IBRAH

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Latar belakang kami membuat makalah ini adalah untuk memenuhi semester mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Di samping itu latar belakang kami membuat makalah ini adalah untuk menambah wawasan bagi pembaca tentang ibrah pada perkembangan Islam di Indonesia. Hal ini akan dijelaskan dalam makalah ini. 2. Tujuan Makalah Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut: a. b. c. d. Memenuhi tugas mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Mengetahui Ibrah pada perkembangan islam di indonesia. Mengetahui manfaat dari Perkembangan Islam di Indonesia Mengambil hikmah dari Perkembangan Islam di Indonesia

3. Permasalahan Mengambil Ibrah dari perkembangan islam baik dari ulama awal dan wali songo 4. Batas Masalah Dalam makalah yang kami buat, kami hanya menerangkan: a. b. c. d. Ibrah dari keberadaan Islam di Indonesia Ibrah dari peranan ulama-ulama awal Ibrah dari peranan wali songo dalam perkembangan islam Keteladanan sikap intelektual dan semangat para ulama dan wali songo.

1

BAB II PEMBAHASAN1.IBRAH DARI KEBERADAAN ISLAM DI INDONESIA

Perkembangan islam di Indonesia yang masuk secara damai memberikan kesan mendalam ke seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini di buktikan dengan banyaknya masyarakat Indonesia yang memeluk islam. Dari perkembangan islam di Indonesia ada beberapa hikmah yang perlu kita lakukan seperti berikut ini. 1. Berusaha untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan, terutama dengan sesama muslim 2. Tekun belajar dan tidak pantang menyerah bila menemui hambatan 3. Rela berkorban untuk kepentingan agama dan bangsa 4. Menyikapi kejadian masa lalu dengan sikap sabar dan tetap meyakini bahwa setiap kejadian pasti ada hikmahnya. 5. Sumber ilmu pengetahuan yang berupa karya tulis dari para ulama hendaknya terus digali atau dipelajari dan dipahami maksudnya. 6. Selalu melaksanakan ajaran agama islam sesuai dengan tuntunan yang telah diberikan Allah SWT dan Rasulullah SAW.

2

2. IBRAH DARI PERANAN ULAMA AWAL

Proses penyebaran Islam di wilayah Nusantara tidak dapat dilepaskan dari peran aktif yang dilakukan oleh para ulama. Melalui merekalah Islam dapat diterima dengan baik di kalangan masyarakat Nusantara. Ada beberapa hal yang bisa kita teladani dari sikap dan tokoh-tokoh ulama awal, antara lain : 1. Membentuk kader-kader ulama yang akan bertugas sebagai mubalig ke daerah-daerah yang lebih luas. 2. Mampu membangun masjid sebagai tempat ibadah dalam berbagai bentuk atau arsitektur hingga ke seluruh pelosok Nusantara 3. Melalui karya-karya tulisan yang tersebar dan dibaca di seluruh Nusantara. Karya-karya itu mencerminkan perkembangan pemikiran dan ilmu-ilmu agama di Indonesia pada masa itu. Di antaranya : Hamzah Fansuri (sufi) dari Sumatera Utara, karyanya yang berjudul Asrar Al Arifin fi Bayan ila Suluk wa At Tauhid. Syamsuddin As Sumatrani dengan karyanya berjudul Miratul Mumin (Cermin Orang Beriman). Nurrudin Ar Raniri, yaitu seorang yang berasal dari India keturunan Arab Quraisy Hadramaut. Karya-karyanya meliputi ilmu fikih, hadis, akidah, sejarah, dan tasawuf yang diantaranya adalah As Sirat Al Mustaqim (hukum), Bustan As Salatin (sejarah), dan Tibyan fi Marifat Al Adyan (tasawuf). Abdul Muhyi yang berasal dari Jawa. Karyanya adalah kitab Martabat Kang Pitu (Martabat yang Tujuh). Ronggowarsito dengan karyanya Wirid Hidayat Jati Syekh Yusuf Makasar dari Sulawesi (1629-1699 M). Karya-karyanya yang belum diterbitkan sekitar 20 buah yang masih berbentuk naskah. Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (1812 M) seorang ulama produktif yang menulis kitab sabitul Muhtadil (fikih). Syekh Nawawi Al Bantani yang menulis 26 buah buku diantaranya yang terkenal Tafsir Al Muris 3

3. IBRAH DARI PERANAN WALISONGO DALAM PENGEMBANGAN DAKWAH ISLAM

Tidak semua wali yang tergolong walisongo berasal dari negeri luar. Bahkan sebagian besar walisongo berasal dari Tanah Jawa sendiri. Sunan Bonang dan Sunan Drajat adalah putera Sunan Ampel yang sebelumnya telah bertempat tinggal di kampung Ampel Denta (Surabaya). Sunan Kalijaga yang disebut pula Jakasayid adalah putera seorang tumenggung Majapahit. Sunan Giri adalah putera seorang putri Blambangan dengan seorang muslim. Sunan Gunung Jati adalah putera Rara Santang putri Prabu Siliwangi. Para wali itu pada mulanya merupakan penerima ajaran Islam, tetapi kemudian menjadi penyebar agama Islam, terutama di kalangan masyarakat di pesisir Utara Jawa. Peranan mereka bukan hanya memberikan dakwah islamiyah saja, tetapi juga sebagai dewan penasehat, pendukung para raja yang memerintah. Bahkan di antara walisongo itu, Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) tidak hanya pelopor dan penyebar Islam, tetapi juga raja, sehingga ia mendapat julukan Pandita Ratu. Dari gambaran singkat tentang perjalanan hidup dan perjuangan walisongo dalam menyebarkan agama Islam di daerah Jawa, khususnya dan di wilayah nusantara pada umumnya, maka peran mereka dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Bidang Pendidikan Peran walisongo di bidang pendidikan terlihat dari aktivitas mereka dalam mendirikan pesantren, sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Ampel, Sunan Giri, dan Sunan Bonang. Sunan Ampel mendirikan pesantren di Ampel Denta (dekat Surabaya) yang sekaligus menjadi pusat penyebaran Islam yang pertama di Pulau Jawa. Di tempat inilah, ia mendidik pemuda-pemudi Islam sebagai kader, untuk kemudian disebarkan ke berbagai tempat di seluruh Pulau Jawa. Muridnya antara lain Raden Paku (Sunan Giri), Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Raden Kosim Syarifuddin (Sunan Drajat), Raden Patah (yang kemudian menjadi sultan pertama dari Kerajaan Islam Demak), Maulana Ishak, dan banyak lagi mubalig yang mempunyai andil besar dalam islamisasi Pulau Jawa.

4

Sedangkan Sunan Giri mendirikan pesantren di daerah Giri. Santrinya banyak berasal dari golongan masyarakat ekonomi lemah. Ia mengirim juru dakwah terdidik ke berbagai daerah di luar Pulau Jawa seperti Madura, Bawean, Kangean, Ternate dan Tidore. Sunan Bonang memusatkan kegiatan pendidikan dan dakwahnya melalui pesantren yang didirikan di daerah Tuban. Sunan Bonang memberikan pendidikan Islam secara mendalam kepada Raden Fatah, putera raja Majapahit, yang kemudian menjadi sultan pertama Demak. Catatan-catatan pendidikan tersebut kini dikenal dengan Suluk Sunan Bonang.

2. Bidang Politik Pada masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, walisongo mempunyai peranan yang sangat besar. Di antara mereka menjadi penasehat raja, bahkan ada yang menjadi raja, yaitu Sunan Gunung Jati. Sunan Ampel sangat berpengaruh di kalangan istana Majapahit. Isterinya berasal dari kalangan istana dan Raden Patah (putra raja Majapahit) adalah murid beliau. Dekatnya Sunan Ampel dengan kalangan istana membuat penyebaran Islam di daerah Jawa tidak mendapat hambatan, bahkan mendapat restu dari penguasa kerajaan. Sunan Giri fungsinya sering dihubungkan dengan pemberi restu dalam penobatan raja. Setiap kali muncul masalah penting yang harus diputuskan, wali yang lain selalu menantikan keputusan dan pertimbangannya. Sunan Kalijaga juga menjadi penasehat kesultanan Demak Bintoro.

3. Bidang Dakwah Sudah jelas kiranya, peran walisongo yang sangat dominan adalah di bidang dakwah, baik dakwah bil lisan maupun bil hal. Sebagai mubalig, walisongo berkeliling dari satu daerah ke daerah lain dalam menyebarkan agama Islam. Sunan Muria dalam upaya dakwahnya selalu mengunjungi desa-desa terpencil. Salah satu karya yang monumental dari walisongo adalah mendirikan mesjid Demak. Hampir semua walisongo terlibat di dalamnya. Adapun sarana yang dipergunakan dalam dakwah berupa pesantren-pesantren yang dipimpin oleh para walisongo dan melalui media kesenian, seperti wayang. Mereka memanfaatkan pertunjukan-pertunjukan 5

tradisional sebagai media dakwah Islam, dengan menyisipkan nafas Islam ke dalamnya. Syair lagi gamelan ciptaan para wali tersebut berisi pesan tauhid, sikap menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya.

4. Bidang Sosial Perhatian yang sangat serius pada masalah-masalah sosial terlihat pada dakwah Sunan Drajat. Ia terkenal mempunyai jiwa sosial yang tinggi dan tema-tema dakwahnya selalu berorientasi pada kegotongroyongan. Ia selalu memberi pertolongan kepada masyarakat umum, menyantuni anak yatim dan fakir miskin sebagai suatu aktivitas sosial yang dianjurkan oleh agama Islam.

5. Bidang Seni dan Budaya Sunan Kalijaga terkenal sebagai seorang wali yang berkecimpung di bidang seni. Sebagai budayawan dan seniman, banyak karya Sunan Kalijaga yang menggambarkan pendiriannya. Di antaranya adalah gamelan, wayang kulit, dan baju takwo. Sunan Ampel menciptakan Huruf Pegon atau tulisan Arab berbunyi bahasa Jawa. Hingga sekarang huruf pegon masih dipakai sebagai bahan pelajaran agama Islam di kalangan pesantren. Sunan Giri juga sangat berjasa dalam bidang kesenian, karena beliau menciptakan tembang-tembang dolanan anak-anak yang bernafaskan Islam. Sunan Drajat juga tidak ketinggalan untuk menciptakan tembang Jawa yang sampai saat ini masih digemari masyarakat, yaitu Gending Pangkung, semacam lagu rakyat di Jawa. Sunan Bonang dianggap sebagai pencipta gending pertama dalam rangka mengembangkan ajaran Islam di pesisir utara Jawa Timur. Dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Bonang selalu menyesuaikan diri dengan corak kebudayaan masyarakat Jawa yang sangat menggemari wayang serta musik gemelan.

6. Pemurnian Akidah Di bidang tauhid, walisongo tak kenal kompromi dengan adat istiadat dan kepercayaan lama. Kepercayaan Hindu-Budha, Animisme dan Dinamisme harus dikikis habis. Adat istiadat lama pada masyarakat Jawa, seperti kenduri, selamatan, 6

sesaji dan sebagainya, yang tidak sesuai dengan ajaran Islam harus dilenyapkan agar tidak menyesatkan umat di belakang hari. Pelaksanaan syariat Islam haruslah sesuai dengan ajaran aslinya. Walisongo yang menekankan pentingnya pemurnian ajaran Islam ini adalah Sunan Giri, Sunan Ampel dan Sunan Drajat. Akan tetapi para wali yang lain berpendapat bahwa untuk sementara semua kebiasaan tersebut harus dibiarkan karena masyarakat sulit meninggalkannya secara serentak. Mereka mengusulkan agar adat istiadat Jawa itu diberi warna Islam. Pendapat yang kedua ini didukung oleh Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati dan Sunan Muria. Walaupun Ittihad terdapat perbedaan di antara dua kelompok tersebut, akhirnya Sunan Ampel dan kawan-kawan menyetujui pendapat Sunan Kalijaga. Selain itu, walisongo juga sangat waspada terhadap hal-hal yang membahayakan aqidah umat. Hal ini dilakukannya antara lain ketika menanggapi aliran/ajaran sesat yang dibawa oleh Syekh Siti Jenar, yaitu salah seorang wali yang dianggap murtad karena menyebarkan paham wihdatul wujud dan meremehkan syariat Islam yang disebarkan para wali lainnya. Adapun yang menjadi hakim dalam perkara pengadilan Syekh Siti Jenar ini adalah Sunan Giri. Atas persetujuan anggota walisongo yang lain, maka akhirnya Syekh Siti Jenar dihukum mati.

7

4. KETELADANAN SIKAP INTELEKTUAL SERTA SEMANGAT PARA ULAMA DAN WALI SONGO

Perkembangan Islam di Indonesia tidak lepas dari jasa tokoh-tokoh yang menyebarkannya hingga agama islam dapat diterima hampir diseluruh wilayah Indonesia. Pada awalnya, tokoh-tokoh yang menyebarkan agama Islam di Indonesia adalah para pedagang yang berasal dari Jazirah Arab. Dalam perkembangan selanjutnya, penyebaran Islam di Indonesia dilakukan oleh tokoh-tokoh dari negeri sendiri. Penyebar agama Islam di Indonesia itu pada umumnya datang dari golongan bangsawan. Dari proses panjang penyebaran islam di Indonesia oleh para tokohtokoh tersebut ada beberapa hal dari sikap intelektual dan semangat para ulama dan wali songo. 1. Kemauan untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya. 2. Kemauan untuk menyebarkan islam. 3. Semangat tidak pantang menyerah. 4. Semangat rela berkorban untuk kemaslahatan orang banyak. 5. Mengintegrasikan praktek ibadah yang berhaluan madzhab Syafii di bumi Nusantara. 6. Membawa ajaran neo-sufisme ke Indonesia yang merupakan kompromi faham Syariah Oriented dengan Mistisisme Sufistik. 7. Mentransformasikan sistem pembelajaran agama Islam sebagaimana yang ada di Haramayn, seperti: Ribath, Madrasah Diniyah, dan lain sebagainya. 8. Melestarikan ajaran tarekat di wilayah Nusantara. 9. Menginspirasi ulama-ulama generasi berikutnya untuk mengembangkan Islam.

8

BAB III PENUTUP1. KESIMPULAN Setelah memahami bahwa perkembangan Islam di Indonesia memiliki warna atau ciri yang khas dan memiliki karakter tersendiri dalam penyebarannya, kita dapat mengambil kesimpulan, diantaranya sebagai berikut: 1. Islam membawa ajaran yang berisi kedamaian. 2. Penyebar ajaran Islam di Indonesia adalah pribadi yang memiliki ketangguhan dan pekerja keras. 3. Terjadi akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan lokal meskupin Islam tetap memiliki batasan dan secara tegas tidak boleh bertentangan dengan ajaran dasar dalam Islam.. 4. Hasil karya para ulama yang berupa buku sangat berharga untuk dijadikan sumber pengetahuan. 5. Mengintegrasikan praktek ibadah yang berhaluan madzhab Syafii di bumi Nusantara. 6. Membawa ajaran neo-sufisme ke Indonesia yang merupakan kompromi faham Syariah Oriented dengan Mistisisme Sufistik. 7. Mentransformasikan sistem pembelajaran agama Islam sebagaimana yang ada di Haramayn, seperti: Ribath, Madrasah Diniyah, dan lain sebagainya. 8. Melestarikan ajaran tarekat di wilayah Nusantara. 9. Menginspirasi ulama-ulama generasi berikutnya untuk mengembangkan Islam. II. KRITIK DAN SARAN

9

DAFTAR PUSTAKABabad Tanah Jawi, Edisi Meisma, USA Paris Publication, 1987 Badri Yatim (Ed.), Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1996 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid V, http://blog.uin-malang.ac.id/alul/files/2011/06/BAB-I.doc http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=ibrah+dari+peranan+wali+songo+dalam +perkembangan+islam&source=web&cd=10&ved=0CF0QFjAJ&url=http%3A%2F %2Fbraddellwestlake.tripod.com%2Fothers%2FWali_Songo.pdf&ei=LhMcT4mBD 8rMrQel3KjjBw&usg=AFQjCNGMsUY0gx7Vg8kR3ev6RXSWJJEjDQ Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1994 MB.Rahimsah, Legenda dan Sejarah Lengkap Walisongo, Amanah, Surabaya, t.th. Ridin Sofwan, H.Wasit, H.Mundiri, Islamisasi di Jawa, Walisongo Penyebar Islam di Jawa, Menurut Penuturan Babad, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999 Solichin Salam, Sekitar Walisongo, Menara Kudus, 1960 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1992 Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 4 No.6 Oktober 2006 102.

10