View
214
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
6
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Deskripsi Konseptual
1. Brain Based Learning (Pembelajaran Berbasis Otak)
Menurut Masykur dan Fathani (2017), penggunaan otak sebelah kiri
lebih banyak pada pembelajaran matematika. Menurut Jensen (2008), Brain
Based Learning sebagai pembelajaran yang diselaraskan dengan cara kerja
otak, didesain secara alamiah, tidak terfokus pada keterurutan, akan tetapi lebih
mengutamakan pada kesenangan dan kecintaan terhadap belajar sehingga siswa
mudah menyerap materi yang dipelajari. Brain Based Learning
mempertimbangkan sifat alami bagi otak dan bagaimana otak dipengaruhi oleh
lingkungan dan pengalaman, juga tidak mengharuskan siswa untuk belajar,
tetapi merangsang dan memotivasi siswa untuk belajar dengan keinginannya
sendiri.
Masykur dan Fathani (2017) menyatakan bahwa berpikir dengan cara
hanya menggunakan otak kanan sifatnya acak dan tidak teratur seperti perasaan
dan emosi, penggunaan bentuk dan pola, musik, kreativitas dan visualisasi. Jika
belajar hanya dengan menggunakan otak kiri, sementara otak kanan tidak
diaktifkan maka mudah menimbulkan perasaan jenuh, bosan dan mengantuk.
Begitu juga sebaliknya, hanya menggunakan otak kanan tanpa diimbangi
dengan pemanfaatan otak kiri, bisa jadi mereka akan banyak menyanyi,
mengobrol atau menggambar, dan hanya sedikit ilmu yang masuk ke otaknya.
Pengaruh Brain Based..., Lina Fatimatuz Zahroh, FKIP UMP, 2018
7
Maka mengembangkan pemanfaatan otak kiri dan otak kanan menjadi penting
dalam penciptaan suasana belajar.
Gardner et al. (Belkhir, J et al, 1996) menyarankan untuk menggunakan
kedua belahan otak pada matematika. Menurut Jensen (2008), Brain Based
Learning menciptakan pembelajaran yang berorientasi pada upaya
pemberdayaan otak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Brain Based Learning
yaitu pembelajaran yang diselaraskan dengan cara kerja otak sebagai upaya
pemberdayaan otak sehingga otak dapat belajar secara optimal.
Implementasi Brain Based Learning pada pembelajaran, dapat
dilakukan dengan mengembangkan tiga strategi utama, yaitu: 1). Menciptakan
lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa, 2).
Menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan, 3). Menciptakan
situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa. Adapun tahap-tahap
Brain Based Learning menurut Jensen (2011), yaitu :
Tabel 2.1 Tahapan Brain Based Learning
Fase Deskripsi
Pra-pemaparan Tahap ini memberikan sebuah ulasan atau tinjauan kepada
otak tentang pembelajaran baru sebelum benar-benar
menggali lebih jauh: pra-pemaparan membantu otak
membangun peta konseptual yang lebih baik.
Persiapan Tahap ini merupakan fase dalam menciptakan
keingintahuan atau kesenangan siswa terhadap materi yang
akan diajarkan.
Inisiasi dan
Akuisisi
Tahap ini merupakan tahap penciptaan koneksi atau pada
saat neuron- neuron itu saling “berkomunikasi” satu sama
lain. Tahap ini membantu siswa untuk membangun
pengetahuan dan pemahaman awal.
Elaborasi Tahap pengolahan informasi. Pada tahap ini memberikaan
kesempatan kepada otak untuk menyortir, menyelidiki,
menganalisis, menguji dan memperdalam pelajaran.
Inkubasi dan Tahap ini menekankan pentingnya waktu istirahat dan
Pengaruh Brain Based..., Lina Fatimatuz Zahroh, FKIP UMP, 2018
8
Memasukkan
Memori
waktu untuk mengulang kembali/ tinjauan. Otak belajar
paling efektif dari waktu ke waktu, bukan berlangsung
pada suatu saat.
Verifikasi dan
Pengecekan
Keyakinan
Dalam tahap ini, guru mengecek apakah siswa sudah
paham dengan materi yang telah dipelajari atau belum. Hal
tersebut dilakukan bukan hanya untuk kepentingan guru,
melainkan untuk kepentingan siswa. Siswa juga perlu
mengetahui apakah dirinya sudah memahami atau belum.
Perayaan dan
Integrasi
Tahap ini menanamkan semua arti penting dari kecintaan
terhadap belajar. Tahap ini sebaiknya dibuat mengasyikan,
ceria, dan menyenangkan
Langkah- langkah Brain Based Learning dalam pelaksanaannya di
dalam kelas selama proses pembelajaran berlangsung adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Langkah- langkah Brain Based Learning
Langkah Kegiatan
1. Pra-
pemaparan
Mengamati
a) Siswa memusatkan perhatian untuk masuk dalam
pembelajaran terkait materi bangun ruang sisi datar
dengan mengamati peta konsep yang telah disajikan
oleh guru.
2. Persiapan Menanya
b) Siswa dirangsang kesenangannya untuk belajar dengan
memberitahukan kelompok yang memperoleh skor
LKK tertinggi akan mendapat hadiah.
c) Siswa dirangsang keingintahuan untuk belajar dengan
memberikan contoh-contoh kontekstual terkait materi
yang sedang dibahas.
3. Inisiasi dan
Akuisisi
Menanya dan Mencoba
d) Siswa memperhatikan penjelasan yang disampaikan
guru mengenai materi bangun ruang sisi datar,
diantaranya menentukan luas permukaan dan volume
kubus, balok, prisma, dan limas.
e) Siswa membangun koneksi antara informasi yang telah
diperoleh sebelumnya (materi pra-syarat) dengan
materi yang akan dipelajari.
f) Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok heterogen
4-5 anak.
g) Siswa dibagikan LKK untuk dikerjakan secara
berkelompok.
4. Elaborasi
Menalar dan Mengomunikasikan
h) Siswa diminta maju sebagai perwakilan kelompok
untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka di
depan kelas dan siswa yang lain memperhatikan,
Pengaruh Brain Based..., Lina Fatimatuz Zahroh, FKIP UMP, 2018
9
mengungkapkan pendapat atau memberikan
pertanyaan.
5. Inkubasi dan
Memasukkan
memori
Mengomunikasikan
i) Siswa diberikan waktu istirahat dan waktu mengulang
atau meninjau ulang pembelajaran dengan membuat
catatan sederhana (rangkuman) tentang materi yang
baru dipelajari.
6. Verifikasi
dan
pengecekan
keyakinan
Mengomunikasikan
j) Siswa diberikan soal kuis untuk mengecek
pemahamannya terhadap materi.
k) Siswa mengerjakan kuis secara individu.
7. Perayaan
dan Integrasi
l) Siswa dibimbing untuk menyimpulkan materi yang
dipelajari hari ini dan guru memberitahu tentang
materi apa yang akan dipelajari pada pertemuan
berikutnya.
m) Guru memberikan motivasi tentang pentingnya
mempelajari materi bangun ruang sisi datar.
n) Siswa diminta untuk tos dengan teman kelompoknya.
o) Guru mengumumkan perolehan skor LKK dan
memberi hadiah kepada kelompok dengan skor
tertinggi.
Adapun kelebihan dan kekurangan Brain Based Learning adalah
sebagai berikut (Afidah, 2014):
1. Kelebihan Brain Based Learning
a) Memberikan suatu pemikiran baru tentang bagaimana otak bekerja.
b) Memerhatikan kerja alamiah otak dalam proses pembelajaran.
c) Menciptakan iklim pembelajaran di mana pembelajar dihormati dan
didukung.
d) Menghindari pemforsiran terhadap kerja otak.
e) Dapat menggunakan berbagai model dalam proses pembelajaran.
2. Kelemahan Brain Based Learning
a) Tenaga kependidikan di Indonesia belum sepenuhnya mengetahui
tentang teori pembelajaran berbasis otak
Pengaruh Brain Based..., Lina Fatimatuz Zahroh, FKIP UMP, 2018
10
b) Memerlukan waktu yang tidak sedikit untuk memahami/ mempelajari
bagaimana otak bekerja.
c) Memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk menciptakan pembelajaran
yang baik bagi otak.
d) Memerlukan fasilitas yang memadai
2. Kemampuan Koneksi Matematis
Koneksi dengan kata lain dapat diartikan sebagai keterkaitan, koneksi
dalam kaitannya dengan matematika disebut dengan koneksi matematis.
Menurut NCTM (2000), kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan
yang sangat penting bagi siswa. Ketika siswa dapat menghubungkan ide- ide
dalam matematika, berarti mereka telah memahami lebih dalam dan akan
bertahan lebih lama. Reed (2010), menyampaikan gagasan tentang koneksi
matematis yaitu koneksi matematis dapat menghubungkan topik- topik dalam
matematika ke dalam kehidupan sehari- hari dan dengan topik matematika
yang lain, atau menghubungkan matematika dengan bidang lain. Koneksi
matematis dapat membantu siswa dalam memahami matematika dengan lebih
baik dan memandang matematika berguna dalam kehidupan sehari- hari.
Kemampuan koneksi matematis ini bukan hanya penting dimiliki oleh
seorang guru, namun penting juga untuk dimiliki oleh seorang siswa.
Kemampuan koneksi matematis dapat diartikan sebagai keterkaitan antara
konsep-konsep matematika secara internal dan eksternal. Keterkaitan secara
internal yaitu berhubungan dengan matematika itu sendiri dan keterkaitan
Pengaruh Brain Based..., Lina Fatimatuz Zahroh, FKIP UMP, 2018
11
secara eksternal yaitu antara matematika dengan bidang lain baik bidang studi
lain maupun dengan kehidupan sehari- hari.
Menurut Anghileri (Anthony dan Walshaw, 2009), guru yang efektif
mendukung siswa untuk membuat koneksi dan memberi kesempatan untuk
terlibat dalam tugas yang kompleks dan percaya bahwa mereka dapat
menjelaskan strategi pemikiran dan solusi mereka serta dapat mendengarkan
pemikiran orang lain. Haji et al (2017) menyampaikan bahwa keterkaitan
antara konsep dalam matematik dan antara matematika dengan kehidupan
sehari-hari dapat membantu siswa untuk memahami konsep matematika.
Tujuan siswa perlu mempunyai kemampuan koneksi matematis adalah
agar siswa mampu mengaitkan atau menghubungkan konsep- konsep
matematika baik antar matematika itu sendiri maupun antara matematika
dengan kehidupan sehari- hari. Selain itu, menurut Noto et al (2016), siswa
yang memiliki kemampuan koneksi yang baik akan lebih mudah mempelajari
banyak materi pembelajaran dengan cara menghubungkan materi satu dengan
materi yang lainnya.
Dalam kaitannya dengan kehidupan sehari- hari, siswa akan semakin
menyadari dan memahami bahwa konsep- konsep di dalam matematika saling
berkaitan, sehingga siswa akan mengetahui bahwa matematika penting untuk
memecahkan permasalahan sehari- hari, baik di sekolah maupun di luar
sekolah.
Sedangkan tujuan siswa perlu mempunyai kemampuan koneksi
matematis menurut NCTM (2000) yaitu :
Pengaruh Brain Based..., Lina Fatimatuz Zahroh, FKIP UMP, 2018
12
a. Memperluas wawasan pengetahuan siswa
Dengan koneksi matematis, siswa diberi suatu materi yang bisa
menjangkau ke berbagai aspek permasalahan baik di dalam maupun di luar
sekolah, sehingga pengetahuan yang diperoleh siswa tidak bertumpu pada
materi yang sedang dipelajari saja tetapi secara tidak langsung siswa
memperoleh banyak pengetahuan yang pada akhirnya dapat menunjang
peningkatan kualitas hasil belajar secara menyeluruh.
b. Memandang matematika sebagai suatu keseluruhan yang padu bukan materi
yang berdiri sendiri.
c. Menyatakan relevansi dan manfaat baik disekolah maupun di luar sekolah.
Menurut NCTM (2000) indikator kemampuan koneksi matematis
diantaranya :
a. Mengenali dan memanfaatkan hubungan- hubungan antara gagasan dalam
matematika.
Dalam hal ini, koneksi dapat membantu siswa untuk memanfaatkan
konsep- konsep yang telah mereka pelajari dengan konteks baru yang akan
dipelajari oleh siswa dengan cara menghubungkan satu konsep dengan
konsep lainnya sehingga siswa dapat mengingat kembali tentang konsep
sebelumnya yang telah siswa pelajari dan siswa dapat memandang gagasan-
gagasan baru tersebut sebagai perluasan dari konsep matematika yang sudah
dipelajari sebelumnya.
b. Memahami keterkaitan ide- ide matematika dan membentuk ide satu dengan
yang lain sehingga menghasilkan suatu keterkaitan yang menyeluruh.
Pengaruh Brain Based..., Lina Fatimatuz Zahroh, FKIP UMP, 2018
13
Pada tahap ini, siswa mampu melihat struktur matematika yang sama
dalam seting yang berbeda. Melalui tahap ini, diharapkan terjadi
peningkatan pemahaman tentang hubungan antar satu konsep dengan
konsep lainnya.
c. Mengenali dan mengaplikasikan matematika baik dalam matematika dan
lingkungan di luar matematika.
Konteks eksternal matematika berkaitan dengan hubungan
matematika dengan kehidupan sehari- hari, sehingga siswa mampu
mengkoneksikan antara kejadian yang ada pada kehidupan sehari- hari ke
dalam model matematika.
Mousley (2004) mengembangkan indikator kemampuan koneksi
matematis menjadi tiga yaitu: (1) koneksi antara pengetahuan matematika
baru dengan pengetahuan matematika yang sudah ada sebelumnya, (2)
koneksi antar konsep- konsep matematika, dan (3) koneksi antara
matematika dengan kehidupan sehari- hari.
Adapun indikator kemampuan koneksi matematis menurut Sumarmo
(Lestari dan Yudhanegara, 2015) adalah: (1) Mencari hubungan berbagai
representatif konsep dan prosedur, (2) Memahami hubungan diantara topik
matematika, (3) Menerapkan matematika dalam bidang studi lain atau
kehidupan sehari-hari, (4) Memahami representatif ekuivalen suatu konsep,
(5) Mencari hubungan satu prosedur lain dengan prosedur lain dalam
representasi yang ekuivalen, (6) Menerapkan hubungan antartopik
matematika dan antara topik matematika dengan topik di luar matematika.
Pengaruh Brain Based..., Lina Fatimatuz Zahroh, FKIP UMP, 2018
14
Berdasarkan kajian teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan
siswa untuk mengaitkan atau menghubungkan matematika baik antar topik
matematika maupun di luar matematika. Indikator dalam penelitian ini
yaitu: (1) Memahami dan menghubungkan antar topik dalam matematika,
artinya siswa mampu memahami dan mengkoneksikan konsep- konsep
matematika dalam topik yang berbeda. (2) Memahami dan menghubungkan
antar konsep dalam matematika, artinya siswa mampu memahami dan
mengkoneksikan konsep- konsep matematika dalam topik yang sama. (3)
Memahami dan menghubungkan matematika dalam kehidupan sehari- hari,
artinya siswa mampu memahami dan mengkoneksikan konsep- konsep
matematika dengan kehidupan sehari- hari.
3. Self-Efficacy
Menurut Ormrod (2008), efikasi diri (self-efficacy) merupakan
keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu mengerjakan tugas tertentu atau
meraih sasaran tertentu. Menurut Bandura (Lestari dan Yudhanegara, 2015)
mendefinisikan self-efficacy sebagai sikap menilai kemampuan diri sendiri
dalam menyelesaikan tugas yang spesifik. Dengan kata lain, self-efficacy
adalah keyakinan dalam menilai diri berkenaan dengan kompetensi seseorang
untuk sukses dalam tugas- tugasnya.
Bandura (1993) menyatakan bahwa individu yang memiliki self-
efficacy tinggi akan mencapai suatu kinerja yang lebih baik karena individu ini
memiliki motivasi yang kuat, tujuan yang jelas, emosi yang stabil dan
Pengaruh Brain Based..., Lina Fatimatuz Zahroh, FKIP UMP, 2018
15
kemampuannya untuk memberikan kinerja atas aktivitas atau perilaku dengan
sukses. Berbeda dengan individu yang memiliki self-efficacy rendah akan
cenderung tidak mau berusaha atau lebih menyukai kerjasama dalam situasi
yang sulit dan tingkat kompleksitas tugas yang tinggi.
Menurut Rahyubi (2014), efikasi diri atau ekspektasi adalah persepsi
diri tentang seberapa bagus dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi diri
berkaitan dengan keyakinan bahwa seorang individu memiliki kemampuan
melakukan tindakan yang diharapkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa self-
efficacy adalah keyakinan dalam menilai diri berkenaan dengan kompetensi
individu untuk sukses dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
Menurut Zimmerman (2000), self-efficacy dibedakan atas tiga dimensi
yaitu: Level/magnitude, Generallity dan Strength.
1. Level/magnitude, yaitu penilaian kemampuan individu pada tugas yang
sedang dihadapinya. Dimensi ini mengacu pada tingkat kesulitan suatu
masalah yang dipersepsikan berbeda dari masing-masing individu. Apabila
individu merasa sedikit rintangan yang dihadapi maka masalah tersebut
mudah ditangani. Dengan kata lain magnitude adalah masalah yang
berkaitan dengan derajat kesulitan tugas individu. Komponen ini
berimplikasi pada pemilihan perilaku yang akan dicoba individu berdasar
ekspektasi efikasi pada tingkat kesulitan tugas. Individu akan berupaya
melakukan tugas tertentu yang ia persepsikan dapat diselesaikan dan akan
menghindari situasi dan perilaku yang ia persepsikan di luar batas
kemampuannya. Zimmerman (2000) mengatakan level terbagi atas 3 bagian
Pengaruh Brain Based..., Lina Fatimatuz Zahroh, FKIP UMP, 2018
16
yaitu: 1) analisis pilihan perilaku yang akan dicoba, yaitu seberapa besar
individu merasa mampu atau yakin untuk berhasil menyelesaikan tugas
dengan pilihan perilaku yang akan diambil; 2) menghindari situasi dan
perilaku yang dirasa melampaui batas kemampuannya dan 3) menyesuaikan
dan menghadapi langsung tugas-tugas yang sulit.
2. Strength, yaitu mengacu pada ketahanan dan keuletan individu dalam
menyelesaikan masalah. Individu yang memiliki keyakinan yang kuat
terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah akan terus bertahan
dalam usahanya meskipun banyak kesulitan dan tantangan. Dengan efikasi
diri, kekuatan untuk usaha yang lebih besar mampu didapat. Semakin kuat
perasaan efikasi diri dan semakin besar ketekunan, maka semakin tinggi
kemungkinan kegiatan yang dipilih dan dilakukan dengan berhasil.
Pengharapan yang kuat dan mantap pada individu akan mendorong untuk
gigih dalam berupaya mencapai tujuan, walaupun mungkin belum memiliki
pengalaman-pengalaman yang menunjang. Sebaliknya, pengharapan yang
lemah dan ragu-ragu terhadap kemampuan diri, akan mudah digoyahkan
oleh pengalaman-pengalaman yang tidak menunjang. Jadi yang dimaksud
strength adalah taraf keyakinan siswa terhadap kemampuan yang
dimilikinya, dalam mengatasi masalah yang muncul dari penyelesaian
tugas-tugasnya.
3. Generality yaitu mengacu pada penilaian efficacy individu berdasarkan
aktivitas keseluruhan tugas yang pernah dijalaninya. Generality berkaitan
dengan tingkah laku dimana individu merasa yakin terhadap
Pengaruh Brain Based..., Lina Fatimatuz Zahroh, FKIP UMP, 2018
17
kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya,
tergantung pemahaman kemampuan dirinya yang terbatas pada suatu
aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang
lebih luas dan bervariasi. Jadi generality dapat dikatakan sebagai keyakinan
siswa terhadap kemampuan yang dimiliki dalam menggeneralisasikan tugas-
tugasnya, berdasarkan tugas yang pernah dijalaninya. Menurut Bandura
(Ormrod, 2008), orang lebih mungkin terlibat dalam perilaku tertentu ketika
mereka yakin bahwa mereka akan mampu menjalankan perilaku tersebut
dengan sukses yaitu ketika mereka memiliki self-efficacy yang tinggi.
Adapun indikator dari self-efficacy pada penelitian ini yaitu :
1) Keyakinan siswa terhadap kemampuannya menghadapi tugas dengan
tingkat kesulitan yang berbeda.
2) Minat siswa dalam mengerjakan tugas matematika.
3) Keyakinan siswa pada kemampuannya untuk bertahan dalam menyelesaikan
masalah.
4) Keyakinan siswa terhadap usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan.
5) Keyakinan siswa terhadap kemampuannya menggunakan pengalaman
sebelumnya untuk menyelesaikan masalah.
6) Mampu menyikapi situasi dan kondisi yang beragam dengan sikap positif.
4. Pembelajaran Langsung
Menurut Suprijono (2013) disebut pembelajaran langsung karena
mengacu pada gaya belajar di mana guru terlibat aktif dalam menjelaskan isi
pelajaran dan mengajarkannya secara langsung kepada seluruh kelas. Menurut
Pengaruh Brain Based..., Lina Fatimatuz Zahroh, FKIP UMP, 2018
18
Kardi (Al-Tabany, 2014), pengajaran langsung dapat berbentuk ceramah,
demonstrasi, praktik dan diskusi. Pengajaran langsung berpusat pada guru, dan
menjamin adanya keterlibatan siswa. Guru menyampaikan materi secara
terstruktur, mengarahkan kegiatan siswa, dan menguji ketrampilan siswa
melalui latihan- latihan dengan dibimbing oleh guru.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
langsung yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru, dimana guru
menyampaikan materi secara langsung kepada siswa dengan metode ceramah,
tanya jawab maupun diskusi dan membimbing aktifitas siswa agar mampu
memperoleh pemahaman yang benar dengan memberikan soal latihan.
Sintaks pembelajaran langsung menurut Majid (2013) diantaranya
sebagai berikut:
a. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
Tujuan langkah awal ini untuk menarik dan memusatkan perhatian
siswa, serta memotivasi mereka untuk berperan serta dalam pembelajaran.
b. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan
Guru mendemonstrasikan ketrampilan dengan benar atau
menyampaikan informasi tahap demi tahap dan sejelas mungkin dan
mengikuti langkah- langkah demonstrasi yang efektif.
c. Membimbing pelatihan
Pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berlatih konsep atau ketrampilan serta memberikan bimbingan kepada
Pengaruh Brain Based..., Lina Fatimatuz Zahroh, FKIP UMP, 2018
19
siswa. Latihan terbimbing ini baik untuk menilai kemampuan siswa dalam
melakukan tugasnya.
d. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
Guru memeriksa atau mengecek kemampuan siswa seperti
memberikan kuis dan umpan balik serta membuka diskusi untuk siswa.
Guru memberikan review terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa,
memberikan umpan balik terhadap respons siswa yang benar dan
mengulang ketrampilan jika diperlukan.
e. Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan
Guru memberikan tugas mandiri kepada siswa untuk meningkatkan
pemahamannya terhadap materi yang telah dipelajari. Guru mempersiapkan
kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian terhadap
penerapan pada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari.
Kelebihan dan kekurangan pembelajaran langsung menurut Majid
(2013) yaitu sebagai berikut:
Kelebihan
a. Guru dapat mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima
oleh siswa, sehingga dapat mempertahankan fokus mengenai apa yang harus
dicapai oleh siswa.
b. Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil.
c. Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan
ketrampilan-ketrampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi
rendah.
Pengaruh Brain Based..., Lina Fatimatuz Zahroh, FKIP UMP, 2018
20
d. Menekankan kegiatan mendengarkan (ceramah) sehingga membantu siswa
yang cocok belajar dengan cara-cara ini.
e. Model pembelajaran langsung dapat memberikan tantangan untuk
mempertimbangkan kesenjangan antara teori (hal yang seharusnya) dan
observasi (kenyataan yang terjadi).
f. Siswa yang tidak dapat mengarahkan diri sendiri dapat tetap berprestasi
apabila model pembelajaran langsung digunakan secara efektif.
Sedangkan kekurangannya yaitu:
a. Sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan pengetahuan awal,
tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar atau ketertarikan siswa.
b. Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat aktif, sulit
bagi siswa untuk terlibat secara aktif, sulit bagi siswa untuk
mengembangkan ketrampilan social dan interpersonal mereka.
c. Karena guru memainkan peran pusat, kesuksesan strategi pembelajaran
bergantung pada image guru.
5. Materi
Materi dalam penelitian ini adalah Materi Bangun Ruang Sisi Datar kelas VIII.
KD : 3.9 Membedakan dan menentukan luas permukaan dan volume bangun
ruang sisi datar (kubus, balok, prisma, dan limas).
4.9 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas permukaan dan
volume bangun ruang sisi datar (kubus, balok, prisma dan limas),
serta gabungannya.
Pengaruh Brain Based..., Lina Fatimatuz Zahroh, FKIP UMP, 2018
21
Indikator
3. 9. 1 Menemukan turunan rumus luas permukaan kubus, balok, prisma, dan
limas
3. 9. 2 Mengetahui rumus luas permukaan kubus, balok, prisma, dan limas
3. 9. 3 Mengetahui rumus volume kubus dan balok
3. 9. 4 Memahami proses dalam menemukan rumus volume prisma dan limas
4. 9. 1 Menghitung luas permukaan kubus, balok, prisma, dan limas
4. 9. 2 Menghitung volume kubus, balok, prisma, dan limas
4. 9. 3 Menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan
luas permukaan kubus, balok, prisma, dan limas
4. 9. 4 Menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan
volume kubus, balok, prisma, dan limas
B. Penelitian Relevan
Terdapat penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan,
diantaranya penelitian Lestari (2014) dengan nilai rata-rata N-gain kelas
eksperimen sebesar 0,74 kelas kontrol sebesar 0,61 untuk kemampuan koneksi
matematis yang berarti terdapat peningkatan koneksi matematis siswa yang
mengikuti Brain Based Learning. Penelitian Agustina dan Hanifah (2017) dengan
skor N-gain kemampuan koneksi sebesar 0,51 (kelas eksperimen) dan 0,30 (kelas
kontrol) yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan koneksi
matematis siswa yang mendapatkan model Brain Based Learning. Penelitian
Hidayah (2015) dengan nilai t hitung 1,673 dan t tabel 4,395, jika dipersentasekan
maka kelas eksperimen 11,93% lebih tinggi dari rata-rata kelas kontrol yang
Pengaruh Brain Based..., Lina Fatimatuz Zahroh, FKIP UMP, 2018
22
berarti model Brain Based Learning dengan pendekatan saintifik berbantuan alat
peraga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan
adalah penerapan Brain Based Learning. Berdasarkan hasil penelitian
sebelumnya, Brain Based Learning diduga mampu berdampak positif terhadap
kemampuan koneksi matematis dan self-efficacy siswa. Oleh karena itu peneliti
ingin melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh Brain Based Learning
terhadap kemampuan koneksi matematis dan self-efficacy siswa.
C. Kerangka Pikir
Brain Based Learning yaitu pembelajaran yang diselaraskan dengan cara
kerja otak sebagai upaya pemberdayaan otak sehingga otak dapat belajar secara
optimal. Brain Based Learning memiliki 7 (tujuh) tahap, yaitu meliputi tahapan
berikut ini. Tahap pertama yaitu pra-pemaparan dimana tahap ini memberikan
sebuah ulasan atau tinjauan kepada otak tentang pembelajaran baru sebelum
benar-benar dipelajari lebih jauh, bisa dilakukan dengan menyajikan peta konsep
tentang materi yang akan dipelajari. Guru hanya baru menyampaikan topiknya
saja. Tahap ini memberikan pemahaman kepada siswa tentang topik- topik apa
saja yang akan dipelajari.
Tahap kedua yaitu persiapan, dalam tahap ini menciptakan keingintahuan
atau kesenangan siswa terhadap materi yang akan diajarkan. Untuk menciptakan
kesenangan siswa terhadap belajar, siswa diberi tahu adanya hadiah untuk
kelompok dengan skor LKK tertinggi. Siswa mulai dilatih mengkoneksikan
materi dengan kehidupan sehari- hari. Pada tahap ini diduga dapat
Pengaruh Brain Based..., Lina Fatimatuz Zahroh, FKIP UMP, 2018
23
mengembangkan indikator koneksi matematis yang ketiga yaitu mengkoneksikan
matematika dengan kehidupan sehari- hari.
Tahap ketiga yaitu inisiasi dan akuisisi merupakan tahap penciptaan
koneksi sehingga membantu siswa untuk membangun pengetahuan dan
pemahaman awal. Guru membangun koneksi antara materi sebelumnya (pra-
syarat) dengan materi yang sedang dipelajari. Siswa memperhatikan penjelasan
guru tentang materi yang sedang disampaikan. Guru mulai menyampaikan
konsep- konsep dari masing- masing topik. Siswa dibagi ke dalam kelompok
diskusi. Siswa diberikan LKK untuk dikerjakan bersama kelompoknya. Soal- soal
LKK minimal harus ada yang berkaitan dengan kehidupan sehari- hari. Tahap ini
diduga dapat mengembangkan ketiga indikator koneksi matematis karena siswa
telah mengetahui konsep-konsep dari masing-masing topik sehingga dapat
mengkoneksikan antar topik, antar konsep, maupun dengan kehidupan sehari-
hari.
Tahap keempat yaitu elaborasi adalah tahap pemrosesan informasi,
memberikan kesempatan kepada otak untuk menyortir, menyelidiki, menganalisis,
menguji dan memperdalam materi pelajaran. Siswa dari salah satu kelompok
mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas dan siswa lainnya menanggapi.
Tahap ini juga diduga dapat mengembangkan ketiga indikator koneksi matematis
karena siswa menjadi tahu apakah kemampuannya dalam mengkoneksikan antar
topik, antar konsep, maupun dengan kehidupan sehari-hari sudah benar atau
belum.
Pengaruh Brain Based..., Lina Fatimatuz Zahroh, FKIP UMP, 2018
24
Tahap kelima yaitu inkubasi dan memasukkan memori adalah tahap
menekankan pentingnya waktu istirahat dan waktu mengulang kembali. Siswa
membuat catatan sederhana (rangkuman) tentang materi yang baru dipelajari.
Tahap keenam adalah verifikasi dan pengecekan keyakinan yaitu guru mengecek
pemahaman siswa tentang materi yang baru dipelajari dengan memberikan soal
kuis yang dikerjakan secara individu. Pada tahap ini dapat mengembangkan salah
satu indikator koneksi tergantung soal kuis yang diberikan pada tiap pertemuan.
Tahap ketujuh yaitu perayaan dan integrasi merupakan tahap menanamkan arti
penting dari kecintaan terhadap belajar. Siswa dibimbing guru untuk
menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Siswa diberikan motivasi tentang
pentingnya mempelajari materi bangun ruang. Guru mengakhiri pembelajaran
dengan meminta siswa tos dengan teman kelompoknya dan memberikan hadiah
kepada kelompok yang memperoleh skor LKK tertinggi.
Pada tahap- tahap penerapan Brain Based Learning diduga dapat
mengembangkan semua indikator kemampuan koneksi matematis dan pada tahap
inisiasi dan akuisisi, kemudian tahap verifikasi dan pengecekan keyakinan, siswa
menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya sebagai materi pra-
syarat untuk mempelajari materi yang sedang dibahas dan menggunakan
pengetahuannya untuk menyelesaikan persoalan secara individu sehingga Brain
Based Learning diduga mampu mempengaruhi kemampuan koneksi matematis
dan self-efficacy siswa.
Pengaruh Brain Based..., Lina Fatimatuz Zahroh, FKIP UMP, 2018
25
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka
penelitian ini mengambil hipotesis sebagai berikut:
1. Kemampuan koneksi matematis siswa yang mengikuti Brain Based Learning
lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran langsung.
2. Self-efficacy siswa yang mengikuti Brain Based Learning lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran langsung.
Pengaruh Brain Based..., Lina Fatimatuz Zahroh, FKIP UMP, 2018
Recommended