2
Mekanisme alergi : Alergi merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I, alergen yang masuk kedalam tubuh menimbulkan respon imun dengan dibentuknya IgE. Reaksi ini diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi yang ditimbulkan terdiri dari dua fase, yaitu reaksi alergi fase cepat (RAFC) dan reaksi alergi fase lambat (RAFL). Reaksi fase cepat berlangsung sampai satu jam setelah kontak dengan alergen, dan mencapai puncaknya pada 15-20 menit pasca pajanan alergen, sedangkan RAFL berlangsung 2-4 jam kemudian, dengan puncak reaksi pada 6-8 jam setelah pajanan dan dapat berlangsung 24- 48 jam. Tahap Sensitisasi. Reaksi alergi dimulai dengan respons pengenalan alergen oleh sel darah putih, yaitu sel makrofag, monosit atau sel dendritik. Sel-sel tersebut berperan sebagai antigen presenting sel (APC) atau sel penyaji dan berada di mukosa saluran napas. Sel penyaji akan menangkap alergen yang menempel pada permukaan mukosa, yang kemudian setelah diproses akan dibentuk fragmen pendek peptida imunogenik. Fragmen ini akan bergabung dengan molekul-molekul HLA- kelas II membentuk kompleks peptid-MHC (Major Histocompatibility Complex)-kelas II yang kemudian akan dipresentasikan pada limfosit T yaitu helper T cell (sel Th0). Selanjutnya sel APC akan melepaskan sitokin yang salah satunya adalah interleukin 1 (IL 1). Sitokin ini mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi sel Th1 dan Th2. Sel Th1 dan Th2 ini akan memproduksi IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-13. Sitokin IL-4 dan IL-13 akan ditangkap reseptornya pada permukaan sel B- istirahat (resting B cell), sehingga sel B teraktivasi dan memproduksi immunoglobulin E (IgE). IgE disirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE dipermukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Individu yang mengandung kompleks tersebut dianggap tersensitisasi, dan setiap saat akan mudah masuk ke reaksi hipersensitivitas tipe 1 (Parwati, 2009). Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC). Molekul IgE dalam sirkulasi darah akan memasuki jaringan dan ditangkap oleh reseptor IgE yang berada pada permukaan mastosit/basofil, sehingga akan teraktifasi. Bila ada 2 light chain IgE berkontak dengan alergen spesifiknya, maka akan terjadi degranulasi sel yang berakibat terlepasnya mediator-mediator alergi yang terbentuk (Preformed Mediators), terutama histamin. Histamin yang terlepas akan menyebabkan hipersekresi kelenjar mukosa. Efek lain adalah vasodilatasi dan penurunan permeabilitas

Mekanisme Alergi Jump 7

Embed Size (px)

DESCRIPTION

-

Citation preview

Mekanisme alergi :Alergi merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I, alergen yang masuk kedalam tubuh menimbulkan respon imun dengan dibentuknya IgE. Reaksi ini diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi yang ditimbulkan terdiri dari dua fase, yaitu reaksi alergi fase cepat (RAFC) dan reaksi alergi fase lambat (RAFL). Reaksi fase cepat berlangsung sampai satu jam setelah kontak dengan alergen, dan mencapai puncaknya pada 15-20 menit pasca pajanan alergen, sedangkan RAFL berlangsung 2-4 jam kemudian, dengan puncak reaksi pada 6-8 jam setelah pajanan dan dapat berlangsung 24-48 jam. Tahap Sensitisasi. Reaksi alergi dimulai dengan respons pengenalan alergen oleh sel darah putih, yaitu sel makrofag, monosit atau sel dendritik. Sel-sel tersebut berperan sebagai antigen presenting sel (APC) atau sel penyaji dan berada di mukosa saluran napas. Sel penyaji akan menangkap alergen yang menempel pada permukaan mukosa, yang kemudian setelah diproses akan dibentuk fragmen pendek peptida imunogenik. Fragmen ini akan bergabung dengan molekul-molekul HLA-kelas II membentuk kompleks peptid-MHC (Major Histocompatibility Complex)-kelas II yang kemudian akan dipresentasikan pada limfosit T yaitu helper T cell (sel Th0). Selanjutnya sel APC akan melepaskan sitokin yang salah satunya adalah interleukin 1 (IL 1). Sitokin ini mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi sel Th1 dan Th2. Sel Th1 dan Th2 ini akan memproduksi IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-13. Sitokin IL-4 dan IL-13 akan ditangkap reseptornya pada permukaan sel B-istirahat (resting B cell), sehingga sel B teraktivasi dan memproduksi immunoglobulin E (IgE). IgE disirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE dipermukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Individu yang mengandung kompleks tersebut dianggap tersensitisasi, dan setiap saat akan mudah masuk ke reaksi hipersensitivitas tipe 1 (Parwati, 2009). Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC). Molekul IgE dalam sirkulasi darah akan memasuki jaringan dan ditangkap oleh reseptor IgE yang berada pada permukaan mastosit/basofil, sehingga akan teraktifasi. Bila ada 2 light chain IgE berkontak dengan alergen spesifiknya, maka akan terjadi degranulasi sel yang berakibat terlepasnya mediator-mediator alergi yang terbentuk (Preformed Mediators), terutama histamin. Histamin yang terlepas akan menyebabkan hipersekresi kelenjar mukosa. Efek lain adalah vasodilatasi dan penurunan permeabilitas pembuluh darah dengan akibat pembengkakan mukosa. Selain histamin juga akan dikeluarkan Newly Formed Mediators, antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating Faktor (PAF), serta berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5, IL6, Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Faktor (GM-CSF), dan lain-lain. Sel mastosit juga akan melepaskan molekul-molekul kemotaktik. Molekul-molekul tersebut terdiri dari ECTA (Eosinophil Chemotactic Faktor of Anaphylactic) akan menyebabkan penumpukan sel eosinofil dan neutrofil di organ sasaran. Reaksi Alergi tipe Lambat (RAFL). Reaksi alergi fase cepat dapat berlanjut terus sebagai RAFL dengan tanda khas, yaitu terlihatnya penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi yang berakumulasi di jaringan sasaran, seperti eosinofil, limfosit, basofil dan mastosit. Hal tersebut juga disertai dengan peningkatan sitokin seperti IL3, IL4, IL5, dan GM-CSF dan ICAM-1 (Parwati, 2009). Hidung dan telinga tengah sama-sama dilapisi oleh mukosa respiratorik dan secara anatomi terdapat struktur yang menghubungkan rongga hidung dengan telinga tengah, yaitu tuba Eustachius (Bousquet et al, 2008)