8
Nama : Alfian Amin Saputra NIM : 4014020004 Kelas : TKG-Lanjutan KEGAGALAN BANGUNAN GEDUNG 1. Pengertian Kegagalan bangunan menurut UU No.18 tahun 1999 pasal 1 ayat 6 adalah keadaan bangunan, yang setelah diserah terimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa. Menurut PP no. 29 tahun 2000 pasal 34, Kegagalan Bangunan merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja, dan atau keselamatan umum sebagai akibat kesalahan Penyedia Jasa dan atau Pengguna Jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi. 2. Penilaian kegagalan bangunan Menurut PP No. 29 tahun 2000 pasal 36 dan 37, Kegagalan bangunan dinilai dan ditetapkan oleh satu atau lebih penilai ahli yang profesional dan kompeten dalam bidangnya serta bersifat independen dan mampu memberikan penilaian secara obyektif, yang harus dibentuk dalam 1

KEGAGALAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Nama : Alfian Amin SaputraNIM: 4014020004Kelas : TKG-Lanjutan

KEGAGALAN BANGUNAN GEDUNG

1. PengertianKegagalan bangunan menurut UU No.18 tahun 1999 pasal 1 ayat 6 adalah keadaan bangunan, yang setelah diserah terimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa.Menurut PP no. 29 tahun 2000 pasal 34, Kegagalan Bangunan merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja, dan atau keselamatan umum sebagai akibat kesalahan Penyedia Jasa dan atau Pengguna Jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi.

2. Penilaian kegagalan bangunanMenurut PP No. 29 tahun 2000 pasal 36 dan 37, Kegagalan bangunan dinilai dan ditetapkan oleh satu atau lebih penilai ahli yang profesional dan kompeten dalam bidangnya serta bersifat independen dan mampu memberikan penilaian secara obyektif, yang harus dibentuk dalam waktu paling lambat 1 bulan sejak diterimanya laporan mengenai terjadinya kegagalan bangunan. Penilai ahli dipilih, dan disepakati bersama oleh penyedia jasa dan pengguna jasa. Pemerintah berwenang untuk mengambil tindakan tertentu apabila kegagalan bangunan mengakibatkan kerugian dan atau menimbulkan gangguan pada keselamatan umum, termasuk memberikan pendapat dalam penunjukan, proses penilaian dan hasil kerja penilai ahli yang dibentuk dan disepakati oleh para pihak. Penilai ahli harus memiliki sertifikat keahlian dan terdaftar pada Lembaga.Tugas penilai ahli menurut PP No.29 tahun 2000 pasal 38 ayat 1 yaitu :a) Menetapkan sebab-sebab terjadinya kegagalan bangunan;b) Menetapkan tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan bangunan;c) Menetapkan pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan bangunan serta tingkat dan sifat kesalahan yang dilakukan;d) Menetapkan besarnya kerugian, serta usulan besarnya ganti rugi yang harus dibayar oleh pihak atau pihak-pihak yang melakukan kesalahan;e) Menetapkan jangka waktu pembayaran kerugian.Menurut PP no.29 tahun 2000 pasal 38 ayat 2, Penilai ahli berkewajiban untuk melaporkan hasil penilaiannya kepada pihak yang menunjuknya dan menyampaikan kepada Lembaga dan instansi yang mengeluarkan izin membangun, paling lambat 3 bulan setelah melaksanakan tugasnya.Berdasarkan pasal 39 PP No. 29 tahun 2000, Penilai ahli berwenang untuk :a. menghubungi pihak-pihak terkait, untuk memperoleh keterangan yang diperlukan;b. memperoleh data yang diperlukan;c. melakukan pengujian yang diperlukan;d. memasuki lokasi tempat terjadinya kegagalan bangunan.

3. Kewajiban, tanggung jawab, ganti rugi pengguna dan penyedia jasaBerdasarkan UU No.18 tahun 1999 pasal 25, Pengguna jasa konstruksi dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan. Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 tahun yang ditetapkan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli.Berdasarkan UU No.18 tahun 1999 pasal 26 dan 27, Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi. Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan ganti rugi. Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan kerena kesalahan pengguna jasa dalam pengelolaan bangunan dan hal ini terbukti menimbulkan kerugian pada pihak lain, maka pengguna jasa wajib bertanggung jawab dan dikenakan ganti rugi.Berdasarkan pasal 35 PP No. 29 tahun 2000, Jangka waktu pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan ditentukan sesuai dengan umur konstruksi yang direncanakan dengan maksimal 10 tahun, sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi. Penetapan umur konstruksi yang direncanakan dan Jangka waktu pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan harus secara jelas dan tegas dinyatakan dalam dokumen perencanaan, serta disepakati dalam kontrak kerja konstruksi. Berdasarkan PP No. 29 tahun 2000 pasal 40, Sebagai dasar penetapan jangka waktu pertanggung jawaban, perencana konstruksi wajib menyatakan dengan jelas dan tegas tentang umur konstruksi yang direncanakan, dalam dokumen perencanaan dan dokumen lelang, dilengkapi dengan penjelasannya. Apabila terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan oleh kesalahan perencana konstruksi, maka perencana konstruksi hanya bertanggung jawab atas ganti rugi sebatas hasil perencanaannya yang belum/tidak diubah. Apabila terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan oleh kesalahan pelaksana konstruksi, maka tanggung jawab berupa sanksi dan ganti rugi dapat dikenakan pada usaha orang perseorangan dan atau badan usaha pelaksana konstruksi penandatangan kontrak kerja konstruksi. Apabila terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan oleh pengawas konstruksi, maka tanggung jawab berupa sanksi dan ganti rugi dapat dikenakan pada usaha orang perseorangan dan atau badan usaha pengawas konstruksi penandatangan kontrak kerja konstruksi.Berdasarkan PP No. 29 tahun 2000 pasal 45, Pengguna jasa wajib melaporkan terjadinya kegagalan bangunan dan tindakan-tindakan yang diambil kepada Menteri atau instansi yang berwenang dan Lembaga. Pengguna jasa juga bertanggung jawab atas kegagalan bangunan yang disebabkan oleh kesalahan pengguna jasa.Berdasarkan PP No. 29 tahun 2000 pasal 46, Pelaksanaan ganti rugi dalam hal kegagalan bangunan dapat dilakukan dengan mekanisme pertanggungan pihak ketiga atau asuransi, dengan ketentuan :a. persyaratan dan jangka waktu serta nilai pertanggungan ditetapkan atas dasar kesepakatan;b. premi dibayar oleh masing-masing pihak, dan biaya premi yang menjadi tanggungan penyedia jasa menjadi bagian dari unsur biaya pekerjaan konstruksi.Apabila pengguna jasa tidak bersedia memasukan biaya premi, maka resiko kegagalan bangunan menjadi tanggung jawab pengguna jasa dan ketentuan lebih lanjut mengenai pertanggungan/asuransi ini diatur oleh instansi yang berwenang dalam bidang asuransi.

4. Contoh kasus kegagalan bangunanKASUS:Gedung Baru DPRD Mulai Hancur, Kontraktor Harus Bertanggungjawab

PEKANBARU,MIMBARRIAU- Gedung mewah DPRD Pekanbaru yang belum sampai satu tahun lamanya, kini tampak mulai hancur dan retak-retak. Padahal, pembangunan gedung itu telah menghabiskan APBD Pekanbaru sebesar Rp46 miliar dan belum diserahkan kepada pihak dewan.Pantauan Harian Detil di lapangan, terlihat di beberapa sudut bangunan ditemukan keretakan. Seperti keretakan dinding gedung serta keramik lantai yang sudah mulai menggelembung bergelombang. Kuat dugaan kondisi ini terjadi akibat kontruksi bangunan yang dikerjakan PT Waskita Karya sudah tidak sesuai bestek dan diduga untuk menghemat biaya pembangunan oleh kontraktor.Keretakan gedung mulai tampak di depan lift tepatnya ruangan Fraksi Demokrasi Kebangsaan Raya (DKR) sepanjang 2 meter. Kemudian di depan lift lantai 1 juga tampak keramik lantai yang sudah mulai menggelembung sebanyak 20 keramik. Bahkan parahnya lagi, saat keramik dipijak terasa berjalan di atas angin. Jika ini dibiarkan, dikhawatirkan akan patah dan serpihannya dapat melukai seseorang.Gedung DPRD Pekanbaru baru saja selesai dibangun beberapa bulan. Namun kondisinya sudah seperti saat ini. Untuk itu, dia meminta agar kontraktor Waskita Karya untuk segera memperbaiki seluruh kerusakan yang terjadi.Hal ini terjadi karena kurangnya analisis mengenai tapak atau site, sehingga terjadi kesalahan pada perencanaannya, yang menyebabkan kurang kuatnya pondasi pada bangunan sehingga menyebabkan keretakan pada dinding.

Dikutip dari : http://abdurahmanaskar.blogspot.com/2012/11/contoh-permasalahan-pasca-huni.html

ANALISA:Berdasarkan PP no. 29 tahun 2000 pasal 10 ayat 3 yaitu Apabila terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan oleh kesalahan pelaksana konstruksi, maka tanggung jawab berupa sanksi dan ganti rugi dapat dikenakan pada usaha orang perseorangan dan atau badan usaha pelaksana konstruksi penandatangan kontrak kerja konstruksi maka jika memang terbukti yang melakukan kesalahan yang menyebabkan kegagalan bangunan adalah kontraktor, maka kontraktor akan dikenakan sanksi dan harus mengganti kerugian yg diderita oleh pengguna jasa. Sanksi tersebut dapat berupa sanksi administratif (pasal 59 PP no. 29 tahun 2000) seperti: peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha dan atau profesi, pembekuan izin usaha dan atau profesi, dll.5