View
58
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN LAHAN MANGROVE
DI KELURAHAN KAMAL MUARA DAN KELURAHAN
KAPUK MUARA TAHUN 2004-2014
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelas Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Khoirunnisa
NIM: 1112015000117
KONSENTRASI GEOGRAFI
PROGRAM STUDI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
i
ABSTRAK
Khoirunnisa (1112015000117). Analisis Spasial Perubahan Lahan Mangrove Di
Kelurahan Kamal Muara Dan Kelurahan Kapuk Muara Tahun 2004-2014.
Skripsi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi Geografi
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatillah Jakarta.
Penelitian ini mengenai perubahan lahan mangrove di kelurahan Kamal
Muara dan kelurahan Kapuk Muara. Penelitian ini dilakukan di mangrove Kelurahan
Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk Muara. Metode penelitian yang digunakan
adalah deskriptif kuantitatif, penelitian ini menggunakan aplikasi penginderaan jauh.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini Ground Check lapangan dan observasi.
Sumber data penelitian ini menggunakan data primer dari hasil pengolahan citra
tahun 2004, 2009 dan 2014 dan data sekunder dari data penggunaan lahan.
Berdasarkan hasil penelitian Kondisi sosial masyarakat sekitar lahan mangrove
adalah berjenis kelamin laki-laki dan perempuan dan lebih banyak berjenis kelamin
Laki-laki. Usia dominan di Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk Muara
adalah usia 5-11 tahun. Masyarakat di Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk
Muara berasal dari Jakarta Utara dan Makasar, Sulawesi. Tempat tinggal masyarakat
di Kelurahan Kamal Muara berada dipinggir laut dan tempat tinggal masyarakat di
Kelurahan Kapuk Muara banyak didirikan pabrik. Pekerjaan masyarakat diKelurahan
Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk Muara terdiri dari: Ibu rumah tangga, pedagang,
nelayan dan buruh pabrik. Masyarakat di Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan
Kapuk Muara rata-rata Pendidikan terakhrnya SMA.
Luas lahan mangrove mengalami peningkatan pada tahun 2004-2009 di
Kelurahan Kamal Muara dengan penambahan 3.511 ha dan peningkatan luasan lahan
mangrove pada tahun 2004-2009 di Kelurahan Kapuk Muara sebesar 6.067 ha, dan
luas lahan mangrove mengalami penurunan pada tahun 2009-2014 di Kelurahan
Kamal Muara sebesar 731 ha dan di Kelurahan Kapuk Muara sebesar 2 ha. Terjadi
perubahan luasan mangrove selama 10 tahun yang dihitung dari tahun 2004-2014
dengan penambahan di Kelurahan Kamal Muara sebesar 2.780 dan penambahan di
Kelurahan Kapuk Muara sebesar 6.065.
Kata Kunci: Analisis Spasial, Perubahan Lahan Mangrove, Mangrove.
ii
ABSTRACT
Khoirunnisa (1112015000117). Spatial Analysis of Mangrove Land Changes in
Kamal Muara Village and Kapuk Muara Village 2004-2014. Thesis, Department of
Social Sciences Education, Geography Study Program, Faculty of Tarbiyah and
Teacher Training, Syarif Hidayatillah State Islamic University, Jakarta.
This research is about the change of mangrove land in the Kamal Muara
village and Kapuk Muara village. This research was conducted in the mangrove of
Kamal Muara Village and Kapuk Muara Village. The research method used is
descriptive quantitative, this study uses remote sensing applications. The sample used
in this study was Ground Check field and observation. The data source of this study
uses primary data from the results of image processing in 2004, 2009 and 2014 and
secondary data from land use data. Based on the results of the research, the social
conditions of the communities around the mangrove land are male and female, and
are more male sex. The dominant age in Kamal Muara and Kapuk Muara Villages is
5-11 years old. Communities in Kamal Muara and Kapuk Muara Villages are from
North Jakarta and Makassar, Sulawesi. The residence of the community in Kamal
Muara Village is located on the edge of the sea and where people live in the Kapuk
Muara Village, many factories are established. The work of the community in
Kelurahan Kamal Muara and Kapuk Muara Village consists of: Housewives, traders,
fishermen and factory workers. Communities in Kamal Muara Village and Kapuk
Muara Village, on average, have high school education.
Mangrove land area has increased in 2004-2009 in Kamal Muara Village
with the addition of 3,511 ha and an increase in mangrove area in 2004-2009 in the
Kapuk Muara Sub-District of 6,067 ha, and mangrove land area has decreased in
2009-2014 in Kamal Village The estuary is 731 ha and in the Kapuk Muara Village is
2 ha. There was a change in mangrove area for 10 years which was calculated from
2004-2014 with additions in the Kamal Muara Village amounting to 2,780 and
additions in the Kapuk Muara Village amounting to 6,065.
Keywords: Spatial Analysis, Mangrove Land Change, Mangrove.
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kepada Allah SWT pencipta semesta alam. Shalawat serta salam
semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, beserta
sahabat dan keluarga. Dengan izin Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan judul “Analisis Spasial Deforestasi Mangrove Di Kelurahan Kamal Muara
Dan Kelurahan Kapuk Muara Tahun 2004-2014”
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat yang diterapkan dalam
rangka mengakhiri studi pada jenjang Strata Satu (S1) Fakultas IlMU Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selanjutnya, penulis
menyadari bahwa kehadiran skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Pada
kesempatan ini, perkenankan penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan
skripsi ini. Ucapan terimakasih yang tidak terhingga layak penulis sampaikan kepada:
1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullaah Jakarta, yaitu Ibu Prof. Dr.
Hj. Amany Burhanuddin Lubis, Lc, M.A.
2. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universita Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, yaitu ibu Dr. Sururin, M.Ag.
3. Ketua Program Studi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, yaitu Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd.
4. Sekretaris Program Studi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yaitu Bapak Andri Noor Ardiansyah, M.Si.
5. Ibu Jakiatin Nisa, M.Pd selaku dosen Pembimbing Akademik
6. Bapak Dr. Sodikin, S,Pd, M.Si dan Ibu Zaharah, M.Ed yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi arahan serta nasehat kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
iv
7. Seluruh Dosen Pendidikan IPS yang selama ini selalu dengan sabar memberikan
pengetahuan kepada penulis selama penulis mengambil studi di Jurusan
Pendidikan IPS
8. Kedua orang Tua penulis yaitu Bapak Ahmad Burdaih dan Ibu Sri Lestari yang
yang telah membesarkan saya dengan penuh kasih sayang dan selalu mendoakan
saya tiada henti dan selalu memberikan motivasi kepada penulis dalam menjalani
studi
9. Suami tercinta Bagus Mulyo Handoko dan anak tersayang Muhammad Ahza Al
Asytar yang selalu memberikan semangat, menemani dan mendoakan penulis
tanpa henti untuk berjuang menyelesaikan studi
10. Seluruh teman-teman Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial angkatan 2012
khususnya konsentraasi geografi yang selalu memberikan semangat serta
keceriaan yang mengisi hari-hari penulis selama berkuliah di Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta
Trimakasih atas do‟a, bantuan dan semangat yang sangat berharga, Penulis
tidak dapat membalas kebaikan semua pihak terlibat, semoga Allah SWT membalas
kebaikannya. Aamiin. Aamiin Ya Robbal „alamiin.
Penulis juga menyadari bahwa masih terdapat beberapa kekurangan dan
kesalahan dalam penyusunan skripsi ini sehingga dengan segala kerendahan hati
maka saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca sangat penulis
harapkan.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Jakarta, 11 Februari 2019
Penulis,
Khoirunnisa
v
DAFTAR ISI
JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
LEMBAR PERYATAAN UJI REFERENSI
LEMBAR PERYATAAN KARYA ILMIAH
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
DAFRAT TABEL .................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah .................................................................................... 6
D. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6
E. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 6
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori ................................................................................................. 8
1. Analisis Spasial ....................................................................................... 8
vi
2. Perubahan Luasan Lahan Mangrove ..................................................... 10
3. Penginderaan Jauh ................................................................................. 12
4. Mangrove ............................................................................................... 13
5. Kondisi Sosial Masyarakat .................................................................... 24
6. Kondisi Fisik Mangrove ........................................................................ 25
B. Hasil Penelitian yang Relevan ................................................................... 26
C. Kerangka Berfikir....................................................................................... 29
BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 32
1. Lokasi Penelitian ................................................................................... 32
2. Waktu Penelitian ................................................................................... 33
B. Metode Penelitian....................................................................................... 33
C. Jenis dan Sumber Data ............................................................................... 34
1. Data Primer ............................................................................................ 34
2. Data Sekunder ....................................................................................... 35
D. Alat dan Bahan Penelitian .......................................................................... 35
E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 36
1. Observasi dan Ground Check Lapangan ............................................... 34
2. Wawancara ............................................................................................ 36
3. Dokumentasi .......................................................................................... 37
F. Teknik Pengumpulan Data Penginderaan Jauh .......................................... 38
G. Teknik Analisis Data Penginderaan Jauh ................................................... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daaerah Penelitian ........................................................ 42
1. Kondisi Sosial ........................................................................................ 42
2. Kondisi Fisik ......................................................................................... 43
vii
3. Kondisi Geografis .................................................................................. 46
B. Hasil Penelitian .......................................................................................... 47
1. Kondisi Sosial Masyarakat Sekitar Lahan Mangrove ........................... 47
2. Gambar Perubahan Luasan Lahan ........................................................ 47
3. Perubahan Luasan Mangrove di Kelurahan Kamal Muara dan
Kelurahan Kapuk Muara ....................................................................... 51
4. Perubahan Luasan Mangrove tahun 2004-2014 .................................... 53
5. Analisis Kerapatan Vegetasi Berdasarkan Nilai NDVI ......................... 55
C. Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................................... 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................................. 64
B. Saran ........................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan atau sering disebut dengan lingkungan hidup adalah
jumlah semua benda yang hidup dan mati serta seluruh kondisi yang ada
dalam ruang yang kita tempati. Adapun berdasarkan UU No. 32 tahun
2009, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Menurut Undang-
Undang RI Nomor 4 Tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok
pengelolaan lingkungan hidup, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992
tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga
sejahtera, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan
lingkungan hidup, menyatakan bahwa lingkungan hidup merupakan
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT dalam firmannya:
Artinya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah
(Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut
(tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya
rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS: Al-
A'raf Ayat: 56)
Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah melarang manusia agar tidak
membuat kerusakan di permukaan bumi. Luas hutan mangrove Indonesia
2
tahun 1999 mencapai 8,2 juta hektare dengan rincian 2,5 juta hektare
dalam kondisi baik dan 6,7 juta hektare dalam kondisi rusak. Angka
tersebut berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (Dirjen
RLPS). FAO (Food and Agriculture Organization) di tahun 2007
menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara terbesar yang memiliki
hutan mangrove, dengan luas sekitar 3 juta hektare atau 19% dari luasan
hutan mangrove di dunia.
Indonesia merupakan tempat habitat mangrove terluas di dunia yaitu
sekitar 18-23% luas mangrove dunia, melebihi Brazil 1,3 juta hektar,
Nigeria 1,1 juta hektar dan Australia 0,97 juta hektar. Di Indonesia
perkiraan luas mangrove sangat beragam. Luas mangrove di Indonesia
sebesar 2,5 juta hektar. Umumnya mangrove dapat ditemukan di seluruh
kepulauan Indonesia. Mangrove terluas terdapat di Irian Jaya 1.350.600 ha
(38%), Kalimantan 9978.200 ha (28%) dan Sumatera 673.300 ha (19%), di
daerah-daerah ini dan juga daerah lainnya, mangrove tumbuh dan
berkembang dengan baik di pantai yang memiliki sungai yang besar dan
terlindung. Walaupun mangrove dapat tumbuh di sistem lingkungan lain di
daerah pesisir, perkembangan yang paling pesat tercatat di daerah tersebut.
Sejauh ini Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis tumbuhan mangrove,
meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba
tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis
(diantaranya 33 jenis pohon dan beberapa jenis perdu) ditemukan sebagai
mangrove dan dikenal sebagai jenis mangrove ikutan (associate
associate).
Hutan mangrove dibeberapa wilayah Indonesia telah mengalami
degradasi secara sistematis dari tahun ke tahun akibat banyaknya
kepentingan manusia. Degradasi hutan mangrove rata-rata mencapai 14%
3
pertahun.1 Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat
mengenai fungsi mangrove jangka Panjang. Luas kawasan mangrove di
pesisir Jakarta tahun 1960 adalah 1.334,62 hektar, dan terjadi penurunana
luas hutan mangrove pada tahun 2002 luas hutan menjadi 232,81 hektar
atau dalam kurun waktu 42 tahun terjadi penurunan areal mangrove
mencapai 1.102 hektar atau sekitar 80% yang menempati pantai utara
Jakarta sepanjang 32 km dan Kepulauan Seribu.2.
Kamal Muara dan Kapuk Muara merupakan dua kelurahan yang
terletak dibagian barat Kotamadya Jakarta Utara. Di wilayah tersebut
terdapat Kawasan Konservasi mangrove yang tersisa di Jakarta. Menurut
keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan, kawasan hutan dan
perairan di wilayah provinsi DKI Jakarta terdiri atas Hutan Lindung Angke
Kapuk (08/KPPS/VII-4/94) seluas 44,76 ha, Suaka Margasatwa Muara
Angke (097/Kpts-II/98) seluas 25,02 ha dan Taman Wisata Alam
(667/Kpts/II/1995) seluas 99,82 ha. Meskipun sudah ditetapkan, peran
serta masyarakat juga diperlukan dalam membantu kembalinya kelestarian
mangrove di wilayah Kelurahan Kamal Muara dan Kapuk Muara.
Pembangunan pemukiman di area sekitar mangrove menjadi salah satu
penghambat kelestarian mangrove, karena dapat mengganggu kondisi
ekologi lingkungan mangrove yang menghendaki syarat-syarat tertentu
seperti kadar garam, pasang surut air laut dan pelumpuran. Kemunduran
hilangnya ekosistem mangrove secara keseluruhan berdampak hilangnya
fungsi hutan mangrove baik terhadap kondisi biologi dan sebagainya.
Secara langsung pengaruh negative terhadap hutan mangrove saat ini
adalah luas dan penyebarannya sangat terbatas.3
1 Marcello, Hansel, Perbahan Mangrove Di Wilayah Pesisir Indamayu, (Depok: Skripsi Jurusan
Geografi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012) 2
Pramudji, Informasi Kawasan Hutan Mangrove Di Pesisir Jakaarta, (Jakarta: Kajian
Perubahan Ekologis Perairan Teluk Jakarta LIPI, 2008), h.59. 3Alikardo S.Hadi, Dampak Reklamasi Teluk Jakarta Pada Ekosistem Mangrove, (Bogor:
Skripsi Jurusan Konsentrasi Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan IPB, 1996)
4
Dampak positif dari perubahan luas mangrove menyediakan berbagai
jenis produk dan jasa lingkungan yang penting dan signifikan bagi mata
pencaharian, kehidupan dan perlindungan bagi jutaan manusia yang
tinggal di daerah pesisir. Mangrove merupakan tempat perbenihan ikan,
udang, kepiting dan habitat berbagai satwa seperti burung, bekantan.
Dampak positifnya juga mangrove juga dapat menghasilkan berbagai
produk kayu dan nonkayu. Dampak positifnya juga dapat menigkatkan
perekonomian bagi masyarakat yang tinggal dikawasan sekitar mangrove
dengan dijadikan tempat wisata, habitat untuk jenis hewan dan tumbuhan
pesisir, menjaga kualitas air, menyediakan sumber kayu, makanan, dan
obat-obatan, serta yang tidak kalah pentingnya adalah fungsi perlindungan
terhadap ancaman bencana alam seperti angin topan, abrasi, badai, dan
tsunami.
Kehilangan dan kerusakan hutan mangrove telah menyebabkan
berbagai dampak negatif ekologi, ekonomi dan sosial. Mangrove yang
baik terbukti melindungi pesisir pantai, termasuk manusia yang
menghuninya dari hempasan tsunami dan angin badai. Kerusakan dan
kehilangan hutan mangrove sangat merugikan baik secara ekologis
maupun sosial-ekonomi. Hal ini terbukti secara ilmiah pada saat terjadi
tsunami dahsyat 26 Desember 2004 di Aceh dan Sumatera bagian utara.
Fenomena ini sudah lebih dari cukup menjadi bukti betapa penting
kawasan mangrove di pesisir.4 Hutan mangrove juga merupakan habitat
penting bagi ikan, udang, kepiting, burung air, dan mamalia laut.
Mangrove tercatat sebagai ekosistem terproduktif dari ekosistem daratan
manapun di dunia. Mangrove merupakan awal dari rantai makanan di
pesisir pantai. Sebagian besar kerusakan mangrove tidak hanya disebabkan
oleh alam tetapi juga oleh aktivitas manusia. Komunitas mangrove
menjadi hilang kerena habitatnya dimanfaatkan menjadi fungsi lain.
4 Onrizal, and Mansor M 2018 IOP Conference Series: Earth and Environmental Science,. H.
126
5
Pengembangan hutan mangrove seharusnya merupakan salah satu upaya
penguatan fungsi ekologi dan ekosistem. Pengembangan perikanan
budidaya sebiknya diarahkan kepada daerah hutan mangrove yang
bertujuan untuk melestarikan ekosistem seperti plankton dapat
meningkatkan produksi ikan.5
Sejak berkembangnya ilmu pengetahuan mengenai Geography
Informasion System (SIG) atau pengindraan jauh pemantauan terhadap
hutan mangrove menjadi lebih mudah. Teknologi penginderaan jauh
berkembang dalam dua periode, yaitu sebelum 1972, dimana foto udara
merupakan intinya, dan setelah tahun 1972 dimana citra satelit sudah
mulai berkembang. Perkembangan lebih lanjut yang masih berjalan sampai
saat ini adalah citra radar, dimana sumber energinya bersfat aktif sehingga
dapat dioperasikan pada siang dan malam hari sehingga sampai sekarang
pemanfaatan citra satelit masih terus berkembang. 6 Teknik penginderaan
jauh sudah menjadi sesuatu yang umum bagi masyarakat khususnya yang
berkecimpung dalam dunia pemetaan sumber daya. Penginderaan jauh
sendiri adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu
objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan
suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena
yang dikaji. Walaupun telah berkembang lebih dari dua decade tapi
perkembangan penginderaan jauh di Indonesia belum memuaskan.7
Berasarkan latar belakang, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul: “Analisis Spasial Perubahan Lahan Mangrove di
Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk Muara Tahun 2004-
2014”.
5Marcello Hansel, Perubahan Mangrove Di Wilayah Pesisir Indramayu, (Depok: Skripsi
Jurusan Geografi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012) 6 Ibid.
7 Ibid.
6
B. Identifikasi Masalah
Setelah paparan yang didapat dari latar belakang masalah, masalah
yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Berkurangnya daerah tempat tumbuh dan berkembangnya vegetasi
mangrove.
2. Dampak negatif perubahan luas mangrove yang terus terjadi pada
masyarakat di Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk Muara.
C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini hanya membahas tentang perubahan luas mangrove
yang terjadi di Kamal Muara dan Kapuk Muara.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan sebelumya masalah
yang di bahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi sosial masyarakat sekitar lahan mangrove di
Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk Muara?
2. Bagaimana perubahan luas mangrove yang terjadi di wilayah Kelurahan
Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk Muara dari tahun 2004 hingga
2014?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan uraian yang telah dikemukakan penelitian ini di buat
dengan maksud dan tujuan:
1. Mengetahui kondisi sosial masyarakat sekitar lahan mangrove di
Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk Muara.
2. Mengetahui perubahan luas lahan mangrove yang terjadi di wilayah
Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk Muara dari tahun 2004
hingga 2014.
F. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai
berikut
7
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan informasi untuk melihat kondisi masyarakat sekitar
lahan mangrove di Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk
Muara.
b. Memberikan informasi untuk melihat perubahan luas mangrove yang
terjadi di Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk Muara.
c. Sebagai bahan masukan bagi para mahasiswa dan guru dalam
melaksanakan pembelajaran IPS terpadu khususnya kajian Geografi
pada kelas VII SMP dan Geografi pada kelas X SMA
2. Manfaat Praktis
a. Dapat dijadikan sumber wawasan baru yang diharapkan dapat
dengan mudah mengetahui kondisi masyarakat Kelurahan Kamal
Muara dan Kelurahan Kapuk Muara dan kedepannya masyarakat
dapat ikut membantu melestarikan lingkungan agar pertumbuhan
mangrove dapat terus berkembang.
b. Sebagai bahan masukan pemerintah setempat dalam menangani
perubahan luas lahan mangrove, sehingga luas lahan mangrove dapat
bertambah.
c. Dapat memberikan informasi tentang proses terjadinya luas lahan
mangrove serta solusinya.
8
BAB II
KAJIAN TEORETIK
A. Kajian Teori
1. Analisis Spasial
Menurut Sadahiro analisis spasial merupakan sekumpulan metoda
untuk menemukan dan menggambarkan tingkatan/ pola dari sebuah
fenomena spasial, sehingga dapat dimengerti dengan lebih baik.
Dengan melakukan analisis spasial, diharapkan muncul infomasi baru
yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan di bidang
yang dikaji. Metoda yang digunakan sangat bervariasi, mulai observasi
visual sampai ke pemanfaatan matematika/statistik terapan. Analisis
spasial merupakan kumpulan – kumpulan dari teknik yang dapat
digunakan untuk melakukan pengolahan data SIG. Hasil dari analisis
data spasial sangat bergantung dari lokasi atau tempat di mana objek
sedang dianalisis. Selain itu, analisis spasial juga bisa diartikan sebagai
teknik – teknik yang dapat digunakan untuk meneliti dan juga
mengeksplorasi dari dari sudut pandang keruangan. Semua teknik
ataupun pendekatan perhitungan secara matematis yang berhubungan
dengan data keruangan atau spasial dilakukan dengan menggunakan
fungsi analisis spasial. Analisis spasial adalah teknik ataupun proses
yang melibatkan beberapa atau sejumlah fungsi perhitungan serta
evaluasi logika matematis yang dapat dilakukan pada data spasial,
dalam rangka untuk memperoleh nilai tambah, ekstraksi serta informasi
baru yang beraspek spasial.
Menurut Cholid konsep-konsep yang paling mendasari sebuah
analisis spasial adalah jarak, arah, dan hubungan. Kombinasi dari
ketiganya mengenai suatu wilayah akan bervariasi sehingga membentuk
perbedaan yang signifikan yang membedakan satu lokasi dengan yang
lainnya. Dengan demikian jarak, arah, dan hubungan antara lokasi suatu
objek dalam suatu wilayah dengan objek di wilayah yang lain akan
9
memiliki perbedaan yang jelas. Dan ketiga hal tersebut merupakan hal
yang selalu ada dalam sebuah analisis sapasial dengan tahapan-tahapan
tertentu tergantung dari sudut pandang perencana dalam memandang
sebuah permasalahan analisis sapasial. Analisis spasial cukup luas
ruang lingkupnya. Salah satunya terdapat pada SIG atau Sistem
Informasi Geografis.
a. Fungsi Analisis Spasial
Menurut Eddy Prahasta (2009), fungsi dari analisis spasial yaitu:
1. Klasifikasi (reclassify), yaitu suatu kegiatan yang
mengklasifikasikan kembali suatu data hingga pada akhirnya
menjadi sebuah data spasial yang baru dan berdasarkan pada
kriteria atau atribut tertentu.
2. Jaringan atau Network, yaitu sebuah fungsionalitas yang merujuk
pada data – data spasial titik- titik ataupun garis – garis sebagai
jaringan yang tidak terpisahkan.
3. Overlay, merupakan fungsionalitas yang menghasilkan layer
data spasial baru, di mana layer tersebut merupakan hasil dari
kombinasi minimal dua layer yang menjadi masukkannya.
4. Buffering, adalah fungsi yang akan menghasilkan layer spasial
baru menghasilkan layer data spasial baru dengan bentuk
poligon serta memiliki jarak tertentu dari unsur – unsur spasial
yang menjadi masukkannya.
5. 3D Analysis, fungsi ini terdiri atas sub – sub fungsi yang
berkaitan dengan presentasi data spasial yang terdapat di dalam
ruang 3 dimensi atau permukaan digital.
6. Digital Image Processing, untuk fungsionalitas ini nilai ataupun
intensitas dianggap sebagai fungsi sebar atau spasial.
b. Jenis-Jenis Analisis Spasial
Pada pelaksanaannya, analisis spasial dapat dilakukan dengan
jenis-jenis tertentu. Masing-masing jenis memiliki fungsi dan juga
penggunaan yang berbeda-beda. Jenis-jenis dari analisis spasial
10
berupa query basis data, pengukuran, fungsi kedekatan, model
permukaan digital, klasifikasi, overlay, dan juga pengubahan unsur
– unsur spasial query basis data. Query basis data sendiri digunakan
untuk memanggil atau mendapatkan kembali atribut sebuah data
tanpa harus mengganggu atau mengubah data yang sudah ada
sebelumnya. Fungsi dari query basis data yaitu dapat dilakukan
dengan cukup mudah, cukup menekan feature yang diinginkan.
Namun, untuk query yang lebih lengkap dan kompleks, dapat
menggunakan pernyataan kondisional (conditional statement).
Pernyataan ini ternyata melibatkan beberapa operasi logis yaitu,
AND, NOT, OR, XOR.
c. Analisis Spasial Dalam SIG (Sistem Informasi Geografi)
Sistem Informasi Geografi adalah suatu sistem di dalam
komputer (SBIS) yang digunakan untuk memasukan atau capturing,
menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi,
menganalisis dan juga menampilkan data – data yang memiliki
hubungan dengan posisi di permukaan bumi. Selain itu, Sistem
Informasi Geografi juga mempunyai arti sebagai sebuah sistem
informasi yang dibuat untuk bekerja dengan menggunakan data
yang bereferensi spasial atau memiliki koordinat geografi. SIG
sendiri merupakan salah satu sistem yang cukup kompleks, pada
umumnya terintegrasi dengan lingkungan sistem komputer lainnya
pada tingkat fungsional dan juga jaringan atau network.
2. Perubahan Luasan Lahan Mangrove
Perubahan luasan mangrove dapat diketahui melalui proses operasi
secara spasial dengan menggunakan aplikasi sistem informasi geografis
(ArcGIS Desktop versi 10.1). Data tutupan lahan merupakan data
shapfile yang diubah menjadi ESRI raster grid berdasarkan nilai kelas
tutupan lahan dan setiap kelas tutupan lahan memiliki kolom value, dan
mempunyai nilai interger yang dimulai dari 1 hingga i, dimana i
merupakan jumlah tutupan kelas lahan. Terdapat beberapa kesalahan
11
yang dideteksi terhadap perubahan luasan Giri et al. (2007); Ferreira et
al. (2009) yaitu: (i) perbedaan dalam mendefenisikan kelas, (ii)
kesalahan posisi (iii) kesalahan klasifikasi. Proses yang dilakukan untuk
meminimalisasi kesalahan tersebut adalah dengan menggunakan skema
klasifikasi dan mengurangi posisi kesalahan oleh data Landsat yang
telah dikoreksi sebelumnya
a. Perubahan Luasan Lahan Mangrove di Indonesia
Indonesia yang merupakan negara maritim, memiliki kurang
lebih 17 ribu pulau yang terdiri dari pulau besar dan kecil yang
memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas daratannya
sekitar 1,93 juta km2 (SUKARDJO 1996). Dari wilayah pantai
tersebut dapat dijumpai hutan mangrove, tetapi tidak semua wilayah
pesisir ditumbuhi mangrove, karena untuk pertumbuhannya ada
persyaratan atau faktor lingkungan yang mengontrolnya. Hutan
mangrove di Indonesia menurut catatan yang diungkapkan oleh
DARSIDI (1987), luasnya adalah sekitar 4,25 juta hektar, namun
estimasi ini masih tergolong tinggi bila dibandingkan dengan yang
diungkapkan oleh GIESON (1993), yaitu sekitar 2.490.185 hektar.
Perbedaan luas ini, kemungkinan disebabkan karena dalam jangka
waktu lebih 6 tahun, telah terjadi konversi hutan mangrove untuk
kegiatan tambak atau pembangunan lainnya, sehingga luas areal
hutan mangrove berkurang drastis. Faktor yang mengontrol sebaran
hutan mangrove adalah tersedianya habitat yang cocok untuk setiap
jenis mangrove dan pasang surut. Tinggi pasang-surut di kawasan
pesisir yang berkaitan dengan topografi lantai hutan mangrove, akan
sangat berpengaruh terhadap terjadinya permintakatan (zonase)
tumbuhan mangrove (MACNAE 1966). SUKARDJO (1996)
mengungkapkan bahwa, tumbuh dan berkembangnya setiap jenis
mangrove secara konsisten berkaitan dengan tipe substrat, elevasi
dan keterbukaan, sehingga spesifikasi tempat tumbuhnya
berpengaruh dominan terhadap tipe komunitas dan sekutunya.
12
3. Penginderaan Jauh
Teknologi Penginderaan Jauh (Remote sensing) sering diartikan
sebagai teknologi untuk mengidentifikasi suatu objek di permukaan
bumi tanpa melalui kontak langsung dengan objek tersebut. Menurut
Lillesand dan Kiefer (2004) dalam Purwadhi et al. (2015),
penginderaan jauh atau inderaja adalah ilmu dan seni untuk
mendapatkan informasi dari suatu objek, daerah, atau fenomena
(geofisik) melalui analisis data, di mana dalam mendapatkan data ini
tidak secara kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang
dikaji. Data yang didapatkan ini biasanya dalam bentuk citra satelit
yang kemudian diolah sesuai dengan kebutuhan sampai akhirnya
tercipta informasi yang diinginkan.
Saat ini teknologi penginderaan jauh berbasis satelit menjadi sangat
popular dan digunakan untuk berbagai tujuan kegiatan, salah satunya
untuk mengidentifikasi potensi sumber daya wilayah pesisir dan lautan.
Hal ini disebabkan teknologi ini memiliki beberapa kelebihan, seperti:
harganya yang relative murah dan mudah didapat, adanya resolusi
temporal (perulangan) sehingga dapat digunakan untuk keperluan
monitoring, cakupannya yang luas dan mampu menjangkau daerah
yang terpencil, bentuk datanya digital sehingga dapat digunakan untuk
berbagai keperluan dan di tampilkan sesuai keinginan8. Penginderaan
jauh adalah ilmu dan seni untuk mendapatkan informasi tentang objek,
daerah, fenomena alam dengan cara menganalisis data yang diperoleh
tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, fenomena yang dikaji.9
Untuk mendapatkan informasi dari data penginderaan jauh diperlukan
adanya interpretasi citra yang merupakan pengkajian citra yang
dimaksudkan untuk mengidentifikasi objek yang tergambar dalam citra
dan menilai arti pentingnya objek tersebut. Foto udara adalah suatu
8
Marcello Hansel, Perubahan Mangrove Di Wilayah Pesisir Indramayu, (Depok: Skripsi
Jurusan Geografi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012) 9 Lillesend dan Kiefer, Remote Sensing and Image Interpretation, (New York: John Wiley and
Sons, 2004), h.31
13
pengindraan jarak jauh mengenai kondisi permukaan bumi, yang
diambil menggunakan pesawat atau satelit.
Pemanfaatan dan penginderaan jauh Sistem Informasi Geografi
(SIG) telah banyak dilakukan dalam kaitannya dengan kebutuhan
pengembangan wilayah pesisir dan lautan. Penelitian dilakukan mulai
dari pengembangan model parameter fisik perairan (sushu permukaan
laut, Krolofi, Muatan Padat Tersuspensi, Kecerahan perairan, dll)
wilayah pesisir sampai dengan kegiatan yang bersifat aplikasi seperti
monitoring dan penentuan zona potensi pengembangan dan
pemanfaatan wilayah pesisir.10
Klasifikasi citra penginderaan jauh
bertujuan untuk menghasilkan peta tematik, dimana tiap warna
mewakili sebuah objek, seperti hutan laut, sungai, sawah dan lain-lain.
Klasifikasi citra digital merupakan proses pengelompokan piksel
kedalam kelas-kelas tertentu
4. Mangrove
Mangrove adalah komunitas pepohonan yang hidup diantara laut
dan daratan. mangrove dipengaruhi oleh habitat lumpur berpasir dan
pasang surut air laut. Habitat mangrove seringkali ditemukan di tempat
pertemuan antara muara sungai dan air laut yang kemudian menjadi
pelindung daaratan dari gelombang laut yang besar. Sungai
mengalirkan air tawar untuk mangrove dan pada saat pasang, pohon
mangrove dikelilingi oleh air garam atau air payau.11
Hutan mangrove
memiliki fungsi ekonomi dan ekologi. Secara ekonomi kayu dari pohon
mangrove dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar, sedangkan secara
ekologi hutan mangrove merupakan sebuah ekosistem tempat berbagai
jenis satwa. Hutan mangrove juga dapat berfungsi sebagai penahan
energy gelombang datang (melindungi pantai dari hempasan
gelombang), memiliki kemampuan memperbaiki tanah, memiliki akar
10
Marcello Hansel, loc. cit. 11
Irwanto, Analisis Vegetasi Untuk Pengelolahan Kawasan Hutan Lindung Pulau Marsegu,
Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku, (Yogyakarta: Tesis Program Pasca Sarjana
Universitas Gajah Mada, 2007)
14
yang berfungsi menahan gerakan air, menahan kembalinya bahan
organik dan lumpur dari sungai kelaut, dan menguatkan garis-garis
pantai.12
Mangrove sebagai salah satu komponen pesisir memegang peranan
yang cukup penting, baik didalam memelihara produktivitas perairan
pesisir maupun di dalam menunjang kehidupan penduduk di wilayah
tersebut.13
Potensi mangrove yang dimanfaatkan lebih cenderung
mementingkan aspek sosial-ekonomi, dimana peranan manusia sebagai
pemanfaat sangat besar. Fenomena pemanfaatan area mangrove
menjadi semakin meningkat, terutama dalam pemanfaatan kayu dan
pemanfaatan lahan untuk kepentingan tambak dan pemukiman. Sebagai
akibat yang ditimbulkan adalah terganggunya ekosistem mangrove,
termasuk biota perairannya. Hal tersebut disebabkan oleh adanya
tekanan yang cukup berat dalam bentuk perambaan area mangrove dan
alih fungsi penggunaannya. Hal tersebut terjadi karana kurangnya
pemahaman masyarakat mengenai fungsi mangrove jangka panjang.14
Mangrove adalah sekumpulan tumbuh-tumbuhan dicotyledoneae
dan Monocotyledoneae, yang terdiri atas jenis tumbuhan dan
mempunyai hubungan taksonomi sampai dengan kelas (unrelated
families) dan mempunyai persamaan adaptasi morfologi dan fisiologi
terhadap habitat yang dipengaruhi oleh pasang surut. Mangrove adalah
vegetasi yang tumbuh di tanah berlumpur, di dataran rendah, di daerah
batas pasang surutnya air, tepatnya daerah pantai dan sekitar muara
sungai. Tumbuhan tersebut tergenang disaat kondisi air pasang dan
bebas dari genangan di saat kondisi air surut. Mayoritas pesisir pantai di
12
Dahuri R, Pengelolahan Sumber Daya Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu, (Jakarta: PT.
Pradya Paramita, 2001), h.189 13
Marcello Hansel, Perubahan Mangrove Di Wilayah Pesisir Indramayu, (Depok: Skripsi
Jurusan Geografi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012) 14
Arfando Rio, Perubahan Mangrove Di Pulau Panjang Kabupaten Serang Provinsi Banten,
(Depok: Skripsi Jurusan Geografi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Indonesia, 2008)
15
daerah tropis di dominasi oleh tumbuhan mangrove.15
Vegetasi
mangrove biasanya tubuh di habitat mangrove membentuk zonasi mulai
dari daerah yang paling dekat dengan laut sampai dengan daerah yang
dekat dengan daratan. Pada kawasan delta atau muara sungai, biasanya
vegetasi mangrove tumbuh subur pada areal yang luas dan membentuk
zonasi vegetasi yang jelas. Sedangkan pada daerah pantai yang lurus,
biasanya vegetasi mangrove tumbuh membentuk sabuk hijau/green belt
dengan komposisi yang hamper seragam.16
Komunitas mangrove tidak tumbuh di pantai yang memiliki
gelombang dan komunitas mangrove tidak tumbuh di pantai terjal dan
berombak dengan arus pasang dan surut yang kuat karena area
mangrove kebanyakan berada di sekitar teluk yang lautnya tenang dan
daratannya yang secara berangsur-angsur melandai ke laut. Hal tersebut
menyebabkan tidak terbentuknya pengendapan lumpur dan pasir
sebagai subsrat di perlukan untuk pertumbuhan mangrove.17
Sedangkan
tempat hidup hutan Mangrove merupakan habitat yang unik dan
memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah :18
1. Tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau
hanya tergenang pada saat pasang pertama.
2. Tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat.
3. Daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang susut
yang kuat.
4. Airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2-22o/oo) hingga asin.
a. Jenis-jenis Mangrove Di Indonesia
Mangrove merupakan ekosistem yang sangat unik karena
habitatnya yang khas sehingga tidak banyak jenis tumbuhan yang hidup
15
Dahuri R, Pengelolahan Sumber Daya Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu, (Jakarta: PT.
Pradya Paramita, 2001), h.61 16
Mira Rita,Ch. Endah, dkk, Ekosistem Lahan Basah Untuk Guru Dan Praktisi Pendidikan,
(Bandung: Pusat Pengembangan Penataran Guru Ilmu Pengetahuan Alam 1996), h.96 17
Bird Eric, Coastal Geomorfologi, (Australia: University Of Melbourne, 2007), h.287 18
Marcello Hansel, Perubahan Mangrove Di Wilayah Pesisir Indramayu, (Depok: Skripsi
Jurusan Geografi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012)
16
dalam kondisi tersebut. Jumlah jenis mangrove di Indonesia mencapai
89 jenis yang terdiri dari 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9
jenis liana, 29 jenis epifit, dan 2 jenis parasit. Dari 35 jenis pohon
tersebut, yang umum dijumpai dipesisir pantai adalah Avicenniaq sp,
Ceriops sp, dan Excoecaria sp.19
Species tumbuhan mangrove di Indonesia seperti yang terlihat pada
Tabel 2.1
19
Sri Mekar Diah, dkk, Seri Buku Informasi dan Potensi Taman Nasional Alas Purwo, hlm. 19
17
Tabel 2.1
Species Mangrove di Indonesia
Famili Species Penyebaran
1 2 3 4 5
Apocnaceae
Bignoniceae
Combretaceae
Euphorbiaceae
Flacortiaceae
Leguminosae
Meliaceae
Myrtaceae
Palmea
Rhizophoraceae
Rubiaceae
Rutaceae
Sonnerataceae
Sterculiaceae
Avicenniuceae
/Verbenaceae
Cerberamangkas
Dolichanrone
Lumitzera littorea
L. lutea
L. rasemosa
Exoecaria agallocha
Scolopia maerophylla
Pithecellobium
umbellatum
Xylocarpus granatum
X. molucensis
Osbornia octodonta
Nypa fruticans
Oncosperma tisillaria
Phoenix paludosa
Bruguera cylindrica
B. exarista
B. gymnorhiza
B. parviflora
B. sexangula
B. haenesii
Ceriops decandra
B. C. Tagal
C. Kandelia candae
D. Rhizophora apiculata
E. R. mucronata
F. R. stylosa
Scyphiphora
hydrophyllaceae
Paramignya
Soneratia alba
S. caseolaris
Heritiera littolaris
Avicennia alba
A. Marina
A. Officinalis
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Jumlah total 38 27 26 29 26 29
Sumber: Buku Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati, 2007
Keterangan:
1= Sumatera
2= Jawa, Bali, Kalimantan
18
3= Sulawesi
4= Maluku, Nusa Tenggara
5= Irian Jaya
b. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Mangrove
Hutan mangrove terbentuk karena adanya perlindungan dari
arus dan gelombang, masukan air tawar, sedimentasi, aliran air
pasang surut, dan suhu yang hangat.20
dapat hidup atau mangrove
tumbuh disekitar pesisir pantai. Pertumbuhan dan persebaran
mangrove sangat di pengaruhi oleh faktor-faktor fisik perairan
pantai. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
persebaran mangrove adalah pasang surut, gelombang, arus, kadar
garam (salinitas). Tanah, dan perubahan landuse.
1. Pasang Surut
Pasang surut adalah proses naik turunnya muka laut secara
periodik yang dipengaruhi oleeh gaya tarik benda-benda angkasa
seperti bulan dan matahari. Pasang surut terjadi karena interaksi
antara gaya gravitasi matahari dan bulan terhadap bumi serta
gaya sentrifugal yang ditimbulkan oleh rotasi bumi dan system
bulan. Pasang surut tidak hanya mempengaruhi lapisan bagian
atasnya saja, melainkan seluruh massa air dan memiliki energy
sangat besar. Diperairan-perairan pantai, utamanya teluk-teluk
atau selat sempit, gerakan naik turunnya muka air laut ke zona
intertidal sehingga memungkinkan berubahnya kondisi salinitas
di zona tersebut.21
Dari pola gerakan muka lautnya, pasang surut
di Indonesia dibagi menjadi empat jenis yaitu, pasang surut
harian ganda (semidiurnal tide), harian tunggal (diurnak tide) dan
20
Setyawan, Ahmad Dwi, Iodiversitas Ekosistem Di Jawa, Tinjauan Pesisir Utara Dan Selatan
Jawa Tengah, (Surakarta: Pusat Penelitian Dan Pengembangan Bioteknologi Dan Iodiversitas
Jurusan Bioligi FMIPA UNS, 2008), h.3 21
Dahuri R, Pengelolahan Sumber Daya Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu, (Jakarta: PT.
Pradya Paramita, 2001), h.31
19
dua jenis campuran condong ke harian ganda dan pasang surut
condong ke harian tunggal.
a. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide) merupakan
jenis pasang surut dengan dua kali pasang dan surut dengan
ketinggian yang hampir sama priode pasang surut ini 12 jam
24 menit.
b. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide) merupakan jenis
pasang surut dengan satu kali pasang dan surut. Periode pasut
ini 24 jam 50 menit.
c. Pasang surut campuran condong harian ganda (mixed tide
prevailing semi diurnal) merupakan jenis pasang surut
dengan dua pasang dan surut dengan periode yang berbeda.
d. Pasang surut campuran condong harian tunggal (mixed tide
prevailing diurnal) merupakan jenis pasang surut dengan satu
kali pasang dan surut ataupun dua kali pasang dan surut
dengan tinggi dan periode yang berbeda.
Pasang surut memberikan pengaruh kepada distribusi
mangrove, struktur vegetasi dan fungsi ekosistem mangrove.
Durasi pasang surut memberikan efek kepada distribusi spesies,
struktur vegetasi dan fungsi dari ekosistem mangrove. Mangrove
yang selalu digenangi berbeda struktur dan kesuburan dengan
hutan mangrove yang jarang digenangi sehingga menimbulkan
adanya zonasi.
2. Arus
Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang
dapat disebabkan oleh tiupan angin, atau karena perbedaan dalam
densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh gerakan
begelombang panjang. Arus adalah gerakan massa air yang
mengalir. Gerakan air di permukaan laut terutama disebabkan
20
oleh angin yang bertiup di atasnya.22
Gelombang yang datang
menuju pantai dapat menimbulkan arus pantai (nearshore
current) yang berpengaruh terhadap proses sedimentasi atau
abrasi di pantai di sebabkan oleh besarnya sudut yang dibentuk
antara gelombang yang datang dengan garis pantai. Apabila
sudut datang itu cukup besar, maka akan terbentuk arus
menyusur pantai (longshore current) disebabkan karena
perbedaan tekanan hidrostatik. Mangrove tidak tumbuh di setiap
pantai. Mangrove hanya dapat tumbuh apabila ada bagian dari
pantai yang berair tenang dan memungkinkan adanya
pengendapan lumpur, yang kemudian menjadi tempat tumbuhnya
mangrove tersebut. Ketidak merataan garis pantai mengakibatkan
adanya pembelokan arus di tepi pantai.
3. Suhu
Suhu merupakan ukuran panas atau dinginnya benda, kita
dapat mengatakan suatu benda lebih panas apabila memiliki suhu
yang lebih tinggi di bandingkan benda lain yang lebih dingin.
Bahang dari suatu benda akan selalu mengalir ke benda yang
lebih dingin. Dari sudut pandang pergerakan electron, suhu
merupakan salah satu perpindahan electron. Dalam keadaan
ideal, atom dalam suatu materi akan memiliki electron yang
berorbit dalam orbit tertentu. Jika ada energy luar yang
mempengaruhi atom, amaka electron akan berpindah level ke
orbit lain (eksistansi). Akan tetapi keadaan tersebut tidak akan
bertahan lama, karena electron akan kembali ke orbitnya dan
akan memberikan kembali energy dalam bentuk yang lain seperti
panas, cahaya, radiasi lain.23
22
Ibid., h.36 23
Mitamana, Acta, Rancang Bangun Perekan Data Kelebaban Relatif Dan Suhu Udara
Berbasis Microkotlorel, (Bogor: Skripsi Program Study Ilmu Dan Teknologi Kelautan Fakultas
Perikanan Dan Ilmu Kelautan IPB, 2009)
21
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan utama yang
berpengaruh terhadap kehiduoan mangrove. Suhu dan cahaya
matahari sangat penting bagi mangrove sebagai sumber energy
untuk melakukan proses regulasi tubuh seperti system ekskresi,
respirasi. Mangrove umumnya tumbuh di daerah tropis dan sub
tropis kisaran lintang antara 30oLU-30
oLS di mana suhu berkisar
antara 10oC-35
oC. Namun mangrove tumbuh maksimal dalam
kisaran suhu yang lebih sempit yaitu antara 20oC-30
oC.
24
4. Salinitas
Sebaran salinitas di pengaruhi oleh berbagai faktor seperti,
pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, aliran sungai. Estuaria
atau daerah sekitar muara dapat mempunyai struktur salinitas
yang kompleks, karena selain merupakan pertemuan antara air
tawar yang relative ringan dan air laut yang relative berat, juga
pengadukan air sangat menentukan. Salinitas merupakan faktor
lingkungan yang sangat menentukan perkembangan hutan
mangrove. Umumnya mangrove tumbuh dengan baikdi estuaria
dengan kisaran salinitas antara 10-30%o.25
5. pH
Nilai pH suatu perairan menunjukan keseimbangan antara
asam dan basa dalam air. Nilai pH berfungsi sebagai faktor
pembatas bagi kehidupan organisme dan sebagai indeks keadaan
lingkungan. Batas derajat keasaman untuk mangrove berkisar 4,6
hingga 6,2.26
6. Tanah
Tanah merupakan media tumbuh dari suatu tanaman. Tanah
I wilayah mangrove di bentuk oleh timbunan sedimen yang di
24
Wahyudi Arif Makmun, Distribusi Ekosistem Mangrove Berdasarkan Nilai Penting Di
Tanjung Jabung Timutur Provinsi Jambi, (Bogor: Skripsi Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas
Perikanan Dan Ilmu Kelautan IPB, 2005) 25
Aksornkoae, S, Ecology And Management Of Mangrove, (Word Konservasion Union
(IUCN), Glend (Switzerland) Wetland Programe 1993), h. 38 26
Wahyudi, Arif Makmur., op. cit.
22
turunkan dari pantai dan hasil erosi dari daerah hulu di bawa ke
daerah rendah oleh sungai dan kanal, beberapa berasal dari
sedimentasi bahan-bahan koloid dan partikel-partikel. Sedimen
yang tertimbun di sepanjang pantai dan di daerah mangrove
memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung dari sifat
aslinya. Sedimen yang berasal dari sungai dan kanal berupa tanah
lumpur sedangkan sedimen pantai berupa pasir juga, degradasi
dari bahan-bahan organik yang terakumulasi sepanjang waktu
merupakan bagian dari tanah mangrove.27
Vegetasi mangrove
dapat hidup di tanah yang memiliki substrat yang lebar termasuk
lumpur, gambut, pasir dan batasnya batu atau karang dimana
cukup tersedia celah atau retakan untuk pencantolan akar.
Biasanya tanah tempat tumbuhnya mangrove umumnya berupa
lumpur atau lumpur berpasir.28
Substransi mangrove dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu
substrat belum matang, substrat matang dan substrat organik.
Substrak yang belum matang merupakan substrat yang baru
terbentuk sehingga karakteristik fisiknya belum berkembang,
bagian atas bewarna kehijauan. Substrat matang merupakan
substrat yang sudah berkembang dan biasanya dijumpai didaerah
yang sering terendam air, bagian atas bewarna lebih cerah dan
tebalnya 40-60cm. Substrat organik merupakan substrat yang
tersusun dari bahan organik, bagian atas bewarna gelap
kecoklatan.29
Bahan organik memegang peranan penting dalam
pembentukan sifat fisik tanah. Bahan organik dapat dilihat dari
nilai kadar C atau kadar N dalam satu gram tanah. Kadar
27
Aksornkoae, S., op. cit h. 41 28
Wahyudi, Arif Makmur., op. cit. 29
Aksornkoae S., loc. cit h. 40
23
Nitrogen merupakan salah satu jenis unsure makro esensial yang
berarti diperlukan tanaman dalam jumlah yang banyak.30
7. Penggunaan Tanah
Penggunaan tanah merupakan indikator dari aktifitas
masyarakan di suatu tempat. Ini berarti tindakan manusia
terhadap tanah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akan
nampak dari penggunaan tanahnya. Degradasi atau pengurangan
terhadap sumber daya hutan, sebagian besar dipengaruhi oleh
faktor manusia melalui pembukaan dan konversi lahan dari hutan
menjadi penggunaan lain.31
Landuse atau penggunaan tanah
adalah modifikasi yang dilakukan oleh manusia dari lingkungan
hidup menjadi lingkungan terbangun, seperti: tambak,
pemukiman, industri, dll.32
Kegiatan manusia dalam
memanfaatkan hutan mangrove tidak membawa dampak kepada
ekosistem mangrove, tapi kegiatan konversi hutan secara besar-
besaran akan membawa dampak kepada ekosistem mangrove.
Umumnya penurunan terhadap luas mangrove diakibatkan oleh
pembangunan tambak, konversi menjadi lahan pertanian, suksesi
menjadi vegetasi sekunder non-hutan dan kurangnya regenerasi
setelah dibabat untuk kepentingan komersial oleh masyarakat
sekitar. Hal ini terjadi karena perubahan pembangunan
pemukiman dan pertambakan lebih memiliki nilai ekonomi dari
pada pembangunan sebagai hutan. Pertambakan menjadi salah
satu penyebab terbesar berkurangnya luas mangrove di
Indonesia. Kurangnya peran serta pemerintah dalam mengawasi
penggunaan tanah juga sebagai penyebab maraknya
pertambakan.
30
Siregar Mustaid Analisiss Tingkat Kesuburan Tanah Dari Beberapa Tipe Lahan Di Sekitar
Daerah Aliran Sungai Mahakam (Bogor, Puslitbang Biologi, 2002), h.243 31
Sandy I.M, Land Use Dan Perkembangan Penduduk, (Depok: Jurusan Geografi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, 1986) 32
Ibid.
24
5. Kondisi Sosial Masyarakat
a. Kondisi Sosial Masyarakat Sekitar Lahan Mangrove
Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat di daerah pesisir,
berakibat semakin meningkatnya kebutuhan terhadap lahan untuk
pemukiman, perkebunan, pertambakan, dan peruntukan lainya.
Peningkatan kebutuhan lahan, mengakibatkan banyak lahan
mangrove mengalami kerusakan, akibat aktifitas konversi tersebut
(Mulyadi & Fitriani, 2017).
Masyarakat menebang pohon mangrove untuk dimanfaatkan
sebagai kayu bakar dan arang. Selain itu masyarakat juga
memanfaatkan kayu tersebut sebagai bahan bangunan dan buahnya
diolah untuk dodol. Aktivitas masyarakat hal ini dilakukan demi
memenuhi kebutuhan hidup mereka serta memanfaatkan potensi
mangrove untuk peningkatan pendapatan keluarga. Selain menebang
hutan untuk keperluan pembuatan arang, bahan bangunan, maupun
berbagai kebutuhan. Aktivitas masyarakat yaitu melakukan alih
fungsi lahan untuk menjadi tambak. Tindakan masyarakat tersebut
dilakukan dengan alasan ekonomi. Terkait hal ini, perlu dilakukan
sosialisasi yang dapat mengubah persepsi masyarakat dari
pemanfaatan ekosistem hutan mangrove tanpa batas menjadi
pemanfaatan ekosistem hutan mangrove yang lestari dan
berkesinambungan.
6. Kondisi Fisik Mangrove
Vegetasi mangrove secara khas memperlihatkan adanya pola
zonasi. Menurut Chapman, Bunt dan Williams, menyatakan bahwa hal
tersebut berkaitan erat dengan tipe tanah (lumpur, pasir, atau gambut),
keterbukaan (terhadap hempasan gelombang), salinitas serta pengaruh
pasang surut. Menghadapi lingkungan yang ekstrem di hutan bakau,
tetumbuhan beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan
vegetasi mangrove menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup.
Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar garam di daun. Namun ada pula
25
bentuk-bentuk adaptasi fisiologis. Hampir semua jenis flora hutan
bakau memiliki biji atau buah yang dapat mengapung, sehingga dapat
tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis
mangrove yang bersifat vivipar: yakni biji atau benihnya telah
berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon.
Menurut Noor dkk beraneka jenis tumbuhan dijumpai di hutan
bakau. Akan tetapi hanya sekitar 54 spesies dari 20 genera, anggota dari
sekitar 16 suku, yang dianggap sebagai jenis-jenis mangrove sejati.
Yakni jenis-jenis yang ditemukan hidup terbatas di lingkungan hutan
mangrove dan jarang tumbuh di luarnya. Dari jenis-jenis itu, sekitar 39
jenisnya ditemukan tumbuh di Indonesia; menjadikan hutan bakau
Indonesia sebagai yang paling kaya jenis di lingkungan Samudera
Hindia dan Pasifik. Total jenis keseluruhan yang telah diketahui,
termasuk jenis-jenis mangrove ikutan, adalah 202 spesies.
a. Fungsi Fisik dari Ekosistem Mangrove
1. Mengendalikan abrasi pantai
2. Mengurangi tiupan angin kencang dan terjangan gelombang laut
3. Menyerap dan mengurani bahan pencemar (polutan) dari badan
air baik melalui penyerapan polutan tersebut oleh jaringan
anatomi tumbuhan mangrove maupun menyerap bahan polutan
yang bersangkutan dalam sedimen lumpur
4. Mempercepat laju sedimentasi yang akhirnya menimbulkan
tanah timbul sehingga daratan bertambah luas.
5. Mengendalikan intrusi air laut
b. Faktor Lingkungan Fisik Mangrove
1. Jenis tanah
Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat
berbeda. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas
lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi
di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak
proporsinya; bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di atas
26
tanah gambut. Substrat yang lain adalah lumpur dengan
kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan
karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.
2. Terpaan ombak
Bagian luar atau bagian depan hutan bakau yang berhadapan
dengan laut terbuka sering harus mengalami terpaan ombak yang
keras dan aliran air yang kuat. Tidak seperti bagian dalamnya
yang lebih tenang. Yang agak serupa adalah bagian-bagian hutan
yang berhadapan langsung dengan aliran air sungai, yakni yang
terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di bagian ini tidak
begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang agak jauh dari
muara. Hutan bakau juga merupakan salah satu perisai alam yang
menahan laju ombak besar.
3. Penggenangan oleh air pasang
Bagian luar juga mengalami genangan air pasang yang paling
lama dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan kadang-kadang
terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di
pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala
terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan.
Menghadapi variasi kondisi lingkungan seperti ini, secara alami
terbentuk zonasi vegetasi mangrove; yang biasanya berlapis-
lapis, mulai dari bagian terluar yang terpapar gelombang laut,
hingga ke pedalaman yang relatif kering.
B. Hasil Penelitian Relevan
1. Penelitian mengenai “Perubahan Area Mangrove di Pulau Panjang"
dilakukan oleh Arfando. Ia membahas mengenai Persebaran Area
Mangrove di Pulau Panjang Tahun 1991, 1996, 2001, 2006 dengan
menggunakan metode analisis deskriptif dan interpretasi citra Lansat.
Penelitian perubahan area mangrove di Pulau Panjang memiliki
persamaan dengan penelitian Analisis Spasial Deforestasi Mangrove di
Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk Muara Tahun 2004-
27
2014 dalam metode perhitungan luas perubahan area mangrove, yaitu
dengan menggunakan interpretasi citra digital. Namun juga memiliki
perbedaan, berupa unit analisis dan region wilayah penelitian. Region
penelitian sebelumnya berupa geomer Pulau Panjang, sedangkan region
penelitian ini adalah faktor syarat tumbah optimal mangrove yang
berada di Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara.
2. Penelitian mengenai “Kerusakan Habitat Mangrove di Pulau Pramuka
Tahun 2007” dilakukan oleh Utami. Ia membahas membahas mengenai
mangrove yang ada dipulau Pramuka tahun 2007 dan bagaimana
habitatnya yang dilihat pengaruh dari kedalaman lumpur barpasir
terhadap kerusakan mangrove. Metode yang digunakan adalah
interpretasi dari citra dan survey lapang yang dilakukan dengan
menggunakan analisis grid. Penelitian kerusakan habitat mangrove di
Pulau Pramuka memiliki persamaan dengan penelitian Analisis Spasial
Deforestasi Mangrove di Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan
Kapuk Muara Tahun 2004-2014 dalam metode perhitungan luas
perubahan area mangrove, yaitu dengan menggunakan interpretasi citra
digital. Namun juga memiliki perbedaan berupa variabel dan unit
analisis yang digunakan. Dimana unit analisis penelitian sebelumnya
berupa grid dari pulau pramuka, sedangkan region penelitian ini adalah
faktor syarat tumbuh optimal mangrove yang berada di Kelurahan
Kapuk Muara dan Kamal Muara
3. Penelitian mengenai “Kajian terhadap tebaran Mangrove di Delta Berau
Provinsi Kaltim” dilakukan oleh Tatik. Ia membahas mengenai
perubahan areal luas mangrove di Delta Berau, dengan menggunakan
metodelogi interpretasi citra Landsat dan SPOT. Penelitian kajian
terhadap terhadap tebaran mangrove di Delta Berau memiliki
persamaan dengan penelitian Analisis Spasial Deforestasi Mangrove di
Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk Muara Tahun 2004-
2014 dalam metode perhitungan luas perubahan area mangrove, yaitu
dengan menggunakan interpretasi citra digita citra Landsat dan citra
28
SPOT. Namun juga memiiki perbedaan, yaitu analisis penelitian
sebelumnya membandingkan antara perubahan luas area pertambakan
dengan perubahan luas area mangrove, sedangkan di penelitian ini
membandingkan antara mangrove di lihat dari syarat tumbuh
optimalnya. Penelitian relevan seperti yang disajikan pada Tabel 2.2
Tabel 2.2
Hasil Penelitian Relevan
No Nama Judul Intisari Fokus
Penelitian
Persamaan Perbedaan
1
Arfando
dkk
Perubah
an area
mangro
ve di
Pulau
Panjang
Geomer
Pulau
Panjang
Persebaran
area
mangrove
di Pulau
Panjang
tahun
1991,
1996,
2001, 2006
Teknik
pengolahan
data
menggunak
an
pengindera
an jauh
Penelitian
ini
dilakukan
di Pulau
Panjang
2 Utami
dkk
Kerusak
an
habitat
mangro
ve di
Pulau
Pramuk
a Tahun
2007
Grid
dari
Pulau
Pramuka
Habitat
mangrove
yang
dilihat
pengaruh
dari
kedalaman
lumpur
barpasir
terhadap
kerusakan
mangrove
Teknik
pengolahan
data
menggunak
an
pengindera
an jauh
Penelitian
ini
dilakukan
di Pulau
Pramuka
3 Tatik
dkk
Kajian
terhadap
tebaran
mangro
ve di
Delta
Berau
Provinsi
Kaltim
memban
dingkan
antara
perubah
an luas
area
pertamb
akan
dengan
perubah
an luas
area
mangrov
e
mengenai
perubahan
mangrove
areal luas
di Delta
Berau
Teknik
pengolahan
data
menggunak
an
pengindera
an jauh
Penelitian
ini
dilakukan
di Delta
Berau
Provinsi
Kalimanta
n Timur
29
C. Kerangka Berfikir
Analisis spasial dalam penelitian ini sesuai yang dikatakan oleh
Sadahiro adalah sekumpulan metoda untuk menemukan dan
menggambarkan tingkatan/ pola dari sebuah fenomena spasial, sehingga
dapat dimengerti dengan lebih baik. Menurut Cholid konsep-konsep yang
paling mendasari sebuah analisis spasial adalah jarak, arah, dan hubungan.
Kombinasi dari ketiganya mengenai suatu wilayah akan bervariasi
sehingga membentuk perbedaan yang signifikan yang membedakan satu
lokasi dengan yang lainnya. Dengan demikian jarak, arah, dan hubungan
antara lokasi suatu objek dalam suatu wilayah dengan objek di wilayah
yang lain akan memiliki perbedaan yang jelas. Dan ketiga hal tersebut
merupakan hal yang selalu ada dalam sebuah analisis sapasial dengan
tahapan-tahapan tertentu tergantung dari sudut pandang perencana dalam
memandang sebuah permasalahan analisis sapasial. Perubahan luasan
lahan mangrove menurut Giri dan Ferreira dapat diketahui melalui proses
operasi secara spasial dengan menggunakan aplikasi sistem informasi
geografis (ArcGIS Desktop versi 10.1). Hutan mangrove di Indonesia
menurut catatan yang diungkapkan oleh DARSIDI (1987), luasnya adalah
sekitar 4,25 juta hektar, namun estimasi ini masih tergolong tinggi bila
dibandingkan dengan yang diungkapkan oleh GIESON (1993), yaitu
sekitar 2.490.185 hektar. Perbedaan luas ini, kemungkinan disebabkan
karena dalam jangka waktu lebih 6 tahun, telah terjadi konversi hutan
mangrove untuk kegiatan tambak atau pembangunan lainnya, sehingga
luas areal hutan mangrove berkurang drastis.
Lillesand dan Kiefer (2004) dalam Purwadhi et al. (2015),
penginderaan jauh atau inderaja adalah ilmu dan seni untuk mendapatkan
informasi dari suatu objek, daerah, atau fenomena (geofisik) melalui
analisis data, di mana dalam mendapatkan data ini tidak secara kontak
langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Data yang
didapatkan ini biasanya dalam bentuk citra satelit yang kemudian diolah
sesuai dengan kebutuhan sampai akhirnya tercipta informasi yang
30
diinginkan. Menurut Irwanto Mangrove adalah komunitas pepohonan yang
hidup diantara laut dan daratan. mangrove dipengaruhi oleh habitat lumpur
berpasir dan pasang surut air laut. Kondisi social masyarakat menurut
Mulyadi dan Fitriani pertumbuhan penduduk yang semakin pesat di daerah
pesisir, berakibat semakin meningkatnya kebutuhan terhadap lahan untuk
pemukiman, perkebunan, pertambakan, dan peruntukan lainya.
Peningkatan kebutuhan lahan, mengakibatkan banyak lahan mangrove
mengalami kerusakan, akibat aktifitas konversi tersebut. Vegetasi
mangrove secara khas memperlihatkan adanya pola zonasi. Menurut
Chapman, Bunt dan Williams, menyatakan bahwa hal tersebut berkaitan
erat dengan tipe tanah (lumpur, pasir, atau gambut), keterbukaan (terhadap
hempasan gelombang), salinitas serta pengaruh pasang surut. Alur pikir
dalam penelitian ini Secara lebih jelas alur pikir seperti disajikan pada
Bagan 2.1.
31
Bagan 2.1
Kerangka Berfikir
Perubahan Lahan
Mangrove
Analisis Spasial
(Sadahiro)
Kondisi Sosial
Masyarakat
Perubahan Luas
Mangrove Tahun 2014
Perubahan Luas
Mangrove Tahun 2004
Pekerjaan Pendidikan
1. Ibu Rumah
Tangga
2. Pedagang
3. Nelayan
4. Buruh Pabrik
1. TK
2. SD
3. SMP
4. SMA
Perubahan Luas
Mangrove sebesar
103.609 ha
Perubahan Luas
Mangrove sebesar
112.453 ha
Analisis Spasial Perubahan Luas Lahan Mangrove di Kelurahan
Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk Muara Tahun 2004-2014
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di Kelurahan Kamal Muara dan
Kelurahan Kapuk Muara secara administratif wilayah penelitian ini
termasuk ke dalam wilayah administratif Kecamatan Penjaringan
Kotamadya Jakarta Utara yang terdiri atas Kelurahan Kamal Muara dan
Kelurahan Kapuk Muara. Luas administrasi Kelurahan Kamal Muara
adalah 1153.52 ha dan luas Kelurahan Kapuk Muara adalah 920.31 ha.
Secara geografis wilayah penelitian terletak dikoordinat 106ᵒ 73-
106ᵒ 77 BT dan 6ᵒ 09-6ᵒ 12 LS. Lokasi penelitian seperti terlihat pada
Gambar 3.1.
Gambar 3.1
Peta Lokasi Penelitian
33
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan dari bulan agustus-september.
Observasi pengamatan awal telah dilakukan terhadap masyarakat yang
tinggal di sekitar mangrove. Berikut ini dijelaskan jadwal penelitian
seperti disajikan pada Tabel 3.1
Tabel 3.1
Jadwal Penelitian
No.
Kegiatan
Bulan
Nov
2015
Maret
2017
Maret
2019
Maret
2019
Maret
2019
1 Pengajuan
Proposal
2 Seminar
Proposal
3 Penyusunan
Bab I-III
4 Penyusunan
Instrumen
Penelitian
5 Pengumpulan
Data
6 Pengolahan
Data dan
Analisis Data
7 Pemeriksaan
dan Keabsahan
Data
8 Penyerahan
Hasil Penelitian
B. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmah untuk mendapatkan suatu
data dengan tujuan yang ingin di capai di dalam penelitian ini. Penelitian
yang akan di lakukan disini menggunakan metode deskriptif kuantitatif.
Menurut Nazir, metode penelitian deskriptif adalah suatu metode
dalam meneliti suatu sekelompok manusia, suatu objek, suatu set
kondisi, suatu system pemikiran, atau suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi,
34
gambaran secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta,
serta hubungan antara fenomena yang diselidiki33
Menurut Kasiram dan Kuntjojo penelitian kuantitatif adalah suatu
proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka
sebagai alat menganalisisketerangan menganai apa yang di ketahui.34
Pendekatan deskriptif kuantitatif Menurut Burhan Bungin bertujuan
untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau
berbagai variabel yang timbul dimasyarakat yang menjadi objek penelitian
itu berdasarkan apa yang terjadi.35
Dalam penelitian yang akan di lakukan di Kelurahan Kamal Muara
dan Kelurahan Kapuk Muara yang akan dipelajari berupa deforestasi
mangrove, hal ini dikarenakan lahan mangrove yang berubah menjadi
perumahan.
C. Jenis Dan Sumber Data
Pengumpulan data tidak lain dari suatu proses pengadaan data primer
dan sekunder untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data merupakan
langkah yang penting dalam metode ilmiah, karena pada umumnya data
yang dikumpulkan akan digunakan untuk memperoleh data yang
dibutuhkan agar dapat menunjang suatu penelitian. Sumber data
dimasukkan semua informasi baik yang merupakan benda nyata, sesuatu
yang abstrak, peristiwa/gejala baik secara kuantitatif maupun kualitatif.36
maka data yang di perlukan adalah sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung baik
secara fisik tentang perubahan mangrove yang telah terjadi dengan
33
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Gahlia Indonesia, 2003), h.54. 34
Kuntjojo, Metodologi Penelitian, (Kediri: T.P, 2009), h.11. 35
Burhan Bugin, Metodelogi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi,dan Kebijakan
Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2009), h.36. 36
Sukandarramudi, Metodelogi Penelitian, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press), h. 44
35
mendokumentasikan, dan hasil dari wawancara masyarakat di sekitar
Kelurahan Kamak Muara dan Kelurahan Kapuk Muara
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung, bisa melalui lembaga yang terkait. Seperti terlihat pada
Tebel 3.2
Tabel 3.2
Jenis dan Sumber Data
Jenis Data Sifat Data Sumber
Primer Sekunder
Ground Check
Citra
√
√
Pengamatan Lapangan
Landsat (2004-2014)
D. Alat dan Bahan Penelitian
Dalam pengambilan data di lapangan yang perlu diperhatikan adalah
alat, bahan dan cara pengambilan sampel. Alat dan bahan adalah benda
yang di gunakan untuk mengambil data primer dari lapangan berupa
sampel. Cara pengambilan sampel adalah kegiatan yang dilakukan
meliputi penggunaan alat dan proses pengambilan sampel. Seperti terlihat
pada Tabel 3.3
Tabel 3.3
Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan Bahan Kegunaan
Laptop Input data citra hingga menghasilkan output
Sofware (ArcGis, Ms Exel dan
Er Mapper)
Pengolahan data citra dan data pendukung
citra
Camera Dokumentasi Hasil Pengamatan Lapangan
Citra Tahun 2004, 2009, 2014 Deforestasi mangrove
Lembar Kerja Pencatatan Hasil Pengamatan Lapangan
36
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi dan Ground Check Lapangan
Pengumpulan data dilakukan dengan cara datang langsung ke
lokasi penelitian dan melihat langsung kondisi penelitian.
Menurut Sugiono peneliti dalam melakukan pengumpulan data
menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa peneliti
sedang melakukan penelitian. Tetapi dalam suatu saat peneliti
jugabtidak terus terang dalam observasi kalau sustu saat data yang
dicari merupakan data yang masih dirahasiakan.37
Menurut Nasution (1998) dalam Sugiyono, menyebutkan
“observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan
hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia
kenyataan yang diperoleh melalui observasi”.38
Observasi dilakukan di Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan
Kapuk Muara untuk mengetahui persebaran mangrove.
2. Wawancara
Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap
informasi atau keterangan yang di peroleh sebelumnya. Teknik
wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah
wawancara mendalam.39
“Wawancara adalah proses pengumpulan data atau informasi
melalui tatap muka antar pihak penanya (interviewer) dengan pihak
yang ditanya atau penjawab (interviewee)”.40
Wawancara menurut Sugiyono, “merupakan pertemuan dua orang
untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab sehingga
ditemukan makna dalam suatu topic tertentu”.41
Menurut Steward dan Cash wawancara diartikan sebagai sebuah
interaksi yang didalamnya terdapat pertukaran atau berbagai aturan,
37
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, h. 312 38
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitataif dan R&D. h. 226. 39
Arif Sumantri, metodologi Penelitian Kesehatan. h.170 40
Djam’an Satori dan Aan Komariah. Metodologi penelitian Kualitatif. (Bandung:Alfabeta,
2013), h.129-130. 41
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, h. 317.
37
tanggung jawab, perasaan kepercayaan, motif dan informasi.
Wawancara bukanlah suatu kegiatan dengan kondidi satu orang
melakukan/memulai pembicaraan sementara yang lain hanya
mendengrkan.42
Agar penelitian ini terarah, peneliti terlebih dahulu menyusun kisi-
kisi instrument penelitian yang selanjutnya dijadikan acuan untuk
membuat pedoman wawancara dan observasi. Adapun kisi-kisi untuk
pedoman wawancara seperti terlihat pada Tabel 3.4
Tabel 3.4
Penjabaran Variabel Penelitian
No. Indikator
1. Analisis spasial perubahan lahan
mangrove
- Luasan tahun 2004 dan
tahun 2014
- Peta citra inderajauh
tahun 2004-2014 khusus
lahan mangrove
2. Kondisi sosial masyarakat sekitar lahan
mangrove
- Jenis Kelamin
- Umur
- Daerah Asal
- Tempat tinggal
- Pekerjaan
- Pendidikan
3. Dokumentasi
Menurut Sugiyono dokumentasi merupakan catatan peristiwa
yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau
karya-karya monumental dari seseorang.43
Dilakukan dengan cara
mencari data-data yang dapat menunjang penelitian, yaitu
mengumpulkan data-data berupa arsip, alat perekam atau dokumen
yang terkait dengan deforestasi mangrove.
42 Haris Herdiansyah, Metodelogi Penelitian Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba
Humanika, 2012), h. 118. 43
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitataif dan R&D. h.240
38
F. Teknik Pengumpulan Data Penginderaan Jauh
Teknik ini dilakukan untuk mengetahui perubahan mangrove di
Kelurahan Kapuk Muara dan Kelurahan Kamal Muara dari Tahun 2004-
2014. Seperti cara-cara berikut:
1. Proses Pengunduhan Citra
Pengunduhan citra dengan cara membuka web
http://eartexplorer.usgs.gov dan http://glovis.usgs
2. Pemotongan Citra (cropping)
Pemotongan citra dilakukan agar dapat melihat cangkupan area
citra yang dibutuhkan saja
3. Koreksi Geometrik
Koreksi Geometrik (pembetulan posisi citra) dilakukan untuk
mengatasi terjadinya distorsi geometrik dalam citra.44
Koreksi
geometrik dilakukan dengan memasukan GCP yang disesuaikan
dengan titik koordinat dalam peta RBI.
4. Koreksi Radiometrik
Koreksi radiometrik (penajaman citra), bertujuan untuk
memperbaiki citra akibat cacat, yaitu kesalahan disistem optic, karena
gangguan energy radiasi elektromagnetik di atmosfer, dan kesalahan
karena pengaruh sudut elevasi matahari.
G. Teknik Analisis Data Penginderaan Jauh
Teknik analisis data dengan menggunakan perangkat lunak Er-Mapper
7.0 yang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Komposisi Band
Komposisi band yang digunakan untuk penggunaan lahan yaitu
RGB 4, 5, 3.45
2. Unsupervised Classification (Klasifikasi tak Terbimbing)
Unsupervised Classification merupakan salah satu alternatif dalam
mengolah data penginderaan jauh. Unsupervised Classification
44
Lillesend dan Kiefer, Remote Sensing and Image Interpretation, (New York: John Wiley and
Sons, 2004), h.31 45
Sodikin, Modul “Petunjuk Teknis Pengolahan Citra Landsat dengan Er Mapper 7.0” h.90
39
menggunakan algoritma untuk menganalisis sejumlah piksel yang
tidak dikenal dan membaginya dalam sejumlah kelas didasarkan pada
pengelompokan nilai digital citra.
3. Ground Check Lapangan
Ground Check Lapangan dilakukan untuk mengetahui
perbandingan kenampakan objek pada citra dengan kenampakan objek
dilapangan sesuai karakteristiknya.
4. Supervised Classification (Klasifikasi Terbimbing)
Klasifikasi terbimbing merupakan metode yang diarahkan
sepenuhnya oleh peneliti dimulai dari penentuan titik penelitian.46
5. Analisis Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)
Normalized Diverence Vegetation Index (NDVI) dilakukan untuk
mengetahui vegetasi pada citra dengan menggunakan kanal Infra
Merah
Dekat (MIR) dan band Merah (VIS).
Formula NDVI adalah sebagai berikut.
( )
( )
NDVI = Normalized Divverence Vegetation Index
NIR = Near Infra Red
VIS = Visible Red47
Secara lebih jelas Keterangan Klasifikasi Nilai NDVI48
seperti
disajikan pada Tabel 3.4
46 Sodikin, Ibid,. h.116
47 Sodikin, Modul “Petunjuk Teknis Pengolahan Citra Landsat dengan Er Mapper 7.0” h.134
48https://www.researchgate.net/publication/323346324_Analisis_Kerapatan_Vegetasi_Untuk_
AreaPemukiman_Menggunakan_Citra_Satelit_LANDSAT_di_Kota_Tasikmalaya pada 26
September 2018 pada pukul 08.00 WIB
40
Tabel 3.4
Klasifikasi Nilai NDVI
Rentang Klasifikasi Kerapatan Vegetasi
-1 – 0 Awan, Badan Air,
Nonvegetasi
-
0 – 0,25 Vegetasi jarang
Pemukiman, Lahan
kosong
0,25 – 0,55 Cukup rapat Sawah Tegalan
0,55 – 0,78 Rapat Sawah, Semak,
Bekular
0,78 – 1 Sangat rapat Hutan
Sumber: Badan Pusat Statistik
6. Overlay
Overlay merupakan metode spasial penampalan baik suatu gambar
atau peta untuk berbagai keperluan. Dengan menggunakan software
Er Mapper 7.0
7. Analisis Perubahan Luasan Mangrove
Rumus untuk mengetahui perubahan luasan mangrove sebagai
berikut:
–
= Perubahan Luasan mangrove
= Luas Penggunaan Lahan tahun sesudah
= Luas Penggunaan Lahan tahun sebelum
41
8. Diagram Alur Penelitian
Citra Tahun 2004, 2009, 2014
Analisis Spasial Deforestasi Mangrove di
Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk
Muara Tahun 2004-2014
Overlay
Analisis Normlized
Difference Vegetation
Index (NDVI)
Ground Check Lapangan Tidak 80 %
Pengolahan Citra
Koreksi Radiometrik
Komposisi Band
Supervised Clasification
Unsupervised Clasification
Peta Sebaran
Mangrove Tahun
2004-2014
Ya
Wawancara
Koreksi Geometrik
64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan:
Kondisi sosial masyarakat sekitar lahan mangrove adalah berjenis
kelamin laki-laki dan perempuan dan lebih banyak berjenis kelamin Laki-
laki. Usia masyarakat di Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk
Muara terdiri dari: masa balita 0-5 tahun, masa kanak-kanak 5-11 tahun,
masa remaja awal 12-16 tahun, masa remaja akhir 17-25 tahun, masa
dewasa awal 26-35 tahun, masa dewasa akhir 36-45 tahun, masa lansia
awal 46-55 tahun, masa lansia akhir 56-65 tahun, masa manula 65-sampai
atas. Usia dominan di Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk
Muara adalah usia kanak-kanak usia 5-11 tahun dan paling sedikit adalah
masa manula 65-sampai atas. Masyarakat di Kelurahan Kamal Muara dan
Kelurahan Kapuk Muara berasal dari Jakarta Utara dan Makasar,
Sulawesi. Tempat tinggal masyarakat di Kelurahan Kamal Muara berada
dipinggir laut dengan keadaan tempat tinggal yang sederhana dan tempat
tinggal masyarakat di Kelurahan Kapuk Muara banyak didirikan pabrik
sehingga sebagian masyarakat pendatang tinggal dirusun. Pekerjaan
masyarakat diKelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk Muara terdiri
dari: Ibu rumah tangga, pedagang, nelayan dan buruh pabrik. Masyarakat
di Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk Muara rata-rata
pendidikannya SMA.
Perubahan luasan lahan mangrove dari tahun 2004-2009 di
Kelurahan Kamal Muara sebesar 3.511 ha dan di Kelurahan Kapuk Muara
sebesar 6.067 ha. Perubahan luas lahan mangrove dari tahun 2009-2014 di
Kelurahan Kamal Muara sebesar -731 ha dan di Kelurahan Kapuk Muara
sebesar -2 ha. Terjadi peningkatan luasan mangrove pada tahun 2004-2009
di Kelurahan Kamal Muara dengan penambahan 3.511 ha dan peningkatan
luasan mangrove pada tahun 2004-2009 di Kelurahan Kapuk Muara
65
dengan penambahan 6.067 ha. Terjadi penurunan luasan lahan mangrove
pada tahun 2009-2014 di Kelurahan Kamal Muara dengan penurunan 731
ha dan penurunan luasan mangrove pada tahun 2009-2014 di Kelurahan
Kapuk Muara dengan penurunan 2 ha. Terjadi perubahan luasan mangrove
selama 10 tahun yang dihitung dari tahun 2004-2014 dengan penambahan
di Kelurahan Kamal Muara sebesar 2.780 dan penambahan di Kelurahan
Kapuk Muara sebesar 6.065.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diberikan saran
sebagai berikut:
1. Untuk Lembaga Pemerintah
a. Pemerintah seharusnya dapat mengoptimalkan kerjasama dengan
beberapa intansi dan masyarakat untuk menanam dan menjaga
mangrove
b. Perlu adanya peningkatan sosialisasi pemakaman akan dampak
kerusakan mangrove pada masyarakat setempat dan masyarakat
luas
2. Untuk Masyarakat
a. Perlu adanya partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan dan
pengembangan mangrove
b. Perlu adanya penanaman mangrove yang berkelanjutan
3. Untuk Peneliti Lain
a. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi vegetasi
mangrove secara spesifik
b. Hendaknya melakukan pengelolahan jenis mangrove dan pola
penanaman yang tepat untuk mengtahui luas lahan mangrove
66
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Aksornkoae, S, Ecology And Management Of Mangrove, (Word Konservasion
Union (IUCN), Glend (Switzerland) Wetland Programe 1993)
Bird Eric, Coastal Geomorfologi, (Australia: University Of Melbourne, 2007)
Burhan Bugin, Metodelogi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi,
dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana,
2009)
Dahuri R, Pengelolahan Sumber Daya Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu,
(Jakarta: PT. Pradya Paramita, 2001)
Haris Herdiansyah, Metodelogi Penelitian Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta:
Salemba Humanika, 2012)
Haris Hendriansyah, Observasi dan Focus Grops: Sebagai Instrumen Penggalian
Data Kuantitatif, (Jakarta: Rajawali Press, 2015)
Lillesend dan Kiefer, Remote Sensing and Image Interpretation, (New York: John
Wiley and Sons, 2004)
Mira Rita, Ch. Endah, dkk, Ekosistem Lahan Basah Untuk Guru Dan Praktisi
Pendidikan, (Bandung: Pusat Pengembangan Penataran Guru Ilmu
Pengetahuan Alam 1996)
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Gahlia Indonesia, 2003)
Pramudji, Informasi Kawasan Hutan Mangrove Di Pesisir Jakaarta, (Jakarta:
Kajian Perubahan Ekologis Perairan Teluk Jakarta LIPI, 2008)
Purwadhi, Interprestasi Citra Digital, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2001)
67
Purwaddhi dan Sanjoto, Pengantar Interprestasi Citra Pengindraan Jauh,
(Jakarta: LAPAN dan Universitas Negeri Semarang, 2008)
Sri Mekar Diah, dkk, Seri Buku Informasi dan Potensi Taman Nasional Alas
Purwo
Setyawan, Ahmad Dwi, Iodiversitas Ekosistem Di Jawa, Tinjauan Pesisir Utara
Dan Selatan Jawa Tengah, (Surakarta: Pusat Penelitian Dan Pengembangan
Bioteknologi Dan Iodiversitas Jurusan Bioligi FMIPA UNS, 2008)
Siregar Mustaid, Analisiss Tingkat Kesuburan Tanah Dari Beberapa Tipe Lahan
Di Sekitar Daerah Aliran Sungai Mahakam (Bogor, Puslitbang Biologi,
2002)
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitataif dan R&D
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan
Sukandarramudi, Metodelogi Penelitian, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press)
MODUL
Sodikin, Modul “Petunjuk Teknis Pengolahan Citra Landsat dengan Er Mapper
7.0”
JURNAL
Diki Nurul Huda Analisis Kerapatan Vegetasi Untuk AreaPemukiman
Menggunakan Citra Satelit LANDSAT di Kota Tasikmalaya
Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Provinsi DKI Jakarta data
kelembapan udara dki jakarta menurut bulan
Badan Pusat Statistik Suhu Udara Di Jakarta Utara dalam angka 2015 (BPS.go.id)
68
SKRIPSI/TESIS
Alikardo S. Hadi, Dampak Reklamasi Teluk Jakarta Pada Ekosistem Mangrove,
(Bogor: Skripsi Jurusan Konsentrasi Sumber Daya Hutan Fakultas
Kehutanan IPB, 1996)
Arfando Rio, Perubahan Mangrove Di Pulau Panjang Kabupaten Serang
Provinsi Banten, (Depok: Skripsi Jurusan Geografi Fakultas Matematika
Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008)
Irwanto, Analisis Vegetasi Untuk Pengelolahan Kawasan Hutan Lindung Pulau
Marsegu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku, (Yogyakarta:
Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, 2007)
Marcello, Hansel, Perbahan Mangrove Di Wilayah Pesisir Indamayu, (Depok:
Skripsi Jurusan Geografi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia, 2012)
Sandy I.M, Land Use Dan Perkembangan Penduduk, (Depok: Skripsi Jurusan
Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Indonesia, 1986)
Siti Hajar Daraintan, Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Mendeteksi Perubahan
Kawasan Mangrove Di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara Tahun
2000-2016, (Jakarta: Skripsi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, Universitas Islam Negeri)
Wahyudi Arif Makmun, Distribusi Ekosistem Mangrove Berdasarkan Nilai
Penting Di Tanjung Jabung Timutur Provinsi Jambi, (Bogor: Skripsi
Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan IPB, 2005)
BIODATA PENULIS
Khoirunnisa (1112015000117), Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Konsentrasi Geografi, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis lahir di Jakarta 30 Mei 1994. Bertempat tinggal di
Duri Kosambi, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat.
Penulis merupakan anak dari Bapak Ahmad Burdaih dan Ibu Sri Lestari. Penulis
menikah pada tahun 2016 dengan Bagus Mulyo Handoko dan telah dikaruniai
satu orang anak laki-laki bernama Muhammad Ahza Al Asytar.
Pendidikan penulis dimulai dari MI Ad Dawah I Jakarta Barat pada tahun 2005,
kemudian melanjutkan di MTs N 8 Jakarta Barat pada tahun 2008, Pendidikan
SMA diselesaikan di MAN 12 Jakarta Barat tahun 2011.
Email: khoirunnisa575@gmail.com
Recommended