View
272
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Administrasi Pembangunan
Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan
1. Ilmu Administrasi Negara
Administrasi pembangunan merupakan embrio dari administrasi negara, karena
administrasi pembangunan berasal dari ilmu administrasi negara yang diperkembangkan. Awal
perkembangan administrasi negara itu sendiri dimulai pada akhir abad ke 19 yang dipelopori
oleh para penulis-penulis dan praktisi-praktisi administrasi pemerintahan di Amerika Serikat,
seperti Woodrow Wilson, Frank J. Goodnow, Leonard D. White.
Ilmu administrasi negara itu sendiri memiliki pengertian yaitu proses kerjasama yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih yang terdiri dari manajemen serta memililki organisasi dan
sarana guna mencapai tujuan-tujuan pemerintahan. Dalam hal ini pula administrasi negara juga
memiliki tugas utama yaitu merencanakan dan merumuskan kebijaksanaan politik, kemudian
melaksanakannya dan menyelenggarakannya (J. Wajong). Dan perlu digarisbawahi pula, bahwa
administrasi negara juga memiliki peranan yang besar dalam proses penetapan/penentuan
kebijaksanaan pemerintah/politik.
Dalam kaitan ilmu administrasi negara dengan ilmu politik, terdapat tiga fungsi dasar
administrasi negara, yaitu sebagai berikut :
a. Formulasi/perumusan kebijaksanaan
b. Pengaturan/pengendalian unsur-unsur administrasi
c. Penggunaan dinamika administrasi
2. Perkembangan ke arah Administrasi Pembangunan
Perkembangan ini menitikberatkan pada dua hal yaitu administrasi bagi negara-negara
yang sedang berkembang atau yang sedang mengalami perubahan (dari masyarakat tradisional
agraris ke arah masyarakat maju dan mulai memperkembangkan industri). Yang kedua adalah
perhatian kepada masalah interrelasi (antar-hubungan) antara administrasi sebagai ilmu maupun
sebagai praktek di bidang-bidang kehidupan yang lain. Semua ini dipelopori oleh Kelompok
Studi Komparatif yang terdiri dari F.W. Riggs, John D. Montgomery, Milton esman, Ralph
Braibanti, William J. siffin, Edward W. Weidner dan lain-lain. Pendekatan administrasi
pembangunan dewasa ini sudah tumbuh ke arah disiplin ilmu pengetahuan tersendiri dengan
memperkembangkan peralatan analisa dan penyusunan berbagai model, biarpun masih jauh dari
memadai.
Kemudian dalam perkembangan studi komparatif ilmu administrasi negara, terdapat
kurang lebih empat kecenderungan dasar dalam ilmu administrasi negara. Kecenderungan
pertama, adalah perhatian administrasi negara terhadap masalah-masalah pelaksanaan dan
pencapaian tujuan-tujuan pembangunan. Kecenderungan kedua, adalah pendekatan behavioral.
Kecenderungan ketiga, adalah pendekatan manajemen dalam administrasi negara.
Kecenderungan keempat, adalah studi komparatif ilmu administrasi negara yang memberikan
tekanan kepada ekologi sosial dan kultural.
Dibawah ini adalah beberapa ciri-ciri “pembedaan” antara administrasi Negara dengan
administrasi pembangunan :
No Administrasi Negara Administrasi Pembangunan
1. Lebih banyak terkait dengan lingkungan
masyarakat negara-negara maju.
Lebih memberikan perhatian terhadap
lingkungan masyarakat yang berbeda-beda,
terutama bagi lingkungan masyarakat
negara-negara baru berkembang.
2. Terdapat kelompok yang cenderung
berpendapat turut berperannya administrasi
negara dalam proses perumusan
kebijaksanaan, tapi peranan itu masih
kurang ditekanakan.
Mempunyai peran aktif, pengaruh
(influence) & berkepentingan terhadap
tujuan-tujuan pembangunan, baik dalam
perumusan kebijaksanaannya maupun
dalam pelaksanaannya.
3. Lebih menekankan kepada pelaksanaan
yang tertib/efisien dari unit-unit kegiatan
pemerintah pada waktu ini dan berorientasi
masa kini.
Berorientasi kepada usaha-usaha yang
mendorong perubahan-perubahan ke arah
keadaan yang dianggap lebih baik untuk
suatu masyarakat dimasa depan. Jadi
berorientasi pada masa depan.
4. Lebih menekankan kepada tugas-tugas
umum (rutin) dalam rangka pelayanan
masyarakat dan tertib pemerintahan.
Administrasi Negara lebih bersikap sebagai
Lebih berorientasi kepada pelaksanaan
tugas-tugas pembangunan dari pemerintah.
Administrasi pembangunan lebih bersikap
sebagai “development agent”
“balancing agent”
5. Sebagai akibat dari hal yang disebutkan di
atas, maka administrasi negara lebih
menengok kepada kerapian aparatur
administrasi itu sendiri.
Administrasi pembangunan merupakan
administrasi dari kebijaksanaan dan isi
program-program pembangunan.
6. Dalam administrasi negara seakan-akan
ada kesan menempatkan administrator
dalam aparatur pemerintah sekadar sebagai
pelaksana.
Dalam administrasi pembangunan
administrator dalam aparatur pemerintah
juga bisa merupakan penggerak perubahan.
7. Lebih berpendekatan legalistis Lebih berpendekatan lingkungan,
berorientasi pada kegiatan dan bersifat
pemecahan masalah.
3. Ciri, Perumusan, dan Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan
Ciri pokok yang pertama, adalah orientasi kepada usaha-usaha ke arah perubahan-
perubahan keadaan yang dianggap lebih baik. Bahkan administrasi pembangunan dimaksudkan
untuk membantu dan mendorong ke arah perubahan-perubahan besar (basic changes) di bebagai
kegiatan/bidang kehidupan yang saling berkaitan dan akan memberikan hasil akhir terdapatnya
proses pembangunan. Ciri pokok yang kedua pendekatan administrasi pembangunan adalah
bahwa perbaikan dan penyempurnaan administrasi dikaitkan dengan aspek perkembangan di
bidang-bidang lain seperti ekonomi, sosial, politik dan lain-lain.
Perumusan administrasi pembangunan itu sendiri dirumuskan oleh Siagian, ia
merumuskan bahwa administrasi pembangunan sebagai :
Administrasi pembangunan adalah keseluruhan proses pelaksanaan dari pada rangkaian
kegiatan yang bersifat pertumbuhan dan perubahan yang berencana menuju modernitas dalam
berbagai aspek kehidupan bangsa dalam rangka pembangunan negara (nation-building).
Ruang lingkup administrasi pembangunan yaitu :
Pertama, ruang lingkup administrasi pembangunan mempunyai dua fungsi yaitu
penyusunan kebijaksanaan penyempurnaan administrasi negara. Dalam hal ini usaha
penyempurnaan organisasi, pembinaan lembaga yang diperlukan, kepegawaian, tata kerja dan
pengurusan sarana-sarana administrasi lainnya (the development of administration). Fungsi
lainnya adalah merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan program-program pembangunan
serta pelaksanaannya secara efektif (the administration of development). Kedua, administrasi
untuk pembangunan ini dapat pula dibagi dalam dua sub fungsi. Pertama adalah perumusan
kebijaksanaan pembangunan dan yang kedua adalah pelaksanaannya secara efektif.
Jadi dari uraian diatas, saya menarik kesimpulan bahwa secara garis besar yang menjadi
ruang lingkup administrasi pembangunan adalah pertama, penyempurnaan administrasi negara
(The Development Administration) dan kedua, penyempurnaan administrasi perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan (The Administration of Development)
4. Peranan dan Fungsi Pemerintah dalam Pembangunan Berencana
Perencanaan serta fungsi pemerintah terhadap perkembangan masyarakat tergantung oleh beberapa hal. Yang pertama adalah filsafah hidup kemasyarakatan dan filsafah politik masyarakat tersebut. Dimana ada negara yang memberikan kebebasan yang cukup besar pada masyarakatnya sehingga pemerintah tidak banyak turut campur tangan dalam kegiatan-kegiatan masyarakat itu sendiri dan ada juga negara yang banyak melakukan campur tangan dalam kegiatan masyarakatnya sehingga kebebasannya masyarakat untuk mandiri sangatlah kecil. Sehingga saya menarik kesimpulan bahwa peranan serta fungsi pokok pemerintah dalam pembangunan berencana yaitu sebagai stabilisator dan pengawas terhadap pembangunan yang pada akhirnya akan berguna untuk kesejahteraan (sosial-ekonomi) masyarakat. Sedangkan mengenai peranan serta fungsi pemerintah dalam pembangunan nasional di Indonesia, telah dijelaskan dalam UUD 1945, yang berbunyi : “…..untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tupah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…..”
Administrasi Bagi Pembangunan Nasional
1. Pembangunan Nasional secara Berkala
Dalam hal ini, hal yang menjadi pokok adalah suatu usaha perubahan dan pembangunan
dari suatu keadaan dan kondisi kemasyarakatan tertentu kepada suatu keadaan dan kondisi
kemasyarakatan yang dianggap lebih baik (lebih diinginkan). Yang mana secara historis
masyarakat bangsa-bangsa yang diklasifikasi menjadi tiga, yaitu masyarakat yang masih bersifat
tradisional, masyarakat yang bersifat peralihan, dan masyarakat maju. Dari semua variasi
masyarakat tersebut, maka pembangunan haruslah bisa memperhatikan dan menyesuaikan antara
masyarakat dengan wilayah-wilayah kehidupan dalam masyarakat tersebut atau bersifat
adaptabel terhadap keadaan dan kondisi masyarakat tertentu.
Pembangunan nasional haruslah balance dan komperhensif. Pembangunan tersebut dapat
dilakukan baik dari segi ekonomi, sosial, dan segi lainnya. Dan salah satu segi lain yang penting
dalam proses pembangunan nasional adalah terselenggaranya perubahan-perubahan tersebut
dalam keadaan yang stabil dinamis. Selain daripada itu, hal lain yang memberikan pengaruh
terhadap usaha pembangunan suatu bangsa yaitu posisi politik, hubungan ekonomi, dan
pengaruh antar negara. Pembangunan nasional secara berencana dapat dilihat dalam tingkat-
tingkat tindakan yang dilaksanakan dalam proses politik dan proses administrasi. Tingkat-tingkat
kegiatan tersebut dilakukan secara terus menerus dan merupakan suatu proses, yaitu :
a. Adanya keinginan-keinginan dasar di dalam masyarakat yang menuntut pemuasan. Sumber-
sumber dari keinginan-keinginan ini adalah kebutuhan dasar yang dirasakan dan kebutuhan-
kebutuhan dasar yang memang diperlukan karena kondisi obyektif. Ada pula yang berpendapat
bahwa dalam diri manusia itu sendiri terdapat keinginan untuk meningkatkan kwalitas hidupnya.
b. Perumusan konsiliasi pada keinginan-keinginan dasar masyarakat akan kepuasan dilakukan
dalam proses politik dan dituangkan dalam bentuk keputusan-keputusan politik mengenai
kehendak-kehendak negara.
c. Perumusan dasar-dasar hukum bagi pelaksanaan keputusan politik tersebut terdahulu. Hal ini
dimaksudkan supaya kegiatan-kegiatan lanjutan tetap dilaksanakan berdasar kerangka hukum
yang ada (legal context).
d. Perumusan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan program-program pemerintah dalam rangka
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan di dalam keputusan politik.
e. Penyusunan program-program kerja, sistem dan mekanisme pelaksanaan.
f. Tingkat implementasi. Dalam tingkat ini dimaksudkan untuk merealisir pencapaian tujuan-
tujuan yang telah dirumuskan dalam rencana atau kebijaksanaan dan program-program
pemerintah yang konsisten berdasar keputusan-keputusan politik.
g. Penilaian dari pada pelaksanaan maupun dari hasil-hasil yang dicapai.
2. Perencanaan dan Administrasi Pembangunan
Dalam adminstrasi pembangunan, hal yang perlu kita perhatikan adalah perencanaan.
Perencanaan pembangunan yang baik akan sangat membantu suatu pembangunan berencana.
Dan untuk lebih memungkinkan berhasilnya rencana tersebut, perlu terdapat hubungan yang erat
antara perencanaan, pembangunan, dengan penyempurnaan administrasi negara. Dalam
administrasi pembangunan maka perencanaan merupakan awal mula dari suatu proses
administrasi. Rencana itu sendiri adalah design dari pada kegiatan-kegiatan yang akan
dilaksanakan dengan mempergunakan potensi sumber-sumber secara sebaik mungkin untuk
mencapai suatu tujuan dalam dimensi waktu tertentu dan ini merupakan bagian yang tak
terpisahkan dalam proses administrasi. Kedua-duanya merupakan bagian dari satu proses, yaitu
perencanaan atau administrasi pembangunan.
Selain perencanaan hal yang perlu ditegaskan kembali adalah implementasi. Sistem
perencanaan dan implementasinya adalah masalah administrasi pembangunan. Perhatian yang
lebih besar dari pada administrasi pembangunan ialah di bidang pelaksanaan rencana
pembangunan. Telah diakui bahwa proses perencanaan tidak berhenti pada penyususnan suatu
rencana tetapi dalam realisasi pelaksanaanya secara baik. Yang penting bukan saja tahap
perencanaan tetapi juga pelaksanaan rencana. Implementasi daripada perencanaan tersebut perlu
diintegrasikan didalam perencanaan pembangunan. Usaha itu dilaksanakan dengan menyusun
suatu rencana perbaikan dan penyempurnaan administrasi, supaya pembangunan nasional secara
berencana pun dapat terlaksana dengan baik. Berikut dimensi-dimensi dalam perencanaan
administrasi pembagunan yang oprasionil adalah:
a. Berorientasi untuk mencapai suatu tujuan.
b. Berorientasi kepada pelaksanaannya.
c. Pemilihan dari berbagai alternatif mengenai tujuan-tujuan mana yang lebih diinginkan serta
perspektif waktu.
d. Perencanaan harus merupakan suatu kegiatan kontinu dan terus menerus dari formulasi rencana
dan pelaksanaannya.
3. Penyempurnaan Administrasi untuk Pelaksanaan Pembangunan
Salah satu hambatan pokok terhadap kemampuan administrasi negara untuk mendukung
tugas-tugas baru dalam pelaksanaan pembangunan adalah karena seringkali birokrasi pemerintah
itu sendiri sebagai produk dari pada lingkungannya masih terkebelakang. Misalnya saja seperti :
kemampuan pelaksanaan lebih ditujukan kepada segi “memerintah”, sikap yang legalities dalam
pemecahan masalah dan tidak inovatif, orientasi terhadap senioritas dan status.
Perbaikan dan penyempurnaan administrasi negara dapat dilakukan dengan dua
pendekatan:
a. Usaha perbaikan dan penyempurnaan secara menyeluruh. Dalam hal ini, pendekatan ditekankan
pada perbaikan dan penyempurnaan dengan konteks yang lebih luas yaitu mencakup seluruh
bidang atau dengan kata lain tidak hanya bidang-bidang yang strategis saja.
b. Perbaikan dan penyempurnaan administrasi yang dilakukan secara sebagian-sebagian. Dalam hal
ini, pendekatan ditekankan pada perbaikan dan penyempurnaan pada bidang-bidang strategis,
yang kemudian diharapkan dapat berkembang dan memperluas kepada bidang penyempurnaan
administrasi negara lainnya.
4. Pertimbangan Ekonomis Pelaksanaan Administrasi
Dalam pelaksanaan administrasi pembangunan, pertimbangan ekonomis perlu tetap
menjadi dasar pertimbangan. Berikut adalah beberapa hambatan yang memerlukan/menjadi
pertimbangan ekonomis dalam pelaksanaan administrasi :
a. Tiadanya motif untung dan kemungkinan failit/bangkrut maka ada kecenderungan suatu operasi
pemerintahan kurang efisien dibandingkan dengan suatu operasi swasta.
b. Masih sering terdapat paternalism dan spoil politik maupun pribadi di dalam administrasi negara
sehingga hal ini juga menyulitkan pembinaan efisiensi.
c. Adanya gejala “empire building” yaitu suatu usaha untuk memperluas birokrasi yang sebetulnya
mungkin tidak meningkatkan hasil.
d. Berkembangnya prosedur-prosedur menjadi berbelit-belit dan panjang karena hendak memenuhi
ketentuan berbagai badan administrasi secara tidak konsisten.
Sumber : Bintoro (LP3ES) http://ilmanmilanist.blogspot.co.id/2012/06/normal-0-false-false-false-en-us-x-none_24.html
DMINISTRASI NEGARA DAN PEMBANGUNAN 18 Nov
Hubungan Administrasi Publik dengan Pembangunan : Konsep dan Teori
Deskripsi
Di dalam sesi ini akan diperkenalkan berbagai upaya pakar untuk merekayasa administrasi publik dalam mensukseskan pembangunan. Hal ini dapat terlihat dari upaya memperkenalkan disiplin administrasi pembangunan khususnya bagi Negara sedang berkembang yang memiliki
lingkungan khusus. Konsep dan teori administrasi pembangunan akan diperkenalkan dalam sesi ini.
1. Konsep Administrasi Publik
Istilah administrasi publik sering digunakan untuk menunjukkan Administrasi Pemerintahan atau birokrasi pemerintah. Hal ini dapat dipahami karena pemahaman terhadap istilah publik sangat bervariasi. Publik memang dapat diartikan sebagai masyarakat luas sebagai lawan dari individu, tetapi publik juga diartikan sebagai mereka yang bekerja untuk kepentingan masyarakat luas atau lembaga pemerintah (Yeremias T. Keban : Modul Adm. Negara Pembangunan).
Definisi Administrasi Negara :
Barton dan Chappel melihat administrasi publik sebagai “The Work of Government” atau pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah. Definisi ini menekankan aspek keterlibatan personel memberikan pelayanan publik.
Henry memberi batasan bahwa Administrasi Publik adalah suatu kombinasi yang komplek antara teori dan praktek, dengan tujuan mempromosikan pemahaman terhadap pemerintah dan dalam hubungannya dengan masyarakat yang diperintah dan juga mendorong kebijakan publik agar lebih responsif terhadap kebutuhan sosial. Administrasi publik berusaha melembagakan praktek-praktek manajemen agar sesuai dengan efektivitas, effisiensi dan pemenuhan secara lebih baik kebutuhan masyarakat.
Nigro & Nigro mengemukakan bahwa administrasi negara adalah : usaha kerjasama kelompok dalam suatu lingkungan publik, yang mencakup ketiga cabang judicative, legislative dan executive : mempunyai suatu peranan penting dalam mempormulasikan kebijakan politik, sehingga menjadi bagian dari proses politik, yang sangat berbeda dengan cara-cara yang ditempuh oleh administrasi swasta, dan berkaitan erat dengan beberapa kelompok swasta dan individu dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Definisi ini lebih menekan proses institusional, artinya bagaimana usaha kerjasama kelompok dapat dimanfaatkan sebagai means kegiatan publik yang berbeda dari kegiatan swasta.
Dengan demikian definisi ini melihat bahwa administrasi merupakan kombinasi teori dan praktek yang mencampuri proses manajemen dengan pencapaian nilai-nilai normatif dalam masyarakat.
1. Konsep Pembangunan 1. Micheal Todaro memberikan defenisi : Pembangunan adalah proses multidimensi yang
mencakup perubahan-perubahan penting dalam struktur sosial, sikap-sikap rakyat dan lembaga-lembaga nasional dan juga akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan.
2. Mark Turner dan David Hulme : mendefinisikan pembangunan adalah proses modernisasi perubahan menyeluruh dari masyarakat tradisional atau pra modern kebentuk penguasaan teknologi dan perubahan organisasi sosial masyarakat dengan ciri meningkatkan kesejahteraan ekonomi, stabilisasi politik seperti dunia barat.
3. Coralie Bryant dan Louise G. White : Pembangunan sebagai suatu peningkatan kapasitas untuk mempengaruhi masa depan mempunyai beberapa implikasi. Pertama ; Memberikan perhatian terhadap kapasitas, terhadap apa yang perlu dilakukan untuk
mengembangkan kemampuan dan tenaga guna membuat perubahan. Kedua ; mencakup keadilan, perhatian yang berat sebelah kepada kelompok tertentu akan memecah belah masyarakat dan mengurangi kapasitasnya. Ketiga ; Penumbuhan kuasa dan wewenang dalam pengertian bahwa hanya jika masyarakat mempunyai kuasa dan wewenang tertentu maka mereka akan menerima manfaat pembangunan.
1. Hubungan Administrasi Publik dengan Pembangunan
1. Perilaku Administratif
Terdapat dua pendekatan pokok dalam menjelaskan perilaku :
Pertama : Suatu model rasional yang memusatkan perhatian pada individu, anggota dan tujuan-tujuannya.
Kedua : Terhadap perilaku sering disebut model sosiologis, pendekatan ini memeriksa berbagai faktor yang mempengaruhi sikap maupun perilaku individu, serta cara perilaku mempengaruhi sikap.
1) Model Rasional
Model rasional menitik beratkan pada insentif dari organisasi yang diberikan kepada individu untuk melakukan pekerjaan guna mencapai tujuan.
2) Model Sosial – Psikologis
Model Sosial –Psikologis menitik beratkan pada pengaruh sosial dan psikologis terhadap individu, dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuan.
Paradoks Administrasi Pembangunan
Paradoks administrasi pembangunan ialah bahwa administrasi yang efektif merupakan hal hakiki untuk mewujudkan pembangunan, tetapi justru keefektifan inilah yang dapat serta mencegah pembangunan politik. Masalahnya adalah bahwa pembangunan politik selalu berkisar pada soal kekuasaan. Ada tuntutan agar sumber daya yang langka dikelola secara efektif, tetapi terdapat pula tuntutan agar makin banyak orang yang berperan dalam pembuatan keputusan mengenai sumber-sumber daya itu.
Ketika para administrator mengembangkan kemampuan mereka untuk mengelola sumber-sumber daya, mereka cenderung menghentikan pelebaran sayap lembaga-lembaga politik yang mutlak perlu untuk didistribusi kekuasaan lebih lanjut.
Menurut Stanley Heginbotham dalam studinya : menyatakan Adopsi unsur-unsur modern pada struktur dan proses dalam sebaran birokrasi menciptakan potensi bagi peningkatan kapasitas kelembagaan sebagai hasil dari diferensiasi yang lebih banyak, komunikasi yang lebih baik, atau kontrol yang lebih efektif. Bersamaan dengan ini inovasi-inovasi yang demikian cenderung membangkitkan konflik-konflik baru dan ketidak selarasan yang mengurangi kapasitas kelembagaan. Tantangan pembangunan administratif ialah modernisasi dengan cara demikian
rupa sehingga dinamika hal pertama memperoleh kekuatan lebih besar daripada dinamika hal kedua tersebut.
Ketika para administrator meningkatkan kemahiran teknisnya, ia cendrung mendominasi keputusan-keputusan kebijakan dan menutup pintu bagi diskusi terbuka mengenai strtegi-strategi alternatif. Maka lalu muncul paradoks : ketidak mampuan administratif menyebabkan pembangunan tidak dapat berlangsung, sedangkan meningkatnya kemampuan administratif juga dapat menghambat pembangunan dengan menghalangi terciptanya kekuasaan politik.
b. Pembangunan
Secara struktural tanggungjawab merancang dan melaksanakan pembangunan sering dilakukan pada tingkat nasional. Bentuk pertama dan yang lazim ialah penanganan proyek atau program oleh suatu badan pelaksana atau kementrian.
Ada empat aspek dalam konseptualisasi proyek dan program sebagai bagian dari proses pembangunan yang berinteraksi :
Pertama, proyek-proyek harus diseleksi dalam hubungan dengan kebutuhan programnya, proyek harus dirancang untuk mendorong agar program dapat memanfaatkan sumber daya yang tersedia dan proyek itu harus dievaluasi antara lain dalam kaitannya dengan keefektifan memacu kemampuan organisasi dalam menanggapi prakarsa dari masyarakat.
Kedua, organisasi proyek dapat merancang proyek riil agar cocok dengan konteks lingkungannya memerlukan adanya perkiraan sumber daya dan kendala ekonomi, sosial yang akan dihadapi.
Ketiga, menyangkut struktur insentif bagi perilaku dalam suatu proyek. Apakah prilaku yang diransang oleh insentif itu selaras dengan tujuan proyek.
Keempat, penting untuk memikirkan dan mengevaluasi efesiensi serta keadilan yang ada dalam proyek itu sendiri, tingkat imbalan investasi dan dampak serta distribusi manfaat proyek seperti tercantum dalam usulan.
Kesimpulan
Administrasi pembangunan dapat memainkan peranan penting dalam melangsungkan perubahan yang bersifat membangun. Yang paling memungkinkan untuk peleksanaan peran ini secara baik ialah bila terdapat sumber-sumber kekuasaan lain yang mempunyai kekuatan untuk terus meningkatkan administrasi pada tanggungjawabnya. Karena dampak factor-faktor eksternal dan internal yang dihadapi para administrator diharapkan mampu sepenuhnya menguasai administrasi untuk mendukung pengambilan keputusan dalam organisasi dan proyek pembangunan, sehingga dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam kegatan pembangunan.
https://yosin.wordpress.com/2009/11/18/administrasi-negara-dan-pembangunan/
BAB I
Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan
Administrasi pembangunan belum diakui ataupun belum merupakan suatu disiplin ilmu
yang telah berkembang. Saat ini perkembangan menuju kearah itu terlihat dalam berbagai usaha
para ahli dan penulis. Administrasi pembangunan berkembang berdasarkan disiplin ilmu yang
mendahuluinya, yaitu administrasi negara.
Administrasi negara muncul akhir abad ke 19 yang dipelopori oleh penulis-penulis dan
praktisi-praktisi administrasi pemerintah di Amerika Serikat. Pelopor- pelopor dari ilmu tersebut
antara lain Woodrow Wilson, Frank J. Goodnow, Leonard D. White.
Ada empat subfungsi perumusan kebijakan yaitu:
1. Kebijakan tergantung analisis yang baik atas keadaan-keadaan nyata yang ada
2. Perumusan kebijakan juga harus meliputi usaha untuk memproyektir kenyataan-kenyataan
sekarang dalam keadaan-keadaan nanti/masa depan, dengan cara melakukan perkiraan dari
perkembangan yang mungkin terjadi dan dalam penyusunan berbagai alternatife langkah
kegiatan yang mungkin dilalui.
3. Agar suatu program strategi dan taktik-taktik kegiatan berdasarkan seperti no 1 dan 2.
4. Rangkaian terakhir adalah pengambilan keputusan, dengan kata lain, bagian ini merupakan
perencanaan.
Unsur-unsur administrasi ialah, struktur organisasi, keuangan, kepegawaian dan sarana-
sarana lain. Unsur dinamik administrasi meliputi pimpinan, koordinasi, pengawasan dan
komunikasi.
Para ahli administrasi negara memberikan perhatian terhadap dua hal, yaitu administrasi bagi
negara-negara yang sedang berkembang atau yang sedang mengalami perubahan (dari
masyarakat tradisionil agraris kearah masyarakat maju dan mulai memperkembangkan industri).
Yang kedua adalah perhatian kepada masalah interrelasi antara kehidupan yang lain.
Administrasi negara lebih berorientasi untuk mendukung usaha-usaha pembangunan Negara-
negara yang belum maju, yang berarti perhatian terhadap usaha perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan-pembangunan. Suatu perencanaan yang berorientasi kepada pelaksanaannya akan
lebih banyak mengarah dalam pelaksanaan pembangunan.
Administrasi pembangunan berfungsi untuk mendukung proses perumusan kebijaksanaan-
kebijaksanaan dari program-program pembangunan, yang tercermin dalam suatu rencana
pembangunan atau suatu kerangka kebijaksanaan yang konsisten (dalam proses administrasi dan
politik). Administrasi pembangunan juga mendukung tata pelaksanaan kebijakan secara efektif
(instrumen = administrasi pembangunan).
Perencanaan serta fungsi pemerintah terhadap perkembangan masyarakat tergantung oleh
beberapa hal, diantaranya filsafah hidup masyarakat dan filsafah politik masyarakat tersebut.
Ada negara-negara yang membebaskan masyarakat dalam perkembangannya, sehingga peran
pemerintah tidak terlalu dominan. Namun ada pula negara yang menginginkan pemerintah
mengurus hampir segala sesuatu kehidupan masyarakat bangsa tersebut, yang mendasari
orientasi ini yaitu filsafah politik tradisional. Peran serta fungsi pemerintah seringkali tergantung
dengan tingkat kemajuan suatu negara terutama dalam bidang ekonomis materiil.
Peran pemerintah dalam pembangunan berencana dapat dilihat dalam beberapa bentuk, yaitu
pemerintah sebagai penjaga keamanan dan ketertiban dalam perkembangan, sering kali
penarikan pajak tidak diabdikan untuk kepentingan masyarakat sehingga pemerintah berperan
dalam hal ini. Adapun istilah service state, diamana pemerintah berperan sebagai abdi sosial dari
keperluan-keperluan yang perlu diatur dalam masyarakat. Selain itu, pemerintah juga memiliki
peran entrepreneur atau pendorong inisiatif usaha pembaharuan dan pembangunan masyarakat.
Pemerintah menjadi development agent atau unsur pendorong pembaharuan/ pembangunan.
Campur tangan pemerintah dalam proses pembangunan dilakukan dengan lima macam cara,
diantaranya:
1. operasi (operation) langsung, yaitu pemerintah menjalankan sendiri kegiatan pembangunan
tertentu.
2. Pengendalian langsung (direct control) penggunaan perijinan, lisensi (untuk kredit, kegitan
ekonomi lain), penjatahan dan sebagainya.
3. Pengendalian tidak langsung (indirect control) dengan cara pemberian aturan dan syarat.
4. Pemengaruhan langsung (direct influence) dengan cara persuasi atau nasehat.
5. Pemengaruhan tidak langsung (indirect influence) dengan bentuk involvement.
Di Indonesia peran serta fungsi pemerintah dalam pembangunan nasional, tercermin dalam
pembukuan Undang-undang dasar 1945 alenia ke-4 “… melindungi segenap bangsa indonesia
dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan social…”
BAB II
Administrasi bagi Pembangunan Nasional
Masyarakat bangsa dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu masyarakat
tradisional, masyarakat peralihan, dan masyarakat maju. Masyarakat di negara berkembang
merupakan masyarakat peralihan yang sedang berusaha mengembangkan dirinya dari
masyarakat tradisionil dengan ekonomi terbelakang, menuju kearah keadaan yang dianggap lebih
baik. Dalam hal ini masyarakat negara berkembang berada dalam usaha perubahan sosial yang
besar dan umumnya ditekankan pada pembangunan ekonomi, karena pembangunan ekonomi
dapat mendukung pencapaian tujuan, atau mendorong perubahan serta pembaharuan dalam
bidang kehidupan di masyarakat.
Hal terpenting dalam proses pembangunan nasional adalah terselenggaranya perubahan-
perubahan dalam keadaan yang stabil dinamis. Untuk dapat mewujudkan perubahan-perubahan
tersebut diperlukan perencanaan. Perencanaan diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang
dikehendaki. Pembangunan nasional secara berencana dapat dilihat dari tingkatan-tingkatan
sebagai berikut:
1. Adanya keinginan dari masyarakat yang didasari dari kebutuhan dasar masyarakat.
2. Perumusan konsilisasi yang dilakukan dalam proses politik dan dituangkan dalam bentuk
keputusan-keputusan politik mengenai kehendak negara.
3. Perumusan dasar-dasar hokum bagi pelaksanaan keputusan politik.
4. Perumusan kebijakan-kebijakan dan program-program pemerintah dalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditetapkan di dalam keputusan politik.
5. Penyusunan program-program kerja (programming).
6. Implementasi, dalam tingkat ini dimaksudkan untuk merealisir pencapaian tujuan yang telah
dirumuskan dalam kenijakan pemerintah berdasarkan keputusan politik.
7. Penilaian dari pelaksanaan dan hasil-hasil yang telah dicapai.
Rencana dan realisasi pelaksanaan rencana sering kali tidak sejalan, ini disebakan oleh
karena kemampuan sistem administrasi untuk pelaksanaan pembangunan berencana yang efektif
tidak mendapat perhatian. Serta seringkali usaha-usaha perbaikan dan penyempurnaan
administrasi dilakukan secara terpisah dari perencanaan pembangunan. Perencanaan perlu
dimensi-dimensi yang operasional, diantaranya berorientasi untuk mencapai suatu tujuan,
berorientasi kepada pelaksanaannya, pemilihan dari berbagai alternatif mengenai tujuan-tujuan
mana yang lebih diinginkan, perspektif waktu, serta perencanaan harus merupakan suatu
kegiatan yang rutin dan terus menerus dari formulasi rencana dan pelaksanaannya. Ciri-ciri
perencanaan yang berorientasi pada pelaksanaannya dapat dilihat sebagai berikut:
1. Penggunaan rolling plants yaitu rancana-rencana yang setiap akhir periode pelaksanaan disusun
kembali tujuan, sasaran, dan program-programnya.
2. Penyusunan dan pelaksanaan dari perencanaan operasionil tahunan.
3. Kaitan antara perencanaan fisik dalam berbagai program dan proyek kegiatan dengan
perencanaan pembiayaan.
4. Perencanaan pada unit kegiatan pemerintah yang dituangkan dalam program dan proyek
pembangunan.
5. Disain perencanaan dan pelaksanaan perbaikan serta penyempurnaan administrasi negara,
sehingga dapat dijadikan prasarana pelaksanaan fungsi-fungsi pembangunan pemerintah.
Salah satu hambatan pokok terhadap kemampuan administrasi negara untuk mendukung
tugas-tugas baru dalam pelaksanaan pembangunan adalah karena seringkali birokrsi pemerintah
itu sendiri sebagai produk dari pada lingkungannya masih terbelakang. Perbaikan dan
penyempurnaan administrasi negara dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan
usaha perbaikan dan penyempurnaan secara menyeluruh, dan pendekatan secara sebagian-
sebagian.
Dalam pelaksanaan administrasi pembangunan pertimbangan ekonomis menjadi
pertimbangan yang amat penting. Dilihat dari kelemahan-kelemahan di bidang administrasi,
maka penyempurnaan administrasi negara untuk pelaksanaan pembangunan dibeberapa wilayah
terutama yang dihadapi oleh negara-negara berkembang seperti (Asia) memiliki beberapa hal
yang dihadapi diantaranya, sebagai berikut.
1. Perlu dilakukan penyempurnaan di dalam penyusunan dan hubungan perlembagaan yang
berfungsi dalam bidang penyempurnaan administrasi negara.
2. Mengenai pembinaan dan perencanaan kepegawaian, perubahan orientasi pada kemampuan
untuk melayani tugas-tugas rutin pembangunan.
3. Masalah pembinaan dan penyempurnaan organisasi untuk pembangunan.
4. Penyempurnaan di bidang manajemen termasuk prosedur-prosedur kerja.
5. Partisipasi dan perhatian terhadap usaha penyempurnaan administrasi negara menuju
administrasi pembangunan.
Beberapa hambatan dalam pelaksanaan administrasi secara ekonomis, dapat dikemukakan
beberapa hal:
1. Tiadanya motif untung dan kemungkinan failit/bangkrut maka ada kecenderungan suatu operasi
pemerintah kurang efesien dibandingkan dengan suatu operasi swasta.
2. Masih seringnya terdapat paternalisme dan spoil politik maupun pribadi di dalam administrasi
negara sehingga hal ini menyulitkan pembinaan efesien.
3. Adanya gejala empire building yaitu suatu usaha untuk memperluas birokrasi.
4. Berkembangnya prosedur-prosedur yang berbelit-belit dan panjang karena hendak memenuhi
ketentuan berbagai badan administrasi secara tidak konsisten.
BAB III
Aspek-Aspek yang Saling Mempengaruhi Administrasi Pembangunan
Pendekataan administrasi pembangunan terkait erat, saling berhubungan dan saling
mempengaruhi keadaan dan proses perkembangan politik, ekonomi, social dan lainnya.
Hubungan itu saling bertentangan, baik hubungan netral maupun hubungan yang saling
mendukung. Administrasi pembangunan memberikan prasarana peralatan dan penggerakan
perkembangan di bidang kehidupan masyarakat. Dan keadaan sebaliknya akan mempengaruhi
tingkat kemampuan pelaksanaan administrasi pembangunan, kecuali itu administrasi
pembangunan juga berarti kemampuan untuk menanggapi akibat-akibat dalam proses
pengembangan dan pembangunan. Administrasi pembangunan bergerak dalam perkembangan
pembaharuan yang cepat (change), yang sering kali disebut “turbulence”.
Aspek politik dalam perkembangan masyarakat atau negara erat hubungannya dengan
administrasi pembangunan. Berbagai aspek politik yang mempunyai pengaruh timbal balik
dengan administrasi pembangunan adalah filsafat hidup bangsa atau filsafat politik
kemasyarakatan dari suatu negara tertentu. Banyak pengarang yang mengemukakan adanya
hubungan antar pola kekuasaan yang berlaku di suatu negara (regime types) yang tercermin
dalam system politiknya, dengan pelaksanaan tugas pembangunan negara. Esman membagi pola
kekuasaan suatu negara dalam lima tipe. Lima tipe yang dapat dibedakan dari cirri-ciri strukturil
dan behavioral yang samaitu adalah:
1. Oligarki konservatif
2. Sistim kepartaian yang kompetitif dan berorientasi kepentingan golongan
3. Sistim partai massa yang dominan
4. Golongan militer pembangunan yang otoriter
5. Kekuasaan komunis totaliter
Pada akhir-akhir timbul istilah baru yaitu teknokrasi.kekuasaan mereka ialah dalam
menggunakan teknologi sebagai disiplin untuk merumuskan hal-hal yang dapat membina proses
perkembangan yang lebih baik.
Aspek lain yang erat kaitannya dengan administrasi pembangunan adalah keadaan politik
internasional dan politik luar negeri dengan negara yang bersangkutan. Sering kali masalah
hubungan luar negeri treutama dalam rangka perdagangan dan bantuan mempunyai pengaruh
utama, tidak saja dalam pengarahan politik luar negeri tetapi juga dalam rangka penyempurnaan
administrasinya.
Demikian pula erat hubungannya antara aspek ekonomi dengan administrasi pembangunan
dalam proses pembangunan dan pembinaan bangsa. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu
bagian dari proses perkembangan social, politik, psikologi, kebudayaan, administrasi dan
ekonomi yang disebut pembangunan atau modernisasi. Negara-negara baru berkembang pada
umumnya memberikan prioritas yang tinggi terhadap pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan
karena perbedaan yang mencolok dalam tingkat pertumbuhan antara negara adalah di bidang
ekonomi materiil.
Berbagai aspek sosial-budaya perlu mendapatkan perhatian dalam administrasi
pembangunan. Bahkan proses pembangunan yang sebenarnya, haruslah merupakan perubahan
sosial-budaya. Agar pembangunan menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju sendiri (self
sustaining process) tergantung pada manusia dan struktur sosialnya. Jadi bukan hanya yang
dikonsepsikan sebagai usaha pemerintah belaka. Pembangunan tergantung dari suatu “innerwill”,
proses emansipasi diri. Dan partisipasi kreatif dalam proses pembangunan menjadi mungkin
karena proses pendewasaan.
Ciri masyarakat tradisional:
1. Terkait pada tempat asal
2. Orientasi “status”
3. Hubungan pribadi (persoonlijk)
4. Loyalitas primodial (agama, golongan, suku, keluarga)
5. Organisasi keluarga, ikatan bersifat pribadi
6. Organisasi kecil-kecil (frakturisasi)
7. Orientasi terhadap waktu lampau
8. Bergantung pada nasib
9. Hubungan dengan alam: penyesuaian
10. Terhadap kekuasaan: hierarkis
11. Kebudayaan ekspresif
Ciri masyarakat modern:
1. Mobilitas
2. Orientasi hasil presuasi (achievement)
3. Hubungan non pribadi, atas dasar masalah (zakelijk)
4. Loyalitas perlingkup (averarching) negara, kedinasan, profesi
5. Organisasi non pribadi, ikatan kempentingan atau berorientasi tujuan
6. Organisasi besar (organisasi revolution) (efficiency)
7. Orientasi terhadap hari depan
8. Persoalan yang ditimbulkan manusia dapat diatasi oleh manusia
9. Hubungan dengan alam: mengatasi setidak-tidaknya mengatur
10. Coarchis
11. Kebudayaan progresif
S.P. Siagian mengklasifikasikan elite masyarakat kedalam beberapa golongan, yaitu:
1. Elite politik,
2. Elite administratif,
3. Elite cendekiawan,
4. Elite dunia usaha,
5. Elite militer, dan
6. Elite pembinaan pendapatan umum (informed observer)
Administrasi pembangunan juga erat kaitannya dengan perkembangan ilmu, teknologi dan
perkembangan fisik. Administrasi pembangunan perlu memberikan sarana terkait dengan
pertumbuhan ilmu, teknologi, dan perkembangan fisik. Administrasi pembanguna juga perlu
memberikan perhatian terhadap pengembangan sumber-sumber alam, pemanfaatan dan
pemeliharaan lingkungan hidup. Pembangunan pada dasarnya adalah usaha yang akan
mempengaruhi dan merubah potensi sumber-sumber dan keadaan lingkungan hidup.
Pembinaan dan pengembangan aspek konstitusionil yang perlu diperhatikan dalam
administrasi pembangunan meliputi pembinaan institusi politik, ekonomi, sosial, pendidikan dan
lain-lain. Proses pembaharuan dan pembangunan juga merupaka suatu proses pembinaan
institusi-institusi di dalam masyarakat yang baru dan bahkan mungkin penghapusan institusi-
institusi masyarakat yang lama. Pengembangan institusi ini merupakan bagian dari proses
pengembangan sosial yang lebih luas. Dalam proses itu bukan saja akan terbina atau terhapusnya
institusi, tetapi juga sering terjadi perubahan-perubahan dari pada unsur-unsur ini.
………………………………………
Ciri Ilmu Administrasi Negara dan Ilmu Administrasi Pembangunan
Juni 19, 2011 · Filed under EKONOMI
Pembedaan konsep administrasi negara dengan administrasi pembangunan dapat dilihat dari ciri yang melekat pada keduanya. Administrasi pembangunan masih mendasarkan diri pada prinsip administrasi negara dan peralatan analisis administrasi pembangunan masih memakai peralatan analisis administrasi negara. Namun begitu, administrasi pembangunan rnempunyai ciri yang lebih maju dari administrasi negara. Beberapa ciri pembedaan tersebut sebagai berikut:
A. Ciri Administrasi Negara
1. Lebih banyak terkait dengan lingkungan masyarakat negara maiu.2. Dalam ilmu administrasi negara terdapat kelompok yang cenderung berpendapat turut
berperannya administrasi negara dalam proses perumusan kebijaksanaan, tapi peranan itu tetap
masih kurang ditekankan. Bahkan ada yang menyebut administrasi negara bersikap netral terhadap tujuan-tujuan pembangunan/masyarakat.
3. Lebih menekankan kepada pelaksanaan yang tertib/efisien dari unit-unit kegiatan pemerintahan pada waktu itu. Orientasi hanya masa kini.
4. 4. Lebih menekankan pada tugas-tugas umum (rutin) dalam rangka pelayanan masyarakat (public service) dan tertib pemerintah (law of order). Administrasi negara lebih bersikap sebagai balancing agent.
5. Sebagai akibat dari hal yang disebutkan sebelumnya, rnaka administrasi negara iebih melihat kepada kerapian aparatur administrasi itu sendiri.
6. Dalam administrasi negara seakan-akan ada kesan menempatkan administrator dalam aparatur pemerintah sekedar sebagai pelaksana.
7. Lebih berpendekatan legalitas (legalitas approach).
B. Ciri Administrasi Pembangunan
1. Lebih memberi tekanan / perhatian terhadap lingkungan masyarakat yang berbeda-beda, terutama bagi lingkungan masyarakat negara baru berkembang.
2. Administrasi pembangunan mempunyai peran aktif dan berkepentingan (Comitted) terhadap tujuan-tujuan pembangunan, balk dalam perumusan kebijaksanaannya maupun dalam pelaksanaannya yang efektif: bahkan administrasi ikut serta mempengaruhi tujuan-tujuan pernbangunan rnasyarakat dan menunjang pencapaian tujuan-tujuan sosial, ekonomi, dll yang dirumuskan kebijaksanaannya rnelalui proses politik.
3. Justru berorientasi kepada usaha-usaha yang mendorong perubahan- perubahan (inovasi) ke arah keadaan yang dianggap lebih baik untuk suatu masvarakat di masa depan. Berorientasi masa depan.
4. Lebih berorientasi kepada pelaksanaan tugas-tugas pembangunan (Development Functions) dari pemerintah. Dalam hal ini adalah kemampuan untuk merumuskan kebijakan pembangunan dan pelaksanaanya yang efektif seperti yang telah disebutkan terdahulu. Juga dapat disebutkan sebagai kemampuan dan pengendalian instrumen-instrumen bagi pencapaian tujuan-tujuan pembangunan. Administrasi pembangunan bersikap sebagai development agent.
5. Administrasi pembangunan harus mengkaitkan diri dengan substansi perumusan kebijaksanaan dan pelaksanaan tujuan-tujuan pembangunan diberbagai bidang yaitu ekonomi, sosial, budaya dll. Dengan perkataan lain administrasi dari kebijakan dan isi program-program pembangunan.
6. Dalam administrasi pembangunan, administrator dalam aparatur pemerintah juga bisa sebagai penggerak perubahan (change Agent).
7. Lebih berpendekatan lingkungan (Ecological Approach) berorientasi kepada kegiatan (Action Oriented) dan bersifat pemecahan masalah (Problem Solving).
Berdasarkan pembedaan ciri tersebut, dapat dikatakan bahwa administrasi pembangunan adalah suatu pendekatan atau pemikiran baru dari ilmu administrasi negara. Cara pendekatan tidak saja rnementingkan masalah tertib administrasi termasuk efisiensi kegiatan unit pemerintahan masa kini, melainkan ada pula bagian pendekatan yang rnenunjukkan lebih majunya adiministrasi pembangunan. Ada dua ciri utama yang membedakan dan dianggap paling penting, Pertama; orientasi administrasi pembangunan yaitu kepada usaha-usaha kearah perubahan-perubahan keadaan yang dianggap lebih baik. Bahkan administrasi pembangunan dimaksudkan untuk membantu dan mendorong ke arah perubahan-perubahan mendasar (basic changes) diberbagai bidang sehingga memberikan hasil akhir terdapatnya proses pembanqunan, dan kedua;
pendekatan administrasi pembangunan adalah bahwa perbaikan dan penyempurnaan administrasi dikaitkan dengan prospek perkembangan di bidang-bidang lain, seperti ekonomi, sosial, politik dan lain-lain.
Pendekatan administrasi pembangunan merupakan cara pendekatan yang merupakan bagian dari suatu keseluruhan proses pembangunan sebagai suatu proses perubahan sosial yang menyeluruh. Administrasi memberian jasa untuk pembangunan dan menjadi hasil dari pembangunan. Secara khusus pembangunan ekonomi perlu adanya administrasi yang cocok dan sepadan untuk itu, lalu diharapkan akan menghasilkan administrasi pembangunan yang baik, termasuk para pelaksananya.
https://parmadiseme.wordpress.com/2011/06/19/ciri-ilmu-administrasi-negara-dan-ilmu-administrasi-pembangunan/
umpulan materi administrasi pembangunan, tugas kasim
1. Apa yang dimaksud dengan administrasi pembangunan ?
Jawaban :
Sisi pertama dari administrasi pembangunan adalah administrasi dari atau bagi pembangunan
(administration of development). Banyak cara pendekatan untuk mengkaji administrasi. Bisa dari segi
komponennya, kegiatannya maupun prosesnya. Bisa juga menggunakan pendekatan yang relatif baru
berkembang yaitu kebijaksanaan publik, seperti yang telah diuraikan di atas. Namun, untuk dasar
pemahaman dapat digunakan pendekatan Waldo (1992), bahwa kalau kita cerminkan administrasi untuk
mencari wujudnya, maka ditemukan dua aspek, yaitu manajemen dan organisasi, sedangkan
manajemen adalah fisiologinya. Organisasi biasanya digambarkan sebagai wujud statis dan mengikuti
pola tertentu, sedangkan manajemen adalah dinamis dan menunjukkan gerakan atau proses. Keduanya
dapat digunakan untuk analisis administrasi.
Untuk membahas administrasi bagi pembangunan, Lebih tepat digunakan pendekatan
manajemen. Karena itu pada dasarnya dapat dikatakan Bahwa masalah administrasi bagi pembangunan
adalah masalah manajemen pembangunan. Studi mengenai manajemen telah banyak mengilhami
perkembangan. Namun teori pokoknya tidak berubah, bahwa yaitu sekurang-kurangnya ada tiga
kegiatan besar yang dilakukan oleh manajemen, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Fungsi manajemen pada sistem administrasi mana pun, baik di negara yang sedang membangun
maupun di negara maju, sama saja, yang berbeda adalah penekanannya. Teknik atau metode
penyelenggaraannya juga dapat berbeda tergantung pada pengaruh berbagai faktor, seperti system
politik, latar belakang budaya, atau tingkat penguasaan teknologi.
Manajemen pembangunan adalah manajemen publik dengan ciri-ciri yang khas, seperti juga
administrasi pembangunan adalah administrasi publik (negara) dengan kekhasan tertentu. Untuk
analisis manajemen pembangunan dikenali beberapa fungsi yang cukup nyata (district), yakni: (1)
perencanaan, (2) pengerahan (mobilisasi) sumber daya, (3) pengerahan (menggerakkan) partisipasi
masyarakat, (4) penganggaran, (5) pelaksanaan pembangunan yang ditangani langsung oleh
pemerintah, (6) koordinasi, (7) pemantauan dan evaluasi dan (8) pengawasan. Di bawah ini akan
diuraikan lebih lanjut
berbagai fungsi tersebut, dan dilengkapi dengan (9) peran informasi yang amat penting sebagai
instrumen atau perangkat bagi manajemen. Administrasi pembangunan mencangkup dua pengertian,
yaitu administrasi dan pembangunan. Administrasi adalah keseluruhan proses pelaksanaan keputusan –
keputusan yang telah diambil dan diselenggarakan oleh dua atau lebih untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan sebelumnya, sedangkan pembangunan didefinisikan sebagai rangkaian usaha
mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu
negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation-building).
Ada beberapa pengertian administrasi pembangunan menurut para ahli. Hiram S. Phillips
mendefinisikan administrasi pembangunan sebagai rather than the traditional term of public
administration to indicate the need for a dynamic process designed particularly to meet requirements of
social and economic changes.[1] Pernyataan ini diartikan sebagai lebih baik dari pada masa tradisional
administrasi publik untuk menunjukkan kebutuhan untuk suatu proses dinamis yang didesain secara
khusus untuk mendapatkan syarat perubahan sosial dan ekonomi.
Paul Meadows mendefinisikan administrasi pembangunan sebagai development administration
can be regarded as the public management of economic and social change in term of deliberate public
policy. The development administrator is concerned with guiding change.[2] Pernyataan ini diartikan
sebagai administrasi pembangunan dapat dipandang sebagai manajemen publik perubahan ekonomi
dan sosial yang disengaja dalam masa kebijakan publik. Administrator pembangunan dapat
memfokuskan pada perubahan terarah.
Ciri – Ciri Administrasi Pembangunan
Ada beberapa ciri administrasi pembangunan menurut Irving Swerdlow[3] dan Saul M. Katz[4].
Pertama, adanya suatu orientasi administrasi untuk mendukung pembangunan. Administrasi bagi
perubahan – perubahan ke arah keadaan yang dianggap lebih baik. Keadaan yang lebih baik ini bagi
negara – negara baru berkembang dinyatakan dengan usaha ke arah modernisasi, atau pembangunan
bangsa atau pembangunan sosial ekonomi. Di dalam administrasi pembangunan, diberikan uraian
mengenai saling kait – berkaitnya administrasi dengan aspek – aspek pembangunan di bidang politik,
ekonomi, sosial-budaya, dan lain – lain. Kedua, adanya peran administrator sebagai unsur
pembangunan. Peranan serta fungsi pemerintah sangat erat kaitannya dengan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan. Administrator juga dapat menciptakan suatu sistem dan praktek
administrasi yang membina partisipasi dalam pembangunan. Ketiga, perkembangan, baik dalam ilmu
maupun pelaksanaan perencana pembangunan terdapat orientasi yang semakin besar memberikan
perhatian terhadap aspek pelaksanaan rencana. Suatu perencanaan yang berorientasi pada
pelaksanaannya akan lebih banyak memperhatikan aspek administrasi dalam aspek pembangunannya.
Keempat, administrasi pembangunan masih berdasarkan pada prinsip – prinsip administrasi negara.
Namun, administrasi pembangunan memiliki ciri – ciri yang lebih maju daripada administrasi negara.
Sondang P. Siagian juga merumuskan ciri – ciri administrasi pembangunan[5]. Pertama,
Administasi pembangunan lebih memberikan perhatian terhadap lingkungan masyarakat yang berbeda
– beda, terutama bagi lingkungan masyarakat negara – negara baru berkembang. Kedua, administrasi
pembangunan mempunyai peran aktif dan berkepentingan terhadap tujuan – tujuan pembangunan,
baik dalam perumusan kebijaksanaannya maupun dalam pelaksanaannya yang efektif. Bahkan,
administrasi ikut serta mempengaruhi tujuan – tujuan pembangunan masyarakat dan menunjang
pencapaian tujuan – tujuan sosial, ekonomi, dan lain – lain yang dirumuskan kebijaksanaannya dalam
proses politik. Ketiga, administrasi pembangunan berorientasi kepada usaha – usaha yang mendorong
perubahan ke arah keadaan yang dianggap lebih baik untuk suatu masyarakat di masa depan atau
berorientasi masa depan. Keempat, administrasi pembangunan lebih berorientasi kepada pelaksanaan
tugas – tugas pembangunan dari pemerintah. Administrasi pembangunan lebih bersikap sebagai
”development agent”, yakni kemampuan untuk merumuskan kebijaksanaan – kebijaksanaan
pembangunan dan pelaksanaan yang efektif, serta sebagai kemampuan dan pengendalian instrumen –
instrumen bagi pencapaian tujuan – tujuan pembangunan. Kelima, administrasi pembangunan harus
mengaitkan diri dengan substansi perumusan kebijaksanaan dan pelaksanaan tujuan – tujuan
pembangunan di berbagai bidang yaitu ekonomi, sosial, budaya, dan lain – lain. Keenam, dalam
administrasi pembangunan, administrator dalam aparatur pemerintah juga bisa menjadi pergerak
perubahan. Ketujuh, administrasi pembangunan lebih berpendekatan lingkungan, berorientasi pada
kegiatan, dan bersifat pemecahan masalah. Ketiga unsur ini disebut mission driven.
Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan
Menurut Bintoro Tjokroamidjojo, ada beberapa gambaran mengenai ruang lingkup administrasi
pembangunan. Pertama, administrasi pembangunan mempunyai dua fungsi, yaitu the development of
administration dan the administration of development. The development of administration menyangkut
usaha penyempurnaan organisasi, pembinaan lembaga yang diperlukan, kepegawaian, tata kerja, dan
pengurusan sarana – sarana administrasi lainnya, sedangkan the administration of development
menyangkut masalah perumusan kebijaksanaan – kebijaksanaan dan program – program pembangunan
di berbagai bidang serta pelaksanaannya secara efektif. Kedua, administrasi untuk pembangunan dapat
dibagi menjadi dua subfungsi. Pertama, perumusan kebijaksanaan pembangunan. Formulasi
kebijaksanaan negara atau pemerintah tidak hanya dilakukan dalam proses administrasi, tetapi juga
dalam tingkat tertentu dalam proses politik. Kebijaksanaan dan program dirumuskan dalam suatu
rencana pembangunan. Mekanisme dan tata kerja dalam proses analisa, perumusan dan pengambilan
keputusan mengenai kebijaksanaan dan program pembangunan tersebut dapat diupayakan untuk
disempurnakan. Kedua, pelaksanaan dari kebijaksanaan dan program tersebut dahulu secara efektif.
Untuk melakukannya, administrator memerlukan penyusunan instrumen – instrumen yang baik. Ada
dua kegiatan yang mendapat perhatian. Pertama, masalah kepemimpinan, koordinasi, pengawasan, dan
fungsi administrator sebagai unsur pembangunan. Kedua, pengendalian atau pengurusan yang baik dari
administrasi fungsionil, seperti perlembagaan dalam arti sempit, kepegawaian, pembiayaan
pambangunan, dan lain – lain sebagai sarana pencapaian tujuan kebijaksanaan dan program
pembangunan.
Bagaimanakah Administrasi Pembangunan sebagai Paradigma Administrasi Negara
Jawaban :
A. Definisi Paradigma
Paradigma menjadi konsep yang menarik perhatian ilmuwan sejak Thomas Kuhn menulis buku ”The
Structure of Scientific Revolution”. Sungguh pun latar belakang Kuhn adalah bidang ilmu alam, namun
pandangan paradigmatik Kuhn banyak mempengaruhi pengamat dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan sosial, termasuk ilmu administrasi negara.
Untuk memahami perkembangan paradigma dalam ilmu administrasi negara, perlu diketahui terlebih
dahulu apa makna dari paradigma. Secara etimologis, kata “paradigm” berasal dari bahasa Yunani
“paradeigma” yang berarti pola ( pattern) atau contoh (example). Oxford English Dictionary
merumuskan paradigma sebagai “ a pattern or model, an exemplar”.
Secara umum paradigma diartikan sebagai :
Cara kita memandang sesuatu (point of view), sudut pandang, atau keyakinan (belief).
Cara kita memahami dan menafsirkan suatu realitas.
Paradigma seperti ‘peta’ atau ‘kompas’ di kepala. Kita melihat atau memahami segala sesuatu
sebagaimana yang seharusnya .
American Heritage Dictionary merumuskan paradigma sebagai :
Serangkaian asumsi, konsep, nilai-nilai, dan praktek-praktek yang diyakini oleh suatu komunitas dan
menjadi cara pandang suatu realitas ( A set of assumptions, concepts, and values, and practices that
constitutes a way of viewing reality for the community that shares them).
Thomas Kuhn :
Paradigma adalah suatu cara pandang , nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar, atau cara
memecahkan sesuatu masalah , yang dianut oleh suatu masyarakat ilmiah pada masa tertentu.
Menurut Thomas Kuhn , krisis akan timbul apabila suatu permasalahan yang dihadapi masyarakat tidak
dapat dijelaskan atau tidak dapat dipecahkan secara memuaskan dengan menggunakan pendekatan
suatu paradigma. Krisis ini akan mendorong suatu “scientific revolution” di kalangan masyarakat
ilmuwan untuk melakukan penilaian atau pemikiran kembali paradigma yang ada dan mencoba
menemukan paradigma baru yang dapat memberikan penjelasan dan alternatif pemecahan yang
dihadapi secara lebih memuaskan.
B. Perkembangan Paradigma Administrasi Negara
Dalam hubungannya dengan perkembangan ilmu administrasi publik, krisis akademis terjadi beberapa
kali sebagaimana terlihat dari pergantian paradigma yang lama dengan yang baru. Nicholas Henry
melihat perubahan paradigma ditinjau dari pergeseran locus dan focus suatu disiplin ilm. Fokus
mempersoalkan “what of the field” atau metode dasar yang digunakan atau cara-cara ilmiah apa yang
dapay digunakan untuk memecahkan suatu persoalan. Sedang locus mencakup “where of the field” atau
medan atau tempat dimana metode tersebut digunakan atau diterapkan.
Berdasarkan locus dan focus suatu disiplin ilmu, Henry membagi paradigma administrasi negara menjadi
lima, yaitu :
Paradigma Dikotomi Politik dan Administrasi (1900-1926)
Paradigma Prinsip-Prinsip Administrasi (1927-1937)
Paradigma Administrasi Negara sebagai Ilmu Politik (1950-1970)
Paradigma Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi (1956-1970)
Paradigma Administrasi Negara sebagai Administrasi Negara (1970an)
Pada tahun 1970an, George Frederickson memunculkan model Administrasi Negara Baru (New Public
Administration). Paradigma ini merupakan kritik terhadap paradigma administrasi negara lama yang
cenderung mengutamakan pentingnya nilai ekonomi seperti efisiensi dan efektivitas sebagai tolok ukur
kinerja administrasi negara. Menurut paradigma Administrasi Negara Baru, administrasi negara selain
bertujuan meraih efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan juga mempunyai komitmen untuk
mewujudkan manajemen publik yang responsif dan berkeadilan (social equity).
Pada tahun 1980 – 1990an muncul paradigma baru dengan berbagai macam sebutan seperti
’managerialism’, ’new public management’, ’reinventing government’, dan sebagainya. Paradigma
administrasi negara yang lahir pada era tahun 1990an pada hakekatnya berisi kritikan terhadap
administrasi model lama yang sentralistis dan birokratis. Ide dasar dari paradigma semacam NPM dan
Reinventing Government adalah bagaimana mengadopsi model manajemen di dunia bisnis untuk
mereformasi birokrasi agar siap menghadapi tantangan global.
Pada tahun 2003, muncul paradigma New Public Service (NPS) yang dikemukakan oleh Dernhart dan
Derhart. Paradigma ini mengkritisi pokok-pokok pemikiran paradigma administrasi negara pro-pasar. Ide
pokok paradigma NPS adalah mewujudkan administrasi negara yang menghargai citizenship, demokrasi
dan hak asasi manusia.
Untuk memberikan gambaran tentang perkembangan paradigma dalam teori administrasi negara, buku
ini membatasi pada empat paradigma yaitu Paradigma Administrasi Negara Tradisional atau disebut
juga sebagai paradigma Administrasi Negara Lama (Old Public Administration), Paradigma New Public
Administration, Paradigma New Public Management, dan Paradigma Governance /New Public Service.
Paradigma Administrasi Negara Lama
Paradigma Administrasi Negara Lama dikenal juga dengan sebutan Administrasi Negara Tradisional atau
Klasik. Paradigma ini merupakan paradigma yang berkembang pada awal kelahiran ilmu administrasi
negara. Tokoh paradigma ini adalah antara lain adalah pelopor berdirinya ilmu administrasi negara
Woodrow Wilson dengan karyanya “The Study of Administration”(1887) serta F.W. Taylor dengan
bukunya “Principles of Scientific Management”
Dalam bukunya ”The Study of Administration”, Wilson berpendapat bahwa problem utama yang
dihadapi pemerintah eksekutif adalah rendahnya kapasitas administrasi. Untuk mengembangkan
birokrasi pemerintah yang efektif dan efisien, diperlukan pembaharuan administrasi pemerintahan
dengan jalan meningkatkan profesionalisme manajemen administrasi negara. Untuk itu, diperlukan ilmu
yang diarahkan untuk melakukan reformasi birokrasi dengan mencetak aparatur publik yang profesional
dan non-partisan. Karena itu, tema dominan dari pemikiran Wilson adalah aparat atau birokrasi yang
netral dari politik. Administrasi negara harus didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen ilmiah dan
terpisah dari hiruk pikuk kepentingan politik. Inilah yang dikenal sebagai konsep dikotomi politik dan
administrasi. Administrasi negara merupakan pelaksanaan hukum publik secara detail dan terperinci,
karena itu menjadi bidangnya birokrat tehnis. Sedang politik menjadi bidangnya politisi.
Ide-ide yang berkembang pada tahun 1900-an memperkuat paradigma dikotomi politik dan
administrasi, seperti karya Frank Goodnow ”Politic and Administration”. Karya fenomenal lainnya adalah
tulisan Frederick W.Taylor ”Principles of Scientific Management (1911). Taylor adalah pakar manajemen
ilmiah yang mengembangkan pendekatan baru dalam manajemen pabrik di sector swasta – Time and
Motion Study. Metode ini menyebutkan ada cara terbaik untuk melaksanakan tugas tertentu.
Manajemen ilmiah dimaksudkan untuk meningkatkan output dengan menemukan metode produksi
yang paling cepat, efisien, dan paling tidak melelahkan.Jika ada cara terbaik untuk meningkatkan
produktivitas di sector industri, tentunya ada juga cara sama untuk organisasi public.Wilson
berpendapat pada hakekatnya bidang administrasi adalah bidang bisnis, sehingga metode yang berhasil
di dunia bisnis dapat juga diterapkan untuk manajemen sektor publik.
Teori penting lain yang berkembang adalah analisis birokrasi dari Max Weber. Weber mengemukakan
ciri-ciri struktur birokrasi yang meliputi hirarki kewenangan, seleksi dan promosi berdasarkan merit
system, aturan dan regulasi yang merumuskan prosedur dan tanggungjawab kantor, dan sebagainya.
Karakteristik ini disebut sebagai bentuk kewenangan yang legal rasional yang menjadi dasar birokrasi
modern.
Ide atau prinsip dasar dari Administrasi Negara Lama (Dernhart dan Dernhart, 2003) adalah :
Fokus pemerintah pada pelayanan publik secara langsung melalui badan-badan pemerintah.
Kebijakan publik dan administrasi menyangkut perumusan dan implementasi kebijakan dengan
penentuan tujuan yang dirumuskan secara politis dan tunggal.
Administrasi publik mempunyai peranan yang terbatas dalam pembuatan kebijakan dan
kepemerintahan, administrasi publik lebih banyak dibebani dengan fungsi implementasi kebijakan publik
Pemberian pelayanan publik harus dilaksanakan oleh administrator yang bertanggungjawab kepada
”elected official” (pejabat/birokrat politik) dan memiliki diskresi yang terbatas dalam menjalankan
tugasnya.
Administrasi negara bertanggungjawab secara demokratis kepada pejabat politik
Program publik dilaksanakan melalui organisasi hirarkis, dengan manajer yang menjalankan kontrol dari
puncak organisasi
Nilai utama organisasi publik adalah efisiensi dan rasionalitas
Organisasi publik beroperasi sebagai sistem tertutup, sehingga partisipasi warga negara terbatas
Peranan administrator publik dirumuskan sebagai fungsi POSDCORB
Paradigma Administrasi Negara Baru
Paradigma ini berkembang tahun 1970an. Paradigma Administrasi Negara Baru (New Public
Administration) muncul dari perdebatan hangat tentang kedudukan administrasi negara sebagai disiplin
ilmu maupun profesi. Dwight Waldo menganggap administrasi negara berada dalam posisi revolusi ( a
time of revolution) sehingga mengundang para pakar ilmu administrasi negara dalam suatu konferensi
yang menghasilkan kumpulan makalah ”Toward a New Public Administration : The Minnowbrook
Perspective” (1971). Tujuan konferensi ini adalah mengidentifikasi apa saja yang relevan dengan
administrasi negara dan bagaimana disiplin administrasi negara harus menyesuaikan dengan tantangan
tahun 1970an. Salah satu artikel dalam kumpulan makalah ini adalah karya George Frederickson
berjudul ”The New Public Administration”.
Paradigma New Public Administration pada dasarnya mengkritisi paradigma administrasi lama atau
klasik yang terlalu menekankan pada parameter ekonomi. Menurut paradigma Administrasi Negara
Baru, kinerja administrasi publik tidak hanya dinilai dari pencapaian nilai ekonomi ,efisiensi, dan
efektivitas ,tapi juga pada nilai “social equity” (disebut sebagai pilar ketiga setelah nilai efisiensi dan
efektivitas). Implikasi dari komitmen pada ”social equity”, maka administrator publik harus menjadi
’proactive administrator’ bukan sekedar birokrat yang apolitis.
Fokus dari Administrasi Negara Baru meliputi usaha untuk membuat organisasi publik mampu
mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan secara maksimal yang dilaksanakan dengan pengembangan sistem
desentralisasi dan organisasi demokratis yang responsif dan partisipatif, serta dapat memberikan
pelayanan publik secara merata. Karena administrasi negara mempunyai komitmen untuk mewujudkan
nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan (social equity), maka Frederickson menolak pandangan bahwa
administrator dan teori-teori administrasi negara harus netral dan bebas nilai.
Paradigma New Public Management
Paradigma New Public Management (NPM) muncul tahun 1980an dan menguat tahun 1990an sampai
sekarang. Prinsip dasar paradigma NPM adalah menjalankan administrasi negara sebagaimana
menggerakkan sektor bisnis (run government like a business atau market as solution to the ills in public
sector). Strategi ini perlu dijalankan agar birokrasi model lama - yang lamban, kaku dan birokratis – siap
menjawab tantangan era globalisasi .
Model pemikiran semacam NPM juga dikemukakan oleh David Osborne dan Ted Gaebler (1992) dalam
konsep ”Reinventing Government”.Osbone dan Gaebler menyarankan agar meyuntikkan semangat
wirausaha ke dalam sistem administrasi negara. Birokrasi publik harus lebih menggunakan cara
”steering” (mengarahkan) daripada ”rowing” (mengayuh). Dengan cara ”steering”, pemerintah tidak
langsung bekerja memberikan pelayanan publik, melainkan sedapat mungkin menyerahkan ke
masyarakat. Peran negara lebih sebagai fasilitator atau supervisor penyelenggaraan urusan publik.
Model birokrasi yang hirarkis-formalistis menjadi tidak lagi relevan untuk menjawab problem publik di
era global.
Ide atau prinsip dasar paradigma NPM (Dernhart dan Dernhart, 2003) adalah :
Mencoba menggunakan pendekatan bisnis di sektor publik
Penggunaan terminologi dan mekanisme pasar , dimana hubungan antara organisasi publik dan
customer dipahami sebagaimana transaksi yang terjadi di pasar.
Administrator publik ditantang untuk dapat menemukan atau mengembangkan cara baru yang inovatif
untuk mencapai hasil atau memprivatisasi fungsi-fungsi yang sebelumnya dijalankan pemerintah
”steer not row” artinya birokrat/PNS tidak mesti menjalankan sendiri tugas pelayanan publik, apabila
dimungkinkan fungsi itu dapat dilimpahkan ke pihak lain melalui sistem kontrak atau swastanisasi.
NPM menekankan akuntabilitas pada customer dan kinerja yang tinggi, restrukturisasi birokrasi,
perumusan kembali misi organisasi, perampingan prosedur, dan desentralisasi dalam pengambilan
keputusan
Paradigma New Public Service dan Governance
Paradigma New Public Service (NPS) merupakan konsep yang dimunculkan melalui tulisan Janet
V.Dernhart dan Robert B.Dernhart berjudul “The New Public Service : Serving, not Steering” terbit tahun
2003. Paradigma NPS dimaksudkan untuk meng”counter” paradigma administrasi yang menjadi arus
utama (mainstream) saat ini yakni paradigma New Public Management yang berprinsip “run government
like a businesss” atau “market as solution to the ills in public sector”.
Menurut paradigma NPS , menjalankan administrasi pemerintahan tidaklah sama dengan organisasi
bisnis. Administrasi negara harus digerakkan sebagaimana menggerakkan pemerintahan yang
demokratis. Misi organisasi publik tidak sekedar memuaskan pengguna jasa (customer) tapi juga
menyediakan pelayanan barang dan jasa sebagai pemenuhan hak dan kewajiban publik.
Paradigma NPS memperlakukan publik pengguna layanan publik sebagai warga negara (citizen) bukan
sebagai pelanggan (customer). Administrasi negara tidak sekedar bagaimana memuaskan pelanggan tapi
juga bagaimana memberikan hak warga negara dalam mendapatkan pelayanan publik. Cara pandang
paradigma NPS ini ,menurut Dernhart (2008), diilhami oleh (1) teori politik demokrasi terutama yang
berkaitan dengan relasi warga negara (citizens) dengan pemerintah, dan (2) pendekatan humanistik
dalam teori organisasi dan manajemen.
Paradigma NPS memandang penting keterlibatan banyak aktor dalam penyelenggaraan urusan publik .
Dalam administrasi publik apa yang dimaksud dengan kepentingan publik dan bagaimana kepentingan
publik diwujudkan tidak hanya tergantung pada lembaga negara. Kepentingan publik harus dirumuskan
dan diimplementasikan oleh semua aktor baik negara, bisnis, maupun masyarakat sipil. Pandangan
semacam ini yang menjadikan paradigma NPS disebut juga sebagai paradigma Governance. Teori
Governance berpandangan bahwa negara atau pemerintah di era global tidak lagi diyakini sebagai satu-
satunya institusi atau aktor yang mampu secara efisien, ekonomis dan adil menyediakan berbagai
bentuk pelayanan publik sehingga paradigma Governance memandang penting kemitraan (partnership)
dan jaringan (networking) antar banyak stakeholders dalam penyelenggaraan urusan publik.
Sumber :
Tri Kadarwati. 2001. Administrasi Negara Perbandingan. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Yeremias T. Keban. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik : Konsep, Teori dan Isu. Penerbitan Gaya
Media. Yogyakarta
Owen E.Hughes. Public Management and Administration: An Introduction. St. Martin’s Press,Inc. New
York.1994
Janet V. Dernhart dan Robert B. Dernhart. 2003. The New Public Service : Serving, not Steering. M.E
Sharpe, New York.
Robert B. Dernhart. 2008. Theories of Public Organization. Thomson & Wadsworth. USA.Fifth Edition
2. bagaimanakah cara-cara Pendekatan Administrasi Pembangunan ?
jawaban:
Secara garis besar ada dua pendekatan yang dapat diketengahkan untuk mewakili banyak pandangan
mengenai administrasi negara yang berkaitan dengan etika, yaitu (1) pendekatan teleologi, dan (2)
pendekatan deontologi.
Pertama, pendekatan teleologi. Pendekatan teleologi terhadap etika administrasi berpangkal tolak
bahwa apa yang baik dan buruk atau apa yang seharusnya dilakukan oleh administrasi, acuan utamanya
adalah nilai kemanfaatan yang akan diperoleh atau dihasilkan, yakni baik atau buruk dilihat dari
konsekuensi keputusan atau tindakan yang diambil. Dalam konteks administrasi negara, pendekatan
teleologi mengenai baik dan buruk ini, diukur antara lain dari pencapaian sasaran kebijaksanaan –
kebijaksanaan – kebijaksanaan publik (seperti pertumbuhan ekonomi, pelayanan kesehatan,
kesempatan
untuk mengikuti pendidikan, kualitas lingkungan), pemenuhan pilihan – pilihan masyarakat atau
perwujudan kekuasaan organisasi, bahkan kekuasaan perorangan kalau itu menjadi tujuan administrasi.
Pendekatan ini terdiri atas berbagai kategori, tetapi ada dua yang utama. Pertama adalah ethical
egoism, yang berupaya mengembangkan kebaikan bagi dirinya. Yang amat dikenal disini adalah Niccolo
Machaveavelli, seorang birokrat di Itali pada abad ke-15, yang menganjurkan bahwa kekuasaan dan
survival pribadi adalah tujuan yang benar untuk seorang administrator pemerintah. Kedua adalah
utilitarianism, yang pangkal tolaknya adalah prinsip kefaedahan (utility), yaitu mengupayakan yang
terbaik untuk sebanyak – banyaknya orang. Prinsip ini sudah berakar sejak lama, terutama pada
pandangan – pandangan abad ke-19, antara lain dari Jeremy Bentham dan John Stuart Mills. Namun, di
antara keduanya yaitu egoism dan utilitarianism, tidak terdapat jurang pemisah yang tajam karena
merupakan suatu kontinuum, yang di antaranya dapat ditempatkan, misalnya, pandangan Weber bahwa
seorang birokrat sesungguhnya bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri pada waktu ia melaksanakan
perintah atasanya, yang oleh Chandler (1994) disebut sebagai a disguise act of ego.
Namun, dapat diperkirakan bahwa dalam masa modern dan pasca modern ini pandangan utilitarianism
dari kelompok pendakatan teleologis ini memperoleh lebih banyak perhatian. Dalam pandangan ini yang
amat pokok adalah bukan memperhatikan nilai – nilai moral, tetapi konsekuensi dari keputusan dan
tindakan administrasi itu bagi masyarakat. Kepentingan umum (public interest) merupakan ukuran
penting menurut pendekatan ini. Disini ditemui berbagai masalah, antara lain :
(1) Siapa yang menentukan apakah sesuatu sasaran, ukuran atau hasil yang dikehendaki didasarkan
kepentingan umum, dan bukan kepentingan si pengambil keputusan, atau kelompoknya, atau kelompok
yang ingin diuntungkan.
(2) Di mana batas antara hak perorangan dengan kepentingan umum. Jika kepentingan umum
mencerminkan dengan mudah kepentingan individu, maka masalahnya sederhana. Namun, jika ada
perbedaan tajam antara keduanya, maka akan timbul masalah yang lebih rumit.
(3) Bagaimana membuat perhitungan yang tepat bahwa langkah – langkah yang dilakukan akan
menguntungkan kepentingan umum dan tidak merugikan. Hal ini penting karena kekuatan dari
pendekatan (utilitarianism) ini adalah bahwa karena kekuatan dari pendekatan manfaat yang sebesar –
besarnya dan kerugian yang sekecil – kecilnya, untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Atau
dengan kata lain efisiensi. Salah satu jawaban yang juga berkembang adalah apa yang disebut pilihan
(public choice) suatu teori yang berkembang atas dasar prinsip – prinsip ekonomi.
Pandangan ini berpangkal pada pilihan – pilihan perorangan (individual choices) sebagai basis dari
langkah – langkah politik dan administratif. Memaksimalkan pilihan – pilihan individu merupakan
pandangan teleologis yang paling pokok dengan mengurangi sekecil mungkin biaya atau beban dari
tindakan kolektif terhadap individu. Konsep ini berkaitan erat dengan prinsip – prinsip ekonomi pasar
dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan. Dengan sendirinya akan ada konflik dalam
pilihan – pilihan tersebut, dan bagaimana mengelola konflik – konflik itu merupakan tantangan pokok
bagi administrasi dalam merancang dan mengelola badan – badan dan program – program publik. Tidak
semua pihak merasa puas dengan pendekatan – pendekatan tersebut. Munculnya pandangan –
pandangan mengenai etika administrasi menjelang akhir abad ke 20 ini justru berkaitan erat dengan
upaya
menundukkan etika atau moral sebagai prinsip utama (guiding principles) dalam administrasi. Hal ini
merupakan tema dari pendekatan yang kedua, yaitu pendekatan deontologi.
Pendekatan ini berdasar pada prinsip – prinsip moral yang harus ditegakkan karena kebenaran yang ada
dalam dirinya, dan tidak terkait dengan akibat atau konsekuensi dari keputusan atau tindakan yang
dilakukan.
Asasnya adalah bahwa proses administrasi harus berlandaskan pada nilai – nilai moral yang mengikat.
Pendekatan inipun, tidak hanya satu garisnya. Yang amat mendasar adalah pandangan yang bersumber
pada falsafah Immanuel Kant (1724-1809), yaitu bahwa moral adalah imperatif dan kategoris, yang tidak
membenarkan pelanggaran atasnya untuk tujuan apapin, meskipun karena itu masyarakat dirugikan
atau jatuh korban.
Berbeda dengan pandangan Kantian tersebut, adapula pandangan relativisme dalam moral dan
kebudayaan, yang menolak kekuatan dan absolutism dalam memberi nilai pada moral. Menurut
pandangan ini suatu peradaban atau kebudayaan akan menghasilkan sistem nilainya sendiri yang dapat
tapi tidak harus selalu sama dengan peradaban atau kebudayaan lain. Dari pokok pikiran tersebut
berkembang pandangan – pandangan yang disebut situalionism yang bertentangan dengan paham
universalism. Situation ethics ini intinya adalah bahwa determinan dari moralitas yang ditetapkan
senantiasa terkait dengan situasi tertentu. Dalam dunia praktik, yang menjadi dua administrasi,
masukkan nilai – nilai moral ke dalam administrasi meruapakan upaya yang tidak mudah, karena harus
mengubah pola pikir yang sudah lama menjiwai administrasi, seperti yang dicerminkan oleh paham
utilitarianism. Oleh karena memang per definisi administrasi adalah usaha bersama untuk mencapai
suatu tujuan, maka pencapaian tujuan itu merupakan nilai utama dalam administrasi selama ini.
Selanjutnya, Fox (1994) mengetengahkan tiga pandangan yang menggambarkan pendekatan deontology
dalam etika administrasi ini. Pertama, pandangan mengenai keadilan sosial, yang muncul bersama
berkembang konsep administrasi negara baru (antara lain Frederickson dan Hart, 1985). Seperti telah
diungkapkan di atas, menurut pandangan ini administrasi Negara haruslah secara pro-aktif mendorong
terciptanya pemerataan atau keadilan sosial (Social equity). Pandangan ini tidak lepas dari pengaruh
John Rawls (1971), dengan Theory of Justice-nya yang menjadi rujukan dari berbagai teori pemerataan
dan keadilan sosial.
Mereka melihat bahwa masalah yang dihadapi oleh administrasi negara modern adalah adanya
ketidakseimbangan dalam kesempatan. Sehingga mereka yang kaya, memiliki pengetahuan, dan
terorganisasi dengan baik memperoleh posisi yang senantiasa menguntungkan dalam negara. Dengan
lain perkataan, secara etika, administrasi harus membantu yang miskin, yang kurang memiliki
pengetahuan dan tidak terorganisasi.
Pandangan ini cukup berkembang meskipun didunia akademik banyak juga yang mengkritiknya. Kedua,
apa yang disebut regime values atau regime norms. Pandangan ini bersumber dari Rohr (1989), yang
berpendapat bahwa etika administrasi negara harus mengacu kepada nilainilai yang melandasi
keberadaan negara yang bersangkutan. Dalam hal ini ia merujuk pada konstitusi Amerika yang harus
menjadi landasan etika administrasi dinegara itu. Ketiga, tatanan moral universal atau universal moral
order (antara lain Denhardt, 1988, 1994). Pandangan ini berpendapat ada nilai-nilai moral yang bersifat
universal yang menjadi pegangan bagi administrator publik. Masalah disini adalah nilai-nilai moral itu
sendiri banyak dipertanyakan karena beragam sumbernya dan juga beragam kebudayaan serta
peradabannya seperti telah diuraikan diatas. Berkaitan dengan itu, belakangan ini banyak kepustakaan
etika administrasi yang membahas dan mengkaji etika kebajikan (ethics of virtue). Etika ini
berbicara mengenai karakter yang dikehendaki dari seorang administrator. Konsep ini merupakan
koreksi
terhadap paradigma yang berlaku sebelumnya dalam administrasi, yaitu etika sebagai aturan (ethics as
rules),yang dicerminkan dalam struktur organisasi dan fungsifungsiserta prosedur, termasuk system
insentif dan disinsentif serta sanksi-sanksi berdasarkan aturan. Pandangan etika kebajikan bertumpu
pada
karakter individu. Pandangan ini, seperti juga pandangan administrasi negara baru, bersumber dari
konferensi Minnowbrook di New York pada akhir dasawarsa 1960- an, yang ingin memperbaharui dan
merevitalisasi bidang studi administrasi negara. Nilai-nilai kebajikan inilah yang diharapkan dapat
mengendalikan peran seseorang di dalam organisai sehingga pencapaian tujuan organisasi senantiasa
berlandaskan nilai-nilai moral yang sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Tantangan selanjutnya adalah menemukan apa saja nilai-nilai kebajikan itu, atau lebih tepatnya lagi
nilainilai mana yang pokok (cardinal value), dan mana yang menjadi turunan (derivative) dari nilai-nilai
pokok itu.
Selanjutnya administrator yang baik (virtuous administrator) adalah yang berusaha, seperti dikatakan
Hart (1994), agar kebajikan menjadi sentral dalam karakternya sendiri, yang akan membimbing
perilakunya dalam organisasi. Tidak berhenti disitu saja, administrator yang baik berkewajiban moral
untuk mengupayakan agar kebajikan juga menjadi karakter mereka yang bekerja dibawahnya. Namun,
dinyatakannya pula bahwa kebajikan tidak bisa dipaksakan kepada yang lain karena kebajikan berasal
dari diri masing – masing individu (voluntary observance). Ia menekankan bahwa virtue does not yield
to social engineering. Disini Hart mengetengahkan pentingnya pendidikan kebajikan sejak dini, serta
dilancarkannya kebijaksanaan program, praktik – praktik yang mendorong berkembangnya nilai – nilai
kebajikan dalam organisasi. Akhirnya, yang teramat penting adalah keteladanan. Ia sendiri mengakui
tidak ada orang yang dapat mencapai tingkat kebajikan ideal, karena itu dalam etika kebajikan yang
penting adalah proses untuk menginternalisasikannya dibandingkan dengan hasilnya.
3. Apakah The Administration of Development
Ilmu Administrasi selalu mengikuti perkembangan zaman. Ilmu ini terus mengalami perubahan-
perubahan, penyempurnaan-penyempurnaan dan bahkan juga penambahan cakupannya. Dalam artikel
saya terdahulu, yang judulnya Bias Istilah Administrasi dan Manajemen, saya merumuskan definisi
Administrasi adalah : proses penataan usaha yang timbul ketika sekelompok orang yang memiliki tujuan
sama kemudian berinteraksi dalam suatu organisasi, melakukan kerjasama dengan menggunakan
instrumen dan sumber yang mungkin terbatas. Dengan demikian, maka jika syarat-syarat seperti adanya
sekelompok orang, penataan usaha, kerjasama dan tujuan tertentu sudah terpenuhi, maka segala
kegiatan apapun itu bentuknya, sudah muncul apa yang disebut administrasi. Oleh karenanya cakupan
pembelajarannya sangatlah luas. Namun dalam artikel ini, saya hanya akan mencoba mengulas sedikit
mengenai pengertian Administrasi Pembangunan.
4. Pengertian Administrasi Pembangunan.
Sebelum memberikan definisi kerja dari administrasi pembangunan, Dr. S.P. Siagian, MPA, memisahkan
pokok pengertian dari administrasi pembangunan. Menurutnya administrasi pembangunan meliputi dua
pengertian, yaitu administrasi dan pembangunan. Dalam bukunya yang berjudul Filsafat Administrasi,
1973:13, dia mengemukakan bahwa : “administrasi adalah keseluruhan proses pelaksanaan daripada
keputusan-keputusan yang telah diambil dan pelaksanaan itu pada umumnya ditentukan oleh dua
orang manusia atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.”
Dan mengenai pembangunan, dalam bukunya yang berjudul “Administrasi Pembangunan”, SP. Siagian
mendefinisikan sebagai: “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perobahan yang
berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas
dalam rangka pembinaan bangsa (nation-building).”
Dari definisi pembangunan menurut Siagian tersebut, maka jelas dapat kita lihat pokok-pokok ide yang
tersurat, yaitu adanya suatu proses yang terus menerus, usaha yang dilakukan dengan perencanaan,
orientasi pada perubahan yang signifikan dari keadaan sebelumnya, memiliki arah yang lebih modern
dalam artian luas yang mencakup seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, memiliki tujuan
utama untuk membina bangsa.
Definisi kerja (working definition) dari Administrasi Pembangunan menurut Siagian adalah “seluruh
usaha yang dilakukan oleh suatu masyarakat untuk memperbaiki tata kehidupannya sebagai suatu
bangsa dalam berbagai aspek kehidupan bangsa tersebut dalam rangka usaha pencapaian tujuan yang
telah ditentukan.”
Namun sekedar perbandingan untuk dapat memberikan rumusan definisi mengenai administrasi
pembangunan yang mudah diingat tanpa mengurangi unsur yang ada, ada baiknya apabila kita juga
melihat pendapat dari para cendekia yang lain.
Menurut Paul Meadows dalam bukunya “Motivation For Change and Development Administration,
1968:86 mendefinisikan :”Development administration can be regarded as the public management of
economic and social change in term of deliberate public policy. The development administrator is
concerned with guiding change.”
Kurang lebih artinya sebagai berikut : Administrasi Pembangunan dapat didefinisikan sebagai kegiatan
mengatur masyarakat dibidang ekonomi dan perubahan sosial dalam hal menetapkan kebijakan publik.
Administrator pembangunan mempunyai kaitan dengan memandu perubahan yang dimaksud.
Hiram S. Phillips mengemukakan bahwa :“The term of Development Administration is used ….. rather
than the traditional term of Public Administration to indicate the need for a dynamic process designed
particularly to meet requirements of social and economics changes.”
Kurang lebih maksudnya adalah :“Istilah Administrasi Pembangunan digunakan ….. berbanding dengan
istilah Administrasi pemerintahan yang tradisional untuk menandai adanya kebutuhan akan suatu
proses yang dinamis, terutama sekali merancang untuk menemukan kebutuhan berkaitan dengan
perubahan sosial dan ekonomi.”
Edward W. Weidner lebih spesifik merumuskan sebagai berikut :“Development administration is defined
as administrative development and the administration of development programmes. For the
administration of the development, it is necessary that the administrative machinery itself should be
improved and developed to enable a well coordinated and multi functional approach towards solving
national problem on development.”Kurang lebih arti dalam bahasa Indonesianya adalah:“Administrasi
Pembangunan menggambarkan sebagai suatu pengembangan yang administratif dan administrasi
dalam program pengembangan. Karena administrasi menyangkut pengembangan, maka perlu bahwa
perangkat yang administratif sendiri harus ditingkatkan dan dikembangkan agar memungkinkan dalam
mengkoordinir dan melakukan pendekatan multi fungsional ke arah pemecahan masalah nasional pada
dalam pembangunan.”
Bintoro Tjokroamidjojo dalam bukunya Pengantar Administrasi Pembangunan mengemukakan
bahwa:“Proses pengendalian usaha (administrasi) oleh negara/pemerintah untuk merealisir
pertumbuhan yang direncanakan ke arah suatu keadaan yang dianggap lebih baik dan kemajuan di
dalam berbagai aspek kehidupan bangsa.”
Dari beberapa definisi tersebut, terdapat kesamaan ide pokok, yaitu :
Adanya suatu proses. Proses disini berarti suatu usaha yang dilakukan secara terus menerus.
Adanya administrator, dalam hal ini adalah pemerintah atau negara.
Adanya masyarakat.
Perubahan dan Modernisasi. Yang maksudnya adalah keinginan perubahan kearah yang lebih baik yang
multi dimensi, dari aspek ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan dan juga
administrasi.
Maka, dengan berpedoman dan tanpa menghilangkan ke 4 (empat) pokok pemikiran diatas, maka
penulis mencoba merumuskan definisi mengenai Administrasi Pembangunan dalam rangka
mempermudah pemahamannya.
Administrasi Pembangunan menurut penulis adalah :“Proses yang dilakukan oleh Administrator dalam
upaya mendorong masyarakat kearah modernisasi yang multi-dimensional secara administratif.”
5. Apakah cakupan dari The Development of Administration ?
Jawab :
Salah satu cakupan dari The Development of Administration adalah reformasi administrasi.
Definisi reformasi administrasi
Reformasi administrasi menurut Lee dan Samonte (Nasucha, 2004) merupakan perubahan atau inovasi
secara sengaja dibuat dan diterapkan untuk menjadikan sistem administrasi tersebut sebagai suatu agen
perubahan sosial yang lebih efektif dan sebagai suatu instrumen yang dapat lebih menjamin adanya
persamaan politik, keadaan sosial dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan menurut Khan (Guzman et.al.,
1992), reformasi administrasi adalah usaha-usaha yang memacu atau membawa perubahan besar dalam
sistem birokrasi negara yang dimaksudkan untuk mentransformasikan praktik, perilaku, dan struktur
yang telah ada sebelumnya.
Caiden (1969) menyatakan reformasi administrasi sebagai the artificial inducement of administrative
transformation against resistance, dimana dapat diartikan bahwa reformasi administrasi merupakan
keinginan atau dorongan yang dibuat agar terjadi perubahan atau transformasi di bidang administrasi.
Sedangkan Quah (Nasucha, 2004) menyatakan bahwa reformasi administrasi publik merupakan suatu
proses untuk mengubah struktur ataupun prosedur birokrasi publik yang terlibat dengan maksud untuk
meningkatkan efektivitas organisasi dan mencapai tujuan pembangunan nasional.
Mariani (Caiden, 1969) menyatakan reformasi administrasi sebagai
La reforme administrative doit tendre a doter le Pays d’une administration qui, tout en garantissant a
son personnel le benefice des lois sociales, agira avec le maximum d’efficacite et de celerite, aux
moindres frais pour le contribuable, en imposant au public le minimum de gene et de formalites
Reformasi administrasi harus bertujuan untuk membawa administrasi dalam suatu negara selain
memberikan jaminan hukum bagi para pegawai dalam pelaksanaan tugasnya, juga memberikan tingkat
kepastian hukum dan kecepatan pelayanan yang maksimal, menimbulkan biaya yang minimal kepada
para wajib pajak, dan pada saat yang bersamaan meminimalkan ketidaknyamanan dan formalitas
terhadap publik. Plowden (Guzman, 1992) menyatakan bahwa reformasi administrasi adalah
meningkatkan dan membuat administrasi menjadi lebih profesional. Sedangkan UN DTCD (Guzman,
1992) menyatakan reformasi administrasi merupakan penggunaan kekuasaan dan pengaruh dalam
menetapkan ukuran yang baru bagi sistem administrasi sehingga mereka akan merubah tujuan, struktur
dan prosedur sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembangunan. Finan (Caiden, 1969) menyatakan
reformasi administrasi sebagai segala macam bentuk pengembangan administrasi (all improvements in
administrations). Sedangkan Siegel (Caiden, 1969) menyatakan reformasi administrasi sebagai
perubahan atau perombakan secara besar-besaran terhadap administrasi dalam kondisi yang sulit.
Caiden (Zauhar, 2002) dengan jelas membedakan antara reformasi administrasi (administrative reform)
dan perubahan administasi (administrative change). Perubahan administrasi diberi makna sebagai
respon keorganisasian yang sifatnya otomatis terhadap fluktuasi atau perubahan kondisi. Lebih lanjut
dikatakan bahwa munculnya kebutuhan akan reformasi administrasi sebagai akibat adanya perubahan
administrasi. Tidak berfungsinya perubahan administrasi yang alamiah ini menyebabkan diperlukannya
reformasi administrasi. Caiden (1991) juga menyatakan bahwa reformasi administrasi sebagai upaya
yang terus menerus untuk meningkatkan kinerja (performance) dan kegiatan untuk melakukan
perbaikan atas kesalahan yang dilakukan (correction of wrongdoing).
Sebuah seminar tentang administrative reform and innovations yang diselenggarakan oleh pemerintah
Malaysia bekerja sama dengan Eastern Regional Organizational for Public Administration (EROPA) telah
menyepakati bahwa reformasi administrasi tidak hanya diartikan sebagai perbaikan struktur organisasi,
akan tetapi meliputi pula perbaikan perilaku orang yang terlibat di dalamnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa reformasi administrasi adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk
mengubah:
1. Struktur dan prosedur birokrasi
2. Sikap dan perilaku birokrat, guna meningkatkan efektivitas organisasi atau terciptanya administrasi
yang sehat dan menjamin tercapainya tujuan pembangunan nasional.
Dari berbagai definisi reformasi administasi tersebut, dapat ditarik beberapa poin penting antara lain:
reformasi administrasi disinonimkan dengan perubahan (change), memiliki hubungan yang sangat erat
dengan inovasi (innovation), agar reformasi administrasi ini dapat berjalan dengan baik maka
dibutuhkan perubahan secara sistemik dan bersifat luas, faktor utama dilakukannya reformasi
administrasi adalah cepatnya perubahan lingkungan sistem administrasi, dan tujuan dari reformasi
administrasi adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
Berdasarkan beberapa pengertian reformasi administrasi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli
diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa reformasi administrasi merupakan suatu upaya perbaikan
yang dilakukan secara terencana dan terus-menerus di segala aspek administrasi yang ditujukan untuk
meningkatkan kinerja administrasi.
8. Tujuan reformasi administrasi
Mosher (Leemans) berpendapat bahwa tujuan dari reformasi administrasi adalah merubah kebijakan
dan program, meningkatkan efektivitas administrasi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan
melakukan antisipasi terhadap kritikan dan ancaman dari luar. Menurut Caiden (1969), tugas dari para
pelaku reformasi administrasi adalah untuk meningkatkan kinerja administrasi bagi individual,
kelompok, dan institusi dan memberikan masukan tentang cara-cara yang dapat ditempuh untuk dapat
mencapai tujuan dengan lebih efektif, ekonomis dan lebih cepat. Dror (Zauhar, 2002) berpendapat
bahwa reformasi pada hakekatnya merupakan usaha yang berorientasi pada tujuan yang bersifat
multidimensional.
Terdapat 6 (enam) tujuan reformasi yang dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, tiga tujuan
reformasi bersifat intra-administrasi yang ditujukan untuk menyempurnakan administrasi internal dan
tiga tujuan reformasi lainnya berkenaan dengan peran masyarakat di dalam sistem administrasi.
Tujuan internal reformasi administrasi yang dimaksud meliputi:
1. Efisiensi administrasi, dalam arti penghematan uang, yang dapat dicapai melalui penyederhanaan
formulir, perubahan prosedur, penghilangan duplikasi dan kegiatan organisasi metode yang lain.
2. Penghapusan kelemahan atau penyakit administrasi seperti korupsi, pilih kasih dan sistem teman
dalam sistem politik dan lain-lain.
3. Pengenalan dan penggalakan sistem merit, pemakaian PPBS, pemrosesan data melalui sistem
informasi yang otomatis, peningkatan penggunaan pengetahuan ilmiah dan lain-lain.
Sedangkan tiga tujuan lain yang berkaitan dengan masyarakat adalah:
1. Menyesuaikan sistem administrasi terhadap meningkatnya keluhan masyarakat.
2. Mengubah pembagian pekerjaan antara sistem administrasi dan sistem politik, seperti misalnya
meningkatkan otonomi profesional dari sistem administrasi dan meningkatkan pengaruhnya pada suatu
kebijaksanaan.
3. Mengubah hubungan antara sistem administrasi dan penduduk, misalnya melalui relokasi pusat-pusat
kekuasaan.
Pollitt (2003) berpendapat bahwa terdapat tiga tujuan untuk melakukan reformasi antara lain:
1. Penghematan (to save money)
Terjadinya krisis ekonomi yang melanda dunia yang memaksa pemerintah untuk melakukan gerakan
pemangkasan anggaran (scissors movement). Pemangkasan anggaran ini dilakukan karena meningkatnya
dana yang dikeluarkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (welfare cost) sedangkan
kesempatan untuk menarik pajak baru dari masyarakat menipis. Pemangkasan pengeluaran publik
merupakan agenda utama dari pemerintah.
2. Keinginan untuk memperbaiki kinerja sektor publik. Beberapa pejabat politik dan pejabat pemerintah
percaya bahwa dengan meningkatkan kinerja sektor publik, dapat membantu pemerintah untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang pada akhirnya akan meningkatkan
legitimasi pemerintah. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan kualitas
layanan dan produktivitas.
3. Menemukan mekanisme baru bagi akuntabilitas publik, hal ini disebabkan adanya berbagai pola
berbeda yang digunakan pejabat pemerintah dan aktor politik dalam melakukan pertanggungjawaban
terhadap publik.
Sedangkan Hahn Been Lee (Zauhar, 2002) berpendapat bahwa terdapat tiga tujuan dilakukannya
reformasi administasi antara lain:
1. Penyempurnaan Tatanan (improved order)
Keteraturan atau order merupakan kebajikan yang melekat dalam pemerintahan. Apabila yang ingin
dituju adalah penyempurnaan tatanan, mau tidak mau reformasi harus diorientasikan pada penataan
prosedur dan kontrol. Yang sangat diperlukan oleh administrator dalam era baru ini adalah menghadang
agen pembaru. Sebagai konsekuensi logisnya maka birokrasi yang kokoh dan tegar perlu segera
dibangun. Tipe reformasi yang dilakukan dengan penyempurnaan tatanan disebut dengan reformasi
prosedural (procedural reform).
2. Penyempurnaan Metode (improved method)
Penyempurnaan yang dilakukan adalah dalam bidang teknis dan metode kerja. Teknik dan metode yang
baru ini dapat dikatakan bermanfaat bila bisa mencapai tujuan-tujuan yang lebih luas. Apabila tujuan
dari reformasi administrasi diartikulasikan dengan baik dan secara efektif diterjemahkan ke dalam
berbagai program aksi yang nyata, penyempurnaan metode akan memperbaiki implementasi program,
yang pada akhirnya akan meningkatkan realisasi pencapaian tujuan. Tipe reformasi yang dilakukan
dengan penyempurnaan metode disebut dengan reformasi teknis (technical reform).
3. Penyempurnaan Kinerja (improved permormance)
Penyempurnaan kinerja lebih bernuansa tujuan dalam substansi program kerjanya dari pada
penyempurnaan keteraturan maupun penyempurnaan metode teknis administratif. Fokus utamanya
adalah pada pergeseran dari bentuk ke substansi, pergeseran dari efisiensi dan ekonomis ke efektifitas
kerja, pergeseran dari kecakapan birokrasi ke kesejahteraan masyarakat. Tipe reformasi yang dilakukan
dengan penyempurnaan kinerja disebut dengan reformasi program (programmatic reform).
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli yang telah dijabarkan diatas, dapat disimpulkan bahwa secara
umum tujuan reformasi administrasi adalah untuk meningkatkan kinerja (performance) organisasi.
Bagaimanakah teori dan konsep dalam pembangunan ?
Teori pembangunan dalam ilmu sosial dapat dibagi ke dalam dua paradigma besar, modernisasi dan
ketergantungan (Lewwellen 1995, Larrin 1994, Kiely 1995 dalam Tikson, 2005). Paradigma modernisasi
mencakup teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial dan teori-teori mikro
tentang nilai-nilai individu yang menunjang proses perubahan. Paradigma ketergantungan mencakup
teori-teori keterbelakangan (under-development) ketergantungan (dependent development) dan sistem
dunia (world system theory) sesuai dengan klassifikasi Larrain (1994). Sedangkan Tikson (2005)
membaginya kedalam tiga klassifikasi teori pembangunan, yaitu modernisasi, keterbelakangan dan
ketergantungan. Dari berbagai paradigma tersebut itulah kemudian muncul berbagai versi tentang
pengertian pembangunan.
Pengertian pembangunan mungkin menjadi hal yang paling menarik untuk diperdebatkan. Mungkin saja
tidak ada satu disiplin ilmu yang paling tepat mengartikan kata pembangunan. Sejauh ini serangkaian
pemikiran tentang pembangunan telah berkembang, mulai dari perspektif sosiologi klasik (Durkheim,
Weber, dan Marx), pandangan Marxis, modernisasi oleh Rostow, strukturalisme bersama modernisasi
memperkaya ulasan pendahuluan pembangunan sosial, hingga pembangunan berkelanjutan. Namun,
ada tema-tema pokok yang menjadi pesan di dalamnya. Dalam hal ini, pembangunan dapat diartikan
sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada
setiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan
Rochmin Dahuri, 2004). Tema pertama adalah koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya suatu
kegiatan perencanaan seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tema kedua adalah terciptanya alternatif
yang lebih banyak secara sah. Hal ini dapat diartikan bahwa pembangunan hendaknya berorientasi
kepada keberagaman dalam seluruh aspek kehidupan. Ada pun mekanismenya menuntut kepada
terciptanya kelembagaan dan hukum yang terpercaya yang mampu berperan secara efisien, transparan,
dan adil. Tema ketiga mencapai aspirasi yang paling manusiawi, yang berarti pembangunan harus
berorientasi kepada pemecahan masalah dan pembinaan nilai-nilai moral dan etika umat.
Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam seperti
halnya perencanaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang
lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara umum
ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi
dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian
usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa,
negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”.
Sedangkan Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai
“suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya pemikiran yang mengidentikan
pembangunan dengan perkembangan, pembangunan dengan modernisasi dan industrialisasi, bahkan
pembangunan dengan westernisasi. Seluruh pemikiran tersebut didasarkan pada aspek perubahan, di
mana pembangunan, perkembangan, dan modernisasi serta industrialisasi, secara keseluruhan
mengandung unsur perubahan. Namun begitu, keempat hal tersebut mempunyai perbedaan yang cukup
prinsipil, karena masing-masing mempunyai latar belakang, azas dan hakikat yang berbeda serta prinsip
kontinuitas yang berbeda pula, meskipun semuanya merupakan bentuk yang merefleksikan perubahan
(Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti
politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya
(Alexander 1994). Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial
dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai
aspek kehidupan masyarakat.
Menurut Deddy T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai
transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah
yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau
pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap
pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil
dan berbanding terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi. Transformasi
sosial dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses
terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih,fasilitas
rekreasi, dan partisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik. Sedangkan transformasi budaya
sering dikaitkan, antara lain, dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan nasionalisme, disamping
adanya perubahan nilai dan norma yang dianut masyarakat, seperti perubahan dan spiritualisme ke
materialisme/sekularisme. Pergeseran dari penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari
kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern dan rasional.
Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial,
budaya, politik, yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (commuinity/group). Makna
penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan
diversifikasi.
Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di atas, pembangunan adalah sumua proses perubahan
yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Sedangkan perkembangan adalah
proses perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak dari adanya pembangunan (Riyadi dan
Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Dengan semakin meningkatnya kompleksitas kehidupan masyarakat yang menyangkut berbagai aspek,
pemikiran tentang modernisasi pun tidak lagi hanya mencakup bidang ekonomi dan industri, melainkan
telah merambah ke seluruh aspek yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu,
modernisasi diartikan sebagai proses trasformasi dan perubahan dalam masyarakat yang meliputi
segala aspeknya, baik ekonomi, industri, sosial, budaya, dan sebagainya.
Oleh karena dalam proses modernisasi itu terjadi suatu proses perubahan yang mengarah pada
perbaikan, para ahli manajemen pembangunan menganggapnya sebagai suatu proses pembangunan di
mana terjadi proses perubahan dari kehidupan tradisional menjadi modern, yang pada awal mulanya
ditandai dengan adanya penggunaan alat-alat modern, menggantikan alat-alat yang tradisional.
Selanjutnya seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu-ilmu sosial, para Ahli
manajemen pembangunan terus berupaya untuk menggali konsep-konsep pembangunan secara ilmiah.
Secara sederhana pembangunan sering diartikan sebagai suatu upaya untuk melakukan perubahan
menjadi lebih baik. Karena perubahan yang dimaksud adalah menuju arah peningkatan dari keadaan
semula, tidak jarang pula ada yang mengasumsikan bahwa pembangunan adalah juga pertumbuhan.
Seiring dengan perkembangannya hingga saat ini belum ditemukan adanya suatu kesepakatan yang
dapat menolak asumsi tersebut. Akan tetapi untuk dapat membedakan keduanya tanpa harus memisah-
kan secara tegas batasannya, Siagian (1983) dalam bukunya Administrasi Pembangunan
mengemukakan, “Pembangunan sebagai suatu perubahan, mewujudkan suatu kondisi kehidupan
bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang, sedangkan pembangunan sebagai
suatu pertumbuhan menunjukkan kemampuan suatu kelompok untuk terus berkembang, baik secara
kualitatif maupun kuantitatif dan merupakan sesuatu yang mutlak harus terjadi dalam pembangunan.”
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pembangunan tidak dapat dipisahkan dari
pertumbuhan, dalam arti bahwa pembangunan dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan
pertumbuhan akan terjadi sebagai akibat adanya pembangunan. Dalam hal ini pertumbuhan dapat
berupa pengembangan/perluasan (expansion) atau peningkatan (improvement) dari aktivitas yang
dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat.
Dari sejarah perubahan dalam mengkonseptualisasikan pembangunan, terdapat berbagai variasi cara
mendefinisikan pembangunan. Mula-mula pembangunan hanya diartikan dalam arti ekonomi, namun
berkembang pemikiran, bahwa pembangunan tidak hanya diartikan dalam arti ekonomi, tetapi
pembangunan dilihat sebagai suatu konsep yang dinamis dan bersifat multidimensional atau mencakup
seluruh aspek kehidupan manusia, seperti; ekonomi, politik, sosial budaya, dan sebagainya.
Berbagai istilah yang sering digunakan saling bergantian dalam menjelaskan pengertian pembangunan,
seperti; perubahan, pertumbuhan, kemajuan, dan modernisasi. Akan tetapi istilah-istilah tersebut tidak
sama makna dari arti pembangunan, karena pembangunan merupakan rujukan semua yang baik, positif,
dan menyenangkan. Sementara perubahan, pertumbuhan, kemajuan, maupun modernisasi dapat saja
terjadi tanpa unsur pembangunan.
Dilihat dari arti hakiki pembangunan, pada dasarnya menekankan pada aspek nilai-nilai kemanusiaan,
seperti; menunjang kelangsungan hidup atau kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup, harga diri
atau adanya perasaan yang layak menghormati diri sendiri dan tidak menjadi alat orang lain, kebebasan
atau kemerdekaan dari penjajahan dan perbudakan. Selain itu, arti pembangunan yang paling dalam
adalah kemampuan orang untuk mempengaruhi masa depannya, yang mencakup; kapasitas, keadilan,
penumbuhan kuasa dan wewenang, dan saling ketergantungan.
Pengertian pembangunan sebagai suatu proses, akan terkait dengan mekanisme sistem atau kinerja
suatu sistem. Menurut Easton (dalam Miriam Budiardjo, 1985), proses sistemik paling tidak terdiri atas
tiga unsur: Pertama, adanya input, yaitu bahan masukan konversi; Kedua, adanya proses konversi, yaitu
wahana untuk ”mengolah” bahan masukan; Ketiga, adanya output, yaitu sebagai hasil dari proses
konversi yang dilaksanakan. Proses sistemik dari suatu sistem akan saling terkait dengan subsistem dan
sistem-sistem lainnya termasuk lingkungan internasional.
Proses pembangunan sebagai proses sistemik, pada akhirnya akan menghasilkan keluaran (output)
pembangunan, kualitas dari output pembangunan tergantung pada bahan masukan (input), kualitas dari
proses pembangunan yang dilaksanakan, serta seberapa besar pengaruh lingkungan dan faktor-faktor
alam lainnya. Bahan masukan pembangunan, salah satunya adalah sumber daya manusia, yang dalam
bentuk konkritnya adalah manusia. Manusia dalam proses pembangunan mengandung beberapa
pengertian, yaitu manusia sebagai pelaksana pembangunan, manusia sebagai perencana pembangunan,
dan manusia sebagai sasaran dari proses pembangunan (as object).
Secara ilmu, pembangunan ekonomi, politik dapat diklasifikasi secara sosiologis ke dalam tiga kategori.
Pertama, masyarakat yang masih bersifat tradisional; kedua adalah masyarakat yang bersifat peralihan;
dan ke tiga adalah masyarakat maju. Ke tiga kategori tersebut saling berkaitan, karena berada dalam
satu negara. Semua negara di dunia masih mempunyai tiga kategori tersebut, meskipun dalam negara
modern sekalipun. Hanya dalam negara maju lebih mempunyai kondisi sosial yang stabil, bila
dibandingkan dengan kategori dari yang pertama dan ke dua.
B. Teori Pembangunan
Sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, teori-teori pembangunan dikelompokkan atas
tiga, yaitu; kelompok Teori Modernisasi, kelompok Teori Ketergantungan, dan kelompok Teori Pasca-
Ketergantungan.
Dalam Teori Modernisasi, teori Harrod-Domar melihat masalah pembangunan pada dasarnya adalah
masalah kekurangan modal. Berbeda dengan teori Rostow, yang melihat pembangunan sebagai proses
yang bergerak dalam sebuah garis lurus, yakni dari masyarakat terbelakang ke masyarakat maju.
Rostow membagi proses pembangunan menjadi lima tahap, yaitu; masyarakat tradisional, prakondisi
untuk lepas landas, lepas landas, menuju ke dewasaan, dan zaman konsumsi massal yang tinggi.
Teori Modernisasi mendapat kritikan dari Teori Ketergantungan. Andre Gunder Frank melihat hubungan
dengan negara metropolis selalu berakibat negatif bagi negara satelit. Berbeda dengan pandangan Dos
Santos, yang melihat ketergantungan negara satelit hanya merupakan bayangan dari negara metropolis.
Artinya, perkembangan negara satelit tergantung dari perkembangan negara metropolis yang menjadi
induknya. Demikian sebaliknya, krisis negara metropolis, negara satelitnya pun kejangkitan krisis.
Adapun bentuk ketergantungan terdiri atas tiga; ketergantungan kolonial, ketergantungan finasial-
industrial, dan ketergantungan teknologis-industrial.
Selanjutnya, Teori ketergantungan mendapat kritik, misalnya dari Teori Artikulasi dan Teori Sistem
Dunia. Kedua teori ini merupakan dua teori baru dalam kelompok teori-teori pembangunan, khususnya
dalam kelompok Teori Pasca-Ketergantungan. Teori Artikulasi menekankan pada konsep formasi sosial
yang dikaitkan dengan konsep cara produksi. Adapun Teori Sistem Dunia melihat bahwa dinamika
perkembangan dari suatu negara sangat ditentukan oleh sistem dunia.
C. Pendekatan dan Indikator Pembangunan
Terdapat berbagai pendekatan dan upaya untuk mengukur hasil pembangunan. Salah satu yang paling
luas digunakan adalah pendekatan pertumbuhan ekonomi, dengan menggunakan PNB atau PDB sebagai
kriteria ukuran keberhasilan pembangunan. Namun, muncul pendekatan pemerataan sebagai reaksi
terhadap pendekatan pertumbuhan ekonomi, karena pendapatan tidak merata pada seluruh penduduk.
Secara sederhana pemerataan diukur dengan berapa besarnya pendapatan yang diterima oleh 40
persen kelompok bawah, berapa besarnya pendapatan yang diterima oleh 40% kelompok menengah,
dan berapa besarnya pendapatan yang diterima oleh 20% kelompok atas. Indeks Gini merupakan salah
satu cara yang biasa digunakan untuk mengukur ketimpangan pembagian pendapatan masyarakat.
Pendekatan kebutuhan dasar adalah salah satu cara lain untuk melihat tingkat keberhasilan
pembangunan. Indikator yang biasa digunakan adalah Indeks Mutu Kehidupan Fisik atau Physical Quality
of Life Index (PQLI). PQLI mengukur tiga komponen, yaitu; harapan hidup, kematian bayi, dan melek
huruf. Kemudian Sajogyo dan Abustam mencoba menambahkan satu komponen dari IMH tersebut,
yaitu Total Fertility Rate (TFR), yang dinamakan IMH-plus atau IMH berkomponen empat.
Terakhir, pendekatan pembangunan sumber daya manusia adalah suatu model pembangunan yang
mencoba meletakkan diri manusia sebagai unsur mutlak dalam proses pembangunan. Tujuan utama
pembangunan manusia adalah memperluas pilihan-pilihan dan membuat pembangunan lebih
demokratis dan partisipatoris. Salah satu indikator yang digunakan adalah Indeks Pembangunan
Manusia. Indeks ini menggabungkan pendapatan nasional dan dua indikator sosial, yakni melek huruf
dan harapan hidup. Jadi bedanya dengan indeks mutu manusia adalah dimasukkannya pendapatan
nasional.
Contoh pembangunan yang sangat diperlukan dalam pembangunan di indonesia adalah salah satu
contohnya pembangunan masyarakat. Pembangunan masyarakat adalah perubahan secara berencana
dan dilakukan secara berencana pula dari keadaan yang kurang baik, menuju pada keadaan yang lebih
baik. Pembangunan masyarakat ini, meliputi dua dimensi utama, yakni dimensi struktural “vertikal”, dan
dimensi “horisontal”.
Model pembangunan ini bertujuan untuk membatasi kesenjangan dalam masyarakat, agar lebih
memungkinkan terjadinya proses partisipasi (empowerment). Hal ini diharapkan terjadi agar tercipta
peluang kepada anggota masyarakat untuk mengaktualisasikan potensi, prakarsa maupun kreativitasnya
untuk memperkuat solidaritas dan persatuan nasional.
Ciri-ciri model pembangunan, antara lain; bertolak dari konsep komunitas; menganut prinsip distribusi
kekuasaan yang merata; mengutamakan distribusi pelayanan yang merata kepada segenap anggota
komunitas; pelaksanaan kegiatan dalam pembangunan berdasarkan pada pendekatan program; peranan
pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan, lebih berperan sebagai fasilitator; penekanan
kegiatan pada aspek dapat lebih untuk memandirikan masyarakat (mengutamakan aspek pendidikan
dalam arti luas); program kegiatannya berkesinambungan (berkelanjutan) antara satu periode ke
periode berikutnya.
Beberapa Teori Pembangunan Masyarakat
Teori pembangunan masyarakat mencakup tiga pembahasan utama, yakni teori pembangunan
masyarakat sebagai proses; teori pembangunan masyarakat sebagai cara (metode); dan teori yang
berkaitan dengan peranan program di dalam pembangunan masyarakat. Teori pembangunan
masyarakat sebagai proses, berlandaskan pada pendekatan sistem dalam pengelolaan pembangunan.
Sistem adalah suatu kesatuan utuh yang terdiri dari berbagai bagian, di mana bagian tersebut saling
berinteraksi satu sama lain.
Bagian-bagian yang ada dalam teori pembangunan masyarakat sebagai proses, yakni input (masukan),
proses konversi, dan output (luaran). Input yang berasal dari lingkungan (lingkungan fisik dan sosial),
selanjutnya dikonversi untuk dijadikan sebagai output proses pembangunan. Ada satu tahap yang
sangat penting pula dalam pendekatan ini, yakni proses umpan balik (feed back) dari output menjadi
input kembali.
Teori pembangunan masyarakat sebagai metode, yang diuraikan di sini adalah teori tentang partisipasi
masyarakat. Teori menghendaki bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan, tidak hanya
bersifat keikutsertaan secara fisik dalam kegiatan pembangunan, tetapi yang lebih penting bagaimana
melibatkan masyarakat secara mental yang disertai motivasi dalam program pembangunan. Ini
sebabnya dalam kegiatan belajar ini, diutarakan beberapa metode yang terbukti telah efektif dalam
memobilisasi peranserta masyarakat dalam berbagai pembangunan masyarakat. Keberadaan suatu
program pembangunan masyarakat di suatu komunitas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pembangunan nasional secara umum. Pada bagian terakhir kegiatan belajar ini, diuraikan tentang
substansi program dan tahap-tahap dalam penyelenggaraan pembangunan masyarakat.
Teori Sumber daya manusia memandang mutu penduduk sebagai kunci pembangunan dan
pengembangan masyarakat. Banyak penduduk bukan beban pembangunan bila mutunya tinggi.
Pengembangan hakikat manusiawi hendaknya menjadi arah pembangunan. Perbaikan mutu sumber
daya manusia akan menumbuhkan inisiatif dan kewirausahaan. Teori sumber daya manusia
diklasifikasikan kedalam teori yang menggunakan pendekatan yang fundamental.
Community development juga bisa didefinisikan sebagai pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan
masyarakat lingkungan dalam aspek material dan spiritual tanpa merombak keutuhan komunitas dalam
proses perubahannya. Keutuhan komunitas dipandang sebagai persekutuan hidup atas sekelompok
manusia dengan karakteristik: terikat pada interaksi sosial, mempunyai rasa kebersaman berdasarkan
genealogis dan kepentingan bersama, bergabung dalam satu identitas tertentu, taat pada norma-norma
kebersamaan, menghormati hak dan tanggung jawab berdasarkan kepentingan bersama, memiliki
kohesi sosial yang kuat, dan menempati lingkungan hidup yang terbatas.
Pengembangan masyarakat (community development) sebagai salah satu model pendekatan
pembangunan (bottoming up approach) merupakan upaya melibatkan peran aktif masyarakat beserta
sumber daya lokal yang ada. Dan dalam pengembangan masyarakat hendaknya diperhatikan bahwa
masyarakat punya tradisi, dan punya adat-istiadat, yang kemungkinan sebagai potensi yang dapat
dikembangkan sebagai modal sosial.
Adapun pertimbangan dasar dari pengembangan masyarakat adalah yang pertama, melaksanakan
perintah agama untuk membantu sesamanya dalam hal kebaikan. Kedua, adalah pertimbangan
kemanusiaan, karena pada dasarnya manusia itu bersaudara. Sehingga pengembangan masyarakat
mempunyai tujuan untuk membantu meningkatkan kemampuan masyarakat, agar mereka dapat hidup
lebih baik dalam arti mutu atau kualitas hidupnya.
Secara umum ada beberapa pendekatan dalam pengembangan masyarakat, diantaranya adalah:
Pendekatan potensi lingkungan, hal ini berkaitan dengan daya dukung lingkungan yang ada pada
masyarakat setempat.
Pendekatan Kewilayahan, hal ini berkaitan dengan pengembangan terhadap wilayah dalam arti
kesesuaian dengan wilayahnya (desa/kota) terhadap hal yang akan dikembangkan.
Pendekatan kondisi fisik, lebih pada kondisi fisik manusianya.
Pendekatan ekonomi, hal ini berkaitan dengan peningkatan pendapatan masyarakat.
Pendekatan politik.
Pendekatan Manajemen, Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan pndataan terhadap potensi,
kekuatan dan kelemahan yang ada dalam masyarakat kemudian dilakukan dengan perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, bugeting dan controlling. Model pendekatan ini sebenarnya dapat
dilakukan dalam masyarakat yang bermacam-macam (pedesaan,perkotaan, marjinal, dan lain-lain).
Pendekatan sistem, Pendekatan ini melibatkan semua unsur dalam masyarakat
Indikator Pengukuran Keberhasilan Pembangunan
Penggunaan indikator dan variabel pembangunan bisa berbeda untuk setiap Negara. Di Negara-negara
yang masih miskin, ukuran kemajuan dan pembangunan mungkin masih sekitar kebutuhan-kebutuhan
dasar seperti listrik masuk desa, layanan kesehatan pedesaan, dan harga makanan pokok yang rendah.
Sebaliknya, di Negara-negsara yang telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut, indicator pembangunan
akan bergeser kepada factor-faktor sekunder dan tersier (Tikson, 2005).
Sejumlah indicator ekonomi yang dapat digunakan oleh lembaga-lembaga internasional antara lain
pendapatan perkapita (GNP atau PDB), struktur perekonomin, urbanisasi, dan jumlah tabungan.
Disamping itu terdapat pula dua indicator lainnya yang menunjukkan kemajuan pembangunan sosial
ekonomi suatu bangsa atau daerah yaitu Indeks Kualitas Hidup (IKH atau PQLI) dan Indeks Pembangunan
Manusia (HDI). Berikut ini, akan disajikan ringkasan Deddy T. Tikson (2005) terhadap kelima indicator
tersebut :
1. Pendapatan perkapita
Pendapatan per kapita, baik dalam ukuran GNP maupun PDB merupakan salah satu indikaor makro-
ekonomi yang telah lama digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif
makroekonomi, indikator ini merupakan bagian kesejahteraan manusia yang dapat diukur, sehingga
dapat menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Tampaknya pendapatan per kapita
telah menjadi indikator makroekonomi yang tidak bisa diabaikan, walaupun memiliki beberapa
kelemahan. Sehingga pertumbuhan pendapatan nasional, selama ini, telah dijadikan tujuan
pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Seolah-olah ada asumsi bahwa kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakat secara otomatis ditunjukkan oleh adanya peningkatan pendapatan nasional
(pertumbuhan ekonomi). Walaupun demikian, beberapa ahli menganggap penggunaan indikator ini
mengabaikan pola distribusi pendapatan nasional. Indikator ini tidak mengukur distribusi pendapatan
dan pemerataan kesejahteraan, termasuk pemerataan akses terhadap sumber daya ekonomi.
2. Struktur ekonomi
Telah menjadi asumsi bahwa peningkatan pendapatan per kapita akan mencerminkan transformasi
struktural dalam bidang ekonomi dan kelas-kelas sosial. Dengan adanya perkembangan ekonomi dan
peningkatan per kapita, konstribusi sektor manupaktur/industri dan jasa terhadap pendapatan nasional
akan meningkat terus. Perkembangan sektor industri dan perbaikan tingkat upah akan meningkatkan
permintaan atas barang-barang industri, yang akan diikuti oleh perkembangan investasi dan perluasan
tenaga kerja. Di lain pihak , kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional akan semakin
menurun.
3. Urbanisasi
Urbanisasi dapat diartikan sebagai meningkatnya proporsi penduduk yang bermukim di wilayah
perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan. Urbanisasi dikatakan tidak terjadi apabila pertumbuhan
penduduk di wilayah urban sama dengan nol. Sesuai dengan pengalaman industrialisasi di negara-
negara eropa Barat dan Amerika Utara, proporsi penduduk di wilayah urban berbanding lurus dengn
proporsi industrialisasi. Ini berarti bahwa kecepatan urbanisasi akan semakin tinggi sesuai dengan
cepatnya proses industrialisasi. Di Negara-negara industri, sebagain besar penduduk tinggal di wilayah
perkotaan, sedangkan di Negara-negara yang sedang berkembang proporsi terbesar tinggal di wilayah
pedesaan. Berdasarkan fenomena ini, urbanisasi digunakan sebagai salah satu indicator pembangunan.
4. Angka Tabungan
Perkembangan sector manufaktur/industri selama tahap industrialisasi memerlukan investasi dan
modal. Finansial capital merupakan factor utama dalam proses industrialisasi dalam sebuah masyarakat,
sebagaimana terjadi di Inggeris pada umumnya Eropa pada awal pertumbuhan kapitalisme yang disusul
oleh revolusi industri. Dalam masyarakat yang memiliki produktivitas tinggi, modal usaha ini dapat
dihimpun melalui tabungan, baik swasta maupun pemerintah.
5. Indeks Kualitas Hidup
IKH atau Physical Qualty of life Index (PQLI) digunakan untuk mengukur kesejahteraan dan kemakmuran
masyarakat. Indeks ini dibuat indicator makroekonomi tidak dapat memberikan gambaran tentang
kesejahteraan masyarakat dalam mengukur keberhasilan ekonomi. Misalnya, pendapatan nasional
sebuah bangsa dapat tumbuh terus, tetapi tanpa diikuti oleh peningkatan kesejahteraan sosial. Indeks
ini dihitung berdasarkan kepada (1) angka rata-rata harapan hidup pada umur satu tahun, (2) angka
kematian bayi, dan (3) angka melek huruf. Dalam indeks ini, angka rata-rata harapan hidup dan
kematian b yi akan dapat menggambarkan status gizi anak dan ibu, derajat kesehatan, dan lingkungan
keluarga yang langsung beasosiasi dengan kesejahteraan keluarga. Pendidikan yang diukur dengan
angka melek huruf, dapat menggambarkan jumlah orang yang memperoleh akses pendidikan sebagai
hasil pembangunan. Variabel ini menggambarkan kesejahteraan masyarakat, karena tingginya status
ekonomi keluarga akan mempengaruhi status pendidikan para anggotanya. Oleh para pembuatnya,
indeks ini dianggap sebagai yang paling baik untuk mengukur kualitas manusia sebagai hasil dari
pembangunan, disamping pendapatan per kapita sebagai ukuran kuantitas manusia.
6. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index)
The United Nations Development Program (UNDP) telah membuat indicator pembangunan yang lain,
sebagai tambahan untuk beberapa indicator yang telah ada. Ide dasar yang melandasi dibuatnya indeks
ini adalah pentingnya memperhatikan kualitas sumber daya manusia. Menurut UNDP, pembangunan
hendaknya ditujukan kepada pengembangan sumberdaya manusia. Dalam pemahaman ini,
pembangunan dapat diartikan sebagai sebuah proses yang bertujuan m ngembangkan pilihan-pilihan
yang dapat dilakukan oleh manusia. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa peningkatan kualitas
sumberdaya manusia akan diikuti oleh terbukanya berbagai pilihan dan peluang menentukan jalan
hidup manusia secara bebas.
Pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai factor penting dalam kehidupan manusia, tetapi tidak secara
otomatis akan mempengaruhi peningkatan martabat dan harkat manusia. Dalam hubungan ini, ada tiga
komponen yang dianggap paling menentukan dalam pembangunan, umur panjang dan sehat, perolehan
dan pengembangan pengetahuan, dan peningkatan terhadap akses untuk kehidupan yang lebih baik.
Indeks ini dibuat dengagn mengkombinasikan tiga komponen, (1) rata-rata harapan hidup pada saat
lahir, (2) rata-rata pencapaian pendidikan tingkat SD, SMP, dan SMU, (3) pendapatan per kapita yang
dihitung berdasarkan Purchasing Power Parity. Pengembangan manusia berkaitan erat dengan
peningkatan kapabilitas manusia yang dapat dirangkum dalam peningkatan knowledge, attitude dan
skills, disamping derajat kesehatan seluruh anggota keluarga dan lingkungannya.
Tujuan akhir dari pembangunan adalah kesejahteraan masyarakat (social welfare) dalam arti luas
(kesejahteraan lahir mapun bathin). Kesejahteraan lahir akan terkait dengan tingkat kehidupan baik
yang menyangkut ekonomi maupun strata sosial, sementara kesejahteraan bathin akan berkaitan
dengan believe system yang ada pada dirinya. Bagaimana manusia memahami dirinya (self
understanding), menerima dirinya (self acceptance) serta bagaimana cara dia mengaktualisasikan dirinya
(self actualization) sehingga merasa puas (satisfaction). Dalam dunia Pewayangan sering ada pertanyaan
“Urang teh ti mana ?, eukeur naon ?, bade kamana ?”. Hal ini senada dengan ajaran Islam yang
membagi kehidupan manusia meliputi “Alam arwah, alam dunia, alam barzah, dan alam akhirat”.
Manusia sejahtera secara bathin bila “konsep dirinya merasa puas serta memahami tugas dan fungsinya
sebagai khalifah di muka bumi”. Sebagai khalifah mempunyai tugas memelihara bumi ini agar tidak
terjadi kerusakan, dan fungsinya untuk menjaga keseimbangan alam melalui akal dan pikitran serta
nuraninya (qolbu), sehingga alam berfungsi sebagaimana mestinya.
Demi kelangsungan hidupnya manusia selalu berupaya memenuhi kebutuhan diri serta mengatasi
tantangan dan hambatan lingkungan alam dan sosialnya. Untuk itu selalu berupaya melakukan
penciptaan-penciptaan (kreativitas) yang mengkristal menjadi kebudayaan. Pembangunan pada intinya
merupakan penciptaan-penciptaan dalam memenuhi tuntutan hidup dan mengatasi tantangan
lingkungan alam dan sosial. Seperti penciptaan kegiatan lapangan usaha dalam rangka memenuhi
kebutuhan ekonomi, penciptaan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan daya nalar dan
kreativitas agar terjadi akulturasi kebudayaan yang tetap mempertahankan nilai-nilai yang telah
berkembang.
Pada saat ini, indikator keberhasilan pembangunan terdiri atas bagaimana tingkat pengembangan
sumber daya manusia (Indeks Pembangunan Manusia/ human development index/HDI), tingkat
pencapaian ekonomi dan tingkat keseimbangan alam (ekosistem). Ketiga aspek tersebut memiliki
keterkaitan dan ketergantungan (interrelasi dan interdependensi). Indeks Pembangunan Manusia
merupakan indeks dari angka harapan hidup (AHH), angka Rata-Rata Lama Sekolah (RLS), Angka Melek
Hurup (AMH), dan kemampuan daya beli (Purchasing Power Parity/PPP). Sementara tingkat pencapaian
ekonomi meliputi Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), inplasi, dan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB), dengan sembilan lapangan usahanya (pertanian-peternakan-kehutanan-perikanan,
pertambanagn-penggalian, industri pengolahan, listrik-gas-air bersih, bangunan, perdagangan-hotel-
restran, penganggkutan-komunikasi, keuangan-persewaan-jasa perusahaan-dan jasa-jasa lainnya.
Keseimbangan alam dan lingkungan berkaitan dengan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP), pelestarian
lingkungan hidup (hewani-hayati), serta tingkat kerusakan dan pencemaran lingkungan (polusi udara,
air, tanah) yang secara nyata berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat.
Terkait dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), ada tiga bidang yang terkait didalamnya yaitu
bidang pendidikan, kaitan dengan capaian Angka Melerek Hurup (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah
(RLS), bidang kesehatan kaitan dengan Angka Harapan Hidup (AHH) dan bidang ekonomi kaitan dengan
kemampuan daya beli masyarakat (PPP). Walaupun AMH dan RLS belum menggambarkan kualitas
pendidikan secara menyeluruh, tapi itulah yang disepakati dunia internasional sebagai indikator, dalam
hal ini yaitu UNDP. Permasalahan dan tugas kita adalah bagaimana kita merancang pembangunan agar
indikator tersebut dapat diraih dengan penekanan pada kualitas pendidikan. Inti dari proses pendidikan
adalah tansfer of knowledge and transfer of value. Selain memenuhi standar tersebut, maka kita perlu
memikirkan bagaimana proses pendidikan berjalan dengan pemerataan kesempatan menuju indikator
RLS, kita pikirkan juga bagaimana kualitas proses dalam melakukan tansfer of knowledge dan transfer of
value-nya serta muatan nilai-nilai seperti apa yang disampaikan sehingga pada gilirannya dapat
membentuk kualitas warga belajar/peserta didik yang disatu sisi dapat mencerminkan budaya
masyarakat setempat secara komunal, tetapi juga dapat mencerminkan komunitas modern yang
senapas dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi internasional.
Untuk itu, mungkin fokus kita akan diarahkan kepada: (1) Pemerataan kesempatan belajar (dengan
segala pola dan bentuknya), (2) kualitas proses belajar yang syarat nilai-nilai (value), (3) Kualitas hasil
dengan orientasi pada pembentukan sikap dan kebiasaan (habbit and attitude), yang pada gilirannya
akan membentuk manusia yang berkarakter.
Dalam penangannya tentu tidak berdiri sendiri melainkan dikolaborasikan dengan sistem lain
diantaranya dengan peningkatan pendapatan (ekonomi), memperhatikan kelestarian lingkungan hidup,
dengan peningkatan derajat kesehatan, serta membuka diri dengan sistem kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Dikarenakan ketiga aspek tersebut di atas, memiliki interrelasi dan interdependensi,
maka dalam perkembangannya harus seiring dan sejalan. Agar kondisi tersebut dapat dicapai maka
perlu suatu kreativitas (melalui nalar, wawasan, pengetahuan, nurani, keyakinan-keimanan) sehingga
melahirkan budaya baru dalam masyarakat yang sarat dengan nilai-nilai dan falsapah kehidupan.
Oleh karena itu dalam implementasi (pelaksanaan) pembangunan akan banyak dipengaruhi oleh local
community and environment, dalam arti pola dan bentuknya akan tergantung kepada masyarakat dan
lingkungan lokal.
Hambatan-hambatan Dalam Pembangunan
Masyarakat yang terbelakang masih sangat tradisional sekali. Mereka masih terikat dengan nilai-nilai asli
dan juga masih memiliki kerinduan untuk memelihara nilai-nilai tersebut. Biasanya selalu dikaitkan
dengan kebudayaan atau adat istiadat lokal. Dalam masyarakat yang tradsional tidak memberikan
peluang cukup untuk terjadinya perubahan-perubahan serta tumbuhnya kekuatan-kekuatan
pembaharuan dalam masyarakat. Yang menyebabkan hal tersebut sangat kompleks sekali, seperti:
kolonialisme dan feodalisme. Kondisi keterbelakangan juga dapat dilihat dari bidang ekonomi dan
pendidikan. Penyebab utama untuk hal ini adalah adanya keterbatasan yang amat parah dalam
pendapatan, modal dan ketrampilan. Hal tersebut juga menyebabkan kemiskinan masyarakat yang
berkepanjangan.
Di Indonesia, hal itu disebabkan karena penyebaran penduduk yang tidak merata dan tingkat urbanisasi
yang sangat tinggi. Tingkat pendapatan buruh tani di pedesaan yang sangat rendah dan upah buruh di
masyarakat industri yang belum mencapai UMR. Gulungtikarnya perusahaan-perusahaan besar telah
menyebabkan angka pengangguran yang sangat tinggi. Ditambah lagi dengan oportunisme di kalangan
elit politik, telah menyebabkan ketidak stabilan di bidang politik. Hal-hal ini telah menyebabkan
terpuruknya ekonomi rakyat dan mempercepat pemerataan kemiskinan masyarakat Indonesia. Untuk
perubahan sosial-ekonomi dibutuhkan aparatur negara yang bersih dan pendidikan masyarakat yang
memadai.
Bagaimanakah Dimensi spasial dalam Administrasi Pembangunan ?
Pertimbangan dimensi ruang dan daerah dalam administrasi pembangunan memiliki berbagai cara
pandang atau pendekatan (Heaphy,1971). Pertama, menyebutkan bahwa dimensi ruang dan daerah
dalam perencanaan pembangunan adalah perencanaan pembangunan bagi suatu kota, daerah, ataupun
wilayah. Pendekatan ini memandang kota, daerah, ataupun wilayah sebagai suatu maujud bebas yang
pengembangannya tidak terikat dengan kota, daerah, ataupunwilayah yang lain, sehingga penekanan
perencanaannya mengikuti pola yang lepas dan mandiri. Kedua, bahwa pembangunan di daerah
merupakan bagian dari pembangunan nasional. Perencaan pembangunan daerah, dalam pendekatan
ini, merupakan pola perencanaan pada suatu jurisdiksi ruang atau wilayah tertentu yang dapat
digunakan sebagai bagian pola pembangunan nasional. Ketiga, cara pandang yang melihat bahwa
perencanaan pembangunan daerah adalah instrumen bagi penentuan alokasi sumber daya
pembangunan dan lokasi kegiatan di daerah yang telah direncanakan secara terpusat yang berguna
untuk mencegah terjadinya kesenjangan ekonomi antar daerah.
Kebijakan yang menyangkut dimensi ruang dalam administrasi pembangunan dipengaruhi oleh banyak
faktor, disamping sistem pemerintahan, politik, dan ekonomi. Untuk itu, administrasi pembangunan
dalam kaitannya dengan dimensi ruang dan daerah, harus dapat mencari jawaban tentang bagaimana
pembangunan dapat tetap menjaga persatuan dan kesatuan, tetapi dengan memberikan kewenangan
dan tanggung jawab yang cukup pada daerah dan masyarakatnya. Ada beberapa aspek dari dimensi
ruang dan daerah yang berkaitan dengan administrasi pembangunan daerah.
Pertama, regionalisasi atau perwilayahan. Artinya sebagai bagian dari upaya mengatasi aspek ruang
dalam pembangunan, memberikan keuntungan dalam mempertajam fokus dalam lingkup ruang yang
jauh lebih kecil dalam suatu negara. Kedua, yaitu ruang, akan tercermin dalam penataan ruang. Hal ini
pada intinya merupakan lingkungan fisik yang mempunyai hubungan organisatoris/fungsional antara
berbagai macam obyek dan manusia yang terpisah dalam ruang-ruang. Ketiga, otonomi daerah.
Masyarakat pada suatu negara tidak hanya tinggal dan berada dalam pusat pemerintahan, tetapi juga
ditempat-tempat yang jauh dan terpencil dari pusat pemerintahan. Jika kewenangan dan penguasaan
pusat atas sumber daya menjadi terlalu besar maka akan timbul konflik atas penguasaan sumber daya
tersebut. Untuk menjaga agar konflik tersebut tidak terjadi dan untuk meletakkan kewenangan pada
masyarakat dalam menentukan nasib sendiri sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat maka diterapkan
prinsip otonomi. Melalui otonomi diharapkan upaya meningkatkan kesejahteraaan masyarakat di
daerah menjadi lebih efektif. Keempat, yaitu partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Salah satu
karakteristik atau ciri sistem administrasi modern adalah bahwa pengambilan keputusan dilakukan
sedapat-dapatnya pada tingkat yang paling bawah. Dalam hal ini masyarakat bersama-sama dengan
aparatur pemerintah, menjadi stake holder dalam perumusan, implementasi, dan evaluasi dari setiap
upaya pembangunan. Kelima, sebagai impliksi dari dimensi administrasi dalam pembangunan daerah
yang dikaitkan dengan kemajemukan adalah dimungkinkannya keragaman dalam kebijaksanaan. Dari
segi perencanaan pembangunan harus dipahami bahwa satu daerah berbeda dengan daerah yag
lainnya. Untuk itu, kebijaksanaan nasional harus memahami karakteristik daerah dalam
mempertimbangkan potensi pembangunan didaerah terutama dalam kebijaksanaan investasi sarana
dan prasarana guna merangsang berkembangnya kegiatan ekonomi daerah.
Bagaimanakah Dimensi Pembangunan SDM ?
CIDA (Canadian International Development Agency) seperti dikutip oleh Effendi (1993) mengemukakan
bahwa pengembangan sumber daya manusia menekankan manusia baik sebagai alat (means) maupun
sebagai tujuan akhir pembangunan. Dalam jangka pendek, dapat diartikan sebagai pengembangan
pendidikan dan pelatihan untuk memenuhi segera tenaga ahli tehnik, kepemimpinan, tenaga
administrasi.
Pengertian di atas meletakan manusia sebagai pelaku dan penerima pembangunan. Tindakan yang perlu
dilakukan dalam jangka pendek adalah memberikan pendidikan dan latihan untuk memenuhi kebutuhan
tenaga kerja terampil. Dalam hal ini Effendi (1992) mengemukakan bahwa meskipun unsur kesehatan
dan gizi, kesempatan kerja, lingkungan hidup yang sehat, pengembangan karir ditempat kerja, dan
kehidupan politik yang bebas termasuk pendukung dalam pengembangan sumber daya manusia,
pendidikan dan pelatihan merupakan unsur terpenting dalam pengembangannya.
Demikian pula Martoyo (1992) mengemukakan bahwa setiap organisasi apapun bentuknya senantiasa
akan berupaya dapat tercapainya tujuan organisasi yang bersangkutan dengan efektif dan efisien.
Efisiensi maupun efektivitas organisasi sangat tergantung pada baik dan buruknya pengembangan
sumber daya manusia/anggota organisasi itu sendiri. Ini berarti bahwa sumber daya manusia yang ada
dalam organisasi tersebut secara proporsional harus diberikan pendidikan dan latihan yang sebaik-
baiknya, bahkan harus sesempurna mungkin.
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukan dapat disimpulkan bahwa pengembangan sumber daya
manusia meliputi : unsur kesehatan dan gizi, kesempatan kerja, lingkungan hidup sehat, pengembangan
karir ditempat kerja, kehidupan politik yang bebas, serta pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan unsur-
unsur tersebut, pendidikan dan pelatihan merupakan unsur terpenting dalam pengembangan sumber
daya manusia. Sesuai dengan kesimpulan ini, maka yang dimaksud dengan pengembangan sumber daya
manusia melalui upaya pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.
Mengenai arti pentingnya pengembangan sumber daya manusia Heidjrachman dan Husnan (1993)
mengemukakan bahwa sesudah karyawan diperoleh, sudah selayaknya kalau mereka dikembangkan.
Pengembangan ini dilakukan untuk meningkatkan keterampilan melalui latihan (training), yang
diperlukan untuk dapat menjalankan tugas dengan baik. Kegiatan ini makin menjadi penting karena
berkembangnya teknologi dan makin kompleksnya tugas-tugas pimpinan.
Hingga hasil temuan dari Taylor sebagai bapak Scientific Management, orang masih beranggapan bahwa
pengembangan pegawai bukanlah tugas dari para pimpinan. Pendapat yang demikian itu, dalam praktek
dewasa ini masih dianut oleh segolongan pemimpin terlebih-lebih mereka yang belum menyadari
betapa peranan pengembangan pegawai itu sebagai salah satu cara terbaik untuk merealisir tujuan
organisasi yang dipimpinnya.
Untuk bahagian yang lebih besar, para pemimpin dewasa ini telah menyadari bahwa merupakan tugas
mereka untuk mengembangkan bawahannya. Jadi dengan demikian jelaslah perkembangan seorang
pegawai dalam suatu organisasi banyak ditentukan oleh pimpinan atau atasan.
Bahkan pengembangan sumber daya manusia merupakan keharusan mutlak, seperti yang dikemukakan
oleh Siagian (1993) bahwa baik untuk menghadapi tuntutan tugas sekarang maupun dan terutama
untuk menjawab tantangan masa depan, pengembangan sumber daya manusia merupakan keharusan
mutlak.
http://melatyihsan.blogspot.co.id/2012/01/kumpulan-materi-administrasi.html
Pengertian Administrasi PembangunanPosted on December 17, 2008 by ar-Rosyadi
Berbicara tentang Administrasi Pembangunan, terkadang kita akan beranggapan bahwa administrasi ini adalah suatu sistem administrasi yang dipakai oleh negara-negara berkembang. Ginanjar juga menyebutkan bahwa Administrasi Pembangunan pada umumnya digunakan oleh negara-negara berkembang, walaupun memang negara berkembang banyak sekali cara untuk mengkategorikannya. Lebih lanjut Ginanjar menyebutkan bahwa negara-negara berkembang baik yang terjajah maupun yang tidak, kebanyakan mengikuti etika administrasi barat. Khusus bagi negara yang pernah dijajah, maka sistem administrasi yang dianut akan mengikuti penjajahnya, maka dikenalah dengan sebutan administrasi kolonial. Secara de facto sistem administrasi yang dipakai negara kolonial berbeda dengan yang dipakai di negara jajahannya.
Baik, mari kita lupakan permasalahan di atas. Mari kita mencari tahu apa itu administrasi pembangunan. Suminta mengatakan bahwa Administrasi pembangunan merupakan gabungan dua pengertian, yaitu: Administrasi adalah segenap proses penyelenggaraan dari setiap usaha kerja sama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Pembangunan adalah sebagai rangkaian usaha perubahan dan pertumbuhan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintahan menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa.
Apabila batasan pengertian tersebut dikaji, didalamnya terkandung beberapa pokok pikiran yang sangat penting apabila seseorang berbicara mengenai pembangunan. Pokok pikiran yang dimaksud adalah:
1. Pembangunan adalah merupakan suatu proses. Pembangunan itu harus dilaksanakan terus menerus, berkesinambungan, pentahapan, jangka waktu, biaya dan hasil tertentu yang diharapkan.
2. Pembangunan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar. Sudah merupakan hasil pemikiran sampai pada tingkat rasionalitas tertentu.
3. Pembangunan dilaksanakan secara berencana.4. Pembangunan mengarah pada medernitas. Untuk menemukan cara hidup yang lebih baik dari
sebelumnya, lebih maju dan dapat menguasai imtaq dan iptek.5. Pembangunan mempunyai tujuan yang bersifat multidimensional. Meliputi berbagai aspek
kehidupan bangsa dan negara. Terutama aspek: politik, ekonomi, sosbud, dan pertahanan dan keamanan.
6. Pembangunan ditujukan untuk membina bangsa.
Dengan kata lain beliau ingin mengungkapkan bahwa begitu banyak tujuan yang ingin dicapai dari sebuah pembangunan dan administrasi adalah alat untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Jadi Administrasi Pembangunan adalah suatu cara dan upaya untuk memperbaiki sistem atau proses (baik masalah teknis maupun non teknis) yang digunakan oleh negara-negara berkembang
untuk memcapai tujuan-tujuan pembangunan yang meliputi aspek budaya, sosial, dan politik secara terencana dan telah disesuaikan dengan keadaan di negara tersebut.
About these ads
Pengembangan Kelembagaan Bidang Pemerintahan
Label: Kuliah ✪ No comment yet
Pengembangan kelembagaan sering dikenal juga sebagai pembinaan
kelembagaan, yang didefinisikan sebagai proses untuk memperbaiki kemampuan
lembaga guna mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia dengan
keuangan yang tersedia. Khasnya, pengembangan kelembagaan menyangkut
sistem manajemen, termasuk pemantauan dan evaluasi, perencanaan dan lain-lain
(Israel, 1992). Menurut Arturo Israel, konsep umum mengenai lembaga meliputi apa
yang ada pada tingkat lokal atau masyarakat, unit manajemen proyek, badan,
parastatus, departemen-departemen di pemerintah maupun milik swasta.
Kelembagaan lebih dipandang sebagai suatu manajemen dan keterkaitan
antara sumber daya manusia, keuangan dan hubungan atau sistem kerja antara
suatu lembaga dengan lembaga lainnya. Hasil kegiatan-kegiatan dalam
pengembangan kelembagaan bersifat abstrak dan memerlukan waktu cukup lama
sebelum mencapai hasil yang diharapkan bahkan beberapa kelembagaan yang
sudah ada cenderung melemah karena berbagai sebab. Dari studi-studi evaluasi
yang dilakukan, dikelompokkan beberapa faktor yang dapat mengurangi keacakan
kelompok sehingga dapat memelihara kelembagaan, yaitu:
1. Faktor eksogen 2. Individu-individu atau kelompok-kelompok individu yang menonjol3. Perencanaan yang efektif dan pelaksanaan program pengembangan
kelembagaan4. Aplikasi yang efektif mengenai teknik-teknik manajemen5. Harga-harga relatif yang memadai, dan6. Cukupnya komitmen politik.
Komitmen terhadap perbaikan lembaga dengan atau tanpa bank merupakan resep
utama untuk kemajuan.
Persaingan merupakan suatu faktor yang mempengaruhi prestasi lembaga.
Pada saat suatu lembaga berupaya untuk lebih menonjol, memperoleh laba yang
lebih besar atau penghargaan lebih maka hal ini akan berpengaruh terhadap
hubungannya dengan lembaga-lembaga lainnya yang saling berkaitan dalam
hubungan kelembagaan. Persaingan tidak selalu merupakan hal yang negatif
walaupun seringkali meningkatkan potensi konflik. Persaingan dapat membawa
hasil yang positif selama persaingan tersebut digunakan sebagai motivasi untuk
meningkatkan kinerja dan prestasi suatu lembaga. Namun pendekatan umum yang
dianjurkan untuk memperbaiki prestasi lembaga adalah: kesadaran yang lebih
besar terhadap isu-isu, penekanan pada sub sektor dan kegiatan dengan
kekhususan yang rendah serta strategi untuk meminimalkan kebutuhan terhadap
kapasitas lembaga.
Salah satu kelemahan dalam administrasi di negara berkembang adalah
unsur kelembagaan, padahal pembangunan memerlukan dukungan kelembagaan.
Kelembagaan yang tercipta di negara berkembang pada umumnya adalah
kelembagaan tradisional atau warisan penjajahan. Pembangunan sebagai kegiatan
yang kompleks, yang meliputi berbagai disiplin, sektor, kepentingan, dan kegiatan,
memerlukan lembaga-lembaga yang mampu menampung, menyalurkan, dan
mengatasi, serta mensinergikan berbagai aspek tersebut. Kelembagaan dalam hal
ini mengandung arti luas, yaitu dapat berupa organisasi-organisasi formal seperti,
antara lain birokrasi, dunia usaha, partai-partai politik, tetapi juga dapat berupa
lembaga ekonomi seperti pasar, lembaga-lembaga hukum, dan sebagainya.
Menjadi tugas menajemen pembangunan untuk membangun dan
mempersiapkan lembaga yang dibutuhkan agar upaya pembangunan dapat
berhasil mencapai sasarannya. Pertama-tamanya tentunya lembaga pemerintah
perlu dikembangkan agar dapat berfungsi sebagai alat pembangunan. Selain itu,
juga harus dikembangkan lembaga-lembaga sosial ekonomi dan sosial politik
masyarakat, agar pembangunan dapat berlangsung efisien dan memperoleh
partisipasi yang seluas-luasnya dari masyarakat, dan dilakukan dengan derajat
rasionalitas yang tinggi.
Permasalahan birokrasi di negara berkembang ingin diperbaiki melalui
pengembangan kelembagaan. Banyak konsep dikembangkan dalam
pengembangan kelembagaan atau pembangunan administrasi. Di antaranya,
pengkajian paling awal dan banyak menjadi rujukan para pakar administrasi
pembangunan selanjutnya adalah konsep dari Riggs juga. Menurut Riggs (1985),
pengembangan kelembagaan merupakan suatu pola yang menunjukkan
peningkatan efektivitas pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Birokrasi itu sendiri, menurut penglihatan Riggs, merupakan sebuah
organisasi yang konkrit, terdiri dari peran-peran yang bersifat hirarkis dan saling
berkaitan, yang bertindak secara formal sebagai alat (agent) untuk suatu kesatuan
(entity) atau sistem sosial yang lebih besar. Dengan demikian, menurut pandangan
ini, tujuan dari birokrasi itu sendiri. Atas dasar itu, maka kebertanggungjawaban
(accountability) dari birokrasi dalam menjalankan tugas mewujudkan tujuan sangat
esensial sifatnya. Oleh karena itu, pengembangan kelembagaan akan berkaitan
erat dengan peningkatan kebertanggungjawaban dalam proses pengambilan
keputusan, atau dalam hal bagaimana sumber daya instrumental dimobilisasi untuk
mencapai tujuan.
Riggs (1985) melihat pengembangan kelembagaan dari dua sisi, yaitu
perubahan struktural dan kinerja (performance). Secara struktural Riggs
menggunakan diferensiasi struktural sebagai salah satu ukuran. Pandangan ini
didasarkan atas kecenderungan peran-peran yang makin terspesialisasikan (role
specialization) dan pembagian pekerjaan (division of labor) yang makin tajam dan
intens dalam masyarkaat modern. Secara khusus Riggs menganalisis diferensiasi
politik dan administrasi dalam proses pengambilan keputusan yang dipandangnya
sebagai indikator perkembangan ke arah modernisasi. Dalam konteks ini, ia melihat
berkembangnya kelompok-kelompok kepentingan, partai-partai politik dan
organisasi-organisasi masyarakat, lembaga-lembaga perwakilan, lembaga-lembaga
peradilan khusus, sebagai ciri penting dalam proses pengembangan kelembagaan.
Mengenai kinerja, Riggs menekankan sebagai ukuran bukan hanya kinerja
seseorang atau suatu unit, tetapi bagaimana peran dan pengaruhnya kepada
kinerja yang lain atau organisasi secara keseluruhan. Ia menekankan pentingnya
kerjasama dan teamwork, dan membedakan kinerja perorangan (personal
performance) dengan kinerja bersama (social performance). Riggs juga
membedakan antara hasil (accomplishment) dengan upaya yang dilakukan
(endeavour). Dalam pengembangan kelembagaan, perhatian lebih dicurahkan pada
upaya, bukan semata-mata hasil. Contohnya petugas pajak yang menarik pajak dan
kelompok orang-orang kaya dengan mudah akan memperoleh hasil lebih besar
dibandingkan dengan petugas yang bertanggungjawab menarik pajak dari lapisan
yang rendah pendapatannya. Dua aspek kinerja yang menjadi ukuran adalah
efektivitas dan efisiensi. Efektifitas berkaitan dengan seberapa jauh sasaran telah
tercapai, dan efisiensi menunjukkan bagaimana mencapainya, yakni dibanding
usaha, biaya, atau pengorganan yang harus dikeluarkan.
Disamping itu studi yang dilakukan oleh Gormley dan Balla (2003)
menunjukkan bahwa kinerja pemerintah sangat dipengaruhi oleh faktor tugas
pekerjaan, dukungan politik, dan kepemimpinan. Dalam kaitannya dengan tugas
pekerjaan, diketemukan bahwa lembaga yang memiliki tugas utama
mendistribusikan uang kepada penduduk, cenderung dinilai berkinerja baik,
sedangkan yang bertugas mengumpulkan uang, cenderung dinilai berkinerja buruk.
Diketemukan juga bahwa lembaga yang memiliki misi yang tidak jelas
(ambiguous) atau mengandung konflik, cenderung berkinerja buruk. Sementara
yang memiliki output dan outcome yang dapat diamati, cenderung berkinerja baik.
Dalam hubungannya dengan dukungan politik, kedua ahli itu menemukan bahwa
lembaga yang ditekan oleh konstituen yang beraneka ragam, cenderung berkinerja
baik, juga lembaga yang program, dan kebijakannya memberikan dukungan yang
luas, cenderung berkinerja baik.
Lembaga pemerintah yang memberikan kontrol yang bersifat koersif
cenderung lebih buruk kinerjanya daripada yang memiliki kontrol yang bersifat
katalik. Dalam kaitannya dengan kepemimpinan, dikatakan bahwa lembaga yang
memiliki pemimpin dengan keahlian dan pengalaman yang memadai, cenderung
berkinerja baik. Lembaga dengan pemimpin yang berkomitmen tinggi, cenderung
berkinerja baik, demikian pula lembaga dengan pemimpin menarik perhatian publik
cenderung memiliki kinerja baik. Kinerja tidak dapat dilepaskan dari faktor
leadership karena ia melekat pada kapasitas menajemen.
Riggs kemudian mempelajari lebih lanjut hubungan antara tingkat
diferensiasi dan tingkat kinerja dalam konteks paradigma prismatic society-nya.
Dengan teori-teorinya itu, sistem yang maju atau diffracted adalah yang skala
diferensiasi dan kinerjanya tinggi, sedangkan sistem yang agak terdiferensiasi dan
kinerjanya rendah adalah prismatic, yaitu birokrasi umumnya di negara
berkembang. Pengembangan kelembagaan memerlukan sikap mendasar dan
birokrasi. Patologi birokrasi di berbagai negara berkembang menunjukan adanya
kecendrungan mengutamakan kepentingan sendiri (self-serving), mempertahankan
status-quo resisten terhadap perubahan, cendrung terpusat (centralised), dan
dengan kewenangannya yang besar sering kali memanfaatkan kewenangannya itu
untuk kepentingan sendiri. Oleh karena itu, seperti dikemukakan di atas
penyempurnaan aparatur negara acap kali menjadi program pembangunan di
banyak negara yang sedang membangun.
Dari berbagai penelitian diketahui betapa tidak mudahnya melaksanakan
pengembangan kelembagaan di bidang pemerintahan. Penyebabnya dalah
pendekatan yang sering kali bersifat formal struktural, yaitu kepada penataan
organisasi dan fungsi-fungsi. Yang sesungguhnya amat penting, tatapi lebih sulit
dilakukan, adalah pengembangan pada sisi nilai-nilai yang membentuk manusia-
manusia birokrat. Internalisasi nilai-nilai ini yang oleh Riggs (1996) disebut,
introjection, merupakan kunci terhadap peningkatan kinerja birokrasi. Terutama
yang perlu menjadi perhatian adalah memperbaiki sikap birokrasi dalam hubungan
dengan masyarakatnya. Di dalamnya terkandung berbagai unsur, antara lain
sebagai berikut:
Pertama, birokrasi harus membangun partisipasi rakyat. Pengalaman banyak
negara menunjukan bahwa untuk berhasilnya pembangunan, partisipasi rakyat
amat diperlukan. Partisipasi rakyat pada lapisan bawah (grassroots) yang efektif
adalah apabila diselenggarakan secara bersama dalam lingkup kelompok-kelompok
masyarakat (local comunities). Bentuk dan cara partisipasi seperti itu akan
menghasilkan sinergi dan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati oleh semua orang
yang ikut serta di dalamnya. Merupakan tugas birokrasi untuk merangsang
terjadinya partisipasi dan kegiatan kelompok masyarakat serupa itu dalam rangka
membangun masyarakat yang maju dan mandiri.
Kedua, birokrasi hendaknya tidak berorientasi kepada yang kuat, tetapi harus
lebih kepada yang lemah dan kurang berdaya (the under privileged). Sikap
pemilihakan ini hanya akan ada kalau ada pemahaman dan kepedulian akan
masalah yang dihadapi oleh rakyat di lapisan bawah. Untuk itu, hambatan
psikologis harus diatasi karena birokrasi banyak negara berkembang (terutama di
lapisan atas yang justru menentukan) umumnya merupakan kelompok elite suatu
bangsa, yang tidak selalu tanggap dan mudah menyesuaikan atau mengasosiasikan
diri dengan rakyat miskin dan terbelakang.
Ketiga, peran birokrasi harus bergeser dari mengendalikan menjadi
mengarahkan dan dari memberi menjadi memberdayakan (empowering). Ini
merupakan konsep yang amat mendasar, dan untuk negara di mana hubungan
birokrasi dengan rakyat bersifat paternal (patronizing) memerlukan penyesuaian
budaya birokrasi yang cukup hakiki.
Keempat, mengembangkan keterbukaan (transparancy) dan
kebertanggunjawaban (accountability). Yang acap kali membuat birokrasi jauh dari
masyarakat atau masyarakat yang harus dilayaninya jauh dari birokrasi adalah
ketertutupan. Sebagai akibat ketertutupan, masalah-masalah dan pikiran-pikiran
pengembangan kelembagaan dan tidak mudah diterima. Juga ada kecemburuan
terhadap jabatan yang dipegang dan rasa keengganan untuk berbagi pengalaman
dan kewenangan. Ketertutupan juga adalah untuk menyembunyikan
ketidakmampuan dan menggambarkan keengganan menerima kritik.
Mengembangkan sikap keterbukaan dengan demikian amat penting dalam upaya
menyempurnakan birokrasi. Keterbukaan akan merangsang perbaikan melalu saling
silang gagasan (cross fertilization).
Keberadaan akuntabilitas sebagai suatu sistem dan suatu istilah dalam teori
dan praktek adminitrasi sudah cukup lama dan sering digunakan tetapi sebagai
suatu konsep masih membutuhkan penjelasan lebih lanjut.
Gormley dan Balla (2003:10) menyatakan:
Accountability in the public sector should be based on the idea that public administrators can and should serve citizens in the public interest, even in situations involving complicated value judgments and overlapping norms. (Akuntabilitas di sektor publik harus didasarkan pada gagasan bahwa administrator publik dapat dan harus melayani warga untuk kepentingan umum, bahkan dalam situasi yang melibatkan pertimbangan nilai rumit dan norma-norma yang tumpang tindih)
Gormley and Balla (2003, 11) melihat akuntabilitas dalam sektor publik pada
empat aspek berdasarkan sumber kontrol yaitu akuntabilitas birokratik,
akuntabilitas formal atau legal, akuntabilitas professional, dan akuntabilitas politik
seperti pada tipologi akuntabilitas publik berikut:
1. Akuntabilitas birokratik yaitu jika tingkat pengawasannya tinggi dan berasal
dari interen organisasi. Akuntabilitas birokratik ditentukan/diadakan secara
formal melalui hirarki dalam organisasi khususnya organisasi birokratik.
2. Akuntabilitas profesional, jika tingkat pengawasannya rendah dan berasal
dari internal organisasi. Akuntabilitas professional ditentukan/diadakan
secara informal oleh anggota organisasi itu sendiri melalui melalui keahlian
dan standar (yang mungkin dikembangkan oleh organisasi professional atau
pendidikan dan pelatihan).
3. Akuntabilitas legal, jika tingkat pengawasannya tinggi dan berasal dari luar
organisasi. Akuntabilitas legal ditentukan/diadakan secara formal oleh hukum
atau peraturan yang diciptakan oleh legislative, pengadilan atau lembaga
peradilan seperti kejaksaan atau komisi pelayanan masyarakat.
4. Akuntabilitas politik, jika sumber pengawasannya dari luar dan berada pada
tingkat yang rendah. Akuntabilitas Politik tersebut ditentukan/diadakan
secara informal oleh berbagai stakeholders dalam lingkungan akuntabilitas,
bekerja baik secara langsung maupun melalui pejabat yang dipilih (elected
officials).
Berkatian dengan keterbukaan adalah kebertanggungjawaban
(accountability), yang oleh Riggs (1996) ditekankan sebagai hakikat dari upaya
pengembangan kelembagaan. Ketertutupan menyebabkan birokrasi menjadi sulit
dimintai pertanggungjawaban. Padahal birokrasi bukan kekuasaan yang berdiri
sendiri, melainkan alat untuk mencapai tujuan yang lebih besar sehingga
tidaktanduknya harus selalu dapat diawasi dan dipertanggunjawabkan.
Pertanggungjawaban itu dalam konsep birokrasi yang lama bersifat hirakis dari
bawah ke atas di dalam struktur organisasi. Dalam kehidupan masyarakat yang
makin canggih dan terbuka, masyarakat menuntut agar setiap pejabat siap
menjelaskan dan dapat mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada
publik. Kebijaksanaan-kebijaksanaan publik dituntut agar transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan, serta menguntungkan rakyat banyak. Kesemua itu
membutuhkan perubahan sikap dari birokrasi yang sifatnya mendasar.
Pengembangan kelebagaan yang demikian akan menghasilkan birokrasi yang
makin tanggap dalam menghadapi tantangan dan lebih tangkas dalam
memanfaatkan peluang dan mengatasi masalah. Tetapi juga makin peka terhadap
kebutuhan, tuntutan, dan dinamika masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan
kelembagaan harus juga meliputi etika birokrasi.
Aspek akuntabilitas dan transparansi menjadi harga mati dalam
pengembangan kelembagaan pemerintahan. Akuntabilitas dan transparansi tidak
hanya menyodorkan takaran harga kinerja lembaga pemerintah tetapi juga menjadi
cermin tingkat independensinya. Independensi (kemandirian) lembaga memiliki
modal utama berupa kejelasan identitas lembaga yang bersangkutan beserta
tujuan dan tugas-tugas strategis yang harus dikerjakan sehingga suatu lembaga
tersebut memiliki sejumlah koridor sebagai bahan kontrol dan antisipasi dari
segenap potensi penyimpangan. Kejelasan tujuan dan tugas strategis juga
mempermudah dirinya dalam menyusun prioritas kerja secara mandiri. Jadi,
independensi amat berkenaan dengan kemampuannya untuk menjalankan
tugasnya sendiri dan memenuhi kebutuhan dirinya (self-sufficiency) secara mandiri
tanpa memiliki ketergantungan yang sangat kepada pihak lain. Independensi juga
berkenaan dengan kemampuan pengambilan keputusan, terutama dalam
pencanangan tujuan kemudian mengarahkan semua potensi yang dimilikinya dalam
wujud tindakan untuk mencapai tujuan-tujuannya tersebut.
Suatu lembaga pemerintahan/birokrasi berupaya membuktikan diri mereka
telah bersikap netral dan bertindak independen, apa yang dilakukan sebenarnya
tidak lebih dari sebuah hubungan antarorganisasi (interorganizational network)
dengan lembaga lain, seperti unit lain dalam pemerintahan, organisasi nirlaba, dan
organisasi profit-oriented.
Hubungan seperti itu rentan mereduksi tingkat independensi lembaga
pemerintahan, kecuali tiga persyaratan kunci berikut terpenuhi menurut Gormley
dan Balla (2003:145), yaitu Pertama, setiap organisasi yang saling berhubungan
memiliki pembagian tugas dan kerangka kerja yang jelas sehingga mereka hanya
bertindak dan bersikap menurut batasan koridor pekerjaannya itu. Kedua, interaksi
di antara organisasi tersebut harus memiliki sumber daya yang berbeda secara
politik dan ekonomi. Ketiga, hubungan antarorganisasi memenuhi format hubungan
yang setara dan berimbang, tidak membentuk hubungan hirarkis dengan dikotomi
atas-bawah atau relasi superior-inferior. Konsensus menjadi hal utama yang
menjadikan tiga persyaratan kunci tadi berjalan sehingga menghasilkan
independensi dan akuntabilitas sekaligus.
Pembangunan administrasi di negara berkembang pada umumnya dilakukan
mengikuti pola yang dikembangkan di negara maju, baik sistem yang diterapkan di
negara berkembang melalui berbagai bentuk bantuan teknik yang biasanya berada
di bawah judul “pengembangan kelembagaaan” (institution building). Banyak
program pembangunan kelembagaan birokrasi di negara berkembang dibantu
dengan para ahli, beasiswa, dan pembiayaan oleh negara-negara maju, lembaga-
lembaga internasional seperti badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Bank
Dunia, serta organisasi-organisasi swasta seperti Ford Foundation dan Rockefeller
Foundation. Dengan berbagai program tersebut dan melalui literatur dan studi-studi
perbandingan, negara-negara berkembang mengadopsi prinsip-prinsip administrasi
modern dan menerapkan ke dalam sistemnya. Yang terjadi adalah suatu bybird dari
sistem yang diadopsi dan luar dan kebiasaan lama yang masih tidak mudah
dilepaskan.
Sejak awal telah dijelaskan oleh pakar, bahwa tantangan utama
pembangunan lebih bersifat administratif daripada ekonomi, dan bukan pula
kekurangan sumber daya alam. Oleh karena itu, pembangunan atau
pengembangan kelembagaan menjadi bagian penting dalam program
pembangunan di hampir semua negara berkembang. Dengan asumsi bahwa
birokrasi harus berperan aktif mengisi ke vacum-an karena kekuatan-kekuatan
pembangunan lain dalam masyarakat tidak ada atau belum berkembang, maka
birokrasi di negara berkembang tumbuh cepat. Pertumbuhan itu lebih dalam arti
fisik dibanding kualitas. Artinya, organisasi berperan besar dalam penetapan tujuan
(objectives setting), pengendalian, pengaturan, pemeliharaan stabilitas, dan segala
kegiatan lain yang berkenaan dengan segenap aspek kehidupan masyarakat.
Sementara itu, menjelang dasawarsa 90-an, sistem komunisme yang
menerapkan dominasi negara secara sangat ekstrim, runtuh. Bersamaan dengan itu
dunia bergerak menuju zaman baru, yaitu era keterbukaan global atau globalisasi
yang dilandasi oleh arus liberalisasi perdagangan. Dalam kondisi demikian, untuk
dapat selamat (surview), daya saing harus ditingkatkan. Untuk itu, efisieni harus
ditingkatkan dan proteksi ekonomi yang menandai perekonomian dunia, khususnya
ekonomi Negara berkembang pada dasawarsa-dasawarsa sebelumnya, harus
ditiadakan.
Pengalaman empiris negara-negara industri bsssaru juga menunjukan bahwa
strategi melepaskan dominasi negara atas ekonomi dan mengikuti prinsip-prinsip
pasar dengan ekspor sebagai pacuan telah membuahkan hasil seperti tercermin
dalam tingkat pertumbuhan dan taraf kesejahteraan yang meningkat dengan pesat.
Oleh karena itu, berkembang arus de-eatisme, yang dikenal dengan sebutan
deregulasi dan debirokratisasi. Dalam hal ini peranan pemerintah dalam pengaturan
dan keterlibatan langsung dipangkas menjadi seminimal mungkin atau hanya
sepanjang yang diperlukan. Upaya ini merupakan bagian dari penyerasian
struktural (structural adjusment), yang meliputi pelepasan usaha-usaha negara
kepada masyarakat, pelapasan mekanisme pengendalian harga-harga, peniadaan
aturan-aturan yang menghambat kegiatan
dunia usaha, dan pengurangan peran pemerintah secara langsung dalam ekonomi
dan kehidupan masyarakat pada umumnya.
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
Recommended