Upload
barondna09
View
22.620
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
contoh proposal hubungan
Citation preview
http://bascommetro.wordpress.com/2012/05/17/hubungan-usia-ibu-dan-riwayat-abortus-dengan-kejadian-abortus-incompletus-di-rs/
CONTOH Proposal Penelitian; Hubungan Antara Dukungan Psikologis dan Sosial Suami Terhadap Kunjungan Antenatal Care di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kecamatan Kendari Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya peningkatan kesehatan ibu telah dilakukan, baik ditingkat nasional
maupun internasional, Di tingkat internasional (WHO) memperkirakan 585.000
perempuan meninggal setiap hari akibat komplikasi kehamilan dan persalinan.
Dimana saat ini tengah digalakkan program Innitiatives for Maternal Mortality
Program Assesment (IMMPACT) atau inisiatif program penilaian penurunan
kematian ibu yang bertujuan mencari diantara strategi interaksi yang sudah ada,
strategi manakah yang paling efektif dan cost efektif untuk menurunkan kematian ibu
diberbagai situasi sosial dan budaya di negara berkembang dan menilai implikasi
dan strategi tersebut terhadap pemerataan dan kesinambungan pelayanan
kesehatan ibu dan neonatal (UNICEF, 2000) dalam (Masrianto. I, 2001). Dasuki
(2000) mengemukakan bahwa di dunia ini setiap unit seorang perempuan meninggal
karena komplikasi dan persalinan. Dengan kata lain 1400 perempuan meninggal
setiap hari atau lebih dari 500.000, perempuan meninggal setiap tahun karena
kehamilan dan persalinan.
Di Indonesia, upaya meningkatkan kesehatan ibu dilakukan dengan
melengkapi fasilitas pelayanan kesehatan sehingga mampu menyediakan pelayanan
dasar kebidanan seperti transfusi darah, anestesi dan operasi, Strategi Making
Pregnancy Safer (MPS) atau kehamilan yang aman sebagai kelanjutan dari program
Safe Mother Hood (SMH) telah dicanangkan dengan tujuan untuk mempercepat
penurunan kesakitan dan kematian ibu dan meningkatkan akses dan cakupan
pelayanan kesehatan ibu dan bayi, Namun angka kematian ibu penurunannya masih
relatif lambat(SDKI 2002-2003 ). Saat ini di Indonesia, AKI masih tergolong tinggi
yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003) menjadi 284 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2007 (Depkes RI, 2007). Pada tahun 2008 angka
kematian Ibu cukup tinggi 6-8 per 1000 kelahiran hidup (Wijdosastro, 2008).
Dukungan suami terhadap istri selama hamil sebesar 38% dan yang tidak
mendukung sebesar 46% sedangkan target dukungan suami sekitar 85 % (Mersi
Lusianawaty tahun 2003).
Dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, misalnya saja di
Vietnam memiliki AKI 200 per 100.00 kelahiran hidup, di Singapura 5 per 100.000
kelahiran hidup, sedangkan di Malaysia 69 per 100.000 kelahiran hidup dan di
Philipina 142 per 100.000 kelahiran hidup. Diharapkan untuk Indonesia Sehat 2010,
AKI menurun menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup (Harian Kompas, 23/7/2007).
Walaupun telah terjadi penurunan angka kematian ibu yang cukup berarti
yaitu sekitar 520 per 100.000 kelahiran hidup sekitar 35 tahun yang lalu menjadi 290
per 100.000 (Survei Kesehatan Rumah Tangga, 1994) namun angka ini masih
cukup tinggi bahkan tertinggi di lingkungan Asia Tenggara (Dwiaty, Walukono &
Komala, 2000). Fakta lain menunjukkan bahwa di Indonesia, dua orang ibu
meninggal setiap jam karena kehamilan, persalinan dan nifas. Banyak faktor yang
menyebabkan rendahnya cakupan K-1 dan K-4 salah satunya adalah kurangnya
dukungan suami terhadap isteri dalam memeriksakan kehamilannya terhadap
petugas kesehatan yang berdampak pada rendahnya keinginan ibu untuk
memanfaatkan fasilitas Antenatal Care (ANC) (Hakimi, 1997).
Menurut Farrer (2001) frekuensi kunjungan ibu hamil untuk memanfaatkan
fasilitas Antenatal Care tergantung pada dukungan lingkungan sosialnya, terutama
dukungan suami. Friedman (2001) mengemukakan bahwa ikatan suami isteri yang
kuat sangat membantu ketika keluarga menghadapi masalah, karena suami atau
isteri sangat membutuhkan dukungan dari pasangannya. Dukungan tersebut akan
tercipta apabila hubungan interpersonal keduanya baik. Di daerah pedesaan suami
sangat berperan dalam proses pengambilan keputusan dalam suatu keluarga,
sedangkan isteri hanya bersifat membantu dengan memberikan sumbang saran
(Widjosastro, H: 2003).
Pentingnya pelayanan ANC secara teratur sebenarnya bukan hanya untuk
ibu, pemeriksaan kehamilan pun untuk kesejahteraan janin. Untuk ibu misalnya
berguna unutk mendeteksi dini jika ada komplikasi kehamilan, sehingga dapat
segera mengobatinya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan selama
kehamilan, mempersiapkan mental dan fisik dalam menghadapi persalinan,
mengetahui berbagai masalah dengan kehamilan, sehingga dapat segera ditentukan
pertolongan persalinan yang aman. (Mediana, 2007). Sedangkan untuk bayi
pemeriksaan itu pemeriksaan itu bisa meningkatkan kesehatan janin dan mencegah
janai lahir prematur, bayi berat badan lahir rendah,lahir mati, ataupun mengalami
kematian saat baru lahir.
Di Sulawesi Tenggara, untuk menurunkan angka kematian ibu telah dilakukan
pelatihan bidan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan ibu terdepan melalui
proyek Health Mothers Healthy Babies (HMHB), penyediaan fasilitas pelayanan
antenatal care di Polindes, Pustu, Puskesmas dan rumah sakit, namun penurunan
angka kematian ibu masih relatif lambat. Hal tersebut disebabkan karena tingginya
komplikasi obstetri. Misalnya saja pada tahun 2003, penyebab kematian ibu pasca
persalinan sebesar 52%, eklmasia 13%, infeksi 5% dan lain-lain 30%. Di sisi lain,
kemauan ibu untuk memanfaatkan pelayanan antenatal care di sarana-sarana
kesehatan masih relatif rendah. Hal ini tercermin untuk Sulawesi Tenggara
kunjungan (K-1) tahun 2006 sebesar 84,22%, kemudian kunjungan ibu hamil lama
(K-4) sebesar 75,21%, target cakupan K-1 sebesar 97,9% dan K-4 minimal 88,6%,
sasaran ibu hamil sekitar 96.072 orang. Untuk tahun 2007 kunjungan K-1 sebesar
79,73%, untuk K-4 sebesar 72,75%. untuk target K-1 Minimal 90%, untuk K-4
minimal 84,8%, sasaran sekitar 59,281 orang. Tahun 2008 kunjungan K-1 sekitar
31,88%, K-4 75,73%, target K-1 minimal 86%, K-4 95,6%. Untuk sasaran ibu hamil
sekitar 2.122 orang. (Profil Dinkes Provinsi Sultra, 2006-2008),
Untuk Kota Kendari tahun 2006 cakupan K-1 sekitar 91,30%, dan K-4
sebesar 82,45 %, target K-1 minimal 99,8% K-4 95% dan sasaran 6.688 orang,
untuk tahun 2007 cakupan K-1 yaitu sekitar 57,17% dan K-4 78,31% sera target K-1
minimal 82,6%, K-4 90,4%, sasaran ibu hamil 9528 orang, untuk tahun 2008
cakupan K-1 yaitu sekitar 80,4%, K-4 72,88% dan target K-1 minimal 90% dan K-4
minimal 80,8%, sasaran ibu hamil sebesar 6.704 orang (Profil Dinkes Kota Kendari,
2006-2008),
Di wilayah kerja Puskesmas Mata, cakupan K-1 untuk tahun 2006 sekitar
76,2% dan K-4 sebesar 46%, dan target K-1 82%, K-4 94%, untuk sasaran ibu hamil
439 orang kemudian untuk tahun 2007 cakupan K-1 sekitar 52%, K-4 46% target K-1
90%, K-4 96%. Sasaran ibu hamil 656 orang. Untuk tahun 2008 cakupan K-1 71%,
K-4 90% target K-1 80%, K-4 99,6% sasaran ibu hamil 597 orang jauh lebih rendah
dari Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kota Kendari yang telah
ditetapkan yakni 95%. Angka tersebut menunjukkan bahwa frekuensi ibu hamil untuk
memeriksakan kehamilannya masih tergolong rendah. (Data Puskesmas Mata
Kecamatan Kendari Kota Kendari , 2006-2008),
Berdasarkan fenomena di atas penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian
tentang “Hubungan Dukungan Psikologis Dan Sosial Suami Terhadap Kunjungan
Antenatal Care di Wilayah Kerja Puskesmas Mata kecamatan kendari Kota Kendari
Provinsi Sulawesi tenggara Tahun 2009”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah“ Apakah ada hubungan antara dukungan psikologis dan sosial
suami terhadap kunjungan Antenatal Care di Wilayah Kerja Puskesmas Mata
Kecamatan Kendari Kota Kendari Provinsi Sulawesi tenggara Tahun 2009”?
C. Tujuan Penelitian
1. Umum
Untuk mengetahui hubungan antara dukungan suami terhadap kunjungan
Antenatal Care di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kecamatan Kendari Kota Kendari
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009.
2. Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan antara dukungan psikologis suami terhadap kunjungan
Antenatal Care di Wilayah Kerja Puskesmas Mata kecamatan kendari Kota Kendari
Provinsi Sulawesi tenggara Tahun 2009.
b. Untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial suami terhadap kunjungan
Antenatal Care di Wilayah Kerja Puskesmas Mata kecamatan kendari Kota Kendari
Provinsi Sulawesi tenggara Tahun 2009.
c. Untuk mengetahui hubungan suami yang dominan antara dukungan psikologis dan
sosial terhadap kunjungan Antenatal Care di Wilayah Kerja Puskesmas Mata
kecamatan kendari Kota Kendari Provinsi Sulawesi tenggara Tahun 2009.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu kesehatan
masyarakat khususnya dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan dapat
merupakan referensi untuk peneliti selanjutnya.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak Puskesmas Mata
dalam rangka meningkatkan pelayanan Antenatal Care.
3. Manfaat Bagi peneliti
Bagi penulis, penelitian ini merupakan proses belajar menemukan kebenaran
pengetahuan dan menambah wawasan pengetahuan tentang pemanfaatan
Antenatal Care.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Tinjauan Tentang Dukungan Suami
a. Pengertian
Terdapat banyak defenisi tentang dukungan yang dikemukakan oleh para
ahli. Sheri dan Radmacher (2000) menekankan pengertian dukungan sebagai
sumber daya yang disediakan lewat interaksi dengan orang lain “support is the
resource to us thorough our interaction with other people”. Pendapat lain
dikemukakan oleh Siegel dalam Taylor (2001) yang menyatakan bahwa dukungan
adalah informasi dari orang lain bahwa ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga
diri dan dihargai serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban
bersama.
Dari beberapa defenisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dukungan
suami adalah ketersediaan sumber daya yang diberikan oleh suami terhadap
isterinya baik berupa kenyamanan fisik dan psikologis yang diperoleh melalui
pengetahuan bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan dan disayangi. Dukungan
sosial dari keluarga dan suami sangat berpengaruh terhadap proses kehamilan
seorang ibu, jika kehamilan disertai dengan dukungan penuh dari suami dan
keluarga, maka proses kehamilan akan berjalan dengan baik yang secara tidak
langsung akan mempengaruhi kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya.
Kehamilan akan memberi dampak terhadap kelangsungan kehidupan keluarga, baik
berupa penambahan biaya, pengurangan atau penambahan beban pekerjaan,
perubahan jasmani dan pengurangan frekuensi hubungan dengan orang lain yang
kesemua itu akan menimbulkan stress bagi ibu hamil.
Terjadinya pola kehidupan sehari-hari yang disertai dengan labilitas
emosional yang terjadi sampai batas tertentu karena perubahan hormon dan
kebutuhan psikologis di dalam tubuhnya. Permasalahan yang timbul dapat diatasi
oleh ibu seorang diri tetapi harus didukung oleh orang disekelilingnya terutamanya
suaminya (Farrer, 2001).
Bagi ibu pekerja tidak ada halangan untuk melaksanakan pekerjaan secara
rutin. Ibu hamil masih dapat bekerja menjelang persalinan sehingga untuk
melakukan pemeriksaan kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas atau Posyandu
bukanlah halangan selama hal-hal yang bersifat membahayakan kehamilan dapat
dicegah atau dihindari. Ibu hamil dianjurkan untuk dapat mengatur waktu istirahat
dengan diet yang baik serta memeriksakan kehamilan secara teratur. Oleh karena
itu dukungan suami sangat dibutuhkan untuk proses kehamilan yang aman
(Mannuaba, 1999).
Dukungan dan partisipasi pria sangat dibutuhkan oleh seorang istri pada saat
hamil, antara lain suami harus dapat menghindari 3T yaitu (a) terlambat mengambil
keputusan, (b) terlambat ke tempat pelayanan kesehatan dan (c) terlambat
memperoleh pelayanan medis. Seorang suami hendaknya waspada dan berjaga-
jaga serta bertindak jika melihat adanya tanda-tanda bahaya dalam kehamilan
(BKKBN, 2007).
Untuk menghindari tingginya AKI yang disebabkan oleh komplikasi akibat
kehamilan (perdarahan, infeksi dan lain-lain), maka partisipasi suami sangat
diharapkan dan salah satunya harus diwujudkan dalam bentuk suami SIAGA yaitu :
1) Siap, suami hendaknya waspada dan bertindak atau mengantisipasi jika melihat
adanya tanda bahaya kehamilan seperti sering pusing, mual, muntah berlebihan,
bengkak pada wajah dan tungkai dan komplikasi-komplikasi lainnya. Seorang suami
hendaknya jeli dan berperan aktif dalam mencari informasi-informasi kesehatan
khususnya informasi kesehatan ibu hamil agar suami lebih mudah untuk mengontrol
kehamilan isterinya.
2) Antar, suami hendaknya senantiasa menyediakan angkutan yang akan dipakai
menuju sarana pelayanan kesehatan agar bila terjadi komplikasi dalam proses
kehamilan dan persalinan istrinya, suami dapat mengantar langsung isterinya
ketempat pelayanan kesehatan serta mengurangi keterlambatan tiba di sarana
kesehatan.
3) Jaga, suami hendaknya selalu mendampingi isteri selama proses kehamilan sampai
persalinan. Seorang isteri akan merasa senang dan lebih semangat dalam menjalani
kehamilannya apabila ditemani oleh suaminya, karena ia akan merasa diperhatikan
dan disayangi oleh suaminya (Handayani, 2000).
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Suami Dalam Masa Kehamilan Istri
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dukungan suami dalam masa
kehamilan isterinya dapat diuraikan di bawah ini :
1) Dukungan psikologis
Dukungan psikologis adalah suatu sikap yang memberikan dorongan dan
penghargaan moril kepada ibu selama masa kehamilannya, misalnya suami sangat
membantu ketenangan jiwa isterinya, suami mendambakan bayi dalam kandungan
istri, suami menunjukkan kebahagiaan pada kehamilan, suami tidak menyakiti istri,
suami menghibur atau menenangkan ketika ada masalah yang dihadapi isteri, suami
berdoa untuk kesehatan atau keselamatan istri dan anaknya (Retnowati, 2005).
2) Dukungan sosial
Dukungan sosial adalah suatu sikap dengan cara memberikan kenyamanan
dan bantuan secara fisik atau nyata kepada ibu selama masa kehamilannya,
misalnya suami memperhatikan kesehatan isteri yakni menanyakan keadaan istri
atau janin yang dikandungnya, suami mengantar atau menemani istri memeriksakan
kehamilannya, suami menasihati agar isteri tidak terlalu lelah bekerja di rumah atau
di tempat kerja dan suami membantu tugas istri (Yanuasti, 2001). Dukungan sosial
juga di sebut sebgai Dukungan instrumental yaitu bantuan yang diberikan secara
langsung, bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang
diperlukan, memberikan uang, memberikan makanan, permainan atau bantuan yang
lain. Aspek ini di dukung oleh Smet (1995) dan Taylor (1995) dimana bantuan
instrumental ini berupa dukungan materi seperti benda atau barang yang dibutuhkan
oleh orang lain dan bantuan finansial untuk biaya pengobatan, pemulihan maupun
biaya hidup sehari-hari selama seseorang tersebut belum dapat menolong dirinya
sendiri.
3) Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi wawasan dan pengetahuan suami
sebagai kepala rumah tangga semakin rendah pengetahuan suami maka akses
terhadap informasi kesehatan istrinya akan berkurang sehingga suami akan
kesulitan akan mengambil keputusan secara efektif. Akhirnya pandangan baru yang
perlu diperkenalkan dan disosialisasikan kembali untuk memberdayakan kaum
suami mendasarkan pada pengertian bahwa suami memainkan peranan yang
sangat penting, terutama dalam pengambilan keputusan berkenan dengan
kesehatan reproduksi pasangannya ( Hasriyanti, 2005)
4) Pendapatan
Pada masyarakat kebanyakan 75%-100% penghasilannya dipergunakan
untuk membiayai keperluan hidupnya bahkan banyak keluarga rendah yang setiap
bulan bersaldo rendah sehingga pada akhirnya ibu hamil tidak diperiksakan ke
pelayanan kesehatan karena tidak mempunyai kemampuan untuk membayar. Atas
dasar faktor tersebut maka diatas maka prioritas kegiatan GSI ditingkat keluarga
dalam pemberdayaan suami tidak hanya terbatas pada kegiatan yang bersifat
anjuran saja seperti yang selama ini akan tetapi akan bersifat holistik. Secara
kongkrit dapat dikemukakan bahwa pemberdayaan suami perlu dikaitkan dengan
pemberdayaan ekonomi keluarga sehingga kepala keluarga tidak mempunyai alasan
untuk tidak memperhatikan kesehatan karena permasalahan keuangan (Yanuasti,
2001).
5) Budaya
Diberbagai wilayah Indonesia terutama di dalam masyarakat yang masih
tradisional menganggap istri adalah konco wingking, yang artinya bahwa kaum
wanita tidak sederajat dengan kaum pria, dan wanita hanyalah bertugas untuk
melayani kebutuhan dan keinginan suami saja. Anggapan seperti ini mempengaruhi
perlakuan suami terhadap kesehatan reproduksi istri, misalnya kualitas dan
kuantitas makanan yang lebih baik, baik dibanding isteri maupun anak karena
menganggap suamilah yang mencari nafkah dan sebagai kepala rumah tangga
sehingga asupan zat gizi mikro untuk istri kurang, suami tidak empati dan peduli
dengan keadaan ibu yang sedang hamil maupun menyusui anak dan lain-lain.
Beberapa cara merubah budaya diatas antara lain :
a) Persepsi mengenai keseteraan gender perlu diberikan dan disosialisasikan sejak
dini melalui kegiaatan formal (sekolah) maupun non formal (kelompok masyarakat)
dan diaplikasikan kedalam kehidupan sehari-hari.
b) Penyuluhan pada sarana maupun tempat dimana pria selalu berkumpul dan
berinteraksi misalnya tempat kerja, tukang cukur, dan lain-lain.
c) Memberikan informasi sesering mungkin dengan stimulasi yang menarik perhatian
d) Masyarakat indonesia pada umumnya masih mempunyai perasaan malu dan
sungkang pada lingkungan sekitar, oleh karena itu dalam pemeriksaan GSI perlu
dipikirkan sesuatu aturan atau kegiatan yang dapat memotivasi kepala keluarga
untuk segera merearisasikan kepedulian kepada istrinya (Yusrianti, 2001)
2. Tinjauan Tentang Antenatal Care
Antenatal Care adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional (dokter
spesialis, kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan dan perawat bidan),
untuk ibu selama kehamilannya sesuai dengan standar internasional yang meliputi
7T yaitu (1) timbang berat badan ukur tinggi badan, (2) ukur tekanan darah, (3)
pemberian imunisasi tetanus neonatorum, (4) ukur tinggi fundus uteri, (5) pemberian
tablet besi minimal 90 tablet selama masa kehamilan, (6) test pemeriksaan penyakit
menular seksual (7) temuwicara (Saifuddin dkk, 2001).
Penetapan standar 7 T harus dipenuhi dengan minimal empat kali kunjungan
dengan distribusi sekali pada triwulan pertama, sekali triwulan kedua dan dua kali
pada triwulan ketiga. Jumlah kunjungan tersebut dapat dipakai untuk melihat kualitas
pemanfaatan Antenatal Care. Berdasarkan keteraturan kunjungan ibu hamil ini,
cakupan Antenatal Care dapat dievaluasi yang dikenal dengan K-1 dan K-4. K-1
adalah kunjungan baru ibu hamil dan K-4 adalah terpenuhinya seluruh kunjungan
yang diharapkan. Jadi Antenatal Care yang tidak memenuhi standar 7 T tersebut
belum dapat dianggap suatu Antenatal Care (Depkes RI, 2001).
Mochtar (2000) mengemukakan bahwa tujuan Antenatal Care adalah
mendapatkan ibu dan anak yang sehat, menurunkan angka kesakitan dan kematian
ibu dan anak sebagai akibat langsung dari proses reproduksi manusia, mengenal,
mengobati dan mengurangi bahaya penderitaan dan komplikasi proses reproduksi
selama hamil, sewaktu persalinan dalam masa nifas, mencari dan mengurangi
secara bertahap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelangsungan proses
reproduksi baik medis maupun non medis dalam masyarakat.
Penelitian Wibowo (2004) menemukan bahwa ada enam faktor yang
mempengaruhi pemanfaatan Antenatal Care berturut-turut yakni (a) faktor akses
terhadap antenal care yang meliputi jarak, total waktu dan desa, (b) faktor ciri sosial
ibu hamil yang meliputi tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap ibu tentang
Antenatal Care, (c) faktor keadaan ekonomi keluarga yang meliputi belanja keluarga
per bulan dan keterjangkauan pelayanan, (d) faktor ciri reproduksi ibu hamil yang
meliputi jumlah kelahiran dan umur ibu (e) faktor kondisi kesehatan selama hamil
yang meliputi keluhan yang dirasakan, persepsi keadaan kesehatan selama hamil
dan kadar Hb (f) faktor yang meliputi tindakan pengobatan bila sakit selama hamil.
Pentingnya pelayanan ANC secara teratur yang dilakukan 4 kali selama
kehamilan yakni :
a. Satu kali pada trismester pertama pada umur kehamilan kurang dari 14 minggu yang
berfungsi untuk membina hubungan saling percaya antara bidan dengan ibu,
mendeteksi secara dini masalah/keluhan yang dirasakan oleh ibu yang dapat diobati
sebelum mengancam jiwa ibu, mencegah masalah yang umumnya terjadi pada ibu
hamil seperti anemia defisiensi zat besi, pengggunaan praktek tradisional yang
merugikan, mendorong perilaku yang sehat (Nutrisi, Latihan dan kebersihan, istrahat
dan lain-lain)
b. Satu kali pada trimesteri kedua ( antara minggu ke 14- 28) fungsinya sama seperti
kunjunan trimester pertama tetapi perlu kewaspadan khusus mengenai preklamsi,
pemantaun tekanan darah, periksa protein urin dan gejala lainnya.
c. Dua kali pada trimester ketiga (antara minggu 28-36 minggu dan sesudah minggu ke
36) yang fungsinya sama seperti kunjungan sebelumnya tetapi perlu adanya palpasi
abdomen untuk mendeteksi adanya kehamilan ganda, deteksi kehamilan letak, atau
kondisi lainnya yang memerlukan kelahiran di rumah sakit.
Pemeriksaan antenatal yang teratur dapat mendeteksi secara dini komplikasi-
komplikasi yang bisa saja terjadi masa kehamilan (Bobak, 2004).
1) Pelaksana Antenatal Care meliputi tenaga medis (dokter) dan tenaga paramedis
(bidan, perawat yang sudah mendapatkan pelatihan Antenatal Care). Jadwal
pemeriksaan Antenatal Care sebagai berikut : Trimester I dan II, Setiap bulan sekali
diambil data tentang laboratorium, pemeriksaan ultrasonografi, nasehat diet tentang
empat sehat lima sempurna, tambahan protein ½ gr/kg bb = satu telur/hari.
Observasi adanya penyakit yang dapat mempengaruhi kematian, komplikasi
kehamilan dan imunisasi tetanus.
2) Trimester III, Setiap dua minggu sekali sampai ada tanda kelahiran, evaluasi data
laboratorium untuk melihat hasil pengobatan, diet empat sehat lima sempurna,
pemeriksaan ultrasonografi, imunisasi tetanus, observasi adanya penyakit yang
menyertai kehamilan, komplikasi hamil trimester ketiga, rencana pengobatan,
nasehat tentang tanda-tanda inpartu, kemana harus datang untuk melahirkan.
Jadwal melakukan pemeriksaan Antenatal Care sebanyak 12 sampai 13 kali
selama hamil. Di Negara berkembang Antenatal Care dilakukan sebanyak empat
kali sudah cukup sebagai kasus yang tercatat (Mochtar, 2000). Ada dua jenis
intervensi dalam Antenatal Care, yaitu :
1) Intervensi dasar, yaitu perlakuan yang diberikan kepada semua ibu hamil yang
mendapatkan pemeriksaan kehamilan yang meliputi pemberian tetanus toxoid, tablet
zat besi, vitamin dan mineral, serta penyuluhan secara terarah. Intervensi dasar ini
terdiri dari :
a) Pemberian (TT) Tujuan pemberian TT adalah untuk melindungi janin dari tetanus
neonatorum. Pemberian TT baru menimbulkan efek perlindungan bila diberikan
sekurang-kurangnya dua kali, dengan interval minimal empat minggu, kecuali
sebelumnya ibu telah mendapat TT dua kali pada kehamilan yang lalu atau pada
masa calon pengantin, maka TT cukup diberikan satu kali saja.
b) Pemberian tablet zat besi (Fe) Tujuan pemberian tablet zat besi adalah untuk
memenuhi kebutuhan Fe pada ibu hamil dan nifas, karena pada masa kehamilan
kebutuhannya meningkat. Cara pemberiannya adalah satu tablet per hari sesudah
makan selama masa kehamilan dan nifas.
c) Pemberian tablet multivitamin, Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan akan
berbagai vitamin dan mineral bagi ibu dan janin, Cara pemberiannya adalah per hari,
selama masa kehamilan dan nifas.
2) Intervensi khusus, yang diberikan kepada ibu hamil sesuai dengan faktor risiko dan
kelainan yang ditemukan, Perlakuan tersebut meliputi yang perlu dilakukan oleh
pelaksana Antenatal Care, yaitu pemantauan ketat/intensif, pemberian obat, bila
perlu dirujuk ketingkat pelayanan yang lebih lengkap.
Menurut WHO (2001) dalam Saifuddin, dkk (2001) pedoman Antenatal Care,
petugas memberi pelayanan setiap kunjungan, mengenai : perencanaan kelahiran
secara individu harus dimulai sejak kunjungan pertama dan pada kunjungan-
kunjungan berikutnya, imunisasi TT, pemberian tablet besi, mempersiapkan
kelengkapan dan alat-alat bersalin bila direncanakan melahirkan di rumah,
mencatat seluruh kegiatan antenatal (kunjungan pertama dan berikutnya dan
tindakan perawatan yang dilakukan), dukungan psikososial dan menjadwalkan
kunjungan selanjutnya. Kunjungan antenatal untuk kehamilan normal meliputi
kategori penilaian (riwayat, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium) dan penyuluhan
kesehatan.
3. Tinjauan Tentang Kehamilan
a. Pengertian
Kehamilan adalah proses dimana terjadi pembuahan ovum oleh
spermatozoa, Proses perubahan itu sendiri diawali dengan koitus air mani yang
terpancar ke dalam ujung atas vagina sebanyak 2-5 cc yang mengandung
spermatozoa sebanyak 80-120 juta tiap cc (Anderson, 2000). Tiap spermatozoa
terdiri atas tiga bagian yaitu caput atau kepala yang berbentuk lonjong agak gepeng
dan mengandung bahan nukleus, ekor dan bagian yang slindrik menghubungkan
kepala dengan ekor (Prawirohardjo S, 2006).
Spermatozoa berbentuk seperti kecobong dengan kepala lonjong dan ekor
seperti cambuk, bentuk ini untuk pergerakan ke tuba fallopi melalui kanalis dan
servikalis dan kavum uteri sampai menunggu kedatangan ovum,Ovum yang dilepas
ovarium disapu oleh mikrofilamen fibria ke arah ostium tubae abdominale sampai ke
tuba fallopi, Bagian kepala spermatozoa yang telah masuk ke dalam ovum akan
bersatu dengan ovum dan membentuk zigot yang kemudian akan menjadi cikal
bakal janin atau embrio (Anderson, 2000).
b. Tanda-Tanda Kehamilan
Berhasilnya proses pembuahan (kehamilan) dapat dilihat pada perubahan-
perubahan fisik dan psikologis ibu atau tanda (gejala) yang oleh (Prawirohardjo S,
2006) menyebutkan tanda-tanda tersebut antara lain :
1) Amonorea (terlambat datang bulan) yaitu konsepsi dan nidasi menyebabkan tidak
terjadinya pembentukan folikel de graff dan ovulasi yang biasanya disebut terlambat
datang bulan.
2) Mual (nausea) dan muntah (emesis) yaitu akibat pengaruh hormon estrogen dan
progesterone menyebabkan terjadinya pengeluaran asam lambung yang berlebihan
dan menimbulkan muak dan muntah.
3) Ngidam yaitu keadaan dimana seorang wanita hamil sering menginginkan makanan
tertentu.
4) Sinkope atau pingsan,Kondisi ini terjadi karena gangguan sirkulasi darah ke arah
kepala (sentral) menyebabkan iskemia susunan syaraf pusat. Keadaan ini akan
menghilang setelah umur kehamilan 16 minggu.
5) Payudara tegang, Kondisi disebabkan akibat pengaruh hormon estrogen,
progesterone dan samatomammotropin menimbulkan deposit lemak, air dan garam
pada payudara sehingga akan membesar dan tegang, Ujung syaraf akan tertekan
sehingga menimbulkan rasa sakit terutama pada hamil pertama.
6) Sering miksi yaitu suatu gejala susah menahan air seni sebagai akibat kerja hormon
progesterone yang menghambat peristaltic usus.
7) Pigmentasi kulit. Pada kulit terdapat hiperpigmentasi pada daerah dahi, pipi dan
hidung yang disebabkan kloasma gravidarum.
8) Pembesaran rahim. Pembesaran uterus disebabkan oleh hipertropi otot-otot pada
uterus, disamping itu serabut-serabut kolagen menjadi nigroskopik akibat
meningkatnya kadar estrogen.
9) Varises atau penampakan pembuluh darah vena. Penampakan ini sebagai akibat
kerja hormon yang terjadi di sekitar genitalia, kaki dan betis serta payudara.
c. Masalah emosi dan kejiwaan selama kehamilan
Kehamilan merupakan periode yang dramatis terhadap kondisi biologis,
perubahan psikologis adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya.
Perubahan kondisi fisik dan emosional yang kompleks, memerlukan adaptasi
terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik
antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan dari norma-norma
sosialkultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus
berbagai reaksi emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa (Prawirohardjo S,
2006).
Dukungan psikologis dan perhatian akan memberi dampak terhadap pola
kehidupan sosial (keharmonisan, penghargaan, pengobatan, kasih sayang dan
empaty) pada wanita hamil dan aspek tekhnik dapat mengurangi aspek sumber
daya (tenaga ahli, cara penyelesaian persalinan normal, akselasi, kendala nyeri dan
asuhan neonatal).
B. Landasan Teori
Dukungan suami dapat ditekankan sebagai sumber daya yang disediakan
lewat interaksi dengan orang lain “ support is the resource to use through our
interaction with other people”. Pendapat lain bahwa dukungan tentang informasi dari
orang lain adalah ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai, serta
merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban bersama.
Dukungan suami merupakan ketersediaan sumberdaya uang diberikan oleh
suami terhadap istrinya baik berupa kenyamanan fisik dan psikologis yang diperoleh
melalui pengetahuan bahwa individu tersebut diperhatikan, dicintai, dan disayangi.
Dukungan sosial dan keluarga dan suami sangat berpengaruh terhadap proses
kehamilan seorang ibu, jika kehamilan disertai dukungan yang penuh dari suami dan
keluarga, maka proses kehamilan akan berjalan dengan baik yang secara tidak
langsung akan mempengaruhi kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya.
kehamilan akan memberi dampak terhadap kelangsungan kehidupan keluarga, baik
berupa penambahan biaya, pengurangan atau penambahan beban pekerjaan
perubahan jasmani dan pengurangan frekuensi hubungan dengan orang lain yang
kesemua itu akan menimbulkan stress bagi ibu hamil.
Terjadinya pola kehidupan sehari-hari yang disertai dengan labilitas
emosional yang terjadi sampai batas tertentu karena perubahan hormon dan
kebutuhan psikologis di dalam tubuhnya. permasalahan yang timbul dapat diatasi
oleh seorang ibu tetapi harus disekelilingnya terutama suaminya. Dukungan dan
partisipasi pria sangat dibutuhkan oleh seorang isteri pada saat hamil, antara lain
suami harus dapat menghindari 3T yaitu (a) terlambat mengambil keputusan, (b)
terlambat ke tempat pelayanan kesehatan dan (c) terlambat memperoleh pelayanan
medis. Seorang suami hendaknya waspada dan berjaga-jaga serta bertindak jika
melihat adanya tanda-tanda bahaya dalam kehamilan.
C. Kerangka Konsep
D. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian di atas, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini berbunyi :
1. Ho : Tidak ada hubungan yang bermakna antara dukungan psikologis suami dengan
kunjungan Antenatal Care di Wilayah Kerja Puskesmas Mata, Kecamatan Kendari,
Kota Kendari provinsi sulawesi tenggara tahun 2009.
Ha : Ada hubungan yang bermakna antara dukungan psikologis suami dengan
kunjungan Antenatal Care di Wilayah Kerja Puskesmas Mata, Kecamatan Kendari,
Kota Kendari provinsi sulawesi tenggara tahun 2009.
2. Ho : Tidak Ada hubungan yang bermakna antara dukungan sosial suami dengan
kunjungan Antenatal Care di Wilayah Kerja Puskesmas Mata, Kecamatan Kendari,
Kota Kendari, provinsi sulawesi tenggara tahun 2009.
Ha : Ada hubungan yang bermakna antara dukungan sosial suami dengan kunjungan
Antenatal Care di Wilayah Kerja Puskesmas Mata, Kecamatan Kendari, Kota
Kendari, provinsi sulawesi tenggara tahun 2009.
3. Ho : Tidak Ada hubungan suami yang dominan antara dukungan psikologis dan sosial
suami terhadap kunjungan Antenatal Care di Wilayah Kerja Puskesmas Mata, Kota
Kendari, provinsi sulawesi tenggarara Tahun 2009.
Ha : Ada hubungan suami yang dominan antara dukungan psikologis dan sosial
terhadap kunjungan Antenatal Care di Wilayah Kerja Puskesmas Mata, Kota
Kendari, provinsi sulawesi tenggara Tahun 2009.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross
sectional yang bertujuan untuk mengetahui dinamika hubungan antara variabel
bebas (Dukungan suami) dengan variabel terikat (kunjungan Antenatal Care) melalui
pendekatan point time. Artinya, antara variabel bebas dan variabel terikat di
observasi sekaligus pada saat yang sama (Arikunto S, 2006,).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Mata, Kecamatan
Kendari, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi tenggara tahun 2009.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei-Juni tahun 2009.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua suami yang istrinya hamil dan
memeriksakan kehamilannya di wilayah Kerja Puskesmas di Wilayah Kerja
Puskesmas Mata Kecamatan Kendari Kota Kendari Provinsi Sulawesi tenggara
tahun 2009 sejak bulan Mei-Juni tahun 2009.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah suami yang isterinya hamill dan
memeriksakan kehamilan. Metode penarikan sampel menggunakan Acidental,
Sedangkan besar sampel dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:
(Notoatmodjo, 2005)
Keterangan:
n : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi
d : Penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan
(0,05)
Sehingga didapatkan:
D. Defenisi Operasional dan Kriteria Obyektif
Secara operasional, variabel perlu didefenisikan yang bertujuan untuk
menjelaskan makna variabel penelitian. (Arikunto 2006) memberikan pengertian
tentang defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberikan petunjuk
bagaimana variabel itu diukur. Variabel penelitian terdiri dari satu variabel terikat dan
satu variabel bebas, yaitu :
1. Kunjungan Antenatal Care adalah pemanfaatan Antenatal Care oleh ibu hamil pada
petugas kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Mata kecamatan kendari kota
kendari provinsi sulawesi tenggara tahun 2009, yang diukur berdasarkan tiga
pertanyaan yang diajukan dengan menggunakan skala Guttman. Skor kunjungan
Antenatal Care ini akan dikategorikan menurut baik dan kurang dengan kriteria
obyektif :
Baik : Bila responden memanfaatkan Antenatal Care > 4 kali
Kurang : Bila responden memanfaatkan Antenatal Care < 4 kali (Wibowo.A,2004)
2. Dukungan psikologis suami adalah dorongan (motivasi) dan penghargaan moril
suami terhadap ibu hamil selama masa kehamilannya, (Retnowati, 2005) yang
diukur berdasarkan 10 pertanyaan.
dengan kriteria obyektif :
Baik : Bila total skor jawaban responden >60%
Kurang : Bila total skor jawaban responden <60% (Notoatmodjo.S,2005)
3. Dukungan sosial suami adalah suatu sikap dengan cara memberikan dorongan atau
bantuan secara fisik atau yang nyata kepada ibu selama masa kehamilanya,
(yanuasti, 2001) yang diukur berdasarkan 10 pertanyaan.
dengan kriteria obyektif :
Baik : Apabila total skor jawaban responden >60%
Kurang : Bila total skor jawaban responden <60%
(Notoatmodjo, 2005)
E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan instrumen diantaranya kuesioner dengan
jumlah sebanyak 23 pertanyaan dimana yang benar diberi nilai 1 dan yang salah
diberi nilai 0, buku register, catatan mediccal, record pasien di tempat penelitian
berlangsung.
F. Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah dukungan psikologis dan sosial suami
dan kunjungan Antenatal Care yang pengumpulannya melalui wawancara dengan
menggunakan daftar pertanyaan dalam bentuk kuesioner (Arikunto,2006).
2. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini cakupan pemeriksaan kehamilan,
sosiodemografi dan lain-lain yang relevan dengan kebutuhan penelitian yang
pengumpulannya dengan cara melihat dokumen (profil Puskesmas dan laporan
kunjungan ibu hamil).
G. Pengolahan dan Analisis Data
Data diolah menggunakan bantuan elektronik berupa perangkat-perangkat
komputerisasi serta analisis data menggunakan statistik inferensial dengan
menggunakan uji statistik chi square dengan formula :
(Sugiyono, 2007)
Keterangan:
2 : Chi kuadrat
Fo : Frekuensi yang diobservasi
Fh : Frekuensi yang diharapkan
∑ : Sigma atau jumlah
Dasar pengambilan keputusan :
1. Ditolak, Jika 2hitung <2
tabel
2. Diterima, Jika 2hitung >2
tabel
H. Penyajian Data
Data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk grafik dan tabel distribusi
frekuensi berdasarkan variabel yang diteliti disertai dengan narasi secukupnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, 2000. Meningkatkan Kehamilan Yang Aman. http/www.Reblika.Com Diakses 05/05/2009
Arikunto S, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Yogyakarta: Rineka Cipta. Bobak, 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Jakarta : EGC
Dasuki (2000), 2000.. Upaya Meningkatkan Kesehatan Ibu dan Anak.. htttp://www peningkatan kesehatan ibu dan anak Majalah Interaksi 1-3 Desember Hal. 12-15. diakses 09/04/2008
Depkes RI, 2001. Pedoman pelaksanaan Upaya Peningkatan Neonatal, JakartaDinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tenggara, 2006-2009. Profil Kesehatan Propinsi
Sulawesi Tenggara, KendariFarrer (2001). Jati Diri Ibu Dimata Suami. Media Promosi Kesehatan.
htttp://www.kesehatan.go.id. diakses 05/05/2009Friedman 2001. Peran Suami dalam kehamilan. http://www.Kesehatan.go.id diakses
07/04/2008Handayani, 2000. Upaya Mencegah Angka Kematian Ibu Di Indonesia. MediaPenelitian &
Pengembangan Kesehatan, htttp://www.Kurangnya kematian ibu di indonesia.go.id. diakses 11s/05/2009
Hakimi, 1997. Evaluasi Efeketivitas Kehamilan Di Kabupaten Purworejo, Majalan Kedokteran Indonesia.http/www.ilmu kedokteran, diakses 05/05/2009Harian Kompas, 23/7/2007, Angka Kematian Ibu di Indonesia Masih Tinggi.
Hasriyanti, 2005. Studi Retrospektif Dampak Persalinan Usia Remaja Di Wilayah Kerja Puskesmas Konda Kabupaten Konsel Tahun 2005, Skripsi tidak dipublikasikan, Kendari
Manuaba Ida Bagus Gede , 1999, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : Arcan
Masrianto, 2001. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil Terhadap Kunjungan Antenatal Care Di Kecamatan Kalimana Kabupaten Purba. http://www.Depkes.go.id. Diakses 05/05/2009
Mediana, 2007. Pentignya Pelayanan ANC Secara Teratur. http://www. Pelayanan Antenatal care .go.Id diakses 05/05/209
Mercy Lucianawaty, 2003. Menjadi Ayah Yang Bertanggung Jawab. Http//Www.Jhucccp.Go.Id Diakses 11/05/2009Mochtar, Rustam. 2000. Synopsis Obsetri Patologi, Jakarta: EGC
Notoatmodjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.Prawirohardjo dkk, 2006. Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga Cetakan Kedelapan, Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka, Retnowati, 2005. Persepsi Remaja Ketergantungan Napza Mengenai Dukungan Keluarga
Selama Masa Rehablitasi. htttp://www.kesehatan.go.id. diakses 05/05/2009Sheri dan Radmacher. 2000. Dukungan Suami Dalam Upaya Mencegah Angka Kematian
Ibu. http/www.Majalahafmica.Com,Diakses 05/05/2009Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta
Syaifuddin,dkk 2001. Kebidanan Komunitas. Jakarta : Tiara PutraTaylor, 1999. Komunikasi Interpersonal Merupakan Salah Satu Komponen Dukungan
http/www.Suaraperempuan.Com, Diakses 05/05/2009
Wibowo Abdul . 2004. Faktor Penentu Pemanfaatan ANC Dan Hubungan ANC Dengan Bayi Berat Lahir Rendah Di Kec. Ciawi, Desertasi Yang Dipublikasikan Universitas Indonesia
Yanuasti, 2001. Dukungan Sosial Suami Terhadap Pelayanan ANC . htttp://www.Sosial Suami.go.id. diakses 08/04/2009
http://campusline21.blogspot.com/2012/05/hubungan-dukungan-psikologis-dan-sosial.html
http://temboktiar.blogspot.com/2011/04/angka-kematian-ibu-aki-dan-angka.html
http://kesehatan.rmol.co/read/2012/06/01/65739/Angka-Kematian-Ibu-&-Anak-Meningkat-Tajam-
RMOL.Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) lima tahun terakhir, naik tajam. Minimnya layanan medis dalam proses persalinan menjadi salah satu penyebab.
hal itu dikatakan Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Ali Ghufron Mukti saat membuka Workshop Nasional Pelayanan Kesehatan di Kemenkes, Jakarta, beberapa waktu lalu.
“Saat ini AKI di Indonesia masih berada di angka 228 per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah ini 3-6 kali lebih besar dengan negara ASEAN,” ujar Ali Ghufron.
Begitu juga dengan AKB, kata dia, masih 2-5 kali lebih besar dibanding negara ASEAN lainnya seperti Malaysia dan Thailand.
“Jumlah tersebut masih tinggi dari yang ditargetkan pada 2014 menjadi 118 per 100 ribu ke-lahiran hidup dan 2015 akan diupayakan menjadi 102 per 100 ribu kelahiran hidup,” jelas Ali.
Menurut dia, faktor keterlambatan mendapatkan penanganan medis menjadi salah satu penye-bab tingginya AKI dan AKB di Indonesia.
“Para Ibu sering bingung waktu membuat keputusan melahirkan, apakah akan melalui pena-nganan medis atau non medis, terutama di wilayah pedesaan yang menyebabkan tingginya AKI dan AKB,” katanya.
Untuk mengatasi masalah ini, lanjut Ali, Kemenkes telah melakukan upaya memperbanyak layanan kesehatan kepada masyarakat. Yaitu, dengan pengadaan Pos Persalinan Desa (Polin-des) di setiap desa, pemberian kewenangan tambahan pada Puskesmas untuk penanganan gawat darurat dengan Pelayanan Obstetri Neonatal Esensial Dasar (PONED), pemberdayaan rumah sakit sebagai sarana rujukan dalam Pelayanan Obstetri Neonatus Essential Komprehensif (PONEK) dan upaya-upaya standarisasi pelayanan kesehatan kebidanan.
“Bidan memiliki peran penting menjaga kelangsungan hidup ibu dan anak, terutama di wi-layah pedesaan. Untuk itu, peranan bidan akan ditingkatkan mutunya,” janji Ali.
Selain itu, lanjutnya, Kemenkes akan meningkatkan Program Jaminan Persalinan (Jampersal) untuk keluarga tidak mampu. Kemenkes juga telah menganggarkan beberapa dana di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) guna meningkatkan infrastruktur layanan kesehatan masyarakat dengan menambah tempat tidur atau Puskesmas pembantu yang masih kurang.
“Kami akan menambah anggaran klaim Jampersal dari Rp 440 ribu per kelahiran normal menjadi Rp 660 ribu per kelahiran hidup,” ungkap Ali.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief akan menggenjot program Keluarga Berencana (KB) di pedesaan guna menekan AKI dan AKB.
“Infrastruktur program KB di daerah akan diperkuat melalui Pos KB di daerah serta menghi-dupkan kembali fungsi Petugas Lapangan KB (PLKB),” tutur Sugiri.
BKKBN juga akan memperkuat layanan Jaminan Pesalinan (Jampersal) mulai dari konsul-tasi kehamilan, persalinan hingga pemilihan alat KB serta menggiatkan program Generasi Berencana (GENRE) guna menekan tingkat pernikahan dini di kalangan remaja.
“Diharapkan program KB bisa lebih baik untuk menekan angka kematian ibu dan anak,” tandasnya. [Harian Rakyat Merdeka]