View
6
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Anatomi Sistem Pernapasan
2.1.1 Pengertian Pernapasan
Pernapasan atau respirasi adalah kegiatan pertukaran udara
(karbodioksida dan oksigen) dari dalam tubuh ke luar tubuh/paru-
paru. Oksigen yang berada di luar tubuh dihirup (inspirasi) melalui
organ-organ pernapasan. Pada keadaan tertentu, bila tubuh kelebihan
karbondioksida, maka tubuh berusaha untuk mengeluarkan
karbondioksida yang ada didalam tubuh tersebut dengan jalan
menghembuskan napas (ekspirasi) sehingga terjadi suatu
keseimbangan antara oksigen dan karbondioksida didalam tubuh.
Syaifuddin (2016).
2.1.2 Anatomi Sistem Pernapasan
2.1.2.1 Hidung
Hidung merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat
pernapasan dan indra penciuman. Bentuk dan stuktur hidung
menyerupai piramida atau kerucut dengan alasnya pada
prosesus palatinus osis maksilaris dan pars horizontal osis
palatum. Dalam keadaan normal, udara masuk dalam sistem
pernapasan, melalui rongga hidung. Vestibulum rongga
hidung berisi serabut-serabut halus. Epitel vestibulum berisi
rambut-rambut halus yang mencegah masuknya benda-benda
asing yang menggangu proses pernapasan. Syaifuddin
(2016).
Hidung terdiri dari hidung eksterna dan rongga hidung di
belakang eksterna. Hidung eksterna terdiri dari kartilago
sebelah bawah dan tulang hidung disebelah atas ditutupi
bagian luarnya dengan kulit dan pada bagian dalamnya
dengan membran mukosa. Santa et al (2013).
Hidung juga naso atau nasal. Terdiri dari dua kavum nasi
yang dipisahkan oleh septum nasi (sekat rongga hidung).
Didalam hidung terdapat bulu-bulu halus yang berfungsi
untuk menyaring udara, debu dan kotoran-kotoran yang
masuk ke dalam hidung. Manurung (2016).
2.1.2.2 Faring
Faring adalah suatu saluran otot selaput kedudukannya tegak
lurus antara basis kranii dan vertebrae servikalis VI. Di antara
basis kranii dan esofagus berisi jaringan ikat digunakan untuk
tempat lewat alat-alat di daerah faring. Syaifuddin (2016).
Faring (tekak) adalah pipa berotot yang bermula dari dasar
tenggorokan dan berakhir sampai persambungannya dengan
esofagus dan batas tulang rawan krikoid. Faring terdiri atas
tiga bagian yang dinamai berdasarkan letaknya, yakni
nasofaring (dibelakang hidung), orofaring (dibelakang
mulut), dan laringofaring (dibelakang laring). Muttaqin
(2012).
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapfasan dan jalan makan. Manurung (2016).
2.1.2.3 Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan jalinan tulang
rawan yang dilengkapi dengan otot, membran, jaringan ikat,
dan ligamentum. Sebelah atas pintu masuk laring membentuk
tepi epiglotis, lipatan dari efiglotis aritenoid dan pita
interaritenoid, dan sebelah bawah tepi bawah kartilago
krikoid. Tepi tulang dari pita suara asli kiri dan kanan
membatasi daerah epiglotis. Bagian atas disebut supraglotis
dan bagian bawah disebut subglotis. Syaifuddin (2016).
Laring terletak diantara faring dan trakea. Berdasarkan letak
vertebra servikalis, laring berada di ruas ke-4 atau ke-5 dan
berakhir di vertebra servikalis ruas ke-6. Laring disusunoleh
9 kartilago yang disatukan oleh ligamen dan ot rangka pada
tulang hioid di bagian atas dan trakea dibawahnya. Muttaqin
(2012).
Laring menghubungkan faring dan trakea. Laring yang
dikenal sebagai kotak suara (voice box) atau pangkal
tenggorok mempuanyai bentuk seperti tabung pendek dengan
bagian besar diatas dan menyempit ke bawah. Irianto (2013).
Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang
dihubungkan dengan otot dan mengandung pita suara. Laring
berhubungan dengan fonasi dan berfungsi sebagai pelindung.
Epiglotis berfungsi menutup laring saat menelan. Manurung
(2016).
2.1.2.4 Trakea
Trakea (batang tenggorokan) adalah tabung berbentuk pipa
seperti huruf C yang dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang
disempurnakan oleh selaput, terletak diantara vertebrae
servikalis VI sampai tepi bawah kartilago krikoidae
vertebrata torakalis V. Panjangnya sekitar 13 cm dan
diameter 2,5 cm, dilapisi oleh otot polos, mempunyai dinding
fibroelastis yang tertanam dalam balok-balok hialin yang
mempertahankan trakea tetap terbuka. Syaifuddin (2016).
Trakea adalah sebuah tabung yang berdiameter 2,5 cm
dengan panjang 11 cm. Trakea terletak setelah laring dan
memanjang ke bawah setara dengan vertebra torakalis ke-5.
Ujung trakea bagian baawah bercabang menjadi dua bronkus
kanan dan kiri. Muttaqin (2012).
Trakea merupakan bagian saluran pernapasan yang
bentuknya seperti tabung dan merupakan lanjutan laring, dan
merupakan saluran udara sejati, panjangnya kira-kira 10 cm.
Dinding trakea terdiri dari otot polos yang ditunjang oleh
sejumlah 16-20 cincin tulang rawan yang bentuknya seperti
hurup C. Irianto (2013).
Trakea merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16
sampai dengan 20 cincin yang terdiri dari tulang rawan yang
dibentuk seperti kuku kuda (huruf C). Panjang trakea lebih
kurang 9-11 cm. Manurung (2016).
2.1.2.5 Bronkus
Bronkus (cabang tenggorokan) merupakan lanjutan dari trakea,
terdapat pada ketinggian vertebrae torakalis IV dan V. Bronkus
mempunyai struktur sama dengan trakea dan dilapisi oleh
sejenis sel yang sama dengan trakea dan berjalan kebawah
kearah tampuk paru-paru. Bronkus mengadakan pendekatan
pada lobus pernafasan, struktur dalam bronkus berbeda dengan
diluar bronkus.
Seluruh gabungan otot menekan bagian yang melaui cabang-
cabang tulang rawan yang makin sempit dan semakin kecil
yang disebut brokiolus. Dari tiap-tiap bronkiolus masuk ke
dalam lobus dan bercabang lebih banyakdengan diameter 0,5
mm, bronkus yanng terakhir membangkitkan pernapasan
brokiolus membuka dengan cara melepaskan udara ke
permukaan pernapasan paru-paru. Pernapasan bronkiolus
membuka dengan cara memperluas ruangan pembuluh alveoli
dimana terjadi pertukaran udara (oksigen dengan karbon
dioksida). Syaifuddin (2016).
Bronkus mempunyai struktur serupa dengan trakea. Bronkus
kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek,
lebih lebar, dan arahnya hampir vertikal dengan trakea.
Sebaliknya, bronkus kiri lebih panjang, lebih sempit, dan
sudutnya pun lebih runcing. Bentuk anatomi yang khusus ini
memiliki implikasi klinis tersendiri seperti jika ada benda asing
yang terinhalasi, maka benda itu lebih memungkinkan berada
di bronkus kana di bandingkan bronkus kiri karena arah dan
lebarnya. Muttaqin (2012).
Struktur mikrodkopis bronkus mirip dengan trakea. Bronkus
primer kiri lebih horizontal, lebih panjang dan lebih kecil dari
bronkus kanan. Maka benda-benda asing yang terhisap lebih
sering dan lebih mudah masuk ke bronkus kanan. Irianto
(2013).
2.1.2.6 Pulmo
Paru-paru merupakan organ utama sistem pernapasan yang
berda di dalam rongga dada, terdiri atas paru kanan dan paru
kiri. Paru-paru dibungkus kantung yang dibentuk oleh pleura
paritalis dan pleura viseralis. Di antara paru kanan dan paru
kiri terdapat mediasternum yang berisi jantung, aorta, dan
arteri besar, pembuluh darah vena besara, trakea.
Kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan
salurannya. Kedua paru sangat lunak dan elastis, mampu
mengembang dan mengempis secara bergantian. Sifat elastis
paru disebabkan oleh adanya serat-serat jaringan ikat elastis
dan tegangan permukaan alveolus. Paru-paru berwarna biru
keabu-abuan dan berbintik-bintik akibat dari partikel-partikel
debu yang masuk dimakan fagosit, banyak ditemukan pada
pekerja tambang.
Masing-masing paru mempunyai apeks yang tumpul menjorok
keatas, masuk ke leher kira-kira 2,5 cm diatas klavikula. Fasies
kostalis yang koveks berhubungan dengan dinding dada dan
fasies mediastinalis yang konkaf membentuk perikardium.
Sekitar pertengahan permukaan kiri terdapat hilus pulmonalis
suatu lekukan dimana bronkus, pembuluh darah, dan saraf
masuk paru-paru membentuk radiks pulmonalis. Syaifuddin
(2016).
Paru-paru terdiri dari paru-paru kanan (lobus superior, medial
dan inferior), 10 segmen. Paru-paru kiri (lobus superior, dan
inferior), 10 segmen. Paru-paru terletak di dlam rongga dada
atau rongga thoraks, paru-paru dibungkus oleh sepalut yang
disebut pleura, terbagi atas dua lapisan yaitu, pleura parietalis
(bagian luar, yang melapisi rongga dada). Pleura viseralis
(bagian dalam, yang menyelubungi seriap paru-paru). Celah
antara pleura parietalis dan pleura viseralis disebut kavum
pleura yang normalnya hampa udara sehingga paru-paru dapat
berkembang kempis secara sempurna, didalamnya juga
terdapat sedikit cairan yang berfungsi untuk melumasi
permukaan pleura serta menghindarkan gersekan antara paru-
paru dengan dinding dada pada waktu bernafas atau bergerak.
Manurung (2016).
2.1.2.7 Sinus Pleura
Tidak seluruh kantung dibentuk oleh lapisan pleura diisi secara
sempurna oleh paru-paru, baik kearah bawah maupun kearah
depan. Terdapat kavum pleura yang dibentuk hanya oleh
lapisan pleura parietalis saja, rongga ini disebut sinus pleura
(recessus pleura). Syaifuddin (2016).
2.1.2.8 Ligamentum Pulmonal
Radiks pulmonalis : bagian depan, atas, dan belakang ditutupi
oleh pertemuan parietalis dan pleura viseralis. Sebelah bawah
radiks yang berasal dari depan dan belakang bergabung
membentuk lipatan yang disebut ligamentum pulmonal.
Ligamentum ini terdapat diantara bagian bawah fasies
mediastinalis dan perikordiuim dan berakhir pada pinggir yang
bundar. Syaifuddin (2016).
2.2 Fisiologi Sistem Pernapasan
2.2.1 Fisiologi sistem pernapasan berdasarkan santa et al (2013) :
2.2.1.1 Ventilasi
Ventilasi adalah gerakan udara masuk dan keluar dari paru-
paru. Gerakan dalam pernafasan adalah ekspansi dan inspirasi.
Pada inspirasi otot diafragma berkontraksi dan kuabh dari
diafragma menurun, pada waktu yang bersamaan otot-otot
interkostal interna berkontraksi dan mendorong dinding dada
sedikit ke arah luar. Dengan gerakan seperti ini ruang didalam
dada meluas, tekanan dalam alveoli menurun dan udara
memasuki paru-paru.
Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna
relaksasi. Diafragma naik, dinding-dinding dada jatuh kedalam
dan ruamg di dalam dada hilang. Pada pernafasan normal yang
tenang terjadi sekitas 16 kali permenit. Ekspirasi diikuti
dengan terhentinya sejenak. Kedalaman dan jumlah dari
gerakan pernafasan sebegian besar dikendalikan secara
biokimiawi.
2.2.1.2 Difusi
Difusi adalah gerakan diantara udara dan karbondioksida
didalam alveoli dan darah didalam kapiler sekitarnya. Gas-gas
melewati hampir secara seketika siantara alveoli dan darah
dengan cara difusi. Dalam cara difusi ini gas mengalir dari
tempat yang tinggi tekanan partialnya ke tempat lain yang
lebih rendah tekanan parsialnya.
2.2.1.3 Transportasi gas dalam darah
Transport : pengangkutan oksigen dan karbon dioksida oleh
darah. Oksigen ditrasportasi dalam darah: dalam sel-sel darah
merah; oksigen bergabung dengan hemoglobin utuk
membentuk oksihemoglobin, yang berwarna merah terang.
Dalam plasma: sebagian oksigen terlarut dalam plasma.
2.2.1.4 Pertukaran gas dalam jaringan
Metabolisme jaringan meliputi pertukaran oksigen dan
karbondioksida diantara darah dan jaringan.
2.2.2 Fisiologi sistem pernafasan menurut Manurung (2016) :
2.2.2.1 Pernafasan Paru-paru ( pernafasan Eksternal)
Merupakan pertukaran O2 dan CO2 yang terjadi pada paru-
paru. O2 diambil melalui hidung pada waktu bernafas dimana
O2 masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan
dengan darah dalam kapiler pulmonal, alveoli memisahkan
O2 dari darah. O2 menembus embran, diambil oleh sel darah
merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke
seluruh tubuh. CO2 yang merupakan hasil buangan
menembuh membran alveoli, dari kapiler darah dikeluarkan
melalui pipa bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung.
2.2.2.2 Pernafasan Jaringan (Pernafasan Internal)
Hemoglobin yang banyak mengandung O2 masuk ke dalam
jaringan tubuh dan pada akhirnya mencapai kapiler. Darah
mengeluarkan O2 ke dalam jaringan dan mengambil CO2
untuk di bawa ke paru-paru.
2.3 Mekanisme Pernapasan
Paru-paru dan dinding dada adalah sturtur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada, paru-
paru dengan mudah mengembang dadalam dinding dada. Tekanan pada
ruang antara paru-paru dan dinding dada dibawah tekanan atmossfer, paru-
paru teregang dan berkembang pada waktu bayi baru lahir. Pada waktu lahir
ekspirasi tenang kecenderungan recoil dinding dada diimbangi oleh
kecenderungan dinding dada untuk recoil kearah yang berlawanan. Paru-
paru dapat mengembang dan mengempis melalui dua cara, yaitu (1) dengan
cara gerakan diafragma untuk membesar dam memperkecil rongga dada,
serta (2) dengan depresi atau elevasi tulang iga untuk memperbesar dan
memperkecil diameter anterposterior rongga dada. Syafuddin (2016).
2.4 Konsep Penyakit Pneumothoraks
2.4.1 Definisi Pnemothoraks
Pnemothoraks merupakan suatu keadaan dimana terdapat akumulasi
udara ekstrapulmoner dalam rongga pleura, antara plura visceral dan
parenteral, yang dapat menyebabkan timbulnya kolaps paru. Pada
keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru
leluasa mengembang terhadap rongga dada. Nanda (2015).
Pnemothoraks adalah adanya udara dalam rongga pluera yang terjadi
ketika udara ditarik kedalam pleura dari paru yang mengalami laserasi
atau melalui lubang kecil dalam dinding dada. Pada dua kasus
tersebut, udara yang masuk rongga dada bersama dengan setiap
inspirasi akan terjebak disini, udara tidak dapat dikeluarkan melalui
jalan udara atau lubang kecil dalam dinding dada.Wahid & Suprapto
(2013).
Luka dada terbuka adalah satu di mana pneumothoraks (akumulasi
udara), hasil dari penetrasi rongga pleura. Kumagai (2013).
Pneumothoraks terjadi ketika pleura parietalis dan viseralis robek dan
ruang pleura terpapar oleh tekanan atmosfer positif. Normalnya,
tekanan di dalam ruang pleura adalah tekanan negatif atau
subatmosfer (dibawah tekanan atmosfer), tekanan negatif ini
diperlukan untuk mempertahankan pengembangan paru. Brunner &
Suddarth (2015).
Pneumothoraks adalah suatu keadaan dimana udara masuk ke area
pleural antara pleura visceral da parietal. Manurung (2016).
2.4.2 Klasifikasi
Klasifikasi pneumothoraks menurut Muttaqin (2012) dibagi menjadi:
a. Pnemothoraks terbuka
Terjadi akibat adanya hubungan terbuka rongga pleura dan
bronkhus dengan lingkungan luar.Sehingga tekanan intrapleura
sama dengan tekanan barometer (luar). Takanan intrapleura
disekitar nol (0) sesuai dengan gerakan pernapasan.
b. Pnemothoraks tertutup
Ronga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan dunia luar.
Udara yang dulunya ada di rongga pleura (tekanan positif) karena
reabsopsi dan tidak ada hubungannya lagi dengan dunia luar maka
tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru-paru
belum bisa berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura
yang tampak meskipun tekanannya sudah normal.
c. Pnemothoraks ventil
Merupakan Pnemothoraks yang mempunyai tekanan positif
berhubungan adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil.
Udara melalui bronkhus terus ke percabangannya dan menuju
kearah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi, udara masuk
kerongga pleura yang permulaannya masa negatif.
Klasifikasi menurut Nanda (2015) antara lain :
a. Pnemothoraks traumatik
1. Pnemothoraks iatroganik
Terjadi karena akibat komplikasi tindakan medis dan jenis ini
dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Pnemothoraks traumatik iatrogenik aksidental ini terjadi
akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi
tindakan tersebut, misalnya tindakan parasentesis dada,
biospy pleura, biospy transbronkial, biospy/aspirasi paru
perkutaneus.
2) Pnemothoraks traumatik iatrogenik artifical merupakan
Pnemothoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi
udara kedalam rongga pleura melalui jarum dengan suatu
alat maxwell box. Biasanya untuk terapi tuberkolusis
(sebelum era antibiotik), atau untuk menilai permukaan
paru.
b. Pnemothoraks spontan
Pnemothoraks spontan dibagi lagi menjadi primer (tanpa adanya
penyakit yang mendasari) dan sekunder (komplikasi dari penyakit
paru akut atau kronik).
Klasifikasi pneumothoraks menurut Elita dan iskandar (2014) dibagi
berasarkan penyebabnya:
a. Spontan (primer, sekunder, katamenial, dan neonatal)
b. Tauma (penetrasi, tumpul)
c. Latrogenik (ventilasi mekanik, torakosentesis, biiopsi paru,
katerisasi vena, pascabedah)
d. Lain-lain ( perforasi esofagus)
2.4.3 Etiologi
Infeksi saluran nafas, adanya rupture „bleb; pleura, taumatik, acute lung
injury dan penyakit imflamasi paru akut dan kronis. Nanda (2015)
Proses terjadinya pnemotorak menurut Muttaqin (2012) adalah sebagai
berikut:
a. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan
udara ke arah jaringan peribronkhovaskular. Apabila alveoli itu
melebar, tekanan dalam alveoli akan meningkat.
b. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial
adalah faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan.
c. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan
jaringan fibrosisi di peribronksovaskular ke arah hilus, masuk
mediastinum, dan menyebabkan Pnemothoraks.
Penyebab Pnemothoraks menurut Bilotta (2012) dibagi berdasarkan
klasifikasinya yaitu:
a. Pnemothoraks terbuka
1. Cedera tembus pada dada
2. Pembedahan dada
3. Biospi transbronkial dan biospi paru per kutan
4. Torasentesis
b. Pnemothoraks tertutup
1. Trauma tumpul pada dada
2. Fraktur iga
3. Fraktur klavikula
4. Ruptur bleb kongenital dan rupturbula emfisematosa
5. Barotrauma
6. Lesi tuberkular erosif atau lesi kanker
7. Penyakit paru interstisal
c. Tension Pnemothoraks
1. Luka tembus pada dada
2. Fungsi paru atau jalan napas akibat ventilasi tekanan positif
3. Ventilasi mekanis setelah cedera dada
4. Tekanan akhir ekspirasi positif yang tinggi, mengakibatkan
ruptur bleb alveoli
5. Oklusi atau malfungsi slang dada.
Penyebab pneumothoraks spontan menurut Manurung (2016)
adalah :
a. Ruptur kista alveolar subpleural
b. Emfisema
c. Trauma dada
d. Resusitasi kardio pulmonal
e. Bedah thoraks
f. Bedah abdomen atas
g. Thoracentesis
h. Ruptur trakheobronkhial
i. Patah tulang iga
2.4.4 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis dari klien dengan pnemotoraks menurut Nanda
(2015) meliputi:
2.4.4.1 Klien mengeluh mendadak nyeri dada pluritik akut yang
terlokalisasi pada paru yang sakit.
2.4.4.2 Nyeri dada pluritik biasanya disertai sesak napas, peningkatan
kerja pernapasan, dan dispnea.
2.4.4.3 Gerakan dinding dada mungkin tidak sama karena sisi yang
sakit tidak mengembang seperti sisi yang sehat.
2.4.4.4 Suara napas jauh atau tidak ada.
2.4.4.5 Perkusi dada menghasilkan suara hipersonan.
2.4.4.6 Takikardi sering terjadi menyertai tipe pnemotoraks
2.4.4.7 Hipoksemia
2.4.4.8 Ketakutan
2.4.4.9 Gawat napas
2.4.4.10 Peningkatan tekanan jalan napas puncak dan rerata,
penurunan komplian, dan auto-tekanan ekspirasi akhir positif
(auto-PEEP) pasa klien yang terpasang ventilasi mekanis.
2.4.4.11 Kolaps kardiovaskuler
Tanda dan gejala yang berhubungan dengan pneumothoraks menurut
Brunner & Suddarth (2015) bergantung pada luas dan penyebabnya :
a. Nyeri pleura dengan yang timbul secara tiba-tiba
b. Gawat nafas minimal
c. Kecemasan
d. Dispenea
e. Lapar udara
f. Pengunaan otot-otot pernapasan tambahan,
g. Sianosis sentral
h. Bunyi napas mungkin menurun
2.4.5 Patofisiologi
Udara terakumuasi dan memisahkan pleura viseral dan pleura parietal.
Tekanan negatif hilang, yang mempengaruhi daya rekoil elastis, paru
rekoil dan kolaps ke hilus. Pada pnemothoraks terbuka udara atmosfir
mengalir langsung ke rongga pleura yang mengakibatkan kolaps paru
pada area yang terkena. Pada Pnemothoraks tertutup, udara masuk ke
rongga pleura dari dalam paru, sehingga meningkatkan tekanan pleura
dan mencegah ekspansi paru.
Pada tensions Pnemothoraks udara dalam rongga pleura memiliki
tekanan lebih tinggi dari udara di paru. Udara masuk ke rongga pleura
melalui ruptur pleura hanya ketika inspirasi. Tekanan udara ini
menyababkan tekanan-tekanan barometik, menyebabkan atelektasis
kompresi. Peningkatan tekanan dapat menggeser jantung dan
pembuluh darah beserta menyebabkan pergeseran mediastinum.
Bilotta (2012).
Faktor predisposisi: trauma tembus ke pleura, trauma
tumpul pada dada, TB Paru, emfisema, kanker paru.
Kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura.
Robekan ini akan brhubungan dengan bronkus, pelebaran dari alveoli dan pecahnya
septa-septa alveoli yang kemudian membentuk suatu bulla pecah menembus pleura.
Adanya hubungan langsung antara rongga pleura dengan udara luar
Tekanan positif intra pleura
Gangguan ventilasi: pengembangan paru tidak optimal dan gangguan
difusi, distribusi dan transportasi oksigen.
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
Perubahan pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan.
Gangguan pemenuhan ADL.
Kecemasan
ketidaktahuan/pemenuhan
informasi
Nyeri
Kerusakan integritas
jaringan
Resiko tinggi infeksi
Resiko tinggi
trauma
Ketidakefektifan
pola napas Terpasang
bullow
drainase/WSD
Pneumothoraks ialah dalam keadaan normal, rongga pleura memiliki
tekana negatif. Tekanan negatif tersebut menyebabakan paru dapat
mengembang mengikuti pergerakan dinding dada pada saat inspirasi
dan mengempis sesuai dengan gaya lenting paru pada saat ekspirasi.
Apaila rongga pleura teris udara, maka tekanan negatif hilang
sehingga paru tidak dapat mengembang mengikuti dinding dada dan
cenderung mengecil(recoil) mengikuti gaya lenting yang sesuai
dengan sifat jaringan paru. Semakin luas pneumotoraks, semakin kecil
ukuran paru sehingga menurunkan kapasitas vital paru. Elita dan
Iskandar (2014).
2.4.6 Pathway
Arif Muttaqin (2008).
Edema trakeal/faringeal
peningkatan produksi
secret dan penurunan
kemampuan batukef
ektif.
Keluhan sistemik, mual,
intake
nutrisitidakadekuat,
malaise, kelemahan dan
keletihan fisik,
kecemasan,
ketidaktahuan akan
prognosis.
Respon nyeri,
adanya luka post
pemasangan WSD.
2.4.7 Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya Pnemothoraks menurut Biotta (2012) yaitu:
2.4.7.1 Pria
2.4.7.2 Merokok
2.4.7.3 Penyakit paru
2.4.7.4 Riwayat Pnemothoraks
2.4.8 Masalah Yang Lazim Muncul
Masalah yang lazim muncul meliputi:
2.4.8.1 Ketidakefektifan pola napas
2.4.8.2 Nyeri akut
2.4.8.3 Hambatan mobilitas
2.4.8.4 Kerusakan integritas
2.4.8.5 Resiko infeksi
Nanda (2015).
2.4.9 Komplikasi
Masalah yang lazim muncul meliputi:
2.4.9.1 Atelektasis
2.4.9.2 Pnemonitis
2.4.9.3 Kegagalan pernapasan
2.4.9.4 Tensionpnemothoraks
2.4.9.5 Pnemothoraks bilateral
2.4.9.6 Emfisema
Nanda (2013)
2.4.10 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan bergantung pada jenis pnemothoraks yang dialaminya,
derajat kolaps, berat ringannya gejala, penyakit dasar, dan penyulit
yang terjadi saat melaksanakan pengobatan yang meliputi tindakan
dekompresi seperti:
a. Menusukan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga
pleura.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil seperti
penggunaan pipa Water Seales Drainage (WSD), pengisapan
kontinu, dan pencabutan drain.
c. Tindakan bedah
d. Pengelupasan atau dekorisasi.
Muttaqin (2012)
Tujuan dari tindakan ini adalah untuk mengeluarkan udara dari ruang
pleura :
a. untuk pneumothoraks, slang dada berukuran kecil dimasukkan
pada interkosta kedua.
b. Antibiotik dapat diresepkan untuk mengatasi infeksi akibat
kontaminasi
c. Torakomi darurat dapat dilakukan di departeman gawat darurat
jika pasien diduga mengalami cedera kardiovaskular akibat
trauma dada atau taruma tusuk.
d. Pasien yang berisiko mengalami pneumothoraks tekanan harus
segera diberikan terapi oksigen konsentrasi tinggi untuk
mengatasi hipoksemia, dan oksimetri nadi harus dipasang untuk
memantau saturasi oksigen pasien.
Brunner & suddrarth (2015)
2.4.11 Penatalaksanaan Keperawatan
a. dukung upaya deteksi dini melalui pengkajian dan identifikasi
populasi risiko tinggi; laporkan gejala-gejala yang ditemukan.
b. Bantu pemasangan selang dada; pertahankan drainase dada atau
sekat air
c. Pantau status pernapasan dan pengembangan paru, dan intervensi
dilakukan bersama-sama dengan profesional kesehatan lain.
d. Berikan informasi dan dukungan emosional kepada pasien dan
keluarga.
Brunner & suddrarth (2015)
2.5 Proses Asuhan Keperawatan
2.5.1 Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Pernapasan dengan
Pnemothoraks
2.5.1.1 Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesa
Anamnesa pneumothoraks menurut muttaqin (2012) :
1) Riwayat penyakit saat ini
Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa
berat pada dada, dan keluhan sulit bernapas serta nyeri
dada. Seringkali sesak napas datang mendadak, dan
semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang
sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada
gerakan pernapasan. Selanjutnya dikaji apakah ada
riwayat trauma yang mengenai organ rongga dada
seperti peluru yang menembus dada dan paru, ledakan
yang menyebabkan tekanan dalam paru meningkat,
kecelakaan lalulintas biasanya menyebabkan trauma
tumpul didada atau tusukan benda tajam langsung
menembus pleura.
2) Riwayat penyakit terdahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita
penyakit paru seperti TB paru, pneumonia atau PPOM
(penyakit paru obstruksi menahun) dimana sering ter-
jadi pada pneumothoraks spontan.
3) Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga klien
yang menderita penyakit-penyakit yang mungkin dapat
menyebabkan pneumothoraks seperti kanker paru, TB
paru, PPOM dan lain-lain yang berhubungan dengan
penyebab pneumothoraks.
4) Pengkajian psikososial
Pengkajian psikososial meliputi perasaan klien terhadap
penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya setara
bagaimana perilaku klien pada tindakan yang dilakukan
terhadap dirinya.
Anamnesa pneumothoraks menurut Tanto (2014) :
1) Pneumothoraks spontan biasanya muncul saat istirahat
2) Tanyakan dan periksa faktor resiko: perokok, usia 18-
40 tahun, bertubuh tinggi dan kurus, atau kehamilan.
3) Riwayat penyakit paru, baik akut maupun kronis.
Tanyakan juga mengenai trauma, jenis trauma,
mekanisme, waktu terjadi, dan sebagainya.
4) Tanyakan riwayat pneumothoraks sebelumnya untuk
kemungkinan rekurensi
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pneumothoraks menurut berbagai
sumber :
1) Pernapasan atau respirasi pemeriksaan fisik pada klien
dengan pneumothoraks merupakan pemeriksaan fokus
yang terdiri atas inspeksi,palpasi, perkusi, dan
auskultasi.
a) Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta
penggunaan otot bantu pernapasan. Pernapasan
ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada
tertinggal pada dada yang tertinggal pada dada sisi
yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris
(cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk
yang produktif dengan sputum yang purulen.
Trakhea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
Muttaqin (2012).
Pemeriksaan dada dimulai dari thoraks posterior,
klien pada posisi duduk. Dada diobservasi dengan
membandingkan satu ssi dengan sisi lainya.
Tindakan dilakkukan dari atas (apeks) sampai ke
bawah. Inspeksi thoraks posterior, meliputi warna
kulit dan kondisinya, skerlesi, dan lordosis. Catat
jumlah, irama, kedalaman pernafasan, dan
kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan
pergerakan atau tidak adekuatnya ekspansi dada
mengidentifikasikan pennyakit pada paru atau
pleura Wahid & Suprapto (2013).
b) Palpasi
Taktil fermitus menurun pada sisi yang sakit.
Disamping itu, pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada
yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga
bisa saja normal atau melebar. Muttaqin (2012).
Dilakukan untuk mengkaji kesimetriasan
pergerakan dada dan mengobservasi abnormalitas,
mengidentifikasi keadaa kulit dan membantu
vocal/tactil premitus (vibrasi). Palpasi thorak untuk
mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi
seperti massa, lesi, bengkak. Kaji kelembutan kulit,
terutama jika klien mengeluh nyeri. Vocal
premitus, yaitu getaran dinding dada yanng
dihasilkan ketika berbicara. Wahid & Suprapto
(2013).
c) Perkusi
Suara ketok pada sisi yang sakit, hipersonor
sampaitimpani, dan tidak bergetar. Batas jantung
terdorong ke arah thoraks yang sehat, apabila
tekanan intrapleura tinggi. Muttaqin (2012).
Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji
resonasi pilmoner, organ yang ada di sekitarnya
dan pengembangan (ekskursi) diafragma. Wahid &
Suprapto (2013).
d) Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi
yang sakit. Pada posisi duduk, semakin ke atas
letak cairan maka akan semakin tipis, sehingga
suara napas terdengar amforis, bila ada fistel
bronkhopleura yang cukup besar pada
pnemothoraks terbuka. Muttaqin (2012).
Merupakan pengkajian yang sangat bermakna,
mencakup mendengarkan bunyi nafas normal,
bunyi nafas tambahan (abnormal) dan suara.
Wahid & Suprapto (2013).
2) Kardiovaskuler atau Sirkulasi
Perawat perlu memonitor dampak Pnemothoraks pada
status kardiovaskular yang meliputi keadaan
hemodinamika seperti nadi, tekanan darah, dan
pengisian kapiler darah.
3) Persyarafan atau Neurologik
Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Selain itu,
diperlukan juga pemeriksaan GCS. Apakah compos
mentis, samnolen, atau koma.
4) Perkemihan Eliminasi atau Genitourinaria
Pengukuran volume output urin berhubungan dengan
intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor
adanya oliguria. Oliguria merupakan tanda awal dari
syok.
5) Pencernaan Eliminasi atau Gastrointestinal
Akibat adanya sesak napas, klien biasanya mengalami
mual muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan
berat badan.
6) Tulang Otot Integumen
Pada trauma dirusuk dada, sering didapatkan adanya
kerusakan otot dan jaringan lunak dada sehingga
meningkatkan risiko infeksi.
Muttaqin (2012).
Pemeriksaan fisik menurut Priharjo (2012).
a) Kulit
Mengetahui kondisi kulit, warna kulit, kebersihan,
integritas kulit, jarinngan parut, lesi, suhu kulit, tekstur,
turgor, dan setiap ketidakabnormalan.
b) Kepala dan leher
Warna dan distribusi rambut, keadaan rambut, kulit
kepala, massa, pembengkakan, nyeri tekan, gerakan
leher,warna kulit pada leher, kelenjar limfe, kelenjar
tiroid, adanya pelebaran vena jugularis dan kelainan
lainnya.
c) Penglihatan dan mata
Bola mata, kelopak mata, bulu mata, kulit, konjungtiva
dan skelera, reaksi pupil terhadap cahaya, gerakan mata,
nyeri tekan pada bola mata, dan kelainan lainya.
d) Penciuman dan hidung
bentuk dan fungsi hidung, keadaan kulit, kesimetrisan
lubang hidung, sekret, pembengkakan pada kulit hidung,
pembengkakan dan kepatenan jalan napas,
e) Pendengaran dan telinga
Bentuk, warna, lesi dan massa. Fungsi telinga, dan
penngunaan alat pendengaran.
f) Mulut dan gigi
Bibir, gigi, dan gusi. Kebersihan mulut, lidah, gangguan
menelan adanya radang pada tenggorokan.
g) Dada, pernapasan, jantung dan sirkulasi
Ekspansi dinding dada, kesmetrisan dada, taktol
premitus, perkusi dan askultasi pernapasan. Letak ictus
cordis, pulsasi pada dinding thoraks perkusi batas-batas
jantung, auskultasi suara suara jantung 1 dan 2. CRT,
warna ujung-jung jari, bibir, dan adanya nyeri dada.
h) Abdomen
Bentuk abdomen secara umum, warna kulit abdomen,
penonjolan serta ketidaksimetrisan, luka/insis, suara
peristaltik usus per menit, asites, turgor kulit pada
daerah perut, adanya nyeri tekan, massa.
i) Genentalia dan reproduksi
Inspeksi rambut pubil bersih atau tidak, lesi, benjolan,
adanya penyumbatan pada lubang uretra, adanya nyeri
tekan,cairan atau kelainan lain.
j) Ekstrimitas atas dan bawah
Rentang gerak, kekuatan otot, kemampuan mobilitasasi,
adanya trauma pada kak/tangan, insersi infus,
keterbatasan gerak,deformitas, fraktur, pittimg edema.
c. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan radiologi, gambaran radiologis pnemothoraks
akan tampak hitam, rata, dan paru-paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang
paru yang kolaps tidak membentuk garis, tetapi berbentuk
globuler yang sesuai dengan lobus paru. Adakalanya paru
mengalami kolaps tersebut, hanya tampak seperi massa
yang berada didaerah hilus. Perlu diamati ada tidaknya
pendorongan. Apabila ada pendorongan jantung atau
trakhea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah
terjadi Pnemothoraks ventil dengan tekanan intrapleura
yang tinggi. Muttaqin (2012).
Pemeriksaan penunjang menurut Manurung (2016), yaitu :
a. Photo thoraks
b. Spirometri
c. Lanoratorium
d. AGDA
2.5.1.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Nanda (2015) :
a. ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan
ekspansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi
udara/cairan.
b. nyeri akut berhubbungan dengan trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekunder
c. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma
mekanik terpasang bullow drainage
d. resiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya
organisme sekunder terhadap trauma.
2.5.1.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan menurut Muttaqin (2012) meliputi:
a. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan
dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
Tujuan dan keriteria hasil: setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan pola napas kembali efektif, tidak
terjadi komplikasi seperti syok, gagal napas, hipoksia.
Intervensi keperawatan meliputi:
1) Mengidentifikasi etiologi/faktor pencetus. Contoh
kolaps spontan, trauma, keganasan, infeksi, komplikasi
ventilasi mekanik.
Rasional :pemahaman penyebab kolaps paru perlu
untuk pemasangan selang dada yang tepat dan memilih
tindakan terapeutik lain.
2) Mengkaji fungsi pernapasan, catat
kecepatan/pernapasan serak, dispnea, keluhan “lapar
udara” terjadinya sianosis, perubahan tanda vital.
Rasional :distres pernapasan dan perubahan pada tanda
vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisologi dan nyeri
atau dapat menunjukan terjadinya syok sehubungan
dengan hipoksia/perdarahan.
3) Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan
ventilasi mekanik. Catat perubahan tekanan
udara.Rasional: kesulitan bernapas “dengan” ventilator
dan/atau peningkatan tingkatan jalan napas diduga
memburuknya kondisi/terjadinya komplikasi (mis,
ruptur spontan dari bleb, terjadinya pneumotorak).
4) Auskultasi bunyi napas.
Rasional: bunyi napas dapat menurun atau tak ada pada
lobus, segmen paru, atau seluruh area paru (unilateral).
Area atelektasis tak ada bunyi napas, dan sebagian area
kolaps menurun bunyinya. Evaluasi juga dilakukan
untuk area yang baik pertukaran gasnya dan
memberikan data evaluasi perbaikan pneumotorak.
5) Catat pengembangan dada dan posisi trakea.
Rasional: pengembangan dada sama dengan ekspansi
paru. Deviasi trakea dari area sisi yang sakit pada
tegangan pneumotorak.
6) Kaji fremitus.
Rasional: suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun
pada jaringan yang tersisi cairan/konsolidasi.
7) Kaji klien adanya area nyeri tekan bila batuk, napas
dalam.
Rasional: sokong terhadap dada dan otot dan abdominal
membuat batuk lebih efektif/mengurangi trauma
8) Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional:meningkatkan inspirasi maksimal,
meningkatkan ekspansi paru dan ventalitas pada sisi
yang tak sakit
b. Resiko tinggi terjadi infeksi yang berhubungan dengan
adanya port de entre (lubang) akibat luka penusukan
tindakan WSD.Tujuan dan keriteria hasil: setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko tinggi
tidak terjadi, tidak ada tanda-tanda radang, tidak ada
tanda-tanda infeksi. Intervensi keperawatan meliputi:
1) Kaji warna kulit atau suhu dan pengisian kapiler pada
area pemasangan WSD dan tandur kulit
Rasional:merupakan tanda dan gejala infeksi sekunder
yang harus dicegah dengan memonitor tanda dan
gejala tersebut.
2) Tetap pada dasilitas kontrol infeksi (sterillisasi dan
prosedur antiseptik)
Rasional: tindakan sesuai dengan prosedur dan sesuai
dengan prinsip steril dapat mencegah terjadinya
infeksi sekaligus mengurangi resiko.
3) Ulangi studi laboratorium untuk mengetahui
kemungkinan terjadinya infeksi sistemik.
Rasional: leukosit tinggi menunjukan adanya infeksi,
sehingga memerlukan intervensi lebih lanjut dengan
bantuan tim medis lain.
4) Ganti balutan setiap hari.
Rasional: mencegah terjadinya infeksi sekunder dan
memberikan kenyamanan pada klien dengan
digantinya balutan.
5) Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian
antibiotik sesuai petunjuk.
Rasional: antibiotik dapat membunuh mikroorganisme
yang menyebabkan infeksi.
c. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan
adanya luka pasca pemasangan WSD. Tujuan dan
keriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan gangguan integritas kulit dapat teratasi, tidak
terjadi perluasan kerusakan jaringan, tidak terjadi iritasi
lain.Intervensi keperawatan meliputi:
1) Monitor tanda-tanda vital
Rasional: mengidentifikasi secara dini adanya
takikardi yang mungkin indikatif dari terjadinya
infeksi.
2) Waspadai faktor resiko lanjut
Rasional: ini mempengaruhi pemulihan luka dan
tahanan pada infeksi
3) Tutup luka dengan balutan steril.
Rasional: mencegah terjadinya infeksi sekunder dan
mempertahankan luka dengan sifat luka itu sendiri
(kering/basah)
4) Kaji faktor resiko perluasan integritas kulit
Rasional: faktor resiko perluasan akan mencegah
terjadinya perluasan kerusakan yang dapat dicegah
secara dini.
d. Nyeri akut berhbungan dengan agen cidera fisik
Tujuan dan kriteria hasil tindakan keperawatan selama 1
jam Nyeri hilang, Klien tampak rileks, Skala nyeri
berkurang hingga hilang (1-0), Nyeri tidak hilang timbul
lagi, TTV dalam batas normal dan Klien mampu
mengatasi nyeri.
1) Kaji karakteristik nyeri
Rasional : menentukan intervensi selanjutnya
2) Observasi respon terhadap nyeri
Rasional : Mengetahui perkembangan kondisi klien
3) Pantau keadaan WSD yang menyebabkan nyeri
hilang.
Rasional : Keadaan WSD yang bersih dan baik dapat
mencegah infeksi dan nyeri
4) Ajarkan klien teknik relaksasi napas dalam
Rasional : Mengurangi ketegangan dan membuat
klien menjadi lebih rileks
5) Berikan kompres hangat pada daerah yang terasa
nyeri
Rasonal : Kompres hangat akan menyebabkan
vasodilatasi dapat mnyebabkan penguapan dan
mengurangi rasa nyeri dan membuat klien menjadi
merasa nyaman
6) Kolaborasi medis pemberian obat analgetik
Rasional : Obat analgetik dapat mengurangi nyeri.
Recommended