Tiwi Nitip Ya, Mbak!

Embed Size (px)

Citation preview

ISU HUKUMMengidentifikasi Isu Hukum Isu hukum mempunyai posisi yang sentral di dalam penelitian hukum. Isu hukum merupakan hal yang harus dipecahkan dalam melakukan penelitian hukum. Penelitian (ground research) diawali dengan merumuskan masalah. Masalah timbul karena adanya dua proporsisi yang mempunyai hubungan, baik yang bersifat fungsional, kausalitas maupun yang satu menegaskan yang lainnya. Karena posisi yang berlaku adalah posisi sentral, maka salah dalam mengidentifikasi isu hukum, akan berakibat salah dalam mencari jawaban atas isu tersebut dan selanjutnya salah pula dalam melahirkan suatu argumentasi yang diharapkan dapat memecahkan isu hukum tersebut. Dalam praktiknya, kegagalan para pihak dalam emmbangun argumentasi untuk memecahkan isu hukum mempunyai implikasi ditolaknya gugatan atau dakwaan tidak terbukti oleh hakim atau sebaliknya. Apabila hakim salah membangun argumentasi yang merupakan alas an atau pertimbangan dalam penjatuhan putusan juga berakibat gugatan yang mestinya ditolak tetap dikabulkan atau sebaliknya. Hal ini aan menimbulkan implikasi lebih jauh yakni terganggunya rasa keadilan secara yuridis atau berkurangnya kepastian hukum. Tujuan hukum adalah untuk menciptakan ketertiban dan keadilan. Secara umum, dapat dikemukakan bahwa tujuan hukum adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh hukum. L.J. van Apeldoorn menyatakan tujuan hukum adalah untuk mempertahankan ketertiban masyarakat. Maka, hukum harus berjalan secara seimbang melindungi kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat. Roscoe Pound membedakan kepentingan masyarakat yakni antara kepentingan pribadi yang berupa keinginan seseorang mengenai hal yang bersifat pribadi dan kepentingan publik yakni berkaitan dengan keinginan seseorang yang bersangkut dengan kehidupan kenegaraan. Sedangkan kepentingan social menyangkut tentang kehidupan social. Apabila kedua pandangan ini disatukan, berarti dalam mempertahankan ketertiban masyarakat hukum harus mampu menyeimbangkan kepentingan-kepentingan pribadi, publik, sosial. Menurut Ulpianus keadilan adalah suatu keinginan yang terus menerus dan tetap untuk memberikan kepada orang apa yang menjadi haknya (justitia est perpetua et constants coluntas jus suum cuique tribuendi). Keadilan harus senantiasa mempertimbangkan kepentingan yang terlibat di dalamnya. Apabila keadilan terlalu dikedepankan maka sulit untuk terciptanya

peraturan yang bersifat umum. Untuk dapat menetapkan peraturan yang bersifat umum, rasa keadilan masyarakat sedikit banyak harus dikorbankan untuk mendapat kepastian hukum. Van Apeldoorn mengatakan bahwa kepastian hukum dapat diartikan dari beberapa segi, akan tetapi kepastian hukum hanya mengetengahkan dua pengertian. Pertama, kepastian hukum berarti dapat ditentukan hukum apa yang berlaku untuk masalah-masalah konkret. Roscoe Pound mengatakan bahwa adanya kepastian hukum memungkinkan adanya predictability. Holmes mengatakan juga bahwa The prophecies of what the Courts will do in fact and nothing more pretentious are what I mean by law. Namun, pernyataan itu dipandang kurnag tepat oleh van Apeldoorn karena kenyataannya hakim juga dapat member putusan yang lain dari apa yang diduga oleh pencari hukum. Kedua, kepastian hukum berarti perlindungan hukum. Adanya kepastian hukum membatasi pihak-pihak yang mempunyai kewenangan yang berhubungan dengan kehidupan seseorang yakni hakim dan pembuat peraturan. Sehingga, kedua pendapat diatas sama-sama memiliki kelemahan. Memang benar, hakim mempunyai kebebasan untuk menafsirkan peraturan hukum, memiliki diskresi bahkan bilamana perlu membuat hukum. Tapi, adanya peraturan untuk masalah konkret perlu dijadikan acuan dalam menyelesaikan perkara yang mirip yang dihadapkan padanya. Keadilan harus didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku bukan keadilan di luar ketentuan hukum. Argumentasi hukum haruslah dibangun berdasarkan ketentuan hukum. Apabila hakim menerima argumentasi di luar ketentuan hukum maka akan menimbulkan tidak adanya suatu kepastian hukum. Begitu pula sebaliknya. Perlu adanya suatu pemahaman yang mendalam mengenai ilmu hukum. Tidak mungkin seseorang yang bukan ahli hukum mampu mengangkat isu hukum. Di dalam penelitian hukum dalam tatanan dogmatik hukum sesuatu menjadi isu hukum apabila di dalam masalah itu tersangkut ketentuan hukum yang relevan dengan fakta yang dihadapi, isu hukum harus mengandung konsep hukum. Sedangkan untuk penelitian dalam tataran filosofis, isu hukum harus menyangkut asas-asas hukum. Sebelum melakukan peneltian dalam tataran apa, peneliti harus meneliti apakan isu yang dihadapkan merupakan isu hukum atau bukan. Hal ini diperlukan agar timbul adanya kepastian hukum.

Isu Hukum dalam Dogmatik Hukum Isu hukum dalam dogmatik hukum timbul apabila ada tiga hal yaitu Pertama, apabila para pihak yang berperkara atau yang terlibat dalam perdebatan mengemukakan pernafsiran yang berbeda atau bahkan saling bertentangan terhadap teks peraturan karena ketidakjelasan peraturan itu sendiri. Kedua, terjadi kekosongan hukum. Ketiga, terdapat perbedaan penafsiran atas fakta. Tidak berarti bahwa kegunaan untuk praktik tersebut tidak dimungkinkan diperoleh dari penelitian yang bersifat akademis. Melalui penelitian akademis diharapkan diperoleh hasil untuk dapat diterapkan guna keperluan praktik hukum bukan sekedar wishful thinking sematamata. Di lain pihak, praktisi hukum dapat merujuk hasil penelitian tersebut dalam membuat legal memorandum atau legal opinion atau gugatan, eksepsi maupun pledoi. Kesalahan pandangan mengenai penelitian hukum sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Tidaklah salah kalau mereka lalu berpaling kepada tulisan dan pandangan para Guru Besar yang memperoleh gelar Sarjana Hukum sebelum tahun 1970 karena sangan kuat dogmatik hukumnya. Mereka sangat kuat dalam interpretasi dan pada umumnya mereka juga praktisi sehingga tahu apa yang harus dilakukan dalam mengisi kekosongan hukum dan menginterpretasi fakta yang dihadapkan kepadanya. Interpretasi pertama kali diajarkan oleh F.C. von Savigny, kejelasan interpretasi akan berfungsi sebagai rekonstruksi gagasan yang tersembunyi di balik aturan hukum dan menggunakan metode hermeneutik. Metode ini berpangkal pada suatu proposisi bahwa terdapat adanya saling ketergantungan yang bermakna antara kehidupan manusia dan budayanya. Manusia memberikan makna kepada kehidupannya dan yang demikian itu tidak dapat diamati dengan menggunakan model ilmu-ilmu eksakta alam. Hukum merupakan aturan, bagi mereka yang mempelajari hukum, mereka harus memaparkan apa sebenarnya realitas itu. Hubungan manusia di dalam interaksi sosial tidak bebas nilai sebagaimana yang dituntut oleh ilmu-ilmu alamiah atau ilmu-ilmu sosial yang memandang hukum bukan sebagai norma tetapi hanya sekedar gejala sosial. Pengertian akan hal-hal yang sarat hukum atau bersifat normatif haruslah jelas dideduksi. Jawaban atas isu-isu hukum ini tidak mungkin tanpa adanya kegiatan interpretasi karena dalam ketentuan undang-undang yang diacu di dalam contoh-contoh tersebut terlibat masalah pengertian hukum. Kesalahan dalam memahami pengertian hukum akan berakibat fatal bagi pencari keadilan. Putusan itu kemudian menjadi dasar pemikiran yang

selanjutnya dalam perkara serua,

kerusakan

pengertian

bukan

saja menyebabkan

ketidakpastian, melainkan juga sudah menyentuh sisi hukum yang lebih tinggi yaitu keadilan. Metode hermeneutik menghadirkan kembali pemikiran Aristoteles mengenai model teologis dengan mengabaikan model kausalitas ilmiah ilmu-ilmu alamiah. Aktivitas manusia ditentukan oleh gagasan-gagasan normatif yang ada di dalam diri manusia itu sendiri dan bukan ditentukan oleh proses mekanis tanpa tujuan sebagaimana terjadi pada makhluk lain yang buakn manusia. John Austin dengan positivismenya mengembangkan ilmu hukum sesuai dengan tuntutan ilmu modern. Adanya gejala tertentu yang harus diverifikasi secara empiris berdasarkan fakta yang dapat diobservasi. Austin memandang hukum dalam kaitannya dengan gejala yang dapat diamati, yaitu aturan-aturan dan sanksi dari suatu institusi yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Aspek normative hukum harus dinyatakan dalam bentuk aturan tingkah laku lahiriah yang dapat diobservasi. Evaluasi terhadap aturan hukum merupakan suatu hal lain. Austin memperbincangkan hukum dari sudut pandang sosiolog hukum yang bebas nilai. Mereka yang sepaham dengan Austin akan menghadapi beberapa masalah karena hukum memang dibentuk atas tujuan normatif sebagaimana tertuang dalam ketentuan yang ada. Pelaku taat kepada hukum berdasarkan pertimbangan subjektif mengenai apa yang benar dan hal ini tidak dapat diobservasi. Ilmu hukum berkaitan dengan dengan hal-hal yang bersifat normatif untuk kegiatan praktik hukum sehingga dapat memberikan pemecahan yang tepat bagi masalah-masalah yuridis yang aktual. Ilmu hukum beraitan dengan faktor-faktor normative yang tidak dapat diverifikasi. Persyaratan dan prosedur yang berlaku untuk ilmu-ilmu alamiah dan sosial tidak dapat digunakan di dalam ilmu hukum. Menurut Hart, pada saat masyarakat taat kepada aturan hukum, hal ini lebih dari sekedar aturan tingkah laku yang dapat diobservasi. Kesadaran tersebut tidak dapat diobservasi. Perilaku manusia disebabkan oleh jalan pikiran yang kompleks sehingga apa yang mereka lakukan sebenarnya selalu dapat menjadi objek interpretasi. Hart memberi sumbangan yang berarti bagi hermeneutik hukum. Tingkah laku manusia dipengaruhi oleh gagasan normatif si pelaku tersebut. Oleh karena itu, peneliti hukum harus menemukan makna tingkah laku melalui interpretasi.

Isu Hukum dalam Teori Hukum Tidak cukup dilakukan penelitian dalam ruang lingkup dogmatik hukum, melainkan lebih mendalam lagi memasuki teori hukum. Pengertian hukum berkaitan dengan fakta hukum yang dihadapi, untuk penelitian pada tataran teori hukum isu hukum harus mengandung konsep hukum. Konsep hukum dapat dirumuskan sebagai suatu gagasan yang data direalisasikan dalam kerangka berjalannya aktivitas hidup bermasyarakat secara tertib. Diperlukan bagi mereka yang ingin mengembangkan suatu bidang kajian hukum tertentu. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan dan memperkaya pengetahuannya dalam penerapan aturan hukum. Ahli hukum akan lebih meningkatkan daya interpretasi dan juga mampu menggali teori-teori yang ada di belakang ketentuan hukum tersebut. Kesalahan dalam menerapkan konsep karena kurangnya pemahaman akan berakibat fatal. Penelitian akan konsep-konsep hukum harus benar-benar dilakukan oleh ahli hukum. Jika tidak, akan mempunyai implikasi yang luas. Radbruch menentang positivism yang bebas nilai yang tidak mengakui bahwa antara hukum dan moral terdapat hubungan yang tak dapat dipisahkan. Hukum merupakan produk dari budaya manusia. Menurut Radbruch, tujuan hukum adalah menetapkan aturan bagi suatu masyarakat dalam kerangka keadilan. Hermeneutik merupakan instrument yang sangat penting di dalam melakukan penafsiran baik bagi ruang lingkup dogmatik hukum maupun dalam ruang lingkup teori hukum. Hermeneutik bermanfaat dalam memecahkan isu hukum pada tataran dogmatik dan teori hukum. Mereka yang melecehkan dogmatik hukum juga tidak pernah paham akan pandangan yang dikembangkan oleh mereka yang menentang paham legisme. Isu Hukum dalam Filsafat Hukum Penelitian hukum yang berkaitan dengan isu mengenai asas hukum berada dalam tataran filsafat hukum. Untuk dapat memahami isu tersebut, perlu terlebih dahulu dikemukakan pengertian asas hukum, Bellefroid menyatakan bahwa peraturan-peraturan hukum yang berlaku umum dapay diuji oleh aturan-aturan pokok yang tidak perlu diuji lagi. Asas hukum tersebut menampakkan diri ke permukaan melalui aturan-aturan hukum. Setiap tertib hukum yang berlaku di suatu Negara berbeda-beda antara sautu Negara dengan Negara yang lain. Namun, semuanya itu tidak seluruhnya benar. Ada asas hukum yang berlaku secara universal. Asas-asas hukum juga dapat mengalami perubahan. Perubahan asas hukum amatlah ambat dibandingkan dengan perubahan peraturan hukum. Asas hukum yang berlaku di suatu Negara dapat dipergunakan di Negara lain, dapatlah dikemukakan bahwa asas hukum yang lama yang asli

yang dimiliki oleh suatu Negara mungkin dapat diganti oleh asas hukum yang asli tersebut tidak lagi sesuai dengan situasi yang ada. Asas-asas hukum mempunyai arti penting bagi pembentukan hukum, penerapan hukum dan pengembangan ilmu hukum. Pembentukan hukum, asas-asas hukum memberikan landasan secara garis besar mengenai ketentuan-ketentuan yang perlu dituangkan di dalam aturan hukum. Penerapan hukum asas-asas hukum sangat membantu bagi digunakannya penafsiran dan penemuan hukum maupun analogi. Pengembangan ilmu hukum asas hukum mempunyai kegunaan karena di dalam asas-asas hukum dapat ditunjukkan berbagai aturan hukum pada tingkat yang lebih tinggi. Penelitian terhadap asas-asas hukum mempunyai nilai yang sangat penting baik bagi dunia akademis, pembuatan undang-undang maupun praktek peradilan. Peneliti perlu menelaah lebih jauh soal asas nullum delictum nulla poena sina praevea lege poenali yang diajarkan oleh Anselm von Feurbach. Ajaran ini harus diterapkan secara mutlak untuk prbuatan yang bertentangan dengan hak asasi manusia. Feurbach menyatakan dalam teori vom psychologischen zwang. Montesquieu yang berjudul LEsprit des Lois yang pertama kali memunculkan asas tersebut. Apabila peneliti tidak menemukan bukti aslinya atau tidak paham bahasanya, peneliti dapat juga mencari rujukan dari penulis-penulis yang mempunyai kualifikasi tinggi yang membahas asas tersebut seperti Paul Scholten dan lain-lain. Peneliti perlu menelaah filsafat yang berkembang dari suatu masa ke masa yang lain. Penelitian ini seakan-akan menempatkan kebebasan atau diskresi hakim sebagai suatu variabel terikat sedangkan perkembangan filsafat sebagai variabel bebas. Dapat saja pengadilan membuat putusan yang menentang pandangan yang berlaku pada masa dibuatnya putusan itu. Putusan ini kemudian menjadi landasan filosofis bagi putusan hakim berikutnya. Hubungan Dua Proposisi Isu hukum juga timbul karena adanya dua proposisi hukum yang mempunyai hubungan yang bersifat fungsional, kausalitas maupun yang satu menegaskan yang lain.di dalam hukum tidak dimungkinkan seorang dinyatakan bersalah dan tidak bersalah sekaligus atau terbukti dan sekaligus tidak terbukti melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya. Dalam hukum ada yang dinamakan tertii exclutie yani keadaan dimana tidak ada kemungkinan ketiga. Dalam penelitian dengan isu demikian, peneliti harus mampu memahami konsep hukum yang meneragkan proposisi yang diterangkan. Peneliti juga terkadang perlu melakukan penelitian mengenai pengertian, agar tidak ada salah pengertian akan suatu kata yang bersifat khas. Isu hukum yang timbul juga dapat dikarenakan adanya hubungan fungsional memuat proposisi

yang pertama bersifat fungsional terhadap yang kedua. Apabila salah dalam mendefinisikan akan menyebabkan tinjauan yang salah. Dan apabila salah dalam memahami salah satu atau kedua hal tersebut meneybabkan konklusi tidak dapat dipertanggungjawabkan. Socio-Legal Research (Penelitian Sosio-Legal) bukan Penelitian Hukum Penelitian sosial tentang hukum sering disalahartikan dengan penelitian hukum. Hal ini dikarenakan keduanya memiliki objek yang sama yakni hukum. Penelitian sosio-legal anya menempatkan hukum sebagai gejala sosial, hukum dipandang dari segi luarnya saja. Dalam penelitian ini selalu dikaitkan dengan masalah sosial. Penelitian ini menitikberatkan pada perilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum. Masalah efektivitas aturan hukum, epatuhan terhadap aturan hukum, peran lembaga atau institusi hukum dalam penegakan hukum, implementasi aturan hukum, pengaruh aturan hukum terhadap masalah sosial tertentu atau sebaliknya, pengaruh masalah sosial tertentu terhadap aturan hukum. Hukum ditempatkan sebagai variabel terikat dan faktor-faktor non-hukum yang mempengaruhi hukum dipandang sebagai variabel bebas. Untuk menguji hipotesa kemudian diperlukan data. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan metode statistik yang lazimnya disebut penelitian kuantitatif. Itulah prosedur penelitian sosio-legal yang tidak kurang sebenarnya merupakan penelitian sosial dan bukan penelitian hukum. Dalam penelitian hukum yang diteliti adalah kondisi hukum secara instrinsik yakni hukum sebagai sistem nilai dan sebagai norma sosial. Hasil yang hendak dicapai bukan mencari jawaban atas efektivitas suatu ketentuan, pengaruh faktor-faktor non-hukum terhada peraturan hukum, peranan institusi dalam penegakan hukum. Hipotesis, variabel bebas atau terikat, data, sampel atau analisis kualitatif maupun kuantitatif. Penelitian ini dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang diajukan. Hasil yang dicapai adalah memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya. Penelitian sosio-legal hendak dijadikan penelitian hukum, esensi permasalahannya harus diubah. Tidak diperlukan data, yang diperlukan adalah pemahaman yang mendalam tentang undang-undang yang ditelaah tersebut. Peneliti perlu mengacu naskah akademis dari undang-undang itu dan risalah pembahasannya. Dengan melakukan telaah semacam itu akan dihasilkan kesimpulan yang menjawab isu yang diajukan. Perlu diinventarisasi undapa ang-undang yang dinyatakan tidak mempunyai kekuatan mengikat. Selanjutnya, dipelajari asas-asas perundang-undangan yang baik. Studi tersebut juga harus dilengkapi dengan teori-teori mengenai sifat kewenangan di bidang penyidikan da penyelidikan. Sehingga dari studi demikian akan didapatkan kesimpulan. Apabila ternyata

kesimpulan yang dihasilkan dalam masing-masing penelitian tersebut menghasilkan sesuatu yang memungkinkan bagi peneliti masih kurang, perlu dikemukakan rekomendasi. Inilah yang disebut sebagai preskripsi, yaitu apa yang seyogyanya.