil lembar angket kecemasan yang

disebarkan setelah siklus II berlangsung, secara umum intervensi tindakan yang

dilakukan pada siklus II ini mengalami peningkatan. Dengan kata lain dapat

dikatakan bahwa siswa dapat meningkatkan ferforman belajar mereka selama

siklus II. Hal ini terlihat dari berkurangnya skor rata-rata angket kecemasan

mereka. Jika pada siklus sebelumnya rata-rata yang dicapai adalah 77,15 pada

siklus II ini berkurang sebesar 2,35 menjadi 74,80. Kali ini berkurangnya skor

rata-rata angket kecemasan siswa dibarengi dengan menurunnyanya pencapaian

nilai rata-rata hasil lembar observasi yang dilakukan oleh kolaborator.

Beberapa aktifitas yang berkaitan dengan kecemasan siswa yang dirasa

masih tinggi pada siklus I, maka pada siklus II ini mengalami penurunan. Seperti

rasa malu yang dirasakan siswa saat dipersilahkan mengerjakan soal di depan

kelas sudah hampir tidak terlihat. Ketidakberanian siswa dalam menjawab

pertanyaan dari guru dan menanggapi pertanyaan dari kelompok lain semakin

menurun. Saat melakukan diskusi kelompok pada siklus II, tutor sudah tidak

terlihat gerogi, hal ini dikarenakan siswa yang diberitahukan menjadi tutor pada

pertemuan selanjutnya sudah mempersiapkan diri dengan cara membaca buku

yang berkaitan dengan materi yang akan dibahas, sehingga dalam meriview

materipun tutor terlihat santai dan tidak begitu terbata-bata dalam menjelaskan

materi seperti pada pertemuan di siklus pertama. Pada saat mengerjakan tes akhir

siklus yang merupakan ulangan harianpun siswa terlihat mulai percaya diri

dengan kemampuannya. Hal ini terlihat dari pencapaian nilai siswa mengenai

aktifitas “Tenang pada saat melaksanakan latihan soal/ ujian harian” pada lembar

observasi mengalami peningkatan.

Secara keseluruhan pencapaian siswa pada siklus II ini mengalami

peningkatan. Akan tetapi pencapaian yang mereka raih belum mencapai standar

keberhasilan penelitian. Maka berdasarkan hasil refleksi bersama guru

kolaborator, penelitian perlu dilanjutkan pada siklus III agar siswa dapat mencapai

standar keberhasilan penelitian yaitu berkurangnya jumlah siswa yang memiliki

Page 77: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

89

intensitas kecemasan tinggi hingga 10 % dibarengi pencapaian nilai rata-rata

observasi sebesar 27 dan pencapaian rata-rata nilai angket sebesar 75 yang telah

ditentukan oleh peneliti dengan kategori kecemasan belajar rendah.

Pada siklus III proses pembelajaran sudah berjalan dengan baik dan tertib.

Suasana kelas yang kondusif, dikarenakan semakin kompaknya siswa karena

lamanya anggota dalam satu kelompok sangat membantu tutor dalam mengenali

karakter teman dalam kelompoknya. Dengan demikian bimbingan tutor sebaya

cukup membantu proses pembelajaran menjadi lebih efektif dibandingkan

pertemuan-pertemuan sebelumnya.

Berdasarkan hasil angket yang disebarkan diakhir siklus III dapat dilihat

bahwa siswa dapat mempertahankan performan belajar mereka, bahkan pada

siklus kali ini terjadi penurunan frekuensi siswa yang berada pada kategori

kecemasan belajar tinggi. Jika pada siklus II terdapat 7 siswa yang memiliki

kecemasan tinggi, kali ini jumlahnya menjadi 4 siswa. Pada siklus III ini, sebagian

besar siswa sudah memiliki kecemasan dengan kategori belajar rendah.

Rendahnya kebanyakan siswa setelah dilakukan intervensi tindakan yang

dilakukan pada siklus III ini dapat terlihat dari pencapaian siswa terhadap

indikator keberhasilan penelitian. Diantaranya adalah: Jika pada lembar observasi

nilai rata-rata standar indikator keberhasilan yang ditentukan adalah sebesar 17.

Siswa berhasil mencapai nilai rata-rata sebesar 16,88. Adapun nilai rata-rata

angket kecemasan yang dicapai siswa setelah intervensi siklus III dilaksanakan

sebesar 71,60. Skornya lebih rendah 3,40 dari standar rata-rata yang ditetapkan

peneliti, yaitu sebesar 75. yang terakhir adalah frekuensi siswa yang berada pada

kategori tingkat kecemasan tinggi berkurang menjadi 4 orang (10%).

Merujuk pada beberapa hasil yang telah dicapai oleh siswa, yaitu hasil

nilai rata-rata angket kecemasan siswa dan lembar observasi maka peneliti dan

kolaborator menghentikan penelitian ini pada siklus III dengan alasan telah

tercapainya indikator keberhasilan penelitian.

Page 78: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

90

D. Interpretasi Hasil Analisis

Pada siklus I, II, dan III dari hasil pengamatan menunjukkan siswa mulai

merasa nyaman dan tidak tegang saat mengikuti kegiatan belajar matematika

dengan adanya penerapan teknik tutor sebaya. Meskipun, akan tetapi rata-rata

skor yang dicapai mengalami peningkatan dari pada sebelum dilakukan intervensi

yang dilakukan saat survei pendahuluan. Selanjutnya pada siklus II kegiatan

pembelajaran semakin membaik, siswa yang pada pertemuan siklus pertama

masih terbata-bata saat menjelaskan materi, disiklus II mengalami peningkatan,

hal ini dibarengi juga dengan keberanian siswa untuk menanyakan dan

menanggapi materi saat berdiskusi. Nilai kecemasan siswa mulai dari kegiatan

survei pendahuluan sampai kegiatan siklus tiga berakhir, dapat dilihat dalam tabel

berikut:

Tabel 4.10

Rekapitulasi Skor Kecemasan Siswa Dalam Belajar Matematika

Berdasarkan Angket Kecemasan Belajar Matematika

Kategori Pra intervensi Siklus I Siklus II Siklus III

Kecemasan belajar rendah 17,5% 17,5% 20% 20%

Kecemasan belajar sedang 55% 65% 62,5% 70%

Kecemasan belajar tinggi 27,5% 17,5% 17,5% 10%

Rata-rata Skor 98,43 77,15 74,80 71,60*

* Indikator keberhasilan tercapai

Berdasarkan hasil observasi tentang aktivitas siswa melalui lembar

observasi menunjukkan bahwa kecemasan siswa dalam belajar matematika dapat

dikurangi dengan adanya penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor

sebaya. Pada siklus I hasil pengamatan melalui lembar observasi mendapatkan

skor rata-rata 24,85 dengan kategori kecemasan belajar siswa sedang, pada siklus

II skor rata-rata hasil observasi berkurang menjadi 18,60 dengan kategori

kecemasan belajar siswa sedang. Dari aspek yang diamati skor kecemasan belajar

siswa mengalami penurunan yang cukup baik. Siswa yang keberanian siswa

dalam menjawab materi didepan kelas, mengemukakan pendapat dan menanyakan

materi yang tidak dipahami meningkat dari siklus I. Secara keseluruhan

Page 79: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

91

pencapaian skor yang diamati mengalami peningkatan, namun indikator

keberhasilan belum tercapai maka dilaksanakan siklus III. Hasil pengamatan pada

siklus III diperoleh rata-rata skor kecemasan siswa sebesar 16,88 dengan kategori

kecemasan belajar siswa rendah. Skor tersebut menunjukkan bahwa indikator

keberhasilan tercapai. Siswa terlihat santai dalam belajar dan suasana kelas saat

belajarpun tidak tegang, keberanian siswa dalam menyampaikan materi,

memberikan ide saat diskusi dan menanyakan materi yang belum dipahami makin

membaik. Untuk melihat peningkaatan skor rata-rata yang didapat siswa setiap

siklus, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.11

Rekapitulasi Rata-rata Skor kecemasan Siswa

Berdasarkan Lembar Observasi Siswa

Siklus Rata-rata Skor Kategori

I 24,85 Kecemasan belajar sedang

II 18,60 Kecemasan belajar sedang

III 16,88* Kecemasan belajar rendah

* Indikator keberhasilan tercapai

Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa siswa yang

diperoleh informasi bahwa penerapan metode diskusi kelompok teknik

tutor sebaya memberikan nuansa belajar yang baru bagi siswa. Belajar

dengan adanya tutor membuat siswa tidak khawatir saat menemui

kesulitan, karena ada tutor sebagai tempat bertanya. Saat menanyakan

materi yang belum dipahamipun siswa merasa tidak malu karena yang

mereka tanya merupakan teman mereka sendiri.

Siswa yang kemampuan matematikanya rendah, dengan belajar

menggunakan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya memberikan

pengaruh positif terhadap pola belajar siswa tersebut. Seperti pernyataan

yang dikatakan seorang siswa bahwa dia senang belajar dengan kelompok

tutor sebaya karena ketika ada materi yang belum jelas, siswa tersebut bisa

langsung bertanya kepada tutor sebaya tanpa rasa malu dan takut.

Page 80: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

92

Adapun hasil belajar matematika yang diperoleh dari siklus 1, 2

dan 3 terlihat mengalami peningkatan yang cukup baik. rata-rata tes akhir

siklus I sebesar 62 dan mengalami peningkatan di siklus II menjadi 73.

Meskipun pada siklus III mengalami penurunan menjadi 71,5. Namun

rata-rata yang tersebut masih memenuhi SKBM yang ditetapkan sekolah.

Perolehan skor rata-rata siswa tiap siklus disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.12

Rekapitulasi Tes Hasil Belajar Siklus I, II, dan III

Siklus I

Nilai siswa lebih dari rata-rata Nilai siswa kurang dari rata-rata

Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi

20 50% 20 50%

Siklus II

Nilai siswa lebih dari rata-rata Nilai siswa kurang dari rata-rata

Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi

23 57,5% 17 42,5%

Siklus III

Nilai siswa lebih dari rata-rata Nilai siswa kurang dari rata-rata

Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi

16 40% 24 60%

Dari Tabel 4.12 terlihat jumlah siswa yang mendapatkan nilai lebih dari

rata-rata nilai tes keseluruhan meningkat dari mulai siklus I ke siklus II dan

menurun lagi pada siklus III. Meskipun terjadi penurunan rata-rata tes hasil

belajar siswa pada siklus III, hal ini dianggap wajar karena materi pada pertemuan

ketiga dianggap memiliki kesukaran yang lebih bila dibandingkan dengan materi

pada siklus II

E. Pembahasan Hasil Temuan Penelitian

Dari hasil pengamatan selama kegiatan intervensi tindakan didapat beberapa

temuan. Diantaranya:

Page 81: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

93

1. Penerapan teknik tutor sebaya dalam proses belajar dapat mengurangi

kecemasan siswa belajar matematika.

Survei pendahuluan yang telah dilakukan memberikan gambaran

kondisi pembelajaran di kelas VIII-D yang agak monoton dan terjadi

ketegangan dalam mengikuti pelajaran matematika. Oleh karena itu

diperlukan upaya dari guru matematika untuk mengatasi hal tersebut

sehingga dapat mengurangi kecemasan siswa dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran matematika di sekolah. Guru diharapkan mampu

membangkitkan semangat belajar siswa dengan menyajikan menu belajar

yang menggugah selera serta memberikan lingkungan yang kondusif untuk

belajar.

Salah satu upaya yang dilakukan guru untuk mengurangi intensitas

kecemasan yang dialami siswa saat belajar matematika di kelas VIII-D

adalah dengan menerapkan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya.

Penerapan tutor sebaya ini memberikan nuansa yang berbeda di kelas VIII-

D, karena sebelumnya guru terlalu sering menggunakan metode

ekspositori yang dianggap menjenuhkan oleh siswa. Metode diskusi

kelompok teknik tutor sebaya memberikan lingkungan yang nyaman bagi

siswa untuk bertanya tanpa merasa takut dan malu ditertawakan. Siswa

dapat bertanya sebebas-bebasnya kepada tutor dalam kelompoknya. Siswa

menjadi santai dan bersemangat belajar matematika karena soal-soalnya

tidak lagi menjadi momok yang menakutkan bagi mereka. Siswa dapat

dengan mudah menyelesaikan soal-soal yang dihadapi melalui diskusi

dalam kelompoknya serta bimbingan dari tutor yang cukup membantu

mereka dalam belajar matematika.

Dalam penelitian ini indikasi penurunan kecemasan siswa dalam

belajar matematika telah tercapai sebagaimana nampak kenyamanan siswa

dalam mengikuti kegiatan belajar, keberanian siswa menanyakan materi

yang belum dipahami, juga berkurangnya rasa malu siswa untuk

menjelaskan materi di depan kelas dan menanggapi jawaban saat

berdiskusi. Saat kegiatan intervensi tindakan dilakukan, siswa terlihat lebih

Page 82: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

94

senang terhadap pelajaran, tidak terbata-bata dan gugup saat menjelaskan

materi.

2. Penerapan metode tutor sebaya dapat mendorong tiap-tiap kelompok siswa

untuk berani bertanya tentang hal-hal yang tidak dimengerti dalam

pelajaran matematika

Siswa membutuhkan lingkungan yang nyaman untuk belajar baik

secara fisik, sosial, dan emosional. Pada penelitian yang telah dilakukan

guru mengkondisikan siswa dalam kelompok tutor sebaya agar terjadi

interaksi belajar antar siswa. Kelompok tutor sebaya juga dimaksudkan

untuk meminimalisir kesenjangan antara siswa pandai dan siswa yang

kurang pandai. Senada dengan ungkapan Erman Suherman yang

menyatakan bahwa “menonjolkan interaksi dalam kelompok, membuat

siswa menerima siswa lain yang berkemampuan dan berlatar belakang

berbeda”.

Dalam kelompok tutor sebaya, anggota bebas bertanya kepada

tutornya dengan bahasa pertemanan sehingga tidak tegang. Siswa tidak

lagi cemas menghadapi soal-soal yang sulit karena dapat bertanya kepada

tutornya tanpa rasa malu dan takut ditertawakan oleh temannya yang lain.

Tidak nampak lagi siswa yang hanya terdiam, menunggu jawaban dari

temannya.

Pada saat pelaksanaan metode tutor sebaya, suasana kelas terkesan

ramai. Akan tetapi keramaian itu lebih disebabkan karena suara-suara

diskusi dalam kelompoknya masing-masing. Pada situasi ini peranan guru

sangat penting untuk mengawasi siswa agar keaktifan dan interaksi yang

terjadi pada siswa tetap sesuai dengan tujuan pembelajaran. Guru

diharapkan dapat memandu pelaksanaan diskusi kelompok agar berjalan

dengan baik, meminimalisir sikap mengajar yang dapat membuat siswa

merasa takut sehingga dapat menumbuhkan rasa berani siswa dalam

bertanya agar memperoleh hasil belajar yang optimal.

Page 83: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

95

3. Belajar dengan teman sebaya lebih mudah dipahami siswa

Banyak faktor yang menyebabkan siswa menjadi cemas dalam

belajar, diantaranya adalah metode belajar yang monoton dan pelajaran

yang dianggap sulit oleh siswa misalnya matematika. Adakalanya siswa

merasa kesulitan memahami pembahasan yang disampaikan oleh guru,

namun malu atau takut bertanya kembali untuk memperjelas materi yang

sudah disampaikan. Oleh karena itu guru merasa perlu menerapkan metode

tutor sebaya dimana siswa dikondisikan nyaman untuk bertanya dan

meminta penjelasan kembali kepada tutornya tanpa takut dan malu

ditertawakan. Para tutee merasa penjelasan ulang oleh para tutor lebih

mudah dipahami yang disampaikan dengan menggunakan bahasa

pertemanan, lebih ringan dan lebih akrab. Belajar dalam kelompok tutor

sebaya membuat siswa berada dalam lingkungan nyaman, tidak tegang

membuat siswa lebih mudah untuk belajar.

Interaksi yang baik dalam kelompok tutor sebaya akan membuat

belajar menjadi lebih menyenangkan. Siswa dari kelompok nilai bawah

tidak lagi takut menghadapi soal-soal yang mereka anggap sulit. Semangat

untuk mencoba mengerjakan soal-soal tersebut muncul dengan adanya

bantuan dari tutor.

Page 84: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

96

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi data dan pembahasan pada bab IV, dapat disimpulkan hal-

hal sebagai berikut:

1. Penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya dalam pembelajaran

matematika dapat membantu siswa dalam mengurangi kecemasan yang

dialami siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran.

2. Penerapan metode diskusi kelompok dalam belajar dapat mengurangi jumlah

siswa yang berada pada kategori kecemasan tinggi. Hal ini terlihat dari hasil

penelitian yang telah dilakukan. Jika sebelum dilakukannya intervensi

tindakan berupa penerapan metode diskusi kelompok jumlah siswa yang

kecemasannya tinggi berjumlah 11 siswa. setelah dilakukannya intervensi

jumlahnya berkurang menjadi hanya 4 siswa.

3. Penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya dalam belajar

menciptakan suasana belajar yang nyaman bagi siswa untuk bertanya tanpa

merasa takut atau malu ditertawakan. Siswa dapat bertanya sebebas-bebasnya

kepada tutor dalam kelompoknya. Siswapun menjadi lebih senang, rileks, dan

bersemangat belajar matematika karena pada saat menemui kesulitan dalam

menjawab soal yang dianggap rumit, siswa dapat mendiskusikannya dan

langsung menannyakannya kepada tutor kelompok. Secara keseluruhan,

siswa merasa lebih senang dengan dilakukannya variasi metode belajar, salah

satunya dengan menerapkan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya

dalam belajar matematika.

4. Kegiatan belajar siswa menggunakan metode belajar diskusi kelompok

ternyata membuat siswa lebih aktif. Hal ini dapat terlihat ketika penelitian di

siklus III. Setiap kelompok terlihat begitu aktif dalam belajar, saling tanya

pun mengalir tanpa harus diminta oleh guru.

Page 85: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

97

B. Saran

1. Dalam menyampaikan materi, hendaknya guru tidak hanya berorientasi pada

kemampuan kognitifnya saja, melainkan perlu mempertimbangkan berbagai

aspek yang dimiliki siswa. Karena keberhasilan belajar siswa tidak hanya

dinilai dari satu aspek saja, melainkan dari tiga aspek, yaitu aspek kognitif,

afektif dan psikomotorik siswa.

2. Guru hendaknya mempersiapkan rencana atau skenario pembelajaran yang

tepat, dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika siswa sehingga

siswa merasa santai saat mengikuti kegiatan pembelajaran.

3. Dalam menerapkan diskusi sebagai suatu metode pembelajaran, hendaknya

guru mengetahui kemampuan masing-masing siswa, sehingga dalam

pembagian kelompok dapat tersebar secara heterogen.

4. Guru hendaknya mampu menggabungkan metode diskusi dengan teknik-

teknik belajar yang lain, jangan hanya berorientasi pada satu metode saja,

karena hal tersebut dapat membuat siswa merasakan kejenuhan dalam belajar.

5. Berdasarkan hasil penelitian ini, hendaknya guru dapat dan mau menerapkan

metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya sebagai salah satu metode

belajar bagi siswanya. Karena metode tersebut terbukti dapat menmengurangi

intensitas kecemasan yang dialami siswa dalam belajar.

6. Pihak sekolah hendaknya mendukung upaya guru untuk menmengurangi

kecemasan siswa dalam belajar, dengan jalan tidak terlalu tinggi dalam

menetapkan standar ketuntasan belajar mengajar (SKBM). Karena apabila

penetapan SKBM yang terlalu tinggi dikhawatirkan memicu kecemasan siswa.

7. Bagi peneliti yang ingin melanjutkan penelitian tentang kecemasan ini

hendaknya melakukan penelitian pada aspek kematangan remaja sehingga

sikap yang berkaitan dengan kecemasan siswa dapat diteliti secara lengkap.

Mengingat masih adanya kelemahan-kelemahan metode diskusi kelompok

teknik tutor sebaya, maka dalam penggunaan metode tersebut selanjutnya,

hendaknya diperhatikan kondisi dan karakter sebagian besar siswa terlebih

dahulu, agar saat melaksanakan teknik tutor sebaya tidak mengalami kesulitan.

Page 86: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

98

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung:

Pustaka Setia, 2005)

Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT.Rineka Cipta,

2001)

Ahmadi, Abu dan Widodo Supriono, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT.Rineka

Cipta, 2003)

Arifin, Anwar, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-

Undang Sisdiknas, (Jakarta: Ditjen kelembagaan Agama Islam Depag,

2003)

Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,

2001)

Atmadja , Rochiati Wiria, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2007)

Depag R.I. ,Alquran dan Terjemahnya, (Surabaya: CV Jaya Sakti, 2005)

Fausiah, Fitri dan Julianti Widuri, Psikologi Abnormal Klinis Dewasa, (Jakarta:UI

Press, 2008)

Hamalik, Oemar, Psikologi Belajar & Mengajar, (Bandung: Sinar Baru

Algesindo, 2009)

http://dossuwanda. wordpress.com

http://id.wikipedia.org/wiki/matematika/26/02/2010

http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran

http://image.pos-kupang.com/printnews/artikel/29839. 20/12/2010.

http://nces.ed.gov/timss/table07_1.asp.19/10/10

http:// Psikologi.or.id.

http://ujiannasional.org/tips-menghilangkan-kecemasan-UN.htm.

http//www.Anan‟s Blogs.ac.id.

http://www.hrcentro.com/artikel/Mengatasi_Kecemasan_100310.htm

http://www.scribd.com/doc/19546358/kecemasan.

Moleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT.Remaja

Rosdakarya, 2005)

Page 87: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

99

Paimin, Joula Eka Ningsih, Agar Anak Pinta Matematika, (Jakarta: Puspa Swara,

1998)

Purwanto, M.Ngalim, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran,

(Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 2004)

------------, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2004)

Pustaka ilmiah.unila.ac.id/2009/ 07/16/.

Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008)

S. Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar,

(Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2008)

Sarifuddin, Penerapan Teknik Tutor Sebaya dan Pemberian Kartu Skor

Partisipasi Siswa Untuk Meningkaatkan Motivasi Belajar Matematika

Siswa, Skripsi Jurusan Matematika Universitas Islam Negeri Jakarta,

(Jakarta: Perpustakaan Utama, 2008).t.d

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta:Remaja

PT.Rineka Cipta, 2010)

Suherman, Erman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:

JICA, 2003)

Sukmadinata, Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, ( Bandung:

PT.RemajaRosdakarya, 2003)

----------, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT.Remaja Rosda Karya,

2007)

Sumardyono, Karakteristik Matematika dan Implikasinya Terhadap

Pembelajaran Matematika, Paket Pembinaan penataran, (Yogyakarta:

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar

dan Menengah, 2004), t.d.

Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung:

PT.Remaja Rosdakarya, 2004)

Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, (Bandung: Wacana Prima, 2009)

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstuktivistik,

(Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007)

Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT.Remaja Rosda

Karya, 2003)

Page 88: BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KERANGKA …

100

Usman, Moh.Ujer dan Lili Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar

Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005)

Yamin, Martinis, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Gaung

persada Press, 2004)

Yamin, Martinis dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan

Individual Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008)