View
229
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
ANALISA KONTRAK PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BANK
DKI SYARIAH DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG
PERPAJAKAN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
Oleh :
MUADZ HILMI
NIM : 1110046100185
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
i
ANALISA KONTRAK PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BANK
DKI SYARIAH DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG
PERPAJAKAN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy)
Oleh :
MUADZ HILMI
NIM : 1110046100185
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
v
ABSTRAK
Muadz Hilmi. NIM: 1110046100185, ANALISA KONTRAK
PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BANK DKI SYARIAH DALAM
PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN DAN PERLINDUNGAN
KONSUMEN. Skripsi Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437
H/2016 M.
Pembiayaan take over merupakan salah satu produk perbankan syariah
yang menawarkan kelebihan tersendiri kepada masyarakat terutama dari sisi
idealisme keysariahan. Secara prinsip akad yang diterapkan dalam pembiayaan
take over memang telah sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN-MUI, namun secara
teknis pelaksanaan, ditemukan banyak hal yang tidak sesuai dengan ketentuan
Fatwa DSN-MUI serta peraturan perundang-undangan yang terkait. Oleh karena
itu dalam penelitian ini akan dikaji mengenai kesesuaian kontrak pembiayaan take
over di Bank DKI Syariah dengan peraturan perundang-undangan tentang
perpajakan dan perlindungan konsumen.
Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normative.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara, studi
dokumentasi dan studi pustaka. Kemudian data yang diperoleh disajikan secara
kualitatif dengan pendekatan deskriptif-analitis.
Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa dalam kontrak pembiayaan
take over di Bank DKI Syariah tidak terdapat pelanggaran yang berkaitan dengan
UU Perpajakan, namun bisa dikategorikan kedalam tindakan penghindaran pajak.
Namun terdapat beberapa ketidaksesuaian isi kontrak take di Bank DKI Syariah
dengan UU Perlindungan Konsumen yaitu pembatasan tindakan nasabah serta
bahasa kontrak yang terlalu ilmiah serta klausula kontrak yang banyak dan
berbelit-belit sehingga sulit dipahami oleh masyarakat awam.
Kata kunci : Kontrak Pembiayaan, Take Over Syariah, Perpajakan,
Perlindungan Konsumen
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Tiada yang pantas terucap dari lisan ini kecuali hanya puja dan pujian
kehadirat Allah SWT atas seluruh nikmat, rahmat serta karunia-Nya sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta
salam tidak lupa senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan kita, Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Semoga kita senantiasa
menjadi umatnya yang istiqomah menjalankan sunnah-sunnahnya. Amin.
Rasa terimakasih yang paling besar ingin penulis ucapkan kepada Abi dan
Umi tercinta, Mahfudz dan Hilyah. Mereka adalah orangtua yang kasih dan
sayangnya tiada terukur, serta cinta dan pengorbanannya yang tidak akan pernah
terbalas. Orang tua yang senantiasa memberikan do’a, semangat dan motivasinya
kepada penulis. Semoga Allah senantiasa melimpahkan nikmat dan kasih sayang-
Nya, serta memberikan kesehatan dan keberkahan dalam umur yang panjang.
Amin.
Penulis sebagai manusia biasa yang tidak luput dari salah dan khilaf
menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan,
dikarenakan keterbatasan ilmu, wawasan dan pengalaman yang penulis miliki.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kemaslahatan bersama
dan bernilai ibadah dalam pandangan Allah SWT.
Penulis tidak memungkiri akan peran berbagai pihak yang telah banyak
membantu, mendo’akan dan memberikan semangat serta motivasi dalam
vii
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati
perkenankanlah penulis untuk mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Asep Saepuddin Jahar, MA., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak AM Hasan Ali, M.A, selaku Ketua Program Studi Muamalat, dan
Bapak H. Abdurrauf, LC, MA, selaku Sekretaris Program Studi Muamalat.
3. Bapak H. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH, selaku Dosen Pembimbing
Skripsi yang sudah memberikan bimbingan serta arahan sehingga saya
dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Muhammad Maksum, MA, selaku Dosen Pembimbing
Akademik.
5. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan ilmu, wawasan, pengalaman, perhatian serta
nasihat kehidupan yang berguna kepada seluruh mahasiwa.
6. Ibu Husna Azka selaku Administrasi Pembiayaan di Bank DKI Syariah
Cabang Pondok Indah yang telah meluangkan waktunya dalam membantu
dan memberikan data serta informasi yang sangat membantu penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Adik-adikku Achmad Rifqi dan Wanda Chairunnisya yang selalu
memberikan semangat, motivasi dan do’anya serta kasih sayang yang luar
biasa. Semoga Allah memberikan kesehatan dan keberkahan serta umur
yang panjang.
viii
8. Teman-teman Perbankan Syariah D yang telah memberikan bantuan, saran
serta dukungannya selama menjalani perkuliahan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
9. Seluruh Keluarga KAHFI Motivator School yang selalu memberikan
semangat dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik
mungkin.
10. Sahabat-sahabat karib terdekat dan rekan seperjuangan yang tidak dapat
penulis sebutkan satu-persatu, namun telah berkontribusi sangat besar
dalam penulisan skripsi ini.
Mengakhiri kata pengantar ini, kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis hanya bisa mengucapkan terimakasih
serta memanjatkan do’a kepada Allah SWT, semoga kebaikan yang telah
diberikan dapat diridhoi oleh Allah SWT, dan semoga mendapatkan pahala serta
balasan yang berlipat-lipat ganda. Amin.
Jakarta, Juni 2016
Muadz Hilmi
ix
Daftar Isi
Halaman
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
ABSTRAK v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi Masalah 5
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 6
E. Kajian Pustaka (Riview Studi Terdahulu) 8
F. Metodologi Penelitian 12
x
G. Sistematika Penulisan 15
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Perancangan Kontrak 17
1. Pembuatan Draft Kontrak 17
2. Saling Menukar Draft Kontrak 18
3. Jika Perlu Diadakan Revisi 18
4. Dilakukan Penyelesaian Akhir 19
5. Penutup 19
B. Perpajakan 19
1. Ketentuan Umum Perpajakan 19
2. Undang-undang Perpajakan Tentang Jual Beli 21
C. Perlindungan Konsumen 26
1. Pengertian Perlindungan Konsumen 26
2. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen 26
3. Perlindungan Konsumen Berdasarkan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 29
BAB III : TAKE OVER SYARIAH
A. Take Over Syariah 35
1. Definisi Take Over Syariah 35
2. Landasan Hukum Take Over Syariah 36
3. Tujuan Take Over Syariah 37
4. Bentuk-bentuk Akad Take Over Syariah 38
xi
B. Aplikasi Pembiayaan Take Over di Bank DKI Syariah 40
1. Sejarah, Visi Misi serta Produk dan Layanan
Bank DKI Syariah 40
2. Struktur Organisasi Bank DKI Syariah 42
3. Kinerja bank DKI Syariah 42
4. Teknis Pembiayaan Take Over di Bank DKI Syariah 45
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisa Isi Kontrak Pembiayaan Take Over di Bank DKI
Syariah 48
B. Analisis Kontrak Pembiayaan Take Over di Bank DKI Syariah
Dalam Perspektif Undang-undang Perpajakan 63
C. Analisis Kontrak Pembiayaan Take Over di Bank DKI Syariah
Dalam Perspektif Undang-undang Perlindungan Konsumen 72
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan 77
B. Saran 78
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Struktur Organisasi Bank DKI Syariah 42
Gambar 4.1 Flowchart Pembiayaan Take Over di Bank DKI Syariah 68
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Transkrip Wawancara Bank DKI Syariah 84
Lampiran 2 Surat Keterangan Penelitian di Bank DKI Syariah 87
Lampiran 3 Kontrak Pembiayaan Take Over di Bank DKI Syariah 88
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tak bisa dipungkiri, bahwa inovasi produk menjadi kunci perbankan
syariah untuk lebih kompetitif dan lebih berkembang dengan cepat sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Inovasi produk harus menjadi strategi prioritas
bagi bank-bank syariah, karena inovasi memiliki peran penting dalam
merambah dan menguasai pasar yang selalu berubah. Keberhasilan sistem
perbankan syari’ah di masa depan akan banyak tergantung kepada
kemampuan bank-bank syari’ah menyajikan produk-produk yang menarik,
kompetitif dan memberikan kemudahan transaksi, sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, namun tentu harus tetap sesuai dengan kadiah dan pedoman
syariah yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional MUI.
Salah satu poin penting untuk menciptakan produk perbankan syariah
dalam menyahuti tuntutan kebutuhan masyarakat modern adalah dengan
pengembangan hybrid cocntract (multi akad). Karena bentuk akad tunggal
dipandang sudah tidak mampu merespon transaksi keuangan kontemporer.
Salah satu produk baru perbankan syariah dari hasil pengembangan hybrid
contract (multi akad) adalah pembiayaan take over (pengalihan hutang). Pada
pembiayaan take over ini perbankan syariah menawarkan kelebihan tersendiri
kepada masyarakat terutama dalam sisi idealisme kesyariahan, sehingga
penawaran pembiayaan take over oleh bank/lembaga keuangan syariah
ditawarkan kepada nasabah-nasabah yang sudah memiliki fasilitas kredit di
2
bank konvensional. Produk pembiayaan take over ini diharapkan dapat
memikat msyarakat, karena sebagai upaya hijrah dari transkasi ribawi
bank/lembaga keuangan konvensional yang berbasis bunga (haram) kepada
transaksi syariah yang halal. Selain itu, suku bunga bank konvensional yang
fluktuatif membuat biaya angsuran bulanan nasabah menjadi tidak menentu.
Berbeda dengan konvensional, bank syariah menawarkan angsuran tetap
setiap bulannya sehingga memberikan kepastian kepada nasabah dan
memudahkannya untuk mengatur arus pengeluaran dan pendapatannya.
Dalam fatwa DSN-MUI tentang pengalihan hutang terdapat 4 alternatif
akad yang dapat digunakan, yaitu:
1. Qardh dan murabahah
2. Syirkah al-milk dan murabahah
3. Qardh dan ijarah
4. Qardh dan IMBT (Ijarah Muntahiyah bit-Tamlik)
Pada prakteknya, kebanyakan bank syariah menggunakan alternatif akad
yang pertama yaitu penggabungan antara akad qardh dan murabahah. Hal
tersebut karena alternatif akad yang lain kurang popular baik di kalangan
masyarakat maupun di kalangan perbankan syariah itu sendiri.1 Selain itu akad
qardh dan murabahah ini adalah akad yang paling mudah diterapkan.2
Secara prinsip akad yang diterapkan dalam pembiayaan take over memang
telah sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN-MUI. Namun secara teknis
1 Fauzia Ramadhan, Skripsi: Analisa Terhadap Mekanisme Take over Pada pembiayaan
Kepemilikan Rumah (Studi Pada Divisi Syariah PT Bank Negara Indonesia), (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2009), hlm. 74 2 Farida Sutarsih, Skripsi: Desain Akad Pembiayaan Take over KPR Syariah Di Bank
Muamalat Indonesia, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), hlm. 52.
3
pelaksanaan di lapangan, ditemukan fakta bahwa banyak terjadi hal-hal yang
menyimpang dan belum sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN-MUI dan
peraturan perundang-undangan.
Seperti fakta yang ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh M.
Koni Rumaini Aziz di Bank DKI Syariah. Pembiayaan take over di Bank DKI
Syariah menggunakan alternatif akad yang ketiga yaitu penggabungan akad
qardh dan IMBT (ijarah muntahiyah bit-tamlik), di mana bank memberikan
dana talangan kepada nasabah untuk melunasi kreditnya di bank konvensional.
Setelah lunas, objek take over (rumah) mutlak milik nasabah. Kemudian
nasabah menjualnya kepada Bank DKI Syariah menggunakan akad Bai’ (jual
beli). Rumah sekarang menjadi milik Bank DKI Syariah. Karena kepemilikan
rumah sudah berpindah tangan, seharusnya terjadi pergantian balik nama,
tetapi ini tidak dilakukan. Kemudian bank syariah menyewakan rumah ini
kepada nasabah yang diakhiri pada masa akhir sewa dengan kepemilikan
rumah pada nasabah dengan menggunakan akad IMBT, Maka seharusnya
terjadi lagi penggantian balik nama objek take over (rumah) dari bank syariah
ke nasabah.3 Meskipun dalam hal ini akan mengeluarkan biaya yang lumayan
lebih besar.4 Bukan hanya itu, ketika terjadi transaksi jual-beli terdapat
beberapa ketentuan atau kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh
penjual dan pembeli. Kewajiban pajak yang timbul ketika terjadi transaksi
jual-beli diantaranya adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang dibebankan kepada
3 Salim, Hukum Kontrak (Teori & Teknik Penyusunan Kontrak), (Jakarta: Sinar Grafika,
2003), hlm. 128. 4 M. Koni Rumaini Aziz, Skripsi: Analisa Take over Di Bank DKI Syariah, (Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), hlm. 84.
4
penjual dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang
dibebankan kepada pembeli.
Temuan selanjutnya masih dalam penelitian yang dilakukan oleh M. Koni
Rumaini Aziz di Bank DKI Syariah, terdapat beberapa aspek yang belum
sesuai antara aplikasi take over dengan teori akad pengalihan hutang (hiwalah)
berdasarkan ketentuan Fatwa DSN-MUI dan UU Perpajakan. Dalam draft
kontrak pembiayaan take over, biaya pajak seluruhnya dibebankan kepada
nasabah. Padahal dalam perjanjian IMBT, kepemilikan barang masih dipegang
oleh bank hingga berakhir masa sewa dan perpindahan kepemilikan, maka
seharusnya pihak bank yang menaggung dan membayar pajak atas barang
tersebut.5
Hal ini bisa terjadi karena tidak ada proses pergantian balik nama pada
saat nasabah menjual assetnya (rumah) kepada bank, sehingga sertifikat rumah
masih atas nama nasabah. Hal inilah yang mendasari bank membuat klausula
dalam draft kontrak, biaya pajak dibebankan kepada nasabah.
Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam teknis pelaksanaan
pembiayaan take over tersebut tidak terlepas dari kontrak perjanjian yang
disepakati antara pihak bank syariah dan nasabah pada awal transaksi.
Seringkali karena alasan efisiensi operasional dan melindungi kepentingan
bank, dalam kontrak baku (standard contact) yang dibuat oleh bank
melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Fatwa DSN-MUI dan
peraturan terkait terutama Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Dan
5 Ibid., hlm. 85.
5
yang lebih parahnya lagi bahkan masih sering ditemukan pencantuman
klausula baku yang berpeluang melemahkan nasabah. Karena pada prakteknya
pihak nasabah tinggal membaca isi kontrak baku tersebut dengan pilihan tetap
melanjutkan transaksi atau tidak sama sekali, sehingga kesempatan untuk
bernegosiasi sebagai proses awal memperoleh kata sepakat sangat kecil
bahkan terabaikan.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka
penulis tertarik untuk melakukan pengkajian lebih dalam mengenai
permasalahan tersebut dengan judul “Analisa Kontrak Pembiayaan Take
over Di Bank DKI Syariah Dalam Perspektif Undang-Undang
Perpajakan Dan Perlindungan Konsumen”.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut, maka dapat diidentifikasikan
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan pembiayaan take over?
2. Bagaimana aplikasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS)?
3. Bagaimana isi kontrak perjanjian take over di Lembaga Keuangan
Syariah (LKS)?
4. Beban pajak apa saja yang timbul dalam akad pembiayaan take over?
5. Apa yang dimaksud dengan perlindungan konsumen?
6. Apakah draft kontrak perjanjian take over di Lembaga Keuangan
Syariah (LKS) sudah sesuai dengan peraturan perlindungan
konsumen?
6
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah draft kontrak
pembiayaan take over. Oleh karena itu dalam penelitian ini diberikan
pembatasan masalah dengan maksud agar penelitian ini tidak terlalu
melebar dan fokus kepada topik yang dibahas sehingga hasil yang dicapai
dapat memberikan pemahaman yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Maka pembahasan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini hanya
terfokus pada analisa kontrak pembiayaan take over di Bank DKI Syariah
ditinjau dari perspektif Undang-undang Perpajakan dan Undang-undang
Perlindungan Konsumen.
2. Perumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas,
penulis merumuskan permasalahan dalam pertanyaan-pertanyaan berikut:
a. Bagaimana isi kontrak pembiayaan take over di Bank DKI Syariah?
b. Apakah isi kontrak pembiayaan take over di Bank DKI Syariah telah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan dan
perlindungan konsumen?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui isi kontrak pembiayaan take over di Bank DKI
Syariah.
b. Untuk menganalisis kesesuaian isi kontrak pembiayaan take over di
7
Bank DKI Syariah berdasarkan peraturan perundang-undangan tentang
perpajakan dan perlindungan konsumen.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi/ilmu pengetahuan
bagi kalangan akademisi institusi tentang isi kontrak pembiayaan take
over di Bank DKI Syariah ditinjau dari perspektif peraturan
perundang-undangan tentang perpajakan dan perlindungan konsumen.
b. Manfaat Praktis
1) Bagi Penulis
Untuk menerapkan dan mempersembahkan sebuah karya tulis
terhadap ilmu yang telah didapat selama masa perkuliahan dan
untuk memperluas wawasan pada bidang kajian ekonomi islam.
2) Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana baru dalam
kajian ekonomi syariah yang pada gilirannya akan mendorong
lahirnya karya-karya baru oleh para akademisi.
3) Bagi Lembaga Keuangan Syariah
Dan bagi para praktisi lembaga keuangan syariah hasil
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan serta memberi
masukan dalam mengevaluasi kesesuaian produk-produk yang
dijalankan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Dewan Syariah
Nasional MUI .
8
E. Kajian Pustaka (Review Studi Terdahulu)
1. Farida Sutarsih (2008)
Judul Skripsi: Desain Akad Pembiayaan Take over KPR Syariah di
Bank Muamalat Indonesia
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang
menghasilkan data deskriptif dan tertulis dengan informasi dari lembaga
yang terlibat dalam objek penelitian.
Permasalahan yang dibahas adalah mengenai bagaimana aplikasi
pembiayaan take over KPR Syariah di Bank Muamalat, dan bagaimana
desain akad take over KPR Syariah yang lebih relevan dan lebih sesuai
syariah.
Hasil dari penelitian ini adalah akad pembiayaan take over KPR
Syariah di Bank Muamalat Indonesia menggunakan akad qardh dan
murabahah yang merupakan alternatif pertama dari empat alternatif yang
ditetapkan DSN-MUI dalam fatwa no. 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang
pengalihan hutang. Namun pada prakteknya alternatif akad pertama ini
kurang sesuai syariah karena salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam
murabahah adalah komoditas/barang dari nasabah sendiri dengan
perjanjian buy back (pembelian kembali) adalah sama dengan transaksi
berbasis bunga, dalam hal ini mirip bai’ al-inah.
2. Fauzia Ramadhan (2009)
Judul Skripsi: Analisa Terhadap Mekanisme Take over pada
Pembiayaan Kepemilikan Rumah (Studi Pada Divisi Syariah PT Bank
9
Negara Indonesia)
Skripsi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, dimana data yang
dihasilkan adalah data deskriptif yang diperoleh dari berbagai sumber baik
lisan maupun tulisan. Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan mencari data-data yang diperlukan
terlebih dahulu, kemudian mengelompokkan berdasarkan pembahasan tiap
bab. Kemudian setelah mempelajari data yang ada, penulis akan menelaah
data, dan dari proses analisa tersebut, penulis akan mengambil kesimpulan
dari masalah yang bersifat umum kepada masalah yang bersifat khusus.
Pembahasan pada skripsi ini adalah menjelaskan apa yang dimaksud
dengan take over pada kredit pemilikan rumah (KPR), sebab-sebab
terjadinya take over pada kredit pemilikan rumah, serta menganalisa
mengenai bagaimana aplikasi dan mekanisme take over pada pembiayaan
KPR di BNI Syariah.
Hasil yang didapat dari penelitian ini menjelaskan bahwa yang
dimaksud take over pad kredit pemilikan rumah (KPR) adalah pengalihan
hutang dengan sistem kredit di bank konvensional menjadi pembiayaan
dengan sistem jual beli di bank syariah dimana yang menjadi objek
akadnya adalah sisa angsuran nasabah di bank asal. Selanjutnya hal-hal
yang mempengaruhi terjadinya take over yang paling utama adalah
kondisi mikro ekonomi Indonesia yang kemudian berdapak pada kebijakan
yang ditetapkan oleh bank. Dan beberapa hal lain yang menyebabkan take
over adalah sebagai berikut:
10
a. Suku bunga bank konvensional yang fluktuatif membuat angsuran
KPR nasabah menjadi tidak menentu.
b. Kekecewaan nasabah terkait dengan laporan pembayaran angsuran yng
dibebankan bank konvensional yang ternyata pada awal-awal tahun
perjanjian KPR sebagian besar hanya untuk membayar bunganya
sehingga outstanding pokok KPR turunnya tidak signifikan.
c. Kesadaran nasabah bahwa sistem bunga bank tidak halal
d. Apabila take over terjadi dari bank syariah satu ke bank syariah lain
dapat disebabkan oleh perbedaan tingkat margin antar bank.
Pada take over KPR, proses perpindahan kredit menjadi pembiayaan
dengan jual beli di bank syariah terasa berbelit-belit tetapi proses itu akan
diurus oleh pihak bank. Pengaplikasian akad untuk take over di BNI
Syariah didominasi oleh kombinasi akad qardh dan murabahah karena
akad tersebut lebih mudah dipahami oleh masyarakat umum maupun
praktisi perbankan syariah itu sendiri.
3. M. Koni Rumaini Aziz (2011)
Judul Skripsi: Analisa Perjanjian Take over di Bank DKI Syariah
Jenis penelitian ini dalah yuridis normatif, yakni penelitian yang
difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah dalam hukum positif.
Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan cara menganalisa isi
(content analysis). Analisis isi atau yang biasa disebut analisis dokumen
adalah analisa data yang berasal dari dokumen untuk memaparkan
informasi-informasi yang berguna. Bahan yang dipelajari dalam penelitian
11
dapat berupa bahan yang diucapkan juga bahan yang tertulis.
Pada skripsi ini pembahasannya mengenai bagaimana konsep take over
secara prinsip syariah, bagaimana aplikasi pembiayaan take over KPR di
Bank DKI Syariah, dan selanjutnya menganalisa kesesuaian mekanisme
pembiayaan take over KPR di Bank DKI Syariah dengan konsep take over
dalam prinsip syariah.
Hasil dari penelitian ini adalah pada pembiayaan take over di Bank
DKI Syariah akad yang digunakan adalah akad qardh dan ijarah
muntahiyah bit-tamlik (IMBT). Terdapat beberapa aspek yang belum
sesuai antara aplikasi take over dengan teori akad pengalihan hutang
(hiwalah) diantaranya:
a. Jaminan
b. Status hak kepemilikan barang yang tidak ada penggantian balik
namanya
c. Pajak yang ditanggung oleh mustajir/nasabah
d. Pembatasan tindakan mustajir/nasabah
e. Kerugian atas objek take over yang ditanggung oleh mustajir/nasabah
f. Klausula sanksi-sanksi
Dari tinjauan beberapa skripsi terdahulu tersebut terdapat persamaan dan
perbedaan dalam kajian penelitian yang dibahas. Persamaannya adalah objek
penelitian yang dibahas mengenai pembiayaan take over di Bank Syariah.
Sedangkan perbedaan yang coba penulis bahas adalah mengenai kontrak
pembiayaan take over di Bank Syariah ditinjau dari perspektif peraturan
12
perundang-undangan tentang perpajakan dan perlindungan konsumen.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang bersifat normatif yaitu
penelitian yang menganalisis ketentuan-ketentuan hukum positif maupun
asas-asas hukum, dengan melakukan penjelasan secara sitematis ketentuan
hukum dalam sebuah kategori hukum tertentu, menganalisis hubungan
antara ketentuan hukum, menjelaskan dan memprediksi perkembangan
kedepan.6
2. Pendekatan Masalah
Untuk menganalisis permasalahan yang ada, penelitian ini
menggunakan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan konsep, perundang-
undangan dan pendekatan kasus. Pendekatan konsep dilakukan untuk
melihat kesesuaian konsep dengan aplikasi pembiayaan take over di Bank
DKI Syariah. Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk
menyingkap substansi draft kontrak pembiayaan take over dalam sistem
hukum di Indonesia. Untuk tujuan tersebut akan dikaji Undang-undang
Perpajakan dan Undang-undang Perlindungan Konsumen. Sedangkan
pendekatan kasus bertujuan unutk mempelajari penerapan norma-norma
atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktek hukum. Hal ini
dilakukan untuk melihat pelanggaran klausula kontrak dengan konsep atau
6 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. Ke-3. (Jakarta: UI Press, 1986),
hlm. 51
13
teori dan perundang-undangan di Bank DKI Syariah. Dalam penelitian ini
fokus penelitian adalah pada draft kontrak pembiayaan take over yang
meliputi akad murabahah, akad qardh, surat pernyataan, surat pengakuan,
berita acara serah terima dokumen, surat permohonan realisasi
pembiayaan, dan akad bai’.
3. Jenis, Kriteria dan Sumber Data
1. Data Primer
Data Primer adalah data yang didapat dari sumber pertama, baik
dari individu atau perseorangan seperti hasil dari wawancara.7 Dalam
penelitian ini data primer didapatkan melalui wawancara dengan Ibu
Husna Azka selaku Administrasi Pembiayaan di Bank DKI Syariah
cabang Pondok Indah.
2. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi
dokumen/pustaka (library research).8 Data sekunder yang digunakan
meliputi draft kontrak pembiayaan take over di Bank Dki Syariah,
Fatwa DSN MUI, peraturan perundang-undangan, hukum kontrak, dan
beberapa literatur mengenai fiqh muamalat.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini,
maka penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai
7 Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsidan Tesis Bisnis, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), hlm. 42. 8 Tommy Hendra Purwaka, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Atma
Jaya, 2007), hlm. 72.
14
berikut:
1. Wawancara (interview)
Penulis menggunakan wawancara untuk mendapatkan informasi
yang berkaitan dengan praktek pembiayaan take over di Bank DKI
Syariah. Pihak yang diwawancara adalah bagian administrasi
pembiayaan yang berwenang dan mengetahui secara detail bagaimana
aplikasi pembiayaan take over di Bank DKI Syariah.
2. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang ditujukan
kepada subyek penelitian.9 Studi dilakukan dengan cara melihat
dokumen dan arsip yang dijadikan objek penelitian yang berkaitan
dengan masalah penelitian.
3. Studi Pustaka
Dalam metode ini penulis melakukan penelitian dan mempelajari
buku-buku kepustakaan, literatur, artikel, bahan-bahan materi kuliah
yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini.
5. Teknik Analisis Data
Data atau informasi yang diperoleh dalam penelitian ini akan disajikan
secara kualitatif dengan pendekatan deskriptif-analitis dan perspektif-
analitis. Analisis data dilakukan secara menyeluruh dan merupakan satu
kesatuan, metode yang demikian ditempuh karena penelitian ini
mementingkan pada kesesuaian prosedur dan isinya dengan teori dan
9 Sukandar Rumidi, Metodologi Penelitian (Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula),
(Yogyakarta: UGM Press, 2004), hlm. 100.
15
Undang-undang.
Teknik analisis diawali dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum
baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang berkaitan
dengan hukum perpajakan dan perlindungan konsumen. Bahan-bahan
hukum tersebut diperoleh melalui studi kepustakaan, buku-buku hukum,
jurnal hukum, internet, hasil seminar dan lain-lain.
Pada bahan hukum primer dipelajari dan diidentifikasi kaidah-kaidah
atau asas-asas hukum yang telah dirumuskan dalam peraturan perundang-
undangan, menganalisis masalah dengan tujuan mencari dalil. Kemudian
bahan-bahan penelitian yang telah ditentukan tersebut dipelajari dengan
seksama sehingga diperoleh kesimpulan yang terkandung didalamnya,
baik berupa ide, usul, argumentasi, maupun ketentuan-ketentuan terkait.
6. Teknik Penulisan
Penulisan skripsi ini ditulis dengan mengikuti “Pedoman Penulisan
Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam skripsi ini terdiri dari 5
(lima) bab. Masing-masing bab memiliki isi yang saling berkaitan dalam
proses penelitian dan untuk analisa hasil penelitian di lapangan. Berikut
adalah ulasan mengenai isi dari tiap bab tersebut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
16
penelitian, review pustaka terdahulu, metode penelitian, dan sistemaika
penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan tentang teori-teori yang berkaitan dengan skripsi
ini yaitu teori tentang perancangan kontrak, serta ketentuan tentang
hukum perpajakan dan perlindungan konsumen.
BAB III TAKE OVER SYARIAH
Bab ini menjelaskan tentang take over syariah mulai dari definisi take
over, landasan hukum take over, tujuan take over, sebab-sebab
terjadinya take over, bentuk-bentuk take over, serta aplikasi
pembiayaan take over di Bank DKI Syariah.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tentang analisa isi kontrak pembiayaan take over
di Bank DKI Syariah serta analisa kesesuaian isi kontrak pembiayaan
take over di Bank DKI Syariah berdasarkan peraturan perundang-
undangan tentang perpajakan dan perlindungan konsumen.
BAB V PENUTUP
Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dari rumusan permasalahan
yang telah dibahas dan saran.
17
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Perancangan Kontrak
Dalam perancangan kontrak, harus diperhatikan berbagai tahap dalam
perancangannya. Ada lima tahap dalam perancangan kontrak di Indonesia, yaitu:10
1. Pembuatan Draft Kontrak
Adalah pembuatan draft isi/materi kontrak terdiri dari seluruh unsur-
unsur suatu kontrak yang akan disampaikan kepada pihak lain untuk
dipelajari, didiskusikan dan diperdebatkan untuk dapat dicapai satu
pengertian dan pemahaman yang sama agar dapat dilaksanakan.11
Pembuatan
draft kontrak meliputi:12
a) Judul kontrak
Dalam kontrak harus diperhatikan kesesuaian isi dengan judul serta
ketentuan hukum yang mengaturnya, sehingga kemungkinan adanya
kesalahpahaman dapat dihindari.
b) Pembukaan kontrak
Biasanya berisi tanggal pembuatan kontrak.
c) Pihak-pihak dalam kontrak
10
Salim dan Abdullah, Perancangan Kontrak dan Memorandum Of
Understanding(MOU) (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 90. 11
Saefuddin Arif dan Azharuddin Lathif, Kontrak Bisnis Syariah (Jakarta: Uin Press,
2011), hlm. 53. 12
Salim, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak (Jakarta: Sinar Grafika,
2006), hlm.126.
18
Perlu diperhatikan jika pihak tersebut orang pribadi serta badan
hukum, terutama kewenangannya untuk melakukan perbuatan hukum
dalam bidang kontrak.
d) Racital
Yaitu penjelasan resmi/latar belakang terjadinya suatu kontrak.
e) Substansi/isi kontrak
Bagian yang merupakan inti kontrak. Yang memuat apa yang
dikehendaki, hak, dan kewajiban termasuk pilihan penyelesaian sengketa.
f) Penutup
Memuat tata cara pengesahan suatu kontrak.
2. Saling Menukar Draft Kontrak
Setelah draft kontrak yang dibuat oleh masing-masing pihak telah selesai,
maka tahap selanjutnya adalah saling menukar draft kontrak yang telah
dibuatnya. Tujuan dari tukar-menukar draft kontrak ini adalah untuk
memberikan kesempatan kepada para pihak untuk mempelajari isi draft
kontrak yang telah disusunnya.13
3. Jika Perlu Diadakan Revisi
Apabila naskah kontrak telah selesai dirancang, maka salah satu naskah
tersebut harus diserahkan kepada pihak lainnya, apakah pihak pertama atau
pihak kedua. Penyerahan kepada salah satu pihak mempunyai arti yang sangat
penting, yaitu salah satu pihak bisa melakukan revisi terhadap rancangan
13 Salim dan Abdullah, Perancangan Kontrak dan Memorandum Of
Understanding(MOU) (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 90.
19
naskah. Revisi adalah suatu upaya melakukan perubahan-perubahan terhadap
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.14
4. Dilakukan Penyelesaian Akhir
Penyelesaian akhir merupakan upaya untuk membereskan atau
menyudahi naskah kontrak yang dibuat oleh para pihak dan para pihak telah
menyetujui naskah kontrak yang telah dirancang, baik oleh salah satu pihak
maupun dirancang secara bersama oleh kedua belah pihak.
5. Penutup
Bagian penutup merupakan bagian akhir dari tahap-tahap perancangan
kontrak. Bagian penutup ini merupakan tahap penandatanganan kontrak oleh
masing-masing pihak.
Tidak semua kontrak tertulis harus melalui tahap tersebut di atas, karena
dapat saja terjadi bahwa hanya satu pihak yang membuat draft kontrak
kemudian diserahkan pihak lain untuk mencermati apa-apa yang masih perlu
diperbaiki (ditawar) oleh pihak lainnya, kemudian diadakanlah perbaikan-
perbaikan seperlunya hingga terjadi kesepakatan mengenai seluruh klausul
yang terdapat dalam draft kontrak tersebut.15
B. Perpajakan
1. Ketentuan Umum Perpajakan
Berikut beberapa ketentuan umum dalam perpajakan berdasarkan UU
14
Ibid., hlm. 90. 15
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak (Jakarta: PT.Raja Grafindo,
2007), h.161.
20
Republik Indonesia No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan Pasal 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan:16
a. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
b. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak, dan
kewajiban perpajakan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
c. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, badan usaha milik Negara atau badan usaha milik daerah dengan
naman dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social
politik, atau organisasi lainnnya, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
d. Pengusaha adalah orang pribadi orang pribadi atau badan dalam bentuk
apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan
uang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah
16 Herman Purnawan dan Eveline Angriani, Undang-Undang Perpajakan Tahun 2007
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, (Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 4-5.
21
pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar pabean.
2. Undang-undang Perpajakan Dalam Jual Beli
Hampir setiap transaksi ekonomi di Indonesia dikenakan pajak.17
Berikut ini
beberapa ketentuan pajak yang terkait dengan jual beli:
a. Pajak Penghasilan (PPh)
Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan (PPh) yang dimaksud Pajak Penghasilan adalah Pajak yang
berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh subjek pajak
dalam tahun pajak.
Dalam Pasal 2 dijelaskan yang menjadi subjek pajak adalah:
(1) Orang Pribadi
Orang Pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau
berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
(2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan
subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli
waris. Penunjukkan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak
pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang
berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
(3) Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
17
Saefuddin Arif dan Azharuddin Lathif, Kontrak Bisnis Syariah (Jakarta: Uin Press,
2011), hlm. 46.
22
melakukan usaha yang meliputi prseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau badan
usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma,
kongsi, koperasi, dana pensiun, pesekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi social politik, atau organisasi lainnya,
lembaga, dan bentuk badan laiinya termasuk kontrak investasi
kolektif dalam bentuk usaha tetap.
(4) Bentuk Usaha Tetap
Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan
oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak di dirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di Indonesia. Bentuk Usaha Tetap merupakan
subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan
subjek pajak badan.
Selanjutnya dalam Pasal 4 dijelaskan bahwa yang menjadi objek pajak
adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun, termasuk laba usaha dan keuntungan karena penjualan
atau karena pengalihan harta.
23
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Berdasarkan UU No. 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dimaksud
dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang berkenaan dengan
kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak. Dalam Pasal 1A ayat (1) dijelaskan
bahwa yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak
adalah:
(a) Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;
(b) Pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli
dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing);
(c) Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau
melalui juru lelang;
(d) Pemakaian sendiri dan/atau pemberian Cuma-Cuma atas Barang
Kena Pajak;
(e) Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut
tujuan semula tidak untuk diperjual belikan, yang masih tersisa pada
saat pembubaran perusahaan;
(f) Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya
dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang;
(g) Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi; dan
(h) Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam
rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip
syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha
24
Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak.
Kemudian dalam Pasal 7 dijelaskan mengenai tarif PPN yaitu:
(1) Tarif Pajak Pertmabahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen)
(2) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan
atas:
a. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
b. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan
c. Ekspor Jasa Kena Pajak.
(3) Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah
menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima
belas persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
c. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Berdasarkan Pasal 1 UU Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) yang dimaskud dengan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan
atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Perolehan hak atas tanah dan
atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan
diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
Dalam Pasal 2 dijelaskan bahwa:
(1) Yang menjadi objek pajak adalah perolehan ha katas tanah dan atau
bangunan
(2) Perolehan ha katas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud
25
dalam ayat (1) meliputi:
a. Pemindahan hak karena:
1. Jual beli;
2. Tukar-menukar;
3. Hibah
4. Hibah wasiat;
5. Waris;
6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8. Penunjukan pembeli dalam lelang;
9. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap;
10. Penggabungan usaha;
11. Peleburan usaha;
12. Pemekaran usaha;
13. Hadiah.
b. Pemberian hak baru karena:
1. Kelanjutan pelepasan hak;
2. Diluar pelepasan hak.
(3) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:
a. Hak milik;
b. Hak guna usaha;
c. Hak guna bangunan;
26
d. Hak pakai;
e. Hak milik atas satuan rumah susun;
f. Hak pengelolaan.
Selanjutnya dalam Pasal 4 dijelaskan bahwa:
(1) Yang menjadi Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
(2) Subjek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan
kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-
undang ini.
Kemudian dalam Pasal 5 dijelaskan mengenai tarif pajak BPHTB yaitu
sebesar 5% (lima persen).
C. Perlindungan Konsumen
1. Pengertian Perlindungan Konsumen
Undang-undang Perlindungan Konsumen mengacu pada proses pembuatan
kontrak bahwa proses pembuatan kontrak termasuk tahapan lahirnya sebuah
kontrak yang mengikat perjanjian diantara pihak yang berakad.
Menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang
dimaksud dengan perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.18
2. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Hukum perlindungan konsumen di Indonesia terbangun dari asas-asas pokok
18
Abdul R. Saliman, dkk, Hukum Bisnis untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus,
(Jakarta: Prenada Media Group, 2007), hlm. 220.
27
yang menjiwainya. Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan usahanya
berlandaskan atas asas persaingan usaha yang sehat dengan tetap memperhatikan
adanya keseimbangan antara pelaku usaha dan kepentingan umum harus
berlandaskan asas-asas yang harus dipatuhi oleh para pelaku usaha konsumen.19
Didalam perlindungan konsumen terdapat asas sebagaimana pasal 2 UU
Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa: “Perlindungan Konsumen berasaskan
manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen, serta
kepastian hukum”.
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan
5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu:
a. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamantkan bahwa segala upaya
dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha
secara keseluruhan.
b. Asas keadilan dimaksud agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan
secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan
pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya
secara adil.
c. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil
dan spiritual.
d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
19
Ahmad M. Ramli, Permasalahn E-Commerce dan RUU PTI: Perlindungan Hukum
Terhadap Konsumen Dalam Transaksi E-Commarce, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Vol.
18, (Maret 2002), hlm. 16.
28
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, pemakaiam, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang dikonsumsi atau digunakan.
e. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan
perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.
Sedangkan tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut:20
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri.
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari akses negative pemakaian barang dan/atau jasa.
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam meilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi.
e. Menumbuhkan kesadarn pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab
dalam berusaha.
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi bang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, dan
keselamatan konsumen.
20
Abdul R. Saliman, dkk, Hukum Bisnis untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus,
(Jakarta: Prenada Media Group, 2007), hlm. 221.
29
3. Perlindungan Konsumen Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (POJK)
a. Kewajiban Pelaku Usaha
Berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
No.1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan,
dalam Pasal 4 menyebutkan bahwa: 21
1) Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyediakan dan/atau
menyampaikan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang
aakurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan.
2) Informasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dituangkan dalam
dokumen atau sarana lain yang dapat digunakan sebagai alat bukti.
3) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
(a) Disampaikan pada saat memberikan penjelasan kepada
konsumen mengenai hak dan kewajibannya
(b) Disampaikan pada saat membuat perjanjian dengan konsumen,
dan
(c) Dimuat pada saat disampaikan melalui berbagai media antara
lain melalui iklan di media cetak atau elektronik
Dan pada Pasal 5 menyebutkan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan
wajib menyampaikan informasi yang terkini dan mudah diakses kepada
konsumen tentang produk dan/atau layanan.
Pasal 7 menyebutkan bahwa:
21
Muliaman D. Hadad, “Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.1/POJK.07/2013”,
artikel diakses pada 15 Januari 2016 dari http://www.ojk.go.id/education-and-protection-id
30
1) Pelaku Jasa Keuangan wajib menggunakan istilah, frasa, dan/atau
kalimat yang seederhana dalam bahasa Indonesia yang mudah
dimengerti oleh konsumen dalam setiap dokumen yang:
(a) Memuat hak dan kewajiban konsumen
(b) Dapat digunakan konsumen untuk mengambil keputusan, dan
(c) Memuat persyaratan dan dapat mengikat konsumen secara
hukum
2) Bahasa Indonesia dalam dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat disandingkan dengan bahasa lain jika dieprlukan.
3) Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menggunakan huruf, tulisan,
symbol, diagram dan tanda yang dapat dibaca secara jelas.
4) Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memberikan penjelasan atas
istilah, frasa, kalimat dan/atau symbol, diagram dan tanda yang
belum dipahami oleh konsumen.
5) Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan menggunakan
bahasa asing, bahasa asing tersebut harus disandingkan dengan
bahasa Indonesia.
Dalam Pasal 9 menyebutkan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib
memberikan pemahaman kepada konsumen mengenai hak dan kewajiban
konsumen.
Dalam pasal 10 ayat (1) menyebutkan bahwa Pelaku Usaha Jasa
Keuangan wajib memberikan informasi mengenai biaya yang harus
31
ditanggung konsumen untuk setiap produk dan/atau layanan yang disediakan
oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan.
Dalam pasal 11 menyebutkan bahwa:
1) Sebelum konsumen menandatangani dokumen dan/atau perjanjian
produk dan/atau layanan, Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib
menyampaikan dokumen yang berisi syarat dan ketentuan produk
dan/atau layanan kepada konsumen.
2) Syarat dan ketentuan produk dan/atau layanan sebagaimana maksud
pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
(a) Rincian biaya, manfaat, dan resiko; dan
(b) Prosedur pelayanan dan penyelesaian pengaduan di Pelaku
Usaha Jasa Keuangan.
Dalam pasal 12 ayat (1) menyebutkan bahwa: “Pelaku Usaha Jasa
Keuangan wajib menginformasikan kepada konsumen setiap perubahan
manfaat, biaya, resiko, syarat, dan ketentuan yang tercantum dalam dokumen
dan/atau perjanjian mengenai produk dan/atau layanan Pelaku Usaha Jasa
Keuangan”. Dan dalam pasal 12 ayat (3) menyebutkan bahwa: “Dalam hal ini
konsumen tidak menyetujui perubahan terhadap persyaratan produk dan/atau
layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka konsumen berhak
memutuskan produk dan/atau layanan tanpa dikenakan ganti rugi apapun”.
Selanjutnya dalam pasal 21 menyebutkan bahwa: “Pelaku Usaha Jasa
Keuangan wajib memenuhi keseimbangan, keadilan, dan kewajaran dalam
pembuatan perjanjian dengan konsumen”.
32
Kemudian pasal 22 menyebutkan bahwa:
1) Dalam hal Pelaku Usaha Jasa Keuangan menggunakan perjanjian
baku, perjanjian baku tersebut wajib disusun sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2) Perjanjian baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berbentuk digital atau elektronik untuk ditawarkan oleh Pelaku
Usaha Jasa Keuangan melalui media elektronik.
3) Perjanjian baku sebagaimana dimaksud ayat (2) yang digunakan oleh
Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang:
(a) Menyatakan pengalihan tanggungjawab atau kewajiban Pelaku
Usaha Jasa Keuangan kepada konsumen.
(b) Menyatakan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan berhak
menolak pengembalian uang yang telah dibayar oleh konsumen
atas produk dan/atau layanan yang dibeli.
(c) Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada Pelaku
Usaha Jasa Keuangan, baik secara langsung maupun tidak
langsung, untuk melakukan segala tindakan sepihak atas barang
yang digunakan oleh konsumen, kecuali tindakan sepihak
tersebut dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(d) Mengatur tentang kewajiban pembuktian oleh konsumen, jika
Pelaku Usaha Jasa Keuangan menyatakan bahwa hilangnya
kegunaan produk dan/atau layanan yang dibeli oleh konsumen,
bukan merupakan tanggungjawab Pelaku Usaha Jasa Keuangan.
33
(e) Memberi hak kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk
mengurangi kegunaan produk dan/atau layanan atau mengurangi
kekayaan konsumen yang menjadi objek perjanjian produk dan
layanan.
(f) Menyatkan bahwa konsumen tunduk pada peraturan baru,
tambahan, lanjutan dan/atau perubahan yang dibuat secara
sepihak oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan dalam masa
konsumen memanfaatkan produk dan/atau layanan yang
dibelinya; dan/atau
(g) Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada Pelaku
Usaha Jasa Keuangan untuk pembebanan hak tanggungan, hak
gadai, atau hak jaminan atas produk dan/atau layanan yang
dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Dan dalam Pasal 29 menyebutkan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan
wajib bertanggungjawab atas kerugian konsumen yang timbul akibat
kesalahan dan/atau kelalaian pengurus, pegawai Pelaku Usaha Jasa Keuangan
dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan Pelaku Usaha Jasa
Keuangan.
b. Larangan Bagi Pelaku Usaha
Dalam Pasal 10 ayat (2) menyebutkan bahwa Pelaku Usaha Jasa
Keuangan dilarang memberikan fasilitas secara otomatis yang mengakibatkan
tambahan biaya tanpa persetujuan tertulis dari konsumen.
Dalam pasal 17 menyebutkan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan
34
dilarang menggunakan strategi pemasaran produk dan/atau layanan yang
merugikan konsumen dengan memanfaatkan kondisi konsumen yang tidak
memiliki pilihan lain dalam mengambil keputusan.
35
BAB III
TAKE OVER SYARIAH
A. Take over Syariah
1. Definisi Take over
Secara bahasa take over diartikan sebagai mengambil alih.22
Menurut fatwa
DSN-MUI yang dimaksd pengalihan hutang (take over) adalah pemindahan
hutang nasabah dari bank/lembaga keuangan konvensional ke bank/lembaga
keuangan syariah.23
Jadi yang dimaksud pembiayaan take over adalah pembiayaan
yang timbul sebagai akibat dari pengalihan transaksi non syariah yang telah
berjalan di bank/lembaga keuangan konvensional ke bank/lembaga keuangan
syariah.
Take over yang dilakukan di bank syariah ini melibatkan 3 pihak, yaitu
nasabah yang memiliki kredit di bank konvensional, bank syariah (selaku pihak
yang akan men-take over kredit nasabah tersebut) dan pihak bank asal (selaku
pihak yang kredtinya akan di take over).
Dalam proses take over ini, bank syariah sebagai pihak yang akan melakukan
take over terhadap kredit yang dimiliki calon nasabahnya di bank konvensional,
bertindak sebagai wakil dari calon nasabahnya untuk melunasi sisa kredit yang
terdapat di bank asal, mengambil bukti lunas, surat asli agunan, perizinan, polis
asuransi dan surat roya, sehingga barang/asset menjadi milik nasabah secara utuh.
Kemudian, untuk melunasi hutang nasabah kepada bank syariah, maka nasabah
22
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, cet. XXVI, (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm. 578. 23
Dewan Syariah Naisonal MUI, Himpunan Fatwa DSN-MUI, cet. Ke-3, edisi revisi,
(Ciputat: CV. Gaung Persada, 2000), hlm. 185.
36
menjual kembali rumah tersebut kepada bank syariah. kemudian bank syariah
akan menjual rumah tersebut lagi kepada nasabah dengan pilihan kombinasi akad
yang tertera dalam Fatwa DSN-MUI No. 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang
Pengalihan Hutang, yaitu kombinasi akad qardh dan murabahah, syirkah al-milk
dan murabahah, qardh dan ijarah, serta qardh dan ijarah muntahiya bit-tamlik
(IMBT).
Jasa pengambil alihan hutang nasabah di bank konvensional dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu jasa hiwalah apabila yang diambil alih hanya hutang pokonya
saja dan jasa qardh apabila yang diambil alih adalah hutang pokok plus bunga.24
Pemberian jasa qardh pada pengambil alihan hutang pokok nasabah ditambah
dengan bunganya dikarenakan penggunaan qardh tidak terbatas, termasuk untuk
menalangi hutang yang berbasis bunga. Sedangkan jasa hiwalah tidak bisa untuk
menalangi hutang yang berbasis bunga.
Hutang yang di take over oleh bank syariah dari bank konvensional adalah
sisa nagsuran nasabah di bank konvensional. Hal ini berarti bank syariah
melakukan take over atas hutang pokok nasabah ditambah dengan keuntungan
bank konvensional (bunga), maka pemberian jasa qardh lebih tepat diberikan
untuk mengalihkan hutag nasabah di bank konvensional ke bank syariah.
2. Landasan Hukum Take over
Mekanisme take over (pengalihan hutang) yang diperbolehkan Fatwa DSN-
MUI adalah mekanisme pengalihan hutang yang didasarkan prinsip syariah, yaitu
qardh dan murabahah, syirkah al-milk dan murabahah, qardh dan ijarah, serta
24
Ir. Adiwarman A. Karim, Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 248.
37
qardh ijarah muntahiya bit-tamlik (IMBT). Oleh karena itu dasar hukum yang
digunakan meliputi dalil-dalil yang berhubungan dengan keempat alternatif akad
tersebut. Diantara dalil yang dikemukakan adalah:
QS. Al Maidah ayat 1
يب أيهب الذين آمنىا أوفىا ببلعقىد
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah janji”.
QS. Al Isra’ ayat 34
وأوفىا ببلعهد إن العهد كبن مسئىلا
Artinya:
“Dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti dimintai
pertanggungjawabannya”.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah,
Rasulullah SAW. Bersabda yang artinya:
“Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi SAW. bersabda: “penangguhan
yang dilakukan oleh orang kaya adalah perbuatan dzalim. Dan apabila
hutang salah seorang kamu dialihkan kepada orang kaya, hendaklah diterima
pengalihan itu.” (HR. Bukhari).25
3. Tujuan Take Over
Seiring semakin pesatnya perkembangan bank syariah di Indonesia, semakin
besar pula keinginan dan kesadaran masyarakatnya untuk menjalankan roda
25
Abu Fadli bin Ali bin Hijr al-Asqalani, Bulugul Maram (Bab al-Hiwalah Wa Adh-
Dhamman), (Beirut: Daar al-Fikr, 1409/1989 M), hlm. 184.
38
perekonomian berdasarkan prinsip Al Qur’an dan As Sunnah. Oleh karena itu
ditengah persaingan dunia perbankan yang semakin kompetitif bank syariah
dituntut harus cepat tanggap terhadap hal ini. Salah satu bentuk jasa pelayanan
keuangan yang dibuthkan oleh masyarakat adalah take over.
Disini Bank Syariah berusaha untuk memfasilitasi masyarakat yang ingin
memindahkan transaksinya sesuai dengan syariah sehingga dapat memperoleh
kebaikan di dunia dan akhirat kelak. Jadi pembiayaan take over bertujuan untuk
membantu masyarakat untuk mengalihkan transaksi non syariahnya yang sedang
berjalan menjadi transaksi yang sesuai dengan syariah.
4. Bentuk-bentuk Akad Take over
Berdasarkan Fatwa DSN-MUI No. 31/DSN-MUI/VI/2002 Tentang
Pengalihan Hutang (take over) bisa dilakukan dengan beberapa alternatif akad,
yaitu:26
a. Alternatif Pertama
Pada alternatif pertama ini lembaga keuangan syariah (LKS) memberikan
qardh pada nasabah yang kemudian digunakan oleh nasabah untuk melunasi
(kredit) hutangnya pada lembaga keuangan konvensional (LKK), dan dengan
demikian asset yang telah dibeli nasabah menjadi miliknya secara penuh.
Kemudian nasabah menjual assetnya kepada LKS dan dengan hasil
penjualannya itu nasabah melunasi qardh-nya kepada LKS. Lalu LKS
menjual secara murabahah asset yang telah menjadi miliknya tersebut kepada
nasabah dengan pembayaran secara angsuran.
26 Dewan Syariah Naisonal MUI, Himpunan Fatwa DSN-MUI, cet. Ke-3, edisi revisi,
(Ciputat: CV. Gaung Persada, 2000), hlm. 186.
39
Pada alternatif pertama ini Fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001
tentang qardh dan fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah
berlaku dalam pelaksanaan pembiayaan pengalihan hutang (take over).
b. Alternatif Kedua
Pada alternatif kedua ini Lembaga Keuangan Syariah (LKS) membeli
sebagian asset nasabah dengan seizin Lembaga Keuangan Konvensional
(LKK), sehingga dengan demikian terjadilah syirkah al-milk antara LKS dan
nasabah atas asset tersebut. Asset yang telah dibeli nasabah sebagian asset
yang senilai dengan hutang (sisa angsuran) nasabah kepada LKK. Kemudian
LKS menjual secara murabahah bagian asset yang menjadi miliknya kepada
nasabah, dengan pembayaran angsuran.
Pada alternatif kedua ini Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000
tentang murabahah berlaku dalam pelaksanaan pembiayaan pengalihan
hutang (take over).
c. Alternatif ketiga
Pada alternatif ketiga ini, dalam pengurusan untuk memperoleh
kepemilikan penuh atas asset, nasabah dapat melakukan akad ijarah dengan
LKS sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2002. Dan
apabila diperlukan LKS dapat membantu menalangi kewajiban nasabah
dengan menggunakan akad qardh sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No.
19/DSN-MUI/IV/2001. Kemudian akad ijarah yang digunakan oleh bank
harus terpisah dari pemberian talangan yang berdasarkan akad qardh tersebut.
Besarnya imbalan jasa ijarah tidak boleh berdasarkan kepada jumlah talangan
40
yang diberikan LKS kepada nasabah.
d. Alternatif Keempat
Pada alternatif keempat ini LKS memberikan qardh kepada nasabah yang
kemudian digunakan oleh nasabah untuk melunasi (kredit) hutangnya pada
LKK, dan dengan demikian asset yang telah dibeli nasabah menjadi miliknya
secara penuh. Kemudian nasabah menjual assetnya kepada LKS dan dengan
hasil penjualan itu nasabah melunasi qardh-nya kepada LKS. Lalu LKS
menyewakan asset tersebut kepada nasabah dengan akad ijarah muntahiyah
bit-tamlik.
Pada alternatif keempat ini Fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001
tentang qardh dan Fatwa DSN-MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al-
ijarah muntahiyah bit-tamlik berlaku pula dalam pelaksanaan pembiayaan
pengalihan hutang.
B. Aplikasi Take Over di Bank DKI Syariah
1. Sejarah, Visi Misi serta Produk dan Layanan Bank DKI Syariah
Bank DKI Syariah merupakan Unit Usaha Syariah (UUS) dari PT. Bank DKI
berdasarkan Surat Izin Bank Indonesia No. 6/371/DPbS tanggal 8 Maret 2004.
Kemudian Bank DKI Syariah diresmikan operasional usahanya pada tanggal 16
Maret 2004 oleh Gubernur DKI Jakarta Bpk. H. Sutiyoso bertempat di Gedung
Cabang Syariah Wahid Hasyim, dengan pemberian modal dari PT. Bank DKI
pada saat dibentuknya unit usaha syariah sebesar Rp. 2 Milyar, kemudian pada
41
tahun 2007 meningkat menjadi Rp. 100 milyar.27
Dalam waktu 7 tahun, total aset yang dikelola Bank DKI Syariah telah
mencapai Rp. 638,31 milyar. Dana pihak ketiga yang dihimpun sebesar Rp.
361,45 milyar dan portofolio pembiayaan yang telah disalurkan sebesar Rp.
602,58 milyar. Dan pada tahun 2010, Bank DKI Syariah berhasil membukukan
laba sebesar Rp. 15,46 milyar.28
Hingga saat ini Bank DKI Syariah telah memiliki jaringan kantor sebanyak
49 unit, yang terdiri dari 2 kantor cabang pembantu, 7 kantor kas dan 37 kantor
layanan syariah yang tersebar di wilayah Jabodetabek ditambah dukungan fasilitas
ATM 24 jam melalui kerjasama dengan ATM Bank DKI dan ATM Bersama.29
Bank DKI Syariah memiliki Visi, “Menjadi Bank Terbaik Yang
Membanggakan”. Serta Misinya adalah, “Bank berkinerja unggul, mitra strategis
dunia usaha, masayarakat dan andalan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang
memberi nilai tambah bagi stakeholder melalui pelayanan terpadu dan
profesional”.
Sedangkan produk dan layanan yang ditawarkan Bank DKI Syariah dibagi
menjadi dua, yaitu Produk Dana dan Produk Pembiayaan. Produk Dana terdiri
dari Tabungan IB Simpeda, Tabungan IB Taharoh, Giro IB, Deposito IB,
Tabunganku IB, dan Wakaf Uang. Sedangkan Produk Pembiayaannya terdiri dari
KPR IB, Pembiayaan Modal Kerja, Pemiayaan IB Investasi, Pembiayaan IB
Mikro Syariah, Pembiayaan IB Beragunan Tunai serta Gadai Emas IB.
27
“Profil Perusahaan”, artikel ini diakses pada 3 Februari 2016 dari
http://bankdkisyariah.co.id 28
Ibid. 29
Ibid.
42
2. Struktur Organisasi Bank DKI Syariah
Berikut ini adalah struktur organisasi yang terdapat di Bank DKI Syariah:30
Gambar 3.1
3. Kinerja Bank DKI Syariah
a. Return On Asset (ROA)
Return On Asset (ROA) Bank DKI Syariah secara umum dari tahun 2009
sampai tahun 2013 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2009, rata-rata ROA
sebesar 7,06%. Kemudian pada tahun 2010, rata-rata ROA turun menjadi
2,28%. Hal in menunjukkan bahwa pada tahun 2010 tingkat keuntungan yang
dihasilkan oleh Bank DKI Syariah lebih kecil dibandingkan tahun 2009. Pada
tahun 2011 ROA kembali turun menjadi 0,24%. Selanjutnya pada tahun 2012
30
“Struktur Organisasi”, artikel ini diakses pada tanggal 3 Februari 2016 dari
http://bankdkisyariah.co.id
43
rata-rata ROA mengalami kenaikan cukup signfikan dari tahun sebelumnya
yaitu sebesar 4,93%. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2012 tingkat
profitabilitas Bank DKI Syariah mengalami peningkatan yang cukup drastis
dibandingkan tahun 2011. Namun sayangnya kembali mengalami penurunan
pada tahun 2013, rata-rata ROA hanya sebesar 2,33%, hal ini menunjukkan
kinerja Bank DKI Syariah yang menurun dikarenakan beberapa faktor.
Namun demikian, rasio ROA tersebut masih diatas nilai minimum dari
ketentuan Bank Indonesia yaitu dibawah 1,22%.
b. Net Interest Margin (NIM)
Net Interest Margin (NIM) Bank DKI Syariah mulai dari tahun 2009
sampai tahun 2013 mengalami penurunan. Pada tahun 2009, rata-rata NIM
sebesar 13,35%. Kemudian turun menjadi 11,2% pada tahun 2010. Pada
tahun 2011 kembali mengalami penurunan menjadi 10,22%, lalu menjadi
9,06% pada tahun 2012. Dan pada tahun 2013 pun mengalami penurunan
kembali menjadi 7,85%. Hal ini menunjukkan kurangnya manajemen Bank
DKI Syariah dalam mengendalikan resiko pembiayaan sehingga peningkatan
aktiva produktif tidak diikuti oleh peningkatan laba yang signifikan.
c. Financing to Deposit Ratio (FDR)
Financing to Deposit Ratio (FDR) secara umum mengalami fluktuasi dari
tahun 2009 sampai tahun 2013, dan rasio FDR selalu berada diatas 100%.
Pada tahun 2009, rata-rata FDR sebesar 258,27%. Di tahun 2010 turun
menjadi 193,69%, kemudian naik mengalami kenaikan menjadi 290,41%
pada tahun 2011. Tetapi rata-rata FDR turun lagi menjadi 174,06 pada tahun
44
2012, dan kembali turun di tahun berikutnya yaitu tahun 2013, rata-rata FDR
menjadi 166,71%.
d. Beban Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
Rasio BOPO secara umum dari tahun 2009 sampai 2013 mengalami
fluktuasi. Pada tahun 2009 rata-rata BOPO sebesar 48,62%. Kemudian pada
tahun 2010, rata-rata BOPO mengalami peningkatan menjadi 84,01%. Hal ini
menunjukkan besarnya biaya operasional yang dikeluarkan oleh Bank DKI
Syariah dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2011, rata-rata BOPO
kembali mengalami kenaikan menjadi 101,94%. Dan berhasil turun menjadi
66,81% pada tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2012, Bank
DKI Syariah mampu menekan tingkat efisiensi biaya yang dikeluarkan
dibandingkan pada tahun sebelumnya. Namun pada tahun berikutnya yaitu
tahun 2013, rata-rata BOPO naik kembali menjadi 80,44%. Walaupun
demikian rasio tersebut masih berada dibawah nilai maksimum ketentuan
Bank Indonesia yaitu sebesar 93,5%.
e. Non Performing Finance (NPF)
Non Performing Finance (NPF) atau jumlah pembiayaan bermasalah pada
Bank DKI Syariah juga mengalami fluktuasi dari tahun 2009 sampai 2013.
Rasio rata-rata NPF pada tahun 2009 sebesar 1,34%, kemudian mengalami
penurunan pada tahun berikutnya yaitu tahun 2010 menjadi 0,72%. Hal ini
menunjukkan mampunya Bank DKI Syariah dalam mengatasi terjadinya
pembiayaan bermasalah. Namun pada tahun berikutnya yaitu tahun 2011
mengalami kenaikan yang cukup signifikan menjadi 20,6%. Hal ini
45
diakibatkan Bank DKI Syariah meningkatkan jumlah pembiyaannya. Pada
tahun 2012, rata-rata NPF berhasil turun menjadi 15,96%, dan kembali turun
lagi pada tahun berikutnya yaitu tahun 2013 menjadi 15,4%. Ini menunjukkan
secara perlahan Bank DKI Syariah mulai mampu mengatasi tingakt
pembiayaan bermasalah.
4. Teknis Pembiayaan Take Over di Bank DKI Syariah
Produk pembiayaan take over yang terdapat dalam Bank DKI Syariah adalah
KPR IB. KPR IB adalah fasilitas Pembiayaan Kepemilikan Rumah diperuntukkan
kepada para pegawai PNS, BUMN/BUMD, swasta, wirausaha maupun
professional dengan jangka waktu maksimal 15 tahun.31
Tujuan dari KPR IB
adalah untuk pembelian rumah baru atau lama, ruko, rukan, apartemen, rusun dan
Kavling Siap Bangun (KSB), pembangunan atau renovasi, refinancing dan take
over.32
Keuntungan yang ditawarkan dari Produk Pembiayaan KPR IB adalah
jumlah angsuran perbulan nasabah yang menentukan, proses cepat dan mudah,
angsuran fixed/tetap sampai dengan pembiayaan lunas, marjin kompetitif,
pelunasan sebelum akhir masa pembiayaan tidak dikenakn penalty.33
a. Syarat Calon Nasabah Take Over KPR IB DKI Syariah
Berikut ini persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembiayaan take over
di Bank DKI Syariah:34
1) Minimal usia 21 tahun atau sudah menikah
31
“KPR IB”, artikel ini diakses pada tanggal 3 Februari 2016 dari
http://bankdkisyariah.co.id 32
Ibid. 33
Ibid. 34
Ibid.
46
2) Pembiayaan harus sudah lunas pada usia 56 tahun untuk karyawan dan
usia maksimal 60 tahun untuk professional, dosen dan pengusaha.
Untuk karyawan PNS yang masa pensiunnya diatur tersendiri, maka
jangka waktu pembiayaan dapat disesuaikan dengan masa pensiunnya.
3) Menyiapkan dokumen (secara umum)
a) Surat permohonan pembiayaan dari (calon) nasabah
b) Foto copy KTP pemohon dan Suami/Istri
c) Foto copy Kartu Keluarga
d) Foto copy Akta Nikah/Cerai/Pisah Harta
e) Foto copy dokumen agunan pembiayaan yaitu
SHM/SHGB/SHPTU/SHP Strata title diatas SHGB/SHM
f) Foto copy NPWP (Pembiayaan diatas Rp. 50 juta)
g) Foto copy rekening Koran atau tabungan selama 3 bulan terakhir
b. Prosedur Pengajuan Take over KPR IB DKI Syariah
Berikut ini prosedur pengajuan pembiayaan take over di Bank DKI
Syariah:35
1) Calon nasabah terlebih dahulu mengajukan permohonan pembiayaan
take over
2) Nasabah harus melengkapi data-data dan syarat permohonan
pembiayaan
3) Bank melakukan proses BI Checking untuk melihat daftar riwayat
transaksi nasabah di bank lain
35
Wawancara pribadi dengan Ibu Husna Azka (Administrasi Pembiayaan Bank DKI
Syariah cabang Pondok Indah), Jakarta, 4 Januari 2016
47
4) Bank melakukan verifikasi data yang diajukan oleh calon nasabah
5) Bank melakukan analisa kelayakan permohonan pembiayaan yang
diajukan oleh calon nasabah
6) Jika dinyatakan layak, maka pihak bank akan mengeluarkan Surat
Pemberitahuan Persetujuan Pembiayaan (SP3)
7) Selanjutnya dilakukan penandatanganan akad/kontrak dengan terlebih
dahulu pihak notaris dan pihak bank membacakan isi kontrak.
8) Pengambilan jaminan berupa surat-surat dan dokumen
Flowchart Prosedur Pengajuan Take over di Bank DKI Syariah
Pengajuan Permohonan
Pembiayaan
Melengkapi Data dan
Syarat
Bank DKI Syariah
melakukan BI Checking
Verifikasi Data oleh Bank
DKI Syariah
Analisa Kelayakan
Permohonana Pembiayaan Bank Mengeluarkan SP3
Penandatanganan
Akad/Kontrak
Pengambilan Jaminan
(Surat-surat dokumen)
48
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Isi Kontrak Pembiayaan Take over di Bank DKI Syariah
Isi kontrak take over terdiri dari beberapa akad, yaitu akad murabahah, akad
qardh, surat pernyataan, surat pengakuan, berita acara serah terima dokumen,
surat permohonan realisasi pembiayaan, dan akad bai’.36
I. Isi Kontrak Perjanjian Murabahah
Pada dasarnya, susunan dan anatomi kontrak dapat digolongkan menjadi
tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan, bagian isi dan penutup.37
Berikut ini
penjelasannya:
a. Bagian Pendahuluan
Dalam bagian pendahuluan dibagi menjadi tiga sub bagian, yaitu:
1) Subbagian Pembuka
a) Sebutan nama kontrak (Judul Kontrak), yaitu:
“AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH”.
b) Tanggal kontrak pembiayaan murabahah, yaitu:
“Pada hari ini, XXX tanggal XX-XX-XXXX (tanggal-bulan-
tahun)”
c) Tempat kontrak pembiayaan ini dibuat dan ditandatangani,
yaitu:
36
Draft Kontrak Terbaru Pembiayaan Take Over di Bank DKI Syariah 37
Salim. Hukum Kontrak (Teori & Teknik Penyusunan Kontrak), (Sinar Grafika: Jakarta,
2003), Hlm. 127
49
“Akad ini dibuat dan ditandatangani di ________ oleh BANK
dan NASABAH”
2) Subbagian Pencatuman Identitas Para Pihak
Pada subbagian ini dicantumkan identitas para pihak yang
mengikatkan diri dalam kontrak dan siapa saja yang menandatangani
kontrak murabahah tersebut. Dalam kontrak murabahah ini yang
mengikat diri adalah:
I. Nama : _____________________
No. KTP : _____________________
Alamat : _____________________
Warga Negara : Indonesia
Selaku Pemimpin PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang
Pembantu Syariah*) berdasarkan Keputusan Direksi PT Bank
XXX Nomor ………, beralamat di (alamat unit kerja syariah**),
bertindak untuk dan atas nama PT Bank XXX, berdasarkan kuasa
Direksi Nomor ……. , untuk selanjutnya disebut “ BANK
II. Nama : ________________________
No.KTP : ________________________
Alamat : ________________________
dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri dan untuk
melakukan tindakan hukum dalam Akad ini telah mendapat
persetujuan dari (Suami/Istrinya*) yang turut menandatangani
Akad ini ,
Nama : _______________________
No KTP : _______________________
Alamat : _______________________
untuk selanjutnya disebut "NASABAH".
3) Subbagian Penjelasan
Pada subbagian ini alasan pembiayaan dijelaskan, yaitu:
1. Bahwa NASABAH dalam rangka memenuhi kebutuhannya
mengajukan permohonan pembiayaan kepada BANK dalam
rangka memiliki (rumah,dll *) sebagaimana terdapat dalam
Pemohonan Pembiayaan KPR iB XXX Syariah tanggal _______
50
2. Bahwa BANK setuju memberikan pembiayaan kepada
NASABAH menggunakan transaksi syariah dalam bentuk
Murabahah dengan ketentuan sebagaimana terdapat dalam Surat
Pemberitahuan Persetujuan Pembiayaan (SPPP) nomor : ______
tanggal ________
3. Bahwa dalam rangka memenuhi prinsip transaksi syariah
Murabahah untuk Pengalihan Utang maka telah dilakukan Akad
Qardh sebagaimana terdapat dalam Dokumen Akad Qardh
dalam rangka Pengalihan Utang Nomor _____ tanggal ______
dan akad Bai’ sebagai mana terdapat dalam dokumen Akad Bai’
dalam rangka Pengalihan Utang nomor ______ tanggal_______
4. BANK telah membeli Tanah dan Bangunan dari NASABAH
sebagaimana terdapat dalam Dokumen Akad Bai’ Dalam Rangka
Pengalihan Utang nomor ____ tanggal ______ sehingga Tanah
dan Bangunan secara prinsip merupakan milik BANK dan sah
untuk dijadikan Obyek Murabahah dalam Akad ini.
5. Bahwa NASABAH telah melakukan pemeriksaan/penelitian
secara menyeluruh atas tanah dan bangunan dan berjanji
membebaskan BANK dari segala gugatan dan pembatalan akad
karena cacatnya tanah dan bangunan yang menjadi Obyek
Murabahah dalam Akad ini sebagaimana terdapat dalam Surat
Pernyataan Pertama tanggal _______
6. Bahwa seluruh dokumen termasuk dan tidak terbatas pada
Permohonan Pembiayaaan KPR iB XXX Syariah, SPPP, Akad
Qordh Dalam Rangka Pengalihan Utang, Akad Bai’ Dalam
Rangka Pengalihan Utang, Surat Pernyataan Pertama, Surat
Pernyataan Kedua dan dokumen lainnya merupakan satu kesatuan
dan bagian yang tidak terpisahkan pada Akad ini.
Selanjutnya, PARA PIHAK sepakat untuk membuat dan
menandatangani Akad Pembiayaan Murabahah. (selanjutnya disebut
”Akad”) ini untuk dipatuhi dan dilaksanakan oleh PARA PIHAK
dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan.
b. Bagian Isi
Bagian isi terdiri dari:
1) Pasal 1 menjelaskan tentang Definisi
51
2) Pasal 2 menjelaskan tentang Obyek Murabahah
3) Pasal 3 menjelaskan tentang Fasilitas Pembiayaan, Harga Jual dan
Pembayarannya
4) Pasal 4 menjelaskan tentang Jangka Waktu Pembiayaan
5) Pasal 5 menjelaskan tentang Syarat Realisasi
6) Pasal 6 menjelaskan tentang Biaya, Potongan dan Pajak-pajak
7) Pasal 7 menjelaskan tentang Ta’widh (Ganti Rugi) dan Ta’zir
(Denda)
8) Pasal 8 menjelaskan tentang Pengakuan Utang dan Pembuktian
Utang
9) Pasal 9 menjelaskan tentang Agunan
10) Pasal 10 menjelaskan tentang Kewajiban Pemeliharaan
11) Pasal 11 menjelaskan tentang Kuasa Bank Atas Rekening Nasabah
12) Pasal 12 menjelaskan tentangPeristiwa Cidera Janji
13) Pasal 13 menjelaskan tentang Akibat Cidera Janji
14) Pasal 14 menjelaskan tentang Pernyataan dan Jaminan Nasabah
15) Pasal 15 menjelaskan tentang Pembatasan Terhadap Tindakan
Nasabah
16) Pasal 16 menjelaskan tentang Risiko
17) Pasal 17 menjelaskan tentang Asuransi
18) Pasal 18 menjelaskan tentang Force Majure
19) Pasal 19 menjelaskan tentang Pengawasan dan Pemeriksaan
20) Pasal 20 menjelaskan tentang Hukum yang Berlaku
52
21) Pasal 21 menjelaskan tentang Penyelesaian Perselisihan
22) Pasal 22 menjelaskan tentang Surat Menyurat
c. Bagian Penutup
Bagian penutup dalam akad ini dijelaskan dalam Pasal 23 yaitu
Ketentuan Penutup dan pernyataan sebagai berikut:
“Demikian, Akad ini dibuat dan ditandatangani di _______ oleh BANK
dan NASABAH di atas kertas yang bermaterai cukup dalam dua rangkap,
yang masing-masing disimpan oleh BANK dan NASABAH, dan masing-
masing berlaku sebagai aslinya.”
II. Isi Kontrak Perjanjian Qardh
a. Bagian Pendahuluan
1) Subbagian Pembuka
a) Sebutan nama kontrak, yaitu:
“AKAD QARDH DALAM RANGKA PENGALIHAN
HUTANG”
b) Tanggal kontrak pembiayaan qardh, yaitu:
“Pada hari ini, XXX tanggal XX-XX-XXXX (tanggal-bulan-
tahun)”
c) Tempat kontrak pembiayaan ini dibuat dan ditandatangani, yaitu:
“Akad ini dibuat dan ditandatangani di ________ oleh BANK dan
NSABAH”
2) Subbagian Pencantuman Identitas Para Pihak
Pada subbagian ini dicantumkan identitas para pihak yang
mengikatkan diri dalam kontrak dan siapa saja yang menandatangani
53
kontrak murabahah tersebut. Dalam kontrak qardh ini yang mengikat
diri adalah:
I. Nama : _____________________
No. KTP : _____________________
Alamat : _____________________
Warga Negara : Indonesia
Selaku Pemimpin PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang
Pembantu Syariah*) berdasarkan Keputusan Direksi PT Bank
XXX Nomor ………, beralamat di (alamat unit kerja syariah**),
bertindak untuk dan atas nama, berdasarkan kuasa Direksi Nomor
……., selaku Pemberi Pembiayaan dan Pemberi Qardh untuk
selanjutnya disebut “BANK”.
II. Nama : ________________________
No.KTP : ________________________
Alamat : ________________________
dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri dan untuk
melakukan tindakan hukum dalam Akad ini telah mendapat
persetujuan dari (Suami/Istrinya*) yang turut menandatangani
Akad ini ,
Nama : _______________________
No KTP : _______________________
Alamat : _______________________
selaku Penerima Pembiayaan dan Penerima Qardh untuk
selanjutnya disebut "NASABAH".
3) Subbagian Penjelasan
Pada subbagian ini menjelaskan bahwa para pihak (Bank dan
Nasabah) sepakat untuk membuat dan menandatangani Akad Qardh
Dalam Rangka Pengalihan Hutang.
b. Bagian Isi
Bagian isi terdiri dari:
54
1) Pasal 1 menjelaskan tentang Jumlah Pinjaman, Pengakuan Utang dan
Pembuktian Utang
2) Pasal 2 menjelaskan tentang Jangka Waktu Pinjaman dan Pembayaran
Kembali Pinjaman
3) Pasal 3 menjelaskan tentang Kuasa Bank Atas Rekening Nasabah
4) Pasal 4 menjelaskan tentang Pembatasan Tindakan Nasabah
c. Bagian Penutup
Bagian penutup pada akad ini dijelaskan dalam pasal 5 dan pernyataan
sebagai berikut:
“Demikian akad ini dibuat dalam rangkap dua dan ditandatangani
oleh BANK dan NASABAH pada hari dan tanggal sebagaimana
disebut pada awal akad ini sehingga keduanya mempunyai
kekuatan hokum yang sama”
III. Isi Kontrak Surat Pernyataan
Terdapat tiga surat pernyataan pada kontrak pembiayaan ini, yaitu
sebagai berikut:
1. Surat Pernyataan Pertama
Surat yang ditandatangani oleh nasabah penerima pembiayaan dan telah
mendapat persetujuan dari (Suami/Istrinya) ini menerangkan hal sebagai
berikut:
a. Bahwa Kami mengajukan permohonan pembiayaan kepada PT.
Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu Syariah*) dalam
rangka rangka Take over KPR atas (rumah,dll*) dari Bank
Konvensional dengan spesifikasi :
Tanah seluas _______ dengan (SHM/SHGB/SHP/Strata Title
*) no____atas nama _________ di atasnya berdiri bangunan
seluas ___________ dengan IMB no __________________
55
sebagaimana terdapat dalam Permohonan Pembiayaan KPR iB
XXX Syariah tanggal ___
b. Bahwa PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu
Syariah*) setuju memberikan pembiayaan dimaksud menggunakan
transaksi syariah dalam bentuk Murabahah dengan ketentuan
sebagaimana terdapat dalam Surat Pemberitahuan Persetujuan
Pembiayaan (SPPP) nomor : ____________ tanggal
______________
Atas beban dan tanggungjawab Kami sebagai Pemohon dan Penerima
Pembiayaan, dengan ini Kami menyatakan bahwa :
1. Kami memiliki kewajiban untuk melakukan pemeriksaan/penelitian
terhadap Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a
surat pernyataan ini yang menjadi obyek akad pembiayaan, baik
terhadap keadaan fisik maupun sahnya bukti-bukti, surat-surat
dan/atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kepemilikan
atau hak-hak lainnya atas Tanah dan Bangunan tersebut.
2. Kami berjanji membebaskan PT. Bank XXX (Cabang Syariah /
Cabang Pembantu Syariah*) dari risiko cacat fisik, dokumen
maupun ketidaksesuaian Tanah dan Bangunan sebagaimana
dimaksud pada huruf a surat pernyataan ini yang telah Kami pilih
dan tentukan sendiri sesuai permohonan pembiayaan.
3. Kami berjanji membebaskan PT. Bank XXX (Cabang Syariah /
Cabang Pembantu Syariah*) dari segala tuntutan, gugatan dan/atau
ganti rugi yang datang dari pihak mana pun dan/atau berdasarkan
alasan apapun atas risiko cacat sebagaimana dimaksud pada angka
2 surat pernyataan ini.
4. Kami berjanji tidak akan membatalkan Akad Pembiayaan
Murabahah di kemudian hari berdasarkan alasan apapun atas risiko
cacat sebagaimana dimaksud pada angka 2 surat pernyataan ini
yang menjadi Obyek Murabahah dalam Akad Pembiayaan
tersebut.
Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya tanpa paksaan
dari siapapun dan dapat dipertanggungjawabkan.
2. Surat Pernyataan Kedua
Pada surat pernyataan kedua ini menerangkan hal sebagai berikut:
56
a) Bahwa Kami mengajukan permohonan pembiayaan kepada PT.
Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu Syariah*) dalam
rangka memiliki (rumah, dll*) dengan spesifikasi :
Tanah seluas _______ dengan (SHM/SHGB/SHP/Strata Title *)
no____atas nama _________ di atasnya berdiri bangunan seluas
___________ dengan IMB no __________________
sebagaimana terdapat dalam Permohonan Pembiayaan KPR iB XXX
Syariah tanggal _____
b) Bahwa PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu
Syariah*) setuju memberikan pembiayaan dimaksud menggunakan
transaksi syariah dalam bentuk Murabahah dengan ketentuan
sebagaimana terdapat dalam Surat Pemberitahuan Persetujuan
Pembiayaan (SPPP) nomor : ____________ tanggal
__________________
c) Kami sebagai wakil BANK telah melaksanakan kewajiban yang
dinyatakan dalam Akad Wakalah nomor _______ tanggal _____
sehingga Tanah dan Bangunan secara prinsip merupakan milik
BANK dan Sah untuk dijadikan Obyek Murabahah dalam Akad
Pembiayaan Murabahah.
d) Telah dilakukan Akad Pembiayaan antara Kami (NASABAH) dan
PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu Syariah*)
(BANK) sebagaimana terdapat dalam Dokumen Akad Pembiayaan
Murabahah nomor___________ tanggal __________
Atas beban dan tanggungjawab Kami sebagai Pemohon dan Penerima
Pembiayaan, dengan ini Kami menyatakan bahwa:
1. Apabila pembayaran harga jual berdasarkan Akad Pembiayaan
Murabahah tersebut di atas tidak dapat dibayarkan dan atau
diselesaikan sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan, maka hal
tersebut telah cukup membuktikan kelalaian kami, maka segera atau
lambat-lambatnya dalam waktu 90 hari Obyek Murabahah
sebagaimana tersebut dalam Akad Pembiayaan Murabahah di atas
segera akan diserahkan kepada BANK tanpa tuntutan apapun;
2. BANK berhak untuk mengambil kembali Obyek Murabahah
dimaksud dengan caranya sendiri atau dengan bantuan pihak
berwajib dari siapapun dan di mana pun Obyek Murabahah tersebut
berada ; untuk kepentingan tersebut, maka BANK berhak untuk
memasuki tanah dan bangunan atau harta tak bergerak dimana
Obyek Murabahah tersebut berada.
57
3. Menyetujui penunjukan penjual atas Obyek Murabahah oleh
BANK. Oleh karenanya mengenai
bonafiditas penjual, jenis, spesifikasi, harga, kelengkapan dokumen
atas Obyek Murabahah, Obyek Murabahah tersebut sepenuhnya
menjadi kewenangan BANK untuk penyelesaian kewajiban.
Apabila terjadi permasalahan yang berhubungan dengan Penjual
dan Obyek Murabahah tersebut, pembayaran harga jual yang telah
disepakati dalam perjanjian tersebut akan tetap kami penuhi.
Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya tanpa paksaan
dari siapapun dan dapat dipertanggungjawabkan.
3. Surat Pernyataan Fasilitas Pembiayaan Pemilikan Properti dan
Pembiayaan Konsumsi Beragunan Properti
Berikut isi surat pernyataan yang ketiga tersebut:
Yang bertandatangan dibawah ini
Nama (debitur) :
………………………………………………………
Alamat :
………………………………………………………
No KTP :
………………………………………………………
Dan
Nama (pasangan) :
………………………………………………………
Alamat :
………………………………………………………
No KTP :
………………………………………………………
Menyatakan bahwa saat ini :
1. Belum memiliki fasilitas pembiayaan Pemilikan Properti
atau Pembiayaan Konsumsi beragun properti
Tidak sedang mengajukan fasilitas pembiayaan Pemilikan
Properti atau Pembiayaan Konsumsi beragun properti di
bank/perusahaan/lembaga lainnya
58
Sedang menikmati fasilitas pembiayaan Pemilikan Properti
atau Pembiayaan Konsumsi beragun properti di Bank XXX.
Sedang menikmati fasilitas pembiayaan Pemilikan Properti
atau Pembiayaan Konsumsi beragun properti di
bank/perusahaan/lembaga lainnya
Rincian fasilitas pembiayaan pemilikan property atau
pembiayaan beragun properti saat ini adalah sebagai berikut :
1. …………………………………………………………
……
2. …………………………………………………………
……
3. …………………………………………………………
……
2. Tidak terdapat perjanjian pemisahan harta diantara kami.
3. Pada saat ini, kami tidak sedang mengajukan pembiayaan
kepada Bank XXX Cabang lain atau Bank lain
Demikian pernyataan ini benar apa adanya yang kami buat dalam
keadaan sadar, tanpa tekanan dari pihak manapun.
IV. Isi Kontrak Surat Pengakuan
Surat pengakuan yang ditandatangani oleh Nasabah penerima
pembiayaan dan telah mendapat persetujuan dari (Suami/Istrinya*) ini adalah
menerangkan hal sebagai berikut:
1. Terkait Permohonan Pembiayaan KPR iB XXX Syariah nomor _____
tanggal _______, PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu
Syariah*) setuju memberikan pembiayaan dimaksud menggunakan
transaksi syariah dalam bentuk Murabahah dengan ketentuan
sebagaimana terdapat dalam Surat Pemberitahuan Persetujuan
Pembiayaan (SPPP) nomor : ____________ tanggal
__________________
2. Telah dilakukan Akad Pembiayaan dengan PT. Bank XXX (Cabang
Syariah / Cabang Pembantu Syariah*) sebagaimana terdapat dalam
Dokumen Akad Pembiayaan Murabahah nomor___________ tanggal
__________
59
Atas beban dan tanggungjawab Kami sebagai Pemohon dan Penerima
Pembiayaan, dalam hal ini memilih domisili yang umum dan tetap,
mengikat diri dan sanggup pada tanggal:
----------------- ------------------------------- (tanggal) ---------------------
membayar lunas pembiayaan, uang sejumlah:
Rp _________________________ (sebesar harga jual*)
kepada:
PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu Syariah*)
(Alamat)
atau pihak lain yang akan ditunjuk oleh PT. Bank XXX (Cabang Syariah /
Cabang Pembantu Syariah*)
V. Isi Kontrak Berita Acara Serah Terima Dokumen
Isi kontraknya adalah mengenai kesepakatan Bank dan Nasabah untuk
membuat dan menandatangani Berita Serah Terima Dokumen dimana Bank
menyerahkan Dokumen-dokumen kepada Nasabah berupa:
a. Asli Sertifikat Hak Milik nomor
b. Asli Surat Izin Mendirikan Bangunan nomor
c. Asli Surat Pernyataan Lunas Pembiayaan dan Berakhirnya Akad
Pembiayaan Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik dari PT. Bank XXX
(Cabang Syariah / Cabang Pembantu Syariah*) nomor _____
tanggal _________
d. Asli Permohonan Roya dari PT. Bank XXX (Cabang Syariah /
Cabang Pembantu Syariah*) kepada Badan Pertanahan Nasional
(wilayah Kantor Pertanahan sesuai letak tanah) nomor ________
tanggal ________. (Jika nasabah ingin urus sendiri ke Kantor
Pertanahan setempat)
60
VI. Surat Permohonan Realisasi Pembiayaan
Isi suratnya adalah mengenai permohonan Nasabah kepada pihak Bank
untuk melakukan 2 (dua) hal sebagai berikut:
1. Melakukan pencairan dana pembiayaan sebesar Rp _____ (_______)
ke rekening saya :
Nama :_____________________________
No Rekening :_____________________________
Bank :_____________________________
2. Secara langsung melakukan transfer dana sebesar Rp_______
(_________) dari rekening saya tersebut angka 1 ke rekening
(Developer/Penjual*) :
Nama :_____________________________
No Rekening :_____________________________
Bank :_____________________________
VII. Isi Kontrak Perjanjian Bai’
a. Bagian Pendahuluan
1) Subbagian Pembuka
a) Sebutan nama kontrak (Judul Kontrak), yaitu:
“AKAD BAI’ DALAM RANGKA TAKE OVER PEMBIAYAAN”
b) Tanggal kontrak bai’, yaitu:
“Pada hari ini, XXX tanggal XX-XX-XXXX (tanggal-bulan-
tahun)”
c) Tempat kontrak bai’ ini dibuat dan ditandatangani, yaitu:
“Akad ini dibuat dan ditandatangani di ________ oleh BANK dan
NSABAH”
2) Subbagian Pencantuman Identitas Para Pihak
61
Pada subbagian ini dicantumkan identitas para pihak yang
mengikatkan diri dalam kontrak dan siapa saja yang menandatangani
kontrak murabahah tersebut. Dalam kontrak bai’ ini yang mengikat diri
adalah:
I. Nama : _____________________
No. KTP : _____________________
No.Tlp/HP : _____________________
Alamat : _____________________
Warga Negara : Indonesia
Selaku Pemimpin PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang
Pembantu Syariah*) berdasarkan Keputusan Direksi PT Bank
XXX Nomor ………, beralamat di (alamat unit kerja syariah**),
bertindak untuk dan atas nama PT Bank XXX berdasarkan Surat
Kuasa Direksi Nomor ……. selaku Pemberi Pembiayaan dan
Pembeli untuk selanjutnya disebut “ BANK”.
II. Nama : ________________________
No.KTP : ________________________
No.Tlp/HP : _______________________
Alamat : ________________________
dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri dan untuk
melakukan tindakan hukum dalam Akad ini telah mendapat
persetujuan dari (Suami/Istrinya*) yang turut menandatangani
Akad ini,
Nama : _______________________
No KTP : _______________________
No.Tlp/HP : _______________________
Alamat : _______________________
untuk selanjutnya disebut "NASABAH"
3) Subbagian Penjelasan
Pada subbagian ini dijelaskan beberapa hal:
1. Terkait Permohonan Pembiayaan KPR iB XXX Syariah tanggal
_______, PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu
Syariah*) setuju memberikan pembiayaan dimaksud
menggunakan transaksi syariah dalam bentuk Murabahah dengan
62
ketentuan sebagaimana terdapat dalam Surat Pemberitahuan
Persetujuan Pembiayaan (SPPP) nomor : ____________ tanggal
______________
2. Telah dilakukan Akad Qardh sebagai maka Dokumen Akad
Qardh Dalam Rangka Take over Pembiayaan nomor _____
tanggal _____
3. Bahwa NASABAH telah melakukan pemeriksaan/penelitian atas
tanah dan bangunan yang dijual kepada BANK dan berjanji
membebaskan BANK dari segala gugatan dan pembatalan Akad
Pembiayaan Murabahah tersebut angka 1 di kemudian hari karena
cacatnya Obyek Sewa berupa tanah dan bangunan yang telah
dijual NASABAH kepada BANK sebagaimana terdapat dalam
Surat Pernyataan Pertama tanggal ________
b. Bagian isi
Bagian isi dalam kontrak bai’ ini menerangkan tentang obyek akad dan
harga dari obyek tersebut, yaitu:
“Selanjutnya, BANK dan NASABAH sepakat untuk membuat dan
menandatangani Akad Bai’ Dalam Rangka Take over dimana BANK
telah membeli dari NASABAH berupa :
Sebidang tanah seluas ______ di _____ sesuai SHM nomor
_____ berikut segala sesuatu yang ditanam, ditempatkan dan
didirikan diatas tanah tersebut baik sekarang ada maupun yang
akan ada dikemudian hari, yang menurut sifat, guna
peruntukannya atau menurut ketetapan Undang-undang dapat
dianggap sebagai barang tetap. Termasuk bangunan seluas
_____ sesuai nomor _____ .
Dengan harga Rp _________________”
c. Bagian Penutup
Berikut ini pernyataan bagian penutup pada kontrak bai’:
63
“Demikian akad ini dibuat dalam rangkap dua dan ditandatangani oleh
BANK dan NASABAH pada hari dan tanggal sebagaimana disebut
pada awal akad ini sehingga keduanya mempunyai kekuatan hukum
yang sama.”
B. Analisis Kontrak Pembiayaan Take over Dalam Perspektif Undang-
undang Perpajakan
Dibandingkan dengan transaksi berdasarkan sistem konvensional yang telah
dikenal, terdapat perbedaan antara transkasi berdasarkan prinsip syariah dengan
transaksi yang dilakukan berdasarkan sistem konvensional. Perbedaan tersebut
disebabkan oleh adanya prinsip tertentu yang harus diperhatikan oleh Usaha
Berbasis Syariah dalam melaksanakan kegiatan usahanya, yaitu: kehalalan
produk, kemaslahatan bersama, menghindari spekulasi dan riba. Terkait dengan
prinsip menghindari riba, kegiatan pemberian pinjaman yang dilakukan oleh jasa
keuangan dengan menggunakan tingkat bunga tertentu tidak dapat dilakukan oleh
usaha berbasis syariah. Kegiatan tersebut dalam Usaha Berbasis Syariah
dilakukan melalui beberapa pendekatan antara lain:
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharbah dan musyarkah;
b. Transkasi jual beli dalam bentuk murabahah, salam, dan istisna;
c. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah dan ijarah muntahiya
bittamlik; dan
d. Transkasi pinjam meminjam dalam bentuk qardh;
Perbedaan antara transkasi berdasarkan prinsip syariah dengan transaksi
berdasarkan sistem konvensional tersebut akan mengakibatkan beberapa
implikasi. Perbedaan tersebut menyebabkan perlakuan perpajakan yang berbeda
64
dalam suatu industri yang sama, yaitu untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah dan kegiatan usaha berdasarkan sistem konvensional. Dengan perlakuan
yang berbeda tersebut, maka perlakuan perpajakan menjadi tidak netral bagi para
pihak yang terlibat untuk menentukan pilihan apakah menggunakan transaksi
berdasarkan prinsip syariah atau berdasarkan prinsip konvensional. Hal tersebut
juga dapat menghambat bahkan mematikan usaha/bisnis keuangan syariah.
Implikasi berikutnya terkait dengan kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan bagi
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah tertentu, apabila ketentuan Pajak
Penghasilan yang berlaku umum diterapkan atas transaksi syariah yang mendasari
kegiatan usaha tersebut. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dalam Pasal 31D memerintahkan untuk
membentuk Peraturan Pemerintah yang mengatur perlakuan Pajak Penghasilan
atas transkasi kegiatan Usaha Berbisnis Syariah dipersamakan dengan atau
sebagaimana yang berlaku atas transkasi sepadan yang dilakukan oleh pelaku
usaha dalam industri yang sama yang berdasarkan sistem konvensional. Dengan
demikian perlakuan Pajak Penghasilan akan memberikan perlakuan yang sama
bagi Wajib Pajak dalam suatu industri yang sama.
Dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pajak
Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah disebutkan bahwa:
“Ketentuan mengenai tata cara pengenaan Pajak Penghasilan untuk
Usaha Berbasis Syariah diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.”
65
Dalam Pasal 4 Ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
137/PMK.03/2011 Tentang Pengenaan Pajak Penghasilan Untuk Kegiatan Usaha
Pembiayaan Syariah menjelaskan:
“Kegiatan pembiayaan konsumen yang dilakukan berdasarkan akad
Murabahah, Salam, atau Istisna’ berupa margin keuntungan atau laba,
dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan
atas bunga.”
Karena transaksi murabahah yang dilakukan oleh Bank Syariah tujuannya
adalah pembiayaan bukan semata-mata jual beli, maka yang ditetapkan sebagai
penghasilan yang merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) adalah
margin keuntungan.
Pajak lain yang terkait dalam transaksi murabahah dalam pembiayaan Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB). Sebagaimana yang dijelaskan dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI
Jakarta Nomor 18 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan, dalam Pasal 1 angka 18, 19 dan 20 yang berbunyi:
“Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Pajak atas
perolehan hak atas tanah dan/bangunan.”
“Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau
peristiwa hokum yang emngakibatkan diperolehnya hak atas tanah
dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.”
66
“Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk
hak pengelolaan, beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan.”
BPHTB ini dibebankan kepada pembeli yang mendapat perolehan hak atas
tanah dan bangunan yaitu berupa hak milik.
Selanjutnya pajak yang juga berkaitan dengan transaksi murabahah adalah
Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 42
Tahun 2009, perlakuan PPN untuk transaksi pembiayaan murabahah yang selama
ini menjadi ganjalan dan perdebatan oleh berbagai pihak menjadi lebih jelas. Bank
Syariah tidak perlu memungut PPN atas penyerahan barang kena pajak kepada
pembeli akhir. Berdasarkan Pasal 1A ayat (1) huruf (h) UU No. 42 Tahun 2009
Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah menjelaskan bahwa:
“Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam
rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip
syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena
Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak.”
Namun Undang-undang tersebut menimbulkan kejanggalan apabila
diterapkan dalam pembiayaan take over ini. Karena pembebasan PPN dalam
transaksi murabahah yang dimaksud oleh Pasal 1A ayat (1) huruf (h) UU No. 42
Tahun 2009 tersebut adalah transaksi murabahah yang objek murabahahnya
berasal dari pihak ketiga yang bertindak sebagai penjual, sehingga penyerahan
barang kena pajaknya langsung dari pihak penjual kepada pembeli dalam hal ini
67
nasabah pembiayaan. Sedangkan transaksi murabahah dalam pembiayaan take
over ini menjelaskan bahwa objek murabahahnya yang berupa rumah, bukan
berasal dari pihak ketiga, melainkan milik Bank DKI Syariah sendiri yang telah
dibeli dari nasabah.
Maka ketentuan yang berlaku dalam hal tersebut adalah Pasal 1A ayat (1)
huruf (a) UU No. 42 Tahun 2009 yang berbunyi:
“Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian.”
Karena peralihan kepemilikannya langsung dari pihak Bank DKI Syariah
kepada nasabah maka dalam hal ini pihak Bank DKI Syariah yang memungut
PPN kepada nasabah.
Untuk lebih memudahkan dalam menentukan perlakuan pajak apa saja yang
mungkin timbul dari pembiayaan take over di Bank DKI Syariah, berikut ini akan
dijelaskan ketentuan dan alur pembiayaan take over di Bank DKI Syariah
berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Administrasi Pembiayaan Bank DKI
Syariah38
:
1. Ketentuan Pembiayaan Take over (Dari Lembaga Keuangan Konvensional
ke Bank Syariah)
a. Akad yang digunakan
1) Qardh: Digunakan untuk melunasi sisa kewajiban nasabah pada
LKK.
2) Al Bai’: Digunakan untuk membeli aset nasabah yang telah dilunasi
dari LKK yang kemudian dana hasil penjualan property ini
38 Wawancara pribadi dengan Ibu Husna Azka (Administrasi Pembiayaan Bank DKI
Syariah), Jakarta, 4 Januari 2016
68
digunakan untuk melunasi qardh nasabah dan apabila take over
disertai tambahan, sebagian lagi digunakan untuk pembelian barang
lainnya.
3) Wakalah: Digunakan dalam rangka bank memberi kuasa kepada
nasabah untuk membeli barang, memeriksa fisik barang dan
menerima barang dari penjual.
4) Murabahah: Digunakan untuk melunasi sisa kewajiban nasabah
kepada bank syariah dengan cara mengangsur sampai dengan selesai.
2. Alur Pembiayaan Take over (Dari Lembaga Keuangan Konvensional ke
Bank Syariah)
Gambar 4.1
Sumber: Buku Panduan Pembiayaan Take over Bank DKI Syariah
69
Keterangan:
1) Nasabah mengajukan permohonan take over pembiayaan termasuk
tambahannya ke bank.
2) Jika disetujui maka Bank memberikan surat persetujuan kepada
nasabah.
3) Nasabah dan bank melakukan perjanjian pembiayaan qardh sebesar
sisa kewajiban nasabah kepada LKK.
4) Nasabah membuat surat permohonan realisasi pembiayaan kepada
bank.
5) Bank mencairkan dana ke rekening nasabah.
6) Atas permohonan nasabah bank mentransfer dana pencairan ke
rekening LKK.
7) LKK menyerahkan property kepada nasabah (pelaksanaan
pengambilan dokumen sertifikat dan IMB harus didampingi petugas
bank atau dikuasakan ke bank).
8) Bank membeli property milik nasabah (penggunaan dana sebagian
untuk melunasi qardh dan sisanya untuk keperluan pembelian barang
lainnya jika disertai tambahan pembiayaan).
9) Nasabah melunasi pembiayaan qardh.
10) Bank dan nasabah menandatangani akad wakalah untuk membeli
barang lain sebesar tambahan pembiayaan.
11) Bank dan nasabah menandatangani akad Murabahah.
12) Nasabah menyerahkan bukti pembelian barang kepada bank.
70
13) Nasabah membayar angsuran pembiayaan sampai dengan lunas.
Akad wakalah digunakan hanya jika nasabah meminta tambahan pembiayaan
diluar dana pinjaman qardh yang diberikan Bank DKI Syariah untuk melunasi
hutang nasabah di Lembaga Keuangan Konvensional. Tambahan pembiayaan
tersebut nantinya akan digunakan untuk membeli beberapa barang lain seperti
perlengkapan alat-alat rumah tangga atau untuk membeli bahan bangunan untuk
meronovasi rumah nasabah tersebut.
Selanjutnya dalam ketentuan dan alur pembiayaan take over di Bank DKI
Syariah tersebut terdapat akad Bai’ (Jual-Beli) antara Bank DKI Syariah dengan
Nasabah. Dimana Nasabah menjual assetnya (rumah) kepada Bank DKI Syariah
dalam rangka melunasi hutang Qardh yang diberikan Bank DKI Syariah kepada
Nasabah untuk melunasi sisa hutang di Lembaga Keuangan Konvensional tempat
awal Nasabah melakukan pembiayaan kredit rumah. Dalam akad bai’ (jual beli)
tersebut tidak terdapat biaya pajak yang dibebankan kepada kedua belah pihak
baik pihak Bank DKI Syariah maupun pihak nasabah karena akad bai’ ini
dilakukan semata-mata hanya untuk memenuhi ketentuan pembiayaan take over
berdasarkan prinsip syariah. Tidak terjadi proses pergantian balik nama
kepemilikan dan peralihan hak atas tanah dan bangunan sehingga surat/akta
kepemilikan tanah/rumah masih atas nama nasabah.
Dalam draft kontrak pembiayaan take over tidak dijelaskan secara rinci
mengenai beban pajak apa saja yang harus dibayarkan oleh kedua pihak (Bank
DKI Syariah dan Nasabah), namun dari hasil wawancara dengan pihak
Administrasi Pembiayaan Bank DKI Syariah mengenai biaya pajak yang timbul
71
dari pembiayaan take over di Bank DKI Syariah adalah tidak ada beban pajak
sama sekali yang harus dibayarkan terkait pembiayan take over di Bank DKI
Syariah ini. Hal ini karena akad transkasi bai’ (jual beli) dan murabahah hanya
dilakukan sebagai isyarat memenuhi ketentuan prinsip syariah bukan berdasarkan
ketentuan hukum yang berlaku. Tidak ada proses pergantian balik nama dan
pengurusan peralihan hak atas tanah dan bangunan kepada kantor pemerintahan
yang berwenang. Sehingga bebas dari pengenaan terhadap Pajak Penghasilan
(PPh), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN).
Memang tidak dipungkiri, pajak dirasakan sebagai beban yang merupakan
suatu bentuk pengeluaran dana yang tidak memberikan imbalan secara langsung
dan jelas pembayar pajak. Apalagi dalam dunia bisnis, beban pajak yang
dikeluarkan berarti mengurangi jumlah keuntungan yang didapat oleh penjual dan
bagi pembeli berarti menambah biaya pengeluaran. Begitupun dalam dunia
perbankan, terutama dalam transaksi pembiayaan properti yang terdapat beberapa
ketentuan beban pajak yang harus dipenuhi. Maka pihak manajemen bank sebisa
mungkin mencari celah untuk membuat kontrak yang dapat menghindarkan bank
dari kewajiban membayar pajak. Penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib
pajak memang dimungkinkan atau tidak bertentangan dengan undang-undang atau
ketentuan hukum yang berlaku, karena dianggap praktek-praktek yang
berhubungan dengan penghindaran pajak lebih kepada pemanfaatan celah-celah
yang terdapat dalam undang-undang perpajakan. Praktek penghindaran pajak ini
sebenarnya menjadi suatu dilema bagi pemerintah, karena mengakibatkan
72
berkurangnya penerimaan kas Negara, tetapi dilakukan dengan tidak bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Namun bagi pihak-pihak terkait
dengan perbankan syariah yang telah melakukan penghindaran pajak dengan
melakukan berbagai macam cara yang memang masih kategori penghindaran
pajak secara yuridis agar menghentikan cara-cara tersebut. Karena tindakan
seperti itu justru akan mencederai atau mencoreng wajah perbankan yang
didasarkan atas nilai-nilai syariat islam yang luhur dalam ajarannya sangat
menekankan aspek substansi akad daripada hanya sekedar formalitasnya.39
C. Analisis Kontrak Pembiayaan Take Over Dalam Perspektif Undang-
undang Perlindungan Konsumen
Berikut ini adalah beberapa ketidaksesuaian UU Perlindungan Konsumen dan
peraturan terkait lainnya yang terdapat dalam draft kontrak pembiayaan take over
di Bank DKI Syariah:
1. Pembatasan Terhadap Tindakan Nasabah
Dalam pasal 15 kontrak perjanjian take over di Bank DKI Syariah tertulis
mengenai pembatasan terhadap tindakan nasabah, yaitu sebagai berikut:
NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri, bahwa selama
masa berlangsungnya Akad ini, kecuali setelah mendapatkan
persetujuan tertulis dari BANK, NASABAH tidak akan melakukan
salah satu, sebahagian atau seluruh perbuatan-perbuatan sebagai
berikut:
1. NASABAH menyewakan, menjaminkan, mengalihkan atau
menyerahkan Obyek Murabahah kepada pihak lain.
2. Melakukan renovasi atau pengembangan terhadap rumah tersebut
tanpa seijin BANK. Dengan ketentuan bahwa jika terjadi
39
Azharuddin Lathif, Jurnal: Analisis Yuridis Pengenaan PPN dalam
PembiayaanMurabahah di Perbankan Syariah. Hlm. 16.
73
pelunasan atau penjualan atas rumah tersebut biaya renovasi atau
pengembangan yang telah dikeluarkan tidak diperhitungkan
3. membuat utang kepada pihak ketiga ;
4. memindahkan kedudukan/lokasi barang agunan dari
kedudukan/lokasi barang itu semula atau sepatutnya berada,
dan/atau mengalihkan hak atas barang atau barang agunan yang
bersangkutan kepada pihak lain ;
5. mengajukan permohonan kepada yang berwenang untuk
menunjuk eksekutor, kurator, likuidator atau pengawas atas
sebagian atau seluruh harta kekayaan NASABAH;
6. Dalam hal NASABAH berbadan hukum, NASABAH tidak akan
melakukan hal-hal berikut:
a) Melakukan akuisisi, merger, restrukturisasi dan/atau
konsolidasi perusahaan NASABAH dengan perusahaan atau
orang lain ; atau
b) Menjual, baik sebagian atau seluruh asset perusahaan
NASABAH yang nyata-nyata akan mempengaruhi
kemampuan atau cara membayar atau melunasi utang atau sisa
utang NASABAH kepada BANK, kecuali menjual barang
dagangan yang menjadi kegiatan usaha NASABAH; atau
c) Mengubah Anggaran Dasar, susunan pemegang saham,
Komisaris dan/atau Direksi perusahaan NASABAH; atau
Melakukan investasi baru, baik yang berkaitan langsung atau
tidak langsung dengan tujuan perusahaan NASABAH.
a) Klausula yang ditetapkan oleh pihak Bank DKI Syariah mengenai
pembatasan tindakan debitur dalam melakukan tindakan bisnis jelas
memberatkan debitur. Investasi baru serta melakukan hubungan
hukum dengan pihak ketiga dalam rangka melakukan pengembangan
bisnis harusnya tidak dikekang oleh pihak kreditur karena hal itu tidak
berhubungan dengan kontrak yang dibuat, apalagi klausula tersebut
terdapat dalam kontrak murabahah pembiayaan rumah.
b) Pengalihan asset yang dimiliki debitur demi kepentingan bisnisnya
harusnya tidak dikekang dengan keharusan mendapat persetujuan dari
74
pihak kreditur karena dalam kontrak tersebut telah diatur adanya
jaminan yang harus diberikan pihak debitur sebagai jaminan
terlaksananya kewajiban debitur dalam kontrak tersebut. Yang mana,
kreditur menempatkan kedudukannya sebagai kreditur yang
didahulukan. Seharusnya penambahan klausul dalam suatu kontrak
tidaklah menjadikan suatu yang memberatkan salah satu pihak terlebih
dalam kasus ini membatasi dalam hal melakukan tindakan dan
pengembangan bisnis. Adanya pembatasan tindakan terhadap salah
satu pihak dalam kontrak haruslah dilakukan secara seimbang dengan
hak yang dimiliki serta mempunyai relevansi yang kuat dengan tujuan
dan substansi kontrak yang dibuat.
2. Bahasa yang terlalu ilmiah serta klausula kontrak yang banyak dan
berbelit-belit sehingga sulit dipahami oleh masyarakat awam
a) Hampir semua kontrak financing di bank, isinya kebanyakan
menggunakan bahasa yang sulit dipahami dan tidak digunakan dalam
aktifitas sehari-hari terutama oleh nasabah kalangan bawah yang
mayoritas berpendidikan rendah seperti yang terdapat di dalam kontrak
pembiayaan take over di Bank DKI Syariah seperti istilah “pailit” pada
pasal 12 ayat (12), “lisensi” pada pasal 14 ayat (4), “akuisisi, merger,
restrukturisasi dan/atau konsolidasi” pada pasal 15 ayat (6), dan istilah
“addendum” pada pasal 23 ayat (3). Namun teknis persoalan bahasa
hukum hendaknya ada di dalam lampiran penjelasan istilah di
belakang kontrak, sehingga alangkah baiknya bank ketika membuat
75
kontrak juga membuat lampiran definisi untuk istilah-istilah yang sulit
dipahami tersebut agar nasabah dapat memahami maksud dari istilah-
istilah yang ada di dalam kontrak.
b) Selain itu juga klausula kontrak yang digunakan pun berbelit-belit,
seperti yang terdapat dalam pasal 3 ayat (7) tentang fasilitas
pembiayaan, harga jual dan pembayarannya yaitu:
NASABAH diperkenankan melakukan pembayaran dipercepat atas
angsuran harga jual kepada BANK untuk seluruhnya bersama-
sama dengan kewajiban lain yang harus dibayar sehingga tanggal
pembayaran lebih cepat/awal dari tanggal pembayaran yang telah
ditentukan.
Klausula tersebut mengggunakan bahasa yang tidak to the point,
berbelit-belit dan sulit dipahami. Padahal jika bahasa yang digunakan
adalah sebagai berikut:
NASABAH diperkenankan melakukan pembayaran lebih
cepat/awal dari tanggal pembayaran yang telah ditentukan atas
angsuran harga jual kepada BANK termasuk kewajiban lain yang
harus dibayar.
Bahasa tersebut akan lebih mudah untuk dipahami oleh nasabah karena
kalimatnya langsung tertuju pada maksud dan tidak berbelit-belit.
c) Apabila bank tidak memberitahu padanan isi kontrak yang mudah
dipahami oleh nasabah kalangan bawah serta klausula kontrak yang
dicantumkan berbelit-belit, maka bank telah melanggar UUPK No.8
tahun 1999 pasal 4 ayat (6), yaitu: ”hak untuk mendapat pembinaan
dan pendidikan konsumen”. Selain itu, bank juga melanggar UUPK
No.8 tahun 1999 pasal 18 ayat (2), Peraturan Bank Indonesia Nomor
76
16/ 1 /Pbi/2014 pasal 8 ayat (2), yaitu: “pelaku usaha dilarang
mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit
terlihat, tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti”. Dan melanggar peraturan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 1/POJK.07/2013 pasal 7 ayat (1)
yaitu; “Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menggunakan istilah,
frasa, dan/atau kalimat yang sederhana dalam Bahasa Indonesia
yang mudah dimengerti oleh Konsumen”.
77
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari beberapa pemaparan Berdasarkan analisis penulis terhadap isi kontrak
pembiayaan take over di Bank DKI Syariah, maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa:
1. Tidak terdapat beban pajak yang harus dibayarkan oleh kedua pihak yang
bertransaksi yaitu pihak Bank DKI Syariah dan pihak nasabah dalam
kontrak pembiayaan take over ini. Meskipun terdapat akad bai’ (jual-
beli) dan murabahah, namun hanya dilakukan berdasarkan prinsip
syariah dan tidak berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku seperti
proses pergantian balik nama dan pengurusan peralihan hak atas tanah
dan bangunan, sehingga terbebas dari kewajiban membayar pajak seperti
Pajak Penghasilan (PPh), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini dapat
dikategorikan kedalam tindakan penghindaran pajak.
2. Terdapat beberapa ketidaksesuaian isi kontrak pembiayaan take over di
Bank DKI Syariah dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen dan
peraturan terkait lainnya yaitu diantaranya pembatasan tindakan nasabah,
dan bahasa kontrak yang terlalu ilmiah serta klausula kontrak yang
banyak dan berbelit-belit sehingga sulit dipahami oleh masyarakat awam.
78
B. SARAN
Sebagai penutup dari penelitian yang telah penulis lakukan, maka disini
penulis akan memberikan saran-saran yang bisa dijadikan bahan pertimbangan
terkait dengan perbaikan dalam transkasi pembiayaan take over di bank syariah,
sebagai berikut:
1. Agar Dewan Pengawas Syariah lebih memberikan perhatian dan aktif
dalam melakukan pengawasan terhadap bank syariah khususnya terkait
kontrak yang dibuat oleh bank syariah serta pengaplikasian dari kontrak
yang dibuat tersebut agar tidak menyimpang dari nilai-nilai syariah.
DSN MUI juga harus aktif dan kreatif dalam meninjau dan
mengeluarkan fatwa yang dibutuhkan dalam industri modern seperti
saat ini sehingga dapat menunjang perkembangan dan kemajuan dari
perbankann syariah di Indonesia.
2. Dewan Pengawas Syariah juga harus merevisi alternatif akad yang
digunakan dalam pembiayaan take over, selain karena pada aplikasinya
ada yang tidak sesuai dengan prinsip dan ketentuan syariah, juga
terdapat alternaif akad yang lebih tepat untuk digunakan dalam
pembiayaan take over yaitu akad musyarakah mutanaqisah dan akad
hawalah bil ujrah.
3. Diperlukan juga adanya studi komparatif terkait berbagai macam variasi
alternatif akad yang ada dalam pembiayaan take over di bank syariah.
4. Terkait perpajakan, seharusnya pemerintah menerapkan perlakuan yang
adil dan setara antara bank konvensional dan bank syariah. Karena
79
tujuan utamanya sama, yaitu sebagai lembaga penghimpun dan
penyaluran dana. Namun bank syariah tidak boleh mengkomersilkan
akad pinjam-meminjam secara murni seperti bank konvensional, oleh
karena itu bank syariah menggunakan akad murabahah, ijarah, IMBT
dan lain-lain hanya sebagai media untuk penyaluran dana sehingga
bank bisa mendapatkan keuntungan yang tidak bertentangan dengan
aturan syariah.
5. Dikarenakan masih terbatasnya data-data yang didapatkan dalam
penelitian ini, maka masih diperlukan penelitian lanjutan khususnya
mengenai aspek perpajakan dan pengikatan jaminan dalam pembiayaan
take over di bank syariah.
80
Daftar Pustaka
Al Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Departemen Agama RI, 1990
Al Asqalani, Abu Fadli bin Ali bin Hijr. Bulughul Maram. Beirut: Daar al-Fikr,
1989.
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta:
Gema Insani, 2001.
Arif, Saefuddin dan Azharuddin, Lathif. Kontrak Bisnis Syariah. Jakarta: UIN
Press, 2011.
Aziz, Koni Rumaini. Skripsi: Analisa Take over di Bank DKI Syariah. Jakarta:
UIN Press, 2011.
Bank DKI Syariah. KPR IB, diakses pada 3 Februari 2016 dari
http://bankdkisyariah.co.id
Bank DKI Syariah. Profil Perusahaan, diakses pada 3 Februari 2016 dari
http://bankdkisyariah.co.id
Bank DKI Syariah.Struktur Organisasi, diakses pada 3 Februari 2016 dari
http://bankdkisyariah.co.id
Dewan Syariah Nasional MUI. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI,
cet. III, Ciputat: CV Gaung Persada, 2000.
Echols, John M dan Shadily, Hassan. Kamus Inggris-Indonesia, cet. XXVI.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005.
81
Hadad, Muliaman D. “Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.1/POJK.07/2013”,
diakses pada 15 Januari 2016 dari http://www.ojk.go.id
Haroen, Nasrun. Fiqih Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.
Hasan, M. Ali. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat),
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Karim, Adiwarman A. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2007.
Kasmir. Manajemen Perbankan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
Lathif, Azharuddin. Jurnal: Analisis Yuridis Pengenaan PPN dalam Pembiayaan
Murabahah di Perbankan Syariah.
Miru, Ahmad. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 2007.
Muhammad. Panduan Teknis Pembuatan Akad atau Perjanjian pada Bank
Syariah. Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2009.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang
Perlindungan Konsumen Sektor jasa Keuangan.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009 Tentang pajak Penghasilan Kegiatan
Usaha Berbasis Syariah.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2011 Tentang Pengenaan Pajak
Penghasilan Untuk Kegiatan Usaha Pembiayaan Syariah.
82
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 18 Tahun 2010 Tentang Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
Purnawan, Herman dan Eveline Angriani. Undang-Undang Perpajakan Tahun
2007 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Jakarta: Erlangga, 2008.
Purwaka, Tommy Hendra. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas
Atma Jaya, 2007.
Ramadhan, Fauziah. Skripsi: Analisa Terhadap Mekanisme Take over Pada
Pembiayaan Kepemilikan Rumah (Studi pada Divisi Syariah PT. Bank
Negara Indonesaia), Jakarta: UIN Press, 2009.
Ramli, Ahmad R. Permasalahan E-Commerce dan RUU PTI: Perlindungan
Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi E-Commerce, Yayasan
Pengembangan Hukum Bisnis, 2002.
Rumidi, Sukandar. Metodologi Penelitian (Petunjuk Praktis untuk Peneliti
Pemula). Yogyakarta: UGM Press, 2004.
Salim. Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak). Jakarta: Sinar
Grafika, 2003.
Salim dan Abdullah. Perancangan Kontrak dan Memorandum Of Understanding
(MOU). Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
Saliman, Abdul R. Hukum Bisnis untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus,
Jakarta: Prena dan Media Group, 2007.
83
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Cet. Ke-3. Jakarta: UI Press,
1986.
Sutarsih, Farida. Skripsi: Desain Akad Pembiayaan Take over KPR Syariah di
Bank Muamalat Indonesia. Jakarta: UIN Press, 2008.
Umar, Husein. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2004.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan (PPH)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2009 Tentang Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen
Wawancara Pribadi dengan Ibu Husna Azka (Administrasi Pembiayaan Bank DKI
Syariah), pada tanggal 4 Januari 2016 di Jakarta
84
Hasil Transkrip Wawancara
1. Bagaimana aplikasi pembiayaan Take over di Bank DKI Syariah?
Alternatif akad manakah yang diterapkan oleh Bank DKI Syariah?
Jawab: Alternatif akad yang digunakan yaitu Qardh dan Murabahah
2. Apa alasan menggunakan alternatif akad tersebut?
Jawab: Karena sudah ditentukan oleh Dewan Group Syariah
3. Bagaimana prosedur sampai realisasi pembiayaan Take over di Bank DKI
Syariah?
Jawab: Pertama calon nasabah harus melengkapi persyaratan dari bank,
kemudian pihak bank melakukan BI Checking, selanjutnya survey asset
yang dimiliki calon nasabah, setelah itu verifikasi data, lalu di analisa oleh
pihak bank. Apabila keluar SP3 (Surat Pemberitahuan Persetujuan
Pembiayaan) maka pihak bank langsung melakukan akad/transaksi dengan
calon nasabah tersebut. Setelah ada kesepakatan, pihak Bank DKI Syariah
melunasi sisa hutang nasabah ke bank lain. Kemudian pihak bank membeli
asset tersebut dari nasabah dan nasabah melunasi Qardh. Setelah asset itu
sah menjadi milik Bank, maka asset tersebut lah yang dijadikan obyek
transaksi murabahah.
85
4. Siapakah yang bertanggung jawab atas pembuatan draft kontrak
pembiayaan take over di Bank DKI Syariah?
Jawab: Yang bertanggung jawab Group Syariah
5. Apakah pada saat pra perancangan kontrak/akad take over, pihak bank
melakukan negosiasi dengan nasabah mengenai isi akad?
Jawab: Tidak
6. Ketika kontrak sudah jadi, dan jika nasabah tidak setuju dengan isi kontrak
apakah pihak nasabah diberi kesempatan untuk merubah isi kontrak?
Jawab: Tidak
7. Bagaimana penentuan persentase margin dalam proses pembuatan
kontrak?
Jawab: Margin sudah ditentukan oleh manajemen, sebesar 13,25%.
8. Biaya-biaya apa saja yang dibebankan kepada nasabah dalam draft
kontrak/akad pembiayaan take over?
Jawab: Biaya administrasi, asuransi jiwa dan kebakaran, biaya blokir dan
biaya notaris.
9. Beban pajak apa saja yang timbul dari perjanjian take over ini?
Jawab: Tidak ada beban pajak
86
10. Bagaimana peran notaris dalam proses pembuatan kontrak/akad
pembiayaan take over di Bank DKI Syariah?
Jawab: Notaris membuat PP, kemudian mengurus penyelesaian serrikat
untuk jaminan PPJB, AJB dan lain-lain.
11. Apa kriteria jaminan yang ditetapkan oleh pihak Bank DKI Syariah?
Jawab: Tidak berada di jalur hijau, dilalui oleh mobil, tidak berada
dibawah sutet dan lokasi marketable.
88
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah segala Akad-Akad itu…”
(QS. Al Maidah: 1)
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
dan juga janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan
kepada kamu, sedang kamu mengetahui"
(QS. Al-Anfaal: 27).
DIBUAT SCR NOTARIL
AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH
Nomor : ...................
Pada hari ini, _____________ tanggal ______________, yang bertandatangan di bawah
ini :
1. Nama : _____________________
No. KTP : _____________________
Alamat : _____________________
Warga Negara : Indonesia
Selaku Pemimpin PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu Syariah*)
berdasarkan Keputusan Direksi PT Bank XXX Nomor ………, beralamat di (alamat unit
kerja syariah**), bertindak untuk dan atas nama PT Bank XXX, berdasarkan kuasa Direksi
Nomor ……. , untuk selanjutnya disebut “ BANK
II. Nama : ________________________
No.KTP : ________________________
Alamat : ________________________
dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri dan untuk melakukan tindakan
hukum dalam Akad ini telah mendapat persetujuan dari (Suami/Istrinya*) yang turut
menandatangani Akad ini ,
Nama : _______________________
No KTP : _______________________
Alamat : _______________________
untuk selanjutnya disebut "NASABAH".
BANK dan NASABAH, selanjutnya disebut “PARA PIHAK”, terlebih dahulu menerangkan
hal-hal sebagai berikut:
1. Bahwa NASABAH dalam rangka memenuhi kebutuhannya mengajukan permohonan
pembiayaan kepada BANK dalam rangka memiliki (rumah,dll *) sebagaimana terdapat
dalam Pemohonan Pembiayaan KPR iB XXX Syariah tanggal _______
2. Bahwa BANK setuju memberikan pembiayaan kepada NASABAH menggunakan
transaksi syariah dalam bentuk Murabahah dengan ketentuan sebagaimana terdapat dalam
Surat Pemberitahuan Persetujuan Pembiayaan (SPPP) nomor : ______ tanggal ________
89
3. Bahwa dalam rangka memenuhi prinsip transaksi syariah Murabahah untuk Pengalihan
Utang maka telah dilakukan Akad Qardh sebagaimana terdapat dalam Dokumen Akad
Qardh dalam rangka Pengalihan Utang Nomor _____ tanggal ______ dan akad Ba‟i
sebagai mana terdapat dalam dokumen Akad Ba‟i dalam rangka Pengalihan Utang nomor
______ tanggal_______
4. BANK telah membeli Tanah dan Bangunan dari NASABAH sebagaimana terdapat dalam
Dokumen Akad Ba'i Dalam Rangka Pengalihan Utang nomor ____ tanggal ______
sehingga Tanah dan Bangunan secara prinsip merupakan milik BANK dan sah untuk
dijadikan Obyek Murabahah dalam Akad ini.
5. Bahwa NASABAH telah melakukan pemeriksaan/penelitian secara menyeluruh atas tanah
dan bangunan dan berjanji membebaskan BANK dari segala gugatan dan pembatalan akad
karena cacatnya tanah dan bangunan yang menjadi Obyek Murabahah dalam Akad ini
sebagaimana terdapat dalam Surat Pernyataan Pertama tanggal _______
6. Bahwa seluruh dokumen termasuk dan tidak terbatas pada Permohonan Pembiayaaan KPR
iB XXX Syariah, SPPP, Akad Qordh Dalam Rangka Pengalihan Utang, Akad Ba'i Dalam
Rangka Pengalihan Utang, Surat Pernyataan Pertama, Surat Pernyataan Kedua dan
dokumen lainnya merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan pada Akad
ini.
Selanjutnya, PARA PIHAK sepakat untuk membuat dan menandatangani
Akad Pembiayaan Murabahah. (selanjutnya disebut ”Akad”) ini untuk dipatuhi dan
dilaksanakan oleh PARA PIHAK dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
Pasal 1
DEFINISI
Dalam Akad ini yang dimaksud dengan :
I. Murabahah adalah suatu bentuk akad atau perjanjian jual-beli barang antara BANK dan
NASABAH dimana BANK menegaskan kepada NASABAH tentang harga perolehan dan
margin keuntungan yang diambil.
II. Obyek Murabahah adalah barang yang diperjual-belikan.
III. Harga Perolehan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan BANK untuk membeli barang
yang menjadi Obyek Murabahah dari (Developer/Penjual*) yang diminta NASABAH dan
disetujui oleh BANK berdasarkan Surat Pemberitahuan Persetujuan Pembiayaan.
IV. Uang Muka adalah sejumlah uang yang wajib disediakan oleh NASABAH sebagai tanda
kesungguhan nasabah dalam transaksi Murabahah.
V. Margin Keuntungan adalah jumlah keuntungan yang diambil BANK berdasarkan Akad ini
yang disetujui PARA PIHAK.
VI. Harga Jual adalah harga perolehan (setelah dikurangi uang muka) ditambah margin
keuntungan yang harus dibayar NASABAH kepada BANK.
VII. Surat Pemberitahuan Persetujuan Pembiayaan (SPPP) adalah surat persetujuan prinsip
pembiayaan dari BANK kepada NASABAH yang memuat ketentuan dan syarat-syarat
Pembiayaan Murabahah yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Akad ini.
VIII. Surat Pengakuan (Accept) adalah surat yang dibuat oleh NASABAH yang berisi
penegasan bahwa NASABAH sanggup untuk membayar sejumlah kewajiban kepada
BANK akibat pembelian barang secara tidak tunai/cicilan.
IX. Dokumen Agunan adalah segala macam dan bentuk surat bukti tentang kepemilikan atau
hak-hak lainnya atas Obyek Murabahah yang dijadikan jaminan guna atau jaminan
90
tambahan lainnya untuk menjamin terlaksananya kewajiban NASABAH terhadap BANK
berdasarkan Akad ini.
10. Cidera Janji adalah peristiwa atau peristiwa-peristiwa sebagaimana dimaksud Pasal 12
Akad ini, yang menyebabkan BANK dapat menghentikan seluruh atau sebagian dari isi
Akad ini, menagih seketika dan sekaligus jumlah kewajiban NASABAH kepada BANK
sebelum jangka waktu Akad ini berakhir.
11. Hari Kerja BANK adalah Hari Kerja yang berlaku di Bank XXX
12. Jam Operasional BANK adalah pukul 08.00 sampai dengan 15.00 WIB
Pasal 2
OBYEK MURABAHAH
Tanah dan Bangunan beralamat di ______________ berdasarkan SHM/SHGB/SHP/Strata
Title nomor _______ atas nama __________dengan IMB nomor _________
Pasal 3
FASILITAS PEMBIAYAAN, HARGA JUAL DAN PEMBAYARANNYA
1. BANK menyediakan Obyek Murabahah melalui fasilitas pembiayaan sesuai permintaan
NASABAH dengan Harga Jual sebagai berikut :
a) Harga Perolehan :
Rp ...................................
(..............................................................................................)
b) Uang Muka :
Rp ...................................
(.............................................................................................) -
c) Pembiayaan BANK :
Rp ...................................
(..............................................................................................)
d) Margin Keuntungan :
Rp ...................................
(..............................................................................................) +
Harga Jual Rp .......................................
(..............................................................................)
2. Harga Jual tersebut pada ayat 1 Pasal ini dibayar oleh NASABAH secara angsuran per-
bulan sebesar Rp ____________ (__________) sesuai jadwal pembayaran harga jual
dari BANK.
3. Pembayaran angsuran harga jual sebagaimana dimaksud pada ayat 2 Pasal ini dilakukan
pada jam operasional dan dibayarkan melalui rekening yang dibuka oleh dan atas nama
NASABAH yang ada pada BANK.
4. Dalam hal pembayaran diterima oleh BANK setelah jam kerja BANK, maka
pembayaran tersebut akan dibukukan pada keesokan harinya. Apabila hari tersebut
91
bukan Hari Kerja BANK, maka pembukuan akan dilakukan pada Hari Kerja BANK
berikutnya setelah pembayaran diterima.
5. Apabila tanggal jatuh tempo atau saat pembayaran angsuran harga jual jatuh tidak pada
Hari Kerja BANK, maka NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk
menyediakan dana atau melakukan pembayaran kepada BANK pada 1 (satu) hari kerja
sebelumnya.
6. Dalam hal pembayaran dilakukan melalui rekening NASABAH di BANK, maka dengan
ini NASABAH memberi kuasa yang tidak dapat berakhir karena sebab-sebab apapun
termasuk tetapi tidak terbatas pada sebab-sebab yang ditentukan dalam pasal 1813 Kitab
Undang Undang Hukum Perdata untuk mendebet rekening NASABAH dari waktu ke
waktu guna pembayaran seluruh kewajiban yang timbul sehubungan Akad ini.
7. NASABAH diperkenankan melakukan pembayaran dipercepat atas angsuran harga jual
kepada BANK untuk seluruhnya bersama-sama dengan kewajiban lain yang harus
dibayar sehingga tanggal pembayaran lebih cepat/awal dari tanggal pembayaran yang
telah ditentukan.
Pasal 4
JANGKA WAKTU PEMBIAYAAN
Jangka waktu Pembiayaan adalah selama ___________ (_______) bulan terhitung sejak tanggal ….....
sampai dengan tanggal …………..
Pasal 5
SYARAT REALISASI
1. Dengan tetap memperhatikan batasan-batasan pembiayaan yang ditetapkan oleh pihak
yang berwenang, BANK berjanji dan mengikat diri untuk melaksanakan realisasi,
setelah NASABAH memenuhi seluruh persyaratan sebagai berikut:
a. Menyerahkan kepada BANK seluruh dokumen yang disyaratkan oleh BANK
termasuk tetapi tidak terbatas pada dokumen bukti diri NASABAH, dokumen
kepemilikan agunan dan atau surat lainnya yang berkaitan dengan Akad ini, yang
ditentukan dalam Surat Pemberitahuan Persetujuan Pembiayaaan (SPPP) dari
BANK;
b. Menandatangani Akad Qardh dalam Rangka Pengalihan Utang dan Akad Ba‟I
dalam Rangka Pengalihan Utang.
c. Menandatangani dan menyerahkan Surat Pernyataan Pertama, Surat Pernyataan
Kedua dan Surat Pengakuan (Accept);
d. Menandatangani Akad ini dan perjanjian pengikatan agunan yang disyaratkan oleh
BANK;
e. Melunasi biaya-biaya yang disyaratkan oleh BANK sebagaimana tercantum dalam
Surat Pemberitahuan Persertujuan Pembiayaaan (SPPP) dan yang terkait dengan
pembuatan Akad ini.
2. Atas penyerahan dokumen-dokumen dari NASABAH tersebut, BANK wajib
menerbitkan dan menyerahkan tanda bukti penerimaannya kepada NASABAH.
Pasal 6
BIAYA, POTONGAN DAN PAJAK-PAJAK
1. NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menanggung dan membayar
biaya-biaya berupa antara lain:
92
a. Biaya Administrasi dan harus dibayar pada saat Akad ditandatangani; dan
b. Biaya-biaya lain yang timbul berkenaan dengan pelaksanaan Akad termasuk tetapi
tidak terbatas pada biaya Notaris/PPAT, premi asuransi, dan biaya pengikatan
jaminan; sepanjang hal itu diberitahukan BANK kepada NASABAH sebelum
ditandatanganinya Akad ini, dan NASABAH menyatakan persetujuannya.
c. Biaya-biaya yang timbul atas Obyek Jual kepada pihak yang berwenang.
2. Dalam hal NASABAH cidera janji sehingga BANK perlu menggunakan jasa Penasihat
Hukum untuk menagihnya, maka NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri
untuk membayar seluruh biaya jasa Penasihat Hukum, jasa penagihan dan jasa-jasa
lainnya sepanjang hal tersebut dapat dibuktikan secara sah menurut hukum.
3. Setiap pembayaran/pelunasan kewajiban sehubungan dengan Akad ini dan/atau akad lain
yang terkait dengan Akad ini, dilakukan oleh NASABAH kepada BANK tanpa
potongan, pungutan, bea, pajak dan/atau biaya-biaya lainnya, kecuali jika potongan
tersebut diharuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Setiap potongan yang timbul berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
wajib dibayarkan oleh NASABAH melalui BANK,.
5. Segala pajak yang timbul sehubungan dengan Akad ini merupakan tanggungan dan
wajib dibayar oleh NASABAH, kecuali Pajak Penghasilan BANK.
Pasal 7
TA’WIDH (GANTI RUGI) DAN TA’ZIR (DENDA)
1. Dalam hal NASABAH terlambat membayar kewajiban dari jadwal yang telah ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Akad ini, maka BANK akan membebankan biaya Ta’widh
(ganti rugi) kepada NASABAH yang besarnya ditentukan berdasarkan kerugian
riil/biaya operasional bank (biaya telepon, surat menyurat, dll).
2. BANK membebankan pula denda Ta’zir (denda) atas keterlambatan tersebut sebesar 5%
dari jumlah angsuran tertunggak.
3. Dana dari denda atas keterlambatan yang diterima oleh BANK akan diperuntukkan
sebagai dana sosial, sedangkan untuk dana dari Ta’widh yang diterima BANK akan
menjadi pengganti biaya operasional penagihan BANK .
Pasal 8
PENGAKUAN UTANG DAN PEMBUKTIAN UTANG
1. NASABAH dengan ini mengaku berutang pada BANK atas Kewajiban harga jual
NASABAH yang belum dilunasi kepada BANK. Oleh karenanya NASABAH dengan ini
sekarang untuk nanti pada waktunya mengaku benar-benar dan secara sah telah berutang
kepada BANK uang sejumlah sebesar (Rp sesuai harga jual*) (______________)
yang wajib dibayar oleh nasabah kepada BANK disebabkan karena Kewajiban
NASABAH yang timbul berdasarkan Akad ini.
2. NASABAH menyetujui bahwa jumlah Kewajiban NASABAH yang terutang oleh
NASABAH kepada BANK pada waktu-waktu tertentu akan terbukti dari
dokumen-dokumen sebagai berikut yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari Akad ini.
a. Rekening NASABAH yang dipegang dan dipelihara oleh BANK ;
b. Surat Pengakuan (Accept);
93
c. Buku-buku, catatan-catatan dan administrasi yang dipegang dan dipelihara oleh
BANK mengenai atau sehubungan dengan pemberian Pembiayaan Murabahah kepada
NASABAH; dan/atau;
d. Surat-surat dan dokumen-dokumen lain yang dikeluarkan oleh BANK.
Pasal 9
AGUNAN
1. Guna menjamin ketertiban pembayaran atau pelunasan Harga jual sebagaimana
dimaksud pada Pasal 3 Akad ini secara tepat pada waktu yang telah disepakati oleh
PARA PIHAK berdasarkan Akad ini, maka NASABAH berjanji dan dengan ini
mengikatkan diri untuk membuat dan menanda-tangani pengikatan jaminan,
menyerahkan Agunan kepada BANK sebagaimana yang dilampirkan pada dan
karenanya menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan dari Akad ini
2. NASABAH menjaminkan barang kepada BANK berupa:
a.
b. . ………………………………, dst.
Pengikatan barang jaminan sebagai Agunan tersebut akan dibuat dalam suatu akta/akad
tersendiri sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(catatan: butir a dan b tersebut di atas, diisi sesuai dengan jenis agunan yang
diserahkan kepada Bank)
3. Apabila menurut pendapat BANK nilai dari Agunan tidak lagi cukup untuk menjamin
pembayaran Harga Jual NASABAH kepada BANK, maka NASABAH wajib menambah
agunan lainnya yang disetujui BANK.
Pasal 10
KEWAJIBAN PEMELIHARAAN
NASABAH berjanji, bahwa :
1. Atas biayanya sendiri wajib merawat Obyek Murabahah sehingga selalu dalam keadaan
baik dan terpelihara.
2. Tidak akan melakukan perubahan, penambahan dan/atau pengurangan apapun terhadap
Obyek Murabahah yang dapat menimbulkan kerusakan, berkurangnya manfaat, dan/atau
kerugian atas nilai ekonomis Obyek Murabahah.
3. Dalam melakukan perubahan, penambahan dan/atau pengurangan atas Obyek
Murabahah harus mendapat persetujuan dari BANK.
4. Objek Murabahah yang mengalami perubahan, penambahan dan/atau pengurangan
dengan sendirinya menjadi hak milik BANK.
5. Kecuali untuk pemeliharaan, perbaikan atau pemeriksaan secara berkala atau jualktu-
waktu yang dilakukan dengan izin BANK, pada setiap saat Obyek Murabahah harus
tetap berada di bawah pengawasan dan penguasaan NASABAH
6. NASABAH berjanji untuk memberi izin kepada BANK atau wakilnya yang ditunjuk,
untuk jualktu-waktu memasuki halaman dan bangunan guna memeriksa, mengambil
gambar (photo), membuat photo copy atas catatan atau keterangan dan/atau mengawasi
segala sesuatu yang berkaitan dengan Obyek Murabahah tersebut.
perbaikan atas Obyek Murabahah.
Tambahan Jika rumah Cluster : NASABAH berjanji memenuhi setiap aturan
pemeliharaan dan prosedur yang diwajibkan atau disarankan dari setiap pembuat Obyek
Murabahah atau orang lain yang berwenang, melakukan servis yang diperlukan, di samping
94
menggunakan personil yang cakap dan memenuhi syarat dalam melakukan perbaikan atas
Obyek Murabahah.
Pasal 11
KUASA BANK ATAS REKENING NASABAH
NASABAH tanpa surat kuasa tersendiri memberi kuasa kepada BANK yang tidak akan
berakhir karena sebab-sebab sebagaimana diatur dalam Pasal 1813 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata untuk mencairkan, mendebet dan memblokir sejumlah dana pada rekening
Tabungan atau rekening lainnya atas nama NASABAH yang ada pada BANK untuk
pembayaran kembali pembiayaan yang merupakan hak BANK dan segala biaya yang timbul
karena dan untuk pelaksanaan akad ini.
Pasal 12
PERISTIWA CIDERA JANJI
Menyimpang dari ketentuan dalam Pasal 3 Akad ini, BANK berhak untuk menagih
pembayaran dari NASABAH atau siapa pun juga yang memperoleh hak darinya, atas seluruh
atau sebahagian jumlah utang NASABAH kepada BANK berdasarkan Akad ini, untuk
dibayar dengan seketika dan sekaligus, tanpa diperlukan adanya surat pemberitahuan, surat
teguran, atau surat lainnya, apabila terjadi salah satu hal atau peristiwa tersebut di bawah ini :
1. NASABAH tidak melaksanakan kewajiban pembayaran / pelunasan harga jual tepat pada
waktu yang diperjanjikan sesuai dengan tanggal jatuh tempo atau jadwal angsuran yang
telah diserahkan NASABAH kepada BANK ;
2. Dokumen atau keterangan yang dimasukkan / disuruh masukkan ke dalam dokumen
yang diserahkan Nasabah kepada BANK sebagaimana dimaksud Pasal 5 Akad ini palsu,
tidak sah, atau tidak benar ;
3. Pihak yang bertindak untuk dan atas nama serta mewakili NASABAH dalam Akad ini
menjadi pemboros, pemabuk, atau dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan
Pengadilan yang telah berkekuatan tetap dan pasti (in kracht van gewijsde) karena tindak
pidana yang dilakukannya;
4. NASABAH tidak memenuhi dan atau melanggar salah satu ketentuan atau lebih
ketentuan yang tercantum dalam Pasal 14 dan Pasal 15 Akad ini;
5. Apabila berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat Akad ini
ditandatangani atau diberlakukan pada kemudian hari, NASABAH tidak dapat atau tidak
berhak menjadi NASABAH;
6. NASABAH atau pihak ketiga telah memohon kepailitan terhadap NASABAH;
7. Apabila karena sesuatu sebab, seluruh atau sebahagian Akta Pengikatan Jaminan
dinyatakan batal atau dibatalkan berdasarkan Putusan Pengadilan/ Badan Arbitase atau
nilai agunan berkurang sedemikian rupa sehingga tidak lagi merupakan agunan yang
cukup atas seluruh kewajiban, satu dan lain menurut pertimbangan dan penetapan
BANK;
8. Apabila keadaan keuangan NASABAH/Penjamin tidak cukup untuk melunasi
kewajibannya kepada BANK baik karena kesengajaan atau kelalaian NASABAH;
9. Harta benda NASABAH/Penjamin, baik sebagian atau seluruhnya yang diagunkan atau
yang tidak diagunkan kepada BANK, diletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) atau
sita eksekusi (executorial beslag) oleh pihak ketiga;
10. NASABAH/Penjamin masuk dalam Daftar Pembiayaan Macet dan atau Daftar Hitam
(blacklist) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia atau lembaga lain yang terkait .
95
11. NASABAH/Penjamin memberikan keterangan, baik lisan atau tertulis, yang tidak benar
dalam arti materiil tentang keadaan kekayaannya, penghasilan, barang agunan dan segala
keterangan atau dokumen yang diberikan kepada BANK sehubungan kewajiban
NASABAH kepada BANK dan atau surat pemindahbukuan yang ditandatangani oleh
pihak–pihak yang tidak berwenang untuk menandatanganinya sehingga surat
pemindahbukuan tersebut tidak sah.
12. NASABAH/Penjamin meminta penundaan pembayaran (surseance van betaling), tidak
mampu membayar, memohon agar dirinya dinyatakan pailit atau dinyatakan pailit,
dilikuidasi, ditaruh dibawah perwalian atau pengampuan, atau karena sebab-sebab
apapun juga (apabila NASABAH adalah suatu badan usaha berbadan hukum atau bukan
badan hukum) tidak berhak lagi mengurus, mengelola atau menguasai harta bendanya.
13. NASABAH, sebelum atau sesudah Akad ini ditandatangani, juga mempunyai utang
kepada pihak ketiga dan hal yang demikian tidak diberitahukan kepada BANK baik
sebelum fasilitas diberikan atau sebelum utang lain tersebut diperoleh.
14. NASABAH/Penjamin lalai, melanggar atau tidak dapat/tidak memenuhi suatu ketentuan
dalam Akad ini, perjanjian pemberian agunan atau dokumen-dokumen lain sehubungan
dengan pemberian fasilitas ini.
15. NASABAH/Penjamin meninggal dunia/dibubarkan/bubar (apabila NASABAH adalah
suatu badan usaha berbadan hukum atau bukan badan hukum), meninggalkan tempat
tinggalnya/pergi ke tempat yang tidak diketahui untuk waktu lebih dari 2 (dua) bulan dan
tidak menentu, melakukan atau terlibat dalam suatu perbuatan/peristiwa yang menurut
pertimbangan BANK dapat membahayakan pemberian fasilitas pembiayaan dalam Akad
ini, ditangkap pihak yang berwajib atau dijatuhi hukuman penjara.
16. Terjadi peristiwa apapun yang menurut pendapat BANK akan dapat mengakibatkan
NASABAH/Penjamin tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada BANK.
Pasal 13
AKIBAT CIDERA JANJI
Apabila terjadi satu atau lebih peristiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Akad ini,
maka dengan mengesampingkan ketentuan dalam Pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, BANK berhak untuk :
1. Menghentikan jangka waktu jual yang ditentukan dalam Akad ini
2. Meminta NASABAH membayar sisa Harga Jual dan mengosongkan Obyek Jual
tanpa berhak atas ganti rugi apapun dari BANK yang diikuti dengan penyerahan
Obyek Jual kepada BANK dalam kondisi baik dan layak serta mengosongkan Obyek
Jual tersebut ; atau
3. Mengambil tindakan lain yang dianggapnya perlu untuk menjamin pelunasan Harga Jual
yang merupakan hak BANK ; dan atau
4. BANK akan memasang pengumuman di Obyek jual yang bertuliskan “ Rumah ini dalam
penguasaan Bank XXX”
Pasal 14
PERNYATAAN DAN JAMINAN NASABAH
96
NASABAH dengan ini menyatakan mengakui dan menjamin dengan sebenarnya, dan tidak
lain dari yang sebenarnya, bahwa :
1. NASABAH berhak dan berwenang sepenuhnya untuk menandatangani Akad ini dan
semua surat dokumen yang menjadi kelengkapannya serta berhak pula untuk
menjalankan usaha tersebut dalam Akad ini.
2. Dalam hal NASABAH berbentuk Badan Hukum, NASABAH menjamin, bahwa segala
surat dan dokumen serta akta yang NASABAH tanda-tangani dan/atau gunakan
berkaitan dengan Akad ini adalah benar, keberadaannya sah, tindakan NASABAH tidak
melanggar atau bertentangan dengan Anggaran Dasar perusahaan NASABAH.
3. Dalam hal NASABAH berbentuk Badan Hukum, NASABAH menyatakan, bahwa pada
saat penandatanganan Akad ini para anggota Direksi dan anggota Komisaris perusahaan
NASABAH telah mengetahui dan menyetujui hal-hal yang dilakukan NASABAH
berkaitan dengan Akad ini.
4. Selama berlangsungnya masa Akad ini, NASABAH akan menjaga semua perizinan,
lisensi, persetujuan dan sertifikat yang wajib dimiliki untuk melaksanakan usahanya.
5. Diadakannya Akad ini dan/atau Akad tambahan dari Akad ini tidak akan
bertentangan dengan suatu Akad yang telah ada atau yang akan diadakan oleh
NASABAH dengan pihak ketiga lainnya.
6. Dalam hal belum dicukupinya Agunan untuk melunasi utang NASABAH kepada
BANK, NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk dari waktu ke waktu
selama utangnya belum lunas akan menyerahkan kepada BANK, jaminan-jaminan
tambahan yang dinilai cukup oleh BANK.
7. Sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri mendahulukan untuk membayar
dan melunasi kewajiban NASABAH kepada BANK dari kewajiban lainnya.
8. Dalam hal-hal yang berkaitan dengan ayat 1, 2 dan atau 3 Pasal ini, NASABAH berjanji
dan dengan ini mengikatkan diri untuk membebaskan BANK dari segala tuntutan atau
gugatan yang datang dari pihak mana pun dan/atau atas alasan apa pun.
Pasal 15
PEMBATASAN TERHADAP TINDAKAN NASABAH
NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri, bahwa selama masa berlangsungnya
Akad ini, kecuali setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari BANK, NASABAH tidak
akan melakukan salah satu, sebahagian atau seluruh perbuatan-perbuatan sebagai berikut:
1. NASABAH menyewakan, menjaminkan, mengalihkan atau menyerahkan Obyek
Murabahah kepada pihak lain.
2. Melakukan renovasi atau pengembangan terhadap rumah tersebut tanpa seijin BANK.
Dengan ketentuan bahwa jika terjadi pelunasan atau penjualan atas rumah tersebut biaya
renovasi atau pengembangan yang telah dikeluarkan tidak diperhitungkan
3. membuat utang kepada pihak ketiga ;
4. memindahkan kedudukan/lokasi barang agunan dari kedudukan/lokasi barang itu semula
atau sepatutnya berada, dan/atau mengalihkan hak atas barang atau barang agunan yang
bersangkutan kepada pihak lain ;
5. mengajukan permohonan kepada yang berwenang untuk menunjuk eksekutor, kurator,
likuidator atau pengawas atas sebagian atau seluruh harta kekayaan NASABAH;
6. Dalam hal NASABAH berbadan hukum, NASABAH tidak akan melakukan hal-hal
berikut:
a) Melakukan akuisisi, merger, restrukturisasi dan/atau konsolidasi perusahaan
NASABAH dengan perusahaan atau orang lain ; atau
97
b) Menjual, baik sebagian atau seluruh asset perusahaan NASABAH yang nyata-nyata
akan mempengaruhi kemampuan atau cara membayar atau melunasi utang atau sisa
utang NASABAH kepada BANK, kecuali menjual barang dagangan yang menjadi
kegiatan usaha NASABAH; atau
c) Mengubah Anggaran Dasar, susunan pemegang saham, Komisaris dan/atau Direksi
perusahaan NASABAH; atau
d) Melakukan investasi baru, baik yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan
tujuan perusahaan NASABAH.
Pasal 16
RISIKO
Terhitung sejak tanggal penyerahan Obyek Murabahah menurut Akad ini, NASABAH
berjanji untuk :
1. Menanggung biaya pemeliharaan Obyek Murabahah yang sifatnya ringan dan tidak
menghalangi kemanfaatan Obyek Murabahah; atau
2. Menanggung kerusakan Obyek Murabahah yang disebabkan dari penggunaan yang
diperbolehkan atau karena kelalaian NASABAH dalam menjaganya; atau.
3. Menanggung sendiri risiko dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan
Obyek Murabahah serta berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membebaskan
BANK dari beban atau kerugian apapun yang disebabkan karena kerusakan, gangguan,
atau berkurangnya kemanfaatan Obyek Murabahah termasuk dan tidak terbatas yang
disebabkan kesalahan atau kelalaian NASABAH atau orang lain.
Pasal 17
ASURANSI
1. Selama kewajiban NASABAH sebagaimana dimaksud dalam Akad ini belum dipenuhi,
maka Agunan yang dapat diasuransikan wajib diasuransikan oleh dan atas beban
NASABAH kepada Perusahaan Asuransi berdasarkan prinsip syariah yang ditunjuk dan
atau disetujui oleh BANK terhadap risiko kerugian yang macam, nilai dan jangka
waktunya ditentukan oleh BANK.
2. Dalam perjanjian asuransi (Polis) wajib dicantumkan klausula yang menyatakan bahwa
bilamana terjadi pembayaran ganti rugi dari perusahaan asuransi, maka BANK berhak
memperhitungkan hasil pembayaran klaim tersebut dengan seluruh kewajiban
NASABAH kepada BANK (Banker’s Clause).
3. Premi asuransi atas Agunan wajib dibayar lunas atau dicadangkan oleh NASABAH
dibawah penguasaan BANK sebelum dilakukan penarikan pembiayaan atau
perpanjangan jangka waktu pembiayaan.
4. Dalam hal penutupan asuransi dilakukan oleh BANK, dengan ini NASABAH
memberikan kuasa kepada BANK untuk mengasuransikan barang yang menjadi
Obyek Murabahah dan jaminan-jaminan lainnya (bila ada) serta melakukan tindakan
sehubungan dengan barang-barang tersebut, dengan ketentuan bahwa biaya yang timbul
dari penutupan asuransi sepenuhnya menjadi beban NASABAH.
5. Bila terjadi kerugian atas Agunan yang dipertanggungkan dalam Polis tersebut diatas,
maka dengan ini NASABAH memberi kuasa kepada BANK untuk mengajukan klaim
serta menerima hasil klaim tersebut dari perusahaan asuransi untuk kemudian
mempergunakan hasil klaim tersebut bagi pelunasan kewajiban/hutang NASABAH
kepada BANK.
98
6. Dalam hal ini, hasil klaim asuransi tersebut belum dapat memenuhi seluruh
kewajiban/hutang NASABAH kepada BANK, maka NASABAH berkewajiban untuk
menambah kekurangan tersebut.
7. Dalam hal hasil uang pertanggungan tidak cukup untuk melunasi kewajiban, sisa
kewajiban tersebut tetap menjadi kewajiban NASABAH kepada BANK dan wajib
dibayar dengan seketika dan sekaligus oleh NASABAH pada saat ditagih oleh BANK.
8. Asli kwitansi atau pembayaran resmi premi asuransi dan asli polis asuransi beserta
„Banker‟s Clause” wajib diserahkan kepada BANK.
Pasal 18
FORCE MAJEURE
1. Force Majeure yaitu yaitu peristiwa-peristiwa yang disebabkan oleh kebakaran,
kerusuhan massa, perang dan bencana alam seperti gempa bumi dan banjir yang
dibenarkan oleh penguasa atau pejabat dari instansi terkait di daerah setempat
2. Dalam hal terjadi force majeure sebagaimana ayat 1 Pasal ini maka pihak yang terkena
akibat langsung dari force majeure tersebut wajib memberitahukan secara tertulis
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal force majeure
ditetapkan
3. Keterlambatan atau kelalaian NASABAH untuk memberitahukan adanya Force Majeure
tersebut mengakibatkan tidak diakuinya peristiwa tersebut sebagai Force Majeure oleh
BANK
4. Segala dan tiap-tiap permasalahan yang timbul akibat terjadinya Force Majeure akan
diselesaikan oleh NASABAH dan BANK secara musyawarah untuk mufakat tanpa
mengurangi hak- hak BANK sebagaimana diatur dalam Akad ini.
Pasal 19
PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN
Nasabah berdasarkan Akad ini memberikan izin kepada BANK atau petugas yang
ditunjuknya, guna melaksanakan pengawasan/pemeriksaan terhadap Obyek Murabahah
maupun barang agunan, memeriksa pembukuan dan catatan NASABAH pada setiap saat
selama berlangsungnya Akad ini dan segala sesuatu yang berhubungan dengan fasilitas
pembiayaan Murabahah yang diterima NASABAH dari BANK secara langsung,
dan atau melakukan tindakan-tindakan lain termasuk tetapi tidak terbatas pada memasuki
halaman dan bangunan guna memeriksa, mengambil gambar (photo), membuat photo copy
atas catatan atau keterangan dan/atau mengawasi segala sesuatu yang berkaitan dengan
Obyek Murabahah, untuk mengamankan kepentingan BANK.
Pasal 20
HUKUM YANG BERLAKU
Pelaksanaan Akad ini tunduk kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia dan ketentuan syariah yang berlaku bagi BANK, termasuk tetapi tidak terbatas
pada Peraturan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan Fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
Pasal 21
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
99
1. Apabila terjadi perbedaan pendapat dalam memahami atau menafsirkan bagian-bagian
dari isi, atau terjadi perselisihan dalam melaksanakan Akad ini, maka PARA PIHAK
akan berusaha untuk menyelesaikannya melalui musyawarah untuk mufakat.
2. Apabila usaha menyelesaikan perbedaan pendapat atau perselisihan melalui musyawarah
untuk mufakat tidak menghasilkan keputusan yang disepakati oleh PARA PIHAK, maka
dengan ini BANK dan NASABAH sepakat untuk memilih domisili hukum yang umum
dan tetap di Pengadilan Agama (sesuai domisili cabang dan capem syariah)
Pasal 22
SURAT MENYURAT
1. Semua surat menyurat atau pemberitahuan-pemberitahuan yang harus dikirim oleh
masing-masing pihak kepada pihak lain dalam Akad ini mengenai atau sehubungan
dengan Akad ini, dilakukan dengan pos “tercatat” atau melalui perusahaan ekspedisi
(kurir) dengan sarana komunikasi lain ke alamat-alamat yang tersebut di bawah ini :
BANK
Nama : PT. Bank XXX __________________________
Alamat : ______________________________________
Telepon : _______________________________________
Fax. : _______________________________________
NASABAH
Nama : ____________________________________
Alamat : ____________________________________
Telp./Fax : ____________________________________
Email : __________________________________________
U.p. : ____________________________________________
2. Surat menyurat atau pemberitahuan-pemberitahuan dianggap telah diterima berdasarkan
bukti pengiriman pos tercatat atau bukti penerimaan yang ditanda tangani oleh pihak-
pihak yang berhak mewakili BANK atau NASABAH.
3. Dalam hal terjadi perubahan alamat dari alamat tersebut di atas atau alamat terakhir yang
tercatat pada masing-masing pihak, maka perubahan tersebut harus diberitahukan secara
tertulis kepada pihak lain dalam Akad ini selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja
sebelum terjadinya perubahan alamat yang dimaksud. Jika perubahan alamat tersebut
tidak diberitahukan, maka surat menyurat atau pemberitahuan-pemberitahuan
berdasarkan Akad ini dianggap telah diberikan sebagaimana mestinya dengan
dikirimnya surat atau pemberitahuan itu dengan pos “tercatat‟ atau melalui perusahaan
ekspedisi (kurir) atau dengan sarana komunikasi lain yang ditujukan ke alamat tersebut
di atas atau alamat terakhir yang diketahui/tercatat pada masing-masing pihak.
Pasal 23
KETENTUAN PENUTUP
1. Sebelum Akad ini ditandatangani oleh NASABAH, NASABAH mengakui dengan
sebenarnya, dan tidak lain dari yang sebenarnya, bahwa NASABAH telah membaca
dengan cermat seluruh isi Akad ini berikut semua surat dan/atau dokumen yang menjadi
100
lampiran Akad ini, sehingga oleh karena itu NASABAH memahami sepenuhnya segala
yang akan menjadi akibat hukum setelah NASABAH menandatangani Akad ini.
2. Jika salah satu atau beberapa ketentuan dalam akad ini berdasarkan hukum yang berlaku
menjadi tidak sah, tidak berlaku, atau tidak dapat dilaksanakan maka ketentuan-
ketentuan lain akan tetap berlaku secara penuh.
3. Apabila ada hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Akad ini,
maka BANK dan NASABAH akan mengaturnya bersama secara musyawarah untuk
mufakat dalam suatu Addendum yang ditandatangani oleh PARA PIHAK dan
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Akad ini.
4. Perubahan dan Persetujuan Perubahan Harga Jual akan mengacu pada Surat Persetujuan
Pemberian Pembiayaan (SPPP) dan Dokumen lain terkait Perubahan dan
Persetujuan Perubahan Harga Jual yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak
terpisahkan pada Akad ini.
Demikian, Akad ini dibuat dan ditandatangani di _________________ oleh BANK dan
NASABAH di atas kertas yang bermeterai cukup dalam dua rangkap, yang masing-masing
disimpan oleh BANK dan NASABAH, dan masing - masing berlaku sebagai aslinya.
BANK NASABAH
Materai
(…………………………) (………….……………)
Menyetujui,
(.........................................)
101
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah segala Akad-Akad itu…”
(QS. Al Maidah: 1)
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
dan juga janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan
kepada kamu, sedang kamu mengetahui"
(QS. Al-Anfaal: 27).
AKAD QARDH
DALAM RANGKA PENGALIHAN UTANG
Nomor : ...................
Pada hari ini, _____________ tanggal ______________,yang bertanda tangan di bawah
ini :
I. Nama : _____________________
No. KTP : _____________________
Alamat : _____________________
Warga Negara : Indonesia
Selaku Pemimpin PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu Syariah*)
berdasarkan Keputusan Direksi PT Bank XXX Nomor ………, beralamat di (alamat unit
kerja syariah**), bertindak untuk dan atas nama, berdasarkan kuasa Direksi Nomor ……. ,
selaku Pemberi Pembiayaan dan Pemberi Qardh untuk selanjutnya disebut “ BANK”.
II. Nama : ________________________
No.KTP : ________________________
Alamat : ________________________
dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri dan untuk melakukan tindakan
hukum dalam Akad ini telah mendapat persetujuan dari (Suami/Istrinya*) yang turut
menandatangani Akad ini ,
Nama : _______________________
No KTP : _______________________
Alamat : _______________________
selaku Penerima Pembiayaan dan Penerima Qardh untuk selanjutnya disebut
"NASABAH".
Terlebih dahulu menerangkan bahwa terkait Permohonan Pembiayaan KPR iB XXX Syariah
tanggal _____, PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu Syariah*)
setuju memberikan pembiayaan dimaksud menggunakan transaksi syariah dalam bentuk
Murabahah dengan ketentuan sebagaimana terdapat dalam Surat Pemberitahuan Persetujuan
Pembiayaaan (SPPP) nomor : ____________ tanggal __________________
102
Bahwa BANK dan NASABAH sepakat untuk membuat dan menandatangani
Akad Qardh Dalam Rangka Pengalihan Utang (selanjutnya disebut "Akad Qardh")
yaitu pemberian pinjaman dana yang dapat ditagih atau diminta tanpa imbalan apapun untuk
tujuan take over pembiayaan, dengan syarat-syarat dan ketentuan sebagai berikut :
Pasal 1
JUMLAH PINJAMAN, PENGAKUAN UTANG DAN PEMBUKTIAN UTANG
1. BANK memberikan pinjaman kepada Nasabah berupa uang sebesar Rp ______________
(_______________)
2. NASABAH dengan ini mengaku berutang pada BANK atas pinjaman tersebut Pasal 1
ayat 1 yang belum dilunasi kepada BANK selama jangka waktu pinjaman.
Oleh karenanya NASABAH dengan ini sekarang untuk nanti pada waktunya mengaku
benar-benar dan secara sah telah berutang kepada BANK disebabkan karena Kewajiban
NASABAH yang timbul berdasarkan Akad Qardh ini.
3. NASABAH menyetujui bahwa jumlah Kewajiban NASABAH yang terutang tersebut
Pasal 1 ayat 2 pada waktu-waktu tertentu akan terbukti dari dokumen yang merupakan
satu kesatuan dan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Akad Qardh ini :
a. Rekening NASABAH yang dipegang dan dipelihara oleh BANK ;
b. Buku-buku, catatan-catatan dan administrasi yang dipegang dan dipelihara oleh
BANK mengenai atau sehubungan dengan Akad Qardh ini.
Pasal 2
JANGKA WAKTU PINJAMAN DAN PEMBAYARAN KEMBALI PINJAMAN
1. Jangka waktu pinjaman Qardh adalah 3 hari, terhitung sejak ditandatangani perjanjian
ini.
2. NASABAH wajib membayar kembali kepada BANK jumlah pinjaman sebagaimana
dimaksud Pasal 1 ayat 1 Akad Qardh ini sampai dengan lunas.
Pasal 3
KUASA BANK ATAS REKENING NASABAH
NASABAH tanpa surat kuasa tersendiri, memberi kuasa kepada BANK yang tidak akan
berakhir karena sebab-sebab sebagaimana diatur dalam Pasal 1813 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata, untuk jualktu-waktu tanpa persetujuan dari NASABAH untuk mencairkan,
mendebet dan memblokir sejumlah dana pada rekening Tabungan atau rekening lainnya atas
nama NASABAH yang ada pada BANK untuk pembayaran kembali pinjaman yang
merupakan hak BANK dan segala biaya yang timbul karena dan untuk pelaksanaan
perjanjian ini.
Pasal 4
PEMBATASAN TINDAKAN NASABAH
Tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari BANK, NASABAH tidak diperkenankan
untuk menerima pinjaman dari pihak lain dan mengambil lease dari perusahaan leasing.
103
Pasal 5
PENUTUP
1. Perjanjian ini dibuat dalam rangkap dua dan ditandatangani oleh Para Pihak pada hari
dan tanggal sebagaimana disebut pada awal Perjanjian ini masing-masing di atas materai
cukup sehingga keduanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.
2. Hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Perjanjian ini dan atau
perlu diadakan perubahan-perubahan ketentuan dalam Perjanjian ini apabila dipandang
perlu, maka BANK dan NASABAH sepakat menuangkan dalam Addendum yang
merupakan satu kesatuan dengan Akad Qardh ini.
Demikian akad ini dibuat dalam rangkap dua dan ditandatangani oleh BANK dan
NASABAH pada hari dan tanggal sebagaimana disebut pada awal akad ini
sehingga keduanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.
BANK
______________________
Pemimpin PT. Bank XXX
(Cabang Syariah / Cabang
Pembantu Syariah*)
NASABAH
Materai
(Nama Nasabah Penerima
Pembiayaan dan Penerima
Qardh)
Nama Suami/Istri dari
Nama Nasabah Penerima
Pembiayaan dan Penerima
Qardh
104
SURAT PERNYATAAN PERTAMA
Yang bertanda tangan di bawah ini, bertindak untuk dan atas nama diri sendiri :
Nama : __________________ (Nasabah Penerima Pembiayaan)
No. KTP : __________________
No. Tlp/HP : __________________
Alamat : __________________
Telah mendapat persetujuan dari (Suami/Istrinya*) yaitu :
Nama : _________________
No. KTP : _________________
No. Tlp/HP : _________________
Alamat : _________________
Terlebih dahulu menerangkan hal sebagai berikut :
a. Bahwa Kami mengajukan permohonan pembiayaan kepada PT. Bank XXX (Cabang
Syariah / Cabang Pembantu Syariah*) dalam rangka rangka Take Over KPR atas
(rumah,dll*) dari Bank Konvensional dengan spesifikasi :
Tanah seluas _______ dengan (SHM/SHGB/SHP/Strata Title *) no____atas nama
_________ di atasnya berdiri bangunan seluas ___________ dengan IMB no
__________________
sebagaimana terdapat dalam Permohonan Pembiayaan KPR iB XXX Syariah tanggal
___
b. Bahwa PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu Syariah*) setuju
memberikan pembiayaan dimaksud menggunakan transaksi syariah dalam bentuk
Murabahah dengan ketentuan sebagaimana terdapat dalam Surat
Pemberitahuan Persetujuan Pembiayaan (SPPP) nomor : ____________ tanggal
__________________
Atas beban dan tanggungjawab Kami sebagai Pemohon dan Penerima Pembiayaan,
dengan ini Kami menyatakan bahwa :
1. Kami memiliki kewajiban untuk melakukan pemeriksaan/penelitian terhadap Tanah dan
Bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a surat pernyataan ini yang menjadi obyek
akad pembiayaan, baik terhadap keadaan fisik maupun sahnya bukti-bukti, surat-surat
dan/atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kepemilikan atau hak-hak lainnya
atas Tanah dan Bangunan tersebut.
2. Kami berjanji membebaskan PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu
Syariah*) dari risiko cacat fisik, dokumen maupun ketidaksesuaian Tanah dan Bangunan
sebagaimana dimaksud pada huruf a surat pernyataan ini yang telah Kami pilih dan
tentukan sendiri sesuai permohonan pembiayaan.
3. Kami berjanji membebaskan PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu
Syariah*) dari segala tuntutan, gugatan dan/atau ganti rugi yang datang dari pihak mana
pun dan/atau berdasarkan alasan apapun atas risiko cacat sebagaimana dimaksud pada
angka 2 surat pernyataan ini.
105
4. Kami berjanji tidak akan membatalkan Akad Pembiayaan Murabahah di kemudian hari
berdasarkan alasan apapun atas risiko cacat sebagaimana dimaksud pada angka 2 surat
pernyataan ini yang menjadi Obyek Murabahah dalam Akad Pembiayaan tersebut.
Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya tanpa paksaan dari siapapun dan
dapat dipertanggungjawabkan.
_________ , ____________________
Pemberi Pernyataan
Materai
__________________________
Nasabah Penerima Pembiayaan
____________________________
(Suami / Istri*)
106
SURAT PERNYATAAN KEDUA
Yang bertanda tangan di bawah ini, bertindak untuk dan atas nama diri sendiri :
Nama : __________________ (Nasabah Penerima Pembiayaan)
No. KTP : __________________
No. Tlp/HP : __________________
Alamat : __________________
Telah mendapat persetujuan dari (Suami/Istrinya*) yaitu :
Nama : _________________
No. KTP : _________________
No. Tlp/HP : _________________
Alamat : _________________
Terlebih dahulu menerangkan hal sebagai berikut :
a) Bahwa Kami mengajukan permohonan pembiayaan kepada PT. Bank XXX (Cabang
Syariah / Cabang Pembantu Syariah*) dalam rangka memiliki (rumah, dll*) dengan
spesifikasi :
Tanah seluas _______ dengan (SHM/SHGB/SHP/Strata Title *) no____atas nama
_________ di atasnya berdiri bangunan seluas ___________ dengan IMB no
__________________
sebagaimana terdapat dalam Permohonan Pembiayaan KPR iB XXX Syariah tanggal
_____
b) Bahwa PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu Syariah*) setuju
memberikan pembiayaan dimaksud menggunakan transaksi syariah dalam bentuk
Murabahah dengan ketentuan sebagaimana terdapat dalam Surat Pemberitahuan
Persetujuan Pembiayaan (SPPP) nomor : ____________ tanggal __________________
c) Kami sebagai wakil BANK telah melaksanakan kewajiban yang dinyatakan dalam
Akad Wakalah nomor _______ tanggal _____ sehingga Tanah dan Bangunan
secara prinsip merupakan milik BANK dan Sah untuk dijadikan Obyek Murabahah dalam
Akad Pembiayaan Murabahah.
d) Telah dilakukan Akad Pembiayaan antara Kami (NASABAH) dan PT. Bank XXX
(Cabang Syariah / Cabang Pembantu Syariah*) (BANK) sebagaimana terdapat dalam
Dokumen Akad Pembiayaan Murabahah nomor___________ tanggal __________
Atas beban dan tanggungjawab Kami sebagai Pemohon dan Penerima Pembiayaan,
dengan ini Kami menyatakan bahwa :
1. Apabila pembayaran harga jual berdasarkan Akad Pembiayaan Murabahah tersebut di
atas tidak dapat dibayarkan dan atau diselesaikan sesuai jangka waktu yang telah
ditetapkan, maka hal tersebut telah cukup membuktikan kelalaian kami, maka segera atau
lambat-lambatnya dalam waktu 90 hari Obyek Murabahah sebagaimana tersebut dalam
Akad Pembiayaan Murabahah di atas segera akan diserahkan kepada BANK tanpa
tuntutan apapun;
2. BANK berhak untuk mengambil kembali Obyek Murabahah dimaksud dengan caranya
sendiri atau dengan bantuan pihak berwajib dari siapapun dan di mana pun
107
Obyek Murabahah tersebut berada ; untuk kepentingan tersebut, maka BANK
berhak untuk memasuki tanah dan bangunan atau harta tak bergerak dimana
Obyek Murabahah tersebut berada.
3. Menyetujui penunjukan penjual atas Obyek Murabahah oleh BANK.
Oleh karenanya mengenai bonafiditas penjual, jenis, spesifikasi, harga, kelengkapan
dokumen atas Obyek Murabahah, Obyek Murabahah tersebut sepenuhnya menjadi
kewenangan BANK untuk penyelesaian kewajiban. Apabila terjadi permasalahan
yang berhubungan dengan Penjual dan Obyek Murabahah tersebut, pembayaran harga
jual yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut akan tetap kami penuhi.
Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya tanpa paksaan dari siapapun dan
dapat dipertanggungjawabkan.
_________ , ____________________
Pemberi Pernyataan
Materai
__________________________
Nasabah Penerima Pembiayaan
____________________________
(Suami / Istri*)
108
SURAT PERNYATAAN
FASILITAS PEMBIAYAAN PEMILIKAN PROPERTI
DAN PEMBIAYAAN KONSUMSI BERAGUNAN PROPERTI
Yang bertandatangan dibawah ini
Nama (debitur) :
…………………………………………………………………………………………
Alamat :
…………………………………………………………………………………………
No KTP :
…………………………………………………………………………………………
Dan
Nama (pasangan) :
…………………………………………………………………………………………
Alamat :
…………………………………………………………………………………………
No KTP :
…………………………………………………………………………………………
Menyatakan bahwa saat ini :
1. Belum memiliki fasilitas pembiayaan Pemilikan Properti atau Pembiayaan Konsumsi
beragun properti
Tidak sedang mengajukan fasilitas pembiayaan Pemilikan Properti atau Pembiayaan
Konsumsi beragun properti di bank/perusahaan/lembaga lainnya
Sedang menikmati fasilitas pembiayaan Pemilikan Properti atau Pembiayaan Konsumsi
beragun properti di Bank XXX.
Sedang menikmati fasilitas pembiayaan Pemilikan Properti atau Pembiayaan Konsumsi
beragun properti di bank/perusahaan/lembaga lainnya
Rincian fasilitas pembiayaan pemilikan property atau pembiayaan beragun properti saat ini
adalah sebagai berikut :
1. …………………………………………………………………………………………
……
2. …………………………………………………………………………………………
……
3. …………………………………………………………………………………………
……
2. Tidak terdapat perjanjian pemisahan harta diantara kami.
3. Pada saat ini, kami tidak sedang mengajukan pembiayaan kepada Bank XXX Cabang lain
atau Bank lain
Demikian pernyataan ini benar apa adanya yang kami buat dalam keadaan sadar, tanpa
tekanan dari pihak manapun.
Jakarta,…………………………… 2013
Yang Menyatakan
Meterai Rp.6.000
109
SURAT PENGAKUAN
(ACCEPT)
Yang bertanda tangan di bawah ini, bertindak untuk dan atas nama diri sendiri :
Nama : __________________ (Nasabah Penerima Pembiayaan)
No. KTP : __________________
Alamat : __________________
Telah mendapat persetujuan dari (Suami/Istrinya*) yaitu :
Nama : _________________
No. KTP : _________________
Alamat : _________________
Terlebih dahulu menerangkan bahwa ;
1. Terkait Permohonan Pembiayaan KPR iB XXX Syariah nomor _____ tanggal _______,
PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu Syariah*) setuju memberikan
pembiayaan dimaksud menggunakan transaksi syariah dalam bentuk Murabahah
dengan ketentuan sebagaimana terdapat dalam Surat Pemberitahuan Persetujuan
Pembiayaan (SPPP) nomor : ____________ tanggal __________________
2. Telah dilakukan Akad Pembiayaan dengan PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang
Pembantu Syariah*) sebagaimana terdapat dalam Dokumen Akad Pembiayaan
Murabahah nomor___________ tanggal __________
Atas beban dan tanggungjawab Kami sebagai Pemohon dan Penerima Pembiayaan,
dalam hal ini memilih domisili yang umum dan tetap, mengikat diri dan sanggup pada
tanggal:
----------------- ------------------------------- (tanggal) ---------------------
membayar lunas pembiayaan, uang sejumlah:
Rp _________________________ (sebesar harga jual*)
kepada:
PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu Syariah*)
(Alamat)
atau pihak lain yang akan ditunjuk oleh PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu
Syariah*)
_______, _________________
Pemberi Pernyataan
Materai
______________________
Nasabah Penerima Pembiayaan
_______________________
(Suami / Istri*)
110
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah segala Akad-Akad itu…”
(QS. Al Maidah: 1)
BERITA ACARA SERAH TERIMA DOKUMEN
Nomor : ................... (keperluan pelunasan sesuai jangka waktu akad)
Pada hari ini, _____________ tanggal ______________,yang bertandatangan di bawah ini
:
I. Nama : _____________________
No. KTP : _____________________
Alamat : _____________________
Warga Negara : Indonesia
Selaku Pemimpin PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu Syariah*)
berdasarkan Keputusan Direksi PT Bank XXX Nomor ………, beralamat di (alamat unit
kerja syariah**), bertindak untuk dan atas nama, berdasarkan kuasa Direksi Nomor ……. ,
selaku Pemberi Pembiayaan dan Pemberi Dokumen untuk selanjutnya disebut “ BANK”.
II. Nama : ________________________
No.KTP : ________________________
Alamat : ________________________
dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri dan untuk melakukan tindakan
hukum dalam Akad ini telah mendapat persetujuan dari (Suami/Istrinya*) yang turut
menandatangani Berita Acara Serah Terima Dokumen ini ,
Nama : _______________________
No KTP : _______________________
Alamat : _______________________
selaku Penerima Pembiayaan dan Penerima Dokumen untuk selanjutnya disebut
"NASABAH".
Terlebih dahulu menerangkan bahwa ;
1. Terkait Permohonan Pembiayaan KPR iB XXX Syariah tanggal _______,
PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu Syariah*) setuju memberikan
pembiayaan dimaksud menggunakan transaksi syariah dalam bentuk Murabahah
dengan ketentuan sebagaimana terdapat dalam Surat Pemberitahuan Persetujuan
Pembiayaan (SPPP) nomor : ____________ tanggal __________________
2. Telah dilakukan Akad Pembiayaan dengan PT. Bank XXX (Cabang Syariah /
Cabang Pembantu Syariah*) sebagaimana terdapat dalam Dokumen Akad
Pembiayaan Murabahah nomor___________ tanggal __________
3. Berakhirnya jangka waktu pembiayaan dan NASABAH sudah membayar seluruh
kewajiban Akad Pembiayaan tersebut angka 2.
111
Selanjutnya, BANK dan NASABAH sepakat untuk membuat dan menandatangani
Berita Acara Serah Terima Dokumen dimana BANK menyerahkan Dokumen-Dokumen
kepada NASABAH berupa :
a. Asli Sertifikat Hak Milik nomor
b. Asli Surat Izin Mendirikan Bangunan nomor
c. Asli Surat Pernyataan Lunas Pembiayaan dan Berakhirnya Akad Pembiayaan
Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik dari PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu
Syariah*) nomor _____ tanggal _________
d. Asli Permohonan Roya dari PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu
Syariah*) kepada Badan Pertanahan Nasional (wilayah Kantor Pertanahan sesuai letak
tanah) nomor ________ tanggal ________. (Jika nasabah ingin urus sendiri ke Kantor
Pertanahan setempat)
Demikian Berita Acara Serah Terima Dokumen ini dibuat dalam rangkap dua dan
ditandatangani oleh BANK dan NASABAH pada hari dan tanggal sebagaimana tersebut di
atas
BANK
_______________________
Pemimpin PT. Bank XXX
(Cabang Syariah / Cabang
Pembantu Syariah*)
NASABAH
meterai
(Nama Nasabah Penerima
Pembiayaan dan Dokumen)
Nama Suami/Istri dari
Nasabah Penerima
Pembiayaan dan Dokumen
Surat Permohonan Realisasi Pembiayaan
_________, ________________
112
Kepada Yth.
PT. BANK XXX
(Cabang Syariah / Cabang Pembantu Syariah*)
Perihal : Permohonan Realisasi Pembiayaan
Assalaamu’alaikum Wr.Wb.
Sehubungan dengan telah diterima dan ditanda tanganinya Surat Pemberitahuan Persetujuan
Pembiayaan (SPPP) nomor : ______ tanggal _____ dan Akad Pembiayaan Murabahah
nomor___________ tanggal __________, terkait dengan Jual Beli Rumah di alamat
__________________ dengan (Developer/Penjual*) sebagaimana terdapat dalam
Permohonan Pembiayaan KPR iB XXX Syariah tanggal _______, maka kami mohon Bank
melakukan 2 (dua) hal sebagai berikut :
1. Melakukan pencairan dana pembiayaan sebesar Rp _____ (_______) ke rekening
saya :
Nama :_____________________________
No Rekening :_____________________________
Bank :_____________________________
2. Secara langsung melakukan transfer dana sebesar Rp_______ (_________)
dari rekening saya tersebut angka 1 ke rekening (Developer/Penjual*) :
Nama :_____________________________
No Rekening :_____________________________
Bank :_____________________________
Demikian permohonan ini disampaikan, atas perhatiannya saya mengucapkan terimakasih.
Wassalaamu’alaikum Wr.Wb.
( Nasabah Penerima Pembiayaan )
Catatan :Dilarang ada coretan / catatan / isian yang dilakukan oleh BANK,
baik atas perintah Nasabah maupun inisiatif BANK membantu Nasabah
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah segala Akad-Akad itu…”
(QS. Al Maidah: 1)
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
dan juga janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan
kepada kamu, sedang kamu mengetahui"
(QS. Al-Anfaal: 27).
113
AKAD BA'I
DALAM RANGKA TAKE OVER PEMBIAYAAN
Nomor : ...................
Pada hari ini, _____________ tanggal ______________,yang bertanda tangan di bawah ini :
f. Nama : _____________________
No. KTP : _____________________
No.Tlp/HP : _____________________
Alamat : _____________________
Warga Negara : Indonesia
Selaku Pemimpin PT. Bank XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu Syariah*) berdasarkan Keputusan
Direksi PT Bank XXX Nomor ………, beralamat di (alamat unit kerja syariah**), bertindak untuk dan atas
nama PT Bank XXX berdasarkan Surat Kuasa Direksi Nomor ……. selaku Pemberi Pembiayaan dan Pembeli
untuk selanjutnya disebut “ BANK”.
II. Nama : ________________________
No.KTP : ________________________
No.Tlp/HP : ________________________
Alamat : ________________________
dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri dan untuk melakukan tindakan hukum dalam Akad ini
telah mendapat persetujuan dari (Suami/Istrinya*) yang turut menandatangani Akad ini ,
Nama : _______________________
No KTP : _______________________
No.Tlp/HP : _______________________
Alamat : _______________________
untuk selanjutnya disebut "NASABAH".
Terlebih dahulu menerangkan bahwa ;
d. Terkait Permohonan Pembiayaan KPR iB XXX Syariah tanggal _______, PT. Bank
XXX (Cabang Syariah / Cabang Pembantu Syariah*) setuju memberikan pembiayaan dimaksud
menggunakan transaksi syariah dalam bentuk Murabahah dengan ketentuan sebagaimana terdapat dalam
Surat Pemberitahuan Persetujuan Pembiayaan (SPPP) nomor : ____________ tanggal
__________________
e. Telah dilakukan Akad Qardh sebagai maka Dokumen Akad Qardh Dalam Rangka Take Over
Pembiayaan nomor _____ tanggal ___
f. Bahwa NASABAH telah melakukan pemeriksaan/penelitian atas tanah dan bangunan yang
dijual kepada BANK dan berjanji membebaskan BANK dari segala gugatan dan pembatalan Akad
Pembiayaan Murabahah tersebut angka 1 di kemudian hari karena cacatnya Obyek
Sewa berupa tanah dan bangunan yang telah dijual NASABAH kepada BANK sebagaimana
terdapat dalam Surat Pernyataan Pertama tanggal ________
Selanjutnya, BANK dan NASABAH sepakat untuk membuat dan menandatangani Akad Ba'i
Dalam Rangka Take Over dimana BANK telah membeli dari NASABAH berupa :
Sebidang tanah seluas ______ di _____ sesuai SHM nomor _____ berikut segala sesuatu yang ditanam,
ditempatkan dan didirikan diatas tanah tersebut baik sekarang ada maupun yang akan ada dikemudian
hari, yang menurut sifat, guna peruntukannya atau menurut ketetapan Undang-undang dapat dianggap
sebagai barang tetap. Termasuk bangunan seluas _____ sesuai nomor _____ .
Dengan harga Rp _________________
114
Demikian akad ini dibuat dalam rangkap dua dan ditandatangani oleh BANK dan NASABAH
pada hari dan tanggal sebagaimana disebut pada awal akad ini sehingga keduanya mempunyai kekuatan hukum
yang sama.
BANK
______________________
Pemimpin PT. Bank XXX
(Cabang Syariah / Cabang
Pembantu Syariah*)
NASABAH
(Nama Nasabah Penerima Pembiayaan
dan Penjual)
Nama Suami/Istri dari
Nasabah Penerima Pembiayaan
dan Penjual
Recommended