View
225
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Mata Pelajaran PKn
2.1.1.1 Pengertian PKn
Secara historis-kurikuler, kemasan kurikuler pendidikan kewarganegaraan
telah mengalami pasang surut. Dalam kurikulum sekolah sudah dikenal mulai
Civics tahun 1962, Pendidikan Kewargaan Negara dan Kewargaan Negara tahun
1968, Pendidikan Moral Pancasila tahun 1975, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan tahun 1994, dan Pendidikan Kewarganegaraan tahun 2004.
Sementara itu diperguruaan tinggi sudah dikenal Pancasila Kewiraan tahun 1985,
dan Pendidikan Kewarganegaraan tahun 2003. Kemudian dalam pasal 37 ayat( 1)
dinyatakan bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk
peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah
air”. Hakikat PKn dari berbagai pandangan antara lain adalah:
1) Azra: “Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji dan
membahas tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi,
rule of law, HAM, hak dan kewajiban warga negara, serta proses demokrasi.
2) Zamroni: “Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang
bertujuan untuk mempersiapkan masyrakat bepikir kritis dan bertindak
demokratis”.
3) PP No. 19 Tahun 2005 Standar Nasional Pendidikan (SNP) mata pelajaran
kewarganegaraan dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan
peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya
sebagai manusia.
7
Dari berbagai pandangan mengenai pengertian PKn seperti tersebut diatas,
disimpulkan bahwa terdapat beberapa komponen penting dalam PKn, yaitu 1)
PKn merupakan salah satu subsistem pendidikan nasional, 2) kajian PKn meliputi
pemerintahan, konsitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, HAM, hak dan
kewajiban warga negara, 3) PKn merupakan alat pendidikan demokrasi, dan 4)
PKn sebagai wahana pendidikan politik warga negara.
Mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan
pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak
dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil,
dan berkarakter yang diamanatkan oleh UUD 1945 (Permendiknas No 22 tahun
2006).
2.1.1.2 Tujuan PKn
Tujuan kurikuler PKn SD dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isukewarganegaraan.
2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secaracerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, serta antikurupsi.
3) Berkembang secara positif dan demokrasi untuk membentuk diri berdasarkankarakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama denganbangsa-bangsa lainnya.
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secaralangsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dankomunikasi.
2.1.1.3 Ruang Lingkup PKn
Ruang lingkup mata pelajaran PKn dalam Kurikulum KTSP 2006 meliputi aspek-
aspek sebagai berikut:
1) Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cintalingkungan, kebanggaan sebagai bangsa indonesia, sumpah pemuda,keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaannegara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia,Keterbukaan dan jaminan keadilan.
2) Norma, hukum dan peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga,tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturandaerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistemhukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional.
8
3) Hak asasi manusia meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajibananggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan,penghormatan dan perlindungan HAM.
4) Kebutuhan warganegara meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagaiwarga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkanpendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaankedudukan warganegara.
5) Konstitusi negara meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yangpertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia,Hubungan dasar negara dengan kostitusi.
6) Kekuasaan dan Politik meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan,Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistempolitik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani,Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokarasi.
7) Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologinegara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologiterbuka.
2.1.2 Metode Bermain Peran
2.1.2.1 Pengertian Metode Bermain Peran
Bermain peran adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan
mendramasikan tingkah laku dalam hubungan sosial dengan suatu problem, agar
peserta didik dapat memecahkan masalah sosial. Metode bermain peran bertujuan
untuk menunjukan suatu perbuatan dari suatu pesan yang ingin disampaikan dari
peristiwa yang dilihat (Mawardi, 2011).
Metode bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari
simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi
peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada
masa mendatang (Wina Sanjaya, 2006:161).
Melalui metode ini, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-
hubungan antar manusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya,
sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan-
perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Dalam pembelajaran PKn, kemampuan berbicara siswa dapat direkayasa untuk
ditingkatkan melalui metode bermain peran, karena bermain peran efektif dalam
memberikan pemahaman konsep secara luas kepada siswa melalui pengimitasian
9
tokoh tertentu yang diseting dalam situasi tertentu. Hal tersebut dapat
meningkatkan rasa sosial siswa terhadap lingkungan dan orang disekitarnya.
Menurut Sudjana (2011:84-85) tujuan bermain yang diharapkan dengan
bermain peran antara lain ialah:
a) Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain.b) Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab.c) Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok
secara spontan.d) Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah.
Melalui metode bermain peran permainan memperluas interaksi sosial dan
mengembangkan keterampilan sosial yaitu belajar bagaimana berbagi, hidup
bersama, mengambil peran, belajar hidup dalam masyarakat secara umum.
Permainan meningkatkan perkembangan fisik, koordinasi tubuh dan
mengembangkan dan memperhalus keterampilan motorik. Permainan juga
membantu anak-anak memahami tubuhnya: fungsinya dan bagaimana
menggunakannnya dalam belajar. Anak-anak bisa mengetahui bahwa bermain itu
menyegarkan, menyenangkan dan memberikan kepuasan.
Permainan dapat membantu perkembangan kepribadian dan emosi, karena
anak-anak mencoba melakukan berbagai peran, mengungkapkan perasaan,
menyatakan diri dalam suasana yang tidak mengancam, dan juga memperhatikan
peran orang lain. Melalui permainan anak-anak bisa belajar mematuhi aturan,
menghargai hak orang lain.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
metode bermain peran adalah suatu pola belajar kelompok yang dilakukan oleh
siswa dimana mereka melakukan bermain peran sesuai dengan materi yang
didapat tiap-tiap kelompok secara bergantian serta melibatkan mereka secara aktif
dan dominan dalam proses pembelajaran agar tercapai proses belajar mengajar di
kelas.
10
Menurut Sudrajad (2006:6-7) fungsi bermain terhadap kemampuan
intelektual dapat dilihat pada beberapa hal berikut ini:
1) Merangsang perkembangan kognitifDengan bermain, sensori-motor (indera-pergerakan) anak-anak dapatmengenal permukaan lembut, kasar, atau kaku. Permainan fisik akanmengajarkan anak akan batas kemampuannya sendiri.
2) Membangun struktur kognitif.Melalui permainan, anak-anak akan memperoleh informasi yang lebih banyaksehingga pengetahuan dan pemahamannya akan lebih kaya dan lebih dalam.
3) Membangun kemampuan kognitifKemampuan kognitif mencakup kemampuan mengidentiflkasi,mengelompokkan, mengurutkan. mengamati, membedakan, meramalkan,menentukan hubungan sebab-akibat, membandingkan, dan menarikkesimpulan.
4) Belajar memecahkan masalah.Di dalam permainan. anak-anak akan menemui berbagai masalah sehinggabermain akan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengetahui bahwaada beberapa kemungkinan untuk memecahkan masalah.
5) Mengembangkan rentang konsentrasi.Apabila tidak ada konsentrasi atau rentang perhatian yang memadai, seoranganak tidak mungkin dapat bertahan lama bermain peran (pura-pura menjadidokter, ayah-anak-ibu, guru, dll).
2.1.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode Bermain Peran
a. Kelebihan Metode Bermain Peran.
Menurut Bahri (2010:87) kelebihan bermain peran antara lain:
1) Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individu ataupunkelompok.
2) Dapat mengembangkan kemandirian siswa di luar pengawasan guru.3) Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa.4) Dapat mengembangkan kreativitas siswa.b.Kekurangan Metode Bermain Peran adalah:
1) Siswa sulit dikontrol, apakah benar ia yang mengerjakan tugas ataukah oranglain.
2) Khusus untuk tugas kelompok, tidak jarang yang aktif mengerjakan danmenyelesaikannya adalah anggota tertentu saja, sedangkan anggota lainnyatidak berpartisipasi dengan baik.
3) Tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individusiswa.
4) Sering memberikan tugas yang menonton (tidak bervariasi) dapatmenimbulkan kebosanan siswa.
11
2.1.2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Model Bermain Peran.
Menurut Sudjana (2011:85) petunjuk menggunakan metode bermain peran adalah
sebagai berikut:
1) Tetapkan dahulu masalah-masalah sosial yang menarik perhatian siswauntuk dibahas.
2) Ceritakan kepada kelas mengenai isi dari masalah-masalah dalam kontekcerita tersebut.
3) Tetapkan siswa yang dapat atau bersedia untuk memainkan perannya didepan kelas.
4) Jelaskan kepada pendengar mengenai peranan mereka pada waktu bermainperan sedang berlangsung.
5) Beri kesempatan kepada pelaku untuk berunding beberapa menit sebelummereka memainkan perannya.
6) Akhiri bermain peran pada waktu situasi pembicaraan mencapai ketegangan.7) Akhiri bermain peran dengan diskusi kelas untuk bersama-sama memecahkan
masalah persoalan yang ada pada bermain peran tersebut.8) Jangan lupa menilai hasil bermain peran tersebut sebagai bahan pertimbangan
lebih lanjut.
Langkah-Langkah Pelaksanaan Bermain Peran menurut Sanjaya (2006:161)
adalah sebagai berikut:
1) Persiapan
a. Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai olehsimulasi.
b. Guru memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akandisimulasikan.
c. Guru menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi, peran yangharus dimainkan oleh para pemeran, serta waktu yang disediakan.
d. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya khususnyapada siswa yang terlibat dalam pemeranan simulasi.
2) Pelaksanaan simulasi
a. Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran.b. Para siswa lainnya mengikuti dengan penuh perhatian.c. Guru hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang mendapat
kesulitan.d. Simulasi hendaknya dihentikan pada saat puncak. Hal ini dimaksudkan
untuk mendorong siswa berpikir dalam menyelesaikan masalah yangsedang disimulasikan.
12
3) Penutup
a. Melakukan diskusi baik tentang jalannya simulasi maupun materi cerita
yang disimulasikan. Guru harus mendorong agar siswa dapat memberikan
kritik dan tanggapan terhadap proses pelaksanaan simulasi.
b. Merumuskan kesimpulan.
Dari beberapa langkah-langkah pembelajaran bermain peran menurut para
ahli, langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran bermain peran yang dilakukan
dalam penelitian ini yaitu:
1) Guru membagi siswa dalam kelompok yang ter diri dari 4 anak.
2) Memanggil tiap-tiap kelompok untuk melakukan bermain peran sesuai
skenario yang sudah didapat pada tiap-tiap kelompok.
3) Kelompok yang belum mendapat giliran mengamati bermain peran yang
dilakukan oleh kelompok lain.
4) Setelah semua mendapat giliran tiap-tiap siswa diberi lembar kerja untuk
membahas hasil dari bermain peran tiap-tiap kelompok.
5) Guru dan siswa melakukan diskusi untuk membicarakan hasil bermain peran
yang sudah dilakukan tiap-tiap kelompok.
6) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
7) Guru memberikan kesimpulan secara keseluruhan.
8) Evaluasi.
9) Penutup.
2.1.2.4 Penerapan Metode Bermain Peran sesuai Standar Proses
Permendiknas Nomor 41 (2007:1) pembelajaran yang baik adalah
pembelajaran yang dikemas berdasarkan prosedur yang tepat dan sesuai. Sebelum
proses pembelajaran dilakukan langkah pertama ialah membuat perencanaan
berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. RPP disusun untuk setiap KD yang
akan dilakukan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru membuat RPP untuk
setiap pertemuan yang sudah disesuaikan dengan jadwal dalam satuan pendidikan.
13
1) Kegiatan Pendahuluan
Pendahuluan merupakan awal pembelajaran yang diarahkan untuk
menumbuhkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran (Permendiknas No.41, 2007).
2) Kegiatan Inti
Sesuai dengan Permendiknas No.41 tahun 2007 bahwa kegiatan inti
merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran
dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara
sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
3) Kegiatan Akhir
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas
pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan,
penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut (Permendiknas No.41,
2007).
Sesuai Permendiknas No.41, tahun 2007, pelaksanaan pembelajaran yang
merupakan implementasi dari RPP dengan mengunakan metode bermain peran
dalam pembelajaran PKn yang sesuai standar proses sebagai berikut:
14
Tabel 1
Penerapan Metode Bermain Peran Sesuai Standar ProsesNo Kegiatan Penerapan Metode Bermai Peran1 Kegiatan Pendahuluan 1. Guru meminta kepada ketua kelas untuk memimpin doa.
2. Guru mengabsen siswa.3. Guru menginformasikan materi pokok yang akan
dipelajari.4. Guru memberikan apersepsi.5. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
2 Kegiatan Inti a. Eksplorasi Guru menjelaskan materi yang akan dipelajari. Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang
hendak dicapai oleh simulasi (bermain peran). Memberikan gambaran masalah dalam situasi yang
akan diperankan.b. Elaborasi
Guru membagi siswa dalam kelompok yang terdiridari 4 anak.
Memanggil tiap-tiap kelompok untuk melakukanbermain peran sesuai dengan skenario yang sudahdidapat pada tiap-tiap kelompok.
Kelompok yang belum mendapat giliranmengamati bermain peran yang dilakukan olehkelompok lain.
Setelah semua kelompok mendapat giliran tiap-tiap siswa diberi lembar kerja untuk membahashasil dari bermain peran tiap-tiap kelompok.
Guru dan siswa melakukan diskusi untukmembicarakan hasil bermain peran yang sudahdilakukan tiap-tiap kelompok.
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untukbertanya.
Guru memberikan kesimpulan secara keseluruhan.c. Konfirmasi
Guru memberikan kesempatan bertanya bagi siswayang belum memahami materi pembelajaran.
Guru memberikan penjelasan tentang materi yangbelum dipahami oleh siswa.
3 Kegiatan Penutup 1. Guru bersama dengan siswa menyimpulkan hasilpembelajaran yang telah dilaksanakan.
2. Guru membuat rangkuman dengan melibatkan siswa.3. Guru melakukan refleksi pembelajaran dengan
melibatkan siswa.4. Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada
pertemuan selanjutnya.5. Guru mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam.
15
2.1.3 Hasil Belajar
2.1.3.1 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010:22). Individu yang belajar
akan memperoleh hasil dari apa yang telah dipelajari selama proses belajar itu.
Hasil belajar yaitu suatu perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan
hanya perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk
kecakapan, kebiasaan, pengertian, penguasaan, dan penghargaan dalam diri
seseorang yang belajar.
Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik
dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseorang setelah
melakukan usaha-usaha belajar. Hasil belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk
nilai. Setelah mengkaji pengertian hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah suatu bukti keberhasilan yang diperoleh siswa setelah siswa
melakukan proses belajar. Hasil belajar dapat berupa nilai, angka, atau huruf.
Semakin tinggi nilai atau angka atau huruf maka semakin tinggi juga hasil dari
belajar siswa.
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan
kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari
Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu :
a. Ranah Kognitif
Ranah kognitif merupakan hasil belajar yang berhubungan dengan
kemampuan intelektual. Ranah kognitif meliputi enam aspek, yakni:
1. Pengetahuan
Pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam
taksonomin Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat, sebab
dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual di samping pengetahuan
hafalan atau untuk diingat. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif
tingkat rendah yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat
bagi tipe hasil belajar berikutnya. Hafal menjadi prasyarat bagi pemahaman.
16
2. Pemahaman
Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah
pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu
yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan,
atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam taksonomi Bloom,
kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari pada pengetahuan.
a) Aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi
khusus. Abstraksi tersebut berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan
abstraksi kedalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang-ulang menerapkannya
pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan.
b) Analisis
Analisis adalah usaha memilih suatu integritas menjadi unsur-unsur atau
bagian-bagian sehingga jelas susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang
kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya.
c) Sintesis
Sintesis adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam bentuk
penyeluruhan. Berpikir berdasar pengetahuan hafalan, pemahaman, aplikasi, dan
analisis dapat dipandang sebagai berfikir konsvergen yang satu tingkat lebih
rendah daripada berpikir devergen. Berfikir sintesis merupakan salah satu terminal
untuk menjadikan orang lebih kreatif.
d) Evaluasi
Evaluasi adalah menentukan nilai dari fakta dan ide.
b. Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan
bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah
memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang
mendapat perhatian dari guru. Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai
hasil belajar. Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar sampai tingkat yang
kompleks, yaitu:
17
1. Reciving/attending (menerima atau memperhatikan).
Merupakan kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus)
dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan
lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan
untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau
rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attending juga sering di beri
pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu
objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai
atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan
diri kedalam nilai itu atau mengidentifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil
belajar afektif jenjang receiving , misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di
tegakkan, sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan jauh-jauh.
2. Responding (menanggapi)
Mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi
adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya
secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu
cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving. Contoh hasil belajar
ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk
mempelajarinya lebih jauh atau menggali lebih dalam lagi.
3. Valuing (menilai)
Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan
penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu
tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing
adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan
responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini
tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah
berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila
suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu
adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses
penilaian. Nilai itu mulai di camkan (internalized) dalam dirinya. Dengan
demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik. Contoh hasil belajar
18
efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta
didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah
kehidupan masyarakat.
4. Organization (mengatur atau mengorganisasikan)
Artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru
yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau
mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem
organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain.,
pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh nilai efektif
jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin
nasional.
5. Characterization by evalue complex (karakteristik dengan suatu nilai atau
komplek nilai)
Yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang,
yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses
internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai
itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi
emosinya. Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin
peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life
yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang
telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga
membentuk karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan
dapat diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah
memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Tuhan
menyangkut disiplinan, baik kedisiplinan sekolah, dirumah maupun ditengah-
tengan kehidupan masyarakat.
c. Ranah psikomotorik
Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu. Tipe hasil belajar psikomotorik berkenaan
dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman
belajar tertentu.
19
2.1.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Slameto (2010:54) mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam
individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di
luar individu.
a. Faktor-faktor Intern
Faktor intern ini terbagi menjadi tiga faktor yaitu: faktor jasmaniah, faktor
psikologis dan factor kelelahan.
1. Faktor jasmaniah
Pertama adalah faktor kesehatan. Sehat berarti dalam keadaan baik
segenap badan beseta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan
seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Proses belajar akan
terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu ia akan cepat lelah,
kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk jika badannya lemah, kurang
darah ataupun ada gangguan fungsi alat indera serta tubuhnya. Kedua adalah cacat
tubuh. Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang
sempurna mengenai tubuh. Cacat ini dapat berupa: buta, tuli, patah kaki, patah
tangan, lumpuh dan lain-lain. Jika ini terjadi maka belajar akan terganggu,
hendaknya apabila cacat ia disekolahkan di sekolah khusus atau diusahakan alat
bantu agar dapat mengurangi pengaruh kecatatan itu.
2. Faktor psikologis
Sekurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis
yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: pertama inteligensi yaitu
kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru
dengan cepat dan efektif, menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara
efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Kedua perhatian
yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada
suatu objek atau sekumpulan objek. Ketiga minat adalah kecenderungan yang
tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. keempat bakat
yaitu kemampuan untuk belajar. Kemampuan ini akan baru terealisasi menjadi
20
kecakapan nyata sesudah belajar atau berlatih. Kelima motif harus diperhatikan
agar dapat belajar dengan baik harus memiliki motif atau dorongan untuk berfikir
dan memusatkan perhatian saat belajar. Keenam kematangan adalah suatu tingkat
pertumbuhan seseorang. Ketujuh kesiapan adalah kesediaan untuk member
renspon atau bereaksi. Dari faktor-faktor tersebut sangat jelas mempengaruhi
belajar, dan apabila belajar terganggu maka hasil belajar tidak akan baik.
3. Faktor kelelahan
Kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani
(bersifat praktis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan
timbul untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena kekacauan
substansi sisa pembakaran di dalam tubuh. Sehingga darah tidak lancar pada
bagian-bagian tertentu. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan
dan kebosanan, sehingga minat untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini
sangat terasa pada bagian kepala sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah
otak kehabisan daya untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat terjadi terus-menerus
karena memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapi
suatu hal yang selalu sama atau tanpa ada variasi dalam mengerjakan sesuatu
karena terpaksa dan tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatiannya.
b. Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ini
meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat yaitu dengan
penjelasan sebagai berikut:
1) Faktor keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara
orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan
keadaan ekonomi keluarga. Sebagian waktu seorang siswa berada di rumah. Oleh
karena itu, keluarga merupakan salah satu yang berperan pada hasil belajar. Oleh
sebab itu orang tua harus mendorong, memberi semangat, membimbing, memberi
teladan yang baik, menjalin hubungan yang baik, memberikan suasana yang
mendukung belajar, dan dukungan material yang cukup.
21
2) Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode
mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin
sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode
belajar, dan tugas rumah. Sekolah adalah lingkungan kedua yang berperan besar
memberi pengaruh pada hasil belajar siswa. Sekolah harus menciptakan suasana
yang kondusif bagi pembelajaran, hubungan dan komunikasi perorang di sekolah
berjalan baik, kurikulum yang sesuai, kedisiplinan sekolah, gedung yang nyaman,
metode pembelajaran aktif-interaktif, pemberian tugas rumah, dan sarana
penunjang cukup memadai seperti perpustakaan sekolah dan sarana yang lainnya.
3) Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap
hasil belajar siswa. Pengaruh ini karena keberadaan siswa dalam masyarakat.
Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ini meliputi: pertama kegiatan
siswa dalam mayarakat yaitu misalnya siswa ikut dalam organisasi masyarakat,
kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajar akan terganggu, lebih
lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. Kedua multimedia misalnya:
TV, radio, bioskop, surat kabar, buku-buku, komik dan lain-lain. Semua itu ada
dan beredar di masyarakat. Ketiga teman bergaul, Keempat bentuk kehidupan
masyarakat. Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh pada hasil
belajar siswa.
2.1.4 Hubungan Metode Bermain Peran dengan Hasil belajar
Bermain peran merupakan suatu cara pembelajaran yang mengibaratkan
tingkah laku suatu peristiwa dalam hubungan sosial dengan suatu masalah agar
peserta didik dapat memaknai masalah yang ada sehingga peserta didik lebih
memahami kejadian dari pengalamannya.
Melalui metode bermain peran permainan memperluas interaksi sosial dan
mengembangkan keterampilan sosial yaitu belajar bagaimana berbagi, hidup
bersama, mengambil peran, belajar hidup dalam masyarakat secara umum.
Permainan meningkatkan perkembangan fisik, koordinasi tubuh dan
mengembangkan dan memperhalus keterampilan motorik. Permainan juga
22
membantu anak-anak memahami tubuhnya: fungsinya dan bagaimana
menggunakannnya dalam belajar. Anak-anak bisa mengetahui bahwa bermain itu
menyegarkan, menyenangkan dan memberikan kepuasan. Dari peranan dalam
metode bermain peran siswa termotivasi sehingga timbul semangat dan akan
berpengaruh terhadap hasil belajar yang semula kurang tertarik menjadi tertarik
sehingga kemungkinan hasil belajar siswa menjadi meningkat. Selain itu, bermain
peran membantu penalaran siswa dalam memahami materi yang dikemas
didalamnya, dan meningkatkan daya ingat. Perasaan senang dalam belajar juga
membuat keaktifan belajar siswa meningkat baik fisik maupun mental. Dengan
begitu, siswa bisa memanfaatkan lebih banyak alat inderanya dalam belajar
sehingga hasil belajarnya lebih maksimal.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang relevan
1. Qomariah (2008) melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan metode
bermain peran untuk meningkatkan prestasi belajar PKn kelas 4 di SDN
Sepanjang 04 Gondanglegi Kabupaten Malang”. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa: 1) Pada pembelajaran PKn siklus I dengan penerapan
metode pembelajaran bermain peran, kemampuan guru dalam melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan RPP mencapai skor 88 dengan presentase
keberhasilan 88%, dan pada siklus II mencapai skor 97 dengan presentase
keberhasilan 97%, 2) Untuk aktivitas belajar siswa secara klasikal pada siklus
I mencapai nilai rata-rata kelas 71,53 dan pada siklus II mencapai nilai rata-
rata kelas 86,92, 3) Untuk partisipasi siswa dalam bermain peran pada siklus I
mencapai nilai rata-rata kelas 78 dan pada siklus II mencapai rata-rata kelas
87, 4) Hasil belajar siswa pada waktu pra tindakan (sebelum penerapan
metode pembelajaran bermain peran) mencapai rata-rata kelas 69,23 dengan
ketuntasan belajar 26,92%, pada siklus I mencapai nilai rata-rata kelas 72,5
dengan ketuntasan belajar 46,15%, sedangkan pada siklus II mencapai nilai
rata-rata 87,30. Meskipun terdapat 3 siswa (11,53%) yang tidak mencapai
kriterian ketuntasan belajar kelas sudah tercapai 88,46%.
2. Prabawa (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Peningkatan Prestasi
Belajar Matematika Melalui Bermain Peran Pada Pokok Bahasan Operasi
23
Hitung Campuran Untuk Siswa Kelas II SDN Winong Semester II Tahun
Pelajaran 2009/2010”, pada 37 siswa menghasilkan rata-rata kelas prasiklus
58,4, pada siklus I nilai rata-rata kelas adalah 65,4 dengan ketuntasan klasikal
56,7% sedangkan pada siklus II nilai rata-rata kelas adalah 75,1 dengan
ketuntasan klasikal 100%, sehingga metode bermain peran tersebut berhasil
meningkatkan prestasi siswa.
2.3 Kerangka Pikir
Permasalahan yang terjadi pada pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan pada kelas 4 Sekolah Dasar Negeri Tirtomoyo ialah hasil belajar
siswa rendah karena siswa kurang tertarik mengikuti kegiatan pembelajaran,
maka penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar pendidikan
kewarganegaraan siswa menggunakan metode bermain peran pada siswa kelas 4
SD Negeri Tirtomoyo, Kecamatan Poncowarno, Kabupaten Kebumen.
Upaya yang di lakukan peneliti dalam menyelesaikan masalah dan
mencapai tujuan tersebut adalah peneliti merancang pembelajaran yang pada
akhirnya dapat membantu siswa dalam proses belajar dan mempermudah guru
dalam menyampaikan materi pembelajaran karena siswa dapat terlibat langsung
dalam penyampaian materi sehingga pembelajaran akan mudah dipahami oleh
siswa dan dapat tercapainya tujuan pembelajaran digambarkan dalam skema
dibawah ini.
24
Gambar 1. Skema Kerangka Pikir
ProsesBelajar
Mengajar
PembelajaranKonvensional Siswa pasif Pembelajaran
terpusat padaguru
Guru masihmenggunakanmetode ceramah
Siswa menjadibosan dan tidakada semangatbelajar
Hasil BelajarRendah
Penerapan metode bermainperan- Siswa menjadi lebih
berani maju kedepan.- Ada interaksi antara
guru dengan siswa.- Adanya kerja
kelompok yangmenyenangkan.
- Ada persaingan antarkelompok agarmenumbuhkansemangat belajar
Hasil belajarmeningkat
Pemantapan metodebermain peran- Unsur antusiasme
ditingkatkan- Pengelolaan waktu
pembelajaran lebihefektif
- Mempersiapkanperencanaan secaramatang
Hasilbelajarlebih
meningkat
25
2.4 Hipotesis Tindakan
Dalam penelitian ini, hipotesis yang diajukan adalah:
1. Diduga melalui penggunaan metode bermain peran dapat meningkatkan hasil
belajar pada pelajaran PKn siswa kelas 4 SDN Tirtomoyo Kecamatan
Poncowarno Kabupaten Kebumen.
2. Diduga melalui penggunaan langkah-langkah metode bermain peran dapat
meningkatkan hasil belajar pada pelajaran PKn siswa kelas 4 SDN Tirtomoyo
kecamatan Poncowarno Kabupaten Kebumen.
Recommended