Upload
febriyan-rachmawati
View
782
Download
74
Embed Size (px)
Citation preview
Febriyan Rachmawati09/289442/GE/06764
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Teori lokasi adalah suatu teori yang dikembangkan untuk memperhitungkan
pola lokasi kegiatan-kegiatan ekonomi termasuk di dalamnya kegiatan industri
dengan cara yang konsisten dan logis. Ada beberapa teori lokasi antara lain:
Teori Tempat Sentral (Central Place Theory) dari Walter Christaller, Teori
Lokasi Industri (Theory of Industrial Location) dari Alfred Weber, Teori Susut
dan Ongkos Transpor (Theory of Weight Loss and Transport Cost) dan Model
Gravitasi dan Teori Interaksi (The Interaction Theory) dari Issac Newton. Selain
tokoh di atas masih banyak tokoh-tokoh yang membicarakan tentang teori lokasi
antara lain Edgar Hoover, Tord Palandar, August Losch, Melvin Greenhut,
Walter Isard. Dari sekian banyak teori lokasi, pada prinsipnya sama yaitu
membicarakan bagaimana menentukan lokasi industri.
Tidak ada sebuah teori tunggal yang bisa menetapkan di mana lokasi suatu
kegiatan produksi (industri) itu sebaiknya dipilih. Untuk menetapkan lokasi
suatu industri (skala besar) secara komprehensif diperlukan gabungan dari
berbagai pengetahuan dan disiplin. Berbagai faktor yang ikut dipertimbangkan
dalam menentukan lokasi, antara lain ketersediaan bahan baku, upah buruh,
jaminan keamanan, fasilitas penunjang, daya serap pasar lokal, dan aksesibilitas
dari tempat produksi ke wilayah pemasaran yang dituju (terutama aksesibilitas
pemasaran ke luar negeri), stabilitas politik suatu negara dan, kebijakan daerah
(peraturan daerah).
Pada paper ini akan dibahas teori lokasi dari Alfred Weber. Alfred Weber
adalah seorang ekonom Jerman yang mengajar di Universitas Praha pada tahun
1904 hingga 1907 dan kemudian di Universitas Heidelberg (Jerman) pada 1907 –
1933, menulis buku berjudul Uber den Standort der Industrien (1909) yang
kemudian dialihbahasakan oleh J.C. Friedrich menjadi Alfred Weber’s Theory of
Febriyan Rachmawati09/289442/GE/06764
Location of Industries (1929). Beliau merupakan pelopor pengembangan
rumusan mengenai teori lokasi dengan pendekatan kegiatan industri pengolahan
(manufacturing).
Teori lokasi yang dikemukakan oleh Alfred Weber berawal dari tulisannya
yang berjudul Uber den Standort der Industrien pada tahun 1909. Menurut teori
Weber pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip minimisasi biaya. Weber
menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi
dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya harus minimum (least cost
location). Tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang
minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Ada tiga
faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, upah tenaga
kerja, dan kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi. Dalam menjelaskan
keterkaitan biaya transportasi dan bahan baku Weber menggunakan konsep
segitiga lokasi atau locational triangle untuk memperoleh lokasi optimum. Untuk
menunjukkan apakah lokasi optimum tersebut lebih dekat ke lokasi bahan baku
atau pasar.
Biaya transportasi dan biaya upah tenaga kerja merupakan faktor umum
yang secara fundamental menentukan pola lokasi dalam kerangka geografis.
Dampak aglomerasi atau deaglomerasi merupakan kekuatan lokal yang
berpengaruh menciptakan konsentrasi atau pemencaran berbagai kegiatan dalam
ruang. Biaya transportasi merupakan faktor pertama dalam menentukan lokasi
sedangkan kedua faktor lainnya merupakan faktor yang memodifikasi lokasi.
Biaya transportasi bertambah secara proporsional dengan jarak. Jadi titik
terendah biaya transportasi adalah titik yang menunjukkan biaya minimum untuk
angkutan bahan baku dan distribusi hasil produksi. Biaya transportasi
dipengaruhi oleh berat lokasional.Berat Lokasional adalah berat total semua
barang berupa input yang harus diangkut ketempat produksi untuk menghasilkan
satu satuan output ditambah berat output yang akan dibawa ke pasar.Berat total
itu terdiri dari satu satuan produk akhir ditambah semua berat input yang harus
Febriyan Rachmawati09/289442/GE/06764
diangkut ke lokasi pabrik seperti bahan mentah, bahan setengah jadi, bahan
penolong, dan lain-lain yang diperlukan untuk menghasilkan satu satuan output.
I.2 Rumusan Masalah
a. Apakah teori lokasi itu?
b. Bagaimana teori lokasi menurut Alfred Weber?
c. Apa dan bagaimanakah segitiga lokasi Weber?
d. Apakah indeks material itu?
e. Bagaimana kaitan segitiga lokasi Weber dengan indeks material?
f. Bagaimana penerapan segitiga lokasi Weber tersebut?
Febriyan Rachmawati09/289442/GE/06764
BAB II
PEMBAHASAN
Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa teori lokasi adalah suatu teori yang
dikembangkan untuk memperhitungkan pola lokasi kegiatan-kegiatan ekonomi
termasuk di dalamnya kegiatan industri dengan cara yang konsisten dan logis. Teori
lokasi merupakan ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi
dan mempelajari lokasi secara geografis dari sumberdaya alam serta pengaruhnya
terhadap lokasi berbagai macam usaha. Banyak ilmuwan yang mengemukakan
pendapat mereka tentang penentuan lokasi, antara lain: Alfred Weber, Edgar Hoover,
Tord Palandar, August Losch, Melvin Greenhut dan Walter Isard. Semua ilmuwan
tersebut mengemukakan teori yang pada prinsipnya sama yaitu membicarakan
bagaimana menentukan lokasi industri.
Alfred Weber adalah salah satu ilmuwan yang mengemukakan teori tentang
penentuan lokasi industri. Beliau berpendapat bahwa penentuan lokasi industri
ditempatkan di tempat-tempat dengan biaya seminimal mungkin minimal (least cost
location) dan tentunya memperhitungkan perolehan keuntungan yang maksimal.
Selain itu ada berbagai faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan lokasi,
antara lain ketersediaan bahan baku, upah buruh, jaminan keamanan, fasilitas
penunjang, daya serap pasar lokal, dan aksesibilitas dari tempat produksi ke wilayah
pemasaran yang dituju (terutama aksesibilitas pemasaran ke luar negeri), stabilitas
politik suatu negara, dan kebijakan daerah.
Weber berpendapat bahwa lokasi optimal dari suatu perusahaan industri
umumnya terletak di dekat pasar atau sumber bahan baku. Suatu perusahaan industri
memilih lokasi pada salah satu dari kedua tempat tersebut terkait dengan biaya
pengangkutan/ transporatsi untuk bahan baku dan hasil produksi yang dapat
diminimalkan dan keuntungan aglomerasi dan deglomerasi yang ditimbulkan dari
adanya perusahaan pada suatu lokasi akan dapat pula dimanfaatkan semaksimal
mungkin.
Febriyan Rachmawati09/289442/GE/06764
Dampak aglomerasi atau deglomerasi merupakan kekuatan lokal yang
berpengaruh menciptakan konsentrasi atau pemencaran berbagai kegiatan dalam
ruang. Setiap perkembangan yang terjadi pada suatu kawasan, terutama dalam
kaitannya dengan sektor industri akan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam
mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya. Maka dapat dikatakan bahwa
perkembangan suatu kawasan mempunyai dampak terhadap perkembangan kota yang
berada di sekitarnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan kawasan
industri tersebut adalah terdapatnya sarana transportasi yang memadai. Peranan
sarana transportasi ini sangat penting bagi suatu kawasan untuk menyediakan
aksesibilitas bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari akan barang dan
jasa, serta untuk meningkatkan kehidupan sosial ekonomi.
Dalam menjelaskan keterkaitan biaya transportasi dan bahan baku, Weber
menggunakan konsep tiga arah yang dikenal dengan teori segitiga lokasi (locational
triangle) untuk memperoleh lokasi optimal. Untuk menentukan lokasi industri
optimal, Weber membuat segitiga lokasi industri yaitu bahan baku yang berada di dua
tempat (R1 dan R2), lokasi industri (P) berada di tengah-tengah antara pasar (M) dan
bahan baku (R1 dan R2). Segitiga lokasi (locational triangle) tersebut ialah seperti
gambar berikut
Model segitiga lokasi Weber dibedakan menjad tiga buah yaitu segitiga lokasi
tidak optimal, segitiga lokasi kurang optimal, dan segitiga lokasi paling optimal.
Segitiga lokasi tidak optimal ditunjukkan pada gambar (c). Segitiga lokasi kurang
optimal ditunjukkan pada gambar (b). Sedangkan segitiga lokasi paling optimal
ditunjukkan pada gambar (a). Gambar segitiga lokasi pertama menunjukkan bahwa
jarak R1 ke M, R1 dan R2 sama jauhnya artinya biaya transportasi dari manapun
Febriyan Rachmawati09/289442/GE/06764
sama-sama kecilnya Jadi, biaya transportasi untuk bahan baku dan produk industri
paling minimal. Pada segitiga lokasi kedua ditunjukkan bahwa letak titik P2 menjauhi
M, tetapi mendekati R1 dan R2. Pada segitiga lokasi ketiga ditunjukkan bahwa letak
titik P3 mendekati titik M, tetapi menjauhi titik R1 dan R2.
Untuk menunjukkan apakah lokasi optimal suatu industri lebih dekat dengan
lokasi bahan baku atau pasar, Weber merumuskan indeks material (IM). Indeks
material didapatkan dengan membagi bobot bahan baku (mentah) dengan bobot
barang jadi. Indeks material >1 berarti bobot bahan baku lebih kecil dari bobot barang
jadi sehingga lokasi optimal berada mendekati pasar karena biaya transportasi bahan
baku lebih murah. Indeks material <1 terjadi saat bobot bahan baku lebih besar dari
bobot barang jadi sehingga lokasi optimal berada mendekati sumber bahan baku
karena biaya transportasi bahan baku lebih mahal. Bila hasil pembagian bobot bahan
baku dengan bobot barang jadi didapatkan hasil sama dengan 1 menunjukkan bahwa
lokasinya adalah optimal. Hal tersebut terjadi saat berat bahan baku sama dengan
berat barang jadi sehingga biaya transportasi minimal saat lokasi optimal berada di
tengah.
Dari penggambaran segitiga lokasi Weber, lokasi industri dapat diklasifikasikan
menjadi dekat dengan pasar, dekat dengan bahan mentah dan lokasi optimal.
Klasifikasi dekat pasar ditunjukkan oleh segitiga lokasi tidak optimal dengan nilai
indeks material kurang dari satu. Klasifikasi dekat bahan mentah digambarkan
dengan segitiga lokasi kurang optimal dengan nilai indeks material lebih dari satu.
Klasifikasi lokasi optimal adalah lokasi industri terbaik dengan indeks material
bernilai sama dengan satu. Hal ini berarti segitiga lokasional tersebut adalah segitiga
lokasi paling optimal yaitu titik P berada di sentral antara titik pasar (M) dan bahan
mentah (R1dan R2).
Teori Lokasi Weber sangat cocok diterapkan untuk industri berat dan industri
primer. Bahwa kegiatan yang lebih banyak menggunakan bahan baku cenderung
untuk mencari lokasi dekat dengan lokasi bahan baku, seperti pabrik alumunium
lokasinya harus dekat lokasi tambang dan dekat dengan sumber energi (listrik).
Febriyan Rachmawati09/289442/GE/06764
Industri primer adalah Industri yang menghasilkan barang-barang tanpa pengolahan
lebih lanjut sehingga bentuk dari bahan baku masih tampak. Sebagai contoh ialah
industri pengasinan ikan dan penggilingan padi. Industri primer ini aktivitasnya lebih
banyak menggunakan bahan baku sehingga lokasi industrinya yang tepat dan optimal
adalah dekat dengan bahan baku. Pemilihan lokasi tersebut karena untuk menghemat
biaya transportasi dan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Sedangkan
untuk industri yang kegiatan produksinya menggunakan bahan baku yang ada
dimana-mana seperti air cenderung dekat dengan lokasi pasar.
Contoh kegiatan industri lain yang menerapkan teori lokasi Weber adalah
industri pengolahan tepung tapioka. Lokasi industri yang ideal agar diperoleh
keuntungan yang maksimal adalah pabrik tidak berada jauh dari sentra-sentra
produksi bahan baku dari pembuatan tepung tapioka. Hal tersebut dapat dijumpai di
daerah Lampung, tepatnya di daerah Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Di sana
bahan baku pembuatan tepung tapioka dapat diperoleh dari penduduk-penduduk yang
ada di sekitar pabrik. Dalam hal pemasaran hasil industri ke Propinsi Lampung
jaraknya kurang lebih 50 km dari lokasi pabrik dan untuk kegiatan ekspor produk pun
jaraknya hanya 60 km dari pabrik yaitu menuju pelabuhan Panjang. Lokasi yang
demikian sangat tepat karena ditinjau dari segi transportasi tidak terlalu tinggi, dari
segi tenaga kerja pun masih bisa dijangkau dan keuntungan yang diperoleh
maksimum.
Febriyan Rachmawati09/289442/GE/06764
BAB III
PENUTUP
Alfred Weber mengemukakan teori lokasi industri dengan prinsip “least cost
location” yaitu penentuan lokasi industri ditempatkan di tempat-tempat yang resiko
biaya paling murah atau minimal. Pada konsepnya yang berupa segitiga lokasl,
Weber menunjukkan bahwa penempatan lokasi industri sebaiknya di tempat dengan
total biaya transportasi dan tenaga kerja minimum, yang cenderung identik dengan
tingkat keuntungan yang maksimum.
Penentuan lokasi industri optimal ialah dengan melihat letak sumber bahan baku
dan pasar dalam upaya menekan biaya transportasi dengan mempertimbangkan berat
bahan baku dan berat barang jadi. Ada tiga variabel penentu, yaitu titik material
(bahan baku), titik konsumsi (pasar), dan titik tenaga kerja. Jika muncul kondisi
dimana pada proses produksi menimbulkan penyusutan berat barang (weight loosing
process), lokasi optimal akan berada pada sumber bahan baku, sedangkan jika
muncul kondisi dimana pada proses produksi menimbulkan peningkatan berat barang
(weight gainning process), lokasi optimal akan berada di dekat pasar.
Dengan mengetahui konsep dan teori-teori lokasi industri diharapkan kita sebagai
calon analis geografi atau pun sebagai calon pengusaha dapat menerapkan konsep
teori lokasi dan segitiga lokasi Weber. Konsep segitiga lokasi Weber ini sangat
bermanfaat dan menjadi pedoman dalam penentuan lokasi usaha. Penerapan teori
lokasi Weber akan membimbing kita menuju kesuksesan dalam berwirausaha.
Tentunya hal tersebut juga dapat meningkatkan taraf hidup manusia yang
berhubungan dengan usaha industri terkait.