37
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmannirrahim Assalamu’alaikum. Wr. Wb Segala puji bagi Allah, hanya kepada-Nya kita memuji, memohon pertolongan dan meminta ampunan. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan nafsu dan keburukan amal perbuatan kita. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tiada seorang pun yang dapat menyesatkannnya. Sebaliknya, barang siapa yang disesatkan-Nya, maka tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk. Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Sistem Politik di Indonesia” sebagai analisis untuk melihat bagaimana system politik di Indonesia. Didalam makalah ini, saya akan membahas tentang system Politik di Indonesia dilihat dari beberapa pendekatan teori system politik, sejarah dan pemerintahan yang sedang berjalan di Indonesia. Saya hanya dapat berdoa, kiranya apa yang saya tulis disini bermanfaat bagi kita semua. Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. saya sadar bahwa apa yang kami tulis masih sangat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritikan dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca sangat saya harapkan. 1

Sistem Politik Di Indonesia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah ini berbicara bagaimana sistem politik di dipakai di Indonesia

Citation preview

Page 1: Sistem Politik Di Indonesia

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim

Assalamu’alaikum. Wr. Wb

Segala puji bagi Allah, hanya kepada-Nya kita memuji, memohon pertolongan

dan meminta ampunan. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan nafsu dan

keburukan amal perbuatan kita. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka

tiada seorang pun yang dapat menyesatkannnya. Sebaliknya, barang siapa yang

disesatkan-Nya, maka tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk.

Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Sistem

Politik di Indonesia” sebagai analisis untuk melihat bagaimana system politik di

Indonesia.

Didalam makalah ini, saya akan membahas tentang system Politik di

Indonesia dilihat dari beberapa pendekatan teori system politik, sejarah dan

pemerintahan yang sedang berjalan di Indonesia.

Saya hanya dapat berdoa, kiranya apa yang saya tulis disini bermanfaat bagi

kita semua. Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan

membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. saya sadar bahwa apa yang kami

tulis masih sangat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritikan dan saran yang

sifatnya membangun dari para pembaca sangat saya harapkan.

Akhir kata, mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam makalah

ini. Dan hanya kepada Allah swt kita berlindung dan memohon ampun.

Billahi Taufiq Walhidayah.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Medan, Oktober 2009

Andriansyah

1

Page 2: Sistem Politik Di Indonesia

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………… i

DAFTAR ISI .…………………………………………………………………….. ii

BAB I : PENDAHULUAN ….……………………………………………………

1

BAB II : PENDEKATAN TEORI SISTEM POLITIK …... …..…………… 3

A. Teori Behavioral Sistem Politik ... ………………………………………. 3

B. Teori Struktural- fungsional Sistem Politik .………………………….… 6

C. Peran Sejarah dalam Sistem Politik di Indonesia ..…………………….. 9

BAB III : SISTEM POLITIK INDONESIA ……………………. …………

12

A. Pengertian Sistem Politik …………………………………………………

12

B. Proses Plitik di Indonesia ………..….……………………………………

13

C. Sejarah Sistem Politik di Indonesia .……………………………….…

16

D. Perbedaan sistem Politik di berbagai Negara ……………………….. 18

BAB IV : KESIMPULAN……………………………………………………….....

20

LITERATUR

2

Page 3: Sistem Politik Di Indonesia

BAB IPENDAHULUAN

Dalam perspektif sistem, sistem politik adalah subsistem dari sistem sosial.1

Perspektif atau pendekatan sistem melihat keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu

system, yakni suatu unit yang relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki

hubungan yang relatif tetap diantara elemen-elemen pembentuknya. Kehidupan

politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut, misalnya dengan

menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat pada struktur hubungan

antara berbagai lembaga atau institusi pembentuk sistem politik. Hubungan antara

berbagai lembaga negara sebagai pusat kekuatan politik misalnya merupakan satu

aspek, sedangkan peranan partai politik dan kelompok-kelompok penekan merupakan

bagian lain dari suatu sistem politik. Dengan merubah sudut pandang maka sistem

politik bisa dilihat sebagai kebudayaan politik, lembaga-lembaga politik, dan perilaku

politik.

Model sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan masukan

(input) ke dalam sistem politik, yang mengubah melalui proses politik menjadi

keluaran (output). Dalam model ini masukan biasanya dikaitkan dengan dukungan

maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik lewat berbagai keputusan dan

pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintahan untuk bisa menghasilkan

kesejahteraan bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka efektifitas sistem politik adalah

kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.

Sistem politik pada suatu negara terkadang bersifat relatif, hal ini dipengaruhi

oleh elemen-elemen yang membentuk sistem tersebut. Juga faktor sejarah dalam

perpolitikan di suatu negara. Pengaruh sistem politik negara lain juga turut memberi

kontribusi pada pembentukan sistem politik disuatu negara. Seperti halnya sistem

1 Lihat kamus Politik oleh Amir Taat Nasution, Energie, 1953, hlm. 92

3

Page 4: Sistem Politik Di Indonesia

politik di Indonesia, seiring dengan waktu, sistem politik di Indonesia selalu

mengalami perubahan.

Indonesia merupakan bagian dari sistem politik dunia, dimana sistem politik

Indonesia akan berpengaruh pada sistem politik negara tetangga maupun dalam

cakupan lebih luas. Struktur kelembagaan atau institusi khas Indonesia akan terus

berinteraksi secara dinamis, saling mempengaruhi, sehingga melahirkan sistem politik

hanya dimiliki oleh Indonesia. Namun demikian, kekhasan sistem politik Indonesia

belum dapat dikatakan unggul bila kemampuan positif struktur dan fungsinya belum

diperhitungkan sistem politik negara lain.

Salah satu syarat penting dalam memahami bagaimana sistem politik

Indonesia adalah melalui pengembangan wawasan dengan melibatkan institusi-

institusi nasional dan internasional. Artinya lingkungan internal dan eksternal

sebagai batasan dari suatu sistem politik Indonesia harus dipahami terlebih dahulu.

Lingkungan internal akan sangat dipengaruhi oleh budaya politik bangsa

Indonesia. Sedangkan budaya politik sendiri merupakan wujud sintesa peristiwa-

peristiwa sejarah yang telah mengkristal dalam kehidupan masyarakat, diwariskan

turun temurun berupa tatanan nilai dan norma perilaku. Sementara itu, lingkungan

eksternal sedikit banyak mempengaruhi lingkungan internal ketika transformasi

budaya berlangsung akibat peristiwa sejarah semisal penjajahan kolonial maupun

bentuk “penjajahan” budaya pop (pop culture) di era globalisasi.

Mempelajari sistem politik suatu negara tidak dapat dan tidak pernah berdiri

sendiri dari sistem politik negara lain, setidaknya itulah maksud implisit yang

diutarakan David Easton melalui pendekatan analisa sistem terhadap sistem politik.

Sampai kemudian, Gabriel Almond meneruskannya ke dalam turunan teori sistem

politik yang lebih konkrit, yaitu menggabungkan teori sistem ke dalam struktural-

fungsional, barulah kita mendapatkan pemahaman bagaimana sistem politik seperti di

Indonesia berinteraksi dengan sistem politik lainnya.

Akhirnya, mengingat sebegitu luas pembicaraan mengenai sistem politik,

maka layaknya suatu sistem, kami akan ciptakan terlebih dahulu batasan-batasannya,

yaitu mengenalkan kedua pendekatan terhadap sistem politik baru kemudian

menganalisis sistem politik Indonesia. Oleh karena itu terlebih dahulu kami akan

membahas pendekatan sistem politik dari teori behavioral. kemudian dilanjutkan

dengan pembahasan pendekatan sistem politik dari sudut teori struktural-fungsional,

4

Page 5: Sistem Politik Di Indonesia

serta pembahasan pada arti penting sejarah dalam mempelajari sistem politik

Indonesia.

BAB II

PENDEKATAN TEORI SISTEM POLITIK

A. Pendekatan Teori Behavioral Sistem Politik

Adalah David Easton (1953)2, seorang ilmuwan politik dari Harvard

University, memperkenalkan pendekatan analisa sistem sebagai metode terbaik dalam

memahami politik. Di kalangan ilmuwanpolitik yang menganut tradisi pluralis, teori

Easton yang bersifat abstrak berpengaruh sampai akhir tahun 1960-an. Kaum pluralis

mengingkari berbicara dengan konteks spesifik. Sedangkan ilmuwanpolitik

kontemporer berkeinginan untuk menciptakan teori umum dengan melihat masalah

lebih konstekstual.

Sebagai pendukung setia aliran behavioralisme, Easton berusaha keras

mengantarkan politik menjadi ilmu setara dengan ilmu alam dengan

mengembalikannya ke dalam kaidah-kaidah saintifik seperti generalisasi, abstrak,

validitas, dan sebagainya untuk mengukur tingkah laku politik seseorang. Hasrat kuat

untuk memunculkan politik sebagai ilmu pengetahuan (science) ditempuh dengan

cara menciptakan model abstrak, mempolakan rutinitas dan proses politik secara

umum. Model seperti ini menurut Easton, memiliki tingkat abstraksi saintifik sangat

tinggi, sehingga generalisasi politik sebagai ilmu akan tercapai. Menurut Easton,

politik harus dilihat secara keseluruhan, bukan hanya berdasarkan kumpulan dari

beberapa masalah yang harus dipecahkan.

Easton menganggap politik sebagai organisme, memperlakukannya sebagai

mahluk hidup. Teori Easton berisi pernyataan tentang apa yang membuat sistem

politik beradaptasi, bertahan dan bereproduksi, dan terutama, berubah. Easton

menggambarkan politik dalam keadaan selalu bergejolak, menolak ide “equilibrium,”

yang mempengaruhi teori politik masa kini (lihat teori institusionalisme).3 Lebih 2 Easton “The Political system” (1964), hlm. 52-543 Easton “A System Analisys Of Political Life” (1979), hlm. 118-119

5

Page 6: Sistem Politik Di Indonesia

jauh, Easton menolak ide bahwa politik dapat dipelajari dengan melihat berbagai

tingkatan analisis. Oleh karena itu, abstraksi Easton dapat diterapkan untuk

kelompok apapun pada waktu kapanpun.

Fokus perhatian Easton bersumber pada pertanyaan mengenai bagaimana

mengelola sistem politik agar tetap utuh dalam situasi dunia yang penuh gejolak dan

rentan pada perubahan. Dalam menjawab pertanyaan ini, Easton meyakini akan

pentingnya melakukan penelitian akan bagaimana sistem politik berinteraksi dengan

lingkungannya, baik di dalam maupun di luar lingkup masyarakat.,

Secara sederhana Easton mengungkapkan bahwa memahami sistem politik

sama seperti halnya memahami sistem lain seperti ekonomi, yang kesemuanya

merupakan subsistem dari sistem yang lebih besar. Namun demikian, sistem politik

menurut pandangan Easton bersifat khusus, karena memiliki kekuatan membuat

keputusan yang mengikat semua anggota dalam sistem.

Perbedaan satu sistem politik dengan sistem politik lainnya dapat dipisahkan

melalui tiga dimensi: polity,4 politik,5 dan policy (kebijakan).6 Easton berpendapat

bahwa definisi politik dari ketiga dimensi ini terbukti lebih efektif, terutama untuk

memahami realitas politik dalam upaya memberikan pendidikan politik.

Fokus pendekatan sistem berawal pada adanya tuntutan, harapan, dan

dukungan, sebagai prasyarat sebelum memasuki proses konversi dalam sistem

politik. Setelah melalui proses konversi barulah keluar keputusan mengikat seluruh

anggota masyarakat dalam bentuk hukum ataupun perundangan. Hukum dan

perundangan tersebut, pada gilirannya, akan menciptakan reaksi berupa opini dalam

masyarakat, menghasilkan masukan baru, dan kembali menciptakan tuntutan dan atau

dukungan baru.

Easton memandang sistem politik sebagai tahapan pembuatan keputusan yang

memiliki batasan dan sangat luwes (berubah sesuai kebutuhan). Model sistem politik

terdiri dari fungsi input, berupa tuntutan dan dukungan; fungsi pengolahan

4 Polity diambil dari dimensi formal politik, yaitu, struktur dari norma, bagaimana prosedur mengatur institusi mana yang semestinya ada dalam politik.

5 Politik dari dimensi prosedural lebih mengarah pada proses membuat keputusan, mengatasi konflik, dan mewujudkan tujuan dan kepentingan. Dimensi ini melingkupi beberapa isu klasik yang berkaitan dengan ilmu politik, seperti siapa yang dapat memaksakan kepentingannya? mekanisme seperti apa yang berlangsung dalam menangani konflik? Dan sebagainya.

6 Policy sebagai dimensi politik, melihat substansi dan cara pemecahan masalah berikut pemenuhan tugas yang dicapai melalui sistem administratif, menghasilkan keputusan yang mengikat bagi semua.

6

Page 7: Sistem Politik Di Indonesia

Ilustrasi 1. Model Analisa Sistem Politik

(conversion); dan fungsi output sebagai hasil dari proses sistem politik, lebih jelasnya

seperti berikut ini:

Tahap 1 : Di dalam sistem politik akan terdapat “tuntutan” untuk “output” tertentu

(misal: kebijakan), dan adanya orang atau kelompok mendukung tuntutan

tersebut.

Tahap 2 : Tuntutan-tuntutan dan kelompok akan berkompetisi (“diproses dalam

sistem”), memberikan jalan untuk pengambilan keputusan itu sendiri.

Tahap 3 : Setiap keputusan yang dibuat (misal: kebijakan tertentu), akan berinteraksi

dengan lingkungannya.

Tahap 4 : Ketika kebijakan baru berinteraksi dengan lingkungannya, akan

menghasilkan tuntutan baru dan kelompok dalam mendukung atau

menolak kebijakan tersebut (“feedback”).

Tahap 5 : Kembali ke tahap 1.

Apabila sistem berfungsi seperti tahapan

yang digambarkan, kita akan

mendapatkan “sistem politik stabil.”

Sedangkan apabila sistem tidak berjalan

sesuai tahapan, maka kita akan

mendapatkan “sistem politik

disfungsional.” Easton menetapkan

batasan lingkungan pada sistem politik

dimana input dan output senantiasa berada dalam keadaan tetap, seperti tergambar

dalam ilustrasi di bawah ini.

Keuntungan metode ini terdapat pada keistimewaannya menggabungkan

berbagai aspek dan elemen politik ke dalam teori analisa sistem. Proses

penggabungan akan membuka peluang untuk melembagakan aneka realitas politik

yang rumit dan kemudian mensistemasikannya dalam sistem, tanpa melupakan politik

yang sifatnya multidimensi.

Namun demikian, teori Easton memiliki beberapa kelemahan, antara lain

karena:

1. Sifatnya yang mutlak;

7

Page 8: Sistem Politik Di Indonesia

2. Teori menjunjung tinggi kestabilan, kemudian gagal menjelaskan mengapa

sistem dapat hancur atau konflik;

3. teori menolak setiap kejadian atau masukan dari luar yang akan mendistorsi

sistem. Dengan kata lain, pendangan Easton menyarankan bahwa setiap

sistem politik dapat diisolasi dari yang lainnya (lihat otonomi, kedaulatan);

4. Teori ini mengingkari keberadaan suatu negara;

5. Teori bersifat mekanistik, dengan demikian melupakan diferensiasi sistem

yang timbul akibat variasi.7

B. Pendekatan Teori Struktural-Fungsional Sistem Politik

Di tahun 1970-an, ilmuwan politik Gabriel Almond dan Bingham Powell

memperkenalkan pendekatan struktural-fungsional untuk membandingkan sistem

politik (comparative politics). Mereka berargumen bahwa memahami suatu sistem

politik, tidak hanya melalui institusinya (atau struktur) saja, melainkan juga fungsi

mereka masing-masing. Keduanya juga menekankan bahwa institusi-institusi tersebut

harus ditempatkan ke dalam konteks historis yang bermakna dan bergerak dinamis,

agar pemahaman dapat lebih jelas. Ide ini berseberangan dengan pendekatan yang

muncul dalam lingkup perbandingan politik seperti: teori negara-masyarakat dan teori

dependensi.

Almond (1999) mendefinisikan sistem sebagai suatu obyek, memiliki bagian

yang dapat digerakan, berinteraksi di dalam suatu lingkungan dengan batas tertentu.

Sedangkan sistem politik merupakan suatu kumpulan institusi dan lembaga yang

berkecimpung dalam merumuskan dan melaksanakan tujuan bersama masyarakat

ataupun kelompok di dalamnya. Pemerintah atau negara merupakan bagian dari

pembuat kebijakan dalam sistem politik.

Seperti telah disampaikan sebelumnya, teori ini merupakan turunan dari teori

sistem Easton dalam konteks hubungan internasional. Artinya pendekatan struktural-

fungsional merupakan suatu pandangan mekanis yang melihat seluruh sistem politik

sama pentingnya, yaitu sebagai subyek dari hukum “stimulus dan respon” yang sama

—atau input dan output. Pandangan ini juga memberikan perhatian cukup terhadap

karakteristik unik dari sistem itu sendiri. 7 Systems theory in political science. Diakses tanggal 19 Februari 2007, dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Systems_theory_in_political_science

8

Page 9: Sistem Politik Di Indonesia

Pendekatan struktural-fungsional sistem disusun dari beberapa komponen

kunci, termasuk kelompok kepentingan, partai politik, lembaga eksekutif, legislatif,

birokrasi, dan peradilan. Menurut Almond, hampir seluruh negara di jaman moderen

ini memiliki keenam macam struktur politik tersebut. Selain struktur, Almond

memperlihatkan bahwa sistem politik terdiri dari berbagai fungsi, seperti sosialisasi

politik, rekrutmen, dan komunikasi.

Sosialisasi politik merujuk pada bagaimana suatu masyarakat mewariskan

nilai dan kepercayaan untuk generasi selanjutnya, biasanya melibatkan keluarga,

sekolah, media, perkumpulan religius, dan aneka macam struktur politik yang

membangun, menegakan, dan mentransform pentingnya perilaku politik dalam

masyarakat. Dalam terminologi politik, sosialisasi politik merupakan proses, dimana

masyarakat menanamkan nilai-nilai kebajikan bermasyarakat, atau prinsip kebiasaan

menjadi warga negara yang efektif. Rekrutmen mewakili proses dimana sistem politik

menghasilkan kepentingan, pertemuan, dan partisipasi dari warga negara, untuk

memilih atau menunjuk orang untuk melakukan aktifitas politik dan duduk dalam

kantor pemerintahan. Dan komunikasi mengacu pada bagaimana suatu sistem

menyampaikan nilai-nilai dan informasi melalui berbagai struktur yang menyusun

sistem politik.8

Dalam sistem politik Almond, kedudukan pemerintah sangat vital, mulai dari

membangun dan mengoperasikan sistem pendidikan, menjaga keamanan dan

ketertiban masyarakat, sampai terjun dalam peperangan. Untuk melaksanakan tugas

tersebut, pemerintah memiliki lembaga-lembaga khusus yang disebut struktur, seperti

parlemen, birokrasi, lembaga administratif, dan pengadilan, yang melakukan fungsi

khusus pula, sehingga pemerintah dapat dengan leluasa merumuskan, melaksanakan,

dan menegakan kebijakan.

Agar lebih jelas, sistem politik Almond dapat dilihat pada ilustrasi berikut ini.

8 Structural functionalism. Diakses pada 19 Februari 2007, http://en.wikipedia.org/wiki/Structural-functionalism

9

Ilustrasi 2. Struktural Fungsional Sistem Politik Almond

Page 10: Sistem Politik Di Indonesia

Ilustrasi 4. Fungsi dalam Sistem Politik Indonesia

Pengetahuan mengenai keenam macam struktur politik tersebut belum dapat

menerangkan sistem politik apapun, selain memperlakukannya sebagai entitas yang

berdiri sendiri, namun belum mencapai tahap interaksi. Untuk itu, lingkungan perlu

tercipta lebih dahulu sebagai konteks memahami keberadaan struktur politik,

misalnya negara Indonesia seperti ilustrasi berikut ini.9

Interaksi tiap bagian dalam struktur akan memunculkan kekhasan corak dan

perilaku dalam menyikapi lingkungannya, yang disebut fungsi. Tidak ada dua negara

identik dalam menjalankan fungsi tiap struktur, seperti halnya Amerika Serikat dan

Cina memiliki parlemen, namun cara kerja parlemen mereka amatlah berlainan. Agar

lebih jelas, interaksi antar berbagai fungsi dalam struktur kelembagaan di dalam

sistem politik Indonesia dengan sistem politik negara lain dapat disimak pada ilustrasi

berikut:

Struktur harus dikaitkan

dengan fungsi, sehingga kita

dapat memahami bagaimana

fungsi berproses dalam

menghasilkan kebijakan dan

kinerja. Fungsi proses terdiri

dari urutan aktifitas yang

dibutuhkan dalam merumuskan

kebijakan dan implementasinya dalam tiap sistem politik, antara lain: artikulasi

kepentingan, agregasi kepentingan, pembuatan kebijakan, dan implementasi dan

penegakan kebijakan. Proses fungsi perlu dipelajari karena mereka memainkan

peranan dalam mengarahkan pembuatan kebijakan. Sebelum kebijakan dirumuskan,

beberapa individu ataupun kelompok dalam pemerintahan atau masyarakat harus

memutuskan apa yang mereka butuhkan dan harapkan dari politik. Proses politik

dimulai ketika kepentingan tersebut diungkapkan atau diartikulasikan.10

Agar bekerja efektif, proses harus memadukan tuntutan (agregasi) ke dalam

alternatif pilihan, seperti pajak lebih tinggi atau rendah atau jaminan sosial lebih

tinggi atau kurang, dimana dukungan politik dapat dimobilisasi. Alternatif pilihan

kebijakan kemudian disertakan. Siapapun yang mengawasi pemerintahan akan

9 Almond, Strom (1999) 10 Ibid, Almond, Strom

10

Page 11: Sistem Politik Di Indonesia

mendukung salah satu, baru kemudian pembuatan kebijakan mendapatkan legitimasi.

Kebijakan harus ditegakkan dan diimplementasikan, dan apabila ada yang

mempertanyakan ataupun melanggar harus melalui proses pengadilan.11

Namun demikian, Almond menyadari bahwa pendekatan struktural-fungsional

dalam memahami sistem masih banyak kekurangan. Almond kemudian

mencontohkan hasil penelitian Theda Scokpol, mengenai studi sistem politik mencari

penyebab terjadinya revolusi dengan mengamati perubahan politik di berbagai negara

melalui perbandingan lembaga-lembaga yang ada pada periode historis ataupun rejim

pemerintahan yang berbeda,12 sebagai alternatif, disamping pendekatan dynamic

developmental atau pendekatan dinamika pembangunan sebagai pelengkap

pendekatan struktural fungsional dalam memahami sistem politik.

Namun demikian, pendekatan struktural-fungsional ternyata belum cukup

lengkap dalam menjelaskan fenomena perubahan politik yang ada. Faktor budaya

politik (political culture) sebagai bagian penting dari sistem politik yang sangat

berkaitan erat dengan sejarah perjalanan suatu bangsa. Terpisah dari siapa yang

memaknai dan mendominasi bahasa sejarah, tetap nilai-nilai historis akan berperan

penting sebagai pertanda lahirnya suatu peradaban ataupun budaya masyarakat

tertentu.

Oleh karena itu penggabungan antara pendekatan analisa sistem, pendekatan

struktural-fungsional dengan sejarah akan melengkapi pemahaman kita akan sistem

politik Indonesia yang sedang dipelajari. Sehingga struktur dan fungsi terkandung

dalam sistem politik sekarang: partai politik; kelompok kepentingan; lembaga

eksekutif, lembaga legislatif; jajaran birokrasi; dan lembaga pengadilan13 dapat kita

prediksi kecenderungannya di masa mendatang.

C. Peran Penting Sejarah dalam Sistem Politik Indonesia

Peran penting sejarah dalam memahami sistem politik sangat berkaitan

dengan faktor lingkungan. Perubahan lingkungan sebagai batas ruang lingkup sistem

politik merupakan hasil bentukan budaya yang terdapat di dalam maupun di luar

sistem. 11 Almond, Strom, p. 40.12 Lihat Theda Scokpol, States and Social Revolutions (New York: Cambridge University Press,

1979), melanjutkan teori mengenai terjadinya revolusi Tocqueville yang membandingkan masa sebelum dan setelah revolusi di Perancis, dengan membandingkan sebab-sebab terjadinya revolusi pada old regime di negara seperti Perancis, Russia, dan Cina.

13 Gabriel Almond, Powell, Strom, and Dalton, 1999

11

Page 12: Sistem Politik Di Indonesia

Budaya sendiri merupakan peristiwa sejarah yang menggambarkan pola

perilaku, cita rasa, yang dirasakan, ditanamkan, diwariskan, dari generasi satu ke

generasi lainnya. Dengan demikian sangatlah naif apabila kita menganalisa sistem

politik sekarang tanpa paham akar sejarahnya. Karena yang akan kita dapatkan

hanyalah analisa sempit yang tidak dapat memberikan sumbangsih bagi kepentingan

perbaikan sistem politik di masa depan.

Pendekatan historical institutionalism analysis yang dikemukakan oleh Paul

Pierson dan Theda Scockpol (2000), ilmuwan politik dari Harvard University,

merupakan alternatif pendekatan teori politik behavioralisme dan rasionalisme yang

sangat mengutamakan metodologi empirik dalam mengamati perubahan pada

pemerintahan, politik, dan kebijakan publik. Menurut Scockpol, ciri dari pendekatan

historical institutionalisme terletak pada upaya mencari jawaban terhadap pertanyaan

besar dan substantif yang biasanya menjadi perhatian publik maupun para ilmuwan

politik.

Sebagai contoh, behavioralis terkadang luput mengamati bahwa keseragaman

pola tingkah laku individu dalam berpartisipasi secara sukarela dalam suatu

organisasi atau mencoblos dalam pemilihan umum, dapat berbeda maknanya

tergantung dari organisasi atau institusi apa yang dipilih pada satu negara ataupun

periode tertentu.

Berbeda dengan dua pendekatan sebelumnya, historical institusional

memandang penting penting artinya waktu, mengkhusukan pada alur berpikir dan

melacak transformasi dan proses dari berbagai ukuran dan waktu. Pendekatan ini

mengalanisis konteks dan hipotesis makro tentang perpaduan dampak dari institusi

dan proses daripada hanya mempelajari satu institusi pada satu periode waktu saja

dalam rangka memahami pemerintahan, politik, dan kebijakan publik. Oleh karena

itu, pendekatan historical institusional tidak ragu untuk menggali sejarah sebagai

pelengkap pendekatan yang fokus pada analisis data dalam periode waktu singkat. 14

Pentingnya sejarah juga diakui oleh para Indonesianis (ahli Indonesia) seperti

Herbert Feith, dalam mempelajari sistem politik Indonesia. Dalam mengaplikasikan

sejarah dalam sistem politik Indonesia, Feith menggunakan teori sistem struktural-

fungsional dengan empat pendekatan, antara lain:

14 Historical Institutionalism In Contemporary Political Science , Paul Pierson And Theda Skocpol Harvard University,

12

Page 13: Sistem Politik Di Indonesia

1. Masa sebelum tahun 1950-an, mempelajari Indonesia dari sudut politik dan

administrasi kolonial, termasuk organisasi dan perjuangan politik kaum

bumiputra,

2. Masa pemerintahan Soekarno, tahun 1950-an sampai pertengahan tahun 1960-

an, ahli politik Indonesia asal Amerika Serikat, J. Kahin, menawarkan konsep

baru dengan berfokur pada tingkah laku politik kaum bumiputera dalam

gerakan nasionalisme dan revolusi,

3. Masa setelah tahun 1960-an, dengan tokohnya Clifford Geertz, mempelajari

sifat-sifat dari tingkah laku politik anggota masyarakat yang lebih luas.

Konsep Geertz mengaplikasikan pendekatan sosio-kultural terhadap budaya

masyarakat jawa dan kaitannya dengan partai politik, melahirkan konsep

“politik aliran,”

4. Feith pada akhirnya menggabungkan pendekatan Kahin dengan “mempelajari

perkembangan tingkah laku politik elit Indonesia dalam kerangka sejarah,

dengan analisa semi-fungsional terhadap pertanyaan pokok, mengapa

lembaga-lembaga politik Barat tidak berjalan dengan baik dan akhirnya

berantakan.”15

Sehingga, dalam mempelajari sistem politik Indonesia masa sekarang, perlu

mengetahui peranan institusi-institusi dalam masa transisi pemerintahan Indonesia.

Kegagalan sistem dalam pendekatan yang menggabungkan struktural-fungsional dan

sejarah, bukan merupakan tanggung jawab individu sebagai aktor penggerak suatu

lembaga, akan tetapi lebih karena pola yang terus menerus diwariskan atau lebih

keras, diindoktrinasikan, kepada sistem.

Pada akhirnya, apabila sistem politik harus berubah, institusi-institusi yang ada

perlu dirumuskan kembali tingkat kepentingan dan fungsinya di masa depan dengan

memperhatikan kegagalan-kegagalan mereka di masa lalu sebagai input. Singkat

kata, input berupa desakan, tuntutan, dan dukungan lingkungan nasional dan

internasional, seyogyanya memperhatikan latar belakang sejarah mengapa input

tersebut ada.

BAB III

SISTEM POLITIK INDONESIA

15 Arbi Sanit, Sistem Politik Indonesia: Penghampiran dan Lingkungan (Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial & FIS-UI, 1980), hal. 4-5.

13

Page 14: Sistem Politik Di Indonesia

A. Pengertian sistem Politik

1. Pengertian Sistem

Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan

terorganisasi.

2. Pengertian Politik

Politik berasal dari bahasa yunani yaitu “polis” yang artinya Negara kota.

Pada awalnya politik berhubungan dengan berbagai macam kegiatan dalam

Negara/kehidupan Negara.16

Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan,

dasar dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada

dasarnya menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik

biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan.17

Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan

masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat

tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.

3. Pengertian Sistem Politik

Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip,

yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur

pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara

mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan

hubungan Negara dengan Negara.18

Sistem Politik menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara

kerja seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu

sama lain dan menunjukkan suatu proses yang langggeng

4. Pengertian Sistem Politik di Indonesia

Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan

berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum

16 Mariam Budiarjo, dkk, “Dasar-dasar ilmu Politik”, Gramedia, 2003, hlm. 817 Murshadi “Ilmu Tata Negara; untuk slta kelas III” Rhineka Putra, bandung, 1999, hlm. 3118 Lihat dalam wikipedia berbahasa Indonesia-pengertian-sistem-politik

14

Page 15: Sistem Politik Di Indonesia

termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan

keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.

Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam

konstitusi negara ( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam

Penyusunan keputusan-keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang

seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur

politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan

masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah

Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam

UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung,

Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat

keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum.

Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa,

Kelompok kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group),

Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politik

lainnya adalah merupakan infrastruktur politik, melalui badan-badan inilah

masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan dukungan sebagai input

dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakt diharapkan

keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat.

B. Proses Politik Di Indonesia

Sejarah Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari

masa-masa berikut ini:19

- Masa prakolonial

- Masa kolonial (penjajahan)

- Masa Demokrasi Liberal

- Masa Demokrasi terpimpin

- Masa Demokrasi Pancasila

- Masa Reformasi

Masing-masing masa tersebut kemudian dianalisis secara sistematis dari aspek :

- Penyaluran tuntutan

- Pemeliharaan nilai

19 Lihat Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia”, Balai Pustaka, 2008, hlm. 14-28

15

Page 16: Sistem Politik Di Indonesia

- Kapabilitas

- Integrasi vertikal

- Integrasi horizontal

- Gaya politik

- Kepemimpinan

- Partisipasi massa

- Keterlibatan militer

- Aparat negara

- Stabilitas20

Bila diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut :

1. Masa prakolonial (Kerajaan)

- Penyaluran tuntutan – rendah dan terpenuhi

- Pemeliharaan nilai – disesuikan dengan penguasa

- Kapabilitas – SDA melimpah

- Integrasi vertikal – atas bawah

- Integrasi horizontal – nampak hanya sesama penguasa kerajaan

- Gaya politik – kerajaan

- Kepemimpinan – raja, pangeran dan keluarga kerajaan

- Partisipasi massa – sangat rendah

- Keterlibatan militer – sangat kuat karena berkaitan dengan perang

- Aparat negara – loyal kepada kerajaan dan raja yang memerintah

- Stabilitas – stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang

2. Masa kolonial (penjajahan)

- Penyaluran tuntutan – rendah dan tidak terpenuhi

- Pemeliharaan nilai – sering terjadi pelanggaran ham

- Kapabilitas – melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan penjajah

- Integrasi vertikal – atas bawah tidak harmonis

- Integrasi horizontal – harmonis dengan sesama penjajah atau elit pribumi

- Gaya politik – penjajahan, politik belah bambu (memecah belah)

- Kepemimpinan – dari penjajah dan elit pribumi yang diperalat

- Partisipasi massa – sangat rendah bahkan tidak ada

20 Lihat Nazaruddin, “Profil Budaya Politik Indonesia”, Pustaka Utama, 1991, hlm. 8-11

16

Page 17: Sistem Politik Di Indonesia

- Keterlibatan militer – sangat besar

- Aparat negara – loyal kepada penjajah

- Stabilitas – stabil tapi dalam kondisi mudah pecah

3. Masa Demokrasi Liberal

- Penyaluran tuntutan – tinggi tapi sistem belum memadani

- Pemeliharaan nilai – penghargaan HAM tinggi

- Kapabilitas – baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial

- Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas

- Integrasi horizontal- disintegrasi, muncul solidarity makers dan

administrator

- Gaya politik – ideologis

- Kepemimpinan – angkatan sumpah pemuda tahun 1928

- Partisipasi massa – sangat tinggi, bahkan muncul kudeta

- Keterlibatan militer – militer dikuasai oleh sipil

- Aparat negara – loyak kepada kepentingan kelompok atau partai

- Stabilitas - instabilitas

4. Masa Demokrasi terpimpin

- Penyaluran tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas

- Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM rendah

- Kapabilitas – abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju

- Integrasi vertikal – atas bawah

- Integrasi horizontal – berperan solidarity makers,

- Gaya politik – ideolog, nasakom

- Kepemimpinan – tokoh kharismatik dan paternalistik

- Partisipasi massa – dibatasi

- Keterlibatan militer – militer masuk ke pemerintahan

- Aparat negara – loyal kepada negara

- Stabilitas - stabil

5. Masa Demokrasi Pancasila

- Penyaluran tuntutan – awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi

- Pemeliharaan nilai – terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM

17

Page 18: Sistem Politik Di Indonesia

- Kapabilitas – sistem terbuka

- Integrasi vertikal – atas bawah

- Integrasi horizontal – nampak

- Gaya politik – intelek, pragmatik, konsep pembangunan

- Kepemimpinan – teknokrat dan ABRI

- Partisipasi massa – awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi

- Keterlibatan militer – merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI

- Aparat negara – loyal kepada pemerintah (Golkar)

- Stabilitas stabil

6. Masa Reformasi

- Penyaluran tuntutan – tinggi dan terpenuhi

- Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM tinggi

- Kapabilitas –disesuaikan dengan Otonomi daerah

- Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas

- Integrasi horizontal – nampak, muncul kebebasan (euforia)

- Gaya politik – pragmatik

- Kepemimpinan – sipil, purnawiranan, politisi

- Partisipasi massa – tinggi

- Keterlibatan militer – dibatasi

- Aparat negara – harus loyal kepada negara bukan pemerintah

- Stabilitas – instabil

C. Sejarah Sistem Politik di Indonesia

Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di

dalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah

Bangsa Indonesia tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses

politik biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang

berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka,

karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan.21

Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan

saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan

tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan

21 Nazaruddin Sjamsuddin, “Dinamika Politik Indonesia”, Gramedia Pustaka Utama, 1993, hlm. 17

18

Page 19: Sistem Politik Di Indonesia

sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu

pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan

Proses politik mengisyaratkan harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas

sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan.

Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara

para pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti

oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik diukur dari sudut

moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat

prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam

masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional.

Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan

politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari

lingkungan internasional.

Perubahan ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proes

mengkonversi input menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper).

Terdapat 5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :

1. Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya

manusia. Kemampuan SDA biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian

digunakan secara maksimal oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah,

pertambangan yang ketika datang para penanam modal domestik itu akan

memberikan pemasukan bagi pemerintah berupa pajak. Pajak inilah yang

kemudian menghidupkan negara.

2. Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah

sedemikian rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti

sembako yang diharuskan dapat merata distribusinya keseluruh masyarakat.

Demikian pula dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus kembali

didistribusikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.

3. Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah

laku individu dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi

individu sering memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah

membutuhkan maka kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan

keterlibatan masyarakat terkekang.

19

Page 20: Sistem Politik Di Indonesia

4. Kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara

selektif membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima

kebijakan yang dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem.

5. Kapabilitas responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan

output, output berupa kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh

masukan atau adanya partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan menjadi

ukuran kapabilitas responsif. kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah

negara tidak bisa sendirian hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan

sekarang banyak negara yang memiliki kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan

internasional. Minimal dalam kapabilitas internasional ini negara kaya atau

berkuasa (superpower) memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada

negara-negara berkembang.

D. Perbedaan sistem politik di berbagai Negara

1. Sistem Politik Di Negara Komunis

Bercirikan pemerintahan yang sentralistik, peniadaan hak milk pribadi,

peniadaan hak-haak sipil dan politik, tidak adanya mekanisme pemilu yang terbuka,

tidak adanya oposisi, serta terdapat pembatasan terhadap arus informasi dan

kebebasan berpendapat

2. Sistem Politik Di Negara Liberal

Bercirikan adanya kebebasan berpikir bagi tiap individu atau kelompok;

pembatasan kekuasaan; khususnya dari pemerintah dan agama; penegakan hukum;

pertukaran gagasan yang bebas; sistem pemerintahan yang transparan yang

didalamnya terdapat jaminan hak-hak kaum minoritas

3. Sistem Politik Demokrasi Di Indonesia

Sistem politik yang didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur, dan

kelembagaan yang demokratis. Adapun sendi-sendi pokok dari sistem politik

demokrasi di Indonesia adalah :

1. Ide kedaulatan rakyat

2. Negara berdasarkan atas hukum

3. Bentuk Republik

20

Page 21: Sistem Politik Di Indonesia

4. Pemerintahan berdasarkan konstitusi

5. Pemerintahan yang bertanggung jawab

6. Sistem Pemilihan langsung

7. Sistem pemerintahan presidensiil

BAB V

KESIMPULAN

Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik, dengan memakai

system demokrasi, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat oleh rakyat untuk

rakyat. Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil, di mana Presiden

berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Para Bapak

21

Page 22: Sistem Politik Di Indonesia

Bangsa yang meletakkan dasar pembentukan Negara Indonesia, setelah tercapainya

kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Mereka sepakat menyatukan rakyat

yang berasal dari beragam suku bangsa, agama, dan budaya yang tersebar di ribuan

pulau besar dan kecil, di bawah payung Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI). Indonesia pernah menjalani sistem pemerintahan federal di bawah Republik

Indonesia Serikat (RIS) selama tujuh bulan (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950),

namun kembali ke bentuk pemerintahan republik. Setelah jatuhnya Orde Baru (1996 -

1997), pemerintah merespon desakan daerah-daerah terhadap sistem pemerintahan

yang bersifat sangat sentralistis, dengan menawarkan konsep Otonomi Daerah untuk

mewujudkan desentralisasi kekuasaan.

Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan

berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum

termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan

keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.

Konstitusi Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yang

mengatur kedudukan dan tanggung jawab penyelenggara negara; kewenangan, tugas,

dan hubungan antara lembaga-lembaga negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif).

UUD 1945 juga mengatur hak dan kewajiban warga negara. Lembaga legislatif terdiri

atas Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Lembaga Eksekutif terdiri atas Presiden, yang dalam menjalankan tugasnya dibantu

oleh seorang wakil presiden dan kabinet. Di tingkat regional, pemerintahan provinsi

dipimpin oleh seorang gubernur, sedangkan di pemerintahan kabupaten/kotamadya

dipimpin oleh seorang bupati/walikota. Lembaga Yudikatif menjalankan kekuasaan

kehakiman yang dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga

kehakiman tertinggi bersama badan-badan kehakiman lain yang berada di bawahnya.

Fungsi MA adalah melakukan pengadilan, pengawasan, pengaturan, memberi

nasehat, dan fungsi adminsitrasi. Saat ini UUD 1945 telah mengalami beberapa kali

amandemen, yang telah memasuki tahap amandemen keempat. Amandemen

konstitusi ini mengakibatkan perubahan mendasar terhadap tugas dan hubungan

lembaga-lembaga negara.

22

Page 23: Sistem Politik Di Indonesia

LITERATUR

Amir Taat Nasution, “Kamus Politik Nasional”, Energie, 1953

Arbi Sanit, “Sistem Politik Indonesia: Penghampiran dan Lingkungan”,

Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial & FIS-UI, 1980

Assosiasi Ilmu Politik Indonesia, “Jurnal Ilmu Politik”, Gramedia, 1986

Theda Scokpol, “States and Social Revolutions” New York: Cambridge

University Press, 1979

23

Page 24: Sistem Politik Di Indonesia

Mariam Budiarjo, dkk, “Dasar-dasar ilmu Politik”, Gramedia, 2003

Murshadi “Ilmu Tata Negara; untuk SLTA kelas III”, Rhineka Putra,

bandung, 1999

Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia”, Balai Pustaka, 2008

Nazaruddin, “Profil Budaya Politik Indonesia”, Pustaka Utama, 1991

Nazaruddin Sjamsuddin, “Dinamika Politik Indonesia”, Gramedia Pustaka

Utama, 1993

Sukarna, “Sistem Politik Indonesia, Jilid 4”, Mandar Maju, 1993

24