7

Click here to load reader

Definisi pertumbuhan dan perkembangan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Definisi pertumbuhan dan perkembangan

Definisi pertumbuhan dan perkembanganPertumbuhan (growth) ialah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau keseluruhan. Bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur dengan mempergunakan satuan panjang dan berat.Perkembangan (development) ialah bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, jadi bersifat kualitatif yang pengukurannya jauh lebih sulit daripada pengukuran pertumbuhan.Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ/individu. Dimana keduanya berjalan secara berkesinambungan dalam tubuh manusia. Terdapat dua faktor utama yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan.

Pengertian temper tantrum adalah perilaku marah pada anak-anak prasekolah. Mereka mengekspresikan kemarahan mereka dengan berbaring di lantai, menendang, berteriak, dan kadang-kadang menahan napas mereka. Tantrum yang alami, terjadi pada anak-anak yang belum mampu menggunakan kata-kata untuk mengekspresikan rasa frustrasi mereka, karena tidak terpenuhinya keinginan mereka.

Dikutip dari Children’s Hospital of Philadelphia, berikut ini adalah petunjuk yang paling tepat dan bermanfaat tentang cara mengatasi temper tantrum:

Tetap tenang. Terus lakukan kegiatan anda. Abaikan anak sampai dia lebih tenang dan tunjukkan aturan

yang sudah disepakati bersama. Jangan memukul anak Anda. Lebih baik mendekapnya dalam pelukan sampai ia tenang. Cobalah untuk menemukan alasan kemarahan anak Anda. Jangan menyerah pada kemarahan anak. Ketika orang tua menyerah, anak-anak belajar untuk

menggunakan perilaku yang sama ketika mereka menginginkan sesuatu. Jangan membujuk anak Anda dengan imbalan yang lain untuk menghentikan kemarahannya.

Anak akan belajar untuk mendapatkan imbalan. Arahkan perhatian anak pada sesuatu yang lain. Singkirkan benda-benda yang berpotensi berbahaya dari anak Anda. Berikan pujian dan penghargaan perilaku bila tantrum telah selesai. Tetap jaga komunikasi terbuka dengan anak Anda.

Pengertian Sibling Rivalry

1. Kamus kedokteran Dorland (Suherni, 2008): sibling (anglo-saxon sib dan ling bentuk

kecil) anak-anakdari orang tua yang sama, seorang saudara laki-laki atu perempuan. Disebut juga

sib. Rivalry keadaan kompetisi atau antagonisme. Sibling rivalry adalah kompetisi antara saudara

kandung untuk mendapatkan cinta kasih, afeksi dan perhatian dari satu kedua orang tuanya, atau

untuk mendapatkan pengakuan atau suatu yang lebih.

Page 2: Definisi pertumbuhan dan perkembangan

2. Sibling rivalry adalah kecemburuan, persaingan dan pertengkaran antara saudara laki-laki dan

saudara perempuan. Hal ini terjadi pada semua orang tua yang mempunyai dua anak atau lebih.

Sibling rivalry atau perselisihan yang terjadi pada anak-anak tersebut adalah hal yang biasa

bagi anak-anakusia antara 5-11 tahun. Bahkan kurang dari 5 tahun pun sudah

sangat mudah terjadi sibling rivalry itu. Istilah ahli psikologi hubungan antar anak-anak seusia

seperti itu bersifat ambivalent dengan love hate relationship.

Mengatasi Sibling Rivalry

Beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua untuk mengatasi sibling rivalry,

sehingga anak dapat bergaul dengan baik, antara lain:

1. Tidak membandingkan antara anak satu sama lain.

2. Membiarkan

3.  anak menjadi diri pribadi mereka sendiri.

4. Menyukai bakat dan keberhasilan anak-anak Anda.

5. Membuat anak-anak mampu bekerja sama daripada bersaing antara satu sama lain.

6. Memberikan perhatian setiap waktu atau pola lain ketika konflik biasa terjadi.

7. Mengajarkan anak-anak Anda cara-cara positif untuk mendapatkan perhatian dari satu sama lain.

8. Bersikap adil sangat penting, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan anak. Sehingga adil

bagi anak satu dengan yang lain berbeda.

9. Merencanakan kegiatan keluarga yang menyenangkan bagi semua orang.

10. Meyakinkan setiap anak mendapatkan waktu yang cukup dan kebebasan mereka sendiri.

11. Orang tua tidak perlu langsung campur tangan kecuali saat tanda-tanda akan kekerasan fisik.

12. Orang tua harus dapat berperan memberikan otoritas kepada anak-anak, bukan untuk anak-anak.

13. Orang tua dalam memisahkan anak-anak dari konflik tidak menyalahkan satu sama lain.

14. Jangan memberi tuduhan tertentu tentang negatifnya sifat anak.

15. Kesabaran dan keuletan serta contoh-contoh yang baik dari perilaku orang tua sehari-hari adalah

carapendidikan anak-anak untuk menghindari sibling rivalry yang paling bagus.

Ketakutan, menurut dr. Ika Widyawati, SpKJ dari Bagian Psikiatri FKUI- RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, merupakan suatu keadaan alamiah yang membantu individu melindungi dirinya dari suatu bahaya sekaligus memberi pengalaman baru. Pada sejumlah batita, rasa takutnya masih sebatas pada hal-hal spesifik seperti takut pada anjing, gelap, atau bertemu orang asing.Yang kerap terjadi, jelas psikiater ini, ketakutan anak justru muncul karena “ditularkan” orang tuanya. Karena

takut pada sesuatu atau kondisi tertentu, “Tanpa sadar orang tua akan melarang anak dengan cara menakut-

nakutinya.” Misalnya, “Awas ada kucing, nanti kamu dicakar!” Akibatnya, anak merasa terancam alias tidak

aman setiap kali melihat kucing. Padahal, umumnya kucing hanya akan marah dan mencakar jika diganggu.

Page 3: Definisi pertumbuhan dan perkembangan

Bentuk ekspresi ketakutan itu sendiri bisa macam-macam. Biasanya lewat tangisan, jeritan, bersembunyi atau

tak mau lepas dari orang tuanya. Untungnya, seperti dijelaskan Ika, rasa takut ini akan hilang dengan

sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. “Saat anak merasa aman dengan dirinya sendiri maupun

lingkungannya, hilanglah rasa takut tadi. Tentu saja perlu dukungan orang tua.”

 Yang jadi masalah adalah bila rasa takut mengendap dan tak teratasi sehingga berpengaruh pada aktivitas

sehari-hari anak. “Bahkan bisa mengarah jadi ketakutan yang bersifat patologis. Malah bisa fobia alias

ketakutan berlebih karena pernah mengalami kejadian tertentu.

Berikut 9 jenis rasa takut yang kerap dialami batita dan tips mengatasi yang diberikan Ika.

1. TAKUT BERPISAH (SEPARATION ANXIETY)

Anak cemas harus berpisah dengan orang terdekatnya. Terutama ibunya, yang selama 3 tahun pertama

menjadi figur paling dekat. Figur ibu, tak selalu harus berarti ibu kandung, melainkan pengasuh, kakek-nenek,

ayah, atau siapa saja yang memang dekat dengan anak.

Kelekatan anak dengan sosok ibu yang semula terasa amat kental, biasanya akan berkurang di tahun-tahun

berikutnya. Bahkan di usia 2 tahunan, kala sudah bereksplorasi, anak akan melepaskan diri dari keterikatan

dengan ibunya. Justru akan jadi masalah bila si ibu kelewat melindungi/overprotektif atau hobi mengatur

segala hal, hingga tak bisa mempercayakan anaknya pada orang lain.

Perlakuan semacam itu justru akan membuat kelekatan ibu-anak terus bertahan danakhirnya menimbulkan

kelekatan patologis sampai si anak besar. Akibatnya, anak tak mau sekolah, gampang nangis, dan sulit dibujuk

saat ditinggal ibunya. Bahkan si ibu beranjak ke dapur atau ke kamar mandi pun, diikuti si anak terus. Repot,

kan? Belum lagi ia jadi susah makan dan sulit tidur jika bukan dengan ibunya.

Cara Mengatasi:

Jelaskan pada si kecil, mengapa ibu harus pergi/bekerja. Begitu juga penjelasan tentang waktu meski anak usia

ini belum sepenuhnya mengerti alias belum tahu persis kapan pagi, siang, sore, dan malam serta pengertian

mengenai berapa lama masing-masing tenggang waktu tersebut. Akan sangat memudahkan bila orang

tuamenggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Semisal, “Nanti, waktu kamu makan sore, Ibu sudah

pulang.” Jika tak bisa pulang sesuai waktu yang dijanjikan, beri tahu anak lewat telepon. Sebab, anak akan

terus menunggu dan ini justru bisa menambah rasa takut anak. Ia akan terus cemas bertanya-tanya, kenapa

sang ibu belum dating

2. TAKUT MASUK “SEKOLAH”

Bukan soal mudah melepas anak usia batita masuk playgroup. Sebab, ia harus beradaptasi dengan lingkungan

barunya. Padahal, tak semua anak bisa gampang beradaptasi. Dari pihak orang tua, tidak sedikit pula yang

justru tak rela melepas anaknya “sekolah” karena khawatir anaknya terjatuh kala bermain atau didorong

temannya.

Cara Mengatasi:

Orang tua tetap perlu mengantar anak ke “sekolah” karena ini menyangkut soal pembiasaan. Kalaupun di hari-

hari berikutnya ada sekolah-sekolah yang bersikap tegas hanya membolehkan orang tua menunggu di luar,

sampaikan informasi ini pada anak.Guru pun harus bisa menarik perhatian anak agar tidak terfokus pada

ketiadaan pendampingan orang tuanya dengan bermain. Di saat asyik bermain dengan teman-temannya niscaya

ia akan lupa.

Page 4: Definisi pertumbuhan dan perkembangan

3. TAKUT PADA ORANG ASING

Di usia-usia awal, anak memang mau digendong/dekat dengan siapa saja. Namun diusia 8-9 bulan biasanya

mulai muncul ketakutan atau sikap menjaga jarak pada orang yang belum begitu dikenalnya. Ini normal karena

anak sudah mengerti/mengenali orang. Ia mulai sadar, mana orang tuanya dan mana orang lain yang jarang

dilihatnya.

Cara Mengatasi:

Di usia batita seharusnya rasa takut pada orang asing sudah mulai berangsur hilangkarena, toh, ia sudah

bereksplorasi. Semestinya anak sudah memperoleh cukup pengetahuan untuk menyadari bahwa tak semua

orang asing/yang belum begitu dikenalnya merupakan ancaman baginya.

Biasanya, justru karena orang tua kerap menakut-nakuti, sehingga anak bersikap seperti itu. “Awas, jangan

deket-deket sama orang yang belum kamu kenal. Nanti diculik, lo!” Memang boleh-boleh saja orang tua

menasehati anak untuk berhati-hati/bersikap waspada pada orang asing, tapi sewajarnya saja dan bukan dengan

cara menakut-nakutinya.

4. TAKUT PADA DOKTER

Mungkin pernah mengalami hal tak mengenakkan seperti disuntik, anak jadi takut pada sosok tertentu. Belum

lagi kalau orang tua rajin “mengancam” setiap kali anak dianggap nakal. “Nanti disuntik Bu Dokter, lo, kalau

makannya enggak habis!” atau “Nanti Mama bilangin Pak Satpam, ya!”

Cara Mengatasi:

Izinkan anak membawa benda atau mainan kesayangannya saat datang ke dokter sehingga ia merasa aman dan

nyaman. Di rumah, orang tua bisa membantunya denganmenyediakan mainan berupa perangkat dokter-

dokteran. Biarkan anak menjalani peran dokter dengan boneka sebagai pasiennya. Secara berkala ajak anak ke

dokter gigi untuk menjaga kesehatan giginya. Tak ada salahnya juga mengajak dia saat orang tua atau

kakak/adiknya berobat gigi. Dengan begitu anak memperoleh infomasi bagaimana dan ke mana ia harus pergi

untuk menjaga kesehatan giginya. Lambat laun ketakutannya pada sosok dokter justru berganti menjadi

kekaguman.

5. TAKUT HANTU

“Hi, di situ ada hantunya. Ayo, jangan main di situ!” Gara-gara sering diancam dan ditakuti seperti itu, batita

yang sebetulnya belum mengerti sama sekali tentang hantu,jadi tahu dan takut. Bisa juga karena ia menonton

film horor di televisi.

Cara Mengatasi:

Jauhkan anak dari tontonan tentang hantu. Orang tua pun seyogyanya jangan pernah menakut-nakuti

anak hanya demi kepentingannya. Bisa pula dengan membelikan buku-buku cerita atau tontonan anak

mengenai karakter hantu atau penyihir yang baik hati.

6. TAKUT GELAP

Biasanya juga gara-gara orang tua. “Mama takut, ah. Lihat, deh, gelap, kan?” Takut pada gelap bisa juga

karena anak pernah dihukum dengan dikurung di ruang gelap. Bila pengalaman pahit itu begitu membekas,

bukan tidak mungkin rasa takutnya akan menetap sampai usia dewasa. Semisal keluar keringat dingin atau

malah jadi sesak napas setiap kali berada di ruang gelap atau menjerit-jerit kala listrik mendadak padam.

Cara Mengatasi:

Page 5: Definisi pertumbuhan dan perkembangan

Saat tidur malam, jangan biarkan kamarnya dalam keadaan gelap gulita. Paling tidak,biarkan lampu tidur

yang redup tetap menyala. Cara lain, biarkan boneka atau benda kesayangannya tetap menemaninya, seolah

bertindak sebagai penjaganya hingga anak tak perlu takut.

7. TAKUT BERENANG

Sangat jarang anak usia batita takut air. Kecuali kalau dia pernah mengalami hal tak

mengenakkan semisal tersedak atau malah nyaris tenggelam saat berenang hingga hidungnya banyak

kemasukan air.

Cara Mengatasi:

Lakukan pembiasaan secara bertahap. Semisal, awalnya biarkan anak sekadar merendam kakinya atau

menciprat-cipratkan air di kolam mainan sambil tetap mengenakan pakaian renang. Bisa juga

dengan memasukkan anak ke klub renang yang ditangani ahlinya. Atau dengan sering mengajaknya

berenang bersama dengan saudara/teman-teman seusianya. Tentu saja sambil terus didampingi dan dibangun

keyakinan dirinya bahwa berenang sungguh menyenangkan, hingga tak perlu takut. Kalaupun anak tetap

takut, jangan pernah memaksa apalagi memarahi atau melecehkan rasa takutnya. Semisal, “Payah, ah!

Berenang, kok, takut!”

 8. TAKUT SERANGGA

Tak sedikit anak yang takut pada jangkrik, kecoa atau serangga terbang lainnya. Sebetulnya ini wajar,

hingga orang tua jangan tambah menakut-nakutinya, “Awas, nanti ada kecoa, lo.” Hendaknya justru bisa

memahami karena anak usia ini mungkin saja menemukan banyak hal yang dapat membuatnya takut.

Cara Mengatasi:

Boleh saja orang tua memberi pengenalan tentang alam binatang pada anak. Tak perlu kelewat detail seperti

halnya profesor memberi kuliah. Tugas orang tua sebatasmemahami ketakutan anak sekaligus membantunya

merasa aman. Boleh saja katakan, “Ayah tahu kamu takut jangkrik.” Cukup segitu dan jangan paksa anak

berada terus-menerus dalam pembicaraan mengenai rasa takutnya.

Jangan pula memaksa anak bersikap sok berani menghadapi ketakutannya. “Belum saatnya mencobakan anak

melihat atau malah menyentuhkan serangga yang ditakutinya. Ini hanya akan membuat anak semakin

takut.” Bila dipaksakan terus, anak malah bisa fobia pada serangga. Biarkan anak tertarik dengan sendirinya

dan biasanya ini terjadi setelah anak berusia 2 tahunan. Jika anak memang takut kala ada serangga yang

terbang di dekatnya, bantulah untuk mengusirnya bersama

9. TAKUT ANJING

Wajar anak batita takut anjing mengingat penampilan binatang ini memang terkesan galak dengan

gonggongan dan tampang yang garang. Belum lagi kebiasaannya suka melompat, menjilat atau malah

mengejar. Tugas orang tualah untuk memahami sekaligus membantu anak mengatasi ketakutannya.

Cara Mengatasi:

Tak harus memaksa anak memelihara anjing atau mendorong anak menghadapi rasa takutnya dengan terus-

menerus memberi ‘ceramah’, semisal “Ngapain, sih, takut sama anjing. Anjingnya, kan, baik.” Menihilkan

ketakutan anak justru akan membuat anak semakin takut dan bukan tidak mungkin akhirnya malah

berkembang jadi fobia yang sulit diatasi.

Bila anak memang takut dan ketika berjalan bertemu anjing, pegangi tangannya untuk meyakinkannya ia bisa

aman melewati binatang yang ditakutinya bersama orang tuanya. Jangan lupa untuk tetap  menjaga jarak aman

dari temperamen binatang yang relatif sulit diduga. Bisa juga dengan menunjukkan keakraban antara anjing

Page 6: Definisi pertumbuhan dan perkembangan

sebagai hewan peliharaan dengan majikannya lewat cerita/dongeng. Atau kenalkan pada anjing tetangga dan

tak ada salahnya meminta si pemilik memperlihatkan bagaimana menjalin keakraban dengan anjingnya tanpa

harus merasa takut.